LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI …. Dasar 1. ... Koperasi Pegawai Negeri (KPN) SMPN I...

22
Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 1 LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR-RI KE PROVINSI SULAWESI TENGAH , MALUKU DAN NUSA TENGGARA TIMUR MASA RESES SIDANG IV TAHUN SIDANG 2006-2007 Tanggal, 23 s/d 27 Juli 2007 I. Pendahuluan A. Dasar 1. Keputusan Pimpinan DPR-RI Nomor: .../.../..../2007 Tanggal ..i 2007 tentang Penugasan Anggota Komisi I s/d XI DPR-RI untuk melakukan Kunjungan Kerja Berkelompok dalam Masa Reses Masa Persidangan IV Tahun 2006-2007 2. Keputusan Rapat Intern Komisi VI DPR-RI tanggal ..... 2007 mengenai Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI pada Masa Persidangan IV tahun Sidang 2006-2007 B. Maksud dan Tujuan Laporan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang berbagai temuan hasil Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI yang terkait dengan bidang tugasnya di Provinsi Sulawesi Tengah, Maluku dan Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam rangka memenuhi salah satu fungsi Dewan sebagaimana diatur dalam Tata Tertib DPR-RI ini dengan tujuan sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk ditindak-lanjuti sesuai ketentuan yang berlaku. C. Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Sasaran kunjungan kerja titikberatkan pada aspek: 1. Pengawasan Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan dan Pengawasan terhadap kinerja lembaga-lembaga/badan yang berada di dalam lingkup mitra kerja Komisi VI DPR-R; 2. Pembahasan perkembangan daerah, khususnya yang berkaitan dengan bidang mitra kerja Komisi VI DPR-RI; 3. Memonitor situasi lapangan serta menampung aspirasi yang berkembang berkaitan dengan pengembangan Investasi, Industri, Perdagangan, Koperasi dan UKM, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Adapun Obyek yang dikunjungi dan dibahas meliputi: 1. Provinsi Sulawesi Tengah : a. Pemda Provinsi Sulawesi Tengah b. PEMKOT PALU c. BUMN Pupuk (PUSRI) dan Perkebunan (PT. PN XIV) d. BUMN Perbankan (Bank BNI, Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BTN , BPD Sulteng) e. BKPMD dan KADINDA Provinsi Sulawesi Tengah e. PT. KINDO, APECTI, dan Asosiasi Rotan f. PT. Leang Yang (Industri Furniture Ebony), CV Liwang (Industri Mebel Kayu), PT. Faireo Santosa Abadi (Industri Pengolahan Rotan) g. PT. Bhanda Ghara Reksa cabang Sulawesi Tengah 2. Provinsi Maluku a. Pemda Provinsi Kalteng b. BUMN Perkebunan (PT. PN XIII) c. BUMN Pupuk (PT. PUSRI dan PT. PKT)

Transcript of LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI …. Dasar 1. ... Koperasi Pegawai Negeri (KPN) SMPN I...

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 1

LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR-RI KE PROVINSI SULAWESI TENGAH , MALUKU

DAN NUSA TENGGARA TIMUR MASA RESES SIDANG IV TAHUN SIDANG 2006-2007

Tanggal, 23 s/d 27 Juli 2007 I. Pendahuluan

A. Dasar

1. Keputusan Pimpinan DPR-RI Nomor: .../.../..../2007 Tanggal ..i 2007

tentang Penugasan Anggota Komisi I s/d XI DPR-RI untuk melakukan Kunjungan Kerja Berkelompok dalam Masa Reses Masa Persidangan IV Tahun 2006-2007

2. Keputusan Rapat Intern Komisi VI DPR-RI tanggal ..... 2007 mengenai Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI pada Masa Persidangan IV tahun Sidang 2006-2007

B. Maksud dan Tujuan

Laporan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang berbagai temuan hasil Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI yang terkait dengan bidang tugasnya di Provinsi Sulawesi Tengah, Maluku dan Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam rangka memenuhi salah satu fungsi Dewan sebagaimana diatur dalam Tata Tertib DPR-RI ini dengan tujuan sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk ditindak-lanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.

C. Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja

Sasaran kunjungan kerja titikberatkan pada aspek: 1. Pengawasan Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan dan

Pengawasan terhadap kinerja lembaga-lembaga/badan yang berada di dalam lingkup mitra kerja Komisi VI DPR-R;

2. Pembahasan perkembangan daerah, khususnya yang berkaitan dengan bidang mitra kerja Komisi VI DPR-RI;

3. Memonitor situasi lapangan serta menampung aspirasi yang berkembang berkaitan dengan pengembangan Investasi, Industri, Perdagangan, Koperasi dan UKM, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Adapun Obyek yang dikunjungi dan dibahas meliputi:

1. Provinsi Sulawesi Tengah : a. Pemda Provinsi Sulawesi Tengah b. PEMKOT PALU c. BUMN Pupuk (PUSRI) dan Perkebunan (PT. PN XIV) d. BUMN Perbankan (Bank BNI, Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BTN , BPD

Sulteng) e. BKPMD dan KADINDA Provinsi Sulawesi Tengah

e. PT. KINDO, APECTI, dan Asosiasi Rotan f. PT. Leang Yang (Industri Furniture Ebony), CV Liwang (Industri Mebel Kayu),

PT. Faireo Santosa Abadi (Industri Pengolahan Rotan) g. PT. Bhanda Ghara Reksa cabang Sulawesi Tengah

2. Provinsi Maluku

a. Pemda Provinsi Kalteng b. BUMN Perkebunan (PT. PN XIII) c. BUMN Pupuk (PT. PUSRI dan PT. PKT)

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 2

d. BUMN Pertambangan (PT. Pertamina dan PT. PLN) e. BUMN Perbankan (KBI Kalteng, BRI, Bank Mandiri, BNI dan BTN) f. Koperasi Pegawai Negeri (KPN) SMPN I Katingan dan Koperasi Al-

barokah, Basarang, Kab. Kapuas, Kalteng g. Sentra Industri Pengolahan Rotan setengah jadi Katingan, Kalteng

3. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)

a. Pemda Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) b. BUMN Pelabuhan / Logistik (PT. ASDP) c. PT. Jamostek, PT. Asuransi Jasa Raharja d. PT. Semen Kupang e. BUMN Konstruksi dan Konsultan (PT. Hutama Karya, PT. Bina Karya dan

PT. Virama Karya) f. BUMN Perbankan (PT. Bank BRI, PT. Bank BNI, PT. Bank Mandiri, PT.

Bank BTN ) g. Koperasi Simpan Pinjam (KSP) h. Kadinda dan BKPMD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT); i. Sentra Industri Kecil/Kain Tenun Ikat Ina Ndao Kupang

D. Waktu dan Acara Kunjungan Kerja (Terlampir) E. Anggota Tim Kunjungan Kerja (Terlampir)

II. DESKRIPSI UMUM DAERAH KUNJUNGAN KERJA

2.1. Provinsi Sulawesi Tengah

Dengan luas wilayah daratan 68,033 km² serta luas keseluruhan sekitar

189,480 km2 dan jumlah penduduk sekitar 2.242.914 jiwa yang dibagi menjadi

9 kabupaten dan 1 kota, Provinsi Sulawesi Tengah memang merupakan

wilayah yang sangat potensial untuk pengembangan industri dan perdagangan.

Apabila dilihat per sektor, sumbangan volume ekonomi sektor industri mulai

tahun 2001 – 2005 menyumbang sebesar 6,64 % dan sektor perdagangan

sebesar 6,51 %. Artinya, sumbangan kedua sektor ini telah mencapai 13,15 %

terhadap PDRB.

Seperti diketahui sejak tahun 2001 lalu perekonomian Sulawesi Tengah sudah

bangkit menuju arah perbaikan dengan ditandai pertumbuhan ekonomi di atas

angka 4 %, tepatnya sebesar 4,21 %, berikutnya tahun 2002 proses perbaikan

demi perbaikan sudah semakin nampak berjalan dengan lancar, dan tumbuh

lagi sebesar 5,19 %, sedikit lebih besar dibandingkan dengan tahun 2001.

Pada tahun 2003 perbaikan ekonomi Sulawesi Tengah sudah semakin nyata,

dengan pertumbuh hingga sebesar 6 %. Selanjutnya sampai akhir tahun 2004

pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah telah menembus angka 7,15 %.

Terakhir walaupun dibayangi oleh adanya kenaikan BBM dan inflasi yang tinggi

namun tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah tetap meningkat

hingga menembus angka 7,35 %.

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 3

Sementara itu dari kinerja ekspor, ekspor non migas Sulawesi Tengah tahun

2005 menunjukkan total nilai US$ 142,791 milyar, atau mengalami kenaikan

12,75 % apabila dibandingkan dengan tahun 2001 yang tercatat sebesar US$

59,701 milyar. Selanjutnya untuk tahun 2003 realisasi ekspor non migas

Sulawesi Tengah tercatat sebesar US$ 157,047 milyar atau turun 0, 58 %

dibandingkan tahun 2002. 2.2. DESKRIPSI PER BIDANG

A. BIDANG INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

Kontribusi sektor Industri dan Perdagangan terhadap perekonomian

Sulawesi Tengah dihasilkan dengan telah ditetapkannya arah kebijakan,

sasaran, dan program pembangunan bidang industri dan perdagangan di

Sulawesi Tengah.

Adapun arah kebijakan, sasaran, dan program pembangunan Industri

Sulawesi Tengah adalah sbb.:

Arah Kebijakan Pembangunan Industri

Peningkatan nilai tambah dan produktivitas melalui pengembangan industri

dalam rangka pengembangan rantai nilai untuk membentuk industri-

industri yang kuat, meningkatkan nilai tambah dari setiap produk yang

dibuat baik pada industri ataupun pada rantai nilainya, memperpanjang

rantai nilai baik dengan meningkatkan inovasi maupun penguasaan pasar,

meningkatkan efisiensi rantai nilai untuk meningkatkan keseluruhan

produktivitas.

Pengembangan klaster industri dengan memperkuat industri-industri yang

terdapat dalam rantai nilai, yang mencakup industri inti, industri terkait,

dan industri pendukung, dengan keunggulan lokasi, yang dapat mendorong

keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif; Memperkuat

keterkaitan antar klaster dalam satu sektor maupun dengan klaster pada

sektor lainnya, sekaligus mendorong kemitraan antara IKM dengan

perusahaan besar dan kaitan interaktif yang relevan lainnya, sehingga

membentuk jaringan industri serta struktur yang mendukung peningkatan

nilai tambah melalui peningkatan produktivitas; Mendorong tumbuhnya

industri terkait yang memerlukan suplai bahan baku dan penolong yang

sama, sehingga memperkuat kemitraan antara industri inti, terkait, dan

pendukung; Memfasilitasi upaya-upaya pemasaran dalam maupun luar

negeri.

Pengembangan lingkungan bisnis yang nyaman/kondusif dengan

mengambangkan infrastruktur pendidikan dan pelatihan di bidang teknik

dan manajerial; memperluas infrastruktur fisik; memperluas infrastruktur

bisnis jasa, termasuk jasa profesi dan jasa publik; mengembangkan riset

dan teknologi untuk meningkatkan inovasi yang berorientasi pasar;

menyempurnakan dan mengimplementasikan perangkat hukum yang

terkait dengan pengembangan dunia usaha; menyempurnakan kebijakan

perdagangan dan kebijakan investasi dalam rangka mendukung

pengembangan industri.

Pembangunan industri yang berkelanjutan dengan memperhatikan aspek

lingkungan dalam pengembangan industri sehingga menghasilkan produksi

bersih; melakukan sosialisasi produksi bersih terutama terhadap industri-

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 4

industri yang berpotensi menghasilkan limbah; menginternalisasikan biaya

pengelolaan lingkungan ke dalam biaya produksi; mengembangkan zero

waste industries; dan mengembangkan industri berbahan lokal yang

terbaharukan.

Mengembangkan IKM agar perannya setara dengan industri besar sehingga

merupakan fondasi perekonomian yang kokoh dan mewujudkan industri

kecil dan menengah (IKM) yang mandiri dan atau mendukung industri

besar dalam satu kerangka kerjasama yang sederajat dan saling

menguntungkan.

Mendorong revitalisasi industri untuk meningkatkan daya saing industri.

Mendorong investasi industri baru, selama ini pertumbuhan investasi

domestik dan luar negeri mengalami kinerja yang sangat rendah dan

cenderung stagnan maka beberapa jenis industri yang menjadi prioritas

untuk dikembangkan adalah: industri minyak, industri batu-batuan

perhiasan dan industri garam.

Mengintegrasikan pembangunan industri di utara dan selatan Sulawesi

Tengah yang selama ini masih terjadi ketimpangan. Jenis industri yang

menjadi prioritas untuk dilakukan integrasi adalah: industri pengolahan

kayu dan produk dari kayu serta industri pengolahan kulit.

Adapun sasaran pembangunan bidang industri adalah:

Pada skala industri besar dan menengah diperkirakan akan meningkatnya

jumlah unit usaha naik sebesar 0,54 % dari kondisi tahun 2004 yakni

antara tahun 2005-2006, nilai investasi naik sebesar 1,13 % dari kondisi

tahun 2004 serta penyerapan tenaga kerja naik 0,39 % dari kondisi tahun

2004.

Pada skala industri kecil dan kerajinan diperkirakan akan meningkatnya

jumlah unit usaha naik sebesar 16,10 % dari kondisi tahun 2004, nilai

investasi sebesar 5,89 % dari kondisi tahun 2004 serta penyerapan tenaga

kerja naik 3,52 % dari kondisi tahun 2004.

Melanjutkan program revitalisasi, konsolidasi, dan restrukturisasi industri

serta memperkuat struktur industri untuk membangun pilar-pilar industri

masa depan.

Meningkatkan komponen lokal dan sumberdaya lokal dengan

mengoptimalkan potensi pasar di dalam negeri.

Meningkatkan daya saing industri terpilih dan meningkatkan ekspor serta

mengembalikan kinerja industri yang terpuruk akibat krisis.

Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif baik bagi industri yang sudah

ada maupun investasi baru dalam bentuk tersedianya layanan umum yang

baik dan bersih dari KKN, sumber-sumber pendanaan yang terjangkau, dan

kebijakan fiskal yang menunjang sehingga mampu menumbuhkan industri

potensial.

Peningkatan pangsa sektor industri manufaktur di pasar domestik, baik

untuk bahan baku maupun produk akhir, sebagai cerminan daya saing

sektor ini dalam menghadapi produk-produk impor serta mempercepat

pertumbuhan IKM, khususnya industri menengah.

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 5

Menciptakan usaha industri yang tangguh dengan keluaran diharapkan

dapat mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan dengan

menciptakan lapangan kerja baru serta percepatan perkembangan ekonomi

dan pemerataannya.

Meningkatnya proses alih teknologi dari Foreign Direct Investment (FDI)

yang dicerminkan dari meningkatnya pemasokan bahan antara dari produk

lokal dan meningkatkan kandungan bahan baku/penolong lokal.

Meningkatnya penerapan standarisasi produk industri manufaktur sebagai

faktor penguat daya saing produk serta meningkatkan kuantitas dan

kualitas produksi.

Sedangkan arah kebijakan pembangunan bidang perdagangan adalah:

Meningkatkan pertumbuhan ekspor non migas di Sulawesi Tengah berbasis

sumber daya alam, teknologi dan produk unggulan daerah.

Melakukan debirokratisasi dalam pelayanan perijinan pengelolaan aktivitas

ekspor impor (pelayanan satu atap).

Mendorong secara bertahap perluasan basis produk ekspor dengan tetap

memperhatikan kriteria produk ekspor yang ramah lingkungan.

Peningkatan nilai tambah ekspor secara bertahap terutama dari dominasi

bahan mentah ke dominasi barang setengah jadi dan barang jadi disertai

upaya pengurangan ketergantungan bahan baku impor.

Revitalisasi kinerja kelembagaan promosi ekspor serta perkuatan kapasitas

kelembagaan dalam bentuk pelatihan investasi, tata cara ekspor dan

pembinaan secara sinergis, simultan, dan berkelanjutan.

Peningkatan fasilitasi perdagangan melalui penyederhanaan prosedur ekspor

impor, menerapkan konsep single document, menyederhanakan sistem tata

niaga untuk komoditi strategis dan yang tidak memerlukan pengawasan serta

perkuatan kapasitas lembaga uji mutu produk ekspor impor.

Optimalisasi sarana penunjang perdagangan internasional seperti

kelembagaan free financing untuk ekspor, fasilitasi modal kerja dengan

bunga non komersial bagi UKM/IKM agroindustri yang berorientasi ekspor

dan bertumpu pada sumber daya lokal, dan pemberdayaan lembaga-lembaga

pelatihan dan promosi ekspor daerah seperti P3ED.

Penguatan pasar dalam negeri melalui peningkatan kualitas SDM, kualitas

produk sesuai dengan ISO, dan kemitraan untuk menjamin kontinuitas

produk.

Harmonisasi kebijakan pusat dan daerah, penyederhaan prosedur dan

perijinan yang selama ini belum efisien (waktu, biaya) serta telah menjadi

penghambat kelancaran arus barang dan pengembangan kegiatan jasa

perdagangan.

Perkuatan lembaga perdagangan melalui sosialisasi keberadaan lembaga

perlindungan konsumen, kemetrologian, kelembagaan persaingan usaha

serta kelembagaan perdagangan lainnya.

Fasilitasi pengembangan prasarana distribusi tingkat regional dan sub sistem

pada daerah tertentu seperti kawasan perbatasan dan daerah terpencil serta

peningkatan dan pengembangan sarana penunjang perdagangan melalui

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 6

pengembangan jaringan informasi produksi, pasar, dan peningkatan pasar

lelang ditingkat lokal dan regional.

Peningkatan efektivitas pelaksanaan perlindungan konsumen, terwujudnya

tertib niaga dan perkuatan sistem pengawasan barang beredar dan jasa.

Sementara sasaran pembangunan perdagangan adalah:

Meningkatnya nilai ekspor non migas Sulawesi Tengah secara bertahap

hingga menjadi US$ 26,421 milyar pada tahun 2003.

Terkendalinya impor non migas Sulawesi Tengah dalam rangka menjaga

keseimbangan neraca perdagangan dan pemberdayaan produk dalam negeri.

Terwujudnya keseimbangan permintaan dan penawaran untuk menjaga

stabilitas harga.

Meningkatnya pelayanan publik dan perlindungan konsumen melalui

peningkatan penyediaan standar layanan minimum pada lembaga sertifikasi

mutu barang dan standarisasi.

Berkembangnya pasar spesifik produk UKM/IKM dan hasil pertanian di

Sulawesi Tengah sehingga terbentuk harga yang wajar dan transparan.

Menurunnya tingkat pengangguran dan kerawanan sosial serta meningkatnya

daya beli masyarakat.

Menjadikan ekspor sebagai andalan pertumbuhan ekonomi daerah,

penciptaan lapangan kerja dan peningkatan nilai tambah serta peningkatan

devisa termasuk didalamnya transfer teknologi dalam rangka mendukung

daya saing global produk unggulan Sulawesi Tengah terutama yang berbasis

keunggulan SDA dan SDM dengan menghapus segala bentuk perlakuan

diskriminatif dan hambatan yang ada. B. BIDANG BUMN dan INVESTASI

Dalam upaya meningkatkan kinerja investasi di Sulawesi Tengah, Pemerintah

Daerah Sulawesi Tengah telah melakukan pemetaan. Hasil pemetaan yang telah

dilakukan berupa produk unggulan Sulawesi Tengah yaitu di sektor primer

adalah Perikanan tangkap, Perikanan budidaya, Perkebunan (Kakao dan Kelapa),

dan Sapi serta UKM dan kerajinan. Sektor sekunder (industri pengolahan kayu,

rotan, kakao, kelapa, jagung terpadu, ikan dan rumput llaut,) dan sektor tertier

(pengolahan air bersih, kelistrikan, perdagangan ekspor, jasa dan pariwisata).

Dalam pengembangan produk unggulan tersebut pemerintah daerah provinsi

Sulawesi Tengah telah membuat studi kelayakan guna ditawarkan kepada

investor/calon investor melalui promosi dalam negeri maupun luar negeri yang

bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah pusat. Dengan

iklim investasi Sulawesi Tengah yang makin kondusif serta pembangunan dan

pengembangan sarana dan prasarana fisik terus dilakukan, maka prospek

investasi yang akan datang cukup menjanjikan baik di bidang industri

manufaktur, infrastruktur, agroindustri, dan agro bisnis serta jasa dan

perdagangan.

Sementara itu pemerintah daerah provinsi Sulawesi Tengah juga telah

mengeluarkan beberapa kebijakan dalam rangka melindungi investasi yang ada,

seperti:

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 7

Fasilitasi penyelesaian masalah penanaman modal melalui Dewan Konseling

Investasi dengan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah yang bertugas

memfasilitasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh investor untuk

dicarikan solusi pemecahannya.

Koordinasi dalam kegiatan perencanaan dan pengembangan, promosi,

perijinan penanaman modal dan pengawasan pelaksanaan penanaman modal

dengan instansi terkait di provinsi dan kabupaten/kota di Sulawesi Tengah

cukup baik, semua pihak bertekad untuk meningkatkan investasi serta

menciptakan iklim investasi yang kondusif di Sulawesi Tengah melalui

serangkaian pembangunan kebijakan dan perbaikan institusi.

Dari kinerja rasionalisasi investasi, periode Januari sampai dengan Desember

2006 ini jumlah investasi yang disetujui oleh BKPMD dan Pemerintah sebanyak

25 PMDN dengan jumlah investasi sebesar Rp. 4,127,503 juta sedangkan

rasionalisasi investasi, periode Januari sampai dengan Desember 2006 ini jumlah

investasi yang disetujui oleh BKPMD dan Pemerintah sebanyak 22 PMA dengan

jumlah investasi sebesar Rp. US$ 18,829 ribu dan rasionalisasi investasi, periode

Januari sampai dengan Desember 2006 ini jumlah investasi yang disetujui oleh

BKPMD dan Pemerintah sebanyak 6 PMA Rupiah dengan jumlah investasi

sebesar Rp. 30,412 juta

Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah adalah wilayah yang termasuk banyak

dijadikan domisili beberapa BUMN. Pada kunjungan kerja tim Komisi VI DPR RI

kali ini difokuskan kepada persoalan spesifik seperti soal kelangkaan pupuk,

pengolahan kakao dan gula yang terkait dengan PT. ASKINDO, APEGTI, asosiasi

rotan dan masalah gula yang terkait dengan PTPN-PTPN dan RNI, yang selama

ini menjadi concern Komisi VI DPR RI, serta beberapa BUMN yang saat ini masih

mangalami kesulitan seperti PT. Bhanda Ganda Reksa, PUSRI dan PTPN XIV. C. BIDANG KOPERASI DAN UKM

Pembangunan Koperasi dan UKM di Sulawesi Tengah walaupun mulai nampak

perkembangan yang positif, namun secara umum tidak terlepas dari masih

banyaknya kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dan UKM

yang perlu tetap mendapat perhatian pembenahan dan dukungan secara

berkelanjutan, antara lain:

1. Rendahnya produktivitas dan daya saing Koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah (KUKM) terutama dalam bidang manajemen, kelembagaan,

pemasaran, dan penguasaan teknologi informasi sehingga menimbulkan

disparitas usaha yang sangat lebar antar pelaku usaha.

2. Terbatasnya akses Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) terhadap

sumberdaya produktif yang terutama meliputi tiga aspek penting, yaitu

modal usaha yang bukan saja mencakup penyediaan kredit modal kerja

tetapi juga kredit investasi; informasi; dan pasar.

Pemerintah daerah provinsi Sulawesi Tengah juga telah menetapkan arah

kebijakan yang akan dilaksanakan dalam rencana pembangunan jangka

menengah ke depan dalam pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah adalah:

1. Mengembangkan UKM yang diarahkan untuk memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, penciptaan lapangan

kerja, peningkatan produktivitas dan daya saing. Sedangkan

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 8

pengembangan usaha skala mikro diarahkan untuk memberikan kontribusi

dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpenghasilan

rendah.

2. Memperkuat kelembagaan melalui penerapan prinsip-prinsip tata

kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender.

3. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuh kembangkan

wirausaha baru berkeunggulan prima untuk mendorong pertumbuhan,

peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja.

4. Mengembangkan KUMKM untuk lebih berperan sebagai penyedia barang

dan jasa di pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk

impor.

5. Membangun tatanan kelembagaan dan organisasi koperasi, meningkatkan

kepedulian dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) dan

meningkatkan kemandirian gerakan koperasi.

Berangkat dari potensi dan permasalahan KUKM dengan mengacu pada arah

kebijakan yang akan dilaksanakan dalam RPJM pemberdayaan Koperasi, Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah, serta Rencana Strategis Kementerian KUKM 2005 –

2009 maka upaya yang akan dilaksanakan adalah:

1. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai dengan

jati diri koperasi. Untuk meningkatkan kualitas kelembagaan dan organisasi

sesuai dengan jati dirinya dinas koperasi, pengusaha kecil dan menengah

provinsi Sulawesi Tengah dalam periode 2006 – 2009 menargetkan

sebanyak sebanyak 1.422 unit koperasi berkualitas. Dengan melakukan

pembinaan pada 403.575 orang usahawan UMKM.

2. Meningkatnya produktivitas usaha dan daya saing ekspor KUMKM di pasar

bebas. Salah satu upaya untuk mewujudkannya adalah:

a. Memberikan kesempatan kepada KUKM mengikuti kegiatan pameran

baik di tingkat regional, nasional dan internasional, yang dibiayai baik

dari dana APBD maupun APBN.

b. Pengembangan pasar tradisional melalui pelaksanaan pasar rakyat

yang pembiayaannya didukung dana APBD dan APBN.

3. Perkuatan modal bagi KUKM baik yang dibiayai dari dana APBD maupun

APBN pada Perkuatan permodalan bagi KUKM dari APBD selama periode

2005 s/d 2006 sebesar Rp. 6.435.751.000 di antaranya adalah program

sentra kulakan koperasi (senkuko), Cokelat, pertanian, sapi dan kambing

kredit lunak melalui BPR SULTENG dan Bank SULTENG, Pengembangan

Usaha Pengadaan Pangan Sistem Bank Padi, Sertifikasi tanah bagi PMK,

pengembangan usaha mikro melalui KSU/USP Koperasi.

Sedangkan dilihat dari aspek perkembangan Koperasi Aktif dan Koperasi Tidak

Aktif di Sulawesi Tengah pada kurun waktu 5 tahun terakhir mengalami pasang

surut peningkatan dan atau penurunan. Beberapa faktor-faktor yang

mempengaruhi peningkatan Koperasi Aktif antara lain disebabkan adanya

peningkatan pengelolaan kelembagaan dan usaha yang dikelola koperasi,

disamping adanya koperasi-koperasi baru yang tumbuh berkembang dengan

baik. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan koperasi aktif,

diantaranya; disamping adanya pembubaran sejumlah koperasi yang sudah tidak

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 9

aktif, dipengaruhi pula oleh adanya perubahan kriteria koperasi aktif dan tidak

aktif.

Kriteria koperasi aktif adalah:

Memiliki anggota 20 orang dan selalu bertambah

Memiliki kantor dan ada papan nama koperasi

Kegiatan usaha masih jalan dan layak

Memiliki pengurus minimal 3 orang dan pengawas minimal 1 orang

Kelembagaan masih jalan

Melaksanakan RAT berturut-turut

Kriteria koperasi tidak aktif adalah:

Jumlah anggota 20 orang/keanggotaan tidak aktif/tidak ada anggota

Tidak melaksanakan RAT selama 2 tahun berturut-turut

Alamat kantor tidak jelas (kantor tidak ada)

Kegiatan usaha tidak layak lagi/tidak ada

Pengurus maupun pengawas tidak ada/tidak aktif IV. PERMASALAH SPESIFIK DAN REKOMENDASI A. PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH

Permasalahan :

1. Alokasi kebutuhan pupuk per kabupaten per bulan selalu mengalami

kekurangan, yang berakibat terjadi kelangkaan dan kenaikan harga pupuk

pada saat musim tanam. Kondisi tersebut diperparah lagi dengan penyerapan

pupuk oleh petani yang belum masuk kategori pupuk bersubsidi.

2. Illegal logging yang lebih banyak mengorbankan rakyat kecil, hal ini didasari

atas ketidakpastian hukum yang ada.

3. Infrastruktur yang belum memadai bagi SULTENG yang menyebabkan kurang

minatnya investor dalam menanamkan modalnya di SULTENG

Rekomendasi :

1. Alokasi pupuk bersubsidi hendaknya dipenuhi sesuai dengan kebutuhan riil

petani termasuk kebutuhan untuk perikanan dan pertanian, dan

memperjuangkan kemudahan pada petani agar mendapatkan pupuk

bersubsidi.

2. Mengkaji kembali keberadaan Illegal logging yang banyak mengorbankan

usaha/orang kecil daripada pengusaha besar.

3. Perencanaan dan pembangunan infrastruktur di SULTENG secara

berkelanjutan agar dapat menunjang pertuimbuhan ekonomi SULTENG.

4. Agar DPR RI mendesak pemerintah segera menerbitkan Peraturan

Pemerintah tentang Penanaman Modal sebagai pelaksanaan dari pasal 13

huruf n UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan diminta agar

pelayanan perijinan investasi PMDN/PMA dilakukan dengan sistem satu atap

di provinsi dan untuk non PMDN/PMA di kabupaten/kota.

5. Guna menjaga terpenuhinya kebutuhan tetes tebu untuk kepentingan

industri dalam negeri, perlu dipertimbangkan oleh pemerintah untuk

memberlakukan pajak ekspor tetes tebu, mengingat saat ini sebagian besar

tetes tebu diekspor dengan harga yang cukup tinggi dibanding dengan

penggunaan kebutuhan industri dalam negeri.

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 10

B. Pemerintah Kota Palu

Permasalahan :

Secara umum kinerja Pemerintah Kota Palu dapat dinilai cukup baik. Hal tersebut

dapat dilihat pada rencana dan beberapa program pertumbuhan ekonomi yang

cukup, hal ini terlihat dari peningkatan investasi, pemberdayaan usaha mikro,

kecil dan menengah, menjadikan Kota Palu sebagai gerbang ekonomi Indonesia

Timur, pembangunan infrastruktur yang memadai, dan lain-lain.

Rekomendasi :

1. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan Kementerian terkait

khususnya untuk percepatan pertumbuhan ekonomi Kota Palu.

2. Komisi VI DPR RI akan mendukung program Pemerintah Kota Palu untuk

melaksanakan percepatan pembangunan infrastruktur Kota Palu. C. Bank Indonesia, BANK MANDIRI, BANK BTN, Bank BRI, Bank BNI,

BANK BUKOPIN, Bank SULTENG, BANK Syariah Mandiri, Bank

Muammalah, Bank BCA, Bank Danamon, Bank Panin, Bank Mega, Bank

Internasional Indonesia, Bank Mega, Bank BPR yang ada di Sulawesi

Tengah

Permasalahan :

Kinerja perbankan di Sulawesi Tengah dapat dinilai cukup memuaskan. Hal

tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai deviden dan jumlah pihak ketiga, serta

kecilnya NPL (rata-rata 1,5 – 2,5%). Begitu juga dengan program-program Kredit

bagi UMKM (kerjasama dengan 124 KKMB), pembiayaan UMKM yang

mewajibkan menjadi sebagai program kerja dan melaksanakan pertemuan

tripartit yang tidak hanya ditingkat PROVINSI Sulawesi Tengah. Namun demikian

kendala yang dihadapi saat ini adalah bahwa kondisi makro ekonomi, kondisi

keamanan dan keterbatasan ruang gerak untuk melakukan ekspansi kredit

khususnya bagi UMKM.

Rekomendasi :

1. Komisi VI DPR RI senantiasa mendukung program kerja yang telah

dilaksanakan oleh perbankan di Sulawesi Tengah teterutama bagi perbankan

yang berpihak pada UKM.

2. Komisi VI DPR RI akan memberikan dukungan dengan membentuk Lembaga

Penjaminan Kredit Daerah (LPKD) yang dapat menjadi mediator antara

kreditur dan debitur.

D. PT. Leang Yang, PLTU Mpanau SMK Negeri 5 Kriya Rotan,

CV. Liwan Kota Palu dan Kerajinan Sutra Tenun Watusampu

Donggala

Permasalahan :

Apabila dilihat dari performance, ketiga perusahaan dan UKM ini telah mencapai

pada tingkat yang sehat dan bahkan ikut memberikan kontribusi yang cukup

besar dalam menggerakkan perekonomian ekonomi daerah dan bagi pendapatan

daerah.

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 11

Rekomendasi :

Komisi VI DPR RI akan mendesak pemerintah khususnya Menteri Perindustrian

dan Menteri Perdagangan untuk memberikan dukungan dalam pengembangan

usaha-usaha perusahaan dan UKM diatas. Khusus untuk PT. Leang Yang Komisi

VI DPR RI meminta kepada Kepolisian dan Departemen Kehutanan untuk

senantiasa mengkaji kembali kasus illegal logging yang melibatkan pemasok

kayu menjadi dari petani-petani kecil. Dan untuk melakukan sweeping dan

menindak tegas oknum-oknum yang terlibat. Dan meminta PEMKOT untuk lebih

pro-aktif dalam menangani kasus ini. Dan Komisi VI mendukung dalam

pengembangan sekolah ketrampilan seperti sekolah rotan di SMK negeri 5 Kriya

Rotan. E. PTPN XIV, PUSRI dan PT. Bhanda Graha Reksa

Permasalahan:

Komisi VI DPR RI dalam memonitor langsung terhadap kinerja BUMN yang

berada di dalam lokasi wilayah kunjungan kerja yakni di Sulawesi Tengah. Dari

pertemuan dengan jajaran Kepala Cabang BUMN ini diperoleh informasi bahwa

BUMN-BUMN merupakan BUMN yang sehat dan saat ini berada pada posisi

kinerja yang cukup. PT. Bhanda Graha Reksa telah mampu meningkatkan

pendapatannya dari tahun ketahun, PT. PUSRI yang senantiasa memenuhi

kebutuhan pupuk bagi petani walaupun kondisi PUSRI hanyalah sebagai

distributor dengan stok terbatas dan PTPN XIV yang sudah optimal dalam

berkontribusi bagi perkembangan pertanian dan perkebunan di SULTENG

walaupun saat ini manajemen di PTPN XIV masih baru.

Rekomendasi :

Dalam pertemuan dengan jajaran kepala cabang diperoleh kesimpulan bahwa

pemerintah harus melakukan upaya penyelamatan bahan-bahan baku untuk

kepentingan industri dalam negeri daripada kepentingan ekspor seperti gas,

phospat, sulfur, dan peningkatan kinerja bagi PTPN. G. Kelompok Rumput Laut

Permasalahan:

Selain berkunjung ke beberapa BUMN dan melihat perkembangan industri dan

perdagangan di Sulawesi Tengah, tim Komisi VI DPR RI juga berkunjung ke

Koperasi Rumput Laut Palu. Koperasi ini telah memiliki anggota sebanyak 100

orang. Bidang usaha yang dikembangkan oleh budidaya rumput laut, Kelompok

rumput laut adalah merupakan kelompok yang kini menjadi koperasi rumput laut

dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami kesulitan dalam

pengembangannya. Kendala yang dihadapi adalah persoalan modal kerja yang

sangat sulit didapat. Selain itu, lemahnya pengembangan kemampuan SDM juga

menjadi kendala yang berdampak pada menurunnya pemasaran.

Rekomendasi:

1. Komisi VI DPR RI akan membahas secara khusus kepada Menteri Negara

Koperasi dan UKM terkait pemberdayaan SDM, pemasaran dan pemberian

modal bagi Koperasi Rumput Laut ini.

2. Komisi VI DPR RI akan menyampaikan kepada Menteri Perdagangan dan

Perindustrian agar bantuan yang diberikan kepada industri/usaha kecil

menengah bukan hanya sekedar bantuan finansial, namun diberi bantuan

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 12

akses atau fasilitas untuk dapat mengembangkan kemampuan menghasilkan

produk yang berkualitas dan inovatif. H. KADIN, PT. ASKINDO, APEGTI dan Asosiasi Rotan

Permasalahan:

Perjalanan berikutnya, tim Komisi VI DPR RI kemudian melakukan pertemuan

dengan KADIN, PT. ASKINDO, APEGTI dan Asosiasi Rotan, tim Komisi VI DPR RI

secara khusus membahas tentang permasalahan cacao dan gula terutama yang

terkait dengan peluang dan SDA Sulawesi Tengah. Dalam pertemuan tersebut

dijelaskan bahwa pelaksanaan ekspor, impor dan pemenuhan kebutuhan dalam

negeri dilakukan sendiri oleh mereka, mulai dari pengurusan ijin impor, tender

pengadaan, pengawasan kedatangan di pelabuhan, hingga penetapan distributor

yang berkoordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat.

Mitra yang ditunjuk dalam pelaksanaan impor ini adalah distributor atau

pedagang yang selama ini telah terbiasa membeli langsung dari petani.

Sementara itu untuk pemberian dana talangan dimaksudkan agar petani

mendapatkan uang tunai tanpa harus menunggu semua hasil miliknya terjual.

Adanya dana talangan juga memungkinkan mereka terhindar dari dampak

fluktuasi harga dunia yang cenderung kurang menguntungkan. Mengingat

apabila harga lelang di bawah harga dasar patokan dana talangan, risiko

ditanggung investor. Implementasi pengadaan dana talangan dilakukan petani

bekerjasama investor. Formula bagi hasil merupakan pembagian dari selisih

antara harga riil atau realisasi lelang terhadap dana talangan. Dalam kasus

apabila harga lelang lebih rendah dibanding dana talangan, risiko kerugian

ditanggung investor. Disamping mendapatkan bagi hasil terutama pada gula

dengan formula 64% dari total produksi menjadi miliknya, petani juga

mendapatkan sebanyak 25 kg untuk setiap ton tebu yang digilingkan ke PG

dengan nilai harga jual rata-rata setahun.

Rekomendasi :

1. Komisi VI DPR RI mendukung sepenuhnya rencana investasi dan

pengembangan kapasitas kakao, rotan dan pabrik-pabrik gula untuk

mengantisipasi kebutuhan dalam negeri dan ekspor sebagai peningkatan

pendapatan negara.

2. Komisi VI akan memperjuangkan keberadaan Lembaga Penelitian Kakao

yang ada di Jember untuk menjadi PERUM.

II. PROVINSI MALUKU Kondisi geografis Maluku yang terdiri dari pulau-pulau dan perairan yang sangat luas. Kebutuhan masyarakat Maluku hampir kurang lebih 80% berasal dari luar daerah Maluku, diantaranya Pulau Jawa dan Sulawesi. Seluruh kebutuhan didatangkan melalui laut dengan kapal. Luas laut Maluku 658.294 KM2 (92,4%) dari total luas wilayah Maluku dengan potensi sumber daya perikanan 1.640.030 ton/tahun, menjadikan daerah Maluku mempunyai karakteristik wilayah laut dan laut menjadi andalan dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah Maluku. Sejak dahulu, Maluku terkenal sebagai daerah penghasil rempah-rempah, diantaranya Pala dan Cengkeh. Kualitas Pala, Cengkeh dan rempah-rempah Maluku memiliki keunggulan kualitas dan menjadi komoditas ekspor yang utama. Disamping

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 13

panorama laut yang indah, yang dapat memberi nilai tambah bagi Maluku di bidang Pariwisata. Pascakonflik yang terjadi di Maluku, banyak infrastruktur yang rusak. Sehingga Pemerintah Provinsi Maluku sangat bergantung pada Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Maluku sebagai daerah kepulauan sangat berpotensi menjadi daerah yang terisolir dan provinsi yang termiskin, karena tidak memiliki akses pendukung ke luar daerah lainnya, meski memiliki hasil laut yang dapat diunggulkan. Belum lagi indeks kemahalan atas barang-barang kebutuhan sehari-hari sebagai dampak dari mahalnya biaya transportasi. Penjelasan atas kendala dan hambatan ini disampaikan oleh Gubernur Provinsi Maluku Karel Albert Ralahalu pada saat menerima utusan Komisi VI DPR RI di Kantor Pemerintah Provinsi Maluku Senin 23 Juli 2007. III. DESKRIPSI PER BIDANG A. BIDANG INDUSTRI DAN PERDAGANGAN Sektor industri yang berkembang di daerah Maluku adalah sektor perikanan dengan komoditi hasil olahan ikan. Selain itu Minyak Astiri (minyak kayu putih, cengkeh, pala da sereh) dan industri pengolahan kayu. Potensi sumber daya Perikanan sebesar 1.672.500 ton/tahun, jumlah penangkapan yang dibolehkan sebesar 1.301.800 ton/tahun dan yang baru dimanfaatkan sebesar 322.448,4 ton/tahun atau 19,81%. Ekspor ikan Maluku ke China 2.949 ton pada tahun 2006 dengan niali ekspor US$ 2.219,99. Australia 229,26 ton pada tahun 2006 dengan nilai ekspor US$ 531,12 untuk jenis ikan Tuna, Cakalang dan Cumi Beku. Untuk pengembangan sektor perikanan daerah Maluku, Pemerintah Provinsi menrencanakan dapat mengembangkan komiditi di daerah/kabupaten yang potensial menunjang kluster industri ikan dan harapan dapat membangun industri pengalengan ikan. Rata-rata perkembangan sektor perdagangan dari tahun 2001-2005 sebesar 25%. Sedangkan rata-rata perkembangan sektor Industri pada tahun yang sama sebesar 4,6%. Sumbangan sektor industri terhadap APBD Provinsi Maluku, pada tahun 2006 sebesar Rp 3.447.741.845,- dan menyerap tenaga kerja sampai dengan tahun 2006 sebanyak 53.373 orang. Untuk tahun 2007 APBD sebesar Rp 4.995.625.000 dan menyerap tenaga kerja sampai akhir tahun 2007 sebesar 1,8% atau mengalami kenaikan 982 tenaga kerja. Beberapa permasalahan yang menyebabkan fluktuasi perkembangan ekspor antara tahun 2002-2007 di Maluku;

1. Konflik sosial yang terjadi pada tahun 1999 dalam eskalasi yang tinggi, menyebabkan para investor di industri pengolahan kayu dan industri ikan hengkang dari Maluku.

2. Naiknya harga bahan bakar minyak memberi dampak pada penurunan penurunan produksi industri kayu dan perikanan.

3. Masih banyaknya perusahaan ekportir yang beroperasi di Maluku tapi tidak memiliki kantor Cabang di Maluku sehingga realisasi ekspor dilakukan di luar pulau maluku sehingga tidak mendorong ekspor Maluku dan tidak menghasilkan pendapatan bagi daerah.

B. BIDANG BUMN dan INVESTASI

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 14

Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Pemerintah Provinsi Maluku pada tahun 2003-2008 memiliki visi ”Mewujudkan perbaikan dan pemulihan kembali perekonomian di daerah Maluku untuk menggerakkan kegiatan investasi”. Adapun tiga bidang prioritas untuk kebijakan program peningkatan investasi yakni:

1. Bidang Perikanan 2. Bidang Perkebunan (palawija), dan 3. Bidang Pariwisata (bahari)

Realisasi atas persetujuan investasi di Maluku selama 2 tahun terakhir (2006-2007) mengalami kemajuan, yang ditandai dengan jumlah perusahaan PMA masuk sebanyak 5 proyek. Pada tahun 2006 2 proyek dengan nilai investasi sebesar 7.480 Ribu US$ di bidang perikanan. Pada tahun 2007 sebanyak 3 proyek dengan nilai investasi 313.000 Ribu US$ di bidang perkebunan. Adapun hambatan dan kendala yang dihadapi investor di Maluku diantaranya; masih kurangnya infrastruktur termasuk belum adanya kawasan investasi/kawasan industri di masing-masing kabupaten. Daerah Maluku sebagai Daerah Kepulauan memiliki biaya tinggi dalam hal transportasi, sehingga diperlukan aturan di bidang perpajakan. C. BIDANG KOPERASI DAN UKM Pengembangan Koperasi dan UKM di Maluku mengalami peningkatan dan mampu menyerap tenaga kerja lebih signifikan. Jumlah koperasi di Provinsi Maluku pada tahun 2006 sebanyak 1.792 Koperasi, dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 7.440 orang atau meningkat 110,8% dari tahun 2005 yang hanya mencapai 3.543 orang. Kebijakan Pemerintah Provinsi Maluku dalam upaya meningkatkan jumlah produktivitas sektor Koperasi dan UKM melalui Program:

1. Dukungan perkuatan bagi Koperasi dan UKM melalui kegiatan pelatihan, simpan pinjam Koperasi, penilaian KSP dan Akuntansi bagi pengeloka KUKM.

2. Dukungan perkuatan bagi peningkatan permodalan yang disalurkan melalui dana bergulir kepada Lembaga Keungan Mikro (LKM) dan Kelompok Usaha Produktif (KEP).

Masukan terkait dengan RUU UMKM :

a. Pasal 6 tentang kriteria usaha mikro dalam hal tenaga kerja dan kekayaan bersih perlu dipertimbangkan mengingat keberadaan UMKM di setiap daerah sangat berbeda. Untuk itu perlu ditinjau agar kriteria tersebut lebih diperlunak, mengingat ada sebagian kegiatan yang dijalankan oleh UMKM dikelola sendiri, dan untuk kekayaan bersih haruslah memperhatikan keberadaan UMKM di daerah dalam upaya mengembangkan peluang usaha memiliki kekayaan bersih yang sangat rendah. Sehingga diusulkan kekayaan bersih sebagai kriteria memiliki range diantara Rp 10.000.000 s/d Rp 50.000.000.

b. Perlu mensinkronkan kriteria yang ada pada produk undang-undang yang dikeluarkan lintas sektoral sehingga dalam pelaksanaannya tidak terjadi perbedaan penafsiran tentang keberadaan UMKM.

D. KUD ” SENYUM”

Koperasi Unit Desa (KUD) SEjahtera, Nyaman Untuk Masyarakat (SENYUM) didirikan pada 21 Februari 1988, bertempat di Balai Desa Hutumuri,

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 15

Kecamatan Teluk Ambon Baguala, Ambon-Maluku. Jumlah Anggota sampai akhir tahun 2003 berjumlah 462 anggota penuh. Pelayanan Koperasi difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dan pelayanan kepada anggota dan masyarakat, antara lain penyediaan kebutuhan pokok dan membeli/menampung hasil perkebunan rakyat (Cengkeh dan pala). Sampai dengan akhir Desember 2003 ada 8 jenis usaha yang dilaksanakan:

1. Pertokoan 2. Penjualan BBM 3. Perdagangan hasil bumi 4. Angkutan darat 5. Usaha simpan pinjam 6. Jasa hiburan Playstation 7. Jasa Komunikasi, dan 8. Penjualan ice cream.

KUD SENYUM telah melakukan Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebanyak 19 kali. Total Aset yang dimiliki KUD SENYUM hingga tahun 2007 sebesar kurang lebih Rp 5 miliar. Permasalahan yang membutuhkan perhatian dari Komisi VI DPR RI:

1. Bantuan untuk mendapatkan izin usaha penangkapan ikan. 2. Bantuan untuk mendapatkan izin usaha perikanan. 3. Membutuhkan tambahan kapal penangkapan ikan. 4. Membutuhkan Cold Store/Lemari Pendingin untuk penyimpanan ikan.

Rekomendasi:

1. Perlunya fasilitas pemerintah yang diarahkan untuk KUD SENYUM meski Kementerian Koperasi dan UKM mengalokasikan anggaran pengembangan Koperasi dalam APBN dengan jumlah yang tidak terlalu besar, dengan mensinergikan dengan Lembaga Keuangan Mikro untuk pengembangan Koperasi.

2. Mengupayakan membantu mendapatkan izin usaha penangkapan ikan dari Departemen Kelautan dan Perikanan melalui loby politik Komisi VI DPR RI.

3. Momentum Penyusunan RUU UMKM, dapat mengakomodasi unit usaha selain koperasi yakni mikro dan kecil, serta KUD SENYUM yang memiliki berbagai macam usaha dan Komisi VI DPR RI memberikan dukungan kepada KUD SENYUM.

E. PT PELABUHAN INDONESIA IV

Visi PT Pelindo IV Cabang Ambon yakni Menjadi perusahaan jasa kepelabuhan berstandar internasional yang mandiri, sehat dan menjamin kesinambungan sistem transportasi nasional.

Beberapa permasalahan strategis tahun 2007:

1. Fasilitas Pangkalan Siwabessy tidak layak operasi, dermaga telah miring, fender dan bolder sebagian telah rusak dan penerangan belum terpasang.

2. Fasilitas pelabuhan kawasan Banda Naira belum memadai; penerangan dermaga belum memadai.

3. Belum tersedianya Kapal Tunda, sedangkan Pelabuhan Ambon merupakan Pelabuhan wajib tunda.

F. PT ASDP INDONESIA FERRY Cabang Ambon

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 16

Visi PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Ambon yakni Menjadi operator jasa penyebrangan yang mampu memberikan yang terbaik tambah bagi perusahaan.

Dalam pelaksanaan RKAP tahun 2007, PT ASDP Indonesia Ferry Cabang

Ambon mengusulkan 3 (tiga) bidang usaha pokok: 1. Angkutan Penyeberangan Komersil 2. Angkutan Penyeberangan Perintis 3. Pelabuhan Penyeberangan, meliputi;

a. Pelabuhan Penyeberangan Poka

b. Pelabuhan Penyeberangan Galala

c. Pelabuhan Penyeberangan Namlea

d. Pelabuhan Penyeberangan Hunimua

d. Pelabuhan Penyeberangan Waipir

III.DESKRIPSI UMUM DAERAH KUNKER 3.1. PROVINSI Nusa Tenggara Timur (NTT) Dengan luas wilayah sekitar 47.349,9 km2 berupa daratan dan 200.000 km2 berupa lautan dan jumlah penduduk sekitar 4.260.294 jiwa yang dibagi menjadi 18 kabupaten dan 1 kota, Provinsi NTT memang merupakan wilayah / daerah kepulauan dengan jumlah pulau besar maupun kecil mencapai 1.192 yang telah bernama 473 pulau. Adapaun kondisi iklim relatif kering karena dalam satu tahun hanya 4 bulan saja mengalami masa hujan atau bulan basah dan sisanya 8 bulan merupakan bulan kering. Berdasarkan kinerja ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi provinsi NTT selama 4 tahun terakhir relatif stagnan dimana pada tahun 2003 sebesar 4,57 % menjadi 4,96% pada tahun 2006; sementara nilai ekspor justru mengalami penurunan dari 22.169 ribu US $ tahun 2003 menjadi 12.000 ribu US $ tahun 2006. Inflasi sebagai indikator kenaikan harga barang-barang secara umum naik dari 5,45% menjadi 9,6% . Adapun pendapatan per kapita selama 4 tahun terakhir naik dari Rp 2,5 juta tahun 2003 ke Rp 3,6 juta tahun 2006. Pertumbuhan PDRB selama 3 tahun terakhir didominasi oleh sektor pertanian yang berkisar pada angka 40,3% sampai 42,87%; disusul sektor perdagangan, hotel dan restauran yang mencapai 14-15% dan jasa lainnya 21-24%. Sektor industri manufaktur sebesar 1,49%. 3.2. DESKRIPSI PER BIDANG A. BIDANG INDUSTRI DAN PERDAGANGAN Kontribusi sektor Industri dan Perdagangan terhadap perekonomian Nusa Tenggara Timur yang ditunjukkan dengan PDRB sektoral dapat ditunjukkan sebagai berikut tahun 2005, sektor industri pengolahan menyumbang 1,81% dan Perdagangan 1,49% dari nilai PDRB atas dasar harga berlaku sebesar Rp 14,602 miliar. Adapun visi dan misi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah:

Visi : Berkembangnya sektor industri dan perdagangan sebagai kekuatan ekonomi yang tangguh

Misi : Sebagai penggerak perkembangan ekonomi yang berkelanjutan , berwawasan lingkungan dengan memperhatikan aspek ekonomi daerah, persaingan sehat dan perlindungan konsumen

Sedangkan tujuan pembangunan industri dan perdagangan di Provinsi NTT adalah:

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 17

a. Bidang Industri

Peningkatan daya saing – inovasi Penyerapan tenaga kerja guna mengurangi pengangguran Peningkatan kontribusi sektor industri terhadap PDRB

Peningkatan pendapatan – daya beli masyarakat Pemeliharaan kelestarian lingkungan – ekologi lingkungan dan konflik sosial

b. Bidang Perdagangan

Tersedianya barang dan jasa di pasaran dengan harga terjangkau Meningkatnya volume dan nilai ekspor dan perdagangan antar pulau Mencegah/menurunkan masuknya barang ilegal yang beredar di pasaran Meningkatkan pelayanan bidang kemetreologian

Permasalahan :

Kinerja pertumbuhan ekonomi yang belum optimal Tingginya jumlah penduduk miskin, sebagai gambaran tahun 2003 (28,62%);

Tahun 2004 (27,88 %) dan tahun 2005 (58,06%).

Rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat Ketergantungan anggaran pemerintah pusat sangat tinggi (73%) Infrastruktur pembangunan relatif masih sangat rendah

B. BIDANG PENANAMAN MODAL (INVESTASI) Dalam upaya meningkatkan kinerja investasi di NTT, Pemerintah Daerah NTT telah melakukan pemetaan. Hasil pemetaan yang telah dilakukan berupa produk unggulan NTT yaitu di sektor primer adalah minyak jarak , industri garam, budidaya mutiara, budidaya rumput laut , penangkapan ikan dan bidang pariwisata. Untuk industri garam tersebar di Kab. Kupang (8.660 ha); Kab. TTU (500 Ha); Kab. Ende (437 Ha) dan Kab.Ngada-Mbai (2.450 Ha). Budidaya Mutiara dan rumput laut di Kab. Kupang, Rote, Ndao, Alor, Flotim, Sikka dan Manggarai Barat. Penangkapan ikan dapat dilakukan di semua kabupaten di Nusa Tenggara Timur. Sedangkan pengembangan obyek wisata antara lain Danau Kelimutu, Komodo, Pulau Bidadari, Pulau Rica dan Pulau Menggudu. Peluang investasi untuk pariwisata terbuka luas, terutama kegiatan ikan paus di Lembata dan selancar di Nembrala. Khusus untuk pengolahan jarak pagar, luas lahan potensial kurang lebih 1 juta ha yang tersebar di seluruh kabupaten di NTT, yang sudah dikelola masyarakat dan Pemda 4.365 Ha. Dengan demikian peluang investasi terbuka lebar guna pembangunan industri biofuel. Pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan dalam rangka memberikan kemudahan berinvestasi seperti:

Fasilitas keringanan bea masuk impor barang modal sesuai Keputusan Menteri Keuangan No: 135-28-456/KMK 04/2000)

Fasilitas impor bahan baku sesuai Kep Men Keuangan No : 47/KMK-04/2005 Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (Ppn impor barang modal sesuai Kep Men

Keuangan No : 371/KMK 03/m3).

Fasilitas keringanan Pajak Bumi dan bangunan (sesuai Keputusan Men Keu No: 748/KMK.04/1990)

Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal (PP Nomor 1 Tahun 2007)

Kemudahan pelayanan perizinan investasi Khusus untuk Provinsi NTT, telah tersedia pada kawasan Industri Bolok di

Kabupaten Kupang dan KAPET Mbay di Kabupaten Nagekeo

Akses informasi tentang potensi dan peluang investasi yang cepat dan mudah di Provinsi NTT

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 18

Dari kinerja persetujuan investasi, perkembangan penanaman modal di Provinsi NTT sampai tahun 2006, untuk PMDN dengan jumlah 35 atau senilai Rp 3.298,3 miliar yang terealisir Rp 656,2 miliar atau sekitar 20%. Sedangkan untuk PMA sebanyak 38 atau semiali US $ 89,4 juta yang terealisir US $ 36,8 juta atau 41%. Khusus untuk tahun 2007 rencana investasi PMDN dan PMA masing-masing 2 dengan nilai masing-masing Rp 46 miliar dan US $ 3,3 juta. Beberapa permasalahan yang masih menjadi hambatan dalam penanaman modal di NTT antara lain :

Masih terbatasnya infrastruktur yang ada (sarana dan prasarana)

Masih terbatasnya sumberdaya manusia (aspek kualitas dan kompetensi) Masalah kepastian hukum atas kepemilikan tanah Masalah keterbatas modal usaha khususnya dari pengusaha lokal Masalah sosial dan adanya tuntutan masayarakat atas hasil pengelolaan

potensi investasi yang ada C. BIDANG KOPERASI DAN UKM Pembangunan Koperasi dan UKM di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ditujukan untuk meningkatkan peran KUMKM dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi masyarakat NTT. Sedangkan misi pembangunan Koperasi dan UKM di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ditujukan antara lain untuk:

1. meningkatkan produktivitas berbasis potensi daerah serta daya saing KUMKM.

2. mengembangkan lingkungan usaha yang kondusif bagi pengembangan KUMKM melalui penyelenggaraan sistem ekonomi kerakyatan

3. Memantapkan kelembagaan koperasi sesuai dengan jati diri koperasi 4. Mengembangkan sinergi dan partisipasi dalam pembangunan KUMKM

Pemerintah daerah provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) telah menetapkan arah kebijakan Pembangunan Koperasi dan UKM di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai berikut : 1. Pengembangan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan sehat dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup, pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan sehingga terjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja, perlindungan hak-hak konsumen, serta perlakuan yang adil bagi seluruh masyarakat. 2. Memberdayakan pengusaha mikro, kecil, menengah dan Koperasi agar lebih efisien, produktif dan berdaya saing dengan menciptakan iklim berusaha yang kondusif dan peluang usaha yang seluas-luasnya. 3. Memberikan dukungan perkuatan (bantuan fasilitas) kepada Pengusaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi secara selektif terutama dalam bentuk perlindungan dari persaingan yang tidak sehat, pendidikan dan latihan, informasi bisnis dan teknologi, permodalan dan lokasi berusaha. 4. Pemberdayaan KUMKM yang berwawasan gender dalam rangka meningkatkan daya saing dan pelayanan prima serta menumbuhkan dan memantapkan jatidiri KUMKM 5. Membangun dinamika kebijakan dan program bagi KUMKM sesuai dengan perkembangan dan kondisi dalam rangka pemberdayaan KUMKM yang menunjang pembangunan ekonomi kerakyatan dan kesejahteraan masyarakat serta anggota KUMKM.

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 19

IV. PERMASALAH SPESIFIK DAN REKOMENDASI A. PEMERINTAH DAERAH PROVINSI NTT Permasalahan : 2. Permasalahan keterbatasan SDM baik dari tingkat pendidikan maupun

kemampuan manajerial. Hampir sekitar 80% penduduk NTT berpendidikan SD, Penduduk yang berpendidikan tinggi sebagian berada di luar daerah NTT

1. Kondisi alam NTT yang tandus. Hampir 8 bulan daerah-daerah di NTT mengalami bulan-bulan kering dan hanya 4 bulan saja mengalami masa penghujan (Bulan Basah).

2. Tidak adanya bisnis atau unit usaha yang mampu mendrive pertumbuhan ekonomi di provinsi NTT.

3. Jumlah perusahaan korporasi maupun BUMN masih terbatas. Satu-satunya BUMN yang potensi untuk dikembangkan adalah PT. Semen Kupang, namun perusahaan ini dihadapkan pada kondisi kesulitan modal kerja.

4. Belum adanya Investor baik domestik maupun asing yang mau menanamkan modalnya di Provinsi NTT. Investor pada dasarnya menghendaki adanya stabilisasi politik dan keamanan serta kepastian hukum; kebijakan perpajakan, tenaga kerja yang pro bisnis; pelayanan perijinan investasi dan ekspor dengan sistem pelayanan satu atap yang mudah, murah, cepat, dan transparan.

Rekomendasi : 1. Perlunya peningkatan kualitas SDM di Provinsi NTT, utamanya pada kebijakan

wajib belajar 9 tahun. 2. Perlunya pengembangan usaha ekonomi produktif yang berbasis pada

Sumberdaya Alam. Dengan kondisi alam yang ada maka pengembangan pertanian lahan kering, budidaya dan penangkapan ikan, pengembangan ternak serta pengembangan IKM yang berbasis pada potensi alam sangat direkomendasikan.

3. Perlunya pemberian/penyertaan modal kerja bagi PT. Semen Kupang sabagi satu-satunya BUMN yang ada di wilayah NTT, mengingat potensi yang dimilikinya dan konsumsi semen yang masih terbuka di masa depan.

4. Mohan agar Pemda bisa menciptakan iklim yang kondusif bagi masuknya investor baik asing maupun domestik sehingga pertumbuhan ekonomi di daerah NTT dapat berjalan

6. Agar DPR RI mendesak pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang Penanaman Modal sebagai pelaksanaan dari pasal 13 huruf n UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan diminta agar pelayanan perijinan investasi PMDN/PMA dilakukan dengan sistem satu atap di provinsi dan untuk non PMDN/PMA di kabupaten/kota.

7. Guna menjamin terciptanya iklim investasi yang kondusif, Pemda NTT perlu menerapkan kebijakan yang pro-bisnis; menjamin pelayanan perizinan investasi dan ekspor dengan pelayanan satu atap yang mudah, murah, cepat, dan transparan.

B. PT. ASDP cabang NTT Permasalahan : PT. ASDP yang memang difokuskan untuk melayani kepentingan publik, tidak dapat memberikan deviden yang cukup besar apalagi untuk mengembangkan produk-produk jasa yang dimiliki. Rekomendasi :

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 20

1. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan Kementerian terkait

khususnya Kementerian Negara BUMN untuk meningkatkan kapasitas dan kecukupan finansial dalam pengembangan PT. ASDP di NTT.

2. Komisi VI DPR RI perlu mempertimbangkan pemberian dana PSO bagi ASDP dalam rangka peningkatan pelayanan bagi jasa-jasa yang dimiliki. Hal tersebut penting karena demi memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat PT. ASDP memberikan harga yang cukup murah bagi masyarakat pengguna jasa PT. ASDP

C. PT. Bank BRI, PT. Bank BNI, PT. Bank Mandiri, PT. Bank BTN, cabang

NTT Secara spesifik perkembangan masing-masing Bank BUMN di NTT adalah : 1. Bank BRI

Lingkup Bank BRI Kanca BRI Kupang di Provinsi NTT meliputi wilayah Kotamadya Kupang, Kabupaten Kupang dan Kab. Rote Ndao. Adapun jumlah kredit yang disalurkan dari Kanca BRI Kupang adalah Rp 241.896.637.000 untuk kredit skala mikro dengan jumlah debitur 17.658 orang dan Rp 363.128.820.000 untuk kredit skala kecil dan menengah dengan jumlah debitur sebanyak 3.624 orang.

Tingkat pengembalian kredit di Kanca BRI Kupang sampai dengan posisi Juni 2007 relatif bagus. Hal ini ditunjukkan dengan nilai NPL di Kanca BRI Kupang sampai dengan posisi Juni 2007 sebesar 4.140.232.000 atau 1,14%.

2. Bank BNI

Bank BNI memiliki 3 kantor cabang yaitu Kanca Kupang, Kanca Ende dan Kanca Maumere; 13 Kanca Pembantu (KCP) dan 25 unit ATM dengan jumlah dana yang dihimpun sebesar Rp 803 miliar dan total nasabah 111.805 orang. Adapun jumlah kredit yang disalurkan sebesar Rp 185 miliar dan total nasabah 42.647 orang.

Tingkat kelancaran pengembalian kredit khusus untuk Cabang Kupang sebesar 98,9% dengan tingkat Loan to deposit Ratio (LDR) sebesar 23%.

3. Bank BTN

Bank BTN cabang Kupang mempunyai jumlah penabung 2.359 orang dengan nilai peminjam Rp 16.860 juta, nasabah yang memanfaatkan kredit dari BTN hampir semuanya untuk kepentingan kepemilikan rumah dan renovasi rumah

Tingkst pengemban kredit s/d bulan Juni 2007 cukup baik yang ditunjukkan dengan NPL sebesar 4,29% (gross) per Juni 2007

BTN akan mengembangkan kredit khususnya di sektor perumahan. Namun demikian kendala yang dihadapi adalah masih sedikitnya developer yang masih aktif yaitu hanya 2

Permasalahan : Kinerja perbankan di Provinsi NTT dinilai belum memuaskan. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai deviden dan jumlah pihak ketiga, serta besarnya NPL (rata-rata 23%). Begitu juga dengan program-program Kredit Ketahanan Pangan yang belum berjalan baik khususnya bagi petani yang kebanyakan berada di lahan kering. Kendala yang dihadapi antara lain disamping potensi sumberdaya alam yang relatif tandus, potensi SDM juga masih rendah. Selain itu kondisi makro ekonomi sebagai dampak kenaikan BBM memberikan keterbatasan ruang gerak untuk melakukan ekspansi kredit. Rekomendasi : Untuk memperlancar program-program kegiatan kredit baik KUKM maupun ketahanan pangan, pihak perbankan mengusulkan agar Pemerintahan Daerah

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 21

memberikan dukungan dengan membentuk Lembaga Penjaminan Kredit Daerah (LPKD) yang dapat menjadi mediator antara kreditur dan debitur. Perbankan juga perlu lebih pro aktif untuk menyalurkan kreditnya ke sektor riel di NTT. F. PT. Semen Kupang Permasalahan: Komisi VI DPR RI dalam memonitor langsung terhadap kinerja BUMN yang berada di dalam lokasi wilayah kunjungan kerja yakni di Provinsi NTT juga berkunjung langsung ke PT. Semen Kupang. Dari pertemuan dengan jajaran direksi PT. Semen Kupang diperoleh informasi bahwa utilisasi PT. Semen Kupang baru mencapai 30%. Ada dua hal pokok yang mempengaruhinya yaitu kekurangan modal kerja dan skill SDM bidang tehnik. Dalam upaya mengatasi hal tersebut, Pemerintah telah memberikan suntikan tambahan modal dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 50 miliar pada bulan Maret 2007. Sedangkan dalam upaya mengatasi kekurangan tenaga teknis PT. Semen Kupang telah melakukan kerjasama technical assistance dengan semen Gresik Group. Rekomendasi : Dalam pertemuan dengan direksi PT. Semen Kupang maka diperoleh kesimpulan perlunya penguatan modal dan peningkatan kapasitas utilitas pabrik mengingat deman / permintaan akan kebutuhan pasokan semen di kawasan Timur Indonesia masih defisit. Selain itu beberapa rencana strategis untuk mengatasi solusi yang dihadapi PT. Semen Kupang antara lain :

Peningkatan kemampuan produksi dan pemasaran dengan meningkatan kapasita pabrik dan bantuan teknis (Technical assistance) dari PT. Semen Gresik Group

Restrukturisasi Kredit : guna mengurangi beban biaya operasional dan memberikan keleluasaan untuk memperoleh sumber pendanaan

Penggabungan Semen Kupang ke dalam Semen Gresik Grup, yang dilakukan setelah proses usulan restruktursasi selesai

G. PT. Jasa Rahardja cabang NTT

Perkembangan kinerja PT. Jasa Rahardja (Persero) cabang NTT selama 3 tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, pertumbuhan jumlah kendaraan baik pribadi maupun umum serta hadirnya maskapai penerbangan lokal sangat berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan.

Bentuk corporate sosial responsibility yang telah dilaksanakan PT. Jasa Rahrdja cabang NTT antara lain bantuan pembangunan dan rehabilitasi Masjid Nurul Iman Kupang sebesar Rp 10 juta, Gereja Maria Kupang dan Gereja Petra Kupang masing-masing Rp 5 juta.

IV. Penutup Demikianlah gambaran laporan Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI ke tiga daerah Kunker pada Masa Sidang IV, TS 2006-2007. Dari kunjungan kerja tersebut, kami menemukan fakta yang sangat jelas, adanya potensi ekonomi daerah, khususnya di Provinsi Sulawesi Tengah, Maluku dan Nusa Tenggara Timur. Karena itulah, dari hasil Kunker ini hendaknya semakin meneguhkan tekad kita untuk mendorong lahirnya keputusan-keputusan politik yang berorientasi kepada peningkatan kapabilitas produksi ekonomi rakyat, khususnya pada daerah-daerah yang baru seperti PROVINSI Maluku dan NTT. Kami juga menemukan fakta bahwa koperasi, usaha kecil dan menengah masih jauh dari harapan kita untuk menjadi usaha rakyat

Laporan Kunker Komisi VI Ke Propins Suteng, Maluku dan NTT, 23-27 Juli 2007 22

yang mandiri, kompetitif dan profesional. Berbagai kelemahan organisasi, manajemen, akses ke pasar, permodalan dan kualitas SDM masih menjadi kendala yang utama. Kebijakan pemerintah nampak belum terintegrasi dan belum menunjukkan keberpihakannya, khususnya pada bentuk-bentuk usaha yang dikelola oleh rakyat.

Komisi VI DPR RI