LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

42
LAPORAN STUDI GL 3121 – PENGANTAR GEOLOGI TEKNIK TATA RUANG KAWASAN PESISIR PANTAI PANGANDARAN DIKERJAKAN OLEH : Afrizal Ramadhan (15408002) PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN, DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN

Transcript of LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

Page 1: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

LAPORAN STUDI

GL 3121 – PENGANTAR GEOLOGI TEKNIK

TATA RUANG KAWASAN PESISIR PANTAI PANGANDARAN

DIKERJAKAN OLEH :

Afrizal Ramadhan (15408002)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN, DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2009

Page 2: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

Daftar Isi

Daftar Isi..................................................................................................................................2

Bab I PENDAHULUAN..........................................................................................................3

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................4

1.3 Tujuan dan Sasaran................................................................................................4

1.4 Ruang Lingkup..........................................................................................................5

1.5 Metodologi..................................................................................................................6

1.6 Sistematika Penulisan............................................................................................6

Bab II TINJAUAN TEORITIS DAN KAJIAN DOKUMEN TATA RUANG.........................8

2.1 Definisi Pantai, Pesisir, dan Laut........................................................................8

2.2 Kajian Dokumen Tata Ruang Terkait Kawasan Pesisir Pantai...............12

Bab III GAMBARAN UMUM & PROFIL KAWASAN PESISIR PANTAI PANGANDARAN...................................................................................................................16

3.1 Profil Kawasan Pantai Pangandaran..............................................................16

3.2 Tipologi Kawasan Pantai Pangandaran........................................................18

Bab IV ANALISIS KESESUAIAN TATA RUANG DI KAWASAN PANGANDARAN20

4.1 Kondisi Eksisiting dan Berbagai Persoalan di Pantai Pangandaran....20

4.2 Kesesuaian Dengan Perencanaan Pada Dokumen Tata Ruang...........24

Bab V KESIMPULAN...........................................................................................................27

Daftar Pustaka....................................................................................................................28

Page 3: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

Bab I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bagi Indonesia, pariwisata telah menjadi sektor strategis dalam memperkuat

perekonomian negara maupun sebagai elemen pemerataan pembangunan dari aspek

kewilayahan. Kontribusi dari aspek ekonomi menunjukkan bahwa pariwisata ini merupakan

sektor penghasil utama devisa negara nonmigas. Peran dan kontribusi signifikan tersebut

telah semakin mengukuhkan pariwisata sebagai sektor strategis yang memiliki potensi dan

peluang sangat besar untuk dikembangkan dan berperan menjadi lokomotif bagi upaya

pengembangan wilayah dan pemberdayaan masyarakat serta revitalisasi perekonomian

Indonesia.

Salah satu kawasan pariwisata andalan Propinsi Jawa Barat yang memiliki prioritas

untuk dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten (Pemkab) Ciamis adalah objek

wisata Pangandaran. Terbukti dengan jumlah kunjungan rata-rata pertahun sekitar 1,5 juta

kunjungan wisatawan nusantara dan sekitar 10 ribuan wisatawan mancanegara

(http://www.mediacenter.or.id). Program pengembangan kepariwisataan di Kabupaten

Ciamis termasuk salah satu program pembangunan daerah dalam bidang ekonomi dengan

tujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat, mewujudkan azas

pemerataan dalam pembangunan, penciptaan lapangan kerja, dan perluasan kesempatan

berusaha dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat.

Agar potensi wilayah Pangandaran tersebut semakin berkembang, baik potensi

ekonomi yang dihasilkan dari kegiatan pariwisata dan perikanan, maupun potensi sebagai

kawasan lindung, maka perlu adanya perencanaan dan pengelolaan yang berkelanjutan.

Proses perencanaan dan pengelolaan tersebut haruslah mengacu kepada peraturan tata ruang

yang berlaku, baik dalam skala nasional maupun regional. Oleh karena itu, perlu diadakan

sebuah tinjauan terhadap wilayah Pangandaran ini dari segi penataan ruang, yaitu

berdasarkan Peraturan Pemerintah no 26 tahun 2008 tentang RTRW Nasional Republik

Page 4: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

Indonesia, UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta UU no 27 tahun 2007 tentang

Pengelolaan Kawasan Pesisir.

1.2 Rumusan Masalah

Proses perencanaan tata ruang ini melibatkan tiga dimensi yang tidak dapat

dipisahkan, yaitu darat, laut, dan udara. Kawasan peisisr pantai ini setidaknya berhubungan

langsung dengan dua unsur yaitu darat dan laut, karena merupakan daerah perbatasan

diantara keduanya. Dari uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang, dalam studi kali ini

akan dibahas mengenai kesesuaian antara kondisi tata ruang eksisting dengan peraturan tata

ruang yang seharusnya. Mengingat bahwa proses perencanaan itu bersifat dinamis, maka

tinjauan kesesuaian seperti ini sangat diperlukan untuk terus melakukan evaluasi dan

perbaikan kedepannya untuk mangembangkan kawasan Pantai Pangandaran ini. Singkat kata,

rumusan persoalan dalam sutudi kali ini adalah sebagai berikut.

“ Apakah kondisi tata ruang di kawasan pesisir pantai Pangandaran sudah sesuai dengan

peraturan-peraturan tata ruang yang terkait? ”

1.3 Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari studi yang dilakukan kali ini adalah untuk mengetahui kesesuaian

perencanaan tata ruang kawasan pesisir pantai Pangandaran dengan peraturan-peraturan tata

ruang yang terkait, yaitu Peraturan Pemerintah no 26 tahun 2008 tentang RTRW Nasional

Republik Indonesia, UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta UU no 27 tahun

2007 tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut,

diperlukan beberapa sasaran studi sebagai berikut.

Melakukan kajian pada dokumen tata ruang yang terkait dengan perencanaan dan

pengelolaan kawasan pantai atau pesisir.

Menjelaskan beberapa informasi serta definisi umum mengenai kawasan pantai,

pesisir, dan laut untuk memudahkan pemahaman.

Mendeskripsikan gambaran umum tentang kondisi eksisiting dari kawasan pesisir

Pangandaran.

Mengidentifikasi potensi dan permasalahan yang dimiliki oleh pantai Pangandaran

dalam perspektif tata ruang.

Page 5: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

Melakukan analisis atau komparasi dari kondisi tata ruang eksisting di Pangandaran

saat ini dengan peraturan tata ruang yang seharusnya.

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup permasalahan yang dibahas dalam laporan ini dibatasi pada ruang

lingkup materi dan ruang lingkup wilayah.

Ruang Lingkup Wilayah

Wilayah yang diamati pada studi kali ini adalah kawasan Pantai Pangandaran yang

terletak di Desa Kidang Pananjung, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, dengan

jarak 92 km dari Kota Ciamis ke arah selatan. Lokasi Pangandaran dapat kita perhatikan

dalam peta di bawah ini. Pantai Pangandaran merupakan area yang diberi tanda persegi

merah dan juga sekitarnya.

Page 6: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

sumber : www.google.com

Ruang Lingkup Materi

Dalam studi kali ini, konteks Pangandaran dapat kita tinjau dari kedua sisi, baik

sebagai kawasan pesisir maupun daerah pantai. Kedua istilah ini memang berbeda namun

memiliki kaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Selain itu, materi yang akan kita

tinjau dalam studi kali ini yaitu materi-materi terkait tata ruang yang terdapat dalam

Peraturan Pemerintah no 26 tahun 2008 tentang RTRW Nasional Republik Indonesia, UU no

26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta UU no 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan

Kawasan Pesisir. Beberapa diantaranya yaitu sempadan pantai, bangunan-bangunan yang

berdiri di daerah pesisir pantai, serta jenis kegiatan di daerah tersebut yang berhubungan

dengan nilai ekologis dan estetika kawasan Pangandaran.

1.5 Metodologi

Metodologi ini terbagi ke dalam dua bagian, yaitu metode pengumpulan data dan

metode analisis. Untuk metode pengumpulan data, diperoleh melalui survei sekunder dengan

cara studi literatur. Data yang dikumpulkan bersumber dari jurnal, artikel, surat kabar, yang

diperoleh dari media internet. Data data tersebut kemudian dikumpulkan, ditelaah, kemudian

dirangkum dan disajikan sesuai kebutuhan. Sedangkan untuk metode analisis, dilakukan

kajian pada dokumen tata ruang, kemudian melakukan analisis komparasi (perbandingan)

sederhana antara kondisi yang ada saat ini (eksisiting) dengan kondisi yang seharusnya

(menurut yang direncanakan dalam dokumen tata ruang).

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika dalam pembahasan laporan praktikum ini terdiri dari lima bab yang

tersusun secara sistematis. Adapun sistematika penulisan, yaitu:

BAB I Pendahuluan, dalam bab ini akan dijelaskan latar belakang, rumusan masalah,

tujuan dan sasaran, ruang lingkup penelitian yang terdiri dari ruang lingkup materi dan

wilayah, metodologi penelitian yang terdiri dari pengumpulan data dan pengolahan data, dan

sistematika penulisan laporan.

Page 7: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

BAB II Tinjauan Teoritis, berisikan penjelasan tentang pengertian tentang kawasan

pesisir, pantai, laut, serta rangkuman dari kajian pada beberapa dokumen tata ruang yang

terkait dengan kawasan peisisir pantai.

BAB III Gambaran Umum Kawasan Pantai Pangandaran, bab ini terdiri dari

sejarah kawasan, deskripsi letak Pangandaran, kondisi fisik pantai, dan lain sebagainya.

BAB IV Analisis Kesesuaian Tata Ruang di Kawasan Pangandaran, disini akan

dibahas mengenai beberapa persoalan dan potensi yang dimiliki oleh Pangandaran, serta

menunjukan komparasi (perbandingan) antara kondisi tata ruang yang ada saat ini dengan

kondisi tata ruang yang seharusnya.

Bab V Simpulan, berisikan kesimpulan yang menjawab tujuan, rangkuman mengenai

perosalan yang ada di Pangandaran dan intisari dari kesesuaian kondisi eksisiting kawasan

peisisir pantai berdasarkan dokumen tata ruang yang berlaku.

Page 8: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

Bab IITINJAUAN TEORITIS DAN KAJIAN DOKUMEN TATA RUANG

Dalam bab ini, akan dibahas mengenai beberapa definisi umum tentang kawasan

pesisir dan pantai, serta definisi laut. Kemudian bagian yang kedua akan membahas tentang

beberapa poin penting dalam Peraturan Pemerintah no 26 tahun 2008 tentang RTRW

Nasional Republik Indonesia, UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta UU no 27

tahun 2007 tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir, terutama yang berkaitan dengan kawasan

pesisir pantai.

2.1 Definisi Pantai, Pesisir, dan Laut

Pantai dan Pesisir merupakan dua istilah yang berbeda akan tetapi keduanya saling

berkaitan dan tidak dapat dipisahkan karena sama-sama berhubungan dengan laut.

Pesisir

Pesisir adalah bagian permukaan bumi yang terletak antara pasang naik dan

pasang surut. Pada waktu pasang naik, pesisir tertutup oleh air laur dan pada waktu

pasang surut nampak berupa daratan. Oleh karena itu, pesisir sama panjangnya dengan

pantai. Lebar pesisir tidak sama untuk semua pantai, tergantung pada jenis pantainya. Pada

pantai-pantai yang sangat landai lebar pesisir dapat mencapai beberapa puluh meter. Pada

waktu surut, pesisir nampak terbentang memanjang sepanjang pantai dan merupakan

bentangan pasir yang indah sehingga dapat dijadikan salah satu objek wisata pantai. Pada

pantai-pantai yang curam, lebar pesisir sangat sempit karena ketika pasang naik, air

laut tertahan oleh dinding pantai sehingga tidak dapat mengalir lebih jauh ke arah

daratan.

Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat

meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-

sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut

meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di

darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan

manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri et

al, 2001).

Page 9: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002

tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir T erpadu, Wilayah Pesisir

didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling

berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk propinsi dan sepertiga

dari wilayah laut itu (kewenangan propinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat

batas administrasi kabupaten/kota.

Potensi-potensi Sumber Daya Alam (SDA) di daerah pesisir yang dapat dimanfaatkan

antara lain:

Estuaria (daerah pantai pertemuan antara air laut dan air tawar) ; berpotensi sebagai

daerah penangkapan ikan (fishing grounds) yang baik.

Hutan mangrove (ekosistem yang tingkat kesuburannya lebih tinggi dari Estuaria) ;

untuk mendukung kelangsungan hidup biota laut.

Padang Lamun (tumbuhan berbunga yang beradaptasi pada kehidupan di

lingkungan bahari) ; sebagai habitat utama ikan duyung, bulubabi, penyu

hijau, ikan baronang, kakatua dan teripang.

Terumbu Karang (ekosistem yang tersusun dari beberapa jenis karang batu

tempat hidupnya beraneka ragam biota perairan).

Pantai Berpasir (tempat kehidupan moluska) ; memiliki nilai pariwisata

terutama pasir putih.

Pesisir merupakan daerah yang rawan terhadap proses abrasi serta kerusakan yang

ditimbulkan oleh aktifitas manusia. Oleh sebab itu, daerah-daerah pantai harus dilestarikan

fungsinya.

Pantai

Pantai adalah sebuah bentuk geografis yang terdiri dari pasir dan terdapat di

daerah pesisir laut atau bagian daratan yang terdekat dengan laut. Perbatasan daratan

dengan laut seolah-olah membentuk suatu garis yang disebut garis pantai. Panjang garis

pantai ini diukur mengeliling seluruh pantai yang merupakan daerah teritorial suatu negara.

Indonesia merupakan negara berpantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada.

Panjang garis pantai Indonesia tercatat sebesar 81.000 km.

Keadaan dan bentuk pantai berbeda pada setiap tempat. Beberapa jenis pantai yang

sering dijumpai antara lain:

Page 10: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

1) Pantai landai, yaitu pantai yang bentuknya hampir rata dengan permukaan laut. Laut

di pantai landai biasanya sangat dangkal. Pantai landai dijumpai di pantai

sebelah timur Pulau Sumatra, pantai sebelah utara Pulau Jawa, dan Pantai Selatan

Kalimantan.

2) Pantai curam atau pantai terjal, yaitu pantai yang bentuknya curam menghadap ke

laut oleh karena pegunungan yang membentang sepanjang pantai sehingga

lereng yang curam langsung berbatasan dengan laut. Pada pantai ini sering terdapat

gua-gua pantai akibat pukulan ombak yanhg berlangsung setiap saat. Pantai curam

banyak ditemukan di pantai barat Sumatra, pantai selatan Jawa dan pantai-pantai

lainnya yang lautnya berbatasan dengan daerah pegunungan.

3) Pantai karang, yaitu di sepanjang pantainya ditemukan banyak pulau-pulau karang,

misalnya di pantai timur laut Benua Australia.

4) Pantai mangrove (pantai bakau), yaitu pantai yang ditutupi oleh hutan bakau, banyak

terdapat di daerah tropis dan banyak lumpur, serta sering tergenang air terutama

ketika pasang naik. Pantai mangrove banyak terdapat di pantai timur Sumatra dan

pantai-pantai rendah lainnya di seluruh Nusantara.

Garis pantai Indonesia panjangnya kurang lebih 81.000 km, wilayah pesisirnya

mempunyai ekosistem yang sangat beraneka ragam antara lain ; hutan bakau, terumbu

karang, rumput laut, dan padang lamun.

Laut

Laut adalah kumpulan air asin yang luas dan berhubungan dengan samudra. Laut

menutupi permukaan bumi kurang lebih 75%. Batas perairan laut dengan daratan

disebut garis pantai (pertemuan permukaan laut dengan daratan). Perairan laut di

permukaan bumi tidak merata luasnya. Pada belahan bumi utara tertutup lautan

sebesar 60%, sedangkan pada belahan bumi selatan yang tertutup lautan sekitar 80%.Air

di laut merupakan campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material lainnya seperti

garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut.

Sifat sifat fisis utama air laut ditentukan oleh 96,5% air murni.

Laut, menurut sejarahnya, terbentuk 4,4 milyar tahun yang lalu, dimana awalnya

bersifat sangat asam dengan air yang mendidih (dengan suhu sekitar 100°C) karena

panasnya Bumi pada saat itu. Asamnya air laut terjadi karena saat itu atmosfer Bumi

dipenuhi oleh karbon dioksida. Keasaman air inilah yang menyebabkan tingginya

Page 11: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

pelapukan yang terjadi yang menghasilkan garam-garaman yang menyebabkan air

laut menjadi asin seperti sekarang ini. Pada saat itu, gelombang tsunami sering terjadi

karena seringnya asteroid menghantam Bumi. Pasang surut laut yang terjadi pada saat itu

juga bertipe mamut atau tinggi/besar sekali tingginya karena jarak Bulan yang begitu

dekat dengan Bumi.

Kedalaman laut dan samudra sangat bervariasi, ada yang dangkaltetapi banyak pula

yang dalam. Dalam dan dangkalnya dasar lautmenunjukkan relief dasar laut. Relief

dasar laut lebih besardibandingkan relief di daratan. Hal ini terbukti dari kedalaman

lautrata-rata mencapai 3.800 m, sedangkan ketinggian daratan rata-ratahanya 840 m. Laut

yang terdalam ada di Palung Mindanau (PalungFilipina), mencapai kedalaman 10.830

m sedangkan daratan yangtertinggi adalah pada Gunung Everest, yang mencapai

ketinggian8.880 m.

Landas Kontinen

Pengumuman tentang batas landas kontinen dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia

pada tanggal 17 Februari 1969 dan UU No. 1 Tahun 1969 serta UU No. 1 T ahun 1973

tentang landas kontinen yang didasarkan atas wilayah perairan Indonesia. Landas

kontinen adalah bagian dari dasar laut yang secara geologis dan morfologis merupakan

kelanjutan dari daratan bagi negara yang wilayahnya berbatasan dengan laut. Jarak wilayah

landas kontinen dari wilayah daratan yang bersangkutan tidak terlalu besar dan dapat

diukur sejauh 200 mi dari garis dasar. Pada keadaaan tertentu dimana landas kontinen

tumpang tindih dengan landas kontinen negara tetangga, diadakan kesepakatan dalam

bentuk perjanjian dengan negara-negara tetangga.

Laut Teritorial

Dalam Deklarasi Juanda dinyatakan bahwa batas perairan wilayah Indonesia

sejauh 12 mil laut dari garis dasar pantai pulau-pulau terluar ke arah laut bebas.

Garis dasar pantai yaitu garis pantai rata-rata pada keadaan pasang surut yang

diamati selama puluhan tahun. Jarak yang digunakan ialah mil laut. Jarak satu mil laut sama

dengan satu detik busur derajat bumi (satu per enampuluh menit) sama dengan 1.852

meter. Bandingkan dengan jarak 1 mil Inggris = 1.069 meter.

Perairan wilayah Indonesia yang disebut pula Laut Teritorial, terletak antara garis

dasar pantai pulau terluar sampai ke garis batas teritorial. Dengan demikian, luas perairan

Indonesia waktu itu 3,1 juta km2 tidak termasuk ZEE), yang terdiri dari laut teritorial dan

Page 12: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

laut nusantara. Laut nusantara adalah laut yang terletak di antara pulau-pulau Indonesia

seperti Laut Jawa, Laut Banda, Selat Makassar, dsb.

Zona Ekonomi Eksklusif

Pengumuman mengenai ZEE telah dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tanggal

21 Maret 1980 sejauh 200 mil laut diukur dari garis dasar pantai. Hak yang dimiliki oleh

suatu negara pada ZEE pada dasarnya sama dengan hak landas kontinen yaitu hak untuk

memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) yang terkandung di dalamnya, baik di

dalam laut, dasar laut, atau di bawah dasar laut. Hak pelayaran, pemasangan pipa,

maupun kabel-kabel di dasar laut tetap dihormati dan dibenarkan sepanjang masih

sesuai dengan hukum-hukum laut internasional. Dengan penetapan ZEE ini berarti luas

perairan Indonesia telah bertambah sekitar 2,7 juta km2 dari luas sebelumnya.

2.2 Kajian Dokumen Tata Ruang Terkait Kawasan Pesisir

Pantai

Dokumen tata ruang yang akan kita bahas yaitu Peraturan Pemerintah no 26 tahun

2008 tentang RTRW Nasional Republik Indonesia, UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan

Ruang, serta UU no 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir

Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang RTRW Nasional

Dalam Pasal 51, disebutkan bahwa Kawasan lindung nasional terdiri atas:

a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;

b. kawasan perlindungan setempat;

c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;

d. kawasan rawan bencana alam;

e. kawasan lindung geologi; dan

f. kawasan lindung lainnya.

Kemudian dalam Pasal 52 ayat (2), disebutkan kawasan perlindungan setempat terdiri atas:

a. sempadan pantai;

b. sempadan sungai;

c. kawasan sekitar danau atau waduk; dan

d. ruang terbuka hijau kota.

Pada Pasal 56 ayat (1) dijelaskan bahwa Sempadan pantai ditetapkan dengan kriteria:

Page 13: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

a. Daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik

pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau

b. Daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal

dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.

Dalam Pasal 100 ayat (1), peraturan zonasi untuk sempadan pantai disusun dengan

memperhatikan:

a. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;

b. pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi;

c. pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan rekreasi pantai;

d. ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf c; dan

e. ketentuan pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis, dan estetika kawasan.

Undang-undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir

Dalam pasal 1 ayat 1, dijelaskan bahwa Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumber

Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah,

antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam pasal 4 dijelaskan bahwa pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

dilaksanakan dengan tujuan:

a. melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya Sumber

Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan;

b. menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam

pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

c. memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif

Masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil agar tercapai

keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan; dan

d. meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya Masyarakat melalui peran serta

Masyarakat dalam pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Page 14: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

Kemudian dalam pasal 7, disebutkan bahwa Perencanaan Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terdiri atas:

a. Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut

RSWP-3-K;

b. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut

RZWP-3-K;

c. Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut

RPWP-3-K; dan

d. Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya

disebut RAPWP-3-K.

Dalam pasal 28 ayat 1 dijelaskan bahwa Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil diselenggarakan untuk :

a. menjaga kelestarian Ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

b. melindungi alur migrasi ikan dan biota laut lain;

c. melindungi habitat biota laut; dan

d. melindungi situs budaya tradisional.

Untuk kepentingan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagian

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dapat ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi. Selain

itu, dalam pasal 35 terdapat beberapa larangan dalam pemafaatan kawasan pesisir, yaitu:

Setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang:

a. menambang terumbu karang yang menimbulkan kerusakan Ekosistem terumbu karang;

b. mengambil terumbu karang di Kawasan konservasi;

c. menggunakan bahan peledak, bahan beracundan/atau bahan lain yang merusak

Ekosistem terumbu karang;

d. menggunakan peralatan, cara, dan metode lain yangmerusak Ekosistem terumbu karang;

e. menggunakan cara dan metode yang merusakEkosistem mangrove yang tidak sesuai

dengankarakteristik Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

f. melakukan konversi Ekosistem mangrove di Kawasanatau Zona budidaya yang tidak

memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

g. menebang mangrove di Kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman,

dan/atau kegiatan lain;

h. menggunakan cara dan metode yang merusak padang lamun;

Page 15: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

i. melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial,

dan/ataubudaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan

dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya;

j. melakukan penambangan minyak dan gas pada wilayah yang apabila secara teknis,

ekologis, sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau

pencemaran lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya;

k. melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis dan/atau

ekologisdan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkankerusakan lingkungan dan/atau

pencemaranlingkungan dan/atau merugikan Masyarakasekitarnya; serta

l. melakukan pembangunan fisik yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau

merugikan masyarakat sekitarnya.

Dalam pasal 56 dan 58, disebutkan bahwa saat menyusun rencana pengelolaan dan

pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau–Pulau Kecil terpadu, Pemerintah dan/atau

Pemerintah Daerah wajib memasukkan dan melaksanakan bagian yang memuat mitigasi

bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan jenis, tingkat, dan

wilayahnya. Mitigasi bencana tersebut dibuat dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi,

dan budaya Masyarakat; kelestarian lingkungan hidup; kemanfaatan dan efektivitas; serta

lingkup luas wilayah.

Page 16: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

Bab IIIGAMBARAN UMUM & PROFIL KAWASAN PESISIR PANTAI

PANGANDARAN

3.1 Profil Kawasan Pantai Pangandaran

Pantai pangandaran merupakan pantai yang berada di selatan Jawa barat, Ciamis

dengan letak astronomi antara 108°40′ BT dan 7°43′ LS. Topografi kawasan ini mulai dari

landai sampai berbukit kecil dengan ketinggian tempat rata-rata 0 – 147 meter dari

permukaan laut. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, Pangandaran termasuk tipe iklim

B dengan curah hujan rata-rata pertahun 3.196 mm.

Pantai pangandaran memiliki berbagai macam ekosistem di antaranya

Ekosistem littoral, yang didominasi oleh rumput laut (Thalassia sp).

Ekosistem pantai, yang didominasi oleh Butun (Baringtonia asiatica), Ketapang

(Terminalia cattapa), Nyamplung (Callophylum inophylum), Pandan (Pandanus

rectorius) dan Waru laut (Hibiscus tiliaceus).

Ekosistem dataran rendah, yang didominasi oleh Laban (Vitex pubescens), Marong

(Cratoxylon formosum), Kisegel (Dilenia excelsa) dan

Ekosistem padang rumput, yang didominasi oleh Alang-alang (Impenata cylindrica),

Saliara (Lantena camara), Rumput teki (Kyllinga monocephala)

Kawasan Pantai Pangandaran merupakan salah satu objek wisata andalan Kabupaten

Ciamis dan Provinsi Jawa Barat. Bahkan, kawasan yang berada di Pantai Selatan Jawa ini

masuk dalam agenda kunjungan wisata Indonesia tahun 2008. Karena itu, pemerintah daerah

melalui Dinas Pariwisata dan Budaya setempat, terus membenahi dan melengkapi berbagai

fasilitas penunjang kawasan wisata Pantai Pangandaran. Selain itu, pantai Pangandaran juga

memiliki banyak keistimewaan, diantaranya:

Dapat melihat terbit dan tenggelamnya matahari dari satu tempat yang sama

Page 17: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

Pantainya landai dengan air yang jernih serta jarak antara pasang dan surut relatif lama

sehingga memungkinkan kita untuk berenang dengan aman

Terdapat pantai dengan hamparan pasir putih

Tersedia tim penyelamat wisata pantai

Jalan lingkungan yang beraspal mulus dengan penerangan jalan yang memadai

Terdapat taman laut dengan ikan-ikan dan kehidupan laut yang mempesona. • Dapat

melihat terbit dan tenggelamnya matahari dari satu tempat yang sama

Pantainya landai dengan air yang jernih serta jarak antara pasang dan surut relatif lama

sehingga memungkinkan kita untuk berenang dengan aman

Terdapat pantai dengan hamparan pasir putih

Tersedia tim penyelamat wisata pantai

Jalan lingkungan yang beraspal mulus dengan penerangan jalan yang memadai

Terdapat taman laut dengan ikan-ikan dan kehidupan laut yang mempesona.

Dengan adanya faktok-faktor penunjang tadi, maka wisatawan yang datang di

Pangandaran dapat melakukan kegiatan yang beraneka ragam: berenang, berperahu pesiar,

memancing, keliling dengan sepeda, para sailing, jet ski dan lain-lain. Adapun acara

tradisional yang terdapat di sini adalah Hajat Laut, yakni upacara yang dilakukan nelayan di

Pangandaran sebagai perwujudan rasa terima kasih mereka terhadap kemurahan Tuhan YME

dengan cara melarung sesajen ke laut lepas. Acara ini biasa dilaksanakan pada tiap-tiap bulan

Muharam, dengan mengambil tempat di Pantai Timur Pangandaran.

Event pariwisata bertaraf internasional yang selalu dilaksanakan di sini adalah

Festival Layang-layang Internasional (Pangandaran International Kite Festival) dengan

berbagai kegiatan pendukungnya yang bisa kita saksikan pada tiap bulan Juni atau Juli.

berikut ini adalah fasilitas yang tersedia di Pangandaran:

1. Lapang parkir yang cukup luas,

2. Hotel, restoran, penginapan, pondok wisata dengan tarif bervariasi,

3. Pelayanan pos, telekomunikasi dan money changer,

4. Gedung bioskop, diskotik

5. Pramuwisata dan Pusat Informasi Pariwisata,

6. Bumi perkemahan,

7. Sepeda dan ban renang sewaan,

Page 18: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

8. Parasailing dan jetski.

3.2 Tipologi Kawasan Pantai Pangandaran

Wilayah kepesisiran di Pangandaran ini secara umum telah dikembangkan sebagai

daerah tujuan wisata, baik domestik maupun mancanegara.Potensi di bidang pariwisata di

Pangandaran ini tidak lepas dari tipologi patai yang dimiliki oleh pesisir Pangandaran.

Tipologi coast build by organism yang terdapat di Pangandaran keberadaannya

berasosiasi dengan Tipologi marine deposition coast. Pantai ini bersebelahan dengan pantai 

pasir putih. Pantai ini memiliki reeffrom sejauh 100 meter ke arah breaker zone laut dimana

kedalamannya kurang dari 2 meter. Di pantai ini terdapat hamparan terumbu karang yang

tumbuh cukup intensif. Pantai dengan tipologi seperti ini hanya terbentuk di satu sudut pantai

di pulau pananjung.  Walaupun areanya tergolong  sempit, tetapi tipologi pantai seperti ini

sudah dimanfaatkan oleh pemerintah setempat untuk spot wisata snorkeling.

Tipologi wave erosion coast terdapat pada sebagian besar tanjung Pulau Pananjung

Pangandaran Tipologi ini nampak dengan ciri-ciri seperti bentuk pantai yang berliku atau

terjal tidak teratur, material pantai didominasi material pasir. dan ditandai dengan keberadaan

stack berupa hancuran batuan-batuan dengan berbagai ukuran yang berasal dari dinding

pantai (cliff). Dinamika pantai yang terjadi pada daerah ini adalah erosi oleh gelombang

(abrasi). Meskipun demikian, karena material penyusun batuan di wilayah ini adalah batuan

gamping yang keras, dan tidak terdapat sarana dan prasarana umum yang berada disana

sehingga abrasi yang terjadi di sana tidak begitu beresiko dan membayakan.

Berdasarkan tipologi yang dimilikinya, Pantai Pangandaran memiliki potensi dan

permasalahan wilayah kepesisiran, diantaranya :

a.       Potensi Untuk Pariwisata

Masing-masing tipologi pesisir memiliki potensi di jadikan tempat wisata, mengingat

masing-masing tipologi pantai memiliki karakteristik yang unik yang layak ditawarkan

sebagai objek wisata. Tipologi wave erosion coast memiliki kenampakkan laut lepas yang

luas. Selain itu tipologi ini pada beberapa tempat memungkinkan untuk digunakan sebagai

arena panjat tebing.

Page 19: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

Tipologi pesisir dengan tipe Marine deposition coast memiliki gisik pantai yang dapat

digunakan sebagai tempat bermain, berenang, jala-jalan dan beberapa aktifitas lain yang

dapat dilakukan selama berwisata.

Permasahalahan yang terjadi di sini adalah sampah dari hasil kegiatan pariwisata yang

mengotori pantai. Selain itu, karakteristik pantainya yang berbentuk saku dan berhadapan

dengan laut lepas, ia sangat rawan akan gelombang tsunami.

b.      Potensi untuk Perikanan

Pantai pangandaran yanng berbatasan dengan laut lepas ini memiliki potyensi di

bidang perikanan yang cukup potensial. Hal ini dibuktikan dengan adanya tempat pelelangan

ikan yang cukup besar di daerah pantai timur pangandaran.

c.       Potensi Untuk Peternakan

Peternakan yang paling potensial untuk dikembangkan pada wilayah pesisir

pangandaran khususnya di pulau pananjung, adalah budididaya sarang burung walet.

Budidaya ini sebernanya sudah dikembangkan hampir pada semua wilayah pesisir pulau

pananjung karena banyak terdapat cliff , notch serta sea cave. Meskipun demikian, budidaya

sarang burung walet baru dilakukan di Pantai, yakni pada tebing yang menghadap ke laut.

Page 20: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

Bab IVANALISIS KESESUAIAN TATA RUANG DI KAWASAN

PANGANDARAN

4.1 Kondisi Eksisiting dan Berbagai Persoalan di Pantai

Pangandaran

Berikut ini adalah gambaran kondisi ekssisting kawasan pantai Pangandaran.

a. Terumbu Karang & Biota Laut

Pangandaran ditumbuhi terumbu karang berikut ikan karang, rumput laut dan alga.

Jenis-jenis tersebut antara lain : Acropora, Fungis sp, Favia sp, Oxypora, Chaetodon sp,

Apolemichthys sp, Dasyllus sp. Berdasarkan hasil pengamatan tahun 1998 tutupan terumbu

karang terdiri dari karang batu (21,15%), Karang mati (42,65 %). Terumbu karang di

Pangandaran banyak ditemui di Pantai bagian barat dan timu Kerusakan masif terumbu

karang di Pangandaran dipengaruhi selain karena tsunami tetapi juga karena kerusakan alami

akibat letusan Gunung Galunggung tahun 1982, akibat ulah manusia melalui pemanenan

terumbu karang untuk suvenir, dan penangkapan ikan dengan metode peledakan maupun

racun. Sebelum tahun 1970-an, tutupan terumbu karang di Pantai Pangandaran seluas 1500 m

x 50 m. Namun saat ini, keberadaan terumbu karang yang tersisa hanya 100 m x 50 m

(Pasirputih) dan 150 m x 50 m di Pantai Timur Pangandaran.

Berdasarkan temuan Local Working Group (LWG) atau dikenal sebagai kelompok

kerja lokal kepariwisataan Pangandaran, terumbu karang di area Pantai Barat (Pasirputih) dan

Pantai Timur (Cirengganis) Pangandaran, Ciamis, saat ini dalam kondisi memprihatinkan.

Keberadaan biota laut tersebut, kini, tinggal 14, 85 persen. Terumbu karang di Pantai Barat

(Pasirputih) yang masih ada sekarang, antara lain karang hidup (live coral) 11, 48 persen,

karang mati (dead coral) 20, 87 persen, dan patahan karang (rubble coral) 50,95 persen.

Sementara itu, terumbu karang di Pantai Timur, yaitu karang hidup 18,21 persen, karang mati

13,13 persen, dan patahan karang 61,70 persen.

Rusaknya biota laut di dua areal itu telah menyebabkan pasir pantai terkikis. Yang

lebih parah lagi, kerusakan tersebut telah menyebabkan nelayan terus-terusan mengalami

Page 21: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

paceklik. Adapun penyebab kerusakan terumbu karang tersebut, terutama karena ulah

manusia. Di antaranya, aktivitas rekreasi pantai, pembuangan sampah ke laut, penangkapan

ikan yang berlebih, penyelaman yang merusak, dan penambatan kapal dengan sistem jangkar.

b. Cagar Alam

Sebelum di tetapkan sebagai Cagar Alam (CA) kawasan hutan pangandaran terlebih

dahulu ditetapkan sebagai kawasan Suaka Margasatwa, hal ini berdasarkan Gb Tanggal 7-12-

1934 Nomor 19 Stbl. 669, dengan luas 497 Ha, (luas yang sebenarnya 530 Ha) dan taman

laut luasnya 470 Ha. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya setelah diketemukan bunga

Raflesia Padma, status Suaka Margasatwa dirubah menjadi Cagar Alam berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 34/KMP/1961. Seiring dengan kebutuhan masyarakat

akan rekreasi, maka sebagian kawasan seluas 37,70 Ha dijadikan Hutan Wisata dalam bentuk

Taman Wisata Alam (TWA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor :

170/Kpts/Um/3/1978 tanggal 10-3-1978.

Flora yang terdapat sekitar 80% merupakan vegetasi hutan sekunder tua dan sisanya

adalah hutan primer. Pohon-pohon yang dominant antara lain Laban (Vitex pubescens),

Kisegel (Dilenia excelsea), dan Marong (Cratoxylon formosum). Selain itu banyak juga

terdapat jenis-jenis pohon seperti : Reungas (Buchanania arborencens), Kondang (Ficus

variegata), teureup (Artocarpus elsatica) dan lain-lain. Dari formasi Baringtonia terdiri dari

Nyamplung (Callophylum inophylum), Waru laut (Hibiscus tiliaceus), Ketapang (Terminalia

cattapa), dan Butun (Baringtonia aistica). Di dataran rendahnya terdapat hutan tanaman yang

merupakan tanaman exotica, yaitu yang terdiri dari tanaman jati (Tectona grandis), Mahoni

(Swietenia mahagoni) dan Komis (Acacia auriculirformis).

Satwa liar yang terdapat diantaranya adalah : Banteng (Bos sondaicus), Kijang

(Muntiacus muntjak), Tando (Cynocephalus variegatus), Kalong (Pteroptus vampyrus), Kera

abu-abu (Macaca fascicularis), Lutung (Trcyphithecus auratus), Kangkareng (Anthracoceros

convexus), Rangkong (Buceros rhinoceros), dan Ayam hutan (Gallus gallus).

Menurut Dadang Sudardja, Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Wahana

Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, kondisi ekosistem pesisir pantai selatan di

Kabupaten Ciamis, termasuk Pangandaran, sepanjang 60 kilometer rusak. Kehancuran

ekosistem pesisir mulai dari Kecamatan Kalipucang hingga Cimerak terjadi secara luar biasa.

Pemerintah dinilai telah gagal menjaga kelestarian ekosistem pesisir. Hanya Cagar Alam

Pananjung yang relatif masih terjaga kelestariannya. Oleh karena itu, diperlukan konsep

Page 22: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

terintegrasi yang memerhatikan aspek sosial, ekonomi, dan ekologi untuk mengatasi masalah

tersebut.

c. Kebersihan Pantai

Saat ini, kondisi di sepanjang jalur pantai tampak kotor dan kumuh. hal tersebut

mengganggu kenyamanan pengunjung yang hendak menghabiskan liburannya di sana.

Seringkali usai perayaan tahun baru sampah berserakan di sepanjang garis pantai kawasan

wisata Pangandaran. Salah satu penyebabnya adalah jumlah personil kebersihan yang kurang

memadai. Hal inilah yang menjadi dasar dan alasan selama ini kenapa kebersihan di sejumlah

tempat seperti objek wisata pangandaran menjadi terbengkalai. Selain itu, kendala lain yang

menyebabkan hal itu terjadi akibat insentif petugas di lapangan yang sangat minim.

Permasalahan sampah di objek wisata pangandaran juga disebabkan oleh kurangnya

kedisiplinan para pengunjung, berdatangannya PKL (pedagang kaki lima) musiman, dan PKL

permanen. Jumlah tenaga kebersihan yang ada di objek wisata pangandaran saat ini (Oktober

2010) sebanyak 73 orang termasuk staf administrasi yang terdiri dari 51 orang PNS dan 22

orang honorer. Padahal, sebenarnya jumlah petugas kebersihan yang idelanya berjumlah

minimal 200 orang, terutama jika saat acara besar seperti Natal dan tahun baru.

d. Ekonomi Pariwisata

Setelah sempat dihantam bencana tsunami tahun 2006 lalu, kini kondisi pariwisata

Pantai Pangandaran sudah pulih. Pendapatan dari retribusi wisata pada libur hari raya Idul

Fitri, Natal, dan tahun baru kemarin telah melampaui target pendapatan yang ditetapkan

pemerintah. Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas-Pengelola Obyek Wisata (UPTD-POW)

Pangandaran, Haryono, mengatakan, saat libur Natal dan tahun baru 2008 tercatat sedikitnya

77.447 orang berkunjung ke pantai yang menjadi obyek wisata andalan Jawa Barat itu.

Pendapatan pengelola obyek wisata Pangandaran dari retribusi wisata sejak tanggal 24-31

Desember 2008 mencapai Rp 176.861.800.

Fakta tersebut menujukkan bahwa kondisi pariwisata Pangandaran sudah mulai pulih.,

masyarakat sudah tidak takut lagi berwisata ke pantai. Meskipun dinyatakan sudah pulih,

obyek wisata Pangandaran masih perlu beberapa pembenahan. Di antaranya, penambahan

sarana hiburan yang memadai, misalnya pendirian gedung pertunjukan yang bisa dijadikan

tempat pementasan, tidak hanya untuk seni kontemporer tetapi juga kesenian tradisional yang

terdapat di Ciamis.

Page 23: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

e. Abrasi

Berdasarkan data yang dirilis dalam situs Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(Bappeda) Provinsi Jawa Barat, tingkat abrasi di pantai selatan Jawa Barat pada 2005

mencapai angka 35,35 hektare per tahun. Angka tersebut setidaknya bisa menjadi acuan

untuk menunjukkan bahwa pesisir Jawa Barat sudah sedemikian rusak. Dapat kita bayangkan

setiap tahunnya lahan sebanyak 35 hektar terkikis, belum ditambah lagi adanya kemungkinan

peningkatan luas lahan yang terkikis. Hal tersebut dapat mengancam keselamatan

masyarakat dan ekosistem di sekitar pantai. Saat ini tengah terjadi perubahan iklim yang

menyebabkan makin meningkatnya gelombang air laut. Peningkatan itu berbanding lurus

dengan tingkat abrasi yang terjadi di pesisir pantai. Hal tersebut merupakan faktor alam yang

sulit disiasati. Di sisi lain, faktor yang mempercepat abrasi adalah aktivitas manusia yang

berada di pesisir pantai.

f. Daya Tangkap Ikan

Ribuan nelayan yang tersebar di perairan Ciamis selatan, khususnya Pangandaran,

merasa bahwa alat tangkap ikan yang mereka miliki sudah tidak memadai lagi. Akibatnya,

mereka sukar memperoleh tangkapan yang banyak dan seakan dilanda masa paceklik yang

berkepanjangan. Karena alat tangkap ikan yang dimiliki nelayan sudah ketingalan jaman,

maka ikan yang banyak itu tidak bisa ditangkap secara mudah. salahsatu sarana tangkap yang

dirasakan sangat perlu diperbaharui tersebut adalah perahu. Karena masih menggunakan

perahu yang tradisional, daya jelajah nelayan hanya sekira satu km saja ke tengah lautan,

sedangkan ikan-ikan biasanya berada jauh dari di tengah lautan.

Di satu sisi, ditemukan juga alat tangkap ikan yang kurang ramah lingkungan. Tidak

jauh dari pantai timur kurang lebih ada 36 bagan yang terpasang di tengah laut Bagan

tersebut dipasang waring, lalu dipasang lampu sorot pada malam hari yang ditujukan ke air

laut. Biasanya, ikan akan berkumpul di waring atau semacam jala yang ukurannya sangat

kecil yang disorot lampu. Akhirnya, semua ikan, baik yang besar maupun yang kecil ditarik.

Kemudian ada juga yang menggunakan jaring arad atau pukat harimau mini, yaitu metode

menangkap ikan dengan cara menggunakan beberapa perahu/kapal dengan jaring yang sangat

lebar, panjang, dan dalam. Dengan demikian, area tangkapan ikan pun lebih luas, lebih

banyak ikan yang ditangkap dalam waktu singkat. Cara ini secara ekonomi tentu efisien dan

efektif. Namun, efek dari jaring tersebut, banyakjuga ikan kecil-kecil ataupun ikan yang tidak

bisadikonsumsi ikut tertangkap. Ikan-ikan yang tidak berguna ini biasanya mati begitu saja

Page 24: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

dan dibuang kembali ke laut. Di sinilah efek negatif jaring itu, sangat kuat untuk merusak

lingkungan.

g. Akses Jalan

Jalan masuk menuju loket pintu Tollgate Pangandaran (dari bundaran tugu hingga

jalan di kawasan Tollgate sejauh 1 kilometer) mulai rusak. Selain berlubang, aspalnya

mengelupas dan bergelombang hingga membuat pengendara tidak nyaman. Kerusakan jalan

juga terlihat di sepanjang Jalan Raya Pangandaran-Cijulang yang merupakan akses menuju

obyek wisata Batuhiu, Green Canyon dan Batukaras. Jalan berlubang hingga kedalaman

mencapai 10 cm mengancam keselamatan pengendara. Jika terus dibiarkan, dikhawatirkan

jalan rusak bisa membuat enggan wisatawan berkunjung ke sejumlah obyek wisata di Ciamis

Selatan.

Selain itu, hujan dan genangan air akibat drainase yang tidak maksimal juga membuat

jalan cepat rusak. Kondisi jalan juga tidak sebanding dengan beban kendaraan yang sering

melintas.misalnya saja sekarang banyak truk-truk pengangkut pasir besi, sehingga jalan cepat

rusat. Sebaiknya jalan dari Pangandaran sampai-Cijulang di hotmix dan dilebarkan, jangan

hanya ditambal, sehingga jalan tidak bergelombang.

4.2 Kesesuaian Dengan Perencanaan Pada Dokumen Tata

Ruang

Ketika pada 2002/2003 Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengucurkan dana miliaran

untuk penataan dan penertiban kondisi pantai Pangandaran, hasilnya antara lain di kawasan

Pantai Pangandaran bukan lagi tenda biru yang berserakan, tetapimalahan kios-kios

permanen dengan konstruksi batako. Sejalan dengan keberadaan kios di sekitar pantai dan di

atas trotoar sepanjang jalan raya pantai yang tidak teratur, keberadaan pendaratan perahu

nelayan di Pantai Wisata ini terus berlangsung, sehingga tampak sekali tidak adanya

kemampuan pemerintah di daerah tersebut untuk melakukan penataan dan penertiban ruang.

Hal lain yang yang sering membuat suasana tidak nyaman bagi wisatawan adalah sistem

jaringan transportasi dan mobilitas pengunjung. Pemanfaatan jaringan jalan lingkungan dan

penggunaan zona ruang perkotaan yang sporadis, terasa tidak mendukung asas efisiensi dan

efektivitas penataan ruang perkotaan. Hal ini seharusnya tidak demikian, karena sampai hari

Page 25: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

ini pun tampaknya masih (sangat) luas tanah di Kota Pangandaran yang belum dimanfaatkan

untuk kepentingan pembangunan Pangandaran sebagai daerah Perkotaan.

Konsep menjadikan Pangandaran sebagai pantai terbuka, bisa dikatakan sebagai

kekeliruan yang cukup fatal. Jumlah tanaman yang dihilangkan mencapai ribuan, ada pandan,

rumput khas yang mampu menjaga laju abrasi,ketapang, hingga tanaman lokal. Gundukan-

gundukan pasir yang diciptakan alam diratakan. Saat ini, keberadaan ruang terbuka hijau di

sekitar pantai sangat minim sekali jumlahnya (di samping cagar alam). Kita dapat mengambil

contoh pada kawasan permukiman di sekitar pantai, di mana seharusnya terdapat atura 60:40

dalam pembuatan perumahan. Yaitu 60% dari total kavling adalah bangunan dan 40% lahan

terbuka hijau. Tapi kenyataannya todaklah seperti itu, halaman rumah dan sempadan jalan

dipenuhi jalan tembok, tidak ada lagi lahan (tanah) terbuka. Oleh karena itu, pemerintah juga

sebaiknya harus mulai mempertegas izin mendirikan bangunan di sekitar pantai Pangandaran,

sehingga jumlah bangunan yang digunakan sebagai penunjang rekreasi (hotel, restoran, kios)

bisa dibatasi.

Selain itu, di bagian pantai yang sering digunakan sebagai area rekreasi (berenang dan

sebagainya), tidak terlihat adanya tumpukan batu-batu pemecah gelombang. Pada tahun 2007

sempat ada rencana pembuatan jalur hijau di sempadan pantai Pangandaran. Jalur tanaman ini

ditata sedemikian rupa sehingga menghasilkan tajuk yang berlapis di mana tanaman dengan

tajuk rendah ditepatkan paling depan dan makin kebelakang tajuknya semakin tinggi yang

berfungsi untuk memecahkan gelombang pasang dan penyanggah arus balik. Namun hingga

saat ini, masih belum terlihat realisasinya.

Kemudian untuk masalah jalur evakuasi, di pantai pangandaran ini sudah terpasang

papan-papan peringatan jalur evakuasi yang sudah terpasang di Kawasan Pantai Pasir Putih,

Papan peringatan yang terpasang sepanjang pantai selatan tersebut untuk memandu

masyarakat menyelamatkan diri ke lokasi aman bila terjadi stunami. Setidaknya, terdapat

sekitar 200 papan peringatan jalur evakuasi yang telah dipasang. Keberadaan jalur evakuasi

ini merupakan salah satu bentuk dari mitigasi bencana terhadap ancaman tsunami atau gempa

bumi di kawasan pantai Pangandaran.

Perlu juga adanya bangunan yang dapat memecah gelombang tsunami, salah satunya

adalah bangunan beratap bundar di Kepulauan Mentawai. Bangunan dengan tinggi 10 meter

dan diamater 12 m ini adalah satu-satunya bangunan yang tersisa saat tsunami di mentawai

pada Okteober 2010, dan berhasil menyelamatkan 37 jiwa. Dengan mempelajari konstruksi

Page 26: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

bangunan yang benar, pendirian bangunan pemeceah gelombang tsunami ini juga sangat

bermanfaat terutama saat terjadi tsunami. Di samping itu, bangunan-banguna seperti hotel

maupun rumah penduduk sebaiknya lebih diperkuat lagi konstruksinya sehingga bisa tahan

terhadap gempa dan tsunami.

Satu hal yang tidak kalah pentingnya yaitu perlunya membangun bangunan/struktur

penahan abrasi. Benteng ini berfungsi untuk menahan laju abrasi akibat peningkatan

permukaan air laut, terutama saat terjadi pasang. Selain itu, benteng ini juga berfungsi untuk

penahan gelombang yang hancur akibat tsunami. Berdasarkan data sekunder yang ditemukan,

penulis belum mengetahui keberlanjutan dari pembangunan proyek ciamis, yang salah

satunya adalah proyek pembangunan benteng abrasi di pantai Pangandaran Timur. Dari data

yang diperoleh dalam salah satu surat kabar, pada tahun 2007 proyek pembangunan benteng

abrasi ini masih sekitar 10%, namun penulis belum memperoleh informasi apakan pada tahun

2011 ini benteng tersebut sudah selesai dibangun atau belum. Jika pembangunan benteng

abrasi memang telah selesai, maka akan terdapat banyak keuntungan, selain mengurangi laju

abrasi, juga membuat penataan kawasan yang juga dimanfaatkan nelayan untuk mendapatkan

hasil tangkapan yang lebih baik.

Page 27: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

Bab VKESIMPULAN

Kawasan Pantai Pangandaran ini memiliki banyak potensi yang dapat dimanfaatkan,

baik dari sisi pariwisata maupun sebagai kawasan lindung. Penataan ruang yang baik dapat

meningkatkan potensi kawasan ini. Dalam proses perencanaanya, pembangunan di kawasan

pesisir pantai pangandaran ini harus mengikuti aturan-aturan yang berlaku dalam berbagai

dokumen tata ruang terkait. Standar-standar yang telah ditetapkan dalam dokumen tata ruang

tersebut bukan untuk menyulitkan/memberatkan proses pembangunan, namun untuk

menjaga kualitas pembangunan fisik maupun non-fisik yang baik. Berdasarkan data sekunder

yang diperoleh, wilayah Pangandaran ini juga masih memiliki beberapa persoalan, seperti

semakin berkurangnya terumbu karang, rusaknya biota laut, kebersihan pantai yang kurang

terjaga dengan baik, laju abrasi yang semakin tinggi, daya tangkap para nelayan sudah mulai

berkurang dan akses jalan menuju pangandaran yang kondisinya kurang baik. Hal-hal seperti

itu menjadi tugas bagi pemerintah setempat untuk meperbaikinya, sehingga Pangandaran

menjadi objek wisata alam yang semakin berkembang dan maju di Indonesia.

Jika kita tinjau dari segi tata ruang, beberapa aspek di kawasan Pangandaran ini

masih ada yang belum sesuai dengan dokumen tata ruang. Persoalan yang ada seperti

minimnya ruang terbuka, baik yang berupa lahan terbuka kosong (tanah) maupun ruang

terbuka hijau di sekitar pantai. Kemudian keberadaan batu-batu pemecah ombak di pinggir

pantai sudah jarang keberadaanya. Proses pembangunan benteng penahan abrasi masih belum

diketahui keberkanjutannya, namun jika sudah selesai dibanngun nantinya akan membawa

banyak manfaat. Di sekitar area pantai yang sering digunakan sebagai tempat rekreasi

(berenang) belum terdapat jalur hijau (tanaman) di sempadan pantai. Untuk mitigasi bencana,

sudah ada jalur evakuasi serta sudah terasang papan peringatan jalur evakuasi dengan jumlah

yang memadai. Di samping itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan juga, seperti

bangunan pemecah gelombang, serta perbaikan konstruksi bangunan baik bangunan hotel

maupun rumah agar lebih tahan terhadap gempa maupun tsunami. Secara umum, pola ruang

yang ditunjukkan oleh kawasan pantai Pangandaran ini berbeda dengan pola ruang di pantai

Anyer, di wilayah pesisir utara Jawa Barat. Jika kita lihat pola ruang secara sederhana, di

pantai Anyer itu bangunan-bangunan itu berdiri persis di samping pantai, tidak dihalangi oleh

Page 28: LAPORAN GEOLOGI TEKNIK - AFRIZAL

jalan. Namun di Pangandaran, bangunan-bangunan seperti hotel, rumah tdak berada persis di

pinggir jalan, namun dibatasi terlebih dahulu oleh jalan.

Daftar Pustaka

Peraturan Pemerintah No 26 th 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Undang-undang No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tenteng Penataan Ruang

http://www.mypangandaran.com

http://dishut.jabarprov.go.id

http://www.wisatamelayu.com

http://www.radartasikmalaya.com

http://bisnis-jabar.com/

http://www.pikiran-rakyat.com/

http://bataviase.co.id/

http://www.harapanrakyat.com/category/pangandaran

http://zamiele.onsugar.com/Pangandaran-Telah-Pulih