Laporan II Pemberian Oral Fx

15
LABORATORIUM FARMAKOLOGI JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR PRAKTIKUM II CARA PEMBERIAN SECARA ORAL Oleh: KELOMPOK A 1 A. NURFADILAWATI .S (PO.71.3.251.11.1.001) ALWIDAH LESTARI (PO.71.3.251.11.1.003) ASMALIA SARDA (PO.71.3.251.11.1.008) AZIMA HAKIM (PO.71.3.251.11.1.011) INDAH FULGARINI (PO.71.3.251.11.1.023) NUR FAUZIAH KASIM (PO.71.3.251.11.1.031) SITI HAJAR IRMAWATI (PO.71.3.251.11.1.040)

description

Farmakologi

Transcript of Laporan II Pemberian Oral Fx

LABORATORIUM FARMAKOLOGIJURUSAN FARMASIPOLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

PRAKTIKUM II CARA PEMBERIAN SECARA ORAL

Oleh:KELOMPOK A 1A. NURFADILAWATI .S (PO.71.3.251.11.1.001)ALWIDAH LESTARI(PO.71.3.251.11.1.003)ASMALIA SARDA(PO.71.3.251.11.1.008)AZIMA HAKIM(PO.71.3.251.11.1.011)INDAH FULGARINI(PO.71.3.251.11.1.023)NUR FAUZIAH KASIM(PO.71.3.251.11.1.031)SITI HAJAR IRMAWATI(PO.71.3.251.11.1.040)

JURUSAN FARMASIPOLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATANM A K A S S A R2 0 1 3BAB IPENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Sejak semula penggunaan suatu obat terhadap suatu jenis penyakit yang diderita oleh seorang terkadang menimbulkan efek samping yang justru sangat membahayakan atau dapat mengancam jiwa seseorang yang dalam hal ini disebabkan oleh bentuk pemberian yang tidak sesuai atau bahkan obat tersebut belum pernah diuji kelayakannya untuk digunakan pada manusia. Oleh karena itu percobaan suatu jenis obat atau bahan obat terhadap hewan-hewan percobaan (tikus atau mencit) perlu dilakukan, untuk mengetahui sejauh mana efek yang ditimbulkan dengan bentuk pemberian yang paling sesuai.Obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosa, pengobatan, meringankan, menyembuhkan atau mencegah penyakit pada penderitanya. Setiap jenis obat yang digunakan oleh manusia mempunyai bentuk yang beraneka ragam, mulai dari yang berupa puyer, kaplet, tablet, kapsul, injeksi, salep, krim dan lain sebagainya sudah tentu dibuat dengan sedemikian rupa dengan pertimbangan tertentu, sehingga memiliki efek yang maksimal terhadap suatu jenis penyakit.Cara pemberian secara oral merupakan terminolgi ditelan, dimaksudkan bahwa obat masquk melalui mulut dan langsung menuju ke saluran cerna (gastrointestinal tract = lambung dan usus) baik bersifat sistemik maupun lokal dalam tubuh. Dibandingkan cara lain, maka cara ini paling aman, tidak sulit, menyenangkan dan aman dalam hal pemberian obatnya. Hal yang tidak teratur tergantung faktor interaksi obat makanan dalam saluran cerna. Cara ini merupakan cara pemberian obat yang paling umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah, kerugiannya ialah banyak faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya, obat dapat mengiritasi saluran cerna, dan perlu kerja sama dengan penderita, tidak bisa dilakukan bila pasien koma.

I. 2 Maksud dan TujuanI. 2.1 Maksud PercobaanPemberian secara oral terhadap hewan uji dengan dosis yang tepat sampai ke saluran pencernaan hewan uji.

I. 2. 2 Tujuan Percobaan1. Mengetahui cara pemberian obat terhadap hewan uji. 2. Mengetahui dengan tepat obat telah sampai di saluran pencernaan hewan uji. I. 3 Prinsip PercobaanPrinsip percobaan ini adalah memberikan air tidak melebihi dari perhitungan dosis sesuai berat badan masing-masing hewan uji (mencit) dengan menggunakan spoit oral, selanjutnya ujung spoit dimasukkan ke dalam mulut mencit lalu ditekan sehingga air/ bahan obat dapat masuk ke dalam kerongkongannya, maka dengan sendirinya dapat tertelan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Teori UmumUntuk mengetahui efektifitas suatu obat maka salah satu indikator yang perlu diperhatikan adalah cara pemberian obat (drug administration). Kemampuan absorpsi obat merupakan faktor yang penting dalam memilih cara pemberian obat yang tepat. Ada beberapa cara pemberian obat yang paling sering digunakan, salah satunya adalah cara pemberian secara oral (peroral) yang merupakan cara pemberian obat yang sebagian besar digunakan dalam terapi.Pemberian obat melalui mulut (per oral) adalah cara yang paling lazim, karena sangat praktis, mudah dan aman. Namun, tidak semua obat dapat diberikan peroral, misalnya obat yang bersifat merangsang (emetin) atau yang diuraikan oleh getah lambung. Seringkali, resorpsi obat setelah pemberian oral tidak teratur dan tidak lengkap meskipun formulasinya optimal. Keberatan lain adalah obat setelah resorpsi harus melalui hati, dimana dapat terjadi inaktivasi, sebelum diedarkan ke lokasi kerjanya.Absorpsi obat melalui saluran cerna pada umumnya terjadi secara difusi pasif, karena itu absorpsi mudah terjadi bila obat dalam bentuk nonion dan mudah larut dalam lemak. Absorpsi obat di usus halus selalu jauh lebih cepat dibandingkan di lambung karena permukaan epitel usus halus jauh lebih luas dibandingkan dengan epitel lambung. Selain itu, epitel lambung tertutup lapisan mulcus yang tebal dan mempunyai tahanan listrik yang tinggi, oleh karena itu kecepatan pengosong lambung biasanya akan meningkatkan kecepatan absorpsi obat dan sebaliknya. Akan tetapi, perubahan dalam kecepatan pengosong lambung atau mobilitas saluran cerna biasanya tidak mempengaruhi jumlah obat yang diabsorpsi atau yang mencapai sirkulasi sistemik, kecuali ada 3 hal yaitu : 1. Obat yang absorpsinya lambat karena sukar larut dalam cairan usus memerlukan waktu transit dalam saluran cerna yang cukup panjang untuk kelengkapan absorpsinya. 2. Sediaan salut enterik atau sediaan lepas lambat yang absorpsinya biasanya kurang baik atau inkonsisten akibat perbedaan perlengkapan obat di lingkungan berbeda, memerlukan waktu transit yang lama dalam usus untuk meningkatkan jumlah yang diserap. 3. Pada obat-obat yang mengalami metabolisme di saluran cerna.

II. 2 Uraian BahanAQUA DESTILLATA (4) NL: Air Suling, Aquadest RK: H2OPemerian : Cairan jernih, tiak berbau, tidak berwarna, tidak mempunyai rasa. Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat

II.3 Uraian Hewan Ujia. KlasifikasiKingdom: AnimaliaPhyllum: CordataSub phylum: VertebrataKelas: MamaliaSub kelas: TheriaOrdo: RhodenfiaFamilia: MuridaeGenus: musSpecies: Mus musculus

b. KarakteristikMasa pubertas: 35 hariMasa beranak: sepanjang tahunMasa hamil: 19-20 hariJumlah sekali subur: 4 12 ekorLama hidup: 2 3 tahunMasa tumbuh: 6 bulanMasa menyusui: 21 hariFrekuensi kelahiran: 4 tiap bulanSuhu tubuh: 37,9 0 39,2 0 CLaju respirasi: 136 216 / menitTekanan darah: 176/106 mmHgVolume darah: 7,5 % berat badanLuas permukaan: Q2K3G3 (K =11,4 Q = berat badan)

BAB IIIMETODE KERJA

III. I Alat dan Bahan yang Digunakan

III. I. 1 Alat yang Digunakan1. Spuit oral 1 ml2. Timbangan mencit 3. Spidol III. I. 2 Bahan yang Digunakan1. Mencit 2. Aquadest

III. 2 Cara Kerja1. Diambil hewan uji. 2. Ditimbang berat badan hewan uji. 3. Diberi tanda hewan uji pada ekor hewan uji dengan spidol. 4. Diukur tinggi dan panjang hewan uji.5. Hewan uji yang telah ditimbang kemudian dihitung dosis pemberian obat. 6. Disiapkan dosis pemberian hewan uji. 7. Dimasukkan ke dalam mulut hewan uji spuit. Pastikan obat masuk ke dalam saluran pencernaan (bukan paru). Setelah obat sudah masuk tarik perlahan-lahan spuit. 8. Setelah diberikan perlakuan, hewan uji dimasukkan ke dalam kandang atau tempat terpisah, dari kandang semula, untuk memudahkan pengamatan.

BAB IVHASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Data Pengamatan NOKodeHewan UJiBerat Hewan Uji (g)Jenis Kelamin Hewan UjiDosis(ml)

1IIII26 grJantan0,87

2-I25 grJantan0,83

3 III27 gr Jantan0,90

IV.2 Perhitungan Untuk mencit berat badan 26 gram

Untuk mencit berat badan 25 gram

Untuk mencit berat badan 27 gram

IV.2 Pembahasan

Pada percobaan ini dilakukan pemberian obat terhadap mencit dimana digunakan alat bantu yaitu spoit oral yang berbentuk seperti spoit biasa namun memiliki ujung yang lebih tumpul agar tidak menyebabkan luka dan mempermudah masuk ke esofagus. Bahan yang diberikan adalah aquadest 1 ml / 30 gr bobot badan, jadi sebelum pemberian dosis masing-masing mencit ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui berat badan mencit tersebut kemudian dihitung dosis yang tepat berdasarkan berat badannya. Namun karena sebelum dilakukan percobaan mencit tidak dipuasakan terlebih dahulu, maka dalam satu kelompok setiap orang memberikan 0,15ml aquadest kepada mencit.Mencit yang digunakan sebagai hewan uji merupakan hewan yang sejenis dengan tikus biasa karena memiliki struktur tubuh yang sama, tetapi tungkat pertumbuhan yang berbeda. Sedangkan untuk mengetahui jenis kelaminnya dapat dilihat dari bagian skrotum jika membesar merupakan kelamin jantan, sedangkan jika tidak kelihatan adalah jenis kelamin betina.Cara pemberian oral ini dilakukan dengan cara memasukkan jarum oral ke dalam esofagus mencit secara perlahan-lahan, apabila mencit memberontak maka dilepaskan dulu hingga ia merasa tenang bila perlu kita elus-elus di bagian kepala agar lebih cepat tenang, kemudian baru kita kembali memasukkan jarum oral ke esofagus. Memasukkan jarum oral ke dalam mulut mencit harus benar-benar tepat di esofagus karena apabila jarum oral masuk ke paru-paru maka hal ini sangat berbahaya karena mencit bisa mati. Setelah jarum oral tepat di sasaran maka kita memasukkan cairan secara perlahan-lahan kemudian mencit dilepaskan. Apabila setelah dilepaskan, mencit aktif bergerak maka pemberian peroral tersebut sukses namun apabila setelah dilepaskan dan mencit tersebut terkapar kemudian mati, maka kemungkinan cairan yang diberikan masuk ke dalam paru-paru.

BAB VIPENUTUP

VI. 1 KesimpulanBerdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa cara pemberian oral yang tepat dilakukan dengan cara memasukkan sonde oral dimasukkan perlahan lahan sampai ke esophagus dan dipastikan obat masuk ke dalam lambung VI. 2 SaranSenantiasa memperlakukan mencit dengan lemah lembut, karena mencit juga makhluk yang merasakan tindakan yang kita lakukan terhadapnya. Perbaiki posisi memegang mencit jangan sampai mencit dapat bergerak dan berbalik menggigit, apabila digigit segera bersihkan dengan antiseptik dan tetesi dengan betadine bila terjadi luka.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Farmakologi. 2011. Penuntun Praktikum Farmakologi. Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Makassar: Makassar.

Ganiswara, S., dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia: Jakarta.

Malole M.B.M, Pramono,S. 1986. Penggunaan hewan-hewan percobaan di laboratorium. Depdikbud, Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Bioteknologi, IPB: Bogor

http://google.com