Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

48

description

Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

Transcript of Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

Page 1: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014
Page 2: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

LAPORAN

TUTORIAL B BLOK 10

DISUSUN OLEH : KELOMPOK A4

TUTOR : drh. Muhaimin Ramdja, MSc

Aisyah Noer Maulidia 04011381320043

Dea Firstianty Hendarman 04011181320081

Denara Eka Safitri 04011181320029

Dwi Nopianti 04011181320101

Ha Sakinah Se 04011181320027

Iqbal Fahmi 04011181320031

Jason Liando 04011381320013

Muhammad Alex 04011181320109

M. Rasyid Ridho 04011181320057

Nurul Afika 04011181320113

Rismitha Andini 04011181320055

Stefanie Angeline 04011381320005

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2014

Page 3: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya,

laporan tugas tutorial skenario B Blok 10 ini dapat diselesaikan dengan baik.

Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari

sistem pemelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Tim penyusun laporan ini tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu dalam penyusunan laporan tutorial ini.

Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan

sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan tim penyusun lakukan.

Palembang, September 2014

Tim Penyusun

Page 4: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

ii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...........................................................................................................

Kata Pengantar ...........................................................................................................

Daftar Isi………………………………………………….…………………………

Bab I Pendahuluan ....................................................................................................

Bab II Isi ...................................................................................................................

I. Skenario A.................................................................................................. ....

II. Klarifikasi Istilah........................................................................................ ....

III. Identifikasi Masalah................................................................................... ....

IV. Analisis Masalah........................................................................................ .....

V. Keterkaitan Antarmasalah.......................................................................... .....

VI. Learning Objectives.................................................................................... ....

VII. Sintesis Masalah..............................................................................................

VIII. Kerangka Konsep....................................................................................... .....

IX. Kesimpulan................................................................................................. ....

Daftar Pustaka...................................................................................................... ......

i

ii

iii

1

2

2

2

3

4

26

27

27

43

43

44

Page 5: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Blok Stessor Organisme adalah blok ke sepuluh semester III dari Kurikulum Berbasis

Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada

kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi

kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.

B. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu:

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran

KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis

pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

Page 6: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

2

BAB II

PEMBAHASAN

Skenario B Blok 10 tahun 2014

Tn. Andi (30 tahun) dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan tidak sadar dan kejang sejak 6 jam

yang lalu. Keluarga pasien mengatakan bahwa sejak 10 hari yang lalu pasien mengalami demam yang

diikuti dengan perasaan menggigil dan berkeringat. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri

pada tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan. Selama sakit tidak ada keluhan

bicara pelo dan tidak ada keluhan anggota gerak yang lemah sesisi. Sebelumnya didapatkan riwayat

berpergian ke Papua lebih kurang dua minggu sebelum sakit. Tidak ada riwayat transfuse darah

sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik :

TD: 120/80dl, Nadi: 98 x/menit. RR: 20x/menit, T: 38oC.

Kesadaran GCS 9, pupil isokor RC (+/+) N, konjuctiva palpebral anemis, sclera ikterik, kaku kuduk (-

), thorax dalam batas normal, Abdomen: lien teraba S1.

Pemeriksaan Laboratorium

Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%, preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk

pisang, kepadatan parasite 13.800/uL dan preparat darah tipis didapatkan hasil P. falciparum (+).

Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan karena tidak ada fasilitas.

I. Klarifikasi Istilah

a. kejang : suatu kondisi medis saat otot tubuh mengalami

fluktuasi kontraksi dan peregangan dengan sangat

cepat sehingga menyebabkan gerakan yang tidak

terkendali.

b. menggigil : getaran involunter oleh tubuh yang merupakan

kontraksi dari otot digunakan secara fisiologis untuk

menghasilkan panas.

c. bicara pelo : gangguan bicara karena kelumpuhan otot-otot lidah,

berkaitan dengan gangguan atau kerusakan saraf

cranial XII.

d. kesadaran GCS : (glassgow coma scale) system berstandar yang

digunakan untuk menilai respon terhadap stimuli

terhadap pasien yang mengalami gangguan

neorologis

e. Pupil isokor RC : keadaan dimana ukuran pupil kedua mata sama

f. konjunctiva palpebral anemis : bagian dari tunika konjungtiva yang menutupi

palpebral yang terlihat merah karena vasculari-

tasnya tetapi dalam hal ini pucat karena anemia

g. kaku kuduk : sejenis sakit kepala seperti akibat kerja berlebihan

dan berkepanjangan, ketegangan emosional, atau

keduanya, terutama menyerang region occipital.

h. GDS : glukosa darah sewaktu

i. delicate ring : cincin halus yang merupakan suatu bentuk khusus

dari perkembangan plasmodium falciparum yang

berupa tropozoit muda.

Page 7: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

3

j. gametosit berbentuk pisang : gametosit plasmodium pada stadium makrogame-

tosit (betina)

II. Identifikasi Masalah

No. Kenyataan Kesesuaian Konsen

1. Tn. Andi (30 tahun) dibawa ke IGD Rumah Sakit

dengan keluhan tidak sadar dan kejang sejak 6 jam

yang lalu

Tidak sesuai

harapan

*****

2. Keluarga pasien mengatakan bahwa sejak 10 hari

yang lalu pasien mengalami demam yang diikuti

dengan perasaan menggigil dan berkeringat.

Tidak sesuai

harapan

****

3. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada

tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta

diare ringan.

Tidak sesuai

harapan

****

4. Selama sakit tidak ada keluhan bicara pelo dan tidak

ada keluhan anggota gerak yang lemah sesisi.

Tidak sesuai

harapan

**

5. Sebelumnya didapatkan riwayat berpergian ke Papua

lebih kurang dua minggu sebelum sakit. Tidak Sesuai

harapan

***

6. Tidak ada riwayat transfuse darah sebelumnya.

Tidak Sesuai

harapan

***

7.

Pemeriksaan Fisik :

TD: 120/80dl, Nadi: 98 x/menit. RR: 20x/menit, T:

38oC.

Kesadaran GCS 9, pupil isokor RC (+/+) N,

konjuctiva palpebral anemis, sclera ikterik, kaku

kuduk (-), thorax dalam batas normal, Abdomen: lien

teraba S1.

Tidak sesuai

harapan

*

8. Pemeriksaan Laboratorium

Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%, preparat darah tebal

didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk

pisang, kepadatan parasite 13.800/uL dan preparat

darah tipis didapatkan hasil P. falciparum (+).

Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan

karena tidak ada fasilitas.

Tidak sesuai

harapan

*

Main Problem :

Tn. Andi (30 tahun) tidak sadar dan kejang sejak 6 jam yang lalu

Page 8: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

4

III. Analisis Masalah

1. Tn. Andi (30 tahun) dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan tidak sadar dan kejang sejak

6 jam yang lalu

a. Apa penyebab dan mekanisme tidak sadar dan kejang pada Tn. Andi?

Pada Tn. Andi suhu hanya 38°C, sehingga dapat disimpulkan bahwa suhu tidak mempengaruhi

meabolisme tubuh, melainkan pecahnya schizont secara bersamaan dalam jumlah banyak. Hal

tersebut mengakibatkan penghancuran eritrosit dalam jumah banyak dan berakibat padkurangnya

oksigen dalam tubuh. Sedangkan turunnya oksigen menyebabkan terjadinya perubahan

keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium

melalui membran sel, dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar sehingga dapat

meluas keseluruh sel maupun ke membran sel sekitar dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah

kejang.

Penatalaksanaan kejang:

Pertahankan jalan nafas

Posisi miring

Periksa KGD, bila <40 mg% obati

Anti kejang : diazepam 0.3 mg/kg (max.10 mg),

diazepam 0.5 mg/kg/rektal

paraldehyde 0.2 ml/kg/IM (max.10 ml)

paraldehyde 0.4 ml/kg/rektal

Jika kejang tetap ulangi sampai 3 x/10 menit

Kejang berulang fenobarbital 10-15 mg/kg/IM

b. Apa saja tipe kejang?

Berdasarkan aktivitas di dalam otak, kejang pada epilepsi dibagi menjadi 2 yaitu menyeluruh

(generalized) dan sebagian (parsial).

Kejang Menyeluruh (Generalized)

Kejang menyeluruh terjadi akibat adanya impuls listrik pada seluruh bagian otak.

1. Kejang Tonik Klonik/Grand Mal

Pada kejang jenis ini, biasanya terjadi penurunan kesadaran dan pasien pingsan. Penurunan

kesadaran kemudian diikuti oleh kekakuan seluruh tubuh (tonik) selama 30-60 detik, yang

kemudiaan dilanjutkan dengan hentakan atau kejang di seluruh tubuh (klonik) selama 30-60 detik,

pasien kemudian tertidur. Pada kejang tonik klonik dapat terjadi berbagai cedera seperti lidah yang

tergigit dan mengompol juga sering terjadi.

2. Kejang Absence

Kejang jenis ini menyebabkan penurunan kesadaran dalam waktu singkat (hanya beberapa detik)

yang kadang disertai atau tanpa gejala. Penderita yang kebanyakan adalah anak-anak biasanya tiba-

tiba berhenti berbicara atau berhenti mengerjakan sesuatu dan tampak seperti melamun selama

beberapa detik sebelum kemudian melanjutkan kembali aktivitasnya. Penderita biasanya tidak

menyadari apa yang terjadi dan hanya merasa waktu cepat sekali berlalu.

3. Kejang Mioklonik

Merupakan kejang yang bersifat sporadik pada kedua bagian tubuh (anggota gerak). Penderita

biasanya merasakan adanya suatu gelombang listrik singkat atau bila berat penderita dapat

menjatuhkan benda apapun yang sedang dipegang atau malah melemparnya.

4. Kejang Klonik

Adalah sentakan berulang dan teratur pada kedua bagian tubuh pada saat yang bersamaan.

5. Kejang Tonik

Terjadi kekakuan pada otot di seluruh tubuh.

6. Atonik

Hilangnya tonus otot menyeluruh secara tiba-tiba, khususnya pada tangan dan kaki, yang membuat

penderita terjatuh.

Kejang Sebagian (Parsial)

Kejang sebagian atau parsial terbagi menjadi kejang simpleks, kompleks, dan kejang fokal yang

kemudian berkembang menjadi kejang menyeluruh. Pada kejang simpleks, penderita tidak

Page 9: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

5

mengalami penurunan kesadaran, sedangkan pada kejang kompleks, penderita mengalami penurunan

kesadaran.

1. Kejang Simpleks

Berdasarkan gejala yang terjadi, kejang simpleks terbagi menjadi 4, yaitu:

• Motorik. Pada kejang simpleks motorik terjadi kekakuan dan gerakan menyentak

• Sensorik. Pada kejang simpleks sensorik terjadi suatu sensasi abnormal yang dapat mengenai

kelima indra (penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan, dan peraba). Sensasi abnormal ini

seringkali disebut dengan aura

• Otonom. Kejang simpleks otonom mengenai sistem saraf otonom yang mengatur berbagai fungsi

organ seperti jantung, lambung, usus, sistem saluran kemih. Oleh karena itu, gejala yang biasa

dialami penderita adalah rasa berdebar-debar, rasa tidak enak pada perut, diare, gangguan kontrol

berkemih. Rasa tidak nyaman atau adanya sensasi aneh pada perut sering dialami oleh penderita

epilepsi lobus temporal

• Psikologis. Kejang simpleks psikologis biasanya berhubungan dengan ingatan (perasaan de javu),

emosi (takut atau senang), atau fenomena psikologis lainnya

2. Kejang Kompleks

Pada kejang jenis ini, pasien mengalami penurunan kesadaran. Penderita dapat melakukan gerakan

berulang yang tidak bertujuan, seperti bibir mencucu, mengunyah, merasa gelisah, dan tidak bisa

diam (berjalan bolak-balik).

3. Kejang yang Berevolusi

Merupakan kejang yang pada awalnya merupakan kejang sebagian, tetapi kemudian berubah

menjadi kejang menyeluruh jenis tonik klonik.

Sebagian besar penderita epilepsi dengan kejang parsial dapat diobati dengan obat-obatan atau

tindakan pembedahan.

c. Apa saja tingkat kesadaran dan dimana tingkat kesadaran Tn. Andi?

Derajat kesadaran adalah sebagai berikut:

Kompos mentis: sadar sepenuhnya, bisa menjawab semua pertanyaan tentang keadaan di

sekelilingnya

Apatis: keadaan kesadaran pasien yang segan untuk berhubungan dengan keadaan sekitarnya,

sikap acuh tak acuh

Letargi: keadaan kesadaran yang tampaknya lesu dan mengantuk (drowsy)

Somnolen: tingkat kesadaran pasien yang mau tidur saja, dapat dibangunkan dengan rasa nyeri

atau untuk makan/minum, namun jatuh tertidur kembali

Sopor: keadaan kesadaran pasien yang mirip koma, berbaring dengan mata tertutup, tidak

menunjukkan reaksi jika dibangunkan kecuali dengan rangsang nyeri. Refleks kornea meski

lunak masih bisa dibangkitkan; reaksi pupil utuh.

Koma: keadaan kesadaran yang hilang sama sekali, dengan rangsang apapun reaksi atas

rangsang tak akan timbul. Reflex apapun tidak didapatkan lagi bahkan batuk atau muntah pun

tidak ada.

Dilihat dari fakta bahwa keluarga pasien yang menyampaikan anamnesis serta hasil pemeriksaan GCS

yang menunjukkan nilai 9, maka tingkat kesadaran Tn. Andi adalah sopor, tetapi sangat nyaris koma.

d. Apa hubungan jenis kelamin dan usia pada kasus?

Jawab : Sebenarnya tidak ada hubungan,tapi akan lebih rentan pada wisatawan asing yang

tidak tinggal pada daerah endemik malaria,karena imunitasnya berbeda dengan orang yang

tinggal didaerah endemik malaria

2. Keluarga pasien mengatakan bahwa sejak 10 hari yang lalu pasien mengalami demam yang

diikuti dengan perasaan menggigil dan berkeringat. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala,

nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan.

a. Apa penyebab dan mekanisme dari

o Demam disertai rasa menggigil dan berkeringat

Infeksi plasmodium di tubuh akan mengelukan toksinGPI (Glycosylphosphatidylinositol).

Toksin ini merangsang pengeluaran TNF-Alfa dan IL-1 yang akan merangsang hipotalamus

Page 10: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

6

untuk menyekresikan asam arakhidonat. Zat tersebut akan meningkatkan sintesis prostaglandin,

terjadi aktivasi siklik AMP hipotalamus yang akan mengubah set poin tubuh sehingga tubuh

merespon menjadi demam.

Menggigil

Rasa Menggigil

Perasaan menggigil pada kasus terjadi akibat tingginya suhu badan Doni, sehingga suhu

lingkungan terasa lebih dingin. Suhu tubuh Doni terasa sangat panas akibat mekanisme demam

yang disebabkan rupturnya skizon dalam waktuyang hampir bersamaaan. Hal tersebut

mengakibatkan panas yang ada pada tubuh Doni harus dikeluarkan sehingga tubuh Doni

menggigil.

Berkeringat

Pada saat mekanisme menggigil terjadi pengeluaran panas, pengeluaran panas tersebut dalam

bentuk evaporasi (berkeringat)

o Lesu

Lesu pada kasus ini dapat terjadi karena

a. Terjadinya diare, saat diare maka kadar cairan dan elektrolit tubuh berkurang sehingga

tubuh menjadi lesu.

b. Terjadinya anemia hemolitik, pada kasus malaria ada banyak RBC yang terinfeksi, hal ini

mengakibatkan banyaknya RBC yang dihancurkan di lien, sehingga kadar RBC menurun,

menurunnya RBC menyebabkan tubuh menjadi lesu.

c. Pemakaian glukosa oleh P. falciparum, jika glukosa hospes banyak digunakan oleh parasit

sebagai energy, maka hospes kekurangan glukosa, hal ini juga dapat memicu terjadinya

lesu.

d. Kurangnya suplai oksigen ke otak, RBC yang terinfeksi dapat melekat pada endotel

pembuluh darah, salah satunya pembuluh darah yang menuju otak, hal ini menyebabkan

aliran darah ke otak berkurang, sehingga otak kekurangan oksigen, hal ini membuat tubuh

menjadi lesu

o Nyeri kepala Infeksi Plasmodium melepaskan toksin malaria atau GPI sehingga mengaktifasi makrofag dan

mensekresikan IL 2 mengaktifasi sel Th mensekresikan IL3 mengaktifasi sel mast

mensekresikan PAF (Platelet Activating Factor) yaitu pembawa pesan kimiawi yang

menyebabkan inflamasi, pengerutan pembuluh darah, penggumpalan darah, dan akhirnya

gangguan fungsi cerebral mengaktifkan faktor hagemann (factor koagulasi atau

penggumpalan) sintesis bradikinin (bradikardin bersifat vasodilatasi, meningkatkan

permeabilitas vaskuler, dsb) merangsang/respon serabut saraf di otak nyeri sakit

kepala.

RBC yang mengandung parasit harus dihancurkan di Lien, semakin banyak RBC terinfeksi,

semakin banyak RBC yang dihancurkan, akibatnya tubuh kekurangan RBC. Otak sebagai alat

vital sangat membutuhkan oksigen, akibatnya terjadi vasodilatasi pembuluh darah otak dan

terjadi peningkatan intrakranial. Hal ini memicu terjadinya nyeri kepala, Selain itu RBC yang

terinfeksi dapat melekat pada endotel pembuluh darah, salah satunya pembuluh darah yang

menuju otak, hal ini menyebabkan aliran darah ke otak berkurang, sehingga nyeri semakin

hebat.

o Nyeri pada tulang dan sendi

Sintesis dan pelepasan pirogen endogen (sitokin) terinduksi dari pirogen eksogen yang telah

mengenali bakteri atau jamur yang masuk kedalam tubuh. Pirogen eksogen dan endogen akan

berinteraksi dengan endotel dengan kapiler-kapiler di circumventricular vascular organ sehingga

membuat konsentrasi prostaglandin-E2 (Pg-E2) meningkat. Stimulus Pg-E2 di perifer mampu

menimbulkan rasa nyeri/inflamasi di tulang dan sendi.

o Rasa tidak nyaman pada perut

Page 11: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

7

1. Sekuetrasi (tersebarnya eritrosit yang berparasit ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh) paling

banyak dideposit pada pembuluh darah otak akan tetapi dari hasil autopsi ditemukan bahwa

sekuestrasi tidak terjadi secara merata di dalam tubuh, dan jumlah yang paling banyak adalah

pada otak, namun juga terjadi di jantung, mata, hati, ginjal, intestinal, dan jaringan lemak. Dari

hasil yang menuju kepada intestinal ini yang akan menyebabkan peningkatan kontraksi pada

kolon yang mengakibatkan tidak enak perut.

2. Ketika eritrosit yang mengandung trofozoit mengalami merogoni, akan dilepas toksin malaria

GPI (glikosilfosfatidinasitol) yang mengaktifasi makrofag untuk mensekresikan IL12 (yang

berperan dalam proses infeksi). Kemudian IL12 akan mengatifasi sel Th( T helper) untuk

mensekresikan IL3 yang nantinya akan mengaktifasi sel mast. Yang kemudian akan

mensekresikan Th 2 yang menyebabkan sekresi asam lambung meningkat yang pada akhirnya

akan menyebabkan nausea.

o Diare ringan

Sekuetrasi (tersebarnya eritrosit yang berparasit ke pembuluh kapiler organ dalam tubuh)

paling banyak dideposit pada pembuluh darah otak akan tetapi dari hasil autopsi ditemukan bahwa

sekuestrasi tidak terjadi secara merata di dalam tubuh, dan jumlah yang paling banyak adalah pada

otak, namun juga terjadi di jantung, mata, hati, ginjal, intestinal, dan jaringan lemak. Dari hasil yang

menuju kepada intestinal ini yang akan menyebabkan peningkatan kontraksi pada kolon yang

mengakibatkan tidak enak perutdan diare (Dondorp, 2005).

Mekanismenya yaitu ketika parasit P. falciparum masuk ke RBC toxin dikeluarkan sebagai

reseptor di usus kemudian melekat pada eritrosit (sel absorbtif usus) yang selanjutnya akan merusak

eritrosit sehinggga enzim intrasel usus meningkat dan sekresi air meningkat sehingga terjadilah

diare.

b. Apa tipe demam yang dialamu Tn. Andi?

Pada penderita Malaria tipe demam yang dialami biasanya adalah demam intermitten dimana suhu

badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari.

c. Mengapa gejala terjadi sejak 10 hari yang lalu?

Jawab : Karena masa inkubasi dari malaria yang disebabkan oleh plasmodium falciparum adalah 7 -

14 hari.

d. Bagaimana hubungan antar gejala?

Jawab : manifestasi klinis dari infeksi plasmodium falciparum yang setelah masa inkubasinya

selesai akan bekerja secara aktif mengubah kerja fisiologis tubuh.

3. Selama sakit tidak ada keluhan bicara pelo dan tidak ada keluhan anggota gerak yang lemah

sesisi.

a. Mengapa tidak ada gangguan pada n. cranial XII ?

Page 12: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

8

Jawab : Karena manifestasi klinis dari infeksi Plasmodium falciparum belum sampai ke yang parah,

yaitu malaria serebral.

b. Apa indikasinya bila Tn. Andi berbicara pelo dan mengeluh lemah sesisi pada anggota

geraknya?

Jawab : Bicara tidak jelas dan lemah sesisi merupakan gejala malaria komplikasi serebral. Dengan

tidak adanya gejala tersebut, menunjukkan bahwa belum terjadi komplikasi lanjut akibat infeksi

Plasmodium falciparum. Pada malaria tropica berat akan terjadi komplikasi menjadi malaria

cerebral dimana akan terjadi sumbatan kapiler pembuluh darah otak sehingga terjadi anoksia otak.

Sumbatan tersebut terjadi karena eritrosit mengandung parasit sulit melalui pembuluh kapoler

karena proses sitoaderens dan sekuestrasi parasit

4. Sebelumnya didapatkan riwayat berpergian ke Papua lebih kurang dua minggu sebelum sakit.

Tidak ada riwayat transfuse darah sebelumnya.

a. Apa hubungan riwayat perjalanan Tn. Andi ke Papua dengan gejala yang dialaminya?

Gambar di atas menunjukkan penyebaran Plasmodium falciparum yang menjadi penyebab

dari malaria tropika. Terlihat bahwa pada daerah Papua dan Nusa Tenggara terdapat banyak

penyebaran Plasmodium falciparum sehingga Tn. Andi mengalami keluhan yang merupakan gejala

dari malaria tropika karena ia berkunjung ke tempat yang memiliki endemisitas Plasmodium

falciparum yang tinggi.

Page 13: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

9

b. Mengapa riwayat transfusi darah penting untuk diketahui oleh dokter dalam kasus ini?

Transfusi darah adalah jalur yang ideal bagi penularan penyebab infeksi tertentu dari donor kepada

pasien. Bila sebelumnya Tn. Andi pernah menerima transfusi darah, maka ada kemungkinan bahwa

penyakit yang diderita Tn. Andi berasal dari darah yang diterimanya. Tapi, karena Tn. Andi belum

pernah menerima, berarti transfusi darah bukanlah factor penyebab.

c. Bagaimana endemisitas malaria di Indonesia?

Di Indonesia malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda

dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai1800 meter di atas permukaan laut.

Angka Annual Parasite Incidence (API) malaria di pulau Jawa dan Bali pada tahun 1997 adalah 0,120 per

1000 penduduk, sedangkan di luar pulau Jawa angka Parasite Rate (PR) tetap tinggi yaitu 4,78% pada

tahun 1997, tidak banyak berbeda dengan angka PR tahun 1990 (4,84%). Spesies yang terbanyak

dijumpai adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. Plasmodium malariae dijumpai di

Indonesia bagian timur, Plasmodium ovale pernah ditemukan di Irian Jaya dan Nusa Tenggara

Timur. Angka kesakitan malaria untuk Jawa Bali diukur dengan API dan untuk luar Jawa dan Bali diukur

dengan PR. Air tergenang dan udara panas masing-masing diperlukan untuk pembiakan nyamuk

menunjang endemisitas penyakit malaria. Pada dua puluh lima tahun terakhir ini dijumpai adanya

resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin telah menyebar ke berbagai negara endemis

malaria termasuk Indonesia. Resistensi ini mungkin karena munculnya gen yang telah mengalami mutasi. Akhir-

akhir ini juga dijumpai resistensi Plasmodium falciparum terhadap pirimetamin-sulfadoksin

meningkat di negara-negara Asia Tenggara,Amerika Selatan dan Afrika Sub-Sahara.

d. Mengapa Tn. Andi baru sakit 2 minggu setelah berpergian ke Papua?

Jawab : Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) tahun 2007, didapatkan hampir

seluruh propinsi di Indonesia merupakan daerah endemis pertumbuhan vektor penyebab penyakit

Malaria. Dari 33 propinsi, propinsi Papua Barat merupakan propinsi dengan nilai proporsi tertinggi

daerah endemis perkembangbiakan vektor penyakit Malaria. Disusul propinsi Papua lalu propinsi

Nusa Tenggara Timur. Penyakit timbul setelah tiga minggu dikarenakan parasit membutuhkan masa

inkubasi dimana plasmodium falciparum dengan masa inkubasi 7-14 hari, plasmodium vivax dengan

masa inkubasi 8-14 hari, plasmodium oval dengan masa inkubasi 8-14 hari, dan plasmodium malaria

dengan masa inkubasi 7-30 hari.

Patologi dan Gejala Klinis Perjalanan penyakit malaria terdiri atas serangan demam yang disertai

oleh gejala lain dan diselingi oleh periode bebas penyakit. Ciri khas demam malaria adalah

periodisitasnya.

- Masa tunas intrinsik pada malaria adalah waktu antara sporozoit masuk dalam badan hospes

sampai timbulnya gejala demam, biasanya berlangsung antara 8-37 hari, tergantung pada

spesies parasit (terpendek untuk p. falciparum (9-14 hari) dan terpanjang untuk p.malariae),

pada beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes.

- Masa Pre-paten, berlangsung sejak saat infeksi sampai ditemukan parasit malaria dalam darah

untuk pertama kali, karena jumlah parasit telah melewati ambang mikroskopik (microscopic

treshold). Masa tunas ekstrinsik parasit malaria yang ditularkan melalui nyamuk kepada

manusia adalah 12 hari untuk plasmodium falciparum, 13-17 hari untuk plasmodium ovale dan

vivax, dan 28-30 hari untuk plasmodium malariae (malaria kuartana).

- Masa tunas ekstrinsik adalah Waktu antara gametosit masuk ke dalam tubuh nyamuk sampai

terbentuknya sporozoit dalam kelenjar ludah nyamuk

Tn. Andy 3 minggu yang lalu berwisata ke Papua (Menurut laporan yang dirilis Dirjen

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan – PP & PL DEPARTEMEN KESEHATAN RI,

Papua termasuk endemis malaria tinggi) dan minggu kedua setelah pulang dari sana Tn. Andy

mengeluh demam yang di ikuti dengan perasaan menggigil dan berkeringat, lesu, nyeri kepala,

nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan masa inkubasi/

tunas intrinsic P. falciparum

Seminggu setelah gejala klinis tampak Tn. Andy dibawa ke IGD karena keadaan yang semakin

memburuk dan pada pemeriksaan lab darah tepi didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk

Page 14: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

10

pisang (makrogametosit) dan hasil tes P. falciparum (+) menegakkan diagnose bahwa Tn. Hasan

menderita malaria falciparum/ tropika/ tersiana maligna

5. Pemeriksaan Fisik

TD: 120/80dl, Nadi: 98 x/menit. RR: 20x/menit, T: 38oC.

Kesadaran GCS 9, pupil isokor RC (+/+) N, konjuctiva palpebral anemis, sclera ikterik,

kaku kuduk (-), thorax dalam batas normal, Abdomen: lien teraba S1.

a. Interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik Tn. Andi?

o TD: 120/80dl = normal

o Nadi: 98 x/menit= normal

Normal : 60-100 x/mnt

Takikardi : >100 x/mnt

Bradikardi : <60 x/mnt

o RR: 20x/menit

Respiratory rate yang normal adalah 16 sampai 24 kali per menit. Pada hasil pemeriksaan fisik

Tn. Andi didapatkan RR: 20x/menit yang berarti Normal.

o T: 38oC.

Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,5 °C. Pada kasus ini, suhu tubuh Tn. Andi mengalami

kenaikan hingga mencapai 38oC. Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit

yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat beasal dari mikroorganisme

atau merupakan suatu reaksi imunologik (contoh : alergi) yang tidak berdasarkan suatu infeksi.

Dewasa ini diduga pirogen adalah suatu protein yang identik dengan interleukin 1. Di dalam

hipotalamus, zat ini merangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan

sintesis prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan demam.

o Kesadaran GCS 9

Kesadaran GCS 9 : Somnolen, yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah

tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang tetapi mudah tertidur lagi, mampu member

jawaban verbal.

Berdasarkan tingkat kesadaran GCS 9 :

Compos Mentis(GCS: 15-14)

Apatis (GCS: 13-12)

Delirium (11-10)

Somnolen (GCS: 9-7)

Sporo coma (GCS: 6-4)

Coma (GCS: 3)

o pupil isokor RC (+/+) N = tidak ada gangguan

o konjuctiva palpebral anemis

Indikasi dari konjungtiva palpebral anemis adalah Tn. Andi mengalami anemia, yang terjadi

akibat destruksi eritrosit saat pecahnya skizon

o sclera ikterik

Sklera ikterik atau jaundice adalah perubahan warna lapisan bola mata (skelera) dari warna putih

menjadi warna kekuningan akibat dari hiperbilirubinemia atau penimbunan kadar bilirubin pada

darah. Hal ini bisa terjadi karena lisis sel darah merah yang berlebihan.

Pada penderita malaria, parasit plasmodium yang hidup dalam sel darah merah akan berkembang

dan pada akhirnya akan memecah hemoglobin dengan cepat dan melebihi batas normal.

Selanjutnya hal ini akan meningkatkan kadar bilirubin indirect yang tidak larut air. Di hati,

bilirubin indirect ini akan diubah menjadi bilirubin direct jika diikat dengan protein albumin. Pada

Page 15: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

11

pasien ikterik, albumin tidak mampu mengikat semua bilirubin indirect yang kadarnya sudah

diluar batas normal, sehingga akhirnya bilirubin direct atau indirect akan dikeluarkan ke sirkulasi

darah menyebabkan kekuningan pada tubuh dan jaringan.

o kaku kuduk (-)

Kaku kuduk (+) menunjukkan terdapatnya rangsangan pada meningen, seperti meningitis. Hasil

negative menunjukkan bahwa gejala neurologic yang dialami pasien merupakan manifestasi dari

penyakit malaria, bukan meningitis, atau penyakit lainnya.

Caranya pemeriksaannya adalah tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang

sedang baring. Kepala ditekuk (fleksi), usahakan agar dagu menyentuh dada. Kaku kuduk (+) bila

terasa ada tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.

o thorax dalam batas normal = normal

o Abdomen: lien teraba S1.

Artinya terjadi pembesaran lien, hal ini terkait fungsi lien yaitu sebagai tempat penghancuran

RBC. Semakin banyak RBC yang terinfeksi semakin banyak RBC yang harus dihancurkan,

sehingga lien harus bekerja lebih maksimal, sehingga saat RBC banyak terinfeksi, maka lien akan

membesar akibat bekerja melebihi batas normal.

b. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fisik pada kasus ini?

o TD: 120/80dl

Tekanan darah dapat diukur dengan dua metoda :

1.Metoda Langsung (Direct Method).

Metoda ini menggunakan jarum atau kanula yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah dan

dihubungkan dengan manometer. Metoda ini merupakan cara yang sangat tepat untuk

pengukuran tekanan darah tapi butuh peralatan yang lengkap dan ketrampilan khusus.

2.Metoda tidak langsung (Indirect Method).

Metoda ini menggunakan shpygmomanometer (tensi meter).

Tekanan darah dapat diukur dengan dua cara, yaitu :

a. Cara Palpasi.

Dengan cara ini hanya dapat diukur tekanan sistolik

b. Cara Auskultasi.

Dengan cara ini dapat diukur tekanan sistolik maupun tekanan diastolic. Cara ini

memerlukan alat “ Stethoschope “.

o Nadi: 98 x/menit = normal

o RR: 20x/menit

Perhatikan pernapasan pasien tanpa memberitahu apa yang sedang anda kerjakan.Lingkarkan

tangan anda dengan ringan di sekitar leher dan perhatikanlah ketegangan yang terjadi pada akhir

inspirsi.Perhatikanlah ketegangan abdomen pada akhir ekspirasi.

Bayi : 30-40 x/mnt

Anak : 20-30 x/mnt

Dewasa : 16-20 x/mnt

Lansia : 14-16 x/mnt

Catatan :

Dispnea : Pernapasan yang sulit

Tadipnea : Pernapasan lebih dari normal ( lebih dari 20 x/menit)

Bradipnea : Pernapasan kurang dari normal ( kurang dari 20 x/menit)

o T: 38oC

Page 16: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

12

Pada pemeriksaan fisik, dalam hal ini suhu (temperature) dapat dilakukan dengan

pengukuran menggunakan alat ukur termometer (air raksa ataupun digital) yang diletakkan

pada salah satu lokasi di bawah ini:

a. oral, letakkan termometer di bawah lidah, sejajar dengan gusi bawah selama 3 menit. Suhu

oral normal adalah 36,8 + 0,3oC (Burnside, 1995).;

b. aksila, termometer ditempatkan di bawah lengan dengan bagian ujungnya berada di tengah

aksila dan jaga agar menempel pada kulit, bukan pada pakaian. Suhu aksila kira-kira 0,6oC

lebih rendah dari suhu oral;

c. rektal, termometer dimasukkan ke dalam anus selama 2-5 menit, sebelumnya olesi

termometer dengan pelicin. Suhu rektal normal adalah 37,2 + 0,3oC (Burnside, 1995).

o Kesadaran GCS 9

Sopor (Stupor). Keadaan mengantuk yang dalam. Bisa dibangunkan dengan rangsang kuat

(rangsang nyeri), tapi pasien tidak bangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban

verbal dengan baik. GCS = 9. Cara mengetahui

tingkat kesadaran yaitu :

1. Menilai respon membuka mata (E)

(4) : spontan

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan

kuku jari)

(1) : tidak ada respon

2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)

(5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )

disorientasi tempat dan waktu.

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun

tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada respon

3. Menilai respon motorik (M)

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi

rangsang nyeri)

(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi

stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada &

kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh,

dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam symbol E…V…M…

Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan

terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :

(Compos Mentis(GCS: 15 14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) / Delirium (GCS: 9-7)/

Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3))

o pupil isokor RC (+/+) N

pemeriksaan fisik ini hanya untuk mendeteksi reflek cahaya pada pupil dengan menggunakan

senter.

o konjuctiva palpebral anemis

Akibat hemolisis sel darah merah maka jumlah eritrosit dalam tubuh menurun, dan suplai

darah ke jaringan ikut menurun, sebagai respon fisiologis tubuh memenuhi suplai darah ke

organ-organ vital terlebih dahulu baru kemudia ke perifer. Jadi konjungtiva dan palpebrae

pasien ini terlihat pucat (anemis) kekurangan darah.

- Anemia terjadi pada infeksi plasmodium falciparum disebabkan oleh beberapa faktor :

Page 17: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

13

1. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit terjadi

di dalam limpa. Dalam hal ini faktor autoimun yang berperan.

2. Reduced survival time (eritrosit normal yang tidak mengandung parasit malaria namun tidak

apat hidup lama).

3. Diseritropoisis (gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoisis dalam

sumsum tulang , retikulosit tidak dilepaskan dalam peredaran perifer.

- Infeksi malaria akan menyebabkan lisis sel darah merah yang mengandung parasit sehingga

akan menyebabkan anemi. Jenis anemi yang ditemukan adalah hemolitik normokrom. Pada

infeksi P. falciparum dapat terjadi anemi berat karena semua umur eritrosit dapat diserang.

Eritrosit berparasit maupun tidak berparasit mengalami hemolisis karena fragilitas osmotik

meningkat. Selain itu juga dapat disebabkan peningkatan autohemolisis baik pada eritrosit

berparasit maupun tidak berparasit sehingga masa hidup eritrosit menjadi lebih singkatdan

anemi lebih cepat terjadi.

Mekanisme anemia : perusakan eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoesis sementara,

hemolisis oleh karena proses complement mediated immune complex, eritrofagositosit,

penghambatan pengeluaran retikulosit, pengaruh sitokin.

o sclera ikterik

Sklera ikterik diperiksa melalui pengamatan pada sklera sambil memerhatikan pewarnaannya.

Apabila warna yang seharusnya putih malah berupa kuning, bervariasi dari kuning muda sampai

kuning kehijauan, artinya pasien mengalami sklera ikterik.

o kaku kuduk (-)

Kaku kuduk (+) menunjukkan terdapatnya rangsangan pada meningen, seperti meningitis. Hasil

negative menunjukkan bahwa gejala neurologic yang dialami pasien merupakan manifestasi dari

penyakit malaria, bukan meningitis, atau penyakit lainnya.

Caranya pemeriksaannya adalah tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang

sedang baring. Kepala ditekuk (fleksi), usahakan agar dagu menyentuh dada. Kaku kuduk (+)

bila terasa ada tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.

o thorax dalam batas normal

Pemeriksaan Thorax saat pasien duduk

Inspeksi

• melihat bentuk dada anterior dan posterior

• melihat ada tidaknya deviasi

• melihat ada tidaknya bendungan vena pada dinding dada

Palpasi

NOTE : Mulai dari palpasi hingga auskultasi, Posisi kedua skapula harus dalam keadaan

terbuka untuk memperluas lapang pemeriksaan. *minta pasien untuk meletakkan kedua tangannya pada

bahu

• membandingkan gerakan dada posterior kanan - kiri

• merasakan fremitus taktil suara dengan cara meminta pasien mengucapkan "tujuh - tujuh"

posisi kedua tangan pada pemeriksaan dada posterior :

Page 18: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

14

Perkusi

Tujuan dari perkusi adalah berusaha menangkap getaran suara yang dihasilkan dari phalange

(tulang jari). ada beberapa jenis suara yang mungkin dihasilkan dari perkusi

NOTE : Jurnal Kedokteran di Indonesia menggunakan istilah dull sebagai "pekak", karena itu

pekak hati bukan di terjemahkan menjadi liver flatness melainkan liver dullness.

Prosedur perkusi

Tempatkan jari pleksimeter pada dinding dada yang akan diperiksa *untuk menghasilkan bunyi perkusi

yang lebih keras, tekan jari dengan kuat. Cara ini lebih baik daripada melakukan pengetukan lebih

keras

Pada tangan lainnya, lakukan pengetukan tanpa pergerakan siku (lakukan pengetukan dengan cepat dan

seperti refleks)

Pengetukan dilakukan di bagian paling ujung (pada gambar), kemudian pindahkan jari dengan cepat

agar getaran tidak teredam.

Page 19: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

15

Pemeriksaan :

• membandingkan bunyi perkusi paru kanan dan kiri secara berurutan

• menentukan batas bawah paru

NOTE (secara normal : orang Indonesia batas bawah pulmo dextra posterior terletak sejajar

dengan processus spinosus thoracal IX atau thoracal X, batas bawah pulmo sinistra posterior terletak

sejajar dengan processus spinosus thoracal VIII atau IX)

Auskultasi

Auskultasi dinding dada posterior kurang kuat terdengar dibandingkan auskultasi anterior. (kecuali di triangle of

auscultation) walau begitu biasanya, pemeriksaan ini tetap dilakukan oleh para dokter muda.

Page 20: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

16

Posisi steshoscope sewaktu auscultasi adalah sama seperti pada palpasi fremitus suara

Auskultasi pada pernafasan normal :

Pemeriksaan yang dilakukan sewaktu pasien berbaring

ada dua jenis pemeriksaan yang dilakukan sewaktu pasien berbaring, yaitu :

1. Pemeriksaan Paru anterior

2. Pemeriksaan Jantung

1. Pemeriksaan Paru Anterior

Inspeksi

• melihat keadaan sela iga sewaktu bernafas (secara normal : sela iga akan ekspansi atau meregang saat

inspirasi dan kembali ke posisi semula sewaktu ekspirasi)

Palpasi

• membandngkan gerakan dinding dada sewaktu bernafas

• merasakan getaran fremitus suara

Posisi kedua tangan sewaktu palpasi thorax anterior

Perkusi

Page 21: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

17

• membandingkan bunyi perkusi paru kanan - kiri anterior secara berurutan

• menentukan batas paru - hepar

perkusi dilakukan di sepanjang garis midklavikula dextra. Batas paru hepar ditentukan setelah terjadi perubahan

suara dari sonor ke pekak

• menentukan batas paru - lambung

perkusi dilakukan di sepanjang garis axilla anterior sinistra. Batas paru - lambung ditentukan setelah terjadi

perubahan suara dari sonor ke timpani. (secara normal : batas paru - lambung orang Indonesia berada di

Intercostae VII atau intercostae VIII)

• menentukan batas peranjakan paru

perkusi dilakukan di batas paru - hepar. setelah pasien diminta untuk menahan nafas, batas paru- hepar yang

semula berbunyi perkusi "pekak" akan berganti menjadi "sonor". Perkusi dilanjutkan sampai ditemukan batas

paru - hepar yang baru, kemudian tentukan seberapa besar batas peranjakan paru. (secara normal : batas

peranjakan paru adalah 2 cm atau sebesar 2 jari orang dewasa)

Auskultasi

• membandingkan bunyi nafas dasar paru anterior dan bronkial pada pasien

2. Pemeriksaan Jantung

Inspeksi

• Melihat ada tidaknya bendungan vena pada dinding dada

• Melihat pulsasi iktus cordis

Palpasi

Page 22: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

18

• mencari pulsasi iktus cordis (secara normal : iktus cordis terletak di garis midklavikula sinistra Intercostae

V)

• denyut jantung dapat dihitung pada iktus cordis (walaupun cara ini tidak lazim dilakukan)

Perkusi

• menentukan batas kanan jantung

Batas kanan jantung ditentukan setelah batas paru hepar ditemukan

• menentukan batas kiri jantung

Batas kiri jantung ditentukan setelah batas paru - lambung ditemukan

Auskultasi

Mendengarkan bunyi jantung I (saat katup mitral dan trikuspidal menutup) dan bunyi jantung 2 (saat katup

aorta dan pulmonal menutup) pada masing - masing katup jantung.

o Abdomen: lien teraba S1

Letakkan tangan kiri menyangga punggung kanan penderita pada coste 11 dan 12

Tempatkan ujung jari kanan ( atas - obliq ) di bawah kostae kanan.

Mulailah dengan tekanan ringan untuk menentukan pembesaran limfa

Minta pasien napas dalam, tekan segera dengan jari kanan secara perlahan, saat pasien

melepas napas, rasakan adanya masa hepar, pembesaran, konsistensi dan bentuk

permukaannya.

Normal : Sulit di raba, teraba bila ada pembesaran

6. Pemeriksaan Laboratorium

Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%, preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan

gametosit berbentuk pisang, kepadatan parasite 13.800/uL dan preparat darah tipis

didapatkan hasil P. falciparum (+). Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan

karena tidak ada fasilitas.

a. Interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan laboratorium Tn. Andi?

o Hb 4,6 mg/dl

Normalnya 13-18 mg/dl. Maka Doni mengalami anemia, hal ini karena banyaknya RBC yang

terinfeksi dan harus dihancurkan.

o GDS 145 mg%

Kadar glukosa darah berada pada kisaran normal antara 70-144 mg%. Interpretasi: Pada

penderita malaria berat, gejala klinis yang terjadi adalah hipoglikemia dimana gula darah < 40

mg%. Pada kasus ini mungkin malaria yang terjadi belum sampai ke stadium berat atau parah.

o preparat darah tebal didapatkan delicate ring

Merupakan fase trofozoid di plasmodium falciparum dimana ciri-cirinya eritrosit tidak

membesar, parasite terletak di tepi (accole), terdapat delicate ring, dan terdapat multiple

infection dimana parasite dalam satu eritrosit lebih dari satu

o gametosit berbentuk pisang

Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang berada

dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama kurang lebih 30

menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian

berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini

disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivax dan

P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang

memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel

Page 23: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

19

hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh

menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps. (Nugroho, 2000)

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah

dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari

stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut

skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan

menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer.

Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan

membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina, sehingga pada pemeriksaan

labor ditemukan gametosid berbentuk pisang, artinya tahap infeksi parasit ini sudah memasuki

tahap pembentukan gamet.

o kepadatan parasite 13.800/uL

Kepadatan parasit mengindikasikan terjadinya anemia pada penderita. Jika kepadatan parasit >

10.000/ µl, penderita mengalami anemia berat. Hal ini juga didukung dengan hasil pemeriksaan

laboratorium Hb 4,6 mg/dl (dibawah 5 mg/dl). Kepadatan parasit 13.800/µl menunjukkan bahwa

jumlah parasit yang ditemukan ada 13.800 per mikro-liter darah.

o preparat darah tipis didapatkan hasil P. falciparum (+)

Pemeriksaan dengan preparat darah tebal untuk menentukan ada atau tidaknya parasite

malaria. Sedangkan pemeriksaan dengan preparat darah tipis untuk menentukan jenis

plasmodiumnya. Pada kasus preparat darah tipis didapatkan hasil P. falciparum (+)

yang artinya terdapat p. falciparum pada preparat darah yang diperiksa.

b. Apa saja pemeriksaan penunjang yang harusnya dilakukan untuk menegakkan diagnosis

penyakit Tn. Andi?

Tes Antigen : P-F test

Yaitu mendeteksi antigen dari P.Falciparum (Histidine Rich Protein H). Deteksi sangat

cepat hanya 3 – 5 menit, tidak memerlukan alat dan latihan khusus, sensitivitasnya baik,.

Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar di pasaran yaitu dengan metode ITC-Tes sejenis

dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara

immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama test OPTIMAL. Optimal dapat

mendeteksi dari 0 – 200 parasit / ul darah dan dapat membedakan apakah infeksi P. falciparum

atau P. vivax . Sensitivitas sampai 95% dan hasil positif adalah lebih rendah dari tes deteksi

HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (rapid test).

Tes Serologi

Tes serologi mulai diperkenalkan tahun 1962 dengan memakai tehnik indirec fluorecent

antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada

keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab

antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk

penelitian epidemologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1 : 200 dianggap sebagai infeksi

baru; dan test > 1 : 20 dinyatakan positip. Metode-metode tes serologi antara lain indirect

haemagglutination test, immuno-precipitation techniques, ELISA tes, radio-immunoassay.

Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu

dipakai cukup cepat dan sensivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun

jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. tes ini baru dipakai sebagai sarana

penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.

c. Bagaimana morfologi Plasmodium falciparum?

Parasit ini merupakan species yang berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi

berat dan menyebabkan kematian. Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase

preritrosit saja; tidak ada fase ekso-eritrosit. Stadium dini yang dapat dilihat dalam hati adalah

Page 24: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

20

skizom yang berukuran ± 30 µ pada hari keempat setelah infeksi.Jumlah morozoit pada skizon

matang (matur) kira-kira 40.000 bentuk cacing stadium trofosoit muda plasmodium falciparum

sangat kecil dan halus dengan ukuran ±1/6 diameter eritrosit. Pada bentuk cincin dapat dilihat dua

butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk accole sering ditemukan. Beberapa bentuk

cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit (infeksi multipel). Walaupun bentuk marginal, accole,

cincin dengan kromatin ganda dan infeksi multiple dapat juga ditemukan dalam eritrosit yang di

infeksi oleh species plasmodium lain pada manisia, kelainan-kelainan ini lebih sering ditemukan

pada Plasmodium Falciparum dan keadaan ini penting untuk membantu diagnosis species.Bentuk

cincin Plasmodium falciparum kemudian menjadi lebih besar, berukuran seperempat dan kadang-

kadang setengah diameter eitrosit dan mungkin dapat disangka parasit Plasmodium malariae.

Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium perkembangan siklus

aseksual berikutnya pada umumnya tidak berlangsumg dalam darah tepi, kecuali pada kasus berat

(perniseosa).Adanya skizon muda dan matang Plasmodium falciparum dalam sediaan darah tepi

berarti keadaan infeksi yang berat sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan cepat.

Bentuk skizon muda Plasmodium falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua

butir pigmen yang menggumpal. Pada species parasit lain pada manusia terdapat 20 atau lebih butir

pigmen pada stadium skizon yang lebih tua. Bentuk cincin dan tofozoit tua menghilang dari darah

tepi setelah 24 jam dan bertahan dikapiler alat-alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus atau

sumsum tulang; di tempattempat ini parasit berkembang lebih lanjut.Dalam waktu 24 jam parasit di

dalam kapiler berkembang biak secara zkisogoni. Bila skison sudah matang, akan mengisi kira-kira

2/3 eritrosit. Akhirnya membelah-belah dan membentuk 8 – 24 morozoit, jumlah rata-rata adalah 16.

skizon matang Plasmodium falciparum lebih kecil dari skizon matang parasit malaria yang lain.

Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari jenis-jenis lainnya, kadangkadang melebihi

500.000/µL darah.Dalam badan manusia parasit tidak tersebar merata dalam alat-alat dalam dan

jaringan sehingga gejala klinik pada malaria falciparum dapat berbedabeda. Sebagian besar kasus

berat dan fatal disebabkan oleh karena eritrosit yang dihinggapi parasit menggumpal dan menyumbat

kapiler. Pada malaria falciparum eritrosit yang diinfeksi tidak membesar selama stadium

perkembangan parasit. Eritrosit yang mengandung trofozoit tua dan skizon mempunyai titik kasar

berwarna merah (titik mauror) tersebar pada dua per tiga bagian eritrosit. Pembentukan gametosit

berlamgsung dalam alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium mudah dapat ditentukan dalam

darah tepi. Gametosis muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau

berbentuk elips; akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagai gametosis matang.

Gametosis untuk pertama k ali tampak dalam darah tepi setelah beberapa generasi mengalami

skizogoni biasanya kira-kira 10 hari setelah parasit pertama kali tampak dalam darah.Gametosis

betina atau makrogametosis biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari gametosit jantang atau

mikrogametosit, dan sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romakonowsky. Intinya lebih lebih

kecil dan padat, berwarna merah tua dan butir-butir pigmen tersebar disekitar inti. Mikrogametozit

membentuk lebih lebar dan seperti sosis. Sitoplasmanya biru, pucat atau agak kemerah-merahan dan

intinya berwarna merah mudah, besar dan tidak padat, butir-butir pignmen disekitan plasma sekitar

inti. Jumlah gametosit pada infeksi Falciparum berbedabeda, kadang-kadang sampai 50.000 –

150.000/µL darah, jumlah ini tidak pernah dicapai oleh species Plasmodium lain pada manusia.

Walaupun skizogoni eritrosit pada Plasmodium falciparum selesai dalam waktu 48 jam dan

priodisitasnya khas terirana, sering kali pada species ini terdapat 2 atau lebih kelompokkelokpok

parasit, dengan sporolasi yang tidak singkron, sehingga priodesitas gejala pada penderita menjadi

tidak teratur, terutama pada stadium permulaan serangan malaria. Siklus seksual Plasmodium

falciparum dalam nyamuk sama seperti pada Plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada

suhu 200 C, 15 – 17 hari pada suhu 230C dan 10 – 11 hari pada suhu 250C – 280C. Pigmen pada

obkista berwarna agak hitam dan butir butinya relative besar, membentuk pola pada kista sebagai

lingkaran ganda sekitar tepinya, tetapi dapat tersusun sebagai lingkaran kecil dipusat atau sebagai

garis lurus ganda. Pada hari ke-8 pigmen tidak tampak kecuali beberapa butir masih dapat dilihat.

d. Bagaimana etiologi dari Plasmodium falciparum?

Page 25: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

21

Penyebaran dari Plasmodium falciparum dimulai dari saat gametosit dihisap dalam darah oleh

Anopheles betina, yang akan memulai siklus hidup baru dalam tubuh nyamuk. Setelah 10-18 hari,

parasite berbentuk sporozoit dapat ditemukan dalam glandula saliva nyamuk. Saat Anopheles betina

menghisap darah, Plasmodium falciparum akan ditularkan via saliva.

Di sana, sporozoit menginfeksi sel hati dan berkembang menjadi skizon yang akan pecah

melepas merozoit. Setelah replikasi di dalam hati, parasite akan mengalami multiplikasi aseksual di

eritrosit pula. Merozoit akan menginfeksi sel darah merah. Tropozoit stadium cincin akan dewasa

menjadi skizon dan rupture melepas merozoit. Sebagian akan berkembang menjadi tahap seksual

(sporozoit).

e. Bagaimana siklus hidup dari Plasmodium falciparum ? (s. hidup dlm manusia banyakin)

Siklus Hidup Plasmodium

Siklus seksual

Terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang

mengandung gametosit. Gametosit yang bersama darah tidak dicerna. Pada makrogamet (jantan)

kromatin membagi menjadi 6-8 inti yang bergerak kepinggir parasit. Dipinggir ini beberapa filamen

dibentuk seperti cambuk dan bergerak aktif disebut mikrogamet. Pembuahan terjadi karena

masuknya mikrogamet kedalam makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti

cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan membran basal dinding

lambung. Ditempat ini ookinet membesar dan disebut ookista. Didalam ookista dibentuk ribuan

sporozoit dan beberapa sporoit menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk menggigit / menusuk

maka sporozoit masuk kedalam darah dan mulailah siklus pre eritrosik,

Siklus aseksual

Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase preritrosit saja; tidak ada fase

ekso-eritrosit. Bentuk dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizom yang berukuran ± 30 µ pada

hari keempat setelah infeksi

Page 26: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

22

Jumlah morozoit pada skizon matang (matur) kira-kira 40.000 bentuk cacing stadium trofosoit

muda plasmodium falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran ±1/6 diameter eritrosit. Pada

bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk accole sering

ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit (infeksi multipel).

Walaupun bentuk marginal, accole, cincin dengan kromatin ganda dan infeksi multiple dapat juga

ditemukan dalam eritrosit yang di infeksi oleh species plasmodium lain pada manisia, kelainan-

kelainan ini lebih sering ditemukan pada Plasmodium Falciparum dan keadaan ini penting untuk

membantu diagnosis species.

Bentuk cincin Plasmodium falciparum kemudian menjadi lebih besar, berukuran seperempat

dan kadang-kadang setengah diameter eitrosit dan mungkin dapat disangka parasit Plasmodium

malariae. Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium perkembangan

siklus aseksual berikutnya pada umumnya tidak berlangsumg dalam darah tepi, kecuali pada kasus

brat (perniseosa).

Adanya skizon muda dan matang Plasmodium falciparum dalam sediaan darah tepi berarti

keadaan infeksi yang berat sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan cepat.Bentuk

skizon muda Plasmodium falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir

pigmen yang menggumpal. Pada species parasit lain pada manusia terdapat 20 atau lebih butir

pigmen pada stadium skizon yang lebih tua. Bentuk cincin da tofozoit tua menghilang dari darah tepi

setelah 24 jam dan bertahan dikapiler alat-alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus atau

sumsum tulang; di tempat – tempat ini parasit berkembang lebih lanjut.

Dalam waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang biak secara zkisogoni. Bila skison

sudah matang, akan mengisi kira-kira 2/3 eritrosit. Akhirnya membelah-belah dan membentuk 8 –

24 morozoit, jumlah rata-rata adalah 16. skizon matang Plasmodium falciparum lebih kecil dari

skizon matang parasit malaria yang lain. Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari jenis-

jenis lainnya, kadang-kadang melebihi 500.000/mm3 darah.

Dalam badan manusia parasit tidak tersebar merata dalam alat-alat dalam dan jaringan

sehingga gejala klinik pada malaria falciparum dapat berbeda-beda. Sebagian besar kasus berat dan

fatal disebabkan oleh karena eritrosit yang dihinggapi parasit menggumpal dan menyumbat kapiler.

Pada malaria falciparum eritrosit yang diinfeksi tidak membesar selama stadium

perkembangan parasit. Eritrosit yang mengandung trofozoit tua dan skizon mempunyai titik kasar

berwarna merah (titik mauror) tersebar pada dua per tiga bagian eritrosit. Pembentukan gametosit

berlamgsung dalam alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium mudah dapat ditentukan dalam

darah tepi. Gametosis muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau

Page 27: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

23

berbentuk elips; akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagai gametosis matang.

Gametosis untuk pertama k ali tampak dalam darah tepi setelah beberapa generasi mengalami

skizogoni biasanya kira-kira 10 hari setelah parasit pertama kali tampak dalam darah. Gametosis

betina atau makrogametosis biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari gametosit jantang atau

mikrogametosit, dan sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romakonowsky. Intinya lebih lebih

kecil dan padat, berwarna merah tua dan butir-butir pigmen tersebar disekitar inti. Mikrogametozit

membentuk lebih lebar dan seperti sosis. Sitoplasmanya biru, pucat atau agak kemerah-merahan dan

intinya berwarna merah mudah, besar dan tidak padat, butir-butir pign\men disekitan plasma sekitar

inti.

Jumlah gametosit pada infeksi Falciparum berbeda-beda, kadang-kadang sampai 50.000 –

150.000/mm3 darah, jumlah ini tidak pernah dicapai oleh species

Plasmodium lain pada manusia. Walaupun skizogoni eritrosit pada Plasmodium falciparum

selesai dalam waktu 48 jam dan priodisitasnya khas terirana, sering kali pada species ini terdapat 2

atau lebih kelompok-kelokpok parasit, dengan sporolasi yang tidak singkron, sehingga priodesitas

gejala pada penderita menjadi tidak teratur, terutama pada stadium permulaan serangan malaria

f. Apa manifestasi dari gejala klinis yang diakibatkan oleh Plasmodium falciparum?

Manifestasi malaria berat bervariasi, dari kelainan kesadaran sampai gangguan organ-organ tertentu

dan gangguan metabolisme. Manifestasi ini dapat berbeda menurut umur (anak/dewasa), pada

daerah tertentu berdasarkan endemisitas setempat.

g. Bagaimana patogenesis penyakit yang ditimbulkan Plasmodium falciparum?

Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui dua cara

yaitu :

a. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria

b. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia, misalnya

melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui plasenta ibu yang

terinfeksi (congenital).

Sporozoit malaria dilepaskan ke dalam darah dan dalam beberapa menit akan menempel dan

menginvasi sel hati dengan cara berikatan dengan reseptor hepatosit pada protein plasma

thrombospondin dan properdin, yang terletak di basolateral permukaan hepatosit. Di dalam sel hati,

Page 28: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

24

parasit malaria bermultiplikasi. Setelah sel hati pecah, merozoit (aseksual, bentuk darah haploid)

sebanyak 30,000 (P. falciparum, sedangkan 20,000 untuk P. Malariae) untuk keluar.

Setelah dilepaskan, merozoit P.falciparum berikatan oleh parasit molekul seperti lektin dengan

protein sialic pada molekul glycophorin di permukaan sel darah merah. ( Merozoit P. vivax berikatan

dengan antigen Duffy pada sel darah merah oleh lektin). Setelah masuk ke dalam sel darah merah,

parasit akan bereplikasi di dalam membran vakuola digestive dan akan mengeluarkan beberapa

enzim protease dari organel spesial yang disebut rhoptry. Enzim protease ini berfungsi untuk

menghidrolisis hemoglobin. Setelah sel pecah, merozoit keluar dan mulai menginfeksi sel darah

merah yang lain, dan beberapa merozoit lainnya berkembang menjadi gametosit yang menginfeksi

nyamuk saat menghisap darah manusia.

Selama parasit malaria matang di dalam sel darah merah, ia mengubah bentuknya dari stadium

ring menjadi schizont dan mensekresi protein yang membentuk benjolan 100 nm di permukaan sel

darah merah yang disebut knob. Protein malaria yang ada di permukaan knob disebut sequestrin.

Sequestrin ini berikatan dengan sel endotelial oleh ICAM-1, yang merupakan reseptor

thrombospondin, dan glycophorin CD46 yang dapat menyebabkan sel darah merah yang terinfeksi

sel darah merah terbuang dari sirkulasi.

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit , inang dan lingkungan.

Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Oleh

karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan menyebabkan anemia. Beratnya

anemia tidak sebanding dengan parasitemia, hal ini menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain

yang mengandung parasit. Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi

eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang

menyebabkan anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.

Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah.

Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit

yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hiperplasi dari retikulum

disertai peningkatan makrofag.

Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam

eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur

dan biomolekuler sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi

mekanisme transpor membran sel, penurunan deformabilitas, pembentukan knob, ekspresi varian

non antigen di permukaan sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan rosetting, peranan sitokin dan NO

(Nitrik Oksida).

h. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit yang ditimbulkan Plasmodium falciparum?

Penatalaksanaan

Pengobatan malaria menurut keperluannya dibagi menjadi pengobatan pencegahan bila obat

diberikan sebelum infeksi terjadi, pengobatan supresif bila obat diberikan untuk mencegah

timbulnya gejala klinis, pengobatan kuratif untuk pengobatan infeksi yang sudah terjadi terdiri dari

serangan akut dan radikal, dan pengobatan untuk mencegah transmisi/penularan bila obat digunakan

terhadap gametosit dalam darah. Sedangkan dalam program pemberantasan malaria dikenal 3 cara

pengobatan, yaitu pengobatan presumtif dengan pemberantasan skizontisida dosis tunggal untuk

mengurangi gejala klinis malaria dan mencegah penyebaran, pengobatan radikal diberikan untuk

malaria yang menimbulkan relaps jangka panjang, dan pengobatan massal digunakan pada setiap

penduduk di daerah endemis malaria secara teratur. Saat ini pengobatan massal hanya diberikan

pada saat terjadi wabah. (3)

1. Malaria Tanpa Komplikasi

Malaria tanpa komplikasi dapat diberikan obat anti malaria dengan rawat jalan. Berdasarkan hasil

penelitian, resistensi malaria vivaks terhadap klorokuin ditemukan sangat tinggi di berbagai daerah

di Indonesia sehingga Departemen Kesehatan RI merekomendasikan pengobatan malaria vivaks

sama dengan malaria falsiparum, yaitu dengan menggunakan kombinasi anti malaria yang

mengandung derivate artemisinin (Artemisinin based combination therapy- ACT) (6)

a. Untuk daerah yang sudah resistensi terhadap obat malaria yang biasa digunakan, saat ini WHO

merekomendasikan penggunaan kombinasi antimalaria terutama yang mengandung artemisin. Obat-

obat antimalaria kombinasi yang direkomendasikan oleh WHO antara lain:

Artemeter/lumefantrin (Co-artem) diberikan dengan dosis Artemeter 2 mg/kgBB 2 kali sehari

selama 3 hari dan lumefantrin 12 mg/kgBB 2 kali sehari selama 3 hari. Obat ini tersedia dalam

bentuk tablet kombinasi 20 mg artemeter + 120 mg lumefantrin

Page 29: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

25

Artesunat + amodiakuin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3 hari dan

amodiakuin dosis standar 25 mg basa/kgBB selama 3 hari. Obat ini tersedia dalam bentuk

tablet terpisah artesunat 50 mg/tablet dan amodikuin basa 153 mg/tablet.

Artesunat + meflokuin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3 hari dan meflokuin

basa 15-25 mg/kgBB dosis tunggal atau dibagi dalam dosis 2 – 3 kali.

Artesunat + sulfadoksin-pirimetamin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3 hari

dan sulfadoksin-pirimetamin 25 mg/kgB dosis tunggal.

Dihidroartemisinin + piperakuin, dengan dosis dehidroartemisinin 6,4 mg/kgBB dan

piperakuin 51,2 mg/kgBB dosis tunggal selama 3 hari.

Artesunat + klorokuin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3 hari dan klorokuin

basa dosis standar 25 mg/kgBB selama 3 hari.

Artesunat + atovokuon-proguanil (Malaron) tablet film coated untuk anak dosis dari artesunat

4 mg/kgBB/hari dan 62,5 mg atovakuon dan 25 mg proguanil.

Artesunat + klorproguanil-dapson (Lapdop), dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3

hari dan klorproguanil-dapson.

Artemisinin + piperakuin, dengan dosis artemisinin 20 mg/kgBB 2 kali sehari pada hari

pertama, selanjutnya 1 kali sehari pada hari kedua dan ketiga, dan piperakun 51,2 mg/kgBB

dosis tunggal selama 3 hari.

Artesunat + pironaridin, dengan dosis artesunat 4 mg/kgBB/hari selama 3 hari dan pironaridin.

Naftokuin + dehidroartemisinin, terdiri dari naftokuin dan dihidroartemisinin 6,4 mg/kgBB

selama 3 hari. (6)

b. Untuk daerah yang belum ada resisten terhadap obat malaria yang biasa digunakan atau obat-obat

tersebut di atas belum tersedia, pengobatan malaria adalah:

Klorokuin dosis standar (25 mg basa/kgBB) untuk 3 hari dan sulfadoksin pirimetamin dosis

tunggal (25 mg/1,25 mg/kgBB).

Sulfadoksin/pirimetamin dosis tunggal dan kina (10 mg garam/kgBB/dosis) 3 kali sehari

selama 7 hari.

Amodikuin dosis standar (25 mg basa/kgBB untuk 3 hari) dan sulfadoksin dosis tunggal.

Kombinasi klorokuin dosis standard dan primakuin dosis harian tunggal 0,75 mg basa/kgBB

tunggal untuk malaria falsiparum atau 0,25 mg basa/kgBB/hari selama 14 hari.

Klorokuin dosis standard dan doksisiklin (2 mg/kgBB/dosis) 2 kali sehari selama 7 hari.

Kina (10 mg garam/kgBB/dosis) 3 kali sehari selama 7 hari dan doksisiklin (2 mg/kgBB/dosis)

2 kali sehari selama 7 hari.

Kina (10 mg garam/kgBB/dosis) 3 kal sehari selama 7 hari dan klindamisin (10

mg/kgBB/dosis) 3 kali sehari selama 7 hari. (6)

2. Malaria Berat

Anak dengan malaria berat harus dirawat inap dan diberikan pengobatan dengan artesunat intravena

atau kina HCl intravena per infus. Terapi suportif harus diberikan sesuai dengan gejala

komplikasinya:

a. Malaria serebral

Diberikan infus kina dihiroklorida, dosis 10 mg/kgBB/kali dilarutkan dalam 50 – 100 ml infus

garam fisiologis atau cairan 2 a atau dekstrose 5% dan diberikan selama 2 – 4 jam, 3 kali sehari

selama pasien belum sadar. Pemberian tidak boleh terlalu cepat (<10 menit) oleh karena tekanan

darah dapat turun mendadak disertai aritmia jantung. Apabila pasien sudah sadar kina dilanjutkan

per-oral hingga total intravena + oral selama 7 hari. Dapat ditambahkan fansidar atau suldox dengan

dosis seperti diatas (melalui sonde). Apabila disertai kejang berikan diazepam 0,5 mg/kgBB

intravena perlahan-lahan. (3)

b. Anemia berat

Anemia berat ditandai dengan kepucatan yang sangat pada telapak tangan, sering diikuti dengan

denyut nadi cepat, kesulitan bernafas, kebingungan atau gelisah. Tanda gagal jantung seperti irama

derap, pembesaran hati dan terkadang edema paru (nafas cepat, fine basal crackles dalam

pemeriksaan auskultasi) bisa ditemukan. (4)

Berikan transfusi darah sesegera mungkin kepada:

Semua anak dengan hematokrit ≤ 15% atau Hb ≤ 5 g/dl

Anak yang anemianya tidak berat (hematokrit > 15%; Hb > 5 g/dl) dengan tanda berikut:

- Dehidrasi

Page 30: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

26

- Syok

- Penurunan kesadaran

- Pernafasan Kusmaull

- Gagal jantung

- Parasitemia yang sangat tinggi (>10% sel darah merah mengandung parasit).

Berikan packed red cells (10 ml/kgBB), jika tersedia, selama 3 – 4 jam. Jika tidak tersedia berikan

darah utuh segar 20 ml/kgBB selama 3 – 4 jam.

Periksa frekuensi nafas dan denyut nadi setiap 15 menit. Jika salah satunya mengalami kenaikan,

berikan transfusi dengan lebih lambat. Jika ada bukti kelebihan cairan karena transfusi darah,

berikan furosemid intravena (1 – 2 mg/kgBB) hingga jumlah maksimal 20 mg/kgBB.

Setelah transfusi, jika Hb tetap rendah, ulangi transfusi.

Pada anak dengan gizi buruk, kelebihan cairan merupakan komplikasi yang umum dan serius.

Berikan fresh whole blood 10 ml/kgBB hanya sekali. (4)

c. Dehidrasi, gangguan asam basa dan elektrolit

Lactic acidosis sering terjadi sebagai penyulit malaria berat, ditandai dengan peningkatan kadar

asam laktat darah atau dalam likuor serebrospinal. Larutan garam fisiologis isotonis atau glukosa

5% segera diberikan dengan hati-hati dan awasi tekanan darah. Di rumah sakit dengan fasilitas

pediatrik gawat darurat, dapat dipasang central venous pressure (CVP) untuk mengetahui

kebutuhan cairan lebih cermat. Apabila telah tercapai rehidrasi, tetapi jumlah urin tetap < 1

ml/kgBB/jam makan dapat diberikan furosemid inisial 2 mg/kgBB kemudian dilanjutkan 2 x dosis

dengan maksimal 8 mg/kgBB (diberikan dalam waktu 15 menit). Untuk memperbaiki oksigenasi,

bersihkan jalan nafas, beri oksigen 2 – 4 liter/menit, dan apabila diperlukan dapat dipasang

ventilator mekanik sebagai penunjang.

d. Hipoglikemia

Hipoglikemia (gula darah: < 2,5 mmol/liter atau < 45 mg/dl) lebih sering terjadi pada pasien umur <

3 tahun, yang mengalami kejang dan/atau hiperparasitemia dan pasien koma. (4)

Berikan 5 ml/kgBB glukosa 10% intravena secara cepat. Periksa kembali glukosa darah dalam

waktu 30 menit dan ulangi pemberian glukosa (5 ml/kgBB) jika kadar glukosa rendah (< 2,5

mmol/liter atau < 45 mg/dl). (4)

Cegah agar hipoglikemia tidak sampai parah pada anak yang tidak sadar dengan memberikan

glukosa 10% intravena. Jangan melebihi kebutuhan cairan rumatan untuk berat badan anak. Jika

anak menunjukan tanda kelebihan cairan, batasi cairan parenteral; ulangi pemberian glukosa 10% (5

ml/kgBB) dengan interval yang teratur.

Bila anak sudah sadar dan tidak ada muntah atau sesak, stop infus dan berikan makanan/minuman

per oral sesuai umur. Teruskan pengawasan kadar glukosa dan obati sebagaimana mestinya

i. Bagaimana pencegahan dari penyakit yang ditimbulkan Plasmodium falciparum?

Menghindari gigitan nyamuk,

IV. Keterkaitan Antarmasalah

Page 31: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

27

V. Learning Objektif

Plasmodium falciparum

Malaria Tropica/tertiana/Maligna

Pemeriksaan Fisik, Lab, Penunjang

VI. Sintesis Masalah

o Plasmodium falciparum

Plasmodium falciparum mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Haemosporodia

Divisio : Nematoda

Subdivisio : Laveran

Kelas : Spotozoa

Ordo : Haemosporidia

Genus : Plasmodium

Species : Falcifarum

A. Nama penyakit

Plasmoduim falciparum menyebabkan penyakit malaria falsifarum atau malaria tropika atau malaria

tersiana maligna.

B. Hospes

Manusia dan hewan merupakan hospes perantara parasit ini dan nyamuk Anopheles betina menjadi

hopses definitifnya atau merupakan vektornya.

C. Distribusi geografik

Malaria ditemukan terutama di negara-negara tropis di seluruh dunia. Hal ini terlihat di sebagian

besar Afrika dan Asia, Amerika Tengah dan Selatan, Haiti dan Republik Dominika, beberapa pulau Pasifik,

seperti Papua Nugini dan beberapa bagian Timur Tengah.

Pada tahun 2010, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, ada 216 juta kasus malaria dan 655.000

kematian di seluruh dunia. Dari kematian ini sekitar 91% terlihat di Afrika, diikuti oleh wilayah Asia

Tenggara (6%), dan Kawasan Mediterania Timur (3%). Sekitar 86% dari kematian global berada pada

anak-anak.

D. Morfologi dan daur hidup

Parasit ini merupakan species yang berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi

berat dan menyebabkan kematian.

Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase preritrosit saja; tidak ada fase ekso-

eritrosit.

Stadium dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizom yang berukuran ± 30 µ pada hari keempat

setelah infeksi. Jumlah morozoit pada skizon matang (matur) kira-kira 40.000 bentuk cacing stadium

trofosoit muda plasmodium falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran ±1/6 diameter eritrosit. Pada

bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk accole sering

ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit (infeksi multipel). Walaupun

Page 32: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

28

bentuk marginal, accole, cincin dengan kromatin ganda dan infeksi multiple dapat juga ditemukan dalam

eritrosit yang di infeksi oleh species plasmodium lain pada manisia, kelainan-kelainan ini lebih sering

ditemukan pada Plasmodium Falciparum dan keadaan ini penting untuk membantu diagnosis species.

Bentuk cincin Plasmodium falciparum kemudian menjadi lebih besar, berukuran seperempat dan kadang-

kadang setengah diameter eitrosit dan mungkin dapat disangka parasit Plasmodium malariae.

Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium perkembangan siklus aseksual

berikutnya pada umumnya tidak berlangsumg dalam darah tepi, kecuali pada kasus berat (perniseosa).

Adanya skizon muda dan matang Plasmodium falciparum dalam sediaan darah tepi berarti keadaan infeksi

yang berat sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan cepat. Bentuk skizon muda

Plasmodium falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir pigmen yang

menggumpal. Pada species parasit lain pada manusia terdapat 20 atau lebih butir pigmen pada stadium

skizon yang lebih tua.

Bentuk cincin dan tofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan bertahan dikapiler alat-

alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus atau sumsum tulang; di tempat-tempat ini parasit

berkembang lebih lanjut. Dalam waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang biak secara zkisogoni.

Bila skison sudah matang, akan mengisi kira-kira 2/3 eritrosit. Akhirnya membelah-belah dan membentuk 8

– 24 morozoit, jumlah rata-rata adalah 16. skizon matang Plasmodium falciparum lebih kecil dari skizon

matang parasit malaria yang lain. Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari jenis-jenis lainnya,

kadang-kadang melebihi 500.000/µL darah. Dalam badan manusia parasit tidak tersebar merata dalam alat-

alat dalam dan jaringan sehingga gejala klinik pada malaria falciparum dapat berbeda-beda. Sebagian besar

kasus berat dan fatal disebabkan oleh karena eritrosit yang dihinggapi parasit menggumpal dan menyumbat

kapiler.

Pada malaria falciparum eritrosit yang diinfeksi tidak membesar selama stadium perkembangan

parasit. Eritrosit yang mengandung trofozoit tua dan skizon mempunyai titik kasar berwarna merah (titik

mauror) tersebar pada dua per tiga bagian eritrosit.

Pembentukan gametosit berlamgsung dalam alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium mudah

dapat ditentukan dalam darah tepi. Gametosis muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi

lebih panjang atau berbentuk elips; akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagai

gametosis matang. Gametosis untuk pertama k ali tampak dalam darah tepi setelah beberapa generasi

mengalami skizogoni biasanya kira-kira 10 hari setelah parasit pertama kali tampak dalam darah. Gametosis

betina atau makrogametosis biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari gametosit jantang atau

mikrogametosit, dan sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romakonowsky. Intinya lebih lebih kecil dan

padat, berwarna merah tua dan butir-butir pigmen tersebar disekitar inti. Mikrogametozit membentuk lebih

lebar dan seperti sosis. Sitoplasmanya biru, pucat atau agak kemerah-merahan dan intinya berwarna merah

mudah, besar dan tidak padat, butir-butir pignmen disekitan plasma sekitar inti. Jumlah gametosit pada

infeksi Falciparum berbeda-beda, kadang-kadang sampai 50.000 – 150.000/µL darah, jumlah ini tidak

pernah dicapai oleh species Plasmodium lain pada manusia.

Walaupun skizogoni eritrosit pada Plasmodium falciparum selesai dalam waktu 48 jam dan

priodisitasnya khas terirana, sering kali pada species ini terdapat 2 atau lebih kelompok-kelokpok parasit,

dengan sporolasi yang tidak singkron, sehingga priodesitas gejala pada penderita menjadi tidak teratur,

Page 33: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

29

terutama pada stadium permulaan serangan malaria. Siklus seksual Plasmodium falciparum dalam nyamuk

sama seperti pada Plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 200 C, 15 – 17 hari pada

suhu 230C dan 10 – 11 hari pada suhu 25

0C – 28

0C. Pigmen pada obkista berwarna agak hitam dan butir

butinya relative besar, membentuk pola pada kista sebagai lingkaran ganda sekitar tepinya, tetapi dapat

tersusun sebagai lingkaran kecil dipusat atau sebagai garis lurus ganda. Pada hari ke-8 pigmen tidak tampak

kecuali beberapa butir masih dapat dilihat.

E. Patologi dan gejala-gejala.

Masa tunas intrinsic malaria falciparum berlangsung antara 9-14 hari. Penyakitnya mulai dengan

sakit kepala, punggung dan ekstremitas, perasaan dingin, mual, muntah atau diare ringan. Demam mungkin

tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampak sakit; diagnosis pada stadium ini tergantung dari anamosis

tentang kepergian penderita ke daerah endemic malaria sebelumnya.

Penyakit berlangsung terus, sakit kepala, punggung dan ekstremitas lebih hebat dan keadaan umum

memburuk. Pada stadium ini penderita tampak gelisah, pikau mental (mentral cunfuncion). Demam tidak

teratur dan tidak menunjukkan perodiditas yang jelas. Keringat keluar banyak walaupun demamnya tidak

tinggi. Nadi dan nafas menjadi cepat. Mual, mu7ntah dan diare menjadi lebih hebat, kadang-kadang batuk

oleh karena kelainan paru. Limpa membesar dan lembek pada perabaan. Hati membesar dan tampak ikterus

ringan. Kadang-kadang dalam urin ditemukan albumin dan torak hialin atau torak granular. Ada anemia

ringan dan leucopenia dengan monositosis serta trombositopenia. Bila pada stadium dini penyakit dapat

didiagnosis dan diobati dengan baik, maka infeksi dapat segera diatasi. Bila pengobatan tidak sempurna,

gejala malaria pernisiosa dapat timbul secara mendadak. Istilah ini diberikan untuk penyulit berat yang

timbul secara tidak terduga pada setiap saat, bila lebih dari 5 % eritrosit di-infeksi.

Pada malaria Falciparum ada tiga macam penyulit:

1. Malaria serebral dapat dimulai secara lambat atau mendadak setelah gejala permulaan.

2. Malaria algida menyerupai syok/renjatan waktu pembedahan.

3. Gejala gastro-intestinal menyerupai disentri atau kolera.

Perbedaan yang penting antara P. falciparum dan lainya adalah parasit ini dapat memodifikasi

permukaan eritrosit yang terinfeksi sehingga stadium aseksual dan gametosit dapat melekat ke endothel

kapiler alat dalam dan plasenta. Akibatnya hanya bentuk cincin P. falciparum yang ditemukan dalam

sirkulasi darah tepi. Secara garis besar eritrosit yang terinfeksi dapat menimbulkan 3 jenis gangguan yaitu:

hemodinamik, imunologik dan metabolic. Gejala klinis malaria yang kompleks merupakan keseluruhan

interaksi ketiga gangguan tersebut.

Penderita malaria falciparum berat biasanya dating dalam keadaan kebingungan atau mengantuk dan

keadaan sangat lemah (tidak dapat duduk atau berdiri). Pada pemeriksaan darah ditemukan P. falciparum

stadium aseksual (tropozoid dan/ atau skizon) dan penyebab lain (infeksi bakteri atau virus) disingkirkan.

Selain itu dapat ditemukan satu atau lebih keadaan dibawah in:

- Malaria otak dengan koma (unarousable coma)

- Anemia normositik berat

- Gagal ginjal akut

- Asidosis metabolic dengan gangguan pernapasan

Page 34: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

30

- Edema paru akut

- Hipoglikemia

- Syok dan sepsis

- Perdarahan spontan/DIC (disseminated intravascular coagulation)

- Kejang umum yang berulang.

- Gangguan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit

- Malaria hemoglobinuria (backwater fewer)

Hemolisis intravascular secara besar-besaran dapat terjadi dan memberikan gambaran klinis khas yang

dikenal sebagai “blackwater fever” atau febris iktero-hemoglobinuria. Gejala dimulai dengan

mendadak, urin berwarna merah tua samapi hitam, muntah cairan yang berwarna empedu, ikterus,

badan cepat lemah dan morolitasnya tinggi. Pada “blackwater” parasit sedikit sekali, kadang-kadang

tidak ditemukan dalam darah tepi.

- Jaundice (ikterus)

- Demam tinggi

- Hiperparasitemia

Kelompok resiko tinggi untuk menderita malaria berat adalah:

a. Di daerah hiper/holoendemic

- Anak berumur > 6 bulan (angka kematian tinggi pada umur 1-3 tahun)

- Ibu hamil

b. Di daerah hipo/mesoendemic: anak-anak dan orang dewasa

c. Lain-lain:

- Pendatang (antara lain transmigran)

- Pelancong (traveler)

Mortalitas malaria berat masih cukup tinggi, yaitu 20-50% dan hal ini tergantunng umur penderita,

status imun, asal infeksi, fasilitas kesehatan serta kecepatan menegakkan diagnosis dan pengobatan.

Prognosis penderita malaria falciparum berat akan jauh lebih baik bila penderita sudah ditangani dalam 48

jam setelah masuk ke stadium malaria berat.

F. Pengaruh malaria pada sistem kekebalan tubuh

Plasmodium parasit ada dalam berbagai bentuk dalam hati dan darah namun berhasil melarikan diri

sistem kekebalan tubuh. Hal ini karena di sebagian besar bentuk itu berada dalam sel-sel hati dan darah

dan relatif tidak terlihat oleh surveilans kekebalan tubuh.

Biasanya sel darah merah mengalami kerusakan di limpa secara berkala. Sel darah merah yang

terinfeksi terutama mereka dengan Plasmodium falciparum menghindari kehancuran ini dengan

mengembangkan protein perekat pada permukaan sel-sel darah yang terinfeksi, menyebabkan sel-sel darah

untuk menempel pada dinding pembuluh darah kecil. Hal ini menyebabkan eksekusi parasit dari bagian

melalui sirkulasi umum dan limpa. Protein ini juga diduga menjadi penyebab komplikasi yang disebabkan

oleh jenis parasit malaria. Mereka disebut PfEMP1, untuk Plasmodium falciparum eritrosit membran

Page 35: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

31

protein 1 dan memiliki berbagai dan keragaman dan dengan demikian tidak dapat ditargetkan oleh antibodi

yang terbentuk dalam tubuh.

G. Diagnosis

Diagnosis malaria falcifarum dapat dibuat dengan menemukan parasit trofozoit muda ( bentuk cincin

) tanpa atau dengan stadium gametosit dalam sediaan darah tepi. Pada autopsy dapat ditemukan pigmen dan

parasit dalam kapiler otak dan alat-alat dalam.

Diagnosis banding malaria

Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai berat, terutama dengan

penyakit-penyakit di bawah ini :

Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut :

1. Demam tifoid : Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare, obstipasi),

lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia, uji Widal positif

bermakna, biakan empedu positif.

2. Demam dengue : Demam tinggi terus menerus selama 2 – 7 hari, disertai keluhan sakit kepala, nyeri

tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji torniquet positif, penurunan jumlah trombosit dan peninggian

hemoglobin dan hematokrit pada demam berdarah dengue, tes serologi inhibisi hemaglutinasi, IgM

atau IgG anti dengue positif.

3. Leptospirosis ringan : Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah, conjunctival

injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata), dan nyeri betis yang menyolok. Pemeriksaan

serologi Microscopic Agglutination Test (MAT) atau tes Leptodipstik positif.

Malaria berat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut :

1. Radang otak (meningitis/ensefalitis): Penderita panas dengan riwayat nyeri kepala yang progresif,

hilangnya kesadaran, kaku kuduk, kejang dan gejala neurologis lainnya.

2. Stroke (gangguan serebrovaskuler): Hilangnya atau terjadi gangguan kesadaran, gejala neurologik

lateralisasi (hemiparese atau hemiplegia), tanpa panas dan ada penyakit yang mendasari (hipertensi,

diabetes mellitus dan lain-lain).

3. Tifoid ensefalopati: Gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran dan tanda-tanda demam

tifoid lainnya (khas adalah adanya gejala abdominal seperti nyeri perut,diare).

4. Hepatitis: Prodromal hepatitis (demam, mual, nyeri pada hepar, muntah, tidak bisa makan diikuti

dengan timbulnya ikterus tanpa panas), mata atau kulit kuning, urin seperti air teh. Kadar SGOT dan

SGPT meningkat > 2 x.

5. Leptospirosis berat: Demam dengan ikterus, nyeri pada betis, nyeri tulang, riwayat pekerjaan yang

menunjang adanya transmisi leptospirosis (pembersih got, sampah dan lain lain), leukositosis, gagal

ginjal dan sembuh dengan pemberian antibiotika (penisilin).

Page 36: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

32

6. Glomerulonefritis akut atau kronik: Gagal ginjal akut akibat malaria umumnya memberikan respon

terhadap pengobatan malaria secara dini dan adekuat.

7. Sepsis: Demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan kesadaran, gangguan sirkulasi, leukositosis

dengan granula-toksik yang didukung hasil biakan mikrobiologi.

8. Demam berdarah dengue atau Dengue shock syndrome: Demam tinggi terus menerus selama 2 – 7

hari, disertai syok atau tanpa syok dengan keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, manifestasi

perdarahan (epistaksis, gusi, petekie, purpura, hematom, hemetemesis dan melena), sering muntah, uji

torniquet positif, penurunan jumlah trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit, tes serologi

inhibisi hemaglutinasi, IgM atau IgG anti dengue positif.

H. Resistensi parasit malaria terhadap obat malaria.

Resistensi adalah kemampuan strain parasit untuk tetap hidup, berkembangbiak dan menimbulkan

gejala penyakit, walaupun diberi pengobatan terhadap parasit dalam dosis standar atau dosis yang lebih

tinggi yang masih dapat ditoleransi. Resistensi P.falciparum terhadap obat malaria golongan 4

aminokuinolin (klorokuin dan amodiakuin untuk pertama kali ditemukan pada tahun 1960 -1961 di

Kolombia dan Brasil. Kemudian secara berturut-turut ditemukan di Asia Tenggara, di Muangthai, Kamboja,

Malaysia, Laos, Vietnam, Filifina. Di Indonesia ditemukan di Kalimantan timur (1974), Irian Jaya (1976),

Sumatera Selatan (1978), Timor Timur (1974), Jawa Tengah (Jepara, 1981) dan Jawa Barat (1981). Focus

resistensi tidak mengcakup semua daerah, parasit masih sensitive dibeberapa tempat di daerah tersebut.

Bila resistensi P.Falciparum terhadap klorokuin sudah dapat dipastikan, obat malaria lain dapat

diberikan , antara lain:

4. Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal sebanyak 2-3

tablet.

5. Kina 3 x 2 tablet selama 7 hari.

6. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/hari selama 7-10 hari, minosiklin 2 x 100 mg/hari selama 7

hari.

7. Kombinasi – kombinasi lain : kina dan tetrasiklin.

Mengapa parasit malaria menjadi resisten terhadap klorokuin, amsih belum diketahui dengan pasti.

Ada beberapa kemungkinan yaitu:

9. Mungkin parasit itu tidak mempunyai tempat (site) untuk mengikat klorokuin sehingga obat ini tidak

dapat dikonsentrasi dalam sel darah merah,

10. Plasmodium yang resisten mempunyai jalur biokimia (biochemical pathway) lain untuk mengadakan

sintesis asam amino sehingga dapat menghindarkan pengaruh klorokuin,

11. Mutasi spontan dibawah tekanan otot.

Criteria untuk menentukan resistensi parasit malaria terhadap 4-aminokuinolin dilapangan telah

ditentukan oleh WHO dengan cara in vivo dan in vitro. Derajat resistensi terhadapobat secara in vivo dapat

dibagi menjadi:

- S : Sensitive dengan parasit yang tetap menghilang setelah pengobatan dan diikuti selama 4 minggu.

Page 37: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

33

- R I : Resistensi tingkat I dengan rekrusesensi lambat atau dini (pada minggu ke 3 sampai ke 4 atau

minggu ke 2)

- R II : Resistensi tingkat II dengan jumlah parasit menurun pada tingkat I.

- R III : Resistensi tingkat III dengan jumlah parasit tetap sama atau meninggi pada minggu ke I.

Akhir akhir ini ada laporan dari beberapa Negara (Bombay India, Myanmar, Papua Nugini,

Kepulauan Solomon, Brasil) dan dari Indonesia (Pulau nias Sumatera Utara, Florest NTT, Lembe Sulawesi

Utara, Irian Jaya) mengenai P.vivax yang resistensi ditentukan dengan cara mengukur konsentrasi klorokuin

dalam darah atau serum penderita.

I. Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Malaria

Klasifikasi biologi obat malaria Berdasarkan suseptibilitas berbagai stadium parasit malaria terhadap obat

malaria maka obat malaria di bagi dalam 5 golongan:

1. Skizontosida jaringan primer : proguanil, pirimetamin, dapat membasmi parasit pra eritrosit sehingga

mencegah masuknya parasit ke dalam eritrosit digunakan sebagai profilaksis kausal.

2. Skizontosida jaringan sekunder primakuin, membasmi parasit daur eksoeritrosit atau bentuk-bentuk

jaringan P. vivax dan P. ovale dan digunakan untuk pengobatan radikal infeksi ini sebagai obat anti

relaps.

3. Skizontosida darah : membasmi parasit stadium eritrosit yang berhubungan dengan penyakit akut

disertai gejala klinis.

4. Gametositosida : menghancurkan semua bentuk seksual termasuk stadium gametosit P.falcifarum , juga

mempengaruhi stadium perkembangan parasit malaria dalam nyamuk Anopheles betina

5. Sporontosida : mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan

sporozoit dalam nyamuk Anopheles

Obat-obat malaria yang ada dapat dibagi dalam 9 golongan menurut rumus kimianya :

1. Alkaloid cinchona (kina)

2. 8-aminokuinolin (primakuin)

3. 9-aminoakridin (mepakrin)

4. 4-aminokuinolin (klorokuin, amodiakuin)

5. Biguanida(proguanil)

6. Diaminopirimidin (pirimetamin, trimetoprim)

7. Sulfon dan sulfonamide

8. Antibiotic ( tetrasiklin, minosiklin, klindamisin )

9. Kuinilinmetanol dan fenantrenmetanol ( meflokuin )

Penggunaan Obat malaria

Suatu obat mempunyai beberapa kegunaan yang dapat dipengaruhi beberapa factor, seperti spesies parasit

malaria, respon terhadap obat tersebut, adanya kekebalan parsial manusia, risiko efek toksik, ada tidaknya

obat tersebut di pasaran, pilihan dan harga obat. Penggunaan obat malaria yang utama ialah sebagai

pengobatan pencegahan (profilaksisi ), pengobatan kuratif ( terapeutik ), dan pencegahan transmisi.

Page 38: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

34

1. Pengobatan pencegahan (profilaksis). Obat diberikan dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi atau

timbulnya gejala. Semua skizontisida darah adalah obat profilaksis klinis atau supresif dan ternyata bila

pengobatan diteruskan cukup lama , infeksi malaria dapat lenyap.

2. Pengobatan terapeutik (kuratif). Obat digunakan untuk pengobatan infeksi yang telah ada,

penanggulangan serangan akut dan pengobatan radikal. Pengobatan serangan akut dapat dilakukan

dengan skizontosida.

3. Pengobatan pencegahan transmisi. Obat yang efektif terhadap gametosit, sehingga dapat mencegah

infeksi pada nyamuk atau mempengaruhi perkembangan sporogonik pada nyamuk adalah

gametositosida atau sporontosida

Pada pemberantasan penyakit malaria, penggunaan obat secara operasional tergantung pada

tujuannya. Bila obat malaria digunakan oleh beberapa individu untuk pencegahan infeksi, maka disebut

proteksi individu atau profilaksis individu.Dalam program pemberantasan malaria cara pengobatan yang

terpenting adalah pengobatan presumtif, pengobatan radikal, dan pengobatan missal. Pengobatan presumtif

adalah pengobatan kasus malaria pada waktu darahnya diambil untuk kemudian dikonfirmasi infeksi

malarianya.

Pengobatan radikal dilakukan dentgan tujuan membasmi semua parasit yang ada dan mencegah

timbulnya relaps. Pengobatan misal dilakukan di daerah dengan endemisitas tinggi. Tiap orang harus

mendapat pengobatan secara teratur dengan dosis yang telah ditentukan.

Dosis obat malaria

Dosis obat malaria tanpa keterangan khusus berarti bahwa dosis tersebut diberikan kepada orang

dewasa dengan BB kurang lebih 60 kg. Dosis tersebut dapat disesuaikan BB ( 25 mg/kg BB dosis total.

Pencegahan penyakit malaria

Ada pendekatan empat langkah pencegahan malaria:

- Kesadaran risiko malaria dan risiko komplikasi yang terkait dengan itu adalah langkah pertama dalam

pencegahan. Wisatawan ke daerah-daerah dengan tingginya insiden malaria perlu menyadari risiko

mereka dan mengambil tindakan pencegahan yang memadai.

- Pencegahan gigitan nyamuk. Sebuah gigitan sudah cukup untuk menularkan infeksi malaria.

Perlindungan yang memadai terhadap gigitan nyamuk adalah penting. Langkah-langkah sederhana

seperti memakai pakaian tertutup, menggunakan kelambu dan menggunakan penolak serangga

membantu dalam mencegah gigitan. Penghindaran lengkap gigitan tidak mungkin namun jumlah

gigitan dapat dikurangi sebanyak mungkin.

- Antimalaria tablet untuk pencegahan infeksi. Sebuah kursus lengkap obat resep sebelum, selama dan

sesudah perjalanan adalah penting dalam pencegahan terkena infeksi. Ini disebut kemoprofilaksis dan

berguna bagi wisatawan.

- Diagnosis Segera setelah timbulnya gejala membantu mencegah komplikasi malaria. Gejala bisa

muncul setelah setahun setelah bepergian dan ini perlu dipertimbangkan saat mendiagnosa dan

mengobati malaria.

Page 39: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

35

o Malaria Tropica/tertiana/Maligna

Menurut sejarah kata “malaria” berasal dari bahasa Italia yang terdiri dari dua suku kata, “mal dan aria” yang

berarti udara yang jelek. Mungkin orang Italia pada masa dahulu mengira bahwa penyakit ini penyebabnya ialah

musim dan udara yang jelek. Penyakit malaria sudah dikenal sejak 4000 tahun yang lalu yang mungkin sudah

mempengaruhi populasi dan sejarah manusia.

Dalam sejarah peradaban umat manusia, penyakit malaria disebabkan oleh protozoa genus plasmodium

merupakan penyakit yang paling banyak mengakibatkan penderitaan dan kematian sampai saat ini. Pembesaran

limpa akibat penyakit malaria, telah ditemukan pada mummi Mesir lebih dari 3000 tahun yang lalu. Antigen

malaria telah dideteksi pada sampel kulit dan paru-paru dari malaria mummi tahun 3200 dan 1304 SM (Miller et

al., 1994).

Malaria tropica/ Maligna(berat) adalah malaria yang disebabkan oleh plasmodium falciparum

Gejala Malaria

Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu yang

diselingi oleh suatu periode dimana penderita bebas sama sekali dari demam.Gejala klinis malaria antara lain

sebagai berikut.8

a. Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.

b. Nafsu makan menurun.

c. Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.

d. Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan plasmodium Falciparum.

e. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.

f. Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.

g. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol adalah mencret (diare)

dan pusat karena kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah

malaria.

Malaria menunjukkan gejala-gejala yang khas, yaitu:

a. Demam berulang yang terdiri dari tiga stadium: stadium kedinginan, stadium panas, dan stadium berkeringat

b. Splenomegali (pembengkakan limpa)

c. Anemi yang disertai malaise

Serangan malaria biasanya berlangsung selama 6-10 jam dan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu:

Stadium dingin

Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan penderita biasanya

menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan

jari jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak

sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.

Stadium Demam

Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa

sangat panas seperti terbakar, sakit kepala dan muntah sering terjadi, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita

merasa sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41°C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2

Page 40: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

36

sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya skizon darah yang telah matang dan masuknya merozoit darah

ke dalam aliran darah. Pada P. vivax dan P. ovale skizon-skizon dari setiap generasi menjadi matang setiap 48

jam sekali sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari serangan demam sebelumnya. Nama malaria

tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada P. malaria, fenomena tersebut 72 jam sehingga disebut malaria P.

vivax/P. ovale, hanya interval demamnya tidak jelas. Serangan demam diikuti oleh periode laten yang lamanya

tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul pada penderita.

Stadium Berkeringat

Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya basah. Suhu badan

meningkat dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak.

Pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4

jam.

Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada spesies parasit dan

umur dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh

plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofozoit dan skizon)

untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan

tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh tersebut. Gejala berupa koma/pingsan, kejang-kejang

sampai tidak berfungsinya ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh jenis malaria ini. Kadang–kadang

gejalanya mirip kolera atau disentri. Black water fever yang merupakan gejala berat adalah munculnya

hemoglobin pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi merah tua atau hitam. Gejala lain dari

black water fever adalah ikterus dan muntah-muntah yang warnanya sama dengan warna empedu, black water

fever biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi P. falcifarum yang berulang -ulang dan infeksi

yang cukup berat.

Secara klasik demam terjadi setiap dua hari untuk parasit tertiana (P. falciparum, P. vivax, dan P. ovale) dan

setiap tiga hari untuk parasit quartan (P. malariae). CDC (2004) dalam Sembel (2009) mengemukakan bahwa

karakteristik parasit malaria dapat mempengaruhi adanya malaria dan dampaknya terhadap populasi manusia. P.

falciparum lebih menonjol di Afrika bagian selatan Sahara dengan jumlah penderita yang lebih banyak,

demikian juga yang meninggal dibandingkan dengan daerah-daerah tempat parasit yang lain lebih menonjol. P.

Vivax dan P. ovale memiliki tingkatan hynozoites yang dapat tetap dorman dalam sel hati untuk jangka waktu

tertentu (bulan atau tahun) sebelum direaktivasi dan menginvasi darah. P. falciparum dan P. vivax kemungkinan

mampu mengembangkan ketahanannya terhadap obat antimalaria

Penularan Malaria

Malaria ditularkan ke penderita dengan masuknya sporozoit plasmodium melalui gigitan nyamuk betina

Anopheles yang spesiesnya dapat berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Terdapat lebih dari 15 spesies

nyamuk Anopheles yang dilaporkan merupakan vektor malaria di Indonesia. Penularan malaria dapat juga

terjadi dengan masuknya parasit bentuk aseksual (tropozoit) melalui transfusi darah, suntikan atau melalui

plasenta (malaria congenital).6 Dikenal adanya berbagai cara penularan malaria:

1. Penularan secara alamiah (natural infection)10

Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang infektif. Nyamuk menggigit orang sakit

malaria maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita malaria. Di dalam tubuh nyamuk parasit akan

Page 41: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

37

berkembang dan bertambah banyak, kemudian nyamuk menggigit orang sehat, maka melalui gigitan tersebut

parasit ditularkan ke orang lain

Penularan yang tidak alamiah

a. Malaria bawaan (congenital)

Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Disebabkan adanya kelainan pada

sawar plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya.

b. Secara mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak

terjadi pada para pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril.

c. Secara oral (melalui mulut)

Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium) burung dara (P.Relection) dan monyet

(P.Knowlesi). Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria

baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Kecuali bagi simpanse di Afrika yang dapat terinfeksi oleh

penyakit malaria, belum diketahui ada hewan lain yang dapat menjadi sumber bagi plasmodium yang biasanya

menyerang manusia. Malaria, baik yang disebabkan oleh P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale

semuanya ditularkan oleh nyamuk anopheles. Nyamuk yang menjadi vektor penular malaria adalah Anopheles

sundaicus, Anopheles aconitus, Anopheles barbirostris, Anopheles subpictus, dan sebagainya.

Pencegahan Primer

a. Tindakan terhadap manusia

1. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada setiap pelancong atau

petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan

malaria, risiko terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan

malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan.

2. Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang cara

pencegahan malaria.

3. Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan nyamuk dengan menggunakan pakaian

lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat penolak nyamuk, dan menghindari untuk mengunjungi

lokasi yang rawan malaria.

4. Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja sampai subuh di saat nyamuk

anopheles umumnya mengigit.

b. Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)

Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup efektif mengurangi paparan dengan nyamuk, namun tidak

dapat menghilangkan sepenuhnya risiko terkena infeksi. Diperlukan upaya tambahan, yaitu kemoprofilaksis

untuk mengurangirisiko jatuh sakit jika telah digigit nyamuk infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria yang

saat ini digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum tersedia di Indonesia),

doksisiklin, primakuin dan sebagainya. Dosis kumulatif maksimal untk pengobatan pencegahan dengan

Page 42: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

38

klorokuin pada orang dewasa adalah 100 gram basa. Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap

pendatang yang berkunjung ke daerah malaria pemberian obat dilakukan setiap minggu; mulai minum obat 1-2

minggu sebelum mengadakan perjalanan ke endemis malaria dan dilanjutkan setiap minggu selama dalam

perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dan selama 4 minggu setelah kembali dari daerah tersebut.

Pengobatan pencegahan tidak diberikan dalam waktu lebih dari 12-20 minggu dengan obat yang sama. Bagi

penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria dimana terjadi penularan malaria yang bersifat musiman

maka upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk perlu ditingkatkan sebagai pertimbangan alternatif terhadap

pemberian pengobatan profilaksis jangka panjang dimana kemungkinan terjadi efek samping sangat besar.

c. Tindakan terhadap vektor

c1. Pengendalian secara mekanis Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga dimusnahkan,

misalnya dengan mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk. Termasuk dalam pengendalian ini

adalah mengurangi kontak nyamuk dengan manusia, misalnya memberi kawat nyamuk pada jendela dan jalan

angin lainnya

2. Pengendalian secara biologis Pengendalian secara biologis dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup

yang bersifat parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator atau pemangsa serangga. Dengan

pengendalian secara biologis ini, penurunan populasi nyamuk terjadi secara alami tanpa menimbulkan gangguan

keseimbangan ekologi. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan radiasi terhadap nyamuk jantan

sehingga steril dan tidak mampu membuahi nyamuk betina. Pada saat ini sudah dapat dibiakkan dan diproduksi

secara komersial berbagai mikroorganisme yang merupakan parasit nyamuk. Bacillus thuringiensis merupakan

salah satu bakteri yang banyak digunakan, sedangkan Heterorhabditis termasuk golongan cacing nematode yang

mampu memeberantas serangga. Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang memiliki

temak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk An. aconitus adalah nyamuk yang senangi menyukai darah binatang

(ternak) sebagai sumber mendapatkan darah, untuk itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk melindungi

orang dari serangan An. aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah

kolong dekat dengan rumah).

3. Pengendalian secara kimiawi Pengendalaian secara kimiawi adalah pengendalian serangga mengunakan

insektisida. Dengan ditemukannya berbagai jenis bahan kimiayang bersifat sebagai pembunuh serangga yang

dapat diproduksi secara besar-besaran, maka pengendalian serangga secara kimiawi berkembang pesat..

Pencegahan Sekunder

a. Pencarian penderita malaria

Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini penderita malaria dengan dilakukan

pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis (mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis Test)) dan

secara pasif dengan cara malakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria.

b. Diagnosa dini

1. Gejala Klinis Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita tentang keluhan

utama (demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau

pegal-pegal), riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemis malaria, riwayat

Page 43: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

39

tinggal di daerah endemis malaria, riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir,

riwayat mendapat transfusi darah. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fisik berupa

1.1. Demam (pengukuran dengan thermometer ≥37.5 °C)

1.2. Anemia b.1.3. Pembesaran limpa (splenomegali) atau hati (hepatomegali)

b.2. Pemeriksaan Laboratorium

2.1. Pemeriksaan mikroskopis

2.2. Tes Diagnostik Cepat (RDT, Rapid Diagnostic Test)

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita, meliputi

pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit. Bisa juga dilakukan

pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan foto toraks, EKG (Electrokardiograff), dan pemeriksaan lainnya.

c. Pengobatan yang tepat dan adekuat

Berbeda dengan penyakit-penyakit yang lain, malaria tidak dapat disembuhkan meskipun dapat diobati untuk

menghilangkan gejala-gejala penyakit. Malaria menjadi penyakit yang sangat berbahaya karena parasit dapat

tinggal dalam tubuh manusia seumur hidup. Sejak 1638, malaria diobati dengan ekstrak kulit tanaman cinchona.

bahan ini sangat beracun tetapi dapat menekan pertumbuhan protozoa dalam darah. Saat ini ada tiga jenis obat

anti malaria, yaitu Chloroquine, Doxycyline, dan Melfoquine. Tanpa pengobatan yang tepat akan dapat

mengakibatkan kematian penderita. Pengobatan harus dilakukan 24 jam sesudah terlihat adanya

gejala.4Pengobatan spesifik untuk semua tipe malaria: c.1. Pengobatan untuk mereka yang terinfeksi malaria

adalah dengan menggunakan chloroquine terhadap P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale yang masih

sensitif terhadap obat tersebut. c.2. Untuk pengobatan darurat bagi orang dewasa yang terinfeksi malaria dengan

komplikasi berat atau untuk orang yang tidak memungkinkan diberikan obat peroral dapat diberikan obat

Quinine dihydrochloridec.3. Untuk infeksi malaria P. falciparum yang didapat di daerah dimana ditemukan

strain yang resisten terhadap chloroquine, pengobatan dilakukan dengan memberikan quinine. c.4. Untuk

pengobatan infeksi malaria P. vivax yang terjadi di Papua New Guinea atau Irian Jaya (Indonesia) digunakan

mefloquine. c.5. Untuk mencegah adanya infeksi ulang karena digigit nyamuk yang mengandung malaria P.

vivax dan P. ovale berikan pengobatan dengan primaquine. Primaquine tidak dianjurkan pemberiannya bagi

orang yang terkena infeksi malaria bukan oleh gigitan nyamuk (sebagai contoh karena transfusi darah) oleh

karena dengan cara penularan infeksi malaria seperti ini tidak ada fase hati.4

3. Pencegahan Tertier

a. Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria

Kematian pada malaria pada umumnya disebabkan oleh malaria berat karena infeksi P. falciparum. Manifestasi

malaria berat dapat bervariasi dari kelainan kesadaran sampai gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan

metabolisme. Prinsip penanganan malaria berat:

a.1. Pemberian obat malaria yang efektif sedini mungkin

a.2. Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis terhadap gangguan fungsi ginjal, pemasangan

ventilator pada gagal napas.

a.3. Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital untuk mencegah memburuknya

fungsi organ vital.

Page 44: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

40

Rehabilitasi mental/ psikologis

Pemulihan kondisi penderita malaria,memberikan dukungan moril kepada penderita dan keluarga di dalam

pemulihan dari penyakit malaria, melaksanakan rujukan pada penderita yang memerlukan pelayanan tingkat

lanjut.

o Pemeriksaan Fisik, lab, dan penunjang

A. Pemeriksaan Tes Darah Untuk Manusia

Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria adalah sangat penting

untuk penegakkan diagnosa. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh tenaga laboratorik yang berpengalaman

dalam pemeriksaan parasit malaria. Pemeriksaan pada saat pasien demam atau panas dapat meningkatkan

kemungkinan ditemukannya parasit. Pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui:

Tetesan preparat darah tebal

Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan100 lapang pandangan dengan

pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negatif bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan

pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal

dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000µl maka hitung parasitnya ialah

jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah (Harijanto, 2009).

Tetesan darah tipis

Digunakan untuk indentifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit ditentukan.

Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah

eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit >100.000µl darah

menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria,

walaupun komplikasi juga dapat timbul dengan jumlah parasit yang minimal. Pengecetan dilakukan dengan

cat Giemsa, atau Leishman’s atau Field’s dan juga Romanowsky (Harijanto, 2009).

B. Tes Antigen: P-F test

Yaitu mendeteksi antigen dari P. Falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi sangat cepat hanya

3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi

untuk antigen vivax sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT (Harijanto, 2009).

Ima (2005) mengatakan bahwa secara umum ICT memiliki tiga target antigen yang dapat dideteksi,

yaitu:

Page 45: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

41

1) parasite lacatate dehydrogenase (pLDH) yang merupakan enzim glikolitik pada Plasmodium sp., yang

dihasilkan pada tahap seksual dan aseksual parasit, beberapa tes menyertakan antibodi untuk P. vivax-

specific pLDH;

2) histidine rich protein 2 (HRP-2, hanya ditemukan pada P. falciparum) yang merupakan protein larut air

yang dihasilkan pada tahap aseksual dan gametosit P. falciparum dan diekspresikan pada membran

eritrosit; dan

3) aldolase (antigen pan-malarial, ditemukan pada semua spesies malaria).

Tes sejenis dengan mendeteksi lactat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara

immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-

200 parasit/µl darah dan dapat membedakan apakah infeksi P. falciparum atau P. vivax. Sensitivitas samapi

95% dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat

(Rapid test) (Harijanto, 2009).

C. Tes Serologi

Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tehnik indirect fluorescent

antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada keadaan

dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terjadi

setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji

saring donor darah. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru; dan test >1:20 dinyatakan positif. Metode

tes serologi antara lain indirect haemagglutination test, immuno-precipitation techniques, ELISA test, dan

radio-immunoassay (Harijanto, 2009).

1) Deteksi antigen spesifik

Teknik ini menggunakan prinsip pendeteksian antibodi spesifik dari parasit Plasmodium yang ada

dalam eritrosit. Beberapa teknik yang dapat dipilh diantarany adalah:

Radio immunoassay

Enzym immunoassay

Immuno cromatography

Penemuan adanya antigen pada teknik ini memberikan gambaran bahwa pada saat dilakukan

pemeriksaan parasit masih ada dalam tubuh penderita. Kelemahan dari teknik ini adalah tidak dapat

memberikan gambaran derajat parasitemia.

2) Deteksi antibodi

Teknik deteksi antibodi ini tidak dapat memberikan gambaran bahwa infeksi sedang berlangsung.

Bisa saja antibodi yang terdeteksi merupakan bentuk reaksi immunologi dari infeksi di masa lalu

(Abdullah, 2007). Beberapa teknik deteksi antibodi ini antara lain:

Indirect immunofluoresense Test (IFAT)

Latex Agglutination Test (LAT)

Avidin Biotin Peroxidase Complex Elisa

Page 46: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

42

Menurut Doderer (2007), dalam hal menganalisa malaria ELISA lebih baik dalam mendeteksi

antibodi dibandingkan dengan IFAT .

D. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu yang dipakai cukup

cepat dan sensitivitas maupun spesifisitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat

sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk

pemeriksaan rutin (Harijanto, 2009). Teknik ini bertujuan untuk mengidentifikasi rangkaian DNA dari

tersangka penderita. Apabila ditemukan rangkaian DNA yang sama dengan rangkaian DNA parasit

Plasmodium maka dapat dipastikan keberadaan Plasmodium.

Pemeriksaan ini penting untuk membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P.falcifarum.

Selain itu dapat digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium yang jumlah parasitnya rendah atau di

bawah batas ambang mikroskopis. Pemeriksaan dengan menggunakan PCR juga sangat penting dalam

eliminasi malaria karena dapat membedakan antara parasit impor atau indigenous.

Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan berupa:

pengukuran hemoglobin dan hematokrit; hitung jumlah leukosit, trombosit; kimia darah lain (gula darah, serum

bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas

darah); dan urinalisis.

Page 47: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

43

VII. Kerangka Konsep

VIII. Kesimpulan

Tn. Andi (30 tahun) menderita Malaria tropica disebabkan infeksi Plasmodium falciparum.

Page 48: Laporan Kelompok A4 Skenario B 2014

44

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mawardi. Modul Malaria dan Penyebarannya. Ganesha. 2007

Anonim. 2014. Malaria. Diakses pada http://www.cdc.gov/malaria/ tanggal 3 September 2014.

Anonim.2014. Jenis Kejang. Diakses pada http://www.pilihdokter.com/id/berita/berbagai-jenis-

kejang-epilepsi#sthash.9mhChhP6.dpuf/ tanggal 3 September 2014.

Anonim.2014. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21104/4/Chapter%20II.pdf/ tanggal 3

September 2014.

Anonim.2014. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-sitihaniah-5329-2-bab2.pdf/

tanggal 3 September 2014.

Anonim.2014. http://internis.files.wordpress.com/2011/01/malaria-berat.pdf tanggal 3 September

2014.

Anonim.2014.http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/3109/MALARIA_Layout.pdf

?sequence=1/tanggal 3 September 2014.

Burnside, John W dan Thomas J. McGlynn. 1995. Adams Diagnosis Fisik, edisi 17. Jakarta: EGC.

Doderer, C., Heschung, A., dan Guntz, P, A New ELISA KIT which uses Palciparum extract and

recombinant Plasmodium vivax antigens as alternative to IFAT for detection of Malaria

Antibodies. Malaria Journal 6:9. 2007.

Dondrop, Arjen M. 2005. Review Articles: Pathophysiology, Clinical Presentation and Treatment of

Cerebral Malaria. Neurology Asia, vol. 10. Pp. 67-77. Diunduh dari htttp://www.neurology-

asia.org/articles/20052-067.pdf.

Harijanto, Paul N. Malaria. Dalam: Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus

Simadibrata K, Siti Setiati, Eds. Buku Ajar Penyakit Dalam: Tropik Infeksi, edisi V. Jakarta:

Internal Publishing PPIPD FKUI, 2009: 2819-2820.

Ima Arum L, dkk. 2005. Uji Diagnostik Plasmodium Malaria Menggunakan Metode

Imunokromatografi Diperbandingkan Dengan Pemeriksaan Mikroskopis. Indonesian Journal of

Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 12, No. 3, July 2006: 118-122.

Staf Pengajar Departemen Parasitologi. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat.

Jakarta: FKUI.