LAGU-LAGU ZAPIN CIPTAAN ZUL ALINUR: KAJIAN … · Indonesia dan Dunia Melayu sekali gus....

237
0 LAGU-LAGU ZAPIN CIPTAAN ZUL ALINUR: KAJIAN TERHADAP STRUKTUR TEKS DAN MELODI SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H NAM A: EVA GUSM ALA YANTI NIM : 060707011 UNIVERSITAS SUM ATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEM EN ETNOMUSIKOLOGI M EDAN 2011

Transcript of LAGU-LAGU ZAPIN CIPTAAN ZUL ALINUR: KAJIAN … · Indonesia dan Dunia Melayu sekali gus....

0

LAGU-LAGU ZAPIN CIPTAAN ZUL ALINUR:

KAJIAN TERHADAP STRUKTUR TEKS DAN MELODI

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O L E H NAM A: EVA GUSM ALA YANTI

NIM : 060707011

UNIVERSITAS SUM ATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEM EN ETNOMUSIKOLOGI

M EDAN

2011

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

M elayu adalah sebuah terminologi yang memiliki berbagai pengertian. Di

antaranya adalah ras yang terdapat di kawasan Asia Tenggara dan diasporanya di

berbagai wilayah dunia ini. Ras Melayu terdiri dari ras M elayu Tua dan ras Melayu

M uda. Ras M elayu juga lazim disebut dengan ras Mongoloid Tenggara. Wilayah

peradaban ras M elayu ini, dalam kajian ilmu-ilmu linguistik selalu disebut dengan

M elayu-Polinesia. Sementara menurut ilmu arkeologi lazim juga disebut dengan

M elayu-Austronesia (lihat Haziyah Husein 2008).

Pengertian Melayu biasa pula merujuk kepada kelompok etnik yang ada di

Asia Tenggara, yang mencakup wilayah M alaysia, Thailand, Singapura, Brunai

Darussalam, Filipina, Kamboja, dan lainnya. Etnik M elayu yang tersebar di beberapa

negara bangsa ini memiliki berbagai persamaan garis darah, bahasa, dan kebudayaan.

Hubungan kekerabatan juga selalu menjadi faktor pemersatu di antara etnik Melayu

ini. Misalnya sebahagian besar orang Patani di Thailand memiliki kerabat di bahagian

utara M alaysia. Orang M elayu di Riau memiliki hubungan kekerabatan dengan orang

M elayu di Semenanjung Malaysia. Atau sebaliknya beberapa orang M elayu dari

Semenanjung M alaya, migrasi dan kini menetap di wilayah Republik Indonesia.

Contohnya masyarakat M elayu keturunan Kedah, yang tinggal dan menetap di Pulau

Jaring Halus di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Satu pulau ini mayoritas adalah

2

keturunan Melayu Kedah, namun mereka adalah warga negara Indonesia (WNI).

M ereka sadar bahwa nenek moyangnya berasal dari Kedah.

Etnik M elayu adalah sebagai salah satu etnik natif yang mendiami kawasan

Sumatera Utara, bersama etnik-etnik natif lainnya seperti: Karo, Simalungun, Pakpak-

Dairi, Batak Toba, Mandailing-Angkola, Pesisir Barat, dan Nias. Selain itu, Sumatera

Utara juga memiliki etnik-etnik pendatang, baik dari Nusantara maupun kawasan

dunia lainnya. Di antara enik pendatang itu adalah: Aceh Raya, Pidie, Gayo,

Alas,Tamiang, Kluet, M inangkabau, Jawa, Sunda, Ambon, Makassar, Bugis, dan

lainnya. Pendatang dunia di antaranya: Hokkian, Kwong Fu, Hakka, Khek, Kanton,

Tamil, Benggali, Arab, Gujarat, beberapa etnik dari Eropa, dan lain-lain. Keberadaan

kebudayaan Sumatera Utara dengan posisi penduduk seperti itu, tentu saja beragam

dan multikultural. Dalam rangka demikian, setiap kebudayaan etnik perlu

dipertahankan jati dirinya, termasuk kebudayaan Melayu Sumatera Utara.

M asyarakat M elayu Sumatera Utara, secara wilayah budaya umumnya

mendiami bahagian timur provinsi ini. M ereka ada di Langkat, Deli, Serdang,

Batubara, Asahan, dan Labuhan Batu. Secara kebudayaan mereka juga memiliki

hubungan dengan suku Pesisir Tapanuli Tengah dan Sibolga. M asyarakat Melayu

Sumatera Utara ini, memiliki kebudayaan yang sama dengan kebudayaan masyarakat

M elayu di berbagai tempat di Asia Tenggara, namun ada juga yang khas setiap daerah.

M isalnya zapin1 dijumpai hampir di semua kawasan budaya Melayu. Namun dedeng

1Untuk penulisan selanjutnya, baik di bab ini atau bab-bab berikutnya ist ilah zapin

akan ditulis dengan huruf biasa, tidak miring (italic), sebagaimana halnya menuliskan

3

hanya dijumpai di kawasan Langkat saja, serta sinandong dijumpai di Asahan dan

Labuhan Batau saja. Artinya genre-genre kesenian M elayu di semua Dunia Melayu

ada yang menyebar secara luas, namun ada yang hanya berada dalam satu wilayah

budaya yang relatif kecil saja.

Etnik M elayu Sumatera Utara memiliki kesenian yang diwarisi dari masa-masa

animisme, Hindu, Budha, Islam, Eropa, dan era globalisasi. Contoh kesenian yang

mengandung unsur animisme adalah kesenian pada upacara jamu laut atau melepas

lancang. Contoh seni yang mengandung unsur kebudayaan Hindu dan Budha adalah

upacara tepung tawar, makyong, mendu, gerak-gerak tari India, dan lainnya. Contoh

unsur budaya Barat ada pada seni ronggeng (joget), wals, forxtrot, band di kesultanan,

dan lainnya. Contoh yang kuat mengekspresikan kebudayaan Islam adalah barodah,

nasyid, kasidah, marhaban, barzanji, dan zapin. Kesenian zapin ini menceminkan

musik dan tari M elayu secara umum, dan juga identitas musikal dan tarian khas

kawasan Sumatera Utara.

M usik M elayu, termasuk zapin, memiliki cir i-cir i khas. M enurut Takari dan

Heristina Dewi (1998) pada umumnya musik Melayu tergolong ke dalam tangga-

tangga nada pentatonik, heptatonik, dan diatonik. Sistem yang dipakai adalah

ekuadistan tujuh nada Asia Tenggara, atau juga pengaruh tangga nada heptatonik dari

raga India dan maqamat Timur Tengah. Ekspresi tangga nada ini dalam melodi,

memakai teknik cengkok (mengayunkan nada), patah lagu ( menyentak-nyentakkan

peristilahan dalam sistem penulisan ilmiah, untuk mengefesienkan teknik penulisan. T ujuannya adalah karena skripsi ini akan membahas seni zapin yang past inya banyak menggunakan ist ilah zapin di semua bahagian bab atau sub babnya.

4

nada), dan gerenek (membuat variasi nada dengan densitas rimik nada yang relatif

rapat). M usik M elayu juga memiliki berbagai pola ritme (rentak) yaitu senandung,

mak inang, lagu dua, patam-patam, ghazal, hadrah, zapin, dan lain-lain.

Kesenian Melayu, termasuk zapin adalah bahagian dari seni pertunjukan

Indonesia dan Dunia M elayu sekali gus. Pertumbuhan dan perkembangan seni

pertunjukan dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, tidak lepas dari pertumbuhan

dan perkembangan kehidupan kesenian dan kebudayaan Indonesia, yang terdir i

berbagai suku bangsa, yang melahirkan kesenian yang sangat beragam dan bersumber

dari identitas etnik setempat.

Akar budaya seni pertunjukan M elayu, merupakan budaya yang diwarisi dari

masa sebelum datangnya pengaruh luar dan terus ditransformasikan saat datangnya

pengaruh dari luar. Akar budaya seni pertunjukan ini menjadi bagian dalam

memperkuat jati diri seni dan masyarakat M elayu itu sendiri. Kebudayaan Melayu

sendiri merupakan kebudayaan yang terbuka yang mau menerima kebudayaan luar

tanpa menghilangkan unsur budaya aslinya dalam konteks akulturasi. Sehingga

terciptalah kekhasan tersendiri dalam musik M elayu. Seperti salah satu contoh seni

pertunjukan M elayu yang cukup populer sekarang ini yaitu zapin.

Dalam genre seni ini, dapat dilihat pengaruh unsur budaya Arab yang sangat

kental sekali, baik dari struktur melodi, ritme, instrumen, lirik, tari, pertunjukan,

penonton, dan pendukung budayanya. Zapin-zapin yang masih hidup dan masih

bertahan di bumi M elayu, memberikan corak warna gubahannya yang spesifik

kedaerahan sebagai wujud prilaku komunitas Melayu itu sendiri dalam aktivitas

5

sehari-hari. Dengan demikian, walau zapin ini berasal dari Arab, oleh orang-orang

M elayu zapin juga mengalami kreativitas disesuaikan dengan cita rasa seni dan

keperluan kebudayaan etnik M elayu. Bahkan di Alam Melayu dikenal dua jenis zapin

yaitu zapin Arab dan zapin M elayu.

Hamzah Ahmed (1984:71) mengatakan bahwa zapin lahir pada tahun keenam

masa ketika terjadi gencatan senjata dengan orang-orang kafir M ekah, pada waktu

anak puteri Saidina Hamzah ingin ikut Nabi M uhammad hijrah ke M adinah. Padahal

dalam perjanjian, orang-orang pelarian Mekah itu harus di kembalikan. Pihak Nabi

M uhammad tidak mau. Lalu siapa yang menjadi pengasuh anak itu? Nabi M uhammad

menunjuk Ja’far yang dengan girangnya menari-nari mengangkat kaki bersama

Saidina Ali. Inilah diperkirakan sejarah awal munculnya zapin dalam peradaban

(tamadun) Islam.

Zapin kemudian berkembang ke Persia (Farsi)2 dan ke Nusantara, yaitu zapin

ala Hijaz. Menurut M ohd Anis Md.Nor (1997:116-117) pertama kalinya kesenian

zapin mulai masuk ke istana-istana di Nusantara adalah di Sumatera dan Kalimantan.

Penari zapin yang terlatih mahir ujiannya adalah berzapin di tikar rotan yang licin

dilapisi dengan permadani. Permadani di atas tikar rotan itu tidak boleh bergeser

2Pada masa Nabi Muhammad hidup, Persia ini dikenal dengan nama Farsi yang

wilayahnya mencakup beberapa kawasan di Timur Tengah. Mereka saat awal itu beragama Majusi dan menyembah api. Pada saat itu terjadi peperangan antara Persia dan Romawi yang agama resminya adalah agama Kristen. Umat Islam saat itu lebih cenderung membela Romawi karena “kedekatan” tauhid dan kepercayaan kepada T uhan. Ketika tentara Romawi dapat ditaklukan oleg tentara Persia, maka gundah gulanalah umat Islam. Namun T uhan berjanji akan segera memenangkan tentara Romawi, dan kemudian janji Tuhan itu terbukti. Kini wilayah Persia itu mencakup sebahagian besar Republik Islam Iran dan sebahagian Irak. Mereka umumnya beragama Islam (mazhab Syiah).

6

sedikit pun. Apabila hal itu terjadi, hukumannya selama tiga bulan kumpulan itu tidak

boleh lagi menghibur di istana. Begitulah halusnya langkah dan gerak tari zapin yang

menurut asalnya zapin itu ditarikan sebagai kesenian yang bernafaskan Islam.

Kesenian zapin masuk ke Nusantara sejalan dengan berkembangnya agama

Islam sejak abad ke 13 Masehi. Para pedagang dari Arab dan Gujarat yang datang

bersama para ulama dan senimannya, menyusuri pesisir Nusantara. Zapin tersebut

kemudian berkembang di kalangan masyarakat pemeluk Islam. Sekarang kita dapat

menemukan zapin hampir di seluruh pesisir Nusantara, seperti di: pesisir timur

Sumatera Utara, Semenanjung M alaysia, Serawak, kepulauan Riau, pesisir

Kalimantan, Jambi, Brunai Darussalam, dan lainnya. Hingga saat ini zapin tetap

menjadi khazanah budaya M elayu yang masih digemari oleh berbagai lapisan

masyarakat. Kesenian ini juga sangat populer. Zapin itu sendiri terdapat di kalangan

istana-istana M elayu dan di tengah-tengah masyarakat awam.

Secara etimologis, kata zapin berasal dari Bahasa Arab, yang memiliki berbagai

makna. Kata zapin sendiri berkaitan dengan kata-kata turunan seperti zafa, zaffa,

zafana, zaffan, dan lain-lainnya. Kalau ditelisik lebih jauh, memang kesemua kata itu

dalam bahasa Arab memiliki hubungan dengan kata tari dalam bahasa Melayu. Namun

sebelum dibedah maknanya, alangkah baik kita lihat dahulu apa arti zapin dalam

wikipedia Indonesia.

Zapin berasal dari bahasa Arab yaitu kata "zafn" yang mempunyai

arti pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan. Zapin merupakan khasanah tarian rumpun M elayu yang mendapat pengaruh dari Arab. Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan

7

sebagai media dakwah Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin yang didendangkan. M usik pengiringnya terdiri dari dua alat yang utama yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marwas. Sebelum tahun 1960, zapin hanya ditarikan oleh penari laki-laki namun kini sudah biasa ditarikan oleh penari perempuan bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan. Tari Zapin sangat banyak ragam gerak tarinya, walaupun pada dasarnya gerak dasar zapinnya sama, ditarikan oleh rakyat di pesisir timur dan barat Sumatera, Semenanjung M alaysia, Sarawak, Kepulauan Riau, pesisir Kalimantan dan Brunei Darussalam (sumber: http//id.wikipedia.org/wiki/Zapin).

Berdasarkan kutipan seperti terurai di atas, maka dapat dikatakan bahwa istilah zapin

berasal dari bahasa Arab. Kemudian zapin adalah salah satu tari M elayu, yang

diadopsi dari Arab. Zapin adalah media enkulturasi dakwah Islam. Ensambel musik

terdiri dari dua peran yaitu yang membawa melodi adalah musik petik (gambus atau

‘ud) dan pembawa ritme yaitu tiga buah alat pukul kecil (maksudnya gendang

marwas). Awalnya ditarikan lelaki, akhirnya perempuan, atau campuran laki- laki dan

peremuan. Ragam tari berkembang dan tari ini muncul di Alam Melayu.

Kemudian seorang profesor tarian M elayu Mohd Anis Md Nor menguraikan

secara panjang lebar tentang arti kata zapin ini dan kata-kata turunannya sebagai

berikut.

In M alaysia, Singapore, the Riau Islands and Sumatera, Zapin

designates a performing arts genre which encompasses a repertoire of dances and a body of music. But first and foremost, Zapin means dance, a particular kind of dance usually performed by men. In his Unabridged M alay-English Dictionary, Richard Winsted noted that the word Zapin is of Arabic origin with its most frequent usage found in the state of Johor on the southernmost part of the M alay Peninsula. Wilkinson explains that Zapin is an Arabic derived word which denotes the term for an Arab dance performed by two persons. Wilkinson, however, added further that the word Zafin generally stands for the etymology of dancing. …

The word Zapin may have come from the Arabic root word Zaffa ( ) which mean to lead the bridge to her groom in a wedding

procession. It is important to trace Zapin from the Arabic root word or

8

masdar ( ) since the Arabic-derived word or Arabic-loaned word in the M alay vocabulary may have undergone modification in sound and may have taken a specific meaning other than the original Arabic word. This is all the more important when a word like Zapin cannot be directly associated with an Arabic performance genre. One can only speculate from the manner in which the root word I conjugated and in due course try to associate the conjugated Arabic with the word Zapin. The closest association of Zapin with the most word Zaffa is in Zafah ( ) which means wedding, while Zafana ( ) means to dance in a wedding. Wehr interpreted Zafana as to dance or gambol, thus allowing the word be associated with some form of prancing or frolic. Lane explained Zafanan (

) as danced, played or sported, and that ( ) ia a sentence implies that “ a person (she) used to the dance to El-Hasan”. A dance is called Zaffan ( ). Dance is this context cannot be associated with raqasa ( ), which implies dance as in a less respected and less honoured gathering than a wedding. Raqasa are performed in places such as entertainment clubs or an establishment which solicits money from patrons. Zsfana implies an honored and respected dance tradition which is associated with a wedding celebration (M ohd Anis M d Nor 1990:32-33).

M enurut kajian M ohd Anis M d Nor, bahwa di Dunia M elayu zapin adalah sebuah

genre seni pertunjukan yang di dalamnya menampilkan tarian dan musik sekali gus.

Biasanya tarian zapin dipersembahkan oleh penari lelaki. Seperti yang dikutipnya dari

Winsted, kata zapin berasal dari bahasa Arab, yang banyak digunakan oleh orang

M elayu Johor. Zapin dalam bahasa Arab ini menurut Wilkinson adalah tarian yang

dilakukan dua orang penari laki-laki. Kata turunan zapin yaitu zaffa maknanya adalah

sehelai kain yang dibawa oleh pengantin wanita kepada mempelai lelaki dalam prosesi

pernikahan. Kemungkinan besar pula istilah zapin ini disesuaikan dengan lidah

M elayu sehingga kemungkinan bisa memiliki arti lain. Namun arti-arti itu jika

ditelusuri dari bahasa Arab memiliki makna yang dekat, seperti maknanya adalah

upacara pernikahan atau menari untuk upacara pernikahan. Kata zapin ini pula tidak

dapat dihubungkan dengan kegiatan menari yang bertujuan memperoleh uang yang

disebut dengan kegiatan raqasa. Zapin berhubung erat dengan tari yang

9

dipersembahkan pada upacara pernikahan. Dengan demikian, zapin memuat penuh

ajaran-ajaran Islam, yaitu memperbolehkan menari di majelis pernikahan (walimatul

ursy)

M enurut pendapat para ahli sejarah seni M elayu, Luckman Sinar (2010) dan

M ohd Anis M d Nor (1995) zapin adalah berasal dari Yaman Selatan (Hadramaut)

merupakan sejenis irama atau rentak dalam seni musik tradisional. Zapin juga adalah

sejenis tarian rakyat Arab. Perkataan zapin berasal dari kata al-zaffan, yaitu gerak

kaki. Sebutan zapin umumnya dijumpai di Sumatera Utara dan Riau, sedangkan di

Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu menyebutnya dana. Julukan bedana terdapat

di Lampung sedangkan di Jawa umumnya menyebut zafin. Masyarakat Kalimantan

cenderung memberi nama jepin, di Sulawesi disebut jippeng, dan di M aluku lebih

akrab mengenal dengan nama jepen. Sementara di Nusa Tenggara dikenal dengan

julukan dana-dani.

Di Nusantara, zapin dikenal dalam dua jenis, yaitu zapin Arab yang mengalami

perubahan secara lamban, dan masih dipertahankan oleh masyarakat keturunan Arab.

Jenis kedua adalah zapin M elayu yang ditumbuhkan oleh para ahli lokal, dan

disesuaikan dengan linkungan masyarakatnya. Kalau zapin Arab hanya dikenal satu

gaya saja, maka zapin M elayu sangat beragam dalam gayanya. Begitu pula sebutan

untuk tari tersebut tergantung dari bahasa atau dialek lokal di mana dia tumbuh dan

berkembang. Zapin juga merupakan sejenis rentak atau irama dalam seni musik

tradisional Melayu (yang di sampingnya ada senandung mak inang, lagu dua, patam-

patam, ghazal, hadrah, dan lain-lain).

10

Zapin merupakan salah satu genre dalam seni pentas pertunjukan M elayu yang

di dalamnya mencakup musik (rentak/ritme), tari, serta lagu. Apabila rentak zapin itu

didendangkan, maka musik itu dinamakan dengan musik zapin. Seperti apa yang

dikatakan oleh Fadlin Dja’far (wawancara Januari 2011), bahwa struktur rentak atau

ritem zapin di Sumatera Utara khususnya di M edan, dapat diklasifikasikan ke dalam

dua kategori : (1) rentak induk atau dasar dan (2) rentak anak atau peningkah. Rentak

induk dibentuk oleh tanda birama 4/4, sedangkan rentak peningkah dikembangkan

berdasarkan rentak induk dengan struktur mengikut estetika para pemain musiknya.

M usik zapin biasa juga di sebut musik gambus, yang alat musik utamanya

adalah gambus, di samping alat musik marwas dan musik pengiring yang lain seperti

biola, accordion, harmonium, gendang ronggeng (frame drum) dan vokal. Sedangkan

dari struktur melodi, musik zapin mempergunakan unsur-unsur budaya M elayu, Arab,

India, dan Barat.

Zapin di samping memiliki meter 4, juga memiliki struktur musik yang cukup

jelas. Zapin mempunyai bahagian pembuka yang biasa jadi improvisasi solo gambus

yang freemeter (taksim), bagian tengah yang diulang-ulang untuk lagu dasar, dan

variasi gendang (takhtum).

Dari segi struktur tari, sesuai dengan namanya zapin (al-zaffan) berarti

pergerakan kaki cepat (rentakan kaki), yang mengikut rentak pukulan. Tari zapin

terikat dengan gerak-gerik yang telah baku, yang sudah mempunyai konsep dasar.

Salah seorang tokoh tari zapin dari Perbaungan, O.K. Hamidi, mengatakan ciri tari

zapin adalah angkat, patah, tekuk, dan seret. Kesemuanya itu merupakan gerakan

11

kaki. Terdapat perbedaan antara tari zapin Arab dengan tari zapin M elayu. Zapin Arab

yang pola gerakannya berbentuk zig-zag yang biasanya ditarikan oleh masyarakat

keturunan Arab. Gerak tari zapin Arab adalah gagah dengan langkah dan lenggangan

yang lebih luas, ayunan tangan yang tinggi dan hinjutan kaki yang keras.

Zapin M elayu berbentuk huruf alif (lurus) umumnya ditarikan oleh orang-

orang M elayu yang diadaptasikan dari unsur-unsur zapin Arab. Sedangkan gerak tari

zapin M elayu lebih halus dan santun dengan ayunan tangan yang lebih kecil atau

sempit, langkah kaki yang tidak terlalu luas dan tinggi, serta henjutan kaki yang

lembut.

Zapin dipersembahkan dalam tiga peringkat: Pertama: pembuka tirai (dikenali

sebagai taksim) yaitu gambus dibunyikan secara solo secara free meter, dan penari

melakukan gerak sembah. Pada peringkat ini, semua penari akan melakukan tarian

pengenalan dengan beberapa pergerakan saja. Kedua tarian, pergerakan dan ayunan.

Pada peringkat kedua ini persembahan terdir i dari pecahan atau gerakan serta lenggang

tarian.. Ketiga penutup, tari di sini kemudian dikembangkan dengan berbagai ragam

gerak seperti alif, pecah, langkah, sut, anak ayam, dan tahto.

Gerakan tari zapin harus menampilkan gerak tari yang sopan dan menjunjung

tinggi adat resam Melayu. Tidak melompat, mengangkat kaki tinggi-tinggi, berguling-

berguling, dan tidak saling bersentuhan pada lawan jenis, seperti mengendong yang

tidak sesuai dengan kaedah sopan santun adat M elayu yang berpaksikan kepada ajaran

agama Islam. Sebab tari zapin itu sendiri bernafaskan Islam. Sekarang banyak kita

temukan zapin tradisi yang berkembang menjadi tari Zapin kreasi baru, yang telah

12

mengalami pergeseran nilai-nilai budaya yang hampir kehilangan identitasnya.

Timbulnya pembaharuan-pemabaharuan dari zapin tradisi ke bentuk zapin kreasi baru

ini mulai dirasakan pada tahun 1960-an.

Demikian pula bila rentak zapin itu dinyanyikan maka lagu tersebut dinamakan

dengan lagu zapin, Lagu-lagu zapin ini lah yang ingin saya pilih menjadi judul skripsi

saya. Dari segi teks, nyanyian zapin ini di samping bersifat edukatif dan didaktik

sekaligus menghibur tetapi juga digunakan sebagai media dakwah Islam dengan syair

atau pantun-pantun M elayu yang didendangkan, bisa pula lebih ke arah etika

pergaulan secara umum, ataupun pesan-pesan jenis lain, baik dengan tema percintaan,

nasihat, pandangan hidup, dan lain sebagainya. Lagu-lagu tersebut akan penulis

analisis melalui teori semiotik. Penyajian musik zapin dapat saja hanya di iringin

musik instrumental, atau tanpa teks pantun M elayu yang dinyanyikan (vokal).

Dari uraian di atas tergambar dengan jelas bahwa seni zapin sangatlah penting

di dalam kebudayaan M elayu. Seni zapin ini mengekspresikan sejarah masuknya

peradaban Islam ke dalam kebudayaan Melayu. Dalam seni zapin juga terkandung

proses kreativitas seniman Melayu dalam mengolah zapin Arab menjadi zapin Melayu.

Sejauh ini, banyak kita jumpai tokoh-tokoh yang mengangkat tradisi zapin,

baik sebagai pengamat, penulis, penata tari, serta pencipta lagu zapin. Khususnya yang

berada di kawasan kota Medan dan sekitarnya. Mereka itu antara lain adalah: Singah

bin Zakaria (di Bengkel Perbaungan), Tuk Poncil (Nagur, Bedagai), O.K. Aris dan

O.K. Tera’i (Galang), Sauti dan O.K. Adram (di Serdang, di samping mereka penata

13

tari serampang dua belas mereka juga penari zapin yang bersal dari Pantai Cermin)

dan Anjang Nurdin Paitan (Pantai Labu), dan lainnya.

Ada pula para pengamat zapin, seperti Tengku Luckman Sinar. Beliau aktif

membuat artikel mengenai zapin dalam seminar-seminar tentang kebudayaan Melayu,

ke berbagai kota besar di Indonesia bahkan ke luar negeri. Di samping itu ada juga

M uhammad Takari dan Fadlin (Medan). Dua tokoh di bidang kesenian M elayu yang

juga aktif sebagai pengamat zapin dan penulis, yang selalu menjadi pembicara dalam

seminar mengenai zapin, dan langsung ikut berperan serta dalam proses penggarapan

pembuatan lagu-lagu zapin.

Selain itu, terdapat juga tokoh penggarap tari khususnya tari zapin antara lain:

Yose Rizal Firdaus yang aktif juga menulis artikel tentang tari zapin, ada juga O.K.

Hamidi sebagai pengamat tari zapin, Tengku Sita Syaritsa (M edan), A. Rahim Noor,

dan terdapat juga tokoh muda penggarap tari zapin yang berada di Kota Medan,

khususnya di Taman Budaya M edan, seperti: Dilinar Adlin, Syafrizal, Sri Ning Ayu,

Ivan, dan ramai lagi. Di samping itu terdapat juga tokoh-tokoh pencipta lagu zapin

yang karya-karya beliau sangat termasyhur. Salah satunya adalah Rizaldi Siagian

seorang etnomusikolog, beliau menciptakan lagu-lagu zapin anatara lain: Zapin

Ceracap dan Zapin Tanda-tanda. Lagu ini lebih ke zapin kreasi karena dilihat dari

instrumen yang dipakai yaitu perkawinan alat musik dasar seperti marwas dan gambus

dengan instrumen modern, seperti bas, drum, gitar, dan keyboard. Lagu ini lebih

komersial karena lagu ini telah dir ilis ke dalam album Grenek. Ada juga Zapin

Menjelang Maghrib yang lebih ke tradisi. Sebab dalam lagu ini dapat kita lihat dari

14

segi instrumennya yang memakai alat musik dasar yaitu gendang marwas dan gambus

saja. Lagu-lagu Rizaldi tersebut masih sering dibawakan untuk persembahan tari oleh

sangar-sanggar tari di Kota M edan, baik untuk acara-acara resmi ataupun festival. Di

samping itu ada juga Tengku Safick Sinar, Tengku Rio, Hendrik Perangin-angin,

Sahrial, Zul Alinur, dan lain-lainnya.

Zul Alinur adalah seorang generasi muda yang berbakat membuat karya-karya

musik zapin. Lagu-lagu zapin beliau lah yang ingin penulis kaji lewat struktur teks

dan melodinya. Walaupun umurnya masih relatif muda namun karya-karya beliau

cukup membanggakan. Zul Alinur yang akrab dipanggil Al Coboy atau M ak Boy

adalah salah satu pelaku seni di kota M edan yang berdarah M elayu dan M inangkabau.

Dalam membuat lagu-lagu zapin beliau menuliskannya dalam notasi angka dan teknya

dalam huruf Latin. Puluhan lagu zapin telah diciptakannya. Yang paling menarik

adalah di antara lagu-lagu tersebut ada sebanyak lima lagu menurut pengamatan

penulis, menang dalam lomba atau festival lagu zapin di tingkat provinsi atau nasional.

Di samping sebagai pemusik, dia juga mahir mengaransemen lagu-lagu

khususnya lagu etnik yang terdapat Sumatera. Bahkan ia juga sangat mahir

menciptakan lagu-lagu M elayu khususnya bergenre zapin. Dalam hal ini dia memiliki

kelebihan, dengan langsung menciptakan lagu-lagu zapin dan menciptakan musiknya.

Sedangkan lagu-lagu di luar zapin dia hanya mampu mengaransemen saja bukan

sebagai pencipta. Lagu- lagu beliau lah yang penulis ingin kaji. Lagu zapin ciptaan

Zul Alinur tidak terlalu terikat dengan tradisi dan cenderung ke kreasi baru. Namun

demikian, konsep dasar atau pakem dari zapin itu sendiri masih tetap dipakai.

15

Kenyataan ini dapat dapat dilihat melalui struktur musiknya, yaitu melodi yang

sederhana dan mudah diingat. Instrumen yang di pakai di luar alat musik dasar seperti

gambus dan marwas antara lain gendang ronggeng (frame drum), dol, biola,

accordion, dan gitar bas, Terjadinya peralihan musik pengiring tari zapin dari bentuk

zapin tradisi (alat musik dasar) ke bentuk musik zapin kreasi tidak terlepas dari

kebutuhan pertunjukan, dan kreativitas seniman-senimannya, yang merupakan usaha

yang dilakukan para pelaku seni untuk menjadikan kesenian itu untuk tetap hidup dan

berkembang di tengah masyarakat.

Perbedaan di antara garapan tradisional dengan garapan kreasi terdapat pada

varisasi gerak, gaya, pola lantai, pola dramatik, musik dan alat musik, jumlah penari,

peralatan tari, beserta pantun yang didendangkan. Sementara kesamaannya bahwa

zapin itu sendiri telah memakai konsep dasar atau pakem tersendiri baik taksim

maupun tahtum, dan meiliki struktur rentak dalam tanda birama 4/4, dan lain

sebagainya.

Zul Alinur memberi sentuhan baru pada zapin, namun tidak merusak pakem

pada zapin itu sendiri, Resam dari akar zapin masih tetap dipakai, sehingga

menghasilkan zapin pengembangan dalam karya-karya baru dalam suatu wujud

upaya pelestarian. Seperti apa yang dikatakan oleh Julianus P. Limbeng bahwa semua

kesenian tradisional itu memiliki pola atau pakem tersendiri yang membuat kesenian

itu menjadi khas, berbeda dengan yang lainnya. Akan tetapi pakem tersebut bukanlah

suatu aturan yang “mati,” melainkan suatu potensi yang dapat berkembang ,dan

mampu mengakomodasi perubahan-perubahan isi sesuai dengan kepentingan situasi

16

demi situasi, waktu demi waktu. Jika kesenian kesenian tradisional memiliki pakem

yang kuat, maka ia pun memiliki ruang kebebasan yang luwes. Keduanya pakem dan

kebebasan kreatif terjalin secara integral, menjadi semacam grammar atau bahasa

ungkap yang organis dan cerdas sehingga pertumbuhannya pun dapat tumbuh secara

alamiah. Atas dasar itu, yang disebut dengan kesenian tradisi dan upaya pelestariannya

harus menyangkut kedua aspek antara lain: bentuk, pola, atau pakemnya serta daya

atau potensi untuk berubah. Dalam aspek itulah sesungguhnya terletak nilai, sehingga

kesenian di Nusantara ini biasa disebut sebagai “tradisi hidup” (living tradition)

bukan suatu tradisi yang mati atau beku (Julianus P. Limbeng 2009).

Selain itu, lagu-lagu ciptaan Zul Alinur selalu digunakan oleh sanggar-sanggar

tari yang ada di Kota M edan, khususnya di Taman Budaya, untuk mengiringi berbagai

acara atau festival yang ada di Medan dan di luar kota M edan. Di antaranya untuk

mengikuti festival tari zapin, yang diadakan oleh Dewan Kesenian Medan (DKM )

dalam event M edan Arts Festival, empat lagu yang diciptakan Zul Ainur termasuk ke

dalam kategori lima lagu yang terbaik. Selain itu, lagu-lagu ciptaan Zul Alinur juga

digunakan pada festival zapin dalam acara Gempar Sumut di lapangan Merdeka

M edan, dan karyanya mendapat juara pertama.

Selain untuk festival, lagu beliau juga dipakai untuk mengisi event-event

nasional bahkan internasional yaitu: Pesta Gendang Nusantara (Malaysia, acara

tahunan menyambut ulang tahun Kota M elaka), Pedati Nusantara (Bukit Tinggi, acara

tahunan oleh Visit Indonesian Year), Semarak Zapin Serantau (yang diadakan selama

dua tahun sekali di Bengkalis), Temu Zapin Indonesia (Pekan Baru), Cross Culture

17

(Surabaya), dan Festival Seni Melayu Nusantara (Palembang). Dalam acara yang

terakhir ini karya lagu zapinnya mendapatkan penghargaan penata musik terbaik.

Judul lagu-lagu zapin yang beliau ciptakan adalah: Zapin Puan, Zapin Perantau, Zapin

Purnama, Zapin di Hati, Zapin Perindu, Arena Zapin, Zapin Bertuah, Zapin in My

Heart, dan masih banyak lagi karya-karya lainnya.

Berdasarkan uraian sosiomusikal di atas, maka saya tertarik untuk

menganalisis lagu-lagu zapin Zul Alinur ini, baik dari aspek teks maupun melodinya.

Adapun ketertarikan ini karena saya sangat begitu dekat dengan karya-karya beliau,

karena akhir-akhir in i penulis sering di percayai untuk menyanyikan lagu-lagu

ciptaannya dalam mengiringin persembahan tari khususnya tari zapin. Sehingga saya

tertarik untuk mengangkatnya menjadi judul skripsi ini, dengan judul Lagu-lagu

Zapin Ciptaan Zul Alinur: Kajian Terhadap Struktur Teks dan Melodi.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka selanjutnya penulis

menarik dua pokok masalah utama yang akan dikaji dalam skripsi ini. Pokok-pokok

masalah tersebut adalah: pertama, bagaimana struktur teks (lirik atau syair) lagu-lagu

zapin ciptaan Zul Ainur. Yang kedua, bagaimana struktur melodi lagu-lagu zapin

ciptaan Zul Alinur. Sebagai dasar untuk menguatkan dua pokok masalah di atas, maka

akan dikaji pula bagaimana biografi ringkas Zul Alinur. Hal ini sesuai dengan alasan

bahwa karya seni apa pun bentuknya tidak terlepas dari pengalaman hidup dan

lingkungan budaya di mana seorang pencipta seni itu hidup.

18

Pokok masalah struktur teks akan diperinci dalam skripsi ini mencakup unsur

rima, pantun, makna-makna sosiobudaya, tafsiran terhadap makna teks, makna

denotatif, makna konotatif, suku kata, interyeksi, pemakaian partikel, metafora, gaya

bahasa (plastik bahasa), nilai-nilai intrinsik dan ekstrinsik, reperiti, hubungan teks

dengan melodi, dan hal-hal sejenis. Sementara untuk pokok masalah kedua yaitu

bagaimana struktur melodi lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur akan diperinci dengan

kajian yang mencakup: tangga nada (yang berakar dari tangga nada musik M elayu atau

maqam Arab), wilayah nada, nada dasar, formula melodi, distribusi interval, pola-pola

kadensa, ambitus suara, dan kontur. Untuk menguatkan aspek struktur melodi ini,

maka dalam skripsi ini penulis juga akan mengkaji aspek waktu yang mencakup meter

atau tanda birama, siklus rentak, fungtuasi ritmik, kecepatan lagu, rentak dasar dan

rentak peningkah, taksim yang berupa meter bebas, hubungan antara pemain mus ik

pembawa rentak dan pembawa melodi, dan lain-lainnya. Juga akan mengkaji sajian

lagu-lagu zapin dalam konteks pertunjukan seperti paduan suara, suara tunggal atau

solo, gaya litany, gaya responsorial, properti panggung, hubungan musik zapin dan

tarinya, dan lain-lainnya. Untuk melengkapi dua pokok masalah di atas, penulis juga

akan mengkaji secara umum saja bagaimana struktur tari zapin yang diiringi oleh lagu-

lagu ciptaan Zul Alinur ini, yang diciptakan oleh para penata tari di kawasan M edan

dan sekitarnya. Ini untuk melihat sejauh apa kreativitas tari yang diciptakan

berdasarkan musik zapin yang diciptakan sebelumnya, atau sebaliknya. Lebih jauh,

adalah bagaimana penata tari berkomunikasi dengan lagu-lagu zapin ciptaan Zul

Alinur, dan kemudian membuat kreativitas tari berdasarkan apa yang didengar, atau

19

komunikasi verbal dengan Zul Alinur. Dengan membuat dua pokok masalah dan

unsur-unsur kajian yang mendukungnya, diharapkan melalui skripsi ini akan

didapatkan kajian yang mendalam dan saling mengisi, dalam konteks interdisiplin

dalam bidang etnomusikologi.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah penulis kemukakan di atas,

maka tujuan penelitian ini juga merujuk kepada pokok permasalahan tersebut. Adapun

dua tujuan utama penelitian ini adalah: (a) untuk mengetahui bagaimana struktur teks

(syair atau pantun) yang terdapat dalam lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur, (b) untuk

mengetahui bagaimana struktur melodi lagu-lagu zapin yang diciptakan oleg Zul

Alinur. Kedua tujuan utama ini akan diikuti secara langsung dengan berbagai tujuan

lain yaitu untuk M encari ciri khas musik zapin atau lagu zapin ciptaan Zul Alinur yang

membuat dia berbeda dengan pencipta lagu zapin yang lain. Selain itu adalah untuk

mengetahui bagaimana pentingnya zapin dalam kebudayaan M elayu termasuk

masyarakat urban di Kota M edan, dan oleh karena pentingnya genre seni ini, maka

perlu selalu melakukan ciptaan baru berdasarkan ciptaan lama dalam ruang dan waktu

yang dilalui oleh kebudayaan. Tujuan lain adalah untuk mengungkap fenomena

bagaimana zapin diciptakan oleh generasi muda M elayu dan mendapat sambutan

masyarakat pendukungnya.

20

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini, menurut penulis dapat dikategorikan dalam dua

hal, yaitu manfaat saintifik atau keilmuan, dan manfaat praktis bagi pengembangan

kesenian dalam konteks negara Indonesia (dalam hal ini kota M edan dan Provins i

Sumatera Utara). Dari segi manfaat keilmuan maka skripsi ini akan memberikan

berbagai pengetahuan baru yaitu bagaimana seorang generasi muda menciptakan lagu-

lagu genre zapin. Apakah ia akan membuat pembaharuan, begitu juga apakah pakem

atau norma-norma lagu zapin akan terus dipertahankannya. Uraian ini akan

memberikan manfaat kepada disiplin etnomusikologi dalam melihat musik,

kebudayaan, kreativitas, dan pengembangan karya musik. M anfaat keilmuan lainnya

adalah untuk memperluas pengetahuan dan wawasan penulis dan para pembaca dalam

disiplin ilmu-ilmu humaniora dan sosial termasuk etnomusikologi. Selain itu, manfaat

keilmuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjadi bahan kajian bagaimana

proses difusi seni zapin melalui penyebaran agama Islam. Kemudian terjadi

pembumian atau adaptasi di sana-sini menjadi zapin M elayu, sekali gus melihat

bagaimana kreativitas seniman lokal dalam menggarap seni yang diadopsi dari luar.

Dari kajian zapin ini juga akan menggambarkan bagaimana proses akulturasi dan

inovasi sekali gus. Manfaat saintik lainnya adalah memahami makna-makna teks yang

terdapat dalam lagu-lagu zapin yang diciptakan Zul Alinur. Sebagaimana diketahui

bahwa dalam penelitian kualitatif pencarian makna dalam fenomena budaya adalah

sangat penting. Dari segi melodi pula, penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui

bagaiman struktur melodi lagu-lagu zapin yang diciptakan Zul Alinur, apakah struktur

21

melodinya mengandung budaya tangga nada Melayu, maqam Arab, tangga nada

Eropa, atau ada kekhasan yang diciptakan Zul Alinur. Lebih jauh adalah sebagai

keturunan Minangkabau dan M elayu, apakah ada unsur musik M inangkabau dan

M elayu yang diterapkannya ke dalam lagu-lagu zapin ciptaannya. Sebagai seorang

muslim, nilai-nilai agama yang seperti apa yang diaplikasikannya ke dalam lagu-lagu

zapin ciptaan beliau. Ke depan mungkin akan ditemukan teori baru dari keberadaan

zapin di tengah masyarakat Nusantara termasuk Medan, terutama melalui karya-karya

generasi mudanya, termasuk Zul Alinur.

Selanjutnya manfaat praktis penelitian ini adalah untuk memberdayakan,

memungsikan zapin (termasuk ciptaan Zul Alinur) dalam kebudayaannya. Contohnya

adalah memungsikan seni zapin dalam konteks upacara perkawinan M elayu (atau

yang berdasar kepada agama Islam), untuk mengkhitankan anak, untuk menyambut

dan memeriahkan hari-hari besar keagamaan Islam, untuk acara tepung tawar, untuk

melepas dan menyambut haji, dan lain-lainnya.

Lebih jauh, sangat mungkin lagu-lagu zapin ciptaan beliau digunakan dalam

konteks seni wisata di Medan dan sekitarnya, dalam rangka mendukung program

pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Budaya dan Pariwisata, di bidang seni

dan kepariwisataan. M anfaat praktis lainnya adalah penelitian ini dapat dijadikan

sumber rujukan dalam rangka menciptakan zapin-zapin baru bagi generasi muda. Atau

kalau mungkin menjadi inspirasi bagi dilaksanakannya lomba cipta lagu zapin, baik di

tingkat Kota M edan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia, atau Dunia M elayu. Manfaat

praktis lainnya adalah lagu-lagu zapin ciptaan baru ini bisa diproduksi dalam bentuk

22

video compact disk (VCD) atau DVD, yang berkualitas, dan akan menyumbangkan

penghasilan bagi pencipta dan kelompok produksinya, kalau zapin itu laku di pasaran

dan diterima masyarakat. Begitu juga dengan manfaat-manfaat lainnya.

1.4 Konsep dan Teori yang Digunakan

Sebelum menjelaskan beberapa konsep dan teori yang penulis gunakan dalam

penelitian ini, maka supaya tidak terjadi tanda-tanya dan keragu-raguan, penulis

menggunakan pengertian konsep dan teori sebagai berikut. Konsep merupakan

rancangan ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa kongkret

(Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005:588).

Selanjutnya yang dimaksud dengan teori adalah pendapat yang didasarkan pada

penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi (Poerwadarminta

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005:1177).

Dari dua pengertian di atas, maka ada perbedaan mendasar antara konsep dan

teori. Konsep baru sampai ke tahap pengertian yang diabstrakan peristiwa

sesungguhnya. Kalau penulis boleh memberi contoh dalam kebudayaan Melayu

terdapat konsep tentang alam (terdiri dari alam janin, alam sekitar, alam kubur, alam

akhirat, dan seterusnya). Begitu juga konsep tentang yang baik budi yang indah

bahasa, yang bermakna konsep manusia baik dinilai dari budinya, orang yang

memiliki sopan santun dan estetika tinggi dapat dinilai dari bahasa yang

diucapkannya. Sementara teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan

penemuan, didukung oleh data dan argumentasi. Jadi teori sifatnya lebih ke arah

23

telah terbukti secara saintifik dan pendapat keilmuan itu digunakan untuk

memecahkan permasalah atau fenomena alam maupun sosiobudaya. Contoh teori

dalam ilmu pengetahuan adalah teori difusi, akulturasi, evolusi, gravitasi,

relativisme, bobot tangga nada (weighted scale), kantometrik, dan lain-lain. Kedua

hal tersebut (konsep dan teori) akan diaplikasikan dalam penelitian terhadap struktur

teks dan melodi lagu-lagu zapin yang diciptakan oleh Zul Alinur.

1.4.1 Konsep

Ada beberapa konsep utama yang digunakan dalam konteks skripsi ini. Konsep

tersebut berkait erat dengan judul yang penulis gunakan. Adapun konsep itu adalah:

(a) lagu, (b) musik, (c) tari, (d) zapin, (e) kajian, (f) struktur, (g) teks, dan (h) melodi.

(a) Konsep mengenai lagu. Menurut Kamus Dewan Edisi Ketiga (2002),

lagu itu memiliki pengertian-pengertian seperti yang diuraikan berikut ini.

lagu 1. irama suara (dlm bacaan nyanyian, percakapan, dll): ~ bacaan qari dan qariah pd malam itu merawankan hati pedengar, 2. gubahan muzik biasanya dgn seni kata, nyanyian: memperdengarkan sebuah ~ yg dinyanyikan oleh seorang penyanyi terkenal; ~ suka ramai; 3. langgam atau corak irama (muzik dll) : ~ Melayu asli; ~ keroncong; 4. cara, gaya, macam, kaedah, pakaian ~ ini saya tidak suka memakainya; ~ ini (itu) cara ini (itu); ~ kebangsaan lagu rasmi sesebuah negara (diperdengarkan kpd umum dlm upacara atau peristiwa tertentu; ~ lama perkara lama (yg sudah basi); ~ patriotik lagu yang seni katanya dsb menunjukkan atau bertemakan kesetiaan atau cinta kpd negara; ~ rakyat lagu yang irama dan seni katanya telah dinyanyikan turun-temurun. berlagu berirama: suaranya berlagu-lagu; melagu bernyanyi, menyanyi: kedua-dua anak itu kemudiannya menari dan ~; melagui memberi berlagu (pantun, sajak, syair, dll);

24

melagukan menyampaikan lagu, menyanyikan, membaca dgn lagu (Quran, sajak, dll): mereka bersalung dan bernyanyi ~ pantun dagang dgn sedih; laguan + nyanyian pelagu + orang yang menyampaikan lagu (nyanyian dll), penyanyi. (hal. 794).

M enurut kutipan di atas, lagu dalam bahasa M elayu memiliki empat makna

yaitu makna suara yang dikaitkan dengan melodi, juga musik yang menggunakan seni

kata (teks). Lagu juga mencakup genre musik vokal seperti lagu Melayu asli dan

keroncong. Dalam konteks Dunia M elayu lebih luas, genre lagu ini sangat banyak

contohnya, seperti dedeng, mulaka nukal, dodoi, sinandung, inang, zapin, ahoi, ketam

padi, lerai padi, dan seterusnya. Pengertian berikutnya lagu adalah gaya atau cara,

dengan contoh seperti lagu kebangsaan, lagu lama, lagu patriotik, lagu rakyat.

Sementara itu jika kata lagu dikembangkan menjadi kata kerja seperti berlagu maka

maknanya adalah suara yang berirama dan berlagu-lagu (menggunakan melodi).

Kemudian melagu artinya adalah bernyanyi atau menyanyi, dan selalu juga dikaitkan

dengan aktivitas menari. Kata kerja lainnya melagui artinya memberi berlagu kepada

karya sastra seperti pantun, sajak, syair, nazam, gurindam, seloka, dan seterusnya—

pengertiannya adalah memberi melodi pada karya sastra. M elodi itu sendiri artinya

adalah rangkaian nada-nada dengan ritme-ritme tertentu, membentuk bangunan

(arsitektonik) lagu. Kata laguan berarti juga nyanyian—sedangkan pelagu bermakna

orang yang mempersembahkan lagu. Dengan demikian, mengikut Kamus Dewan ini,

lagu terdiri dari aspek tekstual atau seni kata dan melodi sebagai salah satu unsur

musik. Lagu mengandung aspek bahasa, sastra, dan seni musik sekali gus.

25

(b) Konsep tentang musik. Dalam Kamus Dewan (2002) mus ik

didefinisikan sebagai gubahan bunyi yang menghasilkan bentuk dan irama yang indah.

Seterusnya menurut Wikipedia Indonesia (2007) musik adalah bunyi yang diterima

oleh individu dan berbeda-beda berdasarkan sejarah, lokasi, budaya, dan selera

seseorang. Konsep tentang musik juga bermacam-macam, misalnya bunyi yang

dianggap enak oleh pendengarnya, segala bunyi yang dihasilkan secara sengaja oleh

seseorang atau kelompok dan disajikan sebagai musik .

Beberapa orang menganggap musik tidak berwujud visual. Musik menurut

Aristoteles mempunyai kemampuan menentramkan hati yang gundah, mempunyai

terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotisme. M usik adalah bunyi yang diterima

oleh individu dan berbeda-beda berdasarkan sejarah, lokasi, budaya, dan selera

seseorang.

Dalam kebudayaan M elayu, musik (muzik di M alaysia) itu adalah unsur

serapan yang berasal dari kebudayaan Barat, yang merujuk kepada Dewa Ilmu

Pengetahuan masa Yunani-Romawi Kuno yaitu Dewa M ousikos. Namun kata ini

kemudian berkembang merujuk kepada semua jenis seni bunyi yang menggunakan

dimensi tangga nada dan ritme di seluruh dunia termasuk di dalam kebudayaan

M elayu. Dalam budaya Melayu seni musik sering juga disebut dengan seni bunyi-

bunyian, yang terdiri dari genre-genrenya seperti syair, gurindam, nazam, barodah,

hadrah, nasyid, kasidah, dondang sayang, joget, dan seterusnya. M usik M elayu adalah

musik yang menjadi milik orang M elayu, yang diolah baik secara inovatif maupun

secara akulturasi.

26

(c) Konsep mengenai tari. M enurut Kamus Dewan Edisi Ketiga

(2002:1378), tari itu memiliki pengertian-pengertian seperti yang diuraikan berikut ini.

tari = tarian gerakan badan serta tagan dan kaki berirama mengikut rentak muzik; ~ gambus sj tari yang diir ingi oleh gambus dan rebana; ~ inai = ~ piring tari dgn menggunakan piring dan lilin (oleh gadis-gadis); ~ keris (sewar, sikin) tari dgn memainkan keris (sewar, sikin); ~ kipas tari dgn memainkan kipas; ~ payung sj tari dgn menggunakan payung; ~ sapu tangan tari dgn melambai- lambaikan sapu tangan; ~ selendang tari dgn memakai selendang; ~ serimpi sj tari yang dipertunjukkan oleh perempuan (di istana Jogja, Solo); menari, bertari + melakukan tari dgn mengikut muzik; kakak Ramlah sedang ~, sedang berlatih ~; ~ di ladang orang perb bersuka-suka memakai harta orang lain dgn tidak mengingat kerugian orang itu; yang tak pandai, dikatakan lautan nan terjungkat = sebab tiada tahu ~ dikatakan tanah lembab perb sebab tidak tahu membuat sesuatu pekerjan, dikatakan perkakas yg salah atau tidak cukup; Menari-nari melompat-lompat (kegirangan dll), mendompak-dompak, bergerak-gerak pantas dan lancar (spt gerakan penari); menarikan 1. melakukan sesuatu tari, menari dgn sesuatu tari: maka pendekar pun menghampiri lalu ~ inai serta memukul rebana lagu ceracap ini; 2. menggerak-gerakkan (jari- jari) dgn patas dan lancar (spt geraan menari) : perbuatan ~ jari- jari di atas meja semasa berakap dll; tari-tarian, tari-menari bermacam-macam tari: pd malam itu telah diadakan suatu majlis ~; tertari-tari menari-nari: kijang dua ekor itu datang ke hadapan rumahnya berlompat-lompat dan ~; penari orang yang pandai menari, tukang tari (p. 1378) anak tari: dia seorang ~ joget.

M enurut kutipan dari Kamus Dewan seperti terurai di atas, pengertian tari

dalam konteks bahasa dan budaya M elayu memilik i berbagai makna. Yang pertama

tari adalah gerakan badan serta tangan dan kaki berirama mengikuti rentak mus ik.

Dalam pengertian ini tari sangat berhubungan dengan irama (r itme dan melodi) mus ik.

Biasanya jika ada aktivitas tari selalu menggunakan musik dalam budaya Melayu.

Jarang ditemukan tari yang berdiri sendiri tanpa diiringi musik. Seterusnya dalam

27

pengertain kedua, nama tari berhubungan erat dengan properti utama yang

digunakannya, misalnya tari lilin, tari inai, tari keris, tari sapu tangan, tari payung, dan

seterusunya. Pengertian lainnya adalah genre, seperti tari serimpi adalah satu genre tari

di kraton Yogyakarta dan Surakarta. Dalam budaya M elayu Semenanjung, terdapat

juga tari ashek, joget gamelan Terengganu, dan lainnya. Makna konotatif juga

dijumpai untuk kata tari ini, seperti kalimat: Menari di ladang orang—artinya adalah

bersuka-suka memakai harta orang lain dengan tidak mengingat kerugian orang itu.

M akna konotatif lainnya adalah tercermin dalam kalimat: Sebab tiada tahu tar i

dikatakan tanah lembab. Artinya perbuatan sebab tidak tahu membuat sesuatu

pekerjaan, dikatakan perkakas yang salah atau tidak cukup, mencari-cari alasan karena

ketidakmampuannya. Pengertian berikutnya adalah tari sebagai ekspresi emos i,

gembira dengan melompat, mendompak, dan seterusnya. M akna lainnya adalah fungs i

tari seperti pada acara perhelatan pendekar dengan diiringi tari inai. Kemudian juga

orang yang menari disebut penari.

Jadi dari kutipan di atas dapat diketahui bahawa tari adalah seni gerak dalam

konteks budaya M elayu, yang memiliki norma-norma dan sistem nilainya sendiri.

Selain itu istilah tari dalam kebudayaan Melayu juga memiliki sinonim dengan istilah

tandak, liuk dan igal (lihat Takari dan Heristina Dewi 2008).

Salah satu motif tari yang paling dasar adalah mengekspresikan dan

mengkomunikasikan emosi. M anusia dan juga beberapa jenis hewan selalu menari

dengan cara menyalurkan perasaan. M otif tari ini bukan saja diperkuat oleh gerakan

meloncat, menghentakkan kaki, dan melompat-lompat, namun juga didukung oleh

28

emosi yang intens. Tari juga ada yang menggunakan gerak-gerak yang formal, seperti

tarian perang pada masyarakat tribal atau tarian rakyat untuk festival. Di sini tari

membantu untuk menghasilkan emosi-emosi dan kemudian melepaskannya.

M asyarakat juga menari untuk menikmati pengalaman tubuh dan mengitari

alam persekitaran dalam cara yang khas. Tari juga melibatkan gerakan yang ekstrim,

seperti melenturkan atau meregangkan tangan, memalingkan wajah ke belakang dan

berbagai gerak lainnya. Tari juga melibatkan gerakan yang cenderung diorganisasikan

kepada pola-pola ritmik khusus, seperti melangkah membentuk garis, mengitari lantai,

mengikuti langkah-langkah tertentu, atau membentuk pola aksen reguler, atau

melakukan penekanan gerak.

Tari adalah satu cabang kesenian yang adakalanya berdiri sendiri namun tak

jarang pula digunakan dalam seni teater. Dalam budaya M elayu misalnya, berbagai

teater mempergunakan seni tari, seperti ada teater makyong, jikei, mek mulung,

mendu, menhora, dan lainnya. Tari-tarian dalam teater ini sering disebut sebagai

tarian teater, karena fungsi utamanya mendukung situasi dan perwatakan dalam

sesebuah teater.

Zapin maknanya sangat erat dengan tari. Begitu disebutkan istilah zapin, maka

yang terbayang dikalangan pencinta dan seniman M elayu adalah tari zapin, yang

berasal dari Yaman, kemudian diolah menjadi tarian M elayu. Seperti sudah diuraikan

pada bahagian latar belakng, bahwa zapin itu sendiri bermakna gerak, dan gerak itu

adalah unsur utama dalam seni tari. Sebagaimana bunyi di dalam seni mus ik.

29

Sementara itu, masyarakat M elayu sendiri memiliki berbagai istilah yang merujuk

kepada tari seperti liuk, igal, dan tandak.

(d) Konsep tentang zapin. Seperti sudah disinggung pada bagian latar

belakang masalah Hamzah Ahmed (1984) mengatakan seni zapin dalam peradaban

Islam lahir pada tahun keenam masa ketika terjadi gencatan senjata dengan orang-

orang kafir M ekah, pada waktu anak puteri Saidina Hamzah ingin ikut Nabi

M uhammad hijrah ke M adinah. Padahal dalam perjanjian, orang-orang pelarian

M ekah itu harus dikembalikan. Pihak Nabi M uhammad tidak mau. Lalu siapa yang

menjadi pengasuh anak itu? Nabi Muhammad menunjuk Ja’far yang dengan

girangnya menari-nari mengangkat kaki bersama Saidina Ali. Inilah diperkirakan

sejarah awal munculnya zapin dalam peradaban ( tamadun) Islam. Zapin kemudian

berkembang ke Persia danNusantara. Kesenian zapin masuk ke Nusantara sejalan

dengan berkembangnya agama Islam sejak abad ke 13 Masehi. Secara etimologis, kata

zapin berasal dari Bahasa Arab, yang memiliki berbagai makna. Kata zapin sendiri

berkaitan dengan kata-kata turunan seperti zafa, zaffa, zafana, zaffan, dan lain-lainnya

(lihat M ohd Anis Md Nor 1995).

(e) Konsep mengenai kajian. Istilah ini berasal dari kata analisa atau

analisis, yaitu penyelidikan dan penguraian terhadap satu masalah untuk mengetahui

keadaan yang sebenar-benarnya serta proses pemecahan masalah yang di mulai dengan

dugaan akan sebenarnya. Struktur adalah bangunan (teoretis) yang terdiri atas unsur-

unsur yang berhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan (Poerwadarminta dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005).

30

(f) Struktur adalah unsur serapan dari bahasa Inggris yaitu structure. Kata

ini memiliki arti sebagai: susunan, bangunan, dan kerangka (Echols dan Shadily

1978:563). Struktur ini bisa dikaitkan dengan pengertian struktur sosial atau struktur

masyarakat. Begitu juga dengan struktur gedung atau bangunan. Struktur juga

bermakna sebagai bangunan bisa saja bangunan musik, bangunan swejarah, bangunan

tari, bangunan atom, dan lain-lain. Atau bisa juga sebagai kerangka yang mebentuk

bidang-bidang apa saja. Misalnya kerangka karangan, kerangka layang-layang, dan

seterusnya.

Dalam kaitannya dengan tulisan ini, struktur yang diamksud adalah merujuk

kepada dua aspek yaitu struktur melodi dan struktur teks atau lirik. Struktur melodi

lebih khusus merujuk kepada melodi lagu-lagu ciptaan Zul Alinur, yang terdiri dari

unsur-unsur: tangga nada, wilayah nada, nada dasar, formula melodi, interval yang

digunakan, nada yang digunakan, pola-pola kadensa, dan kontur melodi. Sementara

untuk teks atau lirik mencakup genre sastranya yaitu pantun atau puisi atau yang

lainnya. Kemudian kata-kata ini disusun oleh baris, bait, rima atau persajakan, makna-

makna (denoattif dan konoattif serta interpretasinya), juga interyeksi, struktur intrinsik

dan ekstrinsik, dan lain-lainnya.

(g) Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan

dari Kitab Suci untuk pangkal ajaran atau alasan, serta bahan tertulis untuk dasar

memberikan pelajaran, berpidato, dan sebagainya (Poerwadarminta dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia 2005). Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka yang

dimaksud dengan teks adalah lirik lagu-lagu zapin yang diciptakan oleh Zul Alinur.

31

Teks ini ada yang strukturnya berdasarkan pantun dan ada pula yang berupa puisi

bebas karangan beliau, yang disesuaikan dengan perjalanan atau progresi musiknya.

(h) M elodi adalah unsur serapan yang berasal dari bahasa Inggris melody.

M enurut Echols dan Shadily (1978:378) yang dimaksud dengan melodi adalah

nyanyian atau lagu, namun dalam konteks ini artinya adalah dalam kebudayaan Barat.

Lagu sendiri sudah diuraikan konsepnya pada bahagian (a) tulisan ini. Lebih jauh yang

dimaksud melodi secara musikal adalah penggunaan rangkain nada-nada disertai unsur

ritmik yang dirangkai sedemikian rupa, berdasarkan kepada motif, frase, maupun

bentuknya. Adapun unsur-unsur melodi ini terdiri dari delapan unsur seperti yang

sudah disinggung di atas.

1.4.2 Teori

Sebagai landasan berfikir dalam melihat permasalahan dalam penelitian ini,

maka penulis mempergunakan dua teori utama untuk membedah dua permasalahan

utama. Untuk mengkaji masalah struktur melodi digunakan teori weighted scale (bobot

tangga nada), dan untuk mengkaji struktur teks (lirik) lagu digunakan teori semiotik.

Namun demikian, dalam kerangka kerja multidisiplin dan interdisiplin ilmu,

penulis juga menggunakan berbagai teori yang relevan untuk dapat mengungkap dua

permasalahan utama tersebut. M isalnya untuk mengkaji biografi r ingkas Zul Alinur

sebagai orang M elayu yang berdarah M elayu dan M inangkabau, penulis menggunakan

teori biografi. Kemudian untuk melihat persebaran zapin dari asalnya di Yaman Tanah

32

Arab sampai ke Asia Tenggara (Nusantara) penulis menggunakan teori difusi, yang

mengkaji persebaran kebudayaan dari pusat asalnya ke kawasan lain. Demikian pula

untuk mengkaji terjadinya proses pemelayuan zapin, penulis menggunakan teori

etnosains Melayu, yaitu bagaimana orang Melayu menyerap dan mengolah zapin Arab

menjadi zapin M elayu, dan tentu saja teori-teori lain yang tidak penulis uraikan satu

per satu.

M enyangkut kajian terhadap struktur melodi maka penulis menggunakan teori

weighted scale. Teori ini pada prinsipnya menawarkan delapan karakteristik yang

harus diperhartikan dalam mendeskripsikan melodi yaitu: scale (tangga nada), pitch

center (nada dasar), range (wilayah nada), frequency of note (jumlah nada), prevalent

interval (interval yang dipakai), cadence patterns (pola-pola kadensa), melodic

formulas (formula-formula melodis), dan contour (kontur) (M alm 1997:8)

Untuk mendukung teori tersebut, penulis menggunakan metode

mentranskripsikan musik. M enurut Nettl (1963:98) ada dua pendekatan di dalam

mendeskripsikan musik yaitu: (1) kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik

dari apa yang kita dengar, dan (2) kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas

dan mendeskripsikan apa yang kita lihat.

Untuk menganilisis struktur teks, penulis menggunakan teori semiotika. Sebab

bahasa memiliki mempunyai lambang bunyi tersendiri. Semiotik atau semiologi

adalah kajian terhadap tanda-tanda (sign) serta tanda-tanda yang di gunakan dalam

prilaku manusia. Dua tukoh perintis semiotika adalah Ferdinand De Sausurre seorang

ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders filosof dari Amerika Serikat. Menurut

33

pakar linguistik, Ferdinand De Sausurre, semiotika adalah kajian mengenai

“kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu.“

Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang membuat lambang bahsasa itu sendiri

dari sebuah imaji bunyi (sound image) atau signifer yang berhubungan dengan konsep

(signifed). Peirce juga menginterpretasikan bahasa sebagai sistem lambang, tetapi

terdiri dati dari 3 bagian yang saling berkaitan : (1) respresentatum, (2) pengamat

(interpretant) dan (3) objek. Dalam kajian kesenian kita harus memperhitungkan

peranan seniman pelaku dan penonton sebagai pengamat dari lambang-lambang dan

usaha kita untuk memahami proses pertunjukan atau proses penciptaan. Sedangkan

secara saintifik, istilah semiotika berasal dari perkataan Yunani semion.

Dalam kaitannya teori semiotika untuk mengkaji teks lagu zapin, maka penulis

menutip pendapat van Zoest (1996:11). M enurutnya di dalam sebuah teks terdapat

ikon, apaila adanya persamaan suatu tanda tekstual dengan acuannya. Segalanya

mempunyai kemungkinan untuk dianggap sebagai suatu tanda. Penyusunan kalimat-

kalimat dalam sajak (keteraturan suku kata, pengulangan fonetik, ataupun hanya

wujud satu susunan tipografi tertentu) adalah tanda: penanda “ini adalah sebuah

sajak.” Adanya kalimat yang panjang-panjang adalah tanda. Banyaknya kata sifat,

pergantian vokalisasi dalam sebuah cerita, panjang pendeknya sebuah teks, semua itu

bisa dianggap sebagai tanda. Semua yang dapat diamati dan diidentifikasikan dapat

menjadi tanda, baik hal yang sangat kecil seperti atom, maupun yang bersifat

kompleks karena terdiri atas sejumlah besar tanda lainnyayang lebih kecil. Pada

34

kekhasan teks hanya tampak setelah dilakukan analisis struktural yang sangat

mendalam.

Selanjutnya dalam rangka kerja dengan teori semiotika peneliti hendaklah

menginterpretasi (menafsir) tanda dalam teks. Suatu gejala struktural, baik yang

muncul dalam teks pada tingkatan mikrostruktural (dalam kalimat atau sekuen)

maupun pada tingkatan makrostruktural (teks yang lebih luas), selalu dapat dianggap

sebagai tanda. Terpulang kepada pembuat analisis teks, untuk memutuskan apa atau

apa-apa saja yang ingin dipilihnya. Selain dari itu, jika ia memutuskan menganggap

tanda yang dipilihnya sebagai ikon, konsep ikonositas dapat dipakainya sebagai alat

heuristis. Maksudnya alat itu memungkinkannya mengenali suatu makna yang

mungkin akan tetap tersembunyi kalau alat itu tidak dipergunakan. Demikian sekilas

uraian teori semiotik untuk kerja mengkaji teks lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur.

Untuk membahas biografi Zul Alinur secara r ingkas, maka penulis akan

menggunakan teori biografi. Dalam studi biografi penulis akan menganalisis dan

menerangkan kejadian-kejadian dalam hidup seseorang. M elalui biografi, akan

ditemukan hubungan, keterangan arti dari tindakan tertentu atau misteri yang

melingkupi hidup seseorang, serta penjelasan mengenai tindakan dan perilaku

hidupnya. Biografi biasanya dapat bercerita tentang kehidupan seorang tokoh terkenal

atau tidak terkenal, namun demikian, biografi tentang orang biasa akan menceritakan

mengenai satu atau lebih tempat atau masa tertentu.

Dalam bidang sastra misalnya melalui buku Antologi Biografi Pengarang

Sastra Indonesia (1999:3-4) dijelaskan bahwa biografi adalah suatu teori yang

35

dipergunakan untuk mendeskripsikan hidup pegarang atau sastrawan. Dalam buku ini

juga dijelaskan bahwa dalam menyusun biografi seseorang harus memuat latar

belakang yaitu:

1. (a) keluarga yaitu memuat keterangan lahir, meninggal (jika sudah

meninggal), istri dan keturunan (orang tua, saudara dan anak); (b) pendidikan yaitu

pendidikan formal dan non formal dari tingkat dasar sampai perguruan tartinggi jika

ada; (c) pekerjaan, yang memberi penjelasan tentang pekerjaan, baik pekerjaan yang

mendukung kepengarangannya maupun pekerjaan yang tidak ada hubungannya sama

sekali dengan kepengarangannya, dan (d) kesastraannya yang menjelaskan apa yang

mempengaruhi pengarang itu sehingga ia menjadi pengarang.

2. Karya-karya pengarang itu yang didaftar menurut jenisnya, baik yang

berupa buku maupun yang berupa karya yang diterbitkan secara terlepas, bahkan yang

masih berbentuk naskah karena kadang-kadang ada pengarang yang mempunyai

naskah karyanya yang belum diterbitkan sampai ia meninggal.

3. Tanggapan para kritikus yang didaftarkan berdasarkan judul dan sumbernya

dengan tujuan memberi keterangan kepada para pembaca tentang tanggapan orang

kepada pengarang itu. Hal itu tegantung kepada ada atau tidak adanya orang yang

menanggapi.

Karena biografi termasuk salah satu kajian dari sastra, maka teori di atas juga

dapat digunakan dalam bahasan ini, dan mengganti objek bahasan yang diteliti yang

mana sebelumnya membahas tentang pengarang, kemudian diubah objeknya menjadi

pemusik dan sekali gus pencipta lagu.

36

1.5 S tudi Kepustakaan

Untuk mendukung tulisan pada skripsi ini, penulis menggunakan buku-buku

dan karya ilmiah seperti skripsi, tesis, dan disertasi yang cukup relevan tentang

masalah yang dibahas. Baik buku-buku yang berhubungan dengan kajian-kajian

budaya, sastra, maupun kajian-kajian etnomusikologi. Penulis juga mengumpulkan

tulisan-tulisan yang bersasal dari seminar-seminar zapin. Kemudian penulis juga

mengambil beberapa kutipan-kutipan dari beberapa skripsi yang ada di Departemen

Etnomusikologi yang kemudian dijadikan sebagai bahan perbandingan. Selain itu

penulis juga mencari penjelasan dari internet yang mana dari literatur tersebut

diharapkan dapat membantu penyelesaian dari penulisan skripsi ini.

(a) Sejauh ini buku yang mengkaji zapin di Dunia Melayu, yang dianggap

oleh orang Melayu paling meluas adalah buku yang bertajuk Zapin Nusantara yang

diedit oleh Mohd Anis M d Nor, dan diterbitkan oleh Yayasan Warisan Johor. Dalam

buku ini, para penulis di kawasan budaya Melayu mendeskripsikan zapin di

wilayahnya masing-masing. M ereka itu ada yang dari Johor, Kepulauan Riau,

Sumatera Utara, Jambi, Palembang, Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia. Untuk

tahapan awal buku ini tampaknya perlu dibaca dan dipelajari. Umumnya para penulis

menulis zapin secara umum saja, tidak r inci, karena memang demikian diatur.

(b) Karya ilmiah lainnya yang dipandang menjadi sumber mengenai zapin

adalah tulisan dalam be ntuk disertasi yang ditulis oleh Mohd Anis M d Nor. Disertasi

tersebut bertajuk The Zapin Melayu Dance of Johor: From Village to A National

37

Performance Tradition, yang ditulis Anis pada tahun 1990, dalam rangka

menyelesaikan program doktoralnya di The University of M ichigan, Amerika Serikat.

Disertasi ini dibentuk oleh delapan bab kajian, yaitu dimulai dari bab satu berupa

pendahuluan, bab dua zapin di Johor, kemudian bab tiga Zapin di Alam M elayu, bab

empat Zapin di Era Pra Perang Dunia Kedua; bab lima Zapin di Dasawarsa 1950an;

bab enam Tradisi Zapin Lama dan Baru; bab tujuh Zapin Kontemporer, dan bab

delapan Kesimpulan. Walaupun disertasi ini mengkaji asal-usul zapin di alam Melayu

secara umum, dan penelitian dilakukan Anis di berbagai tempat, namun akhirnya

fokus perhatian adalah proses kesejarahan perkembangan zapin di daerah Melayu

Johor saja. Bagaimana pun disertasi ini amatlah menarik untuk penulis baca dan

menjadi salah satu sumber dalam penelitian zapin ciptaan Zul Alinur.

(c) Pada bulan Desember 2009 di Bengkalis Riau, Dewan kesenian Bengkalis

mengadakan pargelaran acara yang beretajuk Semarak Zapin Serantau yang diadakan

dua tahun sekali. Sembang Zapin sebuah panel diskusi atau seminar yang membahas

perkembangan upaya pelestarian Zapin, makna dan f ilosopi, serta berbagai persoalan

yang mencakup Zapin. Tema ikon diskusi ini adalah: zapin sebagai ikon budaya

M elayu. Juga diselengarakannya seminar yang terdir i dari beberapa narasumber,

antara lain: seminar yang berjudul Dinamika Kehidupan Konteporer Zapin Sebagai

Puncak Peradaban Seni Islam Nusantara, yang disampaikan oleh Prof. Dr. M ahdi

Bahar, S.Kar., M .Hum. (Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang), d ia membahas

tentang eksitensi zapin yang telah mencapai puncak peradaban seni Islam Nusantara.

Zapin sebagiai manifestasi estesis, tumbuh dan hidup khususnya dalam masyarakat

38

Islami, oleh karena itu Zapin dapat diposisikan sekarang sebagai salah satu bentuk

puncak peradaban seni Islam Nusantara yang memiliki struktur dasar, bentuk

komposisi tersendiri., sehingga ia dapat digolongkan pada suatu genre seni tertentu, di

antara genre seni yang ada. Sementara itu, secara normatif dipahami bahwa eksitensi

seni bagi kaum muslimin semata-mata tidak mempunyai keterkaitan dengan sistem

peribatan ajaran Islam. Oleh karena itu dapat di pahami bahwa ajaran Islam memberi

ruang kebebasan bagi pemeluknya berseni. M aka timbullah suatu ungkapan “tak

M elayu kalau tak Islam; adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah :syarak

berkata, adat memakai.”

(d) Sedangkan Riza Pahlefi, membawakan makalah yang bertajuk “Zapin:

Dari Handramaut Berkampung di Bengkalis.” Beliau membahas zapin secara historis

yang telah berkembang di rantau ini sejak lama sejalan dengan berkembangnya pusat-

pusat pertumbuhan peradaban yang berinteraksi langsung dengan berbagai peradaban

dunia pada masa itu. Kemudian zapin telah memecahkan dirinya pada maqam yang

sangat istimewa dalam khanazah Melayu Setelah melawati proses akulturasi. Zapiin

kini lahir menjadi salah satu ikon budaya M elayu khususnya di Bengkalis. Menurut

Yusmar Yusuf, budayawan Riau, zapin mewakili seni yang penuh kehalusan,

kelembutan, dengan lirik terpilih. Gerakan yang mengulang harmonis bisa

membangun kontemplasi. Kunci untuk menikmati dan menari zapin itu adalah hati.

Jadi, zapin itu semacam taman hati nurani.

(e) Pada bulan Juli 2010 dalam event yang bertajuk Temu Zapin Indonesia

di Pekan Baru Riau, dilaksanakan serangakaian acara baik seminar serta persembahan

39

tari zapin yang didiikuti berbagai kelompok seni dari kota besar di Indonesia. Dalam

event ini terdapat juga seminar zapin yang diadakan di Taman Budaya Pekan Baru,

yang berjudul “Cakap Rampai-Rampai Zapin: Melempar M asa Kini ke M asa Depan,

Zapin Baru untuk Tradisi Masa Depan.” Salah satu pembicaranya adalah: O.K. Nizami

Jamil (budayawan Riau). Beliau membahas tentang zapin tradisional di Kerajaan

Siak, dan bagaimana perkembangan masuknya zapin di kerajaan Siak yang di

perkirakan sejak raja-raja Siak sudah menganut agama Islam yang dibawa oleh ulama

serta pedagang Arab. M asuknya zapin di Siak melalui dua jalur. Jalur pertama lewat

pembinaan dan kalangan istana yang dibina oleh datuk-datuk dan penghulu sebagai

penguasa negri. Jalur kedua, tarian zapin yang tumbuh dan berkembang pada

masyarakat di kampung dan kalalangan orang biasa.

(f) Selanjutnya makalah yang bertajuk “Pengawalan Perkembangan Zapin”

oleh Edi Sedyawati (Komunitas Budaya Indonesia), beliau membahas keanekaan

teknik dan gaya menarikan zapin baik secara tradisional ataupun kontemporer. Tari

zapin yang kita jumpai pada saat ini tidak hidup dalam kungkungan tradisi, melainkan

sudah banyak digunakan untuk menjadi suatu bahan dasar atau bahan tambahan dalam

karya-karya cipta tari dalam berancangan kontemporer.

(g) Yusmar Yusuf (budayawan sekaligus Guru Besar di Universiatas Riau)

beliau membuat catatan kecil yang bertajuk “Zapin….??? Beredaplah Menuju

“Bid’ah Baru.” M elalui makala ini beliau menyatakan bahwa zapin hari ini mestinya

mampu mengikis rasa istana sentris itu dan menyesuaikan dengan kadar lingkungan

dunia sekitar, kita yang calar, dan kemabukan manusia-manusia yang mempadukan

40

secara sosiografis, dengan menjinjit masa lalu seolah miliknya sendiri dan harus

dirawat menurut patrom dan pakemnya pula.

(h) Riza Pahlefi (Ketua Dewan Kesian Bengkalis) dengan makalah yang

berjudul “Mewariskan Zapin: Berbagai Pengembangan Zapin di Bengkalis.” Beliau

mencabarkan sejarah perkembangan zapin di Bengkalis serta upaya-upaya yang

dilakukan oleh Dewan Kesenian Bengkalis, untuk menunjang pelestarian zapin. Ketika

zapin belum menyatu pada diri kita, apa yang hendak diwariskan ke masa depan.

(i) H.Jose Rizal Firdaus dalam makalah “Tari Zapin Sumber Rujukan

Kreatifitas, Kini Era Tari Zapin.” Beliau membahas tentang zapin yang berada di

Pesisir Sumatera Timur, dan membagi zapin ke dalam dua versi yaitu zapin Arab dan

zapin M elayu. Zapin Arab yang masih sangat kental Timur Tengahnya dan yang telah

berakulturasi dengan gerak Nusantara, dari sisi tarian gerakannya cepat dan kasar dan

lebih dominan ke kaki. Sedangkan pada zapin M elayu lebih lembut dan lambat disertai

dengan gerakan tangan yang mengalir dan keseluruhan dan geraknya lebih kaya.

Beliau juga membahas perkembangan zapin dewasa ini yang terdapat 3 (tiga) bentuk

perkembangan tari zapin di Sumatera Utara, dan zapin sebagai sumber kreativitas.

(j) Pada bulan Desember 2010, di Hotel Tiara M edan dilaksanakan

Seminar Zapin. Pembicara pada saat itu adalah Tengku Luckman Sinar, M uhammad

Takari, Jose Rizal Firdaus, dan Muslim. Empat makalah ini khusus membicarakan

zapin yang ada di Sumatera Utara dan Riau. Tengku Luckman Sinar membahas aspek

kesejarahan seni zapin atau yang lazim disebut gambus di kawasan Kesultanan

Serdang melalui makalahnya yang bertajuk “Zapin/Gambus di Wilayah Kabupaten

41

Deli-Serdang (Sumatera Utara).” Menurut Tengku Luckman Sinar zapin di Kesultanan

Serdang langsung datang dari Hadramaut, yang dapat dikaji melalui datangnya para

saudagar Arab dan kemudian menetap di wilayah Kesultanan Serdang. Para penduduk

Arab dari Hadramaut Yaman ini, sampai sekarang menggunakan panggilan Al-Sagaf,

Aqil, Jamalulail, Shihab, Muthahar, dan Aidid. Zapin ini bagi Tengku Luckman Sinar

mengekspresikan kebudayaan Islam dan disesuaikan dengan cita rasa estetika musik

dan tarian Melayu.

(k) M uhammad Takari mengupas zapin di Sumatera Utara dengan tajuk

“Zapin M elayu dalam Peradaban Islam: Sejarah, Struktur M usik, dan Lirik.” Makalah

yang terdiri dari 21 halaman ini amat menarik untuk menjadi bahan kajian awal

tentang eksistensi zapin di dalam kebudayaan masyarakat M elayu di Sumatera Utara.

M uhammad Takari mengupas tentang zapin dalam konteks Dunia Islam, zapin sebagai

ekspresi peradaban Islam, zapin di Alam Melayu, struktur musiknya yang khas, begitu

juga liriknya yang khas. Salah satu kekhasan zapin Melayu adalah dalam liriknya

menggunakan unsur pantun, seperti rima, baris, sampiran, dan isi. Lirik lagu-lagu

zapin M elayu ada juga yang tidak berbentuk pantun, sebagai puisi biasa saja. Namun

terjadi pemelayuan pada teks zapin M elayu. Kadang dicampur pula dengan teks Arab.

Ini menurut pandangan Takari.

(l) H. Jose Rizal Firdaus, membawakan makalah yang bertajuk “Zapin di

Sumatera Utara.” Karena latar belakang beliau adalah sebagai penari dan pencipta tari,

maka fokus kajian Jose Rizal Firdaus adalah pada tari zapin. M engulangi aspek

sejarah Jose Rizal Firdaus mengatakan bahwa zapin berasal dari Hadramaut, dan ada

42

yang langsung dan ada pula yang melalui Gujarat. Gerak tari zapin M elayu yang

umum adalah angkat, tekuk, patah, dan seret. Penampilan zapin biasanya dimulai

dengan tahsim, kemudian gerak alif, gerak pecah, dan di ujung penari minta tahtum

atau minta tahto. Itulah norma pertunjukan zapin yang umum di Sumatera Utara.

M akalah ini bagi penulis memberikan gambaran dasar bagaimana tari zapin di

Sumatera Utara, yang juga memiliki kaitan dengan lagu zapin yang diciptakan Zul

Alinur dalam rangka mengiringi tarian zapin.

(m) M uslim dari Riau sebagai sarjana dan magister seni tari juga menyoroti

zapin di Riau dari aspek etnokoreologi. Ia membawakan makalah yang bertajuk

“Zapin.” M enurutnya zapin adalah salah satu jenis tari tradisional yang terdapat dan

berkembang dalam masyarakat Melayu, seperti di Riau, Deli, Jambi, M alaysia, dan

Brunei. Di Riau tari ini hidup dan berkembang hampir di sebahagian besar daerah

Riau terutama di kawasan pesisirnya. Bagaimanapun tulisan M uslim ini dapat penulis

gunakan untuk menjadi rujukan bagaimana gambaran umum zapin di Riau.

Inilah beberapa karya ilmiah mengenai zapin di Alam M elayu (Nusantara)

termasuk di Sumatera Utara, yang menjadi rujukan utama penulis dalam rangka

meneliti bagaimana struktur teks dan melodi zapin yang diciptakan oleh seorang

pencipta berusia relatif muda yaitu Zul Alinur. Bagi penulis lagu zapin yang

diciptakan Zul Alinur masih berdasar dan berpaksikan kepada aturan-aturan dan

norma atau pakem lagu zapin untuk mengiringi tarian zapin dalam konteks

kebudayaan M elayu.

43

1.6. Metode Penelitian

1.6.1 Metode Penelitian Lapangan

M enurut Merriam dalam etnomusikologi, dikenal istilah teknik lapangan dan

metode lapangan. Teknik mengandung arti pengumpulan data-data secara rinci d i

lapangan. M etode lapangan sebaliknya mempunyai cakupan yang lebih luas,

yaitu meliputi dasar-dasar teoretis yang menjadi acuan bagi teknik penelitin lapangan.

Teknik menunjukkan pemecahan masalah pengumpulan data hari demi hari,

sedangkan metode mencakup teknik-teknik dan juga berbagai pemecahan masalah

sebagai bingkai kerja dalam penelitian lapangan (M erriam 1964:39-40).

Selain itu penulis juga menggunakan metode penelitian deskriftip dengan

pendekatan kualitatif, karena pendekatan ini berupa kata-kata dan makna di baliknya

secara mendetail bukan angka-angka. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk

mendalami apa sebenarnya makna yang terdapat dalam tanda pertunjukan musik dan

tari zapin yang hendak dikomunikasikan pencita (termasuk Zul Alinur) kepada para

penonton dan penikmatnya.

M etode penelitiaan yang digunakan juga memakai metode penelitian

deskriptif, merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan

menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat

yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, dan akibat atau efek yang terjadi

(Sukmadinata 2006:72).

44

Sedangkan substansi metode kualitatif, lebih jauh menurut Nelson menurut

keberadaannya dalam dunia ilmu pengetahuan adalah seperti yang diuraikannya

berikut ini.

Qualitative research is an interdisiplinary, transdisiplinary, and sometimes counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and the social and physical sciences. Qualitative research is many things at the same time. It is multiparadigmatic in focus. Its practitioners are sensitive to the value of the multimethod approach. They are commited to the naturalistic perspective, and to the interpretive understanding of human experience. At the same time, the field is inherently political and shaped by multiple ethical and political positions (Nelson dan Grossberg 1992:4).

Dari kutipan di atas, secara garis besar dapat dinyatakan bahwa penelitian

kualitatif umumnya ditujukan untuk mempelajari kehidupan kumpulan manusia.

Biasanya manusia di luar kelompok peneliti. Penelitian ini melibatkan berbagai

jenis disiplin, baik dari ilmu humaniora, sosial, ataupun ilmu alam. Para

penelitinya percaya kepada perspektif naturalistik (alamiah), serta menafsirkan

untuk mengetahui pengalaman manusia, yang oleh karena itu biasanya inheren dan

dibentuk oleh berbagai nilai etika posisi politik. Namun demikian, penelitian seni

dengan metode kualitatif juga selalu melibatkan data-data yang bersifat kuantitatif.

dengan melihat kepada pernyataan S. Nasution bahwa setiap penelitian (kualitatif

dan kuantitatif) harus direncanakan. Untuk itu diperlukan desain penelitian.

Desain penelitian merupakan rencana tentang cara pengumpulan dan menganalisis

data agar dapat dilaksanakan secara ekonomis serta serasi dengan tujuan

penelitian itu. Dalam desain antara lain harus dipikirkan: (a) populasi sasaran, (b)

metode sampling, (c) besar sampling, (d) prosedur pengumpulan data, (e) cara-cara

45

menganalisis data setelah terkumpul, (f) perlu tidaknya menggunakan statistik, (g) cara

mengambil kesimpulan dan sebagainya (Nasution 1982:31).

Penelitian lapangan ini dilakukan dengan metode pengumpulan data dengan cara

wawancara dan perekaman. Sebelum wawancara, penulis menyusun daftar pertanyaan

untuk mengarahkan kepada pokok permasalahan yang ingin penulis ketahui. Namun

demikian penulis tetap akan mengembangkan pertanyaan kepada hal-hal yang

berkaitan dengan permasalahan

1.6.2 Wawancara

M enurut Soeharto dalam Wilda Damanik (1995:67), wawancara atau interview

adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan

secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada narasumber (informan)

atau responden dan jawaban-jawaban responden akan dicatat atau direkam dengan alat

perekam (tape recorder). Wawancara adalah salah satu cara yang digunakan untuk

memperoleh data tentang kejadian yang diamati baik secara langsung sendiri atau

tidak.

M enurut Moleong wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak-pihak yaitu pewawancara (interviewer)

dan yang di wawancari (interview). Patton (dalam Moleong 1988:135),

mengungkapkan beberapa jenis wawancara, yaitu (1) wawancara pembicaraan

informal, (2) pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, dan (3)

wawancara baku terbuka.

46

Dalam rangka penelitian ini, penulis mewancarai langsung orang yang diteliti

yaitu Zul Alinur. M elihat langsung pertunjukan musik Zapin Zul Alinur, serta

mewawancarai seluruh pesonil grup musiknya yang bernama M etronom Musik

Collaboration. Para anggotanya terdiri dari: Irma Karyono (pemain gendang

ronggeng), Rubino (pemain akordion dan gambus), Afit (pemain biola), Ade (pemain

gitar bass), Jumaidi (pemain zimbe ), Eva Gusmala Yanti, yaitu saya sendiri (vokalis).

Zul Alinur sendiri biasanya memainkan gendang dol (Minangkabau), marwas, serta

sewaktu-waktu memainkan seruling. M etronom Music Collaboration sendiri

bertempat di Taman Budaya Sumatera Utara. Penulis juga melihat atau mendengarkan

kembali hasil rekaman pertunjukan yang berformat video ataupun mp3.

1.6.3 Perekaman Data Audio dan Visual

Selain wawancara, penulis juga mengumpulkan data baik Audio dan visual

ataupun Audio visual sekaligus. Penulis melihat langsung pertunjukan musik dan tari

zapin oleh grup musik Zul Alinur yaitu M etronom Music Collaboration, dengan

langsung merekamnya dengan format video serta mengambil gambar atau fotonya.

Penulis menggunakan kamera Canon EOS 400D dan Canon Ixus 970 IS. Serta

mengumpulkan dan merekan lagu-lagu beliau dalam format mp3.

Rekaman dalam bentuk data visual dan adudio visual ini kemudian diedit,

dipilih, dan dimuat dalam bentuk data skripsi. Rekaman musik zapin secara

audiovisual kemudian dipindahkan ke dalam bentuk notasi yang sifatnya visual. Kerja

47

transkripsi dilakukan setelah kerja pengumpulan data lapangan. Kerja transkripsi juga

menggunakan bantuan notasi angka dan teks huruf Latin yang ditulis oleh Zul Alinir.

1.6.4 Kerja Laboratorium

Setelah mendapatkan data dil apangan, penulis mengadakan kerja

laboratorium. Dimana hasil rekaman lagu akan di transkripsi dan dianalisis. Untuk

memudahkan pentranskripsian, penulis mengubah hasil rekaman yang didengar ke

dalam bentuk notasi. Penggunaan notasi ini dilakukan untuk menggambarkan lebih

jelas apa yang di analisa. Hasil transkripsi ini akan di bahas pada bab V dalam skripsi.

Dari semua data yang di peroleh di lapangan, untuk selanjutnya diolah dalam

kerja laboratorium. Di dalam proses pengolahan data ini, penulis dibimbing oleh dosen

pembimbing yaitu Bapak Fadlin dan Muhammad Takari, yang juga mengarahkan

penulis melalui pendekatan-pendekatan etnomusikologi tentang masalah yang penulis

bahas. Jika masih ada data yang dirasa kurang lengkap, maka penulis akan kembali ke

lokasi penelitian menemui narasumber guna melengkapi materi pembahasan melalui

saran-saran dari dosen pembimbing penulis

1.7 Pengalaman Penelitian

Penulis pertama sekali mengenal Zul Alinur pada bulan M aret Tahun 2009.

Ketika itu penulis diajak oleh Datuk Ahmad Fauzi selaku dosen Praktik Musik

M elayu, Etnomusikologi USU, dalam mengikuti proses latihan di Taman Budaya

Sumatera Utara, mewakili Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara untuk ikut

48

berpartisipasi membuat persembahan musik dan tari dalam acara Pesta Gendang

Nusantara di M elaka, Malaysia pada waktu itu. Penulis di percayai untuk

menyanyikan salah satu lagu ciptaan Zul Alinur yang berjudul Zapin Puan. Setelah

sekian lama Acara itu selesai, penulis kemudian di ajak untuk bergabung di sanggar

musik Zul Alinur yang bernama Metronom M usik Collaboration yang bertempat di

Taman Budaya Sumut. Dari situlah penulis banyak mempelajari dan menyanyikan

lagu-lagu beliau, khususnya Zapin di berbagai kegiatan, event-event, serta festival-

festival zapin, baik di kota Medan maupun di luar kota Medan.

Penulis tertarik mengangkat karya-karya beliau, untuk dijadikan skripsi

sarjana. Walaupun umur Zul Alinur masih relatif muda dan pengalamannya dalam

berkesenian Zapin masih relatif baru, namun karya-karya beliau sangatlah cukup

membanggakan. Lewat berbagai penghargaan yang diraihnya dari berbagai event,

festival, dan perlombaan.

Di samping itu, penulis juga aktif mengikuti seminar-seminar zapin, baik yang

diselenggarakan di Medan ataupun di luar kota Medan. Di antaranya adalah: Semarak

Zapin Serantau di Bengkalis, Temu Zapin Indonesia di Pekan Baru, Bengkel dan

Seminar Tari Zapin Nusantara di Kota Medan. Dalam hal ini penulis bertujuan untuk

memperoleh data-data berupa makalah seminar.

Di samping seminar, terdapat juga pertunjukan zapin baik musik dan tari yang

diisi oleh sanggar-sanggar musik dan tari yang bersal dari berbagai kota besar di

Indonesia. Di situ penulis dapat mengamati dan membandingkan bagaimana

perbedaan zapin yang berasal dari setiap kawasan, baik itu musik, tari, serta lagu yang

49

ada di kota M edan dengan zapin yang berada di Alam Melayu Nusantara ini.

Demikian sekilas uraian tentang pengalaman penulis dalam rangka meneliti lagu-lagu

zapin ciptaan Zul Alinur, yang secara kultural terintegrasi dengan tradisi zapin Melayu

di Nusantara ini. Menurut penulis, pencipta lagu dan pemusik M elayu ini memiliki

berbagai “kelebihan” bakat yang diberi Tuhan, terutama dalam penciptaan lagu-lagu

zapin.

50

BAB II

GAMBARAN UMUM BUDAYA MAS YARAKAT MELAYU S UMATERA

UTARA S EBAGAI LATAR BELAKANG S ENI ZAPIN

DAN PENCIPTAAN LAGU-LAGU ZAPIN OLEH ZUL ALINUR

2.1 Latar Belakang S osiobudaya Zul Alinur sebagai Pencipta Lagu-lagu Zapin

Lagu-lagu zapin yang diciptakan oleh Zul Alinur, tidak dapat dipisahkan

dengan latar belakang M elayu Sumatera Utara. Zul Alinur adalah sosok orang Melayu

yang berdarah M elayu dan M inangkabau sekali gus. Ia banyak mengumpulkan

pengalamannya dari kebudayaan M elayu dan Minangkabau yang ada di Sumatera

Utara, khusus yang tergabung ke dalam kelompok seni Tigo Sapilin, Badan

M usyawarah M asyarakat Minangkabau (BM 3) yang dipimpin oleh Bapak Abu Bakar,

S.H.

Oleh karena itu, sebelum sampai kepada pembahasan mengenai struktur teks

dan melodi lagu-lagu zapin yang diciptakan oleh Zul Alinur, pada Bab II ini penulis

akan menguraikan gambaran umum budaya masyarakat M elayu Sumatera Utara,

sebagai latar belakang tumbuh dan berkembangnya tradisi zapin, termasuk penciptaan

lagu-lagu zapin oleh para penciptanya seperti Rizaldi Siagian, Syahrial Felani, dan Zul

Alinur. Namun untuk melengkapi latar belakang budaya ini, karena Zul Alinur juga

selain sebagai penggiat seni M elayu ia juga keturunan Minangkabau dan penggiat seni

M inangkabau di M edan, maka penulis akan memerikan secara umum latar belakang

budaya M inangkabau dan integrasinya dengan budaya Melayu di Sumatera Utara, dan

51

juga Dunia Melayu. Bahwa M inangkabau dalam konteks yang luas menjadi bahagian

dari Dunia Melayu juga.

2.2 Sejarah Masyarakat dan Budaya Melayu di S umatera Timur

M enurut Tengku H. M uhammad Lah Husni (1986), yang di maksud dengan

suku M elayu itu adalah golongan bangsa yang menayatukan dirinya dalam perbauran

ikatan perkawinan antar suku bangsa serta memakai adat resam bahasa M elayu secara

sadar dan berkelanjutan. Selain itu pengertian Melayu juga dapat disimpulkan dalam

tiga bidang yaitu: (a) Dalam arti luas merupakan rumpun ras Melayu yang meliputi

daerah Indonesia, Malaysia, Filipina, M alagasi, M uang Thai, dan sebagian dari

pulau-pulau di lautan teduh lain-lain. (b) Dalam arti pertengahan bangsa Indonesia

yang terdiri dari beribu suku bangsa, berhimpun dalam satu kesatuan daerah

berperintahan sendiri meliputi bekas Nederlands-Indie dahulu. (c) Dalam arti sempit

suku bangsa M elayu khusus yang berdiam di dataran rendah Sumatera Timur dan

daerah pantai lainnya yang dinamakan juga M elayu pesisir.

Terdapat berbagai macam pendapat orang dengan sebutan kata Melayu. Antara

lain Malayu itu terdiri dari dua suku kata yaitu Mala dan Yu yang artinya negeri. Ada

juga yang menyebut M elayu atau M elayur yang berarti tanah tinggi dalam bahasa

Tamil. Dalam bahasa Sansekrit disebut Malaya yang berarti nama pohon yang harum,

yang menerangkan bahwa M alaya dahulu Negeri Gaharu yang terkenal. Melayu

dalam bahasa Jawa berarti lari atau deras. Serta ada lagi menyebutkan M elayu dari

kata Pamalayu seperti yang terdapat di Palembang, dan masih banyak lagi.

52

Nama-nama M elayu itu sendiri bukan datangnya dari luar melainkan dari

dalam sendiri. Artinya orang M elayu itu sendiri yang menamakan dirinya Melayu,

sesuai dengan sifat-sifatnya sampai sekarang ini yaitu sopan santun, ramah tamah,

dapat menyesuaikan diri tiada ingin membesar-besarkan diri, berbudi luhur, berbudi

bahasa, dan lain-lain. M aka untuk mencapai sikap ini haruslah dia memelayukan atau

melujurkan rasa sifat angkara, murka, sombong, takabur dari cakap yang karup.

Seperti apa yang dikatakan oleh Burhanuddin Elhulaimy yang menyatakan

bahwa Alam M elayu telah ada pada 5000 tahun yang lalu yang dilandaskan pada

tarikh, riwayat, dan peta yang diperbuat oleh kerajaan Bhaharat atau India Tua, serta

adanya nama Malay Race (jenis bangsa Melayu) dan Malay Archipelago (Kawasan

Kepulauan Melayu) yang dimuat dalam ensiklopedia bangsa Eropa. Riwayat Bukit

Siguntang pun menyebut nama-nama M elayu asli, yaitu: Demang Lebar Daun, Wan

Empu, dan Wan Malini. Nyatalah pula sebelum jenis bangsa lain datang ke sini,

bangsa M elayu telah ada.

Suku-suku Melayu pesisir Sumatera Timur berdiam di Provinsi Sumatera

Utara bagian timur. Daerahnya menjulur dari dataran pantai ke barat hingga sampai ke

dataran berbukit-bukit, mulai dari Kabupaten Aceh Timur, Langkat, Deli, Serdang,

Batubara, Asahan, dan sampai ke Labuhan Batu. Sedangkan yang disebut dengan

orang M elayu Pesisir Sumatera Timur adalah turunan dari campuran antara orang

M elayu Sumatera Utara tadi dengan suku bangsa pendatang dari Arab, India, Johor,

M elaka, Portugis, dan berbagai etnik seperti suku Aceh, Karo, M andailing, Jawa,

Bugis , M inangkabau, dan lain-lain, yang merasa dan mengamalkan adat resam

53

M elayu serta beragama Islam, serta memakai bahasa M elayu dalam kehidupan sehari-

hari (Lah Husni 1986:34).

B. Simanjuntak dalam bukunya Pengantar Antropologi Kebudayaan Bangsa

Indonesia untuk SMA (2005) menamakan suku Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara

ini dengan istilah suku orang M edan. Hal ini tidaklah benar, sebab orang Medan,

bukan seluruhnya orang M elayu dan orang M elayu bukan seluruhnya orang M edan.

M enurut T. Neumann dalam karanganya Bijdrage Tot De Qes Chidenisder

Karo Bataks Tammen (1914) menyebutkan bahwa orang Karo dari Tanah Tinggi

Karo datang berpindah (invasi) ke daerah Deli Sumatera Timur, adalah 300 tahun yang

lalu dan menetap di dataran rendah dekat Deli Tua dan Binjai. Kalau ini sebagai acuan

pegangan, maka invasi orang Karo itu adalah terjadi pada tahun 1914-300 bertepatan

dengan tahun 1641 M asehi. Jadinya mereka pun merupakan suku bangsa yang

mendatang ke Deli sesuai dengan catatan sejarah teromba Senembah (Si Smbeleng

Tinggol), Sunggal, dan Hamparan Perak atau Kuta XII kota Guru Patimpus. Ketiga-

tiganya diislamkan oleh Datuk Kota Bangun dan Gojah Pahlawan sewaktu mereka

turun ke dataran rendah Deli. Ini berarti bahwa suku Melayu yang terlebih dahulu

berada di Pesisir Timur dan mereka pula yang mengislamkan penduduk yang dari

gunung. Karena kuatnya kedudukan dan peranan agama Islam di dalam kebudayaan

suku M elayu ini, sehingga sekarang menjadi suatu persepsi umum di kawasan ini,

bahwa masuk M elayu sama artinya dengan masuk Islam.

Setelah meneliti sebegitu jauh tentang dasar-dasar asal masyarakat yang

menyatakan dirinya sebagai suku Melayu Pesisir Sumatera Timur itu, maka dapatlah

54

diambil suatu kesimpulan bahwa adapun dasar-dasar kesimpulan dan dasar

pertumbuhannya, adalah jelas M elayu merupakan pembauran dari beberapa golongan

etnik, seperti dari proses campuran antara ras Melayu seperti Johor, M elaka, Riau,

Aceh, M andailing, Jawa, M inangkabau, Karo, India, dan lain-lain. Sehingga

masyarakat pesisir kemudian menyatakan bahwa dirinya sebagai suku M elayu. Oleh

karena itu, apabila seorang yang tinggal di Pesisir Sumatera Timur, dan memakai adat

dan budaya M elayu, maka mereka lazim juga disebut dengan suku Melayu Pesisir

Sumatera Timur, atau kini lazim juga disebut suku M elayu Pesisir Timur Sumatera

Utara.

Adapun daerah-daerah kebudayaan M elayu di Sumatera Timur atau Pesisir

Timur Sumatera Utara, berdasarkan pemerintahan kabupaten dan kota di Sumatera

Utara pada masa kini mencakup: Kabupaten Langkat, Kota Binjai, Kabupaten Deli

Serdang, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Batubara, Kabupaten Asahan, Kota Tanjung

Balai, dan Kabupaten Labuhan Batu

Sedangkan berdasarkan sejarah kesultanan-kesultanan yang berada di

Sumatera Timr adalah: (a) Kesultanan Deli, (b) Kesultanan Serdang, (c) Kesultanan

Langkat, (d) Kesultanan Asahan, (e) Kesultanan Panai, (f) Kesultanan Kualuh, (g)

Kesultanan Kota Pinang, (h) Kesultanan M erbau. Ditambah empat Kedatuan di

Batubara, yang memiliki kekuasaan otonomi pada masa pemerintahannya. Kini

kesultanan itu ada yang berlanjut seperti Kesultanan Deli dan Serdang, yang mas ih

memiliki sultan sebagai pemangku adat saja. Namun banyak pula yang pupus sejak

revolusi sosial 1946.

55

2.3 Kesultanan-kesultanan Sumatera Timur

2.3.1 Kesultanan Deli

Kesultanan Deli Terletak di antara selat M elaka, dari muara Sungai Labu

dalam utara perbatasan Langkat sampai sungai Pematang Oni di selatan berbatasan

dengan Serdang, yakni pada daerah 457’ sampai 439’ Lintang Utara, dan 9825’

sampai 98 47’ Bujur Timur (Veth 1977:153).

Asal mula kata Deli adalah berasal dari sultan yang pernah memerintah di

Kerajaan Deli itu sendiri, yang merupakan tempat asalnya yaitu Deli Akbar, serta

mengingat gelar nya sebagai Panglima Deli. Nama Sultan Deli ini adalah Gojah

Pahlawan (lahir pada tahun 1623 dan mangkat pada tahun 1698), yang bernama

lengkap Gojah Pahlawan Gelar Sri Paduka Percut Sungai Lalai Ibnu Tuanku

M uhammad Derikan Delhi Akbar, Ka Pasei Aceh, Ibnu Tuanku Zulqarni Bahatsid

Segh M ataruludin Hindustan (1590-1653). Dapat dilihat bahwa nama Deli sangat

berkaitan dengan Delhi, bahwa asal mereka berasal dari negri Hindustan (India). Itulah

kaitannya maka kerajaan yang didir ikannya di beri nama Deli. Dan oleh karena pusat

yang pertama berada di Balun Aru, maka daerah tersebut di ganti dengan nama Deli

Tua. Hampir semua tempat yang berbau Aru di gantinya dengan tambahan kata Deli,

seperti: M edan Deli, Labuhan Deli, Sengai Deli, Tebing Ti nggi Deli , Kuuala Deli,

dan lain-lain.

M engenai adat dan kebudayaan yang di pakai di negri Deli adalah adat dan

budaya M elayu, yang menapis dan memasukkan juga unsur-unsur kebudayaan lainnya

56

yang positif ke dalam kebudayaan M elayu guna mencapai perpaduan masyarakat yang

kompak dan harmonis.

Dalam konteks seni zapin, beberapa insan dari Kesultanan Deli ada juga yang

aktif sebagai seniman dan pencipta tari dan lagu-lagu zapin. Yang paling cukup

menonjol adalah Tengku Sitta Saritsyah. Ia adalah seorang penari dan sekali gus juga

pencipta tari zapin. Di antara ciptaan tari zapin beliau yang terkenal adalah Zapin Deli.

M usik iringan tarian ini dibawakan oleh para pemusik Sri Indra ratu (SIR). Zapin yang

mereka bawakan biasanya dipertunjukkan di kawasan M edan dan sekitarnya.

Adakalanya juga dipertunjukkan di luar negeri seperti M alaysia, Singapura, Brunai

Darussalam, Afrika Selatan, Belanda, Jerman, dan lainnya. Bagaimanapun karya-karya

tari dan lagu zapin di istana Kesultanan Deli ini cukup memebrikan inspirasi musikal

bagi Zul Alinur yang memang bertempat tinggal di Kota M edan. Selanjutnya kita

liuhat bagaimana eksistensi Keslutanan Serdang, yaitu kesultanan yang sangat aktif

membina dan mengembangkan kesenian-kesenian M elayu, termasuklah di antaranya

zapin.

2.3.2 Kesultanan Serdang

Di kawasan lain Sumatera Timur, berjarak lebih kurang 39 kilometer dari

Kota M edan menuju ke arah timur, terdapat kesultanan Serdang. Kesultanan ini

berbatasan dengan sebelah utara kesultanan Langkat dan Selat M elaka, sebelah

selatan dengan Simalungun dan Kesultanan Deli, sebelah timur dengan kesultanan

Asahan dan Selat Melaka, sebelah barat dengan Tanah Karo dan Tapanuli.

57

Serdang adalah salah satu dari empat kesultanan besar di Sumatera Timur.

Di masa Sultan Basyaruddin (1850-1880) istana berada di Rantau Panjang.

Digantikan oleh Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah, istana dipindahkan ke

Perbaungan. Pengangkatan dan pemberhentian orang besar (Landsgrooten)

kesultanan harus mendapat persetujuan pemerintah Belanda. Pada masa

pemerintahan Sultan Sulaiman (1881-1946) Kesultanan Serdang memasuki kejayaan

karena konsesi-konsesi tanah yang dibagi-bagikan kepada pengusaha swasta Eropa

yang menanamkan sahamnya dalam industri perkebunan.

Pada masa Sultan Thafsinar Basyarsah yang lebih dikenal sebagai Sultan

Besar (1790-1850), ibu negeri Serdang berada di Rantau Panjang. Karena letaknya

dekat dengan pantai, kerajaan ini cepat berkembang dan menjadi salah satu bandar

terkenal d i Sumatera Timur. Serdang di kala itu menghasilkan lada dan diekspor

ke bandar perdagangan internasional, seperti M elaka. Di masa pemerintahan Sultan

Besar, Serdang banyak dilalui kapal-kapal dengan tujuan perdagangan. Sebelum

belayar ke negeri Sumatera Timur, biasanya kapal lebih dahulu singgeh di Rantau

Panjang. Jika kapal akan ke Pulau Pinang sering belayar melalui Deli, Langkat, dan

Serdang untuk mengambil lada (Broersma 1919:16).

M enurut Anderson yang melawat ke Serdang pada tahun 1823, di Rantau

Panjang dijumpai tempat pembuatan kapal, dan jumlah penduduknya tiga ribu orang

M elayu dan delapan ribu orang Batak, yang gemar menghibur dir i dengan melaga

burung puyuh (Anderson 1971:302-305).

58

Unsur magis dalam kerajaan acapkali dihidup-hidupkan untuk memberi

legitimasi sultan. Istana beserta perangkatnya memiliki daya magis yang luar biasa.

Ibu kota kerajaan bukan saja sebagai pusat politik dan kebudayaan, tetapi juga

pusat magis (Geldern, 1972:6).

Sultan dianggap sebagai peribadi sempurna. Namun dalam kebudayaan

M elayu, boleh saja rakyat berontak, dengan mengikuti konsep: raja adil raja

disembah, raja zalim raja disanggah. Sumber kekuasaan Sultan lain yang dapat

mengukuhkan legitimasinya adalah alat-alat kebesaran, di antaranya: (1) alat-alat

musik seperti gendang nobat, serunai, seruling, dan terompet; (2) beberapa mohor

jawatan seperti kayu gamit, puan naya, taru, kumala, surat ciri, cap halilintar, ubor-

ubor, bantal, dan langsir; (3) senjata-senjata seperti pedang, tombak, dan keris.

Yang terakhir ini d ipercayai mampu menjelma sendir i dan dipenuhi kuasa sakti

sehingga dapat memusnahkan siapa saja yang memegangnya tanpa izin (Gullick

1972:73-74).

Pada tahun 1891 Sultan Sulaiman menikah dengan Tengku Darwisyah.

Perkawinannya ini merupakan perkawinan politik. Tengku Darwisyah adalah

saudara tiri Sultan Deli, yang ketika itu sering berselisih dengan Kesultanan Serdang

karena soal batas kerajaan. Untuk menyelesaikan masalah wilayah ini pemerintah

Belanda campur tangan melalui perkawinan antara Sultan Sulaiman dengan

Tengku Darwisyah (M ohammad Said t.t.: 67).

Kehidupan istana Serdang tidak ketat dengan adat upacara yang rumit.

Upacara besar dalam istana adalah penabalan sultan. Sultan Serdang lebih senang

59

berpergian ke tempat tertentu untuk menonton seni peryunjukan. Putra Mahkota

Tengku Rajih Anwar adalah seorang pemusik yang sangat berbakat. Baginda

pandai memainkan piano, gendang, serunai, dan terutama gesekan biolanya yang

khas. Baginda juga pernah sekolah musik ke Jerman.

Bentuk penyelenggaraan birokrasi kesultanan M elayu Sumatera Timur

bercorak patrimonial, dan mengutamakan status sosial dalam hirarki jabatan. Sultan

M elayu yang beragama Islam dalam kekuasaannya tetap didukung oleh

bermacam-macam atribut suci dan sakti, walau pada kenyatannya bukan

merupakan jaminan kesetiaan abadi para bawahannya (Ratna 1990:xi).

Dalam rangka memperluaskan apresiasi budaya, Kesultanan Serdang

mengadakan hubungan dengan Kesultanan Yogyakarta, yang pada tahun 1922

menerima seperangkat gamelan Jawa lengkap dengan para pemainnya dari Sultan

Yogyakarta. Dalam perkembangan sosial dan politik setelah Indonesia merdeka, para

keturunan Sultan Serdang sangat dikenal di Sumatera Utara sebagai ahli-ahli

intelektual, budayawan, dan tentara. Generasi Sinar ini menduduki beberapa jabatan

strategis dalam tata pemerintahan di Sumatera Utara. Bahkan kesenian-kesenian

dikembangkan oleh mereka, seperti: makyong, mendu, ronggeng, dan bangsawan.

Para sultan yang memerintah Negeri Serdang adalah: (1) Raja Osman atau

Teuku Umar; (2) Sultan Pahlawan Alamsyah; (3) Sultan Thaf Sinar Basyarah

(1790-1850); (4) Sultan Basyarudin (1809-1850); (5) Sultan Sulaiman (1862-

1946), Sultan Sulaiman ini ditetapkan oleh Belanda menjadi Sultan Serdang pada

tanggal 29 Januari 1887; (6) Sultan Abunawar Sinar, (7) Sultan pemangku budaya

60

M elayu Serdang berikutnya adalah Tengku Luckman Sinar Basharshah II, S.H., Al-

Haj. Kemudian setelah beliau meninggal, yaitu tepatnya pada tanggal 8 Januari 2011

yang baru lalu, ia digantikan oleh Drs. Ahmad Thala’a putra dari Almarhum Tengku

Abunawar Sinar, Al-Haj, melalui kerapatan adat Negeri Serdang. Kini sebagian

Pengurus Besar M ajelis Adat dan Budaya M elayu Indonesia (PB M ABM I Sumatera

Utara) terdiri dari para warga Serdang ini.

Dalam konteks zapin, maka di antara kesultanan-kesultanan M elayu di

Sumatera Timur, peranan Kesultanan Serdang dalam membina dan mengembangkan

seni zapin sangatlah begitu meononjol. Terutama di masa pemerintahan Sultan

Sulaiman Syariful Alamsyah. Zapin yang terdapat di Negeri Serdang ini, menurut

pendapat masyarakat dan beberapa pakar M elayu datang langsung dari Tanah Arab,

khususnya Negeri Yaman.

M enurut penjelasan Chairul Bahri bin Singah Zakaria (wawancara 16 M ei

2011) zapin yang ada di Kesultanan Serdang datang langsung dari Tanah Arab. Seperti

yang diceritakan para informan dari kawasan ini, seorang M elayu keturunan Jawa

pergi ke Tanah Suci M ekah di abad ke-19 belajar ilmu agama dan seni termasuk zapin

dari sana dan kemudian mengembangkannya di Serdang. Tokoh itu bernama Haji

Razali. Salah satu muridnya yang terkenal adalah Singah bin Zakaria, seorang penari,

juga polisi dan kepala Desa di Pasar Bengkel Perbaungan Serdang.

Bahkan pendapat Singah bin Zakaria tentang seni zapin ini dikutip oleh M ohd

Anis M d Noor (1995:90) sebagaai berikut.

61

Kami menari untuk Tuanku sekurang-kurangnya dua kali sebulan. Tuanku suka sekali sama Gambus. Ada tempat seperti kotak di hadapan singgasana, dari Kepala Gajah. Tuaku mau melihat semua pemain: Wak Pian, Alang, Ja’apar Buta, Noh, M ail semuanya peningkah. Tengku Tobo, pemusik semua duduk di muka. Kami harus di samping, tidak dibenarkan seorang pun memberi belakang kepada penonton. Kotak tempat kami bernain itu dipagar keliling dan diikat sama kain kuning. Itu satu penghormatan menari di muka Tuanku, tapi kami ngeri. Tuaku kuat disiplin. Kami terpaksa kerja keras. Kalau saja kami juara satu dalam pertandingan, Tuanku mengadakan perayaan selama dua hari dua malam. Kami makan roti jala, kari, dan meronggeng. Hebat waktu itu. Demikian penjelasan Singah Zakaria mengenai sedikit memorinya sebagai

penari zapin yang menari di muka Sultan Serdang saat itu. Tampak dari penjelasannya

bahwa Sultan Serdang sangat gemar dengan kesenian. Selain zapin juga

dipertunjukkan ronggeng, yang memang menjadi seni rakyat dan istana sekali gus.

Fungsi seni ronggeng ini adalah untuk integrasi sosial, yang sesuai dengan kerajaan

Serdang yang terdiri dari etnik M elayu, Simalungun, Karo, dan pendatang. Sultan juga

menurut penjelaasan Singah Zakaria suka mengajak makan bersama, khas Melayu,

yaitu roti jala dan kari kambing, sebagai kuliner tradisional M elayu.

2.3.3 Kesultanan Langkat

Kesultanan L:angkat memliki batas-batas teritorialnya : sebelah utara dan barat

berbatasan dengan daerah Aceh, sebelah timur dengan Selat M alaka, dan sebelah

selatannya berbatasan dengan Kesultana Deli (ENI, II 1918:1530). Wilayah

Kesultanan Langkat berada pada 3414 sampai 4031’ Lintang Utara dan 9052’

sampai 9845’ Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 45 M eter di atas permukaan

laut.

62

Kata Langkat itu sendiri dahulunya berasal dari pohon yang buahnya hampir

serupa dengan buah langsat sehingga pohon tersebut dinamakan dengan Langkat.

Namun deemikian, menurut orang Karo Jahe kata Langkat itu berasal dari bahasa Karo

yaitu lang ku angkat yang artinya tidak ku angkat, lama-lama menjadi Langkat. Lalu

manakah yang benar antara keduanya sulit bagi kita untuk menentukannya.

Raja Langkat yang pertanma kali adalah Quri, setelah beliau meninggal dunia,

maka Langkat memiliki dua kerajaan yaitu yang pertama Kerajaan Jentra M alay yang

menjadi rajanya adalah Tan Qatar, dan yang kedua adalah Kerajaan Bahorok yang

menjadi rajanya adalah Tan Husun, mereka merupakan saudara kandung yang

keduanya sama-sama ingin memajukan negeri Langkat dan di sekitarnya.

Sedangkan sultan yang pertanma kali mendapat gelar sultan di Langkat adalah

Sultan M usa Akhalidy Almu Azamsyah . Pada masa itu berdirilah sebuah kampung

yang bernama Tanjung Pura. Beliaulah yang mendirikan istana yang berada di

Tanjung Pura, dan beliau berusaha betul agar daerah Langkat itu tetap dalam keadaan

yang aman dan sejahtera, dengan berbagai pembangunan untuk kepentingan rakyat

yang di bangunnya.

Raja-raja Langkat adalah raja yang terkaya di daerah pesisir Sumatera Timur,

sebab bumi Langkat mengandung tambang minyak yang cukup besar. Hal itu di

ketahui oleh pemerintah Hindia Belanda. Setelah Belanda tahu hal itu, mulailah

dilakukannya penelitian secara ilmiah dan kemudian terbukti bahwa bumi Langkat

mengandung minyak. Demikianlah lebih kurang 100 tahun yang lalu ditemukannlah

63

sumur minyak di Telaga Said, dan untuk memperingati tempat itu, maka Pertamina

membuat sebuah tugu di Telaga Said itu.

Setelah keadaan negeri Langkat aman dan sejahtera, Sultan M usa menjalankan

ibadah Haji ke M ekah, sepulangnya dari Mekah beliau menggalakkan pengembangan

ajaran Islam ke penduduk Langkat dan merencakanan membangun sebuah mesjid

yang sangat baik di Tanjung Pura. Setelah Sultan Musa wafat pada tahun 1898

M asehi, kedudukannya sebagai sultan digantikan oleh anaknya yang bernama

Tengku Abdul Aziz, dan pembangunan masjid itu diteruskan oleh Sultan Aziz maka

dari itulah nama mesjid itu diberi nama M asjid Azizi, suatu masjid yang bermutu

tinggi dengan arsitek yang sempurna. Ternyata di samping tambang minyak yang

besar, Tanjung Pura juga kaya akan bangunan dan arsitekturnya.

M asjid Azizi dibangun pada tahun 1902 bertepatan pada 13 Rabiul Awal 1320

H, diatas tanah seluas 2,4 hektar, dan menelan biaya yang cukup besar yaitu sebesar

200.000 ringgit Singapura, pada waktu itu diperkirakan uang Republik Indonesia lebih

kurang 4 miliyar rupiah, dengan gaya mozaik Persia. Sultan Kedah sewaktu melewati

negeri Langkat, terpesona akan keindahan Mesjid Azizi ini, sehingga beliau

membangun model yang sama dengan masjid Azizi di Kedah Malaysia. Setelah sultan

Langkat yang terakhir mangkat yaitu Sultan Tengku M ahmud Aziz pada tahun 1946

M asehi, maka setelah itu tidak ada lagi pengangkatan sultan, setelah Indonesia

menyatakan kemerdekaanya.

Dalam konteks penelitian ini, zapin juga terdapat di wilayah budaya Melayu

Langkat. Seperti diketahui oleh umum, bahwa Kesultanan Langkat adalah sebagai

64

pusat Islam di Sumatera Timur. Di Langkat terdapat pusat tarikat Naqsabandiyah,

yang jamaahnya menyebar ke seluruh kawasan Asia Tenggara. Tokoh sastrawan sufi

yang terkenal dari kawasan ini, yaitu Tengku Amir Hamzah. Bagaimanapun zapin di

kawasan Langkat berkembang selaras dengan perkembangan Islam di kawasan ini.

2.3.4 Kesultanan Asahan

Kerajaan Asahan letaknya di antara Batubara, Simalungun, Kualuh, Tanah

Toba, dan Selat Malaka. Di sebelah utara berbatasan dengan Simalungun dan

Batubara, di sebelah timur berbatasan dengan selat M elaka, dan di sebelah selatan

berbatasan dengan Labuhan Batu dan Tapanuli.

Nama Asahan dibuat oleh masyarakat Batak Toba Kuno, karena penduduk

daerah Asahan umumnya berasal dari sebelah hulu sungai Asahan. Sedangkan

terminologi Asahan itu sendiri berasal dari kata sahan yakni suatu alat yang dibuat

dari tanduk kerbau, yang di dalamnya berisi air yang digunakan untuk menyiram tubuh

ibu-ibu, terutama ibu yang mandul, dan di anggap sebagai “saluran bahagia.” Air

yang terpancar dari sahan tersebut diibaratkan sebagai air terjun yang mengalir dari

Tao Toba, pangkalnya agak besar dan lebar, akan tetapi semakin ke hilir semakin

sempit dan kecil serta deras, dan terjun ke dalam Ngarai Sigura-gura dan Siarimo, lalu

lepas memutih seperti kapas menjadi air terjun raksasa. Dari sinilah kata Asahan

sebagai nama tempat, termasuk Kesultanan Asahan (Batara Sangti 1977:61).

Daerah Asahan memili 3 luhak yaitu: (1) Tanjung Balai di kepalai oleh

Tengku M ajid, anakanda sari paduka Tengku regent cucuanda almarhumTengku

65

M ohd.Adil. (2) Bandar Pulau diketuai oleh Tengku Dewak cucuanda almarhum

Tengku M uhammad Adil. (3) Kisaran di kepalai oleh T. Adenan, anakanda Almarhum

Tengku M antri, cucuanda Almarhum Tengku Pangeran Dasar M uda.

Terminologi Asahan dan Tanjung Balai merupakan negeri dan Bandar yang

termasuk tertua di Sumatera Timur. Sekarang Asahan merupakan kabupaten.

Sedangkan Tanjung Balai merupakan pemerintahan kota yang secara administratif

pemerintahannya berdiri sendiri di luar Kabupaten Asahan.

Di kawasan M elayu Asahan ini terdapat juga seni zapin yang difungsikan

untuk kegiatan-kegiatan aama Islam. Seni zapin Asahan terdapat di beberapa tempat

seperti di Tanjungbalai, Kisaran, Air Joman, dan lainnya. Zapin di Asahan menurut

keterangan para informan berasal dari Arab. Zapin yang ada di Asahan juga terdapat di

kawasan-kawasan dunia Melayu lainnya. Zapin Asahan ada yang diciptakan teksnya

menggunakan bahasa Arab dan ada pula yang menggunakan bahasa Melayu dialek

Asahan.

2.4 Agama Islam

Kesenian zapin dalam kebudayaan M elayu di Sumatera Utara selalu dipndng

sebagai salah satu kesenian Islam. Hal ini berdasar kepada kenyataan bahwa zapin

mengekspresikan ajaran-ajaran dan identitas Islam. Zapin dipandang sebagai salah

satu kesenian yang memiliki karakter filsafat dan peradaban Islam secara garis besar.

Oleh karena itu perlu dideskripsikan keberadaan agama Islam di dalam peradaban

66

M elayu, khususnya Sumatera Utara. Lebih khusus lagi adalah ajaran-ajaran agama

Islam yang terekspresikan secara budaya dalam lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur.

Islam masuk ke Asia Tenggara diperkirakan melalui, baik langsung dari orang

Arab dan India. M asuknya Islam pertama kali ke Asia Tenggaara yang tercatat dalam

sejarah adalah pada abad ketiga belas. Marcopolo mencatat bahwa tahun 1292 di

Sumatera telah berdir i kerajaan Islam yang bernama Perlak (Hill 1963:8). Dalam abad-

abad ini Islam menyebar ke daerah lainnya. Pada awal abad kelima belas, kerajaan Aru

di Peseisir Timur Sumatera Utara merupakan suatu kerajaan yang rakyatnya sebagian

besar beragama Islam (Coedes 1968:235), sehingga Islam berpengaruh kuat selama

abad ini. Bandar Melaka menjadi pusat perdagangan maritim, sekaligus menjadi pusat

persebaran agama Islam ke seluruh kepulauan di Nusantara ini. M elaka merupakan

kota yang letaknya strategis dan tidak memiliki saingan sehingga ia begitu maju

(Sheppard 1972:14). Penguasa M elaka menganut Islam pada awal dasawarsa abad ke

lima belas, sejak abad ini Melaka menjadi pusat dan persebaran Islam ke seluruh Asia

Tenggara (Hill 1968:213-214).

Pulau Sumatera adalah pulau yang diperkirakan pertama menerima kedatangan

agama Islam di Indonesia. Dalam kaitan kedatangan Islam ini, ada dua pendapat ahli

sejarah Islam tentang masuknya Islam di pulau Sumatera , yaitu:

1. Daerah Aceh ( Pasai ) Agama Islam telah masuk sekitar tahun 1200 M asehi, di

masa kerajaan Samudera Pasai.

2. Daerah Barus, Pesisir tapanuli Tengah, Agama Islam telah masuk kedaerah

tersebut lebih kurang sekitar tahun 900 atai 1050 Masehi.

67

Peta 1.

Sumatera Timur Dekade 1940-an

Sumber: Langenberg (1975:45)

68

Adapun bentuk agama Islam yang semula datang ke daerah Sumatera Utara

khususnya Sumatera Timur ini ialah suatu ajaran yang mengutamakan tarikat (sufi),

yang terdiri dari 4 tingkatan yakni: 1. syariat, 2. tarikat, 3. makrifat, dan 4. hakikat,

yaitu suatu ajaran untuk mengetahui adanya kebenaran utama dan mengenai Allah.

Agama Islam ini masuk secara berangsur-angsur yang dibawa oleh saudagar-

sauadagar yang datang langsung dari Arab atau melalui Hindia M uka atau Gujarat

pada mulanya.

Agama Islam ini memiliki pengaruh yang sangat besar sekali khususnya pada

suku M elayu. Dari situlah timbul perubahan secara besar-besaran dalam sosial

masyarakat Melayu. Adat budayanya juga banyak disesuaikan dengan kaedah-kaedah

Islam. Hampir seluruh ajaran Islam itu diambil alih dan diterapkan dalam

pertumbuhan sosial ekonomi dan budayanya. M aka berkaitan dengan hal ini, timbullah

suatu pepatah M elayu: “ Masuk M elayu berarti masuk Islam.” Pepatah ini sampai

saat ini masih di gunakan di Alam Melayu ini.

Seperti apa yang telah dikemukakan di atas, bahwa pertumbuhan adat dan

budaya M elayu di daerah ini adalah disesuaikan dengan kaedah-kaedah agama Islam

tersebut, sehingga timbullah suatu falsafah: “Adat bersendikan agama, agama

bersendikan syara’, dan syara’ bersendikan Kitabullah yaitu Al-Qur’an dan Hadits

Rasulullah Muhammad SAW.

Konsep di atas lahir karena ajaran Islam mengandung norma-norma hubungan

manusia dengan Allah SWT. (hubungan vertikal atau hablumminallah, dan hubungan

sesama manusia serta manusia dengan alam (hubungan horizontal atau

69

hablumminannas). M anusia dituntut agar dapat menjaga, mengharmoniskan dan

melestarikan keseimbangan antara kedua hubungan tersebut.

Selain konsep di atas terdapat juga konsep kebudayaan dalam Islam, bahwa

kebudayaan wajib berdasar kepada ajaran-ajaran agama Islam. A gama Islam agama

wahyu yang diturunkan Allah kepada umat manusia melalui perantara Malaikat Jibril

dan tugas kerasulan yang diemban Nabi M uhammad. Islam sebagai wahyu adalah

bukan bagian dari kebudayaan tetapi sebagai pendorong terbitnya kebudayaan yang

diridhai Allah. Kebudayaan sebagai hasil umat manusia, dalam rangka pemenuhan

keperluan hidupnya, wajib berdasar kepada ajaran-ajaran Islam.

Di samping konsep kebudayaan Islam, terdapat juga konsep seni dalam Islam.

M enurut pandangan Hossein Nasr (dalam kitabnya Spiritualitas dan Seni Islam),

berpandangan bahwa tujuan akhir dari seni Islam, adalah untuk mengingat Allah. Atau

Kemudian Nasr menyatakan bahwa seni tidak akan berfungsi spriritual jika ia tidak

dihubungkan dengan bentuk dan kandungan wahyu Islam. Nasr menguraikan bahwa

Islam dibentuk oleh beberapa bangunan syariah, tarikat, dan hakikat. Ia

mengemukakan bahwa syariat Islam memberi kontribusi dan peranan penting dalam

memberi dasar dan persekitaran kepada seni Islam, dan juga menyediakan batasan-

batasan tertentu atau garis untuk seni Islam itu. Nasr memberikan arahan polarisasi

bahwa sumber spiritual Islam tentu saja berasaskan pada Al-Qur’an dan Hadits. Jika

tidak ada kedua asas ini, maka tidak akan ada seni Islam. Suatu karya dikatakan

sebagai seni Islam bukan saja hanya karena diciptakan oleh seorang muslim, tetapi

juga dilandasi oleh wahyu dari Allah.

70

Kebudayaan Islam merupakan salah satu peradaban besar, dalam sejarah

perdaban manusia. Keberadaan Islam dimulai sejak abad ke-6 dan terus berkembang

sampai sekarang yang tersebar ke seluruh penjuru dunia, serta mampu mengikuti

perkembangan sang waktu. Kebudayaan Islam adalah kebudayaan yang melintasi

wilayah etnik dan bangsa. Ia adalah milik seluruh umat Islam di dunia.

Dalam kaitan ini, zapin adalah termasuk ke dalam seni Islam. Ajaran Islam

baik dalam peringkat syariat, hakikat, makrifat terkandung dalam seni zapin. Seni ini

difungsikan dalam upacara perkawinan (walimatul ursy) adalah sesuai dengan ajaran

Nabi M uhammad bahwa sunat hukumnya melakukan seni dalam upacara perkawinan.

Dalm teks-teks lagu zapin biasanya terkandung ajaran-ajaran Islam, seperti ajaran

tentang hidup, kasih sayang, kelestarian budaya, hakika ketuhanan, dan lain-lainnya.

Dengan demikian seni zapin mengekspresikan ajaran-ajaan Islam. Selain itu ada pula

adat di dalam kebudayaan Melayu ini.

2.5 Adat

M enuurut La husni adat pada Etnik M elayu tercakup dalam empat ragam yaitu:

(1) adat yang sebenar adat, (2) adat yang di adatkan, (3) adat yang teradat, dan (4) adat

istiadat. Pada umumnya adat berfungsi untuk membentuk akhlak dan budi masyarakat

M elayu itu sendiri, yang bersifat preventif (pencegahan) terhadap kemungikinan hal-

hal yang bersifat negatif. Adat sepintas lalu seperti membendung hak-hak azasi

manusia, kemerdekaan, dan kebebasan individu. Kemerdekaan dan kebebasan itu

haruslah mempunyai norma-norma dalam lingkungan tertentu yang dilengkapi dengan

71

pedoman-pedoman serta aturan-aturan hidup. Ditambah lagi jika ia tiada

melaksanakan ajaran agama. Hilang rasa malu, hilang martabat kemanusiaan, sehingga

hilanglah pengertian hak dan kewajiban dan batas-batas kemanusiaan.

Adapun dasar adat manusia yang hidup didalam dunia ini ada 3 macam:

1. Adat perbapaan (patrilineal) : kebanyakan di pakai oleh masyarakat Tapanuli,

Simalungun, karo, dan etnik-etnik yang berada di Sumatera Utara ini.

2. Adat peribuan, di pakai oleh suku Minangkabau di Sumatera Barat

3. Adat peribubapaan: kebanyakan di pakai oleh masyarakat pesisir lainnya

termasuk suku M elayu di Sumatera Timur ini.

Dalam adat terdapat juga suatu aturan hukum yang di sebut dengan hukum

adat. Hukum adat ini banyak yang sengaja tidak dituliskan, namun hal itu seluruhnya

sudah diketahui oleh masyarakat sebagai suatu aturan dan norma-norma dalam

kehidupan sehari-hari. Bagi suku M elayu, bukan sesuatu yang tertulis itu penting,

melainkan tujuan, niat, dan perasaannya itulah yang utama.

Dalam adat itu ada bebrerapa ketentuan-ketentuan hukum , antara lain: (1)

hukum adat larangan pidana, (2) hukum adat pantang, (3) hukum nadat sumbang/ luar

batas ketentuan-ketentuan kesopanan, dan (4) hukum adat perhalatan. Dasar adat serta

hukum adat yang tersebut di atas, sangatlah sesuai dengan kaedah ajaran agama Islam,

sebab hampir seluruh adat dan budaya M elayu dipengaruhi oleh ajaran agama Islam.

72

2.5.1 Adat yang S ebenar Adat

Adat sebenar adat ini menurut konsep etnosains M elayu adalah: penuh tidak

melimpah, berisi tak kurang, terapung tak hanyut, terendam tak basah. Yang besar di

besarkan, yang tua dihormati, yang kecil disayangi, yang sakit diobati, yang bodoh

diajari, yang benar diberi hak, yang tinggi tidak menghimpit, yang pintar tidak

menipu, hidup berpautan, makan berpadanan. Jadi, r ingkasnya hidup itu harusnya

harmonis, baik mencakup diri sendir i, bernegara, dan lingkungan hidupnya. Tidak ada

hidup yang bernafsi-nafsi. Inilah adat yang tidak boleh berubah (Lah Husni 1986).

Dengan melaksanakan pokok adat yang tersebut di atas, mudah-mudahan

harkat dan martabat puak Melayu akan kembali sebagaimana sediakala “bersatu dan

kukuh.” Yaitu pokok adat yang harus di pegang kukuh dan dilaksanakan sebagaimana

mestinya oleh masyarakat Melayu itu sendiri dalam kehidupan sosial dan budayanya.

2.5.2 Adat yang Diadatkan

Adat yang diadatkan adalah suatu yang berbeda anatara daerah Melayu dengan

daerah lainnya, walaupun dasar semula adalah sama, tetapi karena pengaruh alam dan

perbauran setempat disebabkan oleh perbedaan baik adat, bahasa, agama, tempat, dan

lain sebagainya sehingga perbedaan ini membawa resam dan adatnya sendiri, yang

dikehendaki oleh masyarakatnya, dan diwarisi oleh leluhurnya.

Adat yang diadatkan ini dalah sesuatu yang telah diterima untuk dijadikan

kebiasaan atau peraturan yang dibuat atas mufakat bersama oleh masyarakatnya,

73

sesuai dengan ukuran yang patut dan benar, yang dapat di modifikasi sedemikian rupa

dan fleksibel (Lah Husni 1986).

2.5.3 Adat yang Teradat

M enurut Lah Husni, adat yang teradat adalah suatu kebiasaan pihak lain lalu

diambil atau diserap karena serasi oleh oleh suatu kebudayaan tertentu dan akhirnya

menjadi suatu kebiasaan sehingga menjadi adat. Banyak golongan lain yang telah

menjadi kebiasaan suku Melayu. Contohnya dari segi gaya atau pakaian, teknologi,

gaya hidup yang diserap dari tradisi Barat.

Walaupun Melayu merupakan kebudayaan yang terbuka, yang mau menerima

unsur kebudayaan dari luar tetapi tidak mau menerima secara mentah-mentah. Tetapi

disaring sesuai dengan kaidah resam M elayu itu sendiri khususnya Islam.

2.5.4 Adat Istiadat

M erupakan tata laku atau kebiasaan yang secara turun temurun dari generasi ke

generasi lain sebagai warisan budaya. Sehingga kuat integrasinya dengan pola-pola

prilaku masyarakat, yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan

aturan-aturan yang telah disepakati bersama.

Banyak kita jumpai adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari contohnya adat

perkawinan, adat berkeluarga, adat bertutur sapa, adat penabalan, adat memberi gelar,

dan lain-lain. Tentu saja adat itu tidak bertentangan dengan norma-norma tertentu.

74

Dalam konteks zapain, maka kesenian Islami ini sebenarnya juga berkait

dengan adat M elayu, walau asal-usulnya dari Yaman Arab. Adat M elayu ini tercermin

dalam aktivitas, yaitu penggunaan kain songket, pakaian M elayu, dan ajaran-ajaran

adat M elayu dalam seni zapin. Begitu juga dengan pantun-pantun dan teks yang

mengandung ajaran adat Melayu.

2.6 Kesenian

2.6.1 Seni Musik

M enurut Goldswortthy (1979:42-3) ragam atau genre budaya musikal etnik

M elayu pesisir Timur Sumatera Utara dikelompokkan pada tiga masa yaitu: Pra-

Islam, Islam, dan Portugis. Jika dilihat secara seksama dan mendalam, klasifikas i

ragam ini memiliki beberapa kelemahan, misalnya suatu genre musik tidak semuanya

mencerminkan gaya pada masa Pra-Islam, Islam, atau Portugis, bisa saja semuanya

berpadu dalam suatu genre musik.

M enurut T. Luckman Sinar musik M elayu di bagi menjadi tiga golongan,

yaitu: (1) M usik asli: seperti nyanyian, dan tetabuhan yang di lakukan oleh dukun atau

pawang ataupun lagu-lagu tertentu di dalam musik nobat Diraja, nyanyian kematian.

(2) Musik tradisional: seperti yang di mainkan di dalam mengiringi teater makyong,

menora, rodat, silat, serta zapin. (3) M usik modern: seperti musik yang

mempergunakan alat-alat musik Barat, meskipun lagu yang dipakai lagu M elayu asli

dan begitu juga tari yang mengiringnya.

75

Sesuai dengan keberadan etnik M elayu yang memiliki beberapa negara

kawasan, begitu juga dengan kebudayaan musiknya yang beragam dan bervarisai yang

mengalami proses transformasi sosial budaya. Kehidupan musikal etnik M elayu Di

pengaruhi oleh kurun waktu yang cukup panjang, seperti uraian beikut ini.

2.6.2 Masa Animisme

Sebelum datangnya pengaruh dari Hindu, islam dan barat, Etnik M elayu sudah

meiliki konsep musik tersendiri, baik tangga nada atau ritme. Sebelum datangnya

pengaruh tersebut, dapat di lihat dari kajian sistem musik M elayu yang menggunakan

suara dengan sebutan sepertimersik, garau, garau alang, dan pekak, yang merupakan

suatu ide yang mencakup pengertian nada dengan karakteristik tertentu pada masa itu.

Sesuai dengan konsep musik tentang r itme, pada masa animisme umumnya di

sebut dengan rentak, mengandung pengertian pola-pola ritme, motif, ritme, durasi,

onomatopeik atau tiruan bunyi dan lain-lain. Unsur-unsur rreligi-animisme juga

terkandung dalam kebudayaan nusikal etnik M elayu, yang dapat dilihat dari

pengguanaan masyarakatnya, seperti musik pada wayang kulit misalnya, dimainkan

pada saat selesai menuai padi yang telah mendapat hasil padi yang melimpah ruah,

sebagai ucapan terima kasih etnik Melayu kepada kuasa-kuasa ghaib.

Upacara-upacara religi lainnya berbau animisme yang menggunakan unsur-

unsur musikal dalam aktifitasnya adalah upacara mengambil manisan lebah, musik dan

tari menghadap rebab (two-string long neck lute) yang digunakan pada teater

76

makyong, bertujuan untuk menghormati rebab yang di anggap mengandungi kuasa

gaib.

Seperti apa yang dikatakan oleh oleh Nasuruddin (1977:162) musik etnik

M elayu awalnya berasal dari musik masyarakat primitif yang memilki religi animisme.

David J. Goldworty (1979:42-43) mengklasifikasikan musik ini kepada musik pra-

Islam. Lebih kanjut, menurut Nasaruddin, musik yang berasal dari animisme ini,

digunakan untuk teater wayang kulit, makyong (seperti yang disebut di atas), menhora,

mendu, bangsawan, dan lainnya.

2.6.3 Masa Hindu

Agama Hindu pertama kali di perkirakan masuk ke Asia Tenggara sejak akhir

abad ke-2 Masehi yang dibawakan oleh orang-orang India dan Asia Tenggara.

M enurut Hall (1968:12) hubungan antara orang India dengan orang di Asia Tenggara

telah lama terjadi, sejak zaman prasejarah. Daerah Asia Tenggara merupakan bagian

yang penting sebagai route perdagangan antara India dan Cina. Sumber-sumber

kesejarahan dari Cina menyebutkan bahwa masyarakat M elayu Sumatera juga

memainkan peranan penting dan menjadi pionir dalam hubungan perdagangan ini

(Hall 1968:13, 19 )

Dilihat dari struktur musik etnik M elayu banyak di pengaruhioleh mus ik

Hindu, yang dapat dilihat pada penggunaan tangga nada musik India yang secara

umum seperti raga, dengan menggunakan improvisasi atau varisasi melodi yang

disebut dengan patah lagu, gerenek,cengkok, di India yang disebut kampita.

77

M enurut Sinar (1986:14) , genre musik dari budaya Hindu yang diserap oleh

etnik M elayu adalah musik chalti, yang menggunakan alat musik Harmonium, biola

dan tabla. Rentak chalti selalu dibawakan oleh orkes-orkes M elayu dan para seniman

serba bisa seperti P. Ramlee, dan seniman lainnya. Ada juga kesenian hadrah yang

memakai konsep Islam, dan pengaruh India terdapat pada pengguanaan teksnya yang

memakai bahasa Hindustani, seperti pada lagu Pari Melayang, Cempa Vella, dan

Kutum Marogi yang dideskripsikan oleh Nasaruddin di Perlis.

2.6.4 Masa Islam

Pada masa iini terdapat unsur-unsur kesenian Islam yang terdapat di kawasan

Pesisir Timur Sumatera utara antara lain: zikir, berzanji, marhaban, rodat, ratib,

hadrah, nasyid, dan sebagainya. Sedangkan dalam budaya musik, dapat kita lihat dari

segi alat musik yang khas dengan budaya Islam anatara lain: rebab, biola, gendang,

nobat, nafri, serunai dan sebagainya.

Sedangkan konsep musik yang di pakai juga diserap oleh etnik di Pesisir

Timur Sumtera Utara ini memakai sistem akulturasi dan enkulturasi dalam mus ik

Islam. Seperti maqam yang mereka serap sebagai dasar perkembangan melodi musik-

musik Islam seperti rast, bayati, husaini, hijaz, yaman hijaz, sikahira, ushaq, dan

sebagainya.

Di Pesisir Timur Sumatera Utara konsep-konsep musik Islam dalam teori dan

praktik nya mereka serap dari dari budaya Islam lainnya. Hal ini merupakan penerapan

dari konsep bahwa sesama musilim diseluruh dunia adalah bersaudara.

78

2.6.5 Masa Pengaruh Eropa

Budaya Barat masuk ke dalam kehidupan etnik M elayu yaitu sejak Portugis

menaklukkan M elaka pada tahun 1511. Sejak saat itu masyarakat M elayu mengadopsi

berbagai unsur kebudayaan Barat melalui alat-alat musik anatara lain: akordion, biola,

saksofon, ukulele, gitar akustik, dan berbagai alat musik elektronik antara lain :

keyboard, piano electrik, gitar elektrik, dan lainnya.

2.7 Seni Tari

Fungsi tari tidak bisa terlepas dari kebudayaan dan peradaban manusia.

Apabila kebudayaan dan peradaban bisa berubah demikinalah dengan fungsi tari.

Fungsi tari bisa berubah, karena arti tari bagi masyarakat pendukungnya berubah.

M elalui seni tari kita bisa menilai tingakt peradaban pada suatu bangsa serta kadar

komunikasi antar sesamanya

Sejalan dengan fungsinya, tari memiliki nilai, sebagai pengikat rasa persatuan

karena didalamnya terdapat nilai spiritual komunal yang dapat mengikat masing-

masing pribadi ke dalam suatu kelompok.

M enurut Tengku Lah Husni (1995) bahwa secara taksonomis, tari Melayu

Pesisir Timur Sumatera Utara, dapat di klasifikasikan ke dalam tiga konsep gerak

yaitu: (1) tari, merupakan gerak yang dilakukan oleh lengan dan jari tangan, (2)

tandak, yaitu gerak yang dilakukan oleh wajar, leher, lengan, jari tangan dan kaki. (3)

79

lenggang yang berupa gerakan lenggok atau liuk pinggan dan badan yang disertai

ayunan tangan dan jari. .

Seperti apa yang dikatakan oleh M ohd Anis Noor bahwa salah satu aspek

terpenting dalam mengekspresikan gerak dalam tari tradisional M elayu berdasarkan

kepada kehalusan budi dan pekerti orang Melayu itu sendiri yang berdasarkan estetika

masyarakat pendukungnya.

Tari Melayu dapat di kategorikan ke dalam berbagai jenis antara lain:

1. Tarian yang bercorakkan kalangan istana yang di persembahkan pada waktu

acara pekhawinan, penabalan, acara pelantikan raja-raja dan sebagai nya,

misalnya tarian mak inang inang, siti payung dan sebagainya.

2. Tarian yang di pengaruhi oleh unsur-unsur Arab dan Persia misalnya: hadrah,

rodat dan zapin.

3. Tari yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat misalnya :

Ronggeng, dondang sayang, serampang laut, dan joget.

4. Tarian yang berhubungan dengan bernbagai kegiatan khususnya dalam mata

pencaharian, misalnya: ahoi (mengirik padi), lukah menari (untuk menangkap

ikan), gubang (tarian yang mengekspresikan permohonan kepada tuhan untuk

mendapat kan angin agar mereka dapat berlayar)

5. Tarian yang berkaitan dengan olah raga misalnuya pancak silat.

6. Tarian yang di pergunakan dalam teater seperti makyong, mendu, dan

sebagainya, dan lain-lain

80

Tari M elayu meiliki tiga repertoar utama antara lain: tari senandung, mak

inang, dan lagu dua. Dalam kebudayaan Melayu itu sendiri, M elayu memiliki berbagai

jenis tarian baik tarian yang masih asli ataupun tarian yang yang telah di pengaruh

oleh unsur-unsur modern. Seperti apa yang dikatakan oleh Jaafar Mampak tarian

M elayu asli di bagi menjadi dua jenis yang pertama bercorak lemah lembut seperti

mak inang, siti payung, dan lain-lain. Yang kedua adalah tarian rancak yang

merupakan hasil pengaruh dari tarian Portugis antara lain ronggeng, serampang laut

dan lain-lain. Tarian M elayu sebagai kebudayaan pesisir telah mengalir menelusuri

pantai Nusantara, ibarat pengantar komunikasi ras yang merata.

2.8 Seni Teater atau Drama tradisional

Teater tradisional M elayu mencermikan berbagai warisan budaya orang

M elayu, ia juga menggambarkan bagaimana kegemilangan kehidupan istana dan

keunikan cara hidup rakyat biasa pada masa dahulu. Teater tradisonal M elayu pada

ketika itu tidak saja berfungsi sebagai sarana hiburan akan tetapi juga sebagai saluran

untuk menyampaikan nilai dan norma hidup diantara dunia nyata dengan dunia ghaib.

Ada bebrapa maacam jenis teater atau drama tradisional M elayu antara lain seperti

yang diuraikan berikut ini.

2.8.1 Teater Makyong

M akyong merupakan teater tradisonal Melayu yang terdapat di Sumatera

Timur, dan juga di M alaysia. M akyong meiliki unsur- unsur didalamnya. Makyong

81

berangkat dari seni tari rakyat seperti joget, tandak, dan ronggeng M elayu. Beberapa

pendapat mengatakan bahwa ronggeng berfungi tidak hanya semata sebagai pelipur

lara, melainkan memiliki makna spiritual.

Seperti apa yang dikatakan oleh Mubin Sheppard (1974), kesenian makyong

jika di hubungkan dengan namanya adalah bentuk kesenian yang dikaitkan dengan

bentuk pemujaan Ma’ Hyang atau the Mother Spirit yang sebetulnya merupakan

bentuk pemujaan masyarakat yang berkebudayaan padi dan beras, ini dapat di kaitkan

dengan Dewi Sri yang sudah kita kenal sebagai dewi padi. Di samping itu kata Hyang

mengingatkan kita pada Sang Hyang yang kita jumpai pada kebudayaan Hindu di Bali

dan orang Dayak di Kalimantan Tengah. Dengan demikian dapat di mengerti bahwa

di dalam kesenian makyong terdapat nilai spiritual, tapi tak pernah disadari dan

dikembangkan untuk kegunaan masa kini.

Persembahan makyong biasanya dibuka dengan lagu menghadap rebab yang

diikuti dengan tarian, lakonan dan musik pendukung. M akyong ini banyak di perankan

oleh kaum wanita dan ceritanya berasaskan cerita rakyat tradisi denagn watak raja,

dewa dan pelawak. Alat musik yang digunakan dalam tetaer ini adalah rebab, gendang

dus sisi, dan tetawak.

2.5.1 Teater Menora

Teater menora berasal dari Siam Selatan yang di dalamnya terdapat unsur

Budisme. Teater Menora merupakan kebalikan dari dari makyong, pada menora ini

semua pemain adalah laki- laki atau diperankan oleh seorang banci yang cantik dengan

82

rambut panjang yang terurai. M enurut Abdul Samat yang beraasal dari Siam Selatan,

bahwa menora merupakan nama pahlawan dalam cerita-cerita Jatataka yang bernama

M anchara.

2.5.2 Teater Mendu

M erupakan teater tradisonal M elayu yang oleh sementara pihak menanggap

bahwa kesenian ini diilhami oleh Wayang Farsi yang dibawa oleh orang India ke

jajahan Inggris di Penang pada tahun 1870-an, yang mulanya memakai bahasa India,

kemudian membawa cerita-cerita yang bersasal dari Persia dan Timur Tengah.

Jumlah pemain dalam teater ini sedikitnya sebanyak 44 orang yang utama

adalah: Raja M ajusi, 3 orang M entri pendampingnya yaitu Raja Beruk, Raja

Laksemanik, Raja Langkadura, yang masing-masing dengan tiga mentri

pendampingnya pula. Kemudia ada lagi anak muda (Dewa M endu), Angkara Dewa,

dan Semadu Dewa. Sedangkan pemain wanita dalah Siti M ahadewi dan permaisuri

dan banyak lagi. Ketika setiap penggalan cerita akan dimainkan melaului madah yaitu

prolog yang mengai cerita yang akan dimainkan yang di pimpin oleh Syekh yang

bertindak sebagai sutradara.

Pertunjukan teater M endu ini dimulai dengan Ladun, semacam tarian

melingkar seperti randai, menari keliling sambil bernyanyi bersama-sama. Selesai

berladun dan beriwayat, kemudian barulah mereka melakonkan cerita, yang biasanya

ceritanya di penggal-penggal dalam beberapa episode.

83

Alat musik yang dipakai dalam teater ini rebab, dua buah gendang panjang,

tetabuhan, gong, breng-breng, dan vokal. Sebelum pertunjukan di mulai ada juga

upacara mantra dan tepung tawar untuk mengusir roh dab hantu. Jembalang Tanah.

Teater mendu ini berkembang di Sumtera Timur sejak abad ke-20.

2.5.3 Teater Bangsawan

Dari teater Mendu, maka lahirlah opera Melayu yang lebih ke arah modern

yang disebut Bangsawan atau Dul M uluk. Nama Dul M uluk itu sendiri yaitu

merupakan pimpinan rombongan teater bangsawan yang mula-mula datang ke daerah

Stambul pada tahun 1890-an. Sedangkan nama Bangsawan berasal dari kata bangsa

dan wan, yang berari ingin mengetengahkan kepahlawanan orang berbangasa. M asa

kejayaan teater ini antara tahun 1920-1935.

Dalam teater ini terdapat peran-peran utama antara lain: (1) Sri Panggung

Wanita (2) Anak Muda atau Hero, (3) Pelawak (komedian), (4) Jin Afrit yang jahat.

Cerita ini dipenuhi dengan tarian dan nyanyian. Terutama pada Sri Panggung wanita

dan anak muda haruslah berparas cantik, tampan dan pandai bernyanyi pula. Di

samping itu, dalam teater ini harus memiliki layar atau background panggung yang

berbeda-beda antara lain: layar pemandangan hutan, interior istana, rumah gubuk,

pemandangan taman, scene jalan raya, dan sebagainya. Para pelakon juga akan

memakai kostum yang berbeda sesuai dengan watak dan lakon yang diperankan.

Cerita-cerita Bangsawan yang sangat terkenal pada masa itu adalah Jula Juli Bintang

Tiga, Siti Zubaidah, Gul bakuali, dan lain-lain.

84

Uniknya pada teater ini tidak melibatkan menggunakan skrip atau naskah, para

pelakon hanya menuturkan dialog-dialog secara spontanitas dan ada kalanya

melakukan impropisasi sesuai dengan jalur cerita yang diarahkan oleh sutradara. Itulah

yang mebuat daya tarik utama penonton untuk menonton pementasan tersebut.

Karena teater ini merupakan persembahan gabungan antara drama tradisional

dengan modern, begitu pula dengan alat musik yang dipakai antara lain: Gendang

ronggeng, biola, akordion, saksofon, drum, untuk mengiringi nyanyian. Teater ini

begitu populer dan banyak diminati oleh berbagai kalangan masyarakat.

Di antara teater-teater tradisional Melayu ini, dalam berbagai tempat ceritanya,

adakalanya menyisipkan lagu-lagu zapin. Berdasarkan pengaaman berkesenian

penulis, teater makyong di Serdang dan Deli menyisipkan lagu zapin Serdang dan

Zapin Deli.

2.9 Bahasa

Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap

manusia yang dipakai masyarakat sebagai alat komunikasi. Di dalam komunikasi itu

terdapat kaidah, aturan, dan pola-pola yang di bentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk

dan tata kalimat. Bahasa juga merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan

manusia , karena tanpa adanya bahasa, manusia tidak akan dapat berkomunikasi antara

sesamanya.

Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa M elayu yang sejak

zaman dahulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan ( lingua franca),

85

Rumpun bahasa Melayu sangat tersebar luas meliputi berbagai kawasan di Asia

Tenggara. Bahasa-bahasa suku bangsa di Indonesia termasuk bahasa Melayu, dalam

khanazah kebahasan umumnya disebut dengan bahasa Nusantara. Bahasa Melayu

dahulu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antar suku di Nusantara dan dipakai

sebagai bahasa perdagangan. Sejarah bahasa M elayu dapat kita lihat dari penemuan

naskah-naskah M elayu Kuno.

Bahasa M elayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa teruma bahasa

Sansakerta, bahasa Persia, dan bahasa-bahasa Eropa. Selanjutnya oleh para Pemuda

Indonesia yang pada saat itu tergabung dalam suatu organisasi pemuda,

mengangakat bahasa M elayu menjadi bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan,

yang tertuang dalam Sumpah Pemuda pada tahun 1928.

Dalam bahasa M elayu, ada beberapa pokok mengenai kajian latar belakang,

sistem dan keberadaan linguistik bahasa Melayu yaitu sebagai berikut:

1. Bahasa Melayu merupakan alat untuk mengekspresikan harapan, kehendak, cita-

cita dan sebagainya, baik mengenai alam maupun lingkungan sekitar.

2. Bahasa Melayu jika dilihat dari sudut pandang falsafah, diklasifikasikan sebagai

bahasa yang memiliki dasar atau akar mitologis (mytological root/descent) yaitu

bahasa yang bercirikan bahasa tradisi dan bahasa yang memiliki pesan-pesan

moral serta keadaan yang Islami.

3. Di dalam bahasa M elayu terdapat hubungan akrab saling ketergantungan antara

bahasa dengan budaya, adat-istiadat dan tradisi M elayu.

86

4. Bahasa Melayu berfungsi sebagai salah satu penanda utama budaya Melayu

(principal marker) melalui bahasa M elayu dimensi konkrit budaya M elayu dapat

diekspresikan atau dengan kata lain dapat difungsikan sebagai pengungkap

solidaritas dan identitas kelompok.

5. Bahasa Melayu dianggap sebagai suatu sistem arbitrer (terdapat hubungan antara

makna dengan bentuk) yang pada perkembangannya memiliki variasi eksternal dan

internal. Secara eksternal terdapat variasi ujaran pada fonem tertentu, maupun beda

kata untuk makna leksikal yang sama. Contoh : kata alhamdulillah lebih

dibudayakan dari pada terima kasih, dan assalamualaikum lebih dianjurkan dari

pada mengucapkan selamat pagi/siang/malam.

6. Budaya, adat-istiadat dan tradisi Melayu memprioritaskan untuk seseorang

berharkat, bermartabat dan berterima oleh keluarga dan masyarakat sekitarnya.

Penekanan tercermin dalam ungkapan sebagai pembina kepribadian seseorang

(mode of action) dan bahasa Melayu berperan sebagai media penyampaian pesan-

pesan moral berlandaskan ajaran agama dan adat-istiadat yang bernuansa

keIslaman.

7. Penggunaan bahasa Melayu memiliki pilihan kata dan ungkapan pemeliharaan

tutur kata secara lembut. Sikap berbahasanya selalu berlandaskan dengan

memprioritaskan kesopansantunan dan seringkali diiringi gerak kinetik (suatu

syarat yang berhubungan atau merupakan hasil gerak tubuh).

8. Bahasa juga memiliki makna yang sama seperti bahasa lainnya, Dalam hal

peringkat sinonim, hiponim, polisemi, dan antonym. Contohnya : kata molek, pada

87

peringkat sinonim sejajar dengan kata seperti cantik, menarik dan syur. Akan

tetapi variasi penggunaannya disesuaikan dengan konteksnya, contoh : “Empuan

tu molek” hanya dapat bervariasi dengan cantik dan menarik. Namun demikian,

berbeda konteksnya dengan kata syur karena dalam konteks “Empuan tu syur”

maknanya akan bergeser menjadi membangkitkan selera.

9. Bahasa Melayu juga memiliki pemahaman tersendiri dari sudut penanda beda jenis

kelamin (gender marker) dalam istilah kekerabatan. Bagi masyarakat M elayu kata

kekerabatan ditentukan kedalam beberapa spesifikasi yaitu :

a. Penanda berdasarkan urutan kelahiran (birth order) seperti (U) lung, (Te) ngah,

Tok Ucu (Bungsu) sehingga terdapat pembentukan seperti Bah Lung, Wak

Uteh, Tok Ucu, dan sebagainya.

b. Penanda berdasarkan nama singkatan seseorang contoh: Ban Am (Aban Amin),

Wak Ucup (Wak Yusuf), Tok Zen (Atok Zainal).

c. Penanda berdasarkan bentuk fisik atau warna kulit contoh: Tok Tam (Atok

Hitam), Wak Endek (Wak Pendek), dan sebagainya.

d. Penanda berdasarkan nama tempat, baik tempat kelahiran daerah asal, tempat

tinggal sebenarnya dan sebagainya, contoh : Wak Simpang (Wak dari Simpang

Tiga).

10. Bahasa Melayu memiliki untaian kata, ungkapan, petatah-petitih baik secara lisan

maupun tulisan yang biasa diungkapkan dalam bentuk pantun untuk

menyampaikan pesan moral dan etika bagi seseorang untuk bermanis budi bahasa,

indah budi pekerti dan memiliki rasa pengendalian diri.

88

Contoh:

Jangan suka mematahkan parang,

Tangan luka gagangnya rusak,

Jangan suka menyusahkan orang,

Tuhan murka orang pun muak.

Dari latar belakang bahasa M elayu di atas, maka dapat dilihat ekspresi bahasa

tersebut di dalam sistem sosial yang menggambarkan psikologis orang M elayu yang

terkait dengan cakupan emosi, estetika, alasan moral, logika dan rasionalisme yang

salin terjalin erat (Luckman 2002:111)

Seni zapin karya-karya Zul Alinur, kesemuanya menggunakan bahasa Melayu,

dibumbui dengan beberapa diksi yang berasal dari bahasa Arab. Dengan demikian

lagu-lagu karya Zul Alinur ini lebih mengekspresikan budaya dan baasa Melayu,

khususnya yang berdasar kepada kawasan M elayu Sumatera Utara.

2.10 Upacara-upacara

M asyarakat M elayu memiliki banyak sekali upacara-upacara tradisional yang

masih didijalankan sampai sekarang ini. Upacara tradisional M elayu itu meliputi

keseluruhan siklus kehidupan orang M elayu itu sendiri yang di mulai sejak dalam

kandungan, kelahiran, anak-anak, remaja, dewasa, berumah tangga hingga meninggal

dunia. Biasanya dalam menjalankan upacara-upacara tradisional, masyarakat Melayu

mengundang sanak saudara, kerabat dekat, jiran tetangga, dengan jamuan makan

89

bersama. Itu semua di atur oleh adat yang telah di sepakati oleh petuah Melayu

terdahulu dan tata nilai luhur, yang kemudian di wariskan secara turun menurun

hingga samapi sekarang.

Adapan upacara-upacara tradisional melayu antara lain:

a. Pada saat anak lahir,

b. Turun ke sungai, bercukur, dan mengayun,

c. Berkhatan atau sunat Rasul,

d. Penabalan putera mahkota (Tengku Besar),

e. Upacara Pernikahan,

f. Upacara-upacara untuk melakukan perkerjaan baik berburu, menanam padi,

dan mencari ikan, dan lain-lain.

Dalam konteks sejarah Islam, seni zapin paling sering digunakan untuk

memeriahkan suasana pesta perkawinan. Upacara pesta perkawinan adat M elayu ini

menggunakan beberapa tahapan seperti, merisik, meminang, mebghantar pengantin,

hempang batang, hempang kipas, hempang pintu, bersanding, mandi bedimbar, dan

lainnya. Zapin biasanya menjadi bahagian dari upacara utama pernikahan adat Melayu.

Selain itu zapin juga digunakan untk upacara khitanan, menyambut hari besar Islam,

meyambut tetamu, dan lainnya. Dengan demikian zapin menjadi bahagian yang

integral dalam adat Melayu.

90

2.11 Minangkabau

Ibu Zul Alinur, yang bernama Rosmiar, adalah seorang ynag bersuku (etnik)

M inangkabau. Bagaimanapun dalam diri Zul Alinur mengalir darah dan jiwa

M inangkabau. Selain itu, dalam rangka menapaki dunia kesenian, Zul Alinur awalnya

masuk ke dalam sanggar seni M inangkabau di Medan, yaitu Sanggar Tigo Sapilin,

yang dipimpin oleh Bapak Abu Bakar Sidik, yang juga sebagai orang M inangkabau,

yang lahir dan besar di Kota M edan (selanjutnya lebih rinci lihat di Bab IV bahagian

biografi).

M enurut keterangan Zul Alinur sendiri, berbagai konsep budaya M inangkabau

diterapkan dalam kehidupannya dan juga diaplikasikan ke dalam seni yang

ditekuninya. Termasuk juga dalam seni zapin yang diciptakan atau dikreasikannya. Ia

mengamalkan filsafat budaya M inangkabau seperti alam takambang manjadi guru,

yang juga dilandasi ajaran Islam bahwa manusia harus selalu membaca (iqra’)

sekelilingnya secara mikrokosmos maupun makrokosmos.

Zul Alinur juga belajar bahasa dan budaya M inangkabau, terutama kepada

guru awalnya yaitu Hazijar. Dari beliau ini pula Zul Alinur belajar bermus ik

M inangkabau dan budaya Minangkabau secara umumnya. Zul Alinur juga belajar teori

musik dari Uda Hajizar. Oleh karenanya, Zul Alinur dapat menulis ciptaannya dengan

menggunakan notasi angka seperti yang diajarkan Hajizar. Dalam menggarap dan

menciptakan lagu-lagu zapin, Zul Alinur juga memasukkan unsur-unsur musik

91

M inangkabau seperti memasukkan alat musik dol dan beberapa gaya musik

M inangkabau, seperti gariniak, harmoni, dan pantun-pantunnya.

Berdasarkan hal-hal di atas, maka alangkah baiknya dideskripsikan latar

belakang budaya Minangkabau. Begitu juga interaksi dan hubungan antara budaya

M inangkabau dan Melayu, sebagai latar belakang kehidupan Zul Alinur.

M enurut Adam, daerah suku bangsa M inangkabau ditandai dengan

masyarakatnya yang menganut adat-istiadat M inangkabau, yang umumnya bermukim

di Pulau Sumatera bahagian tengah, meliputi Provinsi Sumatera Barat (tidak

termasuk Mentawai), sebahagian hulu sungai Rokan, Kampar, dan Kuantan di

Provinsi Riau, Batang Tebo, dan M uara Bungo di Provinsi Jambi serta hulu sungai

M erangin dan M uko-muko di Provinsi Bengkulu (Boestanoel Arif in Adam, 1970).

Penghulu mengatakan bahwa daerah M inangkabau terdiri dari: (1) darek,

(2) pasisie, dan (3) rantau. Secara tradisonal, masyarakat M inangkabau

mempunyai dua wilayah pemerintahan adat. Pembahagian ini disesuaikan dengan

kondisi masa Kerajaan Pagaruyung masih berdiri, yaitu luhak dan rantau. Daerah

darek dikenal sebagai luhak nan tigo yang terdir i dari: (1) Luhak Tanah Data, (2)

Luhak Agam, dan (3) Luhak Limo Puluah Koto. Ada keterkaitan erat di antara

luhak dan rantau (Penghulu 1978:12).

Berdasarkan mitologi yang terdapat di dalam tambo M inangkabau, pada

mulanya luhak hidup secara berkelompok pada daerah-daerah kecil yang bersifat

kesatuan teritorial, bernama nagari. Nagari-nagari inilah yang merupakan daerah

92

asal penduduk rantau. Setiap nagari sekurang-kurangnya ditempati oleh empat

suku (klen) yang terdiri dari Bodi, Chaniago, Koto, dan Piliang.

Orang-orang M inangkabau mempunyai mitos yang menceritakan bahwa

mereka berasal dari puncak gunung M erapi, seperti yang dikemukakan Junus:

Umumnya orang Minangkabau mencoba menghubungkan keturunan mereka dengan suatu tempat, yaitu Periangan Padang Panjang. M ereka beranggapan bahwa nenek moyang mereka berpindah dari tempat itu dan kemudian menyebar ke daerah penyeberangan yang ada sekarang. Hal ini mungkin dapat dihubungkan dengan dongeng tentang nenek moyang orang M inangkabau yang berasal dari gunung Merapi ketika gunung itu masih kecil (Umar Junus 1971:241).

Adat istiadat M inangkabau, sebagaimana pula M elayu, terdiri dari empat

klasifikasi: (1) adat nan sabana adat, (2) adat nan diadatkan, (3) adat nan taradat,

dan (4) adat istiadat. Konsep adat mereka, sebagai landasan tertinggi adalah

syariat Islam, seperti konsep: adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah, syarak

mangato, adat mamakai (Penghulu 1978:105).

Ciri khas budaya M inangkabau adalah sistem sosial kemasyarakatan

yang berdasar pada garis keturunan ibu (matrilineal). Inilah yang biasanya

dianggap sebagai salah satu unsur yang memberi identitas kepada kebudayaan

M inangkabau terutama yang dipopulerkan oleh roman-roman Balai Pustaka, pada

awal abad kedua puluh.

Orang M inangkabau sering merantau, yaitu bermigrasi ke rantau. Istilah

rantau boleh d iartikan sebagai dataran rendah atau daerah aliran sungai (Mochtar

Naim 1984:2), sebagai tempat orang M inangkabau mencari nafkah dengan

93

meninggalkan kampung halaman yang terletak di dataran tinggi. Akan tetapi, kini

istilah rantau tidak hanya terbatas kepada daerah rendah atau daerah aliran sungai,

melainkan juga sudah berkonotasi dengan daerah luar kampung halaman mereka.

Kebiasaan merantau ini sangat besar pengaruh dan peranannya dari segi sosial dan

ekonomi masyarakat M inangkabau.

Unsur-unsur pokok yang dikandung kata merantau adalah meninggalkan

kampung halaman, dengan kemahuan sendiri, dalam jangka waktu yang lama atau

tidak lama, untuk mencari tingkat ekonomi yang lebih baik, menuntut ilmu,

atau memperluas pengalaman. Pada saatnya mereka pulang. Merantau adalah

bahagian dari budaya M inangkabau. Orang yang merantau bukan meninggalkan

susunan sosial, tetapi untuk memperkuatnya. Bermukim di rantau hanya salah satu

cara untuk mencari tujuan. Para migran di rantau diharapkan menemukan identitas

sendiri, dalam menghadapi pelbagai kebudayaan dan susunan sosial lain. Para

perantau dari M inangkabau biasanya lebih menyadari akan pentingnya

kerukunan, senasib, dan sepenanggungan, dibanding mereka yang berada di

kampung halaman (Mochtar Naim 1984:3).

M igrasi orang M inangkabau ke Sumatera Timur (Sumatera Utara sekarang),

baharu mulai pada akhir abad kesembilan belas, ketika perkebunan-perkebunan

besar asing mulai dibuka (M ochtar Naim 1984:97). Kebanyakan mereka bukan

bekerja sebagai buruh perkebunan, melainkan menjajakan barang dagangannya dari

perkebunan yang satu ke perkebunan yang lain, atau menetap di kota-kota di

Sumatera Timur untuk berdagang. Sesudah Revolusi Kemerdekaan berakhir, arus

94

migrasi orang M inangkabau bertambah dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan

dengan sebelumnya. Terutama sewaktu berlangsungnya pemberontakan PRRI

(Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) terjadi arus migrasi yang paling besar

(M ochtar Naim 1984:97). Dalam konteks ini, ibundanya Zul Alinur merantau ke

wilayah Deli pada pertengahan abad kedua puluh dan berjodoh dengan ayahnya

seorang M elayu dari Batubara. Kawasan Batubara ini sendiri sejak awal menjadi

daerah baru orang-orang Minangkabau sejak zaman Pagarruyung. Bahkan nama-nama

kawasan di Batubara juga memperuat adanya hubungan dengan M inangkabau, seperti

Kota Lima Puluh, Lima Laras, Luhak, dan lain-lainnya.

Jika kita lihat jenis pekerjaan perantau Minangkabau, yang dominan adalah

pedagang eceran sampai grosir, usaha penjahitan, rumah makan M inangkabau/

M elayu, menjajakan sate Padang, industri kerajinan pakaian jadi; yang bersaing

dengan orang Tionghoa atau menggantikan kedudukan orang Cina yang sudah

naik tingkat ekonominya. Selain pekerjaan-pekerjaan itu, usaha percetakan, usaha

penerbitan, tokoh buku, toko alat tulis, dan bidang kewartawanan ditangani oleh

orang M inangkabau dalam persentase yang lebih tinggi, terutama sebelum perang

kemerdekaan. Pegawai tinggi, guru-guru sekolah, dosen, serta mahasiswa di

Sumatera Utara banyak daripada Sumatera Barat. Oleh kerana perkembangan

pendidikan di Sumatera Barat mendahului daerah Sumatera Timur di bawah

pemerintahan Hindia-Belanda, maka para migran Sumatera Barat diterima di

kantor-kantor pemerintah atau usaha-usaha swasta sebagai pegawai, guru, juru tulis,

ahli mesin, dan sebagainya.

95

Dalam pergerakan kebangsaan (nasionalisme), orang M inangkabau

memainkan peranan penting di rantau. Hal ini kerana mereka tinggi kesedarannya

atas agama Islam dan giat menggabungkan diri ke dalam organisasi sosial dan partai

politik yang progresif, terutama di M uhammadiyah dan M asyumi. Kini berubah ke

dalam Partai Amanat Nasional atau Partai Matahari Bangsa.

Para perantau M inangkabau di Sumatera Timur berkelompok pula menurut

tempat asalnya seperti sekampung, seluhak seperti wilayah Pariaman, M aninjau,

Batu Sangkar, Pasaman, dan lain-lain. Bertujuan demi menanggulangi masalah yang

bersangkutan dengan kerukunan dan adat mereka.

Orang-orang M inangkabau dan Melayu sejak awalnya juga sadar tentang

persamaan-persamaan budaya mereka. Daerah Negeri Sembilan di Semenanjung

M alaysia termasuk ke dalam daerah rantau M inangkabau. Bekas Yang di-Pertuan

Agong M alaysia, Tuanku Za'farsyah, adalah keturunan M inangkabau. Tidak jarang

pula orang M inangkabau menyebutkan dirinya sebagai Melayu M inangkabau.

Diperkirakan orang-orang M elayu Deli, Serdang, dan Langkat berasal dari

pembauran etnik Minangkabau serta Johor (Ratna 1990:45).

Bukti lain adanya hubungan di antara M inangkabau dengan M elayu Sumatera

Utara ini dapat dilihat dari dialek yang dipergunakan oleh masyarakat M elayu di

Asahan dan Batubara Sumatera Utara mirip dengan bahasa M inangkabau. Selain

itu nama-nama tempat di Batubara dan Asahan ada yang sama dengan nama-nama

tempat di Minangkabau, seperti Lima Laras, Pesisir, dan Kota Lima Puluh.

96

Para seniman dan intelektual tari tradisi dan garapan baru Melayu

Sumatera Timur banyak juga yang berasal dari etnik M inangkabau, seperti Dra.

Delinar Adlin, Syainul Irwan, S.H., M .Si.; Yusnizar Heniwaty, SST., M.Hum.; Arifni

Netriroza, SST., M.A.; dan lainnya. Bahkan seorang pengusaha Minangkabau di

M edan, yang mengelola Hotel Garuda Plaza di Jalan Si Singamangaraja, memasukkan

musik ronggeng sebagai salah satu acara hiburannya. Lagu dari M inangkabau yang

populer bagi masyarakat Sumatera Utara, yang dipergunakan pada seni ronggeng

M elayu adalah lagu Haji Lahore dan Babendi-bendi.

Dengan demikian terjadi hubungan budaya dan darah anara etnik M elayu di

Sumatera Utara dengan etnik M inangkabau, terutama mereka yang telah tinggal dan

menetap di kawasan ini, dan kemudian menyerap dan menggunakan budaya Melayu

Sumatera Utara. Termasuk di antaranya Zul Alinur yang secara keturunan berdarah

M inangkabau dan Melayu sekali gus.

97

BAB III

GAMBARAN UMUM ZAPIN DI DUNIA IS LAM

DAN DI ALAM MELAYU

3.1 Zapin sebagai Kreativitas Seni Melayu

Etnik Melayu adalah etnik yang kreatif dalam menerima dan mengelola berbagai

unsur kebudayaan luar. Kebudayaan luar ini kemudian diadun sesuai dengan keperluan

peradaban Melayu sendiri. Ini merupakan bahagian dari proses akulturasi yang

dinamis. Selain itu, masyarakat Melayu juga inovatif dan kreatif dalam mengelola

kebudayaannya berdasarkan kemampuan yang datangnya dari dalam kebudayaan

M elayu itu sendiri. Proses ini dalam kajian antropologis lazim disebut dengan

inovasi. M elayu menjadi pelopor utama proses akulturasi dan inovasi budaya. Bahasa

M elayu telah lama dijadikan sebagai lingua franca (bahasa pengantar) dalam

pergaulan masyarakat Nusantara yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Menurut

penulis, ke masa depan sangat mungkin budaya Melayu akan menjadi cultura franca

di Nusantara ini.

Dalam situasi yang demikian, maka berbagai unsur budaya Melayu menjadi

milik bersama masyarakat Nusantara ini. Contohnya adalah pakaian M elayu, lagu

M elayu, musik M elayu, cara berpikir Melayu, zapin M elayu, dan lainnya. Teras

budaya yang dikonsepkan adat bersendi syarak dan syarak bersendi kitabullah juga

98

telah membuktikan bagaimana masyarakat M elayu membentuk adatnya berasas ajaran

Islam. Dengan demikian terjadi keselarasan antara agama dan adat dalam kebudayaan

M elayu. Islam yang datang dari Asia Barat maupun melalui Asia Selatan kemudian

diolah sesuai dengan keperluan-keperluan budaya M elayu di Nusantara ini. Hasilnya

adalah tamadun Islam yang unik, menarik, eksotik, dan khas di Alam Melayu.

Kemudian menyumbang kepada kebudayaan Dunia Islam. Akhirnya menjadi rahmat

kepada seluruh sekalian alam, rahmatan lil alamain. Artinya menjadi rahmat kepada

semua makhluk dan manusia (bukan hanya umat Islam saja).

Kesenian-kesenian yang kuat mengekspresikan peradaban Islam dalam

kebudayaan M elayu di antaranya adalah nasyid, kasidah, hadrah, rodat, barzanji,

marhaban, zikir, nazam, syair, dendang Siti Fatimah, ghazal, zapin, dan lainnya.

Zapin adalah salah satu genre seni Islam dalam kebudayaan Melayu yang awalnya

diserap dari tamadun Islam dari Timur Tengah, yang kemudian diolah menjadi khas

zapin M elayu. Zapin tardiri dari unsur seni tari, musik, teks, yang menyatu dalam

sebuah persembahan. Seni ini dalam kebudayaan M elayu difungsikan dalam berbagai

aktivitas yang umumnya berhubungan dengan aktivitas Islami seperti upacara

perkawinan, khitanan, festival, pesta budaya, hari besar agama Islam, dan lainnya.

Seni zapin ini terus hidup sampai sekarang, karena fungsi sosialnya dalam masyarakat.

3.2 Konsep Budaya dalam Islam

Zapin adalah bahagian dari budaya dan kesenian Islam. Dalam Islam, jika

dibicarakan istilah kesenian dan budaya, biasanya selalu merujuk kepada kandungan

99

makna pada kata-kata atau istilah yang sejenis, seperti: millah, ummah, tahaqafah,

tamadun, hadharah, dan adab. Istilah ini digunakan dalam seluruh kurun waktu

sepanjang sejarah Islam.

Istilah millah ( ), yang bentuk jamaknya milal ( ), terdapat dalam Al-

Qur’an, yang digunakan untuk merujuk keadaan kebudayaan yang berhubungan

dengan syariat Nabi Ibrahim Alaihissalam. Millah artinya adalah agama, syariat,

hukum, dan cara beribadah. Millah seperti yang disebutkan di dalam Al-Qur’an,

maknanya ditujukan umat Islam, atau golongan manusia yang suci, yang berpegang

teguh kepada agama Allah, serta mengamalkan sistem syariat, serta mereka yang

menjalankan tugas-tugas rohaniah dalam hidup dan peradabannya.

Selain itu, ada satu istilah lagi yang lazim digunakan dalam Islam, dalam

kaitannya dengan kebudayaan, yaitu ummah ( ). Istilah ini mengandung makna

sebagai orang-orang muslim dalam bentuk masyarakat kolektif. Istilah ini yang

pluralnya adalah umam digunakan dalam Al-Qur’an untuk menyebut umat Islam,

sebagai umat terbaik.

Artinya: “Kamu (wahai umat Muhammad) adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan bagi (faedah) umat manusia, (karena) kamu menyuruh berbuat kepada segala perkara yang baik dan melarang dari

100

segala perkara yang salah (buruk dan keji) serta kamu beriman kepada Allah (dengan sebenar-benar iman) dan kalaulah Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) itu beriman (sebagaimana yang semestinya), tentulah (iman) itu menjadi baik bagi mereka. (Tetapi) di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali Imran:110).

Kata lain yang maknanya merujuk kepada kebudayaan dalam Islam adalah

atahaqafah ( ), yang biasanya digabung dengan al-Islamiyah, artinya adalah

keseluruhan cara hidup, berpikir, nilai-nilai, sikap, institusi, serta artefak yang

membantu manusia dalam hidup, yang berkembang dengan berasaskan kepada syariat

Islam dan sunah Nabi Muhammad. Dalam bahasa Arab, atahaqafah artinya adalah

pikiran atau akal seseorang itu menjadi tajam, cerdas, atau mempunyai keahlian yang

tinggi dalam bidang-bidang tertentu. Selanjutnya istilah taqafah ( ) berarti

membetulkan sesuatu, menjadi lebih baik daripada keadaan yang dulunya tidak begitu

baik, ataupun menjadi berdisiplin. Kata taqafah artinya adalah ketajaman, kecerdasan,

kecerdan akal, dan keahlian yang tinggi, yang diperoleh melalui proses pendidikan.

Jadi istilah ini, menekankan kepada manusia untuk selalu menggunakan pikirannya,

sebelum bertindak dan menghasilkan kebudayaan.

Terminologi al-hadarah ( ) digunakan untuk menyebut kehidupan manusia

secara kolektif dan peradaban yang tinggi. Istilah al-hadarah berasal dari kata dasar,

hadhara, yahduru, dan hadaratan, yang artinya adalah bermukim dalam kawasan

negeri atau tempat yang ramai yang membedakannya dari negeri atau tempat yang

sunyi, badiyah. Istilah hadar dan hadarah dalam bahasa Arab klasik bermaksud

kawasan yang didiami oleh manusia berupa perkotaan atau kehidupan yang relatif

101

maju. Istilah ini memiliki makna bahwa indikator kebudayaan yang dianggap maju

dan tinggi adalah dengan munculnya kota-kota dengan sistem sosial yang kompleks.

Namun bagaimanapun pedesaan tetap diperlukan dalam sebuah peradaban, sebagai

mitra dari kota-kota. Ekspresi al-hadarah dalam kesenian Islam, diwujudkan dalam

genre hadrah. Hadrah ini sejak abad kelima belas menjadi bahagian dari kesenian

sufi, khususnya tariqat Rifaiyah.

Tamaddun ( ) atau bentuk jamaknya tamaddunan ( ) berasal dari

bahasa Arab, yang maknanya sering disejajarkan dengan istilah civilization dalam

bahasa Inggris. Sivilisasi sendiri awalnya berasal dari bahasa Perancis. Hingga tahun

1732, kata ini merujuk kepada proses hukum. Pada akhir abad ke-18, istilah ini

memiliki pengertian yang meluas tidak hanya sebatas sebagai hukum, tetapi juga

tahapan paling maju dari sebuah masyarakat. Konsep kebudayaan dalam Islam juga

melibatkan istilah at-tamaddun, dan kebudayaan Islam disebut at-tamaddun al-Islami.

Istilah ini merujuk kepada karangan terkenal Tarikh at-Tamaddun al-Islami yang

ditulis oleh Jurzi Zaidan. Istilah ini berasal dari kata dasar maddana, yamduru, dan

mudunan, yang artinya adalah datang ke sebuah bandar, dengan harf bi yang

bermakna menduduki suatu tempat, maddana pula artinya membangun bandar-bandar

atau kota-kota, atau menjadi kaum atau seseorang yang mempunyai peradaban. Dari

istilah maddana ini muncul istilah lanjutan madinah yang artinya adalah kota dan

madani yang berasal dari kata al-madaniyah yang berarti peradaban dan kemakmuran

hidup. Istilah ini awalnya digunakan oleh Ibnu Khaldun, seorang sosiolog Islam

terkenal. Dalam perkembangan sosial di Asia Tenggara, istilah madani begitu giat

102

dipopulerkan oleh Anwar Ibrahim, mantan Timbalan Perdana Menteri Malaysia.

Pengertian istilah ini merangkum tingkah laku yang beradab seperti orang perkotaan,

bersifat halus dalam budi bahasa, serta makmur dalam pencapaian material.

Di antara istilah-istilah yang berkaitan dengan konsep kebudayaan dalam Islam,

yang selalu digunakan oleh para cendekiawan, termasuk di Asia Tenggara, adalah

istilah adab ( ) atau kata bentukannya peradaban. Ismail Faruqi menyatakan bahwa

adab itu berarti culture atau kebudayaan. Dalam konteks ini kita kaji Hadits Nabi

M uhammad s.a.w. yang bermaksud: “Tuhan telah memberikan kepadaku pendidikan

adab, addabani, dan Tuhan telah memperbaiki atau menyempurnakan pendidikan

adab terhadapku.” Adab yang dimaksud adalah adab dalam pengertian yang paling

luas, yang merangkumi kemampuan meletakkan sesuatu itu pada tempat yang

sewajarnya, yaitu sifat yang timbul dari kedalaman ilmu dan disiplin seseorang. Sifat

ini jika disebarkan ke dalam masyarakat dan kehidupan budaya, maka akan

menimbulkan kesan yang alamiah dan menyeluruh di dalam kehidupan kolektif.

Kesadaran tentang makna adab yang menyeluruh itu tercermin dalam kitab-kitab

Islam, seperti Adab ad-Dunya wad-Din karya Abul Hasan Al-M awardi. Juga analisis

tentang kehidupaan yang beradab dalam kitab karangan Imam Al-Ghazali Ihya

‘Ulumuddin.

Selain itu, dalam peradaban Islam sering juga digunakan istilah ad-din ( )

yang berarti agama dalam pengertian yang paling luas, dengan sifat-sifat universalnya,

baik itu segi akidah maupun amal. Oleh karena itu, istilah ini bersamaan maknanya

dengan syariat sebagaimana yang dicatat di dalam kitab Tajul ‘Arus dan kepercayaan

103

tentang mentauhidkan Allah, serta sifat-sifat ketakwaan dan kewarakan orang-orang

saleh. Din juga berarti hukum atau aturan-aturan tertentu. Istilah din juga berarti

amalan ataupun upacara yang dilakukan, yang diwarisi dari beberapa generasi yang

lalu. Dalam pengertian ini maka din sama maknanya dengan tradisi.

Ad-dinul Islam sebagai agama adalah satu-satunya kerangka umum kehidupan

yang benar, dan oleh karenanya harus dilaksanakan secara total tanpa ada aspeknya

yang tertinggal satu pun. Islam sebagai keimanan, hukum agama (syariat), dan

pengembangan pola-pola aspek kehidupan, pada keseluruhanya berfungsi sebagai

jalan hidup yang akan membawakan kesejahteraan bagi umat manusia.

Seorang penulis seni dalam peradaban Islam yang ternama, Seyyed Hossein

Nasr (dalam kitabnya yang bertajuk Spiritualitas dan seni Islam terjemahan Sutejo)

berpandangan bahwa tujuan akhir dari seni Islam, adalah untuk mengingat Allah.

Kemudian Nasr menyatakan bahwa seni tidak akan berfungsi spiritual jika ia tidak

dihubungkan dengan bentuk dan kandungan wahyu Islam. Nasr menguraikan bahwa

Islam dibentuk oleh beberapa bangunan syariah, tarikat, dan hakikat. Ia

mengemukakan bahwa syariat Islam memberikan sumbangan peranan penting dalam

memberikan dasar kepada seni Islam. Juga menyediakan batasan-batasan tertentu atau

garisan untuk seni Islam itu. Nasr memberikan arahan polarisasi, bahwa sumber

spiritual Islam tentu saja berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Tanpa dua mata air yang

bersumber dari Al-Qur’an dan barakah Nabi M uhammad, tidak akan ada seni Islam.

Satu karya seni dapat dikategorikan sebagai seni Islam, bukan hanya diciptakan oleh

seorang muslim, tetapi jua dilandasi oleh wahyu Allah.

104

M enurut Imam Al-Ghazali, mendengar musik itu ada lima hukumnya: harus,

sunat, wajib, makruh, dan haram. Untuk musik Islam, Al-Ghazali

mengkategorisasikannya ke dalam tujuh fungsi: (1) lagu yang membangkitan

kerinduan untuk menziarahi tempat-tempat suci seperti M ekah an M adinah; (2) lagu

yang mengobarkan semangat untuk berjuang mempertahankan akidah dan negara; (3)

lagu yang isinya bertema pertarungan dan sikap jantan yang pantang menyerah di saat-

saat genting; (4) mengenang peristiwa masa lalu, sehingga mengingatkan diri tentang

hakekat hidup; (5) lagu yang menyifatkan keadaan ketika sukacita untuk menghargai

suasana tersebut dan menikmati kenangannya selama mungkin; (6) lagu ghazal yang

sopan, yaitu yang berisikan tema tentang kisah cinta dan membayangkan harapan

untuk bertemu dan pertautan yang lebih erat di masa yang akan datang; dan (7) lagu

yang berisikan tema tentang keagungan dan sifat-sifat Allah SWT, memuji serta

mentahmidkan kebesaran-Nya (1413 H:24-284) (dalam Engku Ibrahim Ismail dan

Abdul Ghani Shamsuddin. 1992) .

Dari konsep tentang kebudayaan dalam Islam seperti uraian di atas, maka

menurut penulis, zapin adalah salah satu seni Islam. Artinya seni ini dalah wujud dari

konsep-konsep ajaran Islam. Di dalamnya terkandung nilai-nilai, filsafat, bahkan adat,

estetika, etika, dan semua hal yang berkait dengan seni Islam. Di dalam zapin

terkandung kultur Islam, yang kemudian disesuaikan dengan jiwa lokal, yakni Alam

M elayu, sebagai salah satu kawasan yang menyumbang peradaban Dunia Islam, yang

runduk di bawah arahan wahyu Allah. Ini semua tidak lepas dari keinginan Allah

105

Yang M aha Berkehendak, yakni tegaknya agama Allah di muka bumi, melalui proses

difusi dalam sejarah.

Seni zapin adalah bahagian dari kebudayaan Islam. Seni zapin di Alam Melayu

juga memperlihatkan bagaimana proses masuk dan berkembangnya zapin di kawasan

persebaran Islam. Oleh karena itu, perlu kita telusuri bagaimana perkembangan dan

difusi kebudayaan Islam.

Kebudayaan Islam merupakan salah satu peradaban besar dalam sejarah

peradaban manusia. Berbanding dengan beberapa peradaban besar lainnya yang telah

hilang seperti Indus, Huang Ho, Mesir, Yunani, Romawi, Inca, dan lainnya, maka

peradaban Islam masih terus berkembang, dari abad ke-6 sampai kini. Eksistensi

peradaban Islam yang kontinu ini bukan saja mencerminkan kegemilangannya namun

juga memperlihatkan bahwa peradaban Islam mampu mengikuti perkembangan sang

waktu. Peradaban Islam yang awalnya berasal dari Semenanjung Arabia, kini tersebar

ke seluruh dunia dengan berbagai proses adaptasinya yang menarik.

Kebudayaan Islam adalah kebudayaan yang melintasi wilayah etnik dan bangsa.

Ia adalah milik seluruh umat Islam di dunia. Kebudayaan Islam meletakkan agama

Islam sebagai dasar terpenting dalam perkembangannya. Berawal dari M ekah dan

M adinah, berkembang ke seluruh Jazirah Arab dan keluar dari Tanah Arab ke seluruh

penjuru dunia. Perkembangannya sangat pesat, hingga akhirnya Islam mampu

muncul sebagai kekuatan penting di beberapa kawasan seperti: Asia Tengah, Benua

Kecil India, China, Afrika, Asia Tenggara, dan sebahagian Eropa.

106

Nabi Muhammad sejak awal telah membentuk generasi pertama Islam yang

dijuluki sebagai al-jilu al-Rabbaniyu al-muntazim atau mereka yang menghayati dan

mengamalkan setiap arahan Allah. Keadaan ini kemudian diteruskan di masa

Khulafaur Rasyidin. Dalam periode ini, Islam berkembang pesat meliputi seluruh

Jazirah Arab, begitu juga wilayah kekuasaan Romawi dan Persia lambat-laun menjadi

kawasan Islam.

Seir ing dengan perkembangan wilayah, maka pembentukan peradaban juga tidak

dilupakan. Untuk ini didirikan berbagai perkotaan sebagai pusat peradaban Islam,

seperti Damaskus di Syria, Basrah, Kufah, Fustat di Mesir, Jerussalem di Palestina,

dan lainnya. Dalam memandang perkembangan perkotaaan Islam ini, Lapidus (dalam

Beg 1983:27) menjelaskan: “Muslim cities, then, were the products of Islamic

civilization... Political institutions, religious values and forms of social organisaion

were the creations of city peoples.”

Setelah era Khulafaur Rasyidin, perkembangan kebudayaan Islam digerakkan

dan dimotivasi oleh beberapa kerajaan Islam. Kerajaan Bani Umayyah dan Abbasyiah

muncul sebagai kekuasaan penting dalam mengembangkan syiar Islam. Oleh

beberapa pakar politik, dianalisisi bahwa saat pemerintahan dinasti ini, aspek

keduniawian lebih menonjol dibanding era Khulafaur Rasyidin. Pada masa

pemerintahan Bani Umayyah Islam mencapai kawasan Asia, Afrika, dan Eropa.

Pada abad ke-8, beberapa kawasan Asia Tengah telah berada di dalam kekuasan

Islam. Kemudian dilanjutkan dengan penyebaran Islam ke Bukhara, Samarkand,

Khawarizmi, Farghnah, dan lainnya. Panglima Qutaibah bin Muslim telah berhasil

107

menaklukkan Sinkiang dan Kansu. Tahun 713 seorang utusan muslim diterima oleh

M aharaja Hsuan Tsung. Peristiwa ini adalah babak awal dalam perkembangan Islam

di China (Yahaya dan Halimi 1993). Di Afrika, Islam masuk dibawa oleh Hassan bin

Nukman al-Ghassoni, yang kemudian diangkat sebagai gubernur pertama Afrika Utara

dan Maghribi kemudian diagntikan oleh Musa bin Nusair/Amir Qairawan (Abdullah

1999 dalam Yahaya dan Halimi 1993).

Spanyol adalah gerbang utama masuknya Islam ke Eropa (Barat). M asuknya

Islam di kawasan ini adalah melalui penaklukan yang dipimpin M usa bin Nusair dan

Tariq bin Ziad. M ereka menguasai beberapa kota penting seperti Carmona, Sevilla,

Toledo, Granada, dan lainnya. Kekuasaan Islam bertapak di kawasan ini dari tahun

711 sampai 1492.

Di Timur Tengah (Asia Barat), selain Arab terdapat suku lain seperti Persia,

Turki, dan Kurdi. M ereka ini setelah masuk Islam mendirikan beberapa kerajaan

seperti Tahiriyah di Khurasan, Saffariyah di Fars, Samaniyah di Trensonxania,

Sajidiyah di Azerbaijan, Ziyariyah di Jurjun, dan Buwaih di Irak. Begitu juga muncul

kerajaan Islam antara abad ke-9 sampai 12 di Turki, M esir, Turkestan, Asia kecil, dan

lainnnya. Di India muncul kerajaan Islam Ghori, Kilji, Tughluq, Lodi, dan Mughal

(An-Nadwi 1992:33-56). Di Asia Tenggara muncul kerajaan Perlak, Samudera Pasai,

M elaka, Kutai, Demak, Mataram, Ternate, Tidore, dan lain-lainnya. Di kerajaan-

kerajaan Islam Nusantara ini diperkirakan tumbuh dan berkembangnya seni zapin.

Pada masa sekarang ini Islam telah menyebar ke seluruh dunia dengan densitas serta

108

pemahaman yang berbeda-beda, namun satu dalam ukhuwah Islamiyah (persaudaraan

Islam yang senasib dan sepenanggungan).

Perkembangan Islam dari Jazirah Arab ke seluruh penjuru Dunia, termasuk ke

Alam Nusantara ini dapat diperkirakan uru pula membawa kesenian-kesenian

termasuk zapin dari ujung selatan jazirah tersebut. Dalam seni zapin ini bagaimanapun

terdapat unsur-unsur musik Islam dari Asia Barat, dengan sistem-sistemnya seperti

maqamat dan iqaat. Semua itu tidak bisa dilepaskan dari keberdaan musik dan tarian

Islam yang terdapat di berbagai kawasan Islam. Khususnya adalah wilayah

Hadhramaut atau Yaman sekarang ini yang diyakini para ilmuwan seni dan budaya

Islam, sebagai awal tumbuhnya seni zapin di Dunia Islam. Oleh karenanya, perlu kita

lihat bagaimana budaya musik Islam itu, terutama di kawasan Asia Barat, Afrika

Utara, Persia, dan lain-lain negeri Islam untuk menambah wawasan keilmuan kita.

3.3 Gambaran Umum Musik di Dunia Islam

Berikut ini dideskripsikan keberadaan musik Islam di Dunia Islam secara

umum. Adapun dekripsi ini dikutip dari tulisan Malm (1977). Penduduk Afrika Utara,

sebelum masuknya Islam, didominasi oleh masyarakat Berber. Islam muncul abad ke-

7 dan pada abad ke-11 terjadi migrasi besar-besaran masyarakat Badui Arab ke daerah

ini. Pada masa sekarang masyarakat Berber telah beragama Islam. Kebudayaannya

adalah hasil dari dialog antara budaya setempat dengan Islam.

Selain dari masyarakat Berber, di Afrika Utara juga terdapat masyarakat

Tuareg, yang berdasarkan kepada konsep budaya monogami. Seperti halnya

109

masyarakat Minangkabau di Sumatera, mereka berdasarkan kepada keturunan pihak

wanita (matriachart). Dalam memainkan musik, tampak unsur yodelling (manipulasi

suara daerah glotal) wanita Arab. Mereka memiliki dua buah alat musik perkusi, yaitu

berbentuk ketel satu sisi yang disebut tendi, membrannya adalah kulit rusa betina,

dimainkan dengan dua telapak tangan dengan teknik demping (memukul dan

kemudian menekan secara halus). Alat musik perkusi yang satu lagi adalah mangkuk

besar yang diisi air, yang dipukul dengan dua stik, membawa ritme-ritme dasar. Secara

tradisional, yang menjadi pemusik adalah wanita, sedangkan laki-laki adalah sebagai

penyanyi terutama untuk hiburan dalam konteks bertani (ahal). Biasanya tema

nyanyiannya adalah cinta, dengan ornamentasi yang eksotik, diiringi dengan alat

musik amzhad (spike fiddle). Selama bulan suci Ramadhan, masyarakat Tuareg,

Berber, Arab, atau kulit hitam lainnya, menari dan bernyanyi bersama di oase-oase—

sebagai syukur atas bulan yan penuh berkah. Setelah tarawih (shalat sunat pada malam

bulan puasa), mereka biasanya juga menyajikan musik sufi hingga dalam keadaan

trance (wadj).

Di sepanjang pantai dan pegunungan Afrika Utara terdapat musik pan-Islam.

Awalnya, selama perkembangan budaya Islam di Spanyol, beberapa seniman di istana

di Maroko, Tunisia, dan Algeria banyak belajar musik klasik Arab dari para seniman

Hispanik. Di sepanjang daerah pantainya, terdapat praktik musik dan tari yang

menceritakan tentang kepahlawanan dalam Islam, serta diiringi alat musik qasaba

(flute). M usik rakyat dalam peradaban pan-Islam yang paling banyak adalah vokal,

disajikan secara solo atau responsorial (solo disahuti kelompok penyanyi), disertai

110

tepuk angan, meter dupel, alat musik pengiring tamburin dengan berbagai sebutan

seperti duff, taar, dan bendair. Jenis musik vokal ini disajikan dalam upacara

pernikahan, nyanyian tentang kepahlawanan, nyanyian cinta, atau mengiringi tari

berbentuk garis (debka), atau nyanyian untuk kafilah naik unta (huda).

Nyanyian-nyanyian untuk upacara pernikahan merupakan bahagian penting

pada musik wanita Islam. Biasanya dipertunjukkan oleh para penyanyi profesional,

yang diundang dan dibayar pada saat tertentu. Pada upacara pernikahan alat musik

yang sering digunakan adalah aerofon reed ganda yang disebut zukra, zamr, atau gaita

di Maghribi; di Persia surnay, dan di Turki zurna. Selain itu juga dipergunakan alat

musik bagpipa yang dijumpai di Maghribi, dan alat musik klarinet ganda yang disebut

argul atau yarul. Ada tiga jenis alat musik membranofon (penggetar utamanya

membran) dalam peradaban musik Islam, yaitu: tabl gendang berbentuk silindris ;

naqqara gendang berbentuk ketel; serta darbuka gendang berbentuk goblet.

M usik sufi dijumpai hampir di seluruh kawasan budaya Islam. Misalnya pada

tarikat M awaliyah (M evlevi) yang menggunakan modus-modus trance (zikir dan

sama’), dengan ir ingan doa dan musik instrumental. Di Iran juga terdapat kelompok

sufi yang disebut dengan zurkhaneh yang juga melibatkan tari dan musik. Para

penyair sering pula melantunkan qasidah yaitu nyanyian yang memuji-muji Nabi

M uhammad atau sahabat (Malm 1977).

Alat musik kordofon (penggetar utamanya senar) adalah alat musik utama

dalam musik klasik Islam. Istilah umum untuk menyebutkan alat musik lute yang

digesek (spike fiddle) adalah kamanja—memiliki dua sampai empat senar. Di Persia

111

disebut dengan kamanchay, di Maroko disebut rabab. Lute petik dengan leher

panjang yang disebut tambur muncul dalam musik klasik Islam. Dari keseluruhan alat

musik lute petik, yang paling terkenal adalah ‘ud (kwitra atau lauta). Alat musik ini

menjadi instrumen utama dalam ensambel musik zapin di Nusanara. Alat musik ini

memiliki senar ganda tanpa menggunakan fret. Alat-alat musik harpa dan lira tidak

begitu banyak dipergunakan di Timur Tengah. Di Nurestan dan Asia Tengah lainnya

terdapat harpa lengkung yang disebut vaji.

M usik klasik Islam memiliki teori-teori baku yang selalu menjadi panduan bagi

para pemain dan komponis muslim. Seperti diketahui bahwa dari keseluruhan wilayah

peradaban Islam, terdapat beberapa pusatnya: (1) Persia dengan pusatnya di Iran; (2)

Arab dengan pusatnya di Mesir; (3) Andalusia dengan pusatnya di Afrika Utara; dan

(4) Turki. Para seniman musik di Alam Melayu umumnya belajar teori musik baku

dari Mesir, yang sekali gus biasanya menimba ilmu aga Islam juga.

Di Timur Tengah (Asia Barat), musik untuk para golongan aristokrat, biasanya

terdapat di istana-istana maupun pedesaan sebelum datangnya Islam. M asyarakat

Badui sangat antusias terhadap shair yang dinyanyikan, begitu pula dengan hiburan

yang melibatkan para penari wanita (gaynat). Setelah lahirnya Islam terjadi

transformasi di sana-sini, disesuaikan dengan ajaran-ajaran Islam yang bermuara

kepada ketundukan manusia kepada Allah.

Dengan dijiwai ketauhidan kepada Allah, maka di Dunia Islam muncul beberapa

sarjana musik. Al-Kindi (194-260 H atau 809-83M.) dan Al-Farabi (wafat 350 Hijriah

atau 961 M .), mencoba mengkombinasikan konsep-konsep musik Yunani, Persia, dan

112

Arab—dengan hasil yang menakjubkan. Al-Farabi menghasilkan teori musik yang

ditulisnya dalam Kitab Al-Musiqi Al-Kabir, yang menjadi sebuah karya monumental

tentang teori musik, yang dipelajari di Dunia Timur dan Barat. Begitu juga dengan

Ibnu Sina (370-428 H. Atau 980-1037) menulis berbagai bidang ilmu termasuk mus ik.

Ziryab, pemusik Islam abad ke-19 bekerja di Spanyol dan mengajarkan berbagai teori

musik Islam di sana. Safiuddin Al-M ukmin (wafat 1294) menyebarkan pengetahuan

musik Islamnya di Baghdad. Begitu pula dengan Abdul Qadir Ghaibi al-Maraghi

(wafat 1453), sebagai ahli teori dan pemain musik Islam dari Persia dan kemudian

mengembangkannya di Turki.

Dalam musik klasik Islam terdapat dua teori penting tentang musik, yaitu maqam

(untuk dimensi ruang) dan iqa’at (dimensi waktu). Teori maqam pada umumnya

membicarakan tangga nada atau modus. Maqam dapat didefinisikan sebagai deretan

tangga nada heptatonik (tujuh nada) dengan sebuah nada oktafnya, yang dibagi ke

dalam dua unit tetrakord (kumpulan empat nada). Maqam ini termasuk ke dalam

tangga nada devisif, yaitu cara menghasilkan nada diperoleh melalui pembagian

panjang senar yang diukur secara matematis. Pembagian ini kadang dihubungkan

dengan bentuk geometris sesuai dengan posisi jari tangan pada alat musik ‘ud dalam

menghasilkan asabi, seperti lingkaran, bintang, dan poligon—yang juga berkaitan

dengan konsep siklus waktu, hari, musim, wana, dan lainnya. Satu oktaf dapat dibagi

ke dalam beberapa hitungan interval seperti 25, 22, 17, dan seterusnya. Pada tahun

1932 ketika dilakukan penelitian tentang maqamat in i, M esir memiliki 52 maqam,

113

Syria memiliki jumlah yang sama, Afrika Utara 18 (16 di antaranya ada di M esir); Irak

memiliki 37 maqam (15 di antaranya ada di M esir); dan Iran mempunyai 7 maqam.

Iqa’at dalam musik Islam adalah sebuah teori tentang dimensi waktu, yang

mempergunakan modus-modus ritmik yang diturunkan dari kombinasi berbagai

bentuk puisi. Ide-ide modus r itmik ini disebut dengan iqa’at di Arab Timur; durub d i

M esir; usul di Turki; dan mazim di M aghribi. Setiap negara mempunyai berbagai pola

ritmik—baik dalam teori maupun praktiknya. Pola-pola ritmik musik Islam umumnya

empat, delapan atau kelipatannya, yang paling panjang mencapai 50 ketukan dasar

dalam satu pola. Yang jelas, musik Islam selalu berkaitan dengan aspek matematika,

estetika, filosofis, dan yang paling penting ajaran-ajaran agama Islam.

Musik Islam dilakukan dalam berbagai bentuk. Salah satu di antaranya adalah

bentuk vokal yang biasa mempergunakan puisi-puisi Arab atau Persia. Syair-syair

pujian kepada Nabi dan sahabat, yang disebut qasidah, merupakan nyanyian strofik

(melodi diulang dengan teks berbeda) terdapat di berbagai tempat kawasan Islam.

Begitu juga penyajian dalam bentuk pengutamaan ritme, yang disebut dengan

muwashshah, dipakai oleh beberapa kelompok sufi. Nyanyian layali menggunakan

ritme bebas, biasanya untuk pertunjukan solo diiringi oleh ‘ud dengan menekankan

pada aspek improvisasi. Di Turki terdapat nyanyian klasik Islam dalam bentuk beste

dan sarki. Di Persia terdapat seni gusheh yaitu campuran musik vokal dan

instrumental. Begitu juga dengan nawba atau nuba adalah bentuk suita yang lahir

pada abad ke-16 di Andalusia. Di Turki disebut dengan fasil. Gaya yang umum adalah

melakukan modulasi-modulasi (perpindahan nada dasar) dan kembali ke maqam

114

semula. Pada penyajian musik Islam selalu dijumpai improvisasi solo yang disebut

dengan taqzim atau taksim, dilanjutkan dengan musik vokalnya yang disebut gazel,

yang diresitalkan secara solo. Di Afrika Utara terdapat ensambel dan paduan suara

yang disebut abyat dan barwal. Di Turki bentuk sejenis disebut dengan pesrev atau

bashraf (M alm 1977).

Di Alam M elayu, berbagai teori musik klasik Islam juga dipergunakan. Begitu

juga dengan beberapa genre musik Islam diserap para ulama seni Islam. Sistem

maqamat diterapkan dalam mengaji Al-Qur’an, azan, kasidah, marhaban, barzanji, dan

lain-lainnya. Sistem maqam ini dipelajari oleh orang-orang Islam di Asia Tenggara,

melalui pendidikan agama di pesantren atau pondok. Juga di sekolah-sekolah umum,

atau juga pendidikan informal dan nonformal.

Para seniman musik Islam di Asia Tenggara, seperti Haji Ahmad Baqi, Hajjah

Nurasiah Jamil, Nanang Qosim, Fadzil Ahmad, Grup Bimbo, dan lainnya menerapkan

konsep-konsep musik Islam yang berasal dari Asia Barat tersebut. Yang menarik,

mereka kemudian mengolah musik Islam yang khas Asia Tenggara, seperti

mengolahnya dengan menggunakan bahasa M elayu atau bahasa etnik Nusantara,

mengolah dalam tangga nada pentatonik tempatan, bahkan sampai memasukkan unsur

harmonik. Ini yang menjadi begitu menarik untuk dikaji dari sudut akulturasi,

adaptasi, estetik, maupun struktural.

Dari semua pengaruh yang bertapak kuat dalam budaya Melayu adalah

peradaban Islam. Islam sendiri merupakan ajaran dalam bentuk wahyu Ilahi. Dalam

keadaan sedemikian, ia bukan budaya tetapi wahyu. Dalam bentuk aktivitas

115

masyarakat Islam ia akan lahir sebagai sebuah tamadun Islam, termasuk dalam

budaya M elayu.

Para pedagang Arab telah aktif mengadakan hubungan perdagangan dengan

orang-orang di kepulauan Nusantara sejak belum lahir dan turunnya agama Islam

(Legge 1964:44) dan juga mungkin para nelayan M elayu telah mengadakan

hubungan persahabatan dengan orang-orang Arab sebelum datangnya agama Islam.

Setelah lahirnya agama Islam di Timur Tengah, agama ini menyebar secara luas di

dunia, termasuk ke Gujarat dan daerah Barat Laut India.

Islam yang masuk ke Asia Tenggara diperkirakan melalui baik langsung dari

orang-orang Arab atau dari India. M asuknya Islam yang berdensitas padat ke Asia

Tenggara yang tercatat dalam sejarah adalah pada abad ketiga belas. M arco Polo

mencatat bahwa tahun 1292 di Sumatera Utara telah berdiri kerajaan Islam yang -

bernama Perlak (Hill 1963:8). Dalam abad-abad ini Islam menyebar ke daerah

lainnya. Pada awal abad kelima belas, kerajaan Aru di pesisir timur Sumatera Utara

merupakan suatu kerajaan yang rakyatnya sebagian besar beragama Islam (Coedes

1968:235), sehingga Islam berpengaruh kuat sejak saat ini.

Bandar M elaka menjadi pusat perdagangan maritim, sekali gus sebagai pusat

persebaran agama Islam ke seluruh kepulauan di kawasan ini. M elaka merupakan

bandar yang letaknya strategis dan tidak memiliki saingan sehingga begitu maju

(Sheppard 1972:14). Penguasa Melaka menganut Islam pada awal dasawarsa abad

kelima belas. Sejak abad ini M elaka menjadi pusat dan persebaran Islam ke seluruh

Asia Tenggara (Hill 1968:213-214).

116

Di Pesisir Timur Sumatera Utara pada abad ke-15 dan ke-16 terdapat tiga

kesultanan Islam yang besar, yaitu: Langkat, Deli, dan Serdang—yang berada di

kawasan bekas Kerajaan Aru pada masa sebelumnya. Kesultanan ini merupakan

kerajaan Islam yang penting di Sumatera. Pada abad ke-16 dan ke-17, Aru menjadi

rebutan antara Aceh dan Johor. Kerajaan Aru berada di Deli Tua, berdir i abad ke-16.

Sesudah tahun 1612, kerajaan ini lebih dikenal sebagai Kerajaan Deli. Kemudian

Serdang memisahkan diri dari Kesultanan Deli tahun 1720 (Sinar 1986:67).

Kemungkinan besar seni zapin masuk di era kesultanan-kesultanan Islam di Pesisir

Timur Sumatera Utara ini. Bagaimanapun selain ajaran Islam, masyarakat Melayu

juga menerima seni-seni Islam seperti zapin, yang diperkenalkan oleh para penyiar

agama Islam sebagai sarana dakwah. Jadi abad ke-17 ini kemungkinan berdasar fakta

sejarah masuknya seni-seni Islam di kawasan Sumatera Timur.

Seni masa sebelumnya diislmisasi oleh masyarakat M elayu. Pada masa kini,

mantera-mantera yang berciri khas animisme, yang dapat dilihat melalui teksnya

seperti memuja kayu, sungai, laut, atau hewan, telah diubah dengan teks yang bercir i

kebudayaan Islam seperti menggunakan kata pembukaan Bismillahirrahmanirrahiim

atau Berkat Laa ilaaha ilallah. Selain itu, kata-kata yang mengandungunsur animisme

itu dan sejenisnya, diganti dengan sebutan Allah, abi M uhammad, Nabi Khaidir, Nabi

Sulaiman, dan lainnya sesuai dengan ajaran-ajaran dalam agama Islam. Dengan

keadaan seperti ini, dapat dikatakan telah terjadi penyesuaian budaya era animisme

dengan era Islam. Selanjutnya menjadi spesifikasi peralihan budaya Islam pada

umumnya di Nusantara.

117

Notasi 1.

Sistem Maqam (Tangga Nada) dan Ritme (Iqaat) dari Budaya Islam di Asia Barat

(Timur Tengah)

S

118

Unsur-unsur kesenian Islam yang terdapat di dalam kebudayan Melayu, antara

lain adalah: zikir, bazanji, marhaban, rodat, ratib, hadrah, nasyid, irama padang pasir,

dan lainnya. Dalam kebudayaan musik, dapat dilihat dengan dipergunakannya alat-alat

musik khas budaya Islam, seperti: rebab, biola (melalui budaya Barat), gendang nobat,

nafiri, serunai, gambus, ‘ud, dan lain-lainnya.

Konsep musik Islam juga turut diserap oleh etnik M elayu di kawasan ini.

Apalagi kosep adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah turut mengabsahkan

proses ini. Di kawasan Islam di Timur Tengah dan sekitarnya, konsep-konsep dimensi

ruang (modus) dalam musik, dikenal dengan istilah maqam di Turki, datsgah di Persia,

naghmah di M esir, dan taba di Afrika Utara. Sedangkan ide ritme dikenal denagn

iqaat di Arab Timur, durub di M esir, usul di Turki, dan mazim di M aghribi.

Kita juga dapat melihat penyerapan unsur musik Islam dalam bentuk gaya-

gaya ritmik yang tak terikat ke dalam metrum, terutama dalam melodi-melodi

pembuka musik Islam seperti pada zapin dan nasyid. Di dalam musik Islam teknik

demikian dikenal dengan sebutan avaz atau taqsim.

Setiap negeri Islam memunyai sejumlah pola ritme dalam teori dan praktik—

tetapi pada umumnya dari beberapa ketukan dasar (beat) sampai 50 ketukan dasar

dalam satu siklusnya. Dalam musik Islam, pola-pola ritme secara umum selalu ditulis

dan dihubungkan dengan gendang tamburin, dengan mempergunakan mnemonik atau

onomatopeik dalam proses belajarnya.

119

Seni membaca Al-Qur’an sendiri mengandung unsur-unsur musikal, walau

pada prinsipnya kegiatan membaca Al-Qur’an (termasuk azan dan iqamat), tidak dapat

disamakan dengan musik, dalam pemahaman Islam ia “lebih” dari pengertian mus ik

secara konvensional. Di Alam M elayu konsep-konsep musik Islam dalam teori dan

praktiknya mereka serap dari budaya Islam lainnya. Hal ini merupakan penerapan dari

konsep bahwa sesama muslim di seluruh dunia adalah saudara.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat dilihat beberapa maqam yang

mereka serap sebagai dasar pengembangan melodi musik-musik Islam, seperti: rast,

bayai, husaini, hijaz, yaman hijaz, sikahira, ushaq, sama’ani, nilwan, nahawan, dan

lain-lain. Maqam-maqam inilah yang menjadi dasar pengembangan melodi musik-

musik Islam, seperti: nasyid, hadrah, marhaban, barzanji, qasidah, dan sejenisnya.

Teks lagu-lagunya umumnya berdasar kepada Kitab Al-Barzanji dan karya-karya

seniman M elayu di kawasan ini. Dalam setiap festival (pesta) budaya Melayu berbagai

seni musik Islam ini selalu dipertunjukkan.

Dalam konteks seni tari, Islam memberikan kontribusi ke dalam berbagai

jenis tari, seperti pada tari zapin. Dengan berbagai normanya seperti adanya gerak

sembah atau salam, gerak ragam-ragam (langkah belakang, siku keluang), anak ayam,

anak ikan, buang anak, lompat kecil, lompat tiung, pisau belanak, pecah, tahto,

tahtim, dan lain-lainnya. Begitu juga dengan genre hadrah, yang menggunakan

gerak-gerak selepoh, senandung, ayun, sembah, dan lainnya. Berbagai unsur tari

sufisme juga muncul dalam kebudayaan M elayu. Gerak-gerak simbolik seperti alif,

mim, atau ba, merupakan bagian dari tradisi sufi di kawasan ini. Dengan demikian,

120

kontinuitas dan perubahan tari Melayu menuruti perubahan internal dalam budaya

M elayu sendiri atau perubahan eksternal dari luar.

Pada prinsipnya, lagu-lagu dan tari M elayu, berasas kepada ajaran-ajaran

Islam. Dalam rangka menggagas dan menerapkankesenian atau kebudayaan pada

umumnya, orang Melayu telah mengambil keputusan bahwa adat bersendikan syarak

dan syarak bersendikan kitabullah. Artinya adalah bila terdapat adat atau budaya yang

tidak sesuai dengan syarak, maka budaya tersebut harus disesuaikan menurut Islam,

bukan sebaliknya. Oleh karena itu, jika terdapat sebarang percanggahan dengan Islam,

budaya mestlah mengikut ajaran Islam.

Sementara itu, Islam yang dianut masyarakat Melayu, tidak memutus mata

rantai sejarah budaya. Islam memberikan ruang dan tolak ansur bagi kebudayaan pra-

Islam di kawasan Melayu ini. Pada masa kini orang-orang M elayu menganut agama

Islam, sekte Sunni, khasnya mengikut mazhab Imam Syafi’i. Ada pula di antara

mereka yang bergabung ke dalam kumpulan pergerakan keagamaan Islam Jamaah Al-

Washliyah, Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, atau banyak pula yang tak termasuk

ke dalam pergerakan keagamaan di atas, cukup memasukkan dir inya sebagai umat

Islam saja. Gerakan-gerakan keagamaan di atas, tidak memutus keberadaan

kebudayaan M elayu sebelum Islam. Kesemua organisasi agama tersebut hanya

menganjurkan agar kebudayaan yang bertentangan dengan ajaran Islam harus

disesuaikan dengan ajaran Islam. Bagaimanapun, kebudayaan sebelum datangnya

Islam menjadi bahagaian dari jati diri umat Melayu. Oleh karena itu, cara yang

121

sebaik-baiknya ditempuh oleh orang M elayu adalah menyesuaikan budaya dengan

agama Islam yang dianggap universal atau syumul itu.

Dalam konteks menerapkan ajaran-ajaran Islam dalam berkesenian, maka

beberapa pakar budaya dan seni M elayu mengemukakan pendapatnya. Dari hasil

wawancara diketahui bahwa, asas yang paling mendasar adalah ajaran Islam,

kemudian budaya Melayu yang diislamisasi, selepas itu adalah kebudayaan Dunia

Islam, baik dari Asia Barat, Asia Selatan, Asia Tengah, Eropa Timur, Turki, Afrika,

maupun yang lainnya. Barulah kebudayaan dunia yang juga harus diislamisasi.

M enurut Anjang Nurdin bin Paitan, gagasan dan terapan kesenian M elayu dan

kaitannya dengan ajaran Islam, dikemukakannya sebagai berikut.

M enurut saya, sebagai seorang seniman, dan juga seorang muslim,

kesenian M elayu memang ada yang bertentangan dengan ajaran Islam, terutama kesenian yang berunsur animisme dan dinamisme. Namun setelah Islam datang ke kawasan ini, kesenian tersebut ada yang mati dan ada pula yang kekal dengan cara menyesuaikannya dengan konsep-konsep dan arahan Islam. Islam sendiri pun tidak mematikan kebudayaan-kebudayaan yang ada sebelumnya. Hanya saja Islam itu kemudian mengarahkan kebudayaan seluruh dunia ini, termasuk kebudayaan M elayu, untuk menjadi rahmat kepada seluruh alam. Oleh kerana itu harus dilakukan pengislaman. M isalnya, dahulu di sekitar Ka’bah banyak patung-patung yang disembah oleh orang Arab, oleh Nabi M uhammad patung ini kemudian dimusnahkan, dan manusia diarahkan untuk menyembah Allah yang Ahad. Kita boleh berikhtiar dari contoh-contoh kebijakan kebudayaan yang dilakukan oleh Rasul, khulafaurrasyidin, khalifah Islam, dan seterusnya. Pada prinsipnya Islam itu agama damai yang memberi kesejukan. Bagi kita di Sumatera Utara ini, terutama seniman, maka kita wajib memasukkan nilai-nilai Islam dalam kesenian M elayu sebagai bahagian kita berjihad di bidang seni. Karena bagaimana pun seni itu kadang lebih tajam ketimbang pedang, dalam rangka dakwah Islam. (Wawancara Takari dengan Anjang Nurdin bin Paitan di Tanjugmorawa 23 September 1987).

122

Lebih jauh mnurut Anjang Nurdin bahwa kesenian Melayu itu dan kesenian Islam

itu telah bersebati (menyatu) secara alamiah. Islam menjadi asas pokok dalam

kesenian M elayu. Islam telah mengatur dan mengarahkan kesenian yang dirahmati

Allah. Dalam kesenian ada kebenaran. Indah dan benar adalah dua hal yang saling

berkaitan dalam rangka menerapkan kesenian Islam dalam kebudayaan Melayu.

Sebagaimana yang dituturkan beliau kepada penulis berikut ini.

M usik M elayu itu adalah musik yang merupakan peniruan alam sekitar kita. Pada hakekatnya, musik M elayu menirukan alunan ombak (terutama Selat Melaka), gerak tari juga bagaikan nyiur yang melambai atau daun nyiur mencecah air laut. Keindahan dalam musik Melayu yang kita sebut gerenek adalah perwujudan dari dalam diri penyanyi yang mengikuti gerak dan kejadian alam di sekitaran kita. Nada-nada hias dalam musik M elayu, adalah cetusan rasa, apakah itu sedih, haru, bahagaia, ketegaran hidup, dan seterusnya. Kesedihan yang diekspresikan dalam musik M elayu tidak harus menyenyeh-nyenyeh, namun ada ketegasan dalam nada yang dipersembahkan. Sedih boleh tapi tidak meratap sifatnya, hanya sekedar meluahkan perasaan seketika. Apalagi dalam pandangan Islam kita dilarang sedih berterusan, walau ditinggal mati orang yang kita cintai sekali pun. Dalam falsafah hidup saya, musik M elayu adalah mencerminkan ajaran-ajaran Islam yang damai, rahmat kepada seluruh alam, dan sekali gus memiliki jati diri kawasan. Namun juga sesama muslim adalah saudara dan sesama manusia di seluruh dunia harus kita jaga hubungan sosial yang baik. Jadi sebenarnya Islam dan Melayu adalah bagaikan dua sisi mata uang yang saling melengkapi, dalam kaitannya dengan budaya M elayu. (Wawancara Takari dengan Anjang Nurdin bin Paitan di Tanjungmorawa 23 September 1987).

Dari konsep-konsep kesenian dan hubungannya dengan Islam, yang diwakili

informan tersebut di atas, maka dalam kenyataannya pada masa sekarang ini

masyarakat Melayu mencoba mengislamkan keseniannya, termasuk lagu dan tari.

Lagu dan tari yang mengandung unsur-unsur animisme dan Hindu kemudian

diislamkan. M isalnya seperti tarian Lukah Menari di Asahan dan Batubara, sekarang

123

ini diangkat ke bentuk seni persembahan. Tidak lagi sebagai sarana pemujaan kepada

jembalang (jin). Para ulama Islam melarang dipujanya jin dalam kegiatan kesenian

ini. Begitu juga Tari Gebuk di Serdang Bedagai, yaitu tarian untuk mengobati orang

yang kena puaka (semacam kutukan warisan), maka doa-doa diambil dari ajaran Islam,

mengobatinya juga secara Islam. Banyak lagi contoh-contoh lainnya yang

diislamisasikan, sepert tari-tarian dan acara buka panggung dalam teater makyong di

Serdang Sumatera Utara. Upacara jamu laut juga diupayakan untuk dihilangkan

unsur-unsur animismenya.

Sementara pengaruh-pengaruh luar terutama idea-idea sekularisme dari budaya

Barat, dicuba untuk diislamisasi dan dimelayukan oleh orang-orang M elayu di

kawasan ini. Pengaruh luar dalam bidang alat musik juga telah dipandang hal lumrah

dalam budaya M elayu. M isalnya alatan musik seperti biola, akordion, drum trap set,

dijadikan sebagai bahagian dari budaya musik Melayu. Namun dalam hal ini, orang-

orang M elayu kreatif dalam menciptakan musik dan tarinya yang selari dengan

estetika dan jiwa orang M elayu. Hasilnya boleh kita lihat seperti yang ada sekarang

ini. Demikian kira-kira uraian mengenai sejarah dan konsep peradaban Islam di ALam

M elayu. Selanjutnya kita lihat apa arti zapin.

3.4 Zapin di Alam Melayu: Zapin Melayu, Zapin Arab, dan Marawis

Secara etimologis, kata zapin berasal dari Bahasa Arab, yang memiliki berbagai

makna. Kata zapin sendiri berkaitan dengan kata-kata turunan seperti zafa, zaffa,

zafana, zaffan, dan lain-lainnya. Kalau ditelisik lebih jauh, memang kesemua kata itu

124

dalam bahasa Arab memiliki hubungan dengan kata tari dalam bahasa Melayu. Namun

sebelum dibedah maknanya, alangkah baik kita lihat dahulu apa arti zapin dalam

wikipedia Indonesia.

Zapin berasal dari bahasa Arab yaitu kata "Zafn" yang mempunyai arti pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan. Zapin merupakan khasanah tarian rumpun M elayu yang mendapat pengaruh dari Arab. Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan sebagai media dakwah Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin yang didendangkan. M usik pengiringnya terdiri dari dua alat yang utama yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marwas. Sebelum tahun 1960, zapin hanya ditarikan oleh penari laki-laki namun kini sudah biasa ditarikan oleh penari perempuan bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan. Tari Zapin sangat banyak ragam gerak tarinya, walaupun pada dasarnya gerak dasar zapinnya sama, ditarikan oleh rakyat di pesisir timur dan barat Sumatera, Semenanjung M alaysia, Sarawak, Kepulauan Riau, pesisir Kalimantan dan Brunei Darussalam (sumber: http//id.wikipedia. org/wiki/Zapin)

Berdasarkan kutipan seperti terurai di atas, maka dapat dikatakan bahwa istilah

zapin berasal dari bahasa Arab. Kemudian zapin adalah salah satu tari M elayu, yang

diadopsi dari Arab. Zapin adalah media enkulturasi dak dakwah Islam. Ensambel

musik terdiri dari dua peran yaitu yang membawa melodi adalah musik petik (gambus

atau ‘ud) dan pembawa ritme yaitu tiga buah alat pukul kecil (maksudnya gendang

marwas). Awalnya ditarikan lelaki, akhirnya perempuan, atau campuran laki- laki dan

peremuan. Ragam tari berkembang dan tari ini muncul di Alam M elayu. Kemudian

seorang profesor tarian M elayu M ohd Anis M d Nor menguraikan secara panjang lebar

tentang arti kata zapin ini dan kata-kata turunannya.

125

M enurut kajian M ohd Anis M d Nor, bahwa di Dunia M elayu zapin adalah

sebuah genre seni pertunjukan yang di dalamnya menampilkan tarian dan musik sekali

gus. Biasanya tarian zapin dipersembahkan oleh penari lelaki. Seperti yang dikutipnya

dari Winsted, kata zapin berasal dari bahasa Arab, yang banyak digunakan oleh orang

M elayu Johor. Zapin dalam bahasa Arab ini menurut Wilkinson adalah tarian yang

dilakukan dua orang penari laki-laki. Kata turunan zapin yaitu zaffa maknanya adalah

sehelai kain yang dibawa oleh pengantin wanita kepada mempelai lelaki dalam prosesi

pernikahan. Kemungkinan besar pula istilah zapin ini disesuaikan dengan lidah

M elayu sehingga kemungkinan bisa memiliki arti lain. Namun arti-arti itu jika

ditelusuri dari bahasa Arab memiliki makna yang dekat, seperti maknanya adalah

upacara pernikahan atau menari untuk upacara pernikahan. Kata zapin ini pula tidak

dapat dihubungkan dengan kegiatan menari yang bertujuan memperoleh uang yang

disebut dengan kegiatan raqasa. Zapin berhubung erat dengan tari yang

dipersembahkan pada upacara pernikahan. Dengan demikian, zapin memuat penuh

ajaran-ajaran Islam, yaitu memperbolehkan menari di majelis pernikahan (walimatul

ursy)

Dalam ajaran agama Islam, lagu dan tari boleh dilakukan pada tempat dan

situasi tertentu, atas panduan Rasulullah s.a.w. Antara diperbolehkannya kegiatan

menyanyikan lagu dan tari itu menurut perspektif Islam, dapat dilihat dalam dua

hadits yang dikutip berikut ini.

126

Artinya: Diriwayatkan oleh Abu Hurairah: “Bahawa Umar melihat Hassan menyanyikan lagu di dalam masjid, langsung ditegurnya, tetapi Hassan menjawab: “Saya pernah menyanyi dan orang yang lebih baik (Rasulullah SAW..) dari kamu berada di sampingku.” (Hadits Riwayat M uslim, Fadlail Shahabah: 4539).

Artinya: Dari Abi Hurairah berkata: “Rasulullah s.a.w. masuk ke masjid, di situ ada para habasyah/negro sedang menari-nari (mempersembahkan tari), diherdiklah mereka oleh Umar.” Nabi s.a.w. mengatakan: “Biarkanlah hai Umar, mereka adalah Bani Arfidah.” (Hadis Riwayat Ahmad: 10544).

Sesuai dengan asal-usul katanya, zapin jelas menjadi bahagian dari kebudayaan

Islam, yaitu tarian dalam konteks upacara perkawinan. Namun di Nusantara ini, selain

127

istilah zapin, lazim juga digunakan istilah marawis. Pertunjukannya sama dengan

zapin dan merujuk seni yang sama dengan zapin, namun menggunakan istilah yang

berbeda saja. Kalau zapin maknanya adalah lebih menekankan kepada tarian, maka

marawis adalah lebih menekankan kepada salah satu alat musik membranofon dua sis i

yang lazim digunakan dalam seni zapin. Apa itu marawis, lihat kutipan berikut ini.

Marawis adalah salah satu jenis "band tepuk" dengan perkusi sebagai alat musik utamanya. M usik ini merupakan kolaborasi antara kesenian Timur Tengah dan Betawi, dan memiliki unsur keagamaan yang kental. Itu tercermin dari berbagai lirik lagu yang dibawakan yang merupakan pujian dan kecintaan kepada Sang Pencipta. Kesenian marawis berasal dari negara timur tengah terutama dari Yaman. Nama marawis diambil dari nama salah satu alat musik yang dipergunakan dalam kesenian ini. Secara keseluruhan, musik ini menggunakan hajir (gendang besar) berdiameter 45 Cm dengan tinggi 60-70 Cm, marawis (gendang kecil) berdiameter 20 Cm dengan tinggi 19 Cm, dumbuk (sejenis gendang yang berbentuk seperti dandang, memiliki diameter yang berbeda pada kedua sisinya), serta dua potong kayu bulat berdiameter sepuluh sentimeter. Kadang kala perkusi dilengkapi dengan tamborin atau krecek. Lagu-lagu yang berirama gambus atau padang pasir dinyanyikan sambil diiringi jenis pukulan tertentu

Dalam Katalog Pekan Musik Daerah, Dinas Kebudayaan DKI, 1997, terdapat tiga jenis pukulan atau nada, yaitu zapin, sarah, dan zahefah. Pukulan zapin mengiringi lagu-lagu gembira pada saat pentas di panggung, seperti lagu berbalas pantun. Nada zapin adalah nada yang sering digunakan untuk mengiringi lagu-lagu pujian kepada Nabi M uhammad SAW (shalawat). Tempo nada zafin lebih lambat dan tidak terlalu menghentak, sehingga banyak juga digunakan dalam mengiringi lagu-lagu M elayu. Pukulan sarah dipakai untuk mengarak pengantin. Sedangkan zahefah mengiringi lagu di majlis. Kedua nada itu lebih banyak digunakan untuk irama yang menghentak dan membangkitkan semangat. Dalam marawis juga dikenal istilah ngepang yang artinya berbalasan memukul dan ngangkat. Selain mengiringi acara hajatan seperti sunatan dan pesta perkawinan, marawis juga kerap dipentaskan dalam acara-acara seni-budaya Islam.M usik ini dimainkan oleh minimal sepuluh orang. Setiap orang memainkan satu buah alat sambil bernyanyi. Terkadang, untuk membangkitkan semangat, beberapa orang dari kelompok tersebut bergerak sesuai dengan irama lagu. Semua pemainnya pria, dengan busana gamis dan celana panjang, serta berpeci. Uniknya, pemain marawis bersifat turun temurun. Sebagian besar masih dalam hubungan darah--

128

kakek, cucu, dan keponakan. Sekarang hampir di setiap wilayah terdapat marawis (sumber: http://id.wiki- pedia.org/wiki/M arawis)

Jadi marawis seperti kutipan di atas, adalah sama pertunjukannya dengan zapin,

namun marawis ini lebih bergaya zapin Arab, belum masuk ke dalamnya zapin

M elayu. Istilah marawis itu sendiri adalah alat musik pebawa ritme, semenara arti

zapin lebih cenderung bermakna tariannya. Dua istilah untuk menyebutkan hal yang

sama ini, mungkin saja terjadi dalam bidang kesenian. Jadi dengan demikian antara

zapin dengan marawis secara harfiah memang memiliki makna yang berbeda, namun

secara budaya memiliki makna dan konteks yang sama atau hampir sama.

Zapin yang datang ke Nusantara ini diperkirakan sama datangnya dengan

persebaran Islam di kawasan ini, yang densitasnya begitu masif di abad ke-13.

Kawasan mana yang lebih dahulu menerima zapin di Nusantara ini belumlah banyak

diungkap oleh para pakar sejarah seni. Namun demikian, sesuai dengan gelombang

pengislaman Nusantara, maka kawasan Dunia Melayu sebelah barat kemungkinan

besar lebih dahulu menerima seni-seni pertunjukan Islam. Walau bukti-bukti sejarah

ke arah itu masih perlu terus digali dan dicari.

“Apa itu sejarah?” Pertanyaan yang sering dilontarkan baik oleh kalangan awam

maupun para ilmuwan sejarah ini, memiliki berbagai nosi. M enurut Garraghan

(1957), yang dimaksud sejarah itu memiliki tiga makna yaitu: (1) peristiwa-peristiwa

mengenai manusia pada masa lampau; aktualitas masa lalu; (2) rekaman mengenai

manusia di masa lampau atau rekaman tentang aktualitas masa lampau; dan (3) proses

129

atau teknik membuat rekaman sejarah. Kegiatan sejarah tersebut berkaitan erat dengan

disiplin ilmu pengetahuan. Lengkapnya adalah sebagai berikut.

The term history stands for three related but sharply differentiated concepts: (a) past human events; past actuality; (b) the record of the same; (c) the process or technique of making the record. The Greek , which gives us the Latin historia, the French histoire, and English history, originally meant inquiry, investigation, research, and not a record of data accumulated thereby—the usual present-day meaning of the term. It was only at a later period that the Greeks attached to it the meaning of “a record or narration of the results of inquiry.” In current usage the term history may accordingly signify or imply any one of three things: (1) inquiry; (2) the objects of inquiry; (3) the record of the results of inquiry, corresponding respectively to (c), (a), and (b) above (Garraghan 1957:3).

Kita sebagai ilmuwan sejarah kadang sering lupa, bahwa untuk menulis atau

merekam sejarah ternyata tak semudah yang dibayangkan masyarakat awam. Sejarah

adalah salah satu disiplin ilmu, yang menghendaki proses-proses ilmiah baik dalam

penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan penulisan sebagai hasil penelitian

sejarah. Kegiatan keilmuan sejarah ini, paling tidak mencakup dua hal penting, yaitu

teori sebagai sebuah hasil dan didukung oleh metode yang merupakan teknik kerja

kesejarahan. Tulisan ini akan mengkaji mengenai teori dan metode dalam ilmu

sejarah, secara general saja.

Para pakar sejarah seni umumnya sepaham bahwa zapin yang datang ke

Nusantara ini berasal dari Hadhramaut. Kini kawasan Hadhramaut itu berada di

Negara Yaman, tepatnya di selatan Jazirah Arabiah. Orang-orang Hadramaut ini atau

yang lazim disebut Hadhrami datang ke Nusantara di abad-abad ke-13. M asuknya

zapin ke Nusantara ini pada abad ke-13 ditulis oleh Tom Ibnur sebagai berikut.

130

Zapin reached the archipelago in parallel with the region 's Islamic r ise in the 13th century. Arabic and Gujarati traders came with M uslim missionaries and artists, p lying their trade in the archipelago. Some of them stayed on and others returned back to their homeland when their trade and business were done. Those that stayed assimilated into the local community by marrying the locals.

Zapin, among other M uslim arts and culture, was introduced by these traders, which then flourished among the Muslim communities. Now, we can find Zapin throughout the region, such as Northern Sumatra, the Riau islands, Jambi, southern Sumatra, Bangka, Belitung, Bengkulu, Lampung, Jakarta, northwestern and southern Java, Nagara, M ataram, Sumbawa, M aumere, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Ternate and Ambon. In the neighbouring countries, Zapin can be found in Brunei Darussalam, Malaysia and Singapore.

In the region, zapin consists of two forms, Zapin Arab (Arabic Zapin), which does not change much since, and still practiced by local Arabs. The second form is Zapin Melayu (M alay Zapin) which was derived from its original form and modified to suit the local communities. Zapin Arab only has one form whereas Zapin Melayu consists of a variety of forms and styles. The terminology was also diversif ied, depending on the language and local dialects of the region. The terminology Zapin is used in North Sumatra and Riau, and in Jambi, Southern Sumatra and Bengkulu, beside called Zapin it is known as Dana. Zapin is known as Bedana in Lampung, and in Java it is called Zafin. Kalimantan is inclined to call it Jepin or Jepen, in Sulawesi it is Jippeng and in Maluku Jepen. In Nusatenggara, it is known as Dana-Dani.

Zapin is performed in occasions such as weddings, circumcision, thanksgiving, village festivals, even Islam's major celebrations. Generally, Zapin dancers are males. The dance is accompanied by a musical ensemble comprising of marwas, gendang, flute, violin, accordion, dumbuk, harmonium and vocal. The dance is moderate and repetitive. Its movement is inspired from human nature and the environment. For example : titi batang, anak ayam patah, siku keluang, sut patin, pusing tengah, alif and others.

Zapin performance generally inspire the performers to showcase their dance skills and craftsmanship by improvising with the accompanying music. For hundreds of years, Zapin has been a source of entertainment to local communities as well as conveying good advice to its audience with its pantuns (verses, quatrains) and songs. Even if the art form have been changed, its evolution comes naturally . Problems with continuity for traditional arts and crafts, culture, religious implications and other factors are some of the reasons hampering the progress of this art form. (Tom Ibnur dalam http://sriandalas.multiply. com/journal/ item/25)

131

Peta 1.

Negara Yaman, Asal Seni Zapin

(Sumber: nadziraa.blog.friendster.com)

M ohd Anis Md Nor yang mengutip pendapat William R. Roff dalam

disertasinya menjelaskan bahwa adalah penting untuk mengetahui hubungan antara

orang-orang Arab dari Hadhramaut dengan masyarakat M elayu di Asia Tenggara.

Berdasarkan sejarah, orang-orang Arab dari Hadhramaut ini dalam jumlah yang besar

datang ke Asia Tenggara pada awal abad kesembilan belas (M ohd Anis M d Nor

132

1990:33). Populasi masyarakat Arab di Singapura, Semenanjung M alaya, Sumatera,

dan Jawa menjadikan kondisi perekonomian di kawasan ini lebih maju. Menurut

Drewes perpindahan orang-orang Arab dari Hadhramaut ke Asia Tenggara ini

datangnya lebih belakangan dibandingkan dengan kelahiran Islam di Tanah Arab

(Drewes 1985:7-17).

3.5 Persebaran di Nusantara

Dalam sejarah Islam di Asia Tenggara, khususnya Dunia Melayu, zapin

menyebar ke semua penjuru Nusantara, seperti di Semenanjung Malaysia, Riau,

Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Jambi, Lampung, Sumatera Selatan, Bangka

Belitung, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan lain-lainnya. Persebaran zapin ini amatlah

didukung oleh para penyebar agama Islam di Nusantara, karena zapin dipandang

sebagai ekspresi seni Islam. Kini salah satu negeri M elayu yaitu Johor menetapkan

zapin sebagai tarian identitas kawasan itu yang juga telah menjadi tarian nasional

M alaysia. Kawasan-kawasan lain juga tidak tinggal diam dalam konteks mewarisi seni

zapin ini. Setiap kali ada festival tari atau musik M elayu, berbagai kawasan Dunia

M elayu selalu mempagelarkan seni zapin sebagai identitas kawasannya. Misalnya

dalam kegiatan Pesta Gendang Nusantara di M elaka, Festival Tari M elayu di

Palembang, Festival Zapin di Johor, Pesta Khatulistiwa di Kalimantan Barat, Pesta

Budaya M elayu di Medan, dan lain-lainnya.

Zapin memiliki struktur tari dan musik, yang dihasilkan oleh sistem estetika di

mana ia tumbuh dan berkembang Struktur musik zapin dapat dilihat dari instrumentasi

133

ensambel, tangga nada, wilayah nada, nada dasar, ambitus, pola ritme, metrum, dan

sejenisnya. Struktur musik dan struktur tari memiliki kaitan yang sangat erat.

Pertunjukan zapin biasanya dimulai dengan bunyi alat musik pembawa maqam

dalam gaya free meter. Ini disebut dengan taksim. Pada saat ini biasanya penari masuk

ke pentas dengan disertai gerak sembah. Selepas itu masuklah lagu dan tari zapin

secara bersamaan yang diikat dalam rentak zapin dan meter empat secara siklusnya.

Tari di sini dikembangkan dengan berbagai ragam gerak seperti alif, pecah, langkah,

sut, anak ayam, dan tahto. Di ujung persembahan musik memainkan bahagian tahtim

atau tahto sebagai coda persembahan. Suara gendang dalam densitas kuat atau senting.

Kemudian berakhirlah persembahan satu repertoar tari dan musik zapin tersebut. Ini

pola umum pertunjukan zapin di Alam M elayu.

Ensambel musik zapin di Alam M elayu dikembangkan dari gabungan dua jenis

alat musik, yaiu alat musik pebawa melodi dan alat musik pembawa ritme (rentak).

Alat musik pembawa melodi untuk mengiringi zapin adalah: (a) gambus M elayu atau

‘ud Arab, (b) harmonium, (c) akordion, dan (d) biola. Bisa dipilih salah satu atau

gabungan antara alat-alat musik pembawa melodi itu. Orientasi garapan musik adalah

melodis yang membentuk tekstur heterofoni. Masing-masing alat pembawa melodi

membentuk melodi yang sama dan saling memberikan improvisasi. Sementara alat

musik pembawa rentak adalah: (a) beberapa (2 atau lebih) gendang marwas, (b) dok

(gendang silindris), (c) gendang ronggeng, (d) marakas, (e) nekara, dan lainnya.

Struktur ritme yang dibangun berdasarkan kepada teknik interloking. Setiap pemain

alat musik ritme ini memainkan pola ritmenya sambil membentuk pola-pola ritme

134

gabungan. Pemain alat musik perkusi juga harus memahami kapan densitas lemah,

sedang, atau kuat yang diistilahkan sebagai senting.

Hubungan musik dengan tari adalah sama-sama menggunakan meter empat.

Siklus hitungan empat ini, ditambah dengan pola ritme dan gerak tari muncul dalam

pertunjukan zapin. Sejauh pengamatan penulis rentak zapin dan gerak dasar zapin

inilah yang menjadi ciri utama kenapa seni pertunjukan Islam ini disebut dengan

zapin.

3.6 Rentak

Khusus untuk rentak zapin dalam gendang, secara garis besar menggunakan dua

onomatope yaitu tum dan tak. Tum dipukul agak ke tengah gendang, sedangkan tak

dipukul di bahagian tepi membran gendang. Adapun ritme atau rentak dasar gendang

dalam seni zapin adalah sebagai berikut.

Notasi 2.

Rentak Dasar Zapin

Rentak dasar tersebut menjadi panduan keseluruhan pemain musik dan penari zapin

dalam pertunjukan zapin. Struktur rentak dasar itu terdiri dari not seperempat yang

menggunakan onomatope tum (tung) kemudian dilanjutkan dengan tanda istirahat

seperdelapan ditambah not seperdelapan yang menggunakan onomatope tak, jatuh

135

pada pukulan up-beat. Ini terjadi pada ketukan kedua. Kemudian pada ketukan ketiga,

rentak diisi oleh tanda istirahat seperdelapan dan seperelapan not yang menggunakan

onomatopeik tung. Ketukan keempat pula diteruskan dengan durasi tanda istirahat

seperdelapan ditambah dengn not seperdelapan dalam pukulan up-beat yang

menggunakan onomatope tak. Demikian seterusnya rentak dasar ini menjadi ruh

kepada pertunjukan musik dan tari zapin. Kalau diperhatikan secara seksama, maka

yang unik di dalam rentak dasar zapin ini adalah hitungan ganjil dan genap yang saling

mengisi, dan menjadikan rentak ini harus menuju ke pukulan pertama karena adanya

stressing up-beat pada pukulan dua, tiga, dan empat. Kalau dihitung berdasarkan not

seperdelapan, rangkaian rentak dasar zapin adalah 3 + 2 + 2 + 1 not perdelapanan, atau

digambarkan dalam pecahan taktus sebagai berikut (*** + ** + ** + *).

Unuk membentuk rentak gabungan yang sifatnya interloking dan ostinato,

maka setiap pemain memainkan pola-pola ritme yang berbeda. Inilah yang

dikembangkan oleh para pemain gndang dalam pertunjukan zapin di Nusantara. Setiap

pemain memiliki kretivitas sendiri dalam mengembangkan pola-pola ritme zapin itu.

Beriut adalah salah satu contoh ritme gabungan dari teknik interloking yang terjadi

dalam persembahan zapin di Nusantara.

136

Notasi 3. Teknik Interloking dalam Permainan Rentak Zapin

Lagu-lagu yang dipergunakan dalam pertunjukan zapin M elayu di Nusanara

adalah lagu-lagu yang diolah dan diciptakan oleh seniman Melayu di Nusantara ini.

Ada yang hanya dalam bentuk melodi saja, namun ada pula yang disertai dengan teks

atau lirik lagu. Lagu-lagu zapin M elayu ini diolah menjadi khas musik M elayu.

Namun demikian untuk zapin Arab atau marawis lagu-lagu yang digunakan umumnya

adalah lagu-lagu Arab. Setiap kawasan di Dunia M elayu memiliki lau-lagu andalan

dan menjadi ciri khas daerah setempat. Sebagai contoh dari Riau terdapat lagu Zapin

Lancang Kuning dan Persebatian. Di Serdang terdapat lagu Zapin Bulan

Mengambang. Sementara di Johor terdapat lagu Zapin Bunga Hutan dan Ya Salam. Di

Palembang pula terdapat lagu Zapin Palembang. Di antara lagu-lagu zapin yang

umum digunakan dalam zapin Melayu adalah seperti pada Tabel 1.

137

Notasi 4.

Lagu Zapin Bulan M engambang dari Serdang

138

Tabel 1. Beberapa Lagu Zapin yang Lazim Dipersembahkan

di Dunia M elayu

Lagu-lagu zapin M elayu umumnya dipersembahkan dengan menggunakan lirik .

Namun ada kalanya karena hanya untuk kepentingan iringan tari, lirik tersebut tidak

dinyanyikan, hanya mengandalkan bunyi instrumen saja yang lazim disebut

instrumentalia. Sejauh pengamatan penulis, lirik yang digunakan dalam lagu-lagu

zapin umumnya mengacu kepada pantun atau ada unsur-unsur pantun di dalamnya.

Pengguaan pantun banyak mendapatkan peran utama dalam lagu-lagu Melayu

termasuk dalam zapin M elayu. Oleh karena itu, pantun menjadi cir i khas dari sebuah

No Judul Keterangan

1 Anak Ayam Lagu zapin tradisi Melayu 2 Bulan Mengambang Lagu zapin tradisi Serdang 3 Bunga Hutan Lagu zapin trdisi Melayu Johor 4 Gambus Palembang Lagu zapin tradisi Melayu Palembang 5 Kamaruzzaman Lagu zapin tradisi Arab 6 Lancang Kuning Lagu zapin tardisi Melayu dari Kepulauan

Riau 7 Maulana Lagu zapin tardisi Melayu 8 Naamsidi Lagu zapin tradisi Arab 9 Persebatian Lagu zapin tradisi Riau

10 Selabat Laila Lagu zapin tradisi Arab 11 Ya Salam Lagu zapin tradisi Melayu 12 Zapin Deli Lagu zapin Melayu Deli 13 Zapin Kasih dan Budi Lagu zapin Melayu, ciptaan Ngah

Suhaimi 14 Zapin Menjelang Maghrib Lagu ciptaan Rizaldi Siagian, tari Yose

Rizal Firdaus 15 Zapin Serdang Lagu zapin Melayu Serdang

139

pertunjukan zapin Melayu. Lagu-lagu yang digarap berdasarkan pantun, teksnya selalu

diubah terus-menerus. Perubahan teks tersebut menjadi karakteristik khas mus ik

M elayu. Untuk lagu yang berjudul sama, oleh seorang penyanyi yang sama, dalam

selang waktu beberap menit, jika diulang, biasanya akan menghasilkan teks yang

berbeda.

Lagu-lagu Melayu adalah lebih mengutamakan garapan teks dibandingkan

garapan melodi atau instrumentasinya. Hal ini dapat dilihat dari garapan teks yang

terus menerus berubah, sedangkan melodinya sama atau hampir sama. Dengan

demikian musik M elayu ini dapat dikategorikan sebagai musik logogenik.3 Teksnya

berdasar kepada pantun empat baris, kuatrin, yang terdiri dari dua baris sampiran dan

dua baris isi. Kecenderungan mempergunakan ulangan-ulangan apakah itu sampiran

atau isinya.

3Jika sebuah genre musik mengutamakan aspek melodi dan ritme saja, dapat

dikategorikan sebagai musik melogenik. Contoh pertunjukan musik yang dikategorikan sebagai logogenik adalah pertunjukan ronggeng dan joget M elayu yang memang mengutamakan teks berbentuk pantun yang disajikan oleh ronggeng dan pengunjung. Aspek jual beli pantun secara spontanias merupakan ruh pertunjukan ronggeng. Sementara contoh pertunjukan musik melogenik, yang hanya mengutamakan aspek nada atau ritme saja, misalnya adalah pertunjukan gonrang bolon di Simalungun, yang tanpa menggunakan vokal penyanyi, hanya mengutamakan melodi sarune bolon dan bunyi gonrang sipitu-pitu, serta gong.

140

Notasi 4.

Lagu Zapin Lancang Kuning

141

BAB IV

BIOGRAFI ZUL ALINUR:

EKS ITENS INYA SEBAGAI S EORANG

PEMUS IK DAN PENCIPTA LAGU

4.1 Latar Belakang

Biografi Zul Alinur yang akan dideskripsikan ini, mencakup aspek-aspek: latar

belakang, perjalanan beliau berkesenian dalam menciptakan lagu-lagu zapin di

Sumatera Utara yang dilatarbelakangi oleh beberapa faktor baik bakat, lingkungan,

pengalaman hidup, pendidikan, religi, dan tentu saja identitasnya sebagai seniman

yang bersuku M elayu dan Minangkabau. Di Bab IV ini penulis akan mendeskripsikan

dan memberikan gambaran tentang bagaimana kehidupan Zul Alinur dalam

berkesenian di Sumatera Utara. Untuk lebih rinci berikut ini di uraikan latar belakang

kehidupannya, yang di peroleh dar i hasil wawancara penulis dengan beliau pada bulan

M aret 2011.

4.1.1 Latar Belakang Keluarga

Zul Alinur lahir di kota Medan Pada tanggal 31 Juli 1965 . Beliau

merupakan anak dari pasangan Bahari Ali (Almarhum) yang bersuku M elayu Batubara

dan Rosmiar (Almarhumah) yang bersuku Minangkabau. Ayah nya berasal dari

Tanjung Tiram yang merantau ke M edan untuk berdagang kain di pajak sentral pada

tahun 1940 –an. Sedangkan Ibunya perantau yang berasal dari Bukit Tinggi yang

142

hijrah ke kota M edan, ibunya merupakan seorang Ibu rumah tangga. Dari garis

keturunan tersebut, dapat di lihat bahwa Zul Alinur berdarah M elayu sekaligus

berdarah Minangkabau. Dalam aktifitas nya sehari-hari, karena lingkuangan

masyarakat berada dalam kebudayaan Minangkabau, sehingga beliau kerap di sapa

dengan sebutan mak Boy oleh keluarga, kerabat terdekat, dan rekan seniman lainnya.

Kedua Orang tua Zul Alinur M enikah sekitar tahun 1944 dan

dikaruniniahi tujuh orang anak, antara lain:

1. Rasidin Bahari ( laki-laki lahir di Medan 1953)

2. Wiratih Bahari ( perempuan lahir di M edan 1955)

3. Yuswaris Bahari ( perempuan lahir di M edan 1957)

4. Darwin Bahari ( laki-laki lahir di Medan 1959)

5. Zul Alinur (laki-laki lahir di M edan 31 Juli 1965)

6. Yusri Bahari ( laki-laki lahir di M edan 1967)

7. Yanizar bahari ( perempuan lahir di M edan 1970)

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa hanya nama Zul Alinur lah yang

tidak memakai tambahan nama Bahari yang diambil dari nama bapaknya, beliau tidak

tahu kenapa hal itu bisa terjadi ketika hal itu ingin ditanyakan kepada Ibunya tetapi

sayang Ibunya belum sempat menjawab Zul Alinur dikarenakan Ibunda telah wafat.

Dari ke enam saudara Zul Alinur yang masih hidup, hanya beliaulah yang berbakat

seni, yang merupakan darah seni yang diwariskan oleh ayahnya yang dulunya sebagai

seorang penari.

143

Zul Alinur menikah pada usia 39 tahun, tepatnya pada tangaal 12 Desember

2004., beliau menikah dengan Nur Ainur yang bersuku Jawa - M inang Kabau, yang

pada saat itu menikah berumur 25 tahun. Pada saat Zul Alinur masih lajang beliau

suka menggoda gadis lewat pesan singkat (sms) via ponsel dari situlah dia mulai

mengenal Nur Ainur.

Pada saat itu abang lagi duduk-duduk di open stage Taman Budaya Medan. Abang

melihat teman yang sedang memegang hp (telepon seluler ) lagi asyik sms-an dengan

seorang gadis dekat rumahnhya yang tak lain tak bukan adalah Nur Ainur. Secara

diam-diam abang mencuri nomor telefon Nur Ainur dari hp teman abang yang

namanya M ahadir Bahar. Hubungan kami pun terus berlanjut sehingga kami pun buat

janji ketemuan di Taman Budaya M edan. Dari situlah kakak sering datang melihat

abang latihan dan selalu menemani abang kalau abag lagi ngejob. (wawancara penulis

dengan Zul Alinur Juni 2010)

4.1.2 Latar Belakang Pendidikan

Zul Alinur pertama kali mengenyam pendidikan dasar di SD Joshua

pada tahun 1973, dan pada tahun 1978 beliau menamatkan pendidikan dasarnya di SD

Joshua ini. Kemudian ia menyambung Sekolah M enengah Pertama (SM P). dan

menamatkan tiga tahun kemudian, yaitu pada tahun 1981, Selanjutnya ia pun

melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SM A) Negeri 8 (delapan) di M edan dan

menamatkannya tahun 1984.

144

Kemudian setelah tamat SM A ini, ia masih tetap membantu orang

tuanya yang berdagang kain di pajak sentral. Ia tidak dapat menyambung ke sekolah

yang lebih tinggi (Perguruan Tinggi) karena keterbatasan dana.

Setelah tamat dari SM A, hari-hari nya diisi dengan berkesenian dengan

belajar bermain musik M inangkabau di Sanggar Tigo Sapilin. Dari hasil berkesenian

itulah beliau sudah mulai mendapatkan uang dan membantu keungan orang tuanya

yang sebagai pedagang kain di pajak sentral.

4.2 Eksitensi Zul Alinur sebagai pemusik dan Pencipta Lagu

4.2.1 Kegiatan Berkesenian

Kegiatan bermusik berawal ketika beliau duduk di bangku SM P, di sinilah Zul

Alinur pertama kali belajar bermain musik dengan mengikiuti les private gitar di

M edan M usik. Dan ketika duduk di bangku SM A, beliau juga mengikuti vocal group

untuk mengisi acara M aulid Nabi pada masa itu, dari sinilah Zul Alinur mulai belajar

menciptakan lagu khususnya lagu-lagu bernafaskan Islam, yang berjudul 12 Rabiul

Awal. Di samping itu beliau juga berpartaisipasi dalam penggarapan musiknya dengan

memainkan alat musik gitar di samping alat musik rebana, dan suling.

Setelah Tamat dari SM A, beliau tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang

yang lebih tinggi dikarenakan keterbatasan dana, sebab orang tua beliau hanya seorang

pedagang kain, walaupun demikian aktifitas nya dalam berkesenian tidak terhenti, Zul

A Kressendo String Ensamble linur pun ikut bergabung pada sanggar mus ik

M inangkabau Tigo Sapilin yang berada di kota M edan.

145

Awal mula Zul Alinur masuk ke sanggar Tigo Sapilin, kebetulan pada saat itu

rumah Zul alinur berdekatan dengan rumah Bapak Abu Bakar Sidik, S.H. dimana

rumah beliau di jadikan sebagai tempat group Tigo Sapilin ini latihan bermusik. Abu

Bakar Sidik, S.H. merupakan pendiri grup musik Tigo Sapilin dan juga sebagai tokoh

budayawan M inang, yang pada saat itu ramai sekali orang yang berkunjung dan

melihat pertunjukan musik di rumah beliau, dan salah seorang anggotanya adalah Zul

Alinur.

Zul Alinur pun di ajak untuk bergabung ke sanggar Tigo Sapilin, dari sinilah

pertama kali Zul Alinur belajar dan memainkan alat musik tradisi khususnya Minang

kabau. Orang yang mengajarkan bermain musik baik praktik dan teori adalah orang

yang berasal dari Aski Padang Panjang yang sekarang di ubah menjadi ISI ( Institut

Seni Indonesia) yang pada saat itu tinggal di rumah bapak Abu Bakar dan sedang

melanjutkan studi S1 Etnomusikologi di Universitas Sumatera Utara, diantaranya

adalah : Hajizar, Wimbrayardi, Hanefi, Syahrel, Zainal Warhat, dan salah seorang kini

menjadi dosen Etnomusikologi yaitu Arifni Netrirosa, SST, M.A. dan masih ramai

lagi orang tinggal di rumah bapak Abu Bakar. Dan lingkungan rumahnya juga beliau

dirikan sanggar dan tempat berlatih. Keluarga Abu Bakar sangat terbuka sehingga ia

sangat mendukung untuk menerima orang untuk belajar dan berkarya dan tidak

berhitung dengan uang, beliau mengatakan kepada penulis bahwa tempat tinggalnya

sebagai “Rumah Ummat”. Awal dari belajar musik tradisi M inang alat musik yang

dipelajari Zul Alinur pada saat itu adalah talempong sebagai pembawa melodi, dan

146

Zul Alinur tidak menciptakan lagu – lagu minang hanya ikut menggarap dan bermain

musik saja.

Zul Alinur bersama Tigo Sapilin kerap sekali mengisi acara dalam berbagai

event dan berbagai hiburan baik di M edan maupun di luar kota M edan antara lain

Pekan Budaya Sumatera Barat yang diadakan setiap Tahun, Pedati Nusantara, dan

event lainnya.

Setelah lama fakum dari Tigo Sapilin yang di karenakan pengajar –pengajar

yang berasal dari Aski tersebut tidak lagi bergabung dalam Tigo Sapilin di karenakan

mereka telah kembali ke Padang setelah menyelesaikan Studi S1 Etnomusikologi.

Perjalanan Zul Alinur dalam berkesenian pun tidak terhenti sampai disitu saja, Zul

Alinur mengembangkan bakat nya lewat mencipta sebuah lagu yang bergenre pop,

dengan mengikuti lomba cipta lagu LCLR yang diadakan oleh radio Pranbors Jakarta.

Zul Alinur mengirimkan sampel sebanyak dua lagu ke dalam format CD dan dikirim

lewat via pos. Lagu yang diciptakan beliau berjudul Kekagumanku ( Rock Progressif)

yang bertemakan cinta dan menceritakan keindahan seorang wanita, yang kedua

berjudul Burung-burung, yang menceritakan keindahan alam di pagi hari. Sayang

sekali pada saat itu Zul Alinur belum di beri kesempatan untuk memenangkan

perlombana tersebut, walaupun demikian semangat Zul Alinur dalam berkesenian

tidak pernah luntur.

Setelah itu Zul Alinur pun mulai masuk ke Taman Budaya Sumatera Utara

bergabung dengan rekannya yang bernama Haspan dengan membentuk group seni

orkestra yang bernama Kressendo String Ensamble, di sini Zul Alinur menjabat

147

sebagai pemusik khususnya gitar rytem dan pengaransemen untuk mengisi acara-acara

hiburan di kota M edan salah satu nya Ulang Tahun Kemerdekaan Negara Perancis di

hotel Novotel M edan pada saat itu, dan lainnya. Dari Taman Budaya ini lah Zul Alinur

mulai mengenal kesenian dari berbagai etnis di Sumatera Utara khususnya kesenian

M elayu baik musik, tari, dan lagu, serta termasuklah rentak Zapin.

Gambar 4.1

Zul Alinur

148

4.3 Zul Alinur Sebagai Pemusik Melayu

Seperti apa yang di uraikan di atas bahwa Zul Alinur merupakan suku Minang

M elayu. Beliau belajar musik M inang dari sanggar tigo safilin. Lalu dari mana Zul

Alinur memulai belajar bermain musik M elayu? Itu semua berawal dari Taman

Budaya Sumatera Utara. Dia melihat penari dan pemain musik M elayu yang sedang

latihan baik musik dan tari, dari situlah dia mulai melihat dan belajar musik Melayu

secara otodidak dan memulai menciptakan lagu M elayu. Alasan dia pada saat itu

menciptakan lagu Melayu bermula dari pertanyaannya mengapa lagu persembahan

M elayu yang berjudul makan sirih sering sekali di bawakan pada berbagai kegiatan

penyambutan para tetamu apa tidak ada lagu persembahan yang lain, disitulah beliau

menciptakan lagu Sekapur Sir ih seulas Pinang sebagai tari persembahan. Dan sekarang

beberapapa sanggar di Taman Budaya Sumut masih memakai lagu ini untuk acara

penyambutan para tetamu.

M ata pencaharian Zul Alinur adalah dari berkesenian, baik sebagai pemusik,

pengaransemen, serta sebagai pencipta lagu. tapi itu pun cukup untuk menafkahi

seorang istrinya. Zul Alinur kerap bergabung dengan sanggar musik dan tari yang

lain karena Zul Alinur tidak terikat dengan satu sanggar yang artinya freeline. Groub

yang pernah mengajaknya untuk bergabung dalam berkesienian untuk mengikuti

ivent-ivent yang bertarap nasional dan internasional, kelompok kesenian itu adalah :

a. Tigo safilin (M edan)

b. Kressendo String Ensamble ( M edan)

149

c. Ria Agung Nusantara ( M edan)

d. Patria (M edan )

e. Cempaka Deli (M edan)

f. Sanggar Teater D’Lick ( M edan)

g. Lelawangsa (M edan)

h. Safira ( Serdang Bedagai)

Lalu pada tahun 2009 , Zul Alinur beserta temannya Irma Karyono membentuk

groub musik yang bernama M etronom Musik Colaboration, dalam groub ini lah Zul

Alinur lebih fokus kedalam kesenian M elayu walaupun groub ini kerap membawa kan

musik tradisi baik Karo, M andailing, Toba, M inang Kabau, dan sebagai nya

khususnya musik tradisi di sumatera Utara. Dari sinilah Zul Alinur meminta penulis

untuk ikut bergabung sebagai vokalis.M etronom, di samping personil yang lain yang

terdiri dari: Irma Karyono (pemain gendang ronggeng), Rubino (pemain akordion dan

gambus), Afit (pemain biola), Ade (pemain gitar bass), Jumaidi (pemain zimbe ), dan

Zul Alinur sendiri, di samping sebagai pengaransemen dan pencipta lagu, beliau juga

memainkan gendang dol (Minangkabau), marwas, serta sewaktu-waktu memainkan

serulim.

150

Gambar 4.2:

M etronom M usik Collaboration

M etronom Musik Collaboration pertama sekali tampil pada saat sanggar tari

yang berda di Taman Budaya M edan ( Semenda, Nusindo, Elcis, Ars Dance Teater)

meinta metronom untuk membuat lagu zapin yang dipertujukan untuk mengiringin

musik mereka dalam festival tari zapin yang diadakan oleh Dewan Kesenian M edan

pada tahun 2009 yang lalu. Lagu- lagu terseburt adalah Zapin di Hati, Zapin Puan,

Zapin Purnam, Zapin Perantau). Pada saat itu salah satu tim juri nya adalah dosen

Etnomusikology Arifni Netrirosa. Ternyata hasilnya sangat memuaskan, semua lagu

151

Zul Alinur dalam helat M edan Art Festival masuk nominasi empat lagu terbaik, dari

situlah M etronom mulai di kenal di kalangan seni memang hanya sebatas di kota

M edan saja. Setelah itu Metronom kerap di percayai untuk tampil di berbagai acara

ivent dan festival di dalam dan di luar negeri.

Ketertarikan Zul Alinur pada Zapin ketika pertama kali beliau mendengar

rentak zapin dalam lagu Zapin kasih budi dan Zapin M enjelang Magrib,“Rentak Zapin

itu unik sehingga abang suka” , itu lah penuturan beliau. Sehingga dia tertarik untuk

menciptakan lagu-lagu zapin.

Lagu zapin yang pertama kali di ciptakanya berjudul Arena Zapin, yang

mereka bawakan pada saat mengisi acara di Pekan Raya Sumatera Utara M edan. Lalu

setelah itu, karya beliau yang berjudul zapin perantau di bawakan oleh Taman Budaya

M edan untuk mengikuti acara PPSS (Pertemuan Pameran dan Pargelaran Seni

Sesumatera) di Bangka Belitung. Setelah itu terciptalah lagu-lagu zapin yang lain serta

lagu Melayu yang bergenre lain.

Prestasi dan Kegiatan yang di ikutin oleh Zul Alinur

Zul Alinur selaku pemain musik, pengaransemen serta pencipta lagu memiliki

segudang prestasi dan kerap sekali tampil di berbagai ivent dan festival. Dari hiburan

Upacara perkawinan samapai mewakili Negara Indonesia untuk tampil di Negara-

Negara besar. Disamping Fesrival Zapin yang diadakan oleh Dewan Kesenian M edan

yang empat karya Zul Alinur mendapat penghargaa, Karya-karya khususnya Zapin

152

ciptaan Zul Alinur juga di tampilkan dalam Ivent zapin yang bertarap nasional dan

Internasional antara lain:

a. Semarak Zapin S erantau ( Bengkalis )

Semarak Zapin, adalah persembahan tari dari kelompok-kelompok Zapin yang

berasal dari beberapa kota dan luar negeri, serta artis jemputan, diantaranya;

Kelompok Seni M ara Tari ( AKMR) - Pekan Baru, Riau), Gee III Ansambel – Padang

Panjang Sumatera Barat, Suhaimi M agi - Kuala Lumpur, PLT. Laksemana – Pekan

Baru Riau, PLST. Awang Sambang – Karimun, Kepulauan Riau, Sanggar Panglima –

Pelalawan Riau, Kumpulan Seni Seri M elayu (KSSM ) – Pekan Baru Riau, PB M abmi

- Medan Sumatera UTara, Sanggar Keledang – Tanjung Pinang Kepulauan Riau,

Sanggar Tasik – Bengkalis Riau , Atan Lasak – Pekan Baru Riau, Hairia Yusof –

Singapura, dan Nusindo Medan, yang pemusik nya adalah M etronom membawakan

dua persembahan lagu dan tari zapin antara lain : Zapin M enjelang Magrib ciptaan

Rizaldi Siagian sedangkan pencipta tari Yose Rizal Firdaus, persembahan kedua

adalah Zapin Puan dimana pencipta lagu dan pencipta musiknya adalah Zul Alinur

sedangkan pencipta tari adalah Irpansyah.

153

Gambar 4.3

M etronom dan Nusindo pada saat mebawakan tari Zapin Menjelang M aghrib

Zapin puan ini yang berangkat dari Tanah Deli Sumatera Utara. Idiom - idiom

gerak Zapin Deli dikemas dan di Kembangkan sesuai dengan perkembangan zaman.

M enceritakan tentang keteguhan Puan ( Perempuan ) Deli, dalam mempertahankan

suatu sikapnya untuk menghadang derasnya arus globalisasi. Direntak kakinya

disimpan denyut nadi budaya dan puanlah yang dituntut untuk mengembangkannya

sampai ke anak cucu. Demikinanlah sinopsis lagu Zapin puan yang lagu ini mendapat

154

apreasiasi dan tepuk tangan yang meriah oleh penonton yang berada di gedung ce’

puan Bengkalis.

b. Temu Zapin Indonesia ( Pekan Baru)

Pada bulan Juli 2010 dalam ivent yang bertajuk Temu Zapin Indonesia

“Mengembangkan estetika dan kretifitas tari melalui zapin” ,d i Pekan Baru Riau.

Dilaksanakan berbagai serangakaian acara baik seminar serta persenbahan tari Zapin

yang didiikuti berbagai kota besar di Indonesia. Kurang lebih sebanyak 13 ( tiga

belas) grup Zapin yang turut tampil dalam perhelatan temu zapin Indonesia tersebut

yang datang dari penjuru kota di tanah air. Banyak karya-karya zapin ( musik dan tari)

yang di tampilkan, baik zapin tradisi, kreasi,maupun inovatif. Pembukaan helat zapin

tersebut diawali dengan penampilan dua orang budayawan M elayu khususnya Zapin,

yakni OK Nizami Jamil (Riau) dan Yoserizal (Medan) dengan iringan gambus Amad,

si pemetik gambus cilik asal Negeri Terubuk Bengkalis.

155

Gambar 4.4

Nizami dan Yosrizal

Banyak tokoh-tokoh zapin yang hadir dalam menyemarakkan acara Temu

Zapin Indonesia salah satunya adalah Tom Ibnur, salah seorang tokoh Zapin

Indonesia yang bertindak sebagai kurator pada Temu Zapin Indonesia 2010 di Hotel

Ratu M ayang Garden, yang diselenggarakan pada 19-20 Juli. Bersama Ben M

Pasaribu dan juga Iwan Irawan Permadi yang bertindak sebagai Art Direktor. ‘’Helat

ini diharapkan menjadi kebanggaan serta tantangan untuk melestarikan,

mempertahankan dan mengembangkan tradisi (khususnya zapin) agar tidak ditutupi

pengaruh luar,’’ ungkap RM Yamin. Karya

156

Karya Zul Alinur pun ikut memeriahkan perhelatan ini yang berjudul Zapin

Perantau yang dibawakan oleh sangar Ars Dance Theater grub ini di tujuk oleh

Dewan Kesenian Medan yang satu dari empat karya Zul Alinur yang memenangkan

Festival tari zapin untuk mewakilin kota M edan dalam acara Temu Zapin Indonesia .

Zapin ini sangat begitu unik, Zapin ini merupakan zapin hasil kreasi baru yang tetap

merujuk pada gaya rentak zapin tradisional. Lagu Zapin Perantau ini mendapatkan

tepuk tangan yang meriah pada saat itu, sebab Zapin ini sangat begitu unik di

bandingkan dengan zapin-zapin yang di tampilkan pada saat itu, dari segi kostum

penari memakai sarung dan memegang alat musik marwas, zapin ini menceritakan

sesorang yang sedang merantau, banyak unsur-unsur budaya lain masuk ke karya ini

contohnya budaya Jawa dan Cina yaitu dari segi teks nyanyian. Sebelumnya Zapin

Perantau ini juga pernah dibawakan di acara PPSS (pargelaran Pertunjukan Seni se

Sumatera) di Bangka Belitung.

157

Gambar 4.5

Zapin Perantau

e. Festival Seni Melayu Nusantara ( Palembang )

.Acara ini merupakan acara untuk memperkenalkan berbagai kesenian maupun

juga tari-tarian yang bisa mempererat hubungan antara Melayu serumpun . Festival

Seni M elayu Nusantara ini dapat digunakan sebagai sarana informasi dan kerja sama

antar negara Provinsi dan Kabupaten Kota dan rumpun Melayu. Acara ini diisi oleh

kontingen yang bersal dari berbagai kota besar di Indonesia dan berbagai negara

tetangga antara lain ; M alaysia, Singapura dan Brunei Darussalam.

158

Pemerintah Kabupaten Langkat bersama karya Zul Alinur, menampilaka

sebuah garapan musik dan tari yang berjudul Zapin Langkat Bertaluh dan Karya Zul

Alinur inilah mendapat satu penghargaan penata musik terbaik ini merupakan suatu

kebanggan dari Zul Alinur sendiri.

Selain evebt yang bertajuk Nasional, Zul Alinur pun kerap ikut tampil di event-

event Internasional yang mewakili Indonesia dalam misi kebudayaan, antara lain:

a. Pesta Gendang Nusantara ( Malaka, Malaysia )

Pesta Gendang Nusantara (PGN) merupakan suatu event yang diselenggarakan

setiap tahun bersamaan dengan ulang tahun kota M elaka pada tanggal 15 April. Pesta

ini sudah menjedadi event yang bertarap internasional di karenakan disamping pesta

yang dihadiri dari berbagai kumpulan Nusantara dan di tambah dengan jemputan

antar bangsa sehingga Pesta Gendang sudah menjadi event bertaraf dunia.

159

Gambar 4.6

Groub Cempaka Deli

Zul Alinur bersama Cempaka Deli pimpinan Datuk Ahmad Fauzi ikut serta

dalamperhelatan yang di adakan di kota M elaka ini dengan membawakan dua tarian

antara lain Zapin Menjelang M aghrib ciptaan Rizaldi Siagian,dan Zapin Puan ciptaan

Zul Alinur. Penulis ikut serta dalam acara ini dan di sinilah penulis pertama kali di

percayakan untuk menyayikan lagu zapin ciptaan beliau.yaitu Zapin Puan.

Gambar 4.7:

Zapin Puan dalam harian Kompas

160

b. Tongtong fair

Tongtong fair merupakan suatu event tahunan dunia yang sudah lama

melegenda di Eropa sejak tahun 1959 yang diadakan di negara kincir angina, Belanda

dan suasana yang diciptakan seperti suasana pasar malam Asia Tenggara. Yang

mempertunjukkan sekaligus mempertemukan berbagai pameran seni budaya barat dan

Asia. Banyak pertunjukan seni budaya yang di tampilkan dari mulai M usik, tari,

Sastra, film, dan lain-lain.

Zul Alinur bersama Ria A gung Nusantara ikut derta dalam helat internasional

ini, dengan menempilkan berbagai pertunjukan tari dan musik khususnya dari etnis

Sumatera Utara. Setelah itu Zul Alinur juga pernah ikut untuk mewakili Indonesia

161

khususnya Pemprov Sumatera Utara dalamM isi kebudayaan ke lima Negara yaitu

Jerman Belgia Belanda Luxenburg disini mereka menampilkan berbagai musik dan

tari Etnis Sumatera Utara.

c. Cross Culture (S urabaya)

Karya Zapin Zul Alinur tidak ditampilkan dalam ivent itu saja. Ivent yang

bertajuk Internasional “Cross Culture” Surabaya, menampilkan berbagai artaksi

budaya dari berbagai kota-kota besar di Indonesia dan beberapa Negara antara lain

Korea, Jepang, Cina

M etronom bersama sanggar tari Safira yang berasal dari Pemerintahan

Kabupaten Serdang Bedagai ikut memeriahkan perhelatan itu dengan membawakan

lagu ciptaan Zul Alinur yang berjudul Zapin Rentak Bertuah.

Zapin Rentak bertuah ini pun ikut serta dalam festifal Gema Pariwisata di

lapangan merdeka Medan yang di buat oleh oleh Pemko M edan dan karya Zul Alinur

ini keluar menjadi jura pertama.

162

BAB V KAJIAN TEKS

5.1 Keberadaan Teks dalam Lagu-lagu Melayu

Dalam setiap seni peryunjukan lagu dan tari M elayu di Sumatera Utara,

termasuk zapin, terjadi komunikasi di antara seniman dan para penonton, dengan

berbagai interpretasi (penafsiran) terhadap pertunjukan yang terjadi. Kesemua

aktivitas komunikasi dalam peristiwa seni pertunjukan ini berdasarkan kepada pola-

pola budaya M elayu, yang hidup selama berabad-abad.

Termasuk ke dalam komunikasi seni pertunjukan itu mencakup: (a) lirik atau

teks lagu-lagu M elayu, yang memiliki ciri-ciri khas dibandingkan komunikasi verbal

dengan bahasa seharian, (b) inteyeksi atau kata-kata seru untuk memperkuat suasana

pertunjukan, seperti: he wa, hajar yong, syor kali ah, sampai pagi dan sebagainya, serta

(c) kata-kata pengantar dalam setiap pertunjukan. Komunikasi lisan dalam seni

pertunjukan M elayu biasanya menggunakan berbagai gaya bahasa (metafora, aliterasi,

perulangan, hiperbola, repetisi, dan sebagainya). Komunikasi lisan ini juga menjadi

bahagian yang terintegrasi dengan aspek-aspek bukan lisan seperti nada, irama, rentak,

melodi, gerak-gerik, dinamika, mimesis, dan sebagainya. Komunikasi lisan selalu

distilisasi untuk menarik perhatian penonton, dan menambah unsur estetika

pertunjukan. Komunikasi lisan ini menggunakan berbagai genre puisi tradisional

M elayu.

Teks dalam lagu-lagu Melayu, termasuk dalam seni zapin, biasanya

mengekspresikan tema yang akan dikomunikasikan oleh pencipta, seniman, kepada

para penontonnya. Teks ini ada yang sifatnya eksplisit, yaitu mudah dicerna dan

163

ditafsir secara langsung, dan ada pula teks lagu-lagu M elayu yang sulit untuk dicerna

dan ditafsir, karena penciptanya sengaja membuat teks yang bersifat rahasia, diberi

gaya bahasa, dan sifatnya lebih tertutup (implisit). Oleh karena itu, teks dalam lagu-

lagu Melayu ini perlu diresapi, dipahami, dan ditafsir oleh penonton berdasarkan nilai-

nilai budaya yang hidup di dalam kebudayaan M elayu secara umum. Walau

bagaimana pun, secara umum teks (lir ik) lagu-lagu Melayu termasuk dalam zapin,

memainkan peran utama dalam budaya M elayu. Sehingga dapat dikatakan bahwa

lagu-lagu Melayu sebenarnya dalam pertunjukan mengutamakan sajian teks, yang

dalam studi etnomusikologi lazim disebut dengan logogenik.

5.2 Logogenik

M enuurut pengalaman penulis, salah satu aspek yang sangat penting dalam

lagu-lagu atau musik M elayu ialah peranan teks atau lirik yang sangat menonjol.

Garapan teks ini mendapat kedudukan yang utama dalam pertunjukan lagu-lagu

M elayu. Tari selalu diiringi bukan hanya oleh musik instrumental, juga dengan lagu,

termasuk tari zapin. Lagu-lagu dalam budaya musik M elayu, umumnya berdasarkan

kepada aturan-aturan puisi M elayu, khususnya pantun. Dengan kedudukan

sedemikian rupa, maka penulis bisa mengkategorikan musik Melayu sebagai mus ik

yang logogenik. Artinya bahwa musik Melayu sangat mengutamakan wujud verbal

atau bahasa, dalam pertunjukannya (lihat Malm, 1977). Dengan demikian,

komunikasi lisan dalam musik M elayu memegang peranan utama. Komunikasi lisan

ini umumnya dinyanyikan dengan melodi tertentu, dan iringan rentak tertentu, disertai

164

berbagai norma dan aturan, menurut tradisi pertunjukan tradisional Melayu, seperti

pertunjukan pasangan lagu, yaitu lagu lambat ke cepat, yang diistilahkan dengan

pecahan lagu. Selain itu, sebelum seseorang penyanyi lagu M elayu bernyanyi,

selalunya didahului dengan kata-kata penghantar atau aluan dari pembawa acaranya,

yang juga selalu menggunakan puisi tradisional Melayu.

Di sisi lain, ada pula kebudayaan musik yang lebih mengutamakan aspek ritme

dan melodi musik, misalnya tradisi gordang atau gondang pada masyarakat

M andailing, Angkola, Toba, Simaungun dan Dairi di Sumatera Utara. Budaya musik

yang sedemikian ini dapat dikategorikan sebagai muzik melogenik.

Dalam Bab V ini, penulis akan mengkaji teks (lirik) dalam lagu-lagu zapin

M elayu ciptaan Zul Alinur. Kajian ini menggunakan teori semiotik, yang mencakup

makna intrinsik lagu, kajian mengenai tanda-tanda lagu itu sendir i, seperti kualitas

nyanyian, aktualisasi lagu, dan pengorganisasian lagu. Kemudian melangkah kepada

referensi lagu, yaitu kajian tanda-tanda nyanyian dengan berbagai objek yang

mungkin, yang memfokuskan kepada signif ikasi nyanyian dengan objek yang lebih

luas.

Selepas itu adalah interpretasi musikal atau kajian tanda-tanda musikal yang

berhubungan dengan pelbagai interpretannya, yang memfokuskan perhatian kepada

aksi tanda-tanda musikal dalam pikiran manusia yang menerimanya. Kajian terakhir

ini terdiri daripada: persepsi musik, persembahan, dan intelektualisasi.

5.3 Lagu Zapin Ba’da Ashar

165

Lagu Zapin Ba’da Ashar atau Zapin Kembali Kasih ini terdiri dari lima bait

dan sembilan belas baris. Setiap bait terdiri dari empat baris, kecuali bait ketiga yang

terdiri dari hanya tiga baris teks. Ciri intrinsik struktural lainnya dari lagu Zapain

Ba’da Asahr ini adalah penggunaan rima (persajakan) tunggal walau tidak mutlak

diberlakukan di semua tempat, yaitu ujung setiap baris.

Setiap baris lagu umumnya terdiri dari dua sampai empat kata yang berangkai

maknanya. Sementara bahasa yang digunakan adalah bahasa M elayu (Indonesia).

Zapin ini hnaya menggunakan satu terminologi Arab, yaitu kata berzapin saja, yang

terdapat pada bait terakhir. Kata berzapin ini diulang sekali dalam bait yang sama.

Selebihnya menggunakan kosakata M elayu.

Selain pada isi teks, kata dari bahasa Arab yang digunakan dalam lagu zapin

ini adalah pada tajuk (judul) lagunya yang kata ba’da. Kata ini memiliki makna

aselepas, sesuadah, setelah, atau pasca. Jika dikaitkan dengan kata Ashar berarti

sesudah Ashar atau menjelang waktu M aghrib.

Penggayaan kata juga terjadi di dalam lagu zapin ini. Terjadi pemendekan

kata-kata untuk kepentingan melodis dan estetika. M isalnya kata akan menjadi kan

saja, kata aku menjadi ku, kata tidak menjadi tak. Selengkapnya teks lagu zapin ini

adalah sebagai berikut.

166

Zapin Ba’da Ashar (Kembali Kasih)

(1) Surya kan tenggelam

(2) Malampun menjelang

(3) Nikmati hari di ambang petang

(4) Kita berzapin sambil berdendang

(5) Bila ku terkenang

(6) Rindu tak terhalang

(7) Siang dan malang selalu terbayang

(8) Aduhai kasih aduhai sayang

Reffrain:

(9) Malam yang benderang

(10) Bertaburan bintang

(11) Redup hatiku terbalut awan

(12) Senja yang gemilang

(13) Melepas petang

(14) Menghibur hati

(15) Kita berdendang

167

(16) Mari berzapin

(17) Menarilah aduhai kawan

(18) Mari berzapin

(19) Marilah aduhai kawan

Seperti yang terkandung dalam judul lagunya, zapin ini bercerita tentang

keadaan pasca waktu shalat Ashar. Tampaknya judul lagu ini terinspirasi juga dengan

judul lagu zapin yang diciptakan oleh Rizaldi Siagian tahun 1990-zn yaitu Zapin

M enjelang Maghrib. Lagu Zapin Ba’da Ashar ini, merupakan indeks dari keadaan

selepas Ashar, para seniman semestinya terus mengingat Allah melalaui kegaitan

menari dan berkesenian, menjelang masuknya waktu Maghrib. Dalam jeda waktu

sekitar dua jam setengah itu marilah kita manfaatkan untuk terus memuji Allah, Tuhan

semesta alam ini. Mari kita berzapin dan berdendang menikmati karunia Allah.

Selanjutnya, dalam keadaan mengingat Allah ini, manusia juga dikaruniai

perasaan cinta yang universal. Keadaan ini digambarkan dalam bait kedua yaitu bahwa

penyair atau pencipta lagu terkenang kepada kekasih hatinya. Ia merindukan kekas ih

hatinya siang dan malam, selau terbayang. Itulah akibat rasa cinta manusia.

Keterkenanagan ini adalah bahagian dari manifestasi rasa cinta antara kekasih.

Bagaimanapun Tuhan menciptakan manusia dengan disertai rasa cinta kepada

kekasihnya, sebagaimana Adam merindukan pasangan hidupnya yaitu Siti Hawa.

168

Dengan adanya rasa cinta ini, maka kemudian mereka membentuk rumah tangga yang

sakinah, mawardah, dan warahmah. Akhirnya meneruskan generasi-generasi baru

manusia, dan lanjutlah keturunan manusia di dunia ini. Tentu saja generasi manusia

harus dibekali ilmu, iman, dan takwa, dalam rangka menujui ridha Allah yang

menciptakannya.

Dalam bait kedua ini, salah satu zapin di Sumatera Utara yaitu Zapin Ya Salam,

ciptaan Tengku Syafick Sinar menggambarkan hal yang sama. Jadi menurut penulis

ada keterkaitan antara sesama pencipta lagu M elayu dalam mengembangkan karya-

karya cipta mereka.

Dalam bait ketiga digambarkan bagaimana malam yang benderang, namun

karena suasana hati yang terbalut awan, maka memiliki dampak psikologis terhadap

diri sang pengarang, yaitu redup hatinya. Jadi alam yang ceria pun jika suasana hati

kurang baik, akan menimbulkan suasana yang tidak baik dalam ekhidupan seseorang.

Oleh karena itu, jangan terlalu dipikirkan suasana yang tidak baik itu, mari kita

berdendang, menari, dan berzapin. Demikian kira-kira makna yang ingin disampaikan

oleh baris-baris teks tersebut.

Dalam membina hubungan dengan Allah dan alam, yang digambarkan dalam

teks ini, marilah kita mengisi luang waktu untuk terus berzikir kepada Allah memalui

seni zapin. Senja gemilang, melepas petang, menghibur hati kita berdendang. M ari

berzapin, marilah aduhai kawan.

Jadi tema utama zapin ini adalah sebagai manusia yang diberi bakat seni,

marilah kita memingat atau berzikir kepada Allah melalui seni zapin, sebagai seni

169

Islam yang dapat memperkuat solidaritas dan integrasi manusia di dunia ini. Merilah

mengingat Allah selalu melalui seni zapin yang kita bina ini. Bersama itu kita diberi

Allah rasa cinta dan kasih. M ari kita bina rasa cinta kasih yang universal itu, untuk

rahmat kepada seluruh alam. Dengan demikian Allah akan memberikan anugerahnya

kepada kita dalam rangka mengharungsi hidup di dunia ini.

5.4 Zapin In My Heart

Sesuai dengan judulnya yaitu Zapin in My Heart, atau terjemahannya dalam

bahasa Indonesia Zapin di Hatiku. Adapaun tema utama lagu zapin ini adalah

kerisauan sang pengarang terhadap semakin merosotnya atau terjadinya degradas i

budaya khususnya terhadap seni zapin. Sang pencipta atau pengarang gundah akan

hilangnya seni zapin ditelan oleh era globalisasi sekarang ini. M anusia termasuk orang

M elayu mengejar budaya hedonisme, kebendaan, keberhalaan, kenikmatan dunia yang

sifatnya sementara, dan sejenisnya.

Secara intrinsik struktural lagu Zapin in My Heart ini terdiri dari empat bait

teks. Setiap bait terdiri dari empat baris. Sehingga jumlah keseluruhannya adalah enam

belas baris. Kemudian di ujung ditambah dengan kata-kata interyeksi hei dan ya.

Agak berbeda denan teks lagu-lagu zapin lainnya, dalam Zapin in My Heart

ini, Zul Alinur cenderung menggunakan empat sampai enam kata dalam satu barisnya.

Atau sepuluh sampai enam belas suku kata dalam satu baris. Dengan demikian, ada

kecenderungan memanjangkan baris, kata, dan suku kata. Sementara di sisi lain, rima

atau persajakan yang digunakan cenderung tunggal dalam setiap barisnya. Kosakata

170

atau bahasa yang digunakan juga bahasa M elayu. Kosakata bahasa Arab hanya

menggunakan kata zapin saja. Makna yang terkandung dalam teks juga adalah

eksplisit dan langsung, yidak menggunakan kata-kata kias atau gaya bahasa (plastik

bahasa). Selengkapnya lirik lagu zapin ini adalah sevafai berikut.

Zapin in My Heart

(1) Ketika zapin tak lagi dipandang

(2) Terpikir olehku kelak kan hilang

(3) Berita halaman datang menghadang

(4) Terpikir olehku kan menghadangnya

(5) Mungkin lebih baik hilangnya harta

(6) Daripada nanti hilang budaya

(7) Mungkin lebih baik hilangnya harta

(8) Daripada nanti hilang budaya

(9) Ketika zapin menghentak ke hening malamku

(10) Hati bergetar mendengar dentum runduk pasrahmu

(11) Karena zapin musnahlah semua duka hatiku

(12) Tak urung niat tulus hati untuk menyayangmu

171

(13) Ketika zapin mulai teguh di taman hatiku

(14) Arah ku sanjung ku hiasi bak teman hidupku

(15) Karena zapin masyhurkan samudra negriku

(16) Jagalah ia sirami dengan kasih sayangmu

Hei … ya … iya … iya … iya … iyaya

Isi teks zapin tersebut adalah menggambarkan tentang degradasi seni zapin

yang tidak lagi dipandang manusia pendukungnya, seperti yang terjadi di era-era

sebelumnya. Terjadinya penyusutan dan degradasi zapin karena perkembangan zaman

yang terus menggerusnya. Menghadapi hal ini, pengarang ingin mencoba menghadang

bergulirnya kemunduran dan hilangnya zapin di tengah-tengah budaya Melayu.

Sang pengarang menjelaskan konsepnya untuk melestarikan seni zapin ini

melalui kata-kata: M ungkin lebih baik hilangnya harta/ Daripada nanti hilangnya

budaya. Jadi melalui kata-kata ini sang pengarang memerikan bahwa budaya itu lebih

penting dibandingkan harta. Jadi janganlah bersifat hedonisme, atau mencintai harta

secara berlebihan, sehingga melupakan budaya yang semestinya dijaga terus. Budaya

ini mencakup semua unsurnya seperti agama, teknologi, bahasa, adat-istiadat, pakaian,

dan juga kesenian, termasuk sebni zapin. Jadi menurut pencipta lagu ini jangan

lupakan budaya, walau tidak dilarang mengumpulkan dan mencari harta sebanyak-

banyaknya. Yang penting jadilah manusia yang sempurna menjadi insan takwa,

172

berilmu, beramal, kuat dalam ekonomi, dan menjaga selalu kebudayaan atau

keseniannya.

Tema cinta universal juga muncul dalam lagu zapin ini. Bahwa di keheningan

malam hati sang pengarang bergetar melihat zapin mengalami degradasi karena faktor

perubahan zaman. Ada niat kuat di dalam diri pengarang untuk menyayangi dan

mencintai zapin. Bagi pengarang zapin memiliki kekuatan sosioreligius untuk

menghibur dirinya dari himpitan masalah hidup sehari-hari. Zapin dapat menjadi

sarana ibadah antara manusia dengan Sang Khaliknya atau manusua dengan manusia.

Dalam zapin terkandung nilai-nilai budaya bagi memanusiakan manusia menurut

fitrah dan kodratnya.

Filsafat cinta universal menjadi pandangn hidup sang pengarang lagu ini.

Termasuk cintanya pada seni zapin. Dengan gaya bahasa yang puitis, sang pengarang

mengemukakan kecintaannya pada seni zapin ini, yang dibayangkannya sebagai teguh

ditaman hatiku, bak teman hidupku, masyhurkan samudera negeriku, sirami dengan

kasih sayangmu dan kata-kata sejenisnya.

Sama dengan teks lagu-lagu seni zapin karya Zul Alinur lainnya, dalam zapin

ini dipakai juga beberapa kata yang dipendekkan penyebutannya. M isalnya kata bak

digunakan untuk mengganti kata bagaikan, kata tak untuk menggantikan kata tidak,

kata kan menggantikan kata akan, dan lain-lainnya. Ini memang diksi yang khas yang

dilakukan oleh Zul Alinur.

Jadi secara umum tema lau zapin di atas adalah keinginan pengarang dan

mengajakkita semua untuk melestarikan zapin. Cintailah ia sebagai bahagian dari

173

budaya dan diri kita. Di dalam zapin terkandung mutiara ajaran-ajaran agama dan

budaya yang dapat menjadikan kita sebagai insan yang sempurna, yang selalu menjaga

hubungan sosial dengan sesama manusia dan makhluk lainnya. Juga hubungan antara

manusia dengan Allah yang menciptakan dirinya. Dengan menghayati nilai-nilai yang

terdapat dalam seni zapin, maka dapat memandu manusia mendudukkan dan

menempatkan dirinya secara tepat dan bermanfaat kepada alam ini.

5.5 Arena Zapin Lagu Arena Zapin in i memiliki judul yang terbalik artinya semua lagu Zul

Alinur umumnya dimulai dengan kata zapin, namun khusus lagu ini kata zapin

ditempatkan di akhir yaitu setelah kata arena. Arti judul lagu ini adalah kawasan,

medan, atau tempat zapin. Dilihat dari struktur intrinsiknya, maka zapin ini terdiri dari

empat bait. Antara bait dua dengan tiga disisipi oleh kata-kata interyeksi sebagai

indeks dari penyebutan zapin lainnya di Nusantara yaitu Yadana atau Yada. Secara

umum lagu zapin ini menggunakan rima atau persajakan binari yang tidak murni,

artinya sedikit bebas dari ikatan persajakan, walau masih nampak akar normanya.

Dalam satu baris umumnya terdiri dari tiga sampai lima jumlah kata, dengan suku kata

antara tujuh sampai empat belas suku kata setiap barisnya.

Secara umum zapin ini menggunakan bahasa M elayu (Indonesia) juga. Hanya

kata zapin, yada, dan tahtum yang tampak sebagai unsur serapan dari bahasa Arab.

M akna yang disampaikan oleh pengarangnya yaitu Zul Alinur juga makna yang

174

berterus terang atau eksplisit. Tidak banyak menggunakan makna-makna konotatif.

Selengkapnya Arena Zapin ini teks atau liriknya adalah sebagai berikut.

Arena Zapin

(1) Sayup terdengar musik mengalun

(2) Menghias malam si anak dara

(3) Paras cantik sematkan kerudung di kepala

(4) Tersenyum lembut memberi salam

(5) Irama zapin rentak M elayu

(6) Mainan anak lepaskan lara

(7) Kaya miskin tak pandang dirimu aduh sayang

(8) Budi baik yang harus dijaga

(9) Yada..yada..yada yada, yada

(10) Yada Yada..yadai yada yadai yada

(11) Dengarlah hai dengarlah

(12) Irama zapin mengalun

(13) Gerak rentak dan tahtum

(14) Mengikuti laguku

175

(15) Marilah hai marilah

(16) Kita bersama menari

(17) Gembira bersuka di arena zapin

Bait pertama lagu ini menggambarkan penari zapin ayaitu anak dara yang

memakai kerudung. Peristiwa tari zapin ini adalah di tengah malam. Anak dara pemain

zapin yang digambarkan adalah bertudung dan tentu saja berpakaian ala Melayu

dengan menjaga tata susila, adat, dan kesopanannya. Ini adalah ikon busana dan dara

M elayu. Dara M elayu tersebut tersenyum memberi salam. Bagaimana pun dalam

budaya M elayu, senyuman adalah bahagian dari sedekah kita kepada orang lain.

Jangan mencemberutkan wajah jika bertemu dengan orang lain, tersenyumlah karena

itu akan memberikan pahala kepada kita.

Kemudian bait kedua menggambarkan tentang zapin adalah milik semua orang

baik yang miskin maupun yang kaya. Zapain akan memberikan pendidikan dan

hiburan bagi para pekaku dan pendukungnya. Zapin juga sebagai sarana hiburan sosial

untuk pelepas lara. Dalam zapin terkandung rentak dan identitas musik Melayu. Dalam

zapin juga terkandung nilai cinta kasih (budi) yang universal. Lagi- lagi Zul Alinur

menyampaikan filsafat cinta kasih M elayu dalam bait ini. Sisipan beriktnya adalah

kata-kata yada dan yadai. Kata-kata repetitif ini memang selalu digunakan dalam lagu-

lagu zapin. Kata-kata ini juga terkadang di berbagai tempat di Nusantara digunakan

untuk menyebut nama lain dari zapin, seperti sebutan dana, yadana, bedana, dan

176

sejenisnya. Dengan demikian, Zul Alinur memang telah memahami aspek suku kata

yang menjadi khas dalam menciptakan lagu-lagu zapinnya.

Kemudian pada bait berikutnya, yaitu kata-kata Dengarlah hai dengarlah/

Irama zapin mengalun/ Gerak rentak dan tahtum/ M engikuti laguku. Teks lagu ini

berisikan istilah-istilah yang lazim digunakan dalam musik M elayu secara umum dan

musik zapin itu sendiri secara khusus. Adapun istilah musikal yang diguanakannya

adalah: irama, alun, rentak, dan lagu. Dalam musik Melayu yang dimaksud irama

adalah pola-pola ritem yang mendasari sebuah lagu, istilah ini juga sinonim maknanya

dengan kata rentak. Dalam musik Melayu dikenal rentak atau irama senaandung (asli),

mak inang, lagu dua (joget), zapin, gubang, patam-patam, dan lainnya. Sementera

istilah tahtum atau tahto adalah frase musik di ujung pertunjukan zapin yang biasanya

mengantarkan untuk penyelesaian pertunjukan akhir, yang diistilahkan penati meminta

tahtum.

Dengan demikian Zul Alinur sadar bahwa zapin memiliki keterkaitan dengan

konsep-konsep musik secara etnosains dalam kebudayaan M elayu. Ia dengan sengaja

memasukkan istilah-istilah musik dan tari ini dalam lagu-lagu ciptaannya. Dengan

keadaan seperti ini dapat dikatakan bahwa Zul Alinur memuatkan nilai budaya dalam

karyanya. Untuk ini pastilah Zul Alinur belajar dari tradisinya untuk mengangkat

nilai-nilai itu dalam lagu zapin yang diciptakannya.

Bait yang terakhir, memiliki makna yang langsung dapat ditafsir bahwa

pengarang mengajak kita untuk bersama-sama bergembira, sambil menari, dan bersuka

ria di gelanggang atau arena zapin. Jadi bagi Zul Alinur, zapin memiliki kekuatan

177

untuk menghibur semua orang yang menari, bermusik, atau mendengarkannya.

Demikian kira-kira makna sosiobudaya yang hendak disampaikan oleh Zul Alinur

melalui lagu zapin ini.

5.6 Zapin di Hati Agak berbeda dengan lagu-lagu zapin yang diciptakan oleh Zul Alinur, maka

lagu Zapin di Hati ini yang paling kuat mengekspresikan aspek pantun dalam teksnya.

Dalam lagu ini dijumpai sampiran dan isi, sebagaimana yang lazim terdapat dalam

pantun M elayu dan M inangkabau. Sampiran lagu ini adalah berisi entang alam, yaitu

gunung yang terjal dan laut yang dalam. Sampiran ini mum digunakan dalam tradisi

pantun. Pantun termasuk kepada puisi M elayu lama yang terus digunakan hingga masa

kini. Pantun ditandi dengan satu bait terdiri dari empat, enam, atau delapan baris.

Lagu Zapin di Hati ini terdiri dari empat bait. Keseluruhannya adalah empat

belas baris. Bait pertama emat baris, bait kedua tiga baris, bait ketiga empat baris, dan

bait keempat tiga baris. Diksi yang dipakai oleh Zul Alinur untuk lagu ini berciri khas

M elayu seperti kata-kata: tari, zapin, hati, cintalah, dan lain-lainnya. Juga

menggunakan kata-kata yang dipendekkan seperti ku menggantikan aku, kau

menggantikan kata engkau. Selengkapnya kata-kata lagu ini adalah sebagai berikut.

178

Zapin di Hati

(1) Tingginya gunung dapat ku daki

(2) Walaupun terjal menghalang diri

(3) Tingginya hati jangan kau cari

(4) Walaupun sejengkal tiada berarti

(5) Ku nyanyikan laguku-laguku

(6) Serta tari zapin di hati

(7) Ku sembahkan laguku, tariku, untuk negeri

(8) Dalamnya laut dapat ku selami

(9) Walaupun karang menghalang diri

(10) Dalamnya hati tiada bertepi

(11) Hanya cintalah yang berlabuh pasti

(12) Ku nyanyikan lagu-laguku

(13) Serta tari zapin di hati

(14) Kusembahkan laguku tariku untuk negeri

179

Tema lagu zapin ini adalah berupa pantun nasehat. Bait pertama adalah

menasehati agar manusia jangan tinggi hati, karena itu akan memebrikan kebencian

kepada manusia lainnya. Oleh karena itu kita perlu merendah diri, sebagai bahagian

dari alam, seperti yang dianjurkan oleh budaya Melayu. Bait kedua menceritakan

tentang zapin sebagai lagu serta teriku, yang ku persembahkan untuk para penonton

persembahan ini.

Bait ketiga sekali lagi Zul Alinur memperlihatkan bahwa diriny adalah seorang

ahli cinta yang universal. Tampaknya ini adalah filsafat yang beliau pegang secara

kontinu dan ketetapan sikap. Ayat ini agak puitis, yakni dalamnya hati tiada betepi,

hanya cintalah yang berlabuh pasti. Bagi Zul Alinur, cinta merupakan pusat dari

kedamaian, persatuan, dan banyak hal yang berkait dengannya. Bait keempat

mencerminkan zapin sebagai ekspresinya, dalam bentuk lagu, tari, yang

dipersembahkannya untuk negeri, baik Indonesia atau Dunia M elayu secara luas.

Demikian kira-kira makna semiotis lagu Zapin di Hati in i.

5.7 Zapin Purnama

Zapin Purnama ini secara struktural intrinsik, terdiri dari empat bait. Setap bait

terdiri dari dua baris. Sementara untuk bahagian awal adalah berupa kata-kata

interyeksi ulangan yadana, sebagai ikon khsusu untuk seni zapin. Keseluruhannya

terdri dari sepuluh baris.

Seperti terkandung dalam judulnya yakni Zapin Purnama, maka lagu ini adalah

sebagai simbol atau lambang Islam. Sejak awal, bulan purnama dan bintang adalh

180

simbol agama Islam. Bahwa lagu ini meggambarkan bagaimana Islam itu sebagai

rahmat kepada seluruh alam.

Zul Alinur menggubah lagu ini dari teks seni hadrah yang bertajuk Bismillah

M ula-mula yang hidup di kawasan Sumatera Timur. Teks salamun salamun kami kan

salam, ini adalah berasal dari hadrah tersebut. Secara lengkapnya zapin ini adalah

sebagai berikut.

Zapin Purnama

(1) Yadana..yadana…yadai…aaa

(2) Yadanaaaa…Yadanaaaaa…

(3) Salamun salam kami kan salam

(4) Sembah dan tahsim mulanya zapin

(5) Mulanya pantun kami mainkan

(6) Berbekal santun sangat terpuji

(7) Malam empat belas bulan purnama

(8) Anak bermain pukul rebana

181

(9) Dendangkan lagu pantun gembira

(10) Dalam alunan irama zapin

Baris ketiga dan keempat adalah menceritakan salam awal, yang selalu

digunakan dalam zapin. Ditambah dengan sembah dan tahsim di awal lagu. Sembah

adalah jenis gerak awal dalam zapin. Sementara tahsim atau taqsim adalah praktik

modus dasar dalam maqamat Timur Tengah yang biasanya berrupa meter bebas (free

meter).

Bait kelima adalah pantun yang merupakan bahagian dari teks zapin. Pantun

dalam beberapa lagu zapin di Sumatera Utara adalah menjadi dasarnya. Walau tidak

semua lagu zapin menggunakan pantun. Pantun memiliki nilai-nilai filsafat Melayu

dan menjadi bahagian dari identitas masyarakat M elayu sejak awal adanya manusia

M elayu. Pantun menjadi bahagian dari komunikasi tradisional yang mengandung nilai-

nilai etika, estetika, dan pandangan hidup orang Melayu. Seperti kata Zul Alinur dalam

teks tersebut yaitu berbekal santun sangat terpuji, artinya dalam pantun terkandung nili

sopan santun M elayu.

Baris ketujuh dan kedelapan dikutip Zul Alinur dari tradisi seni hadrah, yaitu

terdiri dari kata-kata malam empat belas bulan purnama, anak bermain pukul rebana.

Dalam tradisi hadrah teksnya adalah empat belas bulan purnama, ami bermain ersama-

sama. Sekali lagi teks ini mengandung simbol sebagai ajaran Islam yang penuh

bagaikan empat belas bulan purnama di tengah malam. Kami bermain pkul rebana,

182

maknanya adalah mereka berkumpul bersama berzikir mengagungkan asma Allah

melalui seni hadrah atau dalam hal ini seni zapin.

Baris kesembilan dan kesepuluh menceritakan tentang lagu zapin yang

berdasar kepada pantun Melayu. Bahwa pantun menjadi salah satu ciri utama dalam

kebudayaan M elayu, termasuk dalam teks zapin. Zapin itu sendiri atau satu jenis

rentak atau irama dalam musik M elayu yang memberikan identitas khas, yaitu sebagai

ikon seni Islam, sebagai aktivitas zikir dalam konsep yang luas, dan sebagai saran

pembelajaran nilai-nilai Isla dalam konteks kebudayaan M elayu. Demikian kira-kira

analisis semiotis terhadap lagu zapin di atas.

5.8 Zapin Puan

Lagu Zapin Puan ini adalah lagu ciptaan Zul Alinur yang teksnya paling

panjang, yaitu terdiri dari enam bait dan 26 baris. Secara intrinsik dan struktural, lagu

zapin ini semuanya terdiri dari isi, yang sebahagiannya juga menggunakan rima rata di

setiap ujung barisnya. Namun ketentuan rima ini juga tidak digunakan di sepanjang

ujung barisnya di setiap bait. Ini membuktikan bahwa ciptaan Zul Alinur ini sedikit

menginginkan kebebasan dari rima yang selalu menjadi ciri khas ciptaan Zul Alinur.

Bahwa ia sedikit agak melanggar norma yang diatur secara budaya. Selengkapnya teks

lagu zapin ini adalah sebagai yang tertera berikut ini.

183

Zapin Puan

(1) Inilah si zapin puan

(2) Zapinnya si anak puan

(3) Rentak tahtum serta salam

(4) Mengawali langkah puan

(5) Inilah si zapin puan

(6) Zapinnya si anak M edan

(7) Rentak tahtum juga salam

(8) Mewarnai zapin puan

(9) Dengarkanlah senandungku

(10) Mengiringi rentak puan

(11) Bernyanyi dan menari bergembira

(12) Hilangkan resah yang ada di dada

(13) Tersenyum melangkah ikut irama

(14) Tunjukan cintamu dengan budaya

(15) Ini lagu serta tari

(16) Kusembahkan untuk puan

(17) Takkan hilang Melayu di bumiku

184

(18) Tak kan sirna seni dan budayanya

(19) Tak kan bosan hatiku menyayangmu

(20) Tak kan luntur cintaku kepadanya

(21) Zapin puan, zapin puan

(22) Zapin puan si anak Deli

(23) Berbahagialah,bersyukurlah

(24) Negri ini rukun damai sejahtera

(25) Menarilah,gembiralah

(26) Rentak kakimu denyut nadi budaya

M akna yang terkandung di dalam lagu Zapin Puan ini adalah keberadaan

zapin dalam budaya M elayu. Namun sebagi lambang zapin ini menggunakan ikon

perempuan M elayu yang lazim disebut dengan panggilan Puan. Dalam wacana-

wacana tradisi M elayu seperti dalam perkawinan, khitanan, adat, dan lainnya, kata

Puan juga sering dimunculkan. M isalnya alu-aluan (ucapan): “Encik-encik, Tuan-tuan,

dan Puan-puan yang saya hormati, terimalah salam dari saya, assalamu’alaikum

warahmatulahi wabarakatuh.”

Daalam teks ini, terkandung makna bahwa zapin juga telah ditarikan oleh

perempuan, bukan hanya oleh lelaki sesuai dengan perkembangan kebudayaan Melayu

dalam dimensi ruang dan waktu yang dilaluinya. Dalam budaya M elayu, perempuan

185

memeiliki kedudukan sebagai mitra lelaki. Bahkan dalam menarik garis keturunan,

orang M elayu berdasar kepada nasab (garis keturunan) dari pihak ayah dan ibu

sekaligus, yang dalam istilah antropologis disebut dengan bilateral atau parental.

Dalam Islam pun kedudukan wanita ini amatlah dihormati. Nabi M uhammad

membawa syariat Islam agar umatnya menghargai kodrat wanita. Dalam sejarah di

Timur Tengah sendiri, sebelum datangnya Islam, masyarakat di Tanah Arab sangat

membenci anak perempuan. Ada beberapa contoh sahabat Nabi yang membunuh anak

perempuannya di era sebelum datangnya Islam.

Bait pertama yang terdiri dari baris satu, dua, tiga, dan empat, adalah

menggambarkan keberadaan awal pertunjukan zapin. Kata-kata uang digunakan juga

adalah kata yang khas terdapat dalam seni zapin seperti: zapin, salam, rentak, tahtum,

dan sejenisnya. Untuk lebih mengesankan unsur daerah munculnya zapin ini, Zul

Alinur menegaskan dengan kata-kata bahwa Zapin Puan ini adalah zapin yang menjadi

milik anak (orang-orang) Medan. Jadi zapin ini memiliki kekhususan sendiri sebagai

ikon, indeks, dan simbol dari kebudayaan masyarakat M elayu di Kota Medan.

Sebagaimana diketahui bahwa Kota M edan juga adalah kota yang menjadi simbol

budaya M elayu, walaupun pada perkembangannya muncul sebagai kota metropolitan

yang multikultur, namun identitas M elayu tetap menjadi tumpuannya, terutama dalam

industri budaya dan pariwisata.

Bait ketiga menggambarkan tentang zapin sebagai sarana menyanyi dan

menari, yang berfungsi untuk menghibur hati. Hilangkalah gundah gulana dan resah

melalui zapin ini, sekali gus juga mengingat Sang maha Pencipta, yaitu Allah.

186

Kemudian jaga pula hubungan dengan sesama manusia dan makhluk lain. Ini makna

yang terkandung dari bait tersebut.

Kemudian pada bait berikutnya, makna yang ingin disampaikan oleh Zul

Alinur sebagai pencipta lagu zapin ini adalah kembali lagi Zul Alinur sangat mencintai

seni zapin. Konsep dan filsafat cinta itulah yang membuatnya menciptakan lagu-lagu

zapin. Khusus dalam bait ini, sebagai seorang putra Melayu, Zl Alinur sadar betul

akan pepatah Hang Tuah, ikon perwira Melayu dari Kesultanan M elaka, yaitu tak kan

M elayu hilang di bumi. Dalam teks di atas, untuk menyesuaikan rima, ditambah

dengan kata tak kan M elayu hilang di bumiku. Baris ini memberikan penegasan bahwa

dengan kecintaan terhadap budaya senidiri yaitu budaya M elayu, maka akan lestarilah

budaya M elayu itu untuk selama-lamanya di bawah bimbingan Allah. Demikian kira-

kira tafsiran terhadap bait ini.

Bait berikutnya menggunakan gaya bahasa repetisi, yaitu mengulangi frase

zapin puan. Kemudian seperti pada bait kedua, bahwa Zapin Puan ini adalah zapinnya

anak M edan, maka pada bait ini pengarang menciptakan kata yang sinonim dengan

M eladan, yaitu Deli. Zapin Puan ini adalah zapinnya orang Deli. M edan adalah ikon

budaya M elayu, sementara Deli itu sendir i memiliki pengertian yang meluas sebai

kawasan M elayu Sumatera Timur, atau sekarang ini M elayu Pesisir Timur Sumatera

Utara. Istilah Deli ini amatlah dikenal di kalangan Dunia M elayu. Banyak istilah yang

menggunakan kata Deli seperti Tanah Deli, Deli Spoorwij Maschapij (DSM), Deli

Rubber Planter Vereeniging, M elayu Deli, Kesultanan Deli, dan lain-lainnya. Ini

187

memberikan gambaran bahwa kawasan Deli itu sangat dikenal dan mewakili kawasan

budaya M elayu Sumatera Timur.

Pada bait terakhir, muncul kecintaan terhadap negara dan bangsa. Ini adalah

bahagian dari nasionalisme yang terdapat dalam konsep dan aktivitas yang diserap Zul

Alinur dari pendidikannya. Dalam teks ini terkandung makna bahwa dengan

melestarikan budaya, maka negeri ini akan sentausa dan berjaya dalam membina

pandangan hidup dalam kebudayaan, khususnya kesenian. Kuatnya bangsa Indonesia

semestinya didukung oleh pelestarian kebudayaan termasuk zapin. Demikian kira-kira

makna dari teks yang terkandung dalam Zapin Puan ini.

5.9 Zapin Perantau

Sebagaimana judulnya, yaitu Zapin Perantau, maka zapin ini menggambarkan

budaya merantau, yang menurut penulis diadopsi Zul Alinur dari kebudayaan

M inangkabau. Dalam budaya M inangkabau, terdapat budaya merantau, bagi laki-laki

yang sudah dewasa. Dalam merantau ini ia bekerja dan masuk dalam bidang-bidang

wirausaha seperti rumah makan Minang, penjahit, tukang sepatu, wartawan, dan lain-

lain. Seorang M inangkabau yang merantau berusaha sekuat tenaga mengumpulkan

materi untuk dibawa ke kampung halaman di Ranah M inang.

Dalam konsep kebudayaan M inangkabau sendiri, wilayah budayanya dibagi ke

dalam tiga kategori. Yang pertama adalah wilayah darek (daratan) yang merupakan

kawasan pegunungan Bukit Barisan di wilayah Minangkabau. Ini adalah wilayah asal-

usul orang Minangkabau, dengan pusatnya di Parahyangan Padangpanjang. Yang

188

kedua adalah wilayah pasisia (pesisir) yang mencakup kawasan-kawasan pesisir pantai

barat wilayah M inangkabau. Yang ketiga adalah wilayah rantau. Wilayah ini amat

luas, di dalamnya termasuk Tanah Deli, Jambi, Riau, dan Negeri Sembilan di

M alaysia. JAdi melalui zapin ini Zul Alinur ingin menegaskan adanya konsep rantau

dalam budaya M inangkabau, yang diangkatnya dalam lagu zapin. Selengkapnya Zapin

Perantau ini memiliki teks atau lirik sebagai berikut ini.

Zapin Perantau

(1) Ooo…oo…ooo

(2) Pembuka salam izinkan

(3) Kami mulai oi

(4) Kami menari menghibur hati saudara semua

(5) Zapin perantau mainan anak

(6) Orang rantau tuan oi..

(7) Ya…aa…aaa…

(8) Kami menari bukan mencoba

(9) Untuk menari tuan oi

(10) Ya…..aaaaaa

(11) Kami menari bukan mencoba

189

(12) Untuk menari tuan oi

(13) Maaf kan kami bila tak sengaja

(14) Menyinggung hati semua

(15) Zapin perantau menghibur

(16) Hati tuan oi….

Secara struktural, zapin ini terdiri dari enam belas baris teks, yang terdiri dari

teks isi dan interyeksi. Adapun interyeksinya adalah repetitif dari kata tuan oi, ya, o,

dan oi. Interyeksi yang sedemikian ini adalah khas dalam lagu-lagu tradisi Melayu.

Sementara teksnya adalah menggunakan diksi dalam bahasa M elayu. Selain itu,

sebagaimana ciri khas garapan teks lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur, zapin ini

menggunakan kata yang dipendekkan yaitu kata tak yang berasal dari tidak.

M akna teks lagu Zapin Perantau ini adalah zapin yang dilakukan oleh para

perantau (anak dagang) kepada para penontonnya. Tujuan dari zapin ini untuk menari,

bermusik, dan ujunya adalah menghibur dir i yang gundah gulana, dan penat seharian

dalam melaksanakan kerja yang diamanahkan Allah. Sama dengan karya lagu Zul

Alinur lainnya, lagu ini mendeskripsikan bahwa zapin dimulai dengan salam. Para

pemain atau seniman meminta izin kepada semua penonton untuk menghibur mereka.

Zapin ini adalah ekspresi anak perantau di Tanah Deli, yang mempersembahkan tarian

dan musik kepada semua orang yang melihatnya.

Sebagai rasa menghormati para penonton yang ingin dihiburnya, para seniman,

terutama pencipta lagu memohon maaf kepada para hadirin atas segala kesilapan dan

190

kesalahan yang sebenarnya tidak sengaja dilakukan. Hal yang demikian sangat lazim

dilakukan dalam konteks kebudayaan M elayu. Ini adalah ekspresi dari rendah hatinya

seseorang dalam berkomunikasi verbal kepada para komunikannya (pendengarnya).

Demikian kira-kira tafsiran makna yang terkandung di dalam lagu Zapin Rantau ini.

Sama seperti lagu-lagu zapin Zul Alinur lainnya syarat dengan makna-makna budaya.

5.10 Analisis Norma-norma S truktural dan Kultural Lagu Zapin Ciptaan Zul

Alinur

Dari contoh-contoh lagu zapin ciptaan Zul Alinur di atas tergambar dengan

jelas bagaimana struktur teks yang diciptakan oleh Zul Alinur serta latar belakang

budaya yang digunakannnya dalam menciptakan teks. Berikut ini adalah kajian penulis

terhadap teks lagu-lagu zapin yang diciptakan oleh Zul Alinur.

(1) Lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur menggunakan norma atau aturan teks

yang terdapat dalam lagu-lagu M elayu pada umumnya. Di antaranya

adalah yang menonjol penggunaan unsur pantun seperti rima, baris, bait,

dan lain-lain. Teks sebahagian besar tidak berbentuk pantun, hanya

terdapat satu lagu (Zapin di Hati) yang menggunakan konsep pantun,

yaitu terdiri dari sampiran dan isi.

(2) Teks lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur cenderung menggunakan

kosakata bahasa M elayu, yang khas berciri kebudayaan Melayu, seperti

kata: rentak, irama, lagu, dendangan, senandung, puan, tuan, dan lain-

191

lain. Kata-kata pilihan atau diksi ini memiliki makna-makna budaya yang

kuat bersuasana M elayu Sumatera Timur.

(3) Selain itu Zul Alinur selalu menggunakan kata-kata yang dipendekkan

seperti tak kependekan dari tidak; ku kependekan dari kata aku; hai

kependekan dari kata aduhai; dan lain-lain.

(4) Teks lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur juga selalu menggunakan kata-

kata seru (interyeksi) untuk mengiringi suasana, seperti: hai, tuan oi,

puan oi, yadana, oi, yadai, intan oi, dan lain-lainnya. Ini juga ciri umum

dari garapan teks dalam lagu-lagu Melayu.

(5) Kosakata dari bahasa Arab khusus digunakan untuk menggambarkan

zapin itu saja, seperti kata: salam, taksim, tahtum, zapin, yadana, dan

lainnya. Secara umum, tidak ada satu pun lagu zapin ciptaan Zul Alinur

yang penuh menggunakan bahasa Arab.

(6) Secara kultural atau budaya, Zul Alinur menciptakan teks lagu-lagu

zapinnya dengan cara mengolah kembali khasanah musik tradisi Melayu

dan Minangkabau. Misalnya ada teks-teks yang diolahnya dari tardisi

hadrah M elayu. Begitu juga dengan pantun-pantun Melayu-

M inangkabau.

(7) Disadari atau tidak karena ia awal kali menapakkan diri sebagai seniman

musik di Sanggar Tigo Sapilin dan berguru kepada Hajizar

(etnomusikolog M inangkabau), maka konsep-konsep dan filsafat

M inangkabau juga muncul dalam karya-karya lagu zapinnya. Yang

192

paling jelas adalah penggunaan alat musik dol untuk iringan lagu

zapinnya dan yang paling terasa ada pada lagu Zapin Perantau yang

mengekspresikan budaya rantau dari Ranah Minangkabau.

(8) Selain itu, karya-karya lagu zapin Zul Alinur ini di sana-sini muncul juga

beberapa identitas musik dan teks yang diolahnya kembali yang berasal

dari ide dan praktik musik hasil karya pencipta lain seperti karya Rizaldi

Siagian dan Tengku Syafick Sinar, atau mungkin pencipta-pencipta lain.

(9) Zul Alinur juga kreatif dalam mengolah berbagai genre seni Melayu

dalam karya-karya seni zapin beliau. Yang paling terasa adalah

mengambil unsur seni hadrah, nasyid, dan lagu-lagu M elayu di dalam

zapinnya. Ia mengolah kembali unsur-unsur musik M elayu atau

M inangkabau ini dalam karyanya. Secara kultural dan musikal inilah cir i

khas garapan lagu-lagu zapin Zul Alinur.

(10) Dalam wacana budaya yang paling umum, Zul Alinur dalam menciptakan

lagu-lagu zapinnya menggunakan unsur budaya Melayu, M inangkabau,

Indonesia, Dunia Islam, dan dunia. Walau mengolah demikian rupa, tetap

unsur budaya M elayu yang paling menonjol. Dalam kerangka kerja dan

karya yang sedemikian rupa ini, dapat dikatakan bahwa Zul Alinur terus

menerus belajar, membaca situasi, mengembangkan dir i dalam seni, dan

terus mengasah kemampuannya sebagai pencipta lagu dan pemain mus ik,

dengan berdasarkan kepada arahan-arahan budaya yang berdasar kepada

ajaran-ajaran agama Islam. Intinya adalah mengolah dan mengelola

193

kebudayaan etnik, nasional, dan dunia secara bersamaan, dalam konteks

tauhid kepada Sang Pencipta, Allah Subhana Wata’ala.

194

BAB V

TRANSKRIPSI DAN ANALISIS STRUKTUR MELODI

LAGU-LAGU ZAPIN CIPTAAN ZUL ALINUR

5.1 Notasi dan Transkripsi

Untuk melakukan analisis musik, perlu dilakukan visualisasi bunyi kedalam

simbol-simbol bunyi yang disebut notasi. Ini dilakukan untuk mempermudah setiap

orang dalam melakukan analisis musik. Visualisasi atau pemindahan dimensi bunyi ke

dalam bentuk visual tersebut, penulis pindahkan kedalam bentuk notasi balok dalam

garis paranada. Garis paranada terdiri dari 4 spasi dan 5 garis, ditambah garis-garis dan

spasi-spasi bantu di atas dan di vawah nya. Kunci dari garis paranada ini adalah kunci

G, karena vokal yang disajikan biasa menggunakan tanda kunci G, atar trebel.

Dalam kerja etnomusikologi, tujuan penggunaan notasi balok, yaitu untuk

mencatat semua karakter-karakter musikm baik secara umum (preskirptif) maupun

secara detail dan mendalam (deskriptif). Kedua jenis notasi ini memiliki keunggulan-

keunggulan dan kelemahan-kelemahan masing-masing. Sebaiknya pemilihan bentuk

notasi ini disesuaikan dengan tujuan menganalisis musik dan tranfer pengetahuan

kepada para pembaca dan penganalisis musik lainnya. Dalam suatu komposisi musik

terdapat dua jenis notasi yang ditawarkan oleh Charles Seeger, yaitu notasi preskriptif

dan deskriptif. Dalam penulisan notasi ini, penulis memilih pendekatan prekriptif

untuk mencatat bunyi yang didengar secara umum saja.

195

Proses visualisasi bunyi musikla ini dalam ilmu etnomusikologi dinamakan

transkripsi. Dengan mentranskripsikan bunyi kedalam bentuk notasi, maka setiap

orang dapat melihat dan memainkan kembali apa yang ia dengar. Untuk

mempermudah kerja notasi ini, penulis tidak menuliskan semua instrumen yang

dipakai dalam ensambel musik zapin Melayu, yang terdiri dari gendang ronggeng,

marwas, gambus, akordion, biola, dan kadang tawak-tawak. Penulis hanya

mentranskripsi musik vokal atau nyanyian, yang dalam hal ini sebahagian besar karya

Zul Alinur adalah penulis yang menanyikannya, baik dalam konteks hiburan maupun

pertunjukan kelompok M etronom M usic Collaboration. Jadi pengalaman ini sangat

membantu penulis dalam mentranskripsi lagu-lagu zapin karya Zul Alinur tersebut.

Aktivitas ini selaras dengan lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur, yang

menggunakan pendekatan preskriptif. Selain itu, sebagai pencipta lagu, Zul Alinur

umumnya menggunakan notasi angka Barat dalam menuliskan karya-karyanya.

Pendekatan ini sangat membantu penulis dalam mentranskripsi lagu-lagu zapin karya

Zul Alinur. Penulis juga memakai notasi angka yang asli ditulis Zul Alinur dan

Rubino, dan kemudian mendengarkan hasil rekaman, dan mentransmisikannya ke

dalam notasi balok secara preskriptif.

5.2 Proses Pentranskripsian

Untuk mendapatkan transkripsi lagu-lagu zapin karya Zul Alinur, ada beberapa

langkah yang penulis lakukan, sebagai berikut:

196

1. Untuk mendapatkan rekaman lagu-lagu zapin karya Zul Alinur, penulis

merekam langsung lagu-lagu yang penulis nyanyikan dalam konteks

pertunjukan zapin, di berbagai peristiwa seni lokal, nasional, maupun

internasional.

2. Rekaman tersebut didengarkan secara berulang-ulang agar mendapatkan hasil

yang maksimal, dan kemudian ditranskripsikan kedalam bentuk notasi.

Rekaman ini dibandingkan dengan tulisan notasi angka yang dihasilkan oleh

Zul Alinur sendiri.

3. Pendekatan transkripsi yang dilakukan adalah pendekatan preskriptif, yaitu

menuliskan perjalanan melodi secara makro dan garis besar saja. Tujuannya

adalah untuk memperlihatkan bagaimana struktural umum lagu-lagu zapin

ciptaan Zul Alinur ini terutama dari segi melodinya.

4. M elodi lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur ditulis dengan notasi Barat agar

dapat lebih mudah dimengerti, karena dalam notasi Barat tinggi/rendahnya

nada, pola ritem, dan simbol-simbol, terlihat lebih jelas ditransmisikan kepada

para pembaca, melalui tanda-tanda dalam garis paranada

5.3 Sampel Lagu

Sejauh pengamatan dan penelitian penulis, sejauh ini lagu-lagu zapin karya Zul

Alinur adalah sebanyak lima belas buah judul. Kelima belas lagu hasil karyanya

tersebut masih ditulis dalam karya-karya yang berserakan. Yaitu ditulis tangan dalam

197

notasi angka, dan difotokopi, namun belum dibukukan atau dikumpulkan. Ada juga

yang baru ditulis teksnya saja, ada pula sebahagiannya ditulis teks dan sedikit

notasinya. Oleh karena itu, perlu penulisan atau transkripsi yang lebih luas dan

lengkap, terutama penulis sarankan untuk peneliti selanjutnya. Ke depan niat penulsi

akan membukukan dan menganalisis karya-karaya beliau ini dalam bentuk buku.

Dari kelima belas lagu-lagu zapin karya ciptaan Zul Alinur tersebut, ada empat

lagu yang penulis anggap sebagai “karya besar” (master piece)nya. Selain secara

estetis memiliki keunggulan tersendiri, keempat lagu zapin ciptaan Zul Alinur ini juga

telah mendapatkan berbagai penghargaan di berbagai peristiwa seni, seperti fetival,

loma lagu zapin, lomba garapan zapin, dan lain-lainnya, seperti sudah diuraikan dalam

bab terdahulu. Empat lagu ini menurut para pelaku dan penikmat seni zapin juga

menjadi cir i khas musik zapin garapan Zul Alinur. Selain itu, keempat lagu zapin ini

diciptakan secara serius untuk mengiringi tarian zapin yang juga sama-sama berakar

dari tradisi zapin yang ada di akwasan Sumatera Utara, sebagai wilayah budaya yang

diwakili oleh Zul Alinur.

Adapun keempat lagu zapin ciptaan Zul Alinur yang penulis jadikan sampel

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Zapin in My Heart,

(2) Zapin Rantau,

(3) Zapin Puan, dan

(4) Zapin Purnama.

198

Dengan menggunakan teknik transkripsiseperti telah diuraikan di atas, maka keempat

lagu zapin ciptaan Zul Alinur, yang sekali gus juga penulis nyanyikan dalam berbagai

peristiwa seni, hasilnya adalah seperti yang dapat dilihat dalam empat notasi lagu

berikut ini.

Notasi

199

ZAPIN IN MY HEART M.M. = 110 Rentak Zapin

Pencipta Lagu: Zul Alinur Transkripsi: Eva Gusmala Yanti Dibantu oleh Rubino

200

Notasi ZAPIN RANTAU

M.M. = 110 Rentak Zapin

Pencipta Lagu: Zul Alinur Transkripsi: Eva Gusmala Yanti Diantu oleh Rubino

201

Notasi ZAPIN PUAN

M.M. = 110 Rentak Zapin

Pencipta Lagu: Zul Alinur Transkripsi: Eva Gusmala Yanti Diantu oleh Rubino

202

Notasi ZAPIN PURNAMA

M.M. = 110 Rentak Zapin

Pencipta Lagu: Zul Alinur Transkripsi: Eva Gusmala Yanti Diantu oleh Rubino

203

5.4 Analisis S truktur Melodi Empat Lagu Zapin Melayu Ciptaan Zul Alinur

Berdasarkan Delapan Parameter Weighted Scale

Berdasarkan teori weighted scale yang diaplikasikan untuk menganalisis

musik, maka hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

5.4.1 Tangga Nada

Setelah mentranskripsikan keempat sampel lagu kedalam bentuk notasi, maka

langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah menganalisis struktur musiknya.

Untuk menentukan tangganada, penulis melakukan pendekatan weighted scale, seperti

yang dikemukakan oleh William P. Malm (1977). Dari hasil transkripsi, maka

ditemukan tangga nada pada keempat lagu tersebut.

1. Tangga nada lagu Zapin In My Heart

Nada:

Laras:

204

2. Tangga nada lagu Zapin Rantau

Nada:

Laras:

3. Tangga nada lagu Zapin Puan

Nada:

Laras:

4. Lagu Zapin Purnama

Nada:

Laras:

5.4.2 Nada Dasar

Dalam menentukan nada dasar pada keempat lagu ini, penulis menggunakan

tujuh kriteria-kriteria generalisasi yang ditawarkan oleh Bruno Nettl dalam bukunya

Theory and Method in Etnomusicology (1963: 147), yaitu sebagai berikut.

205

1. Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang paling sering

muncul dan nada mana yang paling jarang dipakai dalam suatu komposisi

musik

2. Kadang-kadang nada yang memiliki nilai ritmisnya besar dianggap nada dasar,

meskipun jarang dipakai

3. Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada bagian tengah

komposisi dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas tersebut.

4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada ataupun posisi

tepat berada ditengah-tengah dapat dianggap penting.

5. Interval-interval yang terdapat antara nada kadang-kadang dipakai sebagai

patokan. Contohnya sebuah posisi yang digunakan bersama oktafnya,

sedangkan nada lain tidak memakai. Maka nada pertama tersebut boleh

dianggap lebih penting.

6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga bisa juga bisa dipakai sebagai

patokan tonalitas.

7. Harus diingat barangkali ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem

tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-paokan diatas. Untuk

mendeskripsikan sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik tampaknya adalah

pengalaman lama dan pengenalan akrab dengan musik tersebut (terjemahan

M arc Perlman 1963:147).

Dengan melihat ketujuh kriteria diatas, maka dapat diuraikan nada dasar pada

keempat sampel lagu di atas.

206

Lagu Zapin In My Heart

1 Nada yang paling sering dipakai adalah nada: A

2 Nada yang memiliki nilai r itmis terbesat: A

3 Nada awal yang paling sering dipakai: A, dan nada akhir yang paling sering

dipakai: A

4 Nada yang memiliki posisi paling rendah: Gis

5 Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: Gis

6 Nada yang mendapat tekanan ritmis: A

7 Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka kemungkinan besar

nada dasar lagu Zapin In My Heart adalah nada: A

Lagu Zapin Rantau

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: A

2. Nada yang memiliki nilai r itmis terbesat: A

3. Nada awal yang paling sering dipakai: A, dan nada akhir yang paling

sering dipakai: A

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: G

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: G

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: A

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka kemungkinan

besar nada dasar lagu Zapin In My Heart adalah nada: A

207

Lagu Zapin Puan

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: A

2. Nada yang memiliki nilai r itmis terbesat: A

3. Nada awal yang paling sering dipakai: A, dan nada akhir yang paling

sering dipakai: A

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: E

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: A

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: A

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka kemungkinan

besar nada dasar lagu Zapin In My Heart adalah nada: A

Lagu Zapin Purnama

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: A

2. Nada yang memiliki nilai r itmis terbesat: A

3. Nada awal yang paling sering dipakai: A, dan nada akhir yang paling sering

dipakai: A

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: A

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: E

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: A

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka kemungkinan besar

nada dasar lagu Zapin In My Heart adalah nada: A

208

Tabel 5.1 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin In My Heart

No Kriteria

Nada

1 2 3 4 5 6 7 8

K1 K2 K31 K32 K4 K5 K6 K7

A A A A Gis Gis A A

Tabel 5.2 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin Rantau

No Kriteria

Nada

1 2 3 4 5 6 7 8

K1 K2 K31 K32 K4 K5 K6 K7

A A A A G G A A

Tabel 5.3

Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin Puan

No Kriteria

Nada

1 2 3 4 5 6 7

K1 K2 K31 K32 K4 K5 K6

A A A A E A A

209

8 K7 A

Tabel 5.4 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin Purnama

No Kriteria

Nada

1 2 3 4 5 6 7 8

K1 K2 K31 K32 K4 K5 K6 K7

A A A A A G A A

Keterangan

K1: Nada yang paling sering dipakai

K2: Nada yang memiliki nilai r itmis terbesat

K31: Nada awal yang paling sering dipakai

K32: Nada akhir yang paling sering dipakai

K4: Nada yang memiliki posisi paling rendah

K5: Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf

K6: Nada yang mendapat tekanan ritmis

K7: Nada dasar berdasarkan pengalaman dan kecenderungan

210

5.4.3 Wilayah Nada

Wilayah nada adalah daerah (ambitus) dari nada yang frekuensinya paling

rendah, sampai pada frekuensi nada yang paling tinggi. Dari hasil transkripsi di atas,

maka diperoleh ambitus suara dari keempat lagu zapin ciptaan Zul Alinur sebagai

berikut.

Wilayah Nada Lagu Zapin In My Heart

Wilayah Nada Lagu Zapin Rantau

Wilayah Nada Lagu Zapin Puan

Wilayah Nada Lagu Zapin Purnama

211

5.4.4 Jumlah Nada

Untuk menentukan jumlah nada-nada keempat sampel lagu, terdapat dua cara

yang perlu dilakukan. Pertama adalah melihat banyaknya kemunculan setiap nada

tanpa melihat durasinya secara kumulatif. Kedua, melihat kemunculannya dan

menghitung durasi kumulatif. Dalam analisis ini, penulis menggunakan cara yang

pertama, yaitu menghitung kemunculan nada tanpa melihat durasinya.

1. Lagu Zapin In My Heart

2. Lagu Zapin Rantau

212

3. Lagu Zapin Puan

4. Lagu Zapin Purnama

5.4.5 Interval

Interval yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah jarak antara nada yang satu

dengan nada yang lainnya dalam satu komposisi musik. Sistem pengukuran pada

interval disebut “laras” dengan alat ukur “cent”. Interval pada keempat lagu ini

terdapat dua jenis, yaitu melangkah (conjunct) dan melompat (disjunt) Analisis

interval penulis lakukan dengan menghitung setiap interval baik yang naik, maupun

213

turun. Dengan melihat ketentuan-ketentuan interval di atas, maka interval pada

keempat sampel lagu di atas adalah, sebagai berikut.

1. Lagu Zapin In My Heart

2. Lagu Zapin Rantau

3. Lagu Zapin Puan

4. Lagu Zapin Purnama

214

5.4.6 Pola Kadensa

Pola kadensa dapat dikonsepkan sebagai rangkaian nada akhir pada setiap

akhir frase dalam suatu komposisi musik. Pola-pola kadensa pada empat lagu di atas,

adalah sebagai berikut.

215

Pola-pola Kadensa Zapin In My Heart

216

Pola-pola Kadensa Zapin Rantau

217

Pola-pola Kadensa Zapin Puan

218

Pola-pola Kadensa Zapin Purnama

219

5.4.7 Formula Melodi

William P. Malm(1977 : 8) dalam bukunya Music Culture of the Pacific Music

the Near and East Asia, menyatakan bahwa bentuk (motif) dapat dibagi ke dalam

beberapa jenis, yaitu:

1. Repetitif adalah bentuk nyanyian yang diulang-ulang.

2. Literatif adalah bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil

dengan kecenderungan pengulangan dalam keseluruhan nyanyian.

3. Reverting adalah bentuk nyanyian yang terjadi pengulangan pada frasa

pertama setelah terjadi-penyimpangan penyimpangan melodi.

4. Progresive adalah bentuk nyanyian yang terus berubah dengan menggunakan

materi melodi yang selalu baru.

5. Strophic adalah suatu bentuk nyayian yang di ulang dengan form yang sama,

tetapi dengan teks nyanyian yang selalu berubah.

220

Formula Melodi Zapin In My Heart

221

Formula Melodi Zapin Rantau

222

Formula Melodi Zapin Puan

223

Formula Melodi Lagu Zapin Purnama

224

5.4.8 Kontur

M enurut Malm (1977:8) kontur adalah garis suatu lintasan melodi dalam

sebuah lagu, yang dapat dibedakan kedalam beberapa jenis, yaitu:

1. Ascending (menaik), yaitu garis melodi yang bergerak naik dari nada yang

rendah ke nada yang tinggi.

2. Descending (menurun) adalah garis melodi yang bergerah turun dari nada yang

tinggi ke nada yang rendah.

3. Pendulous adalah garis melodi yang bergerak dengan membentuk lengkungan

(melengkung setengahlngkaran).

4. Terraced (berjenjang) adalah garis melodi yang membentuk gerakan

berjenjang seperti anak tangga.

5. Statis (level) adalah melodi yang gerakan-gerakan intervalnya terbatas atau

garis melodi yang bergerak datar atau statis.

Dari kelima jenis kontur diatas, maka kontur pada empat sampel lagu adalah:

- (a) Kontur Lagu Zapin In My Heart, gabungan pendulous dan terraced.

- (b) Kontur Lagu Zapin Rantaui, gabungan pendulous dan discending.

- (c) Kontur Lagu Zapin Puan, gabungan statis dan pendulous.

- (d) Kontur Lagu Purnama, gabungaan statis dan pendulous.

225

5.5 Pola-pola Umum S truktur Musik Zapin Garapan Zul Alinur

Dalam menciptakan lagu-lagu zapin, terutama yang dipergunakan untuk

mengiringi tarian, biasanya Zul Alinur membaginya ke dalam tiga bahagian besar.

Yang pertama adalah tahap pembukaan. Disusul tahap isi. Selalu diakhiri dengan tahap

penyelesaian. Ketiga tahap ini umum dijumpai dalam lagu dan tarian zapin di mana

pun terdapat.

Untuk bahagian pembukaan, biasanya dimulakan dengan pertunjukan maqam

atau tangga nada yang disajikan secara meter bebas, baik oleh alat musik gambus atau

biola. Pada saat ini tariannya adalah dalam posisi salam, atau gerak alif. M aknanya

secara semiotis adalah menghormati penonton yang hadir dalam pertunjukan tersebut.

Kemudian setelah masuk bahagian isi, b iasanya sudah terikat oleh meter dan

rentak zapin itu sendiri. Rentak zapin menggunakan siklus empat dan biasa ditulis

dalam birama 4/4,, di mana satu not seperempat mewakili satu ketukan dasar.

Temponya berjisar antara 100 sampai 120 ketukan dasar per menit. Pada bahagian ini

yang menjadi identitas utama lagu adalah struktur melodi. Namun Zul Alinur sangat

kreatif. Adakalanya ia memasukkan rentak lagu dua atau inang, juga patam-patam

pada bahagian isi ini. Hal ini jarang dilakukan oleh para pencipta lagu-lau zapin

sebelumnya. Pada bahagian-bahagian tertentu dilakukan dinamika pukulan keras, yang

disebut oleh Zul Alinur dengan santing. Di Riau disebut dengan senting.

Berikut ini adalah contoh dari komposisi lagu Zapin Perantau, yang dibagi ke

dalam lima bentuk. Selengkapnya digambarkan dalam bagan berikut ini.

226

Bagan

Struktur Lagu Zapin Perantau

227

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Setelah diuraiakn secara rinci dan panjang lebar, dri Bab I sampai Bab VI,

maka di dalam Bab VII ini penulis akan menarik kesimpulan-kesimpulan, terutama

untuk menjawab dua pokok masalah penelitian ini yaitu sejauh apa struktur teks (lirik)

dan melodi lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur. Apa saja yang menjadi dasar garapan

atau ciptaannya ini. Namun selain menjawab dua pokok masalah di atas, penulis juga

dalamkonteks kerja multidisiplin ilmu mestilah mengaitkan berbagai hal sosiobudaya

yang berkait dengan dua pokok masalah di atas, seperti biografi Zul Alinur,

lingkungan tempat ia bergaul dan mengasah kemampuan penciptaan dan permainan

musik, konteksnya dengan budaya M elayu Sumatera Utara, Indonesia, Dunia Melayu,

Dunia Islam, yang melandasi pola berpikir dan bertindak Zul Alinur.

Dari segi latar belakang sosial dan budaya, Zul Alinur yang berketurunan

M elayu (Batubara) dan M inangkabau, dalam karya-karya lagu zapinnya memasukkan

secara kuat unsur-unsur tradisi musik M elayu dan M inangkabau. Unsur-unsur budaya

musik M elayu di antaranya ia menggunakan istilah-istilah musikal dalam kebudayaan

M elayu untuk teks zapinnya, seperti kata: senandung, rentak, irama, alunan, gerak,

puan, dan lain-lain. Selain itu ia juga ennasukkan berbagai rentak dan genre mus ik

M elayu ke dalam lagu-lagu zapin ciptaannya. Ia memasukkan rentak patam-patam,

lagu dua, disertai meter ganjil tiga dan lima dalam karya-karyanya. Beliau juga

memahami istilah-istilah musikal M elayu seperti cengkok, patah lagu, gerenek,

228

senting, kopak, dan seterusnya. Begitu juga bahasa yang digunakan untuk lir ik lagu-

lagunya sangat kuat menggunakan bahasa M elayu (Indonesia). Beberapa istilah dari

bahasa Arab ia gunakan dalam teks lagu-lagunya aseperti kata: zapin, yadana, tahsim,

tahtum, dan lainnya. Unsur musikal M inangkabau yang tampak dalam garapannya

adalah unsur harmonik musik M inangkabau ditambah dengan penggunaan gendang

dol (two headed silidrical drum), yang berasal dari M inangkabau. Zul Alinur sangat

paham melakukan percampuran atau akulturasi musik antara budaya Melayu,

M inangkabau, dan Dunia Islam. Semua ini tidak lepas dari pengalaman musikal dan

kehidupan beliau yang muali terjun di dunia seni langsung di sangar seni

M inangkabau yaitu Tigo Sapilin di M edan, yang berteras budaya M inangkabau.

Kemudian beliau meluaskan wawasannya dengan belajar secara otodidak dari

seniman-seniman Melayu Sumatera Utara lainnya. Orang yang paling menonjol

membentuk dirinya sebagai seniman M elayu dan M inangkabau adalah Abu Bakar

Sidik dan Hajizar Koto dari Padangpanjang. Dari Hajizar ia belajar notasi dan

penciptaan. Hasilnya adalah seperti yang dapat dilihat sekarang ini dalam karya-

karyanya.

Struktur teks (lirik) lagu-lagu zapin yang diciptakan Zul Alinur, menurut

penulis adalah tarnsisi dari masa tradisi ke masa kekikinian (kontemporer). Namun

karya-karyanya lebih kuat mencerminkan unsur tradisi. Adapun garapan teks yang

digunakannya adalah memakai diksi yang sebahagian besar berasal dari kosakata

bahasa M elayu, dicampur sedikit kosakata Arab. Kemudian Zul Alinur menggunakan

aspek-aspek pusi tradisional M elayu khususnya rima (persajakan). Baik persajakan

229

rata atau binari. Selain itu cir i teks yang dibuatnya adalah menggunakan kata-kata seru

seperti tuan oi, lahai, hai, yadana, dan seterusnya. Ia juga lazim menggunakan kata-

kata yang dipendekkan untuk lebih menguatkan fungtuasi teks, seperti kata-kata tak,

ku, nya, hai, oi, dan lain-lain. Hal seperti ini lazim digunakan dalam bahasa Melayu

dan Minangkabau. Teks yang diciptakan oleh Zul Alinur sebahagian besar adalah

bersifat eksplisit dan denotatif. Zul Alinur kurang sering emmakai kata-kata puitis

yang sulit dicerna oleh penonton. Ia cenderung menggunakan kosa kata dan baris yang

mudah difahami oleh penontonnya. Dari teks-teks garapan Zul Alinur terkesan dengan

kental bahwa ia sangat mengagungkan filsafat cinta yang universal. Bisa itu cinta

terhadap manusia, perempuan, seni zapin itu sendiri, nasionalisme Indonesia,

kebudayaan, agama Islam, Tuhan, dan lain-lainnya. Dengan demikian, sifat

romantisme dan cinta Zul Alinur ini tercermin dari teks-teks lagu zapin yang

diciptakannya.

Sementera struktur melodi (lagu) zapin yang diciptakan oleh Zul Alinur,

umumnya menggunakan tangga-tangga nada minor dan derivatnya, yaitu minor

natural, harmonis, melodis, dan zigana. Tangga nada minor ini diramu dalam suasana

musik yang Arabian dan Melayu, sehingga menguatkan suasana pertunjukan zapin

yang digelar. Zul Alinur juga sebagai pemain musik dan pencipta lagu sadar akan

penggunaan tangga nada atau maqam Timur Tengah untuk lagu zapin ciptaannya.

Bentuk atau formula melodi yang dihasilkannya agak kompleks, biasanya terdiri dari

lima atau lebih bentuk melodi. Wilayah nada yang digunakannya untuk penyanyi

adalah ambitus suara sopran yang tinggi dan tampaknya diciptakan untuk dinyanyikan

230

oleh perempuan. Vokalnya sendiri biasanya selain solo perempuan ditambah dengan

koor laki-laki. Ini adalah ciri khas melodi garapan Zul Alinur. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa wawasan pengetahuan musik dan budaya Zul Alinur cukup luas dan

memadai untuk menciptakan lagu-lagu, terutama zapin, seperti yang intens digelutinya

selama ini. Dari karya-karya ini ia mendapat sambutan masyarakat luas, bahkan

kepercayaan untuk mewakili Sumatera Utara ke berbagai peristiwa seni di peringkat

daerah, nasional, dan internasional.

6.2 Saran

Kebudayaan musik M elayu banyak menghasilkan musisi dan pencipta lagu

yang berbakat untuk memajukan dan menjaga kesenian M elayu. Dalam tulisan ini,

penulis berusaha mengkaji aspek biografi dan karya musik zapin Zul Alinur. Ia

seorang pencipta dan pemusik generasi muda M elayu Sumatera Utara, yang memiliki

andil dalam rangka membangun dan memajukan musik di kawasan ini. Karya-

karyanya akan abadi sepanjang masa.

Zul Alinur dapat menjadi sosok seniman yang menjadi panduan bagi seniman

lainnya dalam konteks mencitakan, mengembangkan, dan bergelut di dunia seni di

Sumatera Utara. Dari beliau yang masih relatif muda ini, kita perlu belajar f ilsafat

hidupnya yang menerapkan konsep cinta kasih yang universal. Ini sangat berguna

untuk membina hubungan antar etnik dan agam di Sumatera Utara, seperti yang kita

ketahui adalah sangat heterogen. Karya-karya lagu zapin beliau juga mencerminkan

bagaimana mengusung tradisi ke dalam situasi kekinian yang penuh dengan kreativitas

231

dan pembaharuan-pembaharuan seni, agar bisa diterima oleh masyarakat ramai,

terutama masyarakat M elayu dan Minangkabau.

Sebagai seorang muslim, melaui seni zapin ini Zul Alinur memahami itu

adalah bahagian dari ibadah, yang pahalanya akan diperoleh dari Tuahn Yang M aha

Kuasa. Zapin adalah salah satu ikon kebudayaan Islam, yang perlu dijaga dan

dipelihara kesinambungan dan perubahannya sesuai dengan arus globalisasi dunia

sekarang ini.

Harapan penulis, semoga para seniman di Sumatera Utara dapat bersinergi

dengan Pemerintah, melalui Departemen Budaya dan Pariwisata, dalam menggalakkan

iklim seni dan wisata di akwasan ini. Salah satu yang dapat diberdayakan dan

dimanfaatkan untuk kepentingan wisata itu adalah zapin M elayu ini. M ungkin agar

kesenian tradisi ini hidup dan terus berkembang perlu pemungsian yang intens di

dalam masyarakat. Untuk itu Dinas Budaya dan PAriwisata perlu melakukan

dokumentasi akademis dan zaintifik, menyelenggarakan seminar zapin secara kontinu

dan berkala, serta mempertunjukkan zapin sesuai dalam fungsinya di masayarakat atau

difungsikan untuk kepentingan dunia wisata.

Pihak perguruan tinggi yang mengelola ilmu seni, seperti Departemen

Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara, sendratasik Universitas Negeri medan,

Fakultas Kesenian Huria Kristen Batak Protestan Nommensen perlu bekerjasama

mengkaji, meneliti, mendokumentasikan kesenian-kesenian yang ada di kawasan ini,

dan mewacanakan untuk difungsikan dalam masyarakatnya. Dengan demikian

232

manusia di Sumatera Utara khususnya akan sadar budaya, dan menjadi insan yang

seutuhnya, yang diridhai Tuhan keberadaannya di dunia ini.

233

DAFTAR PUS TAKA

Abu Bakar Bin Yang. 2000. Islam, Rekreasi, dan Seni Lakon. Kuala Lumpur: Penyelidik IKIM.

Adler, Mort imer J. et al. (eds.). 1983. Encyclopaedia Britannica (Vol. XII). Chicago: Helen Hemingway Benton.

Ahmad Samin Siregar, 2000. “Pemakaian Bahasa Melayu sebagai Gambaran Budaya dan Cara Berfikir Masyarakat Melayu Sumatera T imur.” Dalam Kumpulan Kertas Kerja Kolokium Bahasa Pemikiran Melayu dan Indonesia. Suntingan Darwis Harahap dan Abdul Jalil Haji Anuar. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pusaka.

Anderson, John, 1971. Mission to the East Coast of Sumatra in 1823. Singapura: Oxford University Press.

Aripin Said, 1997. Lagu-lagu Tradisional Rakyat Pahang. Kuala Lumpur: Kementerian Kebudayaan, Kesenian dan Perpelancongan Malaysia.

Batara Sangti. 1977. Sejarah Batak. Balige: Karl Sianipar. Boestanoel Arifin Adam. 1970. “Seni Musik Klasik Minangkabau.” Makalah pada Seminar

Sejarah dan Kebudayaan Minangkabau di Batusangkar. Brandon J.R. 1974. Theatre in Southeat Asia. Cetak ulang. London: Cambridge University

Press. Cast les, Lance. 1972. The Political Life of A Sumatra Resiency: Tapanuli 1915-1940. Yale:

Yale University. Disertasi Doktoral. Che Norazam Noor Din. 1989/90. Makyong: Satu Analisis Permainan dan Falsafahnya.

Lat ihan ilmiah. Kuala Lumpur: Universit i Malaya. Dada Meuraxa, 1974. Sejarah Kebudayaan Sumatera. Medan: Firma Hasmar. Dasa Manao, Elisian Waruwu dan Muhammad T akari. 1998. “Gambaran Umum Seni T ari

dalam Konteks Kebudayaan Nias.” Kebudayaan Tari Etnik Sumatera Utara. T engku Luckman Sinar dan Muhammad Takari (eds.). Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln (eds.). 1995. Handbook of Qualitative Research. Thousand Oaks, London, dan New Delhi: Sage Publicat ions.

Echols, John M. dan Hassan Shadily, 1978. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Edi Sedyawati. 1980. Tari: Tinjauan dari Berbagai Segi. Jakarta: Pustaka Jaya. Edi Sedyawati. 1993. Ke-Islaman dalam tari Indonesia. dalam Wan Abdul Kadir & Zainal

Abidin Borhan (pngr.) Fenomena 2. 60-80. Universit i Malaya: Jabatan Pengajian Melayu.

Elydawati Pasaribu, 1993. Tradisi Muzik Vokal Marhaban dalam Upacara Menabalkan Anak di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Ensiklopedia Malaysiana. 1996. Kuala Lumpur: Anzagain. Fadlin, 1988. Studi Deskriptif Konstruksi dan Dasar-dasar Pola Ritem Gendang Melayu

Sumatera Timur. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Garraghan, Gilbert J., S.J. 1957. A Guide to Historical Method. East Fordham Road, New York: Fordham University Press.

Geldern, Robert Heine. 1972. Konsepsi tentang Negara dan Kedudukan Raja di Asia Tenggara. Jakarta: Rajawali Press.

Goldsworthy, David J. 1979. Melayu Music of North Sumatra: Continuities and Changes. Sydney: Monash University. Disertasi Doktoral.

Gullick, J.M. 1972. Sistem Politik Bumi Putera Tanah Melayu Barat. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Gur u Sauti, 1956. “T ari Pergaulan.” Buku Kenang-kenangan Kongres II Lembaga Kebudayaan Melayu di Medan 4 Pebruari 1956. Medan: Hasmar.

234

Hajjah Noresah bt Baharon dkk. (eds.), 2002. Kamus Dewan Edisi Ketiga. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dam Pustaka.

Hall, D.G.E., 1968, A History of South-East Asia, St. Mart in's Press, New York. T erjemahannya dalam bahasa Indonesia, D.G.E. Hall, Sejarah Asia Tenggara, 1988, diterjemahkan oleh I.P. Soewasha dan terjemahan disunting oleh M. Habib Mustopo, Surabaya: Usaha Nasional.

Hamzah Ahmed, 1984. Zapin di Alam Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Hassan Shadily, 1983. Ensiklopedi Indonesia Jakarta: Ikhtiar Baru-Vanhoeve. Hasbi Makhmud, 1993. Studi Komparatif terhadap Aspek-aspek Musikal dalam Penyajian

Azan oleh Empat Muazin di Kotamadya Medan. Skripsi Sarjana Seni, Universitas Sumatera Utara Medan.

Hasym Said, 1993. Nasyid di Kelurahan Sitirejo II Kecamatan Medan Amplas Kajian Tekstual dan Musikologis. Skripsi Universitas Sumatera Utara Medan.

Haziyah Hussin, 2008. Motif Alam dalam Batik dan Songket Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Herkovits, Melville J., 1948. Man and His Work. New York: Alfred A. Knopft. Hill, A.H., 1968. "The Coming of Islam to North Sumatra," Journal of Southeast Asian

History, 4(1). Jose Rizal Firdaus, 2007. “Teknik Tari Serampang 12 Karya Guru Sauti. Makalah pada

Seminar Internasional Tari Serampang Dua Belas di Medan. Kamus Am . 1995. Kuala Lumpur: Fajar Bakti. Khadijah Shalihah, 1983. Perkembangan Seni Baca Al-Quran dan Qiraat Tujuh di Indonesia.

Jakarta: Al-Husna. Koentjaraningrat (ed.), 1980. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Koentjaraningrat, 1974. Kebudayaan, Mentalitet, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Koentjaraningrat, 1980. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Rineka Cistra. Koentjaraningrat, 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Malm,William P., 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New Jersey:

Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terJemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad T akari, Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Mochtar Naim, 1984. Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mohammed Ghouse Nasharuddin. 2002. Teater Tradisional Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Mohammed Redzuan Othman,1994. The Middle Eastern Influence on the Development of Religious And Political Thought In Malay Society, 1880-1940, T esis Ph.D Untuk University of Edinburgh.

Mohd Anis Md Nor, 1990. The Zafin Melayu Dance of Johor: From Village to A National Performance Tradition. disertasi doctoral. Michigan: The University of Michigan.

Mohd. Ghouse Nasaruddin. 1994. Tarian Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Mohd. Zain Hj. Hamzah, 1961 Pengolahan Muzik dan Tari Melayu. Singapura: Dewan

Bahasa dan Kebudayaan kebangsaan. Muhammad Said, 1973. "What was the 'Social Revolut ion' of 1946 in East Sumatra?”

terjemahan Benedict Anderson dan T. Siagian. Indonesia. nomor 15, Cornell Modern Indonesia Project.

Muhammad Takari, 1990. Kesenian Hadrah pada Kebudayaan Melayu Deli Serdang dan Asahan: Studi Deskriptif Musikal. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Muhammad T akari, 1998. Ronggeng Melayu Sumatera Utara: Sejarah, Fungsi dan Strukturnya. T esis S-2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

235

Muhammad Takari dan Herist ina Dewi, 2008. Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Nett l, Bruno, 1992. “Ethnomusicology: Some Definit ions, Problems and Direct ions.” Music in Many Cultures: An Introduction. Elizabeth May (ed.). California: University California Press.

Panuti Sudjiman dan Aart Van Zoest (peny.) 1992 . Serba-serbi Semiotik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Pelzer, Karl J., 1978. Planters and Peasant Colonial Policy and the Agrarian Struggle in East Sumatra 1863-1847. s’Gravenhage: Mart inus Nijhoff. Juga terjemahannya dalam bahasa Indonesia, Karl J. Pelzer, 1985. Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria 1863-1947. T erjemahan J. Rumbo. Jakarta: Sinar Harapan.

Poerwadarminta (ed.), 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ratna, 1990. Birokrasi Kerajaan Melayu Sumatera Timur di Abad XIX. T esis S-2.

Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. S. Nasution, 1982. Metode Research. Bandung: Jemmars. Sachs, Curt dan Eric M. Von Hornbostel, 1914. “Systematik der Musikinstrumente.”

Zeitschrift für Ethnologie. Berlin: Jahr. Juga terjemahannya dalam bahasa Inggeris, Curt Sachs dan Eric M. von Hornbostel, 1992. “Classificat ion of Musical Instruments.” T erjemahan Anthony Baines dan Klaus P. Wachsmann. Ethnomusicology: An Inroduction. Helen Myers (ed.). New York: The Macmillan Press.

Said Hasym, 1993. Nasyid di Kelurahan Sitirejo II Kecamatan Medan Amplas Kajian Tekstual dan Muzikologis. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara Medan.

Sit i Nurbait i Rokhmah, 2000. Dikia Rapano pada Kebudayaan Masyarakat Minangkabau di Desa Sialang Kecamatan Perwakilan Situjuh di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat: Sebuah Kajian Terhadap Penggunaan dan Fungsi. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Soeharto, 1995. Metode Penelitian. Jakarta: Akasara Baru. T eew, A., 1999. Antologi Biografi Pengarang Sastra Indonesia. Jakarta: Obor. T enas Effendy, 2000. Pemimpin dalam Ungkapan Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa

dan Pustaka. T enas Effendy, 2004. Tunjuk Ajar Melayu: Butir-butir Budaya Melayu Riau. Yogyakarta:

Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu dan Penerbit Adicita. T engku Lah Husni, 1986. Butir-butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. T engku Lah Husni, 1975. Lintasan Sejarah Peradaban dan Budaya Penduduk Pesisir

Sumatera Timur 1612-1950. Medan: B.P. Lah Husni. T engku Lah Husni, 1985. “Keserasian Sosial dalam Kearifan Tradisional Masyarakat

Melayu.” Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan, di Medan.

T engku Luckman Sinar, 1988. Sejarah Deli Serdang. Lubuk Pakam: Badan Penerbit Pemerintah Daerah T ingkat II Deli Serdang.

T engku Luckman Sinar, 1985. "Keserasian Sosial dalam Kearifan T radisional Masyarakat Melayu." Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan, Medan.

T engku Luckman Sinar, 1994. Jatidiri Melayu. Medan: Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia.

T engku Luckman Sinar, 1971. Sari Sejarah Serdang. Medan: t.p. T engku Luckman Sinar, 1986. “Perkembangan Sejarah Musik dan Tari Melayu dan Usaha

Pelestariannya.” Makalah dalam Seminar Budaya Melayu Indonesia, di Stabat , Langkat , 1986.

236

T engku Luckman Sinar, 1990. Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu. Medan: Perwira.

T engku Luckman Sinar, 1991. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Medan: Majlis Adat Budaya Melayu Indonesia.

Umar Junus, 1971. "Kebudayaan Minangkabau," Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Koentjaraningrat (ed.), Jakarta: Gramedia."

Usman Pelly, 1985. ""Menciptakan Pra Kondisi Keserasian Hidup dalam Masyarakat Majemuk: Kasus Kotamadya Medan,"" Medan: Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan."

Usman Pelly, 1994. Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing. Jakarta: LP3ES.

Yuyun S. Suriasumantri, 1984. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor dan Leknas LIPI.

Yusraf Amir Piliang, 2003. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna. Yogyakarta: Jalasutra.

Internet http://www.wikipedia.org.wiki/Zapin, diundh 4 Maret 2009. http://www.id.wikipedia.org/wiki/Marawis, diunduh 4 Maret 2009 http://nadziraa.frienster.com