Laporan Modul 2 K98
-
Upload
institut-teknologi-bandung -
Category
Documents
-
view
8.160 -
download
3
description
Transcript of Laporan Modul 2 K98
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan ...................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 3
1.2. Tujuan ............................................................................................. 3
1.2.1. Tujuan Umum ............................................................................... 3
1.2.2. Tujuan Khusus .............................................................................. 4
1.3. Posisi Modul ....................................................................................... 4
Bab II Dasar Teori dan Flowchart ...................................................................... 6
2.1. Dasar Teori ........................................................................................ 6
2.1.1. Routing sheet ............................................................................... 6
2.1.2. Multi-Product Process Chart .............................................................. 7
2.2. Flowchart ......................................................................................... 7
Bab III Pengolahan Data ................................................................................. 8
3.1. Routing sheet ..................................................................................... 8
3.2. Kebutuhan Rough lumber ...................................................................... 10
Bab IV Analisis ........................................................................................... 12
4.1. Analisis Pembuatan Routing sheet............................................................ 12
4.2. Analisis Penentuan Urutan Mesin pada MPPC ............................................... 13
4.3. Analisis Penentuan Keputusan Perusahaan untuk Melakukan round-down atau round-
up Jumlah Mesin ................................................................................ 14
4.4. Analisis keterkaitan antar modul ............................................................. 15
Bab V Kesimpulan dan Saran .......................................................................... 18
5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 18
5.2. Saran .............................................................................................. 18
Daftar Pustaka ............................................................................................. 19
TI4101 – Perancangan Tata Letak Pabrik 30 September 2009 Laporan Tugas Modul 2
2
Rifqi Ardliansyah (134 06 215) Ach. Januar J. Pratama (134 06 221)
TI4101 – Perancangan Tata Letak Pabrik 30 September 2009 Laporan Tugas Modul 2
3
Rifqi Ardliansyah (134 06 215) Ach. Januar J. Pratama (134 06 221)
Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Perancangan tata letak pabrik atau suatu fasilitas berkaitan erat dengan desain dari sebuah
industrial plant. Perancangan tata letak pabrik dimulai dengan analisis terhadap produk yang
akan dihasilkan dan berakhir pada rancangan pabrik atau fasilitas untuk memproduksi produk
yang dimaksud tadi. Salahsatu outcomes dari sekian banyak proses perancangan tata letak pabrik
adalah data kebutuhan raw materia dan Multi-Product Process Chart (MPPC).
Kebutuhan raw materia perlu dihitung karena berkaitan dengan pemenuhan target
produksi perusahaan dan pembuatan anggaran pengeluaran perusahaan. Dengan mengetahui
jumlah kebutuhan raw materia, perusahaan dapat mengalokasikan modal dengan pas,
menyiapkan ukuran gudang yang pas, dan penghitungan lain yang dapat meminimalkan biaya
produksi, baik langsung maupun tak langsung, yang harus dikeluarkan perusahaan. Data
kebutuhan raw materia juga menghindarkan perusahaan dari tindakan berspekulasi terhadap
pengadaan raw materia. Selain itu, dalam hubungannya dengan pemasok raw materia,
perusahaan dapat memilih pemasok yang paling dapat memenuhi kebutuhan perusahaan, baik
dari segi volume raw materia, lead time, maupun harga raw materia yang ditawarkan pemasok.
Outcomes yang lain, yaitu Multi-Product Process Chart (MPPC), merupakan salahsatu
jenis operation chart yang digunakan untuk menggambarkan routing penggunaan mesin untuk
beberapa jenis produk yang berbeda. Pada kasus PT. Kereta Kayu Mainan, Multi-Product
Process Chart (MPPC) digunakan sebgai alat bantu untuk menggambarkan routing seluruh part
dari setiap konfigurasi kereta kayu yang ada. Multi-Product Process Chart (MPPC) juga
mencantumkan jumlah mesin yang dibutuhkan untuk keseluruhan proses operasi pada PT. Kereta
Kayu Mainan.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah tujuan dari kuliah dan praktikum mata kuliah TI4101 –
Perancangan Tata Letak Pabrik, yaitu:
1. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam melakukan perancangan tata letak
pabrik, dengan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk terlibat langsung
dalam perancangan pabrik suatu perusahaan,
2. Membuat rancangan tata letak pabrik yang meminimumkan material handling.
Beberapa kriteria yang dapat meminimumkan material handling, yaitu pemindahan
material dalam garis lurus, rute yang ditempuh adalah yang terpendek, langsung
menuju ke stasiun berikutnya, sesegera mungkin, dan aliran yang mulus mulai dari
penerimaan material sampai pengemasan dan pengiriman.
TI4101 – Perancangan Tata Letak Pabrik 30 September 2009 Laporan Tugas Modul 2
4
Rifqi Ardliansyah (134 06 215) Ach. Januar J. Pratama (134 06 221)
3. Membuat rancangan tata letak pabrik yang meningkatkan fleksibilitas. Fleksibilitas
yang mungkin terjadi dan harus diantisipasi oleh perusahaan adalah perubahan
kecenderungan konsumen dan revolusi teknologi. Perubahan pada kecenderungan
konsumen menyebabkan perubahan lecil pada produk, dan dapat memunculkan
model dan produk baru. Sedangkan revolusi teknologi dapat memunculkan proses
baru, material baru, dan mesin baru.
4. Mengurangi nilai investasi untuk tanah, bangunan, peralatan, dan biaya operasi.
5. Meningkatkan kondisi dan keselamatan kerja untuk meningkatkan loyalias pekerja.
1.2.2. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus adalah tujuan dari Modul 2 praktikum mata kuliah TI4101 – Perancagan
Tata Letak Pabrik, yaitu:
1. Menentukan jumlah kebutuhan mesin,
2. Menentukan jumlah kebutuhan rough lumber,
1.3. Posisi Modul
TI4101 – Perancangan Tata Letak Pabrik 30 September 2009 Laporan Tugas Modul 2
5
Rifqi Ardliansyah (134 06 215) Ach. Januar J. Pratama (134 06 221)
TI4101 – Perancangan Tata Letak Pabrik 30 September 2009 Laporan Tugas Modul 2
6
Rifqi Ardliansyah (134 06 215) Ach. Januar J. Pratama (134 06 221)
Bab II Dasar Teori dan Flowchart
2.1. Dasar Teori
2.1.1. Routing sheet
Routing sheet menjelaskan urutan kronologis setiap operasi dan inspeksi yang dilakukan
terhadap suatu produk. Routing sheet menjelaskan secara detail urutan proses dan kegiatan yang
dilakukan pada setiap proses secara detail. Informasi lain yang terdapat pada routing sheet adalah
waktu teoretis setiap proses, ketersediaan mesin (availability) dan efisiensi mesin (efficiency)
yang dapat digunakan untuk menghitung waktu aktual yang dibutuhkan pada setiap proses untuk
setiap jenis produk yang akan diproduksi.
Informasi lain yang dapat ditambahkan pada routing sheet untuk membantu melakukan
penghitungan kebutuhan rough lumber dan membuat Multi-Product Process Chart (MPPC)
adalah permil (‰) reject, jumlah part yang diharapkan, jumlah part yang harus disiapkan, dan
jumlah mesin teoretis. Berikut disajikan format routing sheet yang digunakan untuk menghitung
kebutuhan rough lumber:
Routing sheet sendiri terdiri atas dua jenis, yaitu jenis information flow dan material flow
1. Routing sheet jenis information flow
Pada routing sheet jenis information flow, jumlah part yang diharapkan pada proses
perakitan dan fabrikasi dihitung berdasarkan permintaan pasar dan diolah sampai
mendapatkan jumlah kebutuhan rough lumber tanpa memperhatikan perubahan
material yang terjadi selama proses operasi suatu part. Perubahan material dilakukan
di luar routing sheet, pada satu tabel penghitungan tersendiri, kemudian hasil
penghitungan di tabel ini dijadikan sebagai informasi untuk jumlah part yang
diharapkan pada proses prefabrikasi.
2. Routing sheet jenis material flow
Berbeda dengan routing sheet jenis information flow, routing sheet jenis material
flow memperhatikan perubahan bentuk dan jumlah material pada setiap proses yang
terjadi untuk setiap part. Routing sheet jenis ini lebih menggambarkan kondisi aktual
proses produksi di workstation, sehingga dapat digunakan untuk penghitungan lebih
lanjut, misalnya ongkos material handling.
(no. oprs.) (kegiatan operasi)
Waktu Proses
(menit)
Kapasitas Mesin
Aktual‰ Reject
Jumlah yang
diharapkan
Jumlah yang harus
disiapkan
Jumlah Mesin
teoretis
(nama dan nomor part)
No. Nama Operasi Nama MesinKapasitas Mesin
Teoritis
Availability
Mesin
Efisiensi
Mesin
TI4101 – Perancangan Tata Letak Pabrik 30 September 2009 Laporan Tugas Modul 2
7
Rifqi Ardliansyah (134 06 215) Ach. Januar J. Pratama (134 06 221)
2.1.2. Multi-Product Process Chart
Multi-Product Process Chart (MPPC) adalah peta operasi yang menggambarkan aliran
produk dalam sebuah fasilitas pabrik yang memproduksi beberapa jenis produk sekaligus (high
product mix) dengan menggunakan beberapa mesin yang ada di fasilitas tersebut.
2.2. Flowchart
Start
Routing
Sheet
Pengambilan Data
Menghitung Jumlah
Mesin
Menghitung
Kebutuhan Rough
Lumber
Menghitung Waktu
Proses
MPPC
Finish
Data Kebutuhan
Rough Lumber
Permintaan
Produk
Gambar 1 Flowchart Praktikum Modul 2 PTLP
TI4101 – Perancangan Tata Letak Pabrik 30 September 2009 Laporan Tugas Modul 2
8
Rifqi Ardliansyah (134 06 215) Ach. Januar J. Pratama (134 06 221)
Bab III Pengolahan Data
3.1. Routing sheet
Pengolahan data yang digunakan untuk membuat Operation Process Chart (OPC) dan
Assembly Chart (AC) adalah routing sheet dari setiap part dan sub-assembly. Beberapa data
yang terdapat pada routing sheet, baik yang diberikan maupun diolah terlebih dahulu, adalah
sebagai berikut:
1. Nomor dan Nama Komponen
Nomor dan nama komponen adalah bagian dari routing sheet yang membedakan satu
komponen dengan komponen lainnya. Setiap komponen yang memiliki dimensi
berbeda diberikan penomoran yang berbeda pula. Penomoran untuk menghindari
kesalahan operator dalam melakukan proses operasi karena terkadang nama komponen
yang diberikan mirip dan sulit dibedakan, sehingga operator hanya cukup untuk
mengingat nomor komponen saja.
2. Nomor dan Nama Proses
Bagian ini mencakup nama proses yang dilakukan, berikut dengan dimensi, alat bantu
ataupun hal-hal lain yang berkaitan dengan proses yang bersangkutan. Penomoran
proses diberikan secara berurutan berdasarkan cara pengerjaan suatu komponen.
3. Nama Mesin
Bagian atau kolom ini pada routing sheet berisi informasi mengenai nama mesin yang
digunakan untuk satu proses operasi atau inspeksi yang bersangkutan.
4. Kapasitas Teoretis Mesin
Kapasitas teoretis mesin adalah spesifikasi standar mesin yang digunakan pada proses
operasi yang dinyatakan dalam jumlah proses operasi ataupun inspeksi yang dapat
dikerjakan oleh mesin dalam waktu 1 (satu) jam.
5. Ketersediaan Mesin (Availability)
Ketersediaan mesin menjelaskan mengenai kemampuan mesn dalam beroperasi.
Semakin besar nilai ketersediaan mesin (availability), menandakan semakin sedikit
tingkat downtime atau failure dari mesin yang bersangkutan.
6. Efisiensi Mesin
Efisiensi mesin adalah ukuran kemampuan mesin dalam melakukan satu proses
operasi atau inspeksi. Semakin besar nilai efisiensi, berarti semakin banyak proses
yang dapat dikerjakan oleh mesin yang bersangkutan.
TI4101 – Perancangan Tata Letak Pabrik 30 September 2009 Laporan Tugas Modul 2
9
Rifqi Ardliansyah (134 06 215) Ach. Januar J. Pratama (134 06 221)
7. Kapasitas Mesin Aktual
Kapasitas mesin aktual adalah kemampuan mesin mengerjakan satu proses operasi
atau inspeksi setelah mempertimbangkan faktor ketersediaan (availability) dan
efisiensi mesin. Kapasitas mesin aktual dihitung dengan rumusan sebagai berikut:
Kapasitas mesin aktual dinyatakan sebagai jumlah proses operasi atau inspeksi yang
dapat dikerjakan oleh mesin dalam kurun waktu 1 (satu) jam, kurun waktu yang sama
dengan kapasitas mesin teoretis.
8. Permil (‰) Reject
Permil (‰) reject menyatakan seberapa banyak bagian produk yang diperkirakan akan
ditolak (reject) dari sekumpulan produk yang dihasilkan karena terdapat cacat. Data
mengenai permil (‰) reject merupakan salahsatu data yang given pada routing sheet.
Pada umumnya jumlah produk yang diperkirakan reject dinyatakan dalam ukuran
persen (%), namun karena perusahaan menetapkan jumlah reject dalam persen yang
sangat kecil (sepersepuluhan desimal), maka akan lebih mudah menyatakan dalam
permil (‰).
9. Jumlah Part yang Diharapkan
Jumlah part yang diharapkan adalah target produksi yang ditetapkan untuk memenuhi
permintaan pasar terhadap produk yang dihasilkan PT. Kereta Kayu Mainan untuk
setiap konfigurasi yang ada. Jumlah part yang diharapkan pada routing sheet
merupakan penjumlahan kebutuhan setiap part dari seluruh konfigurasi yang harus
dibuat oleh PT. Kereta Kayu Mainan. Jumlah part yang diharapkan juga
memperhatikan berapa banyak part tersebut dibutuhkan dalam setiap proses operasi
atau inspeksi pada routing sheet.
10. Jumlah Part yang harus Disiapkan
Jumlah part yang harus disiapkan adalah jumlah part yang harus diproduksi atau
dihasilkan atau disiapkan oleh PT. Kereta Kayu Mainan setelah mempertimbangkan
permil (‰) reject yang telah ditetapkan untuk setiap proses operasi atau inspeksi.
Rumus pada routing sheet untuk menghitung jumlah part yang harus disiapkan adalah
sebagai berikut:
TI4101 – Perancangan Tata Letak Pabrik 30 September 2009 Laporan Tugas Modul 2
10
Rifqi Ardliansyah (134 06 215) Ach. Januar J. Pratama (134 06 221)
11. Jumlah Mesin Teoretis
Jumlah mesin teoretis menyatakan jumlah mesin yang dibutuhkan untuk memproduksi
seluruh produk berdasarkan permintaan yang telah ditetapkan di awal. Jumlah mesin
teoretis bergantung kepada jumlah permintaan dan kapasitas mesin aktual. Semakin
banyak permintaan terhadap produk, semakin besar jumlah mesin teoretis. Sedangkan
semakin tinggi kapasitas mesin aktual, semakin sedikit jumlah mesin teoretis. Rumus
untuk menentukan jumlah mesin teoretis adalah sebagai berikut:
12. Waktu Proses
Waktu proses adalah lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu unit
pekerjaan dalam setiap proses operasi atau inspeksi. Waktu proses dinyatakan dalam
satuan waktu, yaitu menit. Rumusan untuk mendapatkan waktu proses adalah:
3.2. Kebutuhan Rough lumber
Kebutuhan rough lumber adalah kebutuhan bahan baku, yaitu rough lumber, yang harus
dibeli atau disiapkan oleh perusahaan agar dapat memenuhi permintaan pasar. Kebutuhan rough
lumber dapat diketahui setelah kebutuhan setiap part diketahui. Routing sheet yang digunakan
untuk menentukan kebutuhan rough lumber adalah jenis aliran informasi. Routing sheet jenis
aliran informasi tidak memperhatikan perubahan bentuk yang terjadi pada proses operasi atau
inspeksi yang terjadi pada part, misalnya pemotongan. Pada routing sheet jenis aliran informasi,
kebutuhan rough lumber dihitung dalam dua langkah sebagai berikut:
1. Kebutuhan Rough lumber Setelah Prefabrication
Kebutuhan rough lumber setelah prefabrikasi adalah kebutuhan rough lumber yang
didpatakan dari jumlah part yang harus disiapkan. Artinya, kebutuhan rough lumber
setelah prefabrication adalah kebutuhan rough lumber yang digunakan untuk
memproduksi keseluruhan part sehingga permintaan pasar terhadap keseluruhan
produk dapat dipenuhi oleh perusahaan. Kebutuhan rough lumber setelah
prefabrikasisudah memperhitungkan jumlah reject untuk setiap proses pada semu part
yang diproduksi, tapi belum memperhitungkan jumlah reject yang mungkin terjadi
pada saat proses prefarication berlangsung. Cara menghitung kebutuhan rough lumber
setelah prefabrication adalah sebagai berikut:
TI4101 – Perancangan Tata Letak Pabrik 30 September 2009 Laporan Tugas Modul 2
11
Rifqi Ardliansyah (134 06 215) Ach. Januar J. Pratama (134 06 221)
Dengan:
2. Kebutuhan Rough lumber Sebelum Prefabrication
Setelah menghitung kebutuhan rough lumber setelah prefabrikasi untuk setiap part
yang akan diproduksi, jumlah tersebut dijadikan sebagai input pada jumlah rough
lumber yang diharapkan untuk kemudian dihitung jumlah rough lumber yang harus
disiapkan untuk setiap proses operasi atau inspeksi pada masing-masing part. Jumlah
rough lumber yang harus disiapkan ini adalah jumlah kebutuhan rough lumber untuk
setiap part yang akan dihasilkan, dengan telah memperhitungkan jumlah reject.
Akhirnya, untuk mendapatkan kebutuhan rough lumber yang harus dibeli atau
disiapkan perusahaan, penjumlahan dilakukan terhadap setiap jenis rough lumber yang
dari beberapa part yang berbeda.
TI4101 – Perancangan Tata Letak Pabrik 30 September 2009 Laporan Tugas Modul 2
12
Rifqi Ardliansyah (134 06 215) Ach. Januar J. Pratama (134 06 221)
Bab IV Analisis
4.1. Analisis Pembuatan Routing sheet Routing sheet yang dibuat untuk menentukan kebutuhan bahan baku (raw materia) pada
modul ini adalah jenis information flow. Routing sheet jenis information flow tidak
memperhatikan perubahan bentuk pada setiap proses operasi atau inspeksi yang ada pada routing
sheet. Misalnya, sebuah rough lumber dipotong menjadi sepuluh bagian, maka pada routing
sheet jenis information flow perubahan tersebut tidak akan mengubah jumlah part yang harus
disiapkan menjadi 10 kali lipat. Berikut disajikan contoh routing sheet tersebut:
Pada cuplikan routing sheet di atas dapat dilihat bahwa operasi meratakan rough lumber
pada ketebalan inci, yang menyebabkan rough lumber inci terpotong menjadi 3 (tiga)
bagian, tidak mempengaruhi jumlah rough lumber yang harus disiapkan. Hal ini karena pada
perubahan bentuk material seperti pada contoh di atas telah diperhitungkan di tabel tersendiri
yang merekapitulasi kebutuhan rough lumber untuk proses fabrikasi, atau pada tabel rekapitulasi
tersebut disebut sebagai kebutuhan rough lumber setelah prefabrikasi. Berikut disajikan tabel
rekapitulasi kebutuhan rough lumber setelah proses prefabrikasi:
10 Potong lurus & rampas ujung c. o. saw 2 0.88 0.88 0.06
20 Potong sesuai dengan ketebalan clrc. saw 2 0.87 0.88 0.02
30 Ratakan pada ketebalan 1/4" planner 2 0.87 0.87 0.05
40 Potong bentuk sesuai ukuran clrc.saw 2 0.87 0.87 0.02
131 Side cab (2)
No. Nama Operasi Nama Mesin ‰ RejectJumlah yang
diharapkan
Jumlah yang harus
disiapkan
Jumlah Mesin
teoretis
131 side cab 201.81 232.00 0.87
133 front cab 100.50 292.00 0.34
141 side tender 201.00 292.00 0.69
144 back tender 100.50 388.00 0.26
231 side gondola 136.96 96.00 1.43
233 end gondola 136.96 388.00 0.35
431 side caboose 101.01 144.00 0.70
433 end caboose 100.60 388.00 0.26
135 roof cab 100.50 192.00 0.52
335 roof box car 183.28 96.00 1.91
435 roof caboose 50.30 116.00 0.43
110 chassis, engine 100.90 45.00 2.24
210 chassis, gondola 68.55 72.00 0.95
410 chassis, caboose 50.35 87.00 0.58
2" 330 body box car 184.01 72.00 2.56
finished rod stick 1.5 D 120 boiler 100.80 16.00 6.30
finished rod stick 0.75D 121 stack 100.40 50.00 2.01
Jumlah yang harus
disiapkan
Kebutuhan
Rough Lumber
1/4"
Jumlah Part 1
Unit
AFTER PREFABRICATION
1/2"
3/4"
jenis rough lumber no. part nama part
TI4101 – Perancangan Tata Letak Pabrik 30 September 2009 Laporan Tugas Modul 2
13
Rifqi Ardliansyah (134 06 215) Ach. Januar J. Pratama (134 06 221)
Selanjutnya, setiap kebutuhan rough lumber pada tabel di atas diolah lagi pada routing
sheet untuk mendapatkan kebutuhan rough lumber sebelum prefabrikasi. Kebutuhan rough
lumber sebelum prefabrikasi ini dapat dilihat sebagai kebutuhan rough lumber yang harus
disiapkan untuk setiap jenis rough lumber agar part yang dihasilkan atau diproduksi dapat
memenuhi permintaan terhadap mainan kereta kayu yang diproduksi.
Penghitungan untuk routing sheet jenis material flow pada dasarnya sama dengan routing
sheet jenis information flow. Perbedaan keduanya adalah pada cara menghitung atau
memperhatikan perubahan bentuk dan jumlah material seperti kasus yang telah dijelaskan
sebelumnya. Pada routing sheet jenis material flow, setiap perubahan bentuk dan jumlah
material langsung mempengaruhi jumlah part yang harus disiapkan pada routing sheet. Routing
sheet jens information flow secara teori lebih mendekati dengan praktik yang terjadi di lapangan,
sehingga routing sheet jenis material flow dapat digunakan untuk penghitungan lain yang
berhubungan dengan material handling. Berikut disajikan contoh routing sheet jenis material
flow:
Jika memperhatikan routing sheet dengan seksama, dapat dilihat bahwa proses
prefabrikasi tetap dibagi berdasarkan part walaupun beberapa part membutuhkan jenis rough
lumber yang sama. Sebenarnya dapat juga penghitungan kebutuhan rough lumber pada proses
prefabrikasi ini dijadikan satu untuk setiap jenis rough lumber yang sama, namun tergantung
sudut pandang user dari routing sheet yang dibuat. Routing sheet yang digunakan pada modul ini
menggunakan sudut pandang yang mengharuskan user mengetahui berapa banyak kebutuhan
rough lumber yang harus disiapkan untuk setiap jenis part. Sudut pandang seperti ini merupakan
sudut pandang decision maker, baik pada perusahaan maupun pada insinyur perancang tata letak
pabrik, yang memiliki kepentingan untuk pengambilan keputusan seperti, ukuran gudang, ukuran
workstation, jumlah pembelian, dan sebagainya.
4.2. Analisis Penentuan Urutan Mesin pada MPPC
MPPC merupakan peta operasi yang menggambarkan hubungan antar mesin, sekaligus
aliran material yang berlaku untuk setiap jenis part yang diproduksi. Seringkali penempatan
mesin pada MPPC mengalami kesulitan karena ada proses operasi yang harus kembali ke satu
atau beberapa mesin sebelumnya, yang letaknya lebih di atas. Penempatan menjadi semakin
rumit dengan jumlah part yang semakin banyak atau proses operasi setiap part yang semakin
kompleks. Pada akhirnya, penempatan mesin pada MPPC yang dibuat pada modul ini
memperhatikan beberapa hal berikut:
10 Potong lurus & rampas ujung c. o. saw 2 0.88 0.88 0.06
20 Potong sesuai dengan ketebalan clrc. saw 2 0.87 0.88 0.02
30 Ratakan pada ketebalan 1/4" planner 2 3.49 0.87 0.05
40 Potong bentuk sesuai ukuran clrc.saw 2 3.48 3.49 0.10
Jumlah yang
harus disiapkan
Jumlah Mesin
teoretis
131 Side cab (2)
No. Nama Operasi Nama Mesin ‰ RejectJumlah yang
diharapkan
TI4101 – Perancangan Tata Letak Pabrik 30 September 2009 Laporan Tugas Modul 2
14
Rifqi Ardliansyah (134 06 215) Ach. Januar J. Pratama (134 06 221)
1. Jumlah loop yang minimum.
Loop pada MPPC ini didefinisikan sebagai proses yang berulang ke satu atau beberapa
mesin yang posisinya lebih dulu atau lebih di atas. Proses operasi yang berpindah
mesin tidak dapat dihindari karena setiap mesin memiliki fungsi yang berbeda.
Perpindahan ini dapat terjadi satu atau beberapa kali ke mesin yang sama. Proses
perpindahan mesin seperti ini pada MPPC dapat terjadi dengan sangat kompleks dan
sulit untuk menentukan susunan mesin yang efisien pada MPPC. Pada modul ini,
penyusunan mesin pada MPPC untuk menghindari loop yang terlalu banyak dilakukan
dengan mencoba beberapa kombinasi susunan dari mesin-mesin yang memiliki operasi
dalam jumlah yang cukup banyak. Pertimbangan mencoba kombinasi susunan dari
beberapa mesin tersebut adalah untuk menghemat waktu penyusunan kombinasi,
karena selain jumlah part yang harus dibuatkan MPPC juga cukup banyak. Selain itu
dengan mencoba kombinasi terhadapa mesin-mesin dengan jumlah operasi yang
banyak saja dapat langsung terlihat kombinasi yang paling sedikit terjadi loop. Setelah
itu, mesin-mesin yang memiliki operasi lebih sedikit dapat diatur penempatannya agar
tidak terjadi loop lagi, atau memiliki paling sedikit loop.
2. Jumlah proses yang terjadi untuk satu mesin yang sama
Untuk beberapa jenis part, dapat terjadi beberapa kali loop ke satu mesin yang sama.
Proses berulang ke satu mesin yang sama dapat terjadi secara berurutan maupun
diselingin oleh beberapa operasi lan terlebih dulu. Jika operasi ke satu mesin yang
sama terjadi dengan diselingi lebih dulu oleh operasi ke mesin yang lain, maka MPPC
disusun dengan meletakkan mesin dengan proses lebih yang lebih banyak lebih dulu
(lebih di atas). Hal ini juga betujuan untuk meminimalkan loop yang mungkin terjadi
dan membuat MPPC menjadi rumit untuk dilihat.
MPPC yang telah selesai dibuat, secara keseluruhan menggambarkan posisi mesin yang
paling efisien, yaitu yang menimimalkan jarak perpindahan antar-mesin. Dalam praktek
perancangan tata letak pabrik, posisi mesin yang berdekatan pada MPPC sebaiknya juga
berdekatan pada rancangan tata letak pabrik yang dihasilkan untuk meminimalkan biaya
pemindahan material.
4.3. Analisis Penentuan Keputusan Perusahaan untuk Melakukan round-
down atau round-up Jumlah Mesin Penentuan jumlah mesin merupakan keputusan yang penting dan kritis terhadap proses
perancangan tata letak pabrik. Jumlah mesin yang telah ditetapkan melalu penghitungan pada
routing sheet dan pembuatan Multi-Product Process Chart (MPPC) pada akhirnya berpengaruh
terhadap jumlah investasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dan juga terhadap hasil
perancangan tata letak pabrik yang dihasilkan. Jumlah mesin yang diharapkan oleh perusahaan
adalah jumlah mesin yang minimal, namun tetap dapat memenuhi permintaan pasar terhadap
TI4101 – Perancangan Tata Letak Pabrik 30 September 2009 Laporan Tugas Modul 2
15
Rifqi Ardliansyah (134 06 215) Ach. Januar J. Pratama (134 06 221)
produk yang dihasilkan PT. Kereta Kayu Mainan. Jumlah mesin yang minimal berarti jumlah
investasi yang minimal pula, baik dalam biaya pembelian mesin maupun biaya penggunaan luas
lantai produksi.
Penghitungan yang dilakukan pada routing sheet menghasilkan jmlah mesin teoretis.
Jumlah mesin teoretis, seperti telah dijelaskan, adalah jumlah mesin yang dapat memenuhi
kebutuhan produksi PT. Kerete Kayu Mainan yang didapatkan hasil penghitungan pada routing
sheet. Jumlah mesin teoretis hasil penghitungan ini memiliki nilai yang tidak bulat (pecahan),
sehingga pada prakteknya tidak mungkin membeli sejumlah mesin yang tidak utuh. Keputusan
yang harus dipilih adalah melakukan pembulatan terhadap jumlah mesin teoretis, yang hasil
pembulatan ini disebut kapasitas mesin aktual. Jumlah mesin teoretis dicantumkan pada setiap
operasi pada Multi-Product Process Chart (MPPC), kemudian dilakukan penjumlahan terhadap
seluruh kebutuhan mesin teoretis untuk keseluruhan part yang harus dihasilkan. Hasil dari
penjumlahan kebutuhan mesin teoretis seluruh part ini kemudian dibulatkan, dapat dipilih ke
atas atau ke bawah, untuk menghasilkan kapasitas mesin aktual. Kapasitas mesin akutal inilah
investasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.
Pembulatan untuk mendapatkan jumlah mesin aktual memiliki masalah yang cukup
dilematis. Jika dibulatkan ke bawah (round-down), maka terdapat kemungkinan perusahaan tidak
dapat memenuhi permintaan pasar akibat kekurangan mesin, namun perusahaan memiliki
keuntungan karena investasi yang dikeluarkan perusahaan lebih sedikit. Sedangkan pembulatan
ke atas (round-up), menyebabkan perusahaan dapat memenuhi target produksi, namun jumlah
investasi yang dikeluarkan tentu lebih besar karena harus menyediakan lebih banyak mesin.
Pada Multi-Product Process Chart (MPPC) yang dibuat, diputuskan untuk memilih
pembulatan ke atas (round-up) terhadap jumlah mesin aktual. Pertimbangan melakukan
pembulatan ke atas (round-up) adalah karena kebutuhan perusahaan untuk memenuhi permintaan
pasar lebih diutamakan. Dengan melakukan pembulatan ke atas, walaupun investasi yang harus
dikeluarkan lebih besar, perusahaan tidak akan menemui kekhawatiran terhadap permintaan
pasar yang tidak terpenuhi. Selain itu, permintaan pasar tentu berkembang dan bertambah seiring
dengan perkembangan perusahaan, sehingga dengan jumlah mesin aktual yang dibulatkan ke
atas, antisipasi terhadap perkembangan permintaan pasar ini juga dapat dilakukan.
4.4. Analisis keterkaitan antar modul Pada subbab analisis keterkaitan antar modul ini, kami mencoba menggambarkan
hubungannya kedalam pendekatan Systematic Layout Planning (SLP). Berikut adalah tahapan
pendekatan SLP tersebut.
TI4101 – Perancangan Tata Letak Pabrik 30 September 2009 Laporan Tugas Modul 2
16
Rifqi Ardliansyah (134 06 215) Ach. Januar J. Pratama (134 06 221)
1. Input Data :P, Q, R, S, T & Activities
2. Flow of materials 3. Activity relationships
4. Relationship Diagram
5. Space Requirement 6. Space available
7. Space relationship diagram
8. Modifying constrain 9. Practical Limitations
10. Develop layout alternatives
11. Evaluation
Modul 2 ini memberikan jumlah kebutuhan rough lumber secara agregat dalam proses
produksi kereta mainan berdasarkan data demand yang diberikan. Pada modul ini dihasilkan
beberapa produk berupa routing sheet dan Multi-Product Process Planning (MPPC). Pada proses
pembuatan routing sheet kami membuat 2 jenis, yaitu information flow dan material flow. Jenis
information flow yang kami gunakan dalam modul ini. Untuk jenis material flow kami buat yang
dimana hasilnya akan digunakan pada proses perhitungan Ongkos Material Handling (OMH)
pada modul 5. Perbedaan dan persamaan 2 jenis routing sheet ini adalah sebagai berikut:
Persamaan dari 2 jenis ini adalah menghasilkan jumlah kebutuhan rough lumber
secara agregat dalam produksi kereta mainan berdasarkan data permintaan yang
diberikan.
TI4101 – Perancangan Tata Letak Pabrik 30 September 2009 Laporan Tugas Modul 2
17
Rifqi Ardliansyah (134 06 215) Ach. Januar J. Pratama (134 06 221)
Perbedaan dari 2 jenis ini adalah jika pada information flow selama proses perhitungan
routing tidak memperhitungkan perubahan bentuk material, sedangkan material flow
memperhitungkan perubahan bentuk material. Pada information flow kurang bisa
menggambarkan kebutuhan jumlah rough lumber secara aktual untuk masing-masing
part, sedangkan material flow dapat melakukan hal tersebut. Hal inilah dasar mengapa
output dari material flow akan digunakan sebagai input data pada perhitungan OMH
pada modul 5.
Pada modul ini diperoleh informasi untuk langkah-langkah awal yaitu input data yang
meliputi Product (P) yang meliputi produk jadi dan komponen-komponennya, Quantity (Q) yang
meliputi jumlah demand produk, material, maupun jumlah mesin yang digunakan, Routing (R)
yang meliputi urutan proses produksi, Supporting (S) seperti material-material yang digunakan,
serta Time (T) yaitu waktu proses setiap aktivitas produksi komponen.
MPPC memberikan informasi berupa intensitas aliran material dari satu mesin ke mesin
yang lain. Hal ini akan digunakan sebagai input pada langkah selanjutnya pada pendekatan SLP
yaitu Activity Relationship Analysis.
TI4101 – Perancangan Tata Letak Pabrik 30 September 2009 Laporan Tugas Modul 2
18
Rifqi Ardliansyah (134 06 215) Ach. Januar J. Pratama (134 06 221)
Bab V Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan Jumlah kebutuhan mesin aktual yang dicantumkan pada Multi-Product Process Chart
(MPPC) merupakan hasil pembulatan ke atas (round-up) dari jumlah kebutuhan mesin teoretis
unuk keseluruhan part yang harus diproduksi oleh PT. Kereta Kayu Mainan. Pembulatan ke atas
dilakukan untuk memastikan bahwa perusahaan dapat memenuhi permintaan pasar, sekaligus
mengantisipasi perkembangan permintaan yang dapat terjadi seiring perkembangan perusahaan.
Jumlah kebutuhan rough lumber yang didapatkan dari penghitungan pada routing sheet
jenis aliran informasi merupakan kebutuhan rough lumber yang harus dibeli atau disediakan oleh
perusahaan untuk memastikan perusahaan dapat memenuhi permintaan pasar. Jumlah kebutuhan
rough lumber telah memperhitungkan kemungkinan reject akibat kesalahan yang terjadi dalam
proses produksi. Jumlah kebutuhan rough lumber ini memiliki kaitan erat terhadap jumlah mesin
teoretis yang harus disiapkan atau dimiliki oleh perusahaan. Walaupun jumlah rough lumber
dapat dipasok dalam jumlah yang cukup, namun apabila mesin yang dimiliki perusahaan tidak
mampu untuk melakukan produksi sebanyak permintaan pasar, maka perusahaan akan
mengalami loss of demand. Jumlah kebutuhan rough lumber juga masih harus dihitung lebih
teliti karena jumlah yang dihasilkan pada routing sheet adalah kebutuhan setiap jam. Sehingga
apabila jumlah rough lumber yang dibutuhkan bukan jumlah yang bulat (pecahan), maka perlu
dilakukan penghitungan dengan mempertimbangkan keseluruhan waktu produksi dalam rentang
waktu yang lebih lama, misalnya satu minggu atau satu bulan. Jumlah kebutuhan rough lumber
yang dipasok juga masih harus mempertimbangkan lot size dan lead time dari pemasok.
5.2. Saran Routing sheet yang digunakan pada modul 2 ini sebaiknya jenis routing sheet yang
memiliki keterkaitan langsung terhadap modul-modul PTLP selanjutnya. Selain itu, kegunaan
dan perbedaan dasar setiap jenis routing sheet sebaiknya dijelaskan kepada praktikan agar dapat
lebih dipahami mengenai logika pengerjaan setiap jenis routing sheet.
Penentuan urutan mesin dalam Multi-Product Process Chart (MPPC) memiliki
penghitungan yang lebih detail dan bukan dihasilkan dari percobaan kombinasi beberapa mesin
yang ada. Teori mengenai pembuatan MPPC scara detail ini juga sebaiknya diberitahukan
kepada praktikan, baik secara sekilas maupun secara detail. Selain itu, teori MPPC sekarang
sudah berkembang sampai isu Modified Multi-Product Process Chart (MMPPC), sehingga perlul
juga untuk dikenalkan kepada praktikan.
TI4101 – Perancangan Tata Letak Pabrik 30 September 2009 Laporan Tugas Modul 2
19
Rifqi Ardliansyah (134 06 215) Ach. Januar J. Pratama (134 06 221)
Daftar Pustaka
Heragu, S.S. 2006. Facilities Design, 2nd ed. New York: iUniverse, Inc.
Irani, S.A. Enhancement in Facility Layout Toolsusing Cell Information Technique.