LAPORAN ASKEP BRONCHITIS.doc
-
Upload
engelturangan -
Category
Documents
-
view
64 -
download
3
Transcript of LAPORAN ASKEP BRONCHITIS.doc
A. KONSEP PENYAKIT BRONCHITIS
1. Pengertian
Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi
bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu
penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang
utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang
berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut
memegang peran.( Ngastiyah, 1997 ).
Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit
tersendiri, tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran
peranpasan atas atau bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas
lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma
dan sebagainya (Gunadi Santoso, 1994).
2. Klasifkasi
a. Bronkitis Akut
Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan
trakeitis, merupakan penyakit saluran napas akut (ISNA) yang sering
dijumpai.
b. Bronkitis Kronik dan atau Batuk Berulang
Bronkitis Kronik dan atau batuk berulang adalah keadaan klinis yang
disebabkan oleh berbagai sebab dengan gejala batuk yang berlangsung
sekurang-kurangnya selama 2 minggu berturut-turut dan atau berulang
paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan dengan atau tanpa disertai gejala
respiratorik dan non respiratorik lainnya.
1
3. Etiologi
Penyebab utama penyakit bronkitis akut adalah virus. Sebagai contoh
Rhinovirus Sincytial Virus (RSV), Influenza Virus, Para-influenza Virus,
Adenovirus dan Coxsakie Virus. Di lingkungan sosio-ekonomi yang baik
jarang terdapat infeksi sekunder oleh bakteri. Alergi, cuaca, polusi udara
dan infeksi saluran napas atas dapat memudahkan terjadinya bronkitis
akut.
Sedangkan pada Bronkitis Kronik dan Batuk Berulang adalah sebagai
berikut:
a. Spesifik
1) Asma
2) Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis).
3) Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi
mycoplasma, hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
4) Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
5) Sindrom aspirasi.
6) Penekanan pada saluran napas.
7) Benda asing.
8) Kelainan jantung bawaan.
9) Kelainan sillia primer.
10) Defisiensi imunologis.
11) Kekurangan anfa-1-antitripsin.
12) Fibrosis kistik.
13) Psikis.
2
b. Non-spesifik
1) Asap rokok.
2) Polusi udara.
4. Patofisiologi
3
Alergen
Aktivasi IgE
Peningkatan pelepasan histamin
Edema mukosa sel goblet memproduksi
mukus
Peningkatan akumulasi sekret
Batuk produktif Sesak napas
Penurunan kemampuan batuk
efektif
Ketidakefektifan jalan napas
Invasi kuman ke jalan nafas
Fenomena infeksi
Iritasi mukosa bronkus
Penyebaran bakteri/ virus ke seluruh tubuh
Bakteriemia/ viremia
Peningkatan laju metabolisme umum, Itake nutrisi tidak
adekuat, Tubuh makin kurus, ketergantungan aktivitas sehari-
hari, kurangnya pemenuhan istirahat dan tidur, kecemasan,
pemenuhan informasi.
Hipertermia Perubahan pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan.Gangguan pemenuhan ADL (activity daily living).Kecemasan.Ketidaktahuan/ pemenuhan informasi.
5. Tanda dan Gejala
Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada
yaitu :
a. Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
b. Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak
c. Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
d. Pada paru didapatkan suara napas yang kasar
Menurut Ngastiyah (1997), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk
yang lama, yaitu :
a. Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan
klien murang istirahat
b. Daya tahan tubuh klien yang menurun
c. Anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik
d. Kesenangan anak untuk bermain terganggu
e. Konsentrasi belajar anak menurun
6. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto thoraks posterio-anterior dilakukan untuk menilai
derajat progresivitas penyakit yang berpengaruh menjadi penyakit
paru obstruktif menahun.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya perubahan pada
peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil hitung jenis darah).
Sputum diperiksa secara makroskopis untuk diagnosis banding dengan
tuberkulosis paru. Pemeriksaan kadar gas dalam arteri untuk
4
menentukan pH darah, tekanan CO2 (Pa CO2), tekanan oksigen (Pa
O2) dan prosentase saturasi oksihemoglobin (SaO2).
7. Penatalaksanaan
a. Perbaikan keadaan umum, istirahat dan jangan merokok.
b. Bila ada alergi berikan antihistamin
c. Bila ada bronkospasme berikan bronkodilator.
d. Bila batuk produktif berikan ekspektoran untuk mempermudah
pengeluaran riak.
e. Berikan terapi simtomatik bila perlu.
f. Obat analgetik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, sakit punggung
dan otot.
g. Terapi istirahat di tempat tidur diberikan sejak panas badan meninggi.
h. Cairan diberikan untuk membantu menurunkan panas dan mencegah
dehidrasi.
i. Berikan diet lunak atau cair.
7. Komplikasi
a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis
Kronik.
b. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak
dengan gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan
Pneumonia.
c. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi.
d. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasis atau
Bronkietaksis.
5
8. Pencegahan
a. Tidak tidur di kamar yang berAC atau gunakan baju dingin, bila ada
gunakan baju yang tertutup lehernya.
b. Hindari makanan yang merangsang.
c. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandikan
anak dengan air hangat.
d. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan.
e. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi.
6
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN BRONCHITIS
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan utama pada klien dengan bronkhitis meliputi batuk kering
dan produktif dengan sputum purulen, deman dengan suhu tubuh
dapat mencapai > 40oC dan sesak nafas.
1) Riwayat Penyakit Saat ini
Riwayat penyakit saat ini pada klien dengan bronkhitis bervariasi
tingkat keparahan dan lamanya. Bermula dari gejala batuk-batuk
saja, hingga penyakit akut dengan manifestasi klinis yang berat.
Sebagai tanda-tanda terjadinya toksemia, klien dengan bronkhitis
sering mengeluh malaise, demam, badan terasa lemah, banyak
keringat, takikardia, dan takipnea. Sebagai tanda terjadinya iritasi,
keluhan yang didapatkan terdiri atas batuk,
ekspektorasi/peningkatan produksi sekret dan rasa sakit di bawah
sternum. Penting ditanyakan oleh perawat mengenai obat-obat
yang telah atau biasa diminum oleh klien untuk mengurangi
keluhannya dan mengkaji kembali apakah obat-obat tersebut
masih relevan untuk dipakai kembali.
2) Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu sering kali klien
mengeluh pernah mengalami infeksi saluran pernafasan bagian
atas dan adanya riwayat alergi pada pernafasan atas.
3) Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pada pengkajian psikologis klien dengan bronkitis didapatkan
klien sering mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan yang
dialaminya dimana adanya keluhan batuk, sesak nafas dan demam
7
merupakan stresor penting yang menyebabkan klien cemas.
Perawat perlu memberikan dukungan moral dan memfasilitasi
pemenuhan informasi dengan tim medis untuk pemenuhan
informasi mengenai prognosis penyakit dari klien.
Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang pengobatan yang
diberikan (nama, cara kerja, frekuensi, efek samping dan tanda-
tanda terjadinya kelebihan dosis). Pengobatan nonfarmakologi
(nonmedicinal interventions) seperti olahraga secara teratur serta
mencegah kontak dengan alergen atau iritan (jika diketahui
penyebab alergi), sistem pendukung (support system), kemauan
dan tingkat pengetahuan keluarga.
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan bronkhitis
biasanya didapatkan adanya peningkatan suhu tubuh lebih dari
40oC, frekuensi nafas meningkat dari frekuensi normal, nadi
biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan
frekuensi pernafasan, serta biasanya tidak ada masalah dengan
tekanan darah.
2) B1 (Breathing)
Inspeksi :
Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi
pernafasan, biasanya menggunakan otot bantu pernafasan. Pada
kasus bronkhitis kronis, sering didapatkan bentuk dada barrel/
tong. Gerakan pernafasan masih simetris. Hasil pengkajian lainnya
menunjukkan klien juga mengalami batuk produktif dengan
sputum purulen berwarna kuning kehijauan sampai hitam
kecoklatan karena bercampur darah.
8
Palpasi :
Taktil fremitus biasanya normal.
Perkusi : Hasil pengkajian perkusi menunjukkan adanya bunyi
resonan pada seluruh lapang paru.
3) B2 (Blood)
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut
nadi takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan. Batas jantung tidak
mengalami pergeseran.
4) B3 (Brain)
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis apabila tidak ada
komplikasi penyakit yang serius.
5) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan erat dengan intake
cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria
yang merupakan salah satu tanda awal dari syok.
6) B5 (Bowel)
Klien biasanya sering mengalami mual dan muntah, penurunan
nafsu makan dan penurunan berat badan.
7) B6 (Bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan
klien memerlukan bantuian orang lain untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas sehari-hari.
9
c. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto thoraks posterio-anterior dilakukan untuk
menilai derajat progresivitas penyakit yang berpengaruh menjadi
penyakit paru obstruktif menahun.
2) Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya perubahan
pada peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil hitung jenis
darah). Sputum diperiksa secara makroskopis untuk diagnosis
banding dengan tuberkulosis paru.
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan proses
peradangan, sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk
buruk.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema
trakheal/ faringeal.
c. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
sekunder dari bakteremia/ viremia.
d. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder
terhadap demam.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan kelemahan
fisik umum.
f. Cemas berhubungan dengan kondisi sakit, prognosis penyakit yang
berat.
10
g. Kurangnya pemenuhan informasi yang berhubungan dengan
ketidakjelasan sumber informasi.
3. Perencanaan
Rencana intervensi yang dilakukan perawat pada klien dengan bronkhitis
bertujuan agar :
a. Kembali efektifnya bersihan jalan nafas.
b. Suhu tubuh kembali ke batas normal.
c. Terpenuhinya intake nutrisi secara adekuat.
d. Menurunnya tingkat kecemasan klien.
e. Terpenuhinya informasi yang diperlukan klien.
Intervensi yang dapat dilakukan meliputi :
Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan proses
peradangan, sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk
buruk.
a. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas misalnya mengi,
krekels, ronki.
R : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan
nafas dan dapat dimanifestasikan dengan bunyi nafas tambahan.
b. Kaji/ pantau frekuensi pernafasan.Catat rasio inspirasi/ ekspirasi.
R : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan
pada pasien cemas dan adanya proses infeksi akut.
c. Catat adanya/ derajat dispnea, misal keluhan “lapar udara”, gelisah,
ansietas, distres pernafasan dan penggunaan otot bantu pernafasan.
11
R : disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap
proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di
ruimah sakit.
d. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal peninggian kepala tempat
tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
R : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan
dengan menggunakan gravitasi.
e. Pertahankan polusi lingkungan minimum, misal debu, asap, dan bulu
bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
R : pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat meningkatkan
episode akut.
f. Dorong/ bantu latihan napas dalam.
R : memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan
mengontrol dispnea danmenurunkan jebakan udara.
g. Observasi karakteristik batuk misal menetap, batuk pendek, atau
basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
R : batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah
setelah perkusi dada.
h. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat :
Bronkodilator (misal epinefrin, albutenol, terbutalin)
R : merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal,
menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa.
Analgesik, penekan batuk/ antitusif (misal dextrometorfan)
R : batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan untuk menghemat
energi dan memungkinkan pasien istirahat.
12
Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk dan
edema trakheal/ faringeal.
i. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas misalnya mengi,
krekels, ronki.
R : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan
nafas dan dapat dimanifestasikan dengan bunyi nafas tambahan.
j. Kaji/ pantau frekuensi pernafasan.Catat rasio inspirasi/ ekspirasi.
R : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan
pada pasien cemas dan adanya proses infeksi akut.
k. Catat adanya/ derajat dispnea, misal keluhan “lapar udara”, gelisah,
ansietas, distres pernafasan dan penggunaan otot bantu pernafasan.
R : disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap
proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di
ruimah sakit.
l. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal peninggian kepala tempat
tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
R : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan
dengan menggunakan gravitasi.
m. Pertahankan polusi lingkungan minimum, misal debu, asap, dan bulu
bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
R : pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat meningkatkan
episode akut.
n. Dorong/ bantu latihan napas dalam.
R : memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan
mengontrol dispnea danmenurunkan jebakan udara.
13
o. Observasi karakteristik batuk misal menetap, batuk pendek, atau
basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
R : batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah
setelah perkusi dada.
p. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi
jantung. Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan antara,
sebagai pengganti makan.
R : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah
pengeluaran.
q. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat :
Bronkodilator (misal epinefrin, albutenol, terbutalin)
R : merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal,
menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa.
Analgesik, penekan batuk/ antitusif (misal dextrometorfan)
R : batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan untuk menghemat
energi dan memungkinkan pasien istirahat.
r. Kolaborasi dalam pengobatan pernafasan misal IPPB, fisioterapi.
R : drainase postural dan perkusi penting untuk membuang banyaknya
sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi segmen dasar paru.
s. Awasi/ buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada.
R : membuat dasar untuk pengawasan kemajuan/ kemunduran proses
penyakit dan komplikasi.
14
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
sekunder dari bakteremia/ viremia.
a. Monitor status suhu tubuh, perhatikan bila klien menggigil atau terjadi
diaporesis secara periodik.
R : mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang
diharapkan.
b. Berikan kompres dingin di area kepala dan lipat ketiak.
R : terjadi penyaluran suhu dari dingin ke panas sehingga dapat
membantu penurunan panas.
c. Hitung dan ukur balance cairan selama 24 jam.
R : mengidentifikasi apabila terjadi dehidrasi berkaitan dengan
hipertermi.
d. Berikan asupan cairan 2000ml/hr jika tidak ada kontraindikasi.
R : mencegah terjadinya dehidrasi dan membantu menurunkan suhu
tubuh.
e. Anjurkan menggunakan pakaian yang mudah menyerap keringat.
R : keringat akan terserap oleh kain sehingga pasien merasa nyaman.
f. Jelaskan tanda awal hipertermi : kulit memerah, sakit kepala,
keletihan, dan kehilangan nafsu makan.
Informasi yang adekuat kepada pasien akan membuat pasien mengerti
dan mengatasi agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.
g. Kolaborasi dengan dokter dalam hal :
Obat penurun panas
R : berguna untuk menurunkan panas.
15
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan
sekunder terhadap demam.
a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan
makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
R : Pasien distres pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea,
produksi sputum dan obat.
b. Auskultasi bunyi usus.
R : penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster
dan konstipasi.
c. Berikan perawatan oral sering, buamg sekret, berikan wadah khusus
untuk sekali pakai dan tisue.
R : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama
terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan
peningkatan kesulitan nafas.
d. Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan.
Berikan makan porsi kecil tapi sering.
R : membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan
memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
e. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
R : dapat menghasilkan distensi abdomen yang menggangu napas
abdomen dan gerakan diafragma dan dapat meningkatkan dispnea.
f. Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin.
R : suhu ekstrem dapat mencetuskan/ meningkatkan spasme batuk.
g. Timbang berat badan sesuai indikasi.
R berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan
berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
16
h. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah
dicerna.
R : meminimalkan pasien dalam penggunaan energi.
i. Kaji pemeriksaan laboratorium misal albumin serum, transferin, profil
asam amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa,
pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan vitamin/mineral/elektrolit
sesuai indikasi.
R : mengevaluasi/ mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan
terapi nutrisi.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan kelemahan
fisik umum.
a. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan/ kelelahan dan perubahan tanda vital selama
dan setelah aktivitas.
R : menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi.
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
sesuai indikasi. Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih
yang tepat.
R : menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
R : tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur.
17
R : pasien mungkin nyaman dengan kepala tingg, tidur di kursi atau
merunduk ke depan meja atau bantal.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
R : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
Cemas berhubungan dengan kondisi sakit, prognosis penyakit yang
berat.
a. Bina hubungan saling percaya, lakukan kontak mata dan kontak fisik.
R : mendekatkan hubungan pasien dan perawat.
b. Bicara dengan sikap tegas, tenang dan meyakinkan.
R : menumbuhkan rasa percaya klien terhadap perawat.
c. Gunakan kalimat pendek dan sederhana.
R : pasien mudah mengerti apa yang dibicarakan perawat terutama
saat pasien cemas.
d. Observasi tingkat kecemasan melalui kemampuan memecahkan
masalah, memusatkan perhatian, ketepatan berespon terhadap situasi.
R : mengidentifikasi seberapa parah tingkat kecemasan pasien.
e. Bantu untuk mengenali faktor-faktor penyebab cemas dan upaya
mengatasinya.
R : mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam
proses penyembuhan.
f. Ciptakan lingkungan tenang, aman, jauhkan benda berbahaya.
R : membuat pasien dalam lingkungan nyaman dan aman.
g. Beri dukungan setiap melakukan aktivitas.
18
R : menumbuhkan rasa percaya diri pasien.
h. Beri kesempatan untuk memilih mekanisme koping yang efektif.
R : menumbuhkan rasa percaya diri dan menghindarkan
ketergantungan.
Kurangnya pemenuhan informasi yang berhubungan dengan
ketidakjelasan sumber informasi.
a. Jelaskan/ kuatkan penjelasan proses penyakit individu. Dorong pasien/
orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan.
R : menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi
pada rencana pengobatan.
b. Intruksikan/ kuatkan rasional untuk latiahan napas, batuk efektif dan
latihan kondisi umum.
R : napas bibir dan napas abdominal/ diafragmatik menguatkan otot
pernafasan, membantu meminimalkan kolaps jalan nafas kecil dan
memberikan individu arti untuk mengonmtrol dispnea.
c. Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tak
diinginkan.
R : penting bagi pasien untuk membedakan efek samping menggangu
(obat dilanjutkan) dan efek samping merugikan (obat mungkin
diberhentikan/ diganti).
d. Tekankan pentingnya perawatan oral/ kebersihan gigi.
R : menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut dimana dapat
menimbulkan infeksi saluran napas atas.
e. Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi
pernafasan aktif. Tekankan perlunya vaksinasi influenza/ pnemokokal
rutin.
19
R : menurunkan pemajanan dan insiden mendapatkan infeksi saluran
napas.
f. Diskusikan faktor individu yang menurunkan kondisi seperti udara
terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu ekstrem, serbuk, asap
rokok, polusi udara. Dorong pasien/ orang terdekat untuk mencari cara
mengontrol faktor ini dan sekitar rumah.
R : faktor lingkungan ini apat menimbulkan/ meningkatkan iritasi
bronkial menimbulkan peningkatan produksi sekret dan hambatan
jalan napas.
g. Kaji efek bahaya rokok dan nasehatkan menghentikan rokok pada
pasien dan/atau orang terdekat.
R : penghentian merokok dapat menghambat/ memperlambat
kemajuan bronkitis.
h. Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas dan aktivitas pilihan
dengan periode istirahat untuk mencegah kelemahan.
R : mempunyai kemampuan ini dapat memampukan pasien untuk
membuat pilihan/ keputusan informasi untuk menurunkan dispnea,
memaksimalkan tingkat aktivitas, melakukan aktivitas yang
diinginkan dan mencegah komplikasi.
i. Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada
periodik dan kultur sputum.
R : pengawasan proses penyakit untuk membuat program terapi untuk
memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah
komplikasi.
20
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. [internet]. Hptt:/www.asuhankeperawatan.com.
Anonim. 2007. ISO Indonesia volume 42. Jakarta : Penerbit Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia.
Aljeir. 2007. Asuhan Keperawatan dengan Infeksi dan Inflamasi Sistem
Pernafasan. Jakarta : EGC.
Bataone, Marosa. 2002. Standar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta : Yayasan Panti Rapih.
Doenges, Marilynn dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
21
22