Laporan PL CHEM 4

76
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang CHA (Community Health Analysis) . CHA adalah proses untuk menilai adanya permasalahan kesehatan di masyarakat, menganalisis penyebab, menyusun dan melaksanakan solusi untuk permasalahantersebut, mengevaluasi apakah solusi tersebut mampu mencapai tujuan(Dever, 2013). Community Health Analysis bertujuan untuk melakukan diagnosis komunitas dalam rangka untuk meningkatkanderajat kesehatan masyarakat.Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat maka dibutuhkan suatu perencanaankesehatan, yaitu suatu proses untuk menentukan masalah-masalah kesehatan yang berkembangdi masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok. dan menyusun langkah- langkah praktis untuk mencapai tujuanyang telah di tetapkan tersebut (Dever, 2013) Karena terdapat berbagai macam masalah, maka harus disusun prioritas masalah dengankriteria masalah yang terukur dan jelas. tetapi dalam penyelesaian masalah tidak dapatdiselesaikan secara bersamaan, karena keterbatasan sumber daya.Banyak metode yang digunakan untuk penyusunan prioritas masalah, seperti Delbeq,Delphi, Hanlon, 1

description

aewfa

Transcript of Laporan PL CHEM 4

Page 1: Laporan PL CHEM 4

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

CHA (Community Health Analysis) . CHA adalah proses untuk

menilai adanya permasalahan kesehatan di masyarakat, menganalisis

penyebab, menyusun dan melaksanakan solusi untuk

permasalahantersebut, mengevaluasi apakah solusi tersebut mampu

mencapai tujuan(Dever, 2013). Community Health Analysis bertujuan

untuk melakukan diagnosis komunitas dalam rangka untuk

meningkatkanderajat kesehatan masyarakat.Dalam meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat maka dibutuhkan suatu perencanaankesehatan, yaitu

suatu proses untuk menentukan masalah-masalah kesehatan yang

berkembangdi masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang

tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok. dan menyusun

langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuanyang telah di tetapkan

tersebut (Dever, 2013)

Karena terdapat berbagai macam masalah, maka harus disusun

prioritas masalah dengankriteria masalah yang terukur dan jelas. tetapi

dalam penyelesaian masalah tidak dapatdiselesaikan secara bersamaan,

karena keterbatasan sumber daya.Banyak metode yang digunakan untuk

penyusunan prioritas masalah, seperti Delbeq,Delphi, Hanlon, Relative

worth, Forced Ranking, namun metode yang dianjurkan adalah

metodeHanlon. Pada metode Hanlon didasarkan dari 4 kriteria yaitu

komponen A,B,C dan D.KomponenA adalah besarnya masalah, B adalah

keseriusan masalah, C adalah ketersediaan solusi dankomponen D adalah

kriteria PEARL. Ketika prioritas asalah sudah di tentukan, maka dapat

disusun alternatife pemecahanmasalah berdasarkan analisis penyebab

masalah. Kemudian dapan dilakukan plan action yangmerupakan detail

action dari pemecahan kegiatan, untuk selanjutnya dilakukan monitoring

dan evaluasi (Dever, 2013).

1

Page 2: Laporan PL CHEM 4

2. Tujuan

1. Tujuan Umum

a. Menganalisis kasus hipertensi di Desa Banjarsari Kidul, Kabupaten

Banyumas dengan mengunakan metode CHA (Community Health

Analysis)

2. Tujuan Khusus

a. Menginformasikan tentang hipertensi dan faktor penyebahnya.

b. Menginformasikan tentang cara pencegahan dan pengobatan

hipertensi.

c. Mengarahkan perilaku warga ke arah yang lebih baik.

d. Mengimplementasikan metode CHA kedalam kasus penyakit yang

terjadi di dalam masyarakat

2

Page 3: Laporan PL CHEM 4

BAB II

GAMBARAN UMUM

1. Geografis

Puskesmas II Sokaraja merupakan salah satu puskesmas yang ada

di Kecamatan Sokaraja Wilayah kerja yang meliputi 8 desa yaitu (Profil

Puskesmas, 2014) :

a. Desa Jompo Kulon, dengan luas wilayah : 99,77 km2

b. Desa Banjarsari Kidul, dengan luas wilayah : 161,23 km2

c. Desa Banjaranyar, dengan luas wilayah : 258,25 km2

d. Desa Kidung, dengan luas wilayah : 180,9 km2

e. Desa Lemberang, dengan luas wilayah : 152, 28 km2

f. Desa Karangduren, dengan luas wilayah : 182, 24 km2

g. Desa Sokaraja Lor, dengan luas wilayah : 155,5 km2

h. Desa Kedondong, dengan luas wilayah : 91,33 km2

Luas wilayah Puskesmas II Sokaraja adalah 1281,5 km2, desa yang

terkecil Desa Kedondong (91,33 km2) dan desa terluas adalah Desa

Banjaranyar (258,25 km2). Puskesmas II Sokaraja berbatas dengan desa

diwilayah kecamatan sebagai berikut (Profil Puskesmas, 2014) :

a. Sebelah Timur : Desa Jompo Wetan, wilayah Kab.

Purbalingga

b. Sebelah Barat : Desa Kalicupak, wilayah Puskesmas

Kalibagor

c. Sebelah Utara : Desa Kramat, wilayah Puskesmas II

Kembaran

d. Sebelah Selatan : Desa Sokaraja Wetan, wilayah Puskesmas

Sokaraja.

2. Demografi

a. Pertumbuhan Penduduk

Berdasarkan data dari PLKB, Statistik Kecamatan dan dari desa-

desa wilayah Puskesmas II Sokaraja berpenduduk total : 28.382

3

Page 4: Laporan PL CHEM 4

jiwa, terdiri dari 13.889 laki-laki dan 14.493 jiwa perempuan

(Profil Puskesmas, 2014).

Pada tabel dibawah ini terlihat bahwa jumlah penduduk yang

paling sedikit dari desa Jompo Kulon dengan 1.844 jiwa sedang

yang terbanyak adalah dari desa Karang Duren dengan 4.602 jiwa.

Laju pertumbuhan penduduk puskesmas II Sokaraja dari tahun

2013-2014 adalah sebesar 15 pertahun (Profil Puskesmas, 2014).

Tabel 1. Pertumbuhan Penduduk Tahun 2014.

NO NAMA

DESA

JUMLAH

PEREMPUAN

JUMLAH

LAKI-

LAKI

JUMLAH

1. Jompo

Kulon

836 982 1.844

2. Banjarsari

Kidul

1.723 1.663 3.352

3. Banjaranyar 2.055 2.133 4.203

4. Klahang 1.919 1.737 3.950

5. Lemberang 1.994 1.551 3.344

6. Karangduren 2.187 2.180 4.602

7. Sokaraja Lor 1.869 1.844 3.736

8. Kedondong 1.625 1572 3.351

Beberapa data yang kami temukan dapat digunakan

untuk menggambarkan keadaan demografi di Kecamatan

Sokaraja pada tahun 2014 (Profil Puskesmas, 2014).

b. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur

Jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin perdesa di

wilayah Puskesmas II Sokaraja tahun 2014 dapat dilihat pada tabel

berikut:

4

Page 5: Laporan PL CHEM 4

Tabel 2. Jumlah penduduk menurut umur diwilayah Puskesmas

II Sokaraja

No. Kelompok

(Tahun)

Jumlah Penduduk Jumlah L +

PLaki-laki Perempuan

1. 0-4 789 844 1633

2. 5-9 1190 1054 2244

3. 10-14 1104 1161 2265

4. 15-19 1149 1141 2290

5. 20-24 1019 1056 2075

6. 25-29 1128 1081 2209

7. 30-34 1332 1287 2619

8. 35-39 1077 1139 2216

9. 40-44 1054 1228 2282

10. 45-49 917 1010 1927

11. 50-54 847 959 1806

12. 55-59 761 816 1577

13. 60-64 408 545 953

14. 65-69 512 512 1024

15. 70-74 337 329 666

16. 75+ 265 331 596

Jumlah penduduk diwilayah Puskesmas II Sokaraja

sebanyak 28.382 jiwa terdiri dari 13.889 laki-laki dan 14.493

perempuan. Berdasarkan tabel penduduk di atas dapat dilihat

bahwa yang mendominasi populasi di daerah kerja Puskesmas

II Sokaraja adalah usia 20-24 tahun (Profil Puskesmas, 2014).

3. Sosial dan Ekonomi

a. Tingkat Pendidikan

Data pendidikan penduduk di wilayah Puskesmas II Sokaraja

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3. Data Pendidikan Penduduk Puskesmas II Sokaraja

Tahun 2014

5

Page 6: Laporan PL CHEM 4

No. Jenis Tamatan Jumlah

1. Belum sekolah 2336

2. Belum Tamat SD 2520

3. Tamat SD 7137

4. Tamat SLTP 5270

5. Tamat SLTA 5609

6. Tamat D3 429

7. Tamat S1 437

Dari data diatas dapat diketahui bahwa data

pendidikan penduduk tertinggi adalah tamat SD sebanyak :

7.137 jiwa, tamatan SLTA/SMA sebanyak : 5.609 jiwa,

tamatan SLTP / MTs sebanyak : 5.270 jiwa, belum sekolah

sebanyak : 2.336, belum tamat SD sebanyak : 2.520, tamat

D3 sebanyak : 429 jiwa dan terakhir tamat S1 sebanyak :

437 jiwa (Profil Puskesmas, 2014).

b. Mata Pencaharian Penduduk

Dari tabel 4 dibawah tentang mata pencaharian Penduduk

wilayah Puskesmas II sokaraja dapat diketahui bahwa mata

pencaharian penduduk yang tertinggi adalah buruh tani sebanyak

2790 jiwa.

Tabel 4. Data mata Pecaharian Penduduk wilayah Puskesmas

II Sokaraja Tahun 2014

No. Mata Pencaharian Total

1. Petani sendiri 1816

2. Buruh tani 1790

3. Nelayan 1

4. Pengusaha 108

5. Buruh industri 2790

6

Page 7: Laporan PL CHEM 4

6. Buruh bangunan 2079

7. Pedagang 1299

8. Pengangkutan 101

9. PNS 461

10. ABRI 126

11. Pegawai

BUMN/BUMD

42

12. Pensiunan 301

13. Penggali -

14. Jasa Sosial 97

15. Lain-lain 4158

Jumlah 15169

7

Page 8: Laporan PL CHEM 4

BAB III

PENCAPAIAN PROGRAM KESEHATAN

1. Derajat Kesehatan Masyarakat

A. Kematian

1) Angka Kematian Bayi (IMR)

Angka ini digunakan untuk rnengukur derajat kesehatan

dan jangkauan mutu pelayanan terhadap bayi, Angka ini

dipengaruhi oleh tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu

hamil, tingkat keberhasilan KIA – KB, serta kondisi lingkungan

sosial ekonomi. Pada tahun 2014, angka kematian bayi di

Wilayah Kerja Puskesmas Sokaraja 2 adalah lima belas dari

jumlah kelahiran 668 kali dengan rincian kematian neonatal dua

bayi, kematian perinatal tiga bayi, dan kematian bayi (1 bulan –

1 tahun) sebanyak sepuluh bayi. Pada tahun 2013, angka

kematian Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Sokaraja 2 adalah

tiga belas dari jumlah kelahiran sebesar 842 kelahiran,

sedangkan pada tahun 2012 berjumlah delapan dari jumlah 778

kelahiran. Dengan demikian, angka kematian bayi tahun 2014

mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013 serta angka

kematian bayi antara tahun 2013 dan 2012 juga mengalami

peningkatan walaupun tidak sebesar peningkatan antara tahun

2014 dan 2013.

2) Angka Kematian Anak Balita (CMR)

Angka kematian balita adalah jumlah kematian anak umur

1 - 4 tahun terhadap 1000 kelahiran hidup. Pada rentang bulan

Februari 2014 – Juni 2015, angka kematian balita di wilayah

kerja Puskesmas Sokaraja 2 sebanyak dua orang.

3) Angka Kematian Ibu Maternal (MMR)

Angka Kematian Ibu adalah jumlah kematian ibu pada

masa kehamilan, melahirkan dan nifas per 100.000 kelahiran

hidup. Untuk Wilayah kerja Puskesmas Sokaraja 2 pada tahun

2011, 2012, dan 2013, tidak terdapat kasus kematian ibu. Akan

8

Page 9: Laporan PL CHEM 4

tetapi, pada tahun 2013 angka kematian ibu adalah tiga dari 842

kelahiran. Pada tahun 2014, angka kematian ibu menurun

menjadi satu orang dari 668 kelahiran.

B. Kesakitan (Morbiditas)

1) Insidensi dan prevalensi TB Paru

Jumlah kasus TB Paru Positif tahun 2014 menurut data

Puskesmas Sokaraja II sebanyak 19 kasus.

2) Pneumonia balita ditemukan dan ditangani.

Jumlah perkiraankasus {neumonia balita tahun 2014 ada

279 kasus, danditangani sebanyak 38 anak atau 100%.

3) Presentase diare ditemukan dan ditangani

Jumlah perkiraan kasus diare tahun 2014 sebanyak 607

orang, ditangani sebanyak 767 atau 124% ditangani.

4) Insidensi DBD

Berdasarkan data yang di himpun kasus DBD di Puskesmas

Sokaraja II tahun 2014 ada 16 kasus DBD di bandingkan

dengan tahun 2013 sebesar 49 kasus, terjadi penurunan kasus.

5) Kesakitan malaria

Jumlah kasus malaria pada puskesmas Sokaraja II pada

tahun 2013 maupun 2014 tidak ditemukan kasus.

6) Status Gizi

Jumlah balita yang ada sebanyak 2.568 anak, yang di

timbang sebesar 2.106 (82 %) yang naik berat badannya setelah

di timbang sebesar 1.676 (79,6 %). BGM sebanyak 34 anak

(1,6 %) dan Gizi Buruk sebanyak 3 anak, mendapat perawatan

3.

Jumlah ibu hamil tahun 2014 sebanyak 655 orang, mendapat

fe 1 sebanyak 656 orang (100 %) mendapat Fe 3 sebanyak 621

(094,8 %).

jumlah ibu nifas sebanyak 619 orang, mendapat vitamin A

sebanyak 619 orang (100 %).

7) 10 besar penyakit

9

Page 10: Laporan PL CHEM 4

Data yang didapat dari puskesmas Sokaraja II, berikut

menunjukkan urutan sepuluh besar penyakit bulan Mei 2015

dari terbesar ke terkecil pengunjungnya:

a) Hipertensi

b) Dispepsia

c) nyeri kepala

d) reumatoid artritis

e) dermatitis

f) infeksi saluran napas atas

g) anemia

h) Diabetes Militus

i) nyeri sendi

j) vertigo

2. Situasi Upaya Kesehatan

A. Posyandu

Berdasarkan data tahun 2014 jumlah posyandu di Puskesmas

II Sokaraja 48 posyandu, pada tahun 2013 jumlah 42 posyandu.

Adapun menurut tingkat perkembangan (Stratifikasi) Posyandu

Purnama, dan mandiri adalah sebagai berikut (Profil Puskesmas,

2014).

1) Posyandu Purnama

Tahun 2014 jumlah posyandu sebanyak 48, purnama 13

(27%), pada tahun 2013 jumlah posyandu purnama sebanyak

17 posyandu atau sebesar 40,8%. Dibandingkan pada 2013

tidak mengalami penurunan jumlah.

2) Posyandu Mandiri

Dari 48 posyandu, jumlah posyandu Mandiri sebanyak 2

posyandu atau sebesar 4,17%.

3) Posyandu Purnama + Mandiri

Jumlah posyandu Purnama dan Mandiri sebanyak 15 atau

sebesar 31,1%, sedangkan target tahun 2014 sebanyak 40%

ini berarti jumlah posyandu Purnama dan Mandiri di

10

Page 11: Laporan PL CHEM 4

Puskesmas II Sokaraja masih kurang (lebih rendah). Dengan

demikian masih perlu dibina dan ditingkatkan kegiatannya.

3. Kesehatan Lingkungan

A. Rumah

Jumlah rumah yang ada di wilayah kerja PuskesmasSokaraja II

sebanyak 8.003 rumah. Dari sebanyak 637 rumah yang diperiksa

(8%), sebanyak 392 rumah (61,5%) termasuk kedalam katagori

rumah sehat.

B. Tempat-tempat Umum (TTU)

Jumlah TUPM yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sokaraja II

sebanyak 187 buah. Sebanyak 44 buah (61,1%) diantaranya telah

memenuhi standar kesehatan

4. Pelayanan Kesehatan

Dari jumlah penduduk di wilayah Puskesmas II Sokaraja 28.382 orang,

yang menggunakan Sarana Pelayana Kesehatan (Puskesmas) sebesar

37.530 orang atau sebesar 132,2% dari jumlah penduduk wiayah

Puskesmas II Sokaraja, hal ini dikarenakan jumlah penduduk yang

menggunakan sarana Pelayanan Kesehatan bukan saja dari penduduk asli

wilayah Puskesmas II Sokaraja melainkan ada yang berasal dari wilayah

ain dan kabupaten lain, terutama yang menggunakan sarana pelayanan

kesehatan di Swasta atau Rumah Sakit (Profil Puskesmas, 2014).

A. Puskesmas

Penduduk yang menggunakan sarana pelayanan kesehatan

di Puskesmas sejumlah 37.530 orang atau sebesar 132,2% dari

penduduk wilayah Puskesmas II Sokaraja.

B. Sarana Kesehatan dengan Kemampuan Labkes

Labkes Puskesmas II Sokaraja melayani 6 jenis pemeriksaan

yaitu:

1) Pemeriksaan BTA

2) Pemeriksaan Hipertensi

3) Pemeriksaan Golongan Darah

4) Pemeriksaan pp, test

11

Page 12: Laporan PL CHEM 4

5) Pemeriksaan lab

6) Pemeriksaan gula darah

C. Obat Generik

Pengadaan obat-obat di Puskesmas II Sokaraja sudah di

drop dari dinas kesehatan kabupaten :

1) Obat INPRES dari Pusat, APBD.

2) Obat Askeskin dari setoran 30% kali total kapitasi. Obat

dari askes. Obat-obat yang tidak mencukupi bisa dengan

pengadaan komponen B, yaitu 20% operasional kapitasi

atau retribusi.

12

Page 13: Laporan PL CHEM 4

BAB IV

ANALISIS MASALAH

1. Analisis Potensi dan Kebutuhan

A. Alasan Memilih Kasus Hipertensi

Dalam menganalisis masalah kesehatan yang terjadi di daerah

Puskesmas Sokaraja II, kamiterlebih dahulu melakukan identifikasi

masalah. Identifikasi masalah bertujuan untuk mendata masalah-

masalah untuk kemudian dipilih masalah yang menjadi prioritas untuk

diberikan solusinya. Pada praktek lapangan kali ini, masalah yang

dikumpulkan berupa 10 penyakit yang terbanyak pada Puskesmas

Sokaraja II. Pemilihan prioritas masalah dapat dilakukan dengan

berbagai metode, yaitu metode delbeq, delphi, hanlon, force ranking

dan relative worth. Dalam praktek lapang kali ini, kelompok kami

menggunakan metode hanlon yang menggunakan sistem skoring

dalam penilaiannya, dan ditemukan hasil yang menjadi prioritas

masalah adalah penyakit Hipertensi.

2. Perumusan Masalah

A. Hipertensi

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten

dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolistik

di atas 90 mmHg. Pada populasi manula (umur 65 tahun keatas),

hipertensi adalah sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan diastolic 90

mmHg (Brunner, 2008). Prevalensi dari Hipertensi di Puskesmas

Sokaraja II per bulan Mei 205 adalah sebesar 211 penderita.

B. Dispepsia

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan atau gejala klinis yang

terdiri dari rasa tidak enak atau sakit perut pada saluran cerna bagian

atas (SCBA). Istilah dispepsia mulai gencar dikemukakan sejak akhir

tahun 80-an, yang menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala

13

Page 14: Laporan PL CHEM 4

(sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di

epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut

penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada

(Djojoningrat, 2009). Prevalensi Dispepsia di Puskesmas Sokaraja II

per bulan Mei 2015 sebanyak 220 pasien.

C. Nyeri Kepala

Pneumonia adalah radang paru-paru yang biasanya disebabkan

oleh infeksi. Tiga penyebab utama pneumonia adalah bakteri, virus,

dan fungi. Biasanya, anak-anak dibawah 2 tahun dan manula lebih

berisiko terkena penyakit ini. Gejala pneumonia bervariasi, mulai dari

pernapasan yang cepat sampai kegagalan pernapasan dan tekanan

darah yang sangat rendah atau dikenal dengan syok septik. Jika

pneumonia terjadi setelah bayi lahir, gejalanya akan timbul secara

bertahap. Terkadang bayi menjadi tiba-tiba sakit yang disertai dengan

turun-naiknya suhu tubuh. Namun, umumnya gejala pneumonia

adalah demam, batuk, sesak napas, serta napas dan nadi cepat

(Dahlan, 2006). Banyaknya penderita nyeri kepala pada bulan Mei

2015 di Puskesmas Sokaraja II adalah 219.

D. Rheumatoid artritis

Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh

inflamasi sistemik kronik dan progresif pada sendi (Aru et al., 2013).

Banyaknya penderita RA pada bulan Mei 2015 di Puskesmas Sokaraja

II adalah 217.

E. Dermatitis

Dermatitis atau eksema adalah peradangan pada kulit yang

menyebabkan pembentukan lepuh atau gelembung kecil pada kulit.

Gelembung atau lepuh tersebut pecah dan mengeluarkan cairan

(Djuanda, 2011). Prevalensi dari Dermatitis di Puskesmas Sokaraja II

per bulan Mei 205 adalah sebesar 182 penderita.

F. Infeksi Saluarn Pernapasan Akut (ISPA)

Penyakit infeksi saluran pernapasan adalah proses infeksi yang

mencangkup saluran pernapasan atas atau bawah atau keduanya.

14

Page 15: Laporan PL CHEM 4

Infeksi ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi, atau protozoa

dan bersifat ringan, sembuh sendiri, atau menurunkan fungsi individu.

Secara klinis ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran

Pernapasan Akut. Infeksi saluran pernapasan akut diadaptasi dari

istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI)

adalah penyakit infeksi akut yang melibatkan organ saluran

pernapasan dari hidung (saluran atas) sampai alveoli (saluran bawah).

Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak,

karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah (Simoes, 2006).

Prevalensi dari ISPA di Puskesmas Sokaraja II per bulan Mei 205

adalah sebesar 359 penderita.

G. Anemia

Anemia berarti defisiensi sel darah merah yang dapat disebabkan

karena kehilangan sel darah merah yang terlalu banyak atau

pembentukan sel darah merah yang terlalu lambat. Anemia adalah

penurunan kuantitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi, abnormalitas

kandungan hemoglobin sel darah merah atau keduanya. Anemia dapat

disebabkan oleh gangguan pembentukan sel darah merah atau

peningkatan kehilangan sel darah merah melalui perdarahan kronis,

perdarahan mendadak atau lisis (destruksi) sel darah merah yang

berlebihan. Semua anemia mengakibatkan penurunan nilai hematokrit

dan hemoglobin dan semua gejalan pada akhirnya berhubungan

dengan reduksi dalam pengangkutan oksigen ke sel dan organ

penderita sehingga mengganggu fungsi dan status kesehatan (Rimon,

2002 ). Prevalensi dari Anemia di Puskesmas Sokaraja II per bulan

Mei 205 adalah sebesar 142 penderita.

H. Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang perlu

mendapatkan penanganan yang seksama. Jumlah penderita diabetes di

Indonesia setiap tahun meningkat. World Health Organization (WHO)

memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang

cukup besar pada tahun-tahun mendatang (Gustaviani, 2007).

15

Page 16: Laporan PL CHEM 4

Diabetes melitus adalah kelainan yang ditandai dengan kadar glukosa

darah yang melebihi normal (hiperglikemia) dan gangguan

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh

kekurangan hormone insulin secara relatif maupun absolut, apabila

dibiarkan tidak terkendali dapat terjadinya komplikasi metabolik akut

maupun komplikasi vaskuler jangka panjang yaitu mikroangiopati dan

makroangiopati (Rini, 2008). Prevalensi dari Diabetes Melitus di

Puskesmas Sokaraja II per bulan Mei 205 adalah sebesar 129.

penderita.

I. Nyeri Sendi

Nyeri sendi adalah keadaan tak nyaman dai daerah prsendian

dimana dua tulang atau lebih bertemu. Biasanya disebut Arthritis atau

arthralgia (Hardin, 2007). Prevalensi dari nyeri sendi di Puskesmas

Sokaraja II per bulan Mei 205 adalah sebesar 137 penderita.

J. Vertigo

Vertigo (dari bahasa Latin vertō "gerakan berputar") adalah salah

satu bentuk sakit kepala dimana penderita mengalami persepsi

gerakan yang tidak semestinya (biasanya gerakan berputar atau

melayang) yang disebapkan oleh gangguan pada sistem vestibular

(Taylor, 2011). Prevalensi dari Vertigo di Puskesmas Sokaraja II per

bulan Mei 205 adalah sebesar 176 penderita.

3. Prioritas Masalah

Penyusunan prioritas masalah dilakukan dalam sebuah kelompok

menggunakan sistem skor relatif. Ada beberapa metode yang dapat

digunakan, yaitu metode Delbeq, Delphi, Hanlon, Relative Worth, dan

Forced Ranking. Dalam mencari prioritas masalah kesehatan yang terjadi

di daerah sekitar Puskesmas Sokaraja II, peneliti menggunakan metode

Hanlon.

Metode Hanlon didasarkan pada 4 kriteria, kemudian prioritas

masalah ditentukan berdasarkan hasil skoring 4 kriteria tersebut. Kriteria

tersebut adalah:

16

Page 17: Laporan PL CHEM 4

a. Tabel 4.1 Komponen A = Besarnya masalah

Besarnya masalah

(jumlah populasi yang terkena)

Skor

≥ 25% 10

10 – 24,9% 8

1 – 9,9% 6

0,1 – 0,9% 4

< 0,1% 2

b. Tabel 4.2 Komponen B = Keseriusan masalah

Urgency Skor Severity Skor Cost Skor

Very Urgent 10 Very Severe 10 Very Costly 10

Urgent 8 Severe 8 Costly 8

Some Urgent 6 Moderate 6 Moderate Cost 6

Little Urgent 4 Minimal 4 Minimal Cost 4

Not Urgent 2 None 2 No Cost 2

c. Tabel 4.3 Komponen C = Ketersediaan solusi

Keefektifan Skor

Sangat efektif (80 – 100%) 10

Efektif (60 – 80%) 8

Cukup efektif (40 – 60%) 6

Kurang efektif (20 – 40%) 4

Tidak efektif (0 – 20%) 2

d. Komponen D = Kriteria PEARL (Propiety, Economic,

Acceptability, Resources, dan Legality)

Jawaban ya dan tidak, ya diberikan skor 1, tidak diberikan skor 0 (nol).

P : Propiety : kesesuaian program dengan masalah.

E : Economic : apakah secara ekonomi bermanfaat.

A : Acceptability: apakah bisa diterima masyarakat.

17

Page 18: Laporan PL CHEM 4

R : Resources: Adakah sumber daya untuk menyelesaikan masalah.

L: Legality: Tidak bertentangan dengan aturan hukum yang ada.

Setelah dilakukan skoring, akan didapatkan nilai prioritas dasar

(NPD) dan nilai prioritas total (NPT). Nilai NPD dan NPT terbesar

menunjukan prioritas utama.

NPD dapat dihitung dengan rumus :

NPT dapat dihitung dengan rumus :

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dilakukan di

Puskesmas Sokaraja II, didapatkan nilai Hanlon untuk setiap penyakit

dalam Bulan Mei tahun 2015 adalah sebagai berikut :

a. Data yang didapatkan

Tabel 4.4 Data nilai Hanlon untuk Setiap Penyakit

NoNama

Penyakit

Angka

Kejadian

Penyakit/perbu

lan

Penduduk

Pembagi

Besaran

Masalah

(A)

Keseriusan Masalah (B)

Keterse

diaan

Solusi

(C)

%

Case

Fatality

Rate (%)

Cost Solusi

1 Hipertensi 211 3386 6,2% 13.2% Rp. 306.400 76.00%

2 Dispepsia 220 3386 6% - Rp. 364.770 -

3 Nyeri 219 3386 3,3% - Rp. 197.500 -

18

Nilai Prioritas Dasar (NPD) = (A+B) C

Nilai Prioritas Total (NPT) = [(A+B) C]x D

Page 19: Laporan PL CHEM 4

Kepala

4Rheumatoid

Artritis217 3386 6% - Rp. 227.800 -

5 Dermatitis 182 3386 5% - Rp.170.662 8%

6

Infeksi

Saluran

Nafas Akut

359 3386 10% 5,5% Rp. 29.200 13,6 %

7

Anemia

Defisiensi

Besi

142 3386 4% - Rp.800 94,80%

8Diabetes

Miletus129 3386 3% 2,7% Rp. 10.500 76.00%

9 Nyeri Sendi 197 3386 5% - Rp. 144.400 -

10 Vertigo 176 3386 5% - Rp. 0 -

Persentase besaran masalah pada komponen A merupakan hasil

perhitungan angka kejadian penyakit per angka pembagi yang didapatkan dari

jumlah pasien baru dan jumlah pasien lama pada bulan Mei 2015. Komponen B

terdiri dari urgency, severity, dan cost. Karena 10 penyakit terbanyak pada

puskesmas Sokaraja II tidak termasuk dalam MDGs, maka kami sama-ratakan

dengan pemberian skor 8. Untuk severity, karena puskesmas Sokaraja II hanya

memfasilitasi rawat jalan, kami menggunakan standar lain untuk persentasi case

fatality rate, yaitu dari 10 penyakit penyebab kematian dari WHO, hipertensi heart

disease, atau hipertensi yang menyebabkan adanya komplikasi gagal jantung

menempati peringkat 1, dan memiliki persentase 13,2 %, lalu diikuti penyakit

lainnya. Untuk diagnosis penyakit yang tidak terdapat pada peringkat 10 besar

WHO, kami beri poin 2. Dan komponen B yang terakhit yaitu, cost adalah berapa

kerugian atau pengeluaran yang dikeluarkan oleh puskesmas Sokaraja II untuk

19

Page 20: Laporan PL CHEM 4

menangani suatu diagnosis penyakit. Selanjutnya komponen C, yaitu ketersediaan

dan efektifitas suatu solusi maupun program yang telah dicapai Puskesmas

Sokaraja II dalam menangani beberapa penyakit di tahun 2014. Tidak semua

penyakit, memiliki ketersediaan solusi dan efektifitas yang baik, untuk penyakit

hipertensi dan diabetes miletus pada tahun 2014, dijalankan melalui promosi

kesehatan penyuluhan perilaku sehat pada seluruh rumah tangga dengan

efektifitas 76%, pada penyakit ISPA efektifitas dari program pencegahan dan

pemberatasan penyakit ISPA 13,6 % yang seharusnya standar efektifitasnya 70%.

Pada penyakit anemia defisiensi besi, program yang dijalankan ialah program

perbaikan gizi dengan cara pemberian Fe3 sebanyak 621 atau 94,8% (SPM

Puskesmas II Sokaraja, 2014).

Tabel 4.5 Skoring dengan Metode Hanlon

20

No Nama Penyakit A

BRata-

rata BC D

NPT

((A+B)

C) x DUrgensi Severity Cost

1 Hipertensi 6 8 10 10 9,4 8 1 123,2

2 Dispepsia 6 8 2 10 6,7 2 1 25,4

3 Nyeri kepala 6 8 2 6 5,4 2 1 22,8

4Rheumatoid

artritis 6 8 2 8 6 2 1 24

5 Dermatitis 6 8 2 6 5,4 2 1 22,8

6

Infeksi Saluran

Pernapasan

Akut (ISPA)8 8 6 4 6 4 1 56

7 Anemia 6 8 2 2 4 10 1 40

8Diabetes

Melitus 6 8 4 4 5,4 8 1 91,2

9 Nyeri Sendi 6 8 2 6 5,4 2 1 22,8

10 Vertigo 6 8 2 2 4 2 1 20

Page 21: Laporan PL CHEM 4

Berdasarkan skoring dengan metode Hanlon, didapatkan hipertensi

sebagai prioritas masalah karena nilai NPT hipertensi merupakan yang tertinggi,

yaitu. Didapatkan dengan cara:

Nilai Prioritas Total (NPT) = [(A+B) C] x D

Nilai Prioritas Total (NPT) hipertensi = [(6+9,4) x 8] x 1

= 123,2

Langkah selanjutnya ialah menganalisis penyebab masalah. Kami

mengambil sample di Desa Banjarsari Kidul, karena pada periode Bulan

Mei tahun 2015 memiliki prevalensi hipertensi tertinggi ke-6 desa yang

lain. Kami menggunakan kuisioner sebagai instrumen analisis penyebab

masalah pada desa Banjarsari Kidul.

4. Analisis Penyebab Masalah

Analisis penyebab masalah merupakan bagian inti dalam

Community Health Analysis. Dalam tahap ini ditentukan penyebab utama

masalah yang digunakan untuk melakukan pemecahan masalah. Dalam

analisis penyebab masalah perlu disusun kerangka konseptual.

Kerangka konseptual merupakan bagan dengan skema dasar teori yang

berisi faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan prioritas masalah.

Dalam penyusunan kerangka konseptual digunakan metode Root Cause

Analysis.

Analisis penyebab masalah menggunakan risk factor, direct, dan

indirect contriburing factor. Sebelumnya analisis penyebab masalah

diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer diambil

langsung dari responden dengan mengisi kuisioner yang telah dibuat.

21

Page 22: Laporan PL CHEM 4

Tabel 4.6. Root Cause Analysis Faktor Risiko Hipertensi.

22

Hipertensiumurjenis kelamingenetikprilaku merokokpengetahuanlingkunganprilaku minum alkholpengetahuanlingkunganobesitaspola makankebiasaanpengetahuanprilaku kurangnya aktifitas fisikwaktu yang kurangpekerjaankesadaranpengetahuanprilaku konsumsi makanan asinkebiasaankeluargapengetahuanpendidikanprilaku konsumsi makanan berlemakkebiasaankeluargapengetahuanprilakukurang nya tidurlingkunganwaktupekerjaanpenyakit lain yang mendasari

Page 23: Laporan PL CHEM 4

1) Usia

25%

28%20%

23%

5%

Usia40-50 th 51-60 th 60-70th 71-80 th 81-90 th

Gambar 4.1. Usia masyarakat Desa Banjarsari Kidul pada tahun 2015

Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata penderita Hipertensi

yang kami teliti berusia 59 tahun. Usia penderita hipertensi paling

banyak adalah diatas 50 tahun yaitu sebanyak 95% , dan yang kurang

dari 50 tahun hanya sebanyak 5%. Ini menunjukan bahwa usia diatas 50

tahun sangat rentan terkena hipertensi.

Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang

mengalamikenaikan tekanan darah. Tekanan sistolik terus meningkat

sampai usia 80 tahun7dan tekanan diastolik terus meningkat sampai

usia 55-60 tahun, kemudianberkurang secara perlahan atau bahkan

menurun drastis. Penyakit hipertensipaling banyak dialami oleh

kelompok umur 31-55 tahun dan umumnyaberkembang pada saat umur

seseorang mencapai paruh baya yakni cenderungmeningkat khususnya

yang berusia lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebihdari 60 tahun

keatas (Anies, 2006). Tekanan darah sistolik dan diastolikberpengaruh

nyata dengan umur pada laki-laki maupun perempuan.

23

Page 24: Laporan PL CHEM 4

Koefisienkorelasi antara umur dan TDS sebesar 0.38 pada laki-laki dan

0.40 pada wanita.Kejadian hipertensi meningkat drastis pada usia 55-64

tahun dan IMT kuintil ke-5(Tesfaye et al. 2007).

2)JenisKelamin

13%

88%

Jenis kelaminLaki-laki Perempuan

Gambar 4.2. Jenis kelamin desa Banjarsari Kidul pada tahun 2015

Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar subjek

penelitian berjenis kelamin perempuan (75%). Hasil analisis

hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi dapat

diketahui bahwa persentase kejadian hipertensi di subjek penelitian

lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Hasil

penelitian ini tidak sejalan dengan pernyataan black dan izzo

(2011) yang menyatakan bahwa tingkat kejadian hipertensi akan

lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan pada

usia dibawah 55 tahun dan menjadi sebanding pada usia 55-75

tahun.

Perbedaan hasil penelitian ini kemungkinan disebabkan

oleh perbandingan jumlah subjek penelitian laki-laki dan

perempuan yang tidak proporsional, dimana subjek penelitian

perempuan lebih banyak dibandingkan dengan subjek penelitian

laki-laki. Selain itu, subjek penelitian perempuan sebagian besar

24

Page 25: Laporan PL CHEM 4

berusia lebih dari 55 tahun yang menyebabkan faktor resiko

terjadinya hipertensi menjadi sebanding dengan laki-laki (Black,

2011).

3) Pendidikan terakhir

26%

51%

15%

8%

Pendidikan terakhirTidak sekolah SD SMP SMA

Gambar 4.3. Pekerjaan terakhir masyarakat desa Banjarsari Kidul

pada tahun 2015

Hasil penelitian didapatkan subjek penelitian yang tidak

mendapatkan pendidikan sebanyak 26%, lulus SD 51%, SMP 15%

dan SMA 8%. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan

antara tingkat pendidikan pasien dengan faktor resiko terjadinya

hipertensi. pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar

sehingga terbentuk suatu tingkah laku, kegiatan dan aktivitas.

Dengan belajar formal maupun non formal manusia akan memiliki

pengetahuan, dengan pengetahuan yang diperoleh maka klien akan

mengetahui manfaat dari saran atau nasihat pelayan kesehatan

sehingga dapat patuh dalam menghindari berbagai faktor resiko

hipertensi. Hasil analisis penelitian terhadap subjek penelitian

25

Page 26: Laporan PL CHEM 4

didapatkan bahwa subjek dengan pendidikan rendah lebih beresiko

terkena hipertensi (Hamonangan, 2011).

4) Riwayat hipertensi dalam keluarga

30%

18%

53%

Riwayat hipertensi dalam keluargaYa Tidak tahu Tidak

Gambar 4.4. Riwayat hipertensi dalam keluarga pada masyarakat

Banjarsari Kidul tahun 2015

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 43% subjek

penelitian tidak mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,

sedangakan subjek penelitian dengan riwayat keluarga dengan

hipertensi 48%. Subjek penelitian yang mempunyai riwayat

keluarga dengan hipertensi mempunyai persentasi kejadian

hipertensi yang lebih besar dibandingkan dengan subjek penelitian

yang tidak mempunyai riwayat keluarga hipertensi. Hasil ini

sejalan dengan penyataan Black dan Hawks (2012) yang

mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai riwayat keluarga

dengan hipertensi akan mempunyai resiko yang lebih besar

mengalami hipertensi. Hal ini terjadi karena seseorang yang

mempunyai riwayat keluarga denga hipertensi, beberapa gennya

akan berinteraksi dengan lingkungan dan menyebabkan

peningkatan tekanan darah.

26

Page 27: Laporan PL CHEM 4

Hasil penelitian ini menunjukan tidak adanya hubungan

antara riwayat keluarga dengan hipertensi dengan kejadian

hipertensi. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sugiarto (2012) yang menyatakan adanya hubungan bermakna

antara riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi pada subjek

penelitian. Kemungkinan penyebab perbedaan hasil penelitian ini

adalah penetapan subjek penelitian yang digunakan oleh peneliti

berbeda dengan peneliti sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya,

subjek penelitian yang dijadikan kasus adalah subjek penelitian

dengan hipertensi primer dengan subjek penelitian yang tidak

mengalami hipertensi dijadikan kontrol. Sedangkan penelitian

dalam ini menetapkan subjek penelitian yang telah terpilih secara

acak sebagai kasus tanpa adanya subjek penelitian yang berperan

sebagai kontrol. Subjek penelitian yang diteliti dalam penelitian ini

adalah warga masyarakat umum dengan adanya riwayat hipertensi

yang didapatkan dari rekam medis puskesmas sehingga pengaruh

riwayat keluarga terhadap kejadina hipertensi belum dapat

diindentifikasi secara valid. Selain itu, adanya pola hidup yang

berbeda pada responden dapat menjadi faktor yang dapat

mempengaruhi terjadinya hipertensi dengan adanya riwayat

keluarga ataupun tanpa adanya riwayat kelurga dengan hipertensi

(Rahayu, 2012).

27

Page 28: Laporan PL CHEM 4

5) Penyakit yang menyebabkan hipertensi

13%

88%

Penyakit yang menyebabkan Hipertensi

DM Tidak

Gambar 4.5. Penyakit yang menyebabkan hipertensi dalam

masyarakat desa Banjarsari Kidul pada tahun 2015

Hasil penelitian menemukan 5 orang (12%) penderita

Hipertensi diabetes melitus dari 40 orang sampel.Hipertensi yang

di dasari penyakit sebelumnya disebut dengan hipertensi sekunder.

Hubungan antara hipertensi dengan diabetes mellitus sangat

kuat karena beberapa kriteria yang sering ada pada pasien

hipertensi yaitu peningkatan tekanandarah, obesitas, dislipidemia

dan peningkatan glukosa. Hipertensi adalah suatu faktor resiko

yang utamauntukpenyakitkardiovaskular dan komplikasi

mikrovaskular seperti nefropati dan retinopati(Anies, 2006).

Prevalensi populasi hipertensi pada diabetes adalah 1,5-3

kali lebihtinggi daripada kelompok pada non diabetes. Diagnosis

dan terapi hipertensi sangatpenting untuk mencegah penyakit

kardiovaskular pada individu dengan diabetes. Pada diabetes tipe 1,

adanya hipertensi sering diindikasikan adanyadiabetes nefropati.

Pada kelompok ini, penurunan tekanan darah dan

angiotensinconverting enzym menghambat kemunduran pada

fungsi ginjal.Pada diabetes tipe 2, hipertensi disajikan sebagai

28

Page 29: Laporan PL CHEM 4

sindrom metabolit (yaitu obesitas,hiperglikemia, dyslipidemia)

yang disertai oleh tingginya angka penyakitkardiovaskular (Anies,

2006).

6) Pengetahuan tentang hipertensi

15%

28%57%

Pengetahuan responden tentang Hipertensi

Baik Cukup Kurang

Gambar 4.6. Pengetahuan tentang hipertensi pada masyarakat desa

Banjarsari Kidul tahun 2015

Hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan

penderita hipertensi akan penyakitnya sendiri itu masih

kurang yaitu sebanyak 58%. Penderita yang mengetahui

betul akan hipertensi hanya 15% dansisanya (27%) berpengetahuan

cukup. Menurut Azwar (2003) terdapat hubungan antara tingkat

pengetahuan penderita hipertensi dengan terkontrolnya tekanan

darah. Peningkatan pengetahuan penderita hipertensi tentang

penyakit akan mengarah pada kemajuan berpikir tentang perilaku

kesehatan yang lebih baik sehingga berpengaruh dalam

terkontrolnya tekanan darah. Menurut WHO, perilaku seseorang

adalah penyebab utama menimbulkan masalah kesehatan, tetapi

juga merupakan kunci utama pemecahan.

Pengetahuan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku

seseorang dalam menentukan baik, buruk dan dapat menentukan suatu

29

Page 30: Laporan PL CHEM 4

kepercayaan sehingga konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan

sikap dan perilaku seseorang dalam suatu hal. Pengetahuan inilah yang

mempengaruhi perilaku pasien hipertensi untuk mencegah terjadinya

komplikasi stroke. Tingkat pengetahuan keluarga maupun pasien dalam

tindakan pencegahan komplikasi hipertensi di harapkan dapat

mengkontrol tekanan darah yaitu dengan mengurangi konsumsi garam,

membatasi lemak, olahraga teratur, tidak merokok, dan tidak minum

alkohol, menghindari kegemukan atau obesitas. Pengetahuan

ataukognitif merupakan faktor dominan yang sangat penting dalam

pembentukan tindakan seseorang (over behavior) (Azwar, 2003).

7) Pekerjaan

32%

32%

5%

3%3%

5%

11%

11%

PekerjaanIbu rumah tangga Tidak bekerja Kader Posyandu PeternakDukun bayi Pensiunan Pedagang Petani

Gambar 4.7. Pekerjaan masyarakat desa Banjarsari Kidul pada tahun

2015

Hasil penelitian yang dilakukan di desa Banjarsari kidul subjek

penelitian kebanyakan adalah ibu rumah tangga (32%) dan yang sudah

tidak bekerja (32%). Banyaknya ibu rumah tangga dan subjek

30

Page 31: Laporan PL CHEM 4

penelitian yang tidak bekerja dapat meningkatkan terjadinya penurunan

aktivitas fisik yang dilakukan atau aktivitas fisik minimal yang

kebanyakan terjadi pada ibu rumah tangga. Hal ini dapat menjadi faktor

resiko terjadinya hipertensi karena adanya penurunan aktivitas fisik

pada subjek penelitian. Latihan fisik yang adekuat dapat menurunkan

resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler dan semua mortalitas

termasuk hipertensi (Davis, 2011).

8) Obesitas

17%

17%

37%

28%

BMINormal Overweight Obesitas I Obesitas II

Gambar 4.8. Obesitas pada masyarakat desa Banjarsari Kidul tahun

2015

Hasil penelitian menunjukan hampir setengah subjek penelitian

termasuk kedalam kategori obesitas (43%). Subjek penelitian dengan

obesitas cenderung menderita hipertensi dibandingkan dengan subjek

penelitian tanpa obesitas. Peningkatan IMT berkaitan erat dengan

peningkatan tekanan darah baik pada laki-laki maupun perempuan.

Individu yang mengalami obesitas lebih beresiko terkena menderita

hipertensi dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami

obesitas. Individu dengan obesitas 4,02 kali beresiko menderita

31

Page 32: Laporan PL CHEM 4

hipertensi dibandingkan dengan individu tanpa obesitas (Sugiharto,

2012).

Dari 60% pasien yang menderita hipertensi, 20% diantaranya

mempunyai berat badan berlebih. Mekanisme obesitas yang

meningkatkan kejadian hipertesi belum diketahui secara jelas. Obesitas

dihubungkan dengan peningkatan resistensi insulin yang menyebabkan

peningkatan tekanan darah (Sugiharto, 2012).

9) Konsumsi Makanan asin

5%

35%

20%

40%

Konsumsi makanan asinTidak pernah 1-2x/minggu 3-4x/minggu setiap hari

Gambar 4.9. Konsumsi makanan asin masyarakat desa Banjarsari Kidul

pada tahun 2015

Penelitian ini menenjukan dari 40 responden penderita

Hipertensi terkait dengan konsumsi makanan asin didapatkan sebanyak

95% senang mengkonsumsi makanan asin dan sebanyak 5% tidak suka

mengkonsumsi makanan asin. Dari hasil di atas menunjukan bahwa

konsumsi makanan asin dengan kejadian Hipertensi.

Garam dapur merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam

patogenesis hipertensi. Asupan garam kurang dari 3 gram perhari

memiliki risiko yang rendah terhadap kejadian hipertensi, dibandingkan

jika asupan garam adalah 5-15 gram perhari yang meningkatkan 15-

20% risiko hipertensi (Wiryowidagdo, 2004). Pengaruh asupan garam

32

Page 33: Laporan PL CHEM 4

terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume

plasma, curah jantung, dan tekanan darah (Basha, 2004).

10) Konsumsi kopi

60%15%

8%

18%

Konsumsi kopiTidak pernah 1-2x/minggu 3-4x/minggu setiap hari

Gambar 4.10. Konsumsi kopi pada masyarakat desa Banjarsari Kidul

tahun 2015

Hasil penelitian menunjukan bahwa 60% dari penderita

hipertensi tidak suka mengkonsumsi kopi dan sebanyak 40% suka

mengkonsumsi kopi. Sampel dengan jumlah perempuan lebih banyak

berpengaruh terhadap hasil ini , karena kebanyakan perempuan kurang

dalam mengkonsumsi kopi. Kopi merupakan salah satu faktor resiko

Hipertensi ,itu di karenakan kopi mengandungkafein.

Kafein mengikat pada reseptor pada permukaan sel-sel otot

jantung, yang menyebabkan peningkatan tingkat cAMP dalam sel

(dengan memblokir enzim yang mendegradasi cAMP), meniru efek dari

epinefrin (yang mengikat ke reseptor pada sel yang mengaktifkan

cAMP produksi). cAMP bertindak sebagai "utusan kedua," dan

mengaktifkan sejumlah besar protein kinase A (PKA; cAMP-dependent

protein kinase). Hal ini memiliki efek keseluruhan meningkatkan laju

glikolisis dan meningkatkan jumlah ATP yang tersedia untuk kontraksi

otot dan relaksasi. Menurut sebuah studi, kafein dalam bentuk kopi,

33

Page 34: Laporan PL CHEM 4

secara signifikan mengurangi risiko penyakit jantung pada studi

epidemiologi. Namun, efek perlindungan hanya ditemukan pada

partisipan yang tidak parah hipertensi (misalnya, pasien yang tidak

menderita tekanan darah sangat tinggi)(Armilawati, 2007).

Dengan meningkatnya aktivitas otot termasuk otot jantung

menyebabkan jantung memompa darah lebih cepat dan darah yang

keluar dari jantung menuju ke seluruh tubuh akan mempunyai tekanan

yang tinggi. Tetapi apa bila kafein dalam tubuh telah habis kadarnya

dalam tubuh jantung akan kembali normal(Armilawati, 2007).

11) Penggunaan minyak goreng

38%

63%

Penggunaan minyak goreng1 kali lebih dari 1 kali

Gambar 4.11. Konsumsi minyak jelantah masyarakat desa Banjarsari

Kidul tahun 2015

Konsumsi minyak jelantah ini berhubungan konsumsi lemak

oleh subjek penelitian. Minyak jelantah adalah minyak goreng yang

digunakan secara berulang kali yang mengalami oksidasi. Minyak atau

lemak yang dioksidasikan secara sempurna dalam tubub menghasilkan

9,3 kalori lemak pergram. Minyak nabati pada umumnya merupakan

sumber asam lemak yang daapt berpengaruh pada terjadinya

34

Page 35: Laporan PL CHEM 4

penyempitan pembuluh darah oleh atherosklerosis sehingga dapat

berpengaruh pada faktor resiko terjadinya hipertensi (Bakri, 2013).

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 73% subjek penelitian

mengkonsumsi atau menggunakan minyak jelantah. Hasil penelitian ini

berhubungan dengan penelitian yang dilakukan Sugiharto (2012) yang

menunjukan bahwa konsumsi lemak mempunyai hubungan yang

bermakna dengan kejadian hipertensi. Beberapa teori juga menyebutkan

adanya keterkaitan antara konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi.

Menurut Braverman (2006) Konsumsi makanan tinggi lemak

merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi. Lemak jenuh tidak

menyehatkan jantung karena dapat meningkatkan kolesterol LDL (Low

Density Lipoprotein) dan kolesterol yang tinggi merupakan faktor

resiko utama terjadinya atheroskerosis yang merupakan masalah

kardiovaskular termasuk hipertensi (Bakri, 2013).

12) Konsumsi makanan yang bersantan

29%

49%

17%

5%

Konsumsi makanan bersantanTidak pernah 1-2x/minggu 3-4x/minggu Setiap hari

Gambar 4.12. Konsumsi makanan bersantan masyarakat desa Banjarsari

Kidul tahun 2015

Hasil penelitian menunjukan 71% subjek penelitian

mengkonsusmsi makanan bersantan. Salah satu kandungan santan

adalah lemak. Menurut Braverman (2010) Konsumsi makanan tinggi

35

Page 36: Laporan PL CHEM 4

lemak merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi. Lemak jenuh tidak

menyehatkan jantung karena dapat meningkatkan kolesterol LDL (Low

Density Lipoprotein) dan kolesterol yang tinggi merupakan faktor

resiko utama terjadinya atheroskerosis yang merupakan masalah

kardiovaskular termasuk hipertensi (Braverman, 2010).

13) Konsumsi alkohol

100%

Konsumsi alkoholTidak

Gambar 4.13. Konsumsi alkohol pada masyarakat desa Banjarsari Kidul

tahun 2015

Hasilpenelitiantidak di temukanresponden dengan Hipertensi

yang pernahatausukamengkonsumsi alcohol.Konsumsi alkoholdiakui

sebagaifaktorpentingyang berhubungan dengan tekanan

darah.Kebiasaan konsumsi alkohol harus dihilangkan untuk

menghindari peningkatan tekanan darah.Jika dibandingkan dengan

orang yang bukan peminum alkohol, maka terdapat perbedaan yang

signifikan dalam hal tingginya tekanan darah. Konsumsi alkohol 3 kali

per hari dapat menjadi pencetus meningkatnya tekanan darah ,dan

berhubungan dengan peningkatan 3 mmHg (Elsanti, 2009)..

Konsumsi alkohol seharusnya kurang dari 2 kali perhari pada

laki-laki untuk pencegahan peningkatan tekanan darah.Bagi perempuan

36

Page 37: Laporan PL CHEM 4

dan orang yang memiliki berat badan berlebih, direkomendasikan tidak

lebih dari 1 kali minum per hari. Namun akan lebih baik jika konsumsi

alkohol tidak dilakukan (Elsanti, 2009).

14) Kebiasaan olahraga

53%35%

3% 10%

Kebiasaan olahragaTidak pernah 1-2x/minggu 3-4x/minggu setiap hari

Gambar 4.14. Kebiasaan olahraga masyarakat desa Banjarsari Kidul

tahun 2015

Hasil survei dari 40 orang penderita Hipertensi, 64%

diantaranya tidak pernah berolahraga dan 36% suka berolahraga.

Penderita yang berolahraga kebnyakan hanya melakukan olahraga 1-2

kali dalam seminggu yaitu sebanyak 21% , 3% berolahraga sebanyak 3-

4 kali/minggu dan 12% berolahraga setiap hari. Dari hasil diatas

membuktikan bahwa olahraga sangat berpengaruh terhadap prevalensi

hipertensi. Pada orang yang kuantitas aktivitasnya tinggi (olahraga

berlebihan) akan cenderung memiliki frekuensi denyut jantung yang

lebih tinggi sehingga otot jantung akan bekerja lebih keras pada setiap

kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung memompa darah, maka

makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri sehingga risiko

kejadian hipertensi menjadi lebih tinggi (Armilawati, 2007).

37

Page 38: Laporan PL CHEM 4

15) Kebiasaan merokok

63%18%

13%

8%

Kebiasaan merokokTidak 1-3 batang/hari 4-6 batang 7-12 batang

Gambar 4.15. Kebiasaan merokok masyarakat desa Banjarsari Kidul

pada tahun 2015

Hasil peneliatan menunjukan dari 40 orang penderita hipertensi

66% diantaranya adalah bukan seorang perokok dan 34% nya seorang

perokok ini dikarenakan penderita hipertensi yang kami teliti

kebanyakan adalah perempuan.

Merokok merupakan salah satu faktor risiko hipertensi yang

dapat diubah. Kandungan nikotin dalam rokok akan diserap pembuluh

darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah hingga

ke otak. Otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan member sinyal

pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon ini

akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah dan memaksa

jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi.

Selain itu, karbonmonoksida dalam asap rokok yang memiliki afinitas

yang lebih tinggi dibandingkan dengan oksigen terhadap hemoglobin

akan menggantikan oksigen dalam darah. Hal ini akan mengakibatkan

tekanan darah meningkat karena jantung dipaksa memompa untuk

38

Page 39: Laporan PL CHEM 4

memasukkan oksigen yang cukup kedalam organ dan jaringan tubuh

(Armilawati, 2007).

16) Wanita menopouse

81%

19%

Menopouse Ya Tidak

Gambar 4.16. Jumlah wanita menopouse masyarakat desa Banjarsari

Kidul tahun 2015

Dari hasil penelitian yang dilakukan di desa banjarsari kidul

didapatkan 81% subjek penelitian yang telah mengalami menopouse

dan 19% subjek penelitian yang tidak mengalami menopouse. Dari

hasil analisis penelitian berdasarkan pada persentase didapatkan adanya

hubungan antara menopause dengan kejadian hipertensi. Hal ini

berhubungan dengan berkurangnya jumlah estrogen yang dihasilkan

yang berhubungan dengan disfungsi endotelial dan menambah BMI

yang menyebabkan kenaikan pada aktivitasi saraf simpatik yang kerap

kali terjadi pada wanita yang mengalami menopause. Aktivitas saraf

simpatik ini akan mengeluarkan stimulan renin dan angiotensin II.

Disfungsi endotelial ini akhirnya meningkatkan kesenstifan terhadap

garam dan kenaikan endotelin. Tidak hanya itu, kenaikan angiotensin

dan endothelin dapat menyebabkan stres oksidatif yang akhirnya

berujung pada hipertensi (Hamonangan, 2011).

39

Page 40: Laporan PL CHEM 4

17) Pola tidur

34%

58%

8%

Kebiasaan tidur malam<21.00 21.00-22.00 23.00

Gambar 4.17. Kebiasaan tidur malam masyarakat desa Banjarsari Kidul

pada tahun 2015

Hasil penelitian pada subjek penelitian menunjukan lebih dari

setengah subjek penelitian tidur diatas jam 22.00-23.00. Dapat

disimpulkan bahwa subjek penelitian lebih banyak tidur pada waktu

larut malam hal ini berkaitan erat dengan pola tidur yang berhubungan

dengan faktor resiko terjadinya hipertensi. Hubungan pola tidur dengan

hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpati. Peningkatan saraf

dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Pola

tidur yang kurang teratur dan sering tidur terlalu malam dapat

mengakibatkan tekanan darah meningkat menetap tinggi (Hamonangan,

2011).

40

Page 41: Laporan PL CHEM 4

18) Konsumsi buah-buahan

8%

60%

20%

13%

Konsumsi buah-buahanTidak pernah 1-2x/minggu 3-4/minggu setiap hari

Gambar 4.18. Konsumsi buah-buahan masyarakat desa Banjarsari Kidul

tahun 2015

Hasil penelitian menjunjukan bahwa konsumsi buah pada

penderita hipertensi masih kurang yaitu sebanyak 60% hanya memakan

buah jika ada saja atau bisa disimpulkan hanya makan buah 1-2 kali

dalam seminggu. Kesadaran akan pentingnya konsumsi buah masih

kurang atau bisa juga karena faktor ekonomi.

Penelitian yang dilakukan oleh Dauchetet al. (2007)

menyebutkan bahwa peningkatan konsumsi sayur dan buah serta

penurunan konsumsi lemak pangan, Disertai dengan penurunan

konsumsi lemak total dan lemak jenuh, dapat menurunkan tekanan

darah. Penemuan ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya, the

Nurses’ Health Study and the Health Professionals Follow-up Study

groups, yang menemukan bahwa penurunan risiko jantung koroner dan

stroke berhubungan dengan tinggi nya pola konsumsi buah, sayur,

kacang kacangan, ikan, dan padi-padian tumbuk. Berbagai penelitian

menunjukkan bahwa kerusakan pembuluh darah bias dicegah dengan

mengkonsumsi antioksi dan sejak dini. Konsumsi tinggi sayur dan buah

serta rendah karbohidrat dan lemak dapat digunakan sebagai pola

41

Page 42: Laporan PL CHEM 4

makan untuk penurunan berat badan. Penelitian yang dilakukan oleh

Ledikwe et al. (2007) pada 810 orang penderita prehipertensi dan

hipertensi ringan, menemukan hubungan nyata antara konsumsi pangan

yang memiliki densitas energi rendah dengan penurunan berat badan

(Elsanti, 2009).

5. Pemecahan masalah

Untuk menentukan alternatif pemecahan masalah, metode yang

digunakan adalah aplikasi dari metode skoring RINKE. Metode Rinke yaitu

menentukan indikator-indikator kegiatan yang akan dilakukan untuk

menganggulangi dari akar permasalahan utama yang mengaitkan berbagai

hubungan. Metode ini menggunakan 4 komponen, yaitu:

Keterangan:

M (Magnitude) : Seberapa banyak populasi yang akan terkena efek dari

indikator tersebut

I (Importancy) : Keberlangsungan indikator yang berhubungan dengan

frekuensi indikator kegiatan

V (Vunerability) : sensitivitas yang berarti seberapa indikator bisa mengena

untuk masyarakat

C (Cost) : Pembiayaan dari indicator. Semakin besar biaya, maka komponen

C nya juga semakin besar

Setelah menetukan alternative solusi bagi penyebab utama masalah,

didapatkan ada tiga pemecahan masalah yang utama, yaitu Kampanye Bahaya

Menggantung Baju, Penyuluhan tentang Bahaya Menggantung Baju dan

Pemberdayaan Kader Kesehatan. Setelah itu masing-masing dimasukkan

kedalam panduan skoring RINKE (Liebler, 2004).

Tabel 4.7 Panduan Skoring RINKE

42

RINKE = MIV/C

Page 43: Laporan PL CHEM 4

M Scor

e

I Scor

e

V Scor

e

C Scor

e

Very

large

10 Very

sustainable

10 Very

Responsive

10 Very

costly

10

Large 8 Sustainable 8 Responsive 8 Costly 8

Mediu

m

6 Intermediat

e

6 Intermediat

e

6 Moderat

e cost

6

Small 4 Low

sustainable

4 Some

responsive

4 Minimal

cast

4

Very

Small

2 Not

sustainable

2 No

responsive

2 No cost 2

1. Pelatihan dan pemaksimalan kader desa dalam pengetahuan

mengenai Hipertensi dan teknik penggunaan sphygmomanometer di

desa Banjarsari selama 6 bulan

M (Magnitude) : penduduk dengan usia diatas 50 tahun (6.622 penduduk)

I (Intensity) : berlangsung selama 6 bulan

V (Vunerability) : kader menjadi lebih dekat dan memiliki kemampuan terstandard

C (Cost) : biaya untuk sphygmomanometer dan stetoskop kader, gedung, pemateri

2. Penyuluhan pengetahuan tentang Hipertensi pada warga Desa

Banjarsai pada usia beresiko ( > 50 tahun) setiap 6 bulan.

M (Magnitude) : penduduk dengan usia diatas 50 tahun (6.622

penduduk)

I (Intensity) : berlangsung selama 6 bulan

V (Vunerability) : masyaakat menjadi lebih tau tentang hipertensi

C (Cost) : konsumsi, pemateri, gedung

43

Page 44: Laporan PL CHEM 4

3. Pembuatan dan pemasagan poster pada Puskesmas, Bidan Desa, dan

Kader pada desa Banjarsari

M (Magnitude) : penduduk yang datang ke Puskesmas, Bidan Desa,

dan Kader

I (Intensity) : -

V (Vunerability) : masyaakat menjadi lebih tau tentang hipertensi

C (Cost) : kertas

4. Kegiatan senam lansia pada Puskesmas Sokaraja II setiap minggu

pertama pada setiap bulannya selama 6 bulan

M (Magnitude) : penduduk dengan usia diatas 50 tahun (6.622

penduduk)

I (Intensity) : Setiap minggu petama setap bulannya

V (Vunerability) : penduduk usia lansia menjadi lebih aktif bergerak

C (Cost) : speaker, instruktur

Tabel 4.8 Hasil Penghitungan Skor RINKE

No. Alternative M I V C Jumlah Urutan

1. Pelatihan dan optimalisasi

kader desa dalam

pengetahuan mengenai

Hipertensi (Penyebab,

Faktor resiko, dan cara

menghindari ) dan teknik

penggunaan

sphygmomanometer di

desa banjarsari selama 6

bulan

10 8 10 8 100 II

2. Penyuluhan pengetahuan

tentang Hipertensi pada

warga Desa Banjarsai

pada usia beresiko ( > 50

10 8 4 4 80 III

44

Page 45: Laporan PL CHEM 4

tahun) setiap 6 bulan

3. Pembuatan dan

pemasagan poster pada

Puskesmas, Bidan Desa,

dan Kader pada desa

Banjarsari

8 4 6 6 32 IV

4. Kegiatan senam lansia

pada Puskesmas Sokaraja

II setiap minggu pertama

pada setiap bulannya

selama 6 bulan

10 8 10 4 200 I

45

Page 46: Laporan PL CHEM 4

BAB V

RENCANA PELAKSANA KEGIATAN (Plan Of Action)

1. Nama Kegiatan

Kegiatan senam lansia pada setiap RW di Desa Banjarsari Kidul

setiap hari minggu sesuai RW pada setiap bulannya selama 6 bulan.

2. Metode

Senam bersama menggunakan instruktur.

3. Latar Belakang Kegiatan

Kesehatan masyarakat adalah salah satu aspek yang menjamin

terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat meningkatkan

kesehatan masyarakat, peran pemerintah saja tidak cukup, tetapi harus dari

semua lapisan masyarakat yang berpartisipasi, termasuk mahasiswa

kedokteran.

Salah satu aspek penting dalam mencegah terjadinya hipertensi

adalah mengubah gaya hidup dan perilaku masyarakat yang menjadi faktor

risiko terjadinya hipertensi. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut,

masyarakat perlu mengetahui tentang hipertensi, tanda dan gejala, faktor

risiko, cara pencegahan, dan perilaku masyarakat yang berhubungan

dengan hipertensi. Salah satunya adalah kurangnya aktivitas pada usia

lanjut, sehingga resiko terkena Hipertensi semakin tinggi, oleh karena itu

dengan adanya kegiatan senam lansia rutin ini dapat meningkatkan

aktivitas fisik dari penduduk dengan usia beresiko.

Diharapkan kegiatan ini menjadi suatu langkah yang dapat memicu

munculnya kesadaran masyarakat tentang bahaya hipertensi sehingga

masyarakat dapat menjaga diri sendiri serta masyarakat sekitarnya di Desa

Banjarsari Kidul dalam cakupan Puskesmas Sokaraja 2.

4. Tujuan

A. Tujuan Umum:

46

Page 47: Laporan PL CHEM 4

Meningkatkan aktivitas fisik pada penduduk usia lanjut dan

meningkatkan kesadaran masyarkat tentang hipertensi di Desa

Banjarsari Kidul, Banyumas.

B. Tujuan Khusus:

1) Menghindari faktor risiko hipertensi.

2) Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya hipertensi.

5. Sasaran

Sasaran Umum: masyarakat usia lanjut Desa Banjarsari Kidul.

Sasaran Khusus: masyarakat usia lanjut pada setiap RW di Desa Banjarsari

Kidul.

6. Pelaksana

Susunan Panitia Acara

Ketua Panitia : Bara Kharisma

Wakil Ketua : Muhammad Riza Mahendratama

Sekretaris : Putri Rahmawati Utami

Bendahara : Tri Anindita Puspitasari

Silma Ilmaniar

Seksi Acara : Sisilia T. J. S. S.

Risya Salimah

Seksi Perlengkapan : Dzaki Luqmanulhakim

Seksi Dokumentasi : Putri Shafirra Rakita

Seksi Konsumsi : Naufal Sipta Nabilah

Bella Rizky R. G.

7. Pokok Kegiatan

Kegiatan ini merupakan acara senam bersama secara rutin bersama

instruktur selama dua jam. Dilakukan bergilir disetiap RW pada satu

bulan, dimana RW 1 pada minggu pertama, RW 2 pada minggu kedua,

RW 3 pada minggu ketiga, RW 4 pada minggu terakhir pada setiap

bulannya.

8. Alat dan Sarana

A. Kursi

B. Sound system

47

Page 48: Laporan PL CHEM 4

9. Pelaksanaan

Kegiatan akan dilaksanakan pada:

hari, tanggal : 6 September 2015

waktu : 07.00-selesai WIB

tempat : di setiap RW

dengan susunan acara sebagai berikut :

Tabel 4.9 Susunan Acara Pelaksanaan

Waktu Kegiatan

07.00-07.05 Pembukaan

07.05- 08.15 Senam I

08.15- 08.25 Istirahat

08.25- 09.05 Senam II

09.05- 09.15 Penutup

10. Rencana Anggaran

A. Pemasukan

Dana kelompok @36.000 x 10 Rp 360.000,00

B. Pengeluaran

Minum peserta @20.000 x 4 x 6 bulan Rp 360.000,00

11. Indikator Keberhasilan

A. Kedatangan penduduk usia lanjut setiap RW sebesar 65 %

B. Dilaksanakannya senam pada setiap bulan kurang lebih 4 kali

dalam 6 kali penjadwalan senam

C. Masyarakat dapat menjadi lebih aktif secara fisik

48

Page 49: Laporan PL CHEM 4

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Prioritas yang dipilih di Desa Banjarsari kecamatan Sokaraja adalah kasus

hipertensi.

2. Faktor risiko penyebab hipertensi meliputi umur, jenis kelamin, genetik,

kebiasaan merokok, konsumsi makanan asin berlebihan, konsumsi lemak

jenuh, penggunaan jelantah, konsumsi minuman beralkohol, obesitas,

kurang aktifitas fisik, dan faktor menopause pada wanita.

3. Pada Desa Banjarsari kecamatan Sokaraja, faktor risiko utama terjadinya

hipertensi adalah kurangnya aktifitas fisik yang dilakukan para warga.

4. Pengetahuan responden mengenai hipertensi tergolong buruk, karena

sebagian besar dikategorikan kurang.

5. Program kerja Prolanis telah dilakukan Puskesmas Sokaraja 2 untuk

memberantas penyakit-penyakit kronik.

6. Alternatif solusi yang ditawarkan untuk kejadian ini adalah pemberdayaan

kader desa, penyuluhan untuk warga Banjarsari yang memiliki faktor

risiko, dan pemasangan poster atau pengiklanan mengenai bahaya

hipertensi. Dan setelah dikalkulasi menggunakan metode RINKE, yang

dianggap paling ideal adalah “Pelatihan dan pemaksimalan kader desa

dalam pengetahuan mengenai Hipertensi dan teknik penggunaan

sphygmomanometer di desa banjarsari selama 6 bulan”, yang selanjutnya

disusun menjadi Plan of Action.

B. Saran

1. Pihak puskesmas diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat

mengenai hipertensi, memberikan upaya kesehatan promotif dan preventif

pada masyarakat untuk menekan angka kejadian hipertensi

49

Page 50: Laporan PL CHEM 4

2. Puskesmas dapat ikut serta dalam mengevaluasi keberlangsungan Plan of

Action, dan mengimplementasikan kegiatan rutin serupa dalam upaya

menjaga kesehatan masyarakat sekitar.

3. Masyarakat diharapkan dapat mengikuti kegiatan puskesmas tentang

upaya kesehatan secara rutin, serta menjaga kesehatan diri sendiri terkait

menjauhi faktor risiko penyebab hipertensi.

50

Page 51: Laporan PL CHEM 4

DAFTAR PUSTAKA

Alkatiri,J.,BakriSyakir. 2008. ResusitasiJaantungParu. Dalam: Sudoyo, Aru W., dkk (editor). Buku Ajar PenyakitDalam. Edisi IV. Jilid I. Jakarta: PusatPenerbitanIlmuPenyakitDalam FK UI

Anies. 2006. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular : Solusi Pencegahan dari Aspek Perilaku dan Lingkungan. Jakarta : Gramedia

Armilawati, 2007. Peningkatan tekanandarah. Jakarta: EGC

Arozal W., danGan S., 2007.Psikotropik dalamFarmakologidanTerapi.Edisikelima Editor Sulistia G. Ganiswara. Jakarta. Hal 162

Aru, Sudoyo et al., 2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6 Jilid 3. Jakarta: Interna Publishing

Azwar, S. 2003. Sikap manusia Teori dan pengukurannya. Jakarta: Pustaka Belajar

Bakri, B. Fajar, I. supariasa, I.D.N. 2013. penilaian status gizi. Jakarta: EGC

Braverman, ER & Braverman, D. 2010. Penyakit jantung dan penyembuhannya

secara alami. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Komputer

Bustam, M.N, 1997. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta, Jakarta

Davis. 2011. Hipertensi: the silent killer. Jakarta: yayasan penerbitan IDI

Dever, G.E. Alan.2013.Community health analysis : a holistic; Approach Health

planning; Community health services; Epidemiology. Jakarta: FKUI.

Dinas kesehatan kota Surabaya. Serba-Serbi Gizi. www.surabaya-ehealth.org. (Oktober 2009)

Djuanda, Adhi, Mochtar Hamzah, dan Siti Asiah. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Elsanti, salma. 2009. Panduan hidup sehat: bebas kolestrol, stroke, hipertensi dan serangan jantung. Yogyakarta: PustakaBelajar

G. Hardin. "Arthralgia". Clinical Methods - The History, Physical, and Laboratory Examinations. Retrieved 2007-09-20.

Gray, Huon H. Et al. 2005. Lecture notes Kardiologi, Edisi IV. Jakarta: PenerbitErlangga

51

Page 52: Laporan PL CHEM 4

Gustaviani R. 2007. Buku ajar ilmu penyakit dalam, edisi ke-4. Jakarta: Pusat penerbitan FKUI. hlm. 1857-8.

Hamonangan, R. 2011. penyakit jantung dan pembuluh darah dan faktor resiko. Jakarta: FKUI

Mansjoer,A.2001. ResusitasiJantungParu.Dalam: Sudoyo, Aru W., dkk (editor). Buku Ajar IlmuPenyakitDalam. Edisi V jilid I. Jakarta: Interna Publishing.

Rahayu, hesti. 2012. faktor resiko hipertensi pada masyarakat Rw 01 srengseng sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan

Rimon, et al., 2002, Diagnosis of iron deficiency anemia in the elderly by transferrin receptor-ferritin index. Arch Intern Med. J;162(4): 4459

Rini T. 2008. Faktor-faktorresikoulkusdiabetikapadapenderita diabetes melitus. [diakses 3 Jauari 2014]. http://eprints.undip.ac.id/18866/1/Rini_Tri_Hastuti.pdf.

Schrier, Robert W . 2000.”Blood Urea Nitrogen and Serum Creatinine : Not Married in Heart Failure “Journal of America Heart Assocoation Circulation Heart Failure. http//circheartfailure.ahajounarls.org/content/1/1/2.full

Sihombing, M. 2010. Pusat Penelitian dan pengembangan biomedis dan farmasi, badan penelitian dan pengembangan kesehatan jakarta. Hubungan perilaku merokok, konsumsi makanan/minuman, dan aktivitas fisik dengan penyakit hipertensi pada responden obes usia dewasa di Indonesia, 60 (9), 406-412. Maret 6, 2012. indonesia.digitaljournals.org

Simoes EAF, Cherian T, Chow J, Shahid-Salles SA, Laxminarayan R, John J.Chapter 25Acute Respiratory Infections in Children. In : Jamison DT, Breman JG, Measham AR, et al., editors. Disease Control Priorities in Developing Countries. 2nd edition. Washington (DC): World Bank; 2006.

Sugiharto, A. 2012. Faktor-faktor risiko hipertensi grade II pada masyarakat (study kasus) di Kabupaten Karanganyar. eprint.undip.ac.id

Susalit E, Kapojos E, Lubis H. HipertensiPrimer, 2 ed. Jakata : BPFKUI, 2001: 453-472)

Tan danRaharja K, 2001.Obat-obat Penting. Edisi V. PenerbitGramedia Jakarta. Halaman 314-315.

Taylor, J; Goodkin, HP (2011). "Dizziness and vertigo in the adolescent". Otolaryngologic Clinics of North America 44 (2): 309–321

52

Page 53: Laporan PL CHEM 4

53