laporan bentang alam fluvial

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Maksud 1.1.1 Menginterpretasikan kenampakan bentang alam fluvial pada peta topografi. 1.1.2 Mengidentifikasi kenampakan bentang alam fluvial di lapangan. 1.1.3 Mengetahui proses pembentukan kenampakan- kenampakan bentang alam fluvial yang ada di lapangan. 1.2. Tujuan 1.2.1 Mampu menginterpretasikan kenampakan bentang alam fluvial pada peta topografi. 1.2.2 Mampu mengidentifikasi kenampakan bentang alam fluvial di lapangan. 1.2.3 Dapat mengetahui proses pembentukan kenampakan-kenampakan bentang alam fluvial yang ada di lapangan. 1.3. Waktu Pelaksanaan 1.3.1. Praktikum Laboratorium Hari / Tanggal : Selasa, 15 Maret 2011 Waktu : 15.30 s.d. 18.00 WIB 1

Transcript of laporan bentang alam fluvial

Page 1: laporan bentang alam fluvial

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Maksud

1.1.1 Menginterpretasikan kenampakan bentang alam fluvial pada peta

topografi.

1.1.2 Mengidentifikasi kenampakan bentang alam fluvial di lapangan.

1.1.3 Mengetahui proses pembentukan kenampakan-kenampakan

bentang alam fluvial yang ada di lapangan.

1.2. Tujuan

1.2.1 Mampu menginterpretasikan kenampakan bentang alam fluvial

pada peta topografi.

1.2.2 Mampu mengidentifikasi kenampakan bentang alam fluvial di

lapangan.

1.2.3 Dapat mengetahui proses pembentukan kenampakan-kenampakan

bentang alam fluvial yang ada di lapangan.

1.3. Waktu Pelaksanaan

1.3.1.Praktikum Laboratorium

Hari / Tanggal : Selasa, 15 Maret 2011

Waktu : 15.30 s.d. 18.00 WIB

Tempat : Gedung Kuliah Bersama (GKB) Fakultas Teknik

Ruang B203

1.3.2.Praktikum Lapangan

Hari / Tanggal : Sabtu, 19 Maret 2011

Waktu : 13.45 s.d. 15.35WIB

Tempat : Kaligarang, Semarang

1

Page 2: laporan bentang alam fluvial

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Pengertian Bentang Alam Fluvial

Bentang alam fluvial adalah bentang alam hasil dari proses kimia

maupun fisika yang menyebabkan perubahan bentuk muka bumi karena

pengaruh air permukaan (proses fluvial). Air permukaan dapat berupa sungai

yang mengalir di bukit-bukit (sheet water).

Sebagaimana proses geomorfik yang lain, proses fluvial akan

menghasilkan suatu bentang alam yang khas sebagai tingkah laku air yang

mengalir di permukaan. Bentang alam yang dibentuk dapat terjadi karena

proses erosi maupun karena proses sedimentasi yang dilakukan oleh air

permukaan.

2.2. Proses Fluvial

Proses fluvial dibedakan menjadi 3, yaitu :

a. Proses erosi

Menurut Sukmana, 1979, proses erosi adlah suatu proses atau

peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah yang disebabkan oleh

pergerakan air atau angin. Sedangkan Arsyad, 1982, mendefinisikan

proses erosi sebagai peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau

bagia-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami.

Menurut Holy, 1980, berdasarkan agen penyebabnya, erosi dibagi

menjadi empat macam, yaitu erosi oleh air, erosi oleh angin, erosi oleh

gletser dan erosi oleh salju. Dalam bentang alam ini, agen penyebab erosi

yang paling dominan adalah air. Sungai dapat mengerosi batuan sedimen

yang dilaluinya, memotong lembah, memperdalam dan memperlebar

sungai dengan cara-cara :

Quarrying, yaitu pendongkelan batu yang dilaluinya.

Abrasi, yaitu penggerusan terhadap batuan yang dilewatinya.

2

Page 3: laporan bentang alam fluvial

Scouring, yaitu penggerusan dasar sungai akibat adanya ulakan

sungai, misalnya pada daerah cut off slope.

Korosi, yaitu terjadinya reaksi terhadap batuan yang dilaluinya.

Hydraulic action, yaitu kemampuan air untuk mengangkat dan

memindahkan batuan atau material-material sedimen dengan gerakan

memutar sehingga batuan pecah dan kehilangan fragmen.

Solution, yaitu pengangkutan material larut dalam air dan membentuk

larutan kimia.

Berdasarkan arahnya, erosi dapat dibedakan menjadi :

Erosi kearah hulu ( head ward erotion) adalah erosi yang terjadi pada

ujung sungai.

Erosi vertikal, erosi yang arahnya tegak dan cenderung terjadi pada

daerah bagian hulu pada sungai dan menyebabkan terjadinya

pendalaman lembah sungai.

Erosi lateral, yaitu erosi yang arahnya mendatar dan dominan terjadi

pada daerah tengah sungai yang menyebabkan bertambah lebar dan

panjang sungai.

Erosi yang berlangsung terus hingga suatu saat akan mencapai

batas dimana air sungai sudah tidak lagi mampu mengerosi lagi (erition

base lavel). Erotion base level ini dapat dibagi menjadi ultimate base level

(yang base level-nya berupa laut) dan temporary base level (base level-nya

lokal seperti danaudan rawa.

Intensitas erosi pada suatu sungai berbanding lurus dengan

kecepatan aliran sungai tersebut. Erosi akan lebih efektif bila media yang

bersangkutan mengangkut bermacam-macam material. Erosi memiliki

tujuan akhir meratakan sehingga mendekati ultimate base level.

b. Proses transportasi

Proses transportasi adalah proses perpindahan / pengangkutan

material yang diakibatkan oleh tenaga kinetis yang ada pada sungai

sebagai efek dari gaya gravitasi. Sungai mengangkut material hasil

erosinya dengan berbagai cara.

3

Page 4: laporan bentang alam fluvial

Traksi, yaitu material yang diangkut akan terseret pada dasar sungai.

Rolling, yaitu material akan terangkut dengan cara menggelinding di

dasara sungai.

Saltasi, yaitu material yang terangkut mengambang lalu kembali

tenggelam seolah-olah meloncat.

Suspensi, yaitu proses pengangkutan material secara mengambang dan

bercampur dengan air sehingga menybabkan air menjadi keruh.

Solution, yaitu pengangkutan material larut dalam air dan membentuk

larutan kimia.

c. Proses pengendapan

Proses sedimentasi adalah proses pengendapan mateial karena

aliran sungai tidak mampu lagi mengangkut material yang dibawanya.

Apabila tenaga angkut berkurang, maka material yang berukuran besara

dan lebih berat akan terendapkan terlebih dahulu, baru kemudian material

yang lebih halus dan ringan.

Bagian sungai yang paling efektif unutk proses pengendapan ini

adalah bagian hilir atau pada bagian slip of slope pada kelokan sungai,

karena biasanya pada bagian kelokan ini terjadi pengurangan energi yang

cukup besar.

Ukuran material yang diendapkan berbanding lurus dengan

besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke arah hilir, energi

semakin kecil, material yang diendapkan pun semakin halus.

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Erosi dan Sedimentasi

a. Kecepatan Aliran Sungai

Kecepatan aliran sungai maksimal pada tengah alur sungai, bila

membelok maka kecepatan maksimal ada pada daerah cut off slope

(terjadi erosi) karena gaya sentrifugal. Pengendapan terjadi jika kecepatan

sungai menurun atau bahkan hilang.

4

Page 5: laporan bentang alam fluvial

b.Gradien/ Kemiringan Lereng Sungai

Bila air mengalir dari sungai yang kemiringan lerengnya curam ke

dataran yang lebih rendah maka kecepatan air akan berkurang dan tiba-tiba

hilang sehingga menybabkan pengendapan pada dasar sungai. Bila

kemudian ada lereng yang terjal lagi, kecepatan akan meningkat sehingga

terjadi erosi yang menyebabkan pendalaman lembah.

c. Bentuk Alur Sungai

Aliran sungai akan menggerus bagian tepi dan dasar sungai.

Semakin besar gesekan yang terjadi maka air akan mengalir lebih lambat.

Sungai yang dalam, sempit dan permukaan dasarnya tidak kasar, aliran

airnya deras. Sungai yang lebar, dangkal dan permukaanya tidak kasar,

atau sempit, dalam tetapi permukaan dasarnya kasar maka aliran airnya

lambat.

d. Discharge

Merupakan volume air yang keluar dari suatu sungai. Proses erosi dan

transportasi terjadi karena besarnya kecepatan aliran sungai dan discharge.

2.4 Pola Pengaliran ((Drainage Pattern)

Satu sungai atau lebih beserta anak sugai dan cabangnya dapat

membentuk suatu pola atau sistem tertentu yang dikenal sebagai pola

pengaliran (drainage pattern). Pola ini dapat dibedakan menjadi beberapa

macam variasi tergantung struktur batuan dan variasi litologinya.

a. Pola pengaliran rectangular, yaitu pola pengaliran di mana anak-anak

sungainya membentuk sudut tegak lurus dengan sungai utamanya. Pola

ini biasanya terdapat pda daerah patahan yang bersistem teratur.

b. Pola pengaliran dendritik, yaitu pola pengaliran berbentuk seperti pohon

dan cabang-cabangnya yang berarah tidak teratur. Pola ini berkembang

pada daerah dengan batuan yang resistensinya seragam, lapisan sedimen

mendatar, batuan beku massif, daerah lipatan, dan daerah metamorf yang

kompleks.

5

Page 6: laporan bentang alam fluvial

c. Pola pengaliran sejajar/paralel, yaitu pola pengaliran yang arah

alirannya sejajar. Pola ini berkembang pada daerah yang memppunyai

kemiringan nyata, dan batuannya bertekstur halus.

d. Pola pengaliran trellis, yaitu pola pengaliran yang berbentuk seperti

daun dengan anak-anak sungai sejajar, sungai utamanya biasanya

memanjang searah dengan jurus perlapisan batuan. Pola ini banyak

dijumpai pada daerah patahan atau lipatan.

e. Pola pengaliran radial, yaitu pola pengaliran yang arahnya menyebar ke

segala arah dari suatu pusat. Umumnya berkemban pada daerah dengan

struktur kubah stadia muda, pada kerucut gunug api, dan pada bukit-bukit

ynag berbentuk kerucut.

f. Pola pengaliran annular, yaitu pola pengaliran di mana sungai atau anak

sungainya mempunyai penyebaran yang melingkar. Sering dijumpai dapa

daerah kubah berstadia dewasa.

g. Pola pengaliran multibasinal (sink hole), yaitu pola pengaliran yang

tidak sempurna, kadang tampak kadang hilang yang disebut sebagai

sungai bawah tanah. Pola ini berkembang pada daerah karst atau

betugamping.

h. Pola pengaliran contorted, yaitu pola pengaliran yang arah alirannya

berbalik dari arah semula. Pola ini terdapat pada daerah patahan.

2.5 Klasifikasi Sungai dan Stadia Erosinya

Berdasarkan stadia erosinya, sungai dibedakan menjadi :

a. Sungai muda

Sungai stadia muda dicirikan oleh kemiringan dasar sungai besar, erosi

vertikal efektif, tidak terjadi pengendapan, pada lembah sungai banyak

dijumpai air terjun, dataran banjir sempit, penampang melintang sungai

berbentuk seperti huruf “V”, relatif lurus dan mengalir di atas batuan

induk, densitas sungai kecil, dan anak sungai jarang.

b. Sungai dewasa

6

Page 7: laporan bentang alam fluvial

Sungai stadia dewasa dicirikan oleh kemiringan dasar sungai yang lebih

kecil, erosi dan deposisi relaif kecil, erosi lateral efektif, penampang

melintang sungai berbentuk seperti huruf “U”, mulai membentuk meander

(kelokan sungai), cabang-cabang sungai sudah mulai banyak, dan dataran

banjir sudah mulai meluas.

c. Sungai tua

Sungai stadia tua dicirikan oleh kemiringan dasar sungai relatif kecil dan

hampir landai, penampang melintang sungai berbentuk cawan, tidak terjadi

erosi vertikal, tetapi erosi lateral sangat efektif, mulai tampak danau tapal

kuda (oxbow lake), bermeander, anak sungai lebih banyak, dataran banjir

luas.

2.6 Skala Wentworth

Tabel 2.1 Pemilahan ukuran butir didasarkan skala Wentworth

Nama Butir Besar Butir (mm)

Bongkah 256

Brangkal 256-64

Kerakal 64-4

Pasir sangat kasar 4-2

Pasir kasar 2-1

Pasir sedang 1-½

Pasir halus ½-¼

Pasir sangat halus ¼-1/8

Lanau 1/16-1/256

Lempung 1/256

7

Page 8: laporan bentang alam fluvial

2.7 Klasifikasi Relief

Tabel 2.2 Klasifikasi Relief Van Zuidam (1983)

Klasifikasi Relief Persen lereng (%) Beda tinggi (m)

Datar/hampir datar 0-2 <50

Bergelombang landai 3-7 5-50

Bergelombang miring 8-13 25-75

Berbukit bergelombang 14-20 50-200

Berbukit terjal 21-55 200-500

Pegunungan sangat terjal 56-140 500-1000

Pegunungan sangat curam >140 >1000

8

Page 9: laporan bentang alam fluvial

BAB III

METODOLOGI

3.1. Praktikum Laboratorium

3.1.1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan Praktikum

Laboratorium Acara Bentang Alam Fluvial ini adalah :

1. Alat tulis

2. Penggaris

3. Kertas HVS A4

4. Kertas kalkir A4

5. Peta topografi

6. Pensil warna (24 warna)

7. Drawing pen

8. Kalkulator

9. Milimeter block

10.Selotip bening

3.1.2. Diagram Alir

9

Menyiapkan alat-alat praktikum

Menempelkan kertas kalkir pada salah satu bagian peta

topografi yang akan dibuat deliniasinya

Membuat deliniasi dan mewarnai daerah sesuai satuan

morfologinya pada kertas kalkir 1

Page 10: laporan bentang alam fluvial

3.2. Praktikum Lapangan

3.1.1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan Praktikum

Lapangan Acara Bentang Alam Fluvial ini adalah :

11. Kompas geologi

12. Alat tulis dan buku catatan lapangan

13.Kamera

14.Larutan HCl

10

Membuat sayatan pada masing-masing satuan morfologi

Melakukan morfometri pada tiap sayatan yang dibuat

Membuat pola pengaliran dan mewarnainya pada

kertas kalkir 2

Membuat sayatan sepanjang minimal 15 cm pada peta

topografi

Membuat profil normal dan profil eksagrasi dari sayatan

Membuat laporan praktikum dan poster

Page 11: laporan bentang alam fluvial

3.1.2. Diagram Alir

11

Melakukan pengamatan dari jarak jauh

Melakukan pengamatan terhadap litologi

singkapan

Menentukan struktur geologi dan morfologi daerah singkapan

Mencatat hasil pengamatan dan pengukuran pada buku

catatan lapangan

Mengambil sampel batuan jika diperlukan

Membuat laporan praktikum dan poster

Page 12: laporan bentang alam fluvial

BAB IV

MORFOMETRI

4.1 Bentang Alam Struktural Berkontur Rapat

1. Panjang Garis = 1,1 cmd = 1,1 x 25000

= 27500 cm = 275 mΔh = 5 x 12,5

= 62 ,5% Lereng = 62,5/275 x 100% = 22,73%

2. Panjang Garis = 0,9 cmd = 0,9 x 25000

= 22500 cm = 225 mΔh = 5 x 12,5

= 62 ,5% Lereng = 62,5/225 x 100% = 27,78%

3. Panjang Garis = 0,4 cmd = 0,4 x 25000

= 10000 cm = 100 mΔh = 5 x 12,5

= 62 ,5% Lereng = 62,5/100 x 100% = 62,5%

4. Panjang Garis = 0,8 cmd = 0,8 x 25000

= 20000 cm = 200 mΔh = 5 x 12,5

= 62 ,5% Lereng = 62,5/200 x 100% = 31,25%

5. Panjang Garis = 0,9 cmd = 0,9 x 25000

= 22500 cm = 225 mΔh = 5 x 12,5

= 62 ,5% Lereng = 62,5/225 x 100% = 27,78%

Rata-rata % Lereng = =34,408%

12

22,73 + 27,78 + 62,5 + 31,25 + 27,78

5

Page 13: laporan bentang alam fluvial

( termasuk daerah berbukit terjal menurut Van Zuidam tahun 1983)

Beda Tinggi = 217 m -119 m = 98 m

(termasuk daerah berbukit gelombang menurut Van Zuidam tahun 1983)

4.2 Bentang Alam Struktural Berkontur Renggang

1. Panjang Garis = 2,7 cmd = 2,7 x 25000

= 67500 cm = 675 mΔh = 5 x 12,5

= 62 ,5% Lereng = 62,5/675 x 100% = 9,26%

2. Panjang Garis = 2,9 cmd = 2,9 x 25000

= 72500 cm = 725 mΔh = 5 x 12,5

= 62 ,5% Lereng = 62,5/725 x 100% = 8,62%

3. Panjang Garis = 2,3 cmd = 2,3 x 25000

= 57500 cm = 575 mΔh = 5 x 12,5

= 62 ,5% Lereng = 62,5/575 x 100% = 10,87%

4. Panjang Garis = 1,3 cmd = 1,3 x 25000

= 32500 cm = 325 mΔh = 5 x 12,5

= 62 ,5% Lereng = 62,5/325 x 100% = 19,23%

5. Panjang Garis = 3 cmd = 3 x 25000

= 75000 cm = 750 mΔh = 5 x 12,5

= 62 ,5% Lereng = 62,5/750 x 100% = 8,33%

Rata-rata % Lereng = = = 11,262%

13

9.26 + 8,62 + 10,87 + 19,23 + 8,33

5

Page 14: laporan bentang alam fluvial

( termasuk daerah bergelombang miring menurut Van Zuidam tahun 1983)

Beda Tinggi = 189 m – 89 m = 100 m

(termasuk daerah berbukit gelombang menurut Van Zuidam tahun 1983)

4.3 Bentang Alam Fluvial

1. Panjang Garis = 0,9 cmd = 0,9 x 25000

= 22500 cm = 225 mΔh = 1 x 12,5

= 12 ,5% Lereng = 12,5/225 x 100% = 5,56%

2. Panjang Garis = 0,6 cmd = 0,6 x 25000

= 15000 cm = 150 mΔh = 1 x 12,5

= 12 ,5% Lereng = 12,5/150 x 100% = 8,33%

3. Panjang Garis = 0,5 cmd = 0,5 x 25000

= 12500 cm = 125 mΔh = 1 x 12,5

= 12 ,5% Lereng = 12,5/125 x 100% = 10%

4. Panjang Garis = 1 cmd = 1 x 25000

= 25000 cm = 250 mΔh = 1 x 12,5

= 12 ,5% Lereng = 12,5/250 x 100% = 5 %

5. Panjang Garis = 0,4 cmd = 0,4 x 25000

= 10000 cm = 100 mΔh = 1 x 12,5

= 12 ,5% Lereng = 12,5/100 x 100% = 12,5 %

Rata-rata % Lereng = = 8,278%

14

5,56 + 8,33 + 10 + 5 + 12,5

5

Page 15: laporan bentang alam fluvial

( termasuk daerah bergelombang miring menurut Van Zuidam tahun 1983)

15

Page 16: laporan bentang alam fluvial

BAB V

HASIL DESKRIPSI

5.1. STA I

Lokasi : Kaligarang (dekat UNIKA), Semarang

Tanggal : 19 Maret 2011

Cuaca : Cerah

Morfologi : Sungai stadia muda menuju dewasa

Bentang Alam : Fluvial

Gambar 5.1 STA I, Kaligarang (Dekat UNIKA)

Struktur Geologi : Perlapisan

Litologi :Konglomerat (brangkal (256mm-64mm), batulanau

(1/16mm-256mm)

Tata Guna Lahan : Irigasi

Potensi Positif : Tambang batu

Potensi Negatif : Banjir

Slope : 110

Deskrisi : Sungai ini merupakan sungai stadia muda menuju

dewasa. Arus sungainya cukup deras, sehingga

pengendapan tidak terlalu tinggi. Erosi yang di sungai ini

tergolong sedang, dan pelapukan di sekeliling sungai

16

Material lepasan

Dataran banjir

Point bar

Page 17: laporan bentang alam fluvial

tergolong sedang. Di tengah sungai terdapat material

lepasan yang berasal dari hulu sungai yang terbawa oleh

arus sungai, dan terdapat endapan di pinggir sungai (point

bar).

17

Page 18: laporan bentang alam fluvial

5.2. STA II

Lokasi :Pertemuan Kaligarang dengan sungai Kreo (Tugu

Soeharto), Semarang

Tanggal : 19 Maret 2011

Cuaca : Berawan suspensi

Morfologi : Dataran

Bentang Alam : Fluvial

Gambar 5.2 STA II, Pertemuan Kaligarang dengan

Sungai Kreo (Tugu Soeharto)

Struktur Geologi : Perlapisan

Litologi : Batupasir kasar (4mm-2mm), batu lempung (1/256)

Tata Guna Lahan : Irigasi

Potensi Positif : Tambang pasir dan batu

Potensi Negatif : Banjir

Slope : 10

Deskripsi : Sungai ini merupakan sungai stadia tua. Arus sungainya

lambat, sehingga pengendapannya tergolong tinggi. Erosi

yang terjadi di sungai ini adalah erosi lateral sehingga

sungai menjadi lebar. Di Sungai ini terdapat endapan di

pinggir sungai (point bar).

18

suspensi

Point bar

Sungai Kreo

Kaligarang

Page 19: laporan bentang alam fluvial

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Laporan Laboratorium

Praktikum acara bentang alam fluvial dilaksanakan pada Selasa, 15

Maret 2011 di ruang B.203 Gedung kuliah bersama (GKB) fakultas teknik.

Pada praktikum ini, praktikan diminta untuk membuat deliniasi, pola

pengaliran, morfometri, dan profil sayatan dari peta topografi dengan nomor

peta 48XL.q (80.q)dengan skala 1 : 25.000 dan peta topografi yang digunakan

adalah peta topogrfi daerah kabupaten Boyolali dan sekitarnya .

Pada pembuatan deliniasi, pembuatanya dilakukan di kertas kalkir 1.

Yang dilakukan pertama kali adalah meletakan kertas kalkir 1 di atas peta

topografi. Supaya kertas kalkir tidak bergerak maka kertas kalkir 1 diberi

selotip bening di ke-empat ujungnya dan direkatkan pada peta topografi.

Namun merekatkanya tidak boleh sembarangan, harus sesuai dengan daerah

yang akan praktikan buat delinasinya. Kemudian, praktikan diminta

menentukan batas-batas dari tiap-tiap satuan morfologi yang ada, yaitu

bentang alam fluvial, bentang alam struktural berkontur renggang, bentang

alam berkontur rapat, dan bentang alam denudasional pada kertas kalkir 1

Setelah itu, masing-masing satuan morfologi diberi warna yaitu warna hijau

tua untuk bentang alam fluvial, warna ungu muda untuk bentang alam

struktural berkontur renggang, warna ungu tua untuk bentang alam struktural

berkontur rapat , dan warna coklat untuk bentang alam denudasional.

Pada pembuatan pola pengaliran, pembuatanya di kertas kalkir 2 yang

dilakukan pertama kali adalah meletakan kertas kalkir 2 di atas peta topografi.

Supaya kertas kalkir tidak bergerak maka kertas kalkir 2 diberi selotip bening

di ke-empat ujungnya dan direkatkan pada peta topografi. Namun

merekatkannya tidak boleh sembarangan, harus sesuai dengan daerah yang

akan praktikan buat pola pengairannya. Kemudian praktikan diminta untuk

memberi tanda pada jalan dan aliran sungai sesuai dengan alurnya yang

terdapat pada peta topografi tersebut. Pada pola pengairan, yang diberi warna

19

Page 20: laporan bentang alam fluvial

hanya jalan, sungai induk dan anak sungai. Jalan diberi warna merah, aliran

sungai induk diberi warna biru tua dan anak sungai diberi warna biru muda.

Pada pembuatan morfometri, praktikan membuat sayatan berjumlah

15 sayatan pada peta topografi tersebut yaitu terdiri dari 5 sayatan untuk

bentang alam struktural berkontur rapat, 5 sayatan untuk bentang alam

struktural berkontur renggang dan 5 sayatan untuk bentang alam fluvial.

Kemudian, praktikan menghitung %lereng tiap sayatan pada masing-masing

satuan morfologi dan kemudian dibuat nilai rata-ratanya per satuan

morfologi. Bentang alam struktural berkontur rapat 34,408 % dan beda

tingginya 98 m,bentang alam struktural berkontur renggang memiliki nilai

%lereng rata-rata sebesar 11,262 % dan beda tingginya 100 m ini dikarenakan

dan bentang alam fluvial memiliki nilai %lereng rata-rata sebesar 8,278 %

Berdasarkan hasil morfometri, bentang alam struktural berkontur rapat

tergolong daerah berbukit terjal (%lereng) dan berbukit gelombang (beda

tinggi), itu disebabkan daerah yang dideliniasi, kontur rapat dimasukan

kedalam kontur renggang karena kontur rapat tersebut didominasi oleh kontur

renggang . Kelas lereng ini mengindikasikan bahwa didaerah tersebut banyak

terjadi gerakan tanah dan erosi. Hal ini berakibat pada sering terjadinya

longsoran. Pada bentang alam ini memiliki proses geomorfik erosi,

transportasi dan pelapukan. Pola pengairannya berupa dendritik. Litologi

yang dominan adalah batuan beku karena cenderung dekat hulu. Bentang

alam ini memiliki tataguna lahan berupa hutan lindung..

Bentang alam struktural berkontur renggang tergolong daerah

bergelombang miring (%lereng) dan berbukit gelombang (beda tinggi), itu

disebabkan daerah yang dideliniasi, kontur rapat dimasukan kedalam kontur

renggang karena kontur rapat tersebut didominasi oleh kontur renggang .

Kelas lereng ini mengindikasikan bahwa didaerah, gerakan tanah terjadi

namun dalam kecepatan yang rendah. Pada bentang alam ini memiliki proses

geomorfik erosi, transportasi dan pelapukan. Pola pengairannya berupa

dendritik. Litologi yang dominan adalah batuan sedimen. Bentang alam ini

memiliki tataguna lahan berupa perkebunan.

20

Page 21: laporan bentang alam fluvial

Bentang alam struktural fluvial tergolong daerah bergelombang

miring. Kelas lereng ini mengindikasikan bahwa didaerah, gerakan tanah

terjadi namun dalam kecepatan yang rendah. Pada bentang alam ini memiliki

proses geomorfik erosi, transportasi dan pelapukan. Pola pengairannya berupa

dendritik. Litologi yang dominan adalah batuan sedimen. Bentang alam ini

memiliki tataguna lahan berupa irigasi. Sehingga banyak sawah dipinggir

sungai. Selain itu material yang terbawa oleh arus sungai seperti batu atau

pasir, dimanfaatkan oleh penduduk sekitar bentang alam ini untuk bahan

tambang.

Bentang alam struktural denudasional memiliki proses geomorfik

erosi, ground mass dan pelapukan. Pola pengairannya berupa dendritik.

Litologi yang dominan adalah soil. Bentang alam ini memiliki tataguna lahan

berupa pemukiman, karena pada bentang alam memiliki bentuk lahan yang

luas dan cenderung datar.

Setelah itu, praktikan membuat sayatan sepanjang minimal 15 cm

pada peta topografi daerah kabupaten Boyolali dan sekitarnya. Lalu,

praktikan membuat profil normal dan profil eksagrasi dari hasil sayatan tadi

di milimeter blok. Profil normal dibuat dengan skala horizontal 1: 25.000 &

vertikal 1 : 25.000, sedangkan profil eksagrasi dibuat dengan skala horizontal

1 : 25.000 dan skala vertikal 1 : 12.500. Sayatan yang saya buat memiliki

panjang 15,9 cm. Sayatan yang saya buat terbentang dari daerah A (memiliki

ketinggian 154 m) sampai Patjingkerep (memiliki ketinggian 129 m). Relief

yang terbentuk dari profil sayatan didominasi dataran yang sama tinggi, ini

disebabkan karena sayatannya melewati kontur yang memiliki ketinggian

sama.

21

Page 22: laporan bentang alam fluvial

6.2. Laporan Lapangan

6.2.1. STA I

STA I berada di daerah Kaligarang ( dekat UNIKA), Semarang.

Sungai di STA I mengalir menuju ke arah utara.

Litologi yang berada di tepi sungai, adalah batulanau (1/64-

1/256 mm) dan konglomerat (berangkal, 64-256 mm). Struktur yang

terdapat di tepi sungai merupakan struktur primer yaitu perlapisan.

Disebut perlapisan karena lapisannya memiliki tebal lebih dari 1 cm.

Perlapisan di STA 1 mempunyai pola berurut dari butir halus (bawah)

ke butir yang lebih kasar (atas), ini dinamakan coarsing upward.

Sungai ini memiliki arus cukup deras sehingga energi

transportasinya juga masih besar, ini dikarenakan sungai ini memiliki

slope 110. Selain itu, sungai ini mempunyai erosi yang tergolong

sedang. Sungai ini tergolong sungai yang lebarnya tergolong sedang

(±20 m) dan kedalamannya yang dangkal, maka erosi vertikal lebih

dominan daripada erosi lateral. Sungai ini mulai menunjukkan adanya

kelokan-kelokan (meander) yang tidak terlalu tajam dan masih

mempunyai riam (undakan kecil).

Di sepanjang aliran sungai, ditemukan beberapa endapan di tepi.

Endapan yang berada di daerah tepi disebut gosong tepi (point bar).

Selain itu di bagian tengah sungai terdapat material lepasan dari

daerah hulu yang berupa batu andesit. Itu menunjukan magma

pembentuk batu di aliran Kaligarang memiliki sifat intermediet.

Di STA 1 ini dijumpai dataran banjir yang dimanfaatkan oleh

warga sekitar sebagai area untuk menanami padi. Potensi positif dari

sungai ini adalah irigasi dan tambang batu.Selain dampak positif,

sungai ini mempunyai dampak negatif berupa banjir. Banjir ini bisa

mengakibatkan rusaknya tanaman padi yang ditanam oleh warga di

dataran banjir.

Berdasarkan hasil pengamatan di atas, maka sungai yang berada

di STA I termasuk sungai stadia muda menuju dewasa.

22

Page 23: laporan bentang alam fluvial

6.2.2. STA II

STA II berada di daerah pertemuan Kaligarang dengan Sungai

Kreo ( tugu Soeharto), Semarang STA II ditempuh dalam waktu 8

menit dari STA I. Sungai di STA II mengalir ke arah utara.

Litologi yang berada di tepi sungai, adalah batulempung (<1/256

mm) danbatu pasir sangat kasar (4-2 mm). Struktur yang terdapat di

tepi sungai merupakan struktur primer yaitu perlapisan. Disebut

perlapisan karena lapisannya memiliki tebal lebih dari 1 cm. Di STA

II terdapat endapan di tepi sungai (point bar).

Di bandingkan dengan STA I, aliran air sungai di STA II terlihat

lambat, ini dikarenakan slope sungainya hanya 10. Hal ini terjadi

karena gradien dasar sungai pada STA II lebih kecil daripada STA I

sehingga air mengalir lambat. Selain sungai ini cenderung

mengendapkan daripada mengerosi. Erosi lateral yang berada di

sungai lebih dominan daripada erosi vertikal.

STA II merupakan titik pertemuan antara 2 sungai sungai

pertama mengalir dari arah selatan ke utara, sedangkan sungai kedua

mengalir dari arah barat ke timur. Jika diperhatikan aliran air sungai

Kreo lebih tenang daripada aliran air Kaligarang. Perbedaan tersebut

terjadi karena gradien dasar sungai pada Sungai Kreo lebih kecil

sehingga alirannya lebih lambat daripada sungai pertama.

Perbedaan juga terjadi pada warna aliran air kedua sungai. Hal

ini disebabkan oleh perbedaan litologi dan resistensi batuan di

sepanjang aliran kedua sungai. Warna air Kaligarang yang terlihat

lebih bening terjadi karena batuan di sepanjang alirannya lebih

resisten sehingga lebih sedikit material yang tererosi dan terbawa oleh

air sungai. Sedangkan batuan di sepanjang aliran sungai Kreo

resistensinya lebih rendah daripada batuan di sungai pertama sehingga

material yang tererosi dan terbawa air sungai lebih banyak dan

membuat air menjadi lebih keruh (cara transportasinya tergolong

suspensi).

23

Page 24: laporan bentang alam fluvial

Potensi positif dari STA II adalah irigasi, tambang batu dan

tambang pasia .Selain dampak positif, sungai ini mempunyai dampak

negatif berupa banjir.

Berdasarkan hasil pengamatan di atas, maka bagian dari sungai

yang berada di STA II termasuk sungai dengan stadia tua.

24

Page 25: laporan bentang alam fluvial

BAB VII

PENUTUP

7.1. Kesimpulan

Tabel 7.1 Hasil morfometri

Bentang alam % lereng (%) Beda tinggi (m) Klasifikasi

Struktural berkontur

rapat

34,408 98 Bergelombang

miring dan

berbukit

gelombang

Struktural berkontur

renggang

11,262 100 Berbukit terjal

dan berbukit

gelombang

Fluvial 8,278 Bergelombang

miring

Denudasional - -

STA 1 terletak di Kaligarang (dekat UNIKA), Semarang, merupakan

sungai stadia muda menuju dewasa karena erosi vertikal lebih dominan

daripada erosi lateral. Di STA I terdapat point bar (endapan ditepi

sungai).Litologinya konglomerat dan batulanau.

STA II terletak di Kaligarang (Tugu Soeharto), Semarang, merupakan

sungai stadia tua karena erosi lateral lebih dominan, dan arus sungainya

tergolong lambat. Di STA II terdapat point bar (endapan ditepi

sungai).Litologinya batupasir kasar dan batu lempung.

7.2. Saran

Sebaiknya memahami dulu materinya sebelum materi di mulai.

Teliti saat melakukan penghitungan dan mengamati peta topografi.

Jaga sikap saat praktek di lapangan.

25

Page 26: laporan bentang alam fluvial

DAFTAR PUSTAKA

Asisten Geologi Fisik 2010. 2010. Panduan Praktikum Geologi Fisik dan

Dinamik. Semarang : Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik

Universitas Diponegoro.

Mariadiastuti, Vanadia. 2007. Kumpulan Materi Geologi Fisik dan Dinamik &

Kristalografi dan Mineralogi. Semarang : Program Studi Teknik Geologi

Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Mulawardhani, Aditya. 2009. Bentang Alam Fluvial.

(adityamulawardhani.blogspot.com, diakses pada 16 Maret 2011)

26