Laporan HbCO Loe

download Laporan HbCO Loe

of 15

Transcript of Laporan HbCO Loe

Laporan Praktikum Biokimia Kedokteran Blok CHEM II

Laporan Praktikum Biokimia Kedokteran Blok CHEM II

PEMERIKSAAN KARBOKSIHEMOGLOBIN (HbCO)

( Metode Hansberg Lang )

Oleh :Nama

: Luvita

NIM

: K1A005010Kelompok

: I (Satu)

Asisten

: Nur Islahuddin AlyDEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER

PURWOKERTO

2006LEMBAR PENGESAHAN

Oleh :Luvita

KIA005010

IDisusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti

ujian praktikum Biokimia Kedokteran Blok CHEM II

pada Program Pendidikan Dokter

Universitas Jenderal Soedirman

Purwokerto

Diterima dan disahkan

Purwokerto, Juni 2006

Asisten

Nur Ishlahuddin Aly K1A003059

BAB I

PENDAHULUANA. Judul Praktikum

Pemeriksaan Kadar Karboksihemoglobin (HbCO) dengan metode Hansberg Lang.B. Hari Dan Tanggal Praktikum

Senin, 5 Juni 2006

C. Tujuan Praktikum

1. Untuk mengetahui adanya pencemaran CO dalam darah.2. Untuk dapat mengukur kadar CO dalam darah (karboksihemoglobin) secara photometer.3. untuk mengetahui aplikasi klinis daripada keracunan CO.D. Dasar TeoriHemoglobin merupakan protein yang terdapat dalam sel darah merah (SDM) dan berfungsi antara lain untuk :

1. Mengikat dan membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh.

2. Mengikat dan membawa karbondioksida dari seluruh tubuh ke paru-paru.

3. Memberi warna merah darah.

4. Mempertahankan keseimbangan asam basa dari tubuh.

Hemoglobin merupakan protein tetramer kompak yang setiap monomernya terikat pada gugus prostetik hem dan keseluruhannya mempunyai berat molekul 64.458.3 Darah mengandung 7,8-11,2 mlMol hemoglobin monomer/L (1,6-18,4 gr/dL), tergantung pada jenis kelamin dan umur individu.

Gambar molekul hemoglobinHemoglobin dapat mengikat 4 atom oksigen per tetramer (satu pada setiap subunit hem), atom oksigen terikat pada atom Fe2+, yang terdapat pada hem, pada ikatan koordinasi ke-5. Hemoglobin yang terikat pada oksigen disebut oksihemoglobin atau hemoglobin teroksidasi (oksiHb) atau (HbO2).

Hemoglobin yang sudah melepaskan oksigen disebut deoksihemoglobin (Hb).

Hemoglobin dapat mengikat suatu gas hasil pembakaran yang tidak sempurna yaitu karbonmonoksida (CO) dan disebut karbamonooksidahemoglobin (HbCO).

Ikatan Hb dengan CO ini 250 kali lebih kuat daripada ikatan Hb dengan oksigen, dan akibatnya Hb tidak dapat lagi mengikat, membawa dan mendistribusikan oksigen ke jaringan. Dalam keadaan lain muatan Fe yang terdapat pada pusat hem dapat berubah menjadi Fe3+. Hal ini dapat terjadi karena oksidasi oleh senyawa-senyawa pengoksidasi. Hemoglobinnya disebut hemoglobin teroksidasi atau methemoglobin (MetHb) atau Hb (Fe3+). Dalam bentuk ini Hb tidak dapat mengikat oksigen atau kehilangan fungsinya yang sangat penting. Beberapa derivat dari hemoglobin, misalnya oksiHb, Hb, dan HbCO dapat dibedakan dengan melakukan pengenceran ini oksiHb terlihat berwarna merah kekuning-kuningan, Hb berwarna merah kecoklatan dan HbCO berwarna terang (carminetint). Untuk lebih jelasnya setiap derivat Hb dapat pula dibedakan dengan menggunakan spektroskop. 1Karbon Monoksida merupakan bahan pencemar yang berasal dari pembakaran tidak sempurna, seperti pembakaran bensin, batu bara, kayu, maupun asap rokok. Sifat gas CO adalah tidak berasa, tidak berbau, dan tidak berwarna, sehingga tidak terlihat oleh mata, serta merupakan silent killer.

Gas CO merupakan pencemar lingkungan yang sangat berbahaya bagi manusia karena memiliki afinitas yang sangat kuat terhadap Hemoglobin (Hb). Ikatan antara Hb dan CO sangat kuat dan stabil, membentuk karboksihemoglobin, dengan reaksi :

HbO2 + CO HbCO + O2

CO dalam darah menghambat aliran aliran darah ke seluruh tubuh, sehingga jaringan mengalami kekurangan Oksigen (hipoksia).2,6 Pada perokok berat, kurang lebih 5-10 % Hb ada dalam bentuk Karboksihemoglobin, yang kadarnya hampir sama dengan konsentrasi CO di udara, yaitu 50 ppm. Perokok pasif juga dapat mengalami peningkatan kadar HbCO dalam darah, yaitu > 5%, terutama pada anak-anak, bayi, dan janin yang sering terpapar asap rokok Pada keracunan CO yang berat, akan terbentuk HbCO yang tinggi, memberikan tanda merah jambu pada wajah pasien, karena vasodilatasi pada wajah.

Kadar normal CO endogen dalam darah adalah < 1%, batas toleransi tubuh terhadap CO adalah 2-5 %, jika > 5 % mulai mengalami keracunan dengan gejala yang bervariasi, sesuai dengan peningkatan kadar CO dalam darah.C. Alat Dan Bahan

Alat Praktikum :

a. Tabung Reaksi ukuran 5 ml

3 buahb. Rak tabung reaksi

c. Spuit

d. Spatula

e. Torniquet

f. Mikropipet 100-1000 lg. Blue-tipeh. Photometeri. Kuvetj. Cawan Petri

k. Sikat

l. Pipet ukur 5 cc

Bahan Praktikum :

a. Sampel darah

b. EDTA padatc. Amonia 0,1%

d. Sodium dithionit

e. Kapas

f. Alkohol 70 %g. Nampan

h. Tisue

i. Kertas Label

D. Cara Kerja

1. Disiapkan 2 tabung reaksi seukuran 5 ml, masing-masing diberi label R1 (Reagen) dan SPL (Reagen Sampel).

2. Tabung R1 dipipetkan 20 ml larutan ammonia 0,1%.

3. Kemudian ditambahkan dengan 10 l sample darah, dicampur hingga homogen dan diamkan 10 menit.

4. Setelah 10 menit, dipipetkan 4 ml larutan yang berisi larutan ammonia 0,1% dan sample darah kedalam tabung SPL.

5. Ditambahkan satu spatula sodium dithionit (Na2S2O5) ke dalam tabung SPL, campur sampai homogen.

6. Absorbansi R1 dan SPL dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 548 nm.

7. Absorbansi R1 disebut (A) dan absorbansi standar SPL disebut ArHb.E. Nilai Normal

CO endogen

: < 1%

Batas toleransi CO: 2% - < 5%

> 5%

: mulai timbul gejala/tidak normal/keracunan.

F. Rumus Perhitungan

HbCO = A x 6.08%

ArHb

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

bening

( blanko :amonium solution 1%)

- tabung SPL

bening

Kuning Bening

( amonium+ plasma ditambahkan sodium Dithionit)

- tabung R

bening

Kuning Bening

(amonium + plasma)Tabel hasil pengamatan terhadap perubahan warna

Nama TabungSebelumSesudah

Tabung R1Bening jernihKuning Bening

Tabung SPLBening kemerahanLebih Kuning jernih

A. Hasil Perhitungan

Identitas probandus dalam pemeriksaan kadar HbCO dalam darah dengan metode Hansberg Lang adalah:

Nama Probandus: Andarbeni NurwidiUmur

: 19 tahun

Jenis Kelamin: Laki-laki

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan dengan menggunakan photometer dengan panjang gelombang 546 nm dengan faktor 6,08 adalah :

Nilai absorbansi blanko : -0,001Tabung R(Reagen)Nilai absorbansi: 0,060

Nilai hasil

: 0,37

Tabung SPL (Sampel)

Nilai absorbansi: 0,056

Nilai hasil

: 0,35Kesimpulan : Dari hasil perhitungan photometer probandus memiliki kadar HbCO normal, dan bagi larutan yang dicampur dengan Na2S2O5 (sodium dithionit) juga normal.B. Pembahasan

Percobaan kali ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya pencemaran CO dalam darah dan mengukur kadar CO dalam darah (Karboksihemoglobin). Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan oleh praktikan saat melaksanakan percobaan, maka diperoleh hasil pengamatan, sebagai berikut :

Kadar HbCO pada serum probandus dikatakan normal, yaitu sebesar 0,35 .Karena hasil masih dalam batas toleransi CO sebesar : 2% - < 5%.

Patofisiologi keracunan gas CO

Gas CO masuk ke paru-paru inhalasi, mengalir ke alveoli, terus masuk ke aliran darah. Gas CO dengan segera mengikat hemoglobin di tempat yang sama dengan tempat oksigen mengikat hemoglobin, untuk membentuk karboksihemoglobin (HbCO). Ikatan HbCO bersifat dapat pulih/reversible. Mekanisme kerja gas CO di dalam daraha. Segera bersaing dengan oksigen untuk mengikat hemoglobin. Kekuatan ikatannya 200-300 kali lebih kuat dibandingkan oksigen. Akibatnya, oksigen terdesak dan lepas dari hemoglobin sehingga pasokan oksigen oleh darah ke jaringan tubuh berkurang, timbul hipoksia jaringan.b. HbCO mencampuri interaksi protein heme, menyebabkan kurva penguraian HbO2 bergeser kekiri (Haldane effect). Akibatnya terjadi pengurangan pelepasan oksigen dari darah ke jaringan tubuh. Proses terpenting dari keracunan gas CO terhadap sel adalah rusaknya metabolisme rantai pernafasan mitokondria, menghambat komplek enzim sitokrom oksidase a3, sehingga oksidasi mitokondria untuk menghasilkan Adenosine Tri Posfat (ATP) berkurang . 3Darah normal mengandung 20 vol % oksigen, sebesar 18 vol % mengikat hemoglobin dan 2 vol % larut di dalam plasma. Dari 18 vol % oksigen tersebut, otak/sistim neurologi menerima bagian 6,1 vol % dan jantung/sistim kardiovaskular mendapat 11,0 vol % oksigen. Sehingga pada keracunan gas CO yang menyebabkan hipoksia jaringan, kedua sistim organ ini terganggu lebih awal dan menerima dampak buruk yang berat. Gejala klinik yang timbul, tergantung derajat pajanan gas CO, aktivitas fisik saat menerima pajanan dan kondisi kesehatan pekerja sebelumnya. Gejala keracunan gas karbon monoksida yang timbul antara lain sakit kepala, badan menjadi lemah, penglihatan kabur, mual, muntah, selaput lendir berwarna merah, kecepatan nafas dan pulsa meningkat, konvulsi, koma selanjutnya syok, depresi nafas, aritmia dan kematian. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain edema cerebral dan paru, miokardial infark atau stroke pada penderita penyakit kardiovaskuler, gangguan mental, dan kemerosotan personalitas. Keracunan kronik dalam arti terjadi akumulasi gas karbon monoksida dalam tubuh tidak terjadi. 4Gejala klinik yang timbul, tergantung derajat pajanan gas CO, aktivitas fisik saat menerima pajanan dan kondisi kesehatan seseorang sebelumnya.1) Gangguan Kardio-Vaskuler. Patogenesis Gas CO yang berada di jaringan ekstravaskuler (10-15%) mengikat mioglobin, sitokrom P 450 dan enzim sitokrom oksidase a3 mitokondria miokardium menyebabkan hasil oksidasi mitokondria berupa ATP (Adenosin Tri Posfat) berkurang. ATP merupakan bahan sangat penting bagi aktivitas neuron dan miokardium, sehingga daya kontraktil miokardium menurun, terjadi hipotensi, aritmia ventrikuler dan dapat terjadi mati mendadak (sudden death). Pada keadaan normal, miokardium menghasilkan asam piruvat dan asam laktat sebagai hasil oksidasi sirkulasi koroner. Bila kadar HbCO mencapai 10%, miokardium gagal melepas kedua asam ini karena daya kontraktil menurun, sebagai akibat gangguan produksi ATP, terjadi asidosis laktat. Pada saat hipoksia jaringan tubuh, jantung harus lebih banyak memasok darah dengan meningkatkan denyut dan curah jantung (cardiac output). Arteri koroner harus lebih banyak mengirim oksigen ke jantung, mengurangi kebutuhan otak sehingga otak dapat mengalami iskemi serebelum. Pekerja penderita penyakit koroner (CAD) akan lebih cepat mengalami hipoksia, lebih mudah mengalami serangan angina, terjadi peningkatan depresi gelombang ST walau dengan pajanan dosis rendah gas CO. Efek hemodinamik beragam, tersering adalah takikardi dan hipotensi. Infark miokard dapat terjadi bila saat terpajan gas CO sedang bekerja berat. Kardiomiopati dengan pembesaran jantung dan Congestive Heart Failure (CHF) sering dialami pekerja yang menerima pajanan kronis gas CO berkonsentrasi lebih dari 30%. 2) Komplikasi Neurologi. Otak sangat peka dengan keracunan gas CO, karena menyebabkan hipoksia serebral. Kerusakan otak terlokalisir, yaitu pada daerah gray matter, globus pallidus basal ganglia, hippocampus, white matter, substansia nigra dan cortex. Lesi white matter berupa demielinisasi, akibatnya pengiriman besi nonheme dari aksonal terganggu, terjadilah penumpukan besi di talamus, putamen dan kauda . Patogenesis Keracunan gas CO pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan Parkinsonisme, yaitu gejala mirip penyakit Parkinson, yaitu terjadi tremor, kekakuan, bradikinesia dan cara berjalan yang tidak stabil. Teori terjadinya adalah akibat terganggunya sel output, sejenis sel di dalam globus pallidus basal ganglia, terjadi hiper intensitas simetri bilateral pada globus pallidus akibat hipoksia atau kekurangan energi pada basal ganglia dan terjadi hispotensi sistemik. Gas CO juga mengganggu metabolisme neurotransmitter dopamin, yang berperan penting pada sistim transmiter katekolamin (chatecolaminergic system), sehingga kerjanya terlambat, terjadilah gerakan kaku dan bradikinesia. Selain dopamin terdapat epinefrin, yang bekerja sama di dalam sistem trans-miter katekolamin, suatu sistem terpenting bagi komunikasi antar bagian otak. Keracunan gas CO juga mengganggu neurotransmitter lain, seperti serotonin, asam amino gaba butirat (GABA), yang pada percobaan binatang berkorelasi dengan penyimpangan perangai . Gejala Klinik1. Keracunan ringan Sakit kepala berdenyut di pelipis yang khas, akibat refleks vasodilatasi jaringan SSP yang hipoksia . 2. Keracunan berat Tremor tidak menetap, korea, spastik, distonia, kekakuan dan bradikinesia (gerakan pelan yang tidak normal). Gagal fungsi pengertian (cognitive impairment), gangguan keseimbangan, gangguan fungsi penglihatan dan pendengaran, koma dan kematian. 3. Keracunan akut Kematian segera, karena edema menyeluruh jaringan otak. Long term-sequele Gangguan neuropsikiatri, berupa dementia, psikosis dan manik depresi. Efek lambat ini berhubungan dengan lesi white matter hipotesanya adalah berubahnya fungsi membran akibat pajanan terus-menerus. Dapat timbul pada awal keracunan atau beberapa hari- minggu setelah masa penyembuhan . Kerusakan ini merupakan hasil kombinasi keadaan hipoksia, hipoperfusi, vasodilatasi dan edema serebral yang menyebabkan penurunan pasokan dan penggunaan glukosa, sehingga timbul asidosis setempat. 3) Komplikasi Paru. Pada keracunan berat gas CO, akan terjadi edema paru dan perdarahan; edema dapat sebagai akibat targanggunya fungsi ventrikel kiri atau langsung sebagai akibat hipoksia parenkhim paru-paru; dapat terjadi gagal napas. Gejala yang lebih ringan berupa dispneu, takhipneu dan nafas pendek. 5BAB IIKESIMPULAN

1. Kadar CO dalam darah seseorang dapat diperiksa, salah satunya dengan menggunakan metode Hinsberg Lang. Kadar normal CO endogen dalam darah adalah < 1%, batas toleransi tubuh terhadap CO adalah 2-5 %, jika > 5 % mulai mengalami keracunan dengan gejala yang bervariasi, sesuai dengan peningkatan kadar CO dalam darah.2. Kadar hemoglobin darah probandus adalah normal yaitu 0,35.

3. Gejala klinik yang timbul, tergantung derajat pajanan gas CO, aktivitas fisik saat menerima pajanan dan kondisi kesehatan seseorang sebelumnya. Diantaranya adalah gangguan kardio-vaskuler, komplikasi neurologi dan komplikasi paru.DAFTAR PUSTAKA

1. Murray, Robert K.Protein : Mioglobin & Hemoglobin. Biokimia Harper. Jakarta: EGC, 55-652. Juli Sumirat Slamet. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994 ; 58-93. Guyton & Hall. Pengangkutan Oksigen dan Karbon Dioksida di dalam Darah dan Cairan Tubuh. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, 1997; 6494. Sartono. Penanggulangan Keracunan. Dalam: Racun dan Keracunan. 1thed. Jakarta: Widya Medika. 2002: 194-8.5. Available from : URL:http://www.kalbefarma.com/files/10_Dampak KeracunanGasKarbonMonoksida.pdf/10_DampakKeracunanGasKarbonMonoksida.html 6. P.V. Chadha. Ilmu Forensik dan Toksikologi. Jakarta: Widya Medika; 334-5