Laporan Kelompok Tutorial

38
MAKALAH SISTEM STOMATOGNATIK “PENELANAN/DEGLUTISI” BLOK 10 KETUA : BAGAS LUTHFI ALFAT J2A013039 SCABLE 1 : AKHFA MUNTAHA A J2A013041 SCABLE 2 : SEKAR LINTANG H J2A013006 ANGGOTA : 1. ISHANA RAISA HAFID J2A013004 2. NISA SOFFIYANI J2A013030 3. FARA SETYO DEWI J2A013017 4. HANUM LAKSITA INTAN H J2A013019 5. GEETA ARIYANTI J2A013031 6. DHONY MIFTAHUL H J2A013015 7. RIFQI MUHAMMAD J2A013040 8. KURNIA ADHI WIKANTO J2A013004 9. SRI MARGIYANTI J2A013042 PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

description

tutor

Transcript of Laporan Kelompok Tutorial

Page 1: Laporan Kelompok Tutorial

MAKALAH SISTEM STOMATOGNATIK

“PENELANAN/DEGLUTISI”

BLOK 10

KETUA : BAGAS LUTHFI ALFAT J2A013039SCABLE 1 : AKHFA MUNTAHA A J2A013041SCABLE 2 : SEKAR LINTANG H J2A013006ANGGOTA : 1. ISHANA RAISA HAFID J2A013004

2. NISA SOFFIYANI J2A013030 3. FARA SETYO DEWI J2A013017 4. HANUM LAKSITA INTAN H J2A013019 5. GEETA ARIYANTI J2A013031 6. DHONY MIFTAHUL H J2A013015 7. RIFQI MUHAMMAD J2A013040 8. KURNIA ADHI WIKANTO J2A013004 9. SRI MARGIYANTI J2A013042

PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGIFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG2015

Page 2: Laporan Kelompok Tutorial

DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................... 1

Daftar Isi .................................................................................... 2

Bab 1 Pendahuluan ..................................................................... 3

1.1 Latar Belakang ........................................................... 3

1.2 Tujuan ........................................................................ 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka .............................................................. 4

Bab 3 Pembahasan ..................................................................... 13

Bab 4 Kesimpulan ...................................................................... 21

Bab 5 Daftar Pustaka ................................................................. 22

Page 3: Laporan Kelompok Tutorial

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penelanan termasuk dalam salah satu sistem stomatognatik. Penelanan sendiri menurut

kamus kedokteran adalah proses memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut “the

process of taking food into the body through the mouth”. Dimulai dari mempersiapkan bolus di

dalam rongga mulut, masuknya bolus dari mulut ke faring, berjalan melintasi faring, dan

akhirnya turun melalui sfingter faring ke esofagus.

Penelanan melibatkan 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot

menelan. Sehingga, menelan merupakan suatu proses yang kompleks, memerlukan setiap organ

yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Keinginan untuk

menelan dipengaruhi beberapa faktor seperti derajat kehalusan makanan, intensitas rasa dan

derajat pelumasan dari bolus makanan.

Seseorang dapat melakukan aktivitas penelanan sebanyak 2000-2400 kali selama 24 jam,

sedangkan pada anak-anak mencapai 800-1200 kali selama 24 jam. Dan akan menurun pada saat

tidur (sekitar 50 kali). Hal ini disebabkan oleh sekresi saliva yang minim pada saat tidur,

sehingga rangsang perifer pun menurun. Selain itu keadaan tidur juga menyebabkan mekanisme

saraf pusat untuk menelan menjadi menurun.

1.2 Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengerti definisi penelanan/deglutisi

2. Mahasiswa dapat menyebutkan Anatomi organ, otot, fungsi otot serta inervasi pada

proses penelanan

3. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme/fisiologi proses penelanan

4. Mahasiswa dapat menyebutkan kelainan-kelainan/gangguan fungsi penelanan

Page 4: Laporan Kelompok Tutorial

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Penelanan

Penelanan menurut kamus kedokteran adalah proses memasukkan makanan kedalam

tubuh melalui mulut “the process of taking food into the body through the

mouth”. Dimulai dari mempersiapkan bolus di dalam rongga mulut, masuknya bolus

dari mulut ke faring, berjalan melintasi faring, dan akhirnya turun melalui sfingter

faring ke esofagus.

Komponen – Komponen Dalam Proses Penelanan

Organ

1. Faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong

dimulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra

servikal 6. Faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan

berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan

laring berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan

esofagus. Otot-otot faring tersusun dalam lapisan memanjang (longitudinal) dan

melingkar (sirkular). Otot-otot yang sirkuler terdiri dari m. konstriktor faring

superior, media dan inferior. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian

bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan,

otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di bagian belakang bertemu pada jaringan

ikat yang disebut rafe faring. Batas hipofaring di sebelah superior adalah tepi atas

epiglotis, batas anterior adalah laring, batas posterior ialah vertebra servikal serta

esofagus di bagian inferior. Pada pemeriksaan laringoskopi struktur pertama yang

tampak di bawah dasar lidah adalah valekula. Bagian ini merupakan dua buah

cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glossoepiglotika medial dan

ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Di bawah valekula adalah

Page 5: Laporan Kelompok Tutorial

permukaan laringeal dari epiglotis. Epiglotis berfungsi melindungi glotis ketika

menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus

piriformis dan ke esofagus. Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal

dari pleksus faringealis. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faringeal dari n. vagus,

cabang dari n.glossofaringeus dan serabut simpatis. Dari pleksus faringealis

keluar cabang-cabang untuk otot – otot faring kecuali m. stilofaringeus yang

dipersarafi langsung oleh cabang n. glosofaringeus.

- Nasofaring (pars nasalis) bagian superior yang menghubungkan hidungdengan faring- Orofaring (pars oralis) bagian media yang menghubungkan rongga mulutdalam faring- Laringofaring (pars laryngitis) bagian interior yang menghubungkan laringdengan faring.

2. Esophagus.

Esofagus diinervasi oleh persarafan simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari

pleksus esofagus atau yang biasa disebut pleksus mienterik Auerbach yang

terletak di antara otot longitudinal dan otot sirkular sepanjang esophagus.

Page 6: Laporan Kelompok Tutorial

Esofagus mempunyai 3 bagian fungsional. Bagian paling atas adalah upper

esophageal sphincter (sfingter esofagus atas), suatu cincin otot yang membentuk

bagian atas esofagus dan memisahkan esofagus dengan tenggorokan. Sfingter ini

selalu menutup untuk mencegah makanan dari bagian utama esofagus masuk ke

dalam tenggorokan. Bagian utama dari esofagus disebut sebagai badan dari

esofagus, suatu saluran otot yang panjangnya kira-kira 20 cm. Bagian fungsional

yang ketiga dari esofagus yaitu lower esophageal sphincter (sfingter esophagus

bawah), suatu cincin otot yang terletak di pertemuan antara esofagus danlambung.

Seperti halnya sfingter atas, sfingter bawah selalu menutup untuk mencegah

makanan dan asam lambung untuk kembali naik/regurgitasi ke dalam badan

esofagus. Sfingter bagian atas akan berelaksasi pada proses menelan agar

makanan dan saliva dapat masuk ke dalam bagian atas dari badan esofagus.

Kemudian, otot dari esofagus bagian atas yang terletak di bawah sfingter

berkontraksi, menekan makanan dan saliva lebih jauh ke dalam esofagus.

Kontraksi yang disebut gerakan peristaltik mi akan membawa makanan dan saliva

untuk turun ke dalam lambung. Pada saat gelombang peristaltik ini sampai pada

sfingter bawah, maka akan membuka dan makanan masuk ke dalam lambung.

Esofagus berfungsi membawa makanan, cairan, sekret dari faring ke gaster

melalui suatu proses menelan.

Page 7: Laporan Kelompok Tutorial

3. Tulang

- Tulang Hyoid

Adalah tulang berbentuk mirip tapal kuda yang terletak di sekitar leher

antara dagu dan kartilage thyroid. Tulang ini unik karena menjadi satu-

satunya tulang di tubuh manusia yang tidak terhubung langsung ke

tulang lainnya. Fungsinya untuk membantu gerakan lidah dan dalam

menelan.

Page 8: Laporan Kelompok Tutorial

Otot penelanan beserta fungsinya

Berkovitz (1995) dan William (1995) menyatakan bahwa otot-otot yang berperan

dalam proses penelanan adalah otot-otot didalam kavum oris proprium yang bekerja

secara volunteer, otot-otot faring dan laring bekerja secara involunter. Kavum oris terbagi

menjadi dua bagian yaitu vestibulum oris dan kavum oris proprium. Vestibulum oris

adalah ruang antara gigi-geligi dan batas mukosa bagian dalam dari pipi dan labium oris.

Sedangkan kavum oris proprium merupakan ruang antara arkus dentalis superior dan

inferior. Batas anterior dan lateral kavum oris proprium adalah permukaan lingual gigi

geligi dan prosesus alveolaris (Andriyani, 2001).

Otot di dalam kavum oris proprium

Otot yang termasuk didalam kelompok ini adalah otot – otot lidah dan otot – otot

palatum lunak. Otot- otot lidah terdiri dari otot- otot instrinsik dan ekstrinsik. Otot-

otot intrinsic lidah merupakan otot yang membentuk lidah itu sendiri yaitu :

- muskulus longitudinalis lingua superfisialis

- muskulus longitudinalis lingua provunda

- muskulus transfersus lingua Muskulus vertikalis lingua.

Otot ekstrinsik lidah merupakan otot yang berada di bawah lidah yaitu :

- Muskulus genioglossus untuk mengerakan bagian tengah lidah ke

belakang

- Muskulus styloglossus yang menarik lidah keatas dan kebawah.

Page 9: Laporan Kelompok Tutorial

Sedangan otot- otot palatum lunak yaitu muskulus tensor dan muskulus levator veli

palatini untuk mengangkat faring dan muskulus palatoglossus yang menyebabkan

terangkatnya uvula (Evelyn, 1992).

Otot – otot faring

Terbagi menjadi 2 golongan yaitu otot- otot yang jalannya melingkar dan otot- otot

yang menbujur faring. Otot- otot melingkar terdiri atas

- muskulus konstriktor faringis superior,

- muskulus konstriktror faringis media

- muskulus konstriktor faringis inferior (Evelyn, 1992).

Sedangkan otot- otot membujur faring yaitu muskulus stilofaringeus. Faring tertarik

kearah medial untuk saling mendekat. Setelah itu lipatan- lipatan faring membentuk celah

sagital yang akan di lewati makanan menuju kedalam faring posterior cel;ah ini

melakukan kerja selektif sehingga makanan yang telah di kunyah dapat lewat dengan

mudah (Evelyn, 1992)

Otot laring.

Terbagi dua yaitu otot laring instrinsik dan otot laring ekstrinsik. Otot laring

ekstrinsik yaitu:

muskulus krikotiroideus, sedangan otot- otot laring intrinsic yaitu muskulus

tireoepiglottikus dan muskulus aritenoideus pada laring terdapat dua sfingter yaitu aditus

laringis dan rima glottidis. Aditus laringis berfungsi hanya pada saat menelan. Ketika bolus

makanan di pindahkan kebelakang diantara lidah dan palatum lunak laring tertarik keatas.

Aditus laringis di persempit oleh kerja muskulus arytinoideus obliqus dan muskulus

oroepiglottikus. Bolus makanan atau cairan, kini masuk ke esophagus dengan mengelincir di

atas epiglottis atau turun lewat alur pada sisi aditus laringis rima glottidis berfungsi sebagai

sfingter pada saat batuk atau bersin tetapi yang terpenting adalah epiglottis membantu

Page 10: Laporan Kelompok Tutorial

mencegah makanan agar sejauh mungkin dari pita suara, dimana akan mempengaruhi

tegangan pita suara pada waktu bicara(Evelyn, 1992).

Inervasi dan Mekanisme Penelanan

Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase

esophageal.

 

Fase oral

Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan

oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan

membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini

berlangsung secara disadari. Proses ini bertahan kira-kira 0.5 detik

 

Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral.

ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik)

Mandibula

 

 

Bibir

 

 

 

 

 

n. V.2 (maksilaris)

 

 

n. V.2 (maksilaris)

 

 

 

 

 

N.V : m. Temporalis, m. maseter, m.

pterigoid

 

n. VII : m.orbikularis oris, m.

zigomatikum, m.levator labius oris,

m.depresor labius oris, m. levator

anguli oris, m. depressor anguli oris

 

n.VII: m. mentalis, m. risorius,

Page 11: Laporan Kelompok Tutorial

Mulut & pipi

 

 

Lidah

n.V.2 (maksilaris)

 

 

n.V.3 (lingualis)

m.businator

 

n.XII : m. hioglosus, m. mioglosus

 

 

 

Pada fase oral ini perpindahan bolus dari rongga mulut ke faring segera terjadi, setelah

otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah

berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian

anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring.

Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring

sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m.

palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII)

Peranan saraf kranial fase oral

ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik)

Bibir

 

 

 

Mulut & pipi

 

 

 

Lidah

 

Uvula

n. V.2 (mandibularis), n.V.3

(lingualis)

 

 

n. V.2 (mandibularis)

 

 

 

n.V.3 (lingualis)

 

n.V.2 (mandibularis)

n. VII : m.orbikularis oris, m.levator

labius oris, m. depressor labius,

m.mentalis

 

n.VII: m.zigomatikus,levator anguli

oris, m.depressor anguli oris,

m.risorius. m.businator

 

n.IX,X,XI : m.palatoglosus

 

n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring

 

Page 12: Laporan Kelompok Tutorial

Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 sebagai serabut

afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen (motorik).

 

 

Fase Faringeal

Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus palatoglosus) dan

refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi :

1) m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI)

berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas dan

ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.

2) m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid lateralis

(n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup.

3) Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi

m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I).

4) Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring

inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan

faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X)

5) Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan dorongan

otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke

dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk menelan

cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat.

Page 13: Laporan Kelompok Tutorial

Peranan saraf kranial pada fase faringeal

Organ Afferen Efferen

Lidah

 

 

 

 

Palatum

 

 

 

Hyoid

 

 

Nasofaring

 

Faring

 

 

 

 

Laring

 

n.V.3

 

 

 

 

n.V.2, n.V.3

 

 

n.Laringeus superior

cab internus (n.X)

 

n.X

 

n.X

 

 

 

 

n.rekuren (n.X)

 

n.X

n.V :m.milohyoid, m.digastrikus

n.VII : m.stilohyoid

n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid

n.XII :m.stiloglosus

 

n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini

n.V :m.tensor veli palatini

 

n.V  : m.milohyoid, m. Digastrikus

n.VII : m. Stilohioid

n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid

 

n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus

 

n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring,

m.konstriktor faring sup, m.konstriktor

ffaring med.

n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf.

 

n.IX :m.stilofaring

 

Page 14: Laporan Kelompok Tutorial

Esofagus

 

n.X  : m.krikofaring

 

 

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai

serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen.

 

Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal, meningkatkan

waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus

bagian atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan

pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter

esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.

 

Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel dalam

penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu :

1. Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga lidah 2/3 depan

yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari m.konstriktor faring.

2. Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat terangkatnya

laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus terisap ke arah sfingter esofagus

bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh m.konstriktor faring inferior,

m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus bagian superior.

 

 

Fase Esofageal

Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun lebih

lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.

 

Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :

1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer terjadi

akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian proksimal.

Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang

merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.

Page 15: Laporan Kelompok Tutorial

2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus mienterikus

yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang

ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus.

Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltik

dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibaat

dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik

primer.

Page 16: Laporan Kelompok Tutorial

BAB III

PEMBAHASAN

Pada skenario 2

Ny Jum adalah ibu penjual makanan di kantin. Setiap hari melayani mahasiswa maupun

dosen yang makan dikantin yang dikelolanya . Suatu hari saat jam makan siang, Ny Jum tanpa

sengaja memperhatikan mahasiswa yang sedang makan. Tiba tiba terbersit pertanyaan

dikepalanya ‘bagaimana makanan setelah dikunyah bisa masuk ke dalam perut?’ kemudian dia

bertanya pada seorang mahasiswa kedokteran gigi yang kebetulan sedang makan siang disana,

dan kemudian mahasiswa tersebut menjelaskan proses menelan makanan.

Karena menelan adalah salah satu dari sistem stomatognasi yang membantu sistem

pencernaan apabila ada gangguan terhadap salah satu sistem stomatognasi maka bolus makanan

yang masuk tidak akan tercerna dengan sempurna, selain itu, kelainan atau gangguan pada proses

penelanan tidak hanya akan mengganggu jalannya sistem stomatognasi namun juga akan

mengganggu aktivitas sehari hari dan jika tidak ditangani dengan segera dapat menimbulkan

berbagai manifestasi yang berbahaya bahkan kematian. Berikut ini adalah berbagai

kelainan/gangguan, pemeriksaan otot apabila ada kelainan pada otot penelanan dan

penatalaksanaan kelainan proses penelanan.

Disfagia

Penelanan abnormal atau yang sering disebut disfagia yaitu keadaan dimana pasien

mengalami kesulitan dalam menelan makanan. Kesulitan menelan ada dua tahap, pertama,

Page 17: Laporan Kelompok Tutorial

yaitu melewatkan bolus ke bagian belakang tenggorokan dan kedua, tahap mengawali refleks

menelan makanan. Disfagia yang terjadi setelah tahap mengawali refleks menelan biasanya

disebabkan oleh kelainan neuromuskular dan jarang terjadi, hal ini karena adanya lesi di

dalam laringofaring dan esophagus (Andriyani, 2001).

Penatalaksanaan Disfagia

Terdapat pengobatan yang berbeda untuk berbagai jenis dysphagia. Pertama dokter dan

speech-language pathologists yang menguji dan menangani gangguan menelan menggunakan

berbagai pengujian yang memungkinkan untuk melihat bergagai fungsi menelan. salah satu

pengujian disebut dengan, laryngoscopy serat optik, yang memungkinkan dokter untuk

melihat kedalam tenggorokan. Pemeriksaan lain, termasuk video fluoroscopy, yang

mengambil video rekaman pasien dalam menelan dan ultrasound, yang menghasikan

gambaran organ dalam tubuh, dapat secara bebas nyeri memperlihakab tahapan-tahapan

dalam menelan.

Setelah penyebab disfagia ditemukan, pembedahan atau obat-obatan dapat diberikan. Jika

dengan mengobati penyebab dysphagia tidak membantu, dokter mungkin akan mengirim

pasien kepada ahli patologi hologist yang terlatih dalam mengatasi dan mengobati masalah

gangguan menelan.

Pengobatan dapat melibatkan latihan otot ntuk memperkuat otot-otot facial atau untuk

meninkatkan koordinasi. Untuk lainnya, pengobatan dapat melibatkan pelatihan menelan

dengan cara khusus. Sebagai contoh, beberapa orang harus makan denan posisi kepala

menengok ke salah satu sisi atau melihat lurus ke depan. Meniapkan makanan sedemikian

rupa atau menghindari makanan tertentu dapat menolong orang lain. Sebagai contoh, mereka

yang tidak dapat menelan minuman mungkin memerlukan pengental khusus

untukminumannya. Orang lain mungkin garus menghindari makanan atau minuman yang

panan ataupun dingin.

Page 18: Laporan Kelompok Tutorial

Berbagai pengobatan telah diajukan unutk pengobatan disfagia orofaringeal pada dewasa.

Pendekatan langsung dan tidak langsung disfagia telah digambarkan. Pendekatan langsung

biasnya melibatkan makanan, pendekatan tidak langsung biasanya tanpa bolus makanan.

a. Modifikasi diet

Merupakan komponen kunci dalam program pengobatan umum disfagia. Suatu diet makanan

yang berupa bubur direkomendasikan pada pasien dengan kesulitan pada fase oral, atau bagi

mereka yang memiliki retensi faringeal untuk mengunyah makanan padat.

Jika fungsi menelan sudah membaik, diet dapat diubah menjadi makanan lunak atau semi-

padat sampai konsistensi normal.

- Suplai Nutrisi

Efek disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat menyebabkan malnutrisi

Banyak produk komersial yang tersedia untuk memberikan bantuan nutrisi. Bahan-bahan

pengental, minuman yang diperkuat, bubur instan yang diperkuat, suplemen cair oral. Jika

asupan nutrisi oral tidak adekuat, pikirkan pemberian parenteral.

- Dehidrasi

Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan berkala keadaan hidrasi pasien sangat

penting dan cairan intravena diberikan jika terapat dehidrasi

b. Pembedahan

o Pembedahan gastrostomy

Page 19: Laporan Kelompok Tutorial

Pemasangan secara operasi suatu selang gastrostomy memerlukan laparotomy dengan

anestesi umum ataupun lokal.

o Cricofaringeal myotomy

Cricofaringeal myotomy (CPM) adalah prosedur yang dilakukan unutk mengurangi

tekanan pada sphicter faringoesophageal (PES) dengan mengincisi komponen otot

utama dari PES.

Injeksi botulinum toxin kedalam PES telah diperkenalkan sebagai ganti dari CPM.

Tersedak (chocking)

Tersedak adalah tersumbatnya trakea seseorang oleh benda asing, muntah, darah atau

cairan lain. Tersedak bisa terjadi jika sumber udara tersumbat. Tersedak juga bisa terjadi jika

adaya benda asing disaluran nafas yang menghalangi udara masuk keparu-paru. Tersedak

mungkin disebabkan oleh kelainan otot-otot volunter dalam proses menelan khususnya pada

klien dengan penyakit-penyakit (otot rangka) atau persarafan yaitu penderita

adermatomiiositis, miastenia grafis, distrofi otot, polio, kelumpuhan pseudobular dan

kelainan otak dan sum-sum tulang belakang seperti penyakit Parkinson dan sklerosis lateral

amiotropik. Tersedak merupakan salah satu gejala klini dari dispagia dan terjadi bila ada

problem dari bagian proses menelan, misalnya kelemahan otot pipi atau lidah yang

menyebabkan kesukaran untuk memindahkan makanan ke sekeliling mulut untuk dikunyah.

Makan yang ukurannya sangat besar utuk ditelan akan masuk ke tenggorokkan dan menutup

jalan nafas. Kedua, karena ketidak mampuan untuk memulai reflek menelan yang merupakan

suatu rangsangan sehingga menyebabkan makanan dan cairan dapat melewati faring dengan

aman, seperti adanya gangguan stroke, atau gangguan syaraf lain sehingga terjadi

ketidakmampuan utnuk memulai gerakan otot yang dapat memindahkan makanan-makan

dari mulut ke lambung. Ketiga, kelemahan otot-otot faring sehingga terjadi ketidak mampuan

memindahkan keseluruhan makan ke lambung akibatnya sebagian makanan akan jatuh atau

Page 20: Laporan Kelompok Tutorial

tertarik kedalam saluran nafas (trakea) yang menyebabkan infeksi pada paru-paru (Arsyad,

2008)

Bruksism

Bruksism adalah kebiasaan seseorang mengkerot-kerotkan giginya atau

menggertakkan gigi-geligi serta menekan kuat gigi-geligi tanpa fungsi. Keadaan ini sering

terjadi secara tidak sadar dan terutama pada malam hari disaat sedang tidur (Andriyani,

2001).

Keadaan ini akan menyebabkan bunyi gemerutuk gigi, rasa capoai pada otot saat

bangun pagi, rahanh terasa terkunci sehingga akan merasakan rasa sakit pada daerah sendi

rahang dan kecenderungan untuk menggigit pipi, bibir atau lidah. Selain itu, gigi akan

menjadi cepat aus sehingga akan berpengaruh pada pengunyahan dan penelanan

makanan (Andriyani, 2001).

Penatalaksanaan Bruxism

Saat ini, tidak hanya satu jenis perawatan saja yang dapat mengurangi bruxism, karena

harus mempertimbangkan pula mekanisme physiopathologisnya. Evaluasi perawatan

bruxism sangat sulit, karena berbagai alasan, variabilitas yang besar intensitas dan frekwensi

bruxism diantara dan antar individu, kondisi medis dan odontologis, serta symptom subjektif.

Perawatan bruxism membutuhkan kombinasi yaitu perawatan perilaku, perawatan gigi dan

perawatan pharmakologis

Perawatan perilaku termasuk higiene tidur, biofeedback, tehnik relaksasi, pengendalian

stres serta terapi hipnosis.

Perawatan pharmakologis, tidak ada obat yang khusus untuk mengatasi bruxism, tetapi

dari berbagai studi yang terkendali telah dievalusi berbagai obat yang memiliki efek

terhadap bruxism. Golongan relaksasi otot, sedatif dan anxiolitik seperti diazepam,

Page 21: Laporan Kelompok Tutorial

clonazepam, metocarbamol dan zolpiden. Agen dopaminergik: L-dopa. Beta-adregenik

agonist : clonidin. Antidepresan: buspirone dan botulinum toxin A26.

Perawatan gigi diantaranya berbagai alat intraoral untuk mengatasi rasa sakit lokal,

mencegah lesi struktur orofasial, dan mencegah disfungsi artikulasi temporomandibuler.

Mekanisme kerja alat intra oral dan efektivitasnya dalam mengurangi aktivitas

neuromuskuler selama tidur belum sepenuhnya diketahui27.

Alasan utama untuk perawatan bite splint

Suatu bite splint disebut pula sebagai bite plane, deprogrammer, intraoral orthotic, night

guard, occlusal splint merupakan alat lepasan, biasanya dibuat dari akrilik atau komposit

menutupi permukaan oklusal dan insisal gigi-gigi di rahang atas atau bawah (lihat gambar 3) .

Tipe utama dari splints, dalam hal ini disebut sebagai konservatif splint yaitu Michigan-type

splint, plane splint, bite splint according to Shore, Sved splint, Gelb splint, distraction splint,

repositioning splint, splint untuk melindungi jaringan mulut dan kombinasi splint.

Page 22: Laporan Kelompok Tutorial

Bite splint.

Akalasia

Merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peristaltik yang lemah dan tidak teratur,

atau aperistaltis korpus esofagus. Kegagalan sfingter esofagus bawah untuk berelaksi

secara sempurna sewaktu menelan. Akibatnya, makanan dan cairan tertimbun dalam

esofagus bagian bawah dan kemudian dikosongkan dengan lambat bila tekanan

hidrostatik meningkat. Korpus esofagus kehilangan tonusnya dan dapat sangat melebar.

Akalasia lebihs ering terjadi pada orang dewasa dari pada anak-anak dan sering pada

individu usia 40 tahun atau lebih tua. (Chudahman Manan, 1990)

Bila ditinjau dari etiologi akalasia, dapat dibagi menjadi :

a. Akalasia primer

Diduga disebabkan oleh virus neurotropik yang berakibat lesi pada nukleus dorsalis

vagus pada batang otak dan ganglia miyenterikus pada esofagus, faktor keturunan juga

cukup berpengaruh.

b. Akalasia sekunder

Disebabkan oleh infeksi (penyakit chagas). Tumor intra luminer seperti tumor caralia

atau pendorongan ekstra luminer, kemungkinan lain disebabkan obat anti koligergik /

pasca vagotomi.

Penatalaksanaan Akalasia

Page 23: Laporan Kelompok Tutorial

1.   Konservatif

a.   Diet cair /lunak dan hangat

b.   Medikamentosa

-   Sedatif ringan untuk penenang

-   Preparat kalsium antagonis seperti verapamil atau nifedipin oleh karena dapat

menurunkan tekanan sfingter esofagus bagian bawah. Nifedipin diberikan 10-20

mg sublingual dapat menurunkan tekanan esofagus bagian bawah kurang lebih 1

jam akan tampak perbaikan gejala bila diberikan sebelum makan.

2.   Tindakan aktif

a.   Forced dilatation: dilakukan pada akalasia ringan sedang. Ada 3 macam dilatator:

- mekanik

- pneumatik

- hidrostatik

b.  Tindakan bedah yaitu: operasi Heler, melakukan esofagomiotomi.

- Komplikasi yang timbul adalah:    

- perforasi

- paralise n. phrenicus

- refluks gastroesofagal

- perdarahan masif

- disfagia

Esofagitis

Esofagitis adalah suatu keadaan dimana mukosa esofagus mengalami peradangan, dapat terjadi

secara akut maupun kronik. Esofagitis kronis adalah peradangan di esophagus yang disebabkan

oleh luka bakar karena zat kimia yang bersifat korosif, misalnya berupa asam kuat, basa kuat dan

zat organik. 

Karsinoma Esofagus

Page 24: Laporan Kelompok Tutorial

Etiologi karsinoma esofagus amat kompleks dan multifaktorial, contohnya alkohol dan

tembakau, merupakan faktor penyebab yang paling besar. Faktor makanan memegang

peranan penting, berupa defisiensi Vit A, Vit C dan Riboflavin. Karsinoma sel skuamosa

biasanya menyebabkan ulserasi pada stadium dini dan menyebabkan nyeri, metastasi dini

menuju ke nodus lempatikus servikalis dan seng mula-mula timbul sebagai tumor di

leher. Disfagia mungkin suatu gejala ringan yang tidak nyata dan tampak menyertai

pembersihan tenggorokan. Tumor di tenggorokan ini dengan sensitifitas bila menelan

cairan asam dapat menyebabkan karsinoma esofagus.

Penatalaksanaan

Pada Karsinoma (khusunya karsinoma esophagus yang mengganggu penelanan)

Pemilihan metode pengobatan kanker esophagus memiliki dampak yang sangat penting, pengobatan dini untuk kanker esophagus dapat memperpanjang tujuan hidup, pengobatan dapat menjadi pengendali dari penyakit ini, mencegah komplikasi, dan meningkatkan kualitas hidup. Pengobatan dapat disesuaikan dengan penyakit itu sendiri atau dengan cara yang dipadukan,

Operasi: menghilangkan jaringan tumor yang berdekatan dengan kelenjar getah

bening, lebih efektif untuk pengobatan awal pada saat lesi terlokalisasi. Tahap

patologis adalah faktor prognosis yang paling penting bagi kelangsungan hidup

pasien kanker esophagus, pasien kanker esophagus stadium 1 seteleah operasi

kemungkinan untuk hidup 5 tahun lagi mencapai 80% sampai 90%, untuk pasien

kanker esophagus yang telah mengalami penyebaran (stadium 3 dan stadium 4)

kemungkinan hidup 5 tahun lagi hanya sampai 15%.

Radioterapi: digunakan sebelum operasi untuk mengecilkan tumornya, atau sesudah operasi untuk memberantas sisa-sisa sel setelah operasi. Jika pasien tidak cocok untuk operasi, radioterapi dapat menjadi alternatif untuk menggantikan operasi.

Kemoterapi: dapat dikombinasikan dengan radioterapi untuk memberantas sel kanker. Untuk mengtrol lesi kanker esophagus jangkauannya lebih kecil, tapi mempunyai efek yang berarti untuk tubuh.

Terapi photodynamic: bahan fotosensitif dan kemajuan teknologi endoskopi dalam beberapa tahun terakhir, dapat meningkatkan kemajuan terapi photodynamic, menjadi umum digunakan dalam pengobatan setelah pengobatan lini pertama

Page 25: Laporan Kelompok Tutorial

BAB IV

KESIMPULAN

Proses penelanan merupakan bagian dari sistem stomatognasi yang terdiri dari kerjasama

komponen-komponen organ seperti Faring, esophagus, tulang hyoid serta otot otot dan saraf

yang menginvervasi didalamnya. Proses penelanan sendiri berfungsi untuk memasukan bolus

yang sudah dicerna secara mekanis ke dalam lambung untuk kemudian di cerna secara kimiawi.

Bila komponen komponen tersebut tidak bekerja sama dengan baik maka akan terjadi kelainan-

kelainan proses penelanan seperti: dysphagia, choking, akalasia, esofagitis, maupun kelainan

perilaku/habbit diantaranya Bruxism. Ini akan menyebabkan proses pencernaan terganggu dan

apabila tidak ditangani atau tidak dirawat maka akan menimbulkan manifestasi yang berbahaya

bahkan kematian

Page 26: Laporan Kelompok Tutorial

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

 SS Bambang. Disfagia.Bronko-esofagologi.1994:40-49

 Bailey J Byron. Esophageal disorders. Head and neck surger

Otolaringology.Vol.1.2.1998;56:781-801

Ethel Sloane.2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC

Woelfel. 2012. Anatomi Gigi Ed 8. Jakarta : EGC

 Soepardi A Efianty. Penatalaksanaan disfagia secara komprehensif. Acara ilmiah penglepasan

purna tugas Prof Dr. Bambang.2002