Laporan Dinkes TB PKM Makrayu

download Laporan Dinkes TB PKM Makrayu

of 39

description

Laporan Dinkes TB PKM Makrayu

Transcript of Laporan Dinkes TB PKM Makrayu

BAB I

Laporan Dinkes

PENCAPAIAN PROGRAM PENEMUAN PASIEN DIARE DI PUSKESMAS 1 ULU PALEMBANG PADA TAHUN 2014

Disusun oleh:

Ferdi Stefiyan, SKedDewi Putri Lenggo Geni, SKedBAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PALEMBANG

2014

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Puskesmas Makrayu dengan judul:

Pencapaian Program Penemuan pasien Diare di Puskesmas 1 Ulu pada Tahun 2014Disusun oleh:Ferdi Stefiyan, SKedDewi Putri Lenggo Geni, SKedTelah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik IKM/IKK periode 8 September-17 November 2014Palembang, Oktober 2014Kepala Puskesmas 1 UluDr.Huri Dwi PanjaitanKATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Puskesmas Makrayu tepat pada waktunya.

Kami menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan dalam penyusunan laporan, baik dari isi maupun penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan tugas-tugas yang akan datang.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan dan bimbingan yang telah kami dapatkan sehingga laporan ini

Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca baik mahasiswa FK UNSRI maupun staf dan karyawan Puskesmas 1 Ulu.

Palembang , Oktober 2014 Penulis

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangTuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis, ditandai dengan pembentukan granuloma dan adanya reaksi hipersensitivitas tipe lambat. TB paru adalah salah satu dari penyakit infeksi menular yang menjadi masalah utama. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberkulosis.1 Menurut laporan WHO tahun 2009 Global Tuberculosis Control, pada tahun 2007 diperkirakan ada terdapat 9,27 juta kasus baru TB di dunia. Angka ini meningkat dari angka kasus TB pada tahun 2006 yang diperkirakan berjumlah 9,24 juta kasus.2 Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-5 terbanyak di dunia setelah India, Cina, Nigeria dan Afrika Selatan.1,2 Hasil survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 bahwa prevalensi TB BTA positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara regional di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah. Pulau Sumatera masuk dalam wilayah 1 dengan prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk.3Penanggulangan penyakit TB telah direkomendasi oleh World Health Organization (WHO) untuk menerapkan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) yang terbukti berhasil di banyak negara. Penanggulangan tuberkulosis dengan strategi DOTS yang dilaksanakan secara nasional di seluruh Upaya Pelayanan Kesehatan (UPK) terutama puskesmas dengan diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Angka penemuan pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate) di Provinsi Sumatera Selatan dari tahun 2000 s/d 2008 berfluktuatif. Pada tahun 2009 per kabupaten / kota terjadi penurunan CDR TB paru BTA+ diprovinsi Sumatera Selatan dari 46,57% menjadi 44,62%, dan CDR TB paru BTA+ belum mencapai target (70%). Hal ini disebabkan karena belum semua RS dan DPS melaksanakan strategi DOTS, penjaringan suspek di sebagian kabupaten / kota masih ketat, dan mutasi petugas masih tinggi. Angka kesembuhan (Cure Rate = CR) merupakan angka pasien baru TB BTA positif yang sembuh setelah masa pengobatan. CR TBC Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008 yaitu sebesar 87,15% dengan target SPM > 85%. Tetapi, kota Palembang sendiri sebagai ibukota provini berada pada range CR terendah, yaitu dibawah 50%, sementara target capaiannya SPM > 70%. Dari seluruh puskesmas yang ada di Kota Palembang, Puskesmas Boom Baru memiliki angka CDR yang paling tinggi.Risiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI). ARTI sebesar satu persen diperkirakan terjadi diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 infeksi TB dan 10% di antaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 di antaranya adalah pasien BTA positif.1 Risiko untuk menjadi sakit paling tinggi pada usia dibawah tiga tahun dan paling rendah pada usia akhir kanak-kanak.Puskesmas memegang peranan penting sebagai unit pelayanan kesehatan terdepan dalam upaya pemberantasan penyakit menular yang salah satunya adalah penanganan penyakit tuberkulosis. Pada tahun 2010 dan 2011, program pengobatan TB paru ini sudah mencapai target, yakni lebih dari 85%. Namun, ada penurunan persentase dari pencapaian 100% menjadi 91,7%. Sedangkan, pada tahun 2013, target pengobatan ini tidak tercapai. Dengan meningkatnya kejadian penyakit TB paru dan belum tercapainya target pencapaian pada program penanganan TB paru di Puskesmas Makrayu Palembang pada tahun 2013, maka penulis tertarik untuk menganalisis program permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan program pengobatan TB paru di Puskesmas Makrayu Palembang pada tahun 2013. Sebagai dokter yang kelak bertugas di puskesmas, maka sangat penting untuk terjun secara langsung dan terlibat dalam kegiatan puskesmas. Dalam kegiatan kepaniteraan klinik ilmu kesehatan masyarakat, kami mendapat kesempatan untuk menimba ilmu di Puskesmas Makrayu yang akan menjadi bekal penulis ketika bertugas di Puskesmas kelak.1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pencapaian target penemuan kasus TB paru di Puskesmas Makrayu Palembang tahun 2013?2. Apa saja yang menjadi masalah dalam mencapai target program penemuan kasus TB paru di Puskesmas Makrayu Palembang tahun 2013?

3. Bagaimana alternatif penyelesaian masalah dalam mencapai target program penemuan kasus TB paru di Puskesmas Makrayu Palembang tahun 2013?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan UmumMengetahui pencapaian target program penemuan kasus TB paru di Puskesmas Makrayu Palembang tahun 2013.1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui pencapaian target program penemuan kasus TB paru di Puskesmas Makrayu Palembang tahun 2013.

2. Merumuskan masalah dalam mencapai target program penemuan kasus TB paru di Puskesmas Makrayu Palembang tahun 2013.

3. Menganalisis alternatif penyelesaian masalah dalam mencapai target program penemuan kasus TB paru di Puskesmas Makrayu Palembang tahun 2013.1.4. Manfaat

1.4.1. Manfaat bagi mahasiswa

Bagi mahasiswa sebagai sarana pembelajaran mengenai cara melakukan evaluasi program puskesmas. Selain itu melatih kemampuan dalam menilai suatu pelaksanaan program, menambah kemampuan dan kecermatan dalam mengindentifikasi, menganalisis dan menetapkan prioritas permasalahan, serta mencari alternatif penyelesaian dari suatu masalah dan memutuskan penyelesaiannya.1.4.2. Manfaat bagi Puskesmas

Sebagai suatu bahan evaluasi program pengobatan kasus TB paru oleh puskesmas dan kader yang telah berlangsung, sehingga dapat mengefektifkan dan memberi alternatif penyelesaian masalah pelaksanaan program dan juga dapat memandu dalam meningkatkan pencapaian program. 1.4.3. Manfaat bagi Universitas

Merealisasikan perguruan tinggi dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.DefinisiTuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah ditandai dengan pembentukan granuloma dan adanya reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Di Indonesia, penyakit ini merupakan penyakit infeksi terpenting setelah eradikasi penyakit malaria.2.2. Patogenesis

Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.

Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.

Gambar 1. Patogenesis Tuberkulosis2.3 KLASIFIKASI TUBERKULOSIS PARU

2.3.1 Terminologi yang berkaitan dengan diagnosis, TB paru dibagi atas:a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.b. Tuberkulosis paru BTA (-), jika :

1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif.

2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis positif.

c. Kasus Bekas TB, jika :1) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.

2) Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.

2.3.2 Berdasarkan tipe pasienTipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

b. Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :1) Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis, dan sebagainya) Dalam hal ini berikan dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.

2) Infeksi jamur

3) TB paru kambuh

Bila meragukan harap konsul ke ahlinya.

c. Kasus defaulted atau drop out adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.d. Kasus gagal, yakni :1) Pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan).2) Pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.

e. Kasus kronik / persisten adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.

f. Kasus pindahan (transfer in) adalah pasien yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Pasien pindahan tersebut harus membawa surat rujukan / pindah.

2.4 DIAGNOSIS

Gambar 2. Alur Diagnosis TB Paru

2.5 PENATALAKSANAAN

Pengobatan tuberculosis, obat antituberkulosis (OAT) terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.

1. Prinsip pengobatanPengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Tahap awal (intensif) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhanTabel 1. Regimen Pengobatan Berdasarkan Kategori (WHO / Depkes RI)KategoriKriteria penderitaFase awalFase lanjutan

I Kasus baru BTA (+)

Kasus baru BTA (-)

Ro (+) sakit berat

Kasus TBEP berat2 RHZE (RHZS)

2 RHZE (RHZS)

2 RHZE (RHZS)*6 EH

4 RH

4 R3H3*

IIKasus BTA positif

Kambuh

Gagal

Putus berobat2 RHZES / 1 RHZE

2 RHZES / 1 RHZE*5 RHE

5 R3H3E3*

III Kasus baru BTA (-)

TBEP ringan2 RHZ (E)

2 RHZ (E)

2 RHZ* (E)6 EH

4 RH

4 R3H3*

IV Kasus kronikObat-obat sekunder

* Yang diterapkan di Indonesia

Tabel 2. Jenis dan Dosis OAT

ObatDosis (mg/kgBB/Hari)Dosis yang dianjurkanDosis MaksimumDosis (mg) / BB (kg)

Harian (mg/kgBB/Hari)Intermitten (mg/kgBB/Hari)< 4040-60> 60

R8-121010600300450600

H4-6510300150300450

Z20-30253575010001500

E15-20153075010001500

S15-1815151000Sesuai BB7501000

Paket Kombipak dalam Pengobatan TB

Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioritas utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarankan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998.

Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:

1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal.

2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan yang tidak disengaja.

3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar.

4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit.

5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan monoterapi.

Tabel 3. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1Berat BadanTahap Intensif

tiap hari selama 56 hari

RHZE (150/75/400/275)Tahap Lanjutan

3 kali seminggu selama 16 minggu

RH (150/150)

30-37 kg2 tablet 4KDT2 tablet 2KDT

38-54 kg3 tablet 4KDT3 tablet 2KDT

55-70 kg4 tablet 4KDT4 tablet 2KDT

71 kg5 tablet 4KDT5 tablet 2KDT

Tabel 4. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1

Tahap PengobatanLama PengobatanDosis per hari / kaliJumlah hari/kali menelan obat

Tablet Isoniasid

@ 300 mgKaplet Rifampisin

@ 450 mgTablet Pirazinamid

@ 500 mgTablet Etambutol

@ 250 mg

Intensif2 bulan113356

Lanjutan4 bulan21--48

Tabel 5. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2Berat BadanTahap Intensif

Tiap hari

RHZE (150/75/400/275) + STahap Lanjutan

3 kali seminggu

RH (150/150) + E (400)

Selama 56 hariSelama 28 hariSelama 20 minggu

30-37 kg2 tablet 4KDT

+ 500 mg Streptomisin inj.2 tablet 4KDT2 tablet 2KDT

+ 2 tablet Etambutol

38-54 kg3 tablet 4KDT

+ 750 mg Streptomisin inj.3 tablet 4KDT3 tablet 2KDT

+ 3 tablet Etambutol

55-70 kg4 tablet 4KDT

+ 1000 mg Streptomisin inj.4 tablet 4KDT4 tablet 2KDT

+ 4 tablet Etambutol

71 kg5 tablet 4KDT

+ 1000 mg Streptomisin inj.5 tablet 4KDT5 tablet 2KDT

+ 5 tablet Etambutol

Tabel 6. Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2

Tahap PengobatanLama PengobatanTablet Isoniasid

@ 300 mgKaplet Rifampisin

@ 450 mgTablet Pirazinamid

@ 500 mgEtambutolStreptomisin InjeksiJumlah/

kali menelan obat

Tablet

@ 250 mgTablet

@ 400 mg

Tahap Intenif (dosis harian2 bulan

1 bulan1

11

13

33

3-

-0,75 gr

-56

28

Tahap Lanjutan (dosis 3x seminggu)4 bulan21-12-60

Catatan:

a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan.

b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.

c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

Tabel 7. Dosis KDT untuk Sisipan

Berat BadanTahap Intensif tiap hari selama 28 hari

RHZE (150/75/400/275)

30-37 kg2 tablet 4KDT

38-54 kg3 tablet 4KDT

55-70 kg4 tablet 4KDT

71 kg5 tablet 4KDT

Tabel 8. Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan

Tahap PengobatanLamanya PengobatanTablet Isoniasid

@ 300 mgKaplet Rifampisin

@ 450 mgTablet Pirazinamid

@ 500 mgTablet Etambutol

@ 250 mgJumlah hari/kali menelan obat

Tahap Intensif (dosis harian)1 bulan113328

Evaluasi Pengobatan

Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.

Evaluasi klinik

1. Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan.2. Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit.3. Evaluasi klinik meliputi keluhan, berat badan, dan pemeriksaan fisik.

Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)

1. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak

2. Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopik

a. Sebelum pengobatan dimulai

b. Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)

c. Pada akhir pengobatan

3. Bila ada fasilitas biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensiEvaluasi radiologik (0 - 2 6/9 bulan pengobatan)

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

1. Sebelum pengobatan

2. Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)

3. Pada akhir pengobatanEvaluasi efek samping secara klinik

1. Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap

2. Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah, serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan

3. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid

4. Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan)

5. Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri (bila ada keluhan)

6. Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman

Evalusi keteraturan berobat

1. Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkungannya.

2. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.

Evaluasi pasien yang telah sembuh

Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA dahak dan foto toraks.

Mikroskopik BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh.

II.6 KOMPLIKASI

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah :

1. Batuk darah

2. Pneumotoraks

3. Luluh paru

4. Gagal napas

5. Gagal jantung

6. Efusi pleuraBAB III

PROFIL PUSKESMAS MAKRAYU

3.1. Gambaran Umum Puskesmas Makrayu1. Wilayah

Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Palembang tahun 2001 wilayah kerja Puskesmas Makrayu meliputi 7 kelurahan, yaitu :

1. Kelurahan 27 Ilir

2. Kelurahan 28 Ilir

3. Kelurahan 29 Ilir

4. Kelurahan 30 Ilir

5. Kelurahan 32 Ilir

6. Kelurahan 35 Ilir

7. Kelurahan Kemang Manis

Dengan 4 PUSTU yaitu :

1. PUSTU 30 Ilir

2. PUSTU 32 Ilir

3. PUSTU 35 Ilir

4. PUSTU Kemang Manis

Batas Wilayah :

- Utara: Bukit Besar

- Selatan: Sungai Musi

- Timur: Kemang Manis

- Barat: Talang Semut

Puskesmas Makrayu berdiri pada tahun 1976, merupakan Puskesmas Induk di Kecamatan Ilir Barat II dengan luas tanah 720 M2 dan luas bangunan 236 M2.

2. Geografi

Wilayah kerja Puskesmas Makrayu terdiri dari dataran rendah dan sebagian besar pinggiran sungai.

3. Transportasi

Puskesmas Makrayu terletak kurang startegis karena tidak terletak pada jalan besar yang merupakan lalu lintas transport dari segala jurusan, sehingga kalau sudah menjelang siang hari jarang terlihat kendaraan angkutan lalu lalang dijalan yang dimaksud. Puskesmas makrayu dapat dicapai oleh pasien dari daerah-daerah Wilayah kerjanya dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda 2 atau tiga (becak) atau kendaraan roda 4 tetapi terbatas pada beberapa kelurahan. .

4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

4.1 Pelayanan Dalam Gedung

1).Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

- Ibu hamil, nifas, menyusui

- KB

- Bayi dan balita sakit

2)Pelayanan Pengobatan

- Emergensi

- Pengobatan umum

- Pengobatan gigi

- Konsultasi dokter spesialis

- Rujukan

3).Penyuluhan Kesehatan

- Penyuluhan di Puskesmas

- Penyuluhan di Posyandu

- Penyuluhan di SD / SLTP / SMU

- Penyuluhan di Kelurahan

4). Pelayanan Laboratorium

- Pemeriksaan urine rutin

- Pemeriksaan darah rutin

- Tes kehamilan

- Pemeriksaan DDR

- Pemeriksaan kimia darah

- Pemeriksaan dahak

- Pemeriksaan serologi5). Klinik Sehat Gilingan Mas

a. Pelayanan Gizi

- Pemberian Vit. A dan garam beryodium

- Uji klinik garam beryodium

- Konsultasi Gizi

b. Pelayanan Imunisasi

- BCG

- POLIO

- DPT

- HEPATITIS

- CAMPAK

- TT CALON PENGANTIN

- ANTI TETANUS SERUM

c. Pelayanan Sanitasi

Memberikan konsultasi / penyuluhan penyakit akibat faktor lingkungan

Memberikan konsultasi tentang rumah sehat, jamban, dll.

Melakukan kerja sama pembakaran limbah medis

6. Lain-lain

a. Pelayanan pengobatan TBC dengan paket DOTS ( FDC )

b. Pelayanan kesehatan lansia 1 bulan sekali

c. Upaya kesehatan sekolah screening murid kelas 1 SD,SMP dan SMA

d. Pelaksanaan BIAS dilakukan 1 kali tahun pada murid kelas 1 dan kelas 3 SD

e. Pelayanan ECG ( Elektro Cardiografi )

f. Pelayanan USG ( Ultra Sonografi )

E. Sumber Daya

1. Tenaga :

a. Dokter umum

: 3 orang

b. Dokter Gigi

: 1 orang

c. Dokter Spesialis Kandungan : 1 orang (setiap hari Jumat)

d. Dokter Spesialis PDL

: 1 orang (setiap hari Selasa)

e. Dokter Spesialis Anak

: 1 orang (setiap hari Kamis)

f. Bidan

: (9) orang

g. Tenaga gizi : (1) orang

h. Perawat gigi : (3) orang

i. Perawat/SPK : (3) orang

j. Perawat/Akper : (4) orang

k. Perawat/SKP : (2) orang

l. Sanitasi : (1) orang

m. Tenaga admisitrasi : (2) orang

n. Asisten apoteker : (2) orang

o. Analis laboratorium : (1) orang

p. Penyuluh Kesehatan Masy : (1) orang 2. Sarana dan prasarana:

a. Anggaran /dana :

- Retribusi Umum

- BPJS ( ASKES, JAMPERSAL, JAMKESMAS )

- Jamsoskes

- APBD / APBN

b. Peralatan :

Peralatan ( inventaris ) terlampir di halaman belakang.

c. Perumahan

Puskesmas Makrayu memiliki 4 unit Rumah Dinas yang terletak dibelakang kantor Camat Ilir Barat IIG. Demografi

NO

DATAKEL 27 ILIRKEL 28 ILIRKEL

29

ILIRKEL 30 ILIRKEL 32 ILIRKEL 35 ILIRKEL KM. ManisJML

1Jml KK10697602590552638113051173118538

2Jml Penduduk4017338010857212051559112187731174548

3Jml RT10143560403613208

4Jml KK Gakin2711987401407104913431385136

5Jml Ang gakin1020883310554024294536758220653

6Jml Balita 1-