Laporan Koagulasi Dan Flokulasi

13
Laporan Koagulasi Flokulasi Tujuan Penelitian 1. Menentukan pengaruh tawas sebagai koagulan terhadap pH dan ketinggian endapan. 2. Menentukan dosis optimum tawas untuk mengurangi kekeruhan air sungai. 3. Mengetahui kemampuan tawas sebagai koagulan apabila dikombinasikan dengan aquaclear. 2. Teori Dasar Air limbah adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya dan lazimnya muncul karena hasil aktivitas manusia. Untuk mengolah air limbah maka dilakukan penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi- koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi. Koagulasi flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk menghilangkan bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid. Dimana partikel-partikel koloid ini tidak dapat mengendap sendiri dan sulit ditangani oleh perlakuan fisik. Pada proses koagulasi, koagulan dan air limbah yang akan diolah dicampurkan dalam suatu wadah atau tempat kemudian dilakukan pengadukan secara cepat agar

Transcript of Laporan Koagulasi Dan Flokulasi

Page 1: Laporan Koagulasi Dan Flokulasi

Laporan Koagulasi Flokulasi Tujuan Penelitian

1. Menentukan pengaruh tawas sebagai koagulan terhadap pH dan ketinggian endapan.

2. Menentukan dosis optimum tawas untuk mengurangi kekeruhan air sungai.

3. Mengetahui kemampuan tawas sebagai koagulan apabila dikombinasikan dengan

aquaclear.

 

2. Teori Dasar

Air limbah adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang dapat

membahayakan kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya dan lazimnya muncul karena

hasil aktivitas manusia. Untuk mengolah air limbah maka dilakukan penyisihan bahan-bahan

tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu

dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau

tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.

Koagulasi flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk menghilangkan

bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid. Dimana partikel-partikel koloid

ini tidak dapat mengendap sendiri dan sulit ditangani oleh perlakuan fisik. Pada proses

koagulasi, koagulan dan air limbah yang akan diolah dicampurkan dalam suatu wadah atau

tempat kemudian dilakukan pengadukan secara cepat agar diperoleh campuran yang merata

distribusi koagulannya sehingga proses pembentukan gumpalan atau flok dapat terjadi secara

merata pula.

Koagulasi dan flokulasi diperlukan untuk menghilangkan material limbah berbentuk suspense

atau koloid. Koloid merupakan partikel-pertikel berdiameter sekitar 1 nm (10 -7cm) hingga 0,1

nm (10-8cm). partikel-partikel ini tidak dapat mengendap dalam periode waktu tertentu dan

tidak dapat dihilangkan dengan proses perlakuan fisika biasa.

Page 2: Laporan Koagulasi Dan Flokulasi

1.1.1     Koagulasi

Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid padatan

tersuspensi termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. sehingga akan terbentuk flok-

flok halus yang dapat diendapkan, proses pengikatan partikel koloid. Pengadukan cepat (flash

mixing) merupakan bagian integral dari proses koagulasi. Tujuan pengadukan cepat adalah

untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah.

Koagulan yang umum dipakai adalah alumunium sulfat, feri sulfat, fero sulfat dan PAC.

Umumnya partikel-partikel tersuspensi atau koloid dalam air buangan memperlihatkan efek

Brownian. Permukan partikel-partikel tersebut bermuatan listrik negatif. Partikel-partikel itu

menarik ion-ion positif yang terdapat dalam air dan menolak ion-ion negatif. Ion-ion positif

tersebut kemudian menyelubungi partikel-partikel koloid dan membentuk lapisanrapat

bermuatan didekat permukannya. Lapisan yang terdiri dari ion-ion positif itu disebut dengan

lapisan kokoh (fixed layer). Adanya muatan-muatan pada permukaan partikel koloid tersebut

menyebabkan pembentukan medan elektrostatik di sekitar partikel itu sehingga menimbulkan

gaya tolak-menolak antar partikel. Disamping gaya tolak-menolak akibat muatan negatif pada

partikel-partikel koloid, ada juga gaya tarik manarik antara 2 patikel yang dikenal dengan

gaya Van der Walls. Selama tidak ada hal yang mempengaruhi kesetimbangan muatan-

muatan listrik partikel koloid, gaya tolak menolak yang ada selalu lebih besar dari pada gaya

Van der Walls, dan akibatnya partikel koloid tetap dalam keadaan stabil

(Farooq dan Velioglu, 1989).

Jika ion-ion atau koloid bermuatan positif (kation) ditambahkan kedalam koloid target

koagulasi, maka kation tersebut akan  masuk kedalam lapisan difusi karena tertarik oleh

muatan negatif yang ada permukaan partikel koloid. Hal ini menyebabkan konsentrasi ion-ion

dalam lapisan difusi akan meningkat. Akibatnya, ketebalan lapisan difusi akan berkurang

(termampatkan kea rah permukaan partikel). Pemampatan lapisan difusi ini akan

mempengaruhi potensial permukaan partikel koloid, gaya tolak menolak antar partikel serta

stabilitas partikel koloid. Penambahan kation hingga mencapai suatu jumlah tertentu akan

merubah besar partikel kesuatu tingkat dimana gaya tarik menarik Van der Walls antar

partikel dapat melampaui gaya tolak menolak yang ada. Dengan demikian, partikel koloid

dapat saling mendekati dan menempel satu sama lain serta membentuk mikroflok.

Page 3: Laporan Koagulasi Dan Flokulasi

(Farooq dan Velioglu, 1989).

Ion-ion atau koloid bermuatan positif (kation) yang ditambahkan untuk meniadakan

kestabilan partikel koloid tersebut dapat dihasilkan dari senyawa organic dan anorganik

tertentu yang disebut koagulan. Zat kimia yang digunakan dalam proses  ini meliputi ion-ion

metal seperti alumunium atau besi, yang mana akan terhidrolisa dengan cepat untuk

membentuk presipitat yang tidak larut dan polielektrolit organik alam atau sintetik, yang

mana dengan cepat teradsoprsi pada permukaan partikel koloid, dengan demikian

mempercepat laju pembentukan agregat dari partikel koloid

(Montgomery, 1985).

1.1.2     Flokulasi

Flokulasi merupakan proses pembentukan flok, yang pada dasarnya merupakan

pengelompokan aglomerasi antara partikel dengan koagulan (menggunakan proses

pengadukan lambat atau slow mixing), Proses pengikatan partikel koloid oleh flokulan. Pada

flokulasi terjadi proses penggabungan beberapa partikel menjadi flok yang berukuran besar.

Partikel yang berukuran besar akan udah diendapkan.

Agar patikel koloid dapat menggumpal, gaya tolak-menolak elektrostatik antara partikelnya

harus dikurangi dan transportasi partikel harus menghasilkan kontak diantara partikel yang

mengalami destabilisasi. Setelah partikel-partikel koloid mengalami destabilisasi, adalah

penting untuk membawa partikel-partikel tersebut ke dalam suatu kontak antara satu dengan

yang lainnya sehingga dapat menggumpal dan membentuk partikel yang lebih besar yang

disebut flok. Proses kontak ini disebut flokulasi.

1.2           Tawas

Banyak penelitian yang mengindikasikan bahwa koagulan alami dapat menunjukan

kemampuannya yang terbaik saat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beberapa

macam kontaminan.

Page 4: Laporan Koagulasi Dan Flokulasi

Jenis koagulan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah tawas. Tawas termasuk ke

dalam suku Fahaccae. Spesies ini adalah satu-satunya anggota marga Tamarindus. Tawas

mengandung senyawa tanin, minyak esensial, serta polimer alamipli. Tanin adalah senyawa

yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Rosydah, 2008).

Minyak esensial merupakan minyak aromatik yang dapat mengurangi bau yang tidak

sedap (Rosydah, 2008), sedangkan polimer alami seperti albuminoid, pati, dan getah

berfungsi sebagai koagulan yang berperan dalam pengumpalan partikel-partikel air (Rosydah,

2008). Ekstrak biji asam jawa mengandung polisakarida alami yang tersusun atau D-

galactose, D-glucose dan D-xylose yang merupakan flokulan alami. Biji asam jawa sendiri

mudah ditemukan di Indonesia. Di Indonesia sendiri biji asam jawa biasa dimakan setelah

direndam dan direbus, atau setelah dipanggang. Selain itu, biji asam juga dijadikan tepung

untuk membuat kue atau roti. Selain dikonsumsi untuk sebagian orang, pemanfaatan biji

asam jawa yang selama ini hanya sebagai limbah yang jarang digunakan perlu dikembangkan

lebih lanjut untuk pengolahan limbah cair, yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan.

 

C.  Langkah Kerja

Page 5: Laporan Koagulasi Dan Flokulasi

E. PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dilakukan pengolahan limbah pada air sungai dengan

menggunakan koagulan alami yaitu tawas. Dengan penambahan koagulan, partikel-pertikel

koloid dari air limbah tersebut dapat terendapkan sehingga air limbah dapat dijernihkan dan

partikel-partikel pencemar dapat berkurang. Alasan penambahan koagulan pada pengolahan

air limbah adalah karena sifat koloid yang sulit mengendap ini akan menjadikan waktu

pengendapan yang sangat lama. Hal ini disebabkan karena adanya gaya van der walls dan

elektrostatik pada koloid, sehingga koloid sangat stabil. Maka dari itu untuk mempercepat

partikel-partikel koloid mengendap maka ditambahkan koagulan. Limbah yang digunakan

adalah limbah dari sungai yang berada di Unja dengan volume sampel awal adalah 500 ml,

dengan pH sebesar 7,27.

Page 6: Laporan Koagulasi Dan Flokulasi

1.1           Pengaruh tawas sebagai koagulan terhadap pH dan ketinggian endapan

Menurut literatur pH optimum tawas sebagai koagulan untuk pengolahan limbah

adalah pada pH . Tawas dibuat pH optimum karena pada proses koagulasi flokulasi agar

diperoleh hasil maksimum harus dilaksanakan pada pH yang optimum.Untuk membuat tawas

pada pH optimum maka dilakukan penurunan pH. Akan tetapi pada percobaan ini penurunan

pH dengan penambahan H2SO4 4N terlalu banyak sehingga pH limbah air sungai adalah 2.

Akan tetapi menurut literatur semakin tinggi pH maka kemampuan biji asam jawa semakin

berkurang, sehingga semakin rendah pH maka kemampuan asam jawa semakin optimal, oleh

karena itu pada pH 2 biji asam jawa kemampuannya sebagai koagulan tetap optimal.

Koagulan yang digunakan adalah biji asam jawa. Biji asam jawa dapat menjadi koagulan

disebabkan karena pengotor-pengotor atau koloid dari limbah tersebut bermuatan negatif

sedangkan koagulan biji asam jawa bermuatan positif. Sehingga pada prosesnya akan terjadi

tarik menarik antara koloid dan koagulan karena adanya perbedaan muatan tersebut sehingga

terbentuklah flok-flok yang menyebabkan menurunnya kekeruhan pada air sungai tersebut.

Menurut teori maka semakin banyak jumlah koagulan yang ditambahkan pada limbah air

sungai maka semakin banyak pula partikel-partikel koloid pada limbah air sungai yang akan

berikatan dengan koagulan, sehingga flok yang terbentuk semakin banyak seiring dengan

penambahan jumlah koagulan. Dengan semakin banyaknya flok yang terbentuk maka tinggi

endapan akan semakin besar.

Berdasarkan grafik hasil percobaan (tinggi endapan vs koagulan), tinggi endapan semakin

besar seiring dengan penambahan jumlah koagulan yang ditambahkan. Pada dosis koagulan

0,2 gr/L tinggi endapan adalah 3 mL, pada dosis koagulan 0,3 gr/L tinggi endapan adalah 6,5

mL, pada dosis koagulan 0,4 gr/L tinggi endapan adalah 7 mL, pada dosis koagulan 0,5 gr/L

tinggi endapan adalah 10 mL, pada dosis koagulan 0,6 gr/L tinggi endapan adalah 8,5 mL,

dan pada dosis koagulan 0,7 gr/L tinggi endapan adalah 11 mL. Dari data tersebut semakin

banyak dosis koagulan yang ditambahkan maka tinggi endapan semakin tinggi. Hanya saja

pada dosis 0,5 gr/L dan dosis 0,6 gr/L tinggi endapan sama, yaitu 10 mL. Hal ini disebabkan

karena pada penambahan koagulan saat proses koagulasi sempat ada yang terjatuh sehingga

jumlah koagulan tidak sama lagi seperti yang seharusnya. Namun, ketidak sempurnaan dalam

pengadukan juga bisa mempengaruhi tinggi endapan yang terbentuk karena masih ada

pengotor yang membentuk flok-flok. Akan tetapi dari hasil percobaan ini  bila dilihat

semakin banyak jumlah dosis yang ditambahkan maka semakin tinggi endapannya. Hasil

Page 7: Laporan Koagulasi Dan Flokulasi

percobaan ini terdapat kesesuaian dengan teori bahwa semakin banyak dosis koagulan yang

ditambahkan maka semakin tinggi endapannya. Pengukuran tinggi endapan dilakukan

sebanyak 3 kali yaitu pada mnit ke-30, mnit ke 60 dan pada jam ke-22. Pengukuran sebanyak

3 kali ini dilakukan karena pada menit ke 30 masih terlihat flok-flok yang terbentuk masih

mengapung dan belum terendapkan oleh karena itu dilakukan pengukuran pada menit ke 60.

Akan tetapi pada menit ke 60 pun flok-flok masih ada yang belum terendapkan. Dikarenakan

flok-flok sangat lama untu terendapkan maka dilakukan pengukuran pada jam ke-22. Dari

ketiga pengukuran ini terlihat semakin lama waktu sedimentasi maka tinggi endapan semakin

banyak. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu yang diberikan untuk sedimentasi, maka

lebih banyak flok-flok terendapkan. Pada dosis 0,3 gr/L, 0,4 gr/L,0,5 gr/L, 0,6 gr/L, 0,7 gr/L

tinggi endapan meningkat seiring lamanya waktu sedimentasi, kecuali pada dosis 0,2 gr/L

tinggi endapan awalnya meningkat pada menit ke 30 tinggi endapan 4,2 mL dan pada menit

ke-60 tinggi endapan 5 mL akan tetapi pada jam ke-22 tinggi endapan menurun menjadi 3

mL, hal ini dikarenakan pada saat penelitian corong imhoff pada dosis 0,2 gr/L ketika

pendiaman untuk jam ke-22 corong imhoff tersebut mengalami pembocoran sehingga

kemungkinan terdapat endapan yang keluar yang menyebabkan penurunan tinggi endapan.

Sedangkan pada pengaruh pH, pH limbah air sungai sebelum dilakukan koagulasi flokulasi

adalah 2, sedangkan setelah proses koagulasi flokulasi pH nya adalah sebesar 2. Apabila

dilihat sama sekali tidak ada perubahan pH sebelum dan sesudah proses koagulasi flokulasi,

artinya penggunaan koagulan asam jawa belum memiliki kemampuan untuk mengembalikan

pH ke keadaan netral. Sehingga bila akan digunakan koagulan biji asam jawa maka perlu

dilakukan pengolahan lebih lanjut sebelum langsung dibuang ke lingkungan untuk mengatasi

pH sehingga pH air setelah pengolahan adalah netral.

 

4.1           Penentuan dosis optimum asam jawa untuk mengurangi kekeruhan air sungai

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa semakin banyak jumlah dosis koagulan yang

ditambahkan maka semakin tinggi pula endapan yang terbentuk. Menurut teori semakin

banyak partikel koloid terendapkan maka semakin jernih filtratnya. Sehingga apabila semakin

tinggi endapan yang terbentuk maka kekeruhan pada filtranya pun semakin kecil. Dari hasil

percobaan telah didapatkan bahwa semakin tinggi dosis koagulan yang ditambahkan nilai

kekeruhannya pun semakin berkurang. Terlihat pada data percobaan yang didapat dosis 0,2

gr/L memiliki kekeruhan sebesar 22,98 NTU, dosis 0,3 gr/L memeiliki kekeruhan sebesar

Page 8: Laporan Koagulasi Dan Flokulasi

17,39 NTU, dosis 0,4 gr/L memiliki kekeruhan sebesar 11,77 NTU, dosis 0,5 gr/L memiliki

kekeruhan sebesar 14,01 NTU, dosis 0,6 gr/L memiliki kekeruhan sebesar 10,71 NTU, dosis

0,7 gr/L memiliki kekeruhan sebesar 9,75 NTU. Sehingga hasil percobaan ini dapat dikatakan

semakin besar dosis koagulan maka nilai kekeruhannya semakin kecil. Hasil percobaan ini

terdapat kesesuaian dengan teori bahwa semakin banyak jumlah dosis koagulan yang

ditambahkan maka kejernihannya meningkat dan kekeruhannya semakin menurun.

Pengukuran kekeruhan dilakukan pada jam ke-22. Hal ini dikarenakan pada jam ke-22 tinggi

endapan optimum dan kemungkinan flok-flok yang belum terendapkan telah sedikit.

Sedangkan nilai kekeruhan apabila dibandingkan dengan nilai kekeruhan awal sebelum

dilakukan proses kaogulasi flokulasi adalah sebesar 40,88 NTU sedangkan setelah proses

koagulasi flokulasi kekeruhan berkurang 22,98 (bila dibandingkan dengan data dengan

kekeruhan yang paling rendah pada variasi dosis). Hal ini tentunya biji asam jawa cukup

optimal untuk menurunkan kekeruhan pada air limbah sungai karena dari hasil percobaan

nilai kekeruhan sesudah proses koagulai flokulasi dengan koagulan biji asam jawa terjadi

penurunan yang sangat besar dibandingkan dengan kekeruhan sebelum dilakukan proses

koagulasi flokulasi.

 

4.1           Kemampuan biji asam jawa sebagai koagulan apabila dikombinasikan dengan aquaclear

Pada percobaan ini digunakan kaogulan biji asam jawa dan flokulan aquaclear. Penambahan

aquaclear pada percobaan ini adalah sebagai flokulan. flokulan berperan sebagai pengikat

antara flok yang satu dengan flok yang lainnya, sehingga flok-flok tersebut bersatu menjadi

flok-flok yang lebih besar dan memungkinkan dapat mengendap lebih cepat. Setelah

dilakukan penambahan aquaclear sebagai flokulan maka didapatkan data bahwa semakin

tinggi dosis koagulan maka tinggi endapan semakin tinggi dan kekeruhannya pun semakin

menurun serta pH setelah proses koagulasi flokulasi adalah tetap yaitu pada pH 2

Pada grafik (kekeruhan vs koagulan + flokulan) dari hasil percobaan dapat dilihat bahwa

semakin banyak dosis yang ditambahkan maka nilai kekeruhannya semakin berkurang. Hal

ini sesuai dengan teori bahwa semakin banyak koagulan yang ditambahkan, semakin banyak

partikel yang terendapkan maka nilai kekeruhannya pun semakin berkurang. Dari hasil

Page 9: Laporan Koagulasi Dan Flokulasi

percobaan yang didapat, tinggi endapan limbah sebelum adanya penambahan flokulan lebih

kecil dibandingkan tinggi endapan pada limbah setelah adanya penambahan flokulan. Hal ini

dapat dilihat pada rata-rata tinggi endapan berbagai variasi dosis tanpa penambahan aquaclear

adalah sebesar 7,82 dan rata-rata tinggi endapan dengan memakai aquaclear adalah 8,01.

Sehingga tinggi endapan lebih tinggi bila ditambahkan aquaclear. Begitupun dengan nilai

kekeruhan, rata-rata nilai kekeruhan tanpa aquaclear adalah 13,87 dan rata-rata kekeruhan

dengan memakai aquaclear adalah 14,04. Sehingga kekeruhan dengan koagulan dengan

penambahan aquaclear lebih rendah dibanding kekeruhan dengan koagulan tanpa

penambahan aquaclear. Sedangkan untuk pH setelah proses koagulasi flokulasi pH tidak

berubah yaitu tetap pada pH 2.