laporan faal 1 panca indera

23
BAB I PENDAHULUAN Praktikum yang dilakukan berhubungan dengan gangguan refraksi pada mata. Namun, terlebih dahulu juga dipelajari mengenai fisiologi mata secara normal. Pada praktikum ini, bahan yang dipelajari adalah: 1. Dasar-dasar refraksi dan kelainan serta tindakan koreksinya dengan model mata (Cenco-Ingersol) 2. Dasar-dasar pemeriksaan lapang pandang dengan menggunakan perimeter 3. Mekanisme timbulnya diplopia 4. Dasar-dasar refleks pupil langsung dan tak langsung (konsensual) 5. Peristiwa yang terjadi pada mata waktu melihat jauh dan dekat 6. Letak bintik buta terhadap fovea sentralis di retina 7. Buta warna organik dan fungsional Melalui praktikum ini, kami dapat memahami fisiologi refraksi mata, refleks pupil, bintik buta, dan mekanisme buta warna. Selain itu, kami juga mengetahui bagaimana cara menghitung visus, memeriksa kemampuan refraksi mata seseorang, dan bagaimana mengoreksinya. Materi-materi ini sangat berguna untuk memeriksa pasien yang mengalami gangguan refraksi saat kami akan menjadi dokter. 1

description

fisiologi laporan

Transcript of laporan faal 1 panca indera

Page 1: laporan faal 1 panca indera

BAB I PENDAHULUAN

Praktikum yang dilakukan berhubungan dengan gangguan refraksi pada mata. Namun, terlebih dahulu juga dipelajari mengenai fisiologi mata secara normal. Pada praktikum ini, bahan yang dipelajari adalah:

1. Dasar-dasar refraksi dan kelainan serta tindakan koreksinya dengan model mata (Cenco-Ingersol)

2. Dasar-dasar pemeriksaan lapang pandang dengan menggunakan perimeter3. Mekanisme timbulnya diplopia4. Dasar-dasar refleks pupil langsung dan tak langsung (konsensual)5. Peristiwa yang terjadi pada mata waktu melihat jauh dan dekat6. Letak bintik buta terhadap fovea sentralis di retina7. Buta warna organik dan fungsional

Melalui praktikum ini, kami dapat memahami fisiologi refraksi mata, refleks pupil, bintik buta, dan mekanisme buta warna. Selain itu, kami juga mengetahui bagaimana cara menghitung visus, memeriksa kemampuan refraksi mata seseorang, dan bagaimana mengoreksinya. Materi-materi ini sangat berguna untuk memeriksa pasien yang mengalami gangguan refraksi saat kami akan menjadi dokter.

1

Page 2: laporan faal 1 panca indera

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mata sebagai Susunan Optik Rodopsin merupakan fotopigmen yang terletak di dalam sel batang. Segmen luar sel batang yang menjulur ke lapisan pigmen retina sebanyak 40 persen di anataranya mengandung rodopsin. Rodopsin merupakan kombinasi dari protein skotopsin dan pigmen turunan vitamin A, retinal. Retinal memiliki struktur retinal 11-cis, dan hanya dengan bentuk inilah sehingga retinal bisa berikatan dengan skotopsin.

Cahaya diserap rodopsin skotopsin (cis retinal berubah menjadi trans retinal) bathordopsin (kombinasi yang terpisah antara trans retinal dan skotopsin) lumirhodopsin metarodopsin I metarodopsin II (rodopsin yang terkativasi) skotopsin terpisah sempurna dari retinal. Metarodopsin II menyalurkan perubahan listrik dari sel batang ke neuron yang selanjutnya untuk kemudian menimbulkan potensial aksi dan menyalurkannya ke nervus optikus untuk dibawa ke SSP.

Ketika sel batang terpapar cahaya, potensial reseptor yang muncul berbeda dari potensial reseptor yang lain yang umumnya akan menimbulkan depolarisasi. Pada mata yang terangsang, potensial membran yang dibangkitkan pada fotoreseptor adalah fase hiperpolarisasi. Dengan kata lain dalam keadaan tidak terpapar cahaya atau dalam keadaan yang gelap terjadi depolarisasi potensial membran pada fotoreseptor.

Pada keadaan yang gelap, membran sel batang bersifat terbuka untuk ion sodium sehingga ion sodium yang berada di luar akan masuk ke dalam sel batang. Karena ion sodium bersifat positif maka masuknya ion sodium ini akan mengurangi kenegatifan (depolarisasi) sel batang hingga menjadi -40 mV.

Ketika cahaya ditangkap oleh rodopsin yang terdapat sel batang, perubahan konfigurasi rodopsin akan memicu aktivasi Transducin (Gt1). Perubahan ini akan mengaktifkan cGMP fosfodiesterase yang mengubah cGMP menjadi 5’-GMP. Fungsi cGMP pada keadaan fisiologis adalah untuk menjaga tetap terbukanya gerbang ion sodium. Dengan berkurangnya jumlah cGMP karena diubah menjad 5’-GMP, maka beberapa gerbang ion Na+ tertutup dan terjadilah hiperpolarisasi1. Hiperpolarisasi ini kemudian akan menginhibisi pengeluaran neurotransmitter di sinaps. Neurotransmitter yang dikerluarkan adalah glutamat yang bersifat inhibisi terhadap

2

Gambar 1. Fototransduksi

Page 3: laporan faal 1 panca indera

neuron bipolar. Jika neuron bipolar terinhibisi maka tidak terjdi potensial aksi di sel ganglion. Oleh karena itu inhibisi yang terjadi supaya neurotransmitter ini tidak dikeluarkan akan membuat neuron bipolar mengalami eksitasi dan menyalurkan potensial berjenjangnya hingga menimbulkan potensial aksi di sel ganglion. Sel ganglion lalu akan menyalurkan ke korteks penglihatan di lobus oksipital otak.

Pada percobaan lebar pupil dan aberasi sferis, penggunaan iris diharapkan akan memperjelas bayangan. Pada percobaan hipermetropia, bayangan diharapkan menjadi lebih jelas dengan menggunakan lensa sferis positif, sedangkan pada myopia lensa sferis negative. Pada astigmatisme, bayangan diharapkan menjadi jelas dengan lensa silindris. Pada percobaan akomodasi, dibutuhkan lensa sferis positif yang lebih kuat agar bayangan jelas. Pada mata afakia, dibutuhkan lensa sferis positif.

2.2. Visus (Ketajaman Penglihatan)Ketajaman visual merupakan ketajaman atau kejernihan pada penglihatan yang bergantung dari ketajaman fokus di retina mata dan sensitifitas dari interpretasi di otak.

Ketajaman normal memiliki visus 20/20 yang merupakan jarak antara subjek dengan chart. Hal ini menjelaskan jarak dimana garis yang membentuk huruf dapat dipisahkan dengan sudut penglihatan minimal 1 menit, yang dibaca pada mata tanpa kelainan refraktif dalam jarak 20 ft. Pengukuran ini sama dengan visus 6/6 dimana jarak 6 meter. Visus 20/20 menunjukkan ketajaman mata normal, 20/40 ketajaman dianggap separuh normal, dan 20/10 memiliki ketajaman dua kali orang normal. Ketajaman visual diukur berdasarkan resolusi spasial dari proses sistem penglihatan. Simbol berwarna hitam pada background berwarna putih digunakan untuk kontras maksimum dan jarak yang ditetapkan 6 meter merupakan jarak minimum mata normal untuk melihat tanpa melakukan akomodasi. Dalam pemeriksaan, lensa digunakan dalam berbagai kekuatan untuk memperbaiki kelainan refraktif yang ada dan menggunakan pinhole akan memperbaiki kelainan refraktif. Biasanya huruf digunakan dalam melakukan pemeriksaan (Snellen chart) namun simbol lain (huruf E yang menghadap berbagai arah) juga dapat digunakan.

2.3. Refraksi dan Koreksinya2.3.1. MiopiPada miopi, bayangan dari benda yang jauh jatuh di depan retina. Hal ini bisa disebabkan oleh bola mata yang lebih panjang, yang disebut miopi aksial. Tambahan 1 mm panjang bola mata menyebabkan mata lebih miopi sebesar 3 dioptri. Selain itu, miopi juga bisa disebabkan oleh elemen refraktif yang terlalu refraktif, yang disebut miopi kurvatura atau miopi refraktif. Tingkat keparahan miopi bisa diketahui dengan menghitung titik jauh. Titik jauh adalah titik di mana

3

Gambar 2. Optotip Snellen

Page 4: laporan faal 1 panca indera

bayangan difokuskan lebih tajam di retina. Orang yang titik jauhnya 0,25 meter membutuhkan lensa -4 dioptri untuk memperbaiki penglihatannya.2

Pada miopi, resep kaca mata yang diberikan adalah lensa negative yang paling tidak berat.

2.3.2. HipermetropiPada hipermetropi, bayangan terfokus di belakang retina. Hipermetropi bisa disebabkan oleh bola mata yang lebih pendek (hiperopia aksial) atau refraksi yang menurun (hiperopia refraktif). Orang yang hiperopia melihat jauh dengan berakomodasi, serupa dengan akomodasi yang dilakukan oleh orang normal saat membaca.2

Gambar 4. Hipermetropi4

Pada keadaan afakia, pasien tidak memiliki lensa sehingga matanya menjadi hipermetropia tinggi. Benda yang dilihat menjadi lebih besar dibanding normal sebesar 25%.

Hipermetropia diatasi dengan pemberian kaca mata sferis positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal, agar mata bisa lebih beristirahat.

2.3.3. Astigmatisme2,5

Pada astigmatisme, mata menghasilkan bayangan dengan titik atau garis fokal multipel. Terdapat variasi kelengkungan kornea atau lensa pada meridian yang berbeda sehingga sinar tidak terfokus pada satu titik. Astigmat juga dapat terjadi karena jaringan parut kornea atau setelah pembedahan mata.

Astigmat dapat diperbaiki dengan lensa silindris, yang sering dikombinasikan dengan lensa sferis. 2.4. Luas Lapang Pandang

4

Gambar 3. Miopi3

Gambar 5. Astigmatisme6

Page 5: laporan faal 1 panca indera

Lapang pandang masing-masing mata adalah area yang dapat dilihat oleh sebuah mata pada suatu jarak tertentu. Dibagi menjadi bagian nasal (medial) dan bagian temporal (lateral). Proses pemetaan lapang pandang disebut perimetri, dengan menggunakan alat yang disebut perimeter. Perimetri dilakukan dengan menutup satu mata, dengan mata lain melihat pada suatu titik sentral di depan matanya. Kemudian suatu bintik kecil cahaya atau benda kecil digerakkan ke arah titik sentral ini di seluruh lapangan pandang, ke arah nasal dan lateral serta ke atas dan ke bawah, dan orang yang diperiksa memberitahu jika bintik cahaya atau benda tersebut sudah terlihat dan bila tidak terlihat. Pada saat yang sama, dibuat peta lapang pandang mata yang diperiksa, yang menunjukkan area orang tersebut dapat atau tidak dapat melihat target. Dengan memperhatikan lokasi dimana target tidak terlihat dan menjadi terlihat lagi, bintik buta juga dapat dipetakan. Berikut nilai normal area lapangan pandang7:

Di bagian lapangan pandang yang ditempati diskus optikus terdapat sebuah titik buta (blind spot). Titik buta di bagian lain lapangan pandang disebut skotoma. Pada retinitis pigmentosa, bagian-bagian retina mengalami degenerasi dan terjadi pengendapan berlebihan pigmen melanin di bagian-bagian ini. proses biasanya berawal di retina perifer dan kemudian meluas kearah tengah.2

Salah satu kegunaan perimetri yang penting adalah untuk mengetahui lokalisasi lesi di jaras saraf penglihatan. Lesi pada saraf optik, kiasma optikum, traktus optikus, dan radiasio optika menimbulkan pola daerah kebutaan lapang pandang yang berbeda. Kerusakan pada saraf optik menimbulkan kebutaan pada mata tersebut. Kerusakan kiasma optikum menghambat penjalaran impuls pada kedua retina bagian nasal yang berfungsi untuk melihat lapang pandang bagian temporal. Gangguan pada traktus optikus memutuskan persarafan separuh bagian tiap retina pada sisi yang sama dengan lesi. Akibatnya, kedua mata tidak dapat melihat objek pada sisi yang berlawanan. Keadaan ini disebut hemianopsia homonim. Kerusakan pada radiasio optika atau pada korteks penglihatan juga akan menyebabkan hemianopsia homonim.

2.5. DiplopiaPenglihatan ganda (diplopia) terdiri dari diplopia monocular dan binocular. Diplopia monocular sering berupa split shadow. Dapat disebabkan oleh gangguan refraktif yang tidak dikoreksi seperti astigmatisme. Diplopia binocular dapat vertical, horizontal, diagonal, atau torsional. Dapat disebabkan oleh disfungsi neuromuscular.2 Pada percobaan ini, OP diharapkan tidak dapat melihat binocular karena bayangan tidak jatuh pada titik identik.

2.6. Refleks Pupil

5

Lapangan Pandang NormalTemporal 85o

Temporal Bawah 85o

Bawah 65o

Nasal Bawah 50o

Nasal 60o

Nasal Atas 55o

Atas 45o

Temporal Atas 55o

Total 500o

Page 6: laporan faal 1 panca indera

Apabila cahaya diarahkan ke salah satu mata pupil akan berkonstriksi (Refleks cahaya pupil). Pupil mata yang lain juga ikut berkonstriksi (reflex cahaya konsensual). Serabut saraf optik yang membawa impuls yang mencetuskan respons pupil ini meninggalkan saraf optikus di dekat korpus genikulatum lateral. Di kedua sisi, serabut-serabut ini masuk ke otak tengah melalui brakium kolikulus superior dan berakhir di nucleus pretektum. Dari nucleus ini, neuron tingkat kedua akan berproyeksi ke nucleus Edinger-Westphal ipsilateral dan kontralateral. Neuron tingkat ketiga berjalan dari nucleus ini ke ganglion siliaris di saraf okulomotorius, dan neuron tingkat keempat berjalan dari ganglion ini ke badan siliaris. Jaras ini terletak di sebelah dorsal dari jaras untuk respon dekat. Dengan demikian, respon cahaya kadang-kadang menghilang sementara respons akomodasi tetap utuh (pupil Argyll-Robertson).1

Fungsi refleks cahaya adalah membantu mata untuk beradaptasi secara sangat cepat terhadap keadaan perubahan cahaya. Batas diameter pupil kira-kira 1,5 mm pada yang kecil dan 8 mm pada yang besar. Oleh karena itu batas adaptasi terang dan gelap yang dapat dipengaruhi oleh reflex pupil adalah sekitar 30 sampai 1.7

2.7. Reaksi Melihat DekatAkomodasi adalah kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina. Jarak terdekat dimana objek dapat difokuskan disebut near point of accommodation.8 Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Korpus siliaris terdiri dari dua komponen yaitu otot siliaris yang merupakan otot polos melingkar yang melekat ke lensa melalui ligamentum suspensorium dan jaringan kapiler yang menghasilkan aqueous humor. 5

Berikut mekanisme akomodasi. Lensa menempel pada otot siliaris mata oleh serat elastis yaitu zonula (ligamentum suspensorium). Sewaktu otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium menjadi tegang, menimbulkan peregangan pada lensa, sehingga lensa menjadi datar dan lemah. Sewaktu otot siliaris berkontraksi, ligamentum suspensorium melemas dan tegangan pada lensa berkurang. Lensa kemudian dapat memulihkan bentuknya yang lebih bulat karena elastisitasnya.

Berkas cahaya dari objek yang membentur lensa lebih dari 6 m (20 feet) adalah paralel. Berkas cahaya dari objek kurang dari 6 m disebarkan (divergensi) atau tidak parallel, cahaya tidak jatuh tepat pada retina. Untuk menjaga jatuhnya cahaya tepat pada retina maka lensa harus membulat. Penyesuaian inilah yang dikenal sebagai akomodasi. 1

Semakin besar kelengkungan lensa (karena semakin bulat) semakin besar kekuatannya, sehingga berkas-berkas cahaya lebih dibelokkan. Otot siliaris dikontrol oleh sistem saraf otonom. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat. Saat melihat dekat, selain terjadi akomodasi, juga terjadi konstriksi pupil. Rangsangan saraf parasimpatis saat

6

Page 7: laporan faal 1 panca indera

melihat dekat menyebabkan kontraksi otot sirkuler pada iris sehingga menyebabkan konstriksi pupil atau (miosis).5

Gambar 7. Dilatasi dan Konstriksi Pupil

2.8. Bintik ButaBintik buta merupakan daerah di mana cahaya tidak dapat ditangkap oleh retina sehingga bayangan tidak dapat di deteksi. Bintik buta terletak di papila saraf optik yang merupakan daerah tempat keluarnya saraf optik menembus lapisan retina menuju sistem saraf pusat. Pada daerah ini tidak mengandung fotoreseptor yaitu sel kerucut maupun sel batang.

2.9. Buta Warna Organik dan FungsionalButa warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Pasien tidak atau kurang dapat membedakan warna yang dapat terjadi kongenital ataupun didapatkan akibat penyakit tertentu. Hampir 5% laki-laki di negara barat menderita buta warna yang diturunkan, lebih sering terdapat pada laki-laki dibanding perempuan. Buta warna total merupakan keadaan yang jarang. Pada protanomali terdapat kekurangan kerentanan merah sehingga diperlukan lebih banyak merah untuk bergabung dengan kuning baku. Sedang yang disebut sebagai protanopia adalah kurangnya sensitifnya pigmen merah kerucut. Pada deutranomali diperlukan lebih banyak hijau untuk menjadi kuning baku. Sedang deutranopia merupakan kurangnya pigmen hijau kerucut. Tritanomali terdapat kekurangan pada warna biru, pada keadaan ini akan sukar membedakan warna biru terhadap kuning. Akromatopsia atau monokromat berarti ketidakmampuan mem-bedakan warna dasar atau warna antara. Pasien hanya mempunyai satu pigmen kerucut (monokromat rod atau batang). Pada monokromat, sel kerucut hanya dapat membedakan warna dalam arti intensitasnya saja dan biasanya mempunyai tajam penglihatan 6 / 30.

Buta warna fungsional merupakan sensasi melihat bayangan, atau warna, atau cahaya, saat tak ada cahaya sebenarnya. Hal ini biasanya disebabkan oleh kelelahan dari sel kerucut merespon warna. Salah satu kejadian yang menarik adalah negative afterimages. Jika kita melihat warna merah dalam waktu 30 detik atau lebih, sel kerucut akan kelelahan. Ketika diganti melihat kertas putih, maka mata kita tidak melihat warna merah, jadi yang terlihat adalah warna komplementernya yaitu hijau. Begitu juga sebaliknya, dan antara warna biru-kuning. Hal ini juga berhubungan dengan adaptasi sel kerucut terhadap pajanan yang diberikan.

Pada percobaan ini, jika OP menggunakan kaca mata hijau, OP diharapkan hanya melihat warna merah.

BAB III

7

Page 8: laporan faal 1 panca indera

ALAT DAN BAHAN

3.1. Mata sebagai Susunan OptikLebar pupil dan aberasi sferis

Memasang lensa +7D dan retina di R. Membandingkan ketajaman bayangan sebelum dan sesudah dipasang iris

Hipermetropia Memindahkan retina ke Rh Meletakkan lensa yang tepat untuk mendapatkan bayangan yang jelas

Miopia Memindahkan retina ke Rm Meletakkan lensa yang tepat untuk mendapatkan bayangan yang jelas

Astigmatisme Meletakkan lensa silindris -5,5 D Meletakkan lensa yang tepat dan mengatur sumbunya untuk mendapatkan bayangan yang

jelasAkomodasi

Meletakkan benda bercahaya 25 cm di depan model mata Cenco-Ingersoll Meletakkan lensa yang tepat untuk mendapatkan bayangan yang jelas

Mata Afakia Mengangkat lensa kristalina Memasang lensa yang tepat di luar model mata untuk mendapatkan bayangan yang jelas.

Gambar 8. Model Mata Cenco-Ingersoll

3.2. Visus (Ketajaman Penglihatan) OP menggunakan bingkai kacamata khusus dengan mata kirinya ditutup. OP duduk 6 m

menghadap optotip Snellen. OP membaca huruf mulai dari baris huruf terbesar sampai baris huruf terkecil. Mencatat visus OP. Melakukan pemeriksaan pada mata kiri dan kedua mata bersamaan.

8

Page 9: laporan faal 1 panca indera

3.3. Refraksi dan Koreksinya OP menggunakan bingkai kacamata khusus dengan mata kirinya ditutup. OP duduk 6 m

menghadap optotip Snellen. Memasang lensa sferis +0,25D di depan mata kanannya dan memeriksa lagi visusnya jika

OP diduga emetrop atau hipermetrop. Memasang lensa mulai dari -0,25D jika OP diduga miopi. Pada OP yang diduga astigmat, OP diminta melihat gambar kipas. Jika astigmat, OP akan

melihat gambar garis yang lebih kabur. Menentukan meridian yang terlihat paling tegas dan menambahkan lensa silindris yang

sesuai dengan sumbu lensa silindris tegak lurus pada garis meridian yang paling tegas.

3.4. Luas Lapang Pandang Memosisikan OP di depan perimeter dengan mata kiri ditutup dengan sapu tangan. Memasang formulir di belakang piringan perimeter. OP memusatkan penglihatan pada titip fiksasi di tengah perimeter sementara pemeriksa

menggerakkan bulatan putih dari tepi ke tengah. Mencatat di sudut berapa OP melihat bulatan putih, melakukannya tiga kali, dan

mengambil sudut yang terbesar. Melakukan pengukuran di sudut busur yang berlawanan, kemudian setelah busur tiap kali

diputar 30o searah jarum jam, kemudian setelah busur tiap kali diputar 30o berlawanan arah jarum jam sampai tercapai posisi busur 60o dari bidang horizontal.

Melakukan pengukuran serupa pada mata kiri.

Gambar 9. Perimeter

3.5. Diplopia OP memandang suatu benda dengan dua mata, lalu bola mata kirinya ditekan dari lateral

sehingga sumbu bola mata bergeser ke medial.

3.6. Refleks Pupil

9

Page 10: laporan faal 1 panca indera

Menyorot mata kanan OP dengan lampu senter sambil memperhatikan perubahan diameter pupil mata kanan dan kiri.

3.7. Reaksi Melihat Dekat OP melihat jari pemeriksa yang berjarak setengah meter. Mendekatkan jari sampai mata OP konvergen sambil memperhatikan pupil OP.

3.8. Bintik Buta Menggambar palang kecil di kertas putih. OP menutup mata kirinya, menempatkan mata kanan tepat di atas gambar palang pada

jarak 20 cm, dan mengarahkan pandangannya pada gambar palang tersebut. Menggerakkan ujung pensil mulai dari palang ke lateral sampai ujung pensil tidak terlihat

lalu terlihat kembali. Menandai titik tersebut, menetapkan titik tengahnya, lalu menetapkan titik di mana ujung

pensil tidak terlihat pada 8 penjuru angin. Menghubungkan ke-8 titik sehingga terbentuk proyeksi ekstern bintik buta mata kanan

OP.

3.9. Buta Warna Untuk memeriksa buta warna organik, OP mencoba mengenali angka atau gambar pada

buku pseudoisokromatik Ishihara. Untuk memeriksa buta warna fungsional, OP melihat melalui kaca merah atau hijau

selama 10 menit ke bidang yang terang. Kemudian, OP membaca kembali angka pada buku pseudosokromatik Ishihara.

Pada praktikum ini, semua percobaan dilakukan sesuai dengan protokol praktikum.

BAB IVHASIL

10

Page 11: laporan faal 1 panca indera

4.1. Mata sebagai Susunan OptikTabel 1. Lebar Pupil dan Aberasi Sferis

Keadaan Karakteristik bayangan

Tanpa Iris Terang & agak buramDengan Iris Cukup terang & lebih tajam

Tabel 2. Berbagai Keadaan refraksi serta tindakan koreksinya

Percobaan Lensa

Jenis Kekuatan AksisHipermetropia Sferis + + 2DMiopia Sferis - - 1,75DAstigmatisma Silindris + + 1,75D 90°Akomodasi Sferis + +20DAfakia Sferis + +2D

4.2. Visus (Ketajaman Penglihatan)

Nama OP Visus

Sonya OV OD 6/5OV OS 6/6

Dema OV OD 6/15OV OS 6/12

4.3. Refraksi dan Koreksinya

Nama OP Refraksi Koreksi (Jika Ada)

Sonya Emetrop Tidak Ada

Dema Miop Lensa Sferis -1D

4.4. Luas Lapang Pandang Batas Lapang Pandang OP

11

Page 12: laporan faal 1 panca indera

4.5. DiplopiaOP melihat bayangan menjadi tidak jelas (penglihatan ganda).

4.6. Refleks PupilSaat salah satu mata disinari dengan cahaya, kedua pupil mengecil.

4.7. Reaksi Melihat DekatPupil OP mengecil saat jari pemeriksa didekatkan ke mata OP.

4.8. Bintik Buta

Gambar 10. Bintik buta OP

4.9. Buta Warna

12

Lapangan Pandang Mata kanan Mata kiri NormalTemporal 55o 55o 85o

Temporal Bawah 50o 55o 85o

Bawah 50o 65o 65o

Nasal Bawah 45o 50o 50o

Nasal 60o 55o 60o

Nasal Atas 45o 45o 55o

Atas 35o 45o 45o

Temporal Atas 60o 55o 55o

Total 405o 440o 500o

Page 13: laporan faal 1 panca indera

Dari percobaan yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa OP tidak mengalami buta warna organik. Setelah diberikan perlakuan berupa pemasangan kaca mata hijau selama 10 menit, OP masih dapat mengenali gambar-gambar yang diujikan. Namun yang dirasakan OP adalah sensasi warna merah disekelilingnya pada beberapa saat, dan susah membedakan warna hijau dan merah.

BAB V

13

Page 14: laporan faal 1 panca indera

DISKUSI

5.1. Mata sebagai Susunan OptikLebar Pupil dan Aberasi SferisPada percobaan dengan model mata tanpa iris, cahaya dapat masuk melalui sebagian besar permukaan lensa. Cahaya yang memasuki bagian pinggir lensa menyebabkan bayangan yang terbentuk tidak tajam. Efek ini disebut dengan aberasi sferis. Ketika dipasang iris, model mata menghasilkan bayangan yang lebih redup namun tajam. Cahaya tidak dapat memasuki ruangan model mata melalui bagian pinggir lensa. Hanya bagian tengah lensa yang dapat dilalui cahaya. Oleh karena aberasi sferis dicegah oleh iris, maka terbentuk bayangan yang tajam.

Berbagai keadaan refraksi serta tindakan koreksinyaMelalui percobaan dengan model mata Cenco-Ingersoll disimulasikan berbagai kelainan refraksi. Pada hipermetropia, bayangan jatuh di belakang retina. Keadaan ini dapat dikoreksi dengan lensa sferis positif dengan kekuatan 2D. Sebaliknya pada miopia, bayangan jatuh di depan retina. Keadaan ini kemudian membaik dengan bantuan lensa sferis negatif dengan kekuatan -1,75D. Keadaan astigmatisma terjadi ketika aksis horisontal dan vertikal dari bayangan tidak mengalami pembiasan yang sama besar. Kelainan ini dikoreksi dengan lensa silindris positif sebesar 1,75D dengan aksis 90°. Keadaan akomodasi terjadi ketika benda berada dekat (sebesar 25 cm pada percobaan ini) dengan mata. Untuk menghasilkan bayangan yang tajam, lensa kristalina perlu diganti dengan lensa berkekuatan lebih tinggi, yaitu lensa sferis positif 20D. Pada mata afakia, tidak terdapat lensa kristalina dalam mata. Keadaan ini dapat dikoreksi dengan lensa sferis positif dengan kekuatan 2D.

Kesimpulannya, efek aberasi sferis dapat diatasi dengan penempatan iris pada model mata dan berbagai kelainan refraksi dapat dikoreksi dengan lensa yang sesuai.

4.2. Visus (Ketajaman Penglihatan)Pada OP pertama, visusnya lebih dari 6/6. Artinya, OP dapat hipermetrop atau emetrop. Setelah dipasang lensa sferis +0,25D, ternyata visusnya lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa mata OP pertama emetrop.

Pada OP kedua, visusnya kurang dari 6/6. Artinya, kemungkinan besar OP kedua miopi. Ketika dikoreksi dengan lensa sferis mulai dari -0,25, lensa negative terlemah yang memberikan visus maksimal adalah lensa -1,0D pada mata kanan dan kiri.

4.3. Refraksi dan Koreksinya

14

Page 15: laporan faal 1 panca indera

Pada OP kedua, visusnya kurang dari 6/6. Ketika dikoreksi dengan lensa sferis mulai dari -0,25, lensa negative terlemah yang memberikan visus maksimal adalah lensa -1,0D pada mata kanan dan kiri. Hal ini menunjukkan bahwa OP kedua mengalami kelainan refraksi miopi dan dapat dikoreksi dengan lensa sferis negative berkekuatan -1,0D.

4.4. Luas Lapang Pandang Dari hasil percobaan yang dilakukan, didapatkan nilai lapangan pandang pada meridian tertentu lebih rendah dari nilai normalnya. Namun beberapa meridian memiliki nilai lapangan pandang yang normal. Secara keseluruhan, diketahui bahwa total kumulatif luas lapangan pandang pada OP lebih rendah dari nilai normal. Kemungkinan hal ini disebabkan karena ada kesalahan selama proses percobaan, seperti misalnya posisi derajat busur yang kurang akurat atau karena bulatan putih yang warnanya sudah agak kusam (sehingga lebih sulit terlihat).

4.5. DiplopiaOP menjadi berpenglihatan ganda karena penekanan salah satu bola mata menyebabkan jatuhnya bayangan benda pada kedua retina tidak terjadi pada titik identik. Titik identik adalah titik yang sesuai di kedua retina yang memberi kesan satu benda.

4.6. Refleks PupilRefleks langsung: saat cahaya masuk akan ditangkap oleh N. II (N. optikus) yang diteruskan ke N.III sisi tersebut. Kemudian N.III (N. okulomotorius) menginervasi m. konstriktor pupil sehingga pupil mengecil.

Refleks tidak langsung : Saat N.III (N. okulomotorius) mendapat impuls dari N.II (N. optikus), akan diteruskan juga ke N.III (N. okulomotorius) sebelahnya. Jadi mata pada sisi yang tidak diberi cahaya juga ikut mengecil.

4.7. Reaksi Melihat DekatPada saat melihat dekat terjadi konstriksi pupil (miosis) karena adanya rangsangan saraf parasimpatis nervus III.

4.8. Bintik ButaBintik buta OP terletak di temporal, di bawah garis horizontal. Hal ini disebabkan bintik buta terletak di sebelah nasal dari fovea. Bagian nasal retina menangkap lapang pandang temporal, sehingga bintik buta pada bagian nasal tidak menangkap bayangan benda di temporal.

4.9. Buta Warna

15

Page 16: laporan faal 1 panca indera

Hasil percobaan tersebut sesuai dengan teori yang dicantumkan di tinjauan pustaka tadi. Peristiwa yang terjadi pada OP disebabkan oleh kelelahan sel kerucut yang menangkap warna hijau, sehingga ketika kacamata dilepas, warna hijau kurang ditangkap. Sebaliknya yang terlihat adalah warna merah sebagai warna komplementer.

Jadi, kesimpulan dari praktikum ini adalah: Mata memiliki kemampuan berefraksi untuk menghasilkan bayangan yang tepat di retina.

Kelainan-kelainan seperti miopi, hipermetropi, astigmatisme, dan afakia dapat diatasi dengan penggunaan lensa yang tepat.

Lapang pandang manusia memiliki batas pada sudut-sudut tertentu, dan pada bagian temporal terdapat area yang tidak terlihat karena adanya bintik buta pada posterior mata.

Penglihatan manusia bersifat binocular karena adanya titik identik pada kedua retina. Pada retina terdapat berbagai macam fotoreseptor sehingga manusia bisa melihat

bermacam warna.

BAB VI

16

Page 17: laporan faal 1 panca indera

RUJUKAN

1. Barrett KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. Vision. Dalam: Ganong’s Review of Medical Physiology. Edisi 23. USA: Mc Graw Hill; 2010. Hal. 162, 186-9.

2. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophthalmology. Edisi 17. USA: McGraw-Hill; 2008.Hal 29, 387-90, 434-7.

3. http://www.rechargebiomedical.com/blog/uncategorized/604/ diunduh pada 10 Februari 2011.

4. http://www.20-20visionperfection.co.uk/files/1112/7860/1136/hypermetropia_image.jpg diunduh pada 10 Februari 2011.

5. Sherwood L. Human Physiology From Cells to Systems. Edisi 5. USA: Brooks/Cole; 2004. Hal 160-7, 200.

6. http://www.tedmontgomery.com/the_eye/eyephotos/Astigmatism-grphc.html diunduh pada 10 Februari 2011.

7. Guyton AC, Hall JE. Alih Bahasa: Tengadi KA, Mawi M, Rahardja B, Tandean R. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed 7. Jakarta: EGC; 1994. Hal 35-6, 618.

8. Silverthorn DU, Ober WC, Garrison CW, Silverthorn AC. The Eye and Vision. Dalam: Human Physiology An Integrated Approach. Edisi 2. San Fransisco: Benjamin Cummings; 2001. Hal 309-14.

17