Laporan Analisis Hidrologi
-
Upload
abda-malika-m -
Category
Documents
-
view
356 -
download
67
description
Transcript of Laporan Analisis Hidrologi
ANALISIS HIDROLOGI
LAPORAN
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hidrologi dan Hidrogeologi
Semester II Tahun Ajaran 2014-2015
oleh
ABDA MALIKA MULKI 15313023
MUHAMMAD NAUFAN DZIKKRURRAHMAN 15313041
NATASYA SANDRA VIRMELIA 15313058
IRMA YANTI SEPNADI 15313083
FENNY CLARA ARDIATI 15313101
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2015
I. Gambaran Umum Analisis Hidrologi
Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi
(hydrologic phenomena). Fenomena hidrologi seperti besarnya : curah hujan, temperatur,
penguapan, lama penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai, tinggi muka air sungai,
kecepatan aliran dan konsentrasi sedimen sungai akan selalu berubah menurut waktu. Dengan
demikian, suatu nilai dari sebuah data hidrologi itu hanya dapat terjadi lagi pada waktu yang
berlainan sesuai dengan fenomena pada saat pengukuran nilai itu dilaksanakan. Kumpulan
data hidrologi dapat disusun dalam bentuk daftar atau tabel.
Secara umum, analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam
perancangan bangunan-bangunan hidraulik. Analisis hidrologi diperlukan untuk mengetahui
karakteristik hidrologi daerah pengaliran yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya
debit aliran (biasanya debit banjir) rencana pada suatu perencanaan bangunan air. Data yang
digunakan pada perkiraan penentuan debit ini yaitu data curah hujan
Q=F .C s . C . I . A .. . . .(1.1)
Keterangan :
F = Faktor konversi, F = 1/360 untuk Q dalam m3/detik
Cs = Koefisien storasi
C = Koefisien limpasan
A = Luas DPS (ha)
I = Intensitas hujan (mm/jam)
Analisis data curah hujan dilakukan melalui beberapa tahap yaitu :
1. Analisis Curah Hujan
2. Melengkapi Data Hujan
3. Tes Konsistensi
4. Uji Homogenitas
5. Analisis Curah Hujan Harian Maksimum
6. Analisis Intensitas Hujan
1
II. Analisis Curah Hujan
Curah hujan sebagai salah satu unsur dari iklim mempunyai banyak karakteristik yang
dapat mempengaruhi hasil dari perencanaan pengelolaan sumber daya air. Data curah hujan
sangat dibutuhkan untuk mendukung perencanaan pengelolaan sumber daya air suatu
wilayah. Data ini digunakan sebagai dasar analisis hidrologi wilayah tersebut. Tujuan dari
setiap pengukurannya adalah untuk memperoleh data yang dapat mewakili kondisi daerah
tersebut. Data curah hujan dapat digunakan untuk memprediksi kelembaban tanah atau
cadangan air tanah maupun debit sungai di suatu daerah. Hujan yang jatuh ke permukaan
bumi dipengaruhi oleh berbagai faktor sehingga penyebaran dan intensitasnya tidak akan
sama di setiap wilayah. Hal inilah yang menjadikan penempatan stasiun curah hujan perlu
diperhatikan lokasi, jumlah dan penyebarannya.
Berdasarkan jarak stasiun pengamatan dari lokasi dan ketersediaan data yang
dikumpulkan dari berbagai sumber, maka dipilih 10 stasiun yang akan dimanfaatkan data
curah hujannya, yaitu Stasiun Cicalengka, Stasiun Paseh, Stasiun Chinchona, Stasiun
Ciparay, Stasiun Ujung Berung, Stasiun Bandung, Stasiun Cililin, Stasiun Montaya, Stasiun
Saguling DAM, dan Stasiun Cisondari. Data curah hujan dari tahun 1986 hingga tahun 2013
dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Data curah hujan 10 stasiun dari tahun 1986 hingga tahun 2013
2
III. Pelengkapan Data Curah Hujan
3.1 Teori Dasar
Dalam praktiknya, terkadang stasiun curah hujan tidak dapat menyajikan data yang
diinginkan, misalnya terdapat data yang kosong dari suatu stasiun hujan tertentu. Hal ini
dapat terjadi karena tidak semua data dari BMG lengkap sepenuhnya. Data-data yang hilang
tersebut berupa data-data curah hujan harian. Untuk data curah hujan yang tidak lengkap tiap
bulannya, tentu tidak dapat dipakai dan tidak dapat diikut sertakan dalam klasifikasi data
curah hujan tahunan dan data dianggap tidak tercatat. Untuk mengisi kekosongan data
tersebut dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu:
1. Metode Aljabar
Metode ini digunakan jika perbedaan curah hujan tahunan normal antara stasiun
pembanding dengan stasiun yang kehilangan data adalah kurang dari 10% (Moduto,
Drainase Perkotaan, 1998).
r x=1n∑n=1
n
Rn . . .. . .(3.1)
2. Metode Perbandingan Normal
Metode ini digunakan jika perbedaan curah hujan tahunan normal antara stasiun
pembanding dengan stasiun yang kehilangan data adalah lebih dari 10% (Subarkah.
Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. 1980).
r x=1n∑n=1
n rn x Rx
Rn
.. . . .. (3.2)
Keterangan:
n : jumlah stasiun pembanding
rx : tinggi curah hujan yang dicari
rn : tinggi curah hujan pada tahun yang sama dengan rx pada setiap stasiun pembanding
Rx : harga rata-rata tinggi curah hujan pada stasiun pengukur yang salah satu curah
hujannya sedang dicari
Rn : harga rata-rata tinggi curah hujan pada setiap stasiun pembanding selama kurun
waktu yang sama
3
Perhitungan perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding dan stasiun kehilangan
data dilakukan dengan persamaan berikut:
∆= SR
x100 % . .. . . .(3.3)
S=√∑ ( Ri−R )2
n−1. . .. . .(3.4)
R=∑ Ri
n. . .. . .(3.5)
Keterangan:
∆ : persen perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding dan stasiun yang
kehilangan data
S : standar deviasi rata-rata curah hujan
Ri : nilai rata-rata curah hujan selama pengamatan tiap stasiun
R : rata-rata curah hujan dari n jumlah stasiun pengamat
N : jumlah stasiun pengamat
3.2 Contoh Perhitungan Pelengkapan Data Curah Hujan
Data curah hujan yang terdapat dalam laporan ini adalah kejadian hujan selama 28
tahun pada 10 Stasiun Pengamat Hujan seperti pada Tabel 2.1. Untuk melengkapi data curah
hujan yang kosong, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
1. Penentuan perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding dan stasiun yang
kehilangan data dengan Persamaan (3.3), (3.4), (3.5).
2. Menghitung banyaknya data curah hujan yang terisi untuk setiap stasiun (N).
Misalnya pada Stasiun Cicalengka, dari 28 data dari tahun 1986 sampai 2013 hanya
ada 25 data yang terisi. Maka, N untuk stasiun Cicalengka adalah 25. Begitupun untuk
stasiun lainnya.
3. Ri adalah nilai rata-rata curah hujan selama pengamatan dari tiap stasiun. Mencari
rata-rata (Ri) dari setiap stasiun adalah sebagai berikut:
4
Ri=∑ XnN
. .. . . .(3.6)
Misalnya Stasiun Cicalengka, maka menghitung Ri yaitu:
Ri=260+37+359+…+37425
=216,6
4. ∑Ri adalah jumlah Ri dari stasiun Cicalengka sampai Cisondari.
∑ Ri=R 1+R 2+R 3 …+R 10 . . . .. .(3.7)
∑ Ri=216,6+249,916+271,958 ….+240,636
∑ Ri=2236,654899
5. n adalah jumlah dari stasiun hujan. Besaran n berjumlah 10, terdiri dari:
- Cicalengka
- Paseh
- Chincona
- Ciparay
- Ujung Berung
- Bandung
- Cililin
- Montaya
- Saguling DAM
- Cisondari.
6. R adalah rata-rata curah hujan dari n jumlah stasiun pengamat.
R=∑ Rin
R=2236,65489910
R=223,6654899
7. Ri-R adalah pengurangan rata-rata curah hujan dari setiap stasiun dengan R. Misalnya
untuk stasiun Cicalengka, Ri-R dihitung sebagai berikut :
Ri−R=216,6−223,6654899
Ri−R=−7,0654899
Begitupun untuk stasiun-stasiun lainnya.
8. (Ri-R)2 adalah kuadrat dari pengurangan rata-rata curah hujan tiap stasiun dengan R.
Misalnya untuk stasiun Cicalengka, sebelumnya telah dihitung nilai Ri-R adalah
5
-7,0654899. Kemudian kuadratkan hasil pengurangan tersebut sehingga didapat
49,9211481.
( Ri−R )2=(216,6−223,6654899 )2
( Ri−R )2=(−7,0654899 )2
( Ri−R )2=49,9211481
9. ∑(Ri-R)2 adalah jumlah (Ri-R)2 dari stasiun Cicalengka sampai Cisondari.
∑ ( Ri−R )2=49,921+689,124+…+288,010
∑ ( Ri−R )2=9526,4129
10. S adalah standar deviasi. Cara menghitungnya menggunakan Persamaan 3.4.
Perhitungannya: S=√ 9526,4129(10−1)
=32,5344
11. Langkah terakhir adalah menghitung ∆ dengan menggunakan Persamaan 3.3.
Perhitungannya: ∆=32,5344223,665
x 100 %
∆=14,54 %
12. Pelengkapan data curah hujan
Berdasarkan persentase perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding dan stasiun
yang kehilangan data yang bernilai lebih dari 10%, maka pelengkapan data curah
hujan akan menggunakan Metode Perbandingan Normal dengan Persamaan 3.2.
Contoh perhitungannya sebagai berikut :
Membuat tabel rn/Rn seperti yang terlihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Tabel nilai rn/Rn yang akan diisi
6
Untuk mengisi data tiap stasiun dari tahun 1986 hingga 2013, perhitungannya adalah:
rn
Rn
= Curah hujan pada tahun yang samarata−rata curahhujan pada stasiun X
Misalnya, kita ingin mengisi tabel rn/Rn Stasiun Cicalengka pada tahun 1986, maka cara
mengisi tabel rn/Rn adalah :
rn
Rn
= 260216,6
=1,200369
Begitupun untuk tahun 1987, maka cara mengisinya :
rn
Rn
= 37216,6
=0,17082
Sedangkan untuk Stasiun Paseh pada tahun 1986, maka cara mengisinya:
Begitupun untuk tahun 1987, maka cara mengisinya :
rn
Rn
= 255249,916
=1,02034
Lalu setelah semua tabel diisi, jumlahkan rn/Rn dari semua stasiun pada tahun yang sama.
Misalnya dijumlahkan rn/Rn dari Cicalengka hingga Cisondari pada tahun 1986. Begitu
seterusnya. Setelah semua terisi maka hasilnya seperti pada Tabel 3.2.
7
Tabel 3.2 Tabel rn/Rn yang telah diisi
Langkah terakhir adalah melengkapi data curah hujan yang kosong pada setiap
stasiun. Karena metode yang digunakan adalah metode perbandingan normal, maka
diisi dengan Persamaan 3.2. Perhitungnnya sebagai berikut :
Misalkan jika ingin mengisi data yang kosong pada Stasiun Cicalengka pada tahun
1994. Maka perhitungannya adalah :
r x=1n∑n=1
n rn x Rx
Rn
r x=18
x11,88145 x216,6=321,690327
Jadi n adalah jumlah stasiun yang datanya terisi pada tahun yang sama. Maka dari itu,
1/8 didapatkan dari jumlah stasiun lain yang datanya terisi pada tahun 1994 yaitu n
berjumlah 8 stasiun. Kemudian, hasil perkalian 1/n dan sigma rn/Rn pada tahun 1994
dikali rata-rata dari stasiun yang datanya sedang diisi.
13. Bila semua telah terisi, maka hasil pengisiannya adalah sebagai berikut :
Tabel 3.3 Data curah hujan yang telah lengkap diisi
8
9
3.3 Analisis Pelengkapan Data Curah Hujan
Data curah hujan yang terdapat pada laporan kali ini yaitu data curah hujan selama 28
tahun yaitu dari tahun 1986 hingga tahun 2013 pada 10 stasiun pencatat hujan di daerah Jawa
Barat. Data curah hujan yang didapat masih ada beberapa data curah hujan yang masih
kosong sehingga membutuhkan nilai pendekatan untuk stasiun tertentu. Pelengkapan data
curah hujan yang kosong membutuhkan minimal data curah hujan dari dua stasiun terdekat
pada tahun yang sama sebagai data pembanding. (Moduto. Drainase Perkotaan. 1998)
Pertama, lakukan perhitungan delta (∆) yaitu persentase perbedaan curah hujan antara
stasiun pembanding dan stasiun yang kehilangan data. Hasil perhitungan dapat dilihat pada
Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Tabel hasil perhitungan delta (∆)
Berdasarkan Tabel 3.4, dapat dilihat bahwa nilai delta yang didapat yaitu 14,54%
atau lebih dari 10%, maka pelengkapan data curah hujan menggunakan Metode Perbandingan
Normal dengan Persamaan 3.2.
10
Setelah melalui perhitungan yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, maka
didapat data curah hujan yang telah dilengkapi yang disajikan pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Pelengkapan Data Curah Hujan Harian Maksimum Tahun 1986-2013
11
IV. Uji Konsistensi
4.1 Teori Dasar
Pengamatan curah hujan dapat mengalami perubahan akibat perubahan lokasi stasiun,
pengukuran, pemaparan, instrumentasi, perubahan lingkungan yang mendadak, maupun cara
pengamatannya.
Uji konsistensi ini menggunakan analisis kurva massa ganda (double-mass curve)
dengan membandingkan nilai akumulasi curah hujan tahunan pada pos bersangkutan dengan
nilai akumulasi hujan rata-rata tahunan suatu kumpulan stasiun di sekitarnya. Kurva massa
ganda ini dilakukan berdasarkan prinsip bahwa setiap pencatatan data yang berasal dari
populasi yang sekandung akan konsisten sedangkan yang tidak sekandung tidak akan
konsisten dan akan terjadi penyimpangan. Inkonsistensi data curah hujan terjadi bila :
Perubahan slope persisten selama lima tahun atau lebih
Perubahan slope dapat dihubungkan dengan perubahan-perubahan fisik
Slope-slope yang dibandingkan apabila dihitung melalui metode statistik (ANOVA)
berbeda secara signifikan.
Metode kurva massa ganda ini, dapat dilakukan dengan cara:
Data yang akan diuji adalah data pada stasiun y
Data hujan acuan x merupakan nilai rata-rata dari data stasiun hujan a, b, c, d, e, dan
seterusnya yang lokasinya ada di sekeliling stasiun y
Data kumulatif stasiun y dibandingkan secara grafis (diplot pada kurva massa ganda)
dengan data kumulatif hujan acuan x
Jika grafik yang terjadi berupa garis lurus, tidak terjadi patahan, maka data stasiun y
konsisten, begitupun sebaliknya, sehingga perlu dikoreksi
Pengoreksian data tersebut dilakukan dengan persamaan berikut:
FK= tan αtan α 0
. . . .. .(4.1)
H z=FK x H 0 . .. . .. (4.2)
Keterangan:
Hz : curah hujan yang diperkirakan (yang telah konsisten)
H0 : curah hujan hasil pengamatan
12
α : slope sesudah perubahan
α0 : slope sebelum perubahan
4.2 Contoh Perhitungan Uji Konsistensi
Uji konsistensi dilakukan pada 10 stasiun pencatat curah hujan, untuk melakukan uji
konsistensi dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menghitung data stasiun pembanding tiap masing-masing stasiun yang akan diuji
konsistensinya. Stasiun pembanding berjumlah 10 sesuai dengan jumlah stasiun yang
akan diuji. Data stasiun pembanding yaitu rerata aritmatik 9 stasiun lainnya kecuali
stasiun yang akan diuji tiap tahunnya. Contohnya uji Stasiun Cicalengka tahun 1986 :
stasiun pembanding=(355+233+…+250)
9=249,666667
Begitu pun untuk data tahun berikutnya hingga tahun 2013 dan untuk stasiun lainnya.
2. Mengakumulasi rerata aritmatika tersebut dan curah hujan pada stasiun utama (yang
diuji). Contoh perhitungan :
Akumulasi Stasiun Cicalengka (stasiun yang diuji) :
Tahun 1986 ⇒ 260+37+…+374=6096,592526
Tahun 1987 ⇒ 37+359+…374=5836,592526
Akumulasi Stasiun Pembanding
Tahun 1986 ⇒249,67+209,33+…+295,11=6153,201
Tahun 1987 ⇒209,33+…+295,11=6153,201
3. Memplot grafik dengan sumbu X adalah akumulasi stasiun pembanding dan sumbu Y
adalah akumulasi stasiun utama (stasiun yang diuji). Membuat trend (sistem linear
dengan excel) dari grafik tersebut sehingga diketahui data-data yang tidak mengikuti
trend yang perlu dikoreksi. Kemudian tampilkan persamaan garis Contoh grafik
Stasiun Cicalengka dapat dilihat pada Grafik 4.1.
13
Grafik 4.1 Grafik akumulasi stasiun pembanding terhadap akumulasi Stasiun Cicalengka
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 70000
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
f(x) = 0.996428244607451 x + 265.975985566074
Series2Linear (Series2)
Akumulasi Stasiun Pembanding
Akum
ulas
i Sta
siun
Cica
leng
ka
4. Mengecek data-data yang tidak mengikuti trend. Kurva Massa Ganda menunjukkan
terdapat data-data yang tidak mengikuti trend. Data-data ini terbagi menjadi empat
trend baru, yaitu tahun 1986 – tahun 1993, tahun 1994 – tahun 2003, tahun 2004 –
tahun 2008, dan tahun 2009 – tahun 2013. Kemudian, buatlah persamaan pada tiap-
tiap trend, contoh grafiknya dapat dilihat pada Grafik 4.2.
Grafik 4.2 Grafik uji konsistensi Stasiun Cicalengka
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 70000
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
f(x) = 0.982639708342332 x + 443.972880661519
f(x) = 1.03974223306956 x + 49.8239842447597
f(x) = 0.996428244673668 x + 265.975985446909Series2Linear (Series2)Series4Linear (Series4)Series6
Akumulasi Stasiun Pembanding
Akum
ulas
i Sta
siun
Cica
leng
ka
14
5. Mengoreksi data-data yang tidak mengikuti trend. Pengoreksian dilakukan dengan
Persamaan 4.2. Contoh perhitungannya sebagai berikut :
Menghitung Faktor Koreksi (FK) dengan Persamaan 4.1. Perhitungannya :
α : slope sesudah perubahan
α0 : slope sebelum perubahan
Contoh perhitungan untuk tahun 1986 pada Stasiun Cicalengka :
FK= tan αtan α 0
=0,96640,9664
=1
Contoh perhitungan untuk tahun 1994 pada Stasiun Cicalengka :
FK= tan αtan α 0
=0,96640,9826
=0,98615
Menentukan curah hujan yang diperkiran atau mengubah data inkonsistensi
menjadi konsisten dengan Persamaan 4.2.
Contoh perhitungan untuk data curah hujan tahun 1994 Stasiun Cicalengka :
H z=FK x H 0
Hz : curah hujan yang diperkirakan (yang telah konsisten)
H0 : curah hujan hasil pengamatan
H z=0,986150141 x321,690328=317,2349622
Contoh perhitungan untuk data curah hujan tahun 1986 Stasiun Cicalengka :
H z=1 x260=260
Begitu pun untuk data tahun yang lainnya.
3.3 Analisis Uji Konsistensi
Berdasarkan hasil pembacaan pola yang dilakukan terhadap Kurva Massa Ganda, kita
dapat mengetahui beberapa stasiun yang membutuhkan koreksi pada data curah hujannya.
Contoh stasiun-stasiun tersebut adalah Stasiun Cicalengka, Stasiun Paseh, Stasiun Ujung
Berung, Stasiun Cililin, Stasiun Montaya, Stasiun Saguling, dan Stasiun Cisondari.
Inkonsistensi data-data pada stasiun hujan tersebut bisa disebabkan oleh adanya perubahan
alat yang digunakan, adanya pergantian staf pengamat, ataupun berubahnya lingkungan di
sekitar stasiun hujan tersebut sedangkan stasiun-stasiun yang tidak dikoreksi didasarkan
pertimbangan bahwa pola data yang keluar dari trendline tidak lebih dari lima data berturut-
turut sehingga bisa dikatakan data telah konsisten atau memiliki kecenderungan pola
menyimpang tetapi kembali lagi ke trendline. Perlu dilihat juga bahwa data yang tidak
15
konsisten harus pola data yang keluar dari trendline sebanyak lima atau lebih data berturut-
turut dan data tersebut harus seluruhnya berada di atas trendline atau di bawah trendline.
Berikut adalah hasil uji konsistensi yang telah kami perhitungkan untuk 10 stasiun :
3.3.1 Uji Konsistensi Stasiun Cicalengka
Tabel 4.1 Hasil perhitungan data curah hujan konsisten Stasiun Cicalengka
Grafik 4.3 Grafik uji konsistensi Stasiun Cicalengka
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 70000
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
f(x) = 0.982639708342332 x + 443.972880661519
f(x) = 1.03974223306956 x + 49.8239842447597
f(x) = 0.996428244673668 x + 265.975985446909
Series2Linear (Series2)Linear (Series2)Series4Linear (Series4)Series6Linear (Series6)
Akumulasi Stasiun Pembanding
Akum
ulas
i Sta
siun
Cica
leng
ka
16
3.3.2 Uji Konsistensi Stasiun Paseh
Tabel 4.2 Hasil perhitungan data curah hujan konsisten Stasiun Paseh
Grafik 4.4 Grafik uji konsistensi Stasiun Paseh
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 70000
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
f(x) = 1.0316943314131 x − 262.108192863026
f(x) = 1.04562252165247 x − 98.9874793228632
Series2Linear (Series2)Series4Linear (Series4)
Akumulasi Stasiun Pembanding
Akum
ulas
i Sta
siun
Pase
h
17
3.3.3 Uji Konsistensi Stasiun Chinchona
Tabel 4.3 Hasil perhitungan data curah hujan konsisten Stasiun Chinchona
Grafik 4.5 Grafik uji konsistensi Stasiun Chinchona
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 70000
100020003000400050006000700080009000
f(x) = 1.22323597395056 x + 380.334022674938
Series2Linear (Series2)
Akumulasi Stasiun Pembanding
Akum
ulas
i Sta
siun
Chin
cona
18
3.3.4 Uji Konsistensi Stasiun Ciparay
Tabel 4.4 Hasil perhitungan data curah hujan konsisten Stasiun Ciparay
Grafik 4.6 Grafik uji konsistensi Stasiun Ciparay
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 70000
1000
2000
3000
4000
5000
6000f(x) = 0.940498827319691 x − 104.647086032931
Series2Linear (Series2)
Akumulasi Stasiun Pembanding
Akum
ulas
i Sta
siun
Cipa
ray
19
3.3.5 Uji Konsistensi Stasiun Ujung Berung
Tabel 4.5 Hasil perhitungan data curah hujan konsisten Stasiun Ujung Berung
Grafik 4.7 Grafik uji konsistensi Stasiun Ujung Berung
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 70000
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
f(x) = 0.996427651888153 x + 240.00160841263
f(x) = 1.03211851262408 x + 12.9798318193452
Series2Linear (Series2)Series4Linear (Series4)
Akumulasi stasiun pembanding
Akum
ulas
i sta
siun
U. B
erun
g
20
3.3.6 Uji Konsistensi Stasiun Ujung Bandung
Tabel 4.6 Hasil perhitungan data curah hujan konsisten Stasiun Bandung
Grafik 4.8 Grafik uji konsistensi Stasiun Bandung
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 70000
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
5000
f(x) = 0.772580907972558 x − 154.678613341657
Series2Linear (Series2)
Akumulasi Stasiun Pembanding
Akum
ulas
i Sta
siun
Band
ung
21
3.3.7 Uji Konsistensi Stasiun Ujung Cililin
Tabel 4.7 Hasil perhitungan data curah hujan konsisten Stasiun Cililin
Grafik 4.9 Grafik uji konsistensi Stasiun Cililin
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 70000
1000
2000
3000
4000
5000
6000
f(x) = 0.857206264271762 x + 179.556798494733
f(x) = 0.787267706407598 x + 251.819585143263
Series2Linear (Series2)Series4Linear (Series4)
Akumulasi stasiun pembanding
Akum
ulas
i sta
siun
cicili
n
22
3.3.8 Uji Konsistensi Stasiun Ujung Montaya
Tabel 4.8 Hasil perhitungan data curah hujan konsisten Stasiun Montaya
Grafik 4.10 Grafik uji konsistensi Stasiun Montaya
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 70000
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
f(x) = 1.10139612872118 x − 343.882642183375
f(x) = 1.04533089512083 x − 31.7511181547943
Series2
Linear (Series2)
Series4
Linear (Series4)
Akumulasi stasiun pembanding
Akum
ulas
i sta
siun
mon
taya
23
3.3.9 Uji Konsistensi Stasiun Saguling DAM
Tabel 4.9 Hasil perhitungan data curah hujan konsisten Stasiun Saguling DAM
Grafik 4.11 Grafik uji konsistensi Stasiun Saguling DAM
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 70000
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
f(x) = 1.1480898446317 x − 762.971067121335
f(x) = 0.829176493996118 x + 10.9629888184128
f(x) = 1.07113347868642 x − 380.793957972079Series2
Linear (Series2)
Series4
Linear (Series4)
Series6
Linear (Series6)
Akumulasi stasiun pembanding
Aku
mul
asi s
tasi
un s
agul
ing
24
3.3.10 Uji Konsistensi Stasiun Cisondari
Tabel 4.10 Hasil perhitungan data curah hujan konsisten Stasiun Cisondari
Grafik 4.12 Grafik uji konsistensi Stasiun Cisondari
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 70000
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
f(x) = 1.12088134828404 x − 22.5580336105478
f(x) = 1.20961080912029 x − 527.777047898403
f(x) = 1.09753635534486 x − 121.617550779796Series2Linear (Series2)Series4Linear (Series4)Series6Linear (Series6)
Akumulasi stasiun pembanding
Akum
ulas
i sta
siun
cison
dari
25
V. Uji Homogenitas
5.1 Teori Dasar
Tes homogenitas biasanya dilakukan bila data-data pokok untuk studi diperoleh dari
sekitar lebih dari sepuluh stasiun pengamat hujan (Moduto. Drainase Perkotaan. 1998).
Namun untuk menyempurnakan perhitungan dan untuk mengikuti prosedur yang berlaku,
maka tes homogenitas perlu dilakukan. Tes homogenitas ini dilakukan pada kurva tes
homogenitas (lihat Gambar 5.1) dengan mengeplotkan data-data curah hujan terpilih.
Apabila titik tersebut berada di dalam corong kurva, maka data tersebut bersifat homogen.
Apabila tidak homogen, dapat dipilih sebagian dari data-data yang ada dan dihitung kembali
kehomogenitasannya sedemikian rupa sehingga array baru yang terpilih bersifat homogen.
Tes ini menggunakan kertas grafik dari US Geological Survey dengan memplot titik-
titik yang mempunyai koordinat H (N, TR). N merupakan jumlah data curah hujan dan harga
TR ditentukan dengan rumus:
T R=R10
Rx T r .. . . ..(5.1)
Untuk mendapatkan R10 dan Tr yang diinginkan, digunakan persamaan sebagai berikut :
RT=R−[0,78( ln( lnT r
T r−1 ))+0,45] σR . . .. . .(5.2)
Keterangan:
TR : occurence interval atau PUH untuk curah hujan tahunan rata-rata (tahun)
T r : PUH untuk curah hujan tahunan rata-rata
R10 : curah hujan tahunan dengan PUH 10 tahun (mm/hari)
R : curah hujan rata-rata (mm/hari)
σ R : standar deviasi data hujan
26
Gambar 5.1 Kurva tes homogenitas (corong homogenitas)
5.2 Contoh Perhitungan Uji Homogenitas
Untuk melakukan uji homogenitas pada 10 stasiun pencatat hujan, maka dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Gunakan data curah hujan yang telah dikoreksi pada uji konsistensi. Kemudian,
hitung jumlah, rerata aritmatik, serta banyaknya data curah hujan stasiun dari tahun
1986 – tahun 2013. Lalu cari juga nilai data curah hujan dikurangi rata-rata dan hasil
kuadratnya.
2. Menghitung standar deviasi dengan persamaan berikut :
σ R=[∑n=1
n
(Ri−R)2
n−1 ]1/2
.. . .. .(5.3)
Contoh perhitungan untuk data Stasiun Cicalengka :
σ R=[ 291586,72328−1 ]
1/2
=103,92
3. Menghitung RT10 (curah hujan tahunan dengan PUH 10 tahun) dengan modifikasi
persamaan Gumbel yaitu Persamaan 5.2. Contoh perhitungan untuk data Stasiun
Cicalengka :
27
RT 10=218,386 x [0,78 (ln( ln109 ))+0.45] x103,92=364,321
4. Menghitung TR (occurence interval atau PUH untuk curah hujan tahunan rata-rata)
menggunakan Persamaan 5.1. Diketahui, untuk PUH 10 tahun maka PUH untuk
curah hujan tahunan rata-rata (T r ¿ yaitu 2,33. Contoh perhitungan untuk data Stasiun
Cicalengka yaitu :
T R=R10
Rx T r
T R=364,321218,286
x2,33=3,886
5. Plot nilai (N, TR) ke corong kurva homogenitas dimana sumbu X merupakan TR
sedangkan sumbu Y merupakan jumlah data (N). Contoh perhitungan untuk data
Stasiun Cicalengka :
Gambar 5.2 Hasil plot (N, TR) data Stasiun Cicalengka
6. Tentukan apakah (N, TR) berada di dalam corong homogenitas yang menandakan
homogen atau di luar corong yang menandakan tidak homogen. Contoh untuk data
Stasiun Cicalengka :
Seperti yang dilihat pada Gambar 5.2, hasil plot (N, TR) menunjukkan bahwa titik
berada di dalam corong sehingga data tersebut bersifat homogen.
5.3 Analisis Uji Homogenitas
28
Berdasarkan langkah-langkah yang dijelaskan pada contoh perhitungan, maka didapat
hasil akhir perhitungan uji homogenitas data 10 stasiun pencatat hujan yaitu sebagai berikut :
5.3.1 Uji Homogenitas Stasiun Cicalengka
Tabel 5.1 Hasil perhitungan uji homogenitas Stasiun Cicalengka
Gambar 5.3 Hasil plot (N, TR) data Stasiun Cicalengka
29
Berdasarkan Gambar 5.3, hasil plot (N, TR) berada di dalam corong homogenitas,
maka dari itu data-data di Stasiun Cicalengka bersifat homogen.
5.3.2 Uji Homogenitas Stasiun Paseh
Tabel 5.2 Hasil perhitungan uji homogenitas Stasiun Paseh
Gambar 5.4 Hasil plot (N, TR) data Stasiun Paseh
30
Berdasarkan Gambar 5.4, hasil plot (N, TR) berada di dalam corong homogenitas,
maka dari itu data-data di Stasiun Paseh bersifat homogen.
5.3.3 Uji Homogenitas Stasiun Chinchona
Tabel 5.3 Hasil perhitungan uji homogenitas Stasiun Chinchona
Gambar 5.5 Hasil plot (N, TR) data Stasiun Chinchona
31
Berdasarkan Gambar 5.5, hasil plot (N, TR) berada di dalam corong homogenitas,
maka dari itu data-data di Stasiun Chinchona bersifat homogen.
5.3.4 Uji Homogenitas Stasiun Ciparay
Tabel 5.4 Hasil perhitungan uji homogenitas Stasiun Ciparay
Gambar 5.6 Hasil plot (N, TR) data Stasiun Ciparay
32
Berdasarkan Gambar 5.6, hasil plot (N, TR) berada di dalam corong homogenitas,
maka dari itu data-data di Stasiun Ciparay bersifat homogen.
5.3.5 Uji Homogenitas Stasiun Ujung Berung
Tabel 5.5 Hasil perhitungan uji homogenitas Stasiun Ujung Berung
Gambar 5.7 Hasil plot (N, TR) data Stasiun Ujung Berung
33
Berdasarkan Gambar 5.7, hasil plot (N, TR) berada di dalam corong homogenitas,
maka dari itu data-data di Stasiun Ujung Berung bersifat homogen.
5.3.6 Uji Homogenitas Stasiun Bandung
Tabel 5.6 Hasil perhitungan uji homogenitas Stasiun Bandung
Gambar 5.8 Hasil plot (N, TR) data Stasiun Bandung
34
Berdasarkan Gambar 5.8, hasil plot (N, TR) berada di dalam corong homogenitas,
maka dari itu data-data di Stasiun Bandung bersifat homogen.
5.3.7 Uji Homogenitas Stasiun Cililin
Tabel 5.7 Hasil perhitungan uji homogenitas Stasiun Cililin
Gambar 5.9 Hasil plot (N, TR) data Stasiun Cililin
35
Berdasarkan Gambar 5.9, hasil plot (N, TR) berada di dalam corong homogenitas,
maka dari itu data-data di Stasiun Cililin bersifat homogen.
5.3.7 Uji Homogenitas Stasiun Cililin
Tabel 5.7 Hasil perhitungan uji homogenitas Stasiun Cililin
Gambar 5.9 Hasil plot (N, TR) data Stasiun Cililin
36
Berdasarkan Gambar 5.9, hasil plot (N, TR) berada di dalam corong homogenitas,
maka dari itu data-data di Stasiun Cililin bersifat homogen.
5.3.8 Uji Homogenitas Stasiun Montaya
Tabel 5.8 Hasil perhitungan uji homogenitas Stasiun Montaya
Gambar 5.10 Hasil plot (N, TR) data Stasiun Montaya
37
Berdasarkan Gambar 5.10, hasil plot (N, TR) berada di dalam corong homogenitas,
maka dari itu data-data di Stasiun Montaya bersifat homogen.
5.3.9 Uji Homogenitas Stasiun Saguling DAM
Tabel 5.9 Hasil perhitungan uji homogenitas Stasiun Saguling DAM
Gambar 5.11 Hasil plot (N, TR) data Stasiun Saguling DAM
38
Berdasarkan Gambar 5.11, hasil plot (N, TR) berada di dalam corong homogenitas,
maka dari itu data-data di Stasiun Saguling DAM bersifat homogen.
5.3.9 Uji Homogenitas Stasiun Saguling DAM
Tabel 5.9 Hasil perhitungan uji homogenitas Stasiun Saguling DAM
Gambar 5.11 Hasil plot (N, TR) data Stasiun Saguling DAM
39
Berdasarkan Gambar 5.11, hasil plot (N, TR) berada di dalam corong homogenitas,
maka dari itu data-data di Stasiun Saguling DAM bersifat homogen.
5.3.10 Uji Homogenitas Stasiun Cisondari
Tabel 5.10 Hasil perhitungan uji homogenitas Stasiun Cisondari
Gambar 5.12 Hasil plot (N, TR) data Stasiun Cisondari
40
Berdasarkan Gambar 5.12, hasil plot (N, TR) berada di dalam corong homogenitas,
maka dari itu data-data di Stasiun Cisondari bersifat homogen.
Berdasarkan hasil perhitungan curah hujan yang telah di uji konsistensi kemudian di
uji homogenitas didapatkan bahwa seluruh data menunjukkan data-data yang bersifat
homogen. Data yang homogen ini menyatakan bahwa data-data curah hujan yang didapat
berasal dari rezim hidrologi yang sama.
41
Daftar Pustaka
Melinda, Nike. 2003. Perencanaan Sistem Drainase Pada Daerah Aliran Sungai Cimahi di
Kota Cimahi : Bandung. Prodi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung
Hardjosuprapto, Masduki. 1998. Drainase Perkotaan, Volume 1. Bandung: Penerbit
ITB.
http://eprints.undip.ac.id/34014/7/1871_CHAPTER_IV.pdf (diakses tanggal 28 Februari
2015 pukul 13.00)
https://prezi.com/vt7u_t9wcvsu/presentasi-hidrologi/ (diakses tanggal 28 Februari 2015 pukul
08.00)
42