LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

30
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI II MODUL PENGINDRAAN TAHUN AJARAN 2010-20111 Disusun oleh Kelompok X: A.Sonia 0806323662 Alvin Sie 0806451271 Dema Zurtika 0806315042 Hudaini Rifa 0806324002 Lukmanul Hafiz 0806451435 Nila Rosalina .H 0806451492 Sayida Saily 0806320912 Sonya Farahdiba 0806318971 Shela Putri .S 0806324500 Sri Puspita 0706259886 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA 1

Transcript of LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

Page 1: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI II

MODUL PENGINDRAAN

TAHUN AJARAN 2010-20111

Disusun oleh Kelompok X:

A.Sonia 0806323662

Alvin Sie 0806451271

Dema Zurtika 0806315042

Hudaini Rifa 0806324002

Lukmanul Hafiz 0806451435

Nila Rosalina .H 0806451492

Sayida Saily 0806320912

Sonya Farahdiba 0806318971

Shela Putri .S 0806324500

Sri Puspita 0706259886

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

JAKARTA

2011

1

Page 2: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

I. PENDAHULUAN

Dalam laporan praktikum kali ini, kita akan membahas tentang lidah sebagai indra

pengecapan dan telinga sebagai alat keseimbangan dan pendengaran.

Pada pengecapan, modalitas pengecapan terdiri dari rasa asin, manis, asam, dan pahit.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai indera pengecapan, lidah memiliki reseptor kecap

yang kemudian diproses di otak kita melalui jaras sensorik dan reseptor kecap pada lidah tiap

individu memiliki ambang dan intensitas kecapan yang berbeda. Selain itu, tujuan praktikum

ini adalah untuk memahami penerapan hukum Johanes Muller yang menyatakan bahwa : The

same cause, such as electricity, can simultaneously affect all sensory organs, since they are

all sensitive to it; and yet, every sensory nerve reacts to it differently; one nerve perceives it

as light, another hears its sound, another one smells it; another tastes the electricity, and

another one feels it as pain and shock. One nerve perceives a luminous picture through

mechanical irritation, another one hears it as buzzing, another one senses it as pain. . . He

who feels compelled to consider the consequences of these facts cannot but realize that the

specific sensibility of nerves for certain impressions is not enough, since all nerves are

sensitive to the same cause but react to the same cause in different ways. . . (S)ensation is not

the conduction of a quality or state of external bodies to consciousness, but the conduction of

a quality or state of our nerves to consciousness, excited by an external cause. from

Handbuch der Physiologie des Menschen für Vorlesungen, 2nd Ed., translated by Edwin

Clarke and Charles Donald O'Malley

Tujuan pada praktikum telinga sebagai alat keseimbangan dan pendengaran adalah

pemahaman mengenai dasar-dasar teori mengenai keseimbangan tubuh dan fisiologi

pendengaran manusia. Praktikum yang dilakukan berhubungan dengan peran mata dalam

pengaturan sikap dan keseimbangan tubuh. Pengaturan sikap dan keseimbangan juga

dipengaruhi oleh alat vestibular. Praktikum ini juga berhubungan dengan pemeriksaan

ketajaman dengan menggunakan audiometri. Selain itu, pada praktikum ini terdapat tiga cara

pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan garpu tala, yaitu tes Rinne, tes Weber, dan

tes Swabach. Dan melalui praktikum ini kami dapat memahami peran mata dalam pengaturan

sikap dan keseimbangan tubuh, ketajaman pendengaran, dan cara pemeriksaan pendengaran.

Materi-materi ini sangat berguna pada pasien yang mengalami gangguan dalam pengaturan

sikap dan tubuh, dan juga pasien yang mengalami gangguan pada ketajaman

pendengarannya.

2

Page 3: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengecapan

Organ indera pengecap adalah lidah dan struktur di sekitarnya. Indera pengecap,

seperti indera pencium merupakan indera kimiawi, yang menghasilkan sinyal saraf apabila

berikatan dengan zat kimiawi tertentu dari lingkungan.6,9 Indera pengecap memiliki sensasi

kecap utama yang terdiri dari rasa asam, manis, pahit, asin, dan umami (gurih). Umami

dipercaya berasal dari reseptor kecap yang distimulasi oleh monosodium glutamat (MSG).9

Reseptor sensasi kecap terletak di papil pengecap (taste bud) yang terletak sebagian

besar di mulut, dan sebagian kecil di pallatum molle, faring, dan epiglottis.2 Jumlah papil

pengecap ini akan berkurang seiring dengan pertambahan usia.4,6,9 Sebuah papil pengecap

terdiri dari sekitar lima puluh sel reseptor yang terkemas dengan sel-sel penunjang dalam

susunan seperti potongan-potongan jeruk. Tiap papil pengecap, memiliki sebuah lubang

kecil, pori pengecap (taste pore), tempat bertemunya cairan dalam mulut dengan permukaan

sel reseptor.6 Setiap papil pengecap terdiri dari 3 jenis sel epitel, yaitu sel sustentakular, sel

reseptor kecap, dan sel basal.9

Mekanisme Pengecapan

Terjadinya depolarisasi pada sel pengecap akan mengubah potensial listrik di sel

pengecap sehingga menimbulkan terjadinya potensial reseptor yang selanjutnya akan

mengeksitasi vesikel sinaps dan mengeluarkan neurotransmitter untuk memicu neuron

sensorik orde pertama4,9. Berkurangnya kenegatifan dalam sel reseptor kecap ini terjadi

karena menempelnya substansi kecap pada rambut pengecap. Penurunan potensial sebanding

dengan logaritma konsentrasi dari substansi yang memberi stimulasi4.

Potensial reseptor mnucul dengan cara yang berbeda-beda untuk zat yang

menstimulasi rasa yang berbeda. Ion sodium (Na+) pada makanan asin masuk ke dalam sel

reseptor gustatori melalui kanal Na+ di membran plasma yang dikenal sebagai EnaC.1

Akumulasi dari Na+ menyebabkan depolarisasi dan menyebabkan keluarnya

neurotransmitter.9 Ion hidrogen (H+) akan masuk ke dalam kanal ion ENaC yang juga

menutup kanal K+ sehingga menimbulkan terjadinya depolarisasi. Kanal lain yang

berpengaruh pada rasa asam adalah kanal HCN tor.

3

Page 4: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

Reseptor untuk rasa umami seperti yang telah disinggung di atas kemungkinan berasal

dari reseptor glutamat yang disebut sebagai mGluR4, di papil pengecap.1 Glutamat dalam

makanan juga akan mengaktivasi reseptor glutamat ionotropik untuk medepolarisasi reseptor

umami.

Substansi rasa pahit berikatan dan memblok kanal selektif K+. Reseptor yang mungkin

berpengaruh adalah T2R. Pada beberapa kasus, reseptor ini berikatan dengan protein G,

gustducin. Gustducin akan menurunkan cAMP dan meningkatkan pembentukan inosito fosfat

yang akan memicu depolarisasi. Senyawa pahit yang lain permeabel pada membran dan tidka

melibatkan protein G.1

Mirip dengan substansi pahit, manis juga berlaku melalui protein G gustducin.

Reseptor yang bekerja pada substansi manis adalah T1R3 pada sekitar 20% sel pengecap.

Seperti respons reseptor pahit, reseptor manis juga bekerja melalui nukleotida siklik dan

metablisme fosfat inositol.1

Menurut Guyton, perbedaan dari persepsi rasa didapatkan dari protein reseptor yang

terdapa pada tiap villi. Protein ini kemudian akan menentukan rasa yang kita persepsikan.

Seperti pada ion sodium dan ion hidrogen yang protein reseptornya mengaktifkan reseptor

yang berbeda. Untuk rasa manis dan pahit, karena keduanya bekerja dengan bantuan second

messsenger, maka perubahan kimiawi dalam sel lah yang akan melanjutkan sinyal

pengecapan.4 Sedangkan menurut Tortora, perbedaan rasa dikarenakan formasi dari saraf-

saraf yang merangsang sejumlah neuron pengecap orde pertama. Rasa yang berbeda berasal

dari aktivasi kelompok neuron yang berbeda.9

Transimisi Sinyal Pengecapan

Impuls pencepan pada dua pertiga anterior lidah melewati saraf lingualis kemudian melalui

korda timpani berlanjut ke saraf fasialis, dan akhirnya ke traktis solitarius (area gustatori) ke

batang otak. Sensasi rasa yang berasal dari papila sirkumvalata di bagian nelakang leidah dan

dari regio posterior lainnya dari mulut dan kreongkongan ditransmisikan melalui nervus

glosofaringeal juga ke traskturs solitarius, tapi pada daerah yang lebih posterior. Kemudian

untuk daerah dasar lidah dan daerah faring melalui nervus vagus.4

Dari nukleus traktus solitarius, impuls dilanjutkan oleh neuron orde kedua ke ventral

posterior medial nukleus talamus.4 Impuls lain ada yang dibawa oleh neuron orde kedua

menuju sistem limbik dan ke hipotalamus.9 Dari talamus, neuron orde ketiga akan menuju ke

4

Page 5: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

girus postsentral di kortex cerebri parietal, yang terletak di fisura silvia dan ke area insular

opercular.4

Refleks Pngecapan

Dari traktus solitarius, banyak sinyal pengecapan yang ditransmisikan ke dalam batang otak

sendiri ke nukleus salvitori inferior dan superior, dan area ini akan mentransmisikan sinyal ke

kelenjar submandibula, sublingual, dan parotid untuk membantu mengobtrol sekresi saliva

selama penelanan dan pencernaan makanan.4

2.2 Pendengaran

1. Gangguan Pendengaran

Ada dua jenis tuli yang dapat dibedakan secara klinis yaitu tuli telinga tengah(konduktif) dan

tuli telinga dalam (sensorineural).

Tuli konduktif. Tuli konduktif disebabkan oleh proses yang mengenai kanalis auditorius

eksternus atau telinga tengah. Getaran udara hanya sedikit yang dihantarkan ke telinga dalam,

atau bahkan tidak dihantarkan sama sekali. Getaran tulang masih dapat dihantarkan ke organ

Corti dan masih dapat didengarkan. Penyebab tuli konduktif meliputi kerusakan membran

timpani, serotimpanum, mukotimpanum, atau hemotimpanum; gangguan rantai osikular oleh

trauma atau inflamasi, kalsifikasi tulang, kolesteatom, dan tumor. 2

Tuli telinga dalam atau tuli sensorineural paling sering disebabkan oleh hilangnya sel rambut

koklear tetapi dapat juga disebabkan karena gangguan nervus VIII atau dalam jaras auditorik.

Gangguan sering terjadi dalam mendengan pitch tertentun sementara yang lain tidak

terganggu. Antibiotik aminoglikosida seperti streptomisin dan gentamisin mengobstruksi

kanal mekanosensitif pada sel rambut dan dapat menyebabkan sel degenerasi, dan

menyebabkan hilangnya pendengaran sensorineural dan fungsi vestibular yang abnormal. 2

2. Evaluasi diagnostik gangguan pendengaran

Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 80.000 Hz. Untuk

pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2000 Hz. Untuk pemeriksaan

pendengaran digunakan garputala 512, 1024, dan 2048. Namun, bila tidak mungkin dapat

hanya menggunakan garputala 512 Hz karena penggunaan garputala ini tidak terlalu

5

Page 6: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

dipengaruhi suara bising di sekitarnya. Tes penala merupakan tes kualitatif. Berbagai macam

tes penala seperti tes rinne, tes weber dan tes schwabach. 8

Tabel 1. Membedakan Tuli konduktif dan Tuli Sensorineural pada Tes Penala1

Webber Rinne Schwabach

Metode Meletakkan garpu tala

yang bergetar pada dahi

Meletakkan garpu tala yang

bergetar di prosesus mastoid

hingga subjek tidak

mendengar lalu di

dipindahkan ke depan telinga

Konduksi tulang

pasien dibandingkan

dengan pemeriksa

(normal)

Normal Mendengar sama pada

kedua telinga

Mendengar vibrasi di udara

setelah konduksi tulang

selesai

Sama panjang antara

pemeriksa dan pasien

Tuli Konduktif Suara terdengar pada

telinga sakit karena

tidak adanya masking

effect pada sisi yang

sakit

Vibrasi di udara tidak

terdengar setelah konduksi di

tulang selesai

Konduksi tulang

lebih baik

dibandingkan normal

(defek konduksi

mendiadakan

masking effect)

Tuli

Sensorineural

Suara terdengar pada

telinga normal

Vibrasi pada udara terdengar

setelah konduksi tulang

selesai, sepanjang tuli

sarafnya parsial

Konduksi tulang

lebih buruk

dibandingkan normal.

*Tuli konduktif dan sensorineural terjadi pada satu telinga

2.3 Audiometer

Audiometer adalah alat untuk mengetahui ketajaman pendengaran melalui nada murni

dengan berbagai frekuensi yang diberikan melalui earphone. Pada masing-masing frekuensi,

intensitas ambang ditentukan dan diplot pada sebuah grafik sebagai presentase dari

pendengaran normal. Audiometri nada murni merupakan tes dasar untuk mengetahui ada

tidaknya gangguan pendengaran. Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal

6

Page 7: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

atau tuli, kemudian jenis dan derajat ketuliannya. Derajat ketulian dihitung dengan indeks

Fletcher, yaitu rata-rata ambang pendengaran pada frekuensi 500, 1.000 dan 2.000 Hz. Pada

interpretasi audiogram harus ditulis telinga yang mana, apa jenis ketuliannya, dan bagaimana

derajat ketuliannya.3,7

Fisiologi Gelombang Suara

Secara umum, kenyaringan suara berkorelasi dengan amplitudo gelombang suara dan pitch

(rendah tingginya suara) dengan frekuensi (jumlah gelombang per unit waktu). Semakin

besar amplitudo, makin keras suara, dan semakin besar frekuensi, semakin tinggi suara.

Namun, pitch ditentukan oleh faktor-faktor lain selain frekuensi, dan frekuensi juga

mempengaruhi kenyaringan, karena ambang pendengaran lebih rendah di beberapa frekuensi

dari yang lain. Gelombang suara yang memiliki pola berulang dianggap sebagai suara musik;

getaran tidak berulang menyebabkan sensasi kebisingan. Amplitudo dari gelombang suara

dapat dinyatakan dalam perubahan tekanan maksimum pada gendang telinga. Intensitas suara

1 desibel adalah logaritma rasio intensitas suara itu dan suara standar. Satu desibel (dB)

adalah 0,1 bel. Untuk menilai ambang pendengaran, dilakukan pemeriksaan audiometri.

Pemeriksaan ini terdiri atas 2 grafik yaitu frekuensi (pada axis horizontal) dan intensitas

(pada axis vertikal). Pemeriksaan audiometri ini tidak secara akurat menentukan derajat

sebenarnya dari gangguan pendengaran yang terjadi. Banyak faktor yang mempengaruhi

seperti lingkungan tempat dilakukannya pemeriksaan, tingkat pergeseran ambang

pendengaran sementara setelah pajanan terhadap bising di luar pekerjaan, serta dapat pula

permasalahan kompensasi membuat pekerja seolah-olah menderita gangguan pendengaran

permanen.3,7

2.4 Keseimbangan

Aparatus vestibular merupakan organ yang berperan dalam keseimbangan. Jaringan

tulang menutupi saluran-saluran bermembran. Saluran tersebut terdiri dari duktus koklearis,

tiga kanalis semisirkularis, utrikulus dan sakulus. Akan tetapi, duktus koklearis (skala media)

lebih berperan dalam pendengaran dibanding keseimbangan. 3,4,6

Di dalam sakulus dan utrikulus, terdapat suatu area sensorik yang kecil (diameter

sekitar 2mm) yang disebut sebagai makula. Makula terdiri dari sel-sel rambut yang sisi

basolateralnya bersinaps dengan nervus vestibularis. Sedangkan silianya tertanam di lapisan

gelatinosa. Pada lapisan gelatinosa ini juga terdapat kristal kalsium karbonat yang disebut

7

Page 8: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

statokonia/otolith. Otolith mempunyai berat jenis sebesar 2-3 kali lipat dibanding

jaringan/cairan disekitarnya. Berat jenis yang besar ini berperan untuk menarik silia ke arah

gravitasi. Pada setiap sel rambut, terdapat 50-70 silia kecil (stereosilia) dan satu silia besar

(kinosilium). Kinosilium terletak di tepi permukaan apikal sel rambut, dan kinosilium yang

terletak di sebelahnya berukuran semakin kecil. Cara kerja sel rambut di aparatus vestibular

sama dengan sel rambut di organ Corti. Pada setiap makula, setiap sel rambut memiliki

kinosilium pada tepi yang berbeda-beda. Sehingga pada suatu posisi, sebagian sel rambut

terangsang, namun sebagian lain tidak terangsang karena berbeda orientasi. Pola-pola eksitasi

yang berbeda tersebut akan diterjemahkan sebagai posisi yang berbeda-beda. 4,5

Makula di utrikulus terletak di bidang horizontal pada permukaan inferior utrikulu.

Sedangkan makula di sakulus terletak di bidang vertikal. Keduanya bekerja sama untuk

mendeteksi posisi dan percepatan. 3,4,5,6

Di dekat utrikulus, terdapat tiga kanalis semisirkularis: anterior, posterior, dan lateral.

Pada satu ujung setiap kanalis semisirkularis terdapat pembesaran yang disebut ampula. Di

dalam ampula ini terdapat suatu bubungan yang disebut krista ampularis. Diatas krista ini

terdapat massa jaringan gelatinosa yang disebut kupula. Ketika kepala seseorang bergerak,

inersia cairan endolimfe yang terdapat dalam kanalis semisirkularis menyebabkan cairan

cenderung diam, sedangkan kanalis semisirkularis ikut bergerak bersama kepala. Hal ini

menyebabkan cairan bergerak dari saluran ke ampula, yang akhirnya mendorong kupula ke

satu arah.

Dalam kupula terdapat ratusan silia yang dapat terstimulasi jika membengkok (seperti

sel rambut di organ Corti). Kinosilia pada kupula mengarah ke satu arah, berbeda dengan sel

rambut pada makula. Jika kupula terdorong ke satu arah, maka sel rambut terdepolarisasi;

jika terdorong ke arah lain, sel rambut akan terhiperpolarisasi. Stimulus dari sel rambut

diteruskan ke nervus vestibularis lalu ke sistem saraf pusat untuk diolah. 3,4,5,6

8

Page 9: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

III. ALAT & BAHAN

3.1 PENGECAPAN

I. Alat dan Bahan

a. Larutan manis yang dibuat dari 2

sendok the gula dengan konsentrasi

100%-3.1%

b. Larutan asin yang dibuat dari

garam 2 sendok the dengan

konsentrasi 100%-3.1%

c. Larutan asam yang diencerkan dari

larutan cuka 10 mL dengan konsentrasi

100%-3.1%

d. Larutan pahit dibuat dengan

melarutkan tablet aspirin ke dalam air

dengan konsentrasi 100%-3.1%

e. Lidi kapas

II. Cara Kerja

- Memeriksa Indera Pengecapan

a. Perintahkan OP untuk menjulurkan lidah dan lidah tidak boleh

menyentuh palatum. Kemudian, ambil lidi kapas celupkan ke larutan

yang akan dites (OP tidak boleh mengetahui larutan tersebut)

b. Oleskan lidi kapas tersebut pada permukaan lidah yang sesuai dengan

gambar di samping ini. Setelah itu, minta OP untuk menginterpretasi

rasa larutan tersebut dengan menggunakan bahasa isyarat. Dan

lakukan langkah-langkah di atas sampai semua larutan dicoba pada saat mencoba

larutan yang kedua minta OP untuk kumur dengan air bersih.

- Memeriksa Ambang Pengecapan

a. Perintahkan OP untuk menjulurkan lidahnya dan lidah tidak boleh menyentuh

palatum. Kemudian ambil lidi kapas celupkan pada larutan yang akan dicoba, OP

boleh mengetahui jenis larutan tersebut, oleskan pada area pengecapan yang sesuai

dengan jenis larutan tersbut mulai dari konsentrasi 100%.

b. Minta OP untuk mengecap rass tersebut, dan memberitahu hasilnya dalam bahasa

isyarat.Selanjutnya ulangi langkah tersebut sampai konsenrasi terendah dengan

larutan yang sama. Catat hasilnya apakah Op dapat mengecap atau tidak.

c. Ulangi langkah-langkah di atas untuk jenis larutan yang lain. Dengan catatan, setiap

pergantian jenis larutan ataupun konsnetrasi monta OP untuk berkumur.

3.2 PENDENGARAN

Alat yang digunakan

1. Model kanalis semisirkularis 2. Tongkat atau statif yang panjang

9

Page 10: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

3. Kursi Barany 4. Penala berfrekuensi 512 Hz

5. Kapas 6. Audiogram

T ata Kerja

I. MODEL KANALIS SEMISIRKULARIS

Mempelajari model kanalis semisirkularis, meliputi kedudukan kepala terhadap posisi kanalis

semisirkularis dan pengaruh pemutaran terhadap aliran endolimfe dan posisi Krista

ampularis.

II. PERCOBAAN SEDERHANA UNTUK KANALIS SEMISIRKULARIS

OP menutup mata dan kepala ditundukkan 30o, lalu diputar di kursi Barany sebanyak 10 kali

dengan arah jarum jam dan berlawanan jarum jam. Setelah itu, mengamati OP berjalan lurus

ke depan dengan mata terbuka.

III. PENGARUH KEDUDUKAN KEPALA DAN MATA YANG NORMAL

TERHADAP KESEIMBANGAN BADAN

OP berjalan di garis lurus dengan mata terbuka dan sikap kepala dan badan biasa, lalu dengan

mata tertutup, lalu dengan kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri dan ke kanan.

IV. PERCOBAAN DENGAN KURSI BARANY

a. Nistagmus

OP diputar di kursi Barany dengan mata tertutup dan kepala dimiringkan 30o ke depan.

Kemudian OP membuka mata dan melihat jauh ke depan.

b. Tes penyimpangan penunjukan (Past Pointing Test of Barany)

OP menutup mata dan menunjuk jari pemeriksa, lalu mengangkat tangannya dan kembali

mencoba menyentuh ujung jari pemeriksa. Kemudian OP melakukan hal yang sama setelah

diputar di kursi Barany sebanyak 10 kali dengan kepala ditundukkan 30o.

c. Tes jatuh

OP diputar di kursi Barany sebanyak 10 kali dengan mata tertutup dan posisi kepala

membentuk 120o dengan sumbu tegak, lalu dengan kepala miring ke kanan sebesar 90o , lalu

dengan kepala menengadah ke belakang membentuk sudut 60o. Mengamati ke arah mana OP

akan jatuh.

d. Kesan (sensasi)

OP duduk di kursi Barany dengan mata tertutup, lalu diputar dengan kecepatan yang

berangsur-angsur bertambah dan kemudian dikurangi secara berangsur-angsur pula sampai

berhenti. Menanyakan arah perasaan berputar pada OP.

10

Page 11: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

V. PEMERIKSAAN FUNGSI PENDENGARAN DENGAN GARPUTALA

A. Cara Rinne

Menggetarkan penala berfrekuensi 512 dengan cara memukul ujung jari penala ke telapak

tangan, dan menekan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu telinga OP

dengan tidak menyentuh jari-jari penala. Menyuruh OP mengacungkan jari jika mendengar

bunyi penala dan menurunkan jari jika tidak mendengarnya lagi, kemudian memindahkan

penala ke depan liang telinga OP dan menanyakan apakah masih mendengar atau tidak bunyi

dengungan penala tersebut.Mencatat hasil pemeriksaan, rinne positif jika OP masih

mendengar melalui hantaran aerotimpanal (normal/tuli sensorineural), dan rinne negatif jika

OP tidak lagi mendengar melalui hantaran aerotimpanal (tuli konduktif).

B. Cara Weber

Menggetarkan penala berfrekuensi 512 dengan cara memukul ujung jari penala ke telapak

tangan dan menekan ujung tangkai penala pada dahi OP di garis median. Menanyakan OP

apakah mendengar bunyi dengungan penala sama kuat pada kedua telinga atau terjadi

lateralisasi.

C. Cara Schwabach

Menggetarkan penala berfrekuensi 512 dengan cara memukul ujung jari penala ke telapak

tangan dan menekan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu telinga OP.

Menyuruh OP mengacungkan jari jika mendengar bunyi dengungan penala lagi, kemudian

memindahkan penala ke prosesus mastoideus pemeriksa sendiri. Pada pemeriksaan

schwabach telinga pemeriksa dianggap normal. Mencatat hasil pemeriksaan yaitu

schawabach memanjang, schawabach normal atau schwabach memendek dan untuk

memastikan ulangi cara yang sama pada pemeriksa terlebih dahulu lalu ke OP.

3.3 AUDIOMETRI

Alat dan Bahan

Headphone, Laptop program audiometri, dan formulir

Tata Kerja:

1. Persiapkan program audiometer pada laptop

2. Suruh OP duduk dan pasanglah headphone

3. OP melakukan pemeriksaan ambang pendengaran secara mandiri dan konsentrasi

4. Setelah selesai, Buatlah audiogram OP pada formulir yang telah disediakan dengan data

yang diperoleh dari pengukuran.

11

Page 12: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

IV. HASIL

4.1 Pemeriksaan Indera Pengecapan

Manis

Asin

Asam

Pahit

4.2 Pemeriksaan Ambang Pengecapan

Kekuatan Manis Asam Asin Pahit

12

Page 13: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

Dilusi OP 1 OP 2 OP 1 OP 2 OP 1 OP 2 OP 1 OP 2

Shela Hafiz Shela Hafiz Shela Hafiz Shela Hafiz

100% + + + + + + + +

50% + + + + + + + +

25% + + + + + + + -

12,5% + - + + + + + -

6,25% + - + - + + + -

3,1% - - + - - - - -

4.3 Percobaan dengan Kursi Barany

Percobaan Nama OP Kejadian

Nistagmus Agatha Setelah berputar 10 kali ke kanan, dengan kepala menunduk

30º ke depan, terdapat nistagmus:

- arah komponen cepat: kiri

- arah komponen lambat: kanan

Tes

Penyimpangan

Penunjukan

A.Sonia Setelah berputar 10 kali ke kanan, dengan kepala menunduk

30o ke depan, terjadi penyimpangan penunjukan ke arah kiri.

Setelah sampai beberapa saat terjadi penyimpangan, barulah

kemudian OP tidak salah lagi menyentuh jari tangan

pemeriksa.

Tes Jatuh David Saat diputar dengan kepala ke depan membentuk sudut 120o

dengan sumbu tegak, OP merasa akan jatuh ke kiri.

Dema Saat diputar dengan kepala ke belakang membentuk sudut

60o dengan sumbu tegak, OP merasa akan jatuh ke kanan.

Shela Saat diputar dengan kepala ke kanan membentuk sudut 90o

dengan sumbu tegak, OP merasa akan jatuh ke depan.

Kesan

(Sensasi)

Ricky OP tetap merasa diputar ke kanan meskipun kecepatan

putaran sudah konstan. Saat kursi dihentikan, OP merasa

kursinya dihentikan.

4.4 Pemeriksaan Fungsi Pendengaran dengan Garputala

Nama Hasil Pemeriksaan Interpretasi13

Page 14: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

OP

Rinne Weber Schwabach

Alvin positif tidak ada lateralisasi sama dengan pemeriksa Normal

Sonia positif tidak ada lateralisasi sama dengan pemeriksa Normal

Dema positif tidak ada lateralisasi sama dengan pemeriksa Normal

Hafiz positif tidak ada lateralisasi sama dengan pemeriksa Normal

4.5 Audiometri

Pada pemeriksaan ini, audiometer yang dipakai hanya dari software freeware yang

didapatkan dari internet. Sehingga pengukuran hanya bersifat demo.

Hasil

Tanggal: 1 Februari 2011

Nama OP: Shela Putri, Umur: 20 tahun, Kelompok 10

No. Frekuensi Telinga Kanan Telinga Kiri

1. 250 Hz 20 20

2. 500 Hz 10 20

3. 1000 Hz 0 10

4. 2000 Hz 0 0

5. 4000 Hz 0 0

6. 8000 Hz 10 10

Nama OP: A. Sonia, Umur : 20 tahun, Kelompok 10

No. Frekuensi Telinga Kanan Telinga Kiri

1. 250 Hz 30 30

2. 500 Hz 10 20

3. 1000 Hz 0 0

4. 2000 Hz 0 014

Page 15: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

5. 4000 Hz 0 0

6. 8000 Hz 10 20

Dari tiap hasil pada frekuensi tersebut, diambil hasil yang terkecil (ambang pendengaran)

yang didapat dari hasil pengukuran.

Gambar Audiogram

Grafik 1 Hasil Audimetri OP: Shela

15

Page 16: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

Grafik 2 Hasil Audiometri OP: A. Sonia

V. DISKUSI

5.1 Pemeriksaan Hasil Indera Pengecapan

Berdasarkan haisl yang didapat, OP dapat mengecap semua rasa atau modalitas yang dicoba.

Di mana, area pengecapan manis dapat merasakan semua modalitas yaitu manis, asam, asin,

dan pahit. Akan tetapi, pada saat merasakan larutan pahit, OP mengecap rasa asam pada

semua area pengecapan. Untuk larutan asam, asin, dan pahit, OP dapat mengecapnya pada

semua area pengecapan di permukaan lidah yang sesuai dengan gambar yang telah tertera.

Hal ini menggambarkan bahwa pada satu area pengecapan terdapat reseptor masing-masing

modalitas dengan jumlah yang berbeda sehingga ketika diberikan larutan yang asin di area

manis akan merasakan rasa asin. Karena modalitas asin mengandung ion Na yang

mengaktifkan reseptor ENaC yang memdiasi pengecapan asin. Begitu juga pada larutan lain

yang dimediasi oleh kandungan di dalamnya.

5.2 Pemeriksaan Ambang Pengecapan

Berdasarkan hasil perccobaan kedua, dari kedua OP, terdapat perbedaan dalam ambang

pengecapan. Di mana saat dioleskan larutan manis dengan konsnetrasi 100% kedua OP dapat

16

Page 17: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

mengecap, tetapi pada konsentrasi 12,5% terdapat perbdaan di mana OP 1 dapat merasakan

larutan tersebut sedangkan OP 2 tidak dapat merasakannya. Begitu juga pada larutan yang

lain, masing-masing individu memiliki ambang pengecapan yang berbda.

Ambang penegcapan pada reseptor tergantung dari intensitas atau kuatnya suatu kadar

modalitas yang dikecap. Misalnya, larutan asin 100% mengandung lebih banyak ion Na

daripada konsentrasi 50% dan lainnya. Sehingga untuk mengeksitasi suatu reseptor keccap

diperlukan kadar substrat atau molekul tertentu yang dapat memicueksitasi tersebut.

Kesimpulan

1. Satu area pengecapan dapat mengecap semua modalitas (manis, asin, asam, dan pahit)

2. Ambang pengecapan tiap individu berbeda-beda.

3. Ambang pengecapan tergantung pada intensitas moleluk eksitaorik dan jumlah

reseptor yang terdpat pda area pengecapan tersebut.

5.3 Percobaan dengan Kursi Barany

NISTAGMUS

Setelah berputar ke kanan, terdapat nistagmus komponen cepat ke arah kiri dan komponen

lambat ke arah kanan. Hal ini disebabkan oleh adanya refleks vestibulo-okular (VOR) yang

merupakan refleks gerakan mata untuk menstabilkan gambar pada retina selama gerakan

kepala dengan memproduksi sebuah gerakan mata ke arah yang berlawanan dengan gerakan

kepala, sehingga mempertahankan gambar untuk berada pada pusat bidang visual.

TES PENYIMPANGAN PENUNJUKAN (PAST POINTING TEST OF BARANY)

Penyimpangan penunjukan ke arah kiri yang terjadi setelah OP diputar ke kanan bukan suatu

refleks, tetapi merupakan tindakan berdasarkan keinginan. Saat mata OP dalam keadaan

tertutup, terdapat koordinasi yang salah dari OP karena sensasi perputaran yang dialaminya.

Namun, setelah mata dibuka, OP dapat menyentuh jari tangan dengan tepat.

TES JATUH

Saat OP diputar dengan kepala ke belakang membentuk sudut 60o, kanalis semisirkularis

posterior berada pada bidang horizontal, sehingga sumbunya akan sesuai dengan arah putaran

kursi Barany. Saat OP mulai diputar ke kanan (searah jarum jam), endolimfe akan bergerak

17

Page 18: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

ke arah berlawanan sehingga kupula juga bergerak ke arah berlawanan yaitu berlawanan

jarum jam. Akibatnya, OP merasa bergerak ke kiri. Kemudian, kupula akan bergerak searah

dengan putaran kursi yaitu ke kanan sehingga OP merasa bergerak ke kanan. Saat kecepatan

konstan, kupula dalam posisi tegak sehingga OP merasa tidak berputar. Begitu dihentikan,

endolimfe akan tersentak dan cupula bergerak ke arah sebaliknya, yaitu ke kiri. Saat kepala

OP kembali ke posisi tegak, kanalis semisirkularis posterior akan kembali ke posisi semula

dengan endolimfe yang masih bergerak ke kiri. Dengan demikian, OP akan merasa bergerak

ke kanan sehingga OP akan jatuh ke kanan.

Saat OP diputar dengan kepala ke kanan membentuk sudut 90o, kanalis semisirkularis

anterior berada pada posisi horizontal, sehingga efek pemutaran kursi Barany pada kanalis

semisirkularis anterior akan maksimal. Saat kursi mulai diputar ke kanan, endolimfe dan

kupula akan bergerak ke kiri atau ke arah anterior. Saat kursi dihentikan, endolimfe dan

kupula akan bergerak ke arah sebaliknya, yaitu ke posterior. Begitu kepala diangkat, OP akan

merasa akan jatuh ke depan.

Saat OP diputar dengan kepala ke depan membentuk sudut 120o, kanalis semisirkularis

posterior berada pada posisi horizontal, sehingga efek pemutaran kursi Barany pada kanalis

semisirkularis posterior akan maksimal. Saat kursi mulai diputar ke kanan, endolimfe akan

bergerak ke kiri atau berlawanan arah jarum jam. Saat kursi dihentikan, endolimfe dan kupula

akan bergerak searah jarum jam sehingga OP akan merasa akan jatuh ke kiri.

KESAN (SENSASI)

Saat kursi mulai diputar ke kanan, endolimfe akan berputar ke arah sebaliknya, yaitu ke kiri.

Akibatnya, kupula akan bergerak ke kiri dan OP akan merasa berputar ke kiri. Kemudian,

kupula akan bergerak ke kanan searah dengan putaran kursi sehingga OP akan merasa

bergerak ke kanan. Saat kecepatan mulai konstan, kupula dalam posisi tegak sehingga OP

akan merasa tidak berputar. Saat kursi dihentikan, kupula akan bergerak ke arah sebaliknya,

yaitu ke kanan, sehingga OP akan merasa berputar ke kanan. Namun, pada praktikum OP

masih merasa berputar ke kanan saat kecepatan sudah konstan dan OP tidak merasa berputar

ke kanan saat kursi dihentikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh persepsi keseimbangan OP

yang bagus.

5.4 Pemeriksaan dengan Garputala

18

Page 19: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

Pada keempat OP didapatkan hasil rinne positif menunjukkan OP masih dapat mendengar

melalui hantaran melalui udara (aerotimpanal) sesaat setelah dipindahkan dari prosesus

mastoideus. Hasil weber menunjukkan tidak adanya lateralisasi ke salah satu telinga atau OP

mendengar bunyi sama kuat di kedua telinga. Hasil schwabach menunjukkan bunyi penala

yang menghilang pada OP juga terdengar berhenti oleh pemeriksa yaitu schwabach sama

dengan pemeriksa. Hasil tersebut memberi interpretasi bahwa pada keempat OP tidak

terdapat gangguan pendengaran atau normal.

5.5 Audiometri

Dari skema dapat disimpulkan bahwa OP memiliki kemampuan pendengaran dalam batas

normal yang tercatat dalam bentuk angka terkecil (ambang) suara yang masih dapat didengar

dalam setiap frekuensi suara yang berbeda. Karena hasil dari pengukuran percobaan dengan

alat audiometri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: faktor alat

(kondisi dan kualitas baik atau tidak), faktor ruangan yang tidak kedap suara, faktor

kemampuan konsentrasi/memusatkan pikiran OP (sebaiknya konsentrasi OP tidak terganggu

dengan kondisi suara sekitar dan fokus pada pemeriksaan), dan faktor hantaran (udara dan

tulang). Disamping itu, standard yang dipakai pada alat bukanlah intensitas Hearing Level

(HL), jadi tidak disesuaikan dengan keadaan fisiologi telinga.

19

Page 20: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Barret KE, Barman SM, Boitano S, Brooks LH. Ganong’s review of medical

physiology. 23rd edition. The McGraw-Hill Companies, Inc : USA, 2010.

2. Frotscher M, Baehr M. Batang Otak- Gangguan Pendengaran. Dalam: Diagnosis

Topik Neurologi Duus. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. hal. 162-3.

3. Ganong WF. Review of medical physiology. 22nd Ed. USA: The McGraw-Hill

companies; 2005.

4. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th ed. Philadelphia:

Elsevier. 2006.p663-6.

5. Marieb EN, Hoehn K. Human anatomy & physiology. 7th Ed. Pearson education, Inc;

2010.

6. Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi 2.

Jakarta:EGC.1996.h189-90.

20

Page 21: LAPORAN FAAL 2 PENGINDERAAN

7. Snow JB. Disorders of Smell, Taste, and Hearing. Dalam Braunwald, Fauci, Kasper.

Hauser, Longo, Jameso, dkk. 2008. Harrison's Principles of Internal Medicine 17th

Ed. The McGraw-Hill Companies, Inc.

8. Soepardi EA, Iskandar N, dkk. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam:

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6.

Jakarta: FKUI. ; 2010. hal. 17-8.

9. Tortora GJ, Derrickson BH. Priciples of anatomy and physiology volume 1.

Massachusetes: John Wiley & Sons. 2009.p602-4.

21