lapas 1-dhf

29
IDENTITAS Nama : Tn. MA Usia : 14 tahun Jenis kelamin : laki-laki Agama : Islam Pekerjaan : Pelajar Alamat : sukaresmi –Cianjur Masuk RS : 18 Oktober 2013 ANAMNESIS Keluhan utama Demam sejak 2 minggu sebelum masuk RS Riwayat penyakit sekarang Pasien mengeluh demam sejak 2 minggu sebelum masuk RS. Demam naik turun, terutama meningkat saat sore menjelang malam hari. Demam disertai menggigil, Pasien tidak mengukur suhunya. Keluhan disertai dengan mual tetapi muntah disangkal. Keluhan juga disertai dengan nyeri pada uluhati. Bintik-bintik merah ditubuh disangkal, keluar darah dari hidung disangkal. Gusi berdarah disangkal. Keluhan juga disertai dengan batuk tidak berdahak sejak 5 hari SMRS. Pusing, agak nyeri

description

intern

Transcript of lapas 1-dhf

IDENTITAS

• Nama : Tn. MA

• Usia : 14 tahun

• Jenis kelamin : laki-laki

• Agama : Islam

• Pekerjaan : Pelajar

• Alamat : sukaresmi –Cianjur

• Masuk RS : 18 Oktober 2013

ANAMNESIS

• Keluhan utama

Demam sejak 2 minggu sebelum masuk RS

• Riwayat penyakit sekarang

Pasien mengeluh demam sejak 2 minggu sebelum masuk RS. Demam

naik turun, terutama meningkat saat sore menjelang malam hari. Demam disertai

menggigil, Pasien tidak mengukur suhunya. Keluhan disertai dengan mual tetapi

muntah disangkal. Keluhan juga disertai dengan nyeri pada uluhati.

Bintik-bintik merah ditubuh disangkal, keluar darah dari hidung disangkal. Gusi

berdarah disangkal. Keluhan juga disertai dengan batuk tidak berdahak sejak 5 hari

SMRS. Pusing, agak nyeri di sekitar mata . Keringat malam, penurunan berat badan

pilek, sesak, dan nyeri dada disangkal.

Nafsu makan pasien menurun disertai mual tanpa muntah, BAB cair

disertai ampas, berwarna kuning tidak disertai lendir dan darah sejak 10 hari SMRS.

BAK tidak ada keluhan

• Riwayat penyakit dahulu

Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.

• Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini, Hipertensi (-), DM (-), TB(-)

• Riwayat psikososial

Pasien sering jajan sembarangan. Sering jajan bakso dan gorengan di pinggir

jalan, suka makan pedas-pedas. Merokok , minum minuman beralkohol, obat2 terlarang

disangkal.

• Riwayat pengobatan

Pasien minum obat warung untuk demamnya, tetapi demam timbul kembali

PEMERIKSAAN FISIK

• Keadaan Umum : OS tampak sakit sedang

• Kesadaran : Composmentis

• Tanda vital

▫ Tekanan darah : 100/80 mmHg

▫ Nadi : 100x/menit

▫ Pernapasan : 20 x/menit

▫ Suhu : 39,30C

STATUS GENERALISATA

• Kepala : Normocephal, rambut hitam, tidak mudah rontok

• Mata : Konjungtiva anemis (-/-)

sklera ikterik (-/-)

• Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), epistaksis (-)

• Mulut : mukosa bibir kering, lidah kotor (-)

• Leher :Pembesaran kelenjar tiroid (-), Pembesaran ,KGB (-), JVP

normal

• Thorax

▫ Paru

Inspeksi : Normochest,, retraksi suprasternal(-), retraksi ICS

(+)

Palpasi : Nyeri tekan (-), vocal fremitus kanan=kiri

Perkusi : Batas paru-hepar setinggi ICS 5 dan 6

Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi kering (+/+),

▫ Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 4

Perkusi : batas kanan jantung linea sternalis dextra

batas kiri jantung linea midclavikula sinistra

Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

• Abdomen

Inspeksi : Abdomen cembung,

Auskultasi : Bising usus

Palpasi : NT epigastrium(+)

,hepatomegali (-), splenomegali (-)

Perkusi : Timpani pada 4 quadran abdomen

• Ekstremitas : Atas Bawah

Sianosis -/- -/-

Akral hangat hangat

Edema -/- -/-

RCT <2 dtk <2 dtk

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan LAB 18 juli 201 3

Pemeriksaan LAB 19 juli 201 3

DAFTAR MASALAH

• Demam 2 minggu

• Mual

• Nyeri ulu hati

• Pusing

• Nyeri preorbita

• Nafsu makan pasien menurun

• BAB cair

• batuk tidak berdahak 5 hari

• trombositopeni

FOLLOW UP

Demam Tifoid

Definisi

Demam tifoid ialah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica ,

khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi. Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh

dunia, dan disebarkan melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh tinja.

Epidemiologi

Demam tifoid dan demam paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk

penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang No. 6 tahun 1962 tentang

wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah

menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah.

Walaupun demam tifoid tercantum dalam undang-undang wabah dan wajib dilaporkan,

namun data yang lengkap belum ada, sehingga gambaran epidemiologisnya belum

diketahui secara pasti.

Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi lebih sering

bersifat sporadik, terpencar-pencar disuatu daerah, dan jarang menimbulkan lebih dari

satu kasus pada orang-orang serumah. Sumber penularannya biasanya tidak dapat

ditemukan. Ada dua sumber penularan S. Typhi yaitu pasien dengan demam tifoid dan

yang lebih sering adalah pasien carrier. Orang-orang tersebut mengekskresi 109

sampai 1011 kuman per gram tinja.

Didaerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Makanan yang

tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan yang paling sering di daerah

nonendemik. Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus

mengekskresi S. typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun. Disfungsi

kandung empedu merupakan predisposisi untuk terjadinya carrier. Kuman-kuman S.

typhi berada didalam batu empedu atau dalam dinding kandung empedu yang

mengandung jaringan ikat, akibat radang menahun.

Etiologi

Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S. typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi

B dan S. paratyphi C.

Patogenesis

Penularan kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi terjadi melalui

makanan dan minuman yang tercemar yang tertelan melalui mulut. Sebagian kuman,

oleh asam lambung, dimusnahkan dalam lambung. Kuman yang dapat melewati

lambung selanjutnya masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila

respons imunitas humoral mukosa ( IgA ) usus kurang baik maka kuman akan

menembus sel-sel epitel ( terutama sel-M ) dan selanjutnya ke lamina propia. Dilamina

propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh

makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan

selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum dan kemudian ke kelenjar getah bening

mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat didalam

makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah ( mengakibatkan bakteremia pertama yang

asimptomatik ) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati

dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian

berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk lagi ke dalam

sirkulasi darah dan mengakibatkan bakteremia kedua dengan tanda-tanda dan gejala

penyakit infeksi sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk dalam kandung empedu, berkembang biak, dan

diekskresikan ke dalam lumen usus melalui cairan empedu. Sebagian dari kuman ini

dikeluarkan melalui feses dan sebagian lainnya menembus usus lagi. Proses yang

sama kemudian terjadi lagi, tetapi dalam hal ini makrofag telah teraktivasi. Kuman

salmonella di dalam makrofag yang sudah teraktivasi ini akan merangsang makrofag

menjadi hiperaktif dan melepaskan beberapa mediator ( sitokin ) yang selanjutkan akan

menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit

kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi. Sepsis dan

syok septik dapat terjadi pada stadium ini.

Di dalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia

jaringan, S.typhi di dalam makrofag dapat merangsang reaksi hipersensitivitas tipe

lambat yang dapat menimbulkan hiperplasia dan nekrosis organ.

Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah plague

peyeri yang mengalami hiperplasia dan nekrosis atau akibat akumulasi sel-sel

mononuklear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang

hingga ke lapisan otot, serosa usus dan dapat mengakibatkan perforasi.

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat

timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan

gangguan organ lainnya.

Diagnosa

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis

yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari tidak terdiagnosis

hingga gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi hingga kematian.

Secara umum gejala klinis penyakit ini pada minggu pertama ditemukan keluhan

dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri

kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak

enak di perut, batuk dan epistaksis.

Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam

adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hari hingga malam hari.

Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia

relatif, lidah yang berselaput ( kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor ),

hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor,

koma, delirium, atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang indonesia.

Bradikardia relatif adalah peningkatan suhu 1 derajat celcius tidak diikuti dengan

peningkatan denyut nadi 8 kali per menit.

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap

Pada pemeriksaan darah perifer lengkap dapat ditemukan leukopenia, dapat pula

terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun

tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan

trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia

maupun limfepenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat.

Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah

sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.

Uji Widal

Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi. Pada uji widal terjadi

suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut

aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang

sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah menentukan

adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid. Akibat infeksi oleh

S.typhi, pasien membuat antibodi ( aglutinin ) yaitu :

1. Aglutinin O, yaitu dibuat karena rangsangan antigen O ( berasal dari tubuh

kuman )

2. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H ( berasal dari flagela kuman )

3. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi ( berasal dari simapi kuman )

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis

demam tifoid. Makin tinggi titernya makin besar kemungkinan menderita demam tifoid.

Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam kemudian

meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke empat dan tetap tinggi

selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian

diikuti dengan aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap

dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12

bulan. Oleh karena itu uji widal bukanlah pemeriksaan untuk menentukan kesembuhan

penyakit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal :

1. Faktor yang berhubungan dengan penderita :

a. Pengobatan dini dengan antibiotik, pemberian kortikosteroid

b. Gangguan pembentukan antibodi

c. Saat pengambilan darah

d. Daerah endemik atau non-endemik

e. Riwayat vaksinasi

f. Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan

demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi

2. Faktor teknik :

a. Akibat aglutinasi silang

b. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen

c. Teknik pemeriksaan antar laboratorium

Kultur darah

Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak

menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal :

1. Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah

telah mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat

dan hasil mungkin negatif.

2. Volume darah yang kurang ( diperlukan kurang lebih 5 cc darah ), bila darah

yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil

sebaiknya secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu

( oxgall ) untuk pertumbuhan kuman.

3. Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan antibodi dalam darah

pasien. Antibodi ( agluinin ) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah

dapat negatif.

4. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, di mana pada saat itu

aglutinin semakin meningkat.

Tatalaksana

Pengobatan

Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid yaitu :

1. Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat

penyembuhan

2. Diet dan terapi penunjang ( simptomatik dan suportif ), dengan tujuan

mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal

3. Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah

penyebaran kuman.

A. Istirahat dan perawatan

Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi.

Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum,

mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat

masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali di jaga kebersihan tempat

tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk

mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta higiene perorangan tetap

perlu diperhatikan dan dijaga.

B. Diet dan terapi penunjang

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit

demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menyebabkan menurunnya

keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan

akan menjadi lama.

C. Pemberian antimikroba

Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid

adalah :

a. Kloramfenikol

b. Tiamfenikol

c. Ampisilin dan amoksisilin

d. Kotrimoksazol

e. Sefalosporin generasi ke 3

f. Golongan fluorokuinolon

Kloramfenikol

Dosis diberikan 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara per oral atau intravena.

Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan intramuskular tidak di

anjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan

terasa nyeri.

Tiamfenikol

Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan kloramfenikol,

akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih

rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg,

demam rata-rata menurun pada hari ke 5 sampai hari ke 6.

Kotrimoksazol

Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang

dewasa adalah 2 x 2 tablet ( 1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg

trimetoprin ) diberikan selama 2 minggu.

Ampisilin dan amoksisilin

Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan

kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150 mg/KgBB dan digunakan

selama 2 minggu.

Sefalosporin generasi ke 3

Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke 3 yang tebukti efektif untuk demam

tifoid adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc

diberikan selama ½ jam per infus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari.

Golongan fluorokuinolon

1. Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

2. Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

3. Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

4. Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

5. Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke 3 atau menjelang hari ke 4. Hasil

penurunan demam sedikit lambat pada penggunaan norfloksasin yang merupakan

fluorokuinolon pertama yang memiliki bioavailabilitas tidak sebaik fluorokuinolon yang

dikembangkan kemudian.

Kombinasi obat antimikroba

Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan tertentu saja antara

lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, septik syok, dimana pernah terbukti

ditemukan 2 macam organisme dalam kultur darah selain kuman salmonella.

Kepekaan salmonella terhadap antibiotik :

1. Ampisilin , amoksisilin, sulfametoksazol, trimetoprin kepekaannya 95,12 %

2. Sisanya seperti kloramfenikol kepekaannya 100 %

Kortikosteroid

Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang

mengalami syok septik dengan dosis 3 x 5 mg.

Komplikasi

1. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik,

pankreatitis

2. Komplikasi ekstraintestinal :

a. Kardiovaskular : Kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, trombosis, dan

tromboflebitis

b. Darah : Anemia hemolitik, trombositopenia, KID

c. Paru : Pneumonia, empiema, pleuritis

d. Hepatobilier : hepatitis , kolesistitis

e. Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, spondilitis, artritis

f. Neuropsikiatrik / tifoid toksik

Perdarahan intestinal

Pada plague peyeri usus yang terinfeksi ( terutama ileum terminalis )

dapat terbentuk tukak / luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu

usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka

terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka

perforasi dapat terjadi. Selain karena faktor luka perdarahan juga dapat terjadi

karena gangguan koagulasi darah (KID) atau gabungan kedua faktor. Sekitar

25 % penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak

membutuhkan transfusi darah. Tetapi perdarahan yang hebat dapat terjadi

hingga penderita mengalami syok. Bila transfusi yang diberikan dapat

mengimbangi perdarahan yang terjadi biasanya perdarahan ini merupakan suatu

proses yang self limiting, maka tindakan pembedahannya tidak diperlukan.

Perforasi usus

Terjadi pada sekitar 3 % dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul

pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain

gejala umum demam tifoid yang biasa terjadi maka penderita demam tifoid

dengan perorasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran

kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan

tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50 % penderita dan pekak hati

terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen. Tanda-

tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan

dapat syok. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya

perforasi.

Bila pada gambaran foto polos abdomen 3 posisi ditemukan udara pada

rongga peritoneum, maka hal ini merupakan nilai yang cukup menentukan

terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid.

Penatalaksanaan

Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati kuman

S.typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan anaerobik

pada flora usus. Umumnya diberikan antibiotik spektrum luas denga kombinasi

kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi usus dapat diberikan

gentamisin/metronidazol. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup serta

penderita dipuasakan dan dipasang nasogastric tube. Transfusi darah dapat

diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat perdarahan intestinal. Sebaiknya

sebelum dilakukan tindakan pembedahan maka keadaan umum penderita

diperbaiki dahulu.

Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat

perdarahan sebanyak 5 ml/KgBB/jam dengan faktor hemostasis dalam batas

normal. Jika penanganan terlambat, mortalitas cukup tinggi sekitar 10-32 %

bahkan ada yang melaporkan sampai 80 %.

Hematologik

Komplikasi hematologik berupa trombositopenia, hipofibrinogenemia,

peningkatan protrombin time, peningkatan partial tromboplastin time,

peningkatan fibrin degradation products sampai koagulasi intravaskular

diseminata ( KID ) dapat ditemukan pada kebanyakan penderita.

Trombositopenia saja sering dijumpai pada penderita demam tifoid. Hal ini

mungkin terjadi karena menurunnya produksi trombosit di sumsum tulang

selama proses infeksi atau meningkatnya destruksi trombosit di sistem

retikuloendotelia. Obat-obatan juga memegang peranan.

Penyebab KID pada demam tifoid belum jelas. Hal-hal yang sering

dikemukakan adalah endotoksin mengaktifkan beberapa sistem biologik,

koagulasi, dan fibrinolisis. Pelepasan kinin, prostaglandin, dan histamin

menyebabkan vasokonstriksi dan kerusakan endotel pembuluh darah dan

selanjutnya mengakibatkan perangsangan mekanisme koagulasi, oleh karena itu

KID dapat bermanifestasi secara klinis atau hanya sekedar penemuan hasil

laboratorium.

Tanda-tanda perdarahan akibat KID :

1. Perdarahan > 3 hari, berlangsung lebih hebat dan berwarna lebih segar

2. Adanya petekie, ekimosis, hematoma, dan darah yang meleleh pada tempat

infus

3. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan trombositopenia, fibrinogen,

plasma menurun, FDP meningkat.

Bila terjadi KID, dapat diberikan transfusi darah, substitusi trombosit dan

atau faktor-faktor koagulasi. Ada yang mengatakan bahwa heparin kurang

bermanfaat pada demam tifoid.

Manifestasi hepatobilier

Hepatitis tifosa dan pankreatitis tifosa

Manifestasi kardiovaskular

Manifestasi neurospikiatrik / tifoid toksik

Pencegahan

Preventif dan kontrol penularan

Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid :

1. Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi baik pada kasus demam tifoid maupun

kasus karier tifoid

2. Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi S.typhi akut maupun

karier

3. Proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi

Vaksinasi

Indikasi vaksinasi :

1. Hendak mengunjungi daerah endemik, resiko terserang demam tifoid semakin

tinggi untuk daerah berkembang ( amerika latin, asia, afrika )

2. Orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid

3. Petugas laboratorium / mikrobiologi kesehatan

Jenis vaksin :

1. Vaksin oral Ty21a ( vivotif Berna ), belum beredar di indonesia

2. Vaksin parenteral VICPS ( Typhim Vi / Pasteur Merieux ), vaksin kapsul

polisakarida

Kontraindikasi :

1. Orang yang memiliki alergi

2. Orang yang memiliki imunitas yang rendah

Efeksamping :

1. Vaksin oral Ty21a : demam ( 0-5% ) dan sakit kepala ( 0-5% )

2. Vaksin parenteral ViCPS : demam ( 0,25% ), malaise ( 0,5% ), sakit kepala

( 1,5% ), rush ( 5% ), nyeri lokal ( 17% ).

Efektivitas :

Serokonversi ( peningkatan titer antibodi 4 kali ) setelah vaksinasi dengan ViCPS

terjadi secara cepat yaitu sekitar 15 hari – 3 minggu dan 90 % bertahan selama 3

tahun. Kemampuan proteksi sebesar 77% pada daerah endemik ( Nepal ) dan sebesar

60% untuk daerah hiperendemik.

Prognosis

Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh,

jumlah dan virulensi Salmonella serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian

pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007:

1752-1756.