LAPORAN MKT

72
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan faktor terpenting dalam tumbuhnya tanaman dalam suatu sistem pertanaman, pertumbuhan suatu jenis dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya ialah tersedianya unsur hara, baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Tanah sebagai medium pertumbuhan tanaman berfungsi sebagai pemasok unsur hara, dan tanah secara alami memiliki tingkat ketahanan yang sangat beragam sebagai medium tumbuh tanaman. Pupuk adalah bahan yang diberikan kedalam tanah atau tanaman untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman dan dapat berfungsi untuk memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Kesuburan tanah ditentukan oleh keadaan fisika, kimia dan biologi tanah. Keadaan fisika tanah meliputi kedalaman efektif, tekstur, struktur, kelembaban dan tata udara tanah. Keadaan kimia tanah meliputi reaksi tanah (pH tanah), KTK, kejenuhan basa, bahan organik, banyaknya unsur hara, cadangan unsur hara dan ketersediaan terhadap pertumbuhan tanaman. Sedangkan biologi tanah antara lain meliputi aktivitas mikrobia perombak bahan organik dalam proses humifikasi dan pengikatan nitrogen udara. 1

Transcript of LAPORAN MKT

Page 1: LAPORAN MKT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah merupakan faktor terpenting dalam tumbuhnya tanaman dalam suatu

sistem pertanaman, pertumbuhan suatu jenis dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah

satunya ialah tersedianya unsur hara, baik unsur hara makro maupun unsur hara

mikro. Tanah sebagai medium pertumbuhan tanaman berfungsi sebagai pemasok

unsur hara, dan tanah secara alami memiliki tingkat ketahanan yang sangat beragam

sebagai medium tumbuh tanaman.

Pupuk adalah bahan yang diberikan kedalam tanah atau tanaman untuk

memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman dan dapat berfungsi untuk

memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi  tanah. Kesuburan tanah ditentukan oleh

keadaan fisika, kimia dan biologi tanah. Keadaan fisika tanah meliputi kedalaman

efektif, tekstur, struktur, kelembaban dan tata udara tanah. Keadaan kimia tanah

meliputi reaksi tanah (pH tanah), KTK, kejenuhan basa, bahan organik, banyaknya

unsur hara, cadangan unsur hara dan ketersediaan terhadap pertumbuhan tanaman.

Sedangkan biologi tanah antara lain meliputi aktivitas mikrobia perombak bahan

organik dalam proses humifikasi dan pengikatan nitrogen udara.

Kesuburan tanah ditentukan oleh keadaan fisika, kimia dan biologi tanah.

Keadaan fisika tanah meliputi kedalaman efektif, tekstur, struktur, kelembaban dan

tata udara tanah. Keadaan kimia tanah meliputi reaksi tanah (pH tanah), KTK,

kejenuhan basa, bahan organik, banyaknya unsur hara, cadangan unsur hara dan

ketersediaan terhadap pertumbuhan tanaman. Sedangkan biologi tanah antara lain

meliputi aktivitas mikrobia perombak bahan organik dalam proses humifikasi dan

pengikatan nitrogen udara. Evaluasi kesuburan tanah dapat dilakukan melalui

beberapa cara, yaitu melalui pengamatan gejala defisiensi pada tanaman secara

visual, analisa tanaman dan analisa tanah. Analisa tanaman meliputi analisa serapan

hara makro primer (N, P dan K) dan uji vegetatif tanaman dengan melihat

pertumbuhan tanaman. Sedangkan analisa tanah meliputi analisa ketersediaan hara

1

Page 2: LAPORAN MKT

makro primer (N, P dan K) dalam tanah. Makalah ini dimaksudkan untuk membahas

terkait dengan kesuburan tanah, sehingga pemakalah mampu memahami dan

menjelaskan dasar-dasar kesuburan tanah, indikator kesuburan tanah, evaluasi

kebutuhan pupuk dan perbaikan kesuburan tanah.

1.2 Rumusan masalah

o Apakah sampel tanah termasuk tanah yang sehat?

o Bagaimana kondisi tanah sempel apabila dilihat dari tinggi tanaman jagung

dan jumlah daun?

o Apakah perlakuan pengapuran memberikan dampak yang nyata terhadap

tinggi tanaman dan jumlah daun?

o Apakah setelah diberi perlakuan pengapuran keadaan tanah sempel menjadi

lebih baik untuk sifat tanah?

1.3 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh pengapuran terhadap

tanah karatan (mottling) dengan pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays)

1.4 Tujuan

o Untuk mengetahui kadar kesuburan sampel tanah

o Untuk mengetahui kondisi tanah sempel yang dilihat dari tinggi tanaman

jagung dan jumlah daun

o Untuk mengetahui dampak perlakuan pengapuran terhadap tinggi tanaman

dan jumlah daun

o Untuk mengetahui dampak perlakuan pengapuran terhadap perbaikan

keadaan tanah sempel untuk sifat tanah

2

Page 3: LAPORAN MKT

3

Page 4: LAPORAN MKT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesuburan Tanah

Definisi

Kesuburan tanah adalah mutu tanah untuk bercocok tanam yang ditentukan

oleh interaksi sejumlah sifat fisika, kimia dan biologi tanah yang menjadi

habitat akar-akar aktif tanaman. Tanah yang dapat menyediakan faktor-faktor

tumbuh dalam kondisi yang optimum dinyatakan tanah yang subur.

Kemampuan tersebut disebut dengan Kesuburan Tanah.

Ada 2 pengetian kesuburan tanah yaitu :

1. Kesuburan tanah aktual yaitu kesuburan tanah asli/alamiah.

2. Kesuburan tanah potensial yaitu kesuburan tanah maksimum yang dapat

dicapai dengan intervensi teknologi yang mengoptimalkan semua faktor

tumbuh.

Faktor Kesuburan Tanah

1. Faktor genetik

2. Faktor pembentuk tanah

3. Pengelolaan

Macam kesuburan Tanah

Kesuburan tanah teridiri dari 3 meliputi :

Kesuburan fisik

Kesuburan kimia dan

Kesuburan biologi

Kesuburan fisik

Tanah dapat dikatakan memiliki kesuburan fisik yang bagus, yaitu jika :

1. Tanah cukup lunak dan cukup memungkinkan untuk terjadinya

perkecambahan dan perkembangan akar yang baik.

4

Page 5: LAPORAN MKT

2. Tanah memiliki distribusi ukuran pori yang merata sehingga

memudahkan terjadinya gerakan udara maupun air yang menunjang

perkembangan akar

3. Suhu di daerah perakaran harus tetap pada batas-batas tertentu yang tidak

berbahaya.

Kesuburan fisik terdiri dari :

a. Tekstur dan struktur tanah

b. Aerasi tanah

c. Neraca air dalam tanah

d. Tekstur dan Struktur Tanah

Kesuburan kimia

Tanah yang mengandung unsur-unsur hara yang optimum untuk nutrisi

tanaman dan tidak terlalu masam ataupun alkalin serta bebas dari unsur-unsur

toksik disebut mempunyai kesuburan kimia yang baik.

Kesuburan biologi (hayati)

Tanah yang memiliki kesuburan biologi yang baik jika :

1. Tanah memiliki bahan organik tinggi yang menunjang keaneka ragaman

hayati di dalam tanah.

2. Tanah mengandung mikrobia penambat N tinggi.

3. Tanah mengandung mikrobia penambat P tinggi

(Indranada, H.K., 2005)

2.2 Prinsip Pengembangan Tanah yang Baik

Kesuburan tanah dapat berkurang dan hilang akibat pengolahan tanah yang

kurang hati-hati. Oleh karena tanah sangat penting untuk dijaga, berikut adalah

prinsip pengembangan tanah yang baik dapat dilakukan dengan langka-langkah:

5

Page 6: LAPORAN MKT

a. Melakukan pengolahan tanah sesuai jenis tanah daan harus cocok untuk

kondisi biofisik setempat.

b. Mengurangi penggunaan bahan-bahan yang tidak dapat diuraikan oleh

mikroorganisme (nonbiodegradable).

c. Mengurangi penggunaan pupuk buatan yang berlebihan dan membudidayakan

pupuk kandang/pupuk organik untuk mengambilkan kesuburan tanah.

d. Pengendalian lahan kritis dengan melakukan reboisasi dan penghijauan

e. Mengurangi laju erosi tanah, misalnya: pembuatan terasering pada lahan

miring

f. Penanaman tanaman secara berjalur sejajar garis kontur (contour strip

cropping). Cara penanaman ini bertujuan untuk mengurangi atau menahan

kecepatan aliran air dan menahan partikel-partikel tanah yang terangkut aliran

air.

g. Mengurangi kejenuhan tanah dengan melakukan pergiliran tanaman pertanian

agar kesuburan tanah tetap terpelihara

h. Membuat sengkedan untuk mencegah erosi tanah.

i. Menjaga tanah dari penggunaan zat / bahan-bahan kimua yang merugikan.

j. Melakukan pergiliran tanaman (croprotation), yaitu penanaman tanaman

secara bergantian (bergilir) dalam satu lahan. Jenis tanamannya disesuaikan

dengan musim. Fungsinya untuk menjaga agar kesuburan tanah tidak

berkurang.

k. Meningkatkan kelestarian organisme tanah yang menguntungkan, salah

satunya yakni memelihara cacing tanah dalam tanah untuk membantu

menggemburkan tanah.

l. Melindungi tanah dari curahan langsung air hujan, dengan cara meningkatkan

penutupan permukaan tanah, misalnya melalui penggunaan mulsa / seresah

dan peningkatan kanopi (tajuk) tanaman untuk mengurangi pukulan butiran

hujan pada permukaan tanah.

6

Page 7: LAPORAN MKT

m. Mencegah terkonsentrasinya air aliran permukaan, khususnya di daerah

dengan tanah yang peka erosi alur (riil erosion) dan erosi jurang (gully

erosion).

n. Untuk daerah beriklim kering, kegiatan terutama ditujukan untuk

meningkatkan simpanan air tanah melalui peningkatan kapasitas infiltrasi dan

simpanan air di permukaan tanah melalui pembuatan sumur resapan, rorak

atau embung penampung air.

o. Sisa tanaman perlu dikembalikan ke permukaan tanah baik secara langsung

misalnya dalam bentuk mulsa atau secara tidak langsung misalnya dalam

bentuk pupuk kandang dan kompos.

p. Perlu dilakukan usaha meningkatkan dan mempertahankan kandungan bahan

organik di dalam tanah. Bahan organik penting untuk pengaturan peredaran

air dan udara dalam tanah serta untuk memperbaiki struktur tanah.

q. Melakukan pengistirahatan tanah.

r. Mengurangi pencemaran tanah, missal pembuangan limbah industry dan

sampah dalam tanah.

s. Metode pengeolahan tanah harus cocok untuk keadaan sosial ekonomi

setempat.

(Anonymousa, 2013)

2.3 Tinjauan Tentang Topik

2.3.1 Tanah Karatan

Karatan merupakan hasil pelapukan batuan tanah yang dipengaruhi

oleh adhesi dan kohesi. Karatan berwarna hitam mengandung banyak

mangan (Mg) sedangkan berwarna merah mengandung besi (Fe). Karatan

merupakan hasil reaksi oksidasi dan reduksi dalam tanah. Karatan

menunjukkan bahwa udara masih dapat kedalam tanah setempat sehingga

terjadi oksidasi ditempat tersebut dan terbentuk senyawa-senyawa Fe3+

yang berwarna merah. Bila air tidak pernah menggenang tata udara dalam

tanah selalu baik, maka seluruh profil tanah dalam keadaan oksidasi (Fe3+)

oleh karena itu umumnya berwarna merah atau coklat. (Foth, 1988)

7

Page 8: LAPORAN MKT

2.3.2 Pengapuran

a. Fungsi dan Tujuan Pengapuran

Fungsi Pengapuran

Pengapuran dapat meningkatkan pH tanah serta dapat menekan

kelarutan unsur-unsur yang meracuni tanaman. Dengan pengapuran

berarti menambahkan unsur yang mengandung Ca kedalam tanah

sehingga dapat meningkatkan ketersediaannya dapat meningkatkan pH

tanah yang menyebabkan ketersedian hara menjadi lebih baik.

Pengapuran dapat meningkatkan ketersediaan hara P dan K dalam

tanah. (Salwati, 2003)

Tujuan Pengapuran

Menetralkan kemasaman tanah dan meningkatkan ketersediaan

unsur hara makro seperti N. P. K. Ca. Mg bagi pemunbuhan tanaman.

Pada tanah masam di wilayah tropik pengapuran tujuannya untuk

meniadakan pengaruh racun aluminium dan menyediakan' unsur hara

Ca bagi tanaman (Hakim er. 2004). Pemberian kapur dalam tanah

dapat meningkatkan pH tanah, sehingga unsur hara tanah tersedia

optimum. Selain itu pengapuran dapat meningkatkan aktivitas biologi

tanah. Pada tanah masam Pemberian kapur untuk menurunkan atau

meniadakan pengaruh Al terhadap pertumbuhan tanaman, serta

meniadakan selaput Al pada akar tanaman, sehingga tanaman dapat

mengambil hara dengan optimum. (Syarifuddin, 2007)

b. Jenis - Jenis Pengapuran

Jenis – jenis pengapuran ditentukan oleh berbagai jenis

kapur yang dapat digunakan untuk pengapuran lahan pertanian. Jenis

kapur tersebut antara lain:

1. Kapur giling = kapur Super, kalsit kelas 1 (CaCO3)

Kapur giling menduduki kelas utama dalam pengapuran

lahan pertanian. Bahan aslinya terutama mengandung CaCO3 atau

MgCO3 yang dapat mengubah keasaman tanah.

8

Page 9: LAPORAN MKT

2. Kapur tohor = kapur hidup, kalsit kelas 2 (Quicklime)

Kapur giling atau bahan lain yang kaya CaCO3 dipanasi

dengan suhu tinggi, terbentuk CO2 dan kapur hidup. Kapur hidup

ini terutama terdiri dari CaO jika yang digunakan bahan berkadar

Ca tinggi. Kadang-kadang kapur hidup juga masih mengandung

MgO bentuk kapur ini biasanya tepung halus, tapi dapat juga

mengandung beberapa gumpalan empuk (soft lumps). Bila

dicampur air, membentuk kapur mati. Bila tersentuh udara, kapur

hidup lambat menyerap air dan CO2 untuk membentuk campuran

kapur mati dan CaCO3 yang disebut kapur mati udara. 

3. Kapur dolomit CaMg(CO3)2

Kapur yang mengandung MgCO3 kira-kira sama dengan

kandungan CaCO3disebut dolomit. Tektur dan kekerasan kapur

dolomit bervariasi, tetapi setela digiling sempurna dapat bekerja

(bereaksi) baik dengan tanah bila tidak terlalu banyak

mengandung unsur lain. Dolomit sudah umum diperdagangkan

sebagai pupuk, karena kandungan Mg disamping

Ca. Fungsinya sebagai penambah unsur seperti halnya pada pupuk

gypsum. Selayaknya koreksi terhadap keasaman pada tanah kurus

dimulai dengan pemberian kalsit, lalu diikuti dengan dolomit

untuk menambah daya guna lahan.

4. Kapur mati = slaked lime, Hydrated lime Ca(OH)2

Bahan ini diperoleh dengan menyiramkan air pada kapur

mentah (kapur hidup) yang kemudian biasa diperdagangkan

sebagai kapur untuk mengapur tembok. Kapur mati lambat

mengambil dari CO2 udara. Penyerapan CO2 dan air oleh kapur

hidup dan CO2 oleh kapur mati tidak mengurangi nilai bahan

untuk pengapuran, hanya saja untuk mendapatkan berat tertentu

CaO diperlukan kapur mati dalam jumlah besar.

5. Kapur liat = Napal, Marl

9

Page 10: LAPORAN MKT

Marl adalah butiran atau butir lepas, seringkali tak murni,

CaCO3 yang berasal dari cangkang binatang laut atau terbentuk

dari presipitasi CaCO3 dari perairan danau kecil atau kolam.

Secara umum marl diartikan sebagai CaCO3yang lunak dan tidak

tahan lapuk dan biasanya tercampur dengan lempung dan kotoran

lain. Istilah ini juga dipakai untuk hamper semua bahan yang

tinggi kadar kapurnya seperti beberapa tanah liat berkapur. Marl

biasanya hamper semuanya CaCO3 murni, tapi kadang-kadang

mengandung tanah liat, debu atau bahan organic yang tinggi. Marl

sering digali dalam keadaan basah dan sukar dihampar diatas

tanah, kecuali sebelumnya dibiarkan kering. Penyebaran marl

tidak seluas kapur giling, dan penimbunannya jauh kurang

ekstensif tapi terdapat di banyak pantai.

Penggalian marl sederhana. Marl sering terdapat di bawah tanah

berat yang harus disingkirkan dahulu menggunakan alat berat

seperti bulldozer. Kemudin permukaan bedeng dipecah dengan

bajak cakram atau traktor, lalu dikeringkan atau langsung dumuat

ke dalam truk. Pembajakan kadang-kadang dilakukan untuk meng-

aerasi lapisan permukaan sehingga cepat kering. Biasanya marl

tidak digiling atau ditapis.

6. Kapur tulis = kapur halus, Talk, Chalk, Ca(HCO3)2

Batuan ini merupakan bahan CaCO3 yang lunak dan baik

untuk pengapuran. D Inggris, bahan ini banyak digunakan namun

di Indonesia, belum lazim. Kapur tulis harus digiling sebelum

digunakan, tapi karena mudah pecah, hanya dibutuhkan sedikit

tenaga.

7. Kapur bara = slag

Hasil samping industry besi ini digunakan sebagai bahan

pengapuran di daerah dekat udara panas setempat. Kapur bara ini

berbeda dengan kebanyakan jenis kapur lain dalam hal kandungan

10

Page 11: LAPORAN MKT

Cad dan Mg, dan juga mengandung silikat misalnya berbeda pula

dengan CO3 atau oksida seperti kapur giling atau kapur tohor.

Pemakaiannya sama efektifnya dengan kapur giling yang

seukuran.

Kapur bara dihasilkan dalam dua bentuk yaitu yang diudara-

dinginkan, sehingga harus digiling sebelum dipakai dan berbutir

yang hampir semua penghalusan partikel penting disempurnakan

pada proses granulasi (pembutiran). Bentuk kedua ini biasanya

lebih cepat beraksi dengan tanah. Seperti alnya kapur dolomit,

kapur bara mengandung Mg dan menjadikan Mg tersedia bagi

tanaman. Kapur bara dasar (basic slag) yang juga hasil samping

industry besi dan logam terutama digunakan untuk menambah

unsur P pada tanaman, tetapi juga berguna sebagai bahan

pengapuran. Kapur bara yang mengandung  CaSi2O5, dapat juga

dijadikan bahan pengapuran. Kandungan Mg-nya amat sedikit dan

P-nya juga rendah.

8. Kulit binatang dan lain-lain

Kulit kerang giling dan cangkang hasil laut lainyya kaya

akan CaCO3. Bila digiling halus, kulit binatang itu akan berubah

menjadi bahan agen pengapuran yang efektif.

(Kuswandi, 2005)

c. Aplikasi Pengapuran

Penggunaan pengapuran diberikan karena pH tanah rendah (pH <

5,5). Pada tanah yang mempunyai pH rendah ketersediaan hara bagi

tanaman menurun, aktivitas biologi tanah berkurang, dan keracunan Al

meningkat.

Pada tanaman pangan (jagung dan kedelai) kapur diberikan

seminggu sebelum tanam. Pada dosis tinggi, kapur diberikan dengan

cara disebar merata di atas seluruh permukaan tanah. Kemudian

dicampur tanah dengan cara diaduk menggunakan cangkul atau rotary.

11

Page 12: LAPORAN MKT

Pada saat pengapuran kondisi (kelembaban) tanah pada kapasitas lapang

atau sehari setelah hujan. Pada dosis rendah, kapur diberikan dengan

cara disebar di calon barisan tanaman atau lubang tanam. Kemudian

dicampur dengan tanah. Kelebihan cara ini lebih efesien, namun pada

musim selanjutnya pengapuran perlu dilakukan lagi, karena barisan dan

lubang tanam dapat berpindah tempat. (BPT, 2010)

2.3.3 Jenis Tanaman

A. Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub Divisio : Angiospermae (berbiji tertutup)

Classis : Monocotyledone (berkeping satu)

Ordo : Graminae (rumput-rumputan)

Familia : Graminaceae

Genus : Zea

Species : Zea mays L.

B. Morfologi Tanaman

Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis

rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat

kemungkinan munculnya cabang anakan pada beberapa genotipe dan

lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun jagung

tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletak

pada bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi

penyerbukan silang. Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah

daunnya ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh

genotipe, lama penyinaran, dan suhu. Tanaman jagung termasuk famili

rumput-rumputan (graminae) dari subfamily myadeae. Dua famili yang

berdekatan dengan jagung adalah teosinte dan tripsacum yang diduga

merupakan asal dari tanaman jagung. Teosinte berasal dari Meksico dan

Guatemala sebagai tumbuhan liar di daerah pertanaman jagung.

12

Page 13: LAPORAN MKT

Sistem Perakaran

Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu (a)

akar seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau penyangga. Akar

seminal adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio.

Pertumbuhan akar seminal akan melambat setelah plumula muncul ke

permukaan tanah dan pertumbuhan akar seminal akan berhenti pada fase

V3. Akar adventif adalah akar yang semula berkembang dari buku di ujung

mesokotil, kemudian akar adventif berkembang dari tiap buku secara

berurutan dan terus ke atas antara 7-10 buku, semuanya di bawah

permukaan tanah. Akar adventif berkembang menjadi serabut akar tebal.

Akar seminal hanya sedikit berperan dalam siklus hidup jagung. Akar

adventif berperan dalam pengambilan air dan hara. Bobot total akar jagung

terdiri atas 52% akar adventif seminal dan 48% akar nodal. Akar kait atau

penyangga adalah akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di

atas permukaan tanah.

Fungsi dari akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak

dan mengatasi rebah batang. Akar ini juga membantu penyerapan hara dan

air. Perkembangan akar jagung (kedalaman dan penyebarannya)

bergantung pada varietas, pengolahan tanah, fisik dan kimia tanah, keadaan

air tanah, dan pemupukan. Akar jagung dapat dijadikan indikator toleransi

tanaman terhadap cekaman aluminium. Tanaman yang toleran aluminium,

tudung akarnya terpotong dan tidak mempunyai bulu-bulu akar

(Syafruddin 2002). Pemupukan nitrogen dengan takaran berbeda

menyebabkan perbedaan perkembangan (plasticity) sistem perakaran

jagung (Smith et al. 1995).

Batang dan Daun

Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk

silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas

13

Page 14: LAPORAN MKT

terdapat tunas yang berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas

berkembang menjadi tongkol yang produktif. Batang memiliki tiga

komponen jaringan utama, yaitu kulit (epidermis), jaringan

pembuluh(bundles vaskuler), dan pusat batang (pith). Bundles vaskuler

tertata dalam 18 Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan lingkaran

konsentris dengan kepadatan bundles yang tinggi, dan lingkaran-lingkaran

menuju perikarp dekat epidermis. Kepadatan bundles berkurang begitu

mendekati pusat batang. Konsentrasi bundles vaskuler yang tinggi di

bawah epidermis menyebabkan batang tahan rebah. Genotipe jagung yang

mepunyai batang kuat memiliki lebih banyak lapisan jaringan sklerenkim

berdinding tebal di bawah epidermis batang dan sekeliling bundles

vaskuler (Paliwal, 2000). Terdapat variasi ketebalan kulit antargenotipe

yang dapat digunakan untuk seleksi toleransi tanaman terhadap rebah

batang.

Sesudah koleoptil muncul di atas permukaan tanah, daun jagung

mulai terbuka. Setiap daun terdiri atas helaian daun, ligula, dan pelepah

daun yang erat melekat pada batang. Jumlah daun sama dengan jumlah

buku batang. Jumlah daun umumya berkisar antara 10-18 helai, rata-rata

munculnya daun yang terbuka sempurna adalah 3-4 hari setiap daun.

Tanaman jagung di daerah tropis mempunyai jumlah daun relatif lebih

banyak dibanding di daerah beriklim sedang (temperate) (Paliwal 2000).

Genotipe jagung mempunyai keragaman dalam hal panjang, lebar, tebal,

sudut, dan warna pigmentasi daun. Lebar helai daun dikategorikan mulai

dari sangat sempit (< 5 cm), sempit (5,1-7 cm), sedang (7,1-9 cm), lebar

(9,1-11 cm), hingga sangat lebar (>11 cm). Besar sudut daun

mempengaruhi tipe daun. Sudut daun jagung juga beragam, mulai dari

sangat kecil hingga sangat besar. Beberapa genotipe jagung memiliki

antocyanin pada helai daunnya, yang bisa terdapat pada pinggir daun atau

tulang daun. Intensitas warna antocyanin pada pelepah daun bervariasi, dari

sangat lemah hingga sangat kuat.

14

Page 15: LAPORAN MKT

Bentuk ujung daun jagung berbeda, yaitu runcing, runcing agak

bulat, bulat, bulat agak tumpul, dan tumpul (Gambar 2). Berdasarkan letak

posisi daun (sudut daun) terdapat dua tipe daun jagung, yaitu tegak (erect)

dan menggantung (pendant). Daun erect biasanya memiliki sudut antara

kecil sampai sedang, pola helai daun bisa lurus atau bengkok. Daun

pendant umumnya memiliki sudut yang lebar dan pola daun bervariasi dari

lurus sampai sangat bengkok. Jagung dengan tipe daun erect memiliki

kanopi kecil sehingga dapat ditanam dengan populasi yang tinggi.

Kepadatan tanaman yang tinggi diharapkan dapat memberikan hasil yang

tinggi pula.

Bunga

Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoeciuos) karena

bunga jantan dan betinanya terdapat dalam satu tanaman. Bunga betina,

tongkol, muncul dari axillary apices tajuk. Bunga jantan (tassel)

berkembang dari titik tumbuh apikal di ujung tanaman. Pada tahap awal,

kedua bunga memiliki primordia bunga biseksual. Selama proses

perkembangan, primordia stamen pada axillary bunga tidak berkembang

dan menjadi bunga betina. Demikian pula halnya primordia ginaecium

pada apikal bunga, tidak berkembang dan menjadi bunga jantan (Palliwal

2000). Serbuk sari (pollen) adalah trinukleat. Pollen memiliki sel vegetatif,

dua gamet jantan dan mengandung butiran-butiran pati. Dinding tebalnya

terbentuk dari dua lapisan, exine dan intin, dan cukup keras. Karena adanya

perbedaan perkembangan bunga pada spikelet jantan yang terletak di atas

dan bawah dan ketidaksinkronan matangnya spike, maka pollen pecah

secara kontinu dari tiap tassel dalam tempo seminggu atau lebih.

Rambut jagung (silk) adalah pemanjangan dari saluran stylar ovary

yang matang pada tongkol. Rambut jagung tumbuh dengan panjang hingga

30,5 cm atau lebih sehingga keluar dari ujung kelobot. Panjang rambut

jagung bergantung pada panjang tongkol dan kelobot. Tanaman jagung

15

Page 16: LAPORAN MKT

adalah protandry, di mana pada sebagian besar varietas, bunga jantannya

muncul (anthesis) 1-3 hari sebelum rambut bunga betina muncul (silking).

Serbuk sari (pollen) terlepas mulai dari spikelet yang terletak pada spike

yang di tengah, 2-3 cm dari ujung malai (tassel), kemudian turun ke bawah.

Satu bulir anther melepas 15-30 juta serbuk sari. Serbuk sari sangat ringan

dan jatuh karena gravitasi atau tertiup angin sehingga terjadi penyerbukan

silang. Dalam keadaan tercekam (stress) karena kekurangan air, keluarnya

rambut tongkol kemungkinan tertunda, sedangkan keluarnya malai tidak

terpengaruh. Interval antara keluarnya bunga betina dan bunga jantan

(anthesis silking interval, ASI) adalah hal yang sangat penting. ASI yang

kecil menunjukkan terdapat sinkronisasi pembungaan, yang berarti peluang

terjadinya penyerbukan sempurna sangat besar. Semakin besar nilai ASI

semakin kecil sinkronisasi pembungaan dan penyerbukan terhambat

sehingga menurunkan hasil. Cekaman abiotis umumnya mempengaruhi

nilai ASI, seperti pada cekaman kekeringan dan temperatur tinggi.

Penyerbukan pada jagung terjadi bila serbuk sari dari bunga jantan

menempel pada rambut tongkol. Hampir 95% dari persarian tersebut

berasal dari serbuk sari tanaman lain, dan hanya 5% yang berasal dari

serbuk sari tanaman sendiri. Oleh karena itu, tanaman jagung disebut

tanaman bersari silang (cross pollinated crop), di mana sebagian besar dari

serbuk sari berasal dari tanaman lain. Terlepasnya serbuk sari berlangsung

3-6 hari, bergantung pada varietas, suhu, dan kelembaban. Rambut tongkol

tetap reseptif dalam 3-8 hari. Serbuk sari masih tetap hidup (viable) dalam

4-16 jam sesudah terlepas (shedding). Penyerbukan selesai dalam 24-36

jam dan biji mulai terbentuk sesudah 10-15 hari. Setelah penyerbukan,

warna rambut tongkol berubah menjadi coklat dan kemudian kering.

Tongkol dan Biji

Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung

varietas. Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung

16

Page 17: LAPORAN MKT

yang terletak pada bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih

besar dibanding yang terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri

atas 10-16 baris biji yang jumlahnya selalu genap. Biji jagung disebut

kariopsis, dinding ovary atau perikarp menyatu dengan kulit biji atau testa,

membentuk dinding buah.

Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu

a) pericarp, berupa lapisan luar yang tipis, berfungsi mencegah

embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air;

b) endosperm, sebagai cadangan makanan, mencapai 75% dari

bobot biji yang mengandung 90% pati dan 10% protein, mineral,

minyak, dan lainnya; dan

c) embrio (lembaga), sebagai miniatur tanaman yang terdiri atas

plamule, akar radikal, scutelum, dan koleoptil (Hardman and

Gunsolus, 1998).

Pati endosperm tersusun dari senyawa anhidroglukosa yang sebagian

besar terdiri atas dua molekul, yaitu amilosa dan amilopektin, dan sebagian

kecil bahan antara (White 1994). Namun pada beberapa jenis jagung

terdapat variasi proporsi kandungan amilosa dan amilopektin. Protein

endosperm biji jagung terdiri atas beberapa fraksi, yang berdasarkan

kelarutannya diklasifikasikan menjadi albumin (larut dalam air), globumin

(larut dalam larutan salin), zein atau prolamin (larut dalam alkohol

konsentrasi tinggi), dan glutein (larut dalam alkali). Pada sebagian besar

jagung, proporsi masing-masing fraksi protein adalah albumin 3%,

globulin 3%, prolamin 60%, dan glutein 34% (Vasal 1994).

C. SYARAT PERTUMBUHAN

Tanaman jagung berasal dari daerah tropis yang dapat menyesuaikan

diri dengan lingkungan di luar daerah tersebut. Jagung tidak menuntut

persyaratan lingkungan yang terlalu ketat, dapat tumbuh pada berbagai

17

Page 18: LAPORAN MKT

macam tanah bahkan pada kondisi tanah yang agak kering. Tetapi untuk

pertumbuhan optimalnya, jagung menghendaki beberapa persyaratan.

Iklim

a) Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung

adalah daerah-daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-

tropis/tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang

terletak antara 0-50 derajat LU hingga 0-40 derajat LS.

b) Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini

memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus

merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung

perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung ditanam diawal

musim hujan, dan menjelang musim kemarau.

c) Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar

matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan

terhambat/ merana, dan memberikan hasil biji yang kurang baik

bahkan tidak dapat membentuk buah.

d) Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34O C, akan

tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu

optimum antara 23-27O C. Pada proses perkecambahan benih

jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30O C.

e) Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih

baik daripada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu

pemasakan biji dan pengeringan hasil.

Media Tanam

a) Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar

supaya dapat tumbuh optimal tanah harus gembur, subur dan kaya

humus.

18

Page 19: LAPORAN MKT

b) Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain: andosol

(berasal dari gunung berapi), latosol, grumosol, tanah berpasir.

Pada tanah-tanah dengan tekstur berat (grumosol) masih dapat

ditanami jagung dengan hasil yang baik dengan pengolahan tanah

secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur lempung/liat

(latosol) berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya.

c) Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur-

unsur hara tanaman. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan

tanaman jagung adalah pH antara 5,6 - 7,5.

d) Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan

ketersediaan air dalam kondisi baik. d) Tanah dengan kemiringan

kurang dari 8 % dapat ditanami jagung, karena disana

kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil. Sedangkan

daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya

dilakukan pembentukan teras dahulu.

Ketinggian Tempat

Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah

sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-

1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian optimum antara 0-600 m dpl

merupakan ketinggian yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung.

19

Page 20: LAPORAN MKT

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Pengambilan Sampel

Tempat dilakukannya pengambilan sampel tanah yang akan digunakan

sebagai media tanam percobaan yakni proses pengambilan dilakukan pada

tanggal 12 oktober 2013 yang diambil di Desa Buring, Kecamatan Kedung

Kandang, Malang, Jawa Timur.

Pelaksanaan Percobaan

Pelaksanaan percobaan ini yang pertama adalah penanaman yang dilakukan

pada tanggal 26 oktober 2013. Waktu dilaksanakannya percobaan ini

dilakukan selama 4 minggu yang dimulai dari bulan November sampai

dengan Desember 2013 tepatnya pada tanggal 4,11,18,25 November dan 2

desember 2013. Sedangkan untuk tempat dilaksanakannya percobaan adalah

di Lahan Percobaan Praktikum Fakultas Pertanian berada didalam lingkup

kawasan Universitas Brawijaya yang terletak di tengah kota Malang,

beralamatkan di Jalan veteran, Malang, Jawa Timur. Kemudian dilanjutkan

dengan pengambilan sampel pada tanggal 10 Desember 2013 dan uji analisis

kandungan C-Organik, Potensial Redoks, kandungan N P K, dan pH

dilakukan pada tanggal 12 Desember2013 sampai 13 Desember 2013 di

laboratorium Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Malang.

3.2 Kondisi Umum Wilayah

Kondisi umum wilayah Desa Buring yakni desa ini berjenis tanah Aluvial, hal

ini dikarenakan Malang merupakan daerah yang dipengaruhi oleh beberapa

gunung yang berada disekitarnya. Untuk tempat pengambilan sampel tanah

terletak diantara lahan padi dan tebu. Rata-rata suhu udara berkisar antara

22,7°C - 25,1°C. Sedangkan suhu maksimum mencapai 32,7°C dan suhu

20

Page 21: LAPORAN MKT

minimum 18,4°C . Rata kelembaban udara berkisar 79% - 86%. Dengan

kelembaban maksimum 99% dan minimum mencapai 40%.

Sedangkan Untuk percobaan penanaman terletak di Lahan percobaan

praktikum Fakultas Pertanian UNIBRAW yang jika ditinjau dari sudut

ketinggian tanah, berada pada ketinggian 610 m diatas permukaan air laut.

Suhu maksimum dan minimum di lahan praktikum ini berkisar 280 C. Lahan

Percobaan ini memiliki luas sebesar +/- 600 m2 , dengan batas-batas sebagai

berikut :

Sebelah utara : berbatasan dengan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Sebelah selatan : berbatasan dengan Jalan Veteran Kota Malang

Sebelah timur : berbatasan dengan Gedung Green House Fakultas Pertanian

Unibraw

Sebelah barat : berbatasan dengan Kos-kosan yang ada di Jalan Raya

Sumbersari

3.2.1 Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk merupakan suatu jumplah penduduk pada suatu lokasi

tertentu , Kepadatan dan persebaran penduduk, disamping di pengaruhi oleh

jumlah dan mutu sumber daya alam, juga di pengaruhi oleh mobilitas

penduduk. Penduduk yang bergeser dari jawa ke luar jawa sebagian besar

terdiri dari petani yang miskin dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah.

Sebaliknya penduduk yang geser dari luar jawa ke jawa sebagian besar

berumur muda, belum menikah dan mempunyai tingkat pendidikan yang

relatif tinggi. Ini bermakna ketimpangan tersebut bukan hanya saja dari segi

jumlah saja, namun juga dari segi mutu sumber daya manusianya. Untuk

Kecamatan Kedungkandang dengan Luas 36,89 km2 dan jumlah penduduk

sebesar 149.853 dan kepadatan sebesar 3.767. Sedangkan untuk kelurahan

Buring dengan kode wilayah 35.73.03.1005 Luas Lahan 553 Ha, dengan

jumlah RW 9 RT 38 KK 2.735 dan jumlah penduduknya 8.614. Sedangkan

21

Page 22: LAPORAN MKT

untuk penduduk yang bermata pencaharian sebagai Petani sebanyak 1.200

orang.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel tanah yaitu diambil pada lahan

seluas 50 m x 50 m yang diambil sebanyak 20 kg setiap titiknya yang terdiri dari lima

titik pengambilan sampel dan dimasukkan kedalam karung. Sampel ini kemudian

dikering anginkan selama satu minggu. Kemudian sampel dikomposit dan digrinding

sampai halus. Sampel yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam polybag dan diberi

perlakuan yaitu ditambahkan Kapur berbagai dosis kedalam polibag tersebut dengan

tanah yang digunakan adalah sebanyak 4,6 kg/polibag. Pada penelitian ini rancangan

yang digunakan adalah Rancangan Acal Lengkap (RAL) dengan perlakuan

penambahan kapur dan 3 ulangan. Perlakuan pupuk yang digunakan yaitu 1 atau

kontrol dimana pada perlakuan ini media tanam yang digunakan hanya tanah saja

tanpa tambahan kapur, lalu P2 yaitu perlakuan dengan penambahan Kapur sebanyak

100 gram, dan P3 yaitu perlakuan dengan penambahan kapur sebanyak 50 gram.

Peletakan perlakuan dan ulangan pada plot pengamatan dilakukan secara acak dengan

menggunakan lotre. Parameter yang diuji pada saat di lahan berupa tinggi tanaman

dan jumlah daun. Pengamatan tinggi dan jumlah daun dilakukan setiap seminggu

sekali dan dilakukan hingga 35 hst atau selama 5 minggu pengamatan.

Pengamatannya yakni dengan mengukur menggunakan penggaris dan penghitungan

jumlah daun. Sedangkan analisis data C-Organik, potensial redoks, N, P, K, dan pH

dilakukan analisis di laboratorium kimia jurusan Tanah Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya. Analisis C-Organik, potensial redoks, N, P, K, dan pH ini

dilakukan 2 kali yakni pada awal sebelum penanaman sebagai data awal kandungan

kimia tanah media. Dan yang kedua dilakukan pada 41 hst untuk melihat ada atau

tidaknya perubahan kandungan C-Organik, potensial redoks, N, P, K, dan pH pada

media tanah yang digunakan.

22

Page 23: LAPORAN MKT

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4..1.1 Tabel Tinggi Tanaman

Ulangan I

Tabel 1. Ulangan II

Pengamatan (cm)04/11/2013 11/11/2013 18/11/2013 25/11/2013 02/12/2013

I II III IV VP1U2 15 33 59 64 72P2U2 13 32 35 40 48P3U2 19 37 52 65 70

Ulangan III

Pengamatan (cm)04/11/2013 11/11/2013 18/11/201

325/11/2013 02/12/2013

I II III IV VP1U3 12 23 51 58 65P2U3 18 35 40 54 62P3U3 16 40 45 65 68

23

Pengamatan (cm)04/11/2013 11/11/2013 18/11/201

325/11/2013 02/12/2013

I II III IV VP1U1 12 24,5 35 54 75P2U1 13,5 23 39 41 58P3U1 19 27 37 43 52

Page 24: LAPORAN MKT

4..1.2 Grafik Tinggi Tanaman

Grafik 1. Tinggi Tanaman Ulangan I

I II III IV V0

10

20

30

40

50

60

70

80

Tinggi Tanaman U1

P1U1 P2U1 P3U1

Grafik 2. Tinggi Tanaman Ulangan II

I II III IV V0

1020304050607080

Tinggi Tanaman U2

P1U2 P2U2 P3U2

24

Page 25: LAPORAN MKT

Grafik 3. Tinggi Tanaman Ulangan III

I II III IV V0

1020304050607080

Tinggi Tanaman U3

P1U3 P2U3 P3U3

4..1.3 Tabel Jumlah Daun

Ulangan ITabel 4. Pengamatan Jumlah Daun Ulangan 1

Ulangan II

Tabel 5. Pengamatan Jumlah Daun Ulangan II

Pengamatan (helai)04/11/2013 11/11/2013 18/11/2013 25/11/2013 02/12/2013

I II III IV VP1U2 3 4 5 7 7P2U2 2 4 5 6 5P3U2 3 4 6 7 8

25

Pengamatan (helai)04/11/2013 11/11/2013 18/11/201

325/11/2013 02/12/2013

I II III IV VP1U1 2 4 5 7 7P2U1 2 3 4 6 6P3U1 3 4 5 6 6

Page 26: LAPORAN MKT

Ulangan III

Tabel 6. Pengamatan Jumlah Daun Ulangan III

Pengamatan (helai)04/11/2013 11/11/2013 18/11/2013 25/11/2013 02/12/2013

I II III IV VP1U3 2 4 5 6 6P2U3 2 4 4 6 8P3U3 3 5 7 8 6

4..1.4 Grafik Jumlah Daun

Grafik 4. Jumlah Daun Ulangan I

I II III IV V012345678

Jumlah Daun U1

P1U1 P2U1 P3U1

Grafik 5. Jumlah Daun Ulangan II

26

Page 27: LAPORAN MKT

I II III IV V0123456789

Jumlah Daun U2

P1U2 P2U2 P3U2

Grafik 6. Jumlah Daun Ulangan III

I II III IV V0123456789

Jumlah Daun U3

P1U3 P2U3 P3U3

4..1.5 Perbedaan tinggi dan jumlah daun tanaman jagung pada 35 hst

PerlakuanTinggi tanaman

(cm)

Jumlah daun

(helai)

P174,66667 a 6,333333 a

(kontrol)

P2

78 a 6,333333 a(tanah + 100 gr

kapur)

27

Page 28: LAPORAN MKT

P3

104,6667 a 7,666667 a(tanah + 50 gr

kapur)

4..1.6 Tabel C-organik

4..1.7 Grafik

peningkatan C-organik

Awal 41 HST0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

P1P2P3

4..1.8 Tabel N

PerlakuanPengamatan

awal

Pengamatan

41 hst

Hasil perhitungan

awal (%)

Hasil

perhitungan 41

hst (%)

P1 7,2 ml 7,9 ml 0,27 0,31

P2 7,2 ml 8,35 ml 0,27 0,33

P3 7,2 ml 7,91 ml 0,27 0,31

4..1.9 Grafik peningkatan N

28

Perlakuan Hasil perhitungan

awal

Hasil perhitungan

41 HST

P1 3,63 1,39

P2 3,63 1,05

P3 3,63 1,77

Page 29: LAPORAN MKT

4..1.10 Tabel P

PerlakuanPengamatan

awal

Pengamatan

41 hst

P1 21,76 11,7

P2 21,76 41,84

P3 21,76 41,84

4..1.11 Grafik peningkatan P

PerlakuanP1 P2 P3

Sebelum perlakuan 21,7 21,7 21,7Setelah perlakuan 11,7 41,8 41,8

29

Page 30: LAPORAN MKT

P1 P2 P3Perlakuan

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Sebelum perlakuanSetelah perlakuan

4..1.12 Tabel K

PerlakuanPengamatan

awal

Pengamatan

41 hst

P1 0,6 me/100 gram 0,19 me/100 gram

P2 0,6 me/100 gram 0,05 me/100 gram

P3 0,6 me/100 gram 0,74 me/gram

4..1.13 Grafik peningkatan K

30

Page 31: LAPORAN MKT

4..1.14 Tabel ph dan redoks

Perlakuan Pengamatan pH awal Pengamatan redoks

awal

P1 5,84 92,8

P2 5,84 92,8

P3 5,84 92,8

Perlakuan Pengamatan pH 41

hst

Pengamatan redoks 41

hst

P1 6,3 54,7

P2 8,2 -69,1

P3 7,7 13,0

4..1.15 Grafik perubahan pH dan redoks

Grafik pH

pH awal pH 41 HST0123456789

P1P2P3

Grafik Redoks

31

Page 32: LAPORAN MKT

Awal 41 HST

-80-60-40-20

020406080

100120

P1P2P3

4.2 Pembahasan

a. Hubungan antara Kesuburan Tanah dengan Pengapuran

Kebutuhan unsur hara di dalam tanah menjadi salah satu faktor yang

penting untuk pertumbuhan tanaman. Kebutuhan hara makro/mikro yang

cukup akan membantu peningkatan hasil produksi tanaman, baik dari bentuk

tanaman maupun hasil panen tanaman jagung yang dibudidayakan.

Pada lokasi pengambilan media yang digunakan sebagai objek

penelitian dan observasi terletak di Desa Buring, Kecamatan Kedungkandang,

Malang. Jenis tanah pada lokasi tersebut termasuk dalam jenis tanah

Inceptisol dan memiliki drainase buruk. Dapat dilihat bahwa pada tanah

tersebut mengalami akumulasi Fe (besi) yang tampak berwarna merah atau

bintik-bintik merah (gambar 1) serta pada tanah tersebut pada musim hujan

selalu tergenang air sehingga ion ferro dijumpai dan memberi warna kehijauan

dan kebiruan (gambar 2).

32

Page 33: LAPORAN MKT

Gambar 1. Penimbunan Fe (warna merah

atau berbintik merah)

Gambar 2. Ion Fe (berwarna kehijauan

dan kebiruan)

Dari kondisi tanah seperti yang ditemukan di lokasi, dilihat dari segi

pertumbuhan tanaman juga memiliki perbedaan diantaranya adalah kondisi

tanaman yang kerdil yang menyebabkan hasil produksi dari pertanian di

daerah tersebut mengalami kerugian karena biaya produksi tidak seimbang

dengan hasil panen. Selain itu, warga setempat juga tidak menyadari bahwa

lahan mereka sudah tidak sehat, mereka beranggapan bahwa dengan

diaplikasikan pupuk maka semua permasalahan tersebut akan selesai dan akan

mendapatkan produksi yang sangat tinggi. Namun pada kenyataannya, pupuk

yang masyarakat aplikasikan tidak memberikan hasil yang optimal karena

banyak pupuk yang hanya terakumulasi dan tidak bisa diserap baik oleh

tanaman akibat kondisi lahan yang mengalami karatan (mottling).

Dilihat dari sejarah lahan di lokasi tersebut menggenangi penggenangan

selama padi dan pengolahan tanah kering yang disawahkan dapat

menyebabkan berbagai perubahan sifat tanah, baik sifat morfologi, fisika,

kimia, mikrobiologi maupun sifat-sifat lain, sehingga sifat-sifat taah dapat

sangat berbeda dengan sifat-sifat tanah asalnya.

Menurut Koning (1999), perubahan sementara pada tanah Inceptisol

yang mengalami karatan atau biasa disebut mottling sebagai akibat

penggenangan tanah musiman, baik pada waktu pengolahan maupun selama

33

Page 34: LAPORAN MKT

pertumbuhan padi di sawah. Perubahan-perubahan sementara sifat-sifat kimia

tanah tersebut secara kumulatif dapat menyebabkan perubahan yang permanen

terhadap sifat morfologi tanah. Bila tanah yang pada awalnya digenangkan

kemudian dikeringkan akan terjadi oksidasi kembali besi (Fero) menjadi besi

(Feri) sehingga terbentuklah karatan coklat pada rekahan-rekahan (Gambar 1)

bekas-bekas saluran akar atau tempat-tempat lain dimana udara dapat masuk.

Diduga penyebab kondisi karatan (mottling) pada tanah di daerah

tersebut muncul dari beberapa faktor, diantaranya adalah akibat pencemaran

air sungai (gambar 3), penggunaan pupuk yang berlebihan (gambar 4) maupun

karena lahan di lokasi tersebut adalah termasuk lahan yang memiliki drainase

yang buruk sehingga terdapat akumulasi ion ferro.

Gambar 3. Kondisi Sungai Gambar 4 (a). Pupuk Berlebihan

Gambar 4 (b). Akumulasi Pupuk

Berlebih

Gambar 4 (c). Kondisi Tanaman

34

Page 35: LAPORAN MKT

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, penulis menggunakan

pengapuran di masing-masing tanah sampel dengan tiga kali ulangan.

a. pH

Kondisi  pH tanah merupakan faktor penting  yang menentukan kelarutan

unsur  yang  cenderung berkesetimbangan dengan  fase padatan. Kelarutan

oksida-oksida hidrous dari Fe dan Al secara langsung tergantung pada konsentrasi

hidroksil (OH-) dan menurun  kalah pH meningkat. Kation hidrogen (H+) bersaing

secara langsung dengan kation-kation asam Lewis lainnya membentuk  tapak

kompleksi, dan oleh karenanya kelarutan kation kompleks seperti Cu  dan Zn

akan meningkat dengan menurunnya pH. Konsentrasi kation hidrogen

menentukan besarnya KTK tergantung-muatan  (dependent charge) dan  dengan

demikian akan mempengaruhi aktivitas semua kation tukar. Kelarutan Fe-fosfat,

Al-fosfat dan Ca-fosfat sangat tergantung pada pH, demikian juga  kelarutan

anion molibdat (MoO4) dan  sulfat yang terjerap. Anion molibdat dan sulfat yang

terjerap,  dan fosfat yang  terikat  Ca kelarutannya akan menurun kalau pH

meningkat. Selain itu, pH juga mengendalikan kelarutan karbonat dan silikat,

mempengaruhi reaksi-reaksi redoks, aktivitas jasad  renik, dan menentukan

bentuk-bentuk kimia dari fosfat dan  karbonat dalam larutan tanah.  Pengasaman

mineral  silikat  dapat menggeser "muatan patahan" dari negatif menjadi positif.

Beberapa  reaksi penting yang terpengaruh oleh pH.

35

Page 36: LAPORAN MKT

Gambar 5. Pengaruh pH tanah terhadap ketersediaan hara dalam tanah

bagi tanaman. Pita lebar menyatakan bentuk hara elebih tersedia (lebih mudah

diserap) oleh akar tanaman , pada berbagai nilai pH (Sumber:

http://extension.missouri.edu/p/G9102_

Gambar 6. Penyerapan dan ketersediaan hara juga dipengaruhi oleh pH tanah.

(Sumber: http://www2.mcdaniel.edu/Biology/botf99/nutrition/soils.htm)

36

Page 37: LAPORAN MKT

pH sebelum dilakukan pengapuran adalah 5,84. Kemudian setelah

dilakukan pengapuran dan diamati selama 5 minggu ternyata pH mengalami

kenaikan pada setiap perlakuannya. Pada perlakuan 1 pH menjadi 6,3;

perlakuan 2 pH menjadi 8,2; dan perlakuan 3 pH menjadi 7,7.

pH meningkat seiring dengan lamanya waktu penggenangan dan Eh

semakin menurun (Kasno et al., 1999). Penambahan bahan organik pada

pengairan yang dilakukan secara kontinu dapat menurunkan Eh tanah.

Terdapat hubungan yang negatif anatara pH dan Eh tanah (Sulaeman et al.,

1997; Kasno et al., 1999). Meningkatnya pH tanah masam menyebabkan

ketersediaan P mengalami peningkatan karena meningkatnya kelarutan

mineral strengit (FePO4.2H2O) dan variscit (AlPO4.2H20). Pada tanah sawah

bukaan baru tanaman yang keracunan besi umumnya juga menunjukkan kahat

unsur hara yang lain. Menurut Ottow et al. 1982) keracunan besi pada

tanaman padi di Asia Tenggara dan Afrika terjadi karena kahat beberapa hara,

dimana pH berkisar antara 3-7,2; kadar besi 290-1000 ppm, kadar Mn tinggi

dan kadar P, K, Ca, Mg, dan Zn rendah. Kahat beberapa hara ini pada

tanaman disebabkan rendahnya kemampuan akar menyerap hara, sehingga

besi fero secara langsung diserap lebih banyak pH tanah sangat berpengaruh

terhadap ketersediaan hara dalam larutan tanah. Jumlah terbesar unsur hara

esensial tersedia pada kisaran kondisi pH antara 5.2 dan 6.5. Di atas dan di

bawah kisaran ini, sebagian hara terikat kuat oleh partikel tanah dan tidak

tersedia bagi tanaman, misalnya Fe dan Mn. Unsur hara ini tampaknya akan

defisiensi kalau pH tanah meningkat di atas 6.5. Pada kondisi pH lebih dari

8.0, sebagian besar unsure mikro menjadi defisien sedangkan Al mencapai

tingkat toksik.

Hubungan secara umum antara pH tanah dengan ketersediaan P dalam

tanah , dibuat berdasarkan spesies senyawa fosfat pada berbagai nilai pH.

Pada tanah dengan pH tinggi, kebanyakan P dalam bentuk senyawa kalsium.

Pada tanah dengan pH rendah, P bersenyawa dengan Fe dan Al menjadi

senyawa Fe dan senyawa Al. Keterseediaan P yang maksimum terjadi pada

37

Page 38: LAPORAN MKT

kondisi pH 6.5 - 7.0. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa ada

korelasi antara pertumbuhan tanaman dengan peningkatan pH akibat

pengapuran.

b. Potensial Redoks (Eh)

Faktor lain yang sangat penting dalam menentukan konsentrasi hara

dalam larutan tanah adalah potensial redoks (Eh). Faktor ini berhubungan

dengan keadaan aerasi  tanah  yang selanjutnya sangat tergantung pada  laju

respirasi  jasad renik dan laju difusi oksigen. Ia mempengaruhi kelarutan

unsur hara mineral yang mempunyai lebih dari satu bilangan oksidasi

(valensi). Unsur-unsur ini adalah  C, H, O, N, S, Fe, Mn, dan Cu. Kandungan

air yang mendekati atau melebihi kondisi ke-jenuhan merupakan sebab utama

dari buruknya aerasi karena  kecepatan  difusi oksigen melalui pori yang terisi

air jauh lebih lambat  daripada pori yang berisi udara.

Perubahan sifat tanah yang bersifat sementara dipengaruhi oleh

pelumpuran dan reduksi oksidasi (redoks). Dari hasil observasi di lapangan

diketahui bahwa kondisi tanah mengalami mottling dikarenakan akibat

penggenangan. Penggenangan tanah memberikan kondisi reduksi dan

menurunkan nilai potensial redoks tanah hingga stabil dengan nilai Eh +0,2

sampai +0,3 V tergantung pada tanah, tetapi nilai Eh di permukaan air dan

beberapa mm dari top soil tetap berkisar antara +0,3 sampai +0,5 V

(Ponnamperuma 1972 dalam De Datta 1981).

Berdasarkan hasil observasi kami terhadap tanah yang digunakan sebagai

media dalam penanaman jagung mengalami penurunan. Dari potensial redoks

awal sebesar 92,8 mV menjadi 54,7 mV (P1); -69,1 (P2); 13,0 (P3).

Penurunan nilai potensial redoks (Eh) berbanding terbalik pada peningkatan

nilai pH tanah tanaman. Penggenangan berpengaruh nyata terhadap nilai

potensial redoks (Eh), pH dan Etilen. Terjadi penurunan nilai potensial redoks

semakin dalam penggenangan nilai potensial redoks semakin rendah.

Sedangkan nilai pH menunjukkan nilai semakin meningkat. Peningkatan pH

38

Page 39: LAPORAN MKT

tanah disebabkan oleh reaksi reduksi di dalam tanah yang mengambil ion H+

sehingga mengurangi kemasaman tanah. Peningkatan pH juga disebabkan

oleh dilepaskan ion OH akibat reduksi besi ferri menjadi besi ferro, kestabilan

tercapai apabila telah terjadi keseimbangan antara Fe2- dan Mn2+ diendapkan

dan terjadi keseimbangan di dalam tanah.

Terdapat hubungan yang negatif antara perubahan Eh dan pH tanah.

Semakin naik pH semakin rendah nilai Eh. Begitu pula semakin turun nulai

redoks, nilai pH semakin naik, dengan nilai R2=0,989. Penurunan nilai

potensil redoks (Eh) dan kenaikan pH mempunyai pengaruh yang baik

terhadap penyerapan unsur hara.

Keadaan seperti ini sangat berpengaruh baik terhadap penyerapan unsur

hara seperti penerapan P dan berpengaruh baik terhadap pertumbuhan jagung.

Penelitian Widiowati et.al. (1997) yang dilakukan di rumah kaca terhadap

tanah menemukan bahwa kelarutan P dipengaruhi oleh Eh dan pH tanah.

Penurunan Eh akan meningkatkan kelarutan P, karena Al3PO4 berubah

menjadi Al(OH)3, sehingga P dibebaskan.

Potensial redoks merupakan sifat elektrokimia yang dapat dipakai

sebagai indikasi dalam mengukur derajat anaerobiosis tanah dan tingkat

transformasi biogeokimia yang terjadi (Patrick dan Mahapatra, 1968;

Ponnamperuma, 1972).

c. C – Organik

Analisis C – Organik pada tanah dilakukan pada ke – 3 perlakuan yaitu

perlakuan pertama sebagai kontrol, perlakuan kedua diberikan pengapuran

sebanyak 100 gram, perlakuan ketiga diberikan perlakuan sebanyak 50 gram.

Sebelum di berikan perlakuan tanah yang menjadi media tanam dilakukan

analisis C – Organik juga.

Pada tanah yang belum diberikan perlakuan hasil dari analisis C –

Organik yang telah dilakukan adalah sebesar 3,63%. Lalu analisis C –

Organik yang kami lakukan selanjutnya adalah 41 hst dengan 3 perlakuan

39

Page 40: LAPORAN MKT

yang berbeda, masing – masing didapatkan hasil yaitu sebesar 1,39%; 1,05%;

dan 1,77%.

Bahan Organik berkaitan dengan nilai C – Organik. Untuk

mendapatkan bahan organik dapat mengkonversi nilai C – Organik. Menurut

Young (1997) bahan organik biasanya ditunjukkan dalam jumlah karbon dan

siklus dari bahan organik memang menyerupai siklus karbon. Analisis tanah

yang biasa digunakan untuk menentukan bahan organik total dilakukan

dengan cara mengalikan nilai faktor 1,724 dengan karbon organiknya.

Bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia maupun biologi

tanah. Menurut Petchawee dan Chaitep (1995) bahan organik berpengaruh

pada kesuburan tanah dan sering digunakan untuk mengetahui tingkat

kesuburan tanah.

C – Organik sendiri memiliki standar yang di anggap baik pada tanah.

Menurut Fauzi (2008) kadar C – Organik normal yang sesuai dengan kriteria

hara adalah 2,1 – 3,0%. Namun, berdasarkan hasil yang telah kami peroleh

dari analisis C – Organik baik sebelum dilakukan pengapuran maupun

sesudah dilakukan nilai C – Organik <2,1%.

Rendahnya C – Organik pada tanah dapat disebabkan oleh beberapa

hal salah satunya adalah pengolahan tanah. Pengolahan tanah dapat

menyebabkan penurunan kandungan bahan organik tanah sehingga mengarah

pada degradasi struktur. Menurut Lal (2006) melaporkan bahwa konsentrasi C

organik tanah di lapisan olah 0 – 10 cm berkurang dari 28 g kg – 10 g kg

setelah 90 tahun kultivasi dengan dampak yang merugikan pada kualitas dan

kemampuan pada ketahanan pada kekeringan.

40

Page 41: LAPORAN MKT

d. Nitrogen

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan nitrogen yang telah

kami lakukan. Didapatakan nilai Nitrogen yang berbeda – beda dari setiap

perlakuan maupun sebelum di lakukannya perlakuan.

Pada pengamatan awal nilai nitrogen didapatkan sebesar 0,27%.

Sedangkan pada saat pengamatan dilakukan yaitu pada saat 41 hst didapatkan

berbagai macam nilai nitrogen yaitu pada perlakuan pertama yaitu sebagai

kontrol yaitu sebesar 0,31%, lalu pada perlakuan kedua yaitu dengan

perlakuan pengapuran sebanyak 100 gram didapatkan hasil 0,33% dan pada

perlakuan terakhir yang diberikan pengapuran sebanyak 50 gram didapatkan

hasil 0,31%.

Menurut Hardjowigeno (2003) hilangnya N dari tanah disebabkan

karena digunakan oleh antara 0,51 s/d 0,75 dan tanaman atau mikroorganisme.

Kandungan N total umumnya berkisar antara 2000 – 4000 kg/ha pada lapisan

0 – 20 cm tetapi tersedia bagi tanaman hanya kurang 3 % dari jumlah tersebut.

Kriteia %N yang ada pada tanah yang dibedakan menjadi 5 kriteria

yaitu: sangat rendah untuk N(%) <0,10, rendah untuk N(%) berkisar antara

0,10 s/d 0,20, sedang untuk N(%) berkisar antara 0,21 s/d 0,50, tinggi untuk

N(%) berkisar antara 0,51 s/d 0,75 dan sangat tinggi untuk N(%) lebih dari

0,75 (Safriansyah, 2010). Tanah sebelum pengamatan termasuk kedalam

kriteria sedang, tanah perlakuan pertama termasuk kedalam kriteria sedang

begitu juga dengan perlakuan kedua dan ketiga termasuk kedalam kriteria

sedang.

Kandungan nitrogen dalam tanah berkaitan dengan jumlah bahan

organik sebagai sumber utamanya, baik dari sisa – sisa tumbuhan atau

binatang. Menurut Leiwakabessy (1998) kadar nitrogen total untuk tiap jenis

tanah berbanding lurus dengan kadar bahan organiknya. Oleh karena itu,

41

Page 42: LAPORAN MKT

setiap faktor yang mempengaruhi kadar bahan organik tanah juga

mempengaruhi kadar nitrogen di dalam tanah itu sendiri

e. Fosfor

Dari tabel pengamatan fosfat dapat diketahui bahwa pada P1

(kontrol/tidak diberi kapur) fosfat dalam tanah menurun dimana kandungan

fosfat awalnya adalah 21,7 dan kandungan fosfat akhirnya adalah 11,7. Pada

P2(diberi kapur 100 gram) fosfat dalam tanah meningkat dimana kandungan

fosfat awalnya adalah 21,7 dan kandungan fosfat akhirnya adalah 41,8. Pada

P3 (diberi kapur 50 gram) fosfat dalam tanah meningkat dimana kandungan

fosfat awalnya adalah 21,7 dan kandungan fosfat akhirnya adalah 41,8.

Menurut (Bambang, 2003), pengapuran tanah, selain dapat meningkatkan pH

tanah, pengapuran juga bermanfaat untuk memperbaiki sifat fisik dan biologi

tanah, menurunkan kadar Al tanah yang bersifat racun bagi tanaman,

meningkatkan unsur hara fosfat (P), molibdenum (Mo), kalsium (Ca), dan

magnesium (Mg). Pengapuran tanah harus tepat dosis karena pengapuran yang

berlebihan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman sebagai

berikut: tanaman dapat keracunan Zn, Cu dan Mn, pertumbuhan tanaman

kurang baik karena pengapuran yang berlebihan menurunkan kandungan

fosfat dan molibdenum serta dapat mengganggu penyerapan fosfat oleh

tanaman.

f. Kalium

Kalium merupakan salah satu unsur hara makro yang banyak diperlukan

tanaman. Namun biasanya K tidak diberikan dalam jumlah yang cukup

sehingga cangan K dalam tanah semakin lama semakin merosot. Hara K

memiliki tingkat kemudahan pencucian hampir sama dengan unsur N, tetapi

pergerakannya dalam larutan tanah hampir sama dengan unsur P.

Pada hasil pengamatan dan perhitungan kalium didapatkan hasil

sebelum diberikan perlakuan pengapuran yaitu sebesar 0,6 me/100 gram. Lalu

42

Page 43: LAPORAN MKT

setelah dilakukan perlakuan. Pada perlakuan pertama yaitu sebagai kontrol

didapatkan nilai sebesar 0,19 me/100 gram, pada perlakuan kedua yaitu

diberikan pengapuran sebanyak 100 gram didapatkan nilai sebesar 0,05

me/100 gram, dan pada perlakuan ketiga diberikan perlakuan sebanyak 50

gram didapatkan nilai sebanyak 0,74 me/100 gram.

Nilai K pada perlakuan ketiga naik dari 0,6 me/100 gram menjadi 0,74

me/100 gram sedangkan pada perlakuan pertama dan kedua nilai K turun

menjadi 0,19 me/100 gram dan 0,05 me/100 gram. Menurut Puslitanak (2000)

tanah yang mengandung liat yang relatif tinggi berkaitan dengan fiksasi K

sangat kuat yang mengakibatkan konsentrasi K pada larutan tanah berkurang.

Reaksi tanah masam sampai agak masam (pH 4,6 – 5,5) serta kandungan liat

yang cukup tingi dan kandungan ion Kalium relatif rendah berkisar 0,1 – 0,2

me/100 gram tanah.

Penurunan kalium dapat disebabkan menurut Sutedjo (2003) dapat

disebabkan oleh air hujan ataupun runoff. Dimungkinkan pada saat

penanaman berlangsung tanah tersebut terkena air hujan yang mengakibatkan

kalium pada tanah tersebut tercuci. Dilihat juga ini merupakan bulan basah

dimana musim hujan sedang berlangsung sehingga terjadi pencucian kalium

pada tanah tersebut.

43

Page 44: LAPORAN MKT

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Sampel tanah pada Desa Buring merupakan tanah yang dapat dikatakan tanah

yang tidak sehat. Tanah tersebut apabila digunakan untuk kegiatan budidaya, tidak

dapat memeberikan daya dukung yang maksimal. Ditinjau dari kadar pH sebelum

dilakukan pengapuran adalah 5,84. Kemudian setelah dilakukan pengapuran dan

diamati selama 5 minggu ternyata pH mengalami kenaikan pada setiap perlakuannya.

Pada perlakuan 1 pH menjadi 6,3; perlakuan 2 pH menjadi 8,2; dan perlakuan 3 pH

menjadi 7,7. Hal tersebut menunjukkan adanya dampak pengapuran terhadap sifat

kimia tanah tersebut. Pada tanah yang belum diberikan perlakuan hasil dari analisis C

– Organik yang telah dilakukan adalah sebesar 3,63%. Lalu analisis C – Organik yang

kami lakukan selanjutnya adalah 41 hst dengan 3 perlakuan yang berbeda, masing –

masing didapatkan hasil yaitu sebesar 1,39%; 1,05%; dan 1,77%. Tinggi dan jumlah

daun tanaman jagung yang baik terdapat pada perlakuan ketiga yaitu dengan media

tanam tanah dan 50 gr kapur.

5.2 Saran

Sebaiknya drainase pada Desa Buring diperbaiki agar tidak terjadi karatan

(molting) pada tanah sehingga tanah bias memproduksi tanaman dengan baik.

44

Page 45: LAPORAN MKT

DAFTAR PUSTAKA

Anonymousa.2013. http://edukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20

Belajar/Modul%20Online/view&id=109&uniq=912.diakses pada

15 Desember 2013

Balai Penelitian Tanah. 2010. Pengapuran tanah masam untuk jagung dan

kedelai.http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id [13 Desember

2013]

Fergason, V. 1994. High amylose and waxy corn. In: A. R. Halleuer (Ed.)Specialty

Corns. CRC Press Inc. USA.

Foth, H. D. 1988. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Edisi ketujuh. Gajah Mada University

Press. Yogyakarta. 762 hal

Hardman and Gunsolus. 1998. Corn growth and development. Extension

Service.University of Minesota. p.5.

Indranada, H.K. 1986. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Bina Aksara. Jakarta

Kuswandi. 2005. Pengapuran Tanah Pertanian: Edisi Revisi. Yogyakarta: Kanisius.

Lambert, R.J. 1994. High oil corn hybrids. In: Arnel R. Halleuer (Ed.). Specialty

corns. CRC Press Inc. USA.

Lee, C. 2007. Corn growth and development. www.uky.edu/ag/grain crops.

McWilliams, D.A., D.R. Berglund, and G.J. Endres. 1999. Corn growth and

management quick guide.www.ag.ndsu.edu.

Paliwal. R.L. 2000. Tropical maize morphology. In: tropical maize: improvement and

production. Food and Agriculture Organization of the United

Nations. Rome. p 13-20.

Smith, M.E., C.A. Miles, and J. van Beem. 1995. Genetic improvement of maize for

nitrogen use efficiency. In Maize research for stress environment.

p.39-43.

Syafruddin, Faesal, dan M. Akil. 2007. Pengelolaan Hara pada Tanaman Jagung.

Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

45

Page 46: LAPORAN MKT

Syafruddin. 2002. Tolok ukur dan konsentrasi Al untuk penapisan tanaman jagung

terhadap ketenggangan Al. Berita Puslitbangtan 24: 3-4.

Tracy, W. F. 1994. Sweet corn. In: A. R. Halleuer (Ed.) Specialty corns. CRC Press

Inc. USA.

Vasal, S.K. 1994. High quality protein corn. In: A. R. Halleuer (Ed.). Specialty corns.

CRC Press Inc. USA.

White, P.J. 1994. Properties of corn strach. In: A. R. Halleuer (Ed.). Specialty corns.

CRC Press Inc. USA.

46

Page 47: LAPORAN MKT

Winda Salwati. 2003. Pengaruh Pengapuran Tanah Podsolik Merah Kuning Terhadap

Pertumbuhan Rumput Tropika. Skripsi. Ilmu Nutrisi Dan Makanan

Ternak. Fakultas Peternakan_ Institut Pertanian Bogor. Bogor

LAMPIRAN

Perhitungan C-Organik

Diketahui :

Berat sampel = 0,5 gram

ml.blangko = 10,5 ml

%KA = 63,2 %

FKa = 100+63,2

100

= 1,632

Perhitungan Pengamatan Awal

C-organik (%) = (ml . blanko−ml . sampel ) x 3

ml . blanko xberat sampelx Fka

= (10,5−6,6 ) x 3

10,5 x 0,5x1,632 %

= 11,75,25

x1,632 %

= 3,63 %

Perhitungan 41 HST

a. P1

C-organik (%) = (ml . blanko−ml . sampel ) x 3

ml . blanko xberat sampelx Fka

47

Page 48: LAPORAN MKT

= (10,5−9 ) x 3

10,5 x 0,5x1,632 %

= 4,5

5,25x 1,632%

= 1,39%

b. P2

C-organik (%) = (ml . blanko−ml . sampel ) x 3

ml . blanko xberat sampelx Fka

= (10,5 – 9,4 ) x 3

10,5 x 0,5x1,632 %

= 3,3

5,25x1,632 %

= 1,05 %

c. P3

C-organik (%) = (ml . blanko−ml . sampel ) x 3

ml . blanko xberat sampelx Fka

= (10,5−8,6 ) x 3

10,5 x 0,5x1,632 %

= 5,75,25

x1,632 %

= 1,77 %

Perhitungan Nitrogen (N)

Diketahui :

Berat sampel = 0,5 gram

ml blanko = 1,3 ml

%KA = 63,2 %

48

Page 49: LAPORAN MKT

Fka = 100+6,32

100

= 1,632%

Perhitungan Pengamatan Awal

N tersedia (%) = (ml . sampel−ml .blanko ) x 0,014 x N H 2 SO 4 x Fka

gram sampelx100 %

= (7,2−1,3 ) x0,014 x 0,01029 x1,632

0,5 grx 100 %

= 0,0013

0,5x 100 %

= 0,27 %

Perhitungan 41 HST

a. P1

N tersedia (%) =

(ml . sampel−ml .blanko ) x 0,014 x N H 2 SO 4 x Fkagram sampel

x100 %

= (7,9−1,3 ) x 0,014 x0,01029 x1,632

0,5 grx100 %

= 0,0015

0,5x 100%

= 0,31 %

b. P2

N tersedia (%) =

(ml . sampel−ml .blanko ) x 0,014 x N H 2 SO 4 x Fkagram sampel

x100 %

= (8,35−1,3 ) x 0,014 x0,01029 x 1,632

0,5 grx100 %

49

Page 50: LAPORAN MKT

= 0,0016

0,5x 100%

= 0,33%

c. P3

N tersedia (%) =

(ml . sampel−ml .blanko ) x 0,014 x N H 2 SO 4 x Fkagram sampel

x100 %

= (7,9−1,3 ) x 0,014 x0,01029 x1,632

0,5 grx100 %

= 0,0015

0,5x 100 %

= 0,31 %

50