Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

40
LAPORAN PENDAHULUAN DEKOMPENSASI KORDIS A. Definisi Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadp oksigen dan nutrien.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000) Decompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald, 2003 ). Berdasarkan definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007). Jadi gagal jantung adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh) sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi, mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktilitas jantung yang berkurang dan vetrikel tidak mampu memompa keluar 1

description

hdkdskfjk

Transcript of Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

Page 1: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

LAPORAN PENDAHULUAN DEKOMPENSASI KORDIS

A. Definisi

Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan jantung

untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan

terhadp oksigen dan nutrien.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000)

Decompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi

jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian

tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald, 2003 ).

Berdasarkan definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis) atau

dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan

menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal,

ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007).

Jadi gagal jantung adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac output

tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh) sedangkan tekanan pengisian ke dalam

jantung masih cukup tinggi, mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk

kerusakan sifat kontraktilitas  jantung yang berkurang dan vetrikel tidak mampu

memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama diastole. Hal ini menyebabkan

volume diastolic  akhir ventrikel secara progresif bertambah. Hal yang terjadi sebagai

akibat akhir dari gangguan jantung ini adalah jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan

oksigen pada sebagi organ.

B. Etiologi

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah

keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan

kontraktilitasmiokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi

aorta, dan cacat septumventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi

stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada

infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal

sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ),

gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade

jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah

pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di

1

Page 2: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil. ( Price. Sylvia A,

1995).

Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut

menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri :

penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit

katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi

( tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri,

penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit

jantung kongenital (VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif.

(Chandrasoma, 2006).

Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup

penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di Negara berkembang

penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di

negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup

dan penyakit jantung akibat malnutrisi.4 Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk

menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi

bersamaan pada penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan

sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.4 Faktor

risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat

berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta

tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor

risikoindependen perkembangan gagal jantung.

Hipertensi telah dibuktikan meningkat-kan risiko terjadinya gagal jantung pada

beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa

mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan

dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya

infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial

maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri

berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.4 Kardiomiopati didefinisikan

sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner,

hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun penyakit pada

perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional : dilatasi

(kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan

penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau

2

Page 3: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada

jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa.

Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal

dominan) meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya

kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris

yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik

obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance

ventrikel yang buruk, tidak membesar dandihubungkan dengan kelainan fungsi

diastolic(relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.4,5 Penyakit katup sering

disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat ini sudah mulai berkurang

kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah

regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta)

menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta

menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).

Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan

dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi.

Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan. Alkohol dapat berefek

secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung

akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat

menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol

menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan

gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat menyebabkan gagal

jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga

dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.

(Santosa, A 2007)

C. Patofisiologi

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan

kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat

dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac

output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV:

Stroke Volume).

Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung

berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk

3

Page 4: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk

mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah

yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.

Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang

tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling

pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding

langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung);

(2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada

tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar

kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus

dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh

tekanan arteriole).

Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik

pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang

akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume

dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini

akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan

waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi

dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik

tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke

kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan

meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau

edema sistemik.

Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan

arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan

humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi

miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume

darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini

dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu

tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat

memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan

peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.

Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi

ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi

4

Page 5: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu

efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan

penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan

cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan

peningkatan resistensi vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel

kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.

Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam

sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal

jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium,

yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan

vasodilator

D. Klasifikasi Dekompensasi Kordis

1.      Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri

Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung mengakibatkan pada

akhir sistol terdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan keadaan normal

sehingga pada masa diatol berikutnya akan bertambah lagi mengakibatkan tekanan

distol semakin tinggi, makin lama terjadi bendungan didaerah natrium kiri berakibat

tejadi peningkatan tekanan dari batas normal pada atrium kiri (normal 10-12

mmHg) dan diikuti pula peninggian tekanan vena pembuluh pulmonalis dan

pebuluh darah kapiler di paru, karena ventrikel kanan masih sehat memompa darah

terus dalam atrium dalam jumlah yang sesuai dalam waktu cepat tekanan

hodrostatik dalam kapiler paru-paru akan menjadi tinggi sehingga melampui 18

mmHg dan terjadi transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru-paru..

Pada saat peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan arteri bronkhialis, terjadi

transudasi cairanin tertisiel bronkus mengakibatkan edema aliran udara menjadi

terganggu biasanya ditemukan adanya bunyi eksspirasi dan menjadi lebih panjang

yang lebih dikenal asma kardial fase permulaan pada gagal jantung, bila tekanan di

kapiler makin meninggi cairan transudasi makin bertambah akan keluar dari saluran

limfatik karena ketidaka mampuan limfatik untuk, menampungnya (>25 mmHg)

sehingga akan tertahan dijaringan intertissiel paru-paru yang makain lama akan

menggangu alveoli sebagai tempat pertukaran udara mengakibatkan udema paru

disertai sesak dan makin lama menjadi syok yang lebih dikenal dengan syak

cardiogenik diatandai dengan tekanan diatol menjadi lemah dan rendah serta perfusi

5

Page 6: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

menjadi sangat kurang berakibat terdi asidosis otot-otot jantung yang berakibat

kematian.

Gagalnya kkhususnya pada ventrikel kiri untuk memompakan darah yang

mengandung oksigen tubuh yang berakibat dua antara lain:

a.       Tanda-tanda dan gejela penurunan cardiak output seperit dyspnoe de effort

(sesak nafas pada akktivitas fisik, ortopnoe (sesak nafas pada saat berbaring dan

dapat dikurangi pada saat duduk atau berdiri.kemudian dispnue noktural

paroksimalis (sesak nafas pada malam hari atau sesak pada saat terbangun)

b.      Dan kongesti paru seperti menurunnya tonus simpatis, darah balik yang

bertambah, penurunan pada pusat pernafasan, edema paru, takikakrdia,

c.       Disfungsi diatolik, dimana ketidakmampuan relaksasi distolik dini ( proses aktif

yang tergantung pada energi ) dan kekakuan dindiing ventrikel

2.      Decompensasi cordis kanan

Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memeompa melawan

tekanan yang naik pada sirkulasi pada paru-paru, berakibat membaliknya kembali

kedalam sirkulasi sistemik, peningkatan volume vena dan tekanan mendorong

cairan keintertisiel masuk kedalam(edema perier) (long, 1996). Kegagalan ini akibat

jantung kanan tidak dapat khususnya ventrikel kanan tidak bisa berkontraksi dengan

optimal, terjadi bendungan diatrium kanan dan venakapa superior dan inferiordan

tampak gejal yang ada adalah udemaperifer, hepatomegali, splenomegali, dan

tampak nyata penurunan tekanan darah yang cepat., hal ini akibaat vetrikel kanan

pada saat sisitol tidak mampu mempu darah keluar sehingga saat berikutnya tekanan

akhir diatolik ventrikel kanan makin meningkat demikin pula mengakibatkan

tekanan dalam atrium meninggi diikuti oleh bendungan darah vena kava supperior

dan vena kava inferior serta selruh sistem vena tampak gejal klinis adalah erjadinya

bendungan vena jugularis eksterna, bven hepatika (tejadi hepatomegali, vena

lienalis (splenomegali) dan bendungan-bedungan pada pada ena-vena perifer. Dan

apabila tekanan hidristik pada di pembuluh kapiler meningkat melampui takanan

osmotik plasma maka terjadinya edema perifer.

Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan.

New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :

1.      Kelas 1; Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.

2.      Kelas 2; Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari

hari tanpa keluhan.

6

Page 7: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

3.      Kelas 3; Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan.

4.      Kelas 4; Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun dan harus

tirah baring.

E.           Manifestasi Klinis

Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau sistem

pulmonal antara lain :

1.      Lelah

2.      Angina

3.      Cemas

4.      Oliguri. Penurunan aktifitas GI

5.      Kulit dingin dan pucat

Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balikdari ventrikel kiri, antara lain :

1.      Dyppnea

2.      Batuk

3.      Orthopea

4.      Reles paru

5.      Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru.

Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :

1.      Edema perifer

2.      Distensi vena leher

3.      Hati membesar

4.      Peningkatan central venous pressure (CPV)

F.           Pemeriksaan Diagnostik

1.      EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san

kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial.

Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard

menunjukkan adanya aneurime ventricular.

2.      Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam

fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.

3.      Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan

dinding.

7

Page 8: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

4.      Pemeriksaan laboratorium

a.       Darah

Hemoglobin dan eritrosit menurun sedikit karena hemodilusi. Kadar hemoglobin

di bawah 5% sewaktu-waktu dapat menimbulkan gagal jantung, setidaknya

keadaan anemi akan menyebabkan bertambahnya beban jantung. Jumlah

leukosit dapat meninggi; bila sangat meninggi mungkin terdapat superinfeksi,

endokarditis atau sepsis yang akan memberatkan jantung. Laju endap darah

(LED) biasanya menurun, bila gagal jantung dapat diatasi tapi infeksi atau

karditis masih aktif ada maka LED akan meningkat. Kadar natrium dalam darah

sedikit menurun walaupun natrium total bertambah. Keadaan asam basa

tergantung pada keadaan metabolisme, masukan kalori, keadaan paru, besarnya

shunt dan fungsi ginjal.

b.      Urine

Jumlah pengeluaran urine berkurang, berat jenis meninggi, terdapat albuminuria

sementara. (Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan

Proses Keperawatan, 1996; Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, 1987)

5.      Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu

membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau

insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam

ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.

(Wilson Lorraine M, 2001)

6.      Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi

fleura yang menegaskan diagnisa CHF.

7.      EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemik

(jika disebabkan oleh AMI)

8.      Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil

hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air. (Nursalam M, 2002)

G.          Komplikasi

Komplikasi lebih lanjut yang dapat terjadi akibat Decompensasio Cordis yaitu

renjatan (shock) kardiogenik, dimana ventrikel kiri sudah tidak mampu berfungsi lagi.

Selain itu dapat terjadi gagal nafas total akibat perluasan edema paru yang hebat dan

ketidakmampuan compliance maupun recoil paru. (Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam,

1987)

8

Page 9: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

H.          Penatalaksanaan

1.      Perawatan

a.       Tirah baring/bedrest

Kerja jantung dalam keadaan decompensasi harus benar-benar dikurangi dengan

bederest, mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat.

b.      Pemberian oksigen.

Pemberian oksigen secara rumat biasanya diperlukan 2 liter/menit dalam

keadaan sianosis sekali dapat lebih tinggi.

c.       Diet.

Umumnya diberikan makanan lunak dengan rendah (pembatasan) garam.

Jumlah kalori sesuai kebutuhan, pasien dengan gizi kurang diberi makanan

tinggi kalori tinggi protein. Cairan diberikan 80-100 ml/kgBB/hari.

2.      Pengobatan medik

1)      Digitalisasi

Digitalis akan memperbaiki kerja jantung dengan memperlambat dan

memperkuat kontraksi jantung serta meninggikan curah jantung.

Dosis digitalis :

1)      Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4 – 6 dosis selama

24 jam dan dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2 – 4 hari.

2)      Cedilanid IV 1,2 – 1, 6 mg dalam 24 jam.

Dosis penunjang untuk gagal jantung :

Digoksin 0,25 mg sehari untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis

disesuaikan.

Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.

2)      Diuretik

Diuresis dapat mengurangi beban awal (preload), tekanan pengisian yang

berlebihan dan secara umum untuk mengatasi retensi cairan yang berlebihan.

Yang digunakan : furosemid 40 – 80 mg. pemberian dosis penunjang

bergantung pada respon, rata-rata 20 mg sehari.

3)      Vasodilator

Obat vasodilator menurunkan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri dan

menghilangkan bendungan paru serta beban kerja jantung jadi berkurang.

Preparat vasodilator yang digunakan :

1)      Nitrogliserin 0,4 – 0,6 mg sublingual atau 0,2 – 2 mg/kgBB/menit IV

9

Page 10: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

2)      Nitroprusid 0,5 – 1 mg/kgBB/menit IV

d.      Pengobatan penunjang lainnya bersifat simptomatik

1)      Jika terjadi anemia, maka harus ditanggulangi dengan pemberian sulfa

ferosus, atau tranfusi darah jika anemia berat.

2)      Jika terdapat infeksi sistemik berikan antibiotik

Untuk penderita gagal jantung anak-anak yang gelisah, dapat diberikan

penenang; luminal dan morfin dianjurkan terutama pada anak yang gelisah.

(Mansjoer Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, 1999; Long, Barbara C,

Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, 1996)

3.     Operatif

Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :

1)      Revaskularisasi (perkutan, bedah).

2)      Operasi katup mitral.

3)      Aneurismektomi.

4)      Kardiomioplasti.

5)      External cardiac support.

6)      Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular.

7)      Implantable cardioverter defibrillators (ICD).

8)      Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart.

9)      Ultrafiltrasi, hemodialisis.

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

A. Primary Survey

Airway

Jalan nafas paten

Breathing

Frekuensi nafas cepat, pergerakan dinding dada ada.

Circulation

Biasanya denyut nadi meningkat dan warna kulit pucat

Disability

Tingkat kesadaran = Composmentis

Dilakukan pengukuran GCS

10

Page 11: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

B. Secondary Survey

a. Identitas Klien

Nama

Umur

Jenis kelamin

Alamat

Tgl masuk RS

Agama

b. Identitas penanggung jawab

Nama

Umur

Jenis kelamin

Hub. Dengan pasien

c. Riwayat Kesehatan

a). Keluhan Utama

Biasanya klien dengan DC akan mengeluhkan nyeri pada dada, dann

nafas sesak, nyeri yang dirasakan sampai ke punggung.

b). Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien mengatakan nyeri pada dada, dan nyeri yang dirasakan menjalar

ke punggung dan nafas terasa sesak

c). Riwayat Kesehatan Dahulu

Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit ini sebelumnya.

d. Pola Aktivitas dan Istirahat

a. Aktivitas dan Istirahat

1)      Gejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar.

Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal, nokturia,

keringat malam hari).

2)      Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja,

takpineu, dispneu.

b. Sirkulasi

1)      Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi,

kongenital: kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung

dan palpitasi, serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat

anemia, riwayat shock hipovolema.

11

Page 12: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

2)      Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan

yang keras, takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi arterial.

c. Integritas Ego

1)      Tanda : menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut

akan kematian, keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna,

kepribadian neurotik.

d. Makanan / Cairan

1)      Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan

diuretik.

2)      Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes, pernafasan payah dan

bising terdengar krakela dan mengi.

e. Neurosensoris

1)      Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing

2)      Tanda: Kelemahan

f. Pernafasan

1)      Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.

2)      Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak

darah, gelisah.

g. Keamanan

1)      Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi

2)      Tanda: Kelemahan tubuh

h. Penyuluhan / pembelajaran

1)      Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.

2)      Tanda: Menunjukan kurang informasi.

C. PEMERIKSAAN FISIK

a) Keadaan Umum : Klien Tampak Lemah

b) Kesadaran : Composmentis

c) Tanda-Tanda Vital

d) BB

e) Tinggi Badan

f) Kepala

I : Penyebaran rambut, kebersihan rambut

P : Apakah terdapat nyeri tekan

12

Page 13: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

g) Muka

I : kesimetrisan wajah kiri dan kanan, ekspresi wajah

P : apakah terdapat nyeri tekan atau tidak

h) Mata

I : palpebra edema/tidak, sklera ikterik atau tidak, konjungtiva anemis/tidak

P : apakah terdapat nyeri tekan atau tidak

i) Hidung dan Mulut

I : posisi hidung simetris atau tidak

P : apakah ada nyeri tekan atau tidak

j) Telinga

I : apakah telinga simetris kiri dan kanan , apakah ada serumen atau tidak

P : apakah terdapat nyeri tekan atau tidak

k) Tenggorokan dan leher

I : Apakah ada pembesaran kelenjr tiroid atau tidak

P : apakah terdapat pembesaran kelenjar tiroid atau tidaak

l) Thorax dan pernafasan

I : bentuk dada simetris atau tidak

P: apakah terdapat nyeri tekan atau tidak

m) Jantung

I : ictus cordis terlihat atau tidak

P : apakah terdapat nyeri tekan

n) Abdomen

I : bentuk perut klien membuncit atau tidak

A : Bunyi bsing usus

P : apakah terdapat nyeri tekan

Pe :

o) Genetalia

I : apakah terpasang kateter

p) Ekstermitas

Pergerakan otot dan kekuatan otot

13

Page 14: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

ANALISA DATA

No DATA PATOFISIOLOGI MASALAH1. DS :

Klien mengatakan nyeri pada dada, nyeri yang dirasakan menjalar kepunggung

DO :Klien tampak meringis

Gagal jantung

Gagal pompa ventrikel kanan

Tekanan diastole

Bendungan atrium kanan

Bendungan vena sistemik

Hepar

Hepatomegali

Nyeri

Nyeri

2. DS: Klien mengatakan dada terasa sakit, dan nafas terasa sesak, DO:Klien tampak sesak, klien tampaak terpasang O2 dan klien tampaak sesak

Gagal jantung

Gagal pompa ventrikel kanan

Tekanan diastole

Bendungan atrium kanan

Bendungan vena sistemik

Lien

Splenomegali

Mendesak diafragma

Sesak nafas

Pola nafas tidak efektif

Pola nafas tidak efektif

3. DS :Klien mengatakan badannya lemah dan lelah

DO :Klien tampak lemah

Gagal jantung

Gagal pompa ventrikel kiri

Fordward failure

Suplai jaringan

Metabolisme anaerob

Asidosis metabolik

Intoleransi Aktivitas

14

Page 15: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

ATP

Fatigue

Intoleransi Aktivtas

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

b. Pola nafas tidak efektif b/d hiperventilasi.

c. Intoleransi aktivitas b/d curah jantung yang rendah, ketidakmampuan memenuhi

metabolisme otot rangka, kongesti pulmonal yang menimbulkan hipoksinia,

dyspneu dan status nutrisi yang buruk selama sakit kritis.

WOC

15

Page 16: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

o Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi1. Pola Nafas tidak efektif b/d

hiperventilasi

Definisi : Pertukaran udara

inspirasi dan/atau ekspirasi

tidak adekuat

Batasan karakteristik :

1.      Penurunan tekanan

inspirasi/ekspirasi

2.      Penurunan pertukaran

udara per menit

3.      Menggunakan otot

pernafasan tambahan

4.      Nasal flaring

5.      Dyspnea

6.      Orthopnea

7.      Perubahan

penyimpangan dada

8.      Nafas pendek

9.      Assumption of 3-point

position

10.  Pernafasan pursed-lip

11.  Tahap ekspirasi

berlangsung sangat lama

12.  Peningkatan diameter

anterior-posterior

13.  Pernafasan

rata-rata/minimal

  Bayi : < 25 atau > 60

  Usia 1-4 : < 20 atau > 30

  Usia 5-14 : < 14 atau > 25

NOC :

  Respiratory status :

Ventilation

  Respiratory status :

Airway patency

  Vital sign Status

Kriteria Hasil :

  Mendemonstrasikan

batuk efektif dan

suara nafas yang

bersih, tidak ada

sianosis dan dyspneu

(mampu

mengeluarkan

sputum, mampu

bernafas dengan

mudah, tidak ada

pursed lips)

  Menunjukkan jalan

nafas yang paten

(klien tidak merasa

tercekik, irama nafas,

frekuensi pernafasan

dalam rentang

normal, tidak ada

suara nafas abnormal)

  Tanda Tanda vital

dalam rentang normal

(tekanan darah, nadi,

pernafasan)

NIC :

Airway Management

1.      Buka jalan nafas,

guanakan teknik chin

lift atau jaw thrust bila

perlu

2.      Posisikan pasien untuk

memaksimalkan

ventilasi

3.      Identifikasi pasien

perlunya pemasangan

alat jalan nafas buatan

4.      Pasang mayo bila perlu

5.      Lakukan fisioterapi

dada jika perlu

6.      Keluarkan sekret

dengan batuk atau

suction

7.      Auskultasi suara nafas,

catat adanya suara

tambahan

8.      Lakukan suction pada

mayo

9.      Berikan bronkodilator

bila perlu

10.  Berikan pelembab

udara Kassa basah

NaCl Lembab

11.  Atur intake untuk

cairan mengoptimalkan

keseimbangan.

12.  Monitor respirasi dan

16

Page 17: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

  Usia > 14 : < 11 atau > 24

14.  Kedalaman pernafasan

  Dewasa volume tidalnya 500

ml saat istirahat

  Bayi volume tidalnya 6-8

ml/Kg

15.  Timing rasio

16.  Penurunan kapasitas

vital

Faktor yang

berhubungan :

  Hiperventilasi

  Deformitas tulang

  Kelainan bentuk dinding

dada

  Penurunan

energi/kelelahan

  Perusakan/pelemahan

muskulo-skeletal

  Obesitas

  Posisi tubuh

  Kelelahan otot pernafasan

  Hipoventilasi sindrom

  Nyeri

  Kecemasan

  Disfungsi Neuromuskuler

  Kerusakan

persepsi/kognitif

  Perlukaan pada jaringan

syaraf tulang belakang

  Imaturitas Neurologis

status O2

Terapi Oksigen

1.      Bersihkan mulut,

hidung dan secret

trakea

2.      Pertahankan jalan

nafas yang paten

3.      Atur peralatan

oksigenasi

4.      Monitor aliran oksigen

5.      Pertahankan posisi

pasien

6.      Observasi adanya

tanda tanda

hipoventilasi

7.      Monitor adanya

kecemasan pasien

terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring

1.       Monitor TD, nadi,

suhu, dan RR

2.       Catat adanya fluktuasi

tekanan darah

3.       Monitor VS saat pasien

berbaring, duduk, atau

berdiri

4.       Auskultasi TD pada

kedua lengan dan

bandingkan

5.       Monitor TD, nadi, RR,

sebelum, selama, dan

17

Page 18: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

setelah aktivitas

6.       Monitor kualitas dari

nadi

7.       Monitor frekuensi dan

irama pernapasan

8.       Monitor suara paru

9.       Monitor pola

pernapasan abnormal

10.    Monitor suhu, warna,

dan kelembaban kulit

11.    Monitor sianosis

perifer

12.    Monitor adanya

cushing triad (tekanan

nadi yang melebar,

bradikardi, peningkatan

sistolik)

13.    Identifikasi penyebab

dari perubahan vital

sign

2. Nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera

biologis

Batasan karakteristik :

Laporan secara

verbal atau non

verbal

Fakta dari observasi

Posisi antalgic untuk

menghindari nyeri

Gerakan melindungi

Tingkah laku

berhati-hati

NOC :

Pain Level,

Pain control,

Comfort level

Kriteria Hasil :

Mampu mengontrol

nyeri (tahu penyebab

nyeri, mampu

menggunakan tehnik

nonfarmakologi untuk

mengurangi nyeri,

NIC :

Pain Management

Lakukan

pengkajian nyeri

secara

komprehensif

termasuk lokasi,

karakteristik,

durasi, frekuensi,

kualitas dan faktor

presipitasi

Observasi reaksi

nonverbal dari

18

Page 19: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

Muka topeng

Gangguan tidur

(mata sayu, tampak

capek, sulit atau

gerakan kacau,

menyeringai)

Terfokus pada diri

sendiri

Fokus menyempit

(penurunan persepsi

waktu, kerusakan

proses berpikir,

penurunan interaksi

dengan orang dan

lingkungan)

Tingkah laku

distraksi, contoh :

jalan-jalan, menemui

orang lain dan/atau

aktivitas, aktivitas

berulang-ulang)

Respon autonom

(seperti diaphoresis,

perubahan tekanan

darah, perubahan

nafas, nadi dan

dilatasi pupil)

Perubahan

autonomic dalam

tonus otot (mungkin

dalam rentang dari

lemah ke kaku)

Tingkah laku

mencari bantuan)

Melaporkan bahwa

nyeri berkurang dengan

menggunakan manajemen

nyeri

Mampu mengenali

nyeri (skala, intensitas,

frekuensi dan tanda nyeri)

Menyatakan rasa

nyaman setelah nyeri

berkurang

Tanda vital dalam

rentang normal

ketidaknyamanan

Gunakan teknik

komunikasi

terapeutik untuk

mengetahui

pengalaman nyeri

pasien

Kaji kultur yang

mempengaruhi

respon nyeri

Evaluasi

pengalaman nyeri

masa lampau

Evaluasi bersama

pasien dan tim

kesehatan lain

tentang

ketidakefektifan

kontrol nyeri masa

lampau

Bantu pasien dan

keluarga untuk

mencari dan

menemukan

dukungan

Kontrol lingkungan

yang dapat

mempengaruhi

nyeri seperti suhu

ruangan,

pencahayaan dan

kebisingan

Kurangi faktor

19

Page 20: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

ekspresif (contoh :

gelisah, merintih,

menangis, waspada,

iritabel, nafas

panjang/berkeluh

kesah)

Perubahan dalam

nafsu makan dan

minum

Faktor yang

berhubungan :

Agen injuri (biologi, kimia,

fisik, psikologis)

presipitasi nyeri

Pilih dan lakukan

penanganan nyeri

(farmakologi, non

farmakologi dan

inter personal)

Kaji tipe dan

sumber nyeri untuk

menentukan

intervensi

Ajarkan tentang

teknik non

farmakologi

Berikan analgetik

untuk mengurangi

nyeri

Evaluasi

keefektifan kontrol

nyeri

Tingkatkan istirahat

Kolaborasikan

dengan dokter jika

ada keluhan dan

tindakan nyeri tidak

berhasil

Monitor

penerimaan pasien

tentang manajemen

nyeri

Analgesic Administration

20

Page 21: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

Tentukan lokasi,

karakteristik,

kualitas, dan derajat

nyeri sebelum

pemberian obat

Cek instruksi

dokter tentang jenis

obat, dosis, dan

frekuensi

Cek riwayat alergi

Pilih analgesik

yang diperlukan

atau kombinasi dari

analgesik ketika

pemberian lebih

dari satu

Tentukan pilihan

analgesik

tergantung tipe dan

beratnya nyeri

Tentukan analgesik

pilihan, rute

pemberian, dan

dosis optimal

Pilih rute

pemberian secara

IV, IM untuk

pengobatan nyeri

secara teratur

Monitor vital sign

sebelum dan

sesudah pemberian

analgesik pertama

21

Page 22: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

kali

Berikan analgesik

tepat waktu

terutama saat nyeri

hebat

Evaluasi efektivitas

analgesik, tanda

dan gejala (efek

samping)

3. Intoleransi aktivitas b/d

curah jantung yang rendah,

ketidakmampuan memenuhi

metabolisme otot rangka,

kongesti pulmonal yang

menimbulkan hipoksinia,

dyspneu dan status nutrisi

yang buruk selama sakit

Intoleransi aktivitas b/d

fatigue

Definisi :

Ketidakcukupan energu

secara fisiologis maupun

psikologis untuk

meneruskan atau

menyelesaikan aktifitas

yang diminta atau aktifitas

sehari hari.

Batasan karakteristik :

1.      melaporkan secara

NOC :

  Energy conservation

  Self Care : ADLs

Kriteria Hasil :

  Berpartisipasi dalam

aktivitas fisik tanpa

disertai peningkatan

tekanan darah, nadi

dan RR

  Mampu melakukan

aktivitas sehari hari

(ADLs) secara mandiri

NIC :

Energy Management

1.      Observasi adanya

pembatasan klien

dalam melakukan

aktivitas

2.      Dorong anal untuk

mengungkapkan

perasaan terhadap

keterbatasan

3.      Kaji adanya factor

yang menyebabkan

kelelahan

4.      Monitor nutrisi  dan

sumber energi

tangadekuat

5.      Monitor pasien akan

adanya kelelahan fisik

dan emosi secara

berlebihan

6.      Monitor respon

kardivaskuler 

22

Page 23: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

verbal adanya kelelahan

atau kelemahan.

2.      Respon abnormal dari

tekanan darah atau nadi

terhadap aktifitas

3.      Perubahan EKG yang

menunjukkan aritmia

atau iskemia

4.      Adanya dyspneu atau

ketidaknyamanan saat

beraktivitas.

Faktor factor yang

berhubungan :

  Tirah Baring atau

imobilisasi

  Kelemahan menyeluruh

  Ketidakseimbangan

antara suplei oksigen

dengan kebutuhan

  Gaya hidup yang

dipertahankan.

terhadap aktivitas

7.      Monitor pola tidur dan

lamanya tidur/istirahat

pasien

Activity Therapy

1.      Kolaborasikan dengan

Tenaga Rehabilitasi

Medik

dalammerencanakan

progran terapi yang

tepat.

2.      Bantu klien untuk

mengidentifikasi

aktivitas yang mampu

dilakukan

3.      Bantu untuk memilih

aktivitas konsisten

yangsesuai dengan

kemampuan fisik,

psikologi dan social

4.      Bantu untuk

mengidentifikasi dan

mendapatkan sumber

yang diperlukan untuk

aktivitas yang

diinginkan

5.      Bantu untuk

mendpatkan alat

bantuan aktivitas

seperti kursi roda, krek

6.      Bantu untu

mengidentifikasi

23

Page 24: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

aktivitas yang disukai

7.      Bantu klien untuk

membuat jadwal

latihan diwaktu luang

8.      Bantu pasien/keluarga

untuk

mengidentifikasi

kekurangan dalam

beraktivitas

9.      Sediakan penguatan

positif bagi yang aktif

beraktivitas

10.  Bantu pasien untuk

mengembangkan

motivasi diri dan

penguatan

11.  Monitor respon fisik,

emoi, social dan

spiritual

DAFTAR PUSTAKA

24

Page 25: Laporan Pendahuluan Dekompensasi Kordis Hanif

Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut

dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006.

Semarang: UNDIP

Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam http://rentalhikari. wordpress.com/

2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/ (diakses pada 8 Maret 2014)

Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New

Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media

Aesculapius

Mc Closkey, C.J., Iet all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.

New Jersey: Upper Saddle River

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima

Medika

Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

25