Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

31
LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI “KULTUR ORGAN” Disusun Oleh : Disusun Oleh : Nama : Frelyta A. Z. NIM : 115040201111290 Kelompok : Selasa, (06.00 WIB) Asisten : Dita pahlevi PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

description

Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

Transcript of Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

Page 1: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI

“KULTUR ORGAN”

Disusun Oleh :

Disusun Oleh :

Nama : Frelyta A. Z.

NIM : 115040201111290

Kelompok : Selasa, (06.00 WIB)

Asisten : Dita pahlevi

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2012

Page 2: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam ilmu fisiologi, kultur organ daun digunakan untuk studi

deferensiasi dan fungsi dari jaringan khusus. Kebutuhan nutrisi dan

keadaan lingkungan dapat di eksplorasi secara lebih tepat dalam

kultur In Vitro. Eksplan yang sering digunakan untuk perbanyakan

tanaman cocor bebek secara in vitro adalah bagian daun, karena

mitosis pada sel-sel yang berkesinambungan sehingga ekstra

duplikasi DNA dapat dihindari.

Kultur organ daun umumnya menyebabkan tanaman yang

dihasilkan identik dengan donornya. Organ tanaman yang dipakai

meliputi : tunas, bagian daun, atau organ lainnya, diletakkan pada

media nutrisi untuk menumbuhkan eksplan tersebut menjadi tanaman

lengkap. Kultur meristem daun merupakan salah satu tipe

pengkulturan yang mengambil daun sebagai eksplan.

Didalam kultur organ daun, eksplan daun yang diambil adalah

yang mengandung suplai makanan (daun dewasa) sehingga mudah

dirangsang dan bergenerasi. Dalam kultur ini perkembangan

diarahkan untuk mendapatkan tanaman sekaligus memperbanyaknya.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kultur ini meliputi asal

eksplan, umur fisiologis, ukuran eksplan, komposisi media, dan

penambahan zat pengatur tumbuh.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :

Untuk mengetahui teknik dan cara dalam kultur organ Untuk mengetahui pengertian kultur organ

Untuk mengetahui inkubasi eksplan

Untuk mengetahui Tahap-tahap kultur organ

Page 3: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

Untuk mengetahui Faktor penentu keberhasilan Kultur

Organ

Untuk mengetahui macam macam kultur organ

Page 4: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Isolasi Eksplan

Isolasi Eksplan adalah pembuatan kultur dari eksplan yang

bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru

(Wetherell, 1976).

Isolasi Eksplan adalah suatu metode untuk mengisolasi

bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau

organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan

yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi

yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat

memperbayak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang

lengkap. (Suryowinoto, 1977)

2.2 Definisi Inkubasi Eksplan

Inkubasi Eksplan adalah merupakan tahapan kegiatan kultur

yang bertujuan untuk menumbuhkan eksplan yang telah

ditanam dalam botol kultur. Botol kultur yang akan

digunakan harus disiapkan terlebih dahulu kemudian

diletakkan pada rak inkubasi berdasarkan kelompok jenis

tanaman, kultivar, tahapan dan perlakuan khusus lain.

(Nugroho, A. dan H. Sugito. 2005.)

Kegiatan inkubasi eksplan yaitu untuk menumbuhkan

eksplan yang telah ditanam dalam botol kultur. Botol-botol

kultur yang telah ditanami eksplan disimpan di dalam

ruang kultur untuk dipelihara dan selanjutnya diamati

pertumbuhanya selama periode kultur. (Prihandana, R. dan

R. Hendroko. 2006.)

2.3 Tahap-tahap Kultur Jaringan

Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman

dengan teknik kultur jaringan adalah:

Page 5: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

a. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber

Eksplan Serta Pembuatan Media Tanam

(Wikipedia,2012)

Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya

serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman

indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan

dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar

eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta

bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-

vitro. Pembuatan media merupakan faktor penentu dalam

perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang

digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak.

Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin,

dan hormon.Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar,

gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan

juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan

tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi

ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang

digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya

dengan autoklaf pada suhu 121º C selama 45 menit. (Yusnita. 2005.)

Page 6: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

b. Inisiasi Kultur

(Wikipedia,2012)

Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah

pembuatan kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta

inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1976). ini mengusahakan

kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari

mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari

mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga

diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi

pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya

pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk

perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya

(Wetherell, 1976).

c. Sentrilisasi

Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur

jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar

flow dan menggunakan alat-alat yang juga sterail. Sterilisasi juga

dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang

disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi

yang melakukan kultur jaringan juga harus steril. Sterilisasi eksplan

merupakan bagian yang paling sulit dalam proses produksi bibit

melalui kultur jaringan. Sterilisasi biasanya dilakukan dalam

beberapa tahap. Pertamatama eksplan dicuci dengan deterjen atau

Page 7: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

bahan pencuci lain, selanjutnya direndam dalam bahan-bahan sterilan

baik yang bersifat sistemik atau desinfektan. Bahan-bahan yang biasa

digunakan untuk sterilisasi antara lain clorox, kaporit atau sublimat.

Sebagai contoh, sterilisasi eksplan tanaman dapat dilakukan sebagai

berikut: tunas yang akan digunakan sebagai eksplan dicuci dengan

deterjen sampai betul-betul bersih. Setelah itu, tunas diambil dan

direndam berturut-turut dalam benlate (0,5%) selama 5 menit,

alkohol (70%) selama 5 menit, clorox (20%) selama 20 menit, dan

HgCl2 (0,2%) selama 5 menit. Akhirnya eksplan dibilas dengan

aquades steril (3-5 kali) sampai larutan bahan kimia hilang. Apabila

kontaminan tetap ada maka konsentrasi dan lamanya perendaman

sterilan dapat ditingkatkan. Bahan yang digunakan serta metode

sterilisasi biasanya berbeda untuk setiap bahan tanaman, sehingga

bahan dan cara tersebut belum tentu berhasil apabila diaplikasikan

pada bahan yang berbeda serta waktu yang berlainan. Dengan

demikian, setiap pekerjaan kultur jaringan, cara sterilisasi eksplan

harus dicoba beberapa kali. (Yusnita. 2005.)

d. Penumbuhan eksplant dalam media cocok.

Setelah disterilkan eksplan ditumbuhkan dalam media

kultur. Media yang banyak digunakan sampai saat ini adalah media

MS. Untuk mengarahkan biakan pada organogenesis yang

diinginkan, ke dalam media ditambahkan zat pengatur tumbuh

(Wetherell, 1976).

e. Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul

(Wikipedia,2012)

Page 8: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

Tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau

bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta

memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa

dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini, perbanyakan

dapat dilakukan dengan cara merangsang terjadinya pertumbuhan

tunas cabang dan percabangan aksiler atau merangsang terbentuknya

tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung maupun

melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur

fase inisiasi, di dalam media harus terkandung mineral, gula,

vitamin, dan hormon dengan perbandingan yang dibutuhkan secara

tepat (Wetherell, 1976). Hormon yang digunakan untuk merangsang

pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan sitokinin seperti

BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ). Multiplikasi juga

disebut proses penggandaan tanaman dimana tanaman dipotong-

potong pada bagian tertentu menjadi ukuran yang lebih kecil

kemudian ditanam kembali kemedia agar yang telah disiapkan.

Proses ini dilakukan secar berulang setiap tanggal waktu tertentu.

Pada setiap siklusnya tanaman dipotong dan menghasilkan

perbanyakan dengan tingkat RM (Rate Of Multiplication) tertentu

yang berbeda-beda untuk setiap tanaman.

Kemampuan multiplikasi akan meningkat apabila biakan

disubkultur berulang kali. Namun perlu diperhatikan, walaupun

subkultur dapat meningkatkan factor multiplikasi dapat juga

meningkatkan terjadinya mutasi. Untuk itu, biakan perlu

diistirahatkan pada media MS0, yaitu tanpa zat pengatur tumbuh.

Banyaknya bibit yang dihasilkan oleh suatu laboratorium tergantung

kemampuan multiplikasi tunas pada setiap periode tertentu. Semakin

tinggi kemampuan kelipatan tunasnya maka semakin banyak dan

semakin cepat bibit dapat dihasilkan. (Yusnita. 2005.)

f. Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar

Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan

pucuk tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai

saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam

tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya terhadap

pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan

(Wetherell, 1976).

Page 9: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke

media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan

tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin.

Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau berkelompok.

Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada

secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat

diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan

sekaligus atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru

diakarkan. Pengakaran tunas in-vitro dapat dilakukan dengan

memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya

memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini

tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap

sebelumnya. Dalam tahap ini juga merupakan proses induksi

(perangsangan) bagi sistem perakaran tanaman. Hasil dari proses ini

adalah tanaman dari kondisi sempurna. Tahapan ini tidak berlaku

untuk semua jenis tanaman.

Pengakaran adalah fase dimana planlet akan menunjukkan

adanya pertumbuhan akar yang mana biasanya hanya berupa

penambahan zat pemacu pertumbuhan dari golongan auxin. Dalam

fase ini biasanya tunas ditanam dalam media yang mengandung zat

pengatur tumbuh (IAA, IBA atau NAA).

Perakaran umumnya dilakukan pada tahap akhir dalam suatu

periode perbanyakan kultur jaringan, yaitu apabila jumlah tunas in

vitro sudah tersedia sesuai dengan jumlah bibit yang akan

diproduksi. (Yusnita. 2005.)

g. Aklimatisasi

Page 10: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

(Wikipedia,2012)

Dalam proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan,

tahap aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap kritis yang

sering menjadi kendala dalam produksi bibit secara masal. Pada

tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar

botol seperti rumah kaca , rumah plastik, atau screen house (rumah

kaca kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi. Aklimatisasi

adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika

pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang

aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet

dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di

lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa

dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi

eksternal dengan keberhasilan yang tinggi. Aklimatisasi juga bisa

disebut proses penyesuaian planlet dari kondisi mikro dalam botol

(heterotrof) ke kondisi lingkungan luar (autotrof). Planlet yang

dipelihara dalam keadaan steril dalam lingkungan (suhu dan

kelembaban) optimal, sangat rentan terhadap lingkungan luar

(lapang). Planlet yang tumbuh dalam kultur di laboratorium

memiliki karakteristik daun yang berbeda dengan planlet yang

tumbuh di lapang. Daun dari planlet pada umumnya memiliki

stomata yang lebih terbuka, jumlah stomata tiap satuan luas lebih

banyak, dan sering tidak memiliki lapisan lilin pada permukaannya.

Dengan demikian, planlet sangat rentan terhadap kelembaban

rendah. Mengingat sifat-sifat tersebut, sebelum ditanam di lapang,

planlet memerlukan aklimatisasi. Aklimatisasi dapat dilakukan di

rumah kaca atau pesemaian, baik di rumah kaca atau pesemaian.

Dalam aklimatisasi, lingkungan tumbuh (terutama kelembaban)

berangsur-angsur disesuaikan dengan kondisi lapang. Pemindahan

dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan

sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar

dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat

rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit

mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara

bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan

dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.

(Yusnita. 2005.)

Page 11: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Kultur Jaringan

Faktor factor yang mempengaruhi keberhasilan kultur

jaringan antara lain sbagai berikut :

1. Genotipe Tanaman

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan

dan morfogenesis eksplan dalam kultur invitro adalah genotip

tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil penelitian menunjukkan

bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi

tergantung dari spesies, bahkan varietas, atau tanaman asal eksplan

tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan erat dengan

faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti

kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan lingkungan kultur. Oleh

karena itu, komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan

pertumbuhan yang dibutuhkan oleh masing-masing varietas tanaman

bervariasi meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan sama.

Perbedaan respon genotip tanaman tersebut dapat diamati pada

perbedaan eksplan masing-masing varietas untuk tumbuh dan

beregenerasi. Masing-masing varietas tanaman berbeda

kemampuannya dalam merangsang pertumbuhan tunas aksilar, baik

jumlah tunas maupun kecepatan pertumbuhan tunas aksilarnya. Hal

serupa juga terjadi pada pembentukan kalus, laju pertumbuhan kalus

serta regenerasi kalus menjadi tanaman lengkap baik melalui

pembentukan organ-organ adventif maupun embrio somatik.

Regenerasi dan perkembangan organ adventif dan embrio somatik

juga sangat ditentukan oleh varietas tanaman induk. Perbedaan

pengaruh genetik ini disebabkan karena perbedaan kontrol genetik

dari masing-masing varietas serta jenis kelamin tanaman induk.

(Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani. 1994.)

2. Media kultur

Perbedaan komposisi media, komposisi zat pengatur tumbuh dan

jenis media yang digunakan akan sangat mempengaruhi

pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan.

a. Komposisi Media

Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan

komposisi garam-garam anorganik, senyawa organik, zat

Page 12: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

pengatur tumbuh sangat mempengaruhi respon eksplan saat

dikulturkan. Perbedaan komposisi media biasanya sangat

mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan.

Meskipun demikian, media yang telah diformulasikan tidak

hanya berlaku untuk satu jenis eksplan dan tanaman saja.

Beberapa jenis formulasi media bahkan digunakan secara

umum untuk berbagai jenis eksplan dan varietas tanaman,

seperti media MS. Namun ada juga beberapa jenis media

yang diformulasikan untuk tanaman-tanaman tertentu

misalnya WPM, VW dll. Media-media tersebut dapat

digunakan untuk berbagai tujuan seperti perkecambahan biji,

kultur pucuk, kultur kalus, regenerasi kalus melalui

organogenesis dan embriogenesis. Media yang dibutuhkan

untuk perkecambahan biji, perangsangan tunas-tunas aksilar

umumnya lebih sederhana dibandingkan dengan media untuk

regenerasi kalus baik melalui organogenesis.maupun

embryogenesis.

b. Komposisi hormon pertumbuhan.

Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan

yang ditambahkan dalam media sangat mempengaruhi arah

pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan.

Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang

ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung dari

jenis eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya.

Konsentrasi hormon pertumbuhan optimal yang

ditambahkan ke dalam media tergantung pula dari eksplan

yang dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan

endogen yang terdapat pada eksplan tersebut. Komposisi

yang sesuai ini dapat diperkirakan melalui percobaan-

percobaan yang telah dilakukan sebelumnya disertai

percobaan untuk mengetahui komposisi hormon

Page 13: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

pertumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan arah

pertumbuhan eksplan yang diinginkan.

Hormon pertumbuhan yang digunakan untuk

perbanyakan secara invitro adalah golongan auksin,

sitokinin, giberelin, dan growth retardant. Auksin yang

umum dipakai adalah IAA (Indole Acetic Acid), IBA (Indole

Butyric Acid), NAA (Naphtalena Acetic Acid), dan 2,4-D

(2,4-dichlorophenoxy Acetic Acid). Selain itu beberapa

peneliti pada beberapa tanaman menggunakan juga CPA

(Chlorophenoxy Acetic Acid). Sitokinin yang banyak

dipakai adalah Kinetin (Furfuryl Amino Purine), BAP/BA

(Benzyl Amino Purine/Benzyl Adenine), 2 i-P (2-

isopentenyl Adenin). Beberapa sitokinin lainnya yang juga

digunakan adalah zeatin, thidiazuron dan PBA

(6(benzylamino)-9-(2-tetrahydropyranyl)-9H-purine).

Hormon pertumbuhan golongan giberellin yang paling

umum digunakan adalah GA3, selain itu ada beberapa

peneliti yang menggunakan GA4 dan GA7, sedangkan

growth retardant yang sering digunakan adalah Ancymidol,

Paraclobutrazol dan TIBA, AbA dan CCC.

c. Keadaan fisik media.

Media yang umum digunakan dalam kultur jaringan

adalah medium padat, medium semi padat dan medium cair.

Keadaan fisik media akan mempengaruhi pertumbuhan

kultur, kecepatan pertumbuhan dan diferensiasinya. Keadaan

fisik media ini mempengaruhi pertumbuhan antara lain

karena efeknya terhadap osmolaritas larutan dalam media

serta ketersediaan oksigen bagi pertumbuhan eksplan yang

dikulturkan.

Media yang umum digunakan dalam mikropropagasi

adalah media semi-solid (semi padat) dengan cara

Page 14: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

menambahkan agar. Media semi padat ini digunakan karena

beberapa alasan antara lain: eksplan yang kecil mudah

terlihat dalam media padat, selama kultur eksplan tetap

berada pada orientasi yang sama, eksplan berada di atas

permukaan media sehingga tidak diperlukan teknik aerasi

tambahan pada kultur, orientasi pertumbuhan tunas dan akar

tetap, dan kalus tidak pecah seperti jika ditempatkan pada

media cair. Namun penambahan agar dalam beberapa kasus

dapat menghambat pertumbuhan karena: agar mungkin

mengandung senyawa penghambat yang dapat menghambat

morfogenesis beberapa kultur atau memperlambat

pertumbuhan kultur, eksudasi fenolik dari eksplan terserap

oleh media yang menempel dengan eksplan sehingga dapat

mempengaruhi pertumbuhan eksplan, agar harus dicuci

bersih dari akar sebelum diaklimatisasi, dan perlu waktu

yang lebih banyak untuk mencuci gelas kultur misalnya

botol-botol harus diautoclave untuk melarutkan agar sebelum

dicuci.

3. Lingkungan tumbuh

a) Suhu.

Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan

dengan suhu yang tidak sama setiap saat, misalnya pada

siang dan malam hari tanaman mengalami kondisi dengan

perbedaan suhu yang cukup besar. Keadaan demikian bisa

dilakukan dalam kultur invitro dengan mengatur suhu siang

dan malam di ruang kultur, namun laboratorium kultur

jaringan selama ini mengatur suhu ruang kultur yang

konstant baik pada siang maupun malam hari. Umumnya

temperatur yang digunakan dalam kultur in vitro lebih tinggi

dari kondisi suhu invivo. Tujuannya adalah untuk

mempercepat pertumbuhan dan morfogenesis eksplan.

Page 15: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

Pada sebagian besar laboratorium, suhu yang

digunakan adalah konstan, yaitu 25°C (kisaran suhu 17-

32°C). Tanaman tropis umumnya dikulturkan pada suhu

yang sedikit lebih tinggi dari tanaman empat musim, yaitu

27°C (kisaran suhu 24-32°C). Bila suhu siang dan malam

diatur berbeda, maka perbedaan umumnya adalah 4-8°C,

variasi yang biasa dilakukan adalah 25°C siang dan 20°C

malam, atau 28°C siang dan 24°C malam. Meskipun hampir

semua tanaman dapat tumbuh pada kisaran suhu tersebut,

namun kebutuhan suhu untuk masing-masing jenis tanaman

umumnya berbeda-beda. Tanaman dapat tumbuh dengan

baik pada suhu optimumnya. Pada suhu ruang kultur

dibawah optimum, pertumbuhan eksplan lebih lambat,

namun pada suhu diatas optimum pertumbuhan tanaman

juga terhambat akibat tingginya laju respirasi eksplan.

b) Kelembaban relatif.

Kelembaban relatif dalam botol kultur dengan mulut

botol yang ditutup umumnya cukup tinggi, yaitu berkisar

antara 80-99%. Jika mulut botol ditutup agak longgar maka

kelembaban relatif dalam botol kultur dapat lebih rendah dari

80%. Sedangkan kelembaban relatif di ruang kultur

umumnya adalah sekitar 70%. Jika kelembaban relatif ruang

kultur berada dibawah 70% maka akan mengakibatkan

media dalam botol kultur (yang tidak tertutup rapat) akan

cepat menguap dan kering sehingga eksplan dan plantlet

yang dikulturkan akan cepat kehabisan media. Namun

kelembaban udara dalam botol kultur yang terlalu tinggi

menyebabkan tanaman tumbuh abnormal yaitu daun lemah,

mudah patah, tanaman kecil-kecil namun terlampau sukulen.

Kondisi tanaman demikian disebut vitrifikasi atau

hiperhidrocity. Sub-kultur ke media lain atau menempatkan

planlet kecil ini dalam botol dengan tutup yang agak longgar,

Page 16: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

tutup dengan filter, atau menempatkan silica gel dalam botol

kultur dapat membantu mengatasi masalah ini.

c) Cahaya.

Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi

invivo, kuantitas dan kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama

penyinaran dan panjang gelombang cahaya mempengaruhi

pertumbuhan eksplan dalam kultur invitro. Pertumbuhan

organ atau jaringan tanaman dalam kultur invitro umumnya

tidak dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus

umumnya dihambat oleh cahaya.

Pada perbanyakan tanaman secara invitro, kultur

umumnya diinkubasikan pada ruang penyimpanan dengan

penyinaran. Tunas-tunas umumnya dirangsang

pertumbuhannya dengan penyinaran, kecuali pada teknik

perbanyakan yang diawali dengan pertumbuhan kalus.

Sumber cahaya pada ruang kultur ini umumnya adalah

lampu flourescent (TL). Hal ini disebabkan karena lampu TL

menghasilkan cahaya warna putih, selain itu sinar lampu TL

tidak meningkatkan suhu ruang kultur secara drastis (hanya

meningkat sedikit). Intensitas cahaya yang digunakan pada

ruang kultur umumnya jauh lebih rendah (1/10) dari

intensitas cahaya yang dibutuhkan tanaman dalam keadaan

normal. Intensitas cahaya dalam ruang kultur untuk

pertumbuhan tunas umumnya berkisar antara 600-1000 lux.

Perkecambahan dan inisiasi akar umumnya dilakukan pada

intensitas cahaya lebih rendah.

Selain intensitas cahaya, lama penyinaran atau

photoperiodisitas juga mempengaruhi pertumbuhan eksplan

yang dikulturkan. Lama penyinaran umumnya diatur sesuai

dengan kebutuhan tanaman sesuai dengan kondisi

alamiahnya. Periode terang dan gelap umumnya diatur pada

kisaran 8-16 jam terang dan 16-8 jam gelap tergantung

Page 17: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

varietas tanaman dan eksplan yang dikulturkan. Periode

siang/malam (terang/gelap) ini diatur secara otomatis

menggunakan timer yang ditempatkan pada saklar lampu

pada ruang kultur. Dengan teknik ini penyinaran dapat diatur

konstan sesuai kebutuhan tanaman.

4. Kondisi Eksplan

Pertumbuhan dan morfogenesis dalam

mikropropagasi sangat dipengaruhi oleh keadaan jaringan

tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Selain faktor

genetis eksplan yang telah disebutkan di atas, kondisi

eksplan yang mempengaruhi keberhasilan teknik

mikropropagasi adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase

fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan.

Meskipun masing-masing sel tanaman memiliki kemampuan

totipotensi, namun masing-masing jaringan memiliki

kemampuan yang berbeda-beda untuk tumbuh dan

beregenerasi dalam kultur jaringan. Oleh karena itu, jenis

eksplan yang digunakan untuk masing-masing kultur

berbeda-beda tergantung tujuan pengkulturannya.

Umur eksplan sangat berpengaruh terhadap

kemampuan eksplan tersebut untuk tumbuh dan

beregenerasi. Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan

tanaman yang masih muda (juvenil) lebih mudah tumbuh

dan beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang telah

terdiferensiasi lanjut. Jaringan muda umumnya memiliki sel-

sel yang aktif membelah dengan dinding sel yang belum

kompleks sehingga lebih mudah dimodifikasi dalam kultur

dibandingkan jaringan tua. Oleh karena itu, inisiasi kultur

biasanya dilakukan dengan menggunakan pucuk-pucuk

muda, kuncup-kuncup muda, hipokotil, inflorescence yang

belum dewasa, dll. Jika eksplan diambil dari tanaman

Page 18: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

dewasa, rejuvenilisasi tanaman induk melalui pemangkasan

atau pemupukan dapat membantu untuk memperoleh eksplan

muda agar kultur lebih berhasil.

Ukuran eksplan juga mempengaruhi keberhasilan

kultur. Eksplan dengan ukuran kecil lebih mudah disterilisasi

dan tidak membutuhkan ruang serta media yang banyak,

namun kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil

sehingga dibutuhkan media yang lebih kompleks untuk

pertumbuhan dan regenerasinya. Sebaliknya semakin besar

eksplan, maka semakin besar kemungkinannya untuk

membawa penyakit dan makin sulit untuk disterilkan,

membutuhkan ruang dan media kultur yang lebih banyak.

Ukuran eskplan yang sesuai sangat tergantung dari jenis

tanaman yang dikulturkan, teknik dan tujuan

pengkulturannya. (Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani.

1994.)

2.5 Macam-macam Kultur Organ

Kultur organ merupakan kultur aseptik dari embrio, serbuk

sari,akar,tunas atau organ tanaman yang lain pada media nutrisi.

Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan

tanamnya menggunakan organ, seperti: ujung akar, pucuk aksilar,

tangkai daun, helaian daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku

batang, akar dll(Gamborg, O.L.A. , van den Brink, R. B. C.,

1965,)

Kultur organ terbagi menjadi:

1. Kultur akar

Kultur akar merupakan kultur jaringan akar yang hidup dan

berdiferensiasi secara terorganisir membentuk biomasa akar tanpa

Page 19: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

kehadiran tipe organ lain dari tanaman seperti batang, tunas atau

daun secara in vitro.

2. Kultur akar berambut

Akar rambut adalah akar kecil berbentuk seperti rambut

halus. Kultur akar rambut adalah suatu metode budidaya akar rambut

secara in vitro dengan kondisi yang terkendali dan aseptis. (Payne et

al. 1992).

3. Kultur tunas

Kultur tunas adalah kultur dari bagian ujung tanaman ( shoot

),yang didalamnya sudah terdapat beberapa sel primordial. Eksplan

bisa berasal dari pucuk lateral beserta tangkainya yang masih kecil.

Teknik ini sering digunakan untuk menumbuhkan tanaman untuk

keperluan propagasi. (Gamborg, O.L.A. , van den Brink, R. B. C.,

1965,)

4. Kultur Protoplas

Protoplas adalah sel hidup yang telah dihilangkan dinding sel

nya (sel telanjang).

Tujuan Kultur Protoplas:

Mempelajari komponen penyusun sel (organela).

Untuk dapat melakukan fusi protoplas.

Mendapatkan tanaman hibrid dan cybrid somatic.

Digunakan dalam trasplantasi dan transformasi genetic.

5. Kultur Biji Tujuan Kuktur Biji:

Mempercepat waktu kecambah.

Mengatasi masalah tanaman langka.

Mempelajari kecepatan pertumbuhan.

Mendapatkan biji steril untuk mengatasi kontaminasi

pada eksplan yang dibudidayakan. (Yusnita, 2005)

Page 20: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat, Bahan dan Fungsi

3.1.1 Alat + Fungsi

Pinshet : untuk mengambil sampel

Skalpel : untuk memotong bahan

Petridis : wadah peletakan sampel

LAFC : ruangan Penanaman

Sprayer : untuk menyemprotkan Alkohol

6 mata Pisau : untuk memotong bahan

Cutter : untuk memotong bagian tunas

Gelas ukur : mengukur volume air atau larutan

Saringan : memisahkan tunas yang sudah

diberi perlakuan

Botol ukur : untuk media tanam

Spatula : untuk mengaduk cairan fungisida

Kacamata : melindungi mata dari Ultra Violet

Timbangan : untuk menimbang bahan

Bunshen dan korek : untuk membakar bibir botol biar

steril

3.1.2 Bahan + Fungsi

Tunas krisan : sebagai objek praktikum

Deterjen : memecah dinding sel

Byclean : untuk membersihkan deterjen

Fungisida : untuk memecah dinding sel

Aquades : untuk mensterilkan objek

Alcohol 96% : untuk mensterilkan alat

Alkohol 70% : untuk cuci tangan

Page 21: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

3.2 Cara Kerja

3.2.1 Sterilisasi Awal

Ambil Eksplan Dari Tanaman hidup

Kocok dengan deterjen 5% selama 5 menit

Bilas dengan air mengalir

Rendam fungisida 3% selama 5 menit

Cuci dengan chlorox 15 ml/50 ml H2O

Aduk dengan spatula

Direndam dengan aquades steril selama 5 menit

Page 22: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

3.2.2 Perlakuan di L.A.F.C

Potong bagian eksplan

Tanam pada media MS

Panaskan pinggir botol dan tutupnya dengan bunshen

Tutup botol dan ikat dengan karet

Pengamatan 3 hari sekali selama 2 minggu

Dokumentasi

3.3 Analisa Perlakuan

Pada praktikum ini, hal yang perlu diperhatikan pertama

adalah saat pembilasan air haruslah dengan air yang mengalir. Hal

ini disebabkan agar eksplan tidak mudah terkontaminasi dengan air

bekas bilasan yang telah digunakan. Kemudian pencucian dengan

Clorox atau bayclean ditujukan karena bayclean memiliki kandungan

yang dapat membersihkan eksplan dari berbagai macam kontaminan.

Selanjutnya pada saat penanaman ekpslan, hal yang paling

penting yang harus diperhatikan adalah sterilisasi. Setiap bahan yang

akan kuta gunakan haruslah dalam kondisi yang steril. Termasuk

juga kita. Sebelum kita elakukan penanama eksplan di dalam

Laminar air Flow Cabinet, haruslah menyemprotkan alcohol ke

tangan kita sesudah memakai sarung tangan lateks. Begitu juga

dengan peralatan yang akan digunakan seperti pinset dan scalpel,

Page 23: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

haruslah direndam alcohol apabila tidak diunakan, dan apabila akan

digunakan harus di panaskan terlebih dahulu di atasapi Bunsen.

Semua ini dilakukan dengan tujun sterilisasi agar semua proses

pengerjaan dilakukan dengan alat dan bahan yang steril karena

penanaman eksplan ini sangatlah mudah terkena kontaminan yang

dapat menggagalalkan penanaman eksplan.

Page 24: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

BAB IV

HASIL dan PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

No

.

Boto

l Ke

Dokumentasi

Pengamatan

Kondisi Eksplan

Keterangan

Jenis

Kontaminan

Pertumbuhan

Kontaminan

Tidak

Kontaminan

1*

1

Jenis

Kontaminan: -

Pertumbuhan :

-

2

Jenis

Kontaminan: -

Pertumbuhan :

-

3

Jenis

Kontaminan: -

Pertumbuhan :

-

4

Jenis

Kontaminan: -

Pertumbuhan :

-

Page 25: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

5

Jenis

Kontaminan: -

Pertumbuhan :

-

2* 1

Jenis

Kontaminan:

jamur

Pertumbuhan :

Browning

2

Jenis

Kontaminan:

jamur

Pertumbuhan :

Browning

3

Jenis

Kontaminan:

jamur

Pertumbuhan :

Browning

4

Jenis

Kontaminan:

jamur

Pertumbuhan :

Browning

5

Jenis

Kontaminan:

jamur

Pertumbuhan :

Browning

Page 26: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

3* 1

Jenis

Kontaminan:

jamur

Pertumbuhan :

Browning

2

Jenis

Kontaminan:

jamur

Pertumbuhan :

Browning

3

Jenis

Kontaminan:

jamur

Pertumbuhan :

Browning

4

Jenis

Kontaminan:

jamur

Pertumbuhan :

Browning

5

Jenis

Kontaminan:

jamur

Pertumbuhan :

Browning

4* 1

Jenis

Kontaminan:

jamur

Pertumbuhan :

Browning

Page 27: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

2

Jenis

Kontaminan:

jamur

Pertumbuhan :

Browning

3

Jenis

Kontaminan:

jamur

Pertumbuhan :

Browning

4

Jenis

Kontaminan:

jamur

Pertumbuhan :

Browning

5

Jenis

Kontaminan:

jamur

Pertumbuhan :

Browning

Keterangan :

1* : Pengamatan tanggal 13 November 2012

2* : Pengamatan tanggal 15 November 2012

3* : Pengamatan tanggal 20 November 2012 (

4* : Pengamatan tanggal 27 November 2012

Page 28: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

4.3 Pembahasan

Pada praktikum kali ini, eksplan diambil dari tanaman

krisan. Dan media yang digunakan adalah media yang dibuat pada

praktikum sebelumnya.

Pada proses penanaman eksplan dilakukan didalam LAFC

agar terjaga dari kontaminasi yang mungkin terjadi. Pengamatan

dilakukan sebanyak 4x, pada tanggal 13,15,20 dan 27 November

2012. Dalama proses penanaman yang pertama dilakukan adalah

pemotongan eksplan menjadi beberapa bagian, namun disinilah yang

mungkin menjadi penyebab kontaminasi yang terjadi.

Pada penanaman pisau yang digunakan tidak cukup tajam

untuk membuat irisan tipis dari organ yang ditanam, sehingga

dimungkinkan terjadi kontaminan pada eksplan dan terjadi luka pada

mata tunas sehingga terjadi browning (kematian sel) dari organ yang

ditanam.

Selain pisau yang tidak cukup tajam penyebab lainnya

adalah mata tunas tanaman krisan yang telah terjadi pembungaan

atau tua, sehingga mata tunas tersebut tidak menjadi tumbuah malah

terjadi kontaminan pada eksplan.

Apabila kita bandingkan dengan literatur kontaminasi

salah satu pembatas, dapat terjadi pada setiap saat dalam masa kultur.

Kontaminasi dapat berasal :

Kontaminan internal dan eksternal. Kontaminan internal dari

dalam jaringan tanaman. Kontaminan internal, sulit diatasi,

maka perlu perlakuan antibiotik atau fungisida yang

sistemik. Kontaminan eksternal, akibat langsung dari

cendawan/bakteri atau akibat tidak langsung dari senyawa

toksik produksi cendawan atau bakteri.

organisme kecil yang masuk dalam media

botol / alat yang kurang steril

lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor

Page 29: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

pelaksana yang ceroboh / faktor pekerja

browning, atau pencoklatan, karena senyawa fenol dari

eksplan. Fenol mengikat oksigen dari luar, sehingga terjadi

oksidasi senyawa fenolik, menyebabkan eksplan berwarna

coklat. (Gani A.P. 2009)

Page 30: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari praktikum yang sudah dilakukan, dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

pada kultur jaringan, prinsip dasarnya adalah melakukan penanaman

organ atau bagian tanaman pada media yang telah disediakan. Yang

nantinya diharapkan dapat tumbuh dan mempunyai sifat yang sama

persis dengan induknya.

Pada praktikum yang telah dilakukan, terdapat kendala dan yang

seharusnya menjadi konsentrasi dalam melakukan kultur. Yakni

adalah kelayakan peralatan yang digunakan dan tingkat kesterilan

lokasi penanaman. Agar eksplan tidak luka dan tingkat kontaminasi

tidak ada.

Macam macam kultur organ :

Kultur Tunas

Kultur Protoplas

Kultur Biji

Kultur Akar

Kultur Akar berambut

5.2 Saran

Jumlah eksplan dan botol media disesuaikan agar bisa

dilakukan per orang. Peralatan lab, seperti pisau pemotong eksplan,

dan lainya agar diperhatikan kualitasnya agar layak untuk proses

praktikum.

Page 31: Laporan Bioteknolgi_Kultur Organ PDF

DAFTAR PUSTAKA

Gamborg, O.L.A. , van den Brink, R. B. C., 1965, Nutrition,

Media, and Characteristics of Plant Cell and Tisuue Cultures in

Thrope,A.T., Plant Tisuue Culture, Academic Press, New York.

Gani, A.P., 2009, `Produksi Metabolit Sekunder Dengan Kultur

Jaringan Tanaman’Bahan kuliah Diberikan Pada Kuliah Kultur

Jaringan Tanaman , Yogyakarta, 28 November 2009

Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani. 1994. Teknik kultur

jaringan. Kanisius. Yogyakarta. pp.139.

Nugroho, A. dan H. Sugito. 2005. Teknik kultur jaringan. Penebar

Swadaya. Jakarta. pp.71.

Payne GF, Bringi V, Prince CL,Shuler ML, 1992, Plant Cell and

Tissue Culture in Liquid Systems, John Wiley and Sons, New

York

Prihandana, R. dan R. Hendroko. 2006. Petunjuk budi daya jarak

pagar. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. pp.83.

Suryowinoto,M., 1985, Budidaya Jaringan dan Manfaatnya,

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta.

Wetherel, D.F. 1976. Pengantar Propagasi Tanaman Secara In

Vitro. Avery Publishing Group Inc. New Jersey.

Wikipedia, 2012. http//gambar-kultur-jaringan-wikipedia.com

diakses pada tanggal 15/11/2012

Yusnita. 2005. Kultur jaringan cara memperbanyak tanaman secara

efisien. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. pp.103.