Laporan Kromatografi Lapis Tipis
description
Transcript of Laporan Kromatografi Lapis Tipis
I. NOMOR PERCOBAAN : VI
II. TANGGAL PRAKTIKUM : 06 oktober 2014.
III. JUDUL PRAKTIKUM : Kromatografi Lapis Tipis
IV. TUJUAN PRAKTIKUM : Untuk Mengetahui Cara Pemisahan AsamAmino
Dengan KLT Dan Mengetahui HargaRf Asam
Amino
V. ALAT DAN BAHAN
Alat : Bahan :
Plat Kromatografi - Silika Gel
Selembar Kaca - Pelarut Etanol
Penggiling - Larutan Ninhidrin
Beker Gelas - Larutan Kuprinitrat
Pengaduk Magnetik - Larutan glutamat
Gelas Ukur - Larutan Alanin
Pipet Tetes - Larutan Glysin
Penyemprot - Larutan Arginin
Penggaris - Aquades
Pensil dan Oven
VI. DASAR TEORI
Pada umumnya asam amino diperoleh sebagai hasil hidrolisis protein, Dengan cara
ini diperoleh campuran bermacam-macam asam amino dan untuk menentukan jenis asam
amino maupun kuantitas masing-masing asam amino perlu diadakan pemisahan antara
asam-asam amino tersebut.
Banyak metode yang dapat dilakukan dalam pemisahan dan identifikasi asam
amino, seperti metode gravimetri, kalorimetri, mikrobiologi, kromatografi dan
elektroforesis. Salah satu meteode yang paling banyak digunakan dalam pemisahan asam-
asam amino adalah metode romatografi.
Asam amino mempunyai sifat yaitu dapat dipisahkan. Pada umumnya, asam amino
diperoleh sebagai hasil hidrolisis protein, baik menggunakan enzim maupun asam. Dengan
cara ini diperoleh dengan campuran bermacam-macam asam amino dan untuk menentukan
jenis asam amino maupun kuantitas masing-masing asam amino perlu diadakan pemisahan
antara asam-asam amino tersebut. Ada beberapa metode analisis asam amino, misalnya
metode gravimetri, mikrobiologi, kromatografi, dan elektroforesis. Salah satu metode yang
banyak memperoleh pengembangan adalah metode kromatografi. Macam-macam
kromatografi adalah kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis dan kromatografi penukar
ion. Pada umumnya asam amino diperoleh sebagai hasil hidrolisis protein, baik
menggunakan enzim maupun asam. Dengan cara ini diperoleh campuran bermacam-macam
asam amino dan untuk menentukan jenis asam amino maupun kuantitas masing-masing
asam amino perlu diadakan pemisahan antara asam-asam amino tersebut
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen
menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan
salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal,
karena banyak keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah.
KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain kromatografi kertas.
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode
untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki
sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau
kromatografi cair kinerja tinggi.
KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya
hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan
kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi
kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara
kromatografi dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang
disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti
silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi – pereaksi yang lebih reaktif
seperti asam sulfat. Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk
identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf
dari senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh
senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh
karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0.
Pelaksanaan KLT
1. Fase Diam
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan
diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan
semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal
efisiensi dan resolusinya.
Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara
mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi (Gandjar & Rohman,
2007).
2. Fase Gerak
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-
coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah
campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah
diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah
beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :
1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan
teknik yang sensitif.
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara
0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas
fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan
nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam
pelarut non polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan
(Gandjar & Rohman, 2007).
3. Penotolan Sampel
Untuk memperoleh roprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit
0,5 μl. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 μl, maka penotolan harus
dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan.
4. Pengembangan
Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel
dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi
bagian bawah lempeng tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak
kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah
berisi totolan sampel.
Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak
sedikit mungkin, akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng
yang telah ditentukan. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi
dengan kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung dari kertas saring, maka dapat
dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh (Gandjar & Rohman, 2007).
5. Deteksi Bercak
Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia yang
biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara
penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk
menampakkan bercak adalah dengan cara pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar
ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluorosensi,
membuat bercak akan terlihat jelas.
Deteksi senyawa dilakukan dengan menggunakan detektor UV di bawah sinar UV
254 nm, indikator pada plat KLT akan memancarkan warna hijau dan pada UV 366 nm
akan memancarkan warna ungu. Komponen yang menyerap cahaya pada 254 atau 366 nm
akan tampak sebagai bercak gelap pada plat yang bercahaya. Metode deteksi lain adalah
dengan menggunakan pereaksi semprot.
VII. PROSEDUR PERCOBAAN
Pembuatan lapis tipis
Plat gelas yang dipakai harus bersih, terutama bebas dari lemak. Timbag 25
gram Silica gel G dan aduk ini dengan 50 ml air dengan pengaduk magnetik sampai
homogen. Suspensi ini dimasukkan ke alat pembuatan lapis tipis (alat Stahl atau alat
buatan dalam negeri). Tebal lapis tipis adalah sekitar 250 mu. Biarkan lapis tipis ini
ditempatnya kira-kira 10 menit. Sesudah ini boleh dipindah tempatnya dan dibiarkan
kering diudara selama semalam.
Meneteskan larutan zat yang akan diperiksa
Zat asam amino yang diperiksa, paling banyak 0,5 – 2,0 ug dalam 0,5 ul,
diteteskan pada plat silica gel kira-kira 1 cm dari tepi bawah. Jika banyak macam zat
yang akan diselidiki maka ini dapat diteteskan sejajar dengan jarak kira-kira 1 cm
antara dua zat dan kira-kira 1,5 cm dari tepi sisi. Penetesan harus dilakukan dengan
hati-hati seklai supaya permukaan lapis tidak rusak. Tempat-tempat pada plat yang
akan ditaruh (ditetesi) dengan alrutan-larutan zat tersebut, sebelum diberi titik dengan
ujung pensil yang runcing, guna mengetahui kelak titik-titik permulaan. Lubang-
lubang yang kecil ini tidak akan banyak mempengaruhi bentuk noda. Sebelum eluaen
dijalankan maka tetesan-tetesan tersebut harus dibiarkan dulu sampai kering.
Ruang Kromatografi
Ruang kromatografi harus dapat ditutup dengan rapat. Ruang ini diisi dengan
eluaen sedemikian sehingga apabila plat dimasukkan bagian bawahnya terendam
sampai bawah tempat tetesan zat-zat yang diselidiki. Dinding ruang harus dilapisi
dengan kertas saring yang dibasahi dengan eluen. Ini supaya ruang kromatografi
mudah dan cepat dijenuhi dengan uap eluen.
Cara melakukan elusi
Plat-plat yang telah ditetesi asam amino dan yang telah kering, dimasukkan ke
dalam ruang kromatografi. Disini yang dipakai adalah kromatografi mendaki.
Hendaknya suhu dibuat tetap. Kromatografi diberhentikan setelah berjalan sekitar 10
cm. Pada batas ini semulad diberi tanda garis dengan ujung pensil yag runcing. Plat
diambil dan dikeringkan pada suhu kamar.
Cara perwarnaan
a) Dengan hati-hati disemprot dengan larutan ninhidrin. Asam asetat yang
ditambahkan dimasukkan untuk menjaga pH sekitar 5, juga apababila fase gerakj
yang dipakai bersifat alkali. Kemudian plat dikeringkan pada 60oC selama 30
menit atau 110oC selama 1`0 menit. Kalau dipanasi lebih lama, maka nantinya plat
akan berwarna sedikit rose.
b) untuk menstabilkan noda-noda setelah diwarnakan dengan ninhidrin, maka plat
kemudian disemprotkan dengan larutan penyemprot kuprinitrat (lihat bab metrial).
Maka akan terjadi ikatan komplek Cu-ninhidrin yang berwarna. Warna ini hanya
stabil apabila tidak ada asam bebas. Maka sesudah disemprot, plat harus dikenakan
uap amonia. Juga plat tidak boleh terdisoasiasi dalam suasana basa antara pH 7-9.
walau disosiasi ini reversibel. Di atas pH 9 disosiasi tersebut bersifta irreversibel.
VIII. HASIL PENGAMATAN
No Asam aminoJarak eluen
(cm)Jarak noda (cm) Rf (cm)
Rf (cm) teori
1 Glutamat 10 3.3 0.33 0.36
2 Arginin 10 2.2 0.22 0.20
3 Glysin 10 2.6 0.26 0.26
4 Alanin 10 2.5 0.25 0.28
IX. REAKSI
X. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini berjudul Kromatografi Lapis Tipis pada asam amino yang
bertujuan untuk mengetahui cara pemisahan asam amino dengan cara kromatografi lapis
tipis dan menghitung harga Rf dari asam-asam amino yang diselidiki. Reaksi antara
ninhidrin dengan asam amino membentuk produk berwarna ungu. Pada percobaan kali ini
media pemisahan yang digunakan adalah silica gel G pada lempeng kaca. Sebagai pengikat
silica gel digunakan plester, yang juga disebut sebagai fase diam hidrofilik. Kemudian plat
silica gel dibiarkan kering dengan bantuan cahaya matahari dan udara.
pembuatan lapisan tipis dengan menambahkan 10 gr silika gel dengan 25 ml air
yang dituangkan kedalam plat kaca. Kemudian silikanya diratakan pada permukaan plat
kaca yang telah diukur pinggir kanan-kirinya 1 cm dan diselotip. Pada saat meratakan
hanya dapat diratakan dengan satu perataan tidak boleh berulang-ulang agar didapatkan
permukaan yang tidak bergelombang.
asam amino yang diperiksa diantaranya Alanin, Glutamat, Glysin,dan Arginin.
Diteteskan pada plat kaca 1.5 cm dari tepi bawah plat yang diteteskan berjajar dengan jarak
2 cm. Lalu asam amino dimasukkan ke dalam ruang kromatografi yang telah diisi dengan
eluen. Eluen yang digunakan adalah 100:39 etanol dan air.etanol bergerak naik hingga jarak
10cm kemudian di keringkan di udara.
Setelah kering, Untuk melihat bercak zat asam amino digunakan larutan
penyemprot ninhidrin. Setelah disemprot, pada silica gel muncul bercak – bercak atau noda.
Noda yang dihasilkan oleh setiap larutan asam amino (Alanin, glutamate,arginin,glysin.)
berwarna merah keunguan. Uji ninhidrin positif untuk semua asam amino yang memiliki
gugus amino bebas. Bercak-bercak warna yang terbentuk diukur.Berdasarkan hasil
percobaan yang dilakukan, diperoleh nilai Rf untuk asam amino glutamat adalah 0.33 asam
amino Arginin adalah 0.22 asam amino Glysin adalah 0.26 dan asam amino Alanin adalah
0,25. Hasil nilai Rf dari larutan sampel ini tidak ada yang sesuai dengan asam amino
tersebut namun, nilainya yang sama adalah dengan nilai asam amino Glysin.
Adanya kesalahan dari hasil percobaan yang dilakukan, yaitu perbedaan nilai Rf
asam amino yang diperoleh dengan nilai Rf asam amino berdasarkan teori, hal ini mungkin
disebabkan karena saat melakukan penyemprotan yang mendorong asam amino sehingga
panjang warna yang terbentuk tidak sesuai dengan teori.
XI. KESIMPULAN
a) Pada Pembuatan lapis tipis, plat kacanya yag digunakan harus benar-benar
terbebas dari lemak, karena bila ada dapat mengganggu jalannya kromatografi.
b) Pada kromatografi fase geraknya adalah etanol dan fasa diamnya adalah silica
gel.
c) Digunakan larutan cuprinitrat pada saat pewarnaan adalah untuk menstabilkan
noda – noda yang timbul karena terjadi ikatan kompleks ninhidrin yang
berwarna.
d) Nilai Rf asam amino glutamate adalah 0.33, arginin adalah 0.22,glysin 0.26 dan
alanin 0.28.
e) Setiap asam amino memiliki koefisien partisi tertentu untuk pasangan pelarut
tertentu. Asam amino yang memiliki afinitas terhadap fasa gerak (pelarut) yang
lebih besar akan tertahan lebih lama pada fasa gerak, sedangkan zat terlarut
yang afinitasnya terhadap fasa gerak lebih kecil akan tertahan lebih lama pada
fasa diam.
f) Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya
senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis
XII. DAFTAR PUSTAKA
Adorana,erlinda.2013. Kromatografi Lapis Tipis.
http://erlindaadonara.blogspot.com/2013 /09/kromatografi-lapis-
tipis.html.diakses pada 9 oktober 2014.
Anonim.2013. Kromatografi lapis tipis. http://www.ilmukimia.org/2013/05/kromatografi-
lapis-tipis-klt.html . diakses pada 9 oktober 2014.