Laporan Ekskursi GL Kel 2

57

Click here to load reader

Transcript of Laporan Ekskursi GL Kel 2

Page 1: Laporan Ekskursi GL Kel 2

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah didalam

mintakat jenuh (saturation Zone) dengan tekanan hidrostatis sama atau lebih besar

dari tekanan atmosfer. Kondisi air tanah dipengaruhi oleh iklim, kondisi geologi,

geomorfologi dan penutup lahan serta aktivitas manusia. Kondisi air tanah dapat

diketahui dari kondisi akuifer. Akuifer adalah suatu lapisan batuan atau formasi

geologi yang mempunyai struktur yang memungkinkan air untuk masuk dan

bergerak melaluinya dalam kondisi normal (Tood, 1980) Menurut Suharyadi

sebagian air tanah berasal dari air permukaan yang meresap masuk kedalam tanah

dan membentuk suatu siklus hidrologi. Air tanah (ground water) air yang terdapat

pada suatu lapisan batuan yang menyimpan dan meloloskan air yang disebut

akuifer. Air tanah dapat dibedakan kedalam dua jenis yaitu air tanah bebas dan air

tanah dalam.

Dalam penelitian ini merupakan sebuah penilitian yang digunakan untuk

mengetahui persebaran air bawah tanah, sehingga dapat diketahui adanya lapisan

pembawa air tanah atau akuifer yang ada di daerah Umbul Pajangan,Yogyakarta.

Pendugaan geolistrik ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai

lapisan tanah di bawah permukaan dan kemungkinan terdapatnya sumber mata air.

Pendugaan geolistrik ini didasarkan pada kenyataan bahwa material yang berbeda

akan mempunyai tahanan jenis yang berbeda apabila dialiri arus listrik. Metode

resistivitas dengan konfigurasi Schlumberger dilakukan dengan cara

mengkondisikan spasi antar elektrode potensial adalah tetap sedangkan spasi antar

elektrode arus berubah secara bertahap pengukuran ini didalsarkan pada

pengukuran resistivitas pada arah vertikal atau Vertical Electrical Sounding

(VES) yang merupakan salah satu metode geolistrik resistivitas untuk menentukan

perubahan resistivitas tanah terhadap kedalaman yang bertujuan untuk

mempelajari variasi resistivitas batuan di bawah permukaan bumi secara vertikal.

1

Page 2: Laporan Ekskursi GL Kel 2

I.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi penyebaran dari

air tanah di bawah permukaan daerah Umbul, Pajangan. Tujuan dilakukannya

penelitian geolistrik metode resistivitas konfigurasi Schlumberger dan metode

mise a la masse ini adalah untuk mendapatkan grafik dan profil bawah permukaan

dan peta resistivitas, peta Isopotensial VspA, Peta Isopotensial VspB, Peta

Isopotensial Vms, dan Peta Residual Vsp, serta dapat menginterpretasikan hasil

tersebut untuk mengetahui persebaran air bawah tanah pada daerah penelitian.

I.3. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penlitian ini adalah dapat menginterpretasikan

hasil penelitian yang berupa grafik dan peta hasil penelitian yang didalam peta

tersebut dapat mengidentifikasi aliran air bawah permukaan dengan metode

geolistrik mise a la masse pada daerah penelitian.

2

Page 3: Laporan Ekskursi GL Kel 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 II.1. Geologi Regional Daerah Yogyakarta

Secara umum, fisiografi Jawa Tengah bagian selatan-timur yang meliputi

kawasan Gunungapi Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan Selatan

dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu Zona Solo dan Zona Pegunungan Selatan

(Bemmelen, 1949) .Zona Solo merupakan bagian dari Zona Depresi Tengah

(Central Depression Zone) Pulau Jawa. Zona ini ditempati oleh kerucut G. Merapi

(± 2.968 m). Kaki selatan-timur gunungapi tersebut merupakan dataran

Yogyakarta-Surakarta ( ± 100 m sampai 150 m) yang tersusun oleh endapan

aluvium asal G. Merapi. Di sebelah barat Zona Pegunungan Selatan, dataran

Yogyakarta menerus hingga pantai selatan Pulau Jawa, yang melebar dari pantai

Parangtritis hingga sungai Progo. Aliran sungai utama di bagian barat adalah

sungai Progo dan Sungai Opak, sedangkan di sebelah timur ialah sungai

Dengkeng yang merupakan anak sungai Bengawan Solo (Bronto dan Hartono,

2001).

Daerah Yogyakarta sendiri terletak pada ketinggian 0 – 2900 m diatas

permukaan laut dan dikelilingi oleh dataran tinggi yaitu pegunungan seribu

sebelah tenggara, penggunungan menoreh disebelah barat daya dan Gunung

Merapi sebelah utara. Struktur geologi yang terdapat diyogyakarta yaitu lipatan

dan sesar. Perlipatan dan pensesaran telah diteliti oleh Van Bummelen (1949).

Sesar utama yaitu sesar opak yang berarah relative timur – laut dan barat – daya

sepanjang kali opak dan memanjang melewati Yogyakarta, Bantul hingga ke laut

selatan (Budianta, 2000 dalam Faisal 2008) dan terdapat sesar yang berpasangan

yang juga memotong kaki Merapi dan membentuk graben Bantul dan Yogyakarta.

Sesar-sesar ini diperkirakan aktif hingga pliosen akhir dan mungkin hingga

kuarter, dimana proses sedimentasi yang terjadi juga sangat cepat oleh aktifitas

Gunung Merapi yang masih aktif hingga kini.

3

Page 4: Laporan Ekskursi GL Kel 2

Gambar II.1. Peta Geologi Yogyakarta. Garis hitam putus – putus menunjukkan sesar (Wartono

Rahardjo, 1977).

4

Tempat Penelitian

Page 5: Laporan Ekskursi GL Kel 2

Secara stratigrafi, urutan satuan batuan dari tua ke muda menurut

penamaan litostratigrafi menurut Wartono dan Surono dengan perubahan (1994)

adalah :

1. Formasi Wungkal-Gamping

Lokasi tipe formasi ini terletak di Gunung Wungkal dan Gunung

Gamping, keduanya di Perbukitan Jiwo. Satuan batuan Tersier tertua di

daerah Pegunungan Selatan ini di bagian bawah terdiri dari perselingan

antara batupasir dan batulanau serta lensa batugamping. Pada bagian atas,

satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa batugamping. Formasi ini

tersebar di Perbukitan Jiwo, antara lain di Gunung Wungkal, Desa

Sekarbolo, Jiwo Barat, menpunyai ketebalan sekitar 120 meter (Bronto

dan Hartono, 2001).

2. Formasi Kebo-Butak

Lokasi tipe formasi ini terletak di Gunung Kebo dan Gunung Butak yang

terletak di lereng dan kaki utara gawir Baturagung. Litologi penyusun

formasi ini di bagian bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau,

batulempung, serpih, tuf dan aglomerat. Bagian atasnya berupa

perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan tipis tuf asam.

Setempat di bagian tengahnya dijumpai retas lempeng andesit-basal dan di

bagian atasnya dijumpai breksi andesit.

3. Formasi Semilir

Formasi ini berlokasi tipe di Gunung Semilir, sebelah selatan Klaten.

Litologi penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi

batuapung dan serpih. Komposisi tuf dan batuapung tersebut bervariasi

dari andesit hingga dasit. Di bagian bawah satuan batuan ini, yaitu di Kali

Opak, Dusun Watuadeg, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten

Sleman, terdapat andesit basal sebagai aliran lava bantal (Bronto dan

Hartono, 2001). Penyebaran lateral Formasi Semilir ini memanjang dari

ujung barat Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Pleret-Imogiri, di

sebelah barat Gunung Sudimoro, Piyungan-Prambanan, di bagian tengah

pada G. Baturagung dan sekitarnya, hingga ujung timur pada tinggian

5

Page 6: Laporan Ekskursi GL Kel 2

Gunung Gajahmungkur, Wonogiri. Ketebalan formasi ini diperkirakan

lebih dari 460 meter.

4. Formasi Nglanggran

Lokasi tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa

Semilir. Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf

dan aliran lava andesit-basal dan lava andesit. Breksi gunungapi dan

aglomerat yang mendominasi formasi ini umumnya tidak berlapis.

Kepingannya terdiri dari andesit dan sedikit basal, berukuran 2 – 50 cm.

Di bagian tengah formasi ini, yaitu pada breksi gunungapi, ditemukan

batugamping terumbu yang membentuk lensa atau berupa kepingan.

Secara setempat, formasi ini disisipi oleh batupasir gunungapi epiklastika

dan tuf yang berlapis baik.

5. Formasi Sambipitu

Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu pada jalan raya

Yogyakarta-Patuk-Wonosari kilometer 27,8. Secara lateral, penyebaran

formasi ini sejajar di sebelah selatan Formasi Nglanggran, di kaki selatan

Subzona Baturagung, namun menyempit dan kemudian menghilang di

sebelah timur. Ketebalan Formasi Sambipitu ini mencapai 230 meter.

Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar,

kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling

dengan serpih, batulanau dan batulempung. Pada bagian bawah kelompok

batuan ini tidak mengandung bahan karbonat. Namun di bagian atasnya,

terutama batupasir, mengandung bahan karbonat. Formasi Sambipitu

mempunyai kedudukan menjemari dan selaras di atas Formasi

Nglanggran.

6. Formasi Oyo

Lokasi tipe formasi ini berada di Kali Oyo. Batuan penyusunnya pada

bagian bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara

berangsur dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung

karbonatan. Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun

kadang-kadang dijumpai kalsirudit yang mengandung fragmen andesit

membulat. Formasi Oyo tersebar luas di sepanjang Kali Oyo. Ketebalan

6

Page 7: Laporan Ekskursi GL Kel 2

formasi ini lebih dari 140 meter dan kedudukannya menindih secara tidak

selaras di atas Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi

Sambipitu serta menjemari dengan Formasi Oyo.

7. Formasi Wonosari

Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan Formasi

Punung yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di

lapangan keduanya sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi

Wonosari-Punung. Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan

sekitarnya, membentuk bentang alam Subzona Wonosari dan topografi

karts Subzona Gunung Sewu. Ketebalan formasi ini diduga lebih dari 800

meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian bawah menjemari dengan

Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari dengan Formasi Kepek.

Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari

batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan sebagai

sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur.

8. Formasi Kepek

Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer di

sebelah barat Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu Kali Rambatan

sebelah barat Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya

adalah napal dan batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200

meter.

9. Endapan Permukaan

Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih tua

yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Surono dkk. (1992)

membagi endapan ini menjadi Formasi Baturetno (Qb), Aluvium Tua (Qt)

dan Aluvium (Qa). Sumber bahan rombakan berasal dari batuan Pra-

Tersier Perbukitan Jiwo, batuan Tersier Pegunungan Selatan dan batuan G.

Merapi. Endapan aluvium ini membentuk Dataran Yogyakarta-Surakarta

dan dataran di sekeliling Bayat. Satuan Lempung Hitam, secara tidak

selaras menutupi satuan di bawahnya. Tersusun oleh litologi lempung

hitam, konglomerat, dan pasir, dengan ketebalan satuan ± 10 m.

Penyebarannya dari Ngawen, Semin, sampai Selatan Wonogiri. Di

7

Page 8: Laporan Ekskursi GL Kel 2

Baturetno, satuan ini menunjukan ciri endapan danau, pada Kala

Pleistosen. Ciri lain yaitu: terdapat secara setempat laterit (warna merah

kecoklatan) merupakan endapan terarosa, yang umumnya menempati

uvala pada morfologi karst.

II.2. Geologi Lokal Daerah Sleman

Secara umum geologi lokal daerah Sleman didominasi secara keselurahan

oleh endapan merapi muda. Merapi merupakan salah satu gunung teraktif dengan

ditandai besarnya frekuensi aktivitas berupa semburan material vulkanik. Merapi

yang saat ini merupakan bagian dari merapi muda, di mana mempunyai rentang

umur dari 2000 tahun lalu hingga sekarang. Aktivitas Merapi muda ini terdiri dari

aliran basalt dan andesit, awan panas serta letusan magmatik. Letusan terkadang

tidak begitu eksplosif, namun sering kali diikuti oleh aliran piroklastik pada

letusannya (Ratdomopurbo dan Andreastuti, 2000). Material piroklastik yang

dihasilkan oleh Gunung Merapi terdiri dari berbagai macam jenis yaitu blok yang

berukuran besar, tephra yang berukuran lapili dan debu. Aktivitas Gunung Merapi

memberikan efek tumpahan material yang bersifat eksplosif di mana material

piroklastik yang tertumpah dengan segala macam ukuran akan terdistribusi di

sekitar Gunung Merapi (Ratdomopurbo dan Andreastuti, 2000).

Arah aliran piroklastik Gunung Merapi itu sendiri sering dipengaruhi oleh

beberapa faktor yakni kerucut puncak Gunung Merapi yang berbentuk seperti

tapal kuda. Arah bukaannya mengarah Barat sampai Barat – Daya sehingga arah

alirannya selalu melalui sungai Bebeng dan sungai Senowo. Hasil material

vulkanik pada waktu lampau juga mengarah ke Barat – Barat – Daya yang

ditandai oleh gundukan endapan Gunung merapi di danau Borobudur pada abad

XII – XIII (Newhall et all, 2000). Sedangkan bagian Timur merupakan bagian

dari struktur merapi tua yang jarang terkena dampak aliran piroklastik letusan

Gunung Merapi. Material Gunung Merapi yang berukuran lapili dan debu akan

mudah tersebar dalam jarak yang relatif jauh oleh bantuan angin sedangkan

material yang berukuran blok yang hanya mengandalkan gaya gravitasi dan aliran

sungai, sehingga endapan lahar dan boulder akan ditemui pada jarak terdekat dari

Gunung Merapi sekitar 20 km (Kusumaningsih, 2004).

8

Page 9: Laporan Ekskursi GL Kel 2

II.3. Penelitian Terdahulu

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui penyebaran aliran air bawah

tanah di daerah Umbul Pajangan Yogyakarta dengan menggunakan metode

geofisika elektromagnetik (EM) VLF (Very Low Frequency) untuk mengetahui

respon VLF mode sudut tilt. Metode elektromagnetik VLF ini memanfaatkan

pemancar gelombang yang berada di Jepang dan Australia. Metode ini

memanfaatkan gelombang hasil induksi elektomagnetik yang berfrekuensi sangat

rendah. Karena dengan frekuensinya yang cukup rendah, gelombang ini memiliki

penetrasi yang cukup dalam. Gelombang ini juga menjalar ke seluruh dunia

dengan atenuasi yang kecil dalam pandu gelombang antara permukaan bumi dan

ionosfer. Dua alasan pemakaian gelombang VLF adalah kemampuannya untuk

komunikasi global karena pelemahan yang sangat kecil didalam pandu gelombang

bumi – ionosfer.

Interpretasi dilakukan dari data VLF sudut tilt dan elliptisitas untuk

mengestimasi aliran air bawah tanah yang diinterpretasi secara kualitatif dan

kuantitatif. Pengukuran dilakukan pada tanggal 16 - 17 November 20113.

Pemrosesan data menggunakan bahasa komputasi MATLAB R2009a dan

software KHFFilt. Interpretasi kualitatif dilakukan dengan pengolahan data yang

difilter melalui filter Karous-Hajelt dan Gafik Fraser sehingga memperlihatkan

anomali benda konduktif bawah tanah. Sedangkan interpretasi kuantitatif

menggunakan program KHFFilt dan penampang rapat arus dengan menggunakan

MATLAB R2009a untuk menentukan posisi air bawah tanah. Dari hasil penelitian

dapat diketahui estimasi air bawah tanah di daerah Umbul Pajangan, Yogyakarta

mengalir dari utara ke selatan, di dapat dua aliran pada bagian timur dan barat.

9

Page 10: Laporan Ekskursi GL Kel 2

Gambar II.2. Korelasi Penampang

10

U

Page 11: Laporan Ekskursi GL Kel 2

BAB III

DASAR TEORI

III.1. Geolistrik

Geolistrik adalah salah satu metode geofisika yang mengukur sifat

kelistrikan batuan di bawah permukaan bumi dan bagaimana mendeteksinya di

permukaan bumi. Metode geolistrik memiliki beberapa konfigurasi diantaranya

konfigurasi Wenner, Schlumberger, Dipole-Dipole, Pole-Dipole, Dipole-Pole,

Pole-Pole, dan Misse ala Masse. Namun, metode geolistrik secara garis besar

dibagi menjadi dua macam, yaitu geolistrik yang bersifat pasif dan geolistrik yang

bersifat aktif. Dan geolistrik ini juga terbagi atas beberapa bagian diantaranya

resistivity, self-potensial, induksi polarisasi (IP). Metode resistivity konfigurasi

Wenner-Alpha merupakan bagian dari metode geolistrik yang bersifat aktif, yaitu

memanfaatkan sifat kelistrikan yang sudah ada di dalam bumi tanpa menginjeksi

arus listrik lagi pada saat melakukan pengukuran. Metode ini sangat penting di

pelajari sebagai salah satu dasar penerapan ilmu geofisika. Setiap melakukan

penelitian harus ada tiga tahap utama, yaitu akuisisi data, processing data, serta

interpretasi data. Dalam hal ini processing data dilakukan dengan beberapa

langkah atau prosedur processing. Oleh karena itu, perlunya pembahasan lebih

awal tentang pengolahan data sehingga didapatkan hasil interpretasi yang sesuai

dengan yang diinginkan.

Pendugaan geolistrik dilakukan dengan menghantarkan arus listrik (beda I)

buatan kedalam tanah melalui batang elektroda arus, kemudian mengukur beda

potensial (beda V) pada elektroda lain. Hasil pencatatan akan dapat mengetahui

tahanan jenis bahan yang dilalui oleh arus listrik dapat diketahui dengan Hukum

Ohm yaitu :

R = V/I …………………….……………….... (III.1)

dimana :

R = tahanan (ohm/mohm)

V= beda potensial listrik (volt/mvolt)

I = beda arus listrik dalam (Ampere)

11

Page 12: Laporan Ekskursi GL Kel 2

Dengan memanfaatkan nilai tahanan jenis ini maka aplikasi metoda

geolistrik telah digunakan pada berbagai bidang ilmu yaitu :

1. Geologi regional untuk mengetahui struktur, stratigrafi dan sedimentasi.

2. Hidrogeologi/Geohidrologi untuk mengetahui muka air tanah, akuifer,

stratigrafi , intrusi air laut.

3. Geologi teknik untuk mengetahui struktur, startigrafi, permeabilitas dan

porositas batuan, batuan dasar, pondasi, kontruksi bangunan teknis.

4. Pertambangan untuk mengetahui endapan plaser, stratigrafi, struktur,

penyebaran endapan mineral.

5. Arkeologi untuk mengetahui dasar candi, candi terpendam, tanah galian

lama.

6. Panas bumi (geothermal) mengetahui kedalaman, penyebaran, low

resistivity daerah panas bumi.

III.2. Metode Resistivitas Konfigurasi Schlumberger

Metode resistivitas adalah salah satu metode yang cukup banyak digunakan

dalam dunia eksplorasi khususnya eksplorasi air tanah karena resistivitas dari

batuan sangat sensitif terhadap kandungan airnya. Sebenarnya ide dasar dari

metode ini sangatlah sederhana, yaitu dengan menganggap bumi sebagai suatu

resistor.

Gambar III.1. Konsep Geolistrik

Metode geolistrik resistivitas atau tahanan jenis adalah salah satu dari

kelompok metode geolistrik yang digunakan untuk mempelajari keadaan bawah

permukaan dengan cara mempelajari sifat aliran listrik di dalam batuan di bawah

permukaan bumi. Metode resistivitas umumnya digunakan untuk eksplorasi

dangkal, sekitar 300 – 500 m. Prinsip dalam metode ini yaitu arus listrik

diinjeksikan ke alam bumi melalui dua elektrode arus, sedangkan beda potensial

12

Page 13: Laporan Ekskursi GL Kel 2

yang terjadi diukur melalui dua elektrode potensial. Dari hasil pengukuran arus

dan beda potensial listrik dapat diperoleh variasi harga resistivitas listrik pada

lapisan di bawah titik ukur.

Metode kelistrikan resistivitas dilakukan dengan cara menginjeksikan arus

listrik dengan frekuensi rendah ke permukaan bumi yang kemudian diukur beda

potensial diantara dua buah elektrode potensial. Pada keadaan tertentu,

pengukuran bawah permukaan dengan arus yang tetap akan diperoleh suatu

variasi beda tegangan yang berakibat akan terdapat variasi resistansi yang akan

membawa suatu informasi tentang struktur dan material yang dilewatinya. Prinsip

ini sama halnya dengan menganggap bahwa material bumi memiliki sifat resistif

atau seperti perilaku resistor, dimana material-materialnya memiliki derajat yang

berbeda dalam menghantarkan arus listrik.

Berdasarkan pada tujuan penyelidikan, metode resistivitas dibedakan

menjadi dua yaitu mapping dan sounding. Metode geolistrik resistivitas mapping

merupakan metode resistivitas yang bertujuan mempelajari variasi rasistivitas

lapisan bawah permukaan secara horisontal. Oleh karena itu, pada metode ini

digunakan jarak spasi elektrode yang tetap untuk semua titik datum di permukaan

bumi. Sedangkan metode resistivitas sounding bertujuan untuk mempelajari

variasi resistivitas lapisan bawah permukaan bumi secara vertikal. Pada metode

ini pengukuran pada satu titik ukur dilakukan dengan cara mengubah-ubah jarak

elektrode. Pengubahan jarak elektrode tidak dilakukan secara sembarang, tetapi

mulai jarak elektrode kecil kemudian membesar secara gradual.

Pada konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil-ecilnya,

sehingga jarak MN secara teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan

kepekaan alat ukur, maka ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak MN

hendaknya dirubah. Perubahan jarak MN hendaknya tidak lebih besar dari 1/5

jarak AB.

Gambar III.2. Konfigurasi Schlumberger

13

Page 14: Laporan Ekskursi GL Kel 2

Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah pembacaan tegangan

pada elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh,

sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik ‘high

impedance’ dengan akurasi tinggi yaitu yang bisa mendisplay tegangan minimal 4

digit atau 2 digit di belakang koma. Atau dengan cara lain diperlukan peralatan

pengirim arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi.

Sedangkan keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan

untuk mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu

dengan membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak

elektroda MN/2.

Agar pembacaan tegangan pada elektroda MN bisa dipercaya, maka ketika

jarak AB relatif besar hendaknya jarak elektroda MN juga diperbesar.

Pertimbangan perubahan jarak elektroda MN terhadap jarak elektroda AB yaitu

ketika pembacaan tegangan listrik pada multimeter sudah demikian kecil,

misalnya 1.0 milliVolt.

Umumnya perubahan jarak MN bisa dilakukan bila telah tercapai

perbandingan antara jarak MN berbanding jarak AB = 1 : 20. Perbandingan yang

lebih kecil misalnya 1 : 50 bisa dilakukan bila mempunyai alat utama pengirim

arus yang mempunyai keluaran tegangan listrik DC sangat besar, katakanlah 1000

Volt atau lebih, sehingga beda tegangan yang terukur pada elektroda MN tidak

lebih kecil dari 1.0 milliVolt.

Parameter yang diukur :

1. Jarak antara stasiun dengan elektroda-elektroda (AB/2 dan MN/2)

2. Arus (I)

3. Beda Potensial (∆ V)

Parameter yang dihitung :

1. Tahanan jenis (R)

2. Faktor geometrik (K)

3. Tahanan jenis semu (ρ )

14

Page 15: Laporan Ekskursi GL Kel 2

Cara intepretasi Schlumberger adalah dengan metode penyamaan kuva

(kurva matching). Ada 3 (tiga) macam kurva yang perlu diperhatikan dalam

intepretasi Schlumberger dengan metode penyamaan kurva, yaitu :

Kurva Baku

Kurva Bantu, terdiri dari tipe H, A, K dan Q

Kurva Lapangan

Untuk mengetahui jenis kurva bantu yang akan dipakai, perlu diketahui

bentuk umum masing-masing kurva lapangannya.

Kurva bantu H, menunjukan harga ρ minimum dan adanya variasi 3 lapisan

dengan ρ1 > ρ2 < ρ3.

Kurva bantu A, menunjukkan pertambahan harga ρ dan variasi lapisan

dengan ρ1 < ρ2 < ρ3.

Kurva bantu, K menunjukan harga ρ maksimum dan variasi lapisan dengan

ρ1 < ρ2 > ρ3.

Kurva bantu Q, menunjukan penurunan harga ρ yang seragam : ρ1 > ρ2 > ρ

Gambar III.3. Kurva-Kurva Bantu Dalam Metode Penyamaan Kurva

Schlumberger

15

Page 16: Laporan Ekskursi GL Kel 2

Untuk koreksi kedalaman, Untuk titik-titik pusat (Pn) yang terletak pada kurva

bantu tipe H, tidak perlu dikoreksi. Titik P pada kurva Bantu tipe A, K dan Q

perlu dikoreksi. Titik P1 apapun kurvanya tidak perlu dikoreksi.

Gambar III.4. Contoh Kurva Bantu

Titik P1, tidak perlu dikoreksi. Titik P2, tidak perlu dikoreksi karena terletakpada

kurva Bantu tipe H. Titik P3 dan P4, perlu dikoreks nilai d (kedalaman), karena

terletak pada kurva Bantu selain tipe H.

III.3. Metode Mise a la Masse

Pada metode Mise A la Masse digunakan untuk eksplorasi endapan gravel,

endapan bijih, endapan pasir, tubuh mineral sulfida, dan penerapan di bidang

geoteknik dan pencarian benda-benda sejarah, seperti bangunan candi. Prinsip

metode mise ala mase yaitu salah satu elektroda arus C1 dipasang langsung

menyentuh batuan yang bersifat konduktor atau singkapan batuan yang

mengandung mineral. Bisa juga melalui lubang bor untuk kontak langsung dengan

batuan konduktor tersebut. Sedangkan elektroda C2 terletak di luar daerah

pengukuran atau daerah yang sudah tidak terpengaruh dengan adanya efek

potensial yang ditimbulkan oleh bahan konduktor tersebut. Jika area survey dalam

orde 1 x 1 km2, maka elektroda C2 dipasang kira-kira 2,5 km sampai 3 km dari titik

C1. Alasan posisi elektroda C2 di letakkan jauh dari elektroda C1 untuk mengurangi

16

Page 17: Laporan Ekskursi GL Kel 2

kesalahan yang disebabkan oleh pengaruh medan kutub ganda. Adapun susunan

elektroda pada saat pengambilan data di lapangan yaitu :

Gambar III.5. Konfigurasi Metode Mise ala Mase

Gambar III.6. Konfigurasi Metode Mise ala Mase dengan

ore body

Dalam pengolahan data,nilai tahanan jenis semu dapat dihitung menggunakan

persamaan :

(1)

dimana :

(2)

(3)

(4)

dimana n merupakan indeks pengukuran. Sedangkan untuk menghitung potensial

diri batuan yang terukur adalah (Vsp)n.

17

Page 18: Laporan Ekskursi GL Kel 2

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

IV.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Acara lapangan metode resistivitas konfigurasi Schlumberger dan Metode

Mise A la Masse dilaksanakan pada tanggal 22 - 23 November 2013 yang

bertempat di Daerah Umbul Pajangan, Sleman, Yogyakarta.

IV.2. Desain Survei

Gambar IV.1. Desain Survey Pengambilan Data Lapangan

18

U

KETERANGANKelompok 2Kelompok lain

Page 19: Laporan Ekskursi GL Kel 2

IV.3. Peralatan dan Perlengkapan

Pengambilan data lapangan dengan menggunakan metode resistivitas

konfigurasi Schlumberger menggunakan alat NANIURA.

Gambar IV.2 Resistivitymeter jenis Naniura NRD 22S

- Nainura NRD 22s, digunakan untuk mengukur tahanan jenis

- Accu 12 volt yang digunakan untuk sumber penginjeksian arus.

- Syscal Resistivitymeter yang digunakan untuk mengukur tahanan jenis

- Kabel konektor, berfungsi untuk penghubung.

- Palu yang berfungsi untuk menancapkan elektroda

- Elektroda, befungsi untuk penginjeksian arus.

- Kompas, berfungsi untuk menentukan azimuth pada lintasan

- Gps, berfungsi untuk menentukan koordinat titik pengukuran

- Meteran, berfungsi untuk mengukur panjang lintasan.

19

Page 20: Laporan Ekskursi GL Kel 2

Dalam acara lapangan metode Mise A La Masse digunakan beberapa alat,

yaitu :

Gambar IV.3 Peralatan dan perlengkapan

- Oyo Mcohm digunakan untuk mengukur tahan jenis.

- Accu 12 volt yang digunakan untuk sumber penginjeksian arus.

- Kabel konektor, berfungsi untuk penghubung.

- Palu yang berfungsi untuk menancapkan elektroda

- Elektroda, befungsi untuk penginjeksian arus.

- Kompas, berfungsi untuk menentukan azimuth pada lintasan

- Gps, berfungsi untuk menentukan koordinat titik pengukuran

- Meteran, berfungsi untuk mengukur panjang lintasan.

IV.4. Diagram Alir Pengambilan Data

20

Page 21: Laporan Ekskursi GL Kel 2

Diagram Alir pengambilan data dengan metode resistivitas konfigurasi

Schlumberger

Gambar 1V.4 Diagram alir pengambilan data

Ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam proses pengambilan data :

- Mencari informasi geologi regional dan lokal di daerah pengkuran

- Melakukan orientasi lapangan berupa letak titik pengukuran, panjang

lintasan dan menentukan azimuth lintasan untuk pengukuran dengan

menggunakan kompas dan menentukan koordinat dengan pengkuran

menggunakan GPS

- Menyiapkan alat dan rangkai alat dengan benar supaya akuisisi data dapat

dilakukan secara benar

- Bentangkan meteran sejauh 150 m ke kanan dan 150 m ke kiri

- Setting alat sesuai konfigurasi dengan ketentuan metode resistivitas.

21

Mulai

Merangkai elektroda arus dan potensial dengan susunan C1 P1 P2 C2

Persiapan Alat

Pengambilan data lapangan V, I

Mencatat data V dan I pada Tabel data

Selesai

Mengatur panjang lintasan 300 meter

Page 22: Laporan Ekskursi GL Kel 2

- Hubungkan elektroda arus (C1 dan C2) dengan kabel elektroda arus (C1

dan C2) dan elektroda potensial dengan kabel elektroda potensial (P1 dan

P2) lalu kemudian hubungkan dengan alat, Dimana C1 dengan C1, C2

dengan C2, P1 dengan P1, P2 dengan P2.

- Hubungkan resistivitymeter dengan dengan sumber arus (accu /battrey)

dimana sisi positif (+) dengan positif (+) dan sisi negatif (-) dengan

negatif (-).

- Pasang elektroda sesuai spasi yang telah ditentukan.

- Nyalakan resistyvitymeter

- Mengatur nilai V ke angka nol dan setelah itu menekan tombol START

sampai nilai stabil dan menekan tombol HOLD

- Membaca dan mencatat data yang terbaca pada alat tersebut

Diagram Alir pengambilan data dengan menggunakan metode Mise a la masse

22

Page 23: Laporan Ekskursi GL Kel 2

Gambar 1V.5 Diagram alir pengambilan data

Langkah – Langkah pengambilan data :

- Lakukan tinjauan geologi sekitar daerah penelitian

- Membentangkan meteran sepanjang 150 m.

- Menyambung kabel pada alat ke accu (merah positif, hitam negatif).

- Menancapkan elektroda ke tanah dengan menggunakkan palu dimana

jarak antar elektroda telah diketahui sesuai data. Kemudian menjepit kabel

pada elektroda yang telah ditancap ke tanah.

- Menghubungkan kabel dari P1 ke elektroda potensial P1. Setelah itu

menghubungkan kabel dari P2 ke elektroda potensial P2.

- Menghubungkan kabel dari C1 ke elektroda arus C1. Setelah itu

menghubungkan kabel dari C2 ke elektroda arus C2.

- Memeriksa kembali semua sambungan kabel dari awal.

23

Mulai

Merangkai elektroda arus dan potensial dengan susunan C1 P1 P2 C2

Persiapan Alat

Pengambilan data lapangan VspA, VMs, VspB

Mencatat data vspA,VMs, dan VspB

Selesai

Mengatur panjang lintasan untuk P2 150 meter

Page 24: Laporan Ekskursi GL Kel 2

- Menghidupkan alat dengan tombol ON pada alat setelah semua kabel

benar – benar tersambung

- Mengatur mode, stack, dan current pada alat lalu ENTER.

- Lakukan pengukuran dengan menekan tombol measured

24

Page 25: Laporan Ekskursi GL Kel 2

IV.5. Diagram Alir Pengolahan Data

Gambar 1V.6 Diagram alir pengambilan data

25

SCHLUMBERGER

PETA :- Peta

ResistivitasPeta VspAPeta VspBPeta VmsPeta Delta Vsp

MULAI

MISSE A LA MASSE

MS. EXCEL

DATA LAPANGAN

PENGOLAHAN DATA

PROFIL BAWAH PERMUKAAN GRAFIK

IP2WIN SURFER

MS. EXCEL

SELESAI

INTERPRETASI

KESIMPULAN

Page 26: Laporan Ekskursi GL Kel 2

Pada pengolahan data lapangan dilakukan dua cara pengolahan yaitu

pengolahan dengan metode mise ala mase maupun pengolahan dengan matode

sclumberger dengan menggunakan software surfer dan IP2WIN. Berawal dari

data lapangan yang didapat yaitu nilai V dan I, kemudian diolah dengan Mc.excel.

1. Pengolahan data software IP2WIN

a. File – New vest point

b. Masukkan data pengikuran lapangan AB/2, MN, dan Rho.

c. Save txt – Ok

d. Klik Split untuk mendapatkan lapisan tambahan dan join untuk

mengurangi lapisan

e. Data kurvanya di trend hingga matching sampai errornya antara 0% –

10%

f. Apabila nilai errornya sudah didapatkan antara 0%-10% maka data

disimpan dengan cara klik File pilih BMP kemudian simpan nama file

sesuai dengan yang diinginkan

Dari penampang bawah permukaan yang di olah secara manual maupun

software tersebut kemudian dibahas dan buat kesimpulan.

2. Pengolahan data dengan software surfer

a. Buka software surfer

b. Copy data Titik pegnukuran, tilt, dan elipt dalam worksheet surfer

c. Kemudian simpan file dengan cara klik file – new – plot document –

keudian simpan dalam format *dat

d. Kemudian grid data lalu new contur

26

Page 27: Laporan Ekskursi GL Kel 2

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1 PENAMPANG IPI2WIN

V.1.1. Penampang IP2WIN Titik 1

Gambar V.1 Penampang IP2WIN Titik 1

Pada pengolahan dengan menggunakan software IP2WIN ini didapatkan

error sebesar 3,8%. Pada titik 1 didapatkan 7 lapisan dimana pada lapisan 1

didapatkan nilai resistivitas sebesar 178 ohm-m dengan kedalaman 0.6 meter.

Sementara pada lapisan kedua didapatkan nilai resistivitas sebesar 55,4 ohm-m

dengan kedalaman 1,3 meter. Pada lapisan ketiga didapatkan nilai resistivitas

sebesar 90.1 ohm-m yang terletak pada kedalaman 2,97 meter. Kemudian untuk

lapisan keempat didapatkan nilai resistivis sebesar 119 ohm-m yang terletak pada

kedalaman 12,4 meter. Lapisan ke 5 didapatkan nilai resistivitas sebesar 79,3

ohm-m dengan kedalaman 31 meter. Untuk Lapisan ke 6 didapatkan nilai

resistivitas sebesar 150 ohm-m dengan kedalaman 77,4 meter. Dan yang terakhir

pada lapisan ketujuh didapatkan nilai resistivitas sebesar 86 ohm-m, dengan

kedalaman tak hingga . Nilai resistivitas yang didapat air bawah permukaan

sekitar 55-70 ohm-m maka dapat diinterpretasikan bahwa pada lapisan kedua

terdapat adanya akuifer.

27

Page 28: Laporan Ekskursi GL Kel 2

V.1.2. Penampang IP2WIN Titik 2

Gambar V.2. Penampang IP2WIN Titik 2

Pada pengolahan dengan menggunakan software IP2WIN ini didapatkan

error sebesar 6,52%. Pada titik 2 didapatkan 5 lapisan dimana pada lapisan 1

didapatkan nilai resistivitas sebesar 178 ohm-m dengan kedalaman 0,99 meter.

Sementara pada lapisan kedua didapatkan nilai resistivitas sebesar 348 ohm-m

dengan kedalaman 5,68 meter. Pada lapisan ketiga didapatkan nilai resistivitas

sebesar 73,6 ohm-m yang terletak pada kedalaman 27,1 meter. Kemudian untuk

lapisan keempat didapatkan nilai resistiviras sebesar 369 ohm-m yang terletak

pada kedalaman 44,8 meter. Pada lapisan kelima didapatkan nilai resistivitas

sebesar 73,6 ohm-m yang terletak pada kedalaman tak hingga. Pada pengolahan

ini didapatkan nilai resistivitas air bawah permukaan sekitar 60-70 ohm-m maka

dapat diinterpretasikan bahwa pada lapisan ketiga terdapat adanya akuifer.

28

Page 29: Laporan Ekskursi GL Kel 2

V.1.3. Penampang IP2WIN Titik 3

Gambar V.3 Penampang IP2WIN Titik 3

Pada pengolahan dengan menggunakan software IP2WIN ini didapatkan

error sebesar 3,19% untuk titik 3 didapatkan 6 lapisan dimana pada lapisan 1

didapatkan nilai resistivitas sebesar 80,1 ohm-m dengan kedalamannya 0,429

ohm-m, pada lapisan kedua didapatkan nilai resistivitas sebesar 392 m dengan

kedalamannya 5,24 meter, Pada lapisan ketiga didapatkan nilai resistivitas sebesar

53 ohm-m yang terletak pada kedalaman 11,5 meter, pada lapisan keempat

didapatkan nilai resistivitas sebesar 259 ohm-m yang terletak pada ketebalan 14,3

meter, Pada lapisan kelima didapatkan nilai resistivitas sebesar 46,6 ohm-m yang

terletak pada ketebalan 17meter, pada lapisan ke enam didapatkan nilai resistivitas

sebesar 109 dengan kedalaman tak hingga. Untuk nilai resistivitas air bawah

permukaan sekitar 60-70 ohm-m maka dapat diinterpretasikan bahwa pada lapisan

keenam terdapat adanya akuifer.

29

Page 30: Laporan Ekskursi GL Kel 2

V.1.4. Penampang IP2WIN Titik 4

Gambar V.4 Penampang IP2WIN Titik 4

Pada titik 4 didapatkan 5 lapisan dimana pada lapisan 1 didapatkan nilai

resistivitas sebesar 105 ohm-m dengan ketebalan 1,36 meter dan kedalamannya

1,36, pada lapisan kedua didapatkan nilai resistivitas sebesar 259 ohm-m dengan

ketebalan 3,92 meter dan kedalamanya 5.28 meter, Pada lapisan ketiga didapatkan

nilai resistivitas sebesar 27 ohm-m yang terletak pada ketebalan 13.5 meter dan

kedalaman 18.8 meter, pada lapisan keempat didapatkan nilai resistiviras sebesar

116 ohm-m yang terletak pada ketebalan 36.7 meter dan kedalaman 55.5 meter,

dan yang terakhir pada lapisan kelima didapatkan nilai resistivitas sebesar 118

ohm-m namun tidak diketahui pada kedalaman berapa, sehingga dianggap tak

hingga. Pada pengolahan dengan menggunakan software IP2WIN ini didapatkan

error sebesar 5,11%. Dengan range nilai resistivitas air bawah permukaan sekitar

60-70 ohm-m maka dapat diinterpretasikan bahwa pada lapisan ini tidak terdapat

adanya akuifer.

30

Page 31: Laporan Ekskursi GL Kel 2

V.2. PETA

V.2.1. Peta Resistivitas

437380 437400 437420 437440 437460 437480 437500

9145960

9145980

9146000

9146020

9146040

9146060

9146080

44

48

52

56

60

64

68

72

76

80

84

88

92

96

100

PETA RESISTIVITAS

0 20 40 60 80

1

1

2

2

3

3

4 45

5

6

6

7

7

8

8

9

9

1010 11

11

12

12

437380 437400 437420 437440 437460 437480 437500

9145960

9145980

9146000

9146020

9146040

9146060

9146080

LINE KELOMPOK 2

LINE KELOMPOK LAIN

KETERANGAN

Ohm.m

Gambar V.5 Peta Resistivitas

Setelah melakukan pengolahan data menggunakan Ms. Excel dan software

Surfer, maka dihasilkan peta persebaran resistivitas secara lateral. Berdasarkan

hasil pengolahan data maka didapatkan peta resistivitas. Dimana pada peta

tersebut didapatkan 3 range nilai resistivitas. Dimana pada range nilai rendah

mempunyai nilai resistivitas antara 44 ohm.m – 68 ohm.m yang dicirikan dengan

warna merah hingga kuning. Nilai resistivitas dengan range sedang mempunyai

31

Page 32: Laporan Ekskursi GL Kel 2

nilai resistivitas antara 68 ohm.m – 88 ohm.m yang dicirikan dengan warna

kuning sampai hijau. Nilai resistivitas dengan range tinggi mempunyai nilai

resistivitas antara 88 ohm.m – 100 ohm.m yang dicirikan dengan warna hijau

sampai dengan warna biru.

Dari peta dapat dilihat bahwa penyebaran aliran air bawah permukaan

ditunjukkan oleh nilai resistivitas yang sedang, sedangkan nilai resistivitas yang

rendah merupakan air buangan atau air genangan yang menyebabkan nilai

resistivitas yang didapatkan rendah. Nilai resistivitas yang tinggi dapat

diinterpretasikan sebagai satuan batupasir yang agak basah sehingga mendapatkan

nilai resistivitas yang tinggi.

32

Page 33: Laporan Ekskursi GL Kel 2

V.2.2. Peta Isopotensial VspA

437380 437400 437420 437440 437460 437480 437500

9145960

9145980

9146000

9146020

9146040

9146060

9146080

-350

-300

-250

-200

-150

-100

-50

0

50

100

150

200

250

300

350

1

1

2

2

3

3

4 45

5

6

6

7

7

8

8

9

9

1010 11

11

12

12

437380 437400 437420 437440 437460 437480 437500

9145960

9145980

9146000

9146020

9146040

9146060

9146080

0 20 40 60 80

PETA VSPA

mV

LINE KELOMPOK 2

LINE KELOMPOK LAIN

KETERANGAN

m

Gambar V.6 Peta Isopotensial VspA

Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan maka didapat peta

Isopotensial VSPA dimana nilai VSPA ini didapat sebelum diinjeksikan arus.

Pada peta isopotensial menggunakan nilai Vspa pada seluruh lintasan. Nilai

VspA ini didapatkan dengan menggunakan mode SP. Pada peta isopotensial yang

terdapat skala warna dibagi menjadi 3, yaitu biru, hijau-kuning, jingga-merah.

Nilai tertinggi yang didapat ketika sebelum diinjeksikan arus yaitu sebesar 300

33

Page 34: Laporan Ekskursi GL Kel 2

mV, sedangkan untuk nilai terendahnya sebesar -350 mV. Pada peta VSPA ini

didominasi oleh nilai resistivitas antara -350 hingga -50 mV dimana dapat terlihat

dengan warna jingga - merah, dengan dominan sekitar 60% dari luasan peta. Pada

lintasan kelompok 3 ditandai dengan garis berwarna merah yang menunjukkan

line 5 dan line 6. Untuk line 5 dan line 6 sendiri didominasi oleh resistivitas antara

-350 hingga 50 mV.

Dari peta Isopotensial dapat terlihat nilai potensial tinggi ditunjukkan

dengan warna biru yang terletak pada line 2 dengan koordinat X=437440 –

437500 dan Y=9146040 – 9146080 , serta terletak pada line 7 dengan koordinat

X=437440 dan Y= 9145960 - Y= 9145980, nilai potensial sedang ditunjukkan

dengan warna hijau yang terletak antara line 1-3 hingga line 7-8 dan line 12.

Dari peta isopotensial ini tidak dapat diinterprettasikan secara pasti, karena

pengukuran yang dilakukan tanpa menginjeksikan arus. Nilai VspA yang didapat

langsung darii dalam bumi (pasif) tanpa ada gangguan terlebih dahulu ( tanpa ada

injeksi arus/aktif). Namun dari peta Isopotensial ini dapat dilihat adanya kontras

penyebaran yang tidak jauh berbeda dengan kontras penyebaran dari peta

Resistivitas hanya yang membedakan kenampakan penyebaran dari peta VspA

belum terlihat lebih dibandingkan kenampakan penyebaran bawah permukaan dari

peta resistivitas.

34

Page 35: Laporan Ekskursi GL Kel 2

V.2.3.. Peta VspB

437380 437400 437420 437440 437460 437480 437500

9145960

9145980

9146000

9146020

9146040

9146060

9146080

-360

-320

-280

-240

-200

-160

-120

-80

-40

0

40

80

120

160

200

1

1

2

2

3

3

4 45

5

6

6

7

7

8

8

9

9

1010 11

11

12

12

437380 437400 437420 437440 437460 437480 437500

9145960

9145980

9146000

9146020

9146040

9146060

9146080

N

0 20 40 60 80

mV

LINE KELOMPOK 2

LINE KELOMPOK LAIN

KETERANGAN

PETA VSPB

Gambar V.7 Peta Isopotensial VspB

Peta diatas merupakan peta penyebaran nilai potensial VSpB bawah

permukaan yang menggambarkan penyebaran air tanah bawah permukaan. Hasil

peta Isopotensial VspB ini dibuat dengan menggunakan software surfer. peta

Isopotensial VSpB ini di dapat ketika sudah menginjeksikan arus (aktif). Arus

yang didapat bukan berasal langsung dari bumi (Pasif) tetapi karena sudah ada

gangguan terlebih dahulu (Aktif). Pada peta isopotensial menggunakan nilai

VspB pada seluruh lintasan. Nilai VspB ini didapatkan dengan menggunakan

35

Page 36: Laporan Ekskursi GL Kel 2

mode SP. Pada peta isopotensial yang terdapat skala warna dibagi menjadi 3,

yaitu biru, hijau-kuning, jingga-merah. Nilai tertinggi yang didapat setelah

mengalami injeksi arus 200 mV, sedangkan nilai terendah -360 mV. Pada peta

Vspb didominasi pada range nilai resistivitas 0 hingga -360 mV dimana terlihat

dengan warna hijau. Sama seperti peta Isopotensial VspA nilai potensial tertinggi

yang ditandai dengan warna biru terletak pada line 2 dan line 7, tepatnya terletak

pada koordiat X=437440 – 437500 dan Y=9146040 – 9146080 untuk line 2 dan

koordinat X=437440 dan Y= 9145960 - Y= 9145980 untuk line 7. Pada peta

VspB ini dapat terlihat adanya penyebaran aliran air bawah permukaan dari line 5

– line 6 dan line 9 – 10.

36

Page 37: Laporan Ekskursi GL Kel 2

V.2.4. Peta Vms

437380 437400 437420 437440 437460 437480 437500

9145960

9145980

9146000

9146020

9146040

9146060

9146080

550600650700750800850900950100010501100115012001250130013501400145015001550

1

1

2

2

3

3

4 45

5

6

6

7

7

8

8

9

9

1010 11

11

12

12

437380 437400 437420 437440 437460 437480 437500

9145960

9145980

9146000

9146020

9146040

9146060

9146080

PETA VMS

0 20 40 60 80

mV

LINE KELOMPOK 2

LINE KELOMPOK LAIN

KETERANGAN

Gambar V.8 Peta Isopotensial Vms

Peta diatas merupakan peta penyebaran nilai potensial Vms bawah

permukaan yang menggambarkan penyebaran air tanah bawah permukaan. Hasil

peta isopotensial Vms ini dibuat dengan menggunakan software surfer.. peta

Isopotensial Vms ini di dapat sedang menginjeksikan arus (aktif). Arus yang

dipakai pada saat pengukuran potensial Vms ini sebesar 100 mA. Arus yang

didapat bukan berasal langsung dari bumi (Pasif) tetapi karena sudah ada

gangguan terlebih dahulu (Aktif). Pada peta isopotensial menggunakan nilai Vma

37

Page 38: Laporan Ekskursi GL Kel 2

pada seluruh lintasan. Nilai Vms ini didapatkan dengan menggunakan mode R.

Dari hasil pengolahan data di surfer 10 dengan menggunakan nilai pengukuran

dodapat VMS dengan nilai yang bervariasi dengan Metode Mise Ala Mase.

Kemudian terbagi menjadi 3 golongan nilai warna yaitu, merah, hijau, dan biru.

Pada skala warna ungu-biru menunjukkakan nilai ohm-m yang rendah dengan

range nilai 700 mV sampai 950 mV. Pada skala warna hijau-kuning menunjukkan

nilai resistivity sedang dengan range nilai 1000 mV sampai 1350 mV. Pada skala

warna merah yang terdapat di peta VMS menunjukan nilai yang tinggi dengan

range 1350 ohm.m sampai 1550 ohm.m ditunjukkan dengan gradasi warna

orange-merah.

Pada peta ini menunjukkan peta yang hampir sama dengan peta resistivitas

dimana peta ini menunjukkan daerah yamg kaya akan kendungan air tanah

memiliki nilai resistivitas yang kecil. Target dari pengukuran ini adalah untuk

mengetahui pola arah aliran air dengan menentukan nilai resistivitas dari rendah

hingga yang terkecil, untuk mengetahui pola aliran air dengan cara melihat nilai

resistivitas dari yang rendah hingga nilai yang resistivitas yang tinggi. Pada peta

dapat terlihat pola arah aliran air.

38

Page 39: Laporan Ekskursi GL Kel 2

V.2.5. Peta Residual Vsp

437380 437400 437420 437440 437460 437480 437500

9145960

9145980

9146000

9146020

9146040

9146060

9146080

-220-200-180-160-140-120-100-80-60-40-20020406080100120140160180200220240260280

U

KeteranganLintasan Kel. Lain

1

1

2

2

3

3

4 45

5

6

6

7

7

8

8

9

9

1010 11

11

12

12

Gambar V.9 Peta Residual Vsp

Peta diatas adalah peta resistivitas residual yang merupakan hasil dari

pengurangan antara VSPB dengan VSPA . Hasil peta isopotensial Residual Vsp

ini dibuat dengan menggunakan software surfer. Hasil peta Isopotensial Residual

ini di dapat dari gabungan antara poteansial yang belum diininjeksikan arus,

langsung didapat arus dari bumi atau bersifat pasif (VspA) dan didapat dari nilai

potensial yang sudah diinjeksikan arus atau bersifat pasif. Pada peta isopotensial

residual ini menggunakan selisih nilai VspB dan VspA pada seluruh lintasan.

39

Page 40: Laporan Ekskursi GL Kel 2

Nilai Isopotensial residual ini didapatkan dengan menggunakan mode SP. .

Berdasarkan peta diatas, didapatkan nilai resistivitas yang tertinggi sebesar 280

mV dan didapatkan juga nilai resistivitas terendah sebesar -220 mV. Peta ini

didominasi dengan nilai resistivitas sebesar 0 0hm.m sampai -80 ohm.m, yang

ditandai dengan warna hijau. Pada lintasan kelompok 3 yang di beri tanda dengan

garis berwarna merah, nilai potensial yang didapat pada daerah pengukuran

tersebut sebesar -20mV sampai -160 mv .

Dari peta residual ini tidak dapat diinterpretasikan secara pasti penyebaran

arah aliran bawah permukaan, karena peta residual ini dihasilkan dari dua

isopotensial yang berbeda kondisi, yang satu belum dialirkan aliran listrik dan

yang satu sudah dialirkan aliran arus listrik. Tampak terlihat jelas pada peta

residual ini nilai penyebarannya keseluruhannya hampir sama.

40

Page 41: Laporan Ekskursi GL Kel 2

BAB VI

PENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Dari hasil pengolahan dapat disimpulkan bahwa :

Pada daerah umbul pajangan aliran air bawah permukaan berasal dari arah

barat laut dan timur laut. Hal tersebut terlihat dari nilai resistivitas yang

rendah pada peta resistivitas serta karena faktor topografi yang pada

bagian utara relatif lebih tinggi dari pada di bagian selatan daerah

penelitian.

Pada daerah tersebut merupkan daerah endapan vulkanik yang berasal dari

gunung merapi yang terletak disebelah utara daerah tersebut.

Lithologi pada daerah umbul pajangan ini berupa breksi dan batupasir.

Memiliki range :

WARNA NILAI INTERPRETASIUngu sampai biru 89 – 106 Ohm-m Batupasir

Hijau 66 - 86 Ohm-m Pasir Dengan Air

Kuning sampai Orange 40 – 66 Ohm-m Soil

VI.2 Saran

Saran yang dapat diberikan yaitu lebih dibutuhkan ketelitian baik dalam

pengerjaan dilapangan serta perhitungan dan pengolahan data menggunakan

software, sehingga bisa didapatkan data yang sesuai dengan kondisi geologi

daerah pengukuran. Serta harus ada koordinasi sesama penanam elektroda C agar

tidak terkena setrum.

41