Laporan Kultur Jaringan Tumbuhan

download Laporan Kultur Jaringan Tumbuhan

of 44

Transcript of Laporan Kultur Jaringan Tumbuhan

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 1 dari 44

Mata Kuliah

: Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan PERBANYAKAN TANAMAN SECARA In vitro MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN

Nama NIM Gol / Kelp Asisten

: Indah Riwantrisna Dewi : 07/252523/BI/8032 : D/1 : Rizqie Lingga N.

FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 2 dari 44

2010

HALAMAN PENGESAHAN PERBANYAKAN TANAMAN SECARA In vitro MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN Disusun oleh : Nama NIM : Indah Riwantrisna Dewi : 07/252523/BI/8032

Disusun untuk melengkapi praktikum Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan Semester II 2009/2010 Yogyakarta, 21 Desember 2010 Menyetujui, Asisten

(Rizqie Lingga N.)

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 3 dari 44

PERBANYAKAN TANAMAN SECARA In vitro MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN 1. Pendahuluan a. Latar Belakang Kultur jaringan tumbuhan merupakan suatu teknik menumbuhkan sel/jaringan/organ dari suatu tumbuhan ke dalam medium dalam kondisi aseptis secara in vitro. Selain kondisi aseptis, ketersediaan medium yang optimal dan sesuai juga merupakan faktor penting dalam melakukan teknik kultur jaringan tumbuhan. Kesuksesan kegiatan kultur jaringan tanaman akan sangat ditentukan oleh pillihan media yang digunakan. Secara umum kebutuhan nutrisi kebanyakan tanaman sama, yakni memerlukan hara makro dan mikro, vitamin-vitamin, karbohidrat, asam amino dan N-organik, zat pengatur tumbuh, zat pemadat dan terkadang ada penambahan bahan-bahan seperti air kelapa, ekstrak ragi, jus tomat, ekstrak kentang, buffer organik maupun arang aktif. Kebutuhan tanaman akan berbeda dalam hal komposisi dan jumlah yang diperlukan (Santoso dan Nursandi, 2002). Salah satu medium yang sering digunakan dalam kultur jaringan tanaman adalah Murashige and Skoog (MS) Medium. Sesuai dengan namanya, medium ini dikembangkan oleh Murashige dan Skoog. Medium ini digunakan secara luas untuk kultivasi kalus. Keistimewaan medium ini adalah kandungan nitrat, kalium dan amoniumnya tinggi. Jumlah hara anorganik yang terdapat pada medium ini layak untuk dapat menumbuhkan banyak jenis sel tanaman dalam kultur (Wetter dan Constabel, 1991). Oleh karena itu, medium ini perlu dibuat sebelum dilakukan acara praktikum selanjutnya.

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 4 dari 44

Eksplan adalah bagian dari tumbuhan berupa sel, jaringan atau organ yang bisa digunakan untuk ditumbuhkan secara in vitro (Indrianto, 2002). Dalam mengembangkan eksplan tersebut, eksplan harus berada dalam keadaan steril dan terkontrol, terutama nutriennya. Salah satu cara yang sering digunakan untuk membuat suatu eksplan yang baik adalah melalui perkecambahan biji secara in vitro. Prosesnya dibagi menjadi 4 tahap yaitu, imbibisi, pengaktifan enzim, keluarnya radikula dan pertumbuhan biji (Salisbury and Ross, 1995). Perkecambahan biji secara in vitro merupakan suatu proses mengecambahkan biji pada medium yang steril. Biji suatu tanaman yang dikulturkan secara in vitro dapat mengalami diferensiasi dan pertumbuhan sempurna tanaman. Akan tetapi, kondisi yang dibutuhkan untuk tiap spesies tanaman beragam dan harus dipastikan dengan percobaan (trial and error). Umumnya kondisi yang diperlukan, yaitu steril dan kandungan nutrien tercukupi. Sehingga perlu dipelajari suatu teknik kultur perkecambahan biji secara in vitro. Kalus merupakan suatu massa hasil proliferasi sel-sel in vitro yang tidak terorganisir. Pada mulanya terbentuknya kalus ini sebagai respon terhadap perlukaan (wounding). Selain dari bekas luka, kalus juga bisa berasal dari pembelahan sel-sel kambium yang terus membelah dan berploliferasi. Proses induksi kalus ini disebut juga dediferensiasi (Santoso, 2002). Eksplan terbaik untuk induksi kalus adalah jaringan dari bagian-bagian semai (seedling) yang dikecambahkan secara in vitro. Tujuan dari adanya kultur kalus adalah untuk mendapatkan produk yang berupa kalus dari suatu eksplan yang dapat ditumbuhkan secara terus-menerus sehingga dapat dimanfaatkan dalam mempelajari metabolisme dan diferensiasi. Selain itu, aspek nutrisi, morfogenesis sel, variasi somaklonal, transformasi genetik serta produksi metabolit sekunder juga merupakan beberapa manfaat dari hasil kultur kalus. Oleh sebab itu, pada praktikun ini akan dipelajari cara menginduksi kalus pada eksplan daun Nicotiana tabacum dan kecambah Daucus carota. Setelah kalus terbentuk, maka untuk dapat menjadi tanaman utuh, kalus perlu diinduksi melalui proses morfogenesis. Proses morfogenesis melalui dua tahap, yaitu

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 5 dari 44

organogenesis dan embriogenesis. Organogenesis merupakan salah satu proses selain embriogenesis yang terjadi dalam morfogenesis. Proses organogenesis ini melibatkan dua tahap induksi. Dua tahapan induksi ini yang memerlukan medium dan zat pengatur tumbuh yang berbeda. Tahap yang pertama adalah pembentukan tunas atau caulogenesis yang memerlukan zat pengatur tumbuh sitokinin dan proses selanjutnya adalah pembentukan akar atau rhizogenesis yang memerlukan zat pengatur tumbuh auksin. Agar proses tersebut dapat berjalan dengan baik perlu komposisi media yang sesuai perbandingan antara auksin dan sitokininnya. Auksin sintetik yang umum digunakan adalah NAA, sedangkan sitokinin sintetik yang umum digunakan adalah BA (Indrianto, 2002). Pembuatan medium yang baik dan komposisi zat pengatur tumbuh yang sesuai menjadi kunci keberhasilan teknik kultur in vitro selanjutnya,jika medium yang dibuat memiliki komposisi yang sesuai dan bebas kontaminan maka akan berdampak baik bagi eksplant yang kita tumbuhkan. Oleh karena itu perlu dipahami dan dipelajari bagaimana komposisi zat pengatur tumbuh NAA dan BA yang sesuai untuk proses organogenesis. Embriogenesis somatik merupakan proses induksi embrio dari sel-sel somatik baik yang bersifat haploid maupun diploid untuk berkembang dan berdiferensiasi menjadi tanaman utuh. Proses ini dapat terbentuk melalui dua jalur, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung, yaitu tanpa melewati fase kalus terlebih dahulu, sedangkan secara tidak langsung perlu melewati fase kalus terlebih dahulu (Santoso, 2002). Proses ini memerlukan agen penginduksi berupa zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin dan sitokinin . B. Permasalahan Permasalahan yang dapat dibuat, yaitu bagaimana cara memperbanyak tanaman secara in vitro melalui teknik kultur jaringan dengan tahapan pembuatan medium MS yang steril, efisien dan aman, perkecambahan biji secara in vitro, induksi kalus dan proses morfogenesis yang mencakup organogenesis dan embriogenesis?

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 6 dari 44

C. Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari teknik perbanyakan tanaman secara in vitro melalui teknik kultur jaringan dengan tahapan pembuatan medium MS, perkecambahan biji secara in vitro, induksi kalus dan proses morfogenesis yang mencakup organogenesis dan embriogenesis II. Tinjauan Pustaka a. Pembuatan Medium Pemilihan medium merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan kerja pada kultur jaringan. Studi literatur sangat diperlukan untuk mengembangkan atau memodifikasi mdium kultur. Modifikasi dari mdium kutur yang telah ada umumnya didasarkan padatrial and error. Pemilihan penggunaan mdium dalam kultur in vitro tergantung pada tujuan khusus yang diharapkan misalnya untuk induksi kalus, embriognesis somatik, atau kultur anther (Smith,2000). Pada mdium kultur terkandung komponen-komponen yang sangat penting. Sebagian besar meduim kultur mengandung nutrien anorganik (makronutrien dan mikronutrien), sumber karbon, suplemen organik, zat pengatur tumbuh, serta vahan pemadat. Beberapa jenis jaringan dapat tumbuh pada mdium sederhana yang hanya mengandung nutrien organik dan sumber karbon. Namun, kebanyakan dari jaringan tersebut memerlukan suplemen esensial seperti vitamin, asam amino, dan substansi pertumbuhan (Razdan,2003). Beberapa jenis mdium dibuat untuk spesifik jaringan ataupun organ. Medium White digunakan untuk kultur akar. Untuk menginduksi organognesis dan regenerasi tanaman pada kultur digunakan mdium MS atau LS. Medium B5 (Gamborg) digunakan sebagai mdium suspensi sel dan kultur kalus, yang pada

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 7 dari 44

perkembangannya di modifikasi untuk kultur kloroplas. Medium lain seperti N6 (Nitsch & Nitsch) digunakan untuk kultur anther serealia (Trigiono & Gray, 2005). Medium yang paling sering digunakan salah satunya adalah mdium MS, karena merupakan mdium yang paling umum digunakan untuk regenerasi tanaman dari jaringa atau kalus. Selain itu juga memiliki kandungan mineral yang tinggi, terutama garam N dan K. Modifikasi dari mdium MS adalah mdium LS atau Linsmaler and Skoog mdium (1965). Pada mdium LS ditambahkan komponen organik berupa inisitol dan thiamine HCl (Rigiano & Gray, 2005). Pada pembuatan mdium MS dibutuhkan berbagai macam komponen bahan kimia. Untuk membuatnya diperlukan penimbangan pada setiap kompoen bahan yang tertera dalam resep. Hal tersebut menjadi kurang praktis, memakan banyak waktu , dan mengurangi ketepatan. Selain itu, timbangan yang digunakan untuk menimbang sejumlah kecil vahan kimia terkadang tidak tersedia. Jalan keluar yang harus ditempuh adalah dengan membuat larutan stok. Setiap larutan dapat diperdunakan untuk 40, 50, bahkan 100 liter mdium. Terdapat empat macam larutan stok yaitu stok besi, stok mikronutrien, stok vitamin, dan stok hormon (Indrianto, 2009). Media kultur jaringan dibedakan menjadi media dasar basal/basic medium dan media tambahan. Komposisi media dasar mengandung hara essensial baik makro maupun mikro, sumber energi dan vitamin yang jumlah dan macamnya tergantung dari penemunya. Komposisi media perlakuan merupakan komposisi media tambahan yang dapat berupa vitamin, senyawa organik komplek atau zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh khususnya auksin dan sitokinin adalah suatu zat organik utama yang mengendalikan proses morfogenesis didalam teknik kultur jaringan. Kepekaan jaringan terhadap zat yang ditambahkan pada media perlakuan khususnya zat pengatur tumbuh ditentukan oleh konsentrasi zat pengatur tumbuh yang sudah ada didalam jaringan tersebut (Starling et al 1986). Masukan lain yang berupa vitamin seperti thiamin yang merupakan vitamin B1 kedalam media perlakuan juga akan berperan aktif dalam pembelahan sel (George dan Sherington, 1984).

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 8 dari 44

b. Perkecambahan Biji Secara umum, struktur biji terdiri dari embrio, radikula, plumulae, serta kotiledon. Perkecambahan pada biji terjadi karena pertumbuhan radikula (calon akar) dan pertumbuhan plumulae (calon batang). Radikula akan tumbuh ke bawah menjadi akar, sedangkan plumulae tumbuh ke atas menjadi batang (Sumardi dan Nugroho, 2003). Perkecambahan biji ditandai dengan imbibisi air oleh jaringan yang ada dalam biji sehingga volumenya bertambah. Peningkatan hidrasi pada kulit biji menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap oksigen dan karbondioksida. Pembengkakan biji menyebabkan pecahnya kulit biji , tetapi pada beberapa spesies hal ini tidak terjadi sampai terbentuknya akar primer. Dengan peningkatan hidrasi sel, enzim menjadi aktif. Cadangan makanan yang ada pada endosperm atau kotiledon dicerna dan produknya akan ditanslokasikan ke titik tumbuh embrio. Biji pada semua spesies tumbuhan memerlukan paling sedikit tiga faktor eksternal sebelum perkecambahan dapat terjadi yaitu : 1. air yang cukup2. temperatur yang sesuai (24-25oC)

3. oksigen yang cukup selain itu ada faktor tambahan yaitu cahaya (Meyer and Anderson, 1959). Cahaya dapat berperan sebagai faktor pengontrol perkecambahan biji dan mempercepat pertumbuhan. Pada perkecambahan in vitro penyinaran tetap diperlukan terutama untuk menghasilkan plantlet hijau dengan daun normal. Perkecambahan adalah permulaan munculnya pertumbuhan aktif yang mengakibatkan pecahnya kulit biji dan munculnya semai. Ada empat tahap yang terjadi selama perkecambahan, yang pertama adalah hidrasi atau imbibisi air ke dalam biji. Proses ini menhasilkan paningkatan volume biji dan juga penyerapan CO2. Sehingga terjadi proses kedua yaitu pengaktifan enzim. Cadangan makanan yang

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 9 dari 44

terdapat pada embrio atau kotiledon akan dicerna dan produknya ditranslokasikan ke daerah-daerah pertumbuhan embrio (Meyer and Anderson, 1959). Kemudian terjadi pemanjangan sel radikal diikuti munculnya radikula dari kulit biji sehingga terjadi pertumbuhan kecambah selanjutnya (Salisbury dan Ross, 1995). Spesies tanaman dan hormon pertumbuhan yang ada dalam medium akan menentukan apakah eksplan menghasilkan tunas atau akar. Dalam beberapa spesies akan terbentuk kalus yang kemudian akan berdiferensiasi menjadi organ. Jika diferensiasi kalus tidak terjadi, dapat dilakukan penambahan satu atau lebih pelengkap organic maupun hormon. Begian tempat melekatnya kotiledon juga mungkin mengandung sel-sel yang dapat diinduksi dengan cepat untuk pembentukan tunas. Pembentukan akar biasanya tidak sulit dan dapat berlangsung tanpa hormon eksogen (Watter dan Constabel, 1991). Sterilisasi eksplan merupakan tahap yang sangat menentukan keberhasilan kultur jaringan tumbuhan. Mencegah dan menghindari kontaminasi merupakan hal yang mutlak dilakukan pada seluruh rangkaian percobaan kultur jaringan tumbuhan karena lingkungan yang aseptis harus selalu dijaga. Kontaminan dalam kultur jaringan tumbuhan adalah segala bentuk organisme atau mikroorganisme lain yang tumbuh pada media biakan jaringan di lingkungan aseptis. Sumber kontaminan bisa berasal dari mikroorgansime yang tumbuh pada material tanaman yang dibiakkan, alat-alat yang digunakan, dan lingkungan tempat penyimpanan biakan di ruang inkubasi. Kontaminan yang umum dijumpai adalah bakteri, jamur, dan khamir (Ermayanti, 1997). Membuat dan menjaga kondisi tetap aseptis merupakan salah satu problem kultur jaringan. Sifat spora jamur yang kecil dan ringan membuatnya mudah terbawa oleh aliran udara. Media kultur yang kaya akan nutrisi merupakan lahan yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri dan jamur. Bila spora kontak dengan media akan segera membentuk koloni dan tumbuh sangat cepat sehingga mengganggu pertumbuhan kultur (Bidwell, 1979). Tidak semua kontaminan bersifat pathogen, namun hampir semua kontaminan bersifat merugikan karena menurunkan tingkat

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 10 dari 44

keberhasilan pembiakan tanaman secara invitro. Kontaminan seringkali tumbuh lebih cepat dari jaringan yang sengaja ditumbuhkan sehingga akan terjadi kompetisi penyerapan nutrien antara kontaminandan jaringan yang sengaja ditimbuhkan. Jaringan yang sengaja ditumbuhkan akan kekurangan nutrien dan akhirnya mati. Mikrobia dapat mensekresikan senyawa tertentu yang bersifat toksik pada media tumbuh sehingga jika terserap oleh eksplan, eksplan dapat mati (Ermayanti, 1997). Banyak faktor yang dapat menyebabkan kontaminasi. Asal kontaminan kadang sangat sulit diketahui secara pasti karenapanjangnya prosedur dalam melakukan pekerjaan kultur invitro. Kontaminan yang berupa bakteri, jamur, atau khamir sering tumbuh pada tanaman yang merupakan eksplan. Jaringan tanaman yang tumbuh di dekat tanah lebih banyak membawa kontaminan daripada bagian tanaman yang masih muda dan berada jauh dari permukaan tanah. Salah satu kerugian dari kontaminasi oleh bakteri, jamur, dan khamir ini selain pertumbuhanny yang cepat sehingga menyebabkan kompetisi nutrisi dengan eksplan, mereka juga menurunkan pH media menjadi sangat asam (dibawah 3) dengan cara merombak kerbohidrat menjadi etanol dan asam asetat. Hal ini mengakibatkan medium menjadi lembek dan eksplan tidak dapat melakukan aktivitas kehidupannya pada medium yang lembek ini. Cara terbaik untuk mencegah adanya kontaminasi adalah dengan menguasai teknik aseptik yang sempurna. Salah satu hal yang penting dilakukan adalah pembakaran skalpel dan pinset yang akan digunakan dalam proses kultur in vitro selama lebih dari 16 detik (Ermayanti, 1997). c. Induksi Kalus Kalus adalah massa yang belum terdiferensiasi, hasil proliferasi sel-sel parenkim (Vasil, 1984). Kalus dibentuk pada bagian luka dari eksplan karena adanya respon terhadap zat tumbuh eksogen yang ditambahkan dalam medium. untuk induksi kalus, medium yang paling umum digunakan adalah MS yang ditambah zat pengatur tumbuh terutama auksin dengan konsentrasi sedang sampai tinggi (Hartman et al., 1990). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menginduksi kalus adalah :

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 11 dari 44

1. Seleksi tanaman 2. Penyediaan medium serta kondisi kultur yang cocok 3. Kondisi dan pemeliharaan kultur untuk penelitian selanjutnya (Vasil, 1984). Pemilihan tanaman sebagai sumber eksplan sangat tergantung pada tujuan penelitian. Pada dasarnya hampir seluruh bagian tanaman dapat diinduksi menjadi kalus. Untuk tanaman Gymnospermae eksplan bisa diambil dari bagian kuncup, bibit, atau irisan floem. Eksplan tanaman rumput-rumputan dapat diambil dari embrio, mesokotil, dan irisan akar atau dasar batang. Sedangkan untuk tanaman dikotil, sumber eksplan adalah akar, hipokotil, batang, umbi, dan daun. Laju pembelahan kalus dari jaringan eksplan yang ditempatkan pada medium sangat beragam. sumber eksplan juga menentukan laju pertumbuhan kalus. Kalus yang baik biasanya terbentuk dal;am waktu satu bulan, teksturnya bisa beragam. Ada yang lembut dan mudah hancur, ada juga yang keras dan liat (Watter dan Constabel, 1991). Seleksi eksplan bisa berdasarkan umur dan tingkat tanaman. Tumbuhan yang masih muda akan memberikan respon yang paling baik karena sel-selnya masih bersifat meristematik. Potensi tumbuhan untuk menjadi eksplan akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia tanaman. Pemilihan eksplan juga bisa berdasarkan letak eksplan pada tanaman induk, ukuran, serta lingkungannya (Aug, 1995). Kemampuan bagian tanaman untuk membentuk kalus bergantung pada : 1. Umur fisiologi bahan tanaman saat diisolasi, dimana juvenile lebih baik daripada mature 2. Musim pada saat bahan tanaman diisolasi, tanaman yang diisolasi saat musim kemarau lebih sulit tumbuh tetapi resiko kontaminasinya kecil 3. Bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan 4. Jenis tanaman, dimana tanaman berkayu akan lebih sulit tumbuh daripada tanaman herba

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 12 dari 44

5. Faktor luar seperti ketersediaan oksigen yang tinggi, akumulasi CO2 lebih

banyak, unsur hara yang banyak, cahaya yang cukup, dan suhu optimum (Santoso dan Nursanti, 2002) Pada sebagian besar kultur jaringan, auksin esensial digunakan sebagai bahan pemicu untuk menginduksi kalus atau pembelahan sel. Auksin yang paling efektif digunakan adalah 2,4-D dan NAA. Penggunaan 2,4-D untuk menginduksi kalus pada beberapa tanaman dikotil cenderung dalam konsentrasi yang tinggi, sehingga terjadi ikatan antara 2,4-D eksogen dengan protein berdasarkan pembentukan 2,4-D/ lysing yang kaya akan protein histon pada tahap awal induksi kalus (Reinert and Bajaj, 1998). Sel-sel yang telah mengalami diferensiasi dapat diinduksi untuk mengalami dediferensiasi. Dediferensiasi merupakan reverse dari sel-sel hidup yang telah terdiferensiasi menjadi kembali tidak terdiferensiasi, atau kembali menjadi meristematik (Prerik, 1987). Meristem adalah sekelompok sel yang mempunyai sifat selalu membelah. Sel-selnya kecil, inti sel relatif besar, penuh plasma, vakuola bila ada terlihat kecil sekali dan banyak hingga tampak seperti busa, dinding berupa pektin atau protopektin yang masih bersifat primitif ditambah dengan penebalan dinding primer dari selulose yang masih tipis (Gamborg and Phillips, 1995). Setelah terjadi induksi kalus, pertumbuhan kalus akan membentuk kurva sigmoid. Fase-fase pertumbuhan berbentuk kuva sigmoid terdiri atas beberapa tahap yaitu :1. Lag phase, dimana sel mulai untuk membelah 2. Exponential phase, dimana laju pembelahan sel mencapai titik tertinggi 3. Linear phase, dimana laju pembelahan sel menurun tetapi laju perluasan sel

meningkat4. Declaration phase, laju pembelahan dan pembentangan sel menurun 5. Stationary phase, dimana sudah tidak terjadi pertumbuhan sel sehingga

jumlah dan ukuran sel tetap (Chawla, 2000)

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 13 dari 44

d. Organogenesis Kultur jaringan tumbuhan merupakan suatu teknik menumbuhkan sel, jaringan maupun organ dari suatu tumbuhan ke dalam medium dalam kondisi aseptis secara in vitro (Wetter and Constabel, 1991). Salah satu teknik yang digunakan dalam kultur jaringan adalah mikropropagasi, yaitu perbanyakan tanaman secara in vitro dengan memanfaatkan kemampuan sel-sel tumbuhan selain zigot untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh. Proses yang terjadi disebut morfogenesis. (Thorpe, 1981). Ada beberapa metode yang dapat ditempuh dalam regenerasi in vitro yaitu melalui induksi organogenesis dan induksi embrio somatik. Organogenesis adalah regenerasi yang berasal dari organ atau jaringan tanpa terlebih dahulu membentuk embrio somatik, cara ini dapat dikerjakan melalui multiplikasi tunas dari mata tunas aksilar dan melalui pembentukan tunas adventif baik secara langsung ataupun tidak langsung (Gunawan, 1987). Selain itu, organogenesis merupakan proses pembelahan sel-sel yang sangat cepat dari sel kalus membentuk jaringan meristemoid. Selajutnya, sel-sel pada jaringan meristemoid ini akan berdiferensisasi membentuk meristem unipolar yang menghasilkan primordial tunas atau akar (Indrianto, 2002). Selain organogenesis, induksi embrio somatik atau embriogenesis in vitro juga merupakan bagian dari morfogenesis. Embriogenesis in vitro merupakan proses induksi sel-sel somatik menjadi embrio untuk berkembang dan berdiferensisasi membentuk tanaman utuh (Wetherell, 1982). Proses organogensis ini membutuhkan hal-hal yang kompleks untuk mendukung, misalnya keseimbangan fitohormon, diferensiasi sel atau dediferensiasi untuk mencapai keadaan organogenik dan pengaturan pembelahan sel untuk membentuk organ primordial spesisfik dan meristem (Salisbury and Ross, 1995). Teknik kultur in vitro dengan organogenesis sangat digemari karena dapat menghasilkan tanaman utuh dari satu potong kecil bagian tanaman saja. Salah satu ekplan yang sering digunakan adalah tunas aksiler. Tunas aksiler ini jika dikulturkan

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 14 dari 44

akan menghasilkan tunas pucuk dan kalus Tunas aksiler sangat baik untuk digunakan sebagai eksplan karena masih bersifat meristematik sehingga masih mudah membelah. Selain itu kandungan auksin endogen didalamnya juga mempengaruhi kecepatan pertumbuhan (Collin and Edward, 1998). Metode organogenesis yang lain adalah dengan memproduksi kalus terlebih dahulu lalu selanjutnya baru diinisiasi untuk menjadi plantlet dan akhirnya menjadi tanaman sempurna. Kalus dapat berasal dari bagian-bagian tumbuhan seperti daun, bunga, akar, endosperm, epikotil dan hipokotil (Indrianto dkk., 2007). Organogenesis sangat dipengaruhi oleh perbandingan konsentrasi antara auksin dan sitokinin. Inisiasi akar sering ditunjukkan ketika rasio auksin tinggi dan sitokinin rendah, sedangkan pembentukan calon tunas terjadi jika konsentrasi auksin rendah dan konsentrasi sitokinin tinggi. Sitokinin sangat efektif dalam memacu induksi tunas. Pada konsentrasi tinggi sitokinin akan memacu pertumbuhan tunas aksiler. Sedangkan auksin lebih memacu induksi akar dan kalus. Namun diperlukan kombinasi fitohormon yang sesuai untuk dapat memacu pertumbuhan akar ataupun tunas. Pemberian auksin tunggal tanpa sitokinin ternyata memberikan hasil yang kurang optimal jjika dibandingkan dengan kombinasi auksin tinggi dan sitokinin sangat rendah, begitu juga untuk induksi tunas. Kombinasi sitokinin dan auksin yang optimal sangat diperlukan untuk organogenesis (George and Sherrington,1984). Auksin sintetik yang umum digunakan untuk kultur in vitro adala 2,4-D, dan NAA kedua fitohormon ini mampu memicu proses dideferensiasi induksi kalus dan pembentukan primordial akar. Akan tetapi konsentrasi yang terlalu tinggi akan menghambat proses pemanjangan akar. Sitokinin sintetik yang umum digunakan yaitu BA dan kinetin. Kedua fitohormon ini memiliki aktifitas memacu pembelahan sel serta menginduksi pembentukan tunas aksiler. Namun jika konsentrasinya terlalu tinggi pertambahan panjang batang menjadi tidak optimal. Jadi untuk menghasilkan plantlet yang baik dan proporsional diperlukan kombinasi auksin dan sitokinin yang tepat. (Indrianto dkk., 2007).

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 15 dari 44

e. Embriogenesis Embriogenesis somatik merupakan suatu proses induksi embrio dari sel-sel somatik baik yang bersifat haploid maupun diploid untuk berkembang dan berdiferensiasi membentuk tanaman utuh. Proses ini tanpa melalui fusi antara gamet jantan dengan gamet betina. Terdapat kemiripan proses antara embrio somatik dengan embrio zigotik, yaitu terbentuknya struktur bipolar melalui tahapan bulat, jantung, torpedo dan akhirnya berkecambah menjadi plantlet (Indrianto, 2002). Proses ini dapat terbentuk melalui dua jalur, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung, yaitu tanpa melewati fase kalus terlebih dahulu, sedangkan secara tidak langsung perlu melewati fase kalus terlebih dahulu (Dixon & Gonzales, 1994) Eksplan dapat diinduksi menjadi embriogenik dengan menanamnya pada suatu medium disertai adanya zat pengatur tumbuh kelompok auksin dan sitokinin (Thorpe, 1981). Auksin sintetik yang biasanya digunakan untuk menginduksi adalah 2,4-D karena cukup kuat dan tahan terhadap degradasi reaksi enzimatik dan fotooksidasi. Proses embriogenik ini diawali dengan adanya dediferensiasi lalu berkembang setaelah kalus yang terbentuk ditransfer ke dalam medium yang sesuai secara bersamaan. Proses embriogenesis melalui beberapa tahap, yaitu (Wetherell, 1982) (Wetter, 1982) : a. Induksi kalus embriogenik Proses ini dilakukan dengan melakukan dediferensiasi pada sel somatik dengan adanya pengaruh dari auksin. Selain itu, proses ini juga dapat diinduksi dengan perlakuan stress somatik. Ciri-ciri keberhasilan proses induksi, yaitu sel berukuran kecil, sitoplama padat, inti besar, vakuola kecil dan mengandung butir pati.b. Pendewasaan (maturation)

Proses ini dilakukan dengan pemidahan embrio pada medium dengan penngurangan atau tanpa zat penngatur tumbuh sehingga menghambat proliferasi dan merangsang pembentukan serta perkembangan awal embrio somatik. Tahap ini

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 16 dari 44

meliputi perkembangan embrio menjadi bentuk globuler, jantung, torpedo, kotiledon dan primordial akar c. Perkecambahan Dalam tahap ini terjadi pembentukan akar dan tunas. Konsentrasi zat pengatur tumbuh yang diberikan sangat rendah atau tidak sama sekali d. Hardening Tahap ini merupakan tahap aklimatisasi bibit embrio somatik dari kondisi in vitro ke lingkungan baru di rumah kaca. III. Alat, Bahan, dan Metode a. Alat 1) Pembuatan Medium Alat yang digunakan, yaitu universal indikator pH, HCl 1N dan atau KOH 1N; Aluminium foil, kertas timbang, tisu dan label; Erlenmeyer 1000mL, Gelas Piala 600 mL, gelas ukur 1000mL; Erlenmeyer 100mL, 50 mL atau botol kultur, pipet; pengaduk; Magnetic stirrer dengan hotplate dan magnet; timbangan analitik; autoclave 2) Perkecambahan Biji Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu Erlenmeyer 250mL, Erlenmeyer 100mL dan pipet steril, Petridish berisi kertas saring steril, pinset steril, hand sprayer berisi spiritus, tisu, plastic seal, alumunium foil steril, kertas label dan Laminar Air Flow. 3) Induksi Kalus Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu cawan petri, kertas sarinng, skalpel, mata pisau, pinset steril, Na-hipoklorit (Bleach) 5,25%, Tween, akuades steril, plastic seal, alumunium foil steril, kertas label, pensil, hand sprayer berisi alkohol, tisu, erlenmeyer 250 mL, gelas beker 250 mL dan Laminar Air Flow 4) Organogenesis

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 17 dari 44

Alat yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu pisau atau cutter, Erlenmeyer 250mL, gelas beker 250mL, petridish, kertas saring, scalpel, mata pisau,, pinset steril, lampu spiritus, plastic seal, alumunium foil steril, kertas label, hand sprayer berisi spiritus, tisu dan Laminar Air Flow. 5) Embriogenesis Alat yang digunakan dalam praktikum ini, yaitupetridish, kertas saring, scalpel, mata pisau dan pinset lampu spiritus, plastic seal, kertas label, hand sprayer berisi spiritus, tisu, Laminar Air Flow dan mikroskop. b. Bahan 1) Pembuatan Medium Bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu table formula dan bahanbahan kimia untuk pembuatan medium MS. 2) Perkecambahan Biji Bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu biji Zea mays dan Daucus carota, Medium MS dan medium MS, Bleach 5,25%, akuades steril, alkohol 70% 3) Induksi Kalus Bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu daun Nicotiana tabacum dari greenhouse, kecambah wortel Daucus carota in vitro, medium MS padat dengan zat pengatur tumbuh 2,4-D 2 mg/L dan MS0 sebagai kontrol 4) Organogenesis Bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu embrio Allium sativum dan kecambah Nicotiana tabacum, medium MS padat dengan variasi zat pengatur tumbuh NAA dn BA serta medium MS0 dan alkohol 70%. 5) Embriogenesis

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 18 dari 44

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu petridish, kertas saring, scalpel, mata pisau dan pinset lampu spiritus, plastic seal, kertas label, hand sprayer berisi spiritus, tisu, Laminar Air Flow dan mikroskop. c. Cara Kerja 1) Pembuatan Medium Erlenmeyer 1000 mL yang berisi 500 mL akuades disiapkan. Komponen bahan kimia makronutrien ditimbang dan dilarutkan satu persatu. Larutan stok Besi sebanyak 5 mL, larutan stok mikronutrien sebanyak 1 mL, larutan stok Vitamin sebanyak 4 mL dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Setelah itu sebanyak sebanyak 100 mg Myo-inositol ditimbang dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer lalu dilarutkan. Sebanyak 30 g sukrosa dirtimbang lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan dilarutkan. Larutan dalam Erlenmeyer tersebut dibagi 3, 0,7 L berupa medium MS ditambah 2,4D, 0,4 L berupa medium MS dan 0,9 L berkutnya berupa medium MS0. Setelah itu larutan tersebut ditambah akuades hingga volume mencapai 1000 mL. pH diukur hingga mencapai 5,6 6,3 dengan penambahan HCl atau KOH. Agaragar sebanyak 8 g ditimbang lalu dimasukkan dalam Erlenmeyer, dipanaskan sambil diaduk hingga larut. Dalam keadaan masih cair, media dibagi ke dalam botol kira-kira 20 mL/botol. Botol tersebut ditutup rapat dengan aluminium foil dan diberi label sesuai dengan perlakuan. Setelah itu botol tersebut dimasukkan dalam autoclave dan disterilisasi suhu 121oC selama 15 menit dengan tekanan 15 psi (1 atm). Seteah tekanan turun hingga 0 atm, medium dikeluarkan lalu disimpan dalam ruang penyimpanan. 2) Perkecambahan Biji 1. Persiapan Laminar Air Flow (LAF) Asesoris tangan dilepas terlebih dahulu. Setelah itu tangan dicuci dengan sabun antiseptik. Lantai dan dindinng LAF dibersihkan dengan alkohol 70%

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 19 dari 44

kemudian dilap dengan tisu. Setelah itu LAF dihidupkan. Kemudian alat-alat yang dibutuhkan simasukkan dan diatur posisinya 2. Sterilisasi dan Penanaman Biji secara In Vitro Sebanyak 50 biji dicampur dengan bleach 5,25% lalu digojok selama 10 menit. setelah itu larutan bleach dibuang dengan pipet. Bahan dicuci dengan akuades steril selama lima menit dengan penggojokan dua kali. Kemudian alkohol 70% dimasukkan dan digojok serta segera dibuang. Dicuci kembali dengan akuades steril tiga kali masing-masing selama 3 menit. Kemudian biji tersebut dipindahkan ke petridish yang berisi kertas filter steril. Setelah itu biji ditanam pada medium MS0. Botol ditutup dengan plastik segel, diberi label dan diinkubasi di tempat terang. 3. Pengamatan Pengamatan dilakukan selama satu minggu dengan diamati jumlah dan panjang kecambah. Selain itu ada tidaknya kontamnasi diperhatikan, beserta macam kontaminasi dan letaknya. 3) Induksi Kalus 1. Persiapan eksplan dan prasterilisasi Daun tembakau dicuci bersih dengan menggunakan sabun dan dibilas dengan air bersih. Setelah itu diletakkan di dala cawan petri dan dibawa ke dalam entkas.. 2. Sterilisasi eksplan a. Permukaan meja kerja disemprot dengan alkohol 70% b. Daun tembakau disterilisasi dengan merendamnya dalam larutan Nahipoklorit dan ditambah 2 tetes tween selama 10 menit. Setelah itu dicuci dengan akuades steril dua kali, masing-masing 5 menit. c. Kecambah wortel tidak perlu disterilisasi karena sudah steril 3. Pemotongan eksplan

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 20 dari 44

a. Daun tembakau dipisah antara lamina dengan costae. Costae dipotong 0,5 cm sedangkan lamina dipotong melewati pertulangan daun dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm2. b. Kecambah wortel diambil bagian kotiledon dan batang. 4. Penanaman dan inkubasi a. Tiga potong eksplan dimasukkan ke dalam botol kultur dengan menggunakan pinset steril b. Botol kultur tersebut ditutup dan dibawa ke ruang inkubator, kemudian inkubasi dilakukan di tempat terang c. Pengamatan dilakukan selama empat minggu. Hal-hal yang diamati, yaitu asal terbentuknya kalus, tekstur dan warna kalus. 4) Organogenesis 1. Persiapan medium kultur Medium MS padat ditambahan dengan zat pengatur tumbuh NAA dan BA dengan kombinasi sebagai berikut: Kombinasi I II NAA (M) 0 1 BA (M) 0 5 2. Persiapan eksplan, sterilisasi dan inokulasi a. Umbi bawang putih Umbi bawang putih dipisahkan satu per satu, kemudian kulit dikelupas. Umbi yang telah dikupas tersebut dimasukkan ke dalam gelas beker, kemudian dibawa ke dalam LAF. Setelah itu umbi tersebut direndam dalam larutan alkohol 70%. Kemudian umbi diambil dengan pinset lalu dilewatkan di atas nyala api hingga tiga kali. Umbi yang telah steril diletakkan diatas petri dish beralaskan kertas saring. Embrio dari umbinya dipisahkan dengan scalpel menjadi tiga bagian, yaitu pangkal, tengah dan ujung. Kemudian potongan umbi tersebut ditanam pada medium yang III 3 3 IV 5 1

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 21 dari 44

telah disediakan. Botol kultur ditutup, dilabeli dan diinkubasikan dengan pencahayaan. b. Kecambah tembakau Kecambah tembakau yang dihasilkan dari kultur in vitro dikeluarkan dari botol, kemudian dipisahkan meristem aksiler dengan daunnya. Epikotil dan hipokotil dipotong sepanjang 0,5 cm sedangkan daun dipotong seluas (0,5 x 0,5) cm2. Setelah itu potongan tersebut ditanaman dalam botol kultur dan diinkubasikan. 5) Embriogenesis 1. Pendewasaan embrio somatik Embrio somatik berumur tiga minggu tersebut disubkultur dalam medium MS + PEG 4000 7% + ABA 9 M dan MS+BAP untuk pendewasaan embrio. Kultur diinkubasi pada pencahayaan 1000 lux selama lima minggu. 2. Perkecambahan embrio somatik Embrio dewasa fase torpedo yang dihasilkan ditransfer ke medium perkecambahan berupa medium dasar tanpa zat pengatur tumbuh 3. Pengamatan Embrio somatik yang terbentuk dihitung di bawah mikroskop stereo pada perbedaran 40 kali. Diamati terbentuknya embrio fase globuler, jantung maupun torpedo dan dihitung jumlahnya. IV. Hasil dan Pembahasan a. Hasil 1) Pembuatan Medium Hasil yang didapat dari pembuatan medium MS, yaitu:

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 22 dari 44

Mediumya ng T k ida K onta ina m n Mediumya ng K onta ina m n

Gambar 1. Hasil perbandingan medium yang kontaminan dengan medium yang tidak kontaminan

Mediumya ng Menjenda l Mediumya ng T kMenjenda ida l

Gambar 2. Hasil perbandingan medium yang menjendal dengan medium yang tidak menjendal 2). Perkecambahan Biji Hasil yang diperoleh dari praktikum ini, yaitu:

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 23 dari 44

2.5 2 1.5 1 0.5 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3 MS 1/2 MS 1/4

Gambar 3. Rata-rata presentasi jumlah biji yang berkecambah pada Zea mays1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3 MS 1/2 MS 1/4

Gambar 4. Rata-rata presentasi jumlah biji yang berkecambah pada Nicotiana tabacum1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3 MS 1/2 MS 1/4

Gambar 5. Rata-rata presentasi panjang kecambah pada Zea mays

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 24 dari 44

1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3 MS 1/2 MS 1/4

Gambar 6. Rata-rata presentasi panjang kecambah pada Nicotiana tabacum

1/2MSpadaZ m ea aysTidakkontaminasi 37,5 % kontaminasi 62,5 %

Gambar 7. Rata-rata ada atau tidaknya kontaminsai pada Zea mays medium MS

1/4MSpadaZ m ea aysTidakkontaminasi 50% kontaminasi 50 %

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 25 dari 44

Gambar 8. Rata-rata ada atau tidaknya kontaminsai pada Zea mays medium 1/4MS

1/2MSpadaNicotiana tabacumTidakkontaminasi 87,5 % kontaminasi 12,5 %

Gambar 9. Rata-rata ada atau tidaknya kontaminsai pada Nicotiana tabacum medium 1/4 MS

1/4MSpadaNicotiana tabacumTidakkontaminasi 100 % kontaminasi 0 %

Gambar 10. Rata-rata ada atau tidaknya kontaminsai pada Nicotiana tabacum medium 1/2 MS

3) Induksi Kalus Hasil yang didapat, yaitu:

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 26 dari 44

100 80 60 33.3 40 33.3 33.3 20 0 MSO Medium

83.33 66.66 33.33 16.66 0 MS 2.4D Eksplan Bakteri Jam ur

Gambar 11. Pertumbuhan kalus Nicotiana tabcum (%)120 100 100 83.33 83.33 80 60 37.5 37.5 37.5 40 16.66 20 0 0 MS 0 Medium MS 2,4 D Eksplan Bakteri Jamur

Gambar 12. Pertumbuhan kalus Zea mays (%) 4) Organogenesis Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut:

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 27 dari 44

80 70 60 50 40 30 20 10 0 MS 0 MS +NAA MS +NAA MS +NAA 1 +BA 5 3 +BA 3 5 +BA 1

P T U

Gambar 13. Rata-rata persentase jumlah tunas pada Allium sativum di 4 medium yang berbeda90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 MS 0 MS + MS + MS + NAA 1 + NAA 3 + NAA 5 + BA 5 BA 3 BA 1

Tunas Aksiler Daun

Gambar 14. Rata-rata persentase jumlah tunas pada Nicotiana tabacum di 4 medium yang berbeda

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 28 dari 44

Gambar 15. Persentase kontamiansi pada medium MS0

Gambar 16. Persentase kontamiansi pada medium MS+NAA:BA (1:5)

K ontam inasi /TidakKontam inasi Tidak Kontam inasi

Gambar 17. Persentase kontamiansi pada medium MS+NAA:BA (3:3)

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 29 dari 44

Gambar 18. Persentase kontamiansi pada medium MS+NAA:BA (5:1)

5). Embriogenesis Hasil yang didapat dalam praktikum ini, yaitu:

torpedo, 0 ,0 jantung, 0. 6 globuler, 1

Gambar 19. Embriogenesis pada tanaman Daucus carota medium MS0

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 30 dari 44

,0 globuler, 0 .6 torpedo, 1

jantung, 0

Gambar 20. Embriogenesis pada tanaman Daucus carota medium MS BA 0,5torpedo, 0.3 , 0

jantung, 0.6 globuler, 2.3

Gambar 21. Embriogenesis pada tanaman Daucus carota medium MS BA 1 b. Pembahasan 1) Pembuatan Medium Salah satu medium yang sering digunakan dalam kultur jaringan tanaman adalah Murashige and Skoog (MS) Medium. Sesuai dengan namanya, medium ini dikembangkan oleh Murashige dan Skoog (MS). Medium ini digunakan secara luas untuk kultivasi kalus. Keistimewaan medium ini adalah kandungan nitrat, kalium dan amoniumnya tinggi. Jumlah hara anorganik yang terdapat pada medium ini layak

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 31 dari 44

untuk dapat menumbuhkan banyak jenis sel tanaman dalam kultur, namun kekurangannya adalah medium ini masih terlalu umum untuk digunakan sebagai medium pertumbuhan tanaman sehingga tidak dapat digunakan untuk mengulturkan tanaman secara spesifik. Dalam praktikum yang dilakukan, terdapat 3 perlakuan yang berbeda terhadap medium MS, yaitu MS0, MS dan MS+2,4 D. Hal ini dimaksudkan untuk melakukan perbandingan hasil antara ketiga jenis medium ini yang di praktikum selanjutnya akan digunakan sebagai medium tanam eksplan. MS0 sebagai kontrol untuk membandingkan antara kadar MS paling kecil, yaitu medium MS dengan kemungkinan kadar nutrien tertinggi pada medium MS + 2,4 D. Selain itu, ingin pula diketahui pengaruh dari ketiga jenis medium ini, yaitu MS0 sebagai kontrol, medium MS untuk melakukan perkecambahan dan medium MS + 2,4 D untuk induksi kalus atau dediferensiasi. 2,4-D merupakan senyawa auksin sintetik yang sering digunakan sebagai zat pertumbuhan. Senyawa auksin sintetik ini lebih stabil dibandingkan senyawa auksin alami, misalnya Indole-3-acetic acid (IAA) dalam hal kemungkinan untuk rusak oleh cahaya, kemungkinan teroksidasi secara enzimatis dan rusak oleh pemanasan. Dalam praktikum ini, digunakan larutan stok berupa stok vitamin, stok mikronutrien, stok besi dan stok hormon. Tujuan dari adanya larutan stok ini supaya lebih mudah dalam menyiapkan bahan tambahan ke medium utama sehingga kerja yang dilakukan lebih efisien. Makronutrien yang digunakan adalah NH4NO3 sebagai sumber nitrogen, KNO3 sebagai sumber kalium, CaCl22H2O sebagai sumber kalsium, MgSO4 7H2O sebagai sumber magnesium dan KH2PO4 sebagai sumber fosfor kemudian dilarutkan dalam akuades 500mL. Pelarutan masing-masing zat dilakukan sendiri-sendiri karena jika ditambahkan semua zat terlebih dahulu baru dilarutkan, maka larutan tersebut akan menjendal dan sulit untuk larut sebagaimana mestinya. Penambahan besi, vitamin, dan mikronutrien sebagai nutrien tambahan medium. Sukrosa yang ditambahkan berfungsi untuk memicu perkembangan kalus dan

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 32 dari 44

menjaga tekanan osmotik medium. Setelah semua bahan dimasukkan, dilakukan penambahan agar untuk memadatkan medium supaya eksplan yang digunakan nanti dapat ditanam dengan baik, tidak akan tenggelam karena medium masih cair. Setelah itu proses sterilisasi untuk menghilangkan kontaminan dilakukan di dalam autoklaf. Nilai pH yang diberikan dalam medium berkisar 5,6 6,3. Hal ini dikarenakan menurut beberapa penelitian terdahulu, jika nilai pH terlalu asam, makan medium akan terlalu padat dan keras, sedangkan jika nilainya terlalu basa, maka medium akan mencair, atau tingkat kejendalannya tidak sesuai. Adanya perlakuan pemanasan medium hingga mendidih, selain untuk membersihkan medium dari kontaminan, juga dapat membuat medium jadi menjendal. Dalam praktikum yang dilakukan, terdapat ketentuan bahwa pH medium diukur terlebih dahulu sebelum ditambahkan agar. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah pengukuran medium yang kurang valid karena agar yang ditambahkan dapat menurunkan nilai pH larutan. Terdapat beberapa metode dalam sterilisasi, salah satunya adalah menggunakan alat bernama autoklaf. Prinsip kerja dari autoklaf mirip dengan mesin presto, yaitu sterilisasi melalui tekanan yang dihasilkan sebesar 2 atm dan suhu yang mencapai 121,6OC. Suhu ini dapat merusak sel vegetatif dan spora secara langsung. Pada suhu ini, sel akan mati karena sel terdiri atas protein yang bisa terdenaturasi pada suhu 80-900C. Kontaminan yang terdapat pada medium umumnya adalah dari golongan bakteri dan kapang. Ada tidaknya kontaminasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu alat-alat dan bahan yang digunakan tidak steril serta kondisi kerja selama pembuatan medium tidak aseptis, baik karena kecerobohan peneliti maupun hal lain. Hasil yang diperoleh tampak pada Gambar 1. Pada hari pertama pengamatan, medium MS+2,4 D masih tampak baik. Namun pada hari kedua sampai hari ketujuh, hasil yang diperoleh tampak sama yaitu pada medium MS+2,4 D terdapat 1 medium yang lembek sehingga yang tersisa dalam keadaan baik baik sebanyak 69 medium. Sedangkan untuk mediaum MS 0 terdapat 3 medium yang lembek dan yang dalam keadaan baik sebanyak 32 medium sampai akhir pengamatan.

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 33 dari 44

2) Perkecambahan Biji Dalam pelaksanaannya teknik kultur jaringan harus mensyaratkan kondisi yang aseptis, bebas dari kontaminan seperti jamur, bakteri, kapang, atau organisme lain. Kontaminasi ini dapat terjadi baik pada plaksanaan kerja kultur ataupun dari ruang inkubasi kultur. Berbagai macam jenis kontaminasi seperti jamur atau bakteri, walaupun ukurannya sangat kecil tetapi jumlahnya sangat banyak dan metabolismenya juga sangat tinggi. Adanya kontaminasi pada kultur dapat menyebabkan eksplan mati karena dibebaskannya senyawa toksik dari hasil metabolisme mikrobia kontaminan tersebut. Untuk menanggulangi timbulnya kontaminan, diperlukan prosedur sterilisasi pada ruang kerja, medium dan alat-alat, serta sterilisasi eksplan dengan mensterilisasi biji menggunakan larutan bleach 5,25% dan alkohol 70%. Cara ini dilakukan di dalam Laminar Air Flow. Biji suatu tumbuhan berkecambah dengan melalui beberapa tahap, yaitu: 1. Imbibisi dan absorpsi air 2. Hidrasi jaringan3. Absorpsi O2

4. Pengaktifan enzim dan pencernaan 5. Transpor molekul yang terhidrolisis ke sumbu embrio 6. Peningkatan respirasi dan asimilasi 7. Inisiasi pembelahan dan pembesaran sel 8. Munculnya embrio Pada praktikum ini dilakukan perkecambahan in vitro pada biji jagung dan wortel. Perkecambahan sendiri adalah rangkaian proses yang komplek yang menyangkut perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia dari biji. Prosesnya dibagi menjadi 4 tahap yaitu, imbibisi, pengaktifan enzim, keluarnya radikula dan pertumbuhan biji. Perkecambahan sangat dipengaruhi oleh keberadaan air. Air yang masuk kedalam kulit biji akan mengaktifkan GA dalam endosperm. Selanjutnya GA

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 34 dari 44

akan memicu sel-sel aleuron untuk mensintesis alfa amylase. Alfa amylase akan memecah amilum pada endosperm menjadi glukosa. Glukosa ini selanjutnya menjadi sumber energi untuk memulai perkecambahan yaitu keluarnya radikula dan dilanjutkan dengan pertumbuhan kecambah. Pada saat kecambah mulai tumbuh konsentrasi GA akan menurun dan digantikan oleh IAA untuk melanjutkan pertumbuhan (Greulach, 1973). Perkecambahan biji secara in vitro merupakan suatu proses mengecambahkan biji pada medium yang steril. Tujuan dari proses ini adalah mendapatkan eksplan yang steril untuk keperluan kultur jaringan tumbuhan. Selain itu perkecambahan biji secara in vitro juga dapat digunakan untuk menumbuhkan tanaman yang pada kondisi aslinya sulit berkembang dialam melalui biji. Pada proses ini digunakan medium MS. Digunakan medium MS karena kandungan nutrisinya yang tidak terlalu banyak. Biji jagung sudah memiliki endosperm sebagai cadangan makanan, sehingga tidak memerlukan nutrisi yang terlalu banyak. Selain itu, medium MS juga mengandung banyak air. Seperti disebutkan sebelumya, bahwa proses perkecambahan membutukhan air yang akan mengaktifkan enzim-enzim. Selain medium MS dapat digunakan medium lain untuk perkecambahan in vitro, misalnya saja mengkecambahkan menggunakan kapas steril atau air steril. Namun, medium alternatif tersebut kurang sesuai karena tidak adanya kandungan nutrisi pada medium, sehingga biji sulit untuk berkecambah. Dari data yang diperoleh selama 3 hari itu dapat dilihat bahwa presentase perkecambahan biji dan panjang kecambah jagung lebih baik pada medium MS daripada medium MS, hal ini dikarenakan sifat iji jagung yang lunak dan sudah melewati proses sterilisasi dengan menggunakan bahan-bahan kimia, maka dengan mudah air berimbibisi ke dalam biji dan hal ini mendorong biji untuk lebih cepat berkecambah. Sedangkan pada perkecambahan biji dan panjang kecambah wortel, pada hari ketiga belum terlihat adanya perkecambahan biji. Dari pengamatan di atas, terlihat bahwa pada medium MS pada jagung terdapat kontaminasi sebanyak 62,5%, sedangkan pada medium MS terdapat

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 35 dari 44

kontaminasi sebanyak 50%. Kontaminasi yang ditemukan dalah bakteri yang terdapat pada medium dan sekitar eksplan. Hal ini dikarenakan kurang aseptisnya pekerja dalam melakukan penanaman. Sedangkan pada medium MS dan MS pada wortel terdapat kontaminasi sebanyak 12,5% pada medium MS, dan pada medium MS tidak ada kontaminasi sama sekali. Adanya kontaminasi pada medium MS yang ditemukan adalah bakteri dengan terlihat bercak putih pada medium dan sekitar eksplan dikarenakan kurang aseptisnya pekerja dalam melakukan penanaman. Untuk medium MS tidak ditemukan adanya kontaminasi karena teknik pekerja dalam melakukan penanaman sudah aseptis. 3) Induksi Kalus Dalam praktikum yang dilakukan, tujuan dilakukannya induksi kalus adalah untuk melakukan perbanyakan terhadap eksplan yang digunakan sehingga produk yang dihasilkan pun akan lebih banyak bila dibandingkan dengan penumbuhan secara konvensional. Kalus merupakan massa sel yang tidak terorganisir, yang pada mulanya merupakan respon terhadap pelukaan. Pembelahan selnya menjadi tidak terkendali, dan sel-selnya akan mengalami pembelahan terus-menerus yang sangat cepat. Hal tersebut disebabkan sel-sel tumbuhan yang secara alamiahnya bersifat autotrof dikondisikan menjadi heterotrof dengan ketersediaan nutrisi pada medium. Sel-sel kalus bersifat meristematik dan merupakan salah satu wujud dari dediferensiasi. Dediferensiasi merupakan proses reprogramming dari sel hidup yang tadinya sudah terdiferensiasi kembali menjadi bersifat meristematik. Dalam perkembangannya, kalus dapat melalui beberapa fase, yaitu: 1. Fase lag, sel-sel di dalam jaringan siap membelah 2. Fase pertumbuhan eksponensial, laju pembelahan sel mencapai maksimal

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 36 dari 44

3. Fase pertumbuhan linear, pembelahan sel melambat, tetapi pembentangan sel meningkat4. Fase progressive deceleration, pembelahan dan pembentangan sel-

sel menurun5. Fase stasioner, periode dimana tidak ada pertumbuhan sel-sel

karena tidak membelah lagi. Dalam praktikum yang dilakukan, terdapat perlakuan pemotongan costae dan lamina pada tanaman Nicotiana tabacum. Hal ini dimaksudkan untuk melakukan perbandingan hasil induksi antara costae yang memiliki kambium dan bersifat meristematis dengan lamina yang mengandung klorofil dan dapat menghambat pembentukan kalus. Sebelum dilakukan sterilisasi, dilakukan pula proses prasterilisasi, yaitu pencucian bahan dengan menggunakan sabun untuk membersihkan kotoran kasar yang terdapat pada daun tersebut. Setelah itu dilakukan sterilisasi dalam larutam Na-hipoklorit untuk membersihkan kontaminan berupa bakteri atau jamur yang terdapat pada daun dan larutan tween untuk meningkatkan tegangan permukaan daun terhadap air sehingga lebih mudah dibersihkan. Bila suatu jaringan tumbuhan dirusak dan dibiarkan dalam waktu lama, maka dapat mengakibatkan browning, yaitu teroksidasinya senyawa fenolik yang terdapat pada sayatan bekas luka. Untuk mengatasinya dapat digunakan peningkatan kadar hormon, penambahan air kelapa dan pemberian vitamin (Constabel, 1984). Medium MS0 yang digunakan dalam praktikum ini bersifat sebagai kontrol terhadap medium MS+2,4-D karena dalam induksi kalus memerlukan zat pengatur tumbuh dan pada medium MS0 tidak terdapat kandungan zat pengatur tumbuh. Medium MS+2,4-D untuk induksi kalus atau dediferensiasi. Hormon 2,4-D merupakan senyawa auksin sintetik yang sering digunakan sebagai zat pertumbuhan. Senyawa auksin sintetik ini lebih stabil dibandingkan senyawa auksin alami, misalnya Indole-3-acetic acid (IAA) dalam hal kemungkinan untuk rusak oleh cahaya, kemungkinan teroksidasi secara enzimatis dan rusak oleh pemanasan.

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 37 dari 44

4). Organogenesis Organogenesis merupakan proses pertumbuhan suatu eksplan secara unipolar sehingga dapat membentuk akar atau batang saja. Proses ini dapat dilakukan melalui dua jalur yang berbeda, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Organogenesis secara langsung terjadi tanpa melalui pembentukan kalus terlebih dahulu dengan cara mengombinasikan zat pengatur tumbuh golongan auksin dan sitokinin secara simultan pada medium sedangkan organogenesis secara tidak langsung melalui pembentukan kalus terlebih dahulu sehingga awalnya terjadi proses dediferensiasi pada eksplan karena pengaruh dominansi salah satu zat pengatur tumbuh. Dalam praktikum yang dilakukan, adanya mekanisme penggunaan medium MS dengan kombinasi ZPT yang berbeda untuk mengetahui perbedaan hasil yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan konsentrasi ZPT, harapannya medium dengan kombinasi auksin:sitokinin 1:5 akan membentuk tunas batang, 3:3 akan membenntuk kalus dan 5:1 akan membentuk akar. Sumber eksplan yang digunakan ada dua, yaitu embrio Allium sativum yang tidak steril dan kecambah Nicotiana tabacum yang steril untuk membandingkan hasil di antara kedua jenis tanaman tersebut dengan kombinasi ZPT yag berbeda. Pada eksplam embrio Allium sativum, digunakan bagian pangkal, tengah dan ujung dari embrio untuk mengetahui distribusi hormon yang terdapat di dalam ekplan sedangkan digunakan batang dan daun untuk mengetahui kemampuan organogenesis dua jaringan yang berbeda. Di antara ketiga medium yang digunakan, harapannya adalah masing-masing medium dapat mennghasilkan produk yang diharapkan, misalnya akan terbentuk batang pada medium auksin:sitokinin 1:5, terbentuk kalus pada perbandingan 3:3 dan akar pada perbandingan 5:1. Sebelum ditanam, dilakukan proses sterilisasi terlebih dahulu, yaitu embrio Allium sativum dicelupkan dalam alkohol lalu dilewati di atas nyala api karena embrionya terlindungi serta memastikan bahwa kontaminannya telah hilang dan untuk menguapkan alkohol hasil pencelupan sedangkan kecambah

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 38 dari 44

Nicotiana tabacum tidak perlu disterilisasi karena sudah steril hasil perkecambahan in vitro. Dalam melakukan kultur secara in vitro, terkadang dapat terjadi proses browning bila suatu jaringan tumbuhan dirusak dan dibiarkan dalam waktu lama. Browning adalah proses teroksidasinya senyawa fenolik yang terdapat pada sayatan bekas luka. Untuk mengatasinya dapat digunakan peningkatan kadar hormon, penambahan air kelapa dan pemberian vitamin (Constabel, 1984). Berdasarkan hasil yang diperoeh didapatkan bahwa pada induksi organogenesis bagian pangkal lebih banyak terinduksi membentuk tunas dari pada bagian tengah dan ujung. Selain itu, bagian pangkal yang terbentuk ini lebih banyak dihasilkan dari induksi dengan media yang menggunakan ZPT berupa NAA dan BA (5:1). Banyaknya ZPT auksin sintetis yang ditambahkan dalam medium kultur membuat pertumbuhan bagian pangkal kecambah untuk menjadi tunas lebih cepat. Hal ini dikarenakan auksin berfungsi untuk merangsang pembelahan sel dan pembentangan sel pada bagian tunas, diasumsikan di bagian pangkal konsentrasi auksin aktif lebih tinggi, maka pertumbuhan akar lebih banyak pada bagian pangkal. Sedangkan pada medium MS0, bagian pangkal dan tengah kecambah bawang putih lebih aktif membentuk akar. Kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu embrio bawang putih ini mengandung auksin endogen yang dapat merangsang pembentukan akar secara aktif dan relatif cepat. Berbeda halnya pada medium MS dengan kombinasi ZPT (1:5), (3:3), dan (5:1) pertumbuhan akar yang terbentuk sangat sedikit baik dari bagian pangkal, tengah, maupun ujung embrio bawang putih. Hal ini dapat dimungkinkan karena penyerapan ZPT dari medium ke sel-sel eksplan tidak tersebar merata kesetiap sel. Jumlah tunas yang paling banyak muncul yaitu pada MS NAA:BA (5:1). Sedangkan jumlah akar yang paling banyak muncul yaitu pada medium MS 0. Pada masing-masing medium yang digunakan dengan perbandingan ZPT tertentu kontaminasi yang muncul sebanyak 50%. Kontaminasi yang terjadi pada bawang putih disebabkan oleh jamur dan bakteri baik pada eksplan maupun pada

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 39 dari 44

medium. Kontaminasi yang terjadi pada eksplan menandakan bahwa proses sterilisasi eksplan kurang sempurna, sedangkan kontaminasi pada medium menandakan bahwa prosedur kerja kurang dan kondisi ruang yang kurang sempurna untuk proses sterilisasi. Kontaminasi yang terjadi pada daun tembakau disebabkan oleh jamur dan bakteri baik pada eksplan maupun pada medium. Waktu untuk terjadinya kontaminasi daun tembakau lebih cepat daripada bawang putih. Hal ini disebabkan karena pada bawang putih terdapat senyawa anti mikrobia. Pada kecambah tembakau bagian yang digunakan yaitu bagian tunas aksiler dan daun dengan menggunakan medium MS0. Pada pembentukan tunas masing masing medium memberikan respon yang baik terhadap pembetukan tunas, tetapi kombinasi medium MS NAA:BA (5:1) menghasilkan tunas yang maksimal. Hal ini diasumsikan karena pada bagian tunas aksiler merupakan bagian tanaman yang memiliki pembuluh kambium yang masih bersifat meristematis. Selain itu, tunas aksiler ini merupakan bagian tanaman yang banyak mengandung auksin alami sehingga apabila konsentrasi auksin ditingkatkan dengan menambahkan NAA maka auksin yang diserap akan cukup tinggi yang membuat pembentukan tunas lebih mungkin cepat terbentuk. Pada proses organogenesis kecambah tembakau, banyak sekali terbentuk kalus baik pada bagian tunas aksiler maupun bagian daun karena bagian-bagian kecambah tembakau yang digunakan merupakan bagian yang terdiri dari dari sel-sel yang masih bersifat meristematis yang juga sangat mudah untuk di dediferensiasi mejadi sel-sel kalus. Kalus yang dihasilkan oleh tiap eksplan (tunas aksiler dan daun) dalam proses organogenesis ini memiliki ciri-ciri yaitu bertekstur kompak, warna putih susu, bentuk mengumpal seperti bulatan, dan kenampakannya sangat segar. Persentase kontaminasi yang terbentuk pada masing-masing medium yaitu MS0 sebesar 0%, medium MS (1:5) sebesar 0%, medium MS (3:3) sebesar 50%, dan medium MS (5:1) sebesar 0%. Kontaminan yang paling banyak muncul berada didekat eksplan. hal ini dapat terjadi karena cara kerja oleh praktikan yang kurang aseptis ketika mengultur kecambah tembakau baik dalam hal memotong

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 40 dari 44

bagian kecambah (tunas aksiler dan daun) tembakau, maupun dalam hal menanam dalam botol kultur. Pada percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa terapat beberapa eksplan, yaitu embrio bawang putih yang ditanam terbalik, sehingga pertumbuhan tunas pun menjadi terbalik. Tetapi pertumbuhan bagian tunas yang terbalik ini dapat direspon oleh eksplan dengan sangat baik, yaitu pertumbuhan pangkal tunasnya mengalami pembengkokan keatas kembali sesuai dengan semestinya. Hal ini dapat terjadi sebagai hasil respon terhadap sebaran auksin secara basipetal. 5). Embriogenesis Dalam praktikum yang dilakukan, tujuan dipelajarinya embriogenesis kalus Daucus carota adalah untuk menginduksi pertumbuhan dari kalus tersebut sehingga dapat berkembang sesuai dengan urutan pertumbuhan suatu tumbuhan, yaitu globuler, jantung, torpedo dan walking stick hingga menjadi dewasa atau plantlet. Proses yang terjadi adalah embriogenesis somatik, yaitu suatu proses menginduksi sel-sel somatik yang bersifat haploid maupun diploid menjadi embrio untuk dapat berkembang dan berdiferensiasi menjadi tanaman utuh. Dalam proses embriogenesis somatik, terdapat dua jalur yang bisa dilalui, yakni secara langsung maupun tidak langsung. Induksi secara langsung bila tanpa melalui bentuk kalus sedangkan secara tidak langsung bila melalui fase kalus. Induksi secara langsung dapat dilakukan dengan penanaman pada medium yang berisikan kombinasi auksin dan sitokinin secara simultan, sedangakan bila melalui fase kalus, dapat diinduksi dengan penanaman pada medium yang mengandung auksin saja. Umumnya auksin yang digunakan adalaah 2,4-D sedangakan sitokinin yang digunakan adalah kinetin atau benzyladenin (BA). Faktor yang mempengaruhi proses embriogenesis somatik selain faktor lingkungan, yaitu pemberian zat pengatur tumbuh golongan auksin ataupun sitokinin. Bila medium yang digunakan hanya terdapat ZPT golongan auksin, misalnya 2,4-D maka proses embriogenesis yang terjadi adalah secara tidak langsung dengan melalui

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 41 dari 44

tahapan kalus terlebih dahulu. Sedangakan bila ZPT golongan auksin dan sitokinin (kinetin) dikombinasikan secara simultan dalam medium, maka proses embriogenesis somatik dapat terjadi secara langsung tanpa melalui mekanisme pembentukan kalus. Pada praktikum ini digunakan Benzylaminopurine (BAP) yang merupakan salah satu zat sitokinin sintetis, dapat mengatur pembungaan hingga memicu pembelahan sel serta diferensiasi jaringan. Senyawa ini disebut juga 6Benzylaminopurine dengan nama IUPAC N-(phenylmethyl)-7H-purin-6-amine. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa embriogenesis kalus Daucus carota dalam medium MS+BA 1 lebih cepat daripada medium MS+BA 0,5, dan untuk hasil keseluruhan diketahui bahwa medium MS+BAP lebih cepat dibandingkan dalam medium MS 0. Hal tersebut ditandai dengan jumlah fase jantung dan torpedo pada medium MS+BAP lebih banyak terbentuk dibandingkan dalam medium MS0. Perbedaan kecepatan ini terkait dengan kandungan hormon Benzylaminopurine (BAP) di dalam medium MS+BAP berfungsi untuk menginduksi diferensiasi jaringan, sedangkan hormon ini tidak ada dalam medium MS 0.

V. Kesimpulan Perbanyakan tanaman secara in vitro melalui teknik kultur jaringan dapat dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:1. Pembuatan medium MS harus dilakukan secara aseptis dan dengan prosedur

yang teratur serta berurutan. Komposisi yang digunakan harus tepat dan memenuhi sumber nutrien tanaman, berupa makronutrien, mikronutrien, dan zat pengatur tumbuh. Kisaran pH yang dicapai antara 5,6 6,3.2. Salah satu jalan untuk mendapatkan eksplan steril adalah dengan melakukan

perkecambahan biji secara in vitro. Proses ini memerlukan prosedur sterilisasi yang berbeda untuk tiap jenis eksplan. Pada eksplan biji Zea mays perendaman

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 42 dari 44

dalam bleach diperlukan waktu yang lebih lama daripada biji Daucus carota. Medium yang lebih baik digunakan untuk perkecambahan adalah medium MS.3. Induksi kalus pada daun Nicotiana tabacum dan kecambah Zea mays dapat

dilakukan dengan penanaman eksplan pada medium MS 0 dan medium MS+2,4D. Induksi kalus lebih efektif pada bagian batang dibandingkan kotiledon kecambah. Medium MS+2,4 D baik pada eksplan Nicotiana tabacum dan Zea mays terdapat lebih banyak kontaminasi pada medium maupun eksplan.4. Medium dengan kombinasi tertentu ZPT golongan auksin dan sitokinin dapat

memicu organogenesis. Bagian embrio Allium sativum yang menunjukkan respon terbesar untuk mengalami organogenesis adalah bagian pangkal, sedangkan pada Nicotiana tabacum pada bagian epikotil dan hipokotil.5. Embriogenesis pada kalus Daucus carota dapat diinduksi dengan penanaman

kalus dalam medium MS0 dan MS+BAP. Kecepatan embriogenesis pada kalus dengan medium MS+BAP lebih cepat dibandingkan medium MS0. Fase pertumbuhan embrio yang terjadi adalah globuler, jantung, dan torpedo.

VI. Daftar Pustaka Aug, R. 1995. In Vitro Culture and Its Application In Holticulture. Science Publishers Inc. US. Bidwell, R.G.S. 1979. Plant Physiology. Second Edition. Mac Millan Publishers Co. New York. Chawla, H.S. 2000. Introduction to Plant Biotechnology. Science Publishers Inc. USA. Collin A. and Edwards S. 1998. Plant Cell Culture. Bios scientific pub. Liverpool. Dixon,R.A. and A.Gonzales. 1994. Plant Cell Culture. A Practical Approach. IRL Press. New York. pp. 70-80. Ermayanti, T.M. 1997. Mengenal dan Mengatasi Kontaminan Pada Biak Jaring Tanaman. Warta Biotek tahun XI No.3, September-Desember 1997.

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 43 dari 44

Gamborg, O.L and G.C Phillips. 1995. Plant Cell, Tissue and Organ Culture, Fundamental Methods. Springer Publishers. New York. George, F. E. and Sherrington, P.D. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Exegetics ltd. Eversly,Basingstoke,Hants,England, p. 120. Gunawan, L. W. 1987. Terknik Kultur Jaringan Tumbuhan. PAU Biotek IPB. Bogor. Hartman, H.T., Kester, D.E., and F.T. Davies. 1990. Plant Propagation Principles and Practice. Fifth Edition. Prentice Hall Inc. New York. Indrianto, A. 2002. Bahan Ajar Kultur Jaringan Tumbuhan. Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Katuuk, J.R.P. 1989. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan Dalam Mikropropagasi Tanaman. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta Meyer, B.S and D.B Anderson. 1959. Plant Physiology. First Edition. D Van Nostrand Company. New York. Prerik, R.L.P. 1987. Invitro Culture of Higher Plant. Martinus Nijhaff Publ. Boston. Purnamaningsih, R. 2002. Regenerasi Tanaman melalui Embriogenesis Somatik dan Beberapa Gen yang Mengendalikannya. Buletin AgroBio 5(2):51-58. Razdan, M.K. 2003. Introduction to Plant Tissue Culture 2nd ed. Science publisher Inc. USA, p.22 Reinert, J and Y.P.S Bajaj. 1988. Applied and Fundamental Aspect of Plant Cell Tissue and Organ Culture. Nansha Publishing House. New Delhi Rigiano, R.N., and D.J. Gray. 2005. Plant development and biotechnology. CRC Press LCC. USA, PP.22, 38-39. Salisbury, F.B., and C.W. Ross. 1995. Plant Physiology. Worth Pub Co. California. Smith, R.H. 2000. Plant tissue culture: Techniques and experiments.h, dalam Rigiano, R.N., and D.J. Gray. 2005. Plant development and biotechnology. CRC Press LCC. USA, PP.22, 38-39. Santoso, U dan F. Nursanti. 2002. Kultur Jaringan Tanaman. Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang. Malang Starling, R.J., H.J. Newburry, and J.A. Callow. 1986. Putative Auxin Receptors in Tobacco Callus. University of Birmingham. UK. Sumardi, I. dan L..H. Nogroho, 2003, Struktur dan Perkembangan Tumbuhan, Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Thorpe, T. A. 1981. Plant Tissue Culture. Academic Press Inc. London. Vasil, J.K. 1984. Cells Culture and Somatic Genetic of Plants. Volume I. Academic Press Inc. Tokyo

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM LAB. KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 44 dari 44

Watter, L. R and F. Constabel. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. Edisi 2. Penerbit ITB. Bandung. Wetherell, D. F. 1982. Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Avery Publishing Group, Inc. United States of America.