Laporan DIT lapangan

50
PRAKTIKUM LAPANGAN PENGAMATAN MORFOLOGI TAPAK DAN KARAKTERISTIK PROFIL TANAH ABSTRAK Praktikum Lapangan dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 26 April 2014 yang dibagi menjadi lima stop site yaitu Banguntapan (Bantul), Bukit Pathuk (Wonosari), Hutan Bunder (Wonosari), Playen (Wonosari), dan Mulo (Gunung Kidul). Dalam praktikum ini dilakukan pengenalan kawasan dan jenis tanah. Pengenalan jenis tanah yaitu melihat sifat, ciri, dan kenampakan tanah di lapangan terutama tanah-tanah yang digunakan dalam praktikum. Dengan demikian diharapkan sumber wawasan yang bisa dipelajari dari sifat dan ciri-ciri masing-masing jenis tanah antara sifat fisik dan kimia di laboratorium dengan kondisinya di lapangan. Metode analisis yang digunakan adalah mengamati tiap horison tanah berupa morfologi dan profil tanah yang meliputi struktur tanah, tekstur tanah, dan warna tanah secara kualitatif dan menguji kadar BO, Mn, kapur, dan pH tanah. Tiap tanah memiliki horison yang berbeda, sehingga morfologi dan profil setiap tanah bermacam-macam. Horison-horison pada tanah sendiri dapat ditentukan dengan melihat perbedaaan warna, perbedaan tekstur, dan konsistensi tanah tersebut. Warna tanah dapat dilihat melalui perbandingannya dengan suatu standar warna tanah yang disebut Soil Munsell Color Charts Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu palu pedologi, meteran, cetok, pnetrometer, pH meter, klinometer dan soil munsell colour chart, sedangkan bahan yang dipakai yaitu H 2 O 2 10 %, H 2 O 2 3%, HCl 2 N dan aquades. Dari hasil pengamatan pada praktikum lapangan ini dapat dilihat bahwa tanah di daerah Banguntapan merupakan jenis tanah Inseptisol, daerah Patuk memiliki jenis tanah Alfisol, daerah Hutan Bunder memiliki jenis tanah Mollisol, daerah Playen memiliki jenis tanah Vertisol, serta daerah Mulo memiliki jenis tanah Alfisol. 1

Transcript of Laporan DIT lapangan

Page 1: Laporan DIT lapangan

PRAKTIKUM LAPANGAN

PENGAMATAN MORFOLOGI TAPAK DAN

KARAKTERISTIK PROFIL TANAH

ABSTRAK

Praktikum Lapangan dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 26 April 2014 yang dibagi menjadi lima stop site yaitu Banguntapan (Bantul), Bukit Pathuk (Wonosari), Hutan Bunder (Wonosari), Playen (Wonosari), dan Mulo (Gunung Kidul). Dalam praktikum ini dilakukan pengenalan kawasan dan jenis tanah. Pengenalan jenis tanah yaitu melihat sifat, ciri, dan kenampakan tanah di lapangan terutama tanah-tanah yang digunakan dalam praktikum. Dengan demikian diharapkan sumber wawasan yang bisa dipelajari dari sifat dan ciri-ciri masing-masing jenis tanah antara sifat fisik dan kimia di laboratorium dengan kondisinya di lapangan. Metode analisis yang digunakan adalah mengamati tiap horison tanah berupa morfologi dan profil tanah yang meliputi struktur tanah, tekstur tanah, dan warna tanah secara kualitatif dan menguji kadar BO, Mn, kapur, dan pH tanah. Tiap tanah memiliki horison yang berbeda, sehingga morfologi dan profil setiap tanah bermacam-macam. Horison-horison pada tanah sendiri dapat ditentukan dengan melihat perbedaaan warna, perbedaan tekstur, dan konsistensi tanah tersebut. Warna tanah dapat dilihat melalui perbandingannya dengan suatu standar warna tanah yang disebut Soil Munsell Color Charts Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu palu pedologi, meteran, cetok, pnetrometer, pH meter, klinometer dan soil munsell colour chart, sedangkan bahan yang dipakai yaitu H2O2 10 %, H2O2 3%, HCl 2 N dan aquades. Dari hasil pengamatan pada praktikum lapangan ini dapat dilihat bahwa tanah di daerah Banguntapan merupakan jenis tanah Inseptisol, daerah Patuk memiliki jenis tanah Alfisol, daerah Hutan Bunder memiliki jenis tanah Mollisol, daerah Playen memiliki jenis tanah Vertisol, serta daerah Mulo memiliki jenis tanah Alfisol.

1

Page 2: Laporan DIT lapangan

I. PENDAHULUAN

Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang terdiri dari tiga fase yakni fase padat, cair

dan gas. Fase padat berupa kandungan organik dan anorganik, fase cair adalah air tanah yang

selalu mengandung bahan-bahan terlarut dan fase gas merupakan udara tanah. Dengan demikian

tanah adalah suatu sistem yang kompleks matriks padat yang terdiri dari butir-butir yang

berlainan susunan kimia dan mineralnya serta demikian juga dengan ukuran, bentuk dan

orientasinya. Dari tiga fase tersebut mempunyai variasi komposisi yang menentukan ciri, sifat,

watak, kelakuan tanah, dan mempengaruhi tekstur tanah yang merupakan komposisi fraksi-fraksi

tanah yang berlainan.

Tanah adalah gejala alam permukaan daratan, membentuk suatu bentang alam yang

disebut pedosfer, tersusun atas massa galir berupa pecahan dan lapukan batuan bercampur

dengan bahan organik. Berlainan dengan mineral, tumbuhan dan hewan, tanah bukan suatu

wujud tedas. Di dalam pedosfer terjadi tumpang tindih dan saling tindak antara litosfer, atmosfer,

hidrosfer dan biosfer. Maka tanah disebut gejala lintas-batas antar berbagai gejala alam

permukaan bumi.

Jenis-jenis tanah ditentukan berdasar atas pengamatan profil tanah di lapangan dibantu

dengan hasil analisis tanah di laboratorium terhadap contoh-contoh tanah yang diambil dari

masing-masing horison tanah tersebut. Batas-batas penyebaran jenis tanah ditentukan dengan

dengan pemboran baik secara sistematis atau secara taktis. Cara sistematis dapat dilakukan

pemeta tanah yang belum berpengalaman dalam survei tanah, sedang cara taktis dapat memberi

hasil baik dan lebih cepat bila dilakukan oleh pemeta tanah yang mampu menafirkan hubungan

sifat-safat tanah dengan faktor lingkungan didaerah tersebut.

Dalam pengamatan tanah di lapangan tidaklah mungkin akan mengamati tanah tiap

jengkal untuk mengetahui sifat, ciri, dan wataknya berkaitan dengan penggunaan tertentu. Untuk

itu diperlukan suatu pendekatan pengamatan tanah agar kesalahan pencanderaan sifat dan ciri

dapat seminimal mungkin. Salah satu pendekatan tersebut adalah membuat kelompok tanah

berdasar atas sifat tertentu. Dari temuan kelompok-kelompok tersebut selanjutnya dibuat pewakil

kelompok agar dapat diurai lebih mendalam mengenai sifat fisika dan kimianya sehingga

diketahui potensi dan kendala untuk suatu penggunaan. Dari konsep demikian inilah lahir suatu

pewakil tanah yang disebut dengan istilah profil tanah. Adapun macam jenis tanah yang

2

Page 3: Laporan DIT lapangan

digunakan dalam praktikum ini yaitu Inceptisol, Vertisol, Alfisol, dan Molisol. Praktikum

lapangan Dasar-dasar Ilmu Tanah ini bertujuan mengetahui morfologi tanah secara kualitatif dan

menentukan profil tanah sehingga diperoleh informasi yang runtut mengenai sifat dan ciri

masing-masing jenis tanah antara sifat fisik dan kimia di laboratorium dengan kondisinya di

lapangan.

Sifat tanah beragam ke arah samping (lateral) dan ke arah cacak (vertikal) menuruti

keragaman faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pembentukan tanah. Tampakan tanah

yang berkaitan dengan pola agihan cacak sifat-sifat tanah (vertical distribution pattern of soil

properties) disebut morfologi tanah. Bidang irisan tegak sepanjang tubuh tanah, yang

menampakkan morfologi tanah disebut profil tanah. Profil tanah dipergunakan

mengklasifikasikan tanah. Pola agihan menyamping sifat-sifat tanah dipergunakan memilahkan

daerah bentangan kelas-kelas tanah dalam pemetaan tanah (Notohadiprawiro, 1998)

Dalam pengamatan survei lapangan, dapat diperoleh manfaat yang besar dalam

mempelajajari sifat-sifat tanah di lapangan dalam keadaan aslinya. Tanah yang terdapat di

lapangan masih alami sehingga dapat diamati ciri-ciri morfologinya dan proses pembentukan

tanah pada awalnya. Jadi, jenis tanah sebagai alat untuk memudahkan mengingat sifat tanah yang

harus ditentukan di lapangan, demikian juga dengan batas-batas sebarannya di permukaan bumi.

Sebaran jenis tanah si permukaan bumi divisualisasikan dalam bentuk peta tanah yang dilengkapi

dengan tanda-tanda dengan keterangan singkat yang disebut legenda peta (Wongsotjitro,1980).

Survey tanah adalah suatu kegiatan untuk memperoleh infomasi tentang keadaan tanah

pada masing-masing lokasi (site) dan agihan ruang atau geografi berbagai sifat dan watak

tanah.Survei tanah merupakan suatu pekerjaan yang saling melengkapi dan saling memberi

manfaat bagi peningkatan kegunaannya. Kegiatan survei tanah menghasilkan laporan peta-peta

dan untuk mempelajari beberapa profil tanah pada setiap lokasi. Laporan survei berisikan uraian

secara terperinci tentang tujuan survei, keadaan fisik dan lingkungan lokasi survei, keadaan

tanah, klasifikasi dan interpretasi kemampuan lahan, serta saran. Profil tanah mempunyai

seprangkat sifat dan cirri-ciri yang merupakan karakternya dan yang membedakannya dari profil-

profil yang lain. Karakter profil tersbut dapat dipakai ntuk membedakan atau menyamakan dua

atau lebih profil tanah dan merupakan dasar penyusunan sistem klasifikasi tanah (Sutanto, 2005).

Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk memberikan informasi tentang

karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Setiap tanah memilki variasi dan perilaku yang sangat

3

Page 4: Laporan DIT lapangan

beragam, sistem klasifikasi tanah adalah pengelompokan tanah ke dalam kategori yang umum

dimana tanah memiliki kesamaan dan perbedaan sifat fisis yang dapat dikelompokan. Sistem

klasifikasi bukan merupakan sistem identifikasi untuk menentukan sifat-sifat mekanis dan

geoteknis dan geoteknis tanah. Jadi, klasifikasi tanah bukanlah satu-satunya cara yang digunakan

sebagai dasar untuk perencanaan dan perancangan konstruksi. Pada awalnya, metode klasfikasi

yang banyak digunakan adalah pengamatan secara kasat-mata (visual identification) melalui

pengamatan tekstur tanah. Selanjutnya, ukuran butiran tanah dan plastisitas digunakan untuk

identifikasi jenis tanah. Karakteristik tersebut digunakan untuk menentukan kelompok

klasifikasinya. Sistem klasifikasi tanah yang umum digunakan untuk mengelompokan tanah

adalah Unfied Soil Clasification System (USCS). Sistem ini didasarkan pada sifat-sifat indek

tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan indek plastisitasnya.

Disamping itu, terdapat sistem lainnya yang juga dapat digunakan dalam identifikasi tanah

seperti yang dibuat oleh American Association of State Highway and Transportation Officials

Classfication (AASHTO), British Soil Classification System (BSCS), dan United State

Department of Agriculture (USDA) (Punmia et al., 2005).

Pengamatan yang di lakukan dilapangan ada dua jenis pengamatan yaitu kualitatif dan

kuantitatif. Pada penentuan tekstur tanah di lapangan dapat ditetapkan secara kualitatif. Cara ini

disebut penetapan tekstur dengan perasaan (texture by feel). Tanah yang basah diletakan diantara

ibujari dan jari telunjuk, dan kemudian saling ditekan dan dirasakan. Biasanya setelah kita

mempunyai banyak pengalaman, dengan cara ini dapatlah kita menentukan kelas tekstur tanah.

Dalam penetapan konsistensi ada dua macam juga, yaitu penentuan konsistensi kering dan

penentuan konsistensi basah. Konsistensi kering penentuan konsistensi pada saat kering, dapat

berupa tekanan lemah sampai tekanan kuat yang diberikan untuk mengetahui konsistensinya.

Istilah yang digunakan adalah lepas-lepas, lunak, sedikit keras, keras, sangat keras dan ekstrim

keras. Konsistensi bawah atau lembab, yaitu penentuan dengan konsisitensi pada tanah sedikit

basah, kira-kira kandungan airnya terletak antara tanah kering udara dan kapasitas lapangan.

Istilah yang digunakan adalah lepas, sangat gembur, gembur, teguh, sangat teguh dan ekstrim

teguh (Hakim et al., 1980)

Warna tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang lebih banyak digunakan untuk

mendeskripsikan karakter tanah, karena tidak mempunyai efek langsung terhadap tanaman tetapi

pada kelembapan dan temperatur.Dalam pengklasifikasian warna tanah, metode yang telah

4

Page 5: Laporan DIT lapangan

dikenal luas adalah Sistem Munsell yang membedakan warna tanah secara langsung dengan

bantuan kolom-kolom warna standar. Warna ini dibedakan menjadi tiga faktor dasar berupa

warna hue, value, dan chroma. Hue mengarah pada kualitas warna yang dominan, yang

merupakan pembeda antara merah dari kuning, dan yang lainnya. Value yang mengekspresikan

variasi berkas sinar yang terjadi jika dibandingkan dengan warna putih absolut. Chroma

didefinisikan sebagai gradiasi warna, atau derajat pembeda adanya perubahan warna putih ke

warna lainnya (Hanafiah, 2013)

Menurut Arsyad (2012), tanah telah dikenal di Indonesia ini dan digunakan sebagai

sarana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam memperoleh makanan, pakaian dan

perumahan. Dibidang pertanian tanah berperan dalam mendukung pertumbuhan tanaman yang

mempunyai fungsi :

1. memberikan unsur hara, melayani sebagai medium pertukaran maupun sebagai

persediaan pertukaran unsur hara

2. memberikan air dan melayaninya sebagai reservoir

3. melayani tanaman sebagai tempat berpegang dan berfungsi untuk tegak

4. sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan

5

Page 6: Laporan DIT lapangan

II. METODOLOGI

Praktikum Lapangan Dasar-Dasar Ilmu Tanah dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 26

April 2014. Praktikum Lapangan ini dilakukan di daerah Banguntapan, Bantul; Pathuk,

Wonosari; kawasan Hutan Bunder, Gunung Kidul; Playen, Gunung Kidul; dan Mulo, Gunung

Kidul, Yogyakarta. Daerah tersebut dapat mempresentasikan horison-horison horison yang

dapat dijadikan bahan pengamatan profil dan sampel tanah, yaitu Banguntapan, Patuk, Hutan

Bunder, Playen, dan Mulo. Alat alat yang digunakan pada praktikum lapangan ini antara lain:

klinometer, kompas, meteran, Soil Munsel Colour Chart, pH Meter, sekop, cangkul, dan pisau.

Bahan-bahan yang digunakan antara lain: aquades, HCl 2 N, H2O2 3%, dan H2O2 10%.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam praktikum lapangan diawali dengan melakukan

deskripsi morfologi tapak (site), pencatatan morfologi dimulai dari penulisan kode profil, nama

pengamat, tanggal, kode, fisiografi, topografi, litologi, tata guna lahan, vegetasi, pola drainase,

erosi, cuaca, landform, lereng dan arah, bahan induk, kebatuan, pertumbuhan tanaman,

kedalaman air, tingkat erosi dan sudut elevasi. Lalu, melakukan deskripsi karakteristik profil

tanah yang dimulai dari pembatasan horison atau horison. Pertama, Pengamatan dimulai dengan

pembuatan profil tanah dengan membuat irisan tegak penampang tanah sepanjang 1—1,5 m

dengan kedalaman sekitar 2 m. Syarat-syarat pembuatan profil antara lain: baru, tidak terkena

sinar matahari langsung, tidak terendam air, dan representatif. Dalam beberapa pengamatan

dijumpai tubuh alam yang tergolong sebagai profil yaitu tubuh tanah yang digali dengan ukuran

seperti tersebut diatas. Tubuh alam itu berupa tebing antar lereng, tebing, sungai, potongan jalan,

dan hasil kerukan alat berat. Pengamatan dilanjutkan dengan pendiskripsian yaitu serangkaian

kegiatan pencatatan sifat-sifat profil tanah beserta lingkungan penunjang dimana profil tanah

berada. Dalam kegiatan pencatatan dikenal dua diskripsi yaitu morfologi tapak dan karakteristik

profil. Pengamatan tekstur di lapangan mencakup tiga hal yaitu tipe, ukuran, dan derajat. Ada

empat tipe struktur yaitu tipe lempeng ukuran horisontal lebih panjang daripada vertikal, tipe

tiang ukuran vertikal lebih panjang daripada horisontal, gumpal (blocky) tipe strukturnya vertikal

dan horisontal sebanding (gumpal membulat dan gumpal menyudut), tipe speroidal berbentuk

bundar. Untuk kelas dibedakan halus, sedang, kasar, dan sangat kasar. Berdasarkan derajatnya

struktur dibagi menjadi empat yaitu tidak beragregat (struktur pejal dan butir tunggal), lemah

(mudah hancur jika tersinggung), sedang (masih mudah pecah), dan kuat (perlu cukup tenaga

6

Page 7: Laporan DIT lapangan

untuk menghancurkan). Pada pengamatan konsistensi, cara kerja yang dilakukan adalah contoh

tanah pada tiap horison diambil dan kemudian ditekan antara ibu jari dan telunjuk. Bila hancur

tanpa ditekan, maka konsistensinya lepas-lepas. Bila hancur dengan sedikit tekanan, maka

konsistensinya lunak. Bila hancur dengan tekanan yang kuat, maka konsistensinya agak keras.

Kemudian, bila ditekan di antara pangkal telapak tangan dengan ibu jari hancur dengan tekanan

kuat, maka konsistensinya keras. Lalu, bila tidak hancur, maka konsistensinya sangat keras.

Pengamatan bahan kasar meliputi jenis, ukuran, jumlah dan kekerasan. Penggolongan jenis antar

lain konresi Fe/Mn, kerikil, kapur dan batu. Ukuran dibedakan menjadi kecil, sedang dan kasar.

Jumlah dihitung dari persen volume dalam persen tiap horison. Perakaran meliputi ukuran (meso,

mikro dan makro) dan jumlah (sedikit, sedang dan banyak). Pengamatan akar yaitu akar yang

tumbuh dari atas bukan dari samping. Lalu, uji khemikalia dengan HCl untuk pengujian kapur,

H2O2 10% sebagai penguji bahan organik, H2O2 3% sebagai penguji Mn. Cara pengujiannya

yaitu dengan mengambil contoh tanah dari masing-masing horison tanah kemudian ditetesi

khemikalia. Jika gelembung yang muncul banyak berarti kandungan kapur, Mn, atau BO dalam

horison tanah tersebut banyak.

7

Page 8: Laporan DIT lapangan

III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENGAMATAN

STOPSITE 1

I. Morfologi Tapak (Site)

Nama pengamat : Gol. A2 Kel. IV Letak Lintang : S 07°, 48,334’ E

Lokasi : Banguntapan 110° 24,805’ S

Fisiografi : Kaki Merapi Kode : Stopsite 1

Topografi (Relief) : Datar Landform : Alluvial

Lereng : 0 - 5 % Litologi : Aluvium, batuan sedimen

Landuse : Ladang Arah Lereng : 65° NE

Vegetasi : Pisang, Cabe, Pertumbuhan : Subur

Pepaya Jeluk air tanah : 8 - 10 m

Pola Drainase : Dendritik Tingkat Erosi : Rendah

Erosi : Rendah Altitude : 124 m dpl

Cuaca : Cerah Tanggal : 26 April 2014

II. Karakteristik Profil

Tabel 1. Karakteristik profil di Banguntapan

No

. Pengamatan Horison 1 Horison 2 Horison 3

Horison 4

1. Jeluk (cm) 0 – 65 65 – 96 96 – 139 139 – 203

2. Warna tanah

a. matrik 10 YR 2/2 10 YR 4/3 10 YR 3/6 10 YR 4/2

b. kerapatan - - - -

c. Campuran - - - -

3. Tekstur Pasir Geluhan Pasir Geluhan Pasir Geluhan Pasir Geluhan

4. Struktur

8

Page 9: Laporan DIT lapangan

a. Tipe Gumpal Gumpal Gumpal Gumpal

b. Kelas Halus Halus Halus Halus

c. Derajad Lemah Lemah Lemah Lemah

5. Konsistensi Lepas – Lepas Lunak Agak Teguh Agak Teguh

6. Perakaran

a. Ukuran Mikro Meso Meso Mikro

b. Jumlah Sedang Sedang Sedang Sedikit

7. Bahan kasar

a. Jenis Kerikil Kerikil Kerikil Kerikil

b. Jumlah Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit

c. Ukuran 2 cm 0,5 cm 0,5 cm 0,5 cm

8. Uji Khemikalia

a. BO (H2O2 10 %) - +++ ++ +

b. Mn (H2O2 3 %) - ++ +++ +

c. Kapur (HCl 2 N) - - - -

11. pH H2O 5,5 6 6 5,5

10. Catatan khusus - - - -

III.Klasifikasi Tanah

1. PPT : Aluvial

2. FAO : Andisol

3. Soil Taxonomy / USDA : Inceptisol

9

Page 10: Laporan DIT lapangan

STOPSITE II

I. Morfologi Tapak (Site)

Nama pengamat : Gol. A2 Kel. IV Letak Lintang : S 07° LS, 51 181’ E

Lokasi : Pathuk 110° 29’377 S

Fisiografi : Baturagung Kode : Stopsite 2

Topografi (Relief) : Berbukit Landform : Perbukitan

Lereng : 20 % Litologi : Breksi dan Konglomerat

Landuse : Tegalan dekat sungai Arah Lereng : 23° NE

Vegetasi : Bambu, Pisang Pertumbuhan : Subur

Singkong Jeluk air tanah : 1,5 - 2 m

Pola Drainase : Dendritik Tingkat Erosi : Sedang

Erosi : Parit Altitude : 285 m dpl

Cuaca : Cerah Tanggal : 26 April 2014

II.Karakteristik Profil

Tabel 2. Karakteristik Profil Tanah di daerah Patuk

No. Pengamatan Horison I Horison II HorisonIII Horison IV

1. Jeluk (cm) 0– 45 45– 74 74 – 111 111 – 142

2. Warna tanah

a. matrik 5 YR 4/3 10 YR 4/4 7,5YR ¾ 5 YR 5/1

b. karatan - - - -

c. Campuran - - - -

3. TeksturLempung

pasiran

Lempung

pasiran

Lempung

pasiranLempung

4. Struktur GumpalGumpal

menyudut

Gumpal

menyudut

Gumpal

menyudut

a. Tipe Kuat Kuat Kuat Kuat

b. Kelas Kecil Kecil Sedang Sedang

c. Derajad Lemah Lemah Sedang Sedang

10

Page 11: Laporan DIT lapangan

5. Konsistensi Agak liatLekat agak

plastis

Agak lekat

agak plastis

6. Perakaran - -

a. Ukuran Mikro - - -

b. Jumlah Sedikit - - -

7. Bahan kasar

a. Jenis - - - -

b. Jumlah - - - -

c. Ukuran - - - -

9. Uji Khemikalia

a. BO (H2O2 10 %) ++++ +++ ++++ +++

b. Mn (H2O2 3 %) + + ++ +

c. Kapur (HCl 2 N) - - - -

10. pH H2O 5 5 5 5

III. Klasifikasi Tanah

1. PPT : Mediteran

2. FAO : Luvisol

3. Soil Taxonomy : Alfisol

11

Page 12: Laporan DIT lapangan

STOP SITE III

I. MORFOLOGI TAPAK

Nama Pengamat : Gol. A2 / Kel. 04 Letak Lintang : S 7054. 160’E LS

110033.086’’ BT

Lokasi : Hutan Bunder Kode : Stop Site 3

Fisiografi : Cekungan Wonosari Landform : Angkatan

Topografi : Bergelombang Litologi : Sedimen Marine

Lereng : 10% Arah Lereng : 200 NE

Landuse : Hutan Pertumbuhan : Sedang

Vegetasi : Alang – Alang, Akasia Jeluk Air Tanah : Dangkal

Pola Drainase : Dendritik Tingkat Erosi : Rendah

Erosi : Rendah - Sedang Altitude : 214 m dpl

Cuaca : Mendung Tanggal : 26 April 2014

II. KARAKTERISTIK PROFIL

Tabel 3. Karakteristik tanah di Hutan Bunder

No Pengamatan Horison I Horison II

1. Jeluk (cm) 0-18

2. Warna tanah

a. Matrik 7,5 YR 3/2 7,5 YR 4/2

b. Karatan - -

c. Campuran - -

3. Tekstur Lempung Pasiran Lempung

4. Struktur

a. Tipe Gumpal menyudut Gumpal menyudut

b. Kelas Sedang Sedang

c. Derajat Kuat Kuat

5. Konsistensi Sangat Teguh Sangat Teguh

6. Perakaran

a. Ukuran Mikro Meso

b. Jumlah Sedikit Sedikit

12

Page 13: Laporan DIT lapangan

7. Bahan Kasar

a. Jenis - -

b. Jumlah - -

c. Ukuran - -

9. Uji khemikalia

a. BO (H2O2 10%) + + + + +

b. Mn (H2O2 3%) + + + +

c. Kapur (HCl 2N) - -

10

.

pH H2O 7 6

11

.

Catatan khusus: Konkresi Mn biasanya berwarna

hitam dan ukuran konkresi Mn dipengaruhi

kandungan lempung, struktur pori tanah, dan

reaksi reduksi dari oksida mangannya.

III. KLASIFIKASI TANAH

1. PPT : Rendzina

2. FAO : Rendzina

3. USDA : Mollisol

13

Page 14: Laporan DIT lapangan

STOPSITE IV

I.Morfologi Tapak (Site)

Nama pengamat : Gol. A2 Kel. IV Letak Lintang : S 07° LS, 56 853’ E

Lokasi : Playen 110° 34 286 S

Fisiografi : Cekungan Wonosari Kode : Stopsite 4

Topografi (Relief) : Datar Landform : Karst

Lereng : 0-5 % Litologi : Batual coral

Landuse : Tegalan Arah Lereng : 195° NE

Vegetasi : Pohon Jati Pertumbuhan : Subur

Pola Drainase : Dendritik Jeluk air tanah : 2-4 m

Erosi : Parit Tingkat Erosi : Tinggi

Cuaca : Hujan Altitude : 216 m dpl

Tanggal : 26 April 2014

II.Karakteristik Profil

Tabel 4. Karakteristik profil tanah di Playen

No Pengamatan Horison I

1. Jeluk (cm)

2. Warna Tanah

a. Matrik 5 YR 3/1

b. Karatan -

c. Campuran -

3. Tekstur Lempung debuan

4. Struktur

a. Tipe Gumpal Menyudut

b. Kelas Sedang

c. Derajat Sedang

5. Konsistensi Sangat Plastis (Lekat)

6. Perakaran

a. Ukuran Makro

14

Page 15: Laporan DIT lapangan

b. Jumlah Sedikit

7. Bahan Kasar

a. Jenis Kerikil

b. Jumlah Banyak

c. Ukuran Kecil

8. Uji Khemikalia

a. BO (H2O2 100%) +++++

b. Mn (H2O2 3%) +++++

c. Kapur (HCl 2N) +

9. pH H2O 6

10. Catatan Khusus Sifat vertiktum: kembang kerut saat hujan dan kemarau

,sehingga tidak diolah dengan bajak

Warna hitam: Adanya dispersi BO →menyelimuti

lempung

Cauliflower: Adanya rumah cacing di awal musim

hujan

III. Klasifikasi Tanah

a. PPT : Grumusol

b. FAO : Vertisol

c. Soil Taxonomy : Vertisol

15

Page 16: Laporan DIT lapangan

STOP SITE V

I.Morfologi Tapak (Site)

Nama pengamat : Gol. A2 Kel. IV Letak Lintang : S 08°, 02,131’ E

Lokasi : Mulo 110° 35,970’ S

Fisiografi : Pegunungan Seribu Kode : Stopsite 5

Topografi (Relief) : Bergelombang Landform : Perbukitan

Lereng : 20 % Litologi : Tuff

Landuse : Hutan Sekunder Arah Lereng : 118° NE

Vegetasi : Akasia Pertumbuhan : Baik

Pola Drainase : Dendritik Jeluk air tanah : > 10 m

Erosi : Parit Tingkat Erosi : Sedang

Cuaca : Cerah Altitude : 185 m dpl

Tanggal : 26 April 2014

II.Karakteristik Profil

Tabel 5. Karakteristik profil tanah di Mulo

16

Page 17: Laporan DIT lapangan

17

No. Pengamatan Horison 1 Horison II HorisonIII

1. Jeluk (cm) 0 – 28 cm 28 - 48 cm 48 – 87 cm

2. Warna tanah

a. matrik 2,5 YR 5/6 2,5 YR 4/6 2,5 YR 3/6

b. kerapatan - - -

c. Campuran - - -

3. Tekstur Lempung Lempung Lempung debuan

4. Struktur Keras

a. Tipe

Gumpal

Menyudut Gumpal Menyudut Gumpal Menyudut

b. Kelas Sedang Sedang Sedang

c. Derajat Sedang Sedang Sedang

5. Konsistensi Keras Keras Keras

6. Perakaran

a. Ukuran Makro Mikro Mikro

b. Jumlah Sedang Sedikit Sedikit

7. Bahan kasar

a. Jenis - - -

b. Jumlah - - -

c. Ukuran - - -

8.

Uji

Khemikalia

a. BO (H2O2

10 %) + + + ++ ++++

b. Mn (H2O2

3 %) + ++ ++ ++++

c. Kapur

(HCl 2 N) - - -

9. pH H2O 5,5 5,5 5,5

10

.

Catatan

khusus

Page 18: Laporan DIT lapangan

III. Klasifikasi Tanah

a. PPT : Mediteran

b. FAO : Luvisol

c. Soil Taxonomy : Alfisol (USDA)

18

Page 19: Laporan DIT lapangan

B. PEMBAHASAN

STOPSITE I

Praktikum lapangan Dasar - Dasar Ilmu Tanah pada Stopsite 1 dilakukan di Banguntapan,

Bantul. Lokasi tersebut mempunyai letak lintang S 07°, 48,334’ E110° 24,805’ S. Hasil

pengamatan terhadap morfologi tapak diketahui bahwa fisiografi lokasi pengamatan berupa Kaki

Merapi. Hal itu dikarenakan wilayah Banguntapan merupakan wilayah dari kaki gunung Merapi.

Letusan dari Gunung Merapi meninggikan dataran tempat itu sehingga topografinya datar

dengan kemiringan lereng yang relatif kecil sekitar 0-5 %. Arah lerengnya yaitu 65ºNE. Selain

itu karena peristiwa luapan lahar Gunung Merapi ini menjadikan landform dari tanah di sini

adalah Alluvial dan bahan induk berupa Aluvium dan batuan sedimenyang telah terakumulasi

selama ratusan tahun.

Tanah yang berlokasi di sekitar gunung merapi memiliki kesuburan yang tinggi karena

akumulasi dari abu vulkan / aluvium. Berdasarkan peristiwa yang telah disebutkan itu yang

menjadikan lokasi ini relatif subur dengan jumlah kebatuan relatif kecil.Area ini digunakan

sebagai ladang / kebun campuran. Vegetasi yang tumbuh sebagian besar sebagai tanaman

komoditas berupa cabai, pepaya dan pisang.

Pola drainase tanah ini adalah dendritik dengan jenis erosi rendah. Pola drainase dendritik

ini dimungkinkan karena reliefnya yang datar, sehingga banyak terjadi percabangan aliran sungai

dari hulu melalui hilir menuju muara. Relief yang datar juga mengakibatkan lokasi ini memiliki

tingkat erosi yang rendah pula. Altitude dari wilayah ini mencapai 124 m diatas permukaan laut.

Kedalaman jeluk air tanahnya sebesar 8 - 10 m dari permukaan tanah.

Kemudian menurut karakteristik profilnya tanah ini memiliki 4 horison. Pada horison 1

terletak pada jeluk 0 – 65 cm, horison 2 berada pada jeluk 65 – 96 cm,horison 3 pada jeluk 96 –

139 cm, horison 4 pada jeluk 139 – 203 cm. Matriks warna tanah yang ditemukan cukup

bervariasi tergantung dari jumlah/kadar kandungan bahan organiknya. Horison 1 mempunyai

warna tanah. 10 YR2/2, horison 2 mempunyai warna tanah 10 YR4/3, horison 3 mempunyai warna

tanah 10 YR3/6 , horison 4 mempunyai warna tanah 10 YR4/2. Pada penentuan tekstur dilakukan

dengan penambahan air secukupnya pada tanah kemudian dirasakan teksturnya dengan diraba

dan diremas-remas sampai sifat keliatannya muncul. Tekstur tanah ini pada horison 1, 2, dan3

adalah pasir geluhan, sedangkan pada horison ke 4 mempunyai tekstur geluh pasitan. Tekstur

19

Page 20: Laporan DIT lapangan

tanah bersifat tidak mudah diubah dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat tanah

yang lain, yaitu struktur, konsistensi, kelengasan tanah, permeabilitas tanah, run off, dll.

Tanah pada stopsite 1 ini dari horison 1 sampai horison 4 memiliki tipe struktur gumpal,

kelas halus dan derajat yang lemah. Tanah pada horison 1 mempunyai konsistensi lepas – lepas,

tanah pada horison 2 memiliki konsistensi lunak dan tanah pada horison 3 dan 4 memiliki

konsistensi agak teguh. Ini dikaitkan dengan kandungan pasir pada horison 1 yang lebih

mendominasi dibandingkan horison 3 dan 4 sehingga pada horison 3 dan 4 memiliki konsistensi

agak teguh. Sedangkan perakarannya sendiri adalah mikro sampai meso dengan jumlah akar

pada horison 1 hingga horison3 sedang, sedangkan pada horison 4 sedikit. Perakaran mikro –

meso dipengaruhi oleh vegetasi yang tumbuh pada lokasi, yakni mempunyai akar serabut yang

memungkinkan terdapat perakaran mikro – meso. Bahan kasar pada tanah pada horison 1 sampai

4 memiliki jenis kerikil.Kerikil tersebut berjumlah sedikit pada tiap horisonnya. Ukuran

kerikilnya bervariasi dengan rata-rata pada horison 1 berukuran 1 cm serta pada horison 2, 3 dan

4 berukuran 0,5 cm.

Pada tahap pengujian khemikalia dilakukan dengan memberikan tetesan senyawa organik

yang telah disiapkan dan hasilnya ditentukan dengan banyaknya buih yang dihasilkan. Pengujian

bahan organik menggunakan senyawa kimia H2O210% paling banyak pada horison 2 kemudian

diikuti horison 3 dan paling sedikit pada horison4. Dengan demikian dapat diketahui bahwa

kandungan bahan organik paling banyak pada horison kedua dan yang mengandung bahan

organik paling sedikit adalah horisonempat. Pada horison pertama tidak menunjukkan adanya

bahan organik, yang ditandai tidak munculnya buih ketika dicampurkan khemikalia H2O210%.

Hasil yang sama dengan pengujian bahan organik ditemukan pada pengujian kadar Mn yang

menggunakan senyawa H2O2 3%. Horison ketiga memiliki kandungan Mn paling banyak

sedangkan horisonempat memiliki kandungan Mn paling sedikit. Pada horison pertama juga

tidak terdapat kandungan Mn. Hal ini mungkin disebabkan karena tanah pada horison pertama

merupakan tanah muda yang belum mengalami perkembangan lebih lanjut. Dimungkinkan pada

saat tanah tersebut sudah berkembang, maka akan terdapat kandungan bahan organik dan Mn.

Kandungan bahan organik pada horison ke empat memiliki kandungan Mn maupun BO yang

rendah dimungkinkan tanah tersebut merupakan tanah yang telah mengalami perkembangan

lebih lanjut (tanah tua) sehingga kadar BO dan Mn berkurang. Pengujian khemikalia terakhir

terhadap kadar kapur digunakan senyawa HCI 2N, tidak ditemukan kandungan kapur dalam

20

Page 21: Laporan DIT lapangan

setiap horison tanah tersebut. Derajat keasaman atau pH yang ditentukan dengan H2O, didapat

pH tanah pada horison 1 dan 4 sebesar 5,75, pada horison 3 dan 4 mempunyai pH 6. Tanah

tersebut bersifat asam dan agak baik untuk pertumbuhan tanaman.

Ada 3 jenis klasifikasi berbeda yang digunakan dalam menentukan jenis tanah yang

terdapat di daerah Banguntapan.Berdasarkan sistem klasifikasi PPT, tanah di daerah

Banguntapan ini termasuk Aluvial. Begitu juga berdasarkan sistem klasifikasi tanah FAO yang

memasukkan tanah ini pada jenis Andisol. Menurut system USDA tanah yang ditemukan di

daerah Banguntapan ini termasuk Inceptisol. Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan

tanah muda tetapi lebih berkembang daripada Entisol. Tanah ini belum berkembang lanjut

sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Tanah yang termasuk ordo Inceptisol

merupakan tanah muda, sehingga masih banyak menyerupai sifat bahan induknya.Kata

Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan. Tanah ini merupakan tanah hasil

pelapukan batuan induk yang lemah, tersusun atas perbedaan warna, struktur, dan konsistensi

sebagai hasil pelapukan. Profilnya mempunyai horizon yang dianggap pembentukannya agak

lamban sebagai hasil alterasi bahan induknya. Horizon-horisonnya tidak memperlihatkan hasil

hancuran ekstrem. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini

cukup subur. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial, Andosol,

Regosol, Gleihumus, dll.

Masalah yang sering dialami petani yang memiliki lahan jenis inceptisol adalah lahan

pertanian yang tandus. Hal ini dikarenakan kurang tersedianya hara P yang merupakan hara

makro bagi tanaman. Faktor - faktor yang mempengaruhi ketersediaan hara P seperti reaksi tanah

(pH), kadar Al dan Fe oksida, kadar Ca, kadar bahan organik, tekstur dan pengelolaan lahan.

Penanggulangannya dapat dilakukan dengan pemberian pupuk P untuk meningkatkan

produktivitas tanah.

21

Page 22: Laporan DIT lapangan

STOPSITE II

Tanah Alfisol adalah salah satu jenis tanah yang dapat ditemui di wilayah pegunungan

Batur Agung. Sedangkan daerah yang dijadikan fokus obyek pengamatan berada di daerah

Karangsari, Patuk, Gunung Kidul. Daerah ini memiliki topografi berbukit.Letak lintang pada

lokasi pengamatan adalah S 07° LS, 51 181’ E 110° 29’377 S. Daerah ini memiliki lereng yang

curam yaitu 20 % hal ini dikarenakan posisi obyek pengamatan yang berada pada lereng kaki

pegunungan. Selain itu daerah ini memiliki jenis erosi parit, dengan tingkat erosi sedang. Pada

saat pengamatan berlangsung kondisi di daerah patuk cerah.Landform dari wilayah ini adalah

perbukitan dengan arah lerengnya 230º NE. Litologinya adalah batuan breksi dan konglomerat.

Pertumbuhan tanaman di wilayah ini memiliki tingkat pertumbuhan yang subur dengan pola

drainase dendritik. Kebanyakan wilayah tanah Alfisol ini digunakan sebagai tanah pertanian.

Vegetasi yang tumbuh di wilayah ini meliputi tanaman pangan seperti bambu, pisang, dan

singkong. Daerah ini memiliki jeluk air tanah dangkal yakni bekisar 1,5 – 2 meter. Sedangkan

elevasinya 285 meter diatas permukaan laut.

Dari hasil pengamatan, tanah tersebut memiliki empathorison yaitu horison 1, horison 2,

horison 3, horison 4. Horison 1 memiliki jeluk antara 0 – 45 cm, horison 2 memiliki jeluk antara

45-74 cm, horison 3 memiliki jeluk 74-111 cm, horison 4 memiliki jeluk111-142. Warna tanah

pada horison 1 yaitu 5 YR 4/3,horison 2 yaitu 10 YR 4/4, horison 3 yaitu 7,5 YR5/4, horison 4 yaitu

5YR5/1. Landuse pada stopsite ini adalah tegalan di teras sungai, sehingga tekstur dari tanah

horison 1 adalah lempung pasiran,horison 2 lempung pasiran,horison 3 adalah lempung pasiran,

horison 4 adalah lempung. Menurut strukturnya, horison 1 mempunyai tipe struktur

gumpal,horison 2 hingga horison 4 adalah tipe gumpal, pada horison 1 dan 2 mempunyai kelas

kecil dengan derajat lemah, sedangkan pada horison 3 dan 4 memiliki kelas sedang dengan

derajad sedang. Horison1 memiliki konsistensi agak liat, horison 2 memiliki konsistensi lekat

dan agak plastis dan horison 2 memiliki konsistensi agak lekat dan agak plastis. Perakaran yang

ada beukuran mikro pada horison 1 dengan jumlah sedikit, sedangkan pada horison 2, 3, 4 dan 5

tidak terdapat akar dari tanaman.

Ketika diuji dengan khemikalia BO (H2O2 10 %) tanah pada horison 1 dan 3 tampak lebih

reaktif dibandingkan horizon 2 dan 4. Ini menunjukkan terkandung bahan organik yang banyak

pada horison tersebut. Untuk pengujian Mn, pada horison 3 tampak lebih reaktif, sedangkan pada

22

Page 23: Laporan DIT lapangan

pengujian kapur pada semua horison tidak memiliki kandungan kapur. Seluruh horison

mempunyai pH 5.

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi tapak dan karakteristik profil diketahui bahwa

klasifikasi dari tanah yang ditemukan di stopsite 2 ini berupa Mediteran (PPT) dan Alfisol

(USDA). Tanah Mediteran adalah salah satu jenis tanah yang dapat kita temui di beberapa

wilayah Perbukitan Seribu.Alfisol merupakan tanah yang relatif muda, masih banyak

mengandung mineral primer yang mudah lapuk, mineral liat kristalin dan kaya unsur hara.Tanah

ini mempunyai kejenuhan basa tinggi, KTK dan cadangan unsur hara tinggi.Alfisol merupakan

tanah-tanah di mana terdapat penimbunan liat di horison bawah, liat yang tertimbun di horison

bawah ini berasal dari horison diatasnya dan tercuci ke bawah bersama gerakan air perkolasi.

Alfisol sering dijumpai di daerah yang mempunyai curah hujan cukup tinggi untuk

menggerakkan lempung turun ke bawah dan membentuk horizon argilik.Horison argilik

merupakan horison atau horison tanah yang terbentuk akibat terjadi akumulasi liat.Alfisol

mempunyai kejenuhan basa tinggi (50%) dan umumnya merupakan tanah subur.Tanah tersebut

umumnya terbentuk di bawah berbagai hutan atau tertutup semak.Alfisol atau tanah mediteran

merupakan kelompok tanah merah. Hal ini disebabkan oleh kadar besi yang tinggi disertai kadar

humus yang rendah. Warna tanah Alfisol pada horison atas sangat bervariasi dari coklat abu-abu

sampai coklat kemerahan.

Salah satu masalah dalam pemanfaatan Alfisol untuk usaha pertanian adalah kandungan

hara P tersedia yang rendah.Lahan usaha tani yang sudah lama dimanfaatkan tanpa usaha

pengawetan, dapat mengalami penurunan kesuburan kimiawi dan fisik tanah, sehingga

produktivitasnya rendah.Alfisol memiliki kondisi geografis dan agroklimat yang mendorongnya

untuk menjadi tanah marjinal.Tanah marjinal sangat beragam permasalahannya, dari terlalu basa

(pH>7) hingga masam (pH<5), solum dangkal, bahan organik rendah, kahat hara makro (N, P,

K, Mg, dan S) dan mikro (Fe dan Zn), daya simpan air rendah, dan drainase tanah buruk.Oleh

karena itu untuk pengelolaan tanah marjinal perlu penanganan khusus sesuai dengan masalah

yang terdapat di lapang.Lebih lanjut, tanah-tanah Alfisol yang telah mengalami erosi, kurang

menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan horison argilik akan terekspos

ke luar menjadi horison atas, horison ini dapat menghambat pertumbuhan tanaman, terutama

pertumbuhan akar.

23

Page 24: Laporan DIT lapangan

Solusi dari permasalahan rendahnya unsur hara pada pemanfaatan Alfisol dapat

dilakukan dengan pemupukan.Pemupukan dapat dilakukan dengan melakukan kombinasi antara

takaran pupuk organik (punik) dengan pupuk anorganik. Kombinasi antara kedua pupuk ini

harus sesuai, sehingga dapat dicapai peningkatkan pH tanah, kadar bahan organik dan

ketersediaan berada pada titik optimum.

24

Page 25: Laporan DIT lapangan

STOPSITE III

Pengamatan Stop Site 3 dilakukan di Hutan Bunder, Playen Gading, Gunung Kidul. Hasil

pengamatan terhadap morfologi tapak diketahui bahwa fisiografi lokasi pengamatan berupa

Cekungan Wonosari dengan topografi bergelombang.Lokasi tersebut mempunyai letak lintang S

7054. 160’E LS110033.086’’ BT. Menurut klasifikasi FAO dan PPT tanah di lokasi Hutan

Bunder ini termasuk jenis tanah Rendzina sedangkan menurut klasifikasi USDA termasuk jenis

Mollisol.Tanah ini bertekstur lempung dan mengandung bahan organik yang tinggi.

Jenis tanah ini merupakan perkembangan dari bahan induk sedimen marin. Tanah ini

hanya memiliki dua horison dan horison selanjutnya sudah merupakan horison bahan induk.

Bahan induk horison ini dibedakan menjadi dua yaitu andesit dan kapur. Tanah yang terbentuk

dari andesit memperlihatkan adanya mineral lempung. Sedang tanah yang terbentuk dari kapur,

tanah menumpang pada batuan gamping yang mempunyai porositas yang rendah karena bersifat

masif. Apabila terbentuk dalam keadaan normal, tanah ini dapat menjadi tanah Vertisol dan

Regosol dengan syarat tidak berada di bawah tegakan atau vegetasi hutan.

Pada morfologi tapak tanah Rendzina memiliki tingkat kelerengan sebesar 10% saat

diukur dengan klinometer dan termasuk dalam kelas bergelombang. Mempunyai arah lereng

20º.Tingkat kelerengan tersebut berpengaruh terhadap pola drainase dan erosi. Pola drainase

pada stop site 3 ini yaitu dendritik dan tingkat erosinya termasuk rendah - sedang. Kemudian

jeluk air tanahnya sangat dalam dengan tingkat erosi yang rendah.Morfologi tapak tersebut dapat

berfungsi sebagai indikator dalam penentuan jenis tanah.Selain itu jenis tanah yang berbeda

sangat dipengaruhi oleh iklim. Rendzina umumnya terbentuk di daerah beriklim semi arid dan

sub humid sehingga pada musim kemarau suhu tinggi dan pada musim hujan suhu cenderung

rendah. Waktu pengamatan dilakukan pada saat cuaca mendung. Altitude pada lokasi tersebut

adalah 214 meter diatas permukaan laut. Jeluk air tanah sangat dalam, yakni > 10 meter.

Landformnya angkatan dengan pertumbuhan baik dan subur. Vegetasinya adalah alang alang dan

akasia dengan landuse hutan sekunder.

Pada karakteristik profil, diketahui bahwa tanah Rendzina terdapat dua horison. Warna

tanah pada horison I adalah 7,5 YR 3/2 dan horison II adalah 7,5 YR 3/4. Metode yang

digunakan yaitu secara kuantitatif menggunakan kartu warna Soil Munsell Color Charts yang

tersusun atas 3 unsur yaitu HUE yang menunjukan spektrum warna dominan, VALUE (YR) yang

menunjukan tingkat kecerahan warna dengan warna putih sebagai pembandingdan CHROMA

25

Page 26: Laporan DIT lapangan

yang menunjukan tingkat kemurnian warna dan derajat kekelabuan warna. Pada horison I tanah

berwarna coklat kehitaman dengan adanya campuran batu sedangkan pada horison II tanah

berwarna coklat. Perbedaan warna antara horison I dan II karena dipengaruhi oleh jumlah bahan

organik dimana pada horison atas akan terdapat lebih banyak bahan organik dibandingkan tanah

dihorison bawahnya sehingga pada horison atas tanah berwarna lebih gelap yaitu coklat

kehitaman.

Penentuan tekstur dilakukan secara kualitatif yaitu dengan metode perabaan sehingga

dapat diketahui fraksi dominan penyusun tanah. Dari penentuan diketahui tekstur tanah Rendzina

pada horison I yaitu lempung pasiran sedangkan pada horison II yaitu lempung. Dalam

penentuan tipe struktur tanah dilakukan pengamatan langsung terhadap bentuk dan ukurannya

dan diperoleh bahwabaik pada horison I maupun pada horison II tanah Rendzina berstruktur

gumpal menyudut dengan kelas sedang dan derajatnya kuat.Lalu konsistensi tanah Rendzina

yaitu sangat teguh baik pada horison I maupun horison II. Penentuan konsistensi tersebut

dilakukan secara kualitatif dengan membasahi tanah dengan sedikit air lalu diuji kelekatannya

dan didapatkan hasil bahwa tanah menempel disalah satu jari sedangkan dijari yang lain tidak

ada sehingga konsistensinya sangat teguh. Kemudian perakaran yang ada pada horison I yaitu

berukuran mikro dengan jumlah yang sedikit sedangkan pada horison II ukuran perakarannya

adalah meso dengan jumlah yang sedikit pula. Perakaran tersebut dipengaruhi oleh jenis vegetasi

yang tumbuh yaitu hutan yang ditumbuhi oleh alang alang, sehingga perakaran yang ada mikro

dan sedikit.

Pada penentuan uji khemikalia kadar bahan organik ditentukan dengan menggunakan

H2O2 10% dan didapatkan hasil tanah bereaksi saat diberikan bahan khemikalia tersebut dengan

mucul banyak buih sehingga menunjukkan kadar BO banyak. Kadar BO pada horison I lebih

banyak (+++) dibandingkan dengan horison II (++). Menurut penelitian Hanudin dkk. (2012),

bahan organik tanah (BO) lebih banyak terakumulasi di lapisan atas tanah, karena berasal dari

reruntuhan daun atau organ tubuh tanaman lainnya yang tumbuh diatasnya. Makin ke arah jeluk

tanah yang makin dalam kandungan bahan organik tanah semakin rendah. Hal ini dapat dipahami

karena semakin jauh dari daerah akumulasi sersah daun yang jatuh dari tanaman yang tumbuh di

atas tanah.

Pada pengujian Mn dengan H2O2 3% didapatkan hasil bahwa kandungan Mn pada horison

I lebih sedikit (+) dibandingkan pada horison II (++). Hal ini karena kandungan Mn mengalami

26

Page 27: Laporan DIT lapangan

proses pelindian sehingga saat terkena hujan Mn akan terbawa air menuju ke horison yang paling

bawah. Reaksi uji kadar Mn dalam tanah yaitu Mn + H2O2 → MnO2 + H2. Dan uji kandungan

kapur pada tanah digunakan larutan HCl 2N dan didapatkan hasil kandungan kapur baik pada

horison I maupun horison II tidak ada. Pada penentuan pH secara kuantitatif dengan

menggunakan pH stick didapatkan hasil pengukuran pH H2O pada horison I yaitu 7 dan horison

II yakni 6, sehingga baik untuk pertumbuhan tanaman. Pada penelitian Hanudin dkk. (2012)

didapat, makin dalam jeluk tanah, nilai pH-H2O juga makin tinggi, kemungkinan hal ini

disebabkan makin dekat dengan bahan induk tanah yang gampingan (kapuran) menyebabkan pH

tanah makin tinggi. Sumber utama kebasaan tanah adalah CaCO3 yang merupakan komponen

dominan dalam bahan induk gampingan. Ion CO32- bila terdissosiasi dari CaCO3, maka dalam

sistem air akan mampu menghidrolisis air tersebut sehingga terlepas OH - ke dalam larutan

tanah, akibatnya pH tanah akan meningkat. Makin tinggi atau makin dekat dengan sumber bahan

karbonat maka pH tanah cenderung makin tinggi pula.

Berdasarkan pengamatan dilapangan dan data yang diperoleh diperlukan usaha untuk

meningkatkan potensi tanah rendzina mengingat kandungan BO yang tinggi dan tersedianya air

bawah tanah yang cukup melimpah. Hal itu tentu saja berhubungan dengan kesuburan tanaman

yang akan dibudidayakan dijenis tanah tersebut. Dengan kata lain tanah ini tergolong subur bagi

tanaman dan diperlukan pemilihan varietas yang cocok agat dapat tumbuh subur pada jenih tanah

Rendzina ini. Selain itu untuk menjaga kesuburan tanah rendzina ini dapat dilakukan sistem

pergiliran tanaman agar tidak terjadi kehabisan kandungan hara dalam tanah. Selain itu apabila

dilakukan pemberian pupuk harus tepat antara jenis dan takarannya karena apabila berlebihan

akan terakumulasi dalam tanah dan bisa membuat tanah menjadi padat serta kering. Untuk

pengelolaan yang lebih baik tentu saja perlu dilakukan penelitian dan penerapan teknologi yang

tepat guna agar bermanfaat bagi peningkatkan produktivitas lahan ini sehingga secara ekonomis

dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk sekitar.

27

Page 28: Laporan DIT lapangan

STOPSITE IV

Tanah di daerah Playen dengan letak lintang S 07° LS, 56 853’ E110° 34 286 Syang

fisiologinya termasuk pada daerah cekungan Wonosari dengan lereng 0-5 %, topografi datar,

landusenya tegalan dengan vegetasi pohon jati dan memiliki pertumbuhan subur serta memiliki

pola drainase dendritik. Memiliki landform karst, litologi batuan koral, jeluk air tanah agak

dalam sekitar 2 – 4 m dan memiliki tingkat erosi tinggi. Altitude pada lokasi ini adalah 216 meter

diatas permukaan laut dengan arah lereng 195º NE.

Karakteristik profil tanah daerah ini mempunyai warna tanah hitam karena adanya

dispersi bahan organik (BO) dengan matrik 5 YR 3/1 , karena terjadi dispersi bahan organik maka

pada saat dilakukan pengujian khemikalia bahan organik dengan H2O2 10% tanah ini sangat

reaktif yang berarti banyak mengandung bahan organaik, memiliki tekstur lempung debuan, tipe

struktur gumpal menyudut, kelas struktur sedang, derajat struktur sedang, konsistensi sangat

plastis sehingga lekat, memiliki perakaran dengan ukuran makro dengan jumlah yang sedikit.

Tanah ini memiliki batuan penyusun yang berupa batuan gamping baik yang permeable (rapuh,

mudah meloloskan air) maupun yang impermeable (kompak, relatih tidak mudah meloloskan

air). Tanah di daerah ini memiliki sifat vertiktum, yaitu sifat kembang kempis saat musim hujan

dan kemarau. Pada saat musim kemarau, tanah ini mekar merekah (kembang/ mengembang)

seperti pecah karena sudah tidak terdapat kadar air yang mencukupi sehingga menjadi kering,

sedangkan saat musim hujan air akan cepat diresap kedalam tanah sehingga tanah menjadi sangat

lekat dan tidak merekah lagi (kempis/ mengempis). Tanah yang dijumpai adalah tanah Grumusol

dan sebagian kecilnya adalah Litosol. Karena daerah ini memiliki wilayah yang datar maka

digunakan kegiatan pertanian intensif bercorak lahan kering baik komoditas tanaman semusim

maupun tanaman tahunan. Pada daerah Playen ini vegetasi yang banya dijumpai adalah pohon

Jati yang merupakan tanaman lahan kering komoditas tanaman tahunan. Pada saat musim hujan

terdapat lubang-lubang yang itu adalah rumah cacing, hal tersebut sering disebut dengan cauli

flower.

Tanah ini berasal dari bahan induk yang berupa batuan gamping. Batuan gamping

merupakan hasil endapan laut yang banyak mengandung karang laut dan sebagian besar terdiri

CaCO3 (kalsit) dan CaMg(CO3)2 (dolomit). Tanah ini memiliki tekstur lempung karena pada

waktu di lapangan tanah ini agak melekat, rasa tidak kasar dan tidak licin, dapat dibentuk bola

agak teguh serta dapat sedikit dibuat gulungan dengan permukaan mengkilap. Struktur tanah

28

Page 29: Laporan DIT lapangan

25

yang dimiliki jenis tanah ini adalah membulat sehingga menyebabkan porositas tinggi. Dengan

adanya porositas yang tinggi maka air akan mudah meresap dan run off pun kecil. Dengan begitu

tingkat erosi di daerah ini pun kecil.

Perbaikan kecepatan infiltrasi adalah sangat penting di daerah-daerah kering karena untuk

mengerjakan lahan kering digunakan irigasi. Dalam hal ini beberapa tindakan yang perlu

dilakukan adalah pengembangan dan perbaikan mutu permukaan, pengelolaan tanah, yang baik

oleh rotasi tanaman dan penambahan BO, maka tanah ini dapat digunakan untuk usaha pertanian.

Pengelolaan tanah Vertisol dalam hal ini dapat dilakukan dengan pemupukan yang harus

diperhatikan waktu dan jumlahnya yang sesuai dengan karakteristiknya, misalnya kejenuhan

basa, KPK yang tinggi, tekstur yang relatif halus, permeabilitas yang rendah, pH yang relatif

tinggi, dan sebagainya. Unsur-unsur Ca2+ dalam jumlah pupuk yang diberikan akan membantu

tercapainya kondisi keseimbangan nutrisi. Kondisi penetrasi yang lambat akan menghambat

penetrasi pupuk ke dalam tanah, maka pupuk diberikan sedikit demi sedikit dan berulang.

29

Page 30: Laporan DIT lapangan

STOPSITE V

Pengamatan di Stop Site 5 dilakukan di Mulo, Gunung Kidul. Hasil pengamatan terhadap

morfologi tapak diketahui bahwa fisiografi lokasi pengamatan berupa Perbukitan Seribu.

Termasuk dalam fisiografi perbukitan seribu karena lokasinya terletak di rangkaian banyak

gunung yang melewatinya. Vegetasi yang tumbuh di daerah ini adalah jenis tanaman tahunan

seperti akasia. Namun kebanyakan wilayah ini hanya digunakan sebagai hutan dan hanya sedikit

saja yang digunakan sebagai lahan pertanian mengingat pengairan yang hanya mengandalkan air

hujan karena tidak adanya sungai.

Soil taxonomy dari tanah Mediteran adalah Alfisol. Landform dari tanah ini adalah

perbukitan. Dilihat dari sisi topografi, daerah ini adalah bergelombang. Pola drainasenya adalah

pola dendritik. Tingkat atau proses erosi yang terjadi di daerah ini adalah erosi sedang. Wilayah

Mulo berada pada kemiringan lereng 10%.

Diketahui dari karakteristik profilnya, tanah yang diamati terdiri atas 3 horison yaitu dari

horison 1, 2 dan 3. Warna tanah di ketiga horison tersebut masing-masing secara berurutan yaitu

2,5 YR 5/6, 2,5 YR 4/6 dan 2,5 YR3/6. Tekstur tanah pada horison satu hingga horison ketiga

berturut-turut adalah lempung, lempung dan lempung debuan. Strukturnya gumpal menyudut,

derajat dan kelasnya sedang.

Konsistensinya keras dengan perakaran diantara ketiga horison adalah mikro dengan

jumlah yang sedikit. Selain itu ketika diadakan uji khemikalia terhadap masing-masing horizon

ternyata bahan organik paling banyak pada horison 3 dan tidak ditemukan kapur pada setiap

horison tanah. Derajat pH H2O pada horison 1 hingga 3 berturut-turut adalah 5,5.

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi tapak dan karakteristik profil diketahui bahwa

klasifikasi dari tanah yang ditemukan di stopsite 5 ini berupa Mediteran (PPT) dan Alfisol

(USDA). Tanah Mediteran adalah salah satu jenis tanah yang dapat kita temui di beberapa

wilayah Perbukitan Seribu. Alfisol merupakan tanah yang relatif muda, masih banyak

mengandung mineral primer yang mudah lapuk, mineral liat kristalin dan kaya unsur hara. Tanah

ini mempunyai kejenuhan basa tinggi, KTK dan cadangan unsur hara tinggi. Alfisol merupakan

tanah-tanah di mana terdapat penimbunan liat di horison bawah, liat yang tertimbun di horison

bawah ini berasal dari horison diatasnya dan tercuci ke bawah bersama gerakan air perkolasi.

Alfisol sering dijumpai di daerah yang mempunyai curah hujan cukup tinggi untuk

menggerakkan lempung turun ke bawah dan membentuk horizon argilik. Horison argilik

30

Page 31: Laporan DIT lapangan

merupakan horison atau horison tanah yang terbentuk akibat terjadi akumulasi liat. Alfisol

mempunyai kejenuhan basa tinggi (50%) dan umumnya merupakan tanah subur. Tanah tersebut

umumnya terbentuk di bawah berbagai hutan atau tertutup semak. Alfisol atau tanah mediteran

merupakan kelompok tanah merah. Hal ini disebabkan oleh kadar besi yang tinggi disertai kadar

humus yang rendah. Warna tanah Alfisol pada horison atas sangat bervariasi dari coklat abu-abu

sampai coklat kemerahan.

Salah satu masalah dalam pemanfaatan Alfisol untuk usaha pertanian adalah kandungan

hara P tersedia yang rendah. Lahan usaha tani yang sudah lama dimanfaatkan tanpa usaha

pengawetan, dapat mengalami penurunan kesuburan kimiawi dan fisik tanah, sehingga

produktivitasnya rendah. Alfisol memiliki kondisi geografis dan agroklimat yang mendorongnya

untuk menjadi tanah marjinal. Tanah marjinal sangat beragam permasalahannya, dari terlalu basa

(pH>7) hingga masam (pH<5), solum dangkal, bahan organik rendah, kahat hara makro (N, P,

K, Mg, dan S) dan mikro (Fe dan Zn), daya simpan air rendah, dan drainase tanah buruk. Oleh

karena itu untuk pengelolaan tanah marjinal perlu penanganan khusus sesuai dengan masalah

yang terdapat di lapang. Lebih lanjut, tanah-tanah Alfisol yang telah mengalami erosi, kurang

menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan horison argilik akan terekspos

ke luar menjadi horison atas, horison ini dapat menghambat pertumbuhan tanaman, terutama

pertumbuhan akar.

Solusi dari permasalahan rendahnya unsur hara pada pemanfaatan Alfisol dapat

dilakukan dengan pemupukan. Pemupukan dapat dilakukan dengan melakukan kombinasi antara

takaran pupuk organik (punik) dengan pupuk anorganik. Kombinasi antara kedua pupuk ini

harus sesuai, sehingga dapat dicapai peningkatkan pH tanah, kadar bahan organik dan

ketersediaan berada pada titik optimum.

31

Page 32: Laporan DIT lapangan

KESIMPULAN

1. Setiap jenis tanah memiliki ciri-ciri khas masing-masing, sehingga mempermudah dalam

penentuan jenis tanah.

2. Sifat fisik dan sifat kimia dipengaruhi oleh faktor pembentuknya yang meliputi bahan

induk tanah, iklim, organisme, topografi (relief), dan waktu pembentukan tanah.

3. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa jenis tanah yang relatif untuk tanaman budidaya

meliputi Inceptisol, Ultisol, Mollisol, sedangkan yang kurang subur meliputi Vertisol dan

Alfisol.

4. Masing-masing jenis tanah mempunyai kekurangan dan kelebihan, sehingga diperlukan

penanganan yang tepat saat penanaman tanaman budidaya. Solusi bagi jenis tanah yang

kurang subur dilakukan penambahan bahan organik (pemupukan), rotasi tanaman,

pemberian tanaman penutup (mencegah erosi), solarasi tanah, dan irigasi yang tepat.

32

Page 33: Laporan DIT lapangan

PENGHARGAAN

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia

dan kemudahannya, sehingga penulisan laporan Dasar – Dasar Ilmu Tanah dapat terselesaikan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada para asisten yang telah membantu dan membimbing

pelaksanaan praktikum berjalan dengan lancar. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada

kedua orang tua kami karena berkat doa dan dukungannya sehingga dapat terselesaikannya

laporan ini. Tentunya ucapan terima kasih kepada teman-teman kelompok 4 golongan A2 atas

kerja keras dan usahanya dari pelaksanaan praktikum hingga terselesaikannya laporan ini

Yogyakarta, Mei 2014

Praktikan

33

Page 34: Laporan DIT lapangan

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2012. Konservasi Tanah Dan Air.Edisi kedua.Cetakan ketiga. Penerbit IPB Press,

Bogor .

Hakim, N., M. Yusuf, N., A. M. Lubis., Sutopo G.N., M. Rusdi S., M. Amin D., Go Ban H. dan

H.H Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Cetakan Pertama. Universitas Lampung,

Lampung.

Hanafiah, K.A.2013. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Cetakan keenam. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hanudin, E, M. Nurdin, dan J. W. Purnomo. 2012. Karaktersitik konkresi mangan pada mollisol

hutan bunder Gunung Kidul. Seminar Nasioal Agroforestri III: 104-110.

Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud,

Jakarta.

Punmia, B.C., A. Kumar Jain, and A. Kumar Jain. 2005. Soil Mechanics And Foundations. Edisi

keenam belas. Laxmi Publications (P) LTD. New Delhi, India.

Sutanto, R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Konsep d an Kenyataan. Cetakan kelima, Penerbit

Kanisius, Yogyakarta.

Wongsotjitro, S. 1980. Ilmu Ukur Tanah. Cetakan ke dua puluh dua. Penerbit Kanisius,

Yogyakarta.

34