Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan...

47
LAMPIRAN: LIPUTAN MEDIA – BOLOGNA CHILDREN’S BOOK FAIR 2016 http://hot.detik.com/read/2016/04/04/153636/3179356/1017/indonesia-pikat-bologna-dengan-folklore Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folklore Iin Yumiyanti - detikhot Senin, 04/04/2016 15:36 WIB Foto: Iin Yumiyanti/detikHOT Bologna - Indonesia membawa tema 'Return to the Island of Tales' dalam pameran buku anak terbesar di dunia, Bologna Children's Book Fair 2016. Dengan tema tersebut, Indonesia yang memamerkan 200 buku lebih menonjolkan buku-buku yang berisi cerita rakyat (folklore). "Mengapa folklore? Karena folklore Indonesia sangat menarik. Pixar (Pixar Animation Studios) tahun lalu sudah menandatangani MoU untuk membuat film animasi berdasarkan folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Laura Prinsloo. Bologna Children's Book Fair diselenggarakan pada 4 -7 April 2016. Tahun ini merupakan keikutsertaan Indonesia untuk kedua kalinya. Stand Indonesia berada di hall 29 A nomor 29. Stand Indonesia kali ini dua kali lebih besar dari tahun lalu yakni 8 kali 8 meter per segi. Penampilan stand Indonesia sederhana namun menarik dengan hiasan utama tiga ilustrasi Renata Owen di buku anak "Dru and Tale of The Five Kingdom" atau yang dalam bahasa Indonesia "Drew & Kisah 5 Kerajaan" yang ditulis Clara Ng.

Transcript of Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan...

Page 1: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

LAMPIRAN: LIPUTAN MEDIA – BOLOGNA CHILDREN’S BOOK FAIR 2016 http://hot.detik.com/read/2016/04/04/153636/3179356/1017/indonesia-pikat-bologna-dengan-folklore Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folklore Iin Yumiyanti - detikhot Senin, 04/04/2016 15:36 WIB Foto: Iin Yumiyanti/detikHOT Bologna - Indonesia membawa tema 'Return to the Island of Tales' dalam pameran buku anak terbesar di dunia, Bologna Children's Book Fair 2016. Dengan tema tersebut, Indonesia yang memamerkan 200 buku lebih menonjolkan buku-buku yang berisi cerita rakyat (folklore). "Mengapa folklore? Karena folklore Indonesia sangat menarik. Pixar (Pixar Animation Studios) tahun lalu sudah menandatangani MoU untuk membuat film animasi berdasarkan folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Laura Prinsloo. Bologna Children's Book Fair diselenggarakan pada 4 -7 April 2016. Tahun ini merupakan keikutsertaan Indonesia untuk kedua kalinya. Stand Indonesia berada di hall 29 A nomor 29. Stand Indonesia kali ini dua kali lebih besar dari tahun lalu yakni 8 kali 8 meter per segi. Penampilan stand Indonesia sederhana namun menarik dengan hiasan utama tiga ilustrasi Renata Owen di buku anak "Dru and Tale of The Five Kingdom" atau yang dalam bahasa Indonesia "Drew & Kisah 5 Kerajaan" yang ditulis Clara Ng.

Page 2: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

Buku yang dipamerkan antara lain dongeng berjudul Sangkuriang, Kisah Danau Toba, Putri Mandalika, Sileungli, Topitu. Lantas buku anak Islami seperti Halal dan Haram, 40 Kisah Pengantar Tidur Islam dan buku pelajaran bahasa asing seperti Have Fun With English dan Have Fun With Arabic. Laura menyatakan, pangsa pasar buku anak masih merupakan yang terbesar dalam industri buku. Maka itu mengikuti Bologna Children's Book Fair yang merupakan pameran buku anak terbesar di dunia sangat penting artinya untuk kemajuan industri buku anak Indonesia. Pameran buku ini merupakan wadah bagi penerbit dari seluruh dunia untuk melakukan jual beli hak menerbitkan buku anak. "Dengan ikut Bologna Children's Book Fair, akan lebih banyak buku anak kita yang lisensinya bisa dijual ke penerbit asing," kata Laura kepada detikHOT di stand Indonesia di Bologna Children's Book Fair, Bologna, Italia, Senin (4/4/20160). Dengan mengikuti pameran ini, penerbitan buku anak Indonesia semakin dikenal oleh penerbit asing. Selain itu juga untuk menjalin hubungan baik dengan penerbit asing. "Dengan ikut book fair ini juga menjadi bukti bahwa kita serius dalam penerbitan buku anak," ucap Laura. Keikutsertaan Indonesia di Bologna Children's Book Fair juga akan membuat para penulis buku anak semakin bergairah untuk terus berkarya. "Mereka jadi terbuka wawasannya bahwa buku yang mereka tulis tidak hanya untuk dipasarkan di dalam negeri, tapi juga di luar negeri," kata Laura. Setiap hari, Indonesia akan menampilkan demo menggambar ilustrasi oleh tiga illustrator buku anak yakni Renata Owen, Iwan Yuswandi dan Evelyn Ghozali. "Kita akan demo ilustrasi cerita rakyat Indonesia. Aku akan demo menggambar ilustrasi Keong Mas," kata Renata Owen kepada detikHOT yang diundang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk meliput langsung Bologna Children's Book Fair. Untuk tahun ini Indonesia tidak menampilkan penulis anak. Sebenarnya Komite Buku Nasional sudah mengundang seorang penulis buku anak. Namun penulis tersebut sakit sehingga membatalkan diri. "Rombongan kita hanya 8 orang, yakni 3 orang illustrator, dan sisanya dari komite dan media. Anggarannya cekak, tapi kita akan berusaha maksimal," kata Laura. (iy/ich)

Page 3: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

https://m.tempo.co/read/news/2016/04/04/079759716/cerita-rakyat-indonesia-hadir-di-bologna-book-fair-2016

Cerita Rakyat Indonesia Hadir di Bologna Book Fair 2016 SENIN, 04 APRIL 2016 | 22:18 WIB

TEMPO.CO, Bologna - Indonesia kembali berpartisipasi di pameran buku anak terbesar di dunia, Bologna Children's Book Fair 2016, selama 4-7 April. Tema Indonesia tahun ini adalah Return to the Island of Tales. Ada sekitar 200 judul buku yang ditampilkan, mayoritas adalah cerita rakyat dan lainnya adalah buku-buku anak dari berbagai kategori lain, seperti buku fantasi, buku anak-anak religi, serta buku pengajaran bahasa dan pengembangan karakter. Indonesia dengan sekitar 17.000 pulau dan 300 etnis yang berbeda dengan sendirinya memiliki cerita rakyat yang beragam. Keragaman cerita rakyat (folktales) dalam bentuk buku anak-anak ini, ditampilkan di Pavilion Indonesia “Island of Tales” saat Indonesia menjadi Guest of Honour di Frankfurt Book Fair 2015. Buku-buku folktales, dari yang klasik seperti Cindelaras dari Jawa Timur, Lutung Kasarung dari Jawa Barat, Putri Kemang dari Bengkulu, Hua Lo Puu dari Maluku Utara sampai yang dibuat dengan mengadaptasi cerita Pandawa dengan alur Alice in the Wonderland seperti Dru and the Five Kingdoms akan ditampilkan menjadi tema utama di Bologna tahun ini. “Pada setiap hari pameran, buku-buku ini akan dikenalkan kepada para literary agent dan penerbit asing dengan tujuan agar dapat diterbitkan oleh para penerbit asing tersebut dalam bahasanya masing-masing sehingga buku anak-anak Indonesia dan kekayaan cerita rakayat Indonesia dapat dikenal di dunia internasional,” ujar Siti Gretiani, Kordinator Promosi Literasi dari Komite Buku Nasional, Senin, 4 April 2016. Sejumlah penerbit seperti Gramedia, Mizan, Erlangga, Zikrul Bestari, dan Litara turut berpartisipasi dengan menampilkan buku-buku unggulan mereka. Secara umum, buku-buku cerita rakyat dan cerita anak Muslim adalah tema yang biasanya paling digemari penerbit asing. Penerbit Mizan misalnya akan menampilkan seri buku cerita Hello Kids yang terdiri dari 13 judul, juga buku biografi para ilmuwan muslim dengan ilustrasi menarik untuk anak-anak. “Rights buku-buku anak kita telah terjual ke penerbit Australia, Turki, Malaysia dan Pakistan, seperti 25 judul dari serial Hello Kids, 55 judul dari serial Islamic Princess dan 6 judul dari serial 101 info about Islam,“ ujar Yuliani Liputo dari penerbit Mizan Pustaka. Stand Indonesia berada di Hall 29 Stand A29, didesain dengan apik oleh arsitek Andro Kaliandi yang juga turut berkolaborasi untuk stand dan paviliun Indonesia di Frankfurt Book Fair 2015, dengan tambahan ilustrasi yang diambil dari buku Dru and the Five Kingdoms yang diproduseri oleh Shanty Harmain. ERWIN Z

Page 4: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

http://hot.detik.com/read/2016/04/04/220007/3179663/1059/hari-pertama-bologna-book-fair-2016-dua-lisensi-buku-anak-indonesia-terjual?hd771104bcj Laporan dari Italia

Hari Pertama Bologna Book Fair 2016, Dua Lisensi Buku Anak Indonesia Terjual Iin Yumiyanti - detikhot Senin, 04/04/2016 22:00 WIB

Foto: Iin Yumiyanti

Bologna - Hari pertama di Bologna Children's Book Fair, Indonesia berhasil menjual lisensi dua komik Islami terbitan Gibla, anak usaha penerbitan Gramedia. Dua komik itu dibeli oleh PTS Media Group, penerbit buku di Malaysia. Kesepakatan pembelian lisensi dilakukan oleh Publishing Manager PTS Media Group Wan Zuhairi Wan Zainuddin dan General Manager PT Gramedia Pustaka Utama, Siti Gretiani, di stand Indonesia di Bologna Children's Book Fair, Bologna, Italia, Senin (4/4/2016). Kesepakatan juga disaksikan Ketua Komite Buku Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Laura Prinsloo. PTS Media Group merupakan salah satu penerbit buku terbesar di Malaysia. Dua buku yang dibeli Malaysia yakni buku 'Sunnah Itu Mudah' yang ditulis Aan W & Dian K serta ilustrator Freshart Studio. Buku kedua 'Akhlak Dalam Alquran' oleh Aan W & Dian K dengan illustrator Wawan Kungkang. Simak: Indonesia Pikat Bologna dengan Folklore "Baru kali ini terjadi deal di tempat. Biasanya penerbit akan minta contoh buku, melihat dulu buku untuk mempelajari. Dua bulan kemudian baru kembali menghubungi bila serius ingin menerbitkan," kata Greti. Sebelumnya PTS memang sudah beberapa kali membeli buku Indonesia. Untuk cetakan pertama, mereka biasanya menerbitkan sekitar tiga ribu buku. "Pasar Malaysia itu memang butuh buku anak-anak Islami dan mungkin Indonesia itu lebih produktif dan secara kuliatas lebih baik jadi mereka seringkali tertarik dengan judul yang diterbitkan Indonesia," jelas Greti kepada detikHOT yang diundang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk meliput Bologna Children's Book Fair.

Page 5: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

Selain buku Islami, Malaysia biasanya juga tertarik dengan buku-buku yang sedang populer di Indonesia. "Selain buku ini, kita juga tertarik dengan buku-buku Tere Liye, kita masih akan pertimbangkan," kata Wan Zainuddin. GretimenambahkanajangBolognaChildren'sBookFairsangatefektifuntukmenjuallisensibukuanakIndonesia. Kehadiran Indonesia dalam pameran buku anak terbesar di dunia itu tahun ini merupakan yang kedua kalinya. "Di pameran itu mereka melihat, tertarik dan membeli saat itu juga, jadi ada emosional buying," kata Greti. (iy/tia) http://www.femina.co.id/trending-topic/pulau-dongeng-indonesia-di-bologna-children-s-book-fair-2016- TRENDING TOPIC

Pulau Dongeng Indonesia di Bologna Children’s Book Fair 2016 4 Apr 2016

Foto: Stand Indonesia di Bologna Book Fair 2016, © Komite Buku Nasional. Gaung Hari Buku Anak Internasional yang diperingati setiap 2 April masih berlanjut hingga hari ini. Semangat untuk terus menanamkan budi pekerti lewat cerita anak bermutu dapat ditemukan di Bologna Book Fair 2016 yang akan dibuka beberapa jam lagi di Bologna, Italia. Pameran buku anak terbesar di dunia itu akan berlangsung selama 4-7 April 2016. Penerbit dari Indonesia, seperti Gramedia, Mizan, Erlangga, Zikrul Bestari, dan Litara ikut menampilkan karya buku anak unggulan. Umumnya, buku cerita rakyat dan cerita anak Muslim paling diminati oleh penerbit asing. Buku-buku cerita rakyat, baik yang klasik, seperti Cindelaras dari Jawa Timur, Lutung Kasarung dari Jawa Barat, Putri Kemangdari Bengkulu, Hua Lo Puu dari Maluku Utara sampai yang dibuat dengan mengadaptasi cerita Pandawa dengan alur Alice in the Wonderland seperti Dru: The Tales of Five Kingdoms (Clara Ng) akan ditampilkan menjadi tema utama di Bologna tahun ini.

Page 6: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

Menjelang Bologna Book Fair 2016 ini, beberapa judul buku anak telah terjual ke penerbit asing, di antaranya dari penerbit Mizan Pustaka. “Ada 25 judul dari serial Hello Kids, 44 judul dari serial Islamic Princess dan 6 judul dari serial 101 Info About Islam,” papar Yuliani Liputo dari Mizan Pustaka.

Page 7: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

Tim Komite Buku Nasional yang sedang bersiap-siap untuk pembukaan Bologna Book Fair 2016 beberapa jam lagi merasa optimistis akan sambutan komunitas penerbit dunia untuk buku anak Indonesia. “Setelah menjadi genre terpopuler dalam keikutsertaan Indonesia di Frankfurt Book Fair 2015 lalu, buku anak dari Indonesia makin banyak dilirik oleh penerbit asing,” kata Laura Prinsloo, Ketua Komite Buku Nasional. Tahun ini, stand Indonesia berada di Hall 29, stand A29 dengan desain bertema Return to Island of Tales karya arsitek Andro Kaliandi. Island of Tales merupakan area khusus buku anak di paviliun Indonesia saat menjadi Tamu Kehormatan di Frankfurt Book Fair 2015 lalu yang menampilkan keragaman cerita rakyat dalam bentuk buku anak. Andro juga turut berkolaborasi dalam tim desain untuk stand dan paviliun Indonesia di Frankfurt Book Fair 2015. Di stand Indonesia kali ini, ia menambahkan ilustrasi karya Renata Owen dari buku Dru and The Tales of Five Kingdoms.

Foto: Ilustrasi Renata Owen di Stand Indonesia, Bologna Book Fair 2016, © Komite Buku Nasional

Selain menghadirkan karya buku anak, stand Indonesia juga akan mempertemukan para penerbit dan agen literasi asing untuk berjumpa langsung dengan para ilustrator dari Indonesia. Ilustrator Renata Owen, Iwan Yuswandi dan Evelyn Gozali dan berbagi dalam demo ilustrasi cerita rakyat Indonesia, seperti Timun Mas dan Sangkuriang. Peran ilustrator dalam buku anak sangat penting dalam menerjemahkan imajinasi penulis lewat visual. Setiap tahunnya, Bologna Book Fair juga mengadakan Bologna Illustrator Exhibition. Di tahun ke-50 penyelenggaraannya ini, hadir 35 karya ilustrasi buku anak terpilih dari 3191 karya yang masuk. Di Indonesia, buku anak memiliki market share terbesar. Event perbukuan seperti Bologna Book Fair diharapkan juga dapat memperluas pasar karya anak bangsa ke dunia internasional.(f) Rahma Wulandari

Page 8: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

https://m.tempo.co/read/news/2016/04/04/079759708/demo-ilustrator-indonesia-di-bologna-book-fair-2016

Demo Ilustrator Indonesia di Bologna Book Fair 2016 SENIN, 04 APRIL 2016 | 21:50 WIB TEMPO.CO, Bologna - Tiga ilustrator Indonesia, yang menghasilkan karya-karya sangat menarik, akan hadir untuk mendemokan kepiawaian mereka di pameran buku anak terbesar di dunia, Bologna Children’s Book Fair 2016, yang berlangsung pada 4-7 April. Untuk menarik pengunjung ke stan, Indonesia setiap hari akan menghadirkan demo ilustrasi yang dilakukan oleh Renata Owen (ilustrator Dru and the Five Kingdoms) dan Iwan Yuswandi (ilustrator buku anak-anak dari Mizan). Di hari ketiga pameran, pada 6 April 2016, pukul 5 sore waktu setempat, stan Indonesia akan mengadakan happy hour dengan mengundang para penerbit dan literary agent asing. Di hari itu, Evelyn Gozali, ilustrator sekaligus pegiat buku anak dari Litara, yang datang atas undangan Italian Trade Association, akan bergabung dengan Renata Owen dan Iwan Yuswandi untuk bersama-sama melakukan demo ilustrasi berdasarkan cerita-cerita rakyat Indonesia, seperti Timun Mas dan Sangkuriang. Kehadiran Indonesia di Bologna Children’s Book merupakan langkah penting untuk terus mempromosikan buku setelah menjadi tamu kehormatan di Frankfurt Book Fair 2015. “Buku anak memiliki pangsa pasar terbesar di Indonesia. Buku anak kita banyak sekali diminati penerbit asing dan menjadi genre terpopuler di pameran buku Frankfurt tahun lalu. Tidak hanya itu, Indonesia memiliki ilustrator-ilustrator hebat yang memang sudah mendunia dan sudah saatnya mempromosikan mereka,” ujar Laura Prinsloo, Ketua Komite Buku Nasional, Senin, 4 April 2016. Komite Buku Nasional dibentuk setelah keberhasilan Indonesia menjadi tamu kehormatan Frankfurt Book Fair 2015. Komite Buku Nasional berfokus pada promosi literasi Indonesia di panggung internasional melalui penerjemahan karya, pameran buku, festival, dan program residensi penulis. Komite Nasional mendapat dukungan penuh dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai bentuk kolaborasi kreatif antara pemerintah dan publik. ERWIN Z

Page 9: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

http://hot.detik.com/read/2016/04/04/183513/3179544/1059/indonesia-pamerkan-200-judul-buku-di-bologna-book-fair-2016?hd771104bcj

Indonesia Pamerkan 200 Judul Buku di Bologna Book Fair 2016 Tia Agnes - detikhot Senin, 04/04/2016 18:35 WIB

Foto: Iin Yumiyanti/detikHOT Jakarta - Sukses menjadi ‘guest of honour’ di ajang Frankfurt Book Fair 2016, Indonesia kembali berpartisipasi di Bologna Book Fair 2016 di Italia pada 4-7 April. Kali ini, sekitar 200 judul buku yang dipamerkan dan mayoritas adalah cerita rakyat dan buku anak-anak dari beragam kategori (fantasi, religi, buku pengajaran bahasa, dan pengembangan karakter). Buku yang dipajang sesuai dengan tema tahun ini yakni ‘Return to the Island of Tales’. Mulai dari cerita klasik seperti ‘Cindelaras’ dari Jawa Timur, ‘Lutung Kasarung’ dari Jawa Barat, ‘Putri Kemang’ dari Bengkulu, ‘Hua Lo Puu dari Maluku Utara. Serta buku yang diadaptasi dari cerita Pandawa dengan alur ‘Alice in Wonderland’ seperti ‘Dru and the Five Kingdoms’ yang akan ditampilkan menjadi tema utama di Bologna tahun ini. Dalam keterangannya kepada detikHOT, Senin (4/4/2016), Koordinator Promosi Literasi dari Komite Buku Nasional, Siti Gretiani mengatakan setiap harinya buku-buku ini akan diperkenalkan kepada agen sastra dan penerbit asing selama pameran berlangsung. Baca Juga: Indonesia Pikat Bologna dengan Folklore “Tujuannya agar buku tersebut dapat diterbitkan oleh penerbit asing dalam bahasanya masing-masing hingga buku anak-anak Indonesia dan kekayaan ceritanya dapat dikenal dunia internasional,” ungkapnya. Di Bologna Book Fair 2016, sejumlah penerbit seperti Gramedia Pustaka Utama, Mizan, Erlangga, Zikrul Bestari, dan Litara turut berpartisipasi menampilkan buku-buku unggulannya. Misalnya, dari Penerbit Mizan menampilkan seri buku cerita ‘Hello Kids’ yang terdiri dari 13 judul dan buku biografi para ilmuwan muslim dengan ilustrasi menarik. Yuliani Liputo dari Mizan Pustaka mengatakan rights atau hak cipta terbit buku anak telah terjual ke penerbit Australia, Turki, Malaysia, dan Pakistan. “Seperti 25 judul dari seri Hello Kids, 55 judul serial Islamic Princess dan 6 judul dari serial 101 ‘Info About Islam’,” jelas Yuliani. Sedangkan stand Indonesia yang didesain oleh arsitek Andro Kaliandi berada di Hall 9 Stand A29. Ia pernah berpartisipasi untuk stand dan paviliun Indonesia di FBF 2015, dengan tambahan ilustrasi yang diambil dari buku ‘Dru and the Five Kingdoms’ yang diproduseri oleh Shanty Harmain. (tia/tia)

Page 10: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

https://m.tempo.co/read/news/2016/04/04/114759759/indonesian-folklore-visits-bologna-book-festival

Indonesian Folklore Visits Bologna Book Festival MONDAY, 04 APRIL, 2016 | 23:52 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia has decided to adopt ‘Return to the Island of Tales’ as its theme for the Bologna Children’s Book Fair held in Bologna, Italy on starting from April 4, to April 7, 2016. Indonesia exhibits around 200 books, mostly telling stories about Indonesian folklores, accompanied with books from other genres, such as fantasy, religious knowledge, language, and character development. Previously, Indonesia had also exhibited books on folklores for children in the Frankfurt Book Fair back in 2015. For the Bologna Book Fair however, the Indonesian pavilion will present classic folklores from different regions, including Cindelaras (East Java), Lutung Kasarung (West Java), Putri Kemang (Bengkulu), Hua Lo Puu (North Maluku), and other stories like the Pandawa, which will adapted to western stories such as Alice in Wonderland and Dru and the Five Kingdoms. “Every day during the book fair, these [classic folklore books] will be introduced to foreign publishers and literary agent so they would be interested in publishing the books in their own language, and therefore, Indonesian child books can become known in the international world,” said Siti Gretiani, Coordinator for Literary Promotion from the National Books Committee on Monday, April 4, 2016. ERWIN Z

Page 11: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

http://hot.detik.com/read/2016/04/05/111742/3179951/1059/mengenal-renata-owen-ilustrator-cantik-yang-nge-hits?hd771104bcj Laporan dari Italia

Mengenal Renata Owen, Ilustrator Cantik yang Nge-hits Iin Yumiyanti - detikhot Selasa, 05/04/2016 11:17

WIB Bologna - Bila membincang siapa ilustrator muda Indonesia berbakat saat ini, sulit untuk tidak menyebut nama Renata Owen. Karya gadis ini banyak dipakai sejumlah industri ternama. Yang terbaru, ilustrasi Renata menjadi hiasan utama gerai Indonesia di Bologna Children’s Book Fair 2016. Renata lulusan desain Komunikasi Fisual, Universitas Ciputra, Surabaya. Lulus pada 2013, ia menjadi ilustrator lepas untuk bermacam-macam industri dari periklanan, pengemasan produk, cinderamata sampai fashion. Pada tahun 2013, saat masih kuliah semester tujuh, ia mengerjakan ilustrasi untuk Yumiyanti pengemasan botol Aqua dengan tema ‘Temukan Indonesiamu”. Dalam setiap kemasan Aqua dan billboard Aqua pada 2013 itu, selalu dicantumkan nama Renata Owen sebagai illustrator. “Ini kerja profesional aku yang pertama,” kata Renata. Gadis kelahiran Oktober 1991 ini masih merasa lucu tentang tarif honor untuk proyek Aqua tersebut. “Untungnya klien baik hati, justru mereka yang menaikkan honor sendiri,” cerita Renata yang menambahkan nama Owen di belakang namanya karena sangat nge-fans pemain bola Michael Owen. Renata mendapat bayaran puluhan juta rupiah untuk ilustrasi Aqua tersebut. Nilai yang lebih besar dibandingkan proyek dia sebelumnya saat membuat ilustrasi kaos khas Surabaya yang rata-rata dibayar Rp 150 ribu per ilustrasi. Simak: Indonesia Pikat Bologna dengan Folklore Pada Agustus 2013, Renata memajang ilustrasi botol Aqua karyanya dan buku skripsinya yang berjudul ‘The Nonsense Tail’ dalam Popcon Asia di pameran budaya pop terbesar di Indonesia. The Nonsens Tails merupakan buku ilustrasi yang dibuat Renata untuk puisi yang diambil dari cerita Alice in Wonderland. Produser film Shanty Harmayn yang melihat skripsi Renata itu tertarik dan langsung berminat untuk membeli hak ciptanya. “Mbak Shanty terinspirasi untuk membuat buku yang bercerita tentang petualangan gadis cilik Indonesia di dunia dongeng,” tuturnya. Baca Juga: Hari Pertama Bologna Book Fair 2016, Dua Lisensi Buku Anak Indonesia Terjual Pada 2014, baru ditetapkanlah Clara Ng sebagai penulis buku itu. “Aku kan belum tahu banyak tentang penerbitan buku anak, aku tanya temanku seorang ilustatror buku anak, Evan, temanku itu bilang semua ilustrator buku anak pasti ingin ngerjain karya Clara. Wow. Maka aku tidak ragu lagi aku bilang oke dan akan mengerjakannya secara maksimal,” ujar gadis berambut panjang ini. Buku itu kemudian diberi judul ‘Dru and The Tale of The Five Kingdom’ dalam edisi bahasa Inggris dan ‘Dru &

Page 12: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

Kisah Lima Kerajaan’ dalam edisi bahasa Indonesia. Buku ini akan diluncurkan pada akhir April 2016. Saking semangatnya, gambar yang dibuat Renata terlalu banyak. Ia menggambar 150 ilustrasi, sementara yang dipakai untuk buku Dru tidak sampai 100 gambar. “Kita di-deadline selesai sebelum Frankfurt Book Fair sebab Clara diundang untuk datang di acara itu,” jelas Renata. (iy/mmu) http://hot.detik.com/read/2016/04/05/161559/3180335/1059/penerbit-asing-minati-buku-anak-indonesia?hd771104bcj Laporan dari Italia

Penerbit Asing Minati Buku Anak Indonesia Iin Yumiyanti - detikhot Selasa, 05/04/2016 16:15 WIB Jakarta - Penerbit Asing semakin berminat untuk membeli lisensi untuk menerbitkan buku anak Indonesia. Setidaknya sudah 7 penerbit asing menyatakan berminat saat datang ke stand Indonesia di hari pertama Bologna Children’s Book Fair. “Dari Turki, Jepang, Jerman, Korea, Iran, Italia, dan Malaysia datang dan menyatakan tertarik untuk membeli lisensi menerbitkan buku anak Indonesia,” kata Ketua Komite Buku Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Laura Prinsloo kepada detikHOT, di stand Indonesia di Bologna Children’s Book Fair, Bologna, Italia, Selasa (5/4/2016). Simak: Mengenal Renata Owen, Ilustrator Cantik yang Nge-hits Biasanya dalam book fair, penerbit memang melihat-lihat buku dulu. Bila ada yang cocok untuk diterbitkan di negaranya, mereka akan meminta contoh buku, dan dua sampai tiga bulan kemudian akan menghubungi penerbit bila jadi menerbitkan buku tersebut. “Pameran ini ajang yang baik untuk memperkenalkan buku kita. Karena penerbit asing yang datang ke stand jadi tahu produk kita. Bila tertarik mereka akan membeli,” kata Ketua Bidang Promosi Literasi Komite Laura Prinsloo/ Foto: Iin Yumiyanti Buku Nasional Siti Gretiani.

Laura menuturkan, setelah Indonesia menjadi tamu kehormatan di Frankurt Book Fair tahun lalu, makin banyak penerbit asing yang menghubungi penerbit Indonesia.

(iy/mmu)

Page 13: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

http://hot.detik.com/read/2016/04/05/171455/3180395/1059/bilboard-indonesia-di-lokasi-strategis-bologna-book-fair-2016 Laporan dari Italia

Bilboard Indonesia di Lokasi Strategis Bologna Book Fair 2016 Iin Yumiyanti - detikhot Selasa, 05/04/2016 17:14 WIB Foto: Iin Yumiyanti Bologna - Delegasi Indonesia memasang billboard untuk mengiklankan stand tidak jauh dari pintu masuk Bologna Children’s Book Fair, Italia. Bilboard itu bertuliskan ‘Return to The Island of Tales’, dan di bawah ada tulisan lain, ‘Visit Our Stand at hall 29 stand A29’. Dengan berada di lokasi strategis tersebut, semua pengunjung bisa langsung melihat dan mengetahui letak stand Indonesia di pameran buku anak terbesar di dunia tersebut. Baca Juga: Mengenal Renata Owen, Ilustrator Cantik yang Nge-hits Ketua Komite Buku Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Laura Prinsloo menyatakan, tidak mudah mendapatkan tempat strategis untuk memasang billboard tersebut. Selain harus membayar, juga ada kriteria tersendiri. “Kita karena tahun lalu menjadi tamu kehormatan di Frankfurt Book Fair, pihak Bologna Fair menawari kita untuk memasang billboard dan memasukkan ke dalam katalog. Kita memilih memasang billboard,” kata Laura kepada detikHOT di stand Indonesia di Bologna Children’s Book Fair, Bologna, Italia, Selasa (5/4/2016).

Page 14: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

Simak: Penerbit Asing Minati Buku Anak Indonesia Dijelaskan Laura, negara yang menjadi tamu kehormatan di Frankfurt Book Fair tidak boleh tampil sembarangan setelah tidak lagi menjadi tamu kehormatan. Negara tersebut juga tidak diperbolehkan berhenti atau tidak lagi ikut book fair di tahun setelahnya. “India pernah kena tegur karena setelah jadi tamu kehormatan, stand-nya sangat kecil. Dan kita diingatkan agar tidak seperti India,” ujarnya. Ketua Komisi Promosi Literasi Komite Buku Nasional Siti Gretiani menyatakan biaya untuk billboard tersebut adalah 1.567 Euro. “Billoard itu akan dipasang selama pameran,” kata Greti. (iy/mmu) http://hot.detik.com/read/2016/04/05/085013/3179813/1059/tiga-ilustrator-indonesia-tampil-di-bologna-book-fair-2016?hd771104bcj

Tiga Ilustrator Indonesia Tampil di Bologna Book Fair 2016 Tia Agnes - detikhot Selasa, 05/04/2016 08:50 WIB Foto: Iin Yumiyanti/detikHOT Jakarta - Gelaran akbar Bologna Book Fair 2016 baru saja dibuka kemarin. Ada tiga ilustrator yang memiliki karya-karya berkualitas dan menarik akan mendemokan kepiawaiannya selama pameran berlangsung. Mereka adalah ilustrator Renata Owen (Dru and the Five Kingdoms) dan Iwa Yuswandi (ilustrator buku anak-anak dari Mizan Pustaka). Di hari ketiga pameran pada 6 April pukul 17.00 waktu setempat, stand Indonesia akan dimeriahkan para penerbit dan agen sastra mancanegara. Dalam keterangannya, Senin (4/4/2016), ilustrator Tanah Air ketiga yang berpartisipasi adalah Evelyn Gozali. Ia merupakan pegiat buku anak dari Litara yang datang atas undangan Italian Trade Association. Evelyn akan bergabung bersama dengan Renata Owen dan Iwan Yuswandi, yang bersama-sama melakukan demo ilustrasi berdasarkan cerita rakyat Indonesia, seperti ‘Timun Mas’ dan ‘Sangkuriang’.

Page 15: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

Ketua Komite Buku Nasional, Laura Prinsloo mengatakan buku anak memiliki nilai jual terbesar di Indonesia. “Buku anak kita banyak sekali diminati penerbit asing dan menjadi genre terpopuler di pameran buku Frankfurt tahun lalu,” katanya. “Indonesia juga punya ilustrator-ilustrator hebat yang memang sudah mendunia dan sudah saatnya Indonesia mempromosikan mereka,” pungkas Laura. Bologna Book Fair 2016 di Italia berlangsung pada 4-7 April. Sekitar 200 judul buku dipamerkan dan mayoritas adalah cerita rakyat dan buku anak-anak dari beragam kategori (fantasi, religi, buku pengajaran bahasa, dan pengembangan karakter). (tia/tia) http://www.ikapi.org/en/component/k2/item/174-hari-pertama-bologna-children-s-book-fair,-indonesia-jual-2-lisensi-buku-anak

HARI PERTAMA BOLOGNA CHILDREN’S BOOK FAIR,

INDONESIA JUAL 2 LISENSI BUKU ANAK

05 April 2016

Written by Admin Ikapi

Buku Indonesia memikat penerbit asal Malaysia dalam Bologna Children’s Book Fair. Baru hari pertama, tapi Indonesia sudah berhasil menjual dua lisensi buku komik islami anak dari penerbit Gibla, anak usaha dari Gramedia. Kesepakatan pembelian langsung terjadi di tempat tanpa menunggu proses panjang. PTS Media Group, salah satu penerbit terbesar dari Malaysia ini membeli buku Sunnah Itu Mudah karya Aan W dan Dian K, serta ilustrator Freshart Studio. Serta buku Akhlak Dalam Alquran dari penulis yang sama dengan ilustrator Wawan Kungkang. Kesepakatan pembelian lisensi ini dilakukan oleh Publishing Manager PTS Media Group Wan Zuhairi Wan Zainuddin dan General Manager PT Gramedia Pustaka Utama, Siti Gretiani, di stand Indonesia di Bologna Children’s Book Fair, Bologna, Italia, Senin (4/4/2016). Kesepakatan juga disaksikan Ketua Komite Buku Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Laura Prinsloo. Siti Gretiani mengatakan bahwa ini kali pertama penjualan lisensi langsung di tempat, biasanya penerbit

Page 16: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

akan meminta contoh buku, mempelajari, baru kemudian dua bulan kedepan akan kembali menghubungi jika serius ingin mempublikasi. Sebelumnya PTS memang sudah beberapa kali membeli lisensi buku Indonesia, pada cetakan awal biasanya akan menerbitkan sekitar 3000 buku. Greti menambahkan, ajang Bologna Children’s Book Fair memang sangat efektif untuk menjual lisensi buku anak. Kehadiran Indonesia di pemaran buku anak terbesar di dunia ini pun sudah masuk kali kedua. Selain buku yang berbau islami, PTS Malaysia juga tertarik dengan buku-buku yang sedang populer di Indonesia, seperti Pulang karya Tere Liye. “Selain buku ini, kita juga tertarik dengan buku-buku Tere Liye, kita masih akan pertimbangkan,” kata Wan Zainuddin. http://halobalita.com/?p=474

KUMI dan Pelangi MIZAN hadir di Bologna Children’s Book Fair 2016 by authorpelangi | Apr 5, 2016

Indonesia kembali berpartisipasi di pameran buku anak terbesar di dunia, Bologna Children’s Book Fair 2016, selama 4-7 April. Tema Indonesia tahun ini adalah Return to the Island of Tales. Ada sekitar 200 judul buku yang ditampilkan, mayoritas adalah cerita rakyat dan lainnya adalah buku-buku anak dari berbagai kategori lain, seperti buku fantasi, buku anak-anak religi, serta buku pengajaran bahasa dan pengembangan karakter. Sejumlah penerbit seperti Gramedia, Mizan, Erlangga, Zikrul Bestari, dan Litara turut berpartisipasi dengan menampilkan buku-buku unggulan mereka. Secara umum, buku-buku cerita rakyat dan cerita anak Muslim adalah tema yang biasanya paling digemari penerbit asing. Penerbit Pelangi Mizan akan menampilkan seri buku cerita Hello Kids yang terdiri dari 13 judul, juga buku biografi para ilmuwan muslim dengan ilustrasi menarik untuk anak-anak. Selain itu, ada tiga ilustrator Indonesia yang memiliki karya-karya berkualitas dan menarik akan mendemokan kepiawaiannya selama pameran berlangsung. Mereka adalah ilustrator Renata Owen (Dru and the Five Kingdoms), Iwan Yuswandi (ilustrator buku anak-anak dari Pelangi Mizan) dan Evelyn Gozali (pegiat buku anak dari Litara). Merek bersama-sama akan melakukan demo ilustrasi berdasarkan cerita rakyat Indonesia, seperti ‘Timun Mas’ dan ‘Sangkuriang’. Sumber: Tempo.co dan detik.com

Page 17: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

http://www.ikapi.org/component/k2/item/173-dongeng-indonesia-di-bologna-children-s-book-fair DONGENG INDONESIA DI BOLOGNA CHILDREN’S BOOK FAIR

05 April 2016 Written by Admin Ikapi Nusantara memang sangat kaya, Indonesia setidaknya punya 17.000 pulau yang tersebar di wilayah kekuasannya. Belasan ribu pulau inilah yang menjadikan Indonesia memiliki keunikan budaya pada setiap daerahnya. Baik dari segi bahasa, adat istiadat, arsitektur bahkan dari pakaian akan berbeda ciri khas setiap daerah. Hal ini jugalah yang menjadikan karya literasi di Indonesia unik dan beragam, bahkan disetiap wilayah nusantara ada kisah dongeng klasik khas daerah masing-masing. Ceritanya pun beragam dan sarat akan pesan moral. Literasi buku anak di Indonesia sebenarnya sangat bisa dikembangkan dan jauh lebih menarik ketimbang kisah para putri di kawasan barat. Keanekaragaman kisah dari seluruh penjuru Indonesia inilah yang kemudian menjadi tema pameran buku anak Indonesia di Bologna Children’s Book Fair, Italy, yang berlangsung pada 4-7 April 2016. Mengambil tema Return to the Island of Tales. “Mengapa folklore? Karena folklore Indonesia sangat menarik. Pixar (Pixar Animation Studios) tahun lalu sudah menandatangani MoU untuk membuat film animasi berdasarkan folklore Indonesia,” kata Ketua Komite Buku Nasional 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Laura Prinsloo. Setidaknya ada 200 buku yang menonjolkan cerita rakyat Indonesia dalam pameran buku anak terbesar di dunia tersebut. Buku yang dipamerkan antara lain dongeng berjudul Sangkuriang, Kisah Danau Toba, Putri Mandalika, Sileungli, Topitu. Lantas buku anak Islami seperti Halal dan Haram, 40 Kisah Pengantar Tidur Islam dan buku pelajaran bahasa asing seperti Have Fun With English dan Have Fun With Arabic. Mengikuti pameran ini sangat penting artinya untuk kemajuan industri buku anak Indonesia. Pameran buku ini merupakan wadah bagi penerbit dari seluruh dunia untuk melakukan jual beli hak menerbitkan buku anak. “Dengan ikut Bologna Children’s Book Fair, akan lebih banyak buku anak kita yang lisensinya bisa dijual ke penerbit asing,” kata Laura. Selain memamerkan buku anak, stand Indonesia pada Bologna Children’s Book Fair juga menampilkan demo ilustrasi buku anak. Setiap hari, Indonesia akan menampilkan demo menggambar ilustrasi oleh tiga illustrator buku anak yakni Renata Owen, Iwan Yuswandi dan Evelyn Ghozali. Para ilustrator akan mempraktekan bagaimana membuat ilustasi timun emas, keong emas, dan sangkuriang jadi lebih menarik.

Page 18: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

http://hot.detik.com/read/2016/04/06/111757/3180848/1059/meg-rosof f-penulis-buku-remaja-paling-top-2016?hd771104bcj Laporan dari Italia

Meg Rosoff, Penulis Buku Remaja Paling Top 2016 Iin Yumiyanti - detikhot Rabu, 06/04/2016 11:17 WIB

Istimewa/ Berbagai sumber Bologna - Penulis best seller buku remaja Meg Rosoff memenangkan penghargaan internasional paling bergengsi dalam penulisan buku anak dan remaja, Astrid Lindgren Memorial Award (ALMA). Ia menyingkirkan 200 kandidat lainnya dari seluruh dunia. Dengan kemenangan itu, Rosoff diganjar 430 Euro. Pengumuman pemenang ALMA dilakukan di illustrator café, Bologna Chidren’s Book Fair, Bologna, Italia, Selasa (5/4/2016). DetikHot mendapat undangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk meliput langsung pesta buku anak dunia itu. “Tulisan Rosoff begitu emosional sekaligus cerdas. Dia menulis tentang pencarian arti hidup dan pencarian identitas dalam dunia yang ganjil ini,” kata dewan juri. Simak: Mengapa Malaysia Suka Buku Indonesia? Buku Rosoff juga membuat pembacanya sampai tidak bisa bergerak saking menariknya. Seperti Astrid Lindgren, penulis buku anak legendaris yang namanya diabadikan sebagai penghargaan tersebut, Rosoff juga dinilai berhasil menyentuh dan mempengaruhi pembaca dari segala umur. Rossoff terkenal dengan buku-buku yang ditulisnya yang selalu best seller yaitu How I Live Now (2004), Just In Case (2006) dan What I Was (2007) . How I Live Now yang mengisahkan gadis Amerika yang jatuh cinta dengan sepupunya ketika mengunjungi sang sepupu yang tinggal di Inggris. Mereka kemudian dipisahkan oleh perang. Buku ini difilmkan pada 2013. Rosoff lahir di Amerika dan kemudian tinggal di London sejak 1989. Ia memulai debutnya sebagai penulis saat berusia 47 tahun. Buku-bukunya sudah diterjemahkan dalam 20 bahasa. ALMA digelar oleh pemerintah Swedia sejak 2003. Penghargaan ini diselenggarakan untuk menghormati Astrid Anna Emilia Lindgren, penulis buku anak berkebangsaan Swedia yang banyak mendapat penghargaan internasional. Salah satu buku Astrid yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia adalah Pippi Si Kaus Kaki Panjang. (iy/mmu)

Page 19: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

http://hot.detik.com/read/2016/04/06/105016/3180814/1059/mengapa-malaysia-suka-buku-indonesia?hd771104bcj Laporan dari Italia

Mengapa Malaysia Suka Buku Indonesia? Iin Yumiyanti - detikhot Rabu, 06/04/2016 10:50 WIB

Foto: Iin Yumiyanti

Bologna - Penerbit besar Malaysia, PTS Media Group selalu berminat menerbitkan buku-buku Indonesia. PTS sering membeli lisensi penerbitan buku Islami dan buku-buku yang sedang populer di Indonesia. Publishing Manager PTS Media Group Wan Zuhairi Wan Zainuddin menjelaskan, buku-buku Indonesia yang dibelinya sering laris manis. PTS biasanya menerbitkan 5 ribu buku dalam cetakan pertamanya. Banyak buku Indonesia yang dicetak ulang di Malaysia. Simak: Bilboard Indonesia di Lokasi Strategis Bologna Book Fair 2016 “Kalau buku terbitan Mizan yang kita beli misalnya Laskar Pelangi dan buku Andrea Hirata lainnya selalu cetak ulang. Kalau terbitan Gramedia, misalnya All About Love,” jelas pria yang biasa disapa Wanzu ini. Menurut Wanzu, pembaca Malaysia menyukai buku Indonesia karena kedekatan budaya dan ilustrasi buku yang menarik. “Banyak ilustrator Indonesia yang berbakat,” jelas Wanzu. PTS setiap tahun selalu membeli lisensi buku Indonesia. Puluhan buku terbitan Mizan sudah dibeli PTS dalam waktu lima tahun ini. “Sambutan di Malaysia selalu oke,” kata Wanzu. (iy/mmu)

Page 20: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

http://hot.detik.com/read/2016/04/07/154014/3182309/1059/negara-lain-beri-subsidi-penerjemahan-buku-indonesia?hd771104bcj Laporan dari Italia

Negara Lain Beri Subsidi Penerjemahan Buku, Indonesia? Iin Yumiyanti - detikhot Kamis, 07/04/2016 15:40 WIB

Suleyildiz, perwakilan Kementerian Kebudayaan Turki di Bologna Children’s Book Fair/ Foto: Iin Yumiyanti

Bologna - Sejumlah negara jor-joran untuk mempermudah program penerjemahan buku negaranya ke bahasa asing. Salah satunya dengan memberikan subsidi penerjemahan. Kebijakan ini sangat mengatrol penjualan lisensi buku mereka ke penerbit asing. Sayangnya Indonesia belum melakukannya. Turki dan Taiwan misalnya mempunyai lembaga khusus untuk mengurus program bantuan untuk penerjemahan

buku. Di Turki, lembaga ini diberi nama Teda. Kementerian Kebudayaan Turki membentuk Teda pada 2006. “Kini sudah 2.000 buku terjual ke penerbit asing. Sangat membantu peningkatan penjualan lisensi buku kami,” kata Suleyildiz, perwakilan Kementerian Kebudayaan Turki kepada detikHOT di gerai Turki, di Bologna Children’s Book Fair, Bologna, Italia, Rabu (6/7/2016). Detikhot diundang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk meliput langsung Bologna Children’s Book Fair. Turki membuka pendaftaran bagi penerbit asing yang berminat membeli lisensi buku mereka sebanyak dua kali dalam setahun. Jumlah subsidi dana tidak terbatas dan berlaku selama dua tahun. Pendaftaran pun bisa dilakukan secara online. “Ada dua opsi subsidi, untuk penerjemahan dan publikasi, harus dipilih salah satu,” kata Suleyildiz. Simak: Ketika Shrek dan Putri Fiona Jatuh Cinta di Broadway ‘Shrek the Musical’ Suleyildiz menambahkan, subsidi tidak diprioritaskan untuk penerjemahan buku-buku penulis yang suda terkenal di dunia internasional seperti Orhan Pamuk.

Page 21: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

Subsidi diberikan selama dua tahun dan setelah buku terjemahan itu diterbitkan. Penerbit asing mengajukan biaya penerjemahan buku serta melampirkan kontrak pembelian hak cipta dengan penerbit Turki. Setelah buku terbit, penerbit harus mengirimkan 30 kopi bukunya ke Kementerian Kebudayaan Turki. Dana subsidi diberikan setelah buku terjemahan itu diterbitkan. “Bila dalam 15 hari tidak menyerahkan buku, Kementerian akan mengevaluasi untuk bantuan selanjutnya,” kata Suleyildiz. Taiwan juga memberikan subsidi serupa kepada penerbit asing yang akan menerjemahkan buku-buku mereka. Anggarannya setiap tahun selalu dinaikkan dan cara mendapatkan subsidi itu juga dipermudah. “Selalu lebih dipermudah. Bisa mendaftar lewat online,” kata Wakil Direktur Taipei Book Fair Foundation Michelle Tu kepada detikHot di gerai Taiwan di Bologna Children’s Book Fair. Ketua Komite Buku Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Laura Prinsloo menyatakan Komite Buku Nasional sudah mengusulkan pembentukan program pemberian bantuan untuk penerjemahan buku bagi penerbit asing. Namun sampai sekarang lembaga tersebut belum terwujud. Laura menjelaskan, masalah utama penjualan lisensi buku Indonesia ke penerbit asing adalah masalah bahasa. “Buku-buku Indonesia masih sedikit yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Penerbit juga tidak membuat sampel buku dalam bahasa Inggris,” jelas Laura. Laura berharap pemerintah segera membentuk program ini dan merevisi sejumlah aturan yang mempersulit penerjemahan buku Indonesia ke bahasa asing. (iy/mmu) http://hot.detik.com/read/2016/04/07/171111/3182438/1059/indonesia-sukses-besar-di-bologna-childrens-book-fair-2016 Laporan dari Italia Indonesia Sukses Besar di Bologna Children’s Book Fair 2016 Iin Yumiyanti - detikhot Kamis, 07/04/2016 17:11 WIB

Foto: Stefano Romano Bologna - Indonesia menuai sukses dalam ajang pameran buku anak terbesar dunia, Bologna Children’s Book Fair, Italia. Di lokasi pameran, terjadi tiga kali tanda tangan kesepakatan dengan penerbit asing yang membeli lisensi buku anak Indonesia.

Page 22: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

Penerbit asing yang sudah tanda tangan itu yakni Timas dari Turki yang membeli lisensi buku anak terbitan Mizan dan buku terbitan Kesaint Blanc serta PTS Media Grup dari Malaysia yang membeli buku terbitan Gramedia Grup. “Tahun lalu (di Bologna Children’s Book Fair) kita hanya melakukan pertemuan-pertemuan dengan penerbit asing yang tertarik. Tahun ini ada deal di tempat dan jumlah pertemuan juga lebih banyak,” kata Ketua Komisi Buku Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Laura Prinsloo kepada detikHOT di gerai Indonesia di Bologna Children’s Book Fair, Bologna, Italia, Kamis (7/4/2016). Selain itu, Indonesia juga mendapat tawaran produser film dari Jepang, Gakken untuk memfilmkan buku ‘Dru and The Tale of The Five Kingdom’ terbitan Gramedia.

Foto: Stefano Romano

Tak Kubodera, perwakilan Gakken, juga menyatakan berminat terhadap animasi film Timun Mas atau The Golden Cucumber and The Furious Giant yang dibuat oleh Caravan Studio. Animasi film Timun Mas juga diminati oleh produser film dari Italia, Silvia Rigotto. Buku ‘Dru’ juga diminati penerbit Casterman dari Prancis, Hachette dari Amerika Serikat dan penerbit Simon Schuster for Young Adult, juga dari Amerika. Sementara Penerbit Jerman, Blanco, tertarik menerbitkan buku Legenda Pohon Beringin (The Legend of Bayan Tree) karya Murti Bunanta. Selain itu Director Industry Relation Associate Partner Frankfurt Book Fair Virginie Franz juga meminta Indonesia mengikutsertakan bukunya di Cannes Festival. Gerai Indonesia juga menuai pujian. Presiden Frankfurt Book Fair Juergen Boos menyatakan, gerai Indonesia bisa langsung dikenali dari jauh. “Gerai Indonesia begitu menyala,” kata Boos. Taiwan juga menyatakan iri dengan gerai Indonesia yang selalu ramai. “Coba lihat gerai Indonesia selalu ramai, apa yang Indonesia lakukan yang tidak kami lakukan?” kata Wakil Direktur Taipei Book Fair Foundation Michelle Tu saat happy hour di gerai Indonesia. Dalam happy hour, tiga ilustrator yakni Renata Owen, Evelyn Ghozali dan Iwan Yuswandi mendemonstrasikan

membuat ilustrasi cerita rakyat Indonesia. Happy hour Indonesia disesaki banyak pengunjung. Delegasi Taiwan pun menyatakan berminat ke Indonesia untuk bertemu langsung dengan penerbit, dan ikut dalam Indonesia International Book Fair, September mendatang. Bologna Children’s Book Fair yang luasnya 24.038 meter persegi diikuti oleh 98 negara. Ajang pameran buku ini juga memberikan 19 penghargaan, yang terkenal antara lain Hans Christian Andersen Award dan Astrid Lindgren Memorial Award. (iy/mmu)

Page 23: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

http://www.koran-jakarta.com/pembuktian-penerbit-indonesia-di-pasar-dunia/ Sabtu 9/4/2016 | 01:00 Bologna Children’s Book Fair 2016

Pembuktian Penerbit Indonesia di Pasar Dunia

Foto : dok. Bologna Children’s Book Fair 2016 Ajang pameran buku anak terbesar di dunia, Bologna Children’s Book Fair 2016, Italia, boleh dibilang wahana pembuktian Indonesia bahwa penerbit Tanah Air patut diperhitungkan di pasar dunia. Patut diacungi dua jempol untuk jajaran penerbit Indonesia. Pasalnya, pada ajang pameran buku anak terbesar dunia 2016 di Bologna, Italia ini, Indonesia menuai sukses besar. Di lokasi pameran, tidak kurang tiga kali tanda tangan kesepakatan dengan penerbit asing yang membeli lisensi buku anak Indonesia, terjadi. Penerbit asing yang sudah tanda tangan itu yakni Timas dari Turki yang membeli lisensi buku anak terbitan Mizan dan buku terbitan Kesaint Blanc, serta PTS Media Grup dari Malaysia yang membeli buku terbitan Gramedia Grup.

Page 24: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

“Tahun lalu (di Bologna Children’s Book Fair 2015) kita hanya melakukan pertemuan-pertemuan dengan penerbit asing yang tertarik. Tahun ini ada deal di tempat dan jumlah pertemuan juga lebih banyak,” kata Laura Prinsloo, Ketua Komisi Buku Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di gerai Indonesia di Bologna Children’s Book Fair, Bologna, Italia, Kamis (7/4), waktu setempat. Selain itu, Indonesia juga mendapat tawaran produser film dari Jepang, Gakken untuk memfilmkan buku Dru and The Tale of The Five Kingdom terbitan Gramedia. Tak Kubodera, perwakilan Gakken, juga menyatakan berminat terhadap animasi film Timun Mas atau The Golden Cucumber and The Furious Giant yang dibuat oleh Caravan Studio. Animasi film Timun Mas juga diminati oleh produser film dari Italia, Silvia Rigotto. Buku Dru juga diminati penerbit Casterman dari Prancis, Hachette dari AS dan penerbit Simon Schuster for Young Adult, juga dari AS. Sementara Penerbit Jerman, Blanco, tertarik menerbitkan buku Legenda Pohon Beringin (The Legend of Bayan Tree) karya Murti Bunanta. Selain itu Director Industry Relation Associate Partner Frankfurt Book Fair, Virginie Franz juga meminta Indonesia mengikutsertakan bukunya di Cannes Festival. Gerai Indonesia juga menuai pujian. Presiden Frankfurt Book Fair, Juergen Boos menyatakan, gerai Indonesia bisa langsung dikenali dari jauh. “Gerai Indonesia begitu menyala,” kata Boos. Taiwan juga menyatakan iri dengan gerai Indonesia yang selalu ramai. “Coba lihat gerai Indonesia selalu ramai, apa yang Indonesia lakukan yang tidak kami lakukan?” kata Wakil Direktur Taipei Book Fair Foundation, Michelle Tu saat happy hour di gerai Indonesia. Dalam happy hour, tiga ilustrator yakni Renata Owen, Evelyn Ghozali dan Iwan Yuswandi mendemonstrasikan membuat ilustrasi cerita rakyat Indonesia. Happy hour Indonesia disesaki banyak pengunjung. Delegasi Taiwan pun menyatakan berminat ke Indonesia untuk bertemu langsung dengan penerbit, dan ikut dalam Indonesia International Book Fair, September mendatang. Bologna Children’s Book Fair yang luasnya 24.038 meter persegi diikuti oleh 98 negara. Ajang pameran buku ini juga memberikan 19 penghargaan, yang terkenal antara lain Hans Christian Andersen Award dan Astrid Lindgren Memorial Award. Ant/R-1 Minati Buku Anak Indonesia Penerbit Asing semakin berminat untuk membeli lisensi untuk menerbitkan buku anak Indonesia. Setidaknya sudah 7 penerbit asing menyatakan berminat saat datang ke stand Indonesia di hari pertama Bologna Children’s Book Fair. “Dari Turki, Jepang, Jerman, Korea, Iran, Italia, dan Malaysia datang dan menyatakan tertarik untuk membeli lisensi menerbitkan buku anak Indonesia,” kata Laura Prinsloo. Biasanya, lanjut Laura, penerbit memang melihat-lihat buku dulu. Bila ada yang cocok untuk diterbitkan di negaranya, mereka akan meminta contoh buku, dan dua sampai tiga bulan kemudian akan menghubungi penerbit bila jadi menerbitkan buku tersebut. “Pameran ini ajang yang baik untuk memperkenalkan buku kita. Karena penerbit asing yang datang ke stand jadi tahu produk kita. Bila tertarik mereka akan membeli,” kata Siti Gretiani, Ketua Bidang Promosi Literasi Komite Buku Nasional. Laura menuturkan, setelah Indonesia menjadi tamu kehormatan di Frankurt Book Fair tahun lalu, makin banyak penerbit asing yang menghubungi penerbit Indonesia. Ant/R-1

Page 25: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

Masa Jaya Buku Anak Pada Februari lalu, Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) melansir data Toko Buku Gramedia, jaringan toko buku terbesar di Indonesia, yang menunjukkan, angka penjualan buku anak selama 2012 dan 2013 menduduki tempat tertinggi di antara jenis buku lainnya. Buku anak menjadi buku terlaris, meski buku-buku itu hampir tak pernah terpajang di rak khusus buku terlaris di bagian depan toko buku. Angka ini jauh melampaui jenis buku lain, misalnya buku religi, yang terjual 3,7 juta eksemplar dan menduduki

peringkat kedua, sastra atau fiksi 3,6 juta, buku sekolah 3,5 juta, dan buku lainnya di bawah 2 juta eksemplar.

IKAPI menduga ledakan pembelian buku anak ini terjadi seiring tumbuhnya kelas menengah baru yang memberi perhatian pada pendidikan anak dan kebiasaan membaca anak.

Kecil-Kecil Punya Karya (KKPK) yang diterbitkan DAR! Mizan, salah satu lini penerbitan buku Grup Mizan, tercatat penjualannya mencapai sekitar 15 persen dari seluruh penjualan buku toko itu. “Dalam sehari bisa sepuluh sampai lima belas anak mencari buku KKPK,” kata Ramadhan, Manajer Lini Anak dan Balita Grup Mizan.

Menurutnya, KKPK adalah buku anak yang ditulis pengarang anak-anak. Ide ini bermula dari kedatangan penulis cilik Sri Izzati pada 2003, yang saat itu masih duduk di kelas empat sekolah dasar. Sri

menyodorkan naskahnya ke Mizan untuk diterbitkan. Tim redaksi Mizan berembuk dan akhirnya membuat program KKPK sejak Desember 2003 untuk mewadahi anak Indonesia di bidang tulis-menulis. Pada mulanya program ini mendapat cibiran, bahkan dari kalangan internal Mizan. “Justru hambatan datang dari dalam sendiri, yang menganggap membuat divisi ini akan sia-sia, enggak bakal untung atau berprospek gemilang,” kata Ramadhan. Nyatanya, program ini sukses. Buku seri KKPK banyak diserap pasar dan rata-rata setiap judul dicetak sama dengan buku dewasa, minimal empat ribu eksemplar. Hingga kini sudah terbit 300 lebih judul karya 50 penulis lebih. “Kami mengakui, ini era kejayaan buku anak di Indonesia yang ditulis penulis anak-anak,” kata Ramadhan. Menurut Ramadhan, sebulan rata-rata penjualannya 500 sampai 1.000 eksemplar. “Untuk buku best seller, lebih dari seribu eksemplar yang terserap di pasar,” ujarnya. Sementara Mdh. Haikal, editor dari Mahda Books Indonesia, menilai KKPK sebagai masa kejayaan dan euforia tumbuhnya penulis anak di Indonesia. “KKPK hanya euforia. Ada kebanggaan karena penulisnya anak-anak. Secara pribadi, saya masih yakin anak-anak sekarang jarang baca dan lebih menyukai gadget atau komik,” kata dia. Ant/R-1

Page 26: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

http://hot.detik.com/read/2016/04/14/170019/3188145/1059/peran-ilustrator-bagi-buku-anak-yang-fun

Peran Ilustrator bagi Buku Anak yang Fun Iin Yumiyanti - detikhot Kamis, 14/04/2016 16:58 WIB

Foto: Iin Yumiyanti Jakarta - Buku anak semestinya didasarkan pada kaca mata anak-anak. Anak-anak sering mempunyai pertanyaan-pertanyaan yang bersifat filosofis. Namun jangan kemudian buku anak dikemas secara berat. Iwan Yuswandi, penulis buku dan ilustrator buku anak dari Penerbit Mizan, mengaku sering menulis buku anak karena terinspirasi pertanyaan-pertanyaan anak yang filosofis. “Dari kecil saya sudah mikir, Tuhan kan ada dengan sendirinya, kenapa ada sesuatu yang tidak diciptakan ada? Ini kan pertanyaan filosofis dan anak-anak akan terus mencari jawabannya,” kata Iwan kepada detikHOT di Bologna Children’s Book Fair, Bologna, Italia, Selasa (5/4/2016). Berdasarkan pengalaman masa kecilnya itu, Iwan menyadari anak-anak juga butuh filsafat. Maka Iwan tidak ragu menulis buku anak dengan memasukkan unsur-unsur filsafat. Misalnya ia menulis buku anak berjudul “Mecari Ujung Pelangi” yang didasarkan pada pemikiran filsafat bahwa mata tidak pernah benar. Buku ‘Mencari Ujung Pelangi’, ‘Gajah Bersin’ dan ‘Naik Awan’ karya Iwan ikut dipajang di stand Indonesia di Bologna Children’s Book Fair. Selain bukunya dipajang, Iwan juga tampil mendemonstrasikan kepiawaiannya membuat ilustrasi buku di pameran buku anak terbesar di dunia itu. ‘Mencari Ujung Pelangi’ bercerita tentang kelinci yang penasaran di mana ujung pelangi itu. Ia terus mencari-cari ujung pelangi itu namun tidak pernah bisa menemukannya. Baca juga: ‘Madagascar Live!’ Targetkan 24 Ribu Penonton “Gagasan itu merupakan kristalisasi pikiran saya bahwa mata itu tidak pernah benar, “ ujar Iwan kepada detikHOT. Meski didasarkan pada ide-ide filsafat, menulis buku anak tidak boleh bersifat menggurui. Cerita harus tetap sederhana dan tidak bertele-tele. Tentu saja pesan-pesan moral boleh diselipkan tapi teknik penyampaiannya tidak perlu tersurat.

Page 27: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

“Buku anak itu semestinya tetap lucu, fun. Kelemahan buku anak Indonesia adalah ada kesimpulan dan pesan moral yang ditulis besar-besar. Semestinya biarlah anak menangkap sendiri pesan moral itu tanpa ditulisi dengan kesimpulan ataupun moral titik dua yang banyak muncul di buku anak Indonesia,” jelas Iwan yang sudah 19 tahun menggeluti pembuatan buku anak itu. Iwan bekerja di Mizan sejak tahun 1997 dengan memulainya sebagai illustrator. Bapak dua anak ini kini sudah menulis lebih dari 50 judul buku anak. “Kalau bikin ilustrasi, saya lupa jumlahnya, banyaklah,” kata bapak dua anak kelahiran Bandung 9 Juni 1973 ini. Dari kecil, Iwan memang hobi menggambar dan menulis. Ia sering kena tegur guru sekolahnya karena asyik menggambar dan semua bukunya penuh gambar. Ia juga suka membuat komik dan memfotokopi komik tersebut untuk teman-teman sekolahnya. Di Mizan, Iwan bekerja sebagai penulis, art director, desainer, dan penangung jawab produk retail Pelangi, Mizan. (iy/mmu) http://x.detik.com/detail/metropop/20160414/Biar-Lapar-Asalkan-Tak-Dibayar-Murah/index.php

Biar Lapar Asalkan Tak Dibayar Murah Ilustrasi: Evi Shelvia Kamis, 14 April 2016 Lebih baik lapar daripada menerima bayaran yang terlalu rendah. Demikian prinsip ilustrator buku anak Evelyn Ghozali. Evelyn tak mau kerja kerasnya tidak dihargai secara pantas. Maka beberapa kali ia menolak tawaran membuat ilustrasi buku anak yang tidak memberinya honor yang layak. Evelyn yakin semua ilustrator profesional akan bersikap sama dengan dirinya. Sudah seharusnya ilustrasi dihargai tinggi. Sebab, dalam mengerjakan sebuah ilustrasi, Evelyn bekerja dengan serius dan mempertaruhkan namanya. Kami selalu bahas honor di grup. Tapi diusahakan (hal itu) tidak jadi pusat masalah terus.” “Bukan bermaksud sombong, tapi saya kerja serius. Kalau itu tidak bisa menghidupi dan menghargai kerja saya, ya buat apa saya terima?” kata Evelyn kepada detikX. Evelyn Ghozali Foto: Iin Yumiyanti/detikX

Evelyn tidak takut hidupnya akan susah karena menolak membuat ilustrasi berbayaran rendah. Sebab, selain menjadi ilustrator buku anak, ia bisa menjadi desainer grafis dan membuat ilustrasi untuk iklan. “Tapi tidak semua saya tolak. Bila prospeknya cerah dan tujuannya untuk sesuatu yang mulia, meski dibayar tidak tinggi, saya tetap mau mengerjakannya,” ujar ilustrator puluhan buku anak ini. Masalah honor memang selalu menjadi diskusi yang panas di Kelompok Ilustrator Buku Anak (Kelir). Ilustrator merasa mereka kurang dihargai, dan honor mereka pun kecil. Sudah menjadi rahasia umum di kalangan ilustrator, penerbit sering semena-mena membayar ilustrasi mereka. Bila ada yang menolak dibayar murah, penerbit akan mencari ilustrator lain. Dan anehnya, banyak ilustrator yang mau dibayar murah. “Kami selalu bahas honor di grup. Tapi diusahakan (hal itu) tidak jadi pusat masalah terus. Saya tetap mengusahakan, walaupun

Page 28: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

honor masih kecil, kita bisa buat masa depan lebih cerah dengan berkarya yang lebih baik,” kata Evelyn, yang menjadi pendiri Kelir. Selain menjadi wadah berdiskusi, Kelir menggelar workshop untuk meningkatkan kemampuan para ilustrator. Evi Shelvia, ilustrator buku anak Indonesia yang tinggal di Malaysia, mengungkapkan honor ilustrator buku anak Indonesia lebih murah dibanding di Malaysia. “Kalau di Malaysia, paling rendah itu per lembar 60 ringgit, di Indonesia bisa cuma sepertiganya,” kata Evi kepada detikX. Dengan honor ilustrator kecil, ilustrasi Indonesia bakal sulit berkembang. Banyak ilustrator yang menyiasatinya dengan membuat bank gambar, sehingga hasil tidak maksimal. Selain itu, tidak sedikit ilustrator yang lebih suka menggarap ilustrasi untuk buku asing dengan bayaran memadai daripada buku anak dalam negeri, yang bayarannya murah. “Bayar murah kok berharap bagus?” ujar Evi, yang mengerjakan buku anak penulis Amerika Serikat, Carole M. Amber. Evelyn ingin ada sistem yang adil untuk ilustrator buku anak. Sistem itu adalah sistem pemberian uang muka (down payment) sebelum proyek ilustrasi selesai dan dilanjutkan dengan pemberian royalti. “Kami kerja selalu mengeluarkan modal, baik itu kertas, tinta, komputer, perangkat hardware. Dan waktu. Waktu inilah yang paling banyak terpakai untuk ilustrator,” kata Evelyn. Renata Owen menyarankan para ilustrator tidak takut meminta honor yang layak. Ilustrator untuk buku anak yang ditulis Clara Ng, Dru dan Kisah Lima Kerajaan, itu mengaku mendapatkan bayaran yang layak dari buku tersebut. Royalti untuk buku itu dibagi tiga antara Clara, Renata, dan Shanty Harmayn.

“Menurut aku, kalau harga tidak sesuai, kita bisa negosiasi. Meski pemula, aku tidak takut memasang harga yang tinggi kalau memang karyaku berkualitas,” kata Renata. Dalam diskusi di Kelir juga banyak dikeluhkan honor yang tidak kunjung naik meski sudah menggarap proyek bertahun-tahun. Ada ilustrator yang sudah lima tahun bekerja pada penerbit yang sama tapi nilai honornya masih sama. Kondisi buruk lainnya, ilustrasi masih dianggap hanya sebagai pemanis buku. Nama ilustrator bahkan sering tidak dicantumkan pada buku yang memakai ilustrasinya. Penerbit-penerbit besar menyatakan sudah menghargai ilustrator buku anak. General Manager PT Gramedia Pustaka Utama Siti Gretiani mengatakan pihaknya menganggap ilustrator sama pentingnya dengan pengarang. Selama ini honor untuk ilustrator, jika menggunakan sistem royalti, sama dengan yang diterima pengarang. Tapi sebagian besar ilustrator memilih sistem honor

per halaman atau beli-putus. Mereka langsung mendapat honor di muka tanpa harus menunggu hasil penjualan buku yang dikerjakannya. “Banyak yang pilih dibeli-putus karena mungkin, ketika dihitung, akan lebih menguntungkan mereka mengingat penjualan buku anak lokal saat ini tidak terlalu besar dan cetakan pertama berkisar 3.000-5.000 buku,” kata Greti kepada detikX. Dengan sistem beli-putus, honor yang diterima ilustrator kurang-lebih sama dengan royalti cetakan pertama dan cetakan kedua.

Evi Shelvia Foto: dokumen pribadi

Page 29: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

Gramedia memiliki sekitar 30 ilustrator buku anak. Nama ilustrator juga selalu dicantumkan pada cover buku. “Honor, kalau dihitung per lembar, sekitar Rp 300 ribu sampai Rp 1 juta. Itu tergantung kualitas ilustrasi,” ujar Greti. Penerbit Mizan juga mengatakan sudah mengapresiasi para ilustrator buku anak yang bekerja sama dengan mereka. Menurut Koordinator Jual Beli Copyright Penerbit Mizan Yuliani Liputo, Mizan memiliki 12 ilustrator freelance. Mereka dibayar per proyek, satu gambar dibayar Rp 200-400 ribu. Semakin berpengalaman seorang ilustrator, honornya semakin tinggi. “Tergantung popularitas ilustratornya juga,” kata Yuli. Mengenai keluhan ilustrator bahwa mereka sering dianggap hanya pemanis buku, menurut Yuli, hal itu karena konsumen kurang menghargai buku yang lebih banyak gambar dan kurang teks. Sedangkan penerbit, yang menginginkan bukunya terjual, memilih mengikuti selera konsumen. Tapi, sedikit demi sedikit, saat ini penerbit mulai mengeluarkan buku yang lebih mengutamakan gambar. Di Mizan juga mulai ada lini Picture Book dengan

ilustrasi yang kuat. “Perlu edukasi konsumen dan produsen terus-menerus, untuk mengapresiasi ilustrasi,” kata Yuli. Reporter/Penulis: Iin Yumiyanti Desainer: Luthfy Syahban http://x.detik.com/detail/metropop/20160412/Kisah-Evi-Dipercaya-Penulis-Amerika/index.php

Kisah Evi Digaet Penulis Amerika ilustrasi buku “The Gift of the Lady Bug. dok. Facebook Evi Shelvia Kamis, 14 April 2016 Evi Shelvia menjadi ilustrator setelah terpaksa beristirahat total di rumah karena hamil. Tidak disangka, ia sukses menjadi ilustrator. Ia mengerjakan ilustrasi untuk penulis buku anak Amerika Serikat ternama, Carole M. Amber. Evi lulus dari Institut Teknologi Bandung pada awal1996. Setelah lulus, Evi menjadi dosen di sebuah universitas di

Bandung. Namun kemudian ia memutuskan menjadi ibu rumah tangga saja, yang tidak perlu kerja kantoran. Perempuan berjilbab ini mengaku sebenarnya tidak bisa membuat gambar lucu yang disukai anak-anak. Sesuai dengan program studi yang diambil, Evi membuat gambar tiga dimensi. Namun, ketika istirahat total di rumah karena hamil anak ketiga, ada penerbit Jakarta yang menawari Evi untuk jadi ilustrator buku. Saya gambar sambil gendong anak, sambil menyusui pun saya gambar karena diminta lima bulan harus selesai.” Sebenarnya Evi ragu, tapi ia mencobanya dan berhasil mendapatkan proyek untuk serial Rama yang diterbitkan Imaji Comic, Jakarta. “Saya gambar sambil gendong anak, sambil menyusui pun saya gambar karena diminta lima bulan harus selesai,” cerita Evi. Setelah menyelesaikan serial Rama, Evi berhenti menggambar karena melahirkan anak ketiga. Ia tidak berpikir akan serius menjadi ilustrator buku anak.

Renata Owen dan ilustrasi di buku Dru dan Kisah Lima Kerajaan yang dibuatnya. Foto: Iin Yumiyanti/detikX

Page 30: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

Pada 2009, Evi ikut suami pindah ke Malaysia karena sang suami mengajar di negeri jiran itu. Mempunyai bayi dan tidak bekerja, Evi lebih banyak tinggal di rumah. Dari sinilah Evi mulai banyak membaca buku anak, terutama membacakan buku untuk anak-anaknya. Membaca buku anak justru membuat Evi kesal. Banyak buku yang cerita dan ilustrasinya buruk. Ia lantas berpikir untuk melanjutkan pekerjaan sebagai ilustrator. Evi belajar dari nol. Ia mencari referensi buku bagus dan bergabung dengan komunitas Society Children’s Book Writer and Illustrators serta Kelir (Kelompok Ilustrator Buku Anak).

Setelah yakin mendapat bekal yang cukup, Evi pun mulai menawarkan diri membuat ilustrasi. Suatu ketika, saat berselancar di Internet, Evi membaca tawaran penulis buku anak Carole M. Amber yang sedang mencari ilustrator untuk bukunya, The Gift of the Lady Bug.

Buku itu berkisah tentang sepasang kuda yang memiliki anak berupa kepik. Sebagai kepik, si anak

berumur pendek, tidak bisa berumur sepanjang orang tuanya yang seekor kuda. Untuk kisah itu, Evi lantas menggambar sepasang kuda yang sedang turun bukit saat matahari terbenam. Di atas kepala kuda itu ada kepik yang sedang terbang. Jadi ini kerja sama lintas tiga negara, Carole di Amerika, saya tinggal di Malaysia, dan adik

saya di Indonesia.” Evi Shelvia “Carole berkata dia suka sekali dengan gambar saya. Dia bilang, ‘Saya tidak bisa tidur, tapi kamu terlambat,’” ujar Evi kepada detikX. Carole sudah memiliki ilustrator untuk menggarap buku anak tentang kisah nyata anaknya tersebut. Namun Carole merasa si ilustrator tidak bisa memahami cerita yang ditulisnya. Carole lantas memutuskan mengganti ilustratornya dengan Evi. Evi hanya diberi waktu tiga minggu untuk memberi gambar buat buku setebal 28 halaman itu. Evi sempat bimbang untuk menerima tawaran itu. Tapi, setelah sang suami meyakinkan semua bisa diatasi, bahwa anak-anak akan diurus sementara oleh sang suami yang sedang libur mengajar, Evi akhirnya setuju. “Dua minggu saya tidak tidur. Dua anak saya ngurus diri sendiri, sementara suami mengurus anak nomor tiga yang masih bayi. Begitulah kekuatan keluarga, saling membantu,” kisah ilustrator yang tetap menjadi warga negara Indonesia meski tinggal di Malaysia ini. Selain gambar, Evi butuh bantuan editing. Karena waktu yang sangat mepet, ia hanya bisa mengandalkan adiknya yang tinggal di Yogyakarta untuk kerja habis-habisan membantunya. “Jadi ini kerja sama lintas tiga negara, Carole di Amerika, saya tinggal di Malaysia, dan adik saya di Indonesia.”

Evi ikut menjadi peserta Bologna Children’s Book Fair. Foto: Iin Yumiyanti/detikX

Evi bersama penulis Amerika, Carole M. Amber Foto: dok. Facebook The Gift of The Lady Bug

Page 31: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

Setelah satu bulan digarap Evi, buku itu pun diterbitkan. Ia menjadi buku terlaris yang terjual di Amazon pada 2012. Evi dibayar US$ 1.200 untuk proyek tersebut.

Bagi Evi, kerja sama dengan Carole juga memberikan keuntungan publisitas. Sebab, penulis Amerika itu selalu mempromosikan bahwa ilustrasi buku itu dibuat oleh Evi Shelvia. “Dia selalu promote saya sehingga banyak yang kontak saya,” katanya.

Hingga kini, Evi sudah membuat ilustrasi untuk hampir 20 buku. Ia juga mendapatkan sejumlah penghargaan, antara lain dari Samsung pada 2015 dan penghargaan dari Malaysia.

Reporter/Penulis: Iin Yumiyanti Desainer: Luthfy Syahban

Evi memamerkan sebagian ilustrasi karyanya dalam Bologna Children’s Book Fair.

Foto: Iin Yumiyanti http://x.detik.com/detail/metropop/20160412/Menggambar-Taklukkan-Dunia/index.php

Renata Menggambar, Taklukkan Dunia Foto: Iin Yumiyanti/detikX Kamis, 14 April 2016 “Gambar ini bolehkah saya beli?” Renata Owen tergagap mendengar pertanyaan itu. Renata menggambar bunga dandelion dengan judul Things I Saw in Bologna saat demo menggambar ilustrasi di Bologna Children’s Book Fair, di Bologna, Italia. Setelah jadi, gambar itu dipamerkan di gerai Indonesia dalam pameran buku anak terbesar dunia itu. Tidak dinyana, ada yang berminat membeli gambar itu. Bingung menjawab, Renata lantas berkata, “Berapa Anda akan menghargai ilustrasi ini?” Sang peminat lantas mengulurkan uang 50 euro. Renata pun setuju. Si pembeli mengaku sebagai seorang penulis asal Swiss yang suka menulis buku soal peri-peri, dan ilustrasi Renata dinilai akan cocok untuk ceritanya. Saya tidak mau kerja kantoran. Saya suka gambar dan mantap akan jadi ilustrator.” Uang 50 euro mungkin bukan jumlah yang besar. Tapi ini adalah angka yang lumayan bagi seorang pemula seperti Renata. Di Italia, misalnya di Bologna dan Roma, banyak pelukis jalanan yang memasang harga 5-20 euro untuk gambarnya yang penuh warna. Renata menjadi rising star dalam dunia ilustrator Indonesia. Karyanya banyak dipakai brand ternama, antara lain Aqua dan Giordano. Pekan lalu, tiga ilustrasi Renata yang diambil dari buku Dru dan Kisah Lima Kerajaan menjadi hiasan utama gerai Indonesia di Bologna Children’s Book Fair. Renata sudah mantap ingin menjadi ilustrator sejak sekolah menengah atas. Menjadi tukang gambar akan menguntungkan karena ia akan banyak bekerja di rumah, sehingga bisa sambil menjaga nenek yang sudah membesarkannya. “Saya tidak mau kerja kantoran. Saya suka gambar dan mantap akan jadi ilustrator,” kata putri Heriyanto dan Linda Handayani ini.

Page 32: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

Renata Owen dan penulis asal Swiss yang membeli ilustrasi Renata Foto: dok. pribadi

Maka, lulus SMA, Renata melanjutkan kuliah di Jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Ciputra, Surabaya, Jawa Timur. Pilihan Renata ternyata tepat, ia sudah banyak mendapat order sebelum wisuda. Awalnya, Renata membuat ilustrasi untuk kaus khas Surabaya. Saat itu ia dibayar Rp 150 ribu per ilustrasi. Gadis kelahiran Surabaya, 10 Oktober 1991, ini makin eksis di dunia fashion setelah ilustrasinya dipakai Giordano. “Semakin tinggi brand semakin tinggi charge (harga). Standar di Indonesia, harga satu ilustrasi sekitar Rp 6-8 juta. Kalau sudah profesional, ada yang Rp 14 juta,” ujar Renata.

Bagi Renata, ilustrasinya di botol Aqua-lah yang sangat mengangkat namanya. Saat itu Renata masih kuliah di semester ketujuh ketika mendapat tawaran membuat ilustrasi pada botol air mineral tersebut. “Ini kerja profesional aku yang pertama,” ujar Renata. Launching Aqua dengan ilustrasi bertema “Temukan Indonesiamu” itu dilakukan besar-besaran dan dihadiri para artis. Renata mendapat bayaran puluhan juta rupiah untuk ilustrasi tersebut. Selain itu, namanya menjadi populer karena pada setiap kemasan Aqua dan billboard Aqua pada 2013 itu selalu dicantumkan nama Renata Owen sebagai ilustrator. Setelah proyek Aqua, Renata mendapat tantangan untuk membuat ilustrasi buku anak. Adalah produser film Shanty Harmayn yang kepincut pada skripsi Renata yang berjudul “The Nonsense Tails”, yang dipamerkan di ajang Popcon Asia, pameran budaya pop terbesar di Indonesia. Pada Agustus 2013 itu, Renata memajang ilustrasi botol Aqua karyanya dan skripsi tersebut. “The Nonsens Tails” merupakan buku ilustrasi yang dibuat Renata untuk puisi yang diambil dari cerita Alice in Wonderland. Shanty Harmayn, yang melihat skripsi Renata itu, tertarik dan langsung berminat untuk membeli hak ciptanya. Shanty lantas mengajak penulis buku anak Clara Ng untuk menulis ceritanya. Akhirnya terlahirlah buku anak Dru dan Kisah Lima Kerajaan. Dari buku itu, Renata mendapat bayaran yang tidak kalah dari honornya saat membuat ilustrasi untuk Aqua. Buku itu pulalah yang membuat Renata diundang ke Bologna, Italia, untuk unjuk kebolehan menggambar di Bologna Children’s Book Fair.

Renata di samping ilustrasi karyanya yang menghiasi gerai Indonesia di Bologna Children’s Book Fair. Foto: Iin Yumiyanti/detikX

Page 33: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

Buku Dru dan Kisah Lima Kerajaan diminati produser film Jepang untuk dibuatkan film animasi. Buku ini juga diminati sejumlah penerbit asing untuk diterjemahkan. Mulai dikenal sebagai ilustrator anak, Renata tidak mau lantas mengkhususkan diri menjadi ilustrator buku anak. Renata hanya ingin menjadi ilustrator, membuat ilustrasi untuk semua bidang. Sekarang Renata mempunyai target menembus industri fashion dunia. Ia optimistis, bila karya seniman Eko Nugroho bisa tembus brand ternama dunia, Renata pun yakin bisa melakukannya.

“Aku pingin ilustrasiku dipakai fashion house Eropa, Luis Vuitton, Hermes. Kayak Eko Nugroho,” ujarnya.

Renata pun yakin karier sebagai ilustrator bisa menjamin kehidupannya. Sebuah karya yang bagus akan dihargai mahal. Maka, meski masih pemula, Renata tidak takut menetapkan harga untuk karyanya. “Jangan sampai karya kita justru baru dihargai mahal setelah kita meninggal.”

Reporter/Penulis: Iin Yumiyanti Desainer: Luthfy Syahban

Renata membuat sketsa dengan pensil Foto: Iin Yumiyanti/detikX http://baltyra.com/2016/04/14/bologna-childrens-book-fair-2016-indonesia/

Bologna Children’s Book Fair 2016: INDONESIA” Artikel & Foto: Stefano Romano It ended the 53rd edition of the Bologna Children’s Book Fair, the largest fair in the world dedicated to children’s literature, from April 4 to 7, which was followed by the weekend dedicated to the school visits and young readers. With the title “Fuel the Imagination” this year the Fair hosted 1,200 exhibitors from over 70 countries, with Germany as the Guest Country, which – in collaboration with the Goethe Institut Italy – presented thirty of its best illustrators in the exhibition “Look!”. This year is also celebrating the fifty years of the “Illustrators Exhibition”, the 60th anniversary of fairytales by Italo Calvino, and the inauguration for the first time of the Bologna Digital Media (on April 4 to 6), a space dedicated to the digital world . The first day more than 1,200 visitors come.

Indonesia at Bologna Children’s Book Fair

Page 34: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

The Fair in fact does not know declines, indeed, the children’s publishing in 2015, according to AIE’s data (Italian Publishers Association) grew by + 7.9% with a turnover of 182 million Euros, with the sale of rights children’s book that covers more than a third of Italian publishing. And it’s really fundamental this cohesion of the different countries in one place, as mentioned by the President of BolognaFiere Federico Boni: “The comparison between the different cultures in the pavilions must be an essential moment for the formation of the children in their growth. The Fair is a multicultural community that is able to bring the value of diversity in the city, but especially of equality in diversity”. And who better than Indonesia carries out this message of equality in diversity, which is the motto of this nation that with its 250 million inhabitants and its 17,508 islands is the fourth largest country in the world, and whose book market is growing, especially the children’s book is the top publishing category, accounting for 22% of the market thanks to its 55 million students enrolled in primary and secondary school. Indonesia has come this year with the title “Return to the Island of Tales”, with a stand much bigger and stronger of the previous year which had debuted at the Fair under the title “17,000 Islands of Imagination”, also taking advantage of the great opportunity of being the Guest of Honour Country in the Frankfurt Book Fair in October 2015, with 30 publishers present, 2,000 titles and about 70 authors among which Eka Kurniawan, Laksmi Pamuntjak and Ayu Utami, all translated into Italian. Because this the graphic theme of the stand has repeated the same used in Frankfurt with a different color, idea appreciated by many visitors. Unlike many other countries, Indonesia has not pointed to a single strong publisher but as a collective gathered in the National Book Committee, as union of Indonesia and the Ministry of Culture and Education, in the stand with Mr. Fahturahman and Mr. Sunari from Bureau of Planning and International Cooperation of MoEC. It should be also mentioned the presence of the staff of the Embassy of Indonesia in Paris in the days of the Fair. This year Indonesia has led to Bologna 12 publishers in the catalogue, 200 titles and three illustrators. Of the National Book Committee were present Dessy Sekar A. Chamdi, Ridwan Amsal and Nataresmi, and also in a double stead of the Committee members and editors: Lucya Andam Dewi (Bumi Aksara), Laura Prinsloo (Kesaint Blanc), Sari Meutia and Yuliani Liputo (Mizan), Siti Gretiani (Gramedia Pustaka Utama), and Suhindrati A. Shinta as a simple editor for Noura Books. To follow the event also came from Indonesia the journalist Iin Yumiyanti for Detik.com. Singapore, Malaysia and Indonesia during the Happy Hour

Page 35: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

The illustrators were three: Evelyn Ghozalli was invited by the Italian Trade Agency office in Jakarta and also as Creative Director of an independent children’s book publishing called Litara Foundation. Born in Jakarta, Evelyn made his debut in 2005 in the world of children’s literature with the “The Adventure of Little Lily” series. She is also the founder of the Indonesian children’s book illustrator circle called KELIR, born in 2009, which has over 260 members and promoter of the SCBWI Indonesian section – Society of Children’s Book Writer and Illustrators, with assets of 20 members. Until today she has illustrated more than 50 children’s stories and won some important awards, but she is very critical about illustration in Indonesia, she is not afraid to say that for her the level is still not up, there is still much to do to be competitive. This is her second time at the Fair, after that in 2014 she was named to represent Indonesia in the first major exhibition of illustrators from around the world. In Bologna she really loved the Spanish illustrator Roger Olmos, published in Italy. Renata Owen is instead a young and talented artist in her debut with the illustrations for the book “Drue and the Tales of 5 Kingodm” of the famous writer Clara Ng. Her illustrations and drawings made during the days of the Fair mesmerized many visitors and industry insiders fascinated by her technique; her designs have also been used to illustrate the stand. And then there’s Iwan Yuswandi, born in Bandung in 1973 and graduated from the Graphic Design Department at Art College in Bandung in 1996. His career as an illustrator for children started and continues with Mizan Publishing. The three artists performed during the Happy Hour that the Indonesian stand held on April 6 with a great success and many appreciations. In the last day of the Fair the Indonesian delegation has also made a donation of children’s books for the Bibli-os Association working with the Pediatric Clinic Gozzadini, at the St. Orsola Hospital in the paediatric emergency department. “We are here to conquer more and more new market – says Yuliani Liputo of NBC – taking advantage, unlike of the previous year, of the happiest moment in Frankfurt: the first year has been for us the presentation, it was all still immature, but this year we should not lose this opportunity and we want to be recognized worldwide. But we know well that it’s not easy, the market is strong and very competitive, so we well know what are our strengths and our weaknesses, and be focus on tradition. Now the competition begins.” Also Laura Prinsloo confirmed the optimism: “The public’s responses are better than last year. Three titles were sold to Malaysia and Turkey and 16 others are in negotiation. The intentions for the coming year are to bring many more titles, 200 titles are not enough; and even more publishers, we have here 12 in the catalogue among the 1200 we have in Indonesia”. In short, the market in Indonesia is huge and must be made known in every way, because the comments of all the visitors who came into the stand were the same: great atmosphere and warm hospitality, good design a really well-made lights, but maybe they need to aim more on tradition than on imitation of Western styles. All illustrators, graphics, bookseller and simple visitors said the same thing be summarized as follows: “If I come in the Indonesia stand I think ‘When happen again to me to have in my hands an Indonesian book!’, so I want to see what I don’t know, their rich tradition that in Italy does not come, I want to learn about their world”.

Donation books to Bibli-os Association

Page 36: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

That’s why, along with the book “Alika – Rambut Panjang” of Dewi Rieska and illustrated by Fatimah Zahra, almost everyone has loved books more tradition-bound as “Legenda Pohon Beringin” of Murti Bunanta or “Ni Terong Kuning” of Putu Oka Sukanta and illustrated by I Ketut Nama. Because they talk about a world and culture completely unknown to Italians. But as members of the NBC and illustrators present explain, the artists of those books are already adults, while the younger Indonesian generation of illustrators are more fascinated by the Western imaginary or Asian manga.

Happy Hour So, summing up of this long experience, we can say that this is the challenge for the children’s publishing industry in Indonesia for next year and also one of the main issues to be addressed for its artists: how to make modern the tradition? Focus on those that are the contents and the cultural heritage of Indonesia’s long tradition and telling maintaining their originality, without copying European style, because it makes no sense to come to Europe with a Western style, Indonesia will never be competitive in this way. As well as the famous Malaysian artist Yusof Gajah said: “Satu Daerah Satu Cerita – One Country One Story”. Indonesia must be proud of its own tradition because this is what the reading public wants to know. It’s not a coincidence that Mr. Goenawan Mohamad, Chairman of the National Organizing Committe for Indonesia at the Frankfurt Book Fair says: “In the year 1030, Mpu Kanwa, the famous poet of the Kahuripan kingdom in what today is East Java, finished his magnum opus Arjunawiwaha and announced, “I build my temple of language on my writing board”. Needless to say, the outcome is an invaluable legacy. Thanks to writers of previous eras, Indonesian today find their intellectual and artistic resources in the writing and reading that have become part of their tradition”. See you next year! Now the competition begins.

Illustrators in action during the Happy Hour

Page 37: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

http://www.mizan.com/bologna-dan-buku-anak-anak/

BOLOGNA DAN BUKU ANAK-ANAK Diterbitkan 15 April 2016 Oleh: Ditta Editorial KOTA TUA DAN BUKU ANAK-ANAK Setelah hampir sembilan belas tahun saya bergelut di dunia buku anak-anak, baru kali ini saya mendapat kesempatan hadir dalam sebuah event akbar “BOLOGNA CHILDREN BOOK FAIR”, 4-7 April 2016. Event tersebut diselenggarakan di gedung Bologna Fiere Gate Piazza Costituzione, di sebuah kota kecil bernama Bologna, Italia. BOLOGNA, kota yang apik memelihara warisan bangunan di masa lampau. Gedung-gedung tua dengan susunan bata merah hampir bisa kita temukan di setiap sudut kota. Acara yang bertajuk “FUEL THE IMAGINATION” ini khusus untuk para penulis, ilustrator, desainer, dan pelaku bisnis penerbitan dari berbagai penjuru dunia. Di sana, mereka saling bertemu di sebuah gedung dengan kapasitas yang sangat besar. Setiap hari orang datang seperti halnya mengunjungi pasar malam; jual-beli copyright, diskusi, talk show, dan demo ilustrasi, selalu mewarnai pameran setiap hari. Terbayarlah sudah lelahnya perjalanan udara melintasi Samudra Atlantik. Lima belas jam duduk di kursi pesawat kelas ekonomi ditambah makanan yang tidak akrab di lidah, seperti sirna dengan menikmati karya-karya ilustrasi terbaik buku anak-anak dari berbagai negara. Sebuah kehormatan bagi para ilustrator karena hasil karya mereka sangat dihormati. Karya mereka terpampang di depan setelah masuk gedung, sebelum masuk ke stand-stand penerbitan yang tersebar di beberapa hall besar. Hari pertama, pengunjung berdesakan di area pameran. Saya hampir tidak bisa memotret karya-karya mereka dengan baik. Baru di hari kedua, saya bisa leluasa memotret karena berangkat lebih pagi dari hotel. Ilustrasi itu diseleksi secara ketat. Di sana, ada juga buku-buku pemenang BOLOGNA RAGAZZI AWARD yang sangat bergengsi. Saya diberangkatkan oleh perusahaan tempat saya bekerja, Pelangi Mizan. Tapi saya juga harus mewakili ilustrator Indonesia di standIndonesia. Setiap hari, saya demo menggambar selama dua jam. Dan di hari ketiga, saya ada demo bareng bersama dua teman saya, Renata Own dari Komite Indonesia, dan Evelyn Ghazali dari Litara.

Page 38: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

Sebetulnya, agak berat ketika salah satu media mengatakan bahwa saya mewakili ilustrator Indonesia. Mengapa? Karena ini bukan hanya persoalan ilustrasi buku anak semata, melainkan misi budaya. Sejauh mana kita bisa mengukur kemajuan literasi buku anak, terutama dalam sisi ilustrasi. Sejauh mana kita percaya diri menampilkan gaya visual kita yang berakar dari budaya visual lokal kita. Meski berkesenian tak bisa terhindar dari meniru, setidaknya kita punya identitas, inilah Indonesia. Sebab, inspirasi visual bangsa ini sungguh beragam, tersebar di penjuru Nusantara. Atau, mungkin saja ada gaya baru yang belum tereksplorasi. Saya merindukan ilustrasi buku anak Indonesia dikenal seperti halnya ketika kita mengenal manga dan kita akan spontan mengatakan, “Oooh, ini Jepang.” Mungkin, suatu hari orang bisa berkata spontan, “Oooh, ini Indonesia,” tanpa harus mengatakan, “Kami dari Indonesia.” Aamiin Baiklah, mungkin itu terlalu terkesan muluk-muluk. Tetapi, ketika saya melihat beberapa negara latin, kepercayaan saya terhadap kalimat “ciri negara maju itu ditandai dengan kemajuan literasi buku anak-anaknya” agak sedikit luntur. Negara latin mungkin tingkat ekonominya tidak terlalu jauh dari kita, tetapi mereka bisa tampil dengan ilustrasi buku anak-anak dengan sangat baik. Nah, kenapa tidak dengan Indonesia? Kita punya budaya visual yang tinggi dibandingkan dengan budaya teks. Seharusnya, kita lebih baik dalam mereduksi kekayaan visual ke dalam wadah yang namanya identitas. Tengoklah dari motif kain di penjuru Nusantara; relief di candi-candi, kita akan menemukan beragam visual sebagai inspirasi. Alam, tumbuhan, pakaian adat, motif, dan sebagainya adalah warisan visual kita. Kita juga punya budaya verbal yang tinggi, misalnya dongeng, sebagai inspirasi cerita. Kita tidak kurang suatu apa pun. Kekurangan kita hanya kepercayaan diri dan kesiapan dalam perencanaan, termasuk siapa ilustrator yang layak mewakili Indonesia yang dipilih oleh Komite Indonesia. Lalu, bagaimana format seleksinya. Saya tidak hendak menggurui, saya hanya ingin mengatakan ketika nanti ada ilustrator lain yang diberi kesempatan mewakili Indonesia di pameran berikutnya, mungkin harus lebih siap sebagai orang Indonesia. Saya belum bisa menutup tulisan ini sebelum mengatakan sekali lagi bahwa saya sama sekali tidak mewakili ilustrator terbaik di Indonesia. Saya hanya orang yang berkesempatan datang ke sana oleh perusahaan saya, Pelangi Mizan.

Page 39: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

Akan tetapi, percayalah saya orang yang tengah berusaha keras untuk belajar terus-menerus demi memajukan kualitas bacaan buku anak Indonesia. Buku saya; Naik Awan, Di Mana Ujung Pelangi, Mencari Telinga Bumi, dan Gajah Bersin adalah karya saya yang mungkin masih jauh dari bagus. Ilustrainya pun tidak semua saya gambar sendiri. Tetapi, saya telah berusaha sebaik mungkin untuk menjadikan buku saya buku anak Indonesia. Mudah-mudahan setelah pulang dari Bologna, saya bisa menyumbangkan sesuatu lagi dengan lebih baik untuk anak-anak Indonesia. Mudah-mudahan, saya juga diberi kesempatan lagi untuk datang ke sana dengan sebuah prestasi dunia. Tentunya, membawa nama Indonesia dengan lebih siap dan beridentitas. Tidak lupa juga, semoga nanti ada ilustrator-ilustrator terbaik Indonesia yang bisa mewakili Indonesia di pameran berikutnya. Mudah-mudahan bermanfaat. Iwan Yuswandi (Penulis dan Ilustrator Buku Anak) http://frontierenews.it/2016/04/libri-per-bambini-la-lezione-indonesiana/

Libri per bambini, la lezione indonesiana Attraverso le favole della tradizione e l’innesto di nuovi brillanti autori e illustratori, l’editoria indonesiana per l’infanzia sta vivendo un periodo di forte sviluppo. Attirando l’attenzione delle grandi case editrici internazionali 18 April 2016

Testo e foto di Stefano Romano

Si è conclusa la 53esima edizione della Bologna Children’s Book Fair, la più grande Fiera al mondo dedicata alla letteratura per l’infanzia, dal 4 al 7 aprile, a cui è seguito il fine settimana dedicato alle visite delle scolaresche e dei giovani lettori. Con il titolo “Fuel the Imagination” questo anno la fiera ha ospitato 1200 espositori provenienti da oltre 70 paesi, con la Germania come paese ospite, la quale – in collaborazione con il Goethe Institut Italia – ha presentato trenta tra i suoi migliori illustratori nella mostra “Look!”. Questo anno si festeggiavano inoltre i cinquanta anni della “Mostra degli illustratori”, il 60esimo anniversario delle fiabe di Italo Calvino, e l’inaugurazione del Bologna Digital Media (dal 4 al 6 aprile), uno spazio dedicato al mondo digitale. Il primo giorno hanno pertecipato più di 1200 persone. La fiera infatti non conosce flessioni, anzi, l’editoria per ragazzi nel 2015, secondo i dati dell’Associazione italiana

Page 40: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

editori è cresciuta del +7,9% con un fatturato di 182 milioni di euro (la vendita dei diritti dei libri per ragazzi che copre oltre un terzo dell’editoria italiana). Ed è fondamentale proprio questa coesione dei diversi paesi in un unico luogo, come ha ricordato il Presidente di BolognaFiere Federico Boni: “Il confronto tra le diverse culture nei padiglioni deve essere un momento essenziale per la formazione dei bambini nella loro crescita. La Fiera è una comunità multiculturale capace di portare nella città il valore della diversità, ma soprattutto della uguaglianza nella diversità”. E chi meglio dell’Indonesia porta avanti questo messaggio di uguaglianza nella diversità, che è il motto stesso di questa nazione che con i suoi 250 milioni di abitanti e le sue 17.508 isole è il quarto paese più grande al mondo, e il cui mercato editoriale è in continua crescita, specialmente il settore della letteratura per l’infanzia che è al top delle categorie di vendita, coprendo il 22% dell’intero mercato grazie anche ai suoi 55 milioni di studenti delle scuole primarie e secondarie. L’Indonesia si è presentata questo anno con il titolo “Return to the Island of Tales”, con uno stand molto più grande e forte dell’anno precedente dove aveva debuttato alla Fiera con il titolo “17.000 Islands of Imagination”, anche sfruttando la grande opportunità di essere stato il Guest of Honour Country della Fiera del Libro di Francoforte nell’ottobre del 2015, con ben 30 editori presenti, 2000 titoli e circa 70 autori tra cui ricordiamo Eka Kurniawan, Laksmi Pamuntjak e Ayu Utami, tutti tradotti in italiano. Non a caso il tema grafico dello stand ha riproposto lo stesso usato a Francoforte con un diverso colore, cosa apprezzata da quasi tutti i visitatori. A differenza di molti altri paesi, l’Indonesia non ha puntato su un singolo editore forte ma come collettivo riunito nel National Book Committee, come unione dell’Indonesia e del Ministero della Cultura e dell’Educazione, presente nello stand con Mr. Fahturahman e Mr. Sunari. Quest’anno l’Indonesia ha portato a Bologna 12 editori in catalogo, circa 200 titoli e tre illustratori. Del National Book Committee erano presenti Dessy Sekar A. Chamdi, Ridwan Amsal e Nataresmi, e inoltre in doppia vece di membri del Comitato ed editori: Lucya Andam Dewi (Bumi Aksara), Laura Prinsloo (Kesaint Blank), Sari Meutia e Yuliani Liputo (Mizan), Siti Gretiani (Gramedia Pustaka Utama), e Suhindrati A. Shinta come semplice editore per Noura Books. A seguire l’evento è arrivata dall’Indonesia anche una giornalista di Detik.com Iin Yumiyanti. Gli illustratori erano tre: Evelyn Ghozalli è stata invitata dall’Italian Trade Agency office di Jakarta e come Direttrice Creativa dell’Agenzia indipendente di libri per l’Infanzia Litara Foundation. Nata a Jakarta, Evelyn esordisce nel 2005 nel mondo della letteratura per l’infanzia con la serie “The Adventure of Little Lily”. È anche la fondatrice del Circolo di illustratori indonesiani per l’infanzia chiamato KELIR, nato nel 2009, che conta oltre 260 iscritti e promotrice della sezione indonesiana della SCBWI – Society of Children’s Book Writer and Illustrators con all’attivo 20 membri. A oggi ha illustrato più di 50 storie per ragazzi e vinto alcuni importanti premi, ma è molto critica nei confronti dell’illustrazione in Indonesia, non ha timore a dire che per lei il livello è ancora non all’altezza, c’è molto da fare per essere competitivi. Questa è la sua seconda volta alla Fiera, dopo che nel 2014 è stata chiamata a rappresentare l’Indonesia nella prima grande esibizione di illustratori di tutto il mondo. A Bologna ha amato molto l’autore spagnolo Roger Olmos, pubblicato in Italia.

Page 41: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

Renata Owen è invece una giovanissima e talentuosa artista al suo esordio con le illustrazioni per il libro “Drue and the Tales of 5 Kingodm” della famosa scrittrice Clara Ng. Le sua illustrazioni e i disegni realizzati durante i giorni della Fiera hanno ipnotizzato moltissimi visitatori e addetti del settore affascinati dalla sua tecnica; i suoi disegni sono stati usati anche per illustrare lo stand. E poi c’è Iwan Yuswandi, nato a Bandung nel 1973 e laureato alla Graphic Design Department all’Art College di Bandung nel 1996. La sua carriera come illustratore per l’infanzia è nata e prosegue con Mizan Publishing. I tre artisti si sono esibiti durante l’Happy Hour che lo stand indonesiano ha tenuto il 6 aprile con un grande successo di pubblico e molti apprezzamenti. A conclusione dei giorni di Fiera lo stand indonesiano ha anche fatto una donazione di libri per l’infanzia all’Associazione Bibli-os che collabora con la Clinica Pediatrica Gozzadini, presso l’Ospedale Sant’Orsola nel Reparto d’urgenza pediatrica. “Noi siamo qui per conquistare sempre di più nuovo mercato – dice Yuliani Liputo del NBC – sfruttando, a differenza dell’anno precedente, il felice momento di Francoforte: il primo anno è stato per noi di presentazione, era tutto ancora acerbo, ma questo anno non dobbiamo perdere l’occasione e vogliamo essere riconosciuti a livello mondiale. Ma lo sappiamo bene che non è facile, il mercato è forte e molto competitivo, perciò dobbiamo conoscere bene quali sono le nostre forze e le nostre debolezze, e puntare sulla tradizione. Ora la competizione inizia.” Anche Laura Prinsloo conferma l’ottimismo: “Le risposte del pubblico sono migliori dello scorso anno. Tre titoli sono stati acquistati dalla Malesia e dalla Turchia e altri 16 sono in contrattazione. I propositi per l’anno prossimo sono quelli di portare molti più titoli, 200 titoli non sono sufficienti; e anche più editori, noi ne abbiamo 12 in catalogo su 1200 che ci sono in Indonesia.” Insomma, il mercato in Indonesia è enorme e va fatto conoscere in ogni modo, anche perché i commenti di tutti i visitatori che entravano nello stand erano gli stessi: bellissima atmosfera e calda accoglienza, design a luci veramente ben fatti, ma forse bisogna puntare di più sulla tradizione che non su imitazioni di stili occidentali. Sia gli illustratori, i grafici, le libraie e i semplici visitatori dicevano la stessa cosa così riassumibile: “se io entro nello stand dell’Indonesia penso ‘Quando mi ricapita di avere tra le mani un libro indonesiano!’, perciò io voglio vedere ciò che non conosco, la loro ricca tradizione che in Italia non arriva, voglio conoscere il loro mondo”. Ecco perché, insieme al libro “Alika – Rambut Panjang” di Dewi Rieska e illustrato da Fatimah Zahra , quasi tutti hanno amato i libri più legati alla tradizione come “Legenda Pohon Beringin” di Murti Bunanta o “Ni Terong Kuning” di Putu Oka Sukanta illustrato da I Ketut Nama. Perché parla di mondi e culture completamente sconosciuti agli italiani. Ma come spiegano i membri del NBC e gli illustratori presenti, gli artisti di quei testi sono già adulti, molto grandi, mentre le nuove generazioni di illustratori sono più affascinati dall’immaginario visivo occidentale o asiatico di stampo manga. Dunque, tirando le somme di questa lunga esperienza, possiamo dire che questa è la sfida per l’editoria per l’infanzia in Indonesia per il prossimo anno e anche uno dei temi principali da affrontare per i suoi artisti: come rendere moderna la tradizione? Puntare su quelli che sono i contenuti e il patrimonio culturale di lunga tradizione dell’Indonesia e raccontarlo mantenendo la propria originalità, senza copiare lo stile europeo, perché non ha senso venire in Europa con uno stile occidentale, non si potrà mai essere competitivi in questo modo.

Page 42: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

Come ha detto anche il famoso artista malesiano Yusof Gajah “Satu Daerah Satu Cerita – Un Paese Una Storia”. Bisogna essere orgogliosi della propria tradizione perché è questo ciò che il pubblico di lettori vuole conoscere. Non a caso Mr. Goenawan Mohamad, Presidente del National Organizing Committe for Indonesia alla Fiera del Libro di Francoforte dice: “Nell’anno 1030, Mpu Kanwa, il famoso poeta del regno Kahuripan in qulla che è oggi Giava Occidentale, finito la sua Opera magna Arjunawiwaha annunciò: ‘Ho costruito il mio tempio del linguaggio sulla mia tavola di scrittura’. Inutile dire che il risultato è un patrimonio inestimabile. Grazie agli scrittori di epoche precedenti, oggi gli indonesiani trovano le loro risorse intellettuali e artistiche nella scrittura e la lettura che sono diventate parte della loro tradizione”. Appuntamento all’anno prossimo. Ora la competizione inizia. http://baltyra.com/2016/04/21/interview-with-juergen-boos-president-of-the-frankfurt-buchmesse/

Interview with Juergen Boos, President of the Frankfurt Buchmesse Interview and Photo: Stefano Romano The Frankfurt Book Fair (FBF) (Frankfurter Buchmesse) is the world’s largest trade fair for books, based on the number of publishing companies represented, and the second largest trade fair for books based on the number of visitors after Turin International Book Fair. The 2015 Book Fair was on 14-18 October 2015 and it saw an increase in attendance of some 2.3 per cent over 2014, boasting a total of 275,791 visitors. The number of accredited journalists and bloggers also rose from 9,300 in 2014 to 9,900 in 2015. In terms of events, with over 4,000 in 2015, the fair also made gains compared to previous years. The Guest of Honour Country was Indonesia while Germany was the Guest of Honour Country in the Bologna Children’s Book Fair just ended, eith the exhibition Look! We talk about this with Juergen Boos, President oft he Frankfurt Book Fair. 1. Many people ask why the biggest children’s book fair is located in Bologna. What is your opinion? And what is the significance of coming here, for a country? There are always historical reasons why a trade fair develops the way it does. When the Bologna Children’s Book Fair was founded, Frankfurt was already well established as an international book fair for the trade in rights and licences. In Bologna, they decided to specialise, and they chose children’s books. So it was a conscious division of the market. It’s clear that a community such as that within the children’s book scene needs to have a meeting point and a market place. No country’s book market exists in isolation, so if it wants to play a role in the international

Page 43: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

licensing business, a country must have a presence at the trade fairs. And not just once a year. In October you’ll meet a lot of these publishers and visitors again in Frankfurt. The thing that distinguishes Bologna above all else is the amount of space they give there to illustration and to illustrators. The literary editors and publishers who go there devote hours to viewing the portfolios, but they have other objectives in mind when they travel to Frankfurt. 2. This year Germany was the Guest of Honour. Do you feel this was a big honour? If so, why? Of course it was a great honour – and also a great challenge. An invitation of that kind always goes hand-in-hand with certain expectations. By issuing the invitation they show that they trust the Guest of Honour to add new highlights and bring an extra dynamic – to be a real enrichment for the book fair as a whole, and for the city of Bologna. I feel that we succeeded very well in showing the world how creative and varied the German illustrators are. And how professional they are, too. When I say “we”, I mean the organisers (the Frankfurt Book Fair and the Goethe-Institut Italy), all the illustrators involved, those who designed and curated the exhibition, and others besides. 3. Is children’s literature in German really vital, and is it improving? Yes. The visitors to our Guest of Honour exhibition and the professional events could see that for themselves. In economic terms, the share of the general publishing market enjoyed by children’s and young adult books in Germany has been increasing gradually in recent years, amounting to 17.5% in 2015. That makes it the second-biggest segment after fiction. In 2014, 8,142 new titles were published in the segment, accounting for 11% of the publishers’ overall production. In terms of the licensing trade, children’s and young adult books are the top of the list. Of the 6,443 licenses sold in 2014, 2,362 were for children’s and young adult books. 4. What were Germany’s expectations this year in Bologna? Besides being a great honour and challenge, a Guest of Honour appearance of this kind is also an enormous opportunity for the country in question. Our main priority was to showcase the full spectrum of the contemporary German illustration scene – with the aim of introducing the new generation of aspiring artists to the international publishing world. I’m convinced we achieved that. Naturally, we also hope to have invigorated the licensing and translation businesses on behalf of the German publishers. Here, the results will emerge in the medium-term.

http://addictedarea.blogspot.co.id/2016/03/indonesia-akan-ikuti-festival-buku-anak.html#

Indonesia Akan Ikuti Festival Buku Anak di Italia Setelah menjadi tamu kehormatan di Frankfurt Book Festival yang digelar di Jerman tahun 2015 lalu. Pada tahun ini Indonesia akan kembali berpastisipasi di Bologna Children’s Book Fair 2016 di Italia pada 4-6 April 2016 mendatang. Festival buku ini diperuntukan untuk anak-anak yang sudah dilaksanakan selama 50 tahun. Bologna Children’s Book Fair akan mempertemukan berbagai macam profesi di dunia buku anak-anak mulai dari illustrator, desainer grafis, penerbit, penulis, penerjemah, pengajar dan pengelola perpustakaan. Untuk tahun ini Jerman menjadi tamu kehormatan Bologna Children’s Book Fair, Jerman sendiri sudah terlibat

dalam festival ini selama 40 tahun. “LOOK!” menjadi tema yang ditawarkan yang akan melibatkan sekitar 30

Page 44: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

illustator diantaranya yang sudah mendapatkan penghargaan seperti Jutta Bauer, Anke Kuhl, Philip Waechter, dan Henning Wagenbreth. Informasi lengkap mengenai festival ini bisa dilihat lewat websitenya http://www. bookfair.bolognafiere.it/en/home/878.html dengan terlibatnya dalam festival ini, semoga dunia buku anak-anak Indonesia bisa mendapatkan tempat di dunia internasional dan membawa pengaruh positif baru majunya dunia buku anak di dalam negeri. http://www.artapartofculture.net/2016/04/29/bologna-childrens-book-fair-2016-e-sguardo-sullindonesia/

Bologna Children’s Book Fair 2016 e sguardo sull’Indonesia 29 aprile 2016 Fuel the Imagination è il titolo che ha contraddistinto quest’anno la 53° edizione della Bologna Children’s Book Fair, la più grande Fiera al mondo dedicata alla letteratura per l’infanzia. Chiusa da qualche settimana, è questa l’occasione per analizzarla a mente fredda, individuando subito che il calo che ha caratterizzato altre kermesse fieristiche non c’è stato, anzi: 1200 espositori provenienti da oltre 70 paesi, con la Germania come Paese Ospite, la quale – in collaborazione con il Goethe Institut Italia – ha presentato trenta tra i suoi migliori illustratori nella mostra Look!. Si sono inoltre festeggiati i cinquanta anni della Mostra degli illustratori” il 60° anniversario delle fiabe di Italo Calvino, e l’inaugurazione per la prima volta del Bologna Digital Media, uno spazio dedicato al mondo digitale. Il primo giorno si erano contati più di 1200 visitatori. La Fiera, infatti, come premesso, non conosce flessioni, anzi: l’editoria per ragazzi nel 2015, secondo i dati dell’AIE (Associazione Italiana Editori), è cresciuta del +7,9% con un fatturato di 182 milioni di euro, con la vendita dei diritti dei libri per ragazzi che copre oltre un terzo dell’editoria italiana. Ed è fondamentale proprio questa coesione dei diversi paesi in un unico luogo, come ha ricordato il Presidente di BolognaFiere Federico Boni: “Il confronto tra le diverse culture nei padiglioni deve essere un momento essenziale per la formazione dei bambini nella loro crescita. La Fiera è una comunità multiculturale capace di portare nella città il valore della diversità, ma soprattutto della uguaglianza nella diversità”. E è l’Indonesia a portare avanti questo messaggio di uguaglianza nella diversità, che è il motto stesso di questa nazione che con i suoi 250 milioni di abitanti e le sue 17.508 isole è il quarto paese più grande al mondo e il cui mercato editoriale è in continua crescita: specialmente il settore della letteratura per l’infanzia, che è al top delle categorie di vendita, coprendo il 22% dell’intero mercato grazie anche ai suoi 55 milioni di studenti delle scuole primarie e secondarie. L’Indonesia si è presentata in questo 2016 con il titolo Return to the Island of Tales, con uno spazio espositivo molto più grande e forte dell’anno precedente – dove aveva debuttato alla Fiera con il titolo 17.000 Islands of Imagination – anche sfruttando la grande opportunità di essere stato il Guest of Honour Country della Fiera del Libro di Francoforte nell’ottobre del 2015, con ben 30 editori presenti, 2000 titoli e circa 70 autori tra cui ricordiamo Eka Kurniawan, Laksmi Pamuntjak e Ayu Utami, tutti tradotti in italiano. Non a caso, il tema grafico dello stand ha riproposto quello stesso usato a Francoforte, seppur con un diverso colore, cosa apprezzata da quasi tutti i visitatori. A differenza di molti altri paesi, non ha puntato su un singolo editore forte ma come collettivo riunito nel National Book Committee, come unione dell’Indonesia e del Ministero della Cultura e dell’Educazione, presente nello stand con Mr. Fahturahman e Mr. Sunari. Va menzionata anche la presenza di parte dello staff dell’Ambasciata Indonesiana di Parigi nei giorni della Fiera. Dunque l’Indonesia ha portato a Bologna 12 editori in catalogo, circa 200 titoli e tre illustratori. Del National Book Committee erano presenti Dessy Sekar A. Chamdi, Ridwan Amsal e Nataresmi, e inoltre in doppia vece di membri del Comitato ed editori: Lucya Andam Dewi (Bumi Aksara), Laura Prinsloo (Kesaint Blank), Sari Meutia e Yuliani Liputo (Mizan), Siti Gretiani (Gramedia Pustaka Utama), e Suhindrati A. Shinta come semplice editore per Noura Books. A seguire l’evento è arrivata dall’Indonesia anche una giornalista di Detik.com Iin Yumiyanti. Gli illustratori erano tre: Evelyn Ghozalli è stata invitata dall’Italian Trade Agency office di Jakarta e come Direttrice Creativa dell’Agenzia

indipendente di libri per l’Infanzia Litara Foundation. Nata a Jakarta, Evelyn esordisce nel 2005 nel mondo

Page 45: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

della letteratura per l’infanzia con la serie The Adventure of Little Lily. È anche la fondatrice del Circolo di illustratori indonesiani per l’infanzia chiamato KELIR, nato nel 2009, che conta oltre 260 iscritti e promotrice della sezione indonesiana della SCBWI – Society of Children’s Book Writer and Illustrators con all’attivo 20 membri. A oggi ha illustrato più di 50 storie per ragazzi e vinto alcuni importanti premi, ma è molto critica nei confronti dell’illustrazione in Indonesia, non ha timore a dire che per lei il livello è ancora non all’altezza, c’è molto da fare per essere competitivi. Questa è la sua seconda volta alla Fiera, dopo che nel 2014 è stata chiamata a rappresentare l’Indonesia nella prima grande esibizione di illustratori di tutto il mondo. A Bologna ha amato molto l’autore spagnolo Roger Olmos, pubblicato in Italia. Renata Owen è invece una giovanissima e talentuosa artista al suo esordio con le illustrazioni per il libro Drue and the Tales of 5 Kingodm della famosa scrittrice Clara Ng. Le sua illustrazioni e i disegni realizzati durante i giorni della Fiera hanno ipnotizzato moltissimi visitatori e addetti del settore affascinati dalla sua tecnica; i suoi disegni sono stati usati anche per illustrare lo stand. E poi c’è Iwan Yuswandi, nato a Bandung nel 1973 e laureato alla Graphic Design Department all’Art College di Bandung nel 1996. La sua carriera come illustratore per l’infanzia è nata e prosegue con Mizan Publishing. I tre artisti si sono esibiti durante l’Happy Hour che lo stand indonesiano ha tenuto il 6 aprile con un grande successo di pubblico e molti apprezzamenti. A conclusione dei giorni di Fiera lo stand indonesiano ha anche fatto una donazione di libri per l’infanzia all’Associazione Bibli-os che collabora con la Clinica Pediatrica Gozzadini, presso l’Ospedale Sant’Orsola nel Reparto d’urgenza pediatrica Ci dice Yuliani Liputo del NBC: “Noi siamo qui per conquistare sempre di più nuovo mercato sfruttando, a differenza dell’anno precedente, il felice momento di Francoforte: il primo anno è stato per noi di presentazione, era tutto ancora acerbo, ma questo anno non dobbiamo perdere l’occasione e vogliamo essere riconosciuti a livello mondiale. Ma lo sappiamo bene che non è facile, il mercato è forte e molto competitivo, perciò dobbiamo conoscere bene quali sono le nostre forze e le nostre debolezze, e puntare sulla tradizione. Ora la competizione inizia.” Anche Laura Prinsloo conferma l’ottimismo: “Le risposte del pubblico sono migliori dello scorso anno. Tre titoli sono stati acquistati dalla Malesia e dalla Turchia e altri 16 sono in contrattazione. I propositi per l’anno prossimo sono quelli di portare molti più titoli, 200 titoli non sono sufficienti; e anche più editori, noi ne abbiamo 12 in catalogo su 1200 che ci sono in Indonesia.” Insomma, il mercato in Indonesia è enorme e va fatto conoscere in ogni modo, anche perché i commenti di tutti i visitatori che entravano nello stand erano gli stessi: bellissima atmosfera e calda accoglienza, design a luci veramente ben fatti, ma forse bisogna puntare di più sulla tradizione che non su imitazioni di stili occidentali. Sia gli illustratori, i grafici, le libraie e i semplici visitatori dicevano la stessa cosa così riassumibile: “se io entro nello stand dell’Indonesia penso Quando mi ricapita di avere tra le mani un libro indonesiano!’ perciò io voglio vedere ciò che non conosco, la loro ricca tradizione che in Italia non arriva, voglio conoscere il loro mondo”.Ecco perché, insieme al libro Alika – Rambut Panjang di Dewi Rieska e illustrato da Fatimah Zahra, quasi tutti hanno amato i libri più legati alla tradizione come Legenda Pohon Beringin diMurti Bunanta o Ni Terong Kuning di Putu Oka Sukanta illustrato da I Ketut Nama. Perché parla di mondi e culture completamente sconosciuti agli italiani. Ma come spiegano i membri del NBC e gli illustratori presenti, gli artisti di quei testi sono già adulti, molto grandi, mentre le nuove generazioni di illustratori sono più affascinati dall’immaginario visivo occidentale o asiatico di stampo manga. Dunque, tirando le somme di questa lunga esperienza, possiamo dire che questa è la sfida per l’editoria per l’infanzia in Indonesia per il prossimo anno e anche uno dei temi principali da affrontare per i suoi artisti: come rendere moderna la tradizione? Puntare su quelli che sono i contenuti e il patrimonio culturale di lunga tradizione dell’Indonesia e raccontarlo mantenendo la propria originalità, senza copiare lo stile europeo, perché non ha senso venire in Europa con uno stile occidentale, non si potrà mai essere competitivi in questo modo. Come ha detto anche il famoso artista malesiano Yusof Gajah “Satu Daerah Satu Cerita”(Un Paese una Storia). Bisogna essere orgogliosi della propria tradizione perché è questo ciò che il pubblico di lettori vuole conoscere. Non a caso Mr. Goenawan Mohamad, Presidente del National Organizing Committe for Indonesia alla Fiera del Libro di Francoforte dice:

Page 46: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional

“Nell’anno 1030, Mpu Kanwa, il famoso poeta del regno Kahuripan in qulla che è oggi Giava Occidentale, finito la sua Opera magna Arjunawiwaha annunciò: Ho costruito il mio tempio del linguaggio sulla mia tavola di scrittura. Inutile dire che il risultato è un patrimonio inestimabile. Grazie agli scrittori di epoche precedenti, oggi gli indonesiani trovano le loro risorse intellettuali e artistiche nella scrittura e la lettura che sono diventate parte della loro tradizione”. Appuntamento all’anno prossimo.

Page 47: Laporan dari Italia Indonesia Pikat Bologna dengan Folkloreislandsofimagination.id/web/sites/default/files/LIPUTAN MEDIA... · folklore Indonesia," kata Ketua Komite Buku Nasional