LAPORAN PENDAHULUANnsinusitis.docx

21
LAPORAN PENDAHULUAN A. KONSEP MEDIS 1. Definisi Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktik dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga kelembapan hidung & menjaga pertukaran udara di daerah hidung. Rongga sinus sendiri terdiri dari 4 jenis, yaitu : a. Sinus Frontal, terletak di atas mata dibagian tengah dari masing-masing alis b. Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung c. Sinus Ethmoid, terletak diantara mata, tepat di belakang tulang hidung d. Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid & dibelakang mata Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB ) III PROFESI NERS STIK AVICENNA KENDARI 2014-2015

Transcript of LAPORAN PENDAHULUANnsinusitis.docx

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP MEDIS

1. Definisi

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktik dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.

Fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga kelembapan hidung & menjaga pertukaran udara di daerah hidung. Rongga sinus sendiri terdiri dari 4 jenis, yaitu :

a. Sinus Frontal, terletak di atas mata dibagian tengah dari masing-masing alis

b. Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung

c. Sinus Ethmoid, terletak diantara mata, tepat di belakang tulang hidung

d. Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid & dibelakang mata

Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen.

Sinusitis dapat berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.

Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu

a. Sinusitis akut : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3 minggu.

Macam-macam sinusitis akut, yaitu sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.

b. Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3-8 minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

2. Etiologi

a. Pada Sinusitis Akut, yaitu:

1) Infeksi virus

Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).

2) Bakteri

Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.

3) Infeksi jamur

Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.

4) Peradangan menahun pada saluran hidung

Pada penderita rhinitis alergika bisa terjadi sinusitis akut dan juga pada penderita rhinitis vasomotor.

5) Septum nasi yang bengkok

b. Pada Sinusitis Kronik, yaitu:

1) Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.

2) Alergi

3) Karies dentis ( gigi geraham atas )

4) Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.

5) Benda asing di hidung dan sinus paranasal

6) Tumor di hidung dan sinus paranasal

c. Sedangkan faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya sinusitis adalah: Faktor- faktor lingkungan seperti udara dingin, panas, lembab, kering dan faktor polutan atmosfer seperti asap rokok, assap tenggorokan dll.

3. Manifestasi Klinis

a. Sinusitis Akut

Biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas, berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari 7 hari, gejala subjektif yaitu : demam, rasa lesu, serta gejala lokal hidung tersumbat, ingus kental yang kadang-kadang berbau dan mengalir ke nasofaring, halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain.Gejala obyektif yaitu : tampak pembengkakan di daerah muka, pada sinusitis maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di pipi dan kelopak mata atas, pada sinusitis etmoid jarang bengkak kecuali ada komplikasi pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemesis dan edema.

b. Sinusitis Subakut

Tanda-tanda radangnya akut sudah reda, pada rinoskopi anterior tampak sekret purulen di meatus medius atau superior, pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring.

c. Sinusitis Kronik

1) Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan naso faring, sekret di nasofaring secara terus menerus akan menyebabkan batuk kronik.

2) Gejala faring berupa rasa tidak nyaman di tenggorokan.

3) Gejala telinga berupa gangguan pendengaran akibat sumbatan tuba eustachius.

4) Nyeri kepala

5) Gejala mata akibat penjalaran infeksi melalui duktus nasorakimalis.

6) Gejala saluran napas : batuk dan kadang komplikasi di paru.

7) Gejala saluran cerna : dapat terjadi gastroenteritis akibat mukopus yang tertelan.

4. Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostiumostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliarry clearance) di dalam KOM (kompleks osteomeatal). Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernapasan.

Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-nacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap, sekret yang berkumpul didalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor presdiposisi, inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkan dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.

Sinustis bisa disebabkan juga oleh kerusakan gigi yang disebut dengan sinusitis dentogen. Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal muah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembulu darah dan limfe.

5. Penatalaksanaan Medik

a. Sinusitis Akut

Diberikan medikamentosa berupa antibiotik selama 10-14 hari, namun dapat diperpanjang sampai semua gejala hilang, pemilihannya hampir selalu empiric karena kultur nasal tidak dapat diandalkan dan aspirasi sinus maksila merupakan kontra indikasi. Jenis amoksilin, ampisilin, eritromisin, sefaklor monohidrat, asetil sefuroksin, trimetropim sulfametoksazol, amosilin asam klanulanat dan klaritromisin telah terbuksi secara klinis. Jika dalam 48-72 jam tidak ada perbaikan klinis, di ganti dengan anti biotik untuk kuman yang menghasilkan beta laktame, yaitu amoksisilin/ampisilin dikombinasikan dengan asam klavulanat.

b. Sinusitis Subakut

Mula-mula diberi terapi medikamentosa berupa antibiotik yang berspektrum luas atau yang sesuai dengan resistensi kuman, selama 10-14 hari. Juga obat-obat simtomatis berupa dekongestan lokal (obat tetes hidung) untuk memperlancar drainase, selama 5-10 hari, karena bila terlalu lama dapat menyebabkan rhinitis medikamentosa. Dapat pula diberikan analgesik, antihistamin dan mukolitik.

c. Sinusitis kronik

Terapi medikamentosa memiliki peran terbatas karena umumnya disebabkan obstruksi sinus yang persisten. Diberikan terapi obat-obat simtomatis dan antibiotik selama 2-4 minggu untuk mengatasi infeksinya, antibiotik dipilih yang mencakup anaerob seperti penisilin V. klidamisin atau augmentin merupakan pilihan yang tepat bila penisilin tidak efektif. Steroid nasal topical seperti beklometason berguna sebagai antiinflamasi dan anti alergi. Untuk membantu memperbaiki drainase dan pembersihan sekret dapat dilakukan fungsi atau antrostomi dan irigasi untuk sinusitis maksila, sedangkan untuk sinusitis etmoid frontal dan sphenoid dapat dilakukan pencucian proetra dilakukan 2 kali dalam seminggu.

6. Komplikasi

Komplikais sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotic. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.

Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling sering adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, asbes subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus. Kelainan Intrakranial. Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan thrombosis sinus kavernosus.

Komplikasi juga dapat terjadi padasinusitis kronis berupa: Osteomielitis dan abses suberiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.

Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sebalum sinusitisnya disembuhkan.

7. Prognosa

Sinusitis sangat kompleks, hanya 25% disebabkan oleh infeksi, sisanya yang 75% disebabkan oleh alergi dan ketidakseimbangan pada sistim saraf otonom yang menimbulkan perubahan-perubahan pada mukosa sinus. Suwasono dalam penelitiannya pada 44 penderita sinusitis maksila kronis mendapatkan 8 di antaranya (18,18%) memberikan tes kulit positif dan kadar IgE total yang meninggi. Terbanyak pada kelompok umur 21-30 tahun dengan frekuensi antara laki-laki dan perempuan seimbang. Hasil positif pada tes kulit yang terbanyak adalah debu rumah (87,75%), tungau (62,50%) dan serpihan kulit manusia (50%).

Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi pada pasien dengan sinusitis akut yang tidak respon atau tidak mendapat terapi. Peran bakteri sebagai dalang patogenesis sinusitis kronis saat ini sebenarnya masih dipertanyakan. Sebaiknya tidak menyepelekan pilek yang terus menerus karena bisa jadi pilek yang tak kunjung sembuh itu bukan sekadar flu biasa.

Oleh karena faktor alergi merupakan salah satu penyebab timbulnya sinusitis, salah satu cara untuk mengujinya adalah dengan tes kulit epidermal berupa tes kulit cukit (Prick test, tes tusuk) di mana tes ini cepat, simpel, tidak menyakitkan, relatif aman dan jarang menimbulkan reaksi anafilaktik. Uji cukit (tes kulit tusuk) merupakan pemeriksaan yang paling peka untuk reaksi-reaksi yang diperantarai oleh IgE dan dengan pemeriksaan ini alergen penyebab dapat ditentukan.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan.

b. Riwayat Penyakit sekarang :

Gejala : Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya, riwayat pembedahan hidung atau trauma dan penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah, frekwensinya , lamanya.

Sekret hidung : warna, jumlah, konsistensi secret, epistaksis, ada tidaknya krusta/nyeri hidung.

Riwayat Sinusitis : nyeri kepala, lokasi dan beratnya, hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca dan gangguan umum lainnya : kelemahan.

Tanda : Demam, drainage, purulen, polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami radang sampai Pucat, odema keluar dari hidng atau mukosa sinus, kemerahan dan odema membran mukosa.

Pemeriksaan penunjung : kultur organisme hidung dan tenggorokan, pemeriksaan rongent sinus.

c. Keluhan utama :

Biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, malaise, dan nyeri tenggorokan.

d. Riwayat penyakit dahulu :

Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma, Pernah mempunyai riwayat penyakit THT, Pernah menderita sakit gigi geraham.

e. Riwayat keluarga :

Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga klien yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.

f. Riwayat Psikososial :

Intrapersonal yaitu perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih), interpersonal: hubungan klien dengan orang lain sangat baik.

g. Pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat : Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.

2) Pola nutrisi dan metabolisme : biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung.

3) Pola istirahat dan tidur : selama di rumah sakit klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek.

4) Pola Persepsi dan konsep diri : klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun.

5) Pola sensorik : daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).

2. Pemeriksaan Fisik Keperawatan

Pemeriksaan fisik pada klien dengan sinusitis meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).

a. Pernafasan B1 (breath)

1) Bentuk dada : normal

2) Pola napas : tidak teratur

3) Suara napas : ronkhi

4) Sesak napas : ya

5) Batuk : tidak

6) Retraksi otot bantu napas ; ya

7) Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)

b. Kardiovaskular B2 (blood)

1) Irama jantung : regular

2) Nyeri dada : tidak

3) Bunyi jantung ; normal

4) Akral : hangat

c. Persyarafan B3 (brain)

1) Penglihatan (mata) : normal

2) Pendengaran (telinga) : tidak ada gangguan

3) Penciuman (hidung) : ada gangguan

4) Kesadaran: gelisah

5) Reflek: normal

d. Perkemihan B4 (bladder)

1) Kebersihan : bersih

2) Bentuk alat kelamin : normal

3) Uretra : normal

4) Produksi urin: normal

e. Pencernaan B5 (bowel)

1) Nafsu makan : menurun

2) Porsi makan : setengah

3) Mulut : bersih

4) Mukosa : lembap

f. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)

1) Kemampuan pergerakan sendi : bebas

2) Kondisi tubuh: kelelahan

3. Pemeriksaan Diagnostik

a. Rinoskopi anterior

Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema.Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.

b. Rinoskopi posterior :

Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).

c. Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1)

d. Transiluminasi (diaphanoscopia)

Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.

e. X Foto sinus paranasalis:

Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Waters, Posteroanterior dan Lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.

f. Posisi Waters adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan Posisi Lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid

g. Pemeriksaan CT Scan

Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).Hal-hal yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan : Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan gambaran air-fluid level. Polip yang mengisi ruang sinus Polip antrokoanal Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran perifer. Pemeriksaan di setiap sinus

a. Sinusitis maksila akut

Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang kadang-kadang dapat terlihat berasal dari meatus medius mukosa hidung. Mukosa hidung tampak membengkak (edema) dan merah (hiperemis). Pada pemeriksaan tenggorok, terdapat ingus kental di nasofaring. Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan memasukkan lampu kedalam mulut dan ditekankan ke langit-langit, akan tampak pada sinus maksila yang normal gambar bulan sabit di bawah mata. Pada kelainan sinus maksila gambar bulan sabit itu kurang terang atau tidak tampak. Untuk diagnosis diperlukan foto rontgen. Akan terlihat perselubungan di sinus maksila, dapat sebelah (unilateral), dapat juga kedua belah (bilateral ).

b. Sinusitis etmoid akut

Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa hidung edema dan hiperemis. Foto roentgen, akan terdapat perselubungan di sinus etmoid.

c. Sinusitis frontal akut

Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan meletakkan lampu di sudut mata bagian dalam, akan tampak bentuk sinus frontal di dahi yang terang pada orang normal, dan kurang terang atau gelap pada sinusitis akut atau kronis. Pemeriksaan radiologik, tampak pada foto roentgen daerah sinus frontal berselubung.

d. Sinusitis sfenoid akut

Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto rontgen.

C. PENYIMPANGAN KDM

D. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi sekunder dari peradangan sinus.

2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada sinus.

3. Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan menurun sekunder dari peradangan sinus.

4. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri sekunder peradangan sinus.

5. e. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (operasi).

E. INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONAL

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi sekunder peradangan sinus.

Tujuan

Bersihan jalan nafas kembali efektif.

Kriteria Hasil

Jalan napas kembali normal terutama hidung dan klien bernapas tidak lagi melalui mulut.

Intervensi

a. Kaji penumpukkan sekret yang ada.

Rasional : Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya.

b. Kaji pasien untuk posisi semi fowler, misalnya : Peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.

Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi.

c. Pertahankan posisi lingkungan minimum, misalnya debu, asap dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.

Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.

d. Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir.

Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol pernapasan.

2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada sinus.

Tujuan

Nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil

Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang, klien tidak menyeringai kesakitan

Intervensi

a. Kaji tingkat nyeri klien dengan Provokatif, Quality, Region, Severity, Thine.

Rasional : Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya.

b. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya.

Rasional : Dengan mengetahui sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri.

c. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi.

Rasional : Dengan tehnik distraksi dan relaksasi klien dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri sehingga nyerinya dapat berkurang.

d. Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien.

Rasional : Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.

e. Kolaborasi untuk penggunaan analgetik.

Rasional : Dapat mengurangi nyeri.

3. Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan menurun sekunder dari peradangan sinus.

Tujuan

Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria hasil

Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat. Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat.

Intervensi

a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini, catat kesulitan makan, evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kesulitan klien dan tindakan yang harus dilakukan.

b. Auskultasi bunyi usus.

Rasional : Penurunan atau hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan mobilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukkan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia.

c. Beri perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.

Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.

4. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hiidung buntu, nyeri sekunder peradangan sinus.

Tujuan

Istirahat tidur kembali normal.

Kriteria Hasil

Menyatakan pemahaman penyebab/faktor resiko individu. Klien dapat tidur 6 sampai 8 jam setiap hari.

Intervensi

a. Kaji kebutuhan tidur klien.

Rasional : Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur.

b. Ciptakan suasana yang nyaman.

Rasional : Agar klien dapat tidur dengan tenang

c. Anjurkan klien bernafas lewat mulut.

Rasional : Pernafasan tidak terganggu.

d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat.

Rasional : Pernapasan dapat efektif kembali lewat hidung.

5. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (operasi).

Tujuan

Cemas klien berkurang.

Kriteria Hasil

Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya dan klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.

Intervensi

a. Kaji tingkat kecemasan klien.

Rasional : menentukan tindakan berikutnya.

b. Jelaskan atau kuatkan penjelasan proses penyakit individu.

Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.

c. Diskusikan obat pernapasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.

Rasional : Pasien ini sering mendapat obat pernapasan banyak sekaligus yang mempunyai efek samping hampir sama dan potensial interaksi obat.

d. Diskusikan faktor individu yang meningkat kondisi, misalnya udara terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu ekstrim, serbuk, asap, sprei aerosol, dan polusi udara.

Rasional : Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan atau meningkatkan iritasi.

(11)