Laporan Genetika Dan Pemuliaan Ikan
-
Upload
robi-williamsyah -
Category
Documents
-
view
66 -
download
12
description
Transcript of Laporan Genetika Dan Pemuliaan Ikan
Laporan Genetika dan Pemuliaan ikan
LAPORAN PRAKTIKUM
GENETIKA DAN PEMULIAAN IKAN
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
LAPORAN PRAKTIKUMGENETIKA DAN PEMULIAAN IKAN
Disusun Oleh : Ajrun Chabib M. Rizaldy kahmad kurniawan Dwiyana Saputra Aditya Raindy Anshor Tegar Widya Adityo Kusuma Putra
Widya Putra Gahara Wike ApriliA Agustin ike Dimas Norma Futura M Anas Rifai Miftahul Jannah Agung Setia Abadi
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTANUNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG2012
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan-ikan marga Clarias ini dikenali tubuhnya yang licin memanjang tak
bersisik, dengan sirip punggung dan sirip anus yang juga panjang, yang
terkadang menyatu dengan sirip ekor, menjadikannya nampak seperti sidat yang
pendek. Kepalanya keras menulang dibagian atas dengan mata yang kecil dan
mulut lebar yang terletak di ujung moncong, dilengkapi dengan empat pasang
sungut peraba (barbells) yang amat berguna untuk bergerak di air yang gelap.
Lele juga memiliki alat pernapasan tambahan berupa modifikasi dan busur
insangnya. Terdapat sepasang patil, yakni duri tulang yang tajam pada sirp-sirip
dadanya (Alamendah, 2012).
Untuk mendekatkan kemvali mutu benih lele dumbo swaat ini kepada mutu
asalnya, perlu dilakukan perbaikan-perbaikan pada proses produksi ikan lele
dumbo. Perbaikan mutu ikan lele dumbo dapat dilakukan dengan beberapa
strategi, antara lain dengan cara seleksi, hibridisasi, silang balik, ginogenesis
maupun transgenik (Rustidja, 1999 dalam Sunarma, 2004 ).
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud diadakannya praktikum Genetika ini adalah agar praktikan
mengetahui bagaimana prosedur rekayasa genetika pada telur ikan lele dumbo
(Clarias gariepinnus).
Tujuan diadakannya praktikum Genetika ini adalah agar praktikan dapat
mempraktekan cara rekayasa genetika pada telur ikan lele dumbo (Clarias
gariepinnus).
1.3 Kegunaan
Kegunaan dalam melakukan praktikum Genetika ini adalah agar
praktikan dapat mempraktekkan sendiri bagaimana cara-cara dan prosedur
rekayasa genetika pada telur ikan lele dumbo (Claria gariepinnus) agar
dapat memperoleh larva betina semua memalui proses gynogenesis.
1.4 Waktu dan Tempat
Praktikum Genetika ini dilaksanakan pada hari Selasa hingga hari Rabu
tanggal 29 Mei 2012 hingga 30 Mei 2012 pada pukul 12.00 WIB sampai
dengan pukul 09.00 WIB, dan bertempat di Laboratorium Pemuliaan,
Pembenihan dan Reproduksi Ikan gedung D lantai 1, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Ikan Lele
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele
Klasifikasi ikan lele menurut Saanin (1984) dalam Utami (2009), adalah :
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariapshyi
Sub ordo : Siluroidea
Famili : Claridae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus
Menurut Utami (2009), morfologi ikan lele secara umum adalah tubuh
memanjang dan berbentuk silinder, kepala pipih, ekor beebentuk pipih,
permukaan kulit licin, mengeluarkan lender dan warna tubuh bagian ekor
gelap dan bawah agak terang. Ikan lele memiliki 4 pasang sungut, terdapat
2 buah alat olfaktori yang terletak dekat sungut hidung dan pada bagian
depan sirip dada terdapat jari-jari sirip yang mengeras atau patil.
Menurut Mahyudi (2011), sistematika dan klasifikasi lele adalah sebagai
berikut :
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Gambar 1. Ikan lele (googleimage,2012)Sub kelas : TeleosteiOrdo : Osteriopshyi
Sub Ordo : Siluroidea
Famili : Claridae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus
Ikan-ikan marga Clarias ini dikenali ari tubuhnya yang licin memanjang
tak bersisik, dengan sirip punggung dan sirip anus yang juga panjang, yang
terkadang menyatu dengan sirip ekor, menjadikannya nampak seperti sidat
yang pendek. Kepalanya keras menulang dibagian atas dengan mata yang
kecil dan mulut lebar yang terletak di ujung moncong, dilengkapi dengan
empat pasang sungut peraba (barbells) yang amat berguna untuk bergerak
di air yang gelap. Lele juga memiliki alat pernapasan tambahan berupa
modifikasi dan busur insangnya. Terdapat sepasang patil, yakni duri tulang
yang tajam pada sirp-sirip dadanya (Alamendah, 2012).
2.1.2 Reproduksi
Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan
sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Kegiatan
reproduksi pada setiap jenis hewan air berbeda-beda, tergantung kondisi
lingkungan. Ada yang berlangsung setiap musim atau kondisi tertentu setiap
tahun. sebagian besar spesies ikan adalah gonokristik (droecious) dimana
sepanjang hidupnya memiliki jenis klemin yang sama (Fujaya, 2004).
Menurut Slembrouck et al., (2005), penilaian kematangan seksual ikan
jantan jauh lebih mudah daripada ikan betina dan tahap kematangannya
ditentukan sesuai dengan skala berikut :
1. Tidak adanya sperma.
2. Terdapatnya sperma setelah dilakukan penekanan atau pengurutan.
3. Pengeluaran sperma yang bisa dilihat melalui penekanan dengan tangan.
2.2 Pemijahan
2.2.1 Pemijahan Alami
Menurut Gusrina (2008), Pemijahan adalah proses perkawinan antara
ikan jantan dan ikan betina. Dalam budidaya ikan teknik pemijahan ikan
dapat dilakukan dengan 3 macam cara, yaitu :
1. Pemijahan ikan secara alami, yaitu pemijahan ikan tanpa campur tangan
manusia,terjadi secara alamiah (tanpa pemberian rangsangan hormon).
2. Pemijahan ikan secara semi intensif, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan
memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad, tetapi
proses ovulasinya terjadi secara alamiah di kolam.
3. Pemijahan ikan secara intensif, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan
memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad serta
proses ovulasinya dilakukan secara buatan dengan teknik stripping/ pengurutan.
Pemijahan ikan secara alami adalah pemijahan ikan tanpa campur tangan
manusia, terjadi secara alamiah (tanpa pemberian rangsangan hormon) di
dalam wadah budidaya. Jenis ikan yang sudah dapat dilakukan pemijahan
secara alami didalam wadah budidaya antara lain adalah ikan Mas, ikan
Nila, ikan Bandeng, ikan Kerapu, ikan Kakap, ikan Gurame, ikan Baung, ikan
Lele. Pemijahan ika secara semi intensif adalah pemijahan ikan yang terjadi
dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan
gonad, tetapi proses ovulasinya terjadi secara alamiah di kolam (Gusrina,
2008).
2.2.2 Pemijahan Semi Buatan
Pemijahan semi alami menggunakan induk betina dan jantan dengan
perbandingan 1 : 1 baik jumlah ataupun berat. Bila induk betina atau jantan
lebih berat dibanding lawannya, dapat digunakan perbandingan jumlah 1 : 2
yang dilakukan secara bertahap. Misalnya, induk betina berat 2 kg/ekor
dapat dipasangkan dengan 2 ekor induk jantan berat 1 kg/ekor. Pada saat
pemijahan, dipasangkan induk betina dan jantan masing-masing 1 ekor.
Setelah sekitar setengah telur keluar atau induk jantan sudah kelelahan,
dilakukan penggantian induk jantan dengan induk yang baru. Wadah
pemijahan dapat berupa bak plastik atau tembok dengan ukuran 2 x 1 m
dengan ketinggian air 15 – 25 cm. Kakaban untuk meletakkan telur disimpan
di dasar kolam (Sudarma, 2004).
Pemijahan semi alami dan buatan dilakukan dengan melakukan
penyuntikan terhadap induk betina menggunakan ekstrak pituitari/hipofisa
atau hormon perangsang (misalnya ovaprim, ovatide, LHRH atau yang
lainnya). Ekstrak hipofisa dapat berasal dari ikan lele atau ikan mas sebagai
donor. Penyuntikan dengan ekstrak hipofisa dilakukan dengan dosis 1 kg
donor/kg induk (bila menggunakan donor ikan lele) atau 2 kg donor/kg induk
(bila menggunakan donor ikan mas). Penyuntikan menggunakan ovaprim
atau ovatide dilakukan dengan dosis 0,2 ml/kg induk (Sudarma, 2004).
2.2.3 Pemijahan Buatan
Menurut Gusrina (2008), pemijahan ikan secara buatan adalah
pemijahan ikan yang terjadi dengan memberikan rangsangan hormon untuk
mempercepat kematangan gonad serta proses ovulasinya dilakukan secara
buatan dengan teknik stripping/pengurutan. Jenis ikan yang sudah dapat
dilakukan pemijahan secara buatan antara lain adalah ikan patin, ikan mas,
ikan lele.
Pemijahan buatan dilakukan dengan cara merangsang induk betina
dengan penyuntikan hormon perangsang kemudian dipijahkan secara
buatan. Pemijahan buatan menggunakan induk betina dan jantan dengan
perbandingan berat 3 : 0,7 (telur dari 3 kg induk betina dapat dibuahi
dengan sperma dari jantan berat 0,7 kg) (Sudarma, 2004).
2.3 Gynogenesis
Menurut Novia (2009), ginogenesis adalah suatu proses penurunan sifat
maternal secara total melalui perkembangan telur tanpa kontribusi sperma
secara genetik untuk menjadi embrio yang dimaksudkan agar keturunan yang
dihasilkan bersifat homozigotik (cloning). Ginogenesis dapat terjadi secara alami
dan buatan, ginogenesis secara alami jarang sekali terjadi ditemukan sperma
yang membuahi telur dalam keadaan material genetik tidak aktif. Tahapan
pelaksanaan ginogenesis adalah penyinaran sinar ultraviolet pada sperma
kemudian pemberian kejutan panas pada suhu 40oC selama 1,5-2 menit yang
kemdian diinkubasi. Tingkat keberhasilan dari teknik ini dipengaruhi oleh waktu
awal kejutan, suhu dan lamanya kejutan spesies.
Teknik ginogenesis ini dilakukan dengan membuat sperma tidak aktif
secara genetik melalui proses radiasi, yang dilakukan sebelum pembuahan.
Di samping itu, dilakukan diploidisasi kromosom telur pada tahap awal
perkembangan telur setelah dibuahi dengan pemberian kejutan dingin atau
kejutan panas (Sambara, 1988).
2.4 Heat Shock dalam Gynogenesis
Setelah sperma diberi perlakuan penyinaran kemudian dicampur dengan sel
telur dan dilepaskan dalam air agar terjadi pembuahan. Setelah pembuahan
terjadi kemudian telur yangterbuahi tersebut diberi kejutan lingkungan. Hal ini
dapat berupa kejut suhu atau dengan tekanan hidrostatis. Perlakuan dengan
tekanan hidrostatis memerlukan peralatan yang rumit, mahal sehingga suli untuk
diterapkan telur dalam jumlah banyak namun metode ini efektif untuk
memproduksi tingkat heterozigositas nol persen. Kejut suhu lebih praktis dalam
penggunaannya sehingga bisa diterapkan pada jumlah yang banyak. Kejut suhu
dimaksudkan untuk pencegahan keluarnya polar body II telur pada saat terjadi
pembelahan miosis kedua atau pencegahan pembelahan sel setelah duplikasi
kromosom pada saat terjadi pembelahan mitosis pertama sehingga jumlah
kromosom telur mengganda lagi pada awal perkembangan zigot (Nagy et al:,
1978). Kejut suhu disini berupa kejutan panas dan kejutan dingin. Pemberian
kejutan panas lebih singkat periodenya dibandingkan dengan kejut dingin
(Purdom, 1993).
Rekayasa set kromosom dengan teknologi ginogenesis telah dilakukan untuk
memodifikasi genotip secara cepat dalam rangka penyediaan populasi klon ikan
sumatra (P.tetrazona, Blkr) sebagai hewan percobaan laboratorium. Sperma ikan
Tawes (P.javanicus Blkr) yang sudah diradiasi UV digunakan sebagai donor
untuk membuahi telur ikan sumatra, kemudian dirangkai dengan pemberian
perlakuan kejutan panas setelah pembuahan untuk menghasilkan zigote diploid
(G2N). Kejutan panas diberikan dengan cara perendaman telur yang sudah
dibuahi dalam penangas air pada suhu 40oC. Pada gynogenesis tahap I, Kejutan
panas diberikan pada fase mitosis untuk mendapatkan individu G2N-mitosis (F1)
ebagai calon induk lkon (P). Selanjutnya, pada gynogenesis tahap II, kejutan
panas diberikan pada fase meiosis untuk mendapatkan individu G2N- meiosis
(F2) yang disebut klon (G2N-klon) (Soelistyowati et al, 2010).
2.5 Radiasi UV dalam Gynogenesis
Sebelum sperma dicampur dengan sel telur (pemijahan buatan) sperma
tersebut diberi perlakuan penyinaran dengan sinar UV. Hal ini dilakukan untuk
merusak bahan genetik sperma. Komposisi kimiawi sperma pada plasma inti
(nukleoplasma) diantaranya adalah DNA, Protamine, Non Basik Protein.
Sedangkan seminal plasma mengandung protein, potassium, sodium, calsium,
magnesium, posfat, klarida. Sedangkan komposisi kimia ekor sperma adalah
protein, lecithin dan cholesterol (Gusrina, 2008).
Sinar ultraviolet dengan panjang gelombang di bawah 300 nm dapat diserap
secara kuat oleh bahan biologi tertentu, terutama asam nukleat, protein, dan
koenzim. Tetapi sinar ini tidak sampai mengionisasi atom-atom dan
molekulnya disamping itu kemampuan sinar ultraviolet untuk menembus
bahan sangat terbatas. Walaupun sinar ultraviolet yang dapat masuk ke
bahan biologi tersebut sedikit, tetapi hampir semua diserap. Hal ini berarti
efisiensi penyerapan sinar ultraviolet olleh bahan-bahan biologi sangat
tinggi. Pada panjang gelombang hingga 260 nm sinar UV dapat merusak
fungsi pirimidin AND yang merupakan bahan genetic sperma. Walapun
sperma diradiasi namun tidak sampai merusak kemampuannya untuk
bergerak dan membuahi telur. Dengan demikian sperma ini masih mampu
untuk memicu untuk terjadinya pembuahan dan perkembangan telur (Nagy,
1978).
2.6 Penetasan dan Perkembangan Embrio
Awal perkemangan dimulai saat pembuahan (fertilisasi sebuah sel telur
oleh sperma yang membentuk zygot). Gametogenesis merupakan fase akhir
perkembangan individu dan persiapan untuk generasi berikutnya. Proses
perkembangan yang berlangsung dari gametogenesis sampai dengan
membentuk zygot disebut progenesis. Proses selanjutnya disebut
embryogenesis (blastogene) yang mencakup pembelahan sel zygot
(deavage), blastulasi, grastulasi dan merulasi. Selanjutnya adalah
organogenesis yaitu pembentukan alat – alat organ tubuh. Embriologi
mencakup proses perkembangan setelah fertilisasi sampai dengan
organogenesis sebelum menetas atau lahir (Syazili, 2011).
Gambar 2. Perkembangan telur ikan lele (Syazili,2011)
Keterangan gambar: Tahap – tahap perkembangan dan pembelahan
yellowtail kingfish (seriola lalandi). A). pra-rengkah; b). 2 sel; c). 4 sel; d). 8
sel; e). 16 sel; f). 32 sel; g). pertengahan tahap blastula; h). grastula; i).
penampilan pra embrio; m). larva 4 jam posthatch; n). pembelahan asimetris
diblastulasi; o). tidak jelas margin sel dalam blastula.
Pemijahan dilakukan dengan cara buatan yaitu dengan disuntik hormone
ovaprim dengan dosis 0,20 mL. Selanjutnya interval penyuntikan hormone
dengan ovulasi sekitar 8 – 10 jam. Ovulasi dilakukan dengan cara
pengurutan telur pada induk betina dan katelerisasi pada induk jantan
(Susanto, 2000). Fertilisasi dilakukan dengan metode kering yaitu proses
pembuahan (percampuran telur dan sperma) di cawan petri dicampur secara
manual dengan alat bantu berupa bulu ayam. Setelah pembuahan baru
dibilas dengan aquadest sampai bersih dan siap diteteskan sehingga tanpa
media air hanya cairan ovaprim. Pengamatan perkembangan embrio
dilakukandengan menggunakan mikroskop stereo dengan pembesaran 40x
terhadap telur placydorascostatus yang disertilisasi dengan sperma. Telur
ditempatkan pada basket dengan temperature 27 0C – 29 0C. Pengamatan
telur dilakukan terus menerus di bawah mikroskop sampai terjadi
penetasan.
Gambar 3. Perkembangan telur ikan lele (googleimage,2012)
Pada suhu optimal telur menetas sekitar 24 jam 34 menit. Sedangkan larva
sempurna 48 jam; 2A). pembelahan pertama menjadi 2 sel; 2B). pembelahan
kedua dari 2 sel menjadi 4 sel 58 menit; 2C). pembelahan ketiga dari 4 sel
menjadi 8 sel memakan waktu 1 jam 30 menit; 2D). pembelahan keempat
dari 8 sel menjadi 16 sel memerlukan waktu 1 jam 38 menit; 2E).
pembelahan dari 16 sel menjadi 32 sel dan terus menjadi 64 sel dan menjadi
banyak sel; 2F). calon embrio, pada tahap morula terlihat banyak sel yang
kecil – kecil; 2G). calon embrio menjadi blastula yang mulai menyelubingi
kuning telur; 2H). calon embrio mencapai tingkat gastrula; 2I). gastrula
menjadi neurola; 2J). menjadi gastrula akhir; 2K). perkembangan neurola;
2L). embrio awal; 2M). memiliki bentuk bintik mata dan lingkaran kuning
telur mulai renggang (mulai bergerak); 2N). tingkat embrio; 2O). embrio
akhir; 2P). mulai menetas dn menjadi larva. Kuning telur terlihat jelas pada
larva (Kusrini dan Subandiyah, 2010).
2.7 Kualitas Air dalam Gynogenesis
Kualitas telur dan kualitas airmedia inkubasi sangat
menentukankeberhasilan proses penetasan telur. Kualitas telm yang baik
dan didukung oleh kualitas air media yang meinadai dapat membantu
kelancaran pembelahan sel dan perkembangan telur untuk mencapai tahap
akhir terbentuknya embrio ikan. Yatim (1990) dan Effendie (1997)
menyatakan, salah satu f akto~ku alitas air yang penting dalam
memengarubi pembelahan sel (penetasan telur) adalah suhu air medium
(Mukti, 2005).
3.METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat dan Fungsi
Alat-alat yang digunakan pada saat praktikum Genetika tentang
gynogenesis adalah :
- Perlakuan Kontrol
· Mangkok plastik :sebagai tempat telur setelah dikeluarkan dari
induknya dan tempat mencampurkan telur dan
sperma
· Spuit diposible : untuk menyuntikkan ovaprim pada ikan
· Aquarium : sebagai wadah sementara ikan dan tempat
pengamatan telur
· Dissecting set : sebagai alat untuk membedah ikan
· Serbet : untuk menutup mata ikan agar tidak stress
· Kamera digital : untuk mengambil gambar telur ikan lele yang
diamati dibawah mikroskop
· Aerator : sebagai suplai O2 di aquarium
· Termometer : untuk mengukur suhu
· Mikroskop : untuk mengamati telur dari fase awal
pembelahan sel sampai menjadi larva
· Heater aquarium : untuk mengatur suhu dalam aquarium
· Objek glass : untuk mengamati telur
· Pipet tetes : untuk mengambil telur dan diamati dibawah
mikroskop
· Kaca : sebagai tempat telur yang dibuahi
· Pisau : untuk membedah dan memotong ikan
· Handtally counter : untuk menghitung jumlah telur
· Timbangan analitik : untuk menimbang berat ikan
· Kotak mika : untuk tempat wadah telur
· Beaker glass : untuk wadah larutan sementara
· Sarung tangan : untuk melindungi tangan
· Gelas ukur : untuk mengukur larutan
· Stopwatch : untuk menghitung waktu penetasan
- Perlakuan radiasi sinar UV
· Timbangan Oz : untuk menimbang berat ikan dengan ketelitian
28,3 gram
· Kotak UV : untuk memberikan radiasi berupa sinar UV dalam
menghilangkan sifat jantan (n pada sperma)
· Mangkok plastik :sebagai tempat telur setelah dikeluarkan dari
induknya dan tempat mencampurkan telur dan
sperma
· Spuit diposible : untuk menyuntikkan ovaprim pada ikan
· Aquarium : sebagai wadah sementara ikan dan tempat
pengamatan telur
· Dissecting set : sebagai alat untuk membedah ikan
· Kolam : sebagai wadah ikan
· Serbet : untuk menutup mata ikan agar tidak stress
· Kamera digital : untuk mengambil gambar telur ikan lele yang
diamati dibawah mikroskop
· Aerator : sebagai suplai O2 di aquarium
· Termometer : untuk mengukur suhu
· Mikroskop : untuk mengamati telur dari fase awal
pembelahan sel sampai menjadi larva
· Heater aquarium : untuk mengatur suhu dalam aquarium
· Objek glass : untuk mengamati telur
· Pipet tetes : untuk mengambil telur dan diamati dibawah
mikroskop
· Kaca : sebagai tempat telur yang dibuahi
· Pisau : untuk membedah dan memotong ikan
· Handtally counter : untuk menghitung jumlah telur
· Timbangan analitik : untuk menimbang berat ikan
· Kotak mika : untuk tempat wadah telur
· Beaker glass : untuk wadah larutan sementara
· Sarung tangan : untuk melindungi tangan
· Gelas ukur : untuk mengukur larutan
· Stopwatch : untuk menghitung waktu penetasan
- Perlakuan heat shock
· Timbangan Oz : untuk menimbang berat ikan dengan ketelitian
28,3 gram
· Heat Shock : untuk memberikan kejutan dalam menghilangkan
sifat jantan (n pada sperma)
· Mangkok plastik :sebagai tempat telur setelah dikeluarkan dari
induknya dan tempat mencampurkan telur dan
sperma
· Spuit diposible : untuk menyuntikkan ovaprim pada ikan
· Aquarium : sebagai wadah sementara ikan dan tempat
pengamatan telur
· Dissecting set : sebagai alat untuk membedah ikan
· Kolam : sebagai wadah ikan
· Serbet : untuk menutup mata ikan agar tidak stress
· Kamera digital : untuk mengambil gambar telur ikan lele yang
diamati dibawah mikroskop
· Aerator : sebagai suplai O2 di aquarium
· Termometer : untuk mengukur suhu
· Mikroskop : untuk mengamati telur dari fase awal
pembelahan sel sampai menjadi larva
· Heater aquarium : untuk mengatur suhu dalam aquarium
· Objek glass : untuk mengamati telur
· Pipet tetes : untuk mengambil telur dan diamati dibawah
mikroskop
· Kaca : sebagai tempat telur yang dibuahi
· Pisau : untuk membedah dan memotong ikan
· Handtally counter : untuk menghitung jumlah telur
· Timbangan analitik : untuk menimbang berat ikan
· Kotak mika : untuk tempat wadah telur
· Beaker glass : untuk wadah larutan sementara
· Sarung tangan : untuk melindungi tangan
· Gelas ukur : untuk mengukur larutan
· Stopwatch : untuk menghitung waktu penetasan
3.1.2 Bahan dan Fungsi
Bahan-bahan yang dilakukan dalam praktikum Genetika tentang materi
Gynogenesis adalah :
- Perlakuan Kontrol
· Ikan lele (Clarias gariepinus) : sebagai objek yang akan diamati sperma
atau telurnya
· Hormon ovaprim (jantan 0,3 ml/kg dan betina 0,5 ml/kg) : untuk
mempercepat kematangan gonad
· NaCl fisiologis : untuk menjaga agar sperma tetap hidup
· Etanol p.a 98% : untuk mempercepat pembuahan dan
mengaktifkan sperma
· Alkohol 70% : untuk mengaseptiskan
· Kertas label : sebagai penanda
· Bulu ayam : untuk memudahkan penghomogenan sel
telur dan sperma
· Tissue : untuk membersihkan alat
· Aquades : untuk membuat larutan fertilisasi
· Air : untuk media hidup ikan
· Tali : untuk mengangkat kaca dalam mengambil
telur yang akan diamati
- Perlakuan Radiasi Sinar UV
· Ikan lele (Clarias gariepinus) : sebagai objek yang akan diamati sperma
atau telurnya
· Hormon ovaprim (jantan 0,3 ml/kg dan betina 0,5 ml/kg) : untuk
mempercepat kematangan gonad
· NaCl fisiologis : untuk menjaga agar sperma tetap hidup
· Etanol p.a 98% : untuk mempercepat pembuahan dan
mengaktifkan sperma
· Kertas label : sebagai penanda
· Bulu ayam : untuk memudahkan penghomogenan sel
telur dan sperma
· Alkohol 70% : untuk mengaseptiskan
· Tissue : untuk membersihkan alat
· Aquadest : untuk membuat larutan fertilisasi
· Air : untuk media hidup ikan
· Tali : untuk mengangkat kaca dalam mengambil
telur yang akan diamati
- Perlakuan Heat Shock
· Ikan lele (Clarias gariepinus) : sebagai objek yang akan diamati sperma
atau telurnya
· Hormon ovaprim (jantan 0,3 ml/kg dan betina 0,5 ml/kg) : untuk
mempercepat kematangan gonad
· NaCl fisiologis : untuk menjaga agar sperma tetap hidup
· Etanol p.a 98% : untuk mempercepat pembuahan dan
mengaktifkan sperma
· Alkohol 70% : untuk mengaseptiskan
· Kertas label : sebagai penanda
· Bulu ayam : untuk memudahkan penghomogenan sel
telur dan sperma
· Tissue : untuk membersihkan alat
· Aquadest : untuk membuat larutan fertilisasi
· Air : untuk media hidup ikan
· Tali : untuk mengangkat kaca dalam mengambil
telur yang akan diamati
3.2 Skema Kerja
a. persiapan wadah dan peralatanDi setting peralatan radiasi
UVDilakukan pembersihan bak inkubator dan penyediaan
kotak mikaDilakukan perendaman 1 hari pada kotak mika
HasilDisiapkan indukan ikan lele dumbo yang siap
memijahDilakukan pemeliharaan secara intensif kurang lebih selama 2
minggub. penyediaan dan pemeliharaan induk
c. persiapan indukDitempatkan lele jantan dan betina secara
terpisahDisiapkan ember
bak
d. penyuntikan hormone pada indukDiukur panjang induk betina dan ditimbang
beratnyaDitunggu hingga proses stripping atau Latency Time kurang lebih
11 jamDisuntik dengan larutan ovaprim dan
NaFisDitempatkan pada aquarium dan dikondisikan normal dengan suhu
normal 28 oC
e. Stripping telur ovulasiInduk betina distripping
Ditempatkan telur pada mangkuk
Diambil sampel telur dengan menggunakan sendok plastic lalu dihitung berat dan jumlah telurnya
Induk betina diberi tanda pada bagian ekor dan dikembalikan ke dalam kolam
f. perlakuan control pembuahan normalInduk jantan dibedah dengan sectio dan diambil
gonadnyaDigunting ujung gonad lalu distripping dan dicampur dengan NaFis
1:50 mlDimasukkan ke gelas ukur lalu
dihomogenkanDicampurkan campuran gonad pada telur dan
ditambahakan NaFisDiaduk dengan bulu ayam dan dibilas dengan
aquadesditempatkan Telur, sperma dan air pada kotak mika dan terpisah dari
perlakuan
g. perlakuan radiasi spermaSperma di
radiasiDiamati dan di catat motilitas dan viabilitasnyaDifertilisasikan ke telur ovulasi ikan lele dumboDiamati dan di catat perkembangan embrio dan penetasan
embrio
h. pengamatan perkembangan telurDiamati perkembangan embrio dibawah mikroskop dan
di fotoDiamati penetasan embrio dan larva yang
dihasilkanDicatat hasil
4. PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Praktikum
Fase
PerkembanganWaktu Suhu Gambar Foto
Pembelahan 4 sel 12.15 24 oC
Pembelahan 8 sel 12.30 25 oC
Pembelahan 8 sel 12.45 26 oC
Perkembangan
Morula13.00 25 oC
Perkembangan
Blastula13.30 25 oC
Perkembangan
Blastula14.00 26 oC
Perkembangan
Blastula15.00 25 oC
Perkembangan
Blastula16.00 25 oC
Perkembangan
Gastrula Awal18.00 15 oC
Perkembangan
Gastrula Awal20.00 27 oC
Perkembangan
Gastrula Awal22.00 26 oC
Perkembangan
Gastrula Akhir00.00 27 oC
Perkembangan
Gastrula Akhir02.00 25 oC
Perkembangan
Gastrula Akhir04.00 27 oC
Organogenesis 06.00 27 oC
Menetas 08.00 26 oC
Menetas 10.00 26 oC
4.2 Analisa prosedur
4.2.1 Perlakuan Ikan Kontrol
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam praktikum Genetika
dan Pemuliaan Ikan yaitu dilakukan alat dan bahan yang akan
digunakan. Selanjutnya disediakan induk ikan lele dumbo (Clarias
gariepinus) yang telah siap memijah. Kemudian indukan tersebut
dipelihara secara intensif selama 2 minggu yang diberi dengan pakan
pellet. Setelah selesai dilakukan, dipersiapkan 4 bak, yang masing-
masing indukannya dipisahkan antara jantan dan betinanya untuk
mengkondisikan ikan agar tidak stress dan aklimatisasi sebeluum
dilakukan penyuntikan. Setelah itu dilakukan penyuntikkan dengan
menggunakan larutan ovaprim dan Na-fis dengan dosis 1 ml/kg bobot
ikan. Setelah dilakukan penyuntikkan indukan betina ditempatkan
pada akuarium dengan suhu 28°C, setelah itu ditunggu hingga proses
stripping (latency time). Setelah melewati waktu latency time, ikan
mulai dilakukan stripping dengan cara mengurut bagian perut ikan
lele (Clarias gariepinus) secara perlahan, kemudian telur yang sudah
keluar tersebut ditempatkan pada mangkuk dan ditutup dengan lap
basah yang tujuannya agar telur tidak terkena cahay matahri secara
langsung. Selanjutnya setelah proses stripping telah selesai, indukan
betina dikembalikan lagi ketempatnya dan telur yang telah ada
dimangkuk diambil dengan sendok untuk dihitung berat dan jumlah
telurnya.
Sebagai perlakuan kontrolnya, induk jantan lele (Clarias
gariepinus) dimatikan terlebih dahulu dan kemudian dibedah dengan
menggunakan section set untuk diambil gonadnya yang kemudian
digunting ujungnya yang kemudian distripping untuk dikeluarkan dan
kemudian dicampurkan dengan Na-fis dengan perbandingan 1:50 ml
dihomogenkan pada gelas ukur. Campuran gonad tersebut kemudian
dicampurkan dengan telur dan ditambahkan dengan Na-fis lalu
ditempatkan pada mangkuk dan diaduk dengan bulu ayam yang
selanjutnya dibilas dengan akuadest untuk memisahkan antara telur
yang terbuahi dengan yang tidak. Telur dan sperma yang telah
terbuahi tersebut diletakkan pada kotak mika dengan perlakuan yang
terpisah yaitu ada yang dijadikan sebagai kontrol (tanpa radiasi
sperma dan ovum), sel telur normal dan sperma yang di radiasi dan
dengan diberi perlakuan radiasi (sperma dan telur diradiasi) yaitu
dengan cara telur yang telah terbuahi tersebut diletakkan pada kaca
yang telah dihubungkan dengan tali tujuannya agar saat
pengangkatan kaca yang telah diberi telur mudah untuk diangkat.
Kemudian telur tersebut diberi kejutan dengan suhu yang berbeda
yaitu sekitar 40°C. kemudian diletakkan kembali pada tempat mika.
Perkembangan embrio diamati dengan menggunakan mikroskop
sampai menetasnya larva dan dicatat hasilnya.
4.2.2 Perlakuan ikan yang Spermanya diberi Sinar UV
Langkah pertama yang harus diakukan dalam praktikum Genetika dan
Pemuliaan Ikan langkah pertama yang harus dilakukan yaitu dipersiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan. Alat berupa radiasi UV dilakukan
pensetingan. Selanjutnya dilakukan pembersihan bak inkubator dan kotak
mika untuk tempat pengamatan. Kemudian dilakukan perendaman kotak
mika selama 1 hari untuk aseptis.
Setelah dilakukan pengkondisian terhadap tempat dan alat radiasi UV,
disiapkan indukan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang siap memijah.
Setelah itu dilakukan pemeliharaan secara intensif selama kurang lebih 2
minggu (aklimatisasi). Setelah 2 minggu pemeliharaan, langkah selanjutnya
yaitu disiapkan bak yang berukuran sedang untuk menempatkan lele
(Clarias gariepinus) jantan dan betina secara terpisah.
Setelah itu, dilakukan pengukuran panjang induk betinanya dan
ditimbang beratnya. Setelah selesai dilakukan penimbangan dan
pengukuran panjang dilakukan penyuntikan dengan larutan ovaprim dan
Nafis yang tujuannya untuk merangsang kematangan gonad induk betina.
Penyuntikkan dilakukan secara intramuscular. Setelah itu, induk betina lele
(Clarias gariepinus) ditempatkan pada akuarium dengan suhu 28°C.
Ditunggu hingga proses stripping (Latency Time) selama 1 jam. Induk
betina kemudian distripping dengan mengurut perutnya secara perlahan
sampai telurnya keluar. Telur yang sudah dikeluarkan tersebut ditempatkan
pada mangkuk yang kemudian diambil sampel telur dengan sendok plastik
untuk dihitung berat dan jumlah telurnya dengan menggunakan timbangan
analitik dan handtally counter. Setelah selesai dilakukan, induk betina
dikembalikan lagi pada akuarium dengan memberi tanda pada ekornya.
Kemudian dilakukan pembedahan ikan lele jantan menggunakan
dissecting set untuk di ambil gonad, setelah didapatkan gonad, ujung gonad
dipotong lalu dikeluarkan sperma dan dicampur dengan NaFis 1: 50 ml ke
dalam gelas ukur dan dihomogenkan. Selanjutnya dicampurkan telur
normal dengan sperma normal (perlakuan kontrol) dan ditambahkan
larutan NaFis bertujuan untuk menjaga sperma supaya tetap aktif. Diaduk
menggunakan bulu ayam karena bersifat halus sehingga tidak merusak
telur. Kemudian dibilas dengan menggunakan akuadest dengan tujuan
membersihkan telur yang tidak terbuahi. Ditempatkan telur yang telah
terbuahi tersebut pada kotak mika secara terpisah.
Sperma yang akan di lakukan perlakuan di radiasi terlebih dulu
menggunakan sinar UV dalam kotak UV serta di sentrifugasi selama 3
menit. Setelah itu, dicampurkan telur normal dengan sperma yang telah
diradiasi (perlakuan 2), selain itu juga dilakukan radiasi pada telur dan
sperma (perlakuan 3), yang kemudian dicampurkan seperti pada perlakuan
kontrol sampai tahap peletakkan pada inkubator. Diamati dan dicatat
motilitas dan viabilitas. Diamati perkembangan telur menggunakan
mikroskop dalam selang waktu yang ditentukan hingga telur menetas
menjadi larva dan dicatat serta difoto semua hasil pengamatan dalam form
pengamatan dan didapatkan hasil.
4.3 Analisa Hasil
4.3.1 Penetasan Embrio
4.3.2 Perkembangan Embrio
Pada praktikum genetika tentang gynogenesis didapatkan hasil pada
kelompok 4 yaitu, pengamatan dilakukan pada suhu 270 C selama 24 jam
pada pukul 12.30 WIB mengalami 4 fase belum ada perkembangan ( Awal
pembelahan sel), kemudian telur mengalami perkembangan fase menjadi
fase morulla (B) jelas pada pukul 12.45 WIB. Selanjutnya pada pukul 13.00
mengalami fase blastula (f). Setulah itu tetapa pada fase sebelumnya yaitu
fase blastula (F), pada pukul 16.00 WIB tetap dengan suhu yang sama yaitu
270C yaitu fase blastula (G) terjadi pada pukul 18.00 WIB, lalu tetap pada
fase yang sama yaitu fase blastula (G) pada pukul 20.00 WIB tetapi dengan
suhu yang berbeda yaitu sebesar 300C. Dan pada pukul 22.00 mengalami
perkembangan yaitu fase grastula (I) selanjutnya pada pukul 00.00 terjadi
perkembangan fase grastula (I) pada pukul 02.00 WIB terjadi fase grastula
(J), pada pukul 04.00 suhunya 290C tetap pada fase Grastula (J) pukul 06.00
WIB. Dan berikutnya telur menetas pada pukul 08.00 menjadi larva dengan
suhu 33 0C. Pada tahapan selanjutnya yaitu pukul 10.00 telur menetas
menjadi larva pada suhu 290C.
Pemberian inkubator pada akuarium juga berpengaruh, karena inkubator
berperan dalam pergantian air dan suplai oksiggen terlarut, suhu dan
Ph ,menjadi tetap nornmal. Hal ini berlainan dengan pendapat Zain et.al
(2005), parameter lingkungan yang diamati adalah suhu,Ph dan kadar
oksigen. Parameter diamati untuk mendapatkan keyakinan bahwa ketiga
faktor tersebut tidak menyebabkan kegagalan dalam pemeliharaan larva.
Awal perkembangan dimulai saat pembuahan (fertilisasi sebuah sel telur
oleh sperma yang membentuk zygot). Gametogenesis merupakan fase akhir
perkembangan individu dan persiapan untuk generasi berikutnya. Proses
perkembangan yang berlangsung dari gametogenesis sampai dengan
membentuk zygot disebut progenesis. Proses selanjutnya disebut
embryogenesis (blastogene) yang mencakup pembelahan sel zygot
(deavage), blastulasi, grastulasi dan merulasi. Selanjutnya adalah
organogenesis yaitu pembentukan alat – alat organ tubuh. Embriologi
mencakup proses perkembangan setelah fertilisasi sampai dengan
organogenesis sebelum menetas atau lahir (Syazili, 2011).
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dalam praktikum Gynogenesis ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :· Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan
sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya.· Pemijahan adalah proses perkawinan antara ikan jantan dan ikan betina.· Pemijahan pada ikan dibagi menjadi dibagi menjadi 3 yaitu:
Ø Pemijahan AlamiØ Pemijahan Semi BuatanØ Pemijahan Buatan
· Pemijahan ikan secara alami adalah pemijahan ikan tanpa campur tangan manusia, terjadi secara alamiah (tanpa pemberian rangsangan hormon) di dalam wadah budidaya.
· Pemijahan semi alami dan buatan dilakukan dengan melakukan penyuntikan terhadap induk betina menggunakan ekstrak pituitari/hipofisa atau hormon perangsang (misalnya ovaprim, ovatide, LHRH atau yang lainnya).
· Pemijahan ikan secara buatan adalah pemijahan ikan yang terjadi dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad serta proses ovulasinya dilakukan secara buatan dengan teknik stripping/pengurutan.
· Gynogenesis adalah suatu proses penurunan sifat maternal secara total melalui perkembangan telur tanpa kontribusi sperma secara genetik untuk menjadi embrio yang dimaksudkan agar keturunan yang dihasilkan bersifat homozigotik (cloning).
· Pada praktikum genetika tentang gynogenesis didapatkan hasil pada kelompok 4 yaitu,
Ø Pada suhu 270 C pukul 12.30 WIB mengalami fase ( Awal pembelahan sel)Ø Pada pukul 12.45 WIB mengalami perkembangan fase menjadi morulla (B).Ø Pada pukul 13.00 WIB mengalami fase blastula (f). Ø Pada pukul 16.00 WIB dengan suhu 270C yaitu fase blastula (G).Ø Pada pukul 18.00 WIB yaitu pada fase blastula (G).Ø Pada pukul 20.00 WIB dengan suhu sebesar 300C yaitu fase grastula (I). Ø Pada pukul 22.00 WIB yaitu fase grastula (I). Ø Pada pukul 00.00 WIB pada fase grastula (I). Ø Pada pukul 02.00 WIB terjadi fase grastula (J).Ø Pada pukul 04.00 suhunya 290C tetap pada fase Grastula (J).Ø Pada pukul 10.00 telur menetas menjadi larva pada suhu 290C.
5.2 Saran Sebaiknya dalam menjalankan praktikum Genetika diefisiensikan waktu agar praktikan lebih memahami tentang isi dan materi dari gynogenesis dan asisten lebih berperan aktif alam mendampingi praktikum bahkan pada saat pengamatan telur hingga menetas.
6.
DAFTAR PUSTAKA
Alamandah. 2012. Fekunditas Telur. http://www.alamanda.blogspot.com.
BIPI. 2012. Pemijahan Alami, Semi Alami atau Pemijahan Buatan.
http://uftwo.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=127:pemijahan-alami-
semi-alami-atau-pemijahan-
buatan&catid=27:perikanan&Itemid=53. Diakses tanggal 3 Juni
2012 pukul 19.00 WIB.
Gusrina, 2008. Budidaya Ikan untuk SMK. Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Hariani, D. dan Pungky, S. W. K. 2008. Teknologi Laser Punktur untuk
Mempercepat Siklus Reproduksi Ikan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus). Jurnal Penelitian Perikanan, Vol 11. No 2. FMIPA.
Universitas PGRI Adibuana Surabaya. Surabaya.
Kusrina dan Subandiyah. 2009. Penelitian terhadap fekunditas telur ikan
yang berbeda – beda pada perlakuan pakan alami dan
buatan. http://www.undip.ac.id/journal/vol.03. pdf
Mukti, Akhmad Taufiq. 2005. Perbedaan Keberhasilan Tlngkat Poliploibisasi
Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn.) Melalul Kejutan Panas.
Berk. Penel. Hayati: 10 (133-138). Universitas Airlangga:
Surabaya.
Nagy, A., K. Rajki. L. Horvart dan V. Csanyi. 1978. Investigation on carp
(Cyprinus carpio L) ginogenesis. Jour. Fish. Biol. 13 : 215
– 224.
Novia, G. M. 2009. Ginogenesis. Dasar-dasar Genetik Ikan. Intitut Pertanian
Bogor. Bogor.
Purdom. E.C. 1993. Genetics and Fish Breeding. Chapman and Hall. Fish
and Fisheries Series. 277p
Sambara, Syeni. 1989. Keberhasilan Penggunaan Sperma Ikan Nilem
(Osteochilus hasselti) pada Ginogenesis Ikan Mas (Cyprinus
carpio). Karya Ilmiah. Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sambas, Zaldi. 2010. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lele (Clarias
batrachus).http://zaldibiaksambas.wordpress.com/2010/06/21/a
spek-biologi-reproduksi-ikan-lele-clarias-batrachus/. Diakses
tanggal 3 Juni 2012 pukul 20.00 WIB.
Sari, R. S ; Sulistia, A ; Ide, P ; Silfanny, R. J. P ; Rona, A. N. G. 2009.
Embriogenesis Ikan Redfin (Epalzeorhynchos) dengan
Pemijahan Semi Alami. Artikel Ilmiah. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Soelistyowati, D. T ; Komar, S ; Agus, O. S. 2010. Teknologi Gynogenesis
dan Sex Revesal dalam Produksi Massal Klon Ikan
Sumatra (Puntius tetrazona) sebagai Kandidat Ikan di
Laboratorium. Staf Pengajaran departemen BDP, FPIK. IPB.
Bogor.
Sunarma, A. 2004. Peningkatan Produktifitas Usaha Lele Sangkuriang
(Clarias sp). Makalah disampaikan pada Temu Unit Pelaksana
Teknis (UPT) dan Temu Usaha Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan, Bandung.
Syazali. 2011. Reproduksi dan pemijahan ikan.
http://pub.wordpress.com/2011/pemijahan. diakses tanggal 2
Juni 2012 pukul 15.45 WIB.
Utami. 2011. Aspek habitat makanan reproduksi ikan lele (Clarias sp)
terhadap daya cemar amoniak di kolam budidaya. Vol. 13 No.
1.
Wahyudi. 2011. Pengelolaan kualitas air pada budidaya perairan di bangka
belitung. http://www.respontory.undip.ac.id/journal/vol.11. pdf.
diakses pada 2 Juni 2012 pukul 17.14 WIB.