LAPORAN 2010_ALDP_INApdf

15
Aliansi Demokrasi untuk Papua (Alliance of Democracy for Papua) YAYASAN KERJA SAMA UNTUK DEMOKRASI DAN KEADILAN Laporan Akhir Tahun 2010 TahunPenuh Ujian bagi Akuntabilitas Pemerintahan Sipil I. PENDAHULUAN : Bagi Indonesia, Papua seperti satu wilayah penaklukan yang sarat dengan musuh sehingga cara membangunnya penuh dengan ketakutan dan praktek kekerasan. Pendekatan yang digunakan cenderung bersifat reaktif dan instruksional. Nasionalisme Papua pun memandang Indonesia sedang melaksanakan praktek neokolonialisme. Akibatnya tidak pernah berhasil menumbuhkan saling percaya bahkan terus saling melukai. Relasi yang ada penuh dengan kecurigaan dan keterpaksaan. Pembangunan berjalan dengan saling mengeksploitasi kekuatan dan bukan karena suatu kepentingan bersama. Sepanjang tahun 2010 situasi hukum dan hak asasi manusia di Papua terjadi sangat variatif. Meski dalam merespon aksi demonstrasi, pihak keamanan cenderung kooperatif tapi kejahatan terhadap kemanusiaan lahir dalam beragam bentuk. Tahun 2010 adalah Tahun Penuh Ujian bagi Akuntabilitas Pemerintahan Sipil.Tahun 2010 diwarnai dengan kegagalan pemerintah menata dirinya dan mengimplementasikan kebijakan mulai dari tingkat pusat hingga ke pelosok negeri. Potret besar peristiwa yang mencuat tajam di tahun 2010 : 1. Pilkada di sejumlah daerah telah memetakan masyarakat sipil pada kepentingan-kepentingan politik yang menghancurkan relasi kekerabatan sebelumnya. Di tubuh birokrat ,pilkada juga menimbulkan konflik akibat munculnya dukungan dan penyalahgunaan fasilitas diantara kelompok birokrat dan berdampak pada jenjang karier pada periode tertentu. 2. Otonomi, lebih khusus Otonomi Khusus diterjemahkan sesuai kepentingan masing-masing institusi di pemerintah pusat maupun di daerah. Koordinasi antara pemerintah kota/kabupaten dengan pemerintah provinsi hampir tidak ada.Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah provinsi dengan mudah diabaikan oleh pemerintah kota/kabupaten. Demikian juga kebijakan di tingkat pemerintahan provinsi, saling tidak sejalan.Pemerintah pusat masih ditempatkan sebagai pemutus dan pembenar segala kebijakan di Papua. 3. Sejumlah aksi kekerasan terjadi hampir di setiap tempat, menebarkan teror dan ketakutan, baik yang dialami oleh orang Papua maupun non Papua. Seolah siapa saja dapat menjadi sasaran

description

laporan tahun 2010 ina

Transcript of LAPORAN 2010_ALDP_INApdf

Page 1: LAPORAN 2010_ALDP_INApdf

Aliansi Demokrasi untuk Papua(Alliance of Democracy for Papua)

YAYASAN KERJA SAMA UNTUK DEMOKRASI DAN KEADILAN

Laporan Akhir Tahun 2010

TahunPenuh Ujian bagi Akuntabilitas Pemerintahan Sipil

I. PENDAHULUAN :

Bagi Indonesia, Papua seperti satu wilayah penaklukan yang sarat dengan musuh sehingga caramembangunnya penuh dengan ketakutan dan praktek kekerasan. Pendekatan yang digunakancenderung bersifat reaktif dan instruksional. Nasionalisme Papua pun memandang Indonesia sedangmelaksanakan praktek neokolonialisme. Akibatnya tidak pernah berhasil menumbuhkan salingpercaya bahkan terus saling melukai. Relasi yang ada penuh dengan kecurigaan dan keterpaksaan.Pembangunan berjalan dengan saling mengeksploitasi kekuatan dan bukan karena suatukepentingan bersama.

Sepanjang tahun 2010 situasi hukum dan hak asasi manusia di Papua terjadi sangat variatif. Meskidalam merespon aksi demonstrasi, pihak keamanan cenderung kooperatif tapi kejahatan terhadapkemanusiaan lahir dalam beragam bentuk. Tahun 2010 adalah Tahun Penuh Ujian bagi AkuntabilitasPemerintahan Sipil.Tahun 2010 diwarnai dengan kegagalan pemerintah menata dirinya danmengimplementasikan kebijakan mulai dari tingkat pusat hingga ke pelosok negeri.

Potret besar peristiwa yang mencuat tajam di tahun 2010 :

1. Pilkada di sejumlah daerah telah memetakan masyarakat sipil pada kepentingan-kepentinganpolitik yang menghancurkan relasi kekerabatan sebelumnya. Di tubuh birokrat ,pilkada jugamenimbulkan konflik akibat munculnya dukungan dan penyalahgunaan fasilitas diantarakelompok birokrat dan berdampak pada jenjang karier pada periode tertentu.

2. Otonomi, lebih khusus Otonomi Khusus diterjemahkan sesuai kepentingan masing-masinginstitusi di pemerintah pusat maupun di daerah. Koordinasi antara pemerintah kota/kabupatendengan pemerintah provinsi hampir tidak ada.Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahprovinsi dengan mudah diabaikan oleh pemerintah kota/kabupaten. Demikian juga kebijakan ditingkat pemerintahan provinsi, saling tidak sejalan.Pemerintah pusat masih ditempatkan sebagaipemutus dan pembenar segala kebijakan di Papua.

3. Sejumlah aksi kekerasan terjadi hampir di setiap tempat, menebarkan teror dan ketakutan, baikyang dialami oleh orang Papua maupun non Papua. Seolah siapa saja dapat menjadi sasaran

Page 2: LAPORAN 2010_ALDP_INApdf

kekerasan berupa penembakan, penyiksaan dan pembunuhan, seperti kasus. Relasi antarakelembagaan, kelompok dan individu menjadi semakin buruk nampak dari perkelahian berbasissara pada kasus Nafri dan Yoka. Ada juga fokus wilayah tertentu pada periode tertentu yangterus terjadi aksi kekerasan dalam bentuk penyiksaan, penyerangan dan kontak senjata sepertidi Puncak Jaya.

4. Semakin buruknya pelayanan kesehatan dan pendidikan, meningkatnya angka HIV_Aids dankasus KDRT. Peredaran dan konsumsi minuman keras tidak terkendali. Persoalan SDA,reclaiming tanah serta kejahatan kriminalitas ala kota besar telah juga melanda Papua,khususnya Jayapura.

II. FAKTA KEJADIAN

A. Pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kota dan kabupaten

1. Sebagaian besar Partai politik yang ada belum siap berdemokrasi. Terjadi money politicberkaitan dengan penetapan dukungan kepada calon tertentu termasuk adanya dukunganganda dan intervensi pimpinan parpol di tingkat pusat. Pilkada memunculkan konflikinternal di Partai politik.

2. Perangkat penyelenggara pilkada yakni KPU kota/kabupaten dan jajaran terdepan di tingkatdistrik dan kampung belum memahami tugasnya dengan baik dan masih mudah terjebakpada kepentingan kelompok tertentu. Muncul dugaan suap terhadap anggota KPU untukmeloloskan calon tertentu seperti kasus di KPU Kota Jayapura.Dugaan praktekpenggelembungan suara hasil pilkada dan penyelenggaraan pilkada yang dilakukan olehanggota KPU yang sudah diganti. Di beberapa kabupaten dilakukan penggantian anggotaKPU.

3. Lemahnya pendidikan politik dan sistem kontrol bagi pemilih dan parpol berdampak padamunculnya masalah di KPU terkait penghitungan dan saling menggugat di MahkamahKonstitusi dengan keputusan yang variatif seperti perintah melakukan penghitungan suaraulang pada distrik tertentu (kab Merauke) atau melakukan pilkada ulang (bukan putarankedua) dan memasukan pasangan calon yang sebelumnya tidak diloloskan oleh KPU (kotaJayapura).

4. Upaya memobilisasi massa pendukung tidak saja terjadi pada saat kampanye berlangsungakan tetapi dilakukan jauh hari sebelumnya dengan menggunakan atribut atau fasilitas –fasilitas yang sebenarnya mewakili kepentingan publik yang seharusnya tidak memihak.

B. Tata pemerintahan

1. Disharmoniassi hubungan antara DPRP dan gubernur terjadi sejak pelantikan anggota danpimpinan DPRP pada Oktober 2009. Seringkali gubernur tidak memenuhi undangan DPRP.

Page 3: LAPORAN 2010_ALDP_INApdf

Ketegangan semakin meninggi ketika pembahasan SK MRP nomor 14 tahun 2009. Padapembahasan APBD, DPRP menilai gubernur memangkas habis fungsi dan kewenanganDPRP. Akumulasi ketegangan tersebut menjadi salah satu pemicu DPRP untuk melakukanJudicial Review terhadap pasal 7 ayat 1(a) UU OTSUS yang dihapus berdasarkan UU nomor35 tahun 2008. Kini DPRP menghendaki ayat itu dikembalikan sehingga pemilihan gubernurdilakukan oleh DPRP.

2. Pertentangan yang panjang antara pihak DPRP, MRP dan gubernur seringkali menimbulkankecenderungan untuk membawa persoalan ke Jakarta. Padahal Jakarta telah berkali-kalimempermainkan pemerintahan di daerah. Sayangnya, perjumpaan yang sangat seringdengan pemerintah pusat tidak juga menghasilkan negosiasi maksimal dan berakhir dengankekecewaan.

3. Gaya kepemimpinan gubernur Papua menimbulkan kesan tersendiri apalagi sehari-harinyagubernur berkantor di gedung negara (rumah tinggal dinas) dan bukan di kantor gubernur,selain itu setiap perayaan natal gubernur keluar daerah/tidak berada di Jayapura. Sehinggainteraksi gubernur dengan rakyat dan birokratnya sendiri sangat terbatas,seperti saat turunkampung (turkam).

4. Kinerja DPRP kurang maksimal karena persoalan internal seperti kurangnya koordinasi dankomunikasi diantara pimpinan DPRP dan cenderung hanya satu wakil ketua yang terlibataktif. Anggota DPRP, sebagai anggota partai politik, diawal periodenya sudah disibukkandengan proses pilkada di beberapa kabupaten dan kota sehingga kurang fokus pada tugaskedewanannya. Fungsi komisi secara keseluruhan belum berjalan baik sebab seolah-olahpermasalahan di DPRP hanya ditangani oleh komisi-komisi tertentu saja.Keputusan yangdihasilkan oleh Badan Musyawarah (Paripurna mini di DPRP) seringkali berubah-ubah,demikian juga keputusan Badan Anggaran. Alat kelengkapan dewan lainnya yakni BadanLegislasi baru terbentuk pada bulan Agustus 2010.

5. PERDASI dan PERDASUS yang telah ditetapkan pada akhir tahun 2010 hingga kini belumdapat diketahui materinya dan belum disosialisasikan. MRP masih mempertanyakanbeberapa isi PERDASUS karena diduga bahwa pertimbangan dan persetujuan MRP tidakdiakomodir. Demikian halnya dengan PERDASUS mengenai Pemilihan Keanggotaan MRPmeski telah disahkan akan tetapi isi final dari PERDASUS tersebut masih dipertanyakan.

6. Proses pembahasan APBD di DPRP tidak berjalan sesuai mekanisme sebab pembahasanAPBD tahun 2011 dilakukan terlebih dahulu sebelum pembahasan ABT tahun 2010 denganmasih menggunakan PERMENDAGRI No.13 tahun 2006 dan bukan PERDASUS No 1 tahun2007. Ada indikasi perbedaan dokumen APBD yakni antara usulan SKPD (satuan kerjaPerangkat Daerah) dengan persetujuan dari gubernur melalui Sekretaris Daerah dan yangtercantum di dalam buku PPA/S yang diajukan ke DPRP.Jumlah dana yang tercantum didalam buku PPA/S selalu dalam platform anggaran yang sangat besar dan ironisnya tidak

Page 4: LAPORAN 2010_ALDP_INApdf

diketahui oleh SKPD yang bersangkutan. Ada juga buku PPA/S yang isinya sama dari tahunsebelumnya untuk SKPD tertentu.

7. MRP sebagai lembaga kultural hampir tidak memiliki kekuatan hingga diakhir periodenya.Pandangan, masukan bahkan ancaman yang coba disampaikan oleh MRP tidak ditanggapisecara serius oleh pemerintah. Keputusan MRP No. 14 tahun 2009 yang mengatur soalBupati/Wakil Bupati dan Walikota/wakil walikota harus orang asli Papua sebagai upayamenterjemahkan penjelasan pasal 20 ayat(1) huruf f dari UU OTSUS, menjadi polemic yangberdampak pada sejumlah aktifitas politik dan demontrasi lainnya di tahun 2010. Demo TimPansus DPRP di kantor Kemendagri di Jakarta dan pelaksanaan MUBES MRP, sebagai salahsatu reaksi akibat ditolaknya Keputusan MRP No.14 tahun 2009 tersebut. Di sisi lain, adajuga kelompok yang menolak SK MRP tersebut.

8. Pemerintah tidak memiliki kemauan kuat untuk merespon berbagai aksi kekecewaan rakyatseperti demontrasi tanggal 18 Juni 2010 yang menyampaikan 11 butir tuntutan hasil MUBESMPR bahkan ada kesan saling menuding kewenangan untuk menghindari tanggungjawab,akibatnya hingga kini tuntutan tersebut tidak pernah di follow up secara kelembagaan baikdi tingkat DPRP maupun eksekutif. Konsistensi MRP sendiri dalam memperjuangkan aspirasitersebut masih dipertanyakan seolah tidak ada korelasinya antara aspirasi dan perilaku yangditunjukkan.

9. Keberhasilan Barisan Merah Putih (BMP) untuk memperjuangkan 11 kursi DPRP yangdiangkat mengundang polemik dikarenakan salah satu argumentasi yang digunakan adalahuntuk menyeimbangkan jumlah anggota DPRP yang dianggap tidak nasionalis NKRI. Selainitu putusan MK tersebut bersifat einmalig (hanya sekali).

10. Koalisi parlemen Pengunungan Tengah meminta dilakukan perubahan pembagian danaOTSUS untuk wilayah pegunungan tengah, diberikan secara proposional dan adanyapenambahan dana infrastruktur. Dana OTSUS pada tahun 2010 mengalami kenaikantermasuk dana infrastuktur. Penyusunan APBD dengan menyatukan dana OTSUS dansumber dana lainnya menimbulkan dugaan adanya duplikasi anggaran dan kesulitan untukmengontrol penggunaannya.

11. Dugaan korupsi dana OTSUS terus membayang pada sejumlah pejabat akan tetapi hinggakini belum ada tindak lanjut yang lebih konkrit dari aparat penegak hukum. Seperti kasusJhon Ibo terkait pembangunan rumah dinas dan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan AsetDaerah (BPKAD) terkait pembangunan jalan di Kab Sorong Selatan. Apalagi setelahmencuatnya kasus Kepala BPKAD, pihak polda Papua mendapatkan 50 sepeda motor yangdiserahkan langsung oleh gubernur dan kepala BPKAD. Pemberian motor tersebut sempatdipertanyakan karena diduga tidak tercantum sebelumnya di dalam APBD. Dugaan korupsijuga terjadi pada pengadaan kapal tongkang di kabupaten Boven Digul, pembangunansekolah di distrik Kimaam Merauke dan pembangunan kantor Agama di kab Supiori.

Page 5: LAPORAN 2010_ALDP_INApdf

12. Kebijakan Dana RESPEK yang menjadi primadona gubernur diminta untuk ditinjau kembalitermasuk pembagiannya di setiap kabupaten dan kota. Total dana yang diterima setiapkampung (dana RESPEK, PNPM Mandiri, ADK dll) berkisar 300 juta – 600 juta/tahun.Penggunaan dana tersebut berjalan tidak maksimal hanya sekitar 40 %– 80 % denganmenitikanberatkan pada pembangunan infra struktur dan bukan kegiatan ekonomiproduktif. Di beberapa tempat, dana tersebut langsung dibagi bagi kepada masyarakat atauhabis digunakan oleh sekelompok orang tertentu saja. Perputaran uang untuk kepentingankonsumtif di kampung jadi meningkat. Dampak buruk lainnya muncul pola baru darimasyarakat yang semula bekerja untuk mendapatkan penghasilan tanpa mengenal periode‘penggajian’ kini bantuan dana dinilai sebagai sumber rutin alias gaji, seolah menjadi PNS.

C. Aksi Kekerasan dan Situasi Keamanan

1. Aksi pengibaran bendera masih terjadi, seperti pengibaran bendera di kampung WaroYahokimo tanggal 12 mei 2010 oleh 60 CPNS meski kemudian dibantah oleh BupatiYahokimo, pengibaran di Demta tanggal 10 Oktober 2010 dan Wamena tanggal 20November 2010. Pengibar bendera di Demta mengaitkan aksi politik tersebut dengankeyakinan (adat) tertentu, mirip peristiwa pengibaran bendera di lapangan Kapeso tahun2009. Keyakinan mengenai datangnya sang ratu Adil kembali dihidupkan melalui tradisiadat dengan media tertentu (rumah adat dan doa-doa) bagian dari mencerminkanketidakpercayaan dan keputusasaan terhadap segala hal yang sedang terjadi.

2. Aksi kekerasan dengan menggunakan senjata tajam muncul lebih beragam. Ada yangdengan mudah diidentifikasi pelakunya seperti penembakan di Expo Waena tanggal 27 Mei2010, penembakan yang diduga dilakukan oleh Brimobda Kompi C Manokwari tanggal 15september 2010, penembakan terhadap anggota Petapa dari Dewan Adat Papua di BandaraUdara Wamena tangga 4 Oktober 2010 dan penembakan seseorang narapidana dikompleks BTN Tanah hitam saat dilakukan penyisiran peristiwa kasus Nafri tanggal 21November 2010. Proses hukumnya seolah berjalan di tempat. Ada juga aksi yang tidakdiketahui dengan jelas pelakunya seperti yang dialami oleh seseorang yang bertugassebagai penagih hutang tertembak di Boroway tanggal 15 desember 2010.

3. Selain itu ada juga laporan masyarakat mengenai dugaan keterlibatan aparat atas aksikekerasan terhadap masyarakat sipil lainnya seperti kasus Edina Tabuni (25 tahun) yangterkena peluru nyasar aparat saat mengamankan perselisihan antara aparat denganmasyarakat di Sinak Kab Puncak. Korban penembakan peluru nyasar juga terjadi ketikapolisi melakukan pengejaran tersangka pembunuhan di Transito kelurahan Maro Meraukebulan Juni 2010. Penembakan terhadap Yawan Yuweni di Serui, kasus di Bolakme, Wamenatanggal 1 Desember 2010. Untuk kasus – kasus tersebut hingga kini belum ada pengakuanbaik dari pihak TNI dan kepolisian mengenai keterlibatan aparatnya. Selain itu disinyalir adajuga sejumlah kasus penyerangan atau kontak senjata yang tidak terpublikasikan secara

Page 6: LAPORAN 2010_ALDP_INApdf

terbuka. Kekerasan Juga terjadi dengan fokus pada wilayah tertentu seperti di Puncak Jaya,seperti penembakan yang menewaskan anggota brimob Polda Papua tanggal 15 Februari2010 dan penembakan terhadap karyawaan PT Modern pada April 2010.

4. Aksi kekerasan diantara warga sipil meningkat seperti konflik antar etnis yang terjadi di Nafridan kemudian di Yoka tanggal 17 November 2010. Pengrusakan Polsek KP3 Wamena akibatkekecewaan pada peristiwa di penggeledahan dan penembakan anggota Petapa DAP dibandara Wamena tanggal 4 Desember 2010, pengrusakan kantor Management PT SinarMas di Lereh oleh karyawannya karena pelarangan pembangunan rumah ibadah yangdilakukan oleh pihak management dan pengrusakan Polres Jayapura tanggal 26 Oktober2010 akibat konflik antara etnis di Sentani.

5. Munculnya video kekerasan yang dilakukan oleh pihak TNI kemudian disikapi denganpersidangan kilat ala militer sebagai upaya untuk menghindari tuntutan pelanggaran HAMdan persidangan melalui pengadilan HAM. Terbukti bahwa tuduhan yang diberikan kepadatersangka adalah tuduhan melawan perintah atasan, bukan difokuskan telah melakukanpenyiksaan terhadap warga sipil hal ini diperkuat dengan tidak dilakukan pemeriksaanterhadap saksi korban.

6. Teror terhadap pekerja kemanusiaan dan tokoh agama masih terus terjadi seperti yangdialami oleh Pdt.Socrates S Yoman ketua BPP Gereja Baptis dan ketua DAP termasukpemeriksaan berlapis terhadap pengunjung saat menghadiri persidangan video penyiksaandi pengadilan militer Jayapura. Kematian wartawan Jubi Ardiansyah di Merauke masihmisterius bahkan sempat membuat hubungan antara jurnalis dan pihak kepolisian menjaditegang karena pihak kepolisian dinilai tidak mampu mengungkapkan misteri kematiantersebut. Infiltrasi aparat keamanan dalam berbagai institusi dan profesi terus terjadiseperti di birokrasi dan juga di dunia jurnalis.

7. Aksi kekerasan seperti sebuah siklus: kekerasan dibalas dengan kekerasan. Pemberitaanmengenai berbagai aksi penembakan di sekitar kota atau dekat kota dan penemuan rumahyang diidentifikasikan sebagai salah satu rumah atau markas (di dalam kota) dari TPN/OPMmemberi kesan kuat bahwa aksi kekerasan dapat terjadi di mana saja, siapa saja dapatmenjadi korban dan ironisnya selalu terjadi saling tuduh menuduh mengenai pelakunya.Rakyat semakin sulit mendapatkan informasi yang benar bahkan diprovokasi ke dalamberbagai bentuk kehidupan yang saling menyudutkan, berseberangan serta saling curiga.

8. Lemahnya institusi sipil dan masyarakat sipil untuk melindungi dirinya dan menjalankanfungsinya. Peran kepolisian dalam menangani persoalan di masyarakat terus dipertanyakanapalagi dalam beberapa kasus terakhir ini kepolisian didampingi oleh aparat TNI dalammelakukan operasi seperti pengejaran pelaku kasus Nafri tanggal 21 November 2010.Aparat TNI juga melakukan operasi sendiri seperti kasus pencarian Lambert Pkikir tanggal18 November 2010 di kampung Workwana.

Page 7: LAPORAN 2010_ALDP_INApdf

D. Situasi Ecosob

1. Tuntutan pasar buat mama-mama pedagang asli Papua pada akhir tahun 2010 dijawabdengan peresmian pasar sementara. Ada kalangan yang mencurigai ini sebagai upayagubernur untuk mencari dukungan saat pilgub mendatang. Ada juga kekhawatiran denganpemilihan lokasi yang tidak tepat sehingga akan menimbulkan persoalan sosial sepertimasalah lalu lintas dan penumpukan limbah sehingga membutuhkan penataan yang lebihbaik.

2. Penggunaan pasar sentral Hamadi pada awal September 2010 hingga kini melahirkansejumlah persoalan akibat dari ketidakjelasan mengenai kepemilikan los, harga sewa losdan perebutan los diantara penyewa dan pemilik hak ulayat. Selain itu ada indikasi bahwalos –los di bagian depan adalah milik dari para anggota DPRD Kota Jayapura.

3. Gempa bumi di Wasior tanggal 5 Oktober 2010 menjadi pembelajaran untuk penataansumber daya alam dan hutan yang lebih maksimal dan tidak saja berorientasi kepadakepentingan ekonomi. Penanganan yang dilakukan harus bersifat integratif baik secaramedis, rehabilitasi ekonomi, sosial dan psikologis selain itu dukungan fasilitas daripemerintah daerah. Kondisi ini juga membuktikan sistem pencegahan dan penanganancepat belum berjalan secara maksimal. Sebelumnya telah terjadi bencana banjir pada 11distrik di Jayawijaya pada awal april 2010, wabah penyakit malaria yang menewaskansekitar 40 orang di sejumlah distrik di Kab Intan Jaya dan gempa di Kaimana tanggal 30September 2010.

4. Proyek MIFEE merupakan isu pengelolaan sumber daya alam yang mencuat ditahun 2010dan mengancam hilangnya kepemilikan hak ulayat secara permanen. Diperkirakanmobilisasi tenaga kerja dalam jumlah yang sangat besar akan masuk ke Papua, khususnyake Merauke akibatnya praktek marginalisasi terhadap masyarat Papua makin meluas.Overlapping perijinan investasi diantara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten akibatreferensi aturan hukum yang berbeda masih terus terjadi. Pengelolaan sumber daya alamyang berlangsung secara ilegal. Munculnya reclaiming seperti pemalangan pembangunanpelabuhan peti kemas di Depapre pada September 2010, Airport Sentani tanggal 29November 2010 dan 17 desember 2010 dan pemalangan pembangunan sekolah di Yobeh,Sentani kab Jayapura. Hal ini terjadi karena pemerintah ingkar janji dan ada juga kasuspengalihan sepihak tanah hak ulayat tanpa melalui musyawarah adat akibat godaan hidupyang makin konsumtif.

5. Persoalan kesehatan ditandai dengan rusaknya management dan kelembagaan padainstitusi kesehatan. Fasilitas, mutu pelayanan dan kebersihan rumah sakit terutama rumahsakit utama (RS Rujukan) semakin buruk. Di tahun 2010, pemerintah provinsi Papuamenganggarkan 25 M untuk pengadaan obat OTSUS namun masih ada indikasiberkembangnya praktek mafia obat diantara apotik dan dokter sehingga membebani pasiendengan obat merek dagang bukan generik selain itu berkembangnya bisnis di rumah sakit

Page 8: LAPORAN 2010_ALDP_INApdf

dengan menyediakan obat hingga kebutuhan pasien lainnya. Akibatnya pemenuhan hak-hak kesehatan rakyat menjadi terabaikan. Selain itu muncul konflik internal berkaitandengan kesejahteraan tenaga medis sehingga menimbulkan aksi protes sepertidemonstrasi yang dilakukan oleh perawat dan bidan baik yang terjadi di RS MitraMasyarakat Mimika maupun RS Dok II Jayapura.

6. Di bidang pendidikan menjadi persoalan besar adalah menurunnya kualitas pelayanan dariinstitusi pendidikan serta mulai beralihnya gelar dari kepentingan kapasitas keilmuwanmenjadi demi kualifikasi jabatan tertentu. Dukungan terhadap institusi pendidikan swastahampir tidak ada padahal institusi tersebut memiliki beban yang sangat tinggi untukpengembangan SDA di Papua. Guru-guru yang bertugas di wilayah pedalaman seringmeninggalkan tempat tugas karena alasan kesejahteraan dan keamanan tanpa ada sanksiyang tegas. Di sisi lain, mekanisme penjenjangan kepangkatan tidak berlangsung denganbaik sehingga menyebabkan guru-guru harus mengurus sendiri keperluannya pada dinas dikota.

7. Kejahatan sosial seperti KDRT, Kecelakaan Lalu lintas, pembunuhan, pemerkosaan,penganiayaan, perkelahian dan penipuan seringkali dipicu akibat minuman keras (miras).Meski beberapa kabupaten telah mengeliarkan Peraturan Daerah mengenai minuman kerasnamun distribusi dan penjualan miras tetap dilakukan secara ilegal atau beberapa pejabatbersedia terbang ke tempat lain (kabupaten lain) yang tidak memiliki Peraturan Daerahmengenai miras agar dapat menikmati minuman keras. Gubernur Papua sendirimenjanjikan akan mengeluarkan Perdasi mengenai Peredaran minuman keras(Agustus2010) namun hingga kini belum ada realisasinya.

E. Situasi Gerakan Kelompok Sipil

1. Gerakan masyarakat sipil cenderung melemah dan tidak bersinergis. Koalisi diantara LSMdan lembaga keagamaan sangat terbatas akibat masalah internal dan ekstrenal yangdihadapi oleh masing-masing lembaga. Intensitas aktifitas LSM yang berkerja di bidangHukum dan HAM semakin berkurang. Demikian juga konsolidasi masyarakat adat tidaktertata dengan baik.Proses pilkada telah juga membuat berbagai komponen masyarakatsipil seperti LSM, kelompok perempuan, adat, pemuda dan lembaga keagamaan disibukkandengan agenda-agenda politik.

2. Beberapa upaya konsolidasi diantara kelompok masyarakat sipil telah dilakukan namunmasih belum cukup solid. Tuntutan yang dirumuskan masih mencerminkan agenda masing-masing kelompok yang bisa tidak sejalan dengan kelompok yang lain. Sehingga sulitmencapai negosiasi yang maksimal. Di waktu yang bersamaan begitu banyak tawaran yangterus menguji komitmen dan konsistensi setiap kelompok maupun tokoh dari kelompokmasyarakat sipil tersebut.

Page 9: LAPORAN 2010_ALDP_INApdf

3. Praktek untuk memecah kekuatan dan membingungkan diantara rakyat sipil di Papua terusdilakukan oleh pemerintah antara lain dengan jalan berusaha keras memulangkan NicolasJouwe dari Belanda dan menjadikannya alat kampanye pro NKRI, memback up aktifitaskelompok IGSSAPRI termasuk penerbitan dan kampanye buku Integras Telah Selesai ( bukuini mengambil tulisan dari Blogspot ALDP tanpa ijin, hal 55-64)) untuk mencounter bukuPapua Road Map yang diterbitkan oleh LIPI. Atau pun membentuk LMA untuk mereduksikekuatan DAP termasuk dengan mengkampanyekan dan membentuk forum komunikasikonstruktif untuk mengadu dengan gagasan Dialog Papua Jakarta.

4. Tekanan pemerintah RI terhadap berbagai kelembaga asing termasuk pihak kedutaan yangmelaksanakan programnya di Papua menyebabkan menimbulkan kehati-hatian dankekecewaan. Masyarakat sipil lebih sering dijadikan alat justifikasi, diundang untukmelakukan presentasi mengenai persoalan di Papua akan tetapi eksekusi program justrulebh banyak dialihkan kepada pemerintah. Lembaga asing cenderung memilih kebijakanyang ‘super smooth’, akibatnya pada situasi tertentu lembaga asing turut mengabaikanpersoalan riil yang ada di Papua. Seolah Lembaga asing turut terlibat melemahkan kekuatanmasyarakat sipil dan mendukung praktek pemerintahan yang korup karena terhadapmekanisme kontrol dan pertanggungjawaban keuangan jauh lebih transparan jika dilakukanterhadap kelompok masyarakat sipil daripada pemerintah. Sebab pemerintahmenggabungkan semua sumber dana dalam APBD dan berpeluang melakukan duplikasikegiatan dari berbagai sumber dana yang ada.

5. Intensitas kunjungan berbagai kedutaan asing ke Papua cenderung sangat tinggi dansenantiasa menegaskan dukungannya terhadap keberadaan Papua di dalam NKRI,diperhadapkan dengan internasionalisasi masalah Papua yang terus bergulir mulai dariserumpun di negara-negara Pasifk hingga di wilayah Asia, Eropa dan Amerika sepertipelaksanaan Conggres Hearing tanggal 22-23 September 2010 di USA.

F. Wacana Dialog

1. Sosialisasi konsep dialog Papua Jakarta terus dilakukan terutama oleh Jaringan DamaiPapua (JDP) yang merupakan keterwakilan dari komponen masyarakat sipil dengankoordinator Dr.Neles Tebay dan Dr.Muridan Satrio Widjojo. Posisi JDP sering dikritisidiantara kelompok pro NKRI dan pro Merdeka. Gagasan dialog berkembang meluas, orangmulai melakukan eksplorasi dan improvisasi mengenai gagasan tersebut, misalnyakesadaran akan banyaknya persoalan yang tidak diselesaikan di Papua, kebuntuankomunikasi diantara berbagai level hingga perdebatan soal kata “Papua”, apakah Papuadalam konteks etnis ataukah Papua dalam pengertian mewakili persoalan dan kepentinganbersama. Hal ini menunjukkan bahwa gagasan dialog Papua Jakarta memasuki ruangakademis dan lebih kritis.

Page 10: LAPORAN 2010_ALDP_INApdf

2. Ketika presiden SBY menyebutkan pentingnya komunikasi yang konstruktif untukmenyelesaikan persoalan di Papua pada pidatonya tanggal 16 Agustus 2010, menandakangagasan dialog semakin kuat dibicarakan di tingkat pemerintahan. Oleh pihak – pihaktertentu gagasan dialog dipertentangkan dengan Komunikasi konstruktif. Secara subtantifkedua gagasan ini mengedepankan penyelesaian masalah Papua tanpa kekerasan olehkarenanya tidak ada alasan yang prinsip untuk saling meniadakan justru perlumendiskusikan konsep secara bersama.

G. Pendekatan Pemerintah

1. Selama ini pendekatan yang digunakan hanya berorientasi pada alasan peningkatankesejahteraan terutama melalui program RESPEK. Pemenuhan hak asasi manusia yangberkaitan dengan hak sipil politik (terutama kebebasan berekspresi dan perlindunganhukum) sebagaimana tercantum dalam UU OTSUS seperti koordinasi kebijakan di Papua,pembentukan KOMNAS HAM, peradilan HAM, KKR, Komisi Hukum Ad Hoc serta pengakuanidentitas seperti lambang dan bendera atau pembentukan partai lokal tidak pernahdiberikan perhatian serius. Permasalahan sipil politik hanya dipakai untuk komoditi politikkekuasaan dengan pendekatan militeristik yang sangat merugikan masyarakat sipil.

2. Pendekatan hukum masih digunakan untuk meredam suara-suara kiritis merupakan wujuddari ketidaksukaan pemerintah untuk dikoreksi. Beban kerja kepada aparat penegakhukum, khususnya pihak kepolisian tanpa didukung dengan fasilitas yang memadaimemberi kesan agenda kerja kepolisian hanya bergerak dari satu proses investigasi awal keinvestigasi berikutnya dan tidak pernah tuntas apalagi jika memuat kepentingan politik.Satu peristiwa belum tuntas untuk diungkap sudah muncul peristiwa lainnya.

3. Cara menangani persoalan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) tidak mengalami perubahan.Apabila terjadi keributan di LP maka akan dilakukan penguncian sel, mematikan lampu,memasuki sel pada malam hari dengan sipir dan pihak keamanan, melakukan pemukulankemudian memindahkan tahanan atau narapidana tertentu ke dalam tahanan kepolisianuntuk waktu yang relatif lama seperti yang dialami oleh Philep Karma dan Buktar Tabunics.Pendekatan ini jelas mengabaikan kewenangan yang dimiliki oleh otoritas sipil sepertipihak kanwil hukum dan HAM yang jelas-jelas memiliki otoritas terhadap narapidana atautahanan di LP. Gagasan pemberian grasi pada TAPOL/NAPOL yang disampaikan olehmenteri Hukum dan HAM pada saat kunjungannya di Jayapura mendapat tanggapan prodan kontra dari berbagai pihak. Beberapa narapidana menolak gagasan tersebut.Dikhawatirkan hanya bersifat politis dan tidak serius, sejauh ini pemberian grasi telahkepada Yusak Pakage.

4. Di bidang pendidikan program kerjasama dengan memberangkatkan 20 orang guru keAustralia ataupun melakukan program guru kontrak sebanyak 600 orang tidak cukupmenjawab permasalahan dasar pendidikan di Papua seperti kualitas belajar mengajar dan

Page 11: LAPORAN 2010_ALDP_INApdf

ketersediaan fasilitas akibatnya produk akhir nstitusi pendidikan selalu tidak bernilaikompetitif. Tenaga – tenaga terampil masih lebih banyak didatangkan dari luar. Demikianjuga dengan bidang kesehatan, berbagai kerjasama dan banyaknya sumber dana tidakberdampak pada meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan atau meningkatnya angkaharapan hidup di Papua.Angka HIV_AIDS dan kematian ibu hamil tetap tinggi, penyakit-penyakit tertentu di wilayah edemiknya masih juga tinggi.

5. Bertambahnya uang OTSUS tetap tidak mampu menjawab persoalan mendasar yangdihadapi oleh orang asli Papua. Janji SBY untuk melakukan evaluasi UU OTSUS setelahlebaran dan upaya pembentukan UP4B belum direalisir.

III. TANTANGAN DAN REKOMENDASI TAHUN 2011

A. TANTANGAN

1. UU OTSUS akan tetap menjadi isu yang terus diperdebatkan meski wilayah perdebatanmasih lebih banyak di wilayah implementasi sedangkan soal –soal subtantif akan cenderungmasuk di wilayah politik. Perdebatan mengenai defenisi orang asli Papua di dalam UUOTSUS akan berlanjut dan menyulitkan sejumlah regulasi di tingkat lokal. Di sisi lain akanmuncul tuntutan untuk lebih terbuka dalam memberikan defenisi terhadap orang asliPapua dan identitas kepapuan. Kebijakan Jakarta akan juga mereduksi identitas tersebut.Apa yang khusus di dalam UU OTSUS?.

2. Proses dan keputusan Judicial Review di MK yang dilakukan oleh DPRP, apapun hasilnyaakan menyebabkan menguatnya ketegangan antara DPRP dan gubernur mengingat prosespilgub semakin dekat. Proses pilgub mulai menggiring rakyat ke dalam kotak-kotakkepentingan politik apalagi sejumlah tokoh yang diduga akan mencalonkan diri sudah mulaimelakukan kampanye dalam berbagai bentuk.

3. Sejak UU OTSUS menegaskan bahwa peserta pilgub harus orang Papua asli maka prosesPilgub Provinsi Papua cenderung membuka pertentangan diantara orang Papua sendiri.Propaganda primordial terutama antara gunung dan pantai akan dibuat meningkat.

4. Proses politik lainnya yang terjadi seperti Pemilihan keanggotaan MRP dan pengangkatan11 kursi berdasarkan UU OTSUS akan memperpanjang ketegangan horizontal diantaramasyarakat sipil dan juga di tingkat pemerintah daerah.

5. Penanganan berbagai kasus korupsi akan mendapat tantangan yang makinmeluas.Tuntutan akan datang dari berbagai pihak termasuk sorotan dukungan yang makinmeluas melalui media massa. Sehingga aparat kepolisian dan kejaksaan makin didesakuntuk bekerja maksimal.

Page 12: LAPORAN 2010_ALDP_INApdf

6. Tuntutan pemenuhan hak –hak dasar sesuai OTSUS akan terus dipermasalahkan terutamamengenai hukum dan HAM serta hak – hak ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Secarakhusus pengelolaan sumber daya alam dan tanah akan berpeluang konflik, seperti kasusMIFEE ,pertambangan emas di Degewo Nabire, Investasi tambang nikel di Depapre dll.Pengalihan lahan untuk sejumlah investasi akan terus terjadi dan regulasi pemerintahbelum berpihak kepada masyarakat adat.

7. Gagasan dialog makin tersebar dan terbuka sehingga berbagai respon akan mengalir. Akanada aksi segregasi dan reaksi – reaksi memotong karena menghendaki posisi status quoataupun ingin mengambil alih gagasan dialog untuk kepentingan tertentu.

8. Isu keamanan akan terus menjadi masalah yang sensitif disebabkan beberapa hal a).Penanganan permasalahan keamanan masih bersifat tertutup tanpa ada kejelasanmengenai pentingnya keterlibatan pihak tertentu, misalnya keterlibatan TNI pada saatmelakukan penggeledahan atau operasi selain itu b). Kebijakan penerapan pasukan nonorganik terus berlangsung c). Adanya berbagai satuan keamanan dan intelejen yang sangatterbatas berkoordinasi satu sama lain dan hanya mendisktribusikan informasi kepadajaringannya menyebabkan input mengenai situasi keamanan di Papua kepada pemilikotoritas bersifat parsial dan kebijakan yang dilakukan cenderung berorientasi kepadajenjang karier satuan masing-masing.

9. Aksi kekerasaan akan terus meningkat dengan berbagai variasinya, sejumlah kegagalanpihak kepolisian untuk mengungkapkan kasus sebelumnya memberikan alasan dankeleluasaan pihak lain untuk meningkatkan aksi kekerasan.

B. REKOMENDASI

1. Harus ada kesadaran dan pengakuan dari pemerintah bahwa UU OTSUS telah gagal sebagaikebijakan yang bertujuan memberikan pemihakan, jaminan keamanan dan keadilan buatorang Papua. Sehingga revisi atasnya harus dilakukan secara mendalam untuk menghasilkanperbaikan atau perubahan lain yang lebih substantif. Kebijakan terhadap harus menyentuhberbagai aspek, bukan saja aspek kesejahteraan tetapi juga aspek sipil dan politik dandilakukan dengan serius. Seperti halnya untuk pembentukan UP4B, jika tidak maka UP4Bakan mengalami kegagalan sebagaimana yang dialami oleh UU OTSUS.

2. Setiap pihak harus memperkaya cara pandang dan pemahaman terhadap pihak lainkhususnya terhadap orang Papua sehingga tidak mudah terjebak dengan stigmatisasi dankesimpulan-kesimpulan yang saling menyesatkan. Termasuk merumuskan kembali berbagai

Page 13: LAPORAN 2010_ALDP_INApdf

defenisi yang mengacaukan cara pandang dan cara bertindak dalam menyelesaikanpersoalan di Papua, seperti “otonomi” dan “orang asli Papua’.

3. Pemerintah secara khusus harus meningkat perhatian terhadap pemenuhan hak asasimanusia khususnya hak sipil dan politik sebagaimana tercantum di dalam UU OTSUS. Sikappolitik dan dukungan konkrit harus diberikan kepada korban kekerasan/penyiksaan melaluiregulasi, institusionalisasi, proses hukum yang adil dan kebutuhan lainnya. Melakukanreformasi sector keamanan sebagai bagian penting dari pemenuhan hak asasi manusiaseperti meninjau kembali praktek intelejen dan inflitrasi pada birokrasi sipil, pentingnyamengkoordinasikan kebijakan keamanan dengan otoritas setempat dan menghargaiberbagai otoritas lainnya.

4. Menata kembali hubungan diantara pemerintah sipil di daerah serta memperbaikipermasalahan internal di dalam kelembagaan masing – masing. Patuh pada mekanismekelembagaan dan bersedia mengembangkan komunikasi formal dan informal secaramaksimal sebagai upaya untuk memperkuat konsolidasi masyarakat sipil.

5. Keterbukaan dan professional telah menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi untukmelakukan penegak hukum guna menghindari intervensi kekuasaan maupun politik uangtermasuk terhadap berbagai kasus korupsi. Sejalan dengan itu penting untuk melakukanperbaikan pada system pembinaan yang berlangsung di Lembaga Pemasyarakatan,penyediaan fasilitas dalam rangka pemenuhan hak – hak narapidana termasukmengembangkan kegiatan produktif.

6. Perhatian terhadap dunia pendidikan agar mencapai kualitas sumber daya manusia mulaidari tingkat SD hingga perguruan tinggi terutama perhatian kepada perguruan tinggi swasta.Pelayanan kesehatan harus diperbaiki secara total menyangkut sistem management,berbagai fasilitas dan sarana di rumah sakit juga perhatian terhadap sumber daya manusiayang melaksanakan fungsi pelayanan pendidikan dan kesehatan.

7. Pengelolaan sumber daya alam dan alih fungsi untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi harusdibekali dengan kajian transformasi ekonomi dan sosial sesuai dengan perubahan yang akandihadapi rakyat. Pasar bagi mama – mama pedagang asli Papua, harus disertai denganproteksi yang jelas mengenai komoditi yang dijual dengan memperhatikan kondisi socialcultural yang menjadi pola menjual dari mama-mama pedagang tardisional sehingga pasaryang dibuat dapat dimanfaatkan secara maksimal dan komoditi yang dijual tidak bersaingdengan pemilik modal besar.

8. Kampanye dialog Papua Jakarta akan semakin menguat dalam bentuk dukungan, kritikmaupun kepentingan politik yang berusaha menghalanginya. Agenda penyelesaianpermasalahan di Papua tanpa kekerasan yang ditawarkan melalui dialog akan memperluasdukungan dan keterlibatan berbagai pihak. Oleh karenanya sangat penting untuk sosialisasi

Page 14: LAPORAN 2010_ALDP_INApdf

dan internalisasi mengenai dialog Papua Jakarta pada berbagai kalangan secara lebihmendalam.

9. Berbagai lembaga asing yang memberikan perhatian kepada permasalahan di Papuasemestinya juga memahami bahwa selain dukungannya untuk memberikan masukankepada pemerintah Indonesia mengenai penyelesaian persoalan di Papua melaluiperwakilannya di Jakarta tetapi perlu juga memberikan dukungan yang lebih konkritterhadap kelompok masyarakat sipil yang dinilai sebagai mitra startegisnya di Papua denganmenciptakan peluang-peluang baru agar relasi yang dibangun dapat berjalan sinergis dantidak berkesan mengeksploitasi sumber informasi dan ketidakberdayaan kelompokmasyarakat sipil tersebut.

IV. KELEMBAGAAN ALDP :

1. Jumlah staff ALDP sebanyak 9 orang terdiri dari 5 perempuan dan 4 laki-laki.Pada setiaptahunnya fasilitas dan sarana kantor terus berusaha untuk dipenuhi dan ditingkatkan gunamemberikan rasa nyaman dan profesionalisme dalam bekerja. Bagi AlDP, sumber daya manusiayang ada terdiri dari staff ALDP dan kelompok atau individu potensial. Oleh karena itu ALDPmembuka akses kepada mahasiswa, masyarakat adat dan perempuan untuk aktif mengikutikegiatan ALDP secara internal ataupun terlibat pada berbagai kegiatan di lingkungan LSM danorganisasi lainnya sesuai kapasitas dan kebutuhan agar terjadi transformasi penyadaran danpemahaman pada kalangan kelompok potensial secara meluas.

2. Diakhir tahun ALDP melakukan sejumlah perubahan yang sifatnya Stategis untuk memperbaikidan memperkuat pencapaian Visi dan Misi lembaga. Perubahan tersebut berisi : (a).Penambahan struktur baru yakni struktur badan pengurus/Board yang terdiri dari : Pr.JhonJonga, Paskalis Kosay, Theo Van Den Broek, Weynand Watory dan Poengky Indarti.(b).Perubahan struktur badan Pelaksanaan/Eksekutif dari Ketua menjadi Direktur danmenambah struktur baru yakni Wakil Direktur (c). Perubahan divisi pada struktur badanPelaksana/Eksekutif dengan membentuk 2 divisi program yakni Divisi Demokrasi dan DivisiKeadilan, ditambah Divisi Keuangan dan Divisi Administrasi dan Umum (Adum).

3. Pemilihan wilayah tertentu dalam kurun waktu tertentu (indikator: termarginal dan isukekerasan) dan menentukan kelompok potensial (indikator: termarginal dan potensial, sepertidewan adat dan mahasiswa serta perempuan) masih tetap menjadi pendekatan utama dalammenjalankan program. Kapasitas yang dimiliki oleh ALDP terfokus pada pendampingan hukumdan pengorganisasian komunitas (termasuk pelatihan). Respon yang dilakukan berdasarkaninisiatif dan kebutuhan yang datang dari masyarakat (individu dan kelompok potensial).

4. Makin terbuka peluang dan jaringan kelembagaan (lokal, nasional dan internasional). Sejalandengan itu, tuntutan peningkatan peran staf, profesionalisme dan kinerja lembaga juga

Page 15: LAPORAN 2010_ALDP_INApdf

ditingkatkan melalui berbagai penyediaan sarana, training dan memperdalam materi pertemuanbulanan dan program hingga perubahan strategis.

5. Pada pertengahan tahun 2010 ada agenda untuk memperbaiki kembali kondisi lembaga HAM diPapua akan tetapi agenda tersebut belum berjalan maksimal. Akibat dari pola komunikasi dansiklus pertemuan yang tidak berjalan baik selain itu masing – masing LSM masih harusmengerjakan agenda tahunannya. Terhadap beberapa kasus HAM, ALDP dengan keterbatasanyang ada mencoba untuk mengambil langkah penanganan kasus sesuai dengankemampuan,dilakukan secara swadaya dan berkoalisi

6. Secara umum di tahun 2010, sebagian besar aktifitas AlDP masih melanjutkan agenda tahun2009 seperti Diskusi Perdamaian Lintas Etnis (orientasi pada kelompok strategis di kota) denganpenambahan program Diskusi Kampung Lintas Etnis (orientasi pada wilayah transmigrasi dansekitarnya).Selain itu penguatan institusionalisasi HAM sebagai hak sipil politik di dalam UUOTSUS dan Penyadaran Hak-hak Perempuan untuk pencegahan HIV_Aids serta kampanye AntiPenyiksaan masih dilakukan. Sejumlah pertemuan lainnya seperti jaringan penanganan konflikberbasis program psikososial yang dilaksanakan oleh IRCT di Colombo Sri Lanka, jaringan Damaidan Keadilan di San Diego, USA, Forum Rekonsiliasi Damai di Rome, Italia, training fasilitator JDP,terlibat dalam kampanye Dialog Papua Jakarta dan Diskusi kelompok Perempuan membahasResolusi PBB Nomor 1325 tentang Keterlibatan Perempuan di dalam meja perundingan. Koalisiuntuk sejumlah kasus seperti kasus Wamena 4 Oktober 2010, Pengibaran bendera di Demta 10Oktober 2010, permasalahan pembangunan rumah ibadah di Perusahaan kelapa sawit PT SinarMas, Lereh, pendampingan atas konflik SDA di Depapre, koalisi Hari Anti Kekerasan terhadapPerempuan serta berbagai pertemuan di tingkat nasional dan lokal lainnya.

Jayapura,10 januari 2011