Laporan PL PG Cinta Manis

107
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Praktek lapangan merupakan salah satu media yang dapat membantu mahasiswa dalam menjawab tuntutan peningkatan sumber daya manusia. Selama melakukan praktek lapangan mahasiswa akan melihat dan merasakan kondisi dunia kerja dan industri yang sebenarnya. Hal ini akan bermanfaat sekali karena ilmu-ilmu yang didapat selama perkuliahan akan dapat lebih dikuasai dan dihayati, sehingga nantinya ketika masuk dalam dunia kerja ilmu yang didapat akan lebih mudah diaplikasikan. Dalam praktek lapangan mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh selama kuliah dan praktikum. Serta mampu menganalisis dan memecahkan persoalan yang terjadi di lapangan sehingga semua permasalahan yang akan ditemui di lapangan dapat ditelaah secara ilmiah sesuai dengan bekal yang diperoleh dari kegiatan akademik tersebut. Perusahaan yang bergerak dalam bidang pangan senantiasa mengarahkan kegiatan usahanya untuk menghasilkan produk yang memenuhi standar keamanan pangan serta memberikan kepuasan bagi konsumen. Masalah keamanan pangan pada saat ini sedang mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah, serta menjadi sebuah tuntutan yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang pangan. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya minat konsumen terhadap produk yang bernilai Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Pemenuhan produk yang bernilai ASUH dapat dilakukan salah satunya dengan menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP). Selain penerapan GMP, suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang pangan juga dituntut untuk meminimumkan limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut. Diantaranya dengan menerapkan Produksi Bersih (PROBER) pada proses pengolahan limbahnya. Sehingga limbah yang dihasilkan dapat diminimalisir dengan memanfaatkannya kembali atau digunakan kembali untuk membantu kegiatan produksi. Unit Usaha Cinta Manis merupakan salah satu dari 27 unit usaha PTPN VII (Persero) yang bergerak di bidang Perkebunan Tebu dan Pabrik Gula yang terletak di 6 (enam) Kecamatan yaitu: Indralaya Kota, Indralaya Selatan, Tanjung Batu, Payaraman, Lubuk Keliat, Rambang Kuang, Kabupaten Ogan Ilir, dan Provinsi Sumsel. Dengan Unit Usaha Cinta Manis ini mahasiswa diharapakan dapat mengartikulasikan pengetahuan yang didapat di perkuliahan dan pengetahuan baru di lapangan. Unit Usaha Cinta Manis di PTPN VII (Persero) ini sangat relevan dengan bidang agroindustri dan sesuai dengan ilmu yang didapat diperkuliahan.

description

Proses, Prober, Lingkungan di PG Cinta Manis

Transcript of Laporan PL PG Cinta Manis

Page 1: Laporan PL PG Cinta Manis

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Praktek lapangan merupakan salah satu media yang dapat membantu

mahasiswa dalam menjawab tuntutan peningkatan sumber daya manusia. Selama

melakukan praktek lapangan mahasiswa akan melihat dan merasakan kondisi

dunia kerja dan industri yang sebenarnya. Hal ini akan bermanfaat sekali karena

ilmu-ilmu yang didapat selama perkuliahan akan dapat lebih dikuasai dan

dihayati, sehingga nantinya ketika masuk dalam dunia kerja ilmu yang didapat

akan lebih mudah diaplikasikan.

Dalam praktek lapangan mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan

pengetahuan yang telah diperoleh selama kuliah dan praktikum. Serta mampu

menganalisis dan memecahkan persoalan yang terjadi di lapangan sehingga semua

permasalahan yang akan ditemui di lapangan dapat ditelaah secara ilmiah sesuai

dengan bekal yang diperoleh dari kegiatan akademik tersebut.

Perusahaan yang bergerak dalam bidang pangan senantiasa mengarahkan

kegiatan usahanya untuk menghasilkan produk yang memenuhi standar keamanan

pangan serta memberikan kepuasan bagi konsumen. Masalah keamanan pangan

pada saat ini sedang mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah, serta menjadi

sebuah tuntutan yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan yang bergerak dalam

bidang pangan. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya minat konsumen

terhadap produk yang bernilai Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Pemenuhan

produk yang bernilai ASUH dapat dilakukan salah satunya dengan menerapkan

Good Manufacturing Practices (GMP). Selain penerapan GMP, suatu perusahaan

yang bergerak dalam bidang pangan juga dituntut untuk meminimumkan limbah

yang dihasilkan oleh industri tersebut. Diantaranya dengan menerapkan Produksi

Bersih (PROBER) pada proses pengolahan limbahnya. Sehingga limbah yang

dihasilkan dapat diminimalisir dengan memanfaatkannya kembali atau digunakan

kembali untuk membantu kegiatan produksi.

Unit Usaha Cinta Manis merupakan salah satu dari 27 unit usaha PTPN

VII (Persero) yang bergerak di bidang Perkebunan Tebu dan Pabrik Gula yang

terletak di 6 (enam) Kecamatan yaitu: Indralaya Kota, Indralaya Selatan, Tanjung

Batu, Payaraman, Lubuk Keliat, Rambang Kuang, Kabupaten Ogan Ilir, dan

Provinsi Sumsel.

Dengan Unit Usaha Cinta Manis ini mahasiswa diharapakan dapat

mengartikulasikan pengetahuan yang didapat di perkuliahan dan pengetahuan

baru di lapangan. Unit Usaha Cinta Manis di PTPN VII (Persero) ini sangat

relevan dengan bidang agroindustri dan sesuai dengan ilmu yang didapat

diperkuliahan.

Page 2: Laporan PL PG Cinta Manis

2

Tujuan

Secara umum tujuan Praktik Lapangan adalah :

a. Tujuan Instruksional:

1) Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan mahasiswa

melalui latihan kerja dan aplikasi ilmu yang telah diperoleh sesuai

dengan bidang keahliannya.

2) Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi,

merumuskan, dan memecahkan permasalahan sesuai dengan bidang

keahliannya di lapangan secara sistematis dan interdisiplin.

b. Tujuan Institusional

Memperkenalkan dan mendekatkan IPB, khususnya Fakultas Teknologi

Pertanian IPB dengan masyarakat, dan mendapatkan masukan bagi penyusunan

kurikulum dan peningkatan kualitas pendidikan yang sesuai dengan kemajuan

Iptek dan kebutuhan masyarakat pengguna.

Adapun tujuan khusus dari kegiatan Praktek Lapangan ini yaitu :

1. Mempelajari penerapan GMP (Good Manufacturing Practices) dan

PROBER (Produksi Bersih) di PTPN VII (Persero) UNIT USAHA

CINTA MANIS.

2. Menganalisis, melakukan observasi, dan memberikan solusi terhadap

masalah yang ada dalam industri berdasarkan disiplin ilmu yang

dipelajari dan jika diperlukan akan ditindak lanjuti melalui penelitian.

3. Memperoleh pengalaman kerja yang sesuai dengan profesi dan

pengetahuan yang diterima di bangku kuliah, terutama sesuai dengan

topik yang diangkat.

Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Praktik lapang dilaksanakan di PTPN VII (Persero) Unit Usaha Cinta

Manis yang berlokasi di Desa Ketiau, Kec. Lubuk Keliat, Kab. Ogan Ilir,

Prov. Sumatera Selatan. Kegiatan Praktik Lapangan ini dilaksanakan selama

40 hari kerja efektif terhitung dari tanggal 24 Juni 2013 sampai dengan

tanggal 2 Agustus 2013. Praktik lapang dilaksanakan setiap hari senin-

minggu dimulai dari pukul 07.00-12.00 dan 14.00-16.00 WIB.

Metode Praktik Lapang

Metode pelakasanaan Praktik Lapangan di PTPN VII (Persero) Unit Usaha

Cinta Manis terdiri dari :

1. Penjelasan singkat

Penjelasan singkat dari pembimbing lapangan atau wakil dari Unit Usaha

Cinta Manis. Hal ini bertujuan untuk memberikan wacana awal serta

peraturan yang berlaku terkait dengan pelaksanaan PL di Unit Usaha Cinta

Manis.

Page 3: Laporan PL PG Cinta Manis

3

2. Pengamatan di Lapangan

Dilakukan dengan mengamati secara langsung terhadap proses produksi

dari bahan baku hingga menjadi produk yang dihasilkan.

3. Kerja Mandiri dan Kerja Terbimbing

Dilakukan untuk memperoleh pengalaman di dunia kerja dan mempelajari

kesesuaian antara teori dengan praktik di lapangan mengenai hal yang

berkenaan dengan proses produksi pada Unit Usaha Cinta Manis serta hal-

hal lain yang terkait.

4. Wawancara dan Diskusi dengan Pihak Terkait

Kegiatan wawancara ini dilakukan sebagai upaya pengumpulan informasi

dan data primer yang berhubungan dengan aspek yang dipelajari.

Wawancara dilakukan untuk menjelaskan dan mengklarifikasi serta

menerangkan masalah-masalah teknis yang ada di lapangan yang berguna

untuk mendapatkan informasi tambahan. Dimana wawancara ini

dilakukan terhadap pihak – pihak terkait dengan topik yang ada.

5. Studi Pustaka

Dilakukan dengan mencari referensi dan literatur yang berkaitan dengan

kegiatan yang dilakukan dan membandingkan dengan situasi yang terjadi

di lapangan.

6. Pengolahan dan Analisa Data

Dilakukan dengan mengolah data yang didapat dari Praktik Lapangan

kemudian dilakukan analisis berdasarkan data yang diperoleh sehingga

menghasilkan informasi yang dapat dimanfaatkan.

7. Perumusan dan Penulisan Laporan

Kegiatan ini dilakukan setelah data yang diperoleh dianalisis dan

dirumuskan yang kemudian dituangkan dalam bentuk laporan tertulis.

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII adalah

salah satu BUMN yang bergerak dalam sektor perkebunan yang dibentuk

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1996 tanggal 14 Februari

1996 dan Akte Notaris Harun Kamil, SH No.40 tanggal 11 Maret 1996 dan

berkantor pusat di Bandar Lampung. PTPN VII (Persero) terdiri dari 3 provinsi

yaitu Lampung, Sumatera Selatan, dan Bengkulu.

Page 4: Laporan PL PG Cinta Manis

4

Gambar 1 Sebaran wilayah Unit Usaha PTPN VII (Persero)

PTPN VII (Persero) merupakan gabungan dari beberapa PT yang

dihimpun menjadi satu kesatuan, yang terdiri dari PT Perkebunan X (Persero), PT

Perkebunan XXXI (Persero), Proyek Pengembangan PT Perkebunan XI (Persero)

di Kabupaten Lahat, dan Proyek Pengembangan PT Perkebunan XXIII (Persero)

di Provinsi Bengkulu.

PTPN VII (Persero) terbentuk dalam beberapa kurun waktu tertentu.

Berdasarkan Keputusan Presiden No. 59 Tahun 1978 dilakukan studi kelayakan

oleh Victories Mill Company dari Filipina. Kemudian SK. Menteri Pertanian No.

688/Kpts/Org/8/1981 menyebutkan bahwa proyek PG. Cinta Manis dikelola oleh

PTP. XXI-XXII (Persero). Selanjutnya pada tanggal 20 Oktober 1989 dikeluarkan

Peraturan Pemerintah RI No 15 Tahun 1989 bahwa PG. Cinta Manis dan PG.

Bunga Mayang dilepas dari PTP. XXI-XXII (Persero) menjadi PTP. XXXI

(Persero). Pada tanggal 2 Mei 1994, SK. Menkeu RI No. 149/KMK/016/1994

menyebutkan adanya penggabungan PTP menjadi PTPN, sehingga pada tanggal

11 Maret 1996 dikeluarkan SK. Menkeu RI No. 257/KMK.016/1996 dan No.

166/KMK.016/1996 bahwa PTP. X (Persero), PTP. XXXI (Persero), PTP. XIII

(Persero) di Bengkulu dan PTP. XI di wilayah Lahat yang digabung menjadi

PTPN VII (Persero) dengan Akte Notaris Harun Kamil SH No. 40 tanggal 11

Maret 1996.

PTPN VII (Persero) mengolah 4 komoditas utama yang terdapat pada

masing-masing lokasi atau wilayah unit usahanya yang terdiri dari: kelapa sawit,

karet, teh, dan tebu (gula). Berikut merupakan tabel komoditas yang diolah oleh

PTPN VII berserta lokasi, dan produk yang dihasilkan serta kapasitasnya.

Page 5: Laporan PL PG Cinta Manis

5

Tabel 1 Komoditas dan sebaran lokasi pengolahannya di wilayah PTPN

VII (Persero)

Komoditas Lokasi Ʃ Produk Kapasitas

(ton)

Lampung Sumsel Bengkulu

Kelapa

Sawit

PPKS 2 4 1 7 CPO/inti

sawit

261

ton/jam

PPIS 1 1 - 2 Minyak inti

sawit

Bungkil inti

sawit

100

ton/hari

Karet

Pabrik RSS 2 1 1 4 RSS 35 ton/hari

Pabrik SIR 4 3 1 8 SIR 260

ton/hari

Teh

Pabrik teh - 1 - 1 BOP, dust,

bochea,

broken mix

80 ton

pucuk

basah/hari

Gula

Pabrik gula 1 1 - 2 Gula SHS

dan tetes

7.000

TCD

5.500

TCD

TOTAL 10 11 3

Sumber : Tata usaha Unit Usaha Cinta Manis, 2013

Pabrik Gula Cinta Manis merupakan salah satu dari 2 pabrik gula yang

dimiliki oleh PTPN VII (Persero). Pabrik Gula Cinta Manis berdiri pada tahun

1982 dan dioperasikan pada tahun 1984 dengan kemampuan produksi 5.500 TCD.

Menggunakan proses sulfitasi dan mengahasilkan produk berupa Gula Kristal

Putih (GKP).

Lokasi Perusahaan

Unit Usaha Cinta Manis terletak di Desa Ketiau Kec. Lubuk Keliat Kab.

Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan dengan kantor direksi berada di Lampung.

Memiliki lahan di 6 (enam) Kecamatan yaitu : Indralaya Kota, Indralaya Selatan,

Tanjung Batu, Payaraman, Lubuk Keliat, dan Rambang Kuang pada Kabupaten

Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Unit Usaha Cinta Manis memiliki luas lahan

20.263,09 Ha, yang terdiri dari lokasi I dengan luas lahan 6.512,42 Ha (HGU

No.01/95), lokasi II dengan luas lahan 8.866,77 Ha (PBT No.35/2003), dan lokasi

III dengan luas lahan 4.883,92 Ha (PBT No.28/1998). Uraian ke 3 lokasi lahan

Unit Usaha Cinta Manis dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Page 6: Laporan PL PG Cinta Manis

6

Tabel 2 Uraian lahan Unit Usaha Cinta Manis

No Urian Rayon (Ha) Jumlah

I/II III/IV/V VI

1 Kebun tebu giling

& bibit

4.917,95 6.133,68 3.416.68 14.448.3

2 Kantor, pabrik,

perumahan

70.31 131.88 34.44 236.6

3 Jalan 253.92 351.09 158.50 763.5

4 Rawa, rendahan 1.311.23 2.270.099 1.274.32 4.855.6

Total Area (Ha) 6.512.42 8.866.75 4.883.92 20.263.09

Sumber : Tata usaha Unit Usaha Cinta Manis, 2013

Tujuan Perusahaan

Visi dan Misi Perusahaan

a. Visi

Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII menjadi

perusahaan agribisnis berbasis karet, kelapa sawit, teh dan tebu yang

tangguh serta berkarakter global.

1. Tangguh berarti daya saing prima melalui peningkatan

produktivitas, mutu, skala ekonomi, dan dukungan industri hilir.

2. Karakter global berarti berkarakteristik yaitu perusahaan berkelas

dunia, proses bisnis dan kinerja prima, serta menghasilkan produk

berstandar internasional.

b. Misi :

1. Menjalankan usaha perkebunan karet, kelapa sawit, teh, dan tebu

dengan menggunakan teknologi budidaya dan proses pengolahan

yang efektif serta ramah lingkungan.

2. Mengembangkan usaha industri yang terintegrasi dengan bisnis

inti (karet, kelapa sawit, teh dan tebu) dengan menggunakan

teknologi terbarukan.

3. Mengembangkan sumber daya manusia yang berbasis kompetensi.

4. Membangun tata kelola usaha yang efektif.

5. Memelihara keseimbangan kepentingan stakeholders untuk

mewujudkan daya saing guna menumbuh-kembangkan perusahaan.

Rencana Strategis Perusahaan

Melaksanakan pembangunan dan pengembangan agribisnis sektor

perkebunan sesuai prinsip perusahaan yang sehat, kuat dan tumbuh

berkesinambungan dalam skala usaha yang ekonomis.

Menjadi perusahaan yang berkemampulabaan (profitable), makmur

(wealth) dan berkelanjutan (sustainable) sehingga dapat berperan lebih jauh

dalam akselerasi pembangunan regional dan nasional.

Page 7: Laporan PL PG Cinta Manis

7

Sistem Manajemen Perusahaan

Struktur Organisasi Perusahaan

Dalam suatu perusahaan atau industri wajib memiliki struktur organisasi

dan ketenagakerjaan yang jelas, karena hal ini akan menunjukkan hubungan antar

karyawan di suatu bagian dengan bagian yang lain agar jelas kedudukan,

wewenang, dan tanggung jawab masing-masing, sehingga dapat teratur dan

terorganisir dengan baik. Berikut struktur organisasi pada Unit Usaha Cinta

Manis.

Gambar 2 Struktur organisasi PTPN VII (Persero) Unit Usaha Cinta Manis

Pekerja pada Unit Usaha Cinta Manis PTPN VII (Persero) dibagi menjadi

2 yaitu pekerja tetap dan pekerja kampenye dengan jumlah yang berbeda dengan

uraian seperti tabel dibawah ini.

Tabel 3 Uraian jumlah pekerja Unit Usaha Cinta Manis

No Uraian/Status Hub. Kerja Jumlah

Orang

1 PEKERJA TETAP

a. Golongan I-II 618

b. Golongan III-IV 85

2 PEKERJA KAMPANYE 489

TOTAL 1.192

Sumber : Tata usaha Unit Usaha Cinta Manis, 2013

Page 8: Laporan PL PG Cinta Manis

8

Tenaga kerja tetap pada Unit Usaha Cinta Manis dibagi menjadi 2

berdasarkan golongannya, yaitu golongan I-II dan golongan III-IV. Karyawan

pekerja tetap maupun pekerja kampanye ini dibagi menjadi 2 tipe, yaitu shift dan

non-shift. Berikut adalah tabel jadwal kerja karyawan Unit Usaha Cinta Manis :

Tabel 4 Jadwal kerja karyawan shift dan non-shift Unit Usaha Cinta Manis

Tipe Shift Waktu Kerja

Pagi 06:00 – 14:00

Siang 14:00 – 22:00

Malam 22:00 – 06:00

Tipe Non-Shift Waktu Kerja

Senin – Jumat 07:00 – 12:00 dan 14:00 – 16:00

Sabtu 07:00 – 13:00

Sumber : Tata usaha Unit Usaha Cinta Manis, 2013

Fasilitas Perusahaan

Unit Usaha Cinta Manis senantiasa berusaha untuk memenuhi

kesejahteraan karyawannya dengan menyediakan berbagai fasilitas yaitu :

1. Pemberian gaji karyawan sesuai dengan jabatan, golongan dan

prestasi kerja karyawan

2. Pemberian tunjangan, baik tunjangan hari raya maupun tunjangan

hari tua

3. Klinik kesehatan untuk karyawan

4. Perumahan untuk karyawan

5. Koperasi karyawan yang menyediakan bahan pokok untuk

kebutuhan sehari-hari bagi karyawan dengan harga yang terjangkau

dan mempermudah dalam sistem pembayarannya.

6. Sarana pendidikan, tempat ibadah, sarana olahraga (lapangan

basket, sepak bola, voli, bulu tangkis, tenis dll) serta gedung

pertemuan/gedung serbaguna

7. Asuransi jiwa berupa Jamsostek untuk hari tua dan lain-lain

Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi gula kristal putih yang dapat dihasilkan pada Unit

Usaha Cinta Manis sebesar ± 200 ton per hari, dengan rendemen gula sebesar 7,2

%. Dalam tiap panen dan giling Unit Usaha Cinta Manis dapat melakukan

penggilingan tebu hingga 4.500 ton tiap harinya.

Page 9: Laporan PL PG Cinta Manis

9

Produk

Unit Usaha Cinta Manis memiliki dua jenis produk yang dapat

dihasilkan, produk tersebut adalah produk utama dan produk samping. Produk

utama yang dihasilkan Unit Usaha Cinta Manis adalah berupa gula kristal putih

(GKP) dengan HK sekitar 99% dan besar butiran kristal 0,9 – 1,1 mm. Sedangkan

produk sampingan yang dihasilkan Unit Usaha Cinta Manis adalah berupa tetes

tebu atau Molase dengan HK sekitar 33% yang akan diekspor ke luar negeri,

kemudian ada ampas sisa tebu atau Bagas yang dapat digunakan sebagai bahan

bakar boiler dan campuran kompos, kemudian yang terakhir adalah abu dan

blotong atau filter cakeyang digunakan untuk bahan campuran pupuk kompos.

UNIT-UNIT OPERASI PRODUKSI

Proses produksi gula merupakan aktivitas utama yang berlangsung di PG

Unit Usaha Cinta Manis. Aktivitas ini merupakan serangkaian kegiatan untuk

mengolah nira dari tebu menjadi gula kristal putih (GKP) dengan menggunakan

proses pemurnian sulfitasi. Secara umum proses produksi dimulai dari

penebangan bahan baku berupa tebu di lahan tebu. Selanjutnya, nira dalam tebu

akan diekstrak dan diolah dengan melewati serangkaian stasiun pendahuluan dan

stasiun pengolahan, diantaranya ialah sebagai berikut :

1. Stasiun Timbangan dan Cane Yard (Halaman Tebu)

2. Stasiun Mill (Gilingan)

3. Stasiun Pemurnian

4. Stasiun Evaporator (Penguapan)

5. Stasiun Kristalisasi (Masakan)

6. Stasiun Finishing (Penyelesaian)

7. Sugar Bin dan Storage

Hingga saat ini, tepatnya pada musim giling tahun 2013, PG Unit Usaha

Cinta Manis memiliki kapasitas produksi ± 5.500 TCD GKP. Berdasarkan

keterangan dari perusahaan, kapasitas produksi ini telah dimulai pada tahun 2010

sebagai upaya Revitalisasi PG Unit Usaha Cinta Manis PTPN VII (Persero).

Kemudian untuk kelancaran operasional pada bagian pengolahan terdapat juga

bagian-bagian pendukung, antara lain :

1. Power House

2. Instrument

3. Work Shop (Besali)

4. Boiler

5. Water Treatment

Page 10: Laporan PL PG Cinta Manis

10

75 m

75 m

50 m

50 m

25 m

25 m Juring

Faktor Penentu Waktu Giling dan Mutu Tebu

Suatu industri atau perusahaan gula sebelum melakukan proses giling atau

produksi gula dari tebu, harus memiliki faktor penentu waktu giling. Begitu juga

dengan Unit Usaha Cinta Manis, yang memiliki faktor penentu waktu giling

diantaranya ditentukan oleh bagian tanaman dan laboratorium (Trichogramma)

berupa Faktor Kemasakan (FK) mencapai 20-30% dari 100% kemasakan, nilai

rendemen, Koefisien Peningkatan (KP), dan Koefisien Daya Tahan (KDT) serta

kesiapan pabrik oleh bagian teknik.

Analisa diatas terkait dengan analisa mutu tebu. Analisa mutu tebu

dilakukan pada tebu sampel. Tebu sampel diperoleh dengan cara pengambilan

sampel. Pengambilan sampel tebu dilakukan dengan menghitung 25 meter (juring)

kedalam petak dan 25 meter horizontal, maka ditemukan titik pengambilan

sampel. Sampel diambil sebanyak 10 batang per petak selama 2 minggu sekali/1

periode.

Gambar 3 Titik pengambilan sampel tebu

Dimulai dari analisa kemasakan tebu. Analisa kemasakan tebu dilakukan

ketika tebu telah berumur diatas 8,5 bulan. Analisa kemasakan tebu bertujuan

untuk mengetahui tingkat kemasakan tebu dan potensi rendemen serta sebagai

dasar untuk petak-petak yang akan diaplikasikan Zat Pemacu Kemasakan (ZPK)

dan juga untuk penentuan jadwal tebang. Dengan rumus sebagai berikut :

Untuk tebu sampel yang telah diambil, dilakukan analisa brix dan analisa

pol yang sebelumnya dilakukan analisa tingkat keperahan tebu sampel. Tingkat

keperahan tebu diperoleh dari hasil bagi berat nira per berat tebu.

Selanjutnya dilakukan analisa brix dengan menggunakan tabung brix yang

di isi dengan nira hasil gilingan sampel tebu, maka diperoleh nilai brix nya.

Kemudian analisa pol dilakukan dengan alat polari meter, dimana nira terlebih

dahulu disaring dan dicampur asam asetat serta aquades. Larutan nira yang telah

tercampur, dituang dalam tabung polari meter dan diperoleh nilai pol dari nira

sampel tebu. Masing-masing analisa brix dan pol dilakukan pada nira tebu sampel

Page 11: Laporan PL PG Cinta Manis

11

bagian atas, tengah, dan bawah. Nilai hasil analisa brix dan pol digunakan untuk

memperoleh nilai Harkat Kemurnian (HK) sebagai nilai pembagi pada koefisien

daya tahan (KDT) dan rendemen (%). Rendemen diperoleh dari perkalian kualitas

tebu dengan kuantitas tebu. Kualitas tebu berupa pol – 0,4 (Brix – pol) dan

kuantitas tebu berupa Faktor Perah.

(a) (b)

Gambar 4 (a) Nira tebu sampel (b) Polari meter

Setelah dilakukan beberapa uji diatas, dapat ditentukan bahwa tebu telah

siap tebang dengan jadwal tebang yang diperoleh dari analisa kemasakan tebu

setiap petak sebagai bahan baku pembuatan gula kristal putih (GKP). Maka

diperoleh waktu giling/proses produksi gula pada PG Unit Usaha Cinta Manis.

Rangkaian Operasi Produksi

Stasiun Timbangan dan Cane Yard (Halaman Tebu)

Stasiun timbangan dan cane yard merupakan stasiun pendahuluan pada

semua pabrik gula. Pada pabrik gula Unit Usaha Cinta Manis terdapat 3

timbangan yang terdapat pada stasiun timbangan. Dari ke 3 timbangan tersebut

memiliki kegunaan dan fungsinya masing-masing dengan spesifikasi yang

berbeda-beda. Timbangan 1 dan 2 merupakan timbangan Bruto yang mempunyai

kapasitas 60 ton. Digunakan untuk menimbang tebu dan bahan tambahan (umum)

seperti kapur, asam phosfat, sulfur dll yang akan masuk dalam cane yard atau pun

pabrik. Kemudian timbangan 3 merupakan timbangan Netto yang mempunyai

kapasitas 20 ton. Digunakan untuk menimbang truk atau alat transportasi lain

yang akan keluar dari cane yard atau pabrik.

Page 12: Laporan PL PG Cinta Manis

12

(a) (b)

Gambar 5 (a) Timbangan bruto (b) Timbangan netto

Sebelum kendaraan pengangkut tebu masuk dalam stasiun timbangan,

kendaraan pengangkut di semprot terlebih dahulu pada bagian bawah kendaraan

menggunakan air guna mengurangi kotoran (tanah) yang akan ikut tertimbang dan

masuk dalam cane yard. Kendaraan pengangkut tebu ditimbang (bruto) dengan

tanpa pengendara di dalamnya guna menghindari penambahan berat pada

timbangan tebu yang dibawa. Berat tebu yang tertimbang secara otomatis masuk

dalam komputer yang telah diatur sebagai alat pencatat hasil timbangan berserta

kode kendaraan pengangkut dengan satuan kwintal. Untuk bahan tambahan

(umum) yang masuk, tertimbang dengan satuan kg. Setelah ditimbang maka

kendaraan pengangkut tebu masuk dalam cane yard untuk melakukan

pembongkaran tebu yang telah diangkut. Jika telah selesai maka kendaraan

pengangkut tebu kembali pada stasiun timbangan untuk ditimbang (netto) berat

kendaraan yang digunakan. Dengan sistem yang sama, maka diperoleh berat

kendaraan pengangkut tanpa tebu (kosong). Hasil yang diperoleh digunakan untuk

pembagi berat kotor tebu yang telah tertimbang dan tercatat. Sehingga diperoleh

berat bersih tebu yang dibawa dan masuk oleh kendaraan pengangkut tersebut.

Semua bahan yang melewati stasiun timbangan akan ditimbang terlebih dahulu

kecuali gula. Dalam stasiun timbangan semua data hasil timbangan akan direkap

per jam/per harinya.

Pada setiap kendaraan pengangkut yang membongkar muatan tebunya

pada cane yard, diambil 2 ikat tebu oleh petugas pada cane yard. Tebu yang

diambil digunakan untuk analisa Trash (%). Analisa trash terdiri dari Sogolan

(tebu ruas ≤ 10 ruas), Pucuk Tebu, Daduk (daun tebu), Tebu Mati, dan Tanah.

Pada Unit Usaha Cinta Manis toleransi trash maximal 5% pada setiap kendaraan

pengangkut. Jika lebih maka kendaraan pengangkut tersebut dikenakan pinalty

berupa pengurangan bobot tebu yang telah dibawa yaitu:

Berat Tebu x (% Trash Kendaraan Pengangkut – Max % Trash)

Pada cane yard Unit Usaha Cinta Manis menggunakan sistem FIFO dalam

proses kerjanya. Dimana tebu yang pertama masuk maka akan pertama pula di

giling. Cane yard Unit Usaha Cinta Manis memiliki kapasitas 8000-9000 ton

tebu. Dalam cane yard terdapat tiga alat untuk membantu memasukkan tebu

kedalam meja gilingan tebu yaitu Cane Lifter, Tipler, dan Cane Stacker

(grounded) yang dioperasikan oleh operator. Cane lifter merupakan alat pembantu

Page 13: Laporan PL PG Cinta Manis

13

untuk memasukkan tebu kedalam meja gilingan tebu yang diangkut oleh NCT.

Kemudian tipler, yang digunakan untuk memasukkan tebu kedalam meja gilingan

tebu tebu yang diangkut oleh truk besar maupun kecil. Pada Unit Usaha Cinta

Manis terdapat 3 tipler yang digunakan. Dua tipler besar yang dapat digunakan

untuk truk besar dan kecil serta satu tipler kecil yang digunakan untuk truk kecil.

Selanjutnya cane stacker atau grounded dapat digunakan oleh truk besar, truk

kecil, dan NCT.

(a) (b) (c)

Gambar 6 (a) Cane lifter (b) Tipler (c) Grounded

Terdapat 3 jenis potongan tebu yang masuk dalam cane yard yaitu

Manual, dimana tebu ditebang dan diangkut ke atas kendaraan pengangkut oleh

penebang secara manual dengan daya tahan tebu maksimal 30 jam pada cane

yard. Selanjutnya Semi Mekanis, dimana tebu ditebang oleh penebang dan

diangkut oleh mesin/traktor ke dalam kendaraan pengangkut dengan daya tahan

tebu maksimal 30 jam. Dan yang terakhir adalah dengan cara Mekanis, dimana

tebu di tebang dan diangkut oleh mesin/traktor dengan panjang potongan tebu 20 -

30 cm. Tebu hasil tebangan secara mekanis harus langsung digiling tanpa

menunggu terlebih dahulu pada cane yard karena lebih mudah rusak. Selain dari 3

jenis potongan tebu diatas, biasanya terdapat tebu bakar yang masuk pada cane

yard. Tebu bakar ada, karena adanya unsur ketidaksengajaan seperti terbakar dan

lain-lain. Tebu bakar juga memiliki waktu maksimum pada cane yard yaitu tidak

lebih dari 24 jam. Jika lebih maka tebu bakar akan rusak karena mikroba dan

jamur.

Cane yard merupakan aspek penting dalam kelancaran proses produksi

gula pada Unit Usaha Cinta Manis. Hal ini disebabkan karena pada cane yard

terdapat stok bahan baku/ tebu yang diatur jumlahnya sesuai dengan kapasitas

pabrik. Ada kalanya stok bahan baku/tebu pada cane yard dilebihkan guna

menangulangi terjadinya keterlambatan penebangan tebu dan pengangkutan tebu

menuju cane yard/pabrik. Sehingga pabrik tetap dapat berproduksi dan tidak

berhenti beroperasi. Cane yard beroperasi selama 24 jam dengan 3 kali sift

sebanyak 6 jam.

Page 14: Laporan PL PG Cinta Manis

14

Stasiun Mill (Gilingan)

Tebu yang telah mengalami bongkar muat dari kendaraan pengangkut

pada cane yard, selanjutnya akan mengalami 2 proses, yaitu penumpukan sebagai

proses transisi dalam kegiatan pengantrian sebelum masuk pada meja tebu atau

langsung dimasukkan ke meja tebu tanpa proses penumpukan. Hal ini dilakukan

tergantung kondisi yang terjadi pada stasiun Mill (Gilingan).

Tebu yang telah masuk pada meja tebu akan di bawa oleh cane carrier

yang dijalankan oleh operator menuju ke mesin pemotong tebu (cane preparation)

dengan nilai Preparation Indeks (PI) 85%.

Pada Unit Usaha Cinta Manis terdapat 3 tahap pemotongan tebu (cane

preparation) menjadi beberapa ukuran. Tahap pertama, pemotongan

menggunakan mesin Cane Cutter I dengan hasil potongan tebu 30 cm. Kemudian

masuk dalam mesin Cane Cutter II dengan hasil potongan tebu 10 cm. Dan yang

terakhir menggunakan Semi Hammer Shredder (SHS) dengan hasil potongan 2,5

cm. Pemotongan bertahap ini bertujuan untuk mempermudah mesin giling untuk

menggiling potongan tebu sehingga mudah terekstrasi dan meminimumkan energi

yang digunakan untuk mesin penggiling tebu.

(a) (b)

Gambar 7 . (a) Hasil potongan Cane preparation (b) Cane carrier mini

Hasil potongan tebu pada mesin pemotong kemudian dibawa oleh cane

carrier mini dari cane preparation menuju mesin penggiling untuk digiling dan

menghasilkan nira mentah. Pada Unit Usaha Cinta Manis terdapat 5 mesin giling

dalam proses pemerahan nira. Gilingan 1 dan 5 yang terdiri dari 5 roda penggiling

dan gilingan 2,3, dan 4 terdiri dari 4 roda penggiling. Adanya perbedaan jumlah

roda penggiling ini memiliki fungsi yang berbeda. Pada gilingan 1 diharapkan

tebu yang digiling sebanyak mungkin nira keluar dari potongan tebu, sedangkan

pada gilingan 5 diharapkan sekering mungkin ampas tebu yang dihasilkan dari

gilingan. Gilingan 2, 3, dan 4 mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk

mengektraksi nira dari potongan tebu sisa gilingan 1.

Page 15: Laporan PL PG Cinta Manis

15

(a) (b)

Gambar 8 (a) Roda penggiling (b) Air imbibisi

Pada proses penggilingan, ditambahkan Air Imbibisi dengan suhu 70-90ᵒC

sebanyak 30% berat tebu pada gilingan 5 yang bertujuan untuk mempermudah

pengeluaran nira yang tersisa pada potongan tebu yang digiling serta mencegah

terjadinya inversi (kerusakan) karena banyak nya mikroba yang mati pada suhu

tinggi. Namun penambahan air imbibisi dengan suhu tinggi (>90ᵒC) juga

mempunyai kekurangan yaitu dapat menyebabkan kerusakan sukrosa dan

melarutkan bahan-bahan non gula dalam nira (seperti zat lilin dll). Selain itu pada

gilingan 1 dan 5 terdapat proses penambahan bahan-bahan tambahan berupa

enzim amilase untuk mendegradasi amilum yang dihasilkan dari nira tebu hasil

gilingan sebanyak 20-25 ppm dan bioinsektisida serta susu kapur dengan

kekentalan 3ᵒBe. Larutnya bahan non gula (zat lilin) akan mengakibatkan roda

penggiling terjadi slip karena licin terlapisi oleh zat lilin. Potongan tebu yang

masuk pada gilingan 1 akan menghasilkan nira gilingan 1 dan ampas gilingan 1

yang akan diteruskan sebagai bahan baku pada gilingan 2. Ampas pada gilingan 2

akan diteruskan sebagai bahan baku gilingan 3. Ampas gilingan 3 akan diteruskan

sebagai bahan baku gilingan 4. Ampas gilingan 4 akan diteruskan sebagai bahan

baku gilingan 5 dan ampas gilingan 5 akan diangkut menuju stasiun Boiler

dengan menggunakan bagasse carrier. Sebagian dari jumlah bagasse yang

dihasilkan tersebut dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler yang terdiri dari tiga

unit dapur dan sebagian lagi digunakan untuk bahan pencampur nira kotor pada

stasiun pemurnian. Diharapkan ampas yang dihasilkan mengandung pol < 2% dan

Zat Kering Ampas mencapai 49-50%. Nira hasil gilingan 5 dipompa dan

dimasukkan kembali sebagai pembasah ampas tebu pada gilingan 4. Nira hasil

gilingan 4 dipompa dan di masukkan kembali sebagai pembasah ampas tebu pada

gilingan 3. Serta nira hasil gilingan 3 di pompa dan dimasukkan kembali sebagai

pembasah ampas tebu pada gilingan 2. Sehingga semua nira hasil gilingan

terkumpul pada tangki pengumpulan nira gilingan 1 dan 2.

Page 16: Laporan PL PG Cinta Manis

16

Gambar 9 Alur penggilingan

Nira yang telah terkumpul dalam tangki penampung, dipompa menuju

Rotary Chvs. Rotary Chvs berfungsi untuk memisahkan nira dengan ampas yang

terbawa oleh nira. Nira yang telah tersaring dipompa menuju stasiun pemurnian.

Sedangkan ampas yang tersaring dimasukkan pada gilingan 2 untuk di giling

kembali.

Stasiun mill (Gilingan) diharapkan dapat menghasilkan pol extraction

sebesar 93%. Untuk mencapai target maka dibutuhkan energi yang besar untuk

menjalankan mesin gilingan tersebut.

Stasiun Pemurnian

Unit pemurnian ialah suatu unit proses yang bertujuan untuk memisahkan

bahan-bahan bukan gula baik yang terlarut maupun yang tidak larut kecuali gula

reduksi tanpa merusak gula. Nira hasil perahan pada unit mill bersifat keruh dan

bewarna cokelat karena adanya bahan terlarut maupun yang tidak terlarut. Proses

pemurnian nira yang digunakan pada Unit Usaha Cinta Manis ialah proses

sulfitasi dengan sistem penambahan susu kapur dan sulfitasi dengan sistem

penambahan gas SO2. Tahap yang dilakukan pada proses pemurnian meliputi

penimbangan nira mentah + penambahan asam phosfat, pemanasan I, defekasi

(pre liming dan second liming), sulfitasi, pemanasan II, pembuangan gas terlarut,

pemisahan nira (jernih dan kotor), serta pembuangan blotong. Parameter yang

mempengaruhi pada proses pemurnian ialah nilai Harkat Kemurnian (brix dan

pol) serta pol blotong (%).

Nira mentah dari stasiun mill memiliki kadar kapur sebesar 320-360

dengan HK 780 ditimbang menggunakan timbangan nira dengan kapasitas

maksimum 5 ton yang memiliki suhu 40ᵒC. Prinsip kerja dari timbangan nira

seperti bandul sederhana. Dimana larutan nira akan masuk pada tabung nira

kosong. Ketika tabung nira penuh maka tabung akan turun karena berat nira yang

tertampung. Kemudian nira yang telah di timbang masuk dalam tangki

penampung WJT (weight juice tank) dan ditambahkan asam phosfat yang telah

dilarutkan dengan air (pengenceran 20 kali). Penambahan asam phosfat bertujuan

untuk meningkatkan kandungan asam phosfat dalam cairan nira. Nira mentah dari

stasiun mill memiliki kandungan asam phosfat sebesar 250 ppm. Sehingga perlu

nira nira

nira

a

imbibisi

Screenter

Tangki

penampung

CP

Ampas Nira (Ke stasiun Pemurnian)

ampas

Page 17: Laporan PL PG Cinta Manis

17

ditambahkan larutan phosfat untuk meningkatkan kandungan phosfat sebanyak

30-50 ppm dalam nira agar mencapai 300 ppm.

Gambar 10 Timbangan nira

Larutan nira yang telah tercampur dengan asam phosfat dipompa menuju

juice heater I atau pemanas I dengan suhu 75ᵒC. Sumber panas yang digunakan

pada pemanas I adalah uap yang dihasilkan dari proses penguapan atau evaporasi.

Panas dialirkan dengan sistem Heat Exchanger secara konduksi dan konveksi

(Shell & tube heat exchanger) pada nira sehingga nira memperoleh panas dengan

suhu 75ᵒC. Pemanasan akan disertai dengan uap air. Maka air yang tidak

digunakan pada pemanas I (kondensat) akan dialirkan kembali untuk digunakan

dalam proses selanjutnya dan mengandung sedikit amoniak. Pada Unit Usaha

Cinta Manis terdapat 4 juice heater yang digunakan dalam pemanas I. Tujuan

dilakukan pemanasan pendahuluan dengan suhu 75ᵒC adalah untuk mendukung

proses penggumpalan koloid pada proses defekasi.

Gambar 11 Juice heater

Setelah proses pemanasan I, nira dipompa menuju tangki proses defekasi

(penambahan susu kapur) dengan melalui 2 tahap, yaitu pre liming dan second

liming. Kapur dilarutkan terlebih dahulu dengan air panas sebelum di pompa dan

dimasukkan pada tabung pre liming dan second liming oleh operator melalui alat

pengatur pH. Larutan susu kapur ini memiliki konsentrasi mencapai 6,0-8,0ᵒ Be

dengan tujuan untuk membantu proses pengendapan koloid pada nira mentah.

Pada pre liming, pH nira dinaikkan menjadi 7,0-7,2 selama 3 menit, sedangkan

pada second liming pH nira dinaikkan menjadi 8,5-10,5 selama 30 detik agar tidak

terjadi perubahan warna pada nira. Kebutuhan kapur dalam proses defekasi ini

mencapai 1,2-1,4 kg/ ton tebu.

Page 18: Laporan PL PG Cinta Manis

18

(a) (b)

Gambar 12 (a) Pre liming dan Second liming (b) Sulfur tower

Nira dari second liming menuju sulfur tower untuk melalui proses sulfitasi.

Proses sulfitasi adalah proses penambahan gas SO2 pada nira, yang dihasilkan dari

proses pembakaran sulfur dengan menggunakan Rotary SulfurFurnance (RSF)

pada suhu < 400ᵒC. Proses sulfitasi ini menggunakan metode Counter Current

guna memperbesar waktu kontak agar reaksi lebih sempurna. Nira disemprotkan

langsung dari atas tabung sulfur tower agar kontak langsung dengan gas SO2 dari

bawah sulfur tower melalui 9 tray yang terdapat pada sulfur tower. Gas yang tidak

bereaksi dengan nira maka akan dikeluarkan melalui saluran pembuangan.

Semakin cepat gas yang dikeluarkan, maka semakin baik pula nira yang

dihasilkan dari proses sulfitasi. Nira yang telah tersulfitasi memiliki pH 7,0

(netral) dan selanjutnya ditampung pada tangki penampungan (drawing tank).

Kebutuhan sulfur/belerang untuk proses sulfitasi sebanyak 40 kg/100 ton tebu.

Kemudian nira yang tertampung pada drawing tank dipompakan kembali

menuju pemanas II (juice heater II) dengan suhu mencapai 105-110ᵒC guna

proses pemanasan lanjut. Pemanasan lanjut ini berfungsi untuk membantu proses

pengendapan. Proses pemanasan II berlangsung selama 30 detik dengan jumlah

juice heater sebanyak 3 buah. Uap panas yang digunakan pada pemanas II berasal

dari uap nira hasil proses penguapan pada evaporator. Nira hasil pemanasan II

dialirkan pada flash tank yang berguna untuk memisahkan gas yang larut dalam

nira, guna mempermudah proses pengendepan pada Clarifier. Prinsip kerja flash

tank adalah dengan sistem turbulen dan defleksi. Dimana cairan nira ditabrakkan

secara flash pada sebuah deflektor sehingga gas akan naik dan keluar melalui

lubang pembuangan. Nira dari flash tank memiliki suhu 100ᵒC.

Page 19: Laporan PL PG Cinta Manis

19

(a) (b)

Gambar 13 (a) Flash tank (b) Feed box

Selanjutnya nira dialirkan pada feed box dan second box menuju Single

Tray Clarifier (STC). Main box digunakan untuk melihat sampel nira yang

mengendap pada STC. Pada tangki STC, nira mengalami proses pengendapan

dengan adanya penambahan flokulan. Flokulan berfungsi untuk menyelubungi

koloid yang ada pada nira agar lebih kompak dan mudah mengendap. Nira

jernih/nira encer hasil pengendapan secara perlahan keluar dari STC dan masuk

dalam pemanas III (juice heater III) guna melalui proses penguapan (evaporasi)

dengan HK sebesar 825 dan suhu 95ᵒC serta memiliki kandungan kapur 480-520.

Sedangkan nira kotor dari STC bagian bawah dipompakan menuju mud mixer

(cyclon) dengan penambahan ampas halus/bagasecylo. Nira kotor dan ampas

halus dicampur hingga homogen yang selanjutnya dialirkan pada Rotary Vakum

Filter (RVF).

Gambar 14 Rotary vacuum filter

Prinsip kerja RVF yaitu menggunakan sistem vakum guna memisahkan

nira tapis dengan blotong. Sistem vakum yang digunakan melalui dua tahap yaitu

low vakum, digunakan untuk menarik blotong agar menempel pada permukaan

RVF dengan entalpi sebesar 20-30 dan high vakum yang digunakan untuk

mengurangi kadar air serta gula yang terkandung dalam blotong dengan entalpi

sebesar 25-40. RVF dilengkapi dengan siraman air yang berada diatas RVF

berfungsi untuk mengurangi jumlah pol dari blotong. Pada RVF menghasilkan

blotong dan nira tapis. Blotong kemudian dibawa menggunakan belt conveyor

menuju tempat penampungan blotong yang nantinya akan diangkut oleh truk

penampung.

Page 20: Laporan PL PG Cinta Manis

20

Unit Usaha Cinta Manis memiliki 3 rotary vakum filter yang masing-

masing memiliki ketebalan blotong mencapai 0,5-1,0 cm. Selain blotong hasil

pemisahan dari RVF berupa nira tapis dengan HK sebesar 621 yang di pompakan

kembali menuju timbangan nira dan bercampur kembali dengan nira mentah yang

berasal dari stasiun mill.

Stasiun Evaporator (Penguapan)

Evaporator merupakan alat utama yang digunakan dalam stasiun

penguapan. Tujuan proses penguapan ialah untuk menguapkan air yang berada

didalam nira encer atau nira jernih. Nira encer dari stasiun pemurnian (juice

heater III) dipompa ke bejana penguapan/evaporator yang bekerja secara paralel

dan seri. Proses penguapan nira encer pada Unit Usaha Cinta Manis menggunakan

sistem Quadruple Effect, artinya dengan satu kali diberikan uap pemanas

mengalami empat kali proses penguapan. Dimana setiap 1 kg uap yang diberikan

untuk penguapan, maka dapat menguapkan 4 kg air yang terdapat pada nira encer.

Selain itu pemilihan sistem quadruple effect oleh Unit Usaha Cinta Manis

mempunyai maksud untuk menjaga kestabilan pasokan uap untuk evaporator dan

ketergantungan vakum yang digunakan sesuai dengan kapasitas uap yang dapat

dihasilkan oleh stasiun boiler dan lain-lain.

Gambar 15 Evaporator

Unit Usaha Cinta Manis mempunyai 8 buah evaporator yang dibagi

menjadi 4 badan penguap yang terdiri dari Badan Penguap I (evaporator 1A, 1C,

dan 1D), Badan Penguap II (evaporator 1B dan 2), Badan Penguap III

(evaporator 3 dan 4), dan Badan Penguap IV (evaporator 5) yang mempunyai luas

penampang 1500 (5 buah evaporator) dan 1200 (3 buah evaporator).

Nira encer dari juice heater III dengan konsentrasi 11ᵒbrix masuk pada

badan penguap I secara paralel pada evaporator 1A, 1C, 1D kemudian melalui

pipa-pipa calandria nira dipanasi dengan uap bekas secara tak langsung dari

stasiun mill dan power house yang ditampung dalam LPSH dengan tekanan

bejana 0,8-1,0 kg/cm3

dan luas penampang 1500 m2LP. Disini nira mendidih pada

suhu 120ᵒC.

Kemudian nira dari badan penguap I mengalir ke badan penguap II secara

seri pada evaporator 1B dan 2. Melalui pipa-pipa calandria nira dipanasi dengan

uap nira badan penguap I secara tak langsung. Nira mendidih pada suhu 80-100ᵒC

dengan tekanan bejana 1,033 kg/cm3 dan luas penampang 1500 m

2LP. Selain itu

uap nira yang dihasilkan olah badan penguap I untuk memanaskan nira pada

Page 21: Laporan PL PG Cinta Manis

21

badan penguap II, juga digunakan untuk juice heater II dan stasiun

masakan/proses.

Nira badan penguap II mengalir ke badan penguap III secara seri pada

evaporator 3 dan 4. Melalui pipa-pipa calandria nira dipanasi dengan uap nira

badan penguap II secara tak langsung. Nira mendidih pada suhu 70ᵒC dengan

tekanan bejana 0,734 kg/cm3, dan luas penampang 1200 m

2LP serta memiliki

tekanan vakum 15 cmHg pada evaporator 4. Uap nira hasil badan penguap II yang

digunakan untuk memanaskan nira badan penguap III, juga digunakan untuk juice

heater I pada stasiun pemurnian.

Selanjutnya nira dari badan penguap III mengalirkan ke badan penguap IV

secara seri pada evaporator 5. Melalui pipa-pipa calandria nira dipanasi dengan

uap nira badan penguap III secara tak langsung. Nira mendidih pada suhu 65ᵒC

dengan tekanan bejana 0,259 kg/cm3, dan luas penampang 1200 m

2LP serta

memiliki tekanan vakum 64cmHg pada evaporator 5. Nira badan penguap IV

dikeluarkan melalui kondensor. Pada kondensor terdapat suatu alat yang disebut

ver clicker yang berfungsi sebagai sistem screen dengan memerangkap uap yang

mengandung gula. Nira yang keluar dari badan IV disebut nira kental. Nira kental

adalah nira yang mengandumg zat kering terlarut (brix) 64ᵒ brix.

(a) (b)

Gambar 16 (a) Kondensor (b) Sulfur tower

Nira kental yang warnanya gelap sebelum diolah lebih lanjut pada stasiun

kristalisasi, dipucatkan dahulu warnanya dengan proses sulfitasi nira kental. Yaitu

dengan menghembuskan gas SO2 sehingga mencapai pH 5,6-5,8. Gas SO2 dapat

menyerap warna supaya dihasilkan gula yang putih. Nira kental yang telah

tersulfitasi kemudian dialirkan ke reaction tank dan tangki aerasi. Nira kental

yang dihasilkan akan berbuih dan dipisahkan pada alat yang disebut Talo Dora.

Pada talo dora nira kental dipisahkan dari busa dengan pompa berpengaduk

sehingga busa akan muncul kepermukaan dan terpisah masuk dalam tangki

penampungan busa nira kental (penambahan flokulan kationik).

Page 22: Laporan PL PG Cinta Manis

22

Gambar 17 Talo dora

Flokulan ditambahkan kembali pada talo dora untuk membantu proses

pemisahan busa yang tersisa dari proses sulfitasi dan lainnya dengan cara

dilarutkan dalam air. Busa (scum) nira kental yang tertampung pada tangki

selanjutnya dipompa kembali menuju tangki nira mentah dan nira kental akan

dialirkan menuju stasiun masakan untuk diproses lebih lanjut.

Gambar 18 Skema proses penguapan

Setiap evaporator menghasilkan uap dan air. Air yang dihasilkan

dikeluarkan melalui tangki air kondensat. Air kondensat diuji pada setiap jam nya

untuk mengetahui kandungan gula yang terdapat didalamnya. Air kondensat yang

mengandung gula maka akan digunakan untuk kebutuhan proses. Sedangkan air

kondensat yang tidak mengandung gula digunakan untuk air kebutuhan stasiun

boiler.

Gambar 19 Tangki kondensat

1 C 1 D

1 A 1 B 2 3 4 5

NIRA ENCER

UB

KONDENSAT

PP 2 & MASAKAN

PP 1

NK

KONDENSOR

Page 23: Laporan PL PG Cinta Manis

23

Dari 8 unit evaporator yang dimiliki oleh Unit Usaha Cinta Manis, hanya

dioperasikan sebanyak 7 unit. Hal ini disebabkan 1 unit evaporator akan dilakukan

skrap/jadwal pembersihan rutin untuk setiap unit evaporator. Skrap dilakukan

untuk membersihkan kotoran yang terbawa oleh nira dan tertinggal dalam

evaporator pada saat proses penguapan dengan air serta bahan asam (Karmand).

Skrap dibagi menjadi 2 jenis yaitu skrap cepat dan lambat. Skrap cepat hanya

membutuhkan waktu 1 hari dalam proses pembersihannya, sedangkan skrap

lambat membutuhkan waktu lebih dari 1 hari dan tergantung banyaknya kotoran

yang ada dalam evaporator. Bila tidak dilakukan skrap secara rutin maka akan

mempengaruhi proses penguapan nira pada evaporator.

Stasiun Kristalisasi (Masakan)

Zat gula yang terlarut didalam nira kental yang sudah dipucatkan, diolah

lebih lanjut di bagian kristalisasi atau dimasak dengan cara bertingkat. Tujuan

dari proses kristalisasi adalah agar kristal gula nantinya mudah dipisahkan dari

kotorannya dalam putaran sehingga diperoleh hasil kemurnian yang tinggi dan

mengubah gula serta larutan menjadi kristal, sehingga pengambilan gula dapat

diperoleh semaksimal mungkin dan sisa gula dalam tetes seminimal mungkin.

Tingkat masakan yang biasa dilakukan di Unit Usaha Cinta Manis adalah

A, C, dan D. Bejana masakan yang digunakan berupa vacuum pan dengan desain

calandria. Bahan pemanas yang digunakan dapat berupa uap bekas atau uap nira.

Adapun jumlah vacuum pan masakan yang digunakan adalah 4 vacuum pan untuk

masakan A (vacuum pan A, A1, A2, A3), 1 vacuum pan untuk masakan C

(vacuum pan C), dan 3 vacuum pan untuk masakan D (vacuum pan D, D1, D2).

Untuk masakan D, terdapat Crystallizer yang berfungsi sebagai palung pendingin

tempat berlangsungnya kristalisasi lanjutan. Setiap vacuum pan berukuran 60 m3

dengan kapasitas yang digunakan maksimal 80% ukuran vacuum pan.

Gambar 20 Vacuum pan

Proses pada stasiun masakan berawal dari pembuatan bibit kristal pada

masakan D3, melalui penambahan fondan dan umpan utama bagi masakan D3

adalah stroop A. Jumlah stroop A yang ditambahkan sesuai dengan kebutuhan.

Hasil dari masakan D3 merupakan massecuite yang telah mengandung butiran-

butiran kristal yang nantinya akan diperbesar pada masakan D1. Sebelum

dijadikan sebagai bibitan bagi vacuum pan masakan lain, maka butiran-butiran

kristal disimpan dalam Receiver D (70ᵒC) dan dialirkan pada Crystallizer untuk

proses pengkristalan lebih lanjut dengan cara didinginkan dan dipanaskan secara

Page 24: Laporan PL PG Cinta Manis

24

bergantian (50-62ᵒC) yang kemudian masuk Reheater untuk dipanaskan kembali

dengan suhu 55ᵒC. Setelah dipanaskan, butiran-butiran kristal nira kental

kemudian masuk dalam putaran LGF D dan menghasilkan gula D1(masakan D1)

dengan HK 91 dan tetes dengan HK 33. Hasil masakan D1 (gula D1) akan

mengalami putaran pada stasiun putaran 2 dan menghasilkan magma D dengan

HK 93.

(a) (b)

Gambar 21 (a) Receiver (b) Crystallizer

Untuk masakan D, umpan yang ditambahkan berupa stroop A (HK 68) dan

fondan, untuk vacuum pan D2 serta stroop C (HK 55) dan hasil dari vacuum pan

D2 untuk vacuum pan D1. Selanjutnya tekanan vacuum pan dinaikkan dari

kondisi normal hingga 62 cmHg. Kemudian dimasak hingga terbentuk butiran-

butiran kristal yang di ikuti dengan penambahan hasil vakum pan D1. Selanjutnya

dilakukan proses pemanasan dengan suhu 100-110ᵒC pada calandria dan

pemanasan dengan suhu > 70ᵒC pada badan vacuum pan selama 3-4 jam. Proses

pemasakan pada masakan D dihentikan ketika terbentuk butiran-butiran kristal

dengan ukuran ± 0,3 mm. Masakan D mempunyai konsentrasi zat kering terlarut

97ᵒbrix dan HK 58-60.

Kemudian untuk masakan C, umpan yang ditambahkan berupa stroop A

dan masakan dari gula D2 berupa magma D. Umpan yang telah bercampur

kemudian mengalami proses pemasakan berlangsung dengan suhu 100-110ᵒC

pada calandria dan pemanasan dengan suhu > 70ᵒC pada vacuum pan serta

tekanan 62 cmHg selama 2-3 jam. Selanjutnya butiran-butiran kristal masuk

dalam receiver C dan feed mixer C agar bahan lebih homogen. Setelah homogen

hasil masakan C akan mengalami proses putaran stasiun putaran LGF C sehingga

menghasilkan stroop C dan gula C(HK 94). Masakan C mempunyai konsentrasi

zat kering terlarut 94ᵒbrix dan HK 74-75. Proses pemasakan pada vacuum pan C

dihentikan ketika telah terbentuk butiran-butiran kristal dengan ukuran ± 0,6 mm.

Terakhir adalah masakan A, umpan yang ditambahkan adalah hasil gula C,

nira kental, dan klare SHS (HK 96) hasil dari proses putaran II pada masakan A

serta nira kental. Proses pada masakan A diawali dengan menarik magma C.

Selanjutnya ditambahkan nira kental (HK 80) serta klare SHS. Selanjutnya

dilakukan proses pemasakan hingga terbentuk butiran-butiran kristal dengan

ukuran 0,9-1,1 mm. Lama waktu memasak 1-2 jam, maka setelah itu hasil

masakan dialirkan ke receiver A, feed mixer A, serta stasiun putaran HGF (fore

worker) menghasilkan stroop A dan gula A (HK 98) serta stasiun putaran HGF

(after worker) untuk mendapatkan klare SHS dan GKP (Gula Kristal Putih).

Masakan A mempunyai konsentrasi zat kering terlarut 93ᵒbrix dan HK >84.

Page 25: Laporan PL PG Cinta Manis

25

Stasiun Finishing (Penyelesaian)

Stasiun penyelesaian/putaran merupakan bagian yang berfungsi untuk

memisahkan kristal gula dari larutannya baik stroop maupun molasses (tetes).

Berdasarkan fungsinya, stasiun penyelesaian/putaran dibagi dalam dua kelompok,

yaitu HGF (High Grade Centrifugal) dan LGF (Low Grade Centrifugal). Prinsip

kerja HGF dan LGF adalah denga menggunakan gaya centrifugal. Dengan adanya

gaya centrifugal maka stroop/molasses akan terlempar ke dinding (screen) yang

memiliki ukuran lubang lebih kecil dari ukuran kristal sehingga kristal akan

tertahan pada screen dan stroop/molasses akan menerobos lubang screen menuju

penampung untuk diproses ulang diunit kristalisasi, karena di dalamnya masih

terkandung gula. Masquite merupakan kristal gula yang bercampur dengan larutan

induknya. Untuk lebih menyempurnakan pemisahan kristal-stroop/molasses

ditambahkan air siraman berupa air panas dan untuk putaran produk atau HGF A

(curing A) diberikan steam untuk membantu pengeringan gula (kristal).

(a) (b)

Gambar 22 (a) High grade centrifugal (b) Low grade centrifugal

Bagian utama dari HGF/LGF adalah sebuah basket yang berbentuk

silinder dan dirancang sedemikian rupa sehingga dengan adanya gaya centrifugal

akibat perputarannya maka akan membuat mascuite yang masuk ke alat putaran

ini akan mendapat gaya tekan ke dinding basket tersebut. Untuk mengeluarkan

stroop/molasses dari dalam basket, pada dinding basket diberi lubang-lubang yang

berderet sejajar. Untuk menahan agar kristal gula tidak ikut keluar bersama

stroop/molasses, pada dinding dalam basket diberi lapisan saringan. Lapisan

saringan ini ada yang satu lapis, yaitu: saringan working screen, adalah saringan

sesungguhnya dimana gula dan stroop/molasses dipisahkan pada saringan ini.

(a) (b)

Gambar 23 (a) Basket HGF (b) Basket LGF

Page 26: Laporan PL PG Cinta Manis

26

Bagian stasiun penyelesaian, terdiri dari beberapa bagian yaitu: palung

pendingin masakan (receiver & crystallizer), pemutaran gula (HGF & LGF),

pengeringan dan pendinginan gula, pengemasan dan penggudangan gula, serta

penampungan tetes. Dari hasil proses kristalisasi, baik pola masakan A, C, dan D

yang berupa kristal bercampur larutan induk (mascuite) A, C, dan D akan

mengalami urutan proses sebagai berikut:

Yang pertama adalah pendinginan masakan. Pendinginan masakan

berlangsung pada Receiver, dimana mascuite A, C, dan D yang sudah jadi

kemudian diturunkan ke masing-masing palung pendingin sesuai dengan tempat

yang telah disediakan. Mascuite A dan C akan mengalami pendinginan selama 1-2

jam, sedangkan untuk mascuite D akan mengalami pendinginan selama 11-12

jam. Proses pendinginan masakan bertujuan agar molekul sukrosa didalam larutan

induk dapat menempel lagi pada inti kristal yang ada, sehingga sisa sukrosa/gula

yang ada pada larutan induk seminimal mungkin.

Terutama pada masakan D dengan HK yang cukup rendah 58-60%

dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk proses kristalisasi lanjutan pada palung

pendingin. Larutan induk pada masakan D disebut tetes, yang diharapkan

mengandung sukrosa/gula serendah mungkin dengan HK 32-33% sukrosa. Oleh

karena itu, pada proses pendinginan masakan D memerlukan perlakuan khusus

yaitu: masakan D diturunkan terlebih dahulu ke palung penampungan. Dari

palung penampungan secara bertahap diturunkan pada palung kristalisasi

sebanyak 6 unit. Palung kristalisasi unit 1 sampai dengan unit 5 dilengkapi dengan

elemen air dingin agar terjadi penurunan suhu massecuite secara perlahan dengan

rincian suhu yaitu sebagai berikut: palung unit 1 (63ᵒC), palung unit 2 (59ᵒC),

palung unit 3 (56ᵒC), palung unit 4 (53ᵒC), dan palung unit 5 (50ᵒC). Pada palung

kristalisasi unit 6 dilengkapi dengan elemen air panas agar suhu mascuite naik

menjadi 54ᵒC untuk persiapan pemutaran.

Alat pemutar gula/putaran dibagi menjadi 2 tipe yaitu kontinue berupa

Low Grade Centrifugal (LGF), dibagi menjadi 2 jenis yaitu LGF untuk

massecuite C dan LGF untuk massecuite D. LGF untuk pemutaran mascuite C

yang diturunkan dari receiver C, akan menghasilkan gula C/magma C (HK 94)

dan stroop C (HK 55). LGF untuk pemutaran massecuite D yang diturunkan dari

crystallizer, akan menghasilkan gula D/magma D(HK 93) dan tetes (HK 33).

Kemudian diputar pada LGF D2 yang hasilnya berupa gula D2 dan klare D.

Kemudian alat pemutar discontinue berupa High Grade Centrifugal

(HGF), dimana dalam satu siklus terputus proses kerjanya terdiri dari: pengisian

(0-500 rpm), penyiraman (500-1000 rpm), dan pengsteaman serta penyekrapan

(1000-1500 rpm). HGF dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: HGF fore worker dan HGF

after worker. HGF fore worker berfungsi untuk memutar mascuite A dari receiver

A, dan menghasilkan gula A/magma A (HK 98) serta stroop A(HK 68).

Sedangkan HGF after worker berfungsi untuk memutar magma A hasil dari

putaran HGF fore worker, dan menghasilkan gula SHS dan klare SHS (HK 96).

Tetes dari putaran mascuite D kondisinya sangat pekat atau kental,

berwarna hitam, mengandung zat kering terlarut ± 90%, sukrosa ± 27% tercampur

dalam bentuk senyawa organik dan an organik sehingga mudah terjadi reaksi

fermentasi yang dapat menyebabkan suhu menjadi tinggi serta mudah terbakar.

Untuk mengendalikan kenaikan suhu, biasanya tangki penampungan tetes hanya

Page 27: Laporan PL PG Cinta Manis

27

berisi 50% agar adanya sirkulasi pada tanngki tetes. Unit Usaha Cinta Manis

memiliki 4 unit tangki penampung tetes dengan kapasitas masing-masing yaitu, 2

unit tangki dengan kapasitas 4000 ton, 1 unit tangki dengan kapasitas 2000 ton

dan 1 unit tangki pelayanan dengan kapasitas 150 ton.

Selanjutnya adalah pengeringan dan pendinginan gula produk. Gula

produk/gula SHS setelah turun dari HGF after worker kondisinya masih cukup

basah atau kadar airnya ± 2% maka perlu dilakukan proses pengeringan dan

pendinginan agar kadar air turun menjadi 0,02 %. Prinsip kerja proses

pengeringan dan pendinginan gula adalah gula SHS dilewatkan terlebih dahulu

pada Grashopper Conveyor (talang getar). Kemudian gula SHS memasuki unit

pengeringan dan pendingin dimana gula dihembuskan udara panas dengan suhu

70ᵒC. Selanjutnya dihembuskan udara dingin supaya suhu gula turun menjadi 38-

40ᵒC.

(a) (b)

Gambar 24 (a) Pengeringan & pendinginan (b) Talang getar

Setelah mengalami proses pengeringan dan pendinginan kemudian gula

dilewatkan saringan getar dengan alat vibrating screen untuk sortasi. Sortasi ini

dilakukan berdasarkan ukuran dari gula yang dihasilkan. Ada 3 jenis ukuran gula,

yaitu normal dengan diameter ± 1mm dan halus serta kasar. Gula halus dan kasar

dilebur kembali dan dikembalikan kebagian masakan.

Gula yang telah tersaring dan tersortasi di vibrating screen kemudian

dibawa menggunakan belt conveyor menuju ke sugar bin (penampungan gula).

Pada sugar bin, gula ditimbang dengan kapasitas 50 kg per karung, dan dijahit

serta ditumpuk dalam gudang gula.

Sugar Bin dan Storage

Gula produksi hasil putaran A melalui sugar conveyor dikirim menuju unit

pegepakan. Gula yang memenenuhi standar pengeringan dan ukuran kristalnya,

ditampung di dalam sugar bind, temperatur gula yang masuk ke dalam karung

penegepakan harus kurang dari 400C. Bila temperatur terlalu tinggi akan

menyebabkan perubahan kualitas gula selama dalam penyimpanan.

Cara kerja penimbangan dan penegepakan gula antara lain dilakukan dalam satu

rangkaian alat terdiri dari timbangan, mesin jahit, dan belt conveyor.

Penimbangan dan pengepakan dikerjakan oleh ± 4 orang yang masing-masing

bertugas sebagai berikut, satu orang bertugas menyiapkan karung (kantung

pengemas), satu orang memposisikan karung pada mulut timbangan (dari sugar

Page 28: Laporan PL PG Cinta Manis

28

bind) untuk pengisian gula, satu orang bertugas menjahit, dan satu orang bertugas

memutus benang dan membetulkan posisi karung jika salah pada belt conveyor.

Gambar 25 Proses penimbangan & pengepakan

Adapun syarat karung yang digunakan antara lain bertipe circular tanpa

jahitan samping, lulus uji kekuatan dari BP Departemen Perindustrian, bebas dari

cacat, karung yang telah terisi gula dijahit dengan mesin jahit, karung plastik

kemasan gula pasir harus dilengkapi dengan kantung dalam yang terbuat dari

plastik polietilen, dan karung plastik tersebut adalah produksi dalam negeri.

Alat penimbang bekerja otomatis, bila karung dimasukkan dalam penjapit

dan switch disentuh maka pintu timbangan akan membuka dan gula yang sudah

tertimbang secara otomatis akan turun masuk ke dalam karung dengan berat 50 kg

netto. Karung yang telah terisi gula akan jatuh di atas belt conveyor mesin jahit

menuju mesin jahit untuk dijahit. Dari mesin jahit, gula dalam karung jatuh ke

belt conveyor untuk diangkut ke gudang gula.

Mesin timbangan ini memiliki torelansi 0,02 kg yang artinya bila

penimbangan lebih atau kurang dari 0,03 kg dari berat 50 kg netto maka power

kontrol akan menunjukkan error, sehingga petugas akan melihat bila penimbangan

salah dan perlu diperbaiki oleh petugas instrument. Adapun printer akan mencatat

jumlah penimbangan setiap 10 karung secara otomatis.

Kapasitas pengepakan dalam satu rangkaian alat timbangan dan mesin

penjahit adalah kurang lebih 11 - 12 karung per menit atau tergantung dari jumlah

gula yang dihasilkan. Diambil contoh sebanyak ± 0,5 kg gula untuk dianalisa di

laboratorium. Fungsi atau maksud analisa tersebut untuk mengetahui warna, kadar

air, temperatur, dan kandungan belerang dari gula tersebut apakah memenuhi

standar sebagai gula produksi. Gula yang telah di kemas dalam karung kemudian

dialirkan melalui belt conveyor menuju gudang penyimpanan gula. Unit Usaha

Cinta Manis memiliki 2 gudang penyimpanan dengan panjang dan lebar masing-

masing gudang adalah 100 x 25 meter. Gudang ini memiliki kapasitas 10.000 ton

dengan tinggi tumpukan ± 50 karung.

Gambar 26 Proses penggudangan

Page 29: Laporan PL PG Cinta Manis

29

Bagian Pendukung (Utilitas)

Water Treatment

Unit Usaha Cinta Manis dalam memproduksi gula kristal putih (GKP)

membutuhkan air guna mencukupi kebutuhan air untuk kegiatan proses produksi

dan kebutuhan sehari-hari bagi semua karyawannya. Water treatment ini

dilakukan sistem reuse, recycle dan recovery dalam pelaksanaannya pada

sebagian air yang digunakan dalam proses produksi GKP. Ada beberapa sistem

pengadaan air untuk mencukupi kebutuhan Unit Usaha Cinta Manis dalam

kegiatan industrinya yaitu Air Sungai dan Air Jatuhan (Kondensor).

Air sungai merupakan salah satu sumber air yang digunakan oleh Unit

Usaha Cinta Manis dalam mencukupi kebutuhan air dalam kegiatan proses dan

kehidupan sehari-hari untuk kebutuhan karyawannya. Air sungai ini diperoleh dari

Sungai Ogan yang merupakan salah satu sungai terbesar di Provinsi Sumatera

Selatan dan terletak pada Kabupaten Ogan Ilir. Air sungai ini ditarik

menggunakan pompa besar menuju pabrik tempat berlangsungnya proses water

treatment melalui pipa-pipa besar yang ditanam dalam tanah. Air yang telah

terpompa pada water treatment kemudian dialirkan menuju bak-bak beton dengan

ukuran yang berbeda guna mengendapkan kotoran seperti pasir, lumpur, dan lain-

lain yang terbawa oleh air. Selain itu, terdapat pemberian bahan kimia seperti

Tawas untuk membantu proses pengendapan dan penjernihan air. Setelah itu, air

yang telah memperoleh perlakuan ini disaring menggunakan alat saring. Alat

saring ini berjumlah 3 buah dengan komponen didalamnya terdiri dari batu krikil,

pasir, dan lain-lain untuk proses penyaringan lanjut. Air yang tersaring kemudian

digunakan untuk kebutuhan air imbibisi pada stasiun mill dan stasiun boiler serta

untuk kebutuhan sehari-hari karyawan Unit Usaha Cinta Manis.

(a) (b)

Gambar 27 (a) Bak-bak pengendapan (b) Alat penyaring air

Air yang digunakan selanjutnya adalah air jatuhan (kondensor). Air

jatuhan merupakan air yang diperoleh dari stasiun evaporasi (evaporator) dan

kristalisasi (vacuum pan) hasil dari proses vakum. Proses vakum terjadi, dimana

air dialirkan dengan kuat dari atas kondensor guna menciptakan kondisi vakum

pada evaporator dan vacuum pan sehingga uap panas terperangkap pada air yang

telah dialirkan tersebut. Air tersebut menjadi panas karena menangkap panas yang

dihasilkan oleh uap evaporator dan vacuum pan. Kemudian air yang panas ini

Page 30: Laporan PL PG Cinta Manis

30

dialirkan melalui parit-parit khusus menuju ke rawa dan dipompakan ke cooling

tower serta springer poud. Pada rawa tersebut terdapat pompa yang berfungsi

menarik kembali air di rawa untuk di digunakan kembali sebagai air injeksi pada

kondensor evaporator dan vacuum pan.

Gambar 28 Cooling tower

Boiler

Pabrik gula Unit Usaha Cinta Manis untuk menjalankan semua proses

kegiatan produksinya atau giling membutuhkan sumber tenaga berupa tenaga uap.

Tenaga uap ini diperoleh dari 3 unit boiler atau ketel yang masing-masing ketel

memiliki kapasitas 60 ton/jam dengan merek Yoshimine. Ketel berfungsi sebagai

pembangkit tenaga uap bertekanan menengah yaitu 22 kg/cm2. Bahan bakar yang

digunakan oleh ke 3 unit boiler adalah ampas sisa penggilingan pada stasiun mill

atau bagasse, kayu, bungkil kelapa sawit maupun residu. Uap yang dihasilkan

memiliki suhu 325ᵒC.

Sedangkan sumber air yang digunakan untuk pengisian ketel berupa air

embun atau air kondensat dari uap bekas pada pemanasan pendahuluan maupun

evaporator. Jika kebutuhan air kondensat tidak mencukupi maka digunakan air

dari water treatment. Air tersebut tidak boleh mengandung gula.

Uap dari ketel kemudian di distribusikan ke 4 bagian yaitu bagian ketel,

bagian listrik, bagian gilingan, dan bagian bagian pengolahan. Pada bagian ketel

digunakan untuk penggerak turbin penghisap dan penghembusan udara

pembakaran berupa Induce Fan dan Force Draf Fan. Kemudian bagian listrik

digunakan untuk penggerak turbin generator. Selanjutnya bagian gilingan

digunakan untuk penggerak turbin gilingan 1-5, untuk penggerak cane cutter 1,

cane cutter 2, dan semi hammer shredder. Dan yang terakhir digunakan pada

pengolahan yaitu pada putaran.

Page 31: Laporan PL PG Cinta Manis

31

Gambar 29 Skema produksi uap ketel

Work Shop (Besali)

Pada Unit Usaha Cinta Manis terdapat bagian Work Shop yang berfungsi

sebagai pelayanan umum pabrik dan pembuatan spare part tertentu yang meliputi

pekerjaan-pekerjaan antara lain, pembubutan, skrap, pengeboran, pengerolan, dan

las listrik. Work shop memiliki mesin atau alat pendukung kegiatannya berupa 4

unit mesin bubut, 1 unit mesin bor, 2 unit mesin skrap, plasma cutting, mesin roll

plate dan las listrik.

Power House (Pembangkit Tenaga Listrik)

Power house merupakan salah satu elemen penting guna menyediakan

energi pada suatu industri terutama pabrik gula yang berfungsi sebagai

pembangkit listrik (generator). Unit Usaha Cinta Manis memiliki 2 jenis generator

yaitu, Diesel Generator dan Turbin Generator.

Diesel generator pada Unit Usaha Cinta Manis digunakan sebagai

pembangkit tenaga listrik pada saat pabrik tidak menggiling tebu, sehingga

menggunakan bahan bakar berupa bahan bakar solar. Pada Unit Usaha Cinta

Manis terdapat 4 unit diesel generator yang dapat menghasilkan tenaga listrik

masing-masing sebesar 300 KVA sebanyak 3 unit dan sebesar 1000 KVA

sebanyak 1 unit.

I

60

II

60

III

60 TURBIN GENERATOR I/II

TURBIN MILL

TURBIN HDHS

TURBIN CC I

TURBIN CC II LPSH

UAP BARU

UAP BEKAS

AIR EMBUN

KETEL PROSES

Page 32: Laporan PL PG Cinta Manis

32

(a) (b)

Gambar 30 (a) Diesel generator (b) Turbin generator

Selain diesel generator, juga terdapat Turbin Generator yang digunakan

oleh Unit Usaha Cinta Manis sebagai pembangkit tenaga listrik. Turbin generator

digunakan pada masa giling karena digerakkan dengan tenaga uap yang memiliki

tekanan 18 kg/cm2. Terdapat 2 unit turbin generator yang dapat menghasilkan

tenaga listrik masing-masing sebesar 4500 KVA.

Tenaga listrik yang dihasilkan oleh diesel generator dan turbin generator

ditampung dalam 2 unit High Tension Distributor A dan B. Tenaga listrik yang

telah tertampung kemudian disuplai ke seluruh area pabrik untuk kelangsungan

proses produksi serta keperluan utility sebesar 3250 KVA dan untuk kebutuhan

tenaga listrik perumahan Unit Usaha Cinta Manis sebesar 550 KVA.

Gambar 31 Skema pemakaian tenaga listrik

Instrument (Unit Pengontrolan)

Pada setiap industri terdapat mesin atau alat yang digunakan sebagai

pendukung untuk menjalankan proses produksi baik secara otomatis maupun semi

otomatis. Mesin atau alat tersebut tentunya membutuhkan pengontrolan agar

mesin atau alat tersebut bekerja sesuai dengan yang diharapkan. Pada Unit Usaha

Cinta Manis pengontrolan ini dilakukan oleh suatu unit pengontrolan yang disebut

dengan Instrument.

DIESEL GENERATOR

A B

4500 KVA 4500 KVA Pabrik 3250

KVA

Perumahan

550 KVA

300

KVA

300

KVA

300

KVA

1000

KVA

TURBIN GENERATOR

HIGH TENSION DISTRIBUTOR

Page 33: Laporan PL PG Cinta Manis

33

Instrument berfungsi sebagai bagian pelayanan peralatan kontrol automatis

maupun semi atomatis dengan sistem pneumatik lop udara dari kompressor dan

elektrik dengan tegangan (voltage) 220/110. Fungsi dari kontrol pneumatik ini di

distribusikan untuk bagian ketel, bagian mill, dan bagian boiling. Bagian ketel

meliputi flow meter, level, temperatur, tekanan. Untuk bagian mill meliputi flow

meter, belt, mini carier, serta bagian boiling meliputi flow meter, level, density,

tekanan, dan pH meter. Untuk kontrol elektrik dengan tegangan 110 volt

digunakan pada boiler untuk panel kontrol dan tegangan 220 volt digunakan pada

boiling untuk high grade fugal, pH meter, dan level.

Untuk memenuhi keakuratan peralatan instrumentasi maka secara berkala

dilakukan kalibrasi untuk alat-alat kontrol yang terdiri dari kontroller, transmitter,

kontrol valve, G.O motor, manometer, dan pressure switch.

PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH

Sumber dan Jenis Limbah

Unit Usaha Cinta Manis mempunyai kapasitas produksi ± 5.500 TCD gula

kristal putih (GKP) setiap harinya. Tebu yang di giling tidak semuanya

menghasilkan gula kristal putih, namun terdapat produk sampingan atau limbah

yang dihasilkan. Limbah yang dihasilkan dapat mencemari lingkungan jika tidak

diolah dan dimanajemen dengan baik. Pada Unit Usaha Cinta Manis terdapat

beberapa kelompok limbah yang dihasilkan, berupa limbah padat, limbah cair,

limbah gas dan LB3.

Limbah Padat

Limbah padat merupakan salah satu kelompok limbah yang dihasilkan

pada Unit Usaha Cinta Manis. Limbah padat ini berupa bagas (ampas tebu),

bagase+pasir, blotong, dan abu. Bagas merupakan ampas tebu sisa penggilingan

pada stasiun mill. Bagas ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pada stasiun

boiler, dan juga sebagai campuran nira kotor sebelum dilakukan proses vakum

pada rotary vacuum filter (RVF) di stasiun pemurnian. Sedangkan bagase+pasir

juga merupakan ampas tebu sisa penggilingan (terikut) pada stasiun mill namun

mengandung pasir yang berlebih karena terjadi kelalaian dalam proses

penebangan tebu secara mekanis sehingga banyak pasir dan tanah yang terbawa

serta ikut tergiling. Bagas+pasir ini tidak dapat digunakan sebagai bahan bakar

pada stasiun boiler karena dapat membuat trip/terhentinya stasiun boiler yang

disebabkan kandungan pasir yang berlebih. Sehingga bagas+pasir ini hanya

ditimbun pada areal lahan tebu saja. Limbah padat yang lain berupa blotong

sebagai hasil samping dari proses pemurnian nira yang ditampung dalam truk dan

langsung dikirim ke areal lahan tebu yang nantinya digunakan sebagai campuran

untuk pupuk kompos. Dan yang terakhir adalah limbah padat berupa abu sisa dari

pembakaran bagas pada stasiun boiler yang dialirkan dan ditampung pada truk-

truk pembawa abu sisa pembakaran ini. Abu sisa pembakaran ini, nantinya

Page 34: Laporan PL PG Cinta Manis

34

digunakan sebagai bahan campuran bersama blotong dalam pembuatan pupuk

kompos dan akan dikirim ke areal lahan tebu.

Limbah Cair

Dalam berlangsungnya proses kegiatan produksi gula pada Unit Usaha

Cinta Manis akan menghasilkan limbah cair sebagai hasil sampingannya. Limbah

cair tersebut dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu : limbah cair tercemar dan limbah

cair tidak tercemar.

Limbah cair tercemar merupakan limbah cair yang mengandung nira

maupun bahan kimia lainnya yang dapat mencemari lingkungan. Limbah cair

tercemar ini terdiri dari :

1. Percikan minyak pelumas mesin yang tercecer (oli, minyak bahan

bakar dan lain-lain)

2. Percikan nira dari setiap stasiun proses

3. Air pembersihan juice heater

4. Campuran air dan karmand (soda) sisa skrapan evaporator

5. Air sisa siraman untuk membersihkan lantai pabrik dll.

Kemudian limbah cair tidak tercemar merupakan limbah cair yang tidak

mengandung nira dan bahan kimia lainnya yang dapat mencemari lingkungan

Unit Usaha Cinta Manis. Limbah cair tidak tercemar ini terdiri dari :

1. Air kondensor/air jatuhan dari evaporator

2. Air kondensor/air jatuhan dari vacuum pan

3. Air pendingin yang tidak dikembalikan pada alur proses dll.

Limbah Gas

Setiap proses produksi, terutama produksi gula tentu memiliki hasil

buangan berupa gas. Gas tersebut dihasilkan karena sumber panas yang digunakan

berupa steam, air panas, pembakaran ampas dan lainnya guna mendukung

kelancaran proses produksi gula. Pada Unit Usaha Cinta Manis terdapat ± 8

sumber limbah gas yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan terdiri dari

: 2 cerobong stasiun boiler, 2 sulfur tank pada stasiun pemurnian, dan 4 generator

setting (genset).

Pada stasiun boiler terdapat hasil buangan gas terbanyak diantara hasil

buangan gas pada stasiun lain, karena pada stasiun boiler terjadi proses

pembakaran ampas guna menghasilkan energi panas/steam yang digunakan untuk

menjalankan semua mesin dan proses produksi gula serta sebagai salah satu kunci

tetap berjalannya proses giling. Gas hasil buangan stasiun boiler mengandung

bahan-bahan berbahaya bagi lingkungan diantaranya yaitu CO2, CO, NO2, SO2,

NH3, dan H2S. Selanjutnya sulfur tank pada stasiun pemurnian juga andil alih

dalam penghasil buangan gas berupa SO2 yang berbahaya bagi lingkungan jika

melebihi batas ketentuan. Dan gas yang dihasilkan dari mesin genset guna

mendukung suplai energi listrik pada Unit Usaha Cinta Manis.

Page 35: Laporan PL PG Cinta Manis

35

LB3 (Limbah Bahan, Berbahaya, dan Beracun)

LB3 merupakan salah satu kelompok limbah yang juga dihasilkan oleh

Unit Usaha Cinta Manis. Limbah ini termasuk limbah berbahaya dan beracun,

serta sebagian dari kelompok limbah ini tidak dapat didaur ulang secara mandiri

oleh Unit Usaha Cinta Manis. LB3 ini terdiri dari, aki bekas dari kendaraan

seperti traktor dan truk yang digunakan dalam pabrik, oli bekas sisa

pembongkaran mesin, pompa, kendaraan bermotor yang terjatuh/bocor, kertas

saring bekas dari laboratorium, dan bola lampu rusak yang sebelumnya digunakan

sebagai penerangan dalam pabrik.

Kebisingan dan Getaran

Kebisingan dan getaran tidak akan pernah bisa terlepas dari proses

produksi pada suatu industri, khususnya pada pabrik gula. Kebisingan dan getaran

ini ditimbulakan karena aktivitas mesin-mesin yang sedang berkerja sehingga

menghasilkan suara bising yang dapat menimbulkan pencemaran udara pada

lingkungan. Pada Unit Usaha Cinta Manis kebisingan ini diantaranya berasal dari

dapur pembakaran pada stasiun boiler, mesin penggiling pada stasiun mill, RVF

pada stasiun pemurnian, evaporator, HGF pada stasiun putaran hingga kegiatan

pada stasiun ketel, turbin, dan lain-lain.

Kebisingan ini memiliki frekuensi yang berbeda dengan frekuensi

pendengaran manusia sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada sistem

pendengaran. Sehingga dibutuhkan alat pelindung K3 yang sesuai dengan

kebisingan/polusi yang ditimbulkan. Selain itu terdapat getaran yang ditimbulkan

oleh mesin-mesin yang dalam aktivitasnya dapat menghasilkan getaran seperti

talang getar, vibrating screen dan peralatan lain yang dapat menimbulkan getaran.

Getaran ini dapat menggangu aktivitas produksi sehingga perlu dilakukan

pengecekan pada mesin/alat agar sesuai dan tidak melebihi ketentuan.

Proses Penanganan dan Pengolahan Limbah

Limbah-limbah yang dihasilkan dari proses produksi gula pada Unit Usaha

Cinta Manis tidak dibuang begitu saja ke lingkungan. Limbah ini masih di proses

untuk dilakukan penanganan dan pengolahan lanjutan agar aman ketika dilepas

atau dibuang kelingkungan serta tidak menyebabkan pencemaran. Di dalam

lingkungan pabrik juga dilakukan penanganan dan pengolahan limbah cair untuk

memudahkan IPAL Unit Usaha Cinta Manis untuk mengolah limbah cair yang

dihasilkan oleh pabrik. Berikut adalah sumber limbah setiap stasiun dan proses

pennganannya :

Page 36: Laporan PL PG Cinta Manis

36

Tabel 5. Sumber limbah dan (SOP) penanganan limbah pada Unit Usaha

Cinta Manis

No Sumber Pencemaran Jenis

Limbah

Nama Limbah Penanggulangan

1 Mill/Gilingan 1. Cair

2. Padat

3. Gas

1. Bocoran/

tumpahan nira

gilingan

2. Pelumas

Ampas

Uap/ bocoran

Dipompa dan

dikembalikan ke tangki

nira

1. Ditampung pada drum

yang sudah disediakan

2. Yang luber ke limbah

ditangkap pada oil trap

setiap pagi dikuras dan

dibawa ke bagasse

house

Untuk bahan bakar boiler

Dibuang ke udara bebas

2

Pemurnian

1. Padat

2. Cair

3. Gas/ua

p

1. Blotong

2. Kotoran Kapur

1. Air Jatuhan

2. Air Kondensat

Gas sisa bejana

sulfitator

1. Ditampung dengan

truk.

2. Dikirim ke lahan

sebagai pupuk organik

Penimbunan jalan

1. Disirkulasi ke cooling

tower sebagai air

injeksi

2. Disirkulasi ke Spray

Pond sebagai air

injeksi

1. Dikembalikan ke

tangki penampung

2. Dimanfaatkan untuk

pengencer/cucian di

St.Pemurnian, St.

Masakan, St. Puteran

dan St. Gilingan

1. Mengatur pembakaran

SO₂ di rotary sulfur

furnance

2. Pembakaran SO₂ dimatikan jika tidak

giling

Page 37: Laporan PL PG Cinta Manis

37

No Sumber Pencemaran

Jenis

Limbah

Nama Limbah

Penanggulangan

3 Evaporator 1. Padat

2. Cair

3. Gas/ua

p

Kerak pipa nira

1. Air Kondensat

2. Air jatuhan

1. Kelebihan uap

2. Gas amoniak

1. Di skrap

2. Di kemas dalam

karung

3. Di buang di

penampungan

Di kembalikan ke tangki

penampung

a. Air yang tidak

mengandung gula

untuk air mengisi

Boiler

b. Air yang

mengandung gula

untuk

pengencer/cucian

St.Pemurnian,

Masakan, Puteran

dan Mill.

1. Disirkulasi ke cooling

tower sebagai air

injeksi

2. Disirkulasi ke rawa

sebagai air injeksi

Dibuang ke udara

Dibuang ke kondensor

4

Masakan

1. Cair

2. Gas/ua

p

1. Air Konden

2. Air Jatuhan

Gas Amoniak

Dikembalikan ke tangki

penampung

a. Untuk air pengisi

Boiler

b. Untuk air cucian

St.Pemurnian,

Masakan, Puteran

dan Mill

1. Disirkulasikan cooling

tower dan Spray Pond

sebagai air injeksi

2. Disirkulasikan ke rawa

sebagai air injeksi

Dibuang ke Udara

Page 38: Laporan PL PG Cinta Manis

38

No

Sumber Limbah

Jenis

Limbah

Nama Limbah Penanggulangan

5 Puteran 1. Padat

2. Cair

Ceceran Gula

Bocoran

Dibersihkan dan dilebur

1. Ditampung di check

Dam

2. Ditampung ke tangki

nira kental

6 In House Keeping Padat &

Cair

1. Nira

2. Endapan Pasir

3. Oli

Pengecekan dan

penggantian packing

pompa

1. Pembersihan bak

penangkap pasir

2. Pengemasan dan

pembuangan pasir

1. Mengambil oli pada oil

trap

2. Oli ditampung dalam

drum, sebagai pelumas

gear meminimalkan

pemakaian air cucian

7

Boiler

1. Gas

2. Padat

3. Cair

Gas Buang

(asap cerobong)

Abu

Air Boiler

Blowdown

1. Dibuatkan cerobong

asap dengan ketinggian

30 meter

2. Partikel abunya

disaring dengan DUST

COLLECTOR

3. Uap dari safety valve

dibuang ke udara bebas

1. Dibuang dilokasi yang

telah disediakan (untuk

menutup rumput di

lahan dan

emplasement)

2. Untuk campuran

kompos dari blotong

Dialirkan ke rawa

melalui pendingin alami

untuk air injeksi

(recycling)

Page 39: Laporan PL PG Cinta Manis

39

No Sumber Limbah Jenis

Limbah

Nama Limbah Penanggulangan

8

Power House

Cair

Pelumas

1. Ditangkap di oil trap

2. Ditampung di drum

untuk digunakan

sebagai pelumas gear

dan rantai

Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis

Limbah Padat

Unit Usaha Cinta Manis sebagai pabrik penghasil gula kristal putih tentu

memiliki limbah padat sebagai hasil samping dalam proses produksinya. Limbah

padat yang dihasilkan tidak dibiarkan begitu saja sehingga dapat mencemari

lingkungan sekitar. Namun limbah padat yang dihasilkan berupa abu boiler dan

blotong dilakukan penumpukan sebagai tahap pengolahan menjadi bahan-bahan

pembuatan pupuk kompos yang nantinya akan digunakan untuk pupuk tebu pada

musim tanam tiba. Selain itu terdapat limbah padat lain dihasilkan yaitu sebagai

berikut:

1. Ampas Tebu atau Bagasse

Ampas tebu atau bagasse merupakan hasil samping dari proses

penggilingan tebu pada stasiun mill. Unit Usaha Cinta Manis setiap

harinya mampu melakukan penggilingan tebu sebanyak 4500 TCD. Dari

4500 ton penggilingan tebu dihasilkan nira sekitar 87,5 % dan 12,5 %

merupakan sabut atau ampas tebu. Semua nira yang terekstrak masuk

dalam tangki penampungan gilingan I dan II untuk dilakukan proses

selanjutnya. Ampas dikeluarkan melaluli gilingan V yang kemudian

dibawa ke gudang ampas untuk ditimbun dan digunakan sebagai bahan

bakar boiler. Air dalam boiler atau ketel dipanaskan dengan menggunakan

bahan bakar ampas yang berfungsi untuk menghasilkan steam atau uap

baru yang digunakan untuk menggerakkan turbin generator I dan II, turbin

mill, turbin SHS, turbin CC I dan turbin CC II. Turbin generator I dan II

yang digerakkan oleh steam atau uap dari stasiun boiler akan

menghasilkan tenaga listrik yang masing-masing turbin memiliki daya

4500 KVA. Tenaga listrik yang dihasilkan nantinya digunakan untuk

keperluan pabrik dengan daya 3250 KVA dan perumahan karyawan

sebesar 550 KVA. Selain itu sebagian ampas atau bagasse halus yang

dihasilkan digunakan sebagai campuran nira kotor pada cyclon untuk

proses pemisahan nira tapis dan blotong pada rotary vacuum filter (RVF).

Total ampas tebu yang dihasilkan ± 32,23 % Ton tebu.

2. Blotong

Blotong merupakan limbah padat yang dihasilkan dari proses pemisahan

nira tapis dengan filtratnya pada stasiun pemurnian. Blotong tersusun dari

Page 40: Laporan PL PG Cinta Manis

40

ampas halus yang dicampurkan pada cyclon dengan endapan kotoran nira

pada saat proses pemurnian. Proses pemisahan nira tapis dan blotong

dilakukan dengan menggunakan Rotary Vacuum Filter (RVF). RSF

berbentuk drum yang permukaan berfungsi sebagai alat saring atau filter.

Sistem vacuum yang digunakan melalui dua tahap yaitu low vacuum,

digunakan untuk menarik blotong agar menempel pada permukaan RVF

dengan entalpi sebesar 20-30 dan high vacuum yang digunakan untuk

mengurangi kadar air serta gula yang terkandung dalam blotong dengan

entalpi sebesar 25-40. RVF dilengkapi dengan siraman air yang berada

diatas RVF berfungsi untuk mengurangi jumlah pol dari blotong. Pada

RVF ini menghasilkan blotong dan nira tapis. Secara otomatis blotong

terpotong dan jatuh yang kemudian dibawa menggunakan belt conveyor

menuju tempat penampungan blotong yang nantinya akan diangkut oleh

truk penampung. Blotong kemudian dibawa ketempat penimbunan blotong

yang nantinya akan diolah menjadi pupuk karena dalam blotong terdapat

unsur N sebesar 1,04 %, P2O5 sebesar 6,142 % maupun K2O sebesar 0,485

%. Namun blotong tidak dapat langsung diolah atau digunakan. Hal ini

disebabkan blotong yang baru dihasilkan juga mengandung sulfit yang

dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu blotong di diamkan terlebih

dahulu agar sulfit mengalami oksidasi menjadi sulfat yang tidak

mencemari lingkungan. Jumlah blotong yang dihasilkan ± 4,78 % ton tebu

yang digiling dengan poll blotong 3,65 %.

3. Abu

Abu merupakan limbah padat yang dihasilkan dari sisa pembakaran pada

stasiun boiler. Unit Usaha Cinta Manis memiliki 3 unit boiler atau ketel

yang masing-masing ketel memiliki kapasitas 60 ton/jam dengan hasil

samping berupa abu, pasir dan air siraman sebagai limbahnya. Abu yang

dihasilkan akan melalui dust collector yaitu berfungsi sebagai alat untuk

penangkap debu abu sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan

karena terbawa ke udara. Abu dan pasir kemudian langsung jatuh pada

rantai-rantai pembawa abu dan pasir yang disertai dengan siraman air pada

rantai agar abu dan pasir memadat dan dapat dibawa menggunakan belt

conveyor untuk ditampung pada truk-truk pengangkut abu. Selanjutnya

abu dibawa menuju lahan untuk ditimbun dan digunakan sebagai

campuran dengan blotong (1:3) dalam pembuatan pupuk kompos. Abu

yang dihasilkan ± 0,86 % Ton tebu.

Gambar 32 . Truk pengangkut abu boiler

Page 41: Laporan PL PG Cinta Manis

41

4. Jatuhan Batang dan Daun Tebu

Jatuhan batang atau daun tebu merupakan limbah yang sering dijumpai

pada sekitar meja tebu. Jatuhan batang tersebut dikumpulkan secara

manual oleh tenaga kerja maupun menggunakan traktor yang kemudian

dimasukkan kembali ke meja tebu untuk diproses pada stasiun

pendahuluan. Sedangkan patahan batang tebu dan daun tebu yang terdapat

di bawah meja tebu serta sisa uji trash dikumpulkan dan ditumpuk pada

satu tempat penampungan.

Gambar 33 . Jatuhan batang dan daun tebu

5. Limbah Domestik

Limbah domestik merupakan limbah yang dihasilkan dari aktivitas rumah

tangga dan produksi pabrik. Limbah domestik ini berupa botol air mineral,

bungkus rokok maupun puntung rokok. Limbah-limbah ini ditanggulangi

dengan cara yang sederhana yaitu dengan penyediaan tempat sampah.

Tempat sampah yang telah terisi penuh kemudian dibawa pada tempat

pembuangan akhir.

Limbah Cair

Selain limbah padat, dalam melakukan proses produksinya Unit Usaha

Cinta Manis juga menghasilkan limbah cair sebagai hasil sampingnya. Limbah

cair merupakan salah satu jenis limbah dalam jumlah banyak yang dihasilkan.

Oleh karena itu dibutuhkan upaya untuk mencegah dan mengurangi terbentuknya

limbah cair. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan penerapan good hause

keeping yang baik. Pada Unit Usaha Cinta Manis penerapan good hause keeping

telah dilakukan namun belum maksimal. Hal ini disebabkan karena sumber daya

manusia atau sebagian karyawan belum mengerti akan pentingnya meminimalisir

limbah cair yang dihasilkan. Sehingga Unit Usaha Cinta Manis melakukan

pengolahan limbah cair yang dihasilkan dengan beberapa cara yaitu Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL), penerapan sistem water treatment dan

pemanfaatan kembali, penerapan pemisahan oli dengan kolam Oil Trap serta

monitor aliran parit limbah cair pada lingkungan pabrik. Alir proses limbah cair

dapat dilihat pada Lampiran 1.

Page 42: Laporan PL PG Cinta Manis

42

1. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

Penanganan limbah cair di Unit Usaha Cinta Manis melalui Unit

Pengolahan Limbah (UPL) pada IPAL dilakukan dengan sistem Lagoon

yaitu sistem pengurai (degradasi) bahan organik yang tidak hanya

mengandalkan pada jumlah mikroba, melainkan lebih bertumpu pada

waktu tinggal (Retention time). Alasan menggunakan sistem ini karena

memiliki lahan limbah yang cukup luas dan pengawasan lebih sederhana,

sesuai keputusan Bupati Ogan Ilir No: 388/Kep/PELH/2009 tentang izin

pembuangan limbah cair. Instalasi Pengolahan Air Limbah Unit Usaha

Cinta Manis dilakukan pada kolam-kolam yang sengaja dibuat dengan

fungsi yang berbeda-beda untuk proses pengolahan limbah cair. Secara

umum terdiri dari beberapa tahap yaitu pemisahan minyak, pengendapan

berdasarkan gravitasi, perlakuan anaerob, dan perlakuan aerob dengan

pemberian udara. Beberapa pembagian kolam ini mempunyai total volume

kolam 57.605 m3. Kolam ini terdiri dari titik inlet, oil trap I, kolam

penyangga, oil trap II, kolam pengendap, kolam anaerob, kolam fakultatif,

kolam aerob, kolam uji, dan titik outlet. Kolam-kolam tersebut memiliki

volume yang berbeda-beda. Oil trap I memiliki volume 3 m3, kolam

penyangga memiliki volume 1.172 m3, oil trap II memiliki volume 113 m

3,

kolam pengendap terdiri dari 3 kolam yang memiliki volume yang

berbeda-beda secara berturut-turut 205 m3, 185 m

3, dan 253 m

3, kemudian

kolam anaerob yang terdiri dari 3 kolam dengan volume yang berbeda

secara berturut yaitu 7.500 m3, 17.800 m

3, dan 7.100 m

3, selanjutnya

terdapat 2 kolam fakultatif dengan volume masing-masing 8.767 m3 dan

4.317 m3, serta kolam aerob mempunyai volume 9.189 m3 dengan

penambahan oksigen secara aerasi, dan terakhir kolam uji dengan volume

1.000 m3. Layout atau Flow Sheet IPAL UU Cinta Manis dapat dilihat

pada Lampiran 2. Diharapkan air limbah yang telah melalui proses IPAL

memiliki pH yang netral agar dapat dilepas atau dialirkan ke lingkungan.

Jika tidak maka dalam proses IPAL perlu ditambahkan kapur pada kolam

inlet agar pH air menjadi netral. Selain itu air dikatakan telah layak untuk

dilepas dilingkungan jika ikan dapat hidup pada kolam uji.

(a) (b)

Gambar 34 (a) IPAL Unit Usaha Cinta Manis (b) Kolam aerob

Page 43: Laporan PL PG Cinta Manis

43

Tabel 6 Unit pengolahan limbah cair Unit Usaha Cinta Manis

N

o

Nama Kolam Jumlah

Kolam

Ukuran Waktu

Tinggal

Fungsi Perlakuan

1 OIL TRAP I

1 Buah

(3,00 x

1,00 x

1,00) = 3

4,27 mnt

Menangkap oli

Setiap hari

olinya diambil

dan dibuang ke

bagasse house.

2 PENYANGGA

1 Buah

(33,00 x

22,20 x 1,60)

= 1172,16 M³

1,16

Hari

Mengendapkan

lumpur sebelum

masuk kolam

pengandap &

homogenitas

beban

pencemaran

Setiap 3 bulan

lumpur diambil

/ dikeruk

3 OIL TRAP II

1 Buah

(10,50 x 6,50

x 1,65) =

112,61 M³

2,67

Jam

Menangkap oli

yang masih

lolos

Setiap 7 hari

diambil olinya

4 PENGENDAP

3 Buah

(21,00 x 6,50

x 1,50) =

204,75 M³

(19,00 x 6,50

x 1,50) =

185,25 M³

(26,50 x 6,50

x 1,47) =

253,21 M³

Jumlah =

643,21 M³

15,26

Jam

Mengendapkan

lumpur dan

prndinginan

1. Setiap giling

lumpurnya

dikeruk

2. Pada

inputnya

dibutuhkan

susu kapur

5 ANAEROB

3 Buah

(125,00 x

15,00 x 2,00)

= 3750,00 M³

(125,00 x

35,60 x 2,00)

= 8900,00 M³

(125,00 x

14,20 x 2,00)

= 3550,00 M³

16,02 Hari

Untuk

menguraikan

limbah dengan

kandungan

bahan organik

tinggi

Setiap selesai

giling

lumpurnya

dikeruk pada

kolam yang

mengalami

pendangkalan.

6

FAKULTATIF

2 Buah

Jumlah =

16200 M³

(89,00 x

49,50 x 1,99)

12,94 Hari

Penyeseuaian

bakteri dari

anaerob menuju

aerob

Pemberian

kapur untuk

naikkan pH

pada

Kolam outlet

Page 44: Laporan PL PG Cinta Manis

44

N

o

Nama Kolam Jumlah

Kolam

Ukuran

= 8766,95 M³

Waktu

Tinggal

Fungsi Perlakuan

Anaerob yang

menuju ke

Kolam

Fakultatif.

7 AEROB

1 Buah

(89,00 x

24,50 x 1,98)

= 4317,39 M³

Jumlah =

13084,34 M³

9,09 Hari

Menguraikan

bahan organik

dengan bakteri

aerob

Dipasang

aerator “Turbo

Jet Aerator”

MTO5

sebanyak 6 unit.

8 KOLAM UJI

1 Buah

(89,00 x

59,00 x 1,75)

= 9189,25 M³

Tdak

Beraturan

= 1000,00

23,73

Jam

Menguji

kualitas limbah

yang keluar

UPLC

Diambil

sampelnya

secara periodik

1. Setiap hari

check PH

outlet

2. Satu minggu

sekali

dianalisa lab

UU

3. Tiga bulan

sekali

dianalisis lab

Bapeda TK I

Palembang

Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis

Sampel air limbah setiap satu bulan sekali dilaporkan ke provinsi untuk

diuji pH, COD, BOD, sulfida, minyak lemak, dan TSS. Berikut tabel hasil uji

yang diperoleh dari sampel air limbah Unit Usaha Cinta Manis berdasarkan

peraturan menteri lingkungan hidup No. 5 tahun 2010 dengan perameter yaitu:

Page 45: Laporan PL PG Cinta Manis

45

Tabel 7 Pengujian limbah cair PG Cinta Manis (Juni 2012)

No Parameter Satuan

Kadar

Maksimal

(Permen LH)

Hasil Analisis Kolam

Uji

1 pH Unit 6,0-9,0 7,2

2 BOD mg/l 60 20,5

3 COD mg/l 100 46,7

4 TSS mg/l 50 4,5

5 Minyak dan Lemak mg/l 5 2,5

6 Sulfida (H2S) mg/l 0,5 0,002

Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis

2. Penerapan Sistem Water Treatment dan Pemanfaatan Kembali (Reuse)

Unit Usaha Cinta Manis dalam melaksanakan proses produksi nya

menggunakan steam atau uap untuk memanaskan bejana pemanas pada

juice heater, evaporator, dan vacuum pan yang akan menghasilkan air

kondensat atau pun air kondensor (air jatuhan). Air ini masih memiliki

suhu yang panas sehingga perlu dilakukan sistem sirkulasi pendinginan

agar nantinya memiliki suhu yang normal dan dapat dimanfaatkan kembali

sebagai air boiler maupun air jatuhan. Sistem sirkulasi pendinginan ini

dilakukan oleh unit Water Treatment Unit Usaha Cinta Manis. Pada unit

ini pendinginan air kondensor atau air jatuhan dilakukan dengan

mengalirkan air tersebut ke rawa untuk proses pendinginan secara alami.

Kemudian air pada rawa dipompa kembali menuju cooling water dan

springer pound untuk proses pendinginan lanjutan agar tercapai suhu yang

baik digunakan sebagai air jatuhan. Dengan dilakukannya proses sirkulasi

pendinginan dan pemanfaatan kembali air kondensor dapat menghemat

penggunaan air sumber untuk kegiatan produksi. Selain itu dengan sistem

ini menghindari peningkatan debit air pada unit IPAL karena aliran parit

yang terpisah.

3. Penerapan Pemisahan Oli dengan Kolam Oil Trap

Sebagian besar alat atau mesin-mesin yang digunakan dalam proses

produksi menggunakan oli atau minyak pelumas guna memperlancar

sistem penggerak pada mesin atau alat agar dapat bekerja dengan optimal.

Namun pada sebagian alat atau mesin tersebut sistem penggeraknya tidak

tertutup sehingga dapat menimbulkan tumpahan oli atau minyak pelumas

menjadi LB3. Tumpahan oli atau minyak pelumas ini nantinya dibersihkan

dengan cara menyemprotkan air dan mengalirkannya ke aliran parit yang

menuju IPAL. Agar lebih mudah dilakukannya treatment pada IPAL maka

oli atau tumpahan minyak pelumas yang bercampur dengan air dipisahkan

terlebih dahulu pada kolam Oil Trap. Unit Usaha Cinta Manis memiliki 2

unit kolam oil trap. Oli atau minyak pelumas yang bercampur dengan air

mengalir pada parit menuju ke kolam oil trap dengan ukuran PLT (3x1x1)

m dan volume 3 m3. Oli dan air dipisahkan dengan prinsip gaya gravitasi

dimana air memiliki massa jenis yang lebih berat dibandingkan dengan oli.

Sehingga oli terletak di atas permukaan dan air dibawah. Kemudian oli

Page 46: Laporan PL PG Cinta Manis

46

tertahan pada oil trap dan air terus mengalir menuju ke unit IPAL. Oli

yang tertahan pada oil trap kemudian diambil secara manual oleh tenaga

kerja yang kemudian ditampung dalam tangki kusus penampungan oli

bekas pada gudang LB3. Sebagian oli yang ditampung digunakan kembali

untuk minyak pelumas mesin-mesin produksi dan sebagian besarnya di

ambil secara teratur oleh kontraktor pihak ke tiga dari kantor pusat untuk

diolah kembali.

4. Monitor Aliran Parit Limbah Cair pada Pabrik

Parit merupakan salah satu bagian terpenting dalam proses pendukung

pengolahan limbah cair. Karena parit merupakan tempat pembuangan

limbah cair dari setiap stasiun produksi yang dapat dibuat dalam pabrik.

Pada Unit Usaha Cinta Manis parit limbah cair dibagi menjadi 2 bagian

yaitu, parit limbah cair tecemar dan parit limbah cair tidak tercemar. Parit

limbah cair tercemar merupakan parit-parit yang digunakan untuk

mengalirkan limbah cair yang terdapat pada setiap stasiun proses yang

rentan terhadap cemaran seperti tumpahan nira, susu kapur, oli bekas, air

pembersih lantai pabrik, air sisa skrapan juice heater, evaporator, air

pembuangan laboratorium serta semua air yang mengandung gula dan

bahan kimia lainnya. Limbah cair tercemar ini dialirkan melalui parit

limbah tercemar menuju ke unit IPAL untuk dilakukan treatment dan tidak

membahayakan jika dilepas pada lingkungan. Selanjutnya parit limbah cair

tidak tercemar merupakan parit-parit yang digunakan untuk mengalirkan

limbah cair yang terdapat pada setiap stasiun pemurnian, evaporator dan

kristalisasi yang menghasilkan air kondensat, air kondensor atau air

jatuhan yang tidak mengandung gula dan bahan kimia lainnya. Limbah

cair ini dialirkan melalui parit limbah tidak tercemar menuju rawa yang

nantinya akan dipompakan kembali menuju ke cooling water dan springer

pound untuk didinginkan serta digunakan kembali. Pengecekan parit

limbah cair tercemar dan tidak tercemar pada Unit Usaha Cinta Manis

dilakukan secara teratur berupa pembuangan tanah atau kotoran yang

mengendap pada parit-parit. Sehingga aliran limbah cair pada parit tetap

lancar dan tidak meluap kepermukaan.

Limbah Gas

Unit Usaha Cinta Manis memiliki beberapa sumber gas yang dapat

mecemari lingkungan jika tidak dilakukan penanganan dan uji keamanan gas yang

dihasilkannya. Sumber limbah gas ini terdiri dari 2 cerobong boiler, 2 cerobong

sulfur tank, dan 4 cerobong generator setting (Genset) dengan penyempurnaan

gas scrubber. Penanganan limbah gas pada cerobong boiler dilakukan dengan

penggunaan alat dust collector yang terpasang didalam tabung pemisah abu, pasir,

dan gas sisa pembakaran yang berbentuk seperti cyclone. Dust collector berfungsi

untuk menangkap debu pembakaran yang terdiri dari abu dan pasir yang dihisap

oleh Induce Fan sehingga jatuh pada rantai dan tidak terbawa oleh gas

pembakaran yang di lepas atau dihembus ke udara oleh Force Draf Fan. Selain itu

didalam tabung pemisah ini dilengkapi dengan alat pengihasap debu pembakaran.

Page 47: Laporan PL PG Cinta Manis

47

Partikel debu seperti abu dan pasir yang memiliki berat lebih besar dibandingkan

gas pembakaran akan jatuh pada dust collector sehingga gas pembakaran yang

dilepas tidak mencemari lingkungan dan mengurangi penurunan kualitas udara

serta partikulat.

Debu pembakaran yang berupa abu dan pasir yang jatuh pada rantai

kemudian diberi air siraman yang berfungsi untuk menggumpalkan abu dan pasir

sehingga dapat dibawa menuju belt conveyor yang akan ditampung oleh truk

penampung. Analisa udara emisi Unit Usaha Cinta Manis dapat dilihat pada

Lampiran 3.

(a) (b)

Gambar 35 (a) Cerobong boiler (b) Cerobong genset

Selain itu juga dilakukan uji keamanan gas buang atau yang dihasilkan

secara berkala yaitu 2 kali uji dalam 1 tahun. Uji ini dilakukan dengan

menggunakan alat pengukur khusus cemaran gas atau udara. Pada setiap cerobong

pembuangan gas pada boiler, sulfur tank, dan generator setting terdapat lubang

untuk memasukkan alat tersebut guna mengambil sampel gas buang yang

dihasilkan. Sehingga dapat terukur cemaran gas yang dihasilkan. Hasil analisa

udara emisi, ambient dibuat oleh instansi yang berwenang. Laporan hasil analisa

tersebut dilaporkan setiap 3 bulan sekali atau 6 bulan sekali dalam bentuk laporan

RKL-RPL ke : Asdep Pengendalian Pencemaran Agroindustri Kementerian

Lingkungan Hidup, Badan Lingkungan Hidup Provinsi, Badan Lingkungan

Hidup Kabupaten, Kantor Distrik dan Bagian Pengolahan. Berikut metode dan

hasil analisa sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 6 tahun

2012, Kep. 50/MEN-LH/1996, SNI 19-7117-11 2005.

Page 48: Laporan PL PG Cinta Manis

48

Tabel 8 Data kualitas udara ambient Unit Usaha Cinta Manis (April 2013)

No Parameter Lokasi Baku Mutu Lingkungan

PP. No. 41 Tahun 1999 1 2 3

1 Sulfur dioksida

(SO2)

12 22 20 365 ug/Nm3

2 Karbon monoksida

(CO)

223 610 235 10.000 ug/Nm3

3 Nitrogen dioksida

(NO2)

27 27 17 150 ug/Nm3

4 Oksidan (O3) ttd ttd Ttd 235 ug/Nm3

5 Hidro carbon (HC) ttd ttd Ttd 160 ug/Nm3

6 Debu (TSP) 64 148 78 230 ug/Nm3

7 Plumbum (Pb) ttd ttd Ttd 2 ug/Nm3

Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis

Keterangan :

a. Titik 1 ± 200 meter dari Pabrik arah tenggara/depan Mess UU Cinta Manis

(Ambient)

S : 03ᵒ 26’ 23,1” E : 104ᵒ 40’ 05,9”

b. Titik 2 ± 200 meter dari Pabrik arah utara/halaman Stasiun Pompa Rawa

(Kawasan Industri)

S : 03ᵒ 26’ 04,2” E : 104ᵒ 40’ 59,4”

c. Titik 3 ± 300 meter dari Pabrik/Perumahan Karyawan (Ambient)

S : 03ᵒ 26’ 19,1” E : 104ᵒ 40’ 53,4”

LB3 (Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun)

Semua mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi

maupun pendukung (utilitas) Unit Usaha Cinta Manis tidak terlepas dari

penggunaan oli atau minyak pelumas yang digunakan untuk menjalankan mesin

atau peralatan juga memperlancar sistem gerak pada mesin dan peralatan tersebut.

Sehingga dapat menghasilkan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3)

berupa oli atau minyak pelumas bekas. Selain itu terdapat LB3 lain yang

dihasilkan yaitu ACU bekas, lampu bekas, kertas saring dan lain-lain. Pada Unit

Usaha Cinta Manis pengelolaan LB3 mencakup kegiatan produksi, penyimpanan,

pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan LB3.

Selain itu penanganan LB3 juga dilakukan dengan penyediaan Tempat

Penyimpanan Sementara (TPS) LB3 yang berfungsi untuk tempat penyimpanan

sementara LB3 (maksimal 90 hari) dan dibuat sesuai dengan ketentuan yang telah

berlaku dan telah mendapat izin dari Badan Lingkungan Daerah. Limbah B3 yang

telah terkumpul pada TPS secara berkala diambil oleh kontraktor pihak ke tiga

yang telah mendapat izin dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dari pusat.

Page 49: Laporan PL PG Cinta Manis

49

1. Oli Bekas

Oli bekas merupakan salah satu LB3 yang dihasilkan dari tumpahan oli

atau minyak pelumas mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses

produksi. Tumpahan oli atau minyak pelumas ini bercampur dengan air

sehingga harus dipisahkan dalam kolam pemisah atau oil trap. Oli bekas

yang telah terpisah ditampung dari sumbernya dengan menggunakan

wadah jerigen atau ember. Kemudian ukur volume oli bekas (liter) yang

dihasilkan dengan menggunakan alat takar. Oli bekas tersebut kemudian

dibawa ke Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) limbah B3. Dipastikan

tidak ada oli bekas yang tercecer selama membawa oli bekas dari sumber

ke TPS limbah B3. Jika ada ceceran oli bekas, segera bersihkan dengan

kain majun, pasir atau serbuk gergaji. Masukkan oli bekas yang sudah

diketahui volumenya ke kemasan drum di dalam TPS limbah B3.

Sebelumnya dipastikan drum yang digunakan dalam kondisi baik, tidak

bocor, berkarat atau rusak. Drum disimpan selalu dalam kondisi tertutup

rapat dan hanya dapat dibuka jika akan dilakukan penambahan atau

pengambilan limbah didalamnya. Beri simbol “mudah terbakar” dan label

pada kemasan drum oli bekas. Selanjutnya catat volume oli bekas yang

masuk ke TPS limbah B3 pada log book limbah B3 harian. Aktivitas

pengelolaan oli bekas dicatat selama periode 3 (tiga) bulan pada neraca

limbah B3 untuk dilaporkan ke Asdep Pengelolaan B3 dan limbah B3

Manufaktur dan agroindustri Kementerian Lingkungan Hidup dalam

bentuk laporan RKL-RPL. Periksa kondisi kemasan limbah B3 setiap

seminggu sekali dan catat pada monitoring pemeriksaan kondisi kemasan.

Sehingga oli bekas dapat ditangani dengan baik.

2. Accu, Kertas Saring (Pb-Acetat) dan Lampu TL Bekas

Selain oli bekas, terdapat LB3 yang dihasilkan oleh mesin dan peralatan

berupa accu bekas. Accu bekas juga diperoleh dari kendaraan dan traktor

yang digunakan untuk kegiatan atau aktivitas di pabrik. Selain itu terdapat

LB3 berupa kertas saring yang dihasilkan dari sisa proses uji dalam

laboratorium dan lampu TL bekas yang digunakan untuk penerangan

dalam pabrik dan lingkungan sekitar. Penanganan dilakukan dengan

mengambil accu, kertas saring (Pb – Acetat) atau lampu TL bekas dari

sumbernya dan bawa ke TPS limbah B3. Limbah B3 tersebut kemudian di

masukkan ke dalam kemasan masing-masing sesuai jenis dan

karakteristiknya. Selanjutnya diberi simbol dan label pada masing-masing

kemasan sesuai jenis dan karakteristiknya. Kemudian pada logbook limbah

B3 harian dicatat tanggal masuknya ke TPS limbah B3. Setiap jenis dan

karakteristik limbah B3 harus dipisahkan dengan jelas penempatannya di

TPS. Catat aktivitas pengelolaan accu, kertas saring dan lampu TL bekas

selama periode 3 (tiga) bulan pada neraca limbah B3 untuk dilaporkan ke

Asdep Pengelolaan B3 dan limbah B3 Manufaktur dan agroindustri

Kementerian Lingkungan Hidup dalam bentuk laporan RKL-RPL. Dan

terakhir periksa kondisi kemasan limbah B3 setiap seminggu sekali dan

catat pada monitoring pemeriksaan kondisi kemasan.

Page 50: Laporan PL PG Cinta Manis

50

3. Pengelolaan TPS LB3

Tempat penyimpanan sementara LB3 merupakan salah satu sarana

pengolahan LB3 yang dimiliki oleh Unit Usaha Cinta Manis. Pengelolaan

TPS LB3 juga dilakukan dengan pembersihan secara teratur pada areal

sekitarnya. Pemasangan simbol “berbahaya”, tanda peringatan, SOP

tanggap darurat, SOP penyimpanan, APAR, sarana P3K, lonceng, eye

washer, dan posisi geografis lokasi TPS limbah B3 berupa titik koordinat

dengan media plang juga dilakukan. Pemisahan/pengelompokkan setiap

kemasan penampung limbah B3 sesuai dengan jenis dan karakteristiknya

juga dilakukan serta selalu memastikan agar izin penyimpanan sementara

limbah B3 tidak habis berlakunya sehingga LB3 yang terdapat dalam TPS

tidak menimbulkan cemaran bagi lingkungan.

Gambar 36 TPS LB3 Unit Usaha Cinta Manis

Kebisingan dan Getaran

Mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi tentu

menghasilkan suara yang dapat menyebabkan kebisingan jika berlebihan.

Sehingga dapat mengganggu jalannya aktivitas karyawan dalam bekerja. Pada

Unit Usaha Cinta Manis terdapat beberapa sumber kebisingan diantaranya yaitu

stasiun mill. kebisingan ini dihasilkan oleh turbin penggerak roll-roll gilingan

pada stasiun mill. Tingkat kebisingan ini masih dalam batas aman untuk

pendengaran. Namun Unit Usaha Cinta Manis tetap menerapkan prinsip K3 untuk

menghindari kecelakan kerja akibat kebisingan yang dihasilkan dengan

memberikan peraturan pada karyawannya untuk menggunakan ear protector pada

stasiun kerja yang menghasilkan kebisingan.

Selain itu mesin dan peralatan produksi juga dapat menimbulkan getaran

yang dihasilkan dari proses kerjanya. Apabila getaran yang ditimbulkan tidak

ditangani dengan baik maka akan menyebabkan ketidaknyamanan karyawan

dalam bekerja. Pada Unit Usaha Cinta Manis, pabrik terdiri dari 3 hingga 4 lantai

diatas permukaan tanah, hampir semua lantainya terbuat dari besi yang di gabung

menjadi satu kesatuan. Kecuali pada lantai dasar yang memiliki lantai terbuat dari

semen atau ubin. Terdapat beberapa mesin dan peralatan yang dapat menimbulkan

getaran namun tetap dalam batas aman, yaitu vibrating screen dan grasshopper

conveyor pada stasiun penyelesaian. Grasshopper conveyor terletak pada lantai

dasar yang lantainya terbuat dari ubin sehingga tidak menimbulkan getaran yang

begitu tinggi. Sedangkan vibrating screen terletak pada lantai 3 yang terpisah dan

jauh dari stasiun kerja lainnya sehingga tidak menimbulkan gangguan bagi

Page 51: Laporan PL PG Cinta Manis

51

karyawan yang bekerja. Selain itu juga dilakukan uji kebisingan dan getaran

sesuai dengan data pada tabel berikut.

Tabel 9 Data kebisingan ambient Unit Usaha Cinta Manis (April 2013)

No Parameter Lokasi Kep. 48/MEN-LH/11/1996

1 2 3 BML

Pemukiman

BML Kawasan

Industri

1 Kebisingan 45,5 52,8 47,7 55 dBA 70 dBA

Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis

Tabel 10 Data getaran/vibrasi Unit Usaha Cinta Manis (April 2013)

No Parameter Lokasi Kep.49/MENLH/11/1996

1 2 3

1 Getaran/Vibrasi 0,1 0,1 0,1 4 m/dt2

Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis

Keterangan :

a. Titik 1 ± 200 meter dari Pabrik arah tenggara/depan Mess UU Cinta Manis

(Ambient)

S : 03ᵒ 26’ 23,1” E : 104ᵒ 40’ 05,9”

b. Titik 2 ± 200 meter dari Pabrik arah utara/halaman Stasiun Pompa Rawa

(Kawasan Industri)

S : 03ᵒ 26’ 04,2” E : 104ᵒ 40’ 59,4”

c. Titik 3 ± 300 meter dari Pabrik/Perumahan Karyawan (Ambient)

S : 03ᵒ 26’ 19,1” E : 104ᵒ 40’ 53,4”

PEMBAHASAN

Good Manufacturing Practices (GMP)

GMP (Good Manufacturing Practices) merupakan suatu pedoman bagi

industri pangan, bagaimana cara berproduksi makanan dan minuman yang baik.

GMP merupakan prasarat utama sebelum suatu industri pangan dapat memperoleh

sertifikat sistem HCCP (Hazard Analysis Critical Control Points). GMP telah

menjadi pedoman penuntun bagi produsen makanan dan minuman dengan tujuan

untuk meningkatkan mutu hasil produksinya, dan dengan demikian masyarakat

dapat dilindungi keselamatan dan kesehatannya terhadap produksi dan peredaran

makanan yang telah memenuhi syarat.

Good Manufactoring Practices (GMP) merupakan suatu metode atau cara

berproduksi yang baik dan benar dalam rangka menghasilkan produk dengan

mutu yang baik sesuai dengan harapan. Penilaian GMP suatu perusahaan dapat

dilakukan dengan audit GMP yang dapat dilihat pada Lampiran 4.

Page 52: Laporan PL PG Cinta Manis

52

GMP meliputi delapan persyaratan yaitu :

1. Persyaratan bahan baku

2. Persyaratan bahan pembantu dan tambahan (food additives)

3. Persyaratan produk akhir

4. Persyaratan penanganan

5. Persyaratan pengolahan

6. Persyaratan pengemasan

7. Persyaratan penyimpanan

8. Persyaratan pengangkuatan dan distribusi.

Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP)

Peran GMP dalam menjaga keamanan pangan selaras dengan persyaratan

dasar yang ditetapkan untuk penerapan HACCP. Penerapan program persyaratan

dasar ini harus didokumentasikan dalam Standar Prosedur Operasi Sanitasi (SPO

Sanitasi) atau Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP). SSOP adalah

prosedur tertulis dimana proses pembuatan pangan harus diproduksi dalam

kondisi dan cara yang saniter. Sanitasi dalam prakteknya, meliputi kegiatan-

kegiatan secara aseptik dalam persiapan, pengolahan dan pengemasan produk

pangan, pembersihan dan sanitasi pabrik termasuk lingkungannya, serta kesehatan

pekerja. Program sanitasi harus terencana, paksaan aktif dan dapat diawasi secara

efektif. Prosedur SSOP merupakan alat bantu dalam penerapan GMP karena berisi

tentang perencanaan tertulis untuk menjalankan GMP, syarat agar penerapan

GMP dapat dimonitor, dan adanya tindakan koreksi jika terdapat komplain,

verifikasi, dan dokumentasi.

Delapan faktor penting yang harus dicakup pada pelaksanaan penyusunan

SSOP adalah keamanan air; keadaan dan kebersihan permukaan yang kontak

dengan makanan; pencegahan kontaminasi silang; fasilitas kebersihan;

pencegahan adulterasi; pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan senyawa dan

bahan berbahaya; kesehatan pekerja; serta pencegahan hama.

Keamanan Air

Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan sehubungan dengan

keamaan air adalah: suplai air aman untuk air yang kontak dengan makanan atau

dengan permukaan yang kontak dengan makanan, suplai air aman untuk

pembuatan susu, serta tidak ada kontaminasi silang antara lain yang dapat

diminum dengan air yang tidak dapat diminum.

Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Makanan

Sanitasi peralatan termasuk kedalam sanitas permukaan yang kontak

dengan makanan. Permukaan yang kontak dengan makanan tidak boleh

mengandung toksik, tidak menyerap, tahan karat, inert (tidak bereaksi), dan

Page 53: Laporan PL PG Cinta Manis

53

mudah dibersihkan. Langkah-langkah pembersihan dan sanitasi, yang mencakup

jenis dan konsentrasi pembersih atau sanitaiser, harus dicantumkan.

Pencegahan Kontaminasi Silang

Kontaminasi silang yang sering terjadi banyak diakibatkan oleh praktek-

praktek pekerja yang tidak saniter. Oleh karena itu, pekerja harus mengetahui cara

mencegah kontaminasi silang, memisahkan bahan mentah dengan produk. Tata

letak industri harus dapat mencegah kontaminasi silang. Selain itu juga harus

dijamin adanya pemisahan dan perlindungan produk selama penyimpanan,

pembersihan, dan sanitasi daerah penanganan atau pengolahan pangan serta

peralatan ditangani dengan baik.

Fasilitas Kebersihan

Kebersihan adalah salah satu faktor penting dalam pemeliharaan sanitasi.

Oleh karena itu, perusahaan harus menjamin kelengkapan dan kondisi kebersihan

fasilitas cuci tangan, fasilitas sanitasi tangan serta toilet.

Pencegahan Adultrasi

Tindakan ini ditujukan untuk menjamin bahwa pangan, pengemas pangan,

dan permukaan yang kontak dengan makanan terlindung dari berbagai cemaran

mikrobiologi, kimia, dan fisik, termasuk pelumas, bahan bakar, pestisida, senyawa

pembersih, sanitaiser, kondensat dan cipratan dari lantai.

Penggunaan Senyawa dan Bahan Berbahaya

Tindakan ini mencakup tata cara dan jenis pelabelan yang digunakan pada

bahan–bahan kimia yang digunakan, baik untuk proses produksi maupun

pembersihan, desinfeksi dan sebagainya.

Kesehatan Pekerja

Suatu industri pangan harus menjamin pengelolaan pekerja, terutama yang

didiagnosa dengan penyakit atau gejala penyakit serta luka yang mungkin menjadi

sumber cemaran mikroba.

Pencegahan Hama

Pencegahan hama ditujukan untuk menjamin bahwa tidak ada hama di

fasilitas pengolahan pangan, mencakup prosedur pencegahan, pemusnahan, serta

penggunaan bahan kimia untuk mengendalikan hama.

Page 54: Laporan PL PG Cinta Manis

54

Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)

Bangunan

Bangunan pabrik Unit Usaha Cinta Manis terdiri dari ruang proses dan

ruang pelengkap. Ruang proses merupakan ruangan untuk berlangsungnya proses

produksi, sedangkan ruangan pelengkap merupakan ruangan yang digunakan

untuk keperluan administrasi, laboratorium, dan servis (kamar mandi, toilet, ruang

mencuci dll). Tata letak mesin satu dengan mesin lain terdapat space sehingga

memudahkan dalam pembersihan, meningkatkan keamanan dan kenyamanan

pekerja, serta alat mudah diawasi. Bila pengawasan mudah dilakukan maka jika

terdapat produksi yang tidak berjalan dengan efektif dapat segera dilakukan

evaluasi dan perbaikan. Jarak antar peralatan dapat disesuaikan dengan jenis

resiko yang dapat ditimbulkan dari mesin tersebut.

Misalnya dapur pembakaran boiler memiliki jarak yang lebih jauh dari

mesin lain jika dibandingkan dengan mesin gilingan atau mesin proses lainnya.

Hal ini dikarenakan dapur pembakaran boiler menimbulkan panas yang tinggi

sehingga memiliki resiko yang lebih besar dari pada mesin gilingan atau mesin

proses lainnya karena tidak mengeluarkan panas yang berlebih.

Peletakan peralatan dalam ruang proses produksi gula kristal putih di Unit

Usaha Cinta Manis ini telah efektif. Hal ini dapat dilihat dari aliran proses setiap

stasiun yang telah tepat. Produk akhir yaitu gula kristal putih terletak paling

belakang atau akhir dari seluruh proses yang langsung menuju sugar bin untuk

pengemasan dan penggudangan sehingga saat keluar pabrik tidak melewati tahap

proses sebelumnya. Pengaturan proses yang demikian untuk menghindari adanya

cross contamination. Namun pada ruang administrasi atau kantor terdapat ruang

dapur yang bersebelahan langsung dengan kamar mandi sehingga berpotensi

menimbulkan kontaminasi silang. Sebaiknya ruang dapur dipindah dan kamar

mandi selalu dibersihkan setiap hari.

Gambar 37 Diagram alir aktivitas produksi UU CIMA

S.

PENDA

HULUAMEJA

TEBU

S. MILL

S.EVAP

ORATO

R

S.

BOILER

S.

PEMUR

NIAN S.

PUTER

AN

S.

KRISTA

LISASI

POWER

HOUSE

GUD.

AMPAS

INSTRU

MENT

WATER TREATMENT

S.

PENYEL

ESAIAN

GUDANG

GULA

KANTO

R

TANG

KI

TETES

IPAL

BESALI

Page 55: Laporan PL PG Cinta Manis

55

Fasilitas Sanitasi

Unit Usaha Cinta Manis memiliki 2 sumber air yang digunakan dalam

kegiatan proses produksi nya yaitu, air sungai yang telah di treatment pada bagian

water treatment dan air jatuhan atau kondensor yang telah disirkulasi melalui

pendinginan pada cooling tower dan springer pound.

Selanjutnya untuk pengolahan limbah Unit Usaha Cinta Manis memiliki

Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) untuk pengolahan limbah cair dengan

jumlah kolam Oil Trap 1 unit, kolam pengendap 4 unit, kolam anaerob 3 unit,

kolam aerob 3 unit, kolam uji 1 unit dan aerator dengan jumlah 6 unit. Untuk

limbah bahan berbahaya dan beracun disimpan dalam 1 unit gudang khusus.

Selain itu untuk limbah padat yang dihasilkan berupa blotong dan abu sisa

pembakaran boiler di tumpuk pada satu tempat dilahan untuk diolah menjadi

pupuk kompos.

Alat Produksi

Alat dan mesin yang digunakan di pabrik Unit Usaha Cinta Manis dibuat

sesuai dengan persyaratan teknik. Alat dan mesin dirancang sesuai dengan

kebutuhan proses dan disesuaikan dengan kondisi bangunan serta karyawan

sehingga pada penggunaannya dapat menunjang kelancaran proses produksi. Alat

dan mesin dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan guna proses

pembersihan. Berikut jenis-jenis alat dan mesin yang digunakan pada setiap

stasiun pada Unit Usaha Cinta Manis :

A. Cane Yard

1. Cane Lifter

Berfungsi sebagai alat penuang tebu yang diangkut atau dibawa oleh

NCT (traktor) kedalam meja tebu serta dijalankan oleh operator. Alat

ini berbentuk seperti lift yang menarik sisi kiri NCT ke atas sehinga

tebu terbongkar pada sisi kanan NCT dan masuk dalam meja tebu. NCT

memiliki kapasitas ± 4 ton tebu. NCT ini merupakan sub kontrak antara

kontraktor dan Unit Usaha Cinta Manis dengan jumlah 24 unit. Selain

itu NCT juga dapat mengurangi biaya angkut karena digunakan untuk

mengangkut tebu semi mekanis yang diangkut oleh traktor, bukan

buruh angkut. Namun NCT memiliki kekurangan yaitu kurang

efisiennya dalam pembongkaran tebu oleh cane lifter dibandingkan

dengan alat-alat lain pada cane yard. Hal ini disebabkan karena banyak

tebu yang terjatuh saat pembongkaran kedalam meja tebu. Sehingga

tebu-tebu yang terjatuh terlindas oleh NCT lain yang melakukan

pembongkaran selanjutnya.

2. Truck Tipper

Berfungsi sebagai alat penuang tebu yang diangkut atau dibawa oleh

truk kecil maupun besar. Alat ini berbentuk seperti pendorong ke atas

dengan sudut 45ᵒ yang menggunakan pompa hidrolik untuk proses

Page 56: Laporan PL PG Cinta Manis

56

pendorongannya serta dijalankan oleh operator. Unit Usaha Cinta

Manis memiliki 3 unit truck tipper, 2 unit untuk truk besar atau kecil

dan 1 unit untuk truk kecil. Truk besar memiliki kapasitas angkut ± 9

ton tebu dan truk kecil memiliki kapasitas ± 7 ton tebu. Truck tipper

memiliki tingkat efisien yang lebih baik diantara alat-alat cane yard lain

dalam proses pembongkaran tebu ke meja tebu. Karena tebu yang

dibongkar 99 % masuk dalam meja tebu. Namun disisi lain truk tipper

memiliki kekurangan dalam bentuk pengantrian pembongkaran karena

membutuhkan cukup waktu dalam prosesnya.

3. Cane Stacker (Grounded)

Berfungsi sebagai alat pendorong tebu pada cane yard hasil tumpukan

atau pembongkaran tebu oleh truk kecil, truk besar maupun NCT yang

dijalankan oleh operator. Alat ini berupa traktor yang memiliki penjepit

tebu yang cukup besar pada bagian depannya. Sehingga dapat menjepit

dan mendorong tebu masuk dalam meja tebu. Unit Usaha Cinta Manis

memiliki 1 unit grounded dan 3 unit cane stacker. Grounded memiliki

kekurangan dalam proses kerjanya, dimana saat mendorong tebu pada

cane yard menuju ke meja tebu terdapat tanah, pasir, daun tebu atau

kotoran lain yang terbawa dan masuk dalam meja tebu. Tanah, pasir

atau kotoran lain yang terbawa dan masuk dalam penggilingan nantinya

akan mempengaruhi kualitas ampas yang dihasilkan oleh stasiun mill.

Karena ampas yang banyak mengandung tanah atau pasir dapat

membuat pembakaran dalam boiler kurang baik maupun menyebabkan

kerusakan pada boiler.

B. Stasiun Mill

1. Cane Cutter I

Berfungsi untuk memotong-motong tebu yang pertama masuk pada

stasiun pendahuluan agar menghasilkan potongan tebu sepanjang 10

cm. Cane cutter I memiliki panjang rotor 1980 mm dengan diameter

rotor 1500 mm. Selain itu memiliki jumlah pisau 40 buah dengan jarak

antar pisau 520 mm yang digerakkan oleh turbin penggerak dengan

kekuatan 298 kw. Pengecekan dan pembersihan secara berkala harus

dilakukan pada cane cutter I agar dapat menghasilkan potongan tebu

sesuai dengan stadar. Hal ini dapat dilihat dengan pengujian nilai PI

(preparation indeks) dari potongan tebu yang dihasilkan. Semakin

tinggi nilai PI maka cane cutter I bekerja dengan maksimal. Jika nilai

PI menurun maka cane cutter I telah mengalami penurunan kinerja

yang disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu telah tumpulnya

pisau-pisau pemotong tebu pada cane cutter I. Sehingga dibutuhkan

penggantian secara berkala pada pisau-pisau cane cutter I agar selalu

dapat menghasilkan potongan sesuai standar.

2. Cane Cutter II

Berfungsi untuk memotong-motong tebu hasil potongan cane cutter I

pada stasiun pendahuluan agar menghasilkan potongan tebu sepanjang

5 cm. Cane cutter II memiliki panjang dan diameter rotor yang sama

Page 57: Laporan PL PG Cinta Manis

57

dengan cane cutter I. Namun terdapat perbedaan pada jarak antar pisau

yaitu 120 mm dengan jumlah pisau yang sama. Cane cutter II

digerakkan oleh turbin penggerak dengan kekuatan 500 hp. Pengecekan

dan pembersihan secara berkala harus selalu dilakukan untuk menjaga

nilai PI yang dihasilkan dengan mengganti secara teratur pisau-pisau

yang telah tumpul.

3. Semi Hammer Shredder

Berfungsi untuk memotong dan menumbuk tebu hasil potongan cane

cutter II pada stasiun pendahuluan agar menghasilkan potongan tebu

sepanjang 2,5 cm. Semi hummer shredder memiliki panjang dan

diameter yang sama dengan CC I dan CC II. Memiliki jumlah pisau

sebanyak 64 buah dengan jarak antar hummer dan unfill 30 mm yang

digerakkan oleh turbin penggerak dengan kekuatan 800 ph. Pada SHS

juga diperlukan adanya pengecekan dan pembersiahan secara berkala

agar menghasilkan nilai PI > 85 %.

4. Roll Gilingan

Berfungsi untuk menggiling potongan-potongan tebu dari stasiun

pendahuluan yang berupa serat-serat tebu agar nira dalam serat dapat

terperah. Sehingga dihasilkan nira mentah serta ampas sebagai bahan

bakar boiler dengan pol rendah dan zat kering tinggi. Pada Unit Usaha

Cinta Manis terdapat 5 set mill tandem dengan dilengkapi roll-roll

pengumpan. Unit pressure feeder terdapat pada mill no. I dan V, serta

unit four roll pada mill no. II, III, dan IV. Masing-masing roll gilingan

memiliki panjang 1980 mm dengan diameter 1000 mm. Dengan tinggi

grove 47 mm dan jarak antar grove 52 mm. Bahan shaft dibuat dari baja

ASSAB 705. Setiap mesin gilingan digerakkan oleh turbin penggerak

merek SNM dengan daya 650 hp dan memiliki suhu 325ᵒC. Serta

mempunyai inlet pressure 18 kg/cm2 dan back pressure 1,0 kg/cm

2

dengan rated speed 4500 rpm. Pada gilingan V terdapat penambahan air

imbibisi dengan suhu 70-90ᵒC yang berfungsi untuk melarutkan nira

atau kandungan gula yang masih tersisa pada ampas tebu. Jika suhu air

imbibisi > 90ᵒC maka akan menyebabkan terjadinya reduksi pada gula

atau sukrosa dalam serat tebu dan melarutkan senyawa-senyawa lain

seperti zat lilin dll. Zat lilin yang terlarut akan menyebabkan roll

gilingan licin sehingga terjadi slip. Maka dibutuhkan pengecekan

berkala baik pada roll gilingan maupun air imbibisi yang diberikan.

C. Stasiun Pemurnian

1. Sand Catcher

Berfungsi untuk memisahkan atau menangkap kotoran pada nira

mentah seperti pasir dan ampas. Terdiri dari 2 bagian yaitu bak pasir

dan cyclon. Bak pasir mempunyai penjang 3000 mm dan lebar 1488

mm. Dengan tinggi 2000 mm dan volume 8,9 m3. Selanjutnya cyclon

memiliki diameter 800 mm dengan tinggi total 3135 mm.

Page 58: Laporan PL PG Cinta Manis

58

2. Timbangan Nira Mentah

Berfungsi untuk mengetahui berat nira mentah dengan menimbang nira

mentah dari stasiun mill. Timbangan nira mentah ini memiliki kapasitas

5 ton dengan akurasi 1/200 yang terbuat dari mild steel . Sehingga

dibutuhkan pembersihan secara berkala agar tidak terjadi karatan pada

timbangan yang dapat menyebabkan kontaminasi pada nira mentah.

3. Juice Heater I

Berfungsi untuk mempercepat dan menyempurnakan reaksi pada

defekator dan sulfitasi pada temperatur tertentu. Unit Usaha Cinta

Manis memiliki juice heater I sebanyak 3 unit dengan luas permukaan

240 m2. Sirkulasi sebanyak 16 kali dengan ID tubes 33 mm dan L tubes

3994 mm. Memiliki diameter shell 1550 mm dan teb shell 9 mm

dengan panjang 3994 mm. Nira mentah dipanaskan sampai temperatur

75ᵒC. Juice heater menggunakan sistem pemanasan heat exchanger

berupa STHE (shell tube heat exchanger) yang menghantarkan panas

secara konduksi maupun konveksi. Pembersihan secara berkala

dilakukan pada setiap juice heater agar proses pemanasan dapat

berjalan dengan maksimal.

4. Pre Liming Tank

Berfungsi untuk menaikkan pH pada nira mentah menjadi 7,0-7,2.

Memiliki diameter 2600 mm dengan tinggi 3500 mm serta diameter

P.jiwa 1900 mm. Membutuhkan waktu proses selama 3 menit dengan

putaran 165 rpm. Pada proses ini dilakukan pemberian susu kapur untuk

menaikkan pH nira mentah. Pemberian susu kapur dilakukan melalui

alat pengontrol pH yang dikedalikan oleh seorang operator. Sehingga

dibutuhkan pengawasan khusus oleh operator agar pH yang diharapkan

tercapai.

5. Secondary Liming Tank

Berfungsi untuk menaikkan pH pada nira mentah menjadi 8,5-10,5.

Memiliki diameter 1500 mm dengan tinggi 2000 mm serta diameter

P.jiwa 1100 mm. Membutuhkan waktu proses selama 15 detik dengan

putaran 165 rpm. Pada proses ini dilakukan pemberian susu kapur untuk

menaikkan pH nira mentah seperti halnya dengan pre liming yang di

kontrol melalui alat pengontrol pH yang dikedalikan oleh seorang

operator yang sama. Sehingga dibutuhkan pengawasan khusus oleh

operator agar pH yang diharapkan tercapai.

6. Rotary Sulfur Furnance

Berfungsi untuk membakar belerang untuk memperoleh gas SO2.

Memiliki panjang 2400 mm dan diameter 1000 mm. Unit Usaha Cinta

Manis memiliki 2 unit RSF yang digunakan dalam pembakaran

belerang. Menggunakan bahan berupa besi yang dilengkapi dengan air

siraman untuk menurunkan suhu RSF agar tetap dapat dikontrol.

Page 59: Laporan PL PG Cinta Manis

59

7. Lime Slicker

Berfungsi untuk mereaksikan pembutan susu kapur dan sebagai tempat

pemadaman kapur. Kapur yang tidak bereaksi akan tertahan dalam lime

sliker. Memiliki diameter 1250 mm dan panjang 5000 mm. Digerakkan

oleh motor dengan daya 2,2 kW dan putaran 6 rpm. Alat ini berbentuk

silinder yang horizontal dengan kemiringan 5o, dimana air dan kapur

dimasukkan dari daerah yang lebih tinggi. Lime sliker ini diputar

dengan kecepatan diatas. Air yang digunakan adalah air kondensat

dengan suhu sekitar 80oC. Sebelum dikirim ke tangki penampungan,

susu kapur dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran yang terbawa dalam

kapur pada bak clasifier dengan menggunakan sistem penggaruk. Susu

kapur kemudian ditampung pada tangki penampungan yang berjumlah

dua tangki dan selanjutnya dipompakan ke tangki pengenceran.

8. Cake Bunker

Berfungsi untuk menampung menampung blotong yang dihasilkan

Rotary Vacuum Filter dan dibawa truk ke lahan. Memiliki kapasitas 20

m3

dengan lebar 3500 mm, panjang 4000 mm dan tinggi 4550 mm.

Sehingga sisa proses filter dapat tertampung dan tidak jatuh atau

tumpah.

9. Sulfitator Nira Mentah

Berfungsi untuk memucatkan nira dengan menggunakan gas SO2

sehingga pH nira menjadi netral. Memiliki tinggi 7200 mm dan

diameter 1000 mm dengan prinsip aliran kontak counter current guna

memperbesar waktu kontak agar reaksi lebih sempurna. Gas SO2

dialirkan dari bawah sedangkan nira mentah dialirkan dari atas dan

turun melalui 9 tray yang terdapat dalam RSF. Gas SO2 yang tidak

bereaksi langsung dibuang ke udara.

10. Juice Heater II

Berfungsi untuk mempercepat dan menyempurnakan reaksi pada

defekator dan sulfitasi pada temperatur tertentu. Unit Usaha Cinta

Manis memiliki juice heater II sebanyak 4 unit dengan luas permukaan

240 m2. Sirkulasi sebanyak 16 kali dengan ID tubes 33 mm dan L tubes

3994 mm. Memiliki diameter shell 1550 mm dan teb shell 9 mm

dengan panjang 3994 mm. Nira mentah dipanaskan sampai temperatur

110ᵒC. Juice heater II juga menggunakan sistem pemanasan heat

exchanger berupa STHE (shell tube heat exchanger) yang

menghantarkan panas secara konduksi maupun konveksi. Pembersihan

secara berkala dilakukan pada setiap juice heater agar proses

pemanasan dapat berjalan dengan maksimal.

11. Single Tray Clarifier

Berfungsi untuk menjernihkan nira melalui pengendapan kotoran.

Memiliki kapasitas sebesar 470 m3 dengan diameter 10360 mm dan

tinggi 5490 mm. Menggunakan motor dengan daya 1,5 kW. Dilakukan

Page 60: Laporan PL PG Cinta Manis

60

penambahan flokulan untuk membuat kotoran menjadi kompak

sehingga mudah untuk mengendap. Pengendapan dilakukan pada

kondisi yang tenang agar proses pemisahan antara nira jernih dan nira

kotor dapat berjalan dengan maksimal.

12. Rotary Vacuum Filter

Berfungsi untuk memisahkan antara nira tapis dan blotong. Memiliki

filter area 52 m2 dengan diameter drum 3050 mm dan panjang drum

5490 mm. Menggunakan motor dengan daya 1,5 kW. Unit Usaha Cinta

Manis memiliki RVF sebanyak 3 unit. Sistem vakum yang digunakan

melalui dua tahap yaitu low vakum, digunakan untuk menarik blotong

agar menempel pada permukaan RVF dengan entalpi sebesar 20-30 dan

high vakum yang digunakan untuk mengurangi kadar air serta gula yang

terkandung dalam blotong dengan entalpi sebesar 35-40. RVF

dilengkapi dengan siraman air yang berada diatas RVF berfungsi untuk

mengurangi jumlah pol dari blotong.

D. Stasiun Evaporator

1. Evaporator

Berfungsi untuk menguapkan air yang terkandung dalam nira encer atau

jernih sebanyak-banyaknya dengan menggunakan uap bekas atau uap

nira yang diberikan secara paralel maupun seri secara tidak langsung

melalui pipa-pipa calandria. Unit Usaha Cinta Manis memiliki 8 unit

evaporator dengan menggunakan sistem quadruple effect. Dimana

setiap 1 kali pemberian uap panas dapat menguapkan sebanyak 4 kg

air. Lima unit evaporator memiliki luas penampang 1500 LP dan tiga

unit evaporator memiliki luas penampang 1200 LP dengan diameter

badan masing-masing 4300 mm. Setiap badan evaporator memiliki

suhu yang berbeda. Badan 1-4 memiliki suhu secara berurutan yaitu

120ᵒC, 80-100ᵒC, 70ᵒC, dan 65ᵒC. Setiap unit evaporator dilakukan

pembersihan atau yang disebut dengan skrap secara teratur untuk

membersihkan kotoran atau kerak yang terdapat dalam evaporator.

Skrap dilakukan secara bergantian dengan mengunakan karmand pada

evaporator agar proses penguapan dapat berjalan maksimal. Proses

penguapan maksimal dapat ditandai dengan brix nira kental yang

dihasilkan adalah 60-64 %.

E. Stasiun Kristalisasi

1. Vacuum Pan

Berfungsi untuk membentuk kristal gula pada nira kental dengan

menguapkan nira hingga lewat jenuh. Unit Usaha Cinta Manis

menggunakan sistem masak ACD. Terdiri dari 8 unit vacuum pan, 3

unit vacuum pan A, 1 unit vacuum pan C, dan 3 unit vacuum pan D.

Setiap vacuum pan memiliki diameter pan 5000 mm dengan diameter

pan pemanas 101,6 mm OD. Tinggi pan pemanas 986 mm dengan luas

penampang 280 m3. Selain itu setiap vacuum pan mempunyai volume

50 m3 dengan suhu calandria dan suhu badan pan secara berurutan 100-

110ᵒC dan 70ᵒC. Setiap vacuum pan A, C dan D memiliki waktu masak

Page 61: Laporan PL PG Cinta Manis

61

yang berbeda-beda. Masakan A memiliki waktu masak 1,5-2 jam,

masakan C 2-3 jam dan masakan D 4-6 jam. Proses masak dapat

dihentikan ketika telah tercapai suatu ukuran kristal yang telah

ditentukan pada setiap masakan.

2. Peti Penampungan

Berfungsi untuk menampung nira kental, klare SHS, stroop A, C, dan

D. Unit Usaha Cinta Manis memiliki 9 unit peti penampungan yang

terdiri dari 1 unit peti klare SHS, 3 unit peti nira kental, 2 unit peti

stroop A, 2 unit peti stroop C dan 1 unit peti stroop D. Pengontrolan

secara berkala selalu dilakukan agar tidak terjadi kesalahan berupa

tumpahnya nira kental atau isi peti yang lainnya karena pengisian yang

berlebihan.

F. Stasiun Penyelesaian

1. Receiver

Berfungsi sebagai palung penampung hasil masakan A,C dan D.

Mempunyai bentuk setengah lingkaran dengan dilengkapi pengaduk

yang memanjang dan digerakkan oleh motor penggerak. Unit Usaha

Cinta Manis setiap masakan memiliki masing-masing receiver, yaitu

receiver A, receiver C, dan receiver D. Pada receiver hasil setiap

masakan memiliki suhu 70ᵒC. Selain itu setiap receiver memiliki lama

waktu proses yang berbeda. Receiver A 1-2 jam, receiver C 2-3 jam dan

receiver D 3-4 jam. Pengontrolan secara berkala harus selalu dilakukan

untuk mengetahui volume hasil masakan agar tidak terjadi kesalahan

berupa tumpah nya hasil masakan karena receiver ini tidak berpenutup.

2. Chrystallizer

Berfungsi sebagai palung pendingin hasil masakan dari receiver D

untuk proses kristalisasi lanjutan. Unit Usaha Cinta Manis memiliki 7

unit crystallizer. Crystallizer 1-6 dilengkapi dengan air dingin agar

terjadi penurunan suhu masecuite secara perlahan. Secara berurutan

suhu diturunkan dari 65ᵒC, 63ᵒC, 59ᵒC, 56ᵒC, 53ᵒC dan 50ᵒC. Air dingin

dialirkan dalam pipa-pipa yang terdapat dalam crystallizer. Pada

crystallizer 7 dilengkapi dengan elemen air panas agar suhu massecuite

naik menjadi 55ᵒC untuk persiapan proses pemutaran.

3. Low Grade Fugal

Berfungsi untuk memisahkan kristal gula dengan stroop. Unit Usaha

Cinta Manis memiliki 2 bagian LGF yaitu LGF C dan LGF D. LGF C

terdiri dari 4 unit dengan diameter 1100 mm dan kecepatan putaran

1500 rpm. Menggunakan screen dengan ukuran 0,06x2,7 mm dan

digerakan motor dengan daya 55 kW. Sedangkan LGF D terdiri dari 8

unit dengan diameter 1100 mm dan kecepatan putaran 2000 rpm serta

kemiringan 30ᵒ. Menggunakan screen dengan ukuran 0,06x27 mm dan

digerakkan motor dengan daya 55 kW. Untuk memisahkan kristal gula

dan stroop LGF menggunakan basket dengan bentuk kerucut. Bahan

Page 62: Laporan PL PG Cinta Manis

62

yang masuk dalam LGF secara kontinyu kemudian diputar sehingga

menghasilkan kristal gula yang telah terpisah dari stroop nya.

4. High Grade Fugal

Berfungsi untuk memisahkan kristal gula dengan stroop pada hasil

masakan A. Unit Usaha Cinta Manis memiliki 9 unit HGF yang terdiri

dari 4 unit HGF foreworker dan 5 unit HGF afterworker. Memiliki

diameter 1320 mm dengan tinggi 800 mm dan kecepatan putar 950

rpm. Menggunakan screen dengan ukuran 796x2135 mm dan digerakan

oleh motor dengan daya 75 kW serta mempunyai kapasitas 650 kg.

Pada HGF terdapat satu siklus terputus dalam proses kerjanya yang

terdiri dari: pengisian bahan kedalam HGF (0-500 rpm), kemudian

dilakukan penyiraman bahan menggunakan air panas (500-1000 rpm),

dan dilakukan pengsteaman pada bahan serta penyekrapan (1000-1500

rpm).

5. Grasshopper Conveyor

Berfungsi untuk membawa gula kristal putih basah hasil proses HGF

menuju ke proses pendinginan dan pengeringan gula kristal putih.

Memiliki kapasitas 25 ton/jam dengan panjang 16000mm dan lebar 750

mm. Dengan tebal 250 mm dan daya motor sebesar 3,7 kW. Perlu

adanya pengawasan pada daerah persambungan di sugar conveyor HGF

dengan grasshopper conveyor karena sebagian gula terhenti dan

terjatuh. Sehingga dapat menyebabkan loses pada gula yang dihasilkan.

6. Sugar Elevator

Berfungsi untuk membawa gula kristal putih dari proses pengeringan

dan pendinginan menuju ke vibrating screen. Memiliki kapasitas 25

ton/jam dengan lebar 750 mm dan tebal 1050 mm. Mempunyai tinggi

5600 mm dan digerakkan oleh motor dengan daya 2,2 kW.

7. Vibrating Screen

Berfungsi untuk menyaring kristal-kristal gula dengan ukuran tertentu.

Memiliki kapasitas 12,5 ton/jam dengan lebar screen 900 mm dan

panjang screen 3000 mm. Screen mempunyai ukuran antara 9-23 mesh

yang digerakkan dengan daya motor 2,2 kW. Unit Usaha Cinta Manis

memiliki 2 unit vibrating screen. Dimana gula kristal putih dilewatkan

pada vibrating screen yang bergetar menuju ke saringan gula yang

memiliki ukuran diatas sehingga dihasilkan gula kristal dengan ukuran

yang sama.

8. Sugar Conveyor

Berfungsi untuk membawa gula krital putih yang telah tersaring pada

vibrating screen menuju sugar bin atau tempat penumpukan gula kristal

putih. Memiliki kapasitas 25 ton/jam dengan lebar belt 600 mm dan

panjang 35000 mm. Digerakkan dengan daya motor 5,5 kW. Pada

sugar conveyor banyak terdapat gula kristal putih yang terjatuh karena

Page 63: Laporan PL PG Cinta Manis

63

jumlah gula kristal putih yang dihasilkan dari vibrating screen melebihi

kapasitas sugar conveyor. Sehingga dibutuhkan solusi berupa

melakukan penampungan pada daerah sugar conveyor dan vibrating

screen sehingga tidak banyak gula yang terbuang.

9. Sugar Bin

Berfungsi untuk menampung atau menumpuk gula sebelum

dilakukannya pengemasan dan penggudangan gula. Memiliki kapasitas

200 ton dengan lebar 6000 mm dan panjang 35000 mm serta tinggi

4000 mm.

10. Dryer and Cooler

Berfungsi dalam proses pengeringan dan pendinginan gula hingga gula

memiliki kadar air sesuai yang ditentukan. Menggunakan tipe

Horizontal Vibrating Flow Type dengan kapasitas 20 ton/jam dan

memiliki panjang 11500 mm dan lebar 1500 mm yang digerakkan oleh

motor dengan daya 3,7 kW.

Bahan

Setiap bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan telah mengalami

proses pengecekan berupa dilakukannya uji trash untuk tebu dan kadar atau dosis

yang baik digunakan untuk bahan tambahan (kapur, belerang, flokulan, asam

phosfat). Sehingga tidak membahayakan bagi kesehatan jika bahan-bahan tersebut

terkandung dalam produk yang dihasilkan. Selain itu bahan tambahan yang

digunakan harus mempunyai fungsi yang jelas dalam proses agar tidak

menggunakan bahan yang tidak bermanfaat dalam proses.

1. Tebu

Tebu merupakan bahan utama yang digunakan dalam proses pembuatan

gula kristal putih. Pada Unit Usaha Cinta Manis tanaman tebu yang

berumur 12 bulan (1 tahun) dengan budidaya dan perawatan kebun yang

baik akan menghasilkan rendemen tebu yang optimal 7% - 12% dengan

nilai trash (kotoran sabut) ± 5%. Bagian LITBANG mulai bulan maret B

melakukan analisis pendahuluan dari contoh-contoh tebu tiap petak kebun

yang bertujuan untuk mengetahui umur tebu, rendemen sementara dan

tingkat kemasakan tebu. Berdasarkan data analisis pendahuluan kemudian

bagian Tebang Muat Angkut (TMA) menyusun jadwal tebang sebagai

penetapan awal giling. Tebu layak giling yang siap ditebang dan digiling

harus BSM (bersih, segar, manis). Bersih artinya batang tebu bebas dari

kotoran daduk (daun tebu), sogolan, tanah, dan benda-benda asing dengan

ketentuan trash ± 5%. Segar artinya tebu hijau dengan waktu tunggu

(retensi) ± 24 jam. Manis artinya mencapai rendemen optimal 7% - 12%

dengan harkat kemurnian nira berkisar 75,0%-85%. Batang tebu memiliki

beberapa komponen penyusun diantaranya yaitu nira 87,5%, sabut 12,5%.

Sedangkan komponen penyusun nira terdiri dari 14% sukrosa, 70% air,

2%-5% zat organik, 3%-10% zat an organik, 5%-10%, 0,5%-1,5% lemak,

Page 64: Laporan PL PG Cinta Manis

64

zat warna dan getah. Dalam musim giling, retensi antara tebang dan di

giling sangat menjadi faktor penting untuk dijaga dan dipertahankan agar

tidak lebih dari 24 jam.

2. Asam Phospat

Adalah bahan pembantu yang digunakan dan dicampurkan pada nira

mentah di tangki nira tertimbang pada unit operasi purifikasi. Tujuan

pemberian asam phospat cair ini adalah untuk menambah kadar phospat

pada nira mentah, sehingga dalam proses pemurnian dapat dengan mudah

terbentuk endapan Kalsium Phospat (endapan inti) yang dapat menyerap

warna. Pada Unit Usaha Cinta Manis asam phosfat ditambahkan pada nira

mentah karena kandungan phosfat dalam tebu yang tidak mencapai 300-

350 ppm. Kandungan phosfat dalam tebu ± 250 ppm. Maka dibutuhkan

sekitar 50-100 ppm penambahan phosfat dalam nira mentah. Phosfat

dialirkan secara kontinyu kedalam weight juice tank (WJT) yang

sebelumnya dilarutkan dengan air. Phosfat berfungsi untuk membantu

proses penggumpalan kotoran pada nira mentah.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut

P2O5 + 3 H2O 2H2OPO4

2H2OPO4 + 3 Ca(OH)2 Ca3(PO4)2 + 6 H2O

3. Susu Kapur

Adalah bahan pembantu yang berfungsi untuk menetralkan nira, mencegah

terbentuknya inversi gula, menaikkan pH dan membentuk endapan kotoran

dalam nira. Pada Unit Usaha Cinta Manis, kapur diperoleh dengan cara

membeli dari luar atau distributor kapur dengan kadar CaO harus lebih

dari 90%. Pada penggunaannya kapur diubah terlebih dahulu menjadi

susu kapur yang dibuat dengan cara menambahkan air pada kapur . Reaksi

yang terjadi yaitu:

CaO(s) + H2O(l) Ca(OH)2(l) + kalori

Proses pembuatan susu kapur di Unit Usaha Cinta Manis dilaksanakan

pada unit pembuatan susu kapur (lime warehouse), yaitu dengan

memasukkan kapur ke dalam tempat pemadaman kapur (lime sliker). Alat

ini berbentuk silinder yang horizontal dengan kemiringan 5o, dimana air

dan kapur dimasukkan dari daerah yang lebih tinggi. Lime sliker ini

diputar dengan kecepatan 5 sampai 8 rpm. Air yang digunakan adalah air

kondensat dengan suhu sekitar 80oC. Sebelum dikirim ke tangki

penampungan, susu kapur dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran yang

terbawa dalam kapur pada bak clasifier dengan menggunakan sistem

penggaruk. Batu kapur yang tidak bereaksi tertahan oleh limesliker dan

secara periodik dibuang lewat “manhole” yang tersedia. Susu kapur

kemudian ditampung pada tangki penampungan yang berjumlah dua

tangki dan selanjutnya dipompakan ke tangki pengenceran. Pada tiap

tangki dilengkapi dengan pengaduk untuk mencegah agar emulsi kapur

Page 65: Laporan PL PG Cinta Manis

65

tidak mengendap dan mengeras. Kapur yang diberikan pada proses

klarifikasi yaitu 1-1,8 ton per 100 ton tebu

4. Belerang (Sulfur)

Adalah bahan pembantu yang digunakan pada unit operasi purifikasi.

Belerang digunakan dalam bentuk sulfit yang bertujuan untuk menetralisir

kelebihan susu kapur dan menyerap atau menghilangkan zat warna pada

nira. Sulfur atau belerang yang digunakan di Unit Usaha Cinta Manis

berbentuk padat dengan kemurnian >85%. Dalam penggunaannya belerang

ini dibakar dengan menggunakan alat “rotaryburner” untuk menghasilkan

gas SO2. Reaksi yang terjadi adalah:

S (s) + O2 (g) SO2 (g) + Energi

Proses tersebut berlangsung pada suhu >600ᵒC. Bila suhu pembakaran

dibiarkan terus meningkat, maka gas yang dihasilkan bukan gas SO2

melainkan gas SO3. Gas ini sangat tidak dikehendaki dalam proses

pemurnian karena akan membentuk garam sulfat yang bersifat asam.

Sulfur yang digunakan sebanyak ± 100 kg per jam.

5. Flokulan

Adalah bahan pembantu yang digunakan di unit operasi purifikasi. Tujuan

pemberian flokulan adalah sebagai katalisator guna mempercepat proses

pengendapan kotoran dalam clarifier sehingga proses pengendapan

berlangsung lebih cepat dan untuk meningkatkan densitas nira kotor

sehingga akan lebih mudah untuk disaring. Bila pemberian flokulan

berlebih, maka dampak yang timbul adalah terjadinya penghambatan

proses pada “rotary vacuum filter” kemudian membuat material di boiling

dan masecuite menjadi lebih viscous. Dari segi ekonomi proses akan

membutuhkan biaya yang tinggi karena harga flokulan yang mahal.

Pemberian flokulan di Unit Usaha Cinta manis 0,1 % berat tebu.

6. Enzim

Enzim merupakan protein katalitik. Enzim terdiri dari satu atau beberapa

gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang

mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia.

Pada proses penggilingan tebu di stasiun mill, dibutuhkan bahan tambahan

untuk membantu mengekstrak sukrosa dan zat-zat lain dalam tebu. Bahan

tambahan ini berupa enzim yaitu enzim amilase dan enzim sakarase.

Enzim amilase berfungsi untuk memecah ikatan-ikatan pada amilum

sehingga tidak terbentuk kristal palsu pada saat kristalisasi serta korosi

pada vacuum pan, sedangkan enzim dekstran sakarase berfungsi untuk

memecah dekstran yang terdapat pada serat-serat tebu. Enzim-enzim ini

pada Unit Usaha Cinta Manis ditambahkan pada stasiun mill di gilingan 1

dan 5. Dengan jumlah total yang diberikan 20-25 ppm.

Page 66: Laporan PL PG Cinta Manis

66

Produk Akhir

Unit Usaha Cinta Manis menggunakan SNI sebagai acuan standar

produknya. Untuk gula kristal putih (GKP) SNI 01-3140-2001. Setiap produk

akhir yang akan dipasarkan diambil contoh sebanyak ± 0,5 kg gula untuk dianalisa

di laboratorium. Fungsi atau maksud analisa tersebut untuk mengetahui warna,

kadar air, temperatur, dan kandungan belerang dari gula tersebut apakah

memenuhi standar sebagai gula produksi. Prosedur pemeriksaan dilakukan dengan

cara, pengambilan secara sampling untuk setiap produk yang siap dipasarkan.

Agar produk akhir sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan oleh pembeli.

Tabel 11 Spesifikasi GKP SNI 01-3140-2001

Kriteria Satuan GKP SNI 01-3140-2001

GKP 1 GKP 2 GKP 3

Warna larutan

(ICUMSA)

IU Maks. 250 Maks. 350 Maks. 450

Besar jenis butir Mm 0,8-1,2 0,8-1,2 0,8-1,2

Susut pengeringan % b/b Maks. 0,1 Maks. 0,1 Maks. 0,20

Polarisasi (ᵒZ

20ᵒC)

“Z” Min. 99,6 Min. 99,5 Min. 99,4

Gula pereduksi - Maks. 0,10 Maks. 0,15 Maks. 0,20

Abu % b/b Maks. 0,10 Maks. 0,15 Maks. 0,20

Bahan asing tidak

larur

- Maks. 5 Maks. 5 Maks. 5

Belerang dioksida

(SO2)

mg/kg Maks. 30 Maks. 30 Maks. 30

Timbal (Pb) - Maks. 2 Maks. 2 Maks. 2

Tembaga (Cu) - Maks. 2 Maks. 2 Maks. 2

Arsen (As) - Maks. 1 Maks. 1 Maks. 2

Sumber : SNI 01-3140-2001

Laboratorium

Labortorium merupakan pusat pengolahan data-data produksi yang

dikumpulkan melalui buku-buku pembantu dan buku induk. Laboratorium Unit

Usaha Cinta Manis terdapat data-data produksi yang berisi hasil analisis,

parameter-parameter operasional dan hasil-hasil penimbangan maupun

pengukuran selama kegiatan giling, diantaranya yaitu :

Data analisis yang meliputi:

1. Tebu (polarisasi, brix, trash)

2. Nira (polarisasi, brix)

3. Gula (polarisasi, brix, warna, diameter kristal)

4. Tetes (polarisasi, brix)

5. Ampas (polarisasi, zat kering)

6. Blotong (polarisasi, zat kering)

Page 67: Laporan PL PG Cinta Manis

67

7. Air ketel (zat kering, TDS, P2O5, CaO, MgO, pH)

8. Limbah (COD, BOD)

9. Bahan pembantu proses (kapur, belerang, flokulan)

Parameter operasional meliputi:

1. Pengamatan suhu

2. Pengamatan tekanan

3. pH

4. Putaran roll gilingan

Penimbangan maupun pengukuran meliputi:

1. Berat tebu, nira mentah, blotong, gula, tetes

2. Pemakaian air imbibisi (mill)

3. Steam flow ketel

4. Pemakaian daya listrik (Kwh)

5. Pemakaian bahan bakar pembantu (residu)

Pengumpulan data dilakukan secara bertahap yang terdiri dari:

1. Data setiap jam

2. Data tiap 8 jam

3. Data tiap 24 jam

Tujuan dari melakukan analisis ini adalah untuk mengendalikan mutu tubu

sebagai bahan baku, nira sebagai bahan yang diolah dan gula sebagai produk yang

dihasilkan. Selain itu terdapat pengendalian juga yang dilakukan pada produk

samping dari proses pembuatan gula putih kristal ini seperti blotong, ampas dan

tetes yang harus memiliki poll, brix dan zat kering yang minimum.

Pengolahan data dan laporan, semua datanya dalam buku pembantu

dikumpulkan dalam buku induk. Data dikumpulkan 24 jam dijumlah dan dirata-

rata, yang hasilnya dibuat untuk perhitungan nilai efisiensi dan produksi. Setelah

data diolah kemudian dibuat laporan harian dan laporan 15 harian (1 periode).

Karyawan

Menurut Holah dan Taylor (2003), pekerja merupakan sumber dan vektor

perpindahan mikroorganisme dan dapat bertindak sebagai sumber kontaminasi

pada produk pangan. Manusia sehat merupakan sumber potensial mikroba-

mikroba seperti S. aurens, Salmonella, C. Perfrigens, dan Streptokoki. Mikroba

pathogen yang terdapat pada manusia dapat menimbulkan penyakit yang

ditularkan dari makanan (Jenie, 1988).

Karyawan yang bekerja pada proses pengolahan harus memakai pakaian

proses yang meliputi, pakaian proses, sarung tangan, masker, kerudung untuk

perempuan, dan hair net. Selain itu juga harus menjaga keselamatan saat bekerja.

Pekerja juga dilarang melakukan tindakan yang dapat mengontaminasi produk

seperti meludah saat proses produksi berlangsung.

Dalam unit proses pengolahan ini masih saja ditemui karyawan yang tidak

menggunakan alat pelindung diri, dan bercanda saat produksi berlangsung.

Page 68: Laporan PL PG Cinta Manis

68

Kegiatan seperti ini dapat meningkatkan resiko kontaminasi silang. Ketegasan

pimpinan atau sinder proses produksi dalam mengawasi higiene karyawannya

menjadi sangat penting, karena kesadaran karyawan yang masih kurang baik.

Pelatihan GMP yang dilakukan secara berkala dan pengawasan yang ketat dapat

meningkatkan kesadaran karyawan untuk lebih menjaga higienitasnya.

Kemasan

Gula kristal putih pada Unit Usaha Cinta Manis dikemas menggunakan

karung dengan kapasitas 50 kg produk. Karung ini berbahan plastik yang didesain

untuk dapat melindungi dan mempertahankan mutu produk terhadap pengaruh

dari luar. Kemasan gula mempunyai dua jenis kemasan, yaitu kemasan primer

berupa kantung plastik dan kemasan sekunder berupa karung plastik. Karung yang

digunakan bertipe circular tanpa jahitan samping, lulus uji kekuatan dari BP

Departemen Perindustrian, bebas dari cacat, bersih, karung plastik kemasan gula

pasir harus dilengkapi dengan kantung dalam yang terbuat dari plastik polietilen,

karung plastik tersebut adalah produksi dalam negeri dan telah memiliki identitas

berupa nama serta logo pabrik atau perusahaan yang telah memproduksi. Karung

yang telah terisi gula kemudian dijahit dengan mesin jahit agar tidak tumpah dan

terjaga dari pengaruh luar.

Penyimpanan atau Penggudangan

Gudang penyimpanan pada Unit Usaha Cinta Manis digunakan untuk

menyimpan produk atau gula kristal putih yang telah dikemas dalam karung. Gula

dalam karung disimpan pada suhu ruang 27ᵒC. Tidak kontak dengan lantai

menggunakan pallet juga diberi jarak dengan dinding. Terdapat sirkulasi udara

pada bagian atas gudang. Sistem penyimpanan menerapkan sistem FIFO (First in

First Out). Gudang dipelihara dan dibersihkan secara berkala.

Kondisi penyimpanan akan sangat menentukan kualitas produk yang

dihasilkan. Pada bahan, kondisi penyimpanan dengan perubahan suhu yang

ekstrim akan menyebabkan kerusakan pada bahan. Kondisi ini akan sangat

merugikan bagi pelaku usaha. Kondisi suhu penyimpanan berpengaruh terhadap

jumlah total mikroba dikarenakan suhu mempengaruhi metabolisme dan

pertumbuhan mikroorganisme. Sedangkan kelembaban udara yang rendah dapat

mempercepat terjadinya proses transpirasi sehingga dapat menyebabkan susut

bobot yang cukup besar selama penyimpanan. Begitu pula halnya dengan ruang

penyimpanan produk, suhu dan kelembaban harus dijaga seoptimal mungkin

untuk mempertahankan umur simpan produk.

Pemeliharaan

Pemeliharaan bangunan, mesin dan peralatan, dalam hal ini sanitasi, di

Unit Usaha Cinta Manis dilakukan secara teratur saat sebelum, selama, dan

sesudah proses berlangsung sehingga mesin, peralatan dan ruangan proses selalu

Page 69: Laporan PL PG Cinta Manis

69

dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik. Terutama pada mesin atau

peralatan yang sangat erat kaitannya dengan kegiatan proses seperti juice heater,

evaporator, vacuum pan karena rentan kotor sehingga dapat mempengaruhi

produk yang dihasilkan sehingga dilakukan penyekrapan secara teratur. Selain itu

pembersihan lantai pabrik atau ruang proses secara teratur dengan

menyemprotkan air juga dilakukan pada nira, oli bekas atau pelumas serta air sisa

skrapan yang tumpah karena dapat menyebabkan bahaya baik pada pekerja dan

produk yang dihasilkan berupa kontaminasi silang.

Untuk limbah cair Unit Usaha Cinta Manis memiliki water treatment dan

IPAL untuk mengolahnya agar dapat di gunakan dan dimanfaatkan kembali.

Sedangkan untuk limbah padat berupa abu, blotong dan daun tebu kering

ditumpuk dalam satu tempat khusus untuk diolah menjadi pupuk kompos. Dan

LB3 disimpan dalam gudang khusus LB3 agar tidak membahayakan lingkungan.

Penerapan Sanitation Standard Operating Prosedures (SSOP)

Sanitasi adalah keadaan untuk menciptakan dan menjaga kondisi yang

sehat dan higienis. Sanitasi merupakan hal penting yang mendukung keberhasilan

program Good Manufacturing Practices (GMP). Penerapan sanitasi dalam

industri restoran sangat penting karena dalam restoran rentan terjadi kontaminasi

silang selama pengolahan dan penjualan, kontaminasi dari tenaga/karyawan

pengolah, kesalahan thermo potensial dan proses pemasakan (Panebianco et al.,

2004).

Keamanan Air

Pada umumnya, air yang digunakan dalam pengolahan pangan dapat

dikelompokkan menjadi air pengolahan, air minum, dan air pembersih. Air

pengolahan adalah air yang digunakan dalam proses pengolahan tetapi tidak

dicampurkan langsung dalam formulasi makanan jadi. Air minum adalah air yang

dicampurkan ke dalam produk dan menjadi bagian dari produk akhir. Air

pembersih adalah air untuk keperluan sanitasi (Thaheer, 2005).

Sebagian besar industri pangan mengelompokkan air yang digunakan

menjadi air pengolahan dan air minum. Air pengolahan digunakan untuk

membersihkan peralatan dan keperluan sanitasi lainnya, juga untuk memproduksi

steam yang tidak kontak langsung dengan produk. Air minum digunakan untuk

formulasi produk, membuat es, membuat glazing, atau memproduksi steam yang

kontak langsung dengan produk. Kualitas air untuk kelompok air pengolahan

dapat menggunakan standar air bersih, sedangkan kualitas air untuk kelompok air

minum harus memenuhi standar air minum. Air minum harus bersih dan jernih,

tidak berwarna, dan tidak berbau, dan tidak mengandung bahan tersuspensi atau

kekeruhan serta air minum harus tampak menarik dan menyenangkan untuk

diminum. Acuan yang dapat digunakan untuk memeriksa kualitas air bersih

maupun air minum dapat menggunakan peraturan Menteri Kesehatan RI No.

Page 70: Laporan PL PG Cinta Manis

70

416/Menkes/Per/IX/1990. Standar lain yang dapat dijadikan acuan untuk air

minum adalah SNI 01-3553-1996.

Untuk menghasilkan kualitas air dengan standar air minum, dibutuhkan

tahap-tahap pengolahan yang ketat. Pemurnian air meliputi penyaringan air,

penghilangan padatan tersuspensi dengan koagulan atau filter, disinfeksi air

dengan menggunakan bahan kimia (klorin/tawas) atau fisik (ozon, ultraviolet),

dan pelunakan air dengan menggunakan lime soda atau resin penukar ion.

Unit Usaha Cinta Manis memiliki unit pengolahan air atau water treatment

yang terdiri dari cooling tower, springer pound, bak-bak pengendapan kotoran

dan 3 unit alat penyaringan air. Air berasal dari sungai yang dipompa menuju

water treatment untuk dilakukan treatment dengan cara diendapkan pada bak-bak

pengendapan kemudian ditambahkan bahan kimia berupa tawas untuk

mempermudah penggumpalan kotoran. Setelah diendapkan air kemudian disaring

menggunakan alat penyaring. Air yang telah tersaring kemudian digunakan untuk

kebutuhan perumahan, air imbibisi pada stasiun mill dan kebutuhan air boiler.

Selain itu terdapat sumber air yang berasal dari air jatuhan atau kodensor yang

terlebih dahulu dilakukan sirkulasi dan dialirkan ke rawa. Air dirawa kemudian

dipompakan menuju cooling water dan springer pound untuk di dinginkan dan

digunakan kembali sebagai air proses. Pengujian secara teratur dilakukan secara

laboratorium. Hal yang diuji berupa kandungan gula dalam air. Jika dalam air

terdapat kandungan gula maka air di utamakan untuk kebutuhan proses atau

masakan, namun jika tidak mengandung gula maka air digunakan untuk

kebutuhan boiler.

Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Makanan

Peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk produksi sebagian besar

terbuat dari bahan mild steel dan stainless steel yang tahan korosif. Alat-alat

tersebut masih dalam kondisi baik dan layak pakai. Kebersihan alat cukup terjaga

saat digunakan. Mesin dicek kondisinya secara berkala. Pembersihan pada alat

dilakukan pada bagian dalam dan luar alat. Bagian dalam alat dibersihkan dengan

cara penyekrapan sedangkan pada bagian luar alat pembersihan dilakukan dengan

mengelap badan alat menggunakan kain/lap majun yang telah dibasahi. Namun

belum semua alat dilakukan pembersihan pada bagian dalam dan luar secara

teratur.

Pencegahan Kontaminasi Silang

Unit Usaha Cinta Manis telah melakukan beberapa usaha untuk mencegah

kontaminasi silang. Setiap karyawan diwajibkan mengenakan seragam kerja yang

telah diberikan. Khusus untuk ruang laboratorium, semua pekerja diberikan jas

lab. Namun terdapat ketidakpatuhan pada aturan, dimana jas lab yang diberikan

tidak digunakan. Karyawan tidak diperkenankan meludah, bercanda maupun

melakukan aktivitas lain yang dapat mencemari bahan baku atau proses. Dan

hendaknya peraturan lebih ditegaskan lagi.

Page 71: Laporan PL PG Cinta Manis

71

Fasilitas Kebersihan

Kebersihan personil yang harus senantiasa diperhatikan yaitu

membersihkan rambut, mandi, cuci tangan, dan membersihkan kuku. Rambut

yang kotor dan berminyak akan berpotensi menjadi tempat tumbuhnya bakteri dan

spora kapang. Kebersihan badan personil dapat tercium dari bau. Perilaku

karyawan yang bersih dan sehat sangat menunjang kebersihan produk yang

dihasilkan (Thaheer, 2005).

Fasilitas kebersihan yang disediakan oleh Unit Usaha Cinta Manis adalah

fasilitas mencuci tangan bagi karyawan yang terletak pada setiap stasiun

pengolahan atau proses. Fasilitas mencuci tangan tersebut berupa wastafel.

Tersedia toilet untuk kebutuhan karyawan maupun tamu pada kantor, dan titik

pertemuan antar stasiun pengolahan atau proses. Penyediaan tempat sampah perlu

diperhatikan oleh Unit Usaha Cinta Manis, karena tempat sampah adalah sumber

cemaran yang tinggi sehingga desain dan penempatannya harus baik. Desain

tempat sampah yang dianjurkan adalah tempat sampah yang dapat tertutup rapat

dan memiliki pijakan kaki sebagai alat pembuka tutup dan sebaiknya tempat

sampah diletakkan pada area yang tidak dapat menimbulkan cemaran terhadap

proses produksi. Pada stasiun proses hanya terdapat beberapa tempat sampah yang

berada pada stasiun tertentu, contohnya pada stasiun pemurnian. Dan semua

tempat sampah dalam lingkungan proses tidak berpenutup. Hendaknya dilakukan

penambahan tempat sampah berpenutup pada setiap stasiun pengolahan atau

proses.

Pencegahan Adulterasi

SSOP perlindungan bahan makanan dari cemaran (adulteran) mencakup

prosedur-prosedur yang lazim digunakan untuk mencegah tercampurnya bahan-

bahan nonpangan ke dalam produk pangan yang dihasilkan, permukaan yang

kontak dengan makanan. Pencemaran makanan merupakan masalah yang perlu

diatasi terutama pencemaran yang disebabkan oleh benda-benda asing (fisik)

seperti tumpahan oli, minyak pelumas, kayu, atau batu serta pencemaran yang

berasal dari udara yang misalnya karena adanya penumpukkan sampah dan gas

buang dari proses pengolahan. Pencemaran dapat juga disebabkan oleh faktor

biologis, fisik, dan kimia. Kontaminasi biologi dapat berasal dari bakteri, jamur,

dan virus, sedangkan kontaminasi kimia dapat berasal dari pupuk, pestisida,

logam berat, dan lainnya.

Unit Usaha Cinta Manis belum sepenuhnya mengenal pencegahan

adultrasi. Tumpahan oli atau minyak yang digunakan untuk pelumas mesin

produksi pada lantai atau permukaan mesin produksi masih terjadi. Sehingga

dapat menyebabkan pencemaran pada produk yang dibuat jika tumpahan oli atau

minyak pelumas tercampur dengan bahan.

Page 72: Laporan PL PG Cinta Manis

72

Penggunaan Senyawa dan Bahan Berbahaya

Pelabelan bahan pangan dimaksudkan untuk memudahkan identifikasi

jenis produk, tanggal penerimaan, dan tanggal kadaluarsa produk sehingga

pemisahan terhadap bahan pangan dan bahan yang berbahaya (bahan kimia

misalnya) lebih mudah dilakukan. Sistem pelabelan juga berfungsi untuk

memudahkan dalam proses pengontrolan. Unit Usaha Cinta Manis belum

sepenuhnya menerapkan pelabelan pada bahan-bahan kimia. Namun, untuk

bahan-bahan kimia Unit Usaha Cinta Manis menyediakan tempat atau gudang

khusus yang lumayan jauh dari tempat berlangsungnya produksi seperti gudang

kapur, gudang belerang dll.

Kesehatan Pekerja

Unit Usaha Cinta Manis telah menetapkan kebijakan bahwa karyawan

yang sakit dan mengalami luka yang cukup besar atau parah dapat dipulangkan

dan beristirahat di rumah agar tidak mengakibatkan kontaminasi mikrobiologis

terhadap produk ataupun menularkan penyakit kepada karyawan lainnya.

Disediakan klinik untuk semua karyawan Unit Usaha Cinta Manis yang sakit dan

luka sedang maupun parah. Serta disediakan ambulance jika dibutuhkan untuk

merujuk karyawan yang mengalami kecelakaan kerja dan harus dibawa kerumah

sakit yang lebih besar agar memperoleh penanganan yang maksimal.

Pencegahan Hama

Keberadaan hama merupakan suatu ancaman yang perlu mendapat

perhatian penuh karena dapat membahayakan kesehatan dan dapat

mengkontaminasi produk secara langsung maupun tidak langsung. Pada Unit

Usaha Cinta Manis, pencegahan hama dilakukan pada bahan baku yaitu tebu dan

produk yaitu gula kristal putih. Pencegahan hama terhadap tebu selalu dilakukan

untuk menekan angka kerusakan tebu. Salah satu cara yang dilakukan yaitu

penyemprotan hama dengan obat pembunuh hama. Hal ini dilakukan selama

proses perawatan tanaman tebu.

Pada umumnya untuk produk gula kristal putih mempunyai hama berupa

semut. Namun hal ini tidak terjadi pada proses penggudangan gula di Unit Usaha

Cinta Manis. hal ini dikarenakan tidak adanya gula yang tumpah atau tercecer

sehingga dapat mengundang semut untuk datang. Proses penimbangan gula

menggunakan alat automatis dengan mulut kerucut yang tidak menyebabkan gula

terjatuh. Kemudian gula dikemas dalam karung dengan bahan plastik yang

didalamnya dilapisi kantung dengan bahan polietilen. Karung kemudian dijahit

agar gula tidak tumpah serta menghindari serangan hama dari luar. Sehingga tidak

ada rongga untuk semut masuk dalam karung tersebut. Selain itu dalam proses

penggudangan, lantai gudang dilapisi dengan pallet dengan tujuan agar tumpukan

Page 73: Laporan PL PG Cinta Manis

73

karung tidak kotak langsung dengan lantai. Gudang juga dilakukan pembersiahan

secara berkala.

Produksi Bersih

Perkembangan pembangunan disamping meningkatkan kesejahteraan

manusia juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

Industrialisasi dan urbanisasi yang cepat di banyak negara juga telah

mengakibatkan pencemaran yang serius. Untuk mengatasi pencemaran yang

dihasilkan, saat ini industri telah menitik beratkan pada pengolahan limbah

sebagai pengelolaan lingkungan pada proses tahap akhir (end-of-pipe).

Pada awalnya strategi pengelolaan lingkungan didasarkan pada pendekatan

kapasitas daya dukung (carrying capacity approach). Akibat terbatasnya daya

dukung lingkungan alamiah untuk menetralisir pencemaran yang semakin

meningkat, maka upaya mengatasi masalah pencemaran berkembang ke arah

pendekatan mengolah limbah yang terbentuk (end-of-pipe treatment). Metode ini

menitik beratkan pada pengolahan dan pembuangan limbah untuk mencegah

pencemaran dan kerusakan lingkungan. Namun pada kenyataannya upaya

mengolah limbah tersebut tidak memecahkan permasalahan yang ada.

Pencemaran dan kerusakan lingkungan tetap terjadi dan cenderung terus berlanjut,

karena dalam prakteknya pendekatan melalui pengolahan limbah menghadapi

berbagai kendala. Masalah utama yang dihadapi adalah masih rendahnya

penegakan hukum dan peraturan, masih lemahnya perangkat peraturan yang

tersedia, serta masih rendahnya tingkat kesadaran. Oleh karena itu timbul

pemikiran perlunya konsep pencegahan pencemaran, yang akhirnya menuju

kepada “Produksi Bersih”. Produksi bersih adalah alternatif untuk strategi

manajemen lingkungan.

Produksi Bersih merupakan tindakan efisiensi pemakaian bahan baku, air

dan energi, dan pencegahan pencemaran, dengan sasaran peningkatan

produktivitas dan minimisasi timbulan limbah. Istilah pencegahan pencemaran

seringkali digunakan untuk maksud yang sama dengan istilah produksi bersih.

Demikian pula halnya dengan Eco-efficiency yang menekankan pendekatan bisnis

yang memberikan peningkatan efisiensi secara ekonomi dan lingkungan.

Metode pendekatan produksi bersih lebih ditekankan pada tindakan

pencegahan terhadap timbulnya bahan pencemar (polutan) baik yang bersifat cair,

gas maupun padatan dengan memperhatikan operasional proses produksi serta

meningkatkan pemahaman terhadap daur hidup suatu produk yang dihasilkan.

Pola pendekatan produksi bersih bersifat preventif atau pencegahan timbulnya

pencemar, dengan melihat bagaimana suatu proses produksi dijalankan dan

bagaimana daur hidup suatu produk. Pengelolaan pencemaran dimulai dengan

melihat sumber timbulan limbah mulai dari bahan baku, proses produksi, produk

dan transportasi sampai ke konsumen dan produk menjadi limbah. Pendekatan

pengelolaan lingkungan dengan penerapan konsep produksi bersih melalui

peningkatan efisiensi merupakan pola pendekatan yang dapat diterapkan untuk

meningkatkan daya saing.

Page 74: Laporan PL PG Cinta Manis

74

Beberapa kata kunci yang perlu dicermati dalam produksi bersih adalah

pencegahan, terpadu, terus-menerus dan mengurangi risiko. Dalam strategi

pengelolaan lingkungan melalui pendekatan produksi bersih, segala upaya

dilakukan untuk mencegah atau menghindari terbentuknya limbah. Keterpaduan

dalam konsep produksi bersih dicerminkan dari banyaknya aspek yang terlibat

seperti sumber daya manusia, teknik teknologi, finansial, manajerial dan

lingkungan. Strategi produksi bersih menekankan adanya upaya pengelolaan

lingkungan secara terus-menerus. Suatu keberhasilan atau pencapaian target

pengelolaan lingkungan bukan merupakan akhir suatu upaya melainkan menjadi

input bagi siklus upaya pengelolaan lingkungan berikutnya. Mengurangi risiko

dalam produksi bersih dimaksudkan dalam arti risiko keamanan, kesehatan,

manusia dan lingkungan serta hilanganya sumber daya alam dan biaya perbaikan

atau pemulihan. Produksi bersih diperlukan sebagai suatu strategi untuk

mengharmonisasikan upaya perlindungan lingkungan dengan kegiatan

pembangunan atau pertumbuhan ekonomi, mencegah terjadinya pencemaran

lingkungan, memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka

panjang, mencegah atau memperlambat terjadinya proses degradasi lingkungan

dan pemanfaatan sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang limbah serta

memperkuat daya saing produk di pasar internasional.

Produksi Bersih dapat dijadikan sebuah model pengelolaan lingkungan

dengan mengedepankan efisiensi yang tinggi pada sebuah industri, sehingga

timbulan/hasil limbah dari sumbernya dapat dicegah dan dikurangi. Penerapan

Produksi Bersih akan menguntungkan industri karena dapat menekan biaya

produksi, adanya penghematan, dan kinerja lingkungan menjadi lebih baik.

Penerapan Produksi Bersih di suatu kawasan industri dapat digunakan sebagai

pendekatan untuk mewujudkan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan.

Menurut Indrasti dan Fauzi (2009), prinsip-prinsip pokok dalam produksi bersih

adalah :

1. Mengurangi atau meminimumkan penggunaan bahan baku, air, dan energi

serta menghindari pemakaian bahan baku beracun dan berbahaya serta

mereduksi terbentuknya limbah pada sumbernya, sehingga mencegah dari

atau mengurangi timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan

lingkungan serta risikonya terhadap manusia.

2. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik terhadap

proses maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul

analisis daur hidup produk.

3. Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya

perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak

terkait baik dari pihak pemerintah, masyarakat maupun kalangan dunia

(industriawan). Selain itu juga, perlu diterapkan pola manajemen di

kalangan industri maupun pemerintah yang telah mempertimbangkan

aspek lingkungan.

4. Mengaplikasikan teknologi akrab lingkungan, manajemen dan prosedur

standar operasi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Kegiatan-

kegiatan tersebut tidak selalu membutuhkan biaya investasi yang tinggi,

kalaupun terjadi seringkaliwaktu yang diperlukan untuk pengembalian

modal investasi relatif singkat.

Page 75: Laporan PL PG Cinta Manis

75

5. Pelaksanaan program produksi bersih ini lebih mengarah pada pengaturan

sendiri dan peraturan yang sifatnya musyawarah mufakat dari pada

pengaturan secara command control. Jadi, pelaksanaan program produksi

bersih ini tidak hanya mengandalkan peraturan pemerintah saja, tetapi

lebih didasarkan pada kesadaran untuk mengubah sikap dan tingkah laku.

Penerapan produksi bersih dapat dilakukan dalam lima bagian yaitu Good

house-keeping, perubahan material input, perubahan teknologi, perubahan produk,

dan on-site reuse. Kelima bagian tersebut secara langsung akan berpengaruh

kepada proses produksi di industri mancakup peningkatan efisiensi dan efektivitas

pemakaian sumberdaya dan mengurangi penggunaan bahan berbahaya sehingga

limbah dan polusi yang dihasilkan bisa diminimalkan. Produksi bersih juga dapat

dijelaskan secara ringkas sebagai metode reduce, reuse, dan recycle.

Menurut UNEP (1999), pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan

pencegahan dan pengurangan limbah yaitu dengan strategi 1E4R (Elimination,

Reduce, Reuse, Recycle, Recovery/Reclaim) atau juga disebut 5R adalah :

1. Elimination (pencegahan) adalah upaya untuk mencegah timbulan limbah

langsung dari sumbernya, mulai dari bahan baku, proses produksi sampai

produk.

2. Re-think (berpikir ulang), adalah suatu konsep pemikiaran yang harus

dimiliki pada saat awal kegiatan akan beroperasi, dengan implikasi :

a. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik pada

proses maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami

betul analisis daur hidup produk.

b. Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa

adanya perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari

semua pihak terkait pemerintah, masyarakat maupun kalangan usaha.

3. Reduce (pengurangan) adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi

timbulan limbah pada sumbernya.

4. Reuse (pakai ulang/penggunaan kembali) adalah upaya yang

memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan

fisika, kimia atau biologi.

5. Recycle (daur ulang) adalah upaya mendaur ulang limbah untuk

memanfaatkan limbah dengan memprosesnya kembali ke proses semula

melalui perlakuan fisika, kimia dan biologi.

6. Recovery/Reclaim (pungut ulang, ambil ulang) adalah upaya mengambil

bahan-bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu

limbah, kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau

tanpa perlakuan fisika, kimia dan biologi.

Meskipun prinsip produksi bersih dengan strategi 1E4R atau 5R, namun

perlu ditekankan bahwa strategi utama perlu ditekankan pada Pencegahan dan

Pengurangan (1E1R) atau 2R pertama. Bila strategi 1E1R atau 2R pertama masih

menimbulkan pencemar atau limbah, baru kemudian melakukan strategi 3R

berikutnya (reuse, recycle, dan recovery) sebagai suatu strategi tingkatan

pengelolaan limbah.

Tingkatan terakhir dalam pengelolaan lingkungan adalah pengolahan dan

pembuangan limbah apabila upaya produksi bersih sudah tidak dapat dilakukan :

Page 76: Laporan PL PG Cinta Manis

76

1. Treatment (pengolahan) dilakukan apabila seluruh tingkatan produksi

bersih telah dikerjakan, sehingga limbah yang masih ditimbulkan perlu

untuk dilakukan pengolahan agar buanagn memenuhi baku mutu

lingkungan.

2. Disposal (pembuangan) limbah bagi limbah yang telah diolah. Beberapa

limbah yang termasuk dalam ketegori berbahaya dan beracun perlu

dilakukan penanganan khusus.

Berdasarkan pengertian sebagaimana yang disebutkan di atas maka

beberapa hal yang dianggap penting dalam pengelolaan lingkungan adalah

tindakan pencegahan pencemaran, proses produksi, produk yang dihasilkan baik

jasa maupun produk manufaktur, peningkatan efektifitas dan efisiensi serta

mengurangi terjadinya risiko. Sehingga perlu adanya perubahan paradigma pihak

manajemen perusahaan untuk lebih bertanggung jawab pada lingkungan dan

mengevaluasi teknologi yang digunakan dalam kegiatan proses produksinya. Pada

sektor manufaktur, produksi bersih dapat diartikan dengan meningkatkan efisiensi

pemakaian bahan baku, bahan tambah, energi, dan sumber daya lainnya,

menghindari pemakaian bahan-bahan berbahaya dan beracun, mereduksi jumlah

dan tingkat bahaya dari semua limbah sebelum meninggalkan proses produksi.

Sedangkan pada sektor jasa, produksi bersih adalah mengintegrasikan

pertimbangan lingkungan ke dalam perancangan dan produk layanan jasa.

Kajian Penerapan Produksi Bersih

Unit Usaha Cinta Manis merupakan industri atau pabrik yang bergerak

dalam bidang produksi gula kristal putih (GPK). Setiap tahapan proses produksi

gula kristal putih, membutuhkan input berupa bahan baku yaitu berupa tebu dan

diproses menghasilkan output berupa produk yaitu gula kristal putih serta hasil

sampingan atau limbah. Limbah yang dihasilkan bermacam-macam baik berupa

limbah padat, limbah cair, gas, LB3 maupun kebisingan dan getaran. Jika limbah-

limbah tersebut tidak ditangani dengan baik maka akan mempengaruhi

produktifitas dari Unit Usaha Cinta Manis serta pencintraan perusahaan oleh

lingkungan sekitar karena limbah-limbah yang telah dihasilkan.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu metode yang dapat digunakan untuk

mencegah, memanagement, dan mengolah limbah yang dihasilkan yaitu dengan

produksi bersih. Proses produksi bersih pada Unit Usaha Cinta Manis dapat

diterapkan melalui efisiensi pemakaian bahan baku, bahan tambahan, energi, dan

sumber daya lainnya. Selain itu dapat pula didasarkan pada diagram alir proses

atau neraca massa pada setiap stasiun pendahuluan, stasiun pengolahan hingga

pendukung proses serta memanfaatkan limbah yang dihasilkan dapat dilihat pada

Lampiran 5. Sehingga dapat memaksimalkan produktivitas pada Unit Usaha Cinta

Manis.

Produksi bersih ini dapat dilakukan dengan strategi 1E4R (Elimination,

Reduce, Reuse, Recycle, Recovery/Reclaim) ataupun dengan Good house-keeping,

Page 77: Laporan PL PG Cinta Manis

77

perubahan material input, perubahan teknologi, perubahan produk, serta on-site

reuse.

Stasiun Timbangan dan Cane Yard (Halaman Tebu)

Unit timbangan dan cane yard merupakan tempat awal dimana tebu masuk

ke pabrik, dan selanjutnya tebu ditumpuk pada halaman tebu atau langsung masuk

dalam meja tebu. Tebu yang masuk dalam pabrik terlebih dahulu dilakukan uji

TRASH dengan melakukan pengambilan sampel sebanyak satu ikat tebu atau

berat tebu sebanyak ± 30 kg dari setiap kendaraan pengangkut tebu yang masuk.

Tebu hasil tebangan yang dibawa truk pengangkut tebu masuk kedalam

cane yard biasanya menghasilkan limbah berupa tanah, daduk atau daun tebu,

pucuk tebu, sogolan dan limbah dari sisa hasil uji trash. Limbah lain yang sering

dijumpai juga ada berupa tebu yang terlindas dan tercecer pada cane yard serta oli

dan gas buang dari kendaraan pengangkut tebu.

Penerapan produksi bersih pada stasiun timbangan dan cane yard berupa :

1. Limbah tebu yang terjatuh dan tercecer dari truk pengangkut sehingga

terlindas oleh kendaran pengangkut lain dapat diminimalisir dengan

penerapan good hause keeping yaitu memberikan training atau pelatihan

kepada pekerja agar dapat bekerja dengan lebih teliti dan peka terhadap

lingkungan sekitarnya. Tebu yang terjatuh dan tercecer ini di bersihkan

secara manual dengan menggunakan tenaga pekerja sehingga dapat

dimanfaatkan kembali dengan memasukkannya ke meja tebu untuk

digiling.

2. Limbah tebu yang telah selesai digunakan sebagai sampel uji trash berupa

batang tebu dapat dimanfaatkan dan dikumpulkan kembali untuk ditumpuk

pada cane yard yang nantinya akan ikut digiling.

3. Limbah tebu yang telah selesai digunakan sebagai sampel uji trash berupa

daduk (daun tebu), sogolan, dan pucuk tebu dikumpulkan pada satu tempat

yang nantinya akan dibawa dan ditimbun dilahan untuk dijadikan pupuk

kompos.

4. Limbah cair berupa air digunakan untuk menyemprot kendaraan

pengangkut tebu agar mengurangi kotoran (tanah) yang akan masuk

timbangan dan cane yard dapat dimanfaatkan kembali dengan prinsip

reuse. Dimana limbah cair tersebut dialirkan melalui parit dengan aliran

yang baik menuju ke unit water treatment untuk di treatment dan dapat

digunakan kembali.

5. Limbah gas dari kendaraan pengangkut tebu dapat diminimalisir dengan

penerapan prinsip reduction yaitu dengan melakukan perawatan secara

berkala kendaraan pengangkut yang digunakan, agar gas yang dihasilkan

lebih rendah dan bersih.

6. LB3 berupa oli bekas kendaraan pengangkut tebu yang terjatuh dan

tercecer pada cane yard dapat diminimalisir dengan melakukan perawatan

pada kendaraan pengangkut serta menutup bagian kendaraan yang terbuka

dan dapat meneteskan oli pada timbangan dan cane yard.

Page 78: Laporan PL PG Cinta Manis

78

7. Memberikan penjelasan kepada pengendara kendaraan pengangkut tebu

pentingnya uji trash, agar limbah seperti tanah, daduk, sogolan, dan pucuk

tebu tidak terbawa masuk pada timbangan dan cane yard agar menghindari

penambahan jumlah berat pada timbangan serta memperbanyak kotoran

yang masuk dalam proses pengolahan sehingga dapat mengurangi mutu

produk.

Stasiun Mill

Tebu setelah ditumpuk dan disusun pada cane yard secara bertahap dan

sesuai urutan (FIFO) kemudian diumpankan melalui meja tebu maupun tipler,

secara kontinyu tebu-tebu tersebut akan melalui alat-alat pendahuluan. Tebu yang

telah terpotong melalui alat-alat pendahuluan kemudian masuk dalam mesin

penggiling. Mesin penggiling (mill) berfungsi untuk memerah nira sebanyak-

banyaknya sehingga nantinya dihasilkan pol ampas < 2%. Unit Usaha Cinta

Manis memiliki 5 unit gilingan dengan kapasitas giling 4.500 ton per hari.

Jika terjadi kerusakan atau perbaikan pada stasiun mill, maka akan terjadi

proses menunggu pada tebu-tebu yang ada di cane yard. Semakin lama waktu

tunggu maka semakin menurun rendemen gula yang terdapat dalam tebu.

Sehingga nantinya akan menghasilkan rendemen gula yang rendah.

Pada stasiun mill terdapat limbah yang dihasilkan, berupa limbah padat

yaitu ampas tebu (bagase), daun tebu, dan potongan tebu yang tercecer. Limbah

cair berupa air untuk membersihkan tanah dan daun tebu pada sekitar tipler, serta

LB3 berupa tumpahan oli mesin dan kendaraan pabrik.

Penerapan produksi bersih pada proses penggilingan dapat berupa :

1. Penerapan prinsip recycle digunakan untuk limbah padat berupa daun dan

patahan tebu yang terdapat pada bawah meja tebu. Daun dan patahan tebu

dikumpulkan pada traktor penampung kemudian dibawa ketempat

penimbunan untuk dijadikan pupuk kompos. Hal ini menunjukkan bahwa

limbah padat berupa daun dan patahan tebu dapat dimanfaatkan kembali

sebagai bahan pembuatan pupuk kompos. Selain itu terdapat limbah padat

lain berupa serat-serat tebu yang telah terpotong pada alat-alat

pendahuluan dan terjatuh dari cane elevator sebaiknya dikumpulkan dan

dimasukkan kembali pada tempatnya agar tidak mengurangi rendemen

gula yang dihasilkan.

2. Perubahan teknologi yang dilakukan yaitu dengan menutup pipa tempat

mengalirnya nira mentah menuju ke tangki penampungan nira mentah

pada setiap gilingan (1-5). Dengan menggunakan pipa yang tertutup

menghindari terjadi kontaminasi kotoran seperti tanah, debu, ampas, serta

minyak pelumas dan air pendingin mesin gilingan yang terjatuh pada pipa

aliran nira mentah. Sehingga hanya sedikit menggunakan bahan pembantu

untuk memisahkan kotoran pada nira mentah di stasiun pemurnian.

3. Lantai disekitar tipler terdapat banyak tanah dan debu. Lantai dibersihkan

menggunakan air dengan cara disemprotkan dan dialirkan menuju ke parit

Page 79: Laporan PL PG Cinta Manis

79

agar tanah serta debu tidak masuk dan terbawa dalam mini cane carrier.

Limbah cair ini dialirkan menuju IPAL agar dapat di treatment dan

dimanfaatkan kembali.

4. Perubahan teknologi yang dilakukan yaitu dengan menutup rapat cane

elevator pada masing-masing mesin penggilingan 1-5. Dengan menutup

rapat cane elevator maka tidak akan ada ampas tebu yang terbuang karena

keluar dari cane elevator yang tidak tertutup rapat. Ketika serat tebu yang

akan digiling dalam jumlah yang banyak maka ampas tebu pada cane

elevator pun banyak, sehingga akan keluar dari cane elevator dan

terbuang. Hal ini dapat mengakibatkan banyak loses pada ampas tebu.

5. Penerapan sistem K3 berupa pemakaian alat pelindung seperti helm dan

ear protaction pada stasiun mill harus di tingkatkan untuk mengurangi

resiko terjadinya kecelakaan kerja bagi pekerja karena tingkat bahaya yang

tinggi karena getaran dan kebisingan yang ditimbulkan.

6. Pembuatan penampungan atau aliran yang baik untuk sisa air pendingin

mesin gilingan dan tumpahan air imbibisi agar tidak menggenang pada

lantai-lantai mesin giling yang dapat membuat lantai menjadi licin dan

berlumut. Dengan pembuatan penampungan yang dialirkan dengan baik ke

parit maka sisa air pendingin dan tumpahan air imbibisi dapat di treatment

dan dimanfaatkan kembali untuk keperluan stasiun mill.

7. Pembuatan penutup pada setiap rantai penggerak mesin giling agar tidak

tercecer dan terjatuh oli bekas sebagai minyak pelumas di lantai serta

aliran parit. Jika telah masuk dalam aliran parit maka air dan oli bekas

akan dipisahkan pada kolam khusus pemisah oli dengan luas 2x1 meter.

Proses pemisahan ini menggunakan prinsip berat dari masing masing

bahan yaitu air dan oli. Oli yang mempunyai berat lebih ringan dari pada

air akan tertahan pada kolam pemisah oli dan air trus mengalir menuju

IPAL untuk dilakukan treatment. Oli yang tertahan pada kolam pemisah

maka akan disaring dan dikumpulkan dalam tangki penampungan oli

bekas yang dapat dimanfaatkan kembali sebagai minyak pelumas mesin.

8. Pelatihan pada pekerja tentang pentingnya menjaga sanitasi penggilingan

dan lingkungan sekitar seperti pembersihan menggunakan air panas pada

saat sebelum dan sesudah proses pengilingan. Jika tidak dilakukan proses

sanitasi maka mikroba akan mudah mereduksi nira karena masih memiliki

pH dimana mikroba dapat hidup. Hal ini juga dapat dicegah dengan

pemberian susu kapur yang mempunyai kekentalan 3ᵒBe agar pH nira naik

dan terjadinya reduksi gula dapat dihindari.

Stasiun Pemurnian

Proses ini bertujuan untuk mengolah nira mentah dari stasiun mill menjadi

nira jernih dengan HK ≥ 78 dan memisahkan bahan pengotor dalam bentuk

blotong dengan pol sebesar 3,65 %. Pada stasiun pemurnian terdiri dari beberapa

proses diantaranya yaitu, penimbangan nira mentah, pemberian asam phospat,

pemanasan pendahuluan I, defekasi atau penambahan susu kapur, sulfitasi,

Page 80: Laporan PL PG Cinta Manis

80

pemanasan pendahuluan II, proses pengendapan dengan penambahan flokulan dan

pemisahan blotong serta nira tapis.

Dari beberapa tahap proses diatas terdapat hasil samping berupa limbah,

seperti pada proses pemanasan pendahuluan yaitu menghasilkan air kondensat,

pada proses sulfitasi menghasilkan limbah gas SO2 yang tidak ikut bereaksi dan

proses pemisahan pada RVF menghasilkan blotong.

Penerapan produksi bersih pada stasiun pemurnian berupa :

1. Lantai pada stasiun pemurnian dibersihkan dengan menyemprotkan air

pada lantai agar tetesan nira dari bocoran pipa dan jatuhan blotong dari

belt conveyor tidak mengotori serta membuat lantai menjadi licin. Maka

dihasilkan air sisa penyemprotan lantai yang limbahnya dapat

diminimalisir dengan melakukan pembersihan kering sehingga dapat

mengurangi limbah cair pada IPAL agar debit air tidak meningkat.

2. Tumpahan kapur atau susu kapur dari tangki defekator jatuh dilantai dapat

dilakukan penerapan good house keeping dengan membersihkan lantai

secara berkala agar lantai tidak licin dan korosif.

3. Penerapan prinsip recycle pada blotong yang dihasilkan dari proses

penyaringan menggunakan RVF. Blotong ditampung dalam truk

pengangkut dan dibawa untuk ditimbun dilahan yang nantinya digunakan

sebagai pupuk kompos.

4. Penerapan prinsip reuse pada air kondensat hasil samping dari pemanas

pendahuluan I dan II. Limbah cair berupa air kondensat ini tidak dibuang

melainkan disirkulasi dan didinginkan kembali melalui cooling water

tower sehingga dapat dimanfaatkan kembali sebagai air kondensor atau air

jatuhan.

5. Limbah gas yang dihasilkan berupa gas SO2 dilakukan uji 2 kali setiap

tahunnya agar kadar SO2 diudara tidak melebihi batas yang ditentukan.

Serta penggunaan alat pelindung berupa masker bagi pekerja agar tidak

menghirup gas SO2 yang berbahaya untuk pernafasan.

6. Penerapan good house keeping pada air yang digunakan untuk skrapan

juice heater dengan menggunakan air secukupnya agar tidak menyebabkan

pemborosan air yang digunakan dan menyebabkan peningkatan debit air

pada IPAL.

7. Penerapan sistem K3 kepada pekerja berupa pemakaian alat pelindung

seperti ear protaction pada stasiun pemurnian untuk mengurangi resiko

terjadinya kecelakaan kerja karena tingkat kebisingan tinggi yang

ditimbulkan.

8. Perbaikan teknologi dilakukan pada roda penggerak mesin yang terbuka

agar dibuat tertutup. Sehingga tidak adanya minyak pelumas atau oli yang

tercecer pada lantai.

9. Pengarahan kepada tenaga kerja yang bekerja pada stasiun pemurnian agar

dapat menjaga kebersihan dan membuang sampah seperti botol mineral,

bungkus rokok dan puntung rokok pada tempatnya. Sehingga tidak

menimbulkan limbah domestik pada lingkungan kerja.

Page 81: Laporan PL PG Cinta Manis

81

Stasiun Evaporator

Stasiun evaporator memiliki tujuan untuk menguapkan air sebanyak-

banyaknya yang berada di dalam nira encer atau nira jernih sehingga

menghasilkan nira kental dengan brix 64%. Nira encer dari stasiun pemurnian

dipompa ke bejana penguapan atau badan penguapan yang bekerja secara paralel

dan seri. Sistem penguapan yang digunakan oleh Unit Usaha Cinta Manis adalah

Quadruple Effect yaitu sistem penguapan dengan pengoperasian 4 unit badan

penguapan dengan prinsip efisiensi penggunaan uap dari stasiun boiler.

Dari 8 unit evaporator yang dimiliki oleh Unit Usaha Cinta Manis, hanya

dioperasikan sebanyak 7 unit. Hal ini disebabkan 1 unit evaporator akan dilakukan

skrap/jadwal pembersihan rutin untuk setiap unit evaporator. Skrap dilakukan

untuk membersihkan kotoran yang terbawa oleh nira dan tertinggal (kerak) dalam

evaporator pada saat proses penguapan dengan menggunakan air serta bahan asam

basa (Karmand).

Pada stasiun ini terdapat limbah yang dihasilkan berupa air jatuhan

kondensor, kotoran (kerak) evaporator, air+karmand sisa skrapan evaporator dan

air kondensat.

Penerapan produksi bersih dalam proses penguapan ini dapat berupa :

1. Penerapan prinsip reuse dilakukan pada air jatuhan kondensor akan

menghasilkan limbah cair berupa air panas yang akan dialirkan melalui

parit menuju ke rawa. Air di rawa kemudian dipompakan kembali menuju

cooling tower dan springer roud agar dapat digunakan kembali sebagai air

injeksi atau ke evaporator.

2. Proses penyekrapan pada evaporator akan menghasilkan limbah cair

berupa air+karmand serta sedikit kotoran atau kerak evaporator. Limbah

bekas skrapan ini kemudian disemprot menggunakan air agar mengalir

menuju parit. Parit-parit ini akan terhubung dengan instalasi pengolahan

air limbah. Maka limbah tersebut akan di treatment pada IPAL yang

nantinya air tersebut dapat digunakan kembali untuk kebutuhan pabrik.

3. Perubahan teknologi pada stasiun evaporator ini yaitu dengan penambahan

2 unit evaporator. Pada awalnya dari 6 unit dan sekarang menjadi 8 unit

evaporator dengan kapasitas 1500 m2LP serta berbahan stainless stell.

Dengan demikian dapat mempersingkat waktu proses penguapan dengan

volume yang lebih besar sehingga dapat meminimumkan biaya produksi

dan tahan lama.

4. Memberikan pelatihan dan pengarahan kepada pekerja di stasiun

evaporator agar mengetahui dan mengerti akan proses penguapan yang

baik dari segi pengontrolan serta pengaturan suhu evaporator agar tidak

terjadi proses browning yang berlebihan sehingga menghasilkan nira

kental dengan maksimal.

5. Melakukan penyekrapan secara teratur pada evaporator agar kotoran atau

kerak evaporator tidak menumpuk dalam evaporator yang dapat

mengganggu proses penguapan sehingga nira kental yang dihasilkan tidak

maksimal.

Page 82: Laporan PL PG Cinta Manis

82

6. Limbah cair berupa air kondensat juga dihasilkan pada stasiun evaporator.

Penerapan prinsip recycle pada air kondensat ini dimulai dengan pengujian

kandungan gula pada air di laboratorium. Jika hasil uji air mengandung

gula maka air kondensat ini akan digunakan untuk kebutuhan proses atau

masakan. Jika tidak maka air tersebut digunakan untuk kebutuhan stasiun

boiler.

7. Penerapan sistem K3 kepada pekerja skrapan berupa pemakaian alat

pelindung saat melakukan penyekrapan evaporator dan memberi

keterangan skrap setiap valve steam atau nira agar tidak dibuka untuk

mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja karena kelalaian yang

dilakukan.

8. Pemberian tempat khusus untuk sampah-sampah domestik (puntung rokok,

botol mineral dll) yang dihasilkan oleh pekerja agar dapat meminimum

limbah domestik yang dihasilkan pada stasiun evaporator.

Stasiun Kristalisasi

Nira kental hasil dari proses penguapan, pada stasiun kristalisasi ini akan

mengalami proses pengkristalan. Yang nantinya bertujuan untuk mempermudah

proses pemisahan antara kristal gula dari kotoran melalui pemutaran sehingga

diperoleh hasil kemurnian yang tinggi dan sisa gula dalam tetes yang seminimal

mungkin.

Tingkat masakan yang biasa dilakukan pada Unit Usaha Cinta Manis

adalah A, C, dan D. Bejana masakan yang digunakan berupa vacuum pan dengan

desain calandria. Bahan pemanas yang digunakan dapat berupa uap bekas atau

uap nira. Adapun jumlah vacuum pan masakan yang digunakan adalah 4 vacuum

pan untuk masakan A (vacuum pan A, A1, A2, A3), 1 vacuum pan untuk masakan

C (vacuum pan C), dan 3 masakan untuk masakan D (vacuum pan D, D1, D2).

Untuk masakan D, terdapat Crystallizer yang berfungsi sebagai palung pendingin

tempat berlangsungnya kristalisasi lanjutan. Beberapa limbah yang dihasilkan

pada proses kristalisasi ini berupa air jatuhan atau air kondensor, tumpahan

stroop, klare, nira kental, dan lain-lain.

Penerapan produksi bersih dalam proses kristalisasi ini dapat berupa :

1. Penerapan good house keeping untuk meminimalisir tumpahan nira kental,

klare, stroop dan magma pada peti penyimpanan sementara serta bocoran

valve pada seed vesel dengan membuat tempat penampungan yang

nantinya dapat ditampung dan dikembalikan pada seed vesel. Sehingga

tidak banyak bahan yang hilang dan terbuang menjadi limbah.

2. Perubahan teknologi yang dilakukan pada stasiun kristalisasi terdapat pada

peti penampung sementara klare, nira kental dan stroop serta receiver dan

crystallizer agar dibuat tertutup sehingga bahan terhindar dari kontaminasi

kotoran yang terdapat pada atap atau lantai pabrik. Sehingga menghasilkan

produk dengan mutu yang baik.

3. Limbah cair berupa air+butiran kristal gula pada bak penampungan air di

sogokan. Dapat dilakukan reuse dengan mengalirkan limbah cair tersebut

Page 83: Laporan PL PG Cinta Manis

83

pada IPAL untuk di treatment agar dapat dimanfaatkan kembali. Selain itu

agar menggunakan air pada sogokan dengan secukupnya agar tidak

dihasilkan limbah cair yang menggenang pada bak penampung air di

sogokan.

4. Penerapan prinsip reuse juga dilakukan pada air jatuhan kondensor akan

menghasilkan limbah cair berupa air panas yang akan dialirkan melalui

parit menuju ke rawa. Setelah dingin air di rawa kemudian dipompakan

kembali menuju cooling tower dan springer pound agar dapat digunakan

kembali sebagai air pendingin atau air jatuhan pada vacuum pan.

5. Pelatihan dan pengarahan kepada pekerja pada stasiun kristalisasi agar

mengetahui dan mengerti akan proses masakan yang baik dari segi

pengontrolan volume bahan dalam vacuum pan, bahan-bahan yang harus

dimasukan, lama waktu pemasakan, serta besar kecilnya ukuran kristal

pada masing-masing masakan agar tidak terjadi kesalahan dalam proses

pemasakan yang dapat mengakibatkan loses karena nira kental tidak dapat

mengkristal.

6. Perubahan teknologi pada gear penggerak magma tank/seed vesel agar

memiliki penutup dan penampung minyak pelumas atau oli bekas agar

LB3 tersebut tidak tercecer pada lantai stasiun kristalisasi yang dapat

membuat lantai menjadi licin dan menyebabkan kecelakaan kerja.

7. Penerapan sistem K3 kepada pekerja berupa pemakaian alat pelindung

seperti ear protactor pada stasiun kristalisasi untuk mengurangi resiko

terjadinya kecelakaan kerja karena tingkat kebisingan tinggi yang

ditimbulkan oleh vacuum pan.

Stasiun Finishing (Penyelesaian)

Dari hasil kristalisasi, baik pola masak A, C, dan D yang berupa kristal

larutan induknya disebut massecuite A, C, dan D akan mengalami urutan proses

pada stasiun penyelesaian berupa pendinginan masakan, pemutaran gula,

pengeringan dan pendinginan, serta pengemasan dan penimbunan gula.

Gula kristal putih dihasilkan pada proses pemutaran gula. Selain itu

terdapat molase atau tetes tebu sebagai produk samping dari proses putaran gula.

Karena proses putaran berfungsi untuk memisahkan gula dengan larutannya.

Limbah lainya berupa air pendingin mesin, tumpahan massecuite pada feed mixer,

butiran-butiran gula yang terjatuh dari vibrating screen dan tumpahan air panas

untuk siraman pada proses putaran.

Penerapan produksi bersih pada stasiun penyelesaian dapat berupa :

1. Perlakuan pengecekan dan pengontrolan pada feed mixer secara teratur

agar tidak terjadi kebocoran masecuite karena roda pemutar feed mixer

yang haus. Sehingga kehilangan gula dapat dihindarkan.

2. Perlakuan pengecekan dan pembersihan secara berkala pada mesin-mesin

putaran dari tumpahan masecuite dan bahan lain yang menempel agar

tidak menimbulkan kontaminasi. Serta mengurangi resiko terjadinya karat

Page 84: Laporan PL PG Cinta Manis

84

pada mesin-mesin putaran yang akan membutuhkan biaya tambahan dalam

proses perbaikan.

3. Perubahan teknologi pada gear dan rantai penggerak feed mixer agar

memiliki penutup dan penampung minyak pelumas atau oli bekas agar

LB3 tersebut tidak tercecer pada lantai yang dapat membuat lantai menjadi

licin dan menyebabkan kecelakaan kerja.

4. Pelatihan dan pengarahan kepada pekerja proses putaran agar lebih teliti

dalam segi pengontrolan volume bahan atau massecuite dalam feed mixer.

Agar tidak terjadi kelebihan kapasitas massecuite dalam feed mixer yang

mengakibatkan loses karena massecuite tumpah. Sehingga mengurangi

rendemen gula.

5. Pelatihan terhadap pekerja di proses putaran agar dapat mengurangi atau

mempertahankan harkat kemurnian (HK) tetes atau molase sehingga tidak

menyebabkan penurunan rendemen gula kristal putih yang dihasilkan.

Dengan HK tetes yang ideal adalah sebesar 33 %, apabila lebih dari 33 %

akan mempengaruhi banyaknya rendemen gula kristal putih yang

dihasilkan.

6. Penerapan sistem K3 kepada pekerja berupa pemakaian alat pelindung

seperti ear protactor pada proses putaran untuk mengurangi resiko

terjadinya kecelakaan kerja karena tingkat kebisingan dan getaran yang

tinggi ditimbulkan oleh High Grade Sentrifugal.

7. Perlakuan good house keeping berupa pemberian tempat penampungan

(alas karung) untuk kristal gula yang tercecer pada sekitar grashopper

conveyor dan vibrating screen. Kristal gula yang tertampung akan

dikembalikan pada proses agar tidak mengurangi rendemen gula yang

dihasilkan.

8. Perubahan teknologi yang digunakan pada proses putaran ini yaitu

penambahan 2 unit mesin BMA atau High Grade Sentrifugal yang

dioperasikan secara otomatis dan memiliki muatan kapasitas yang lebih

besar sehingga dapat memuat gula kristal putih lebih banyak serta dapat

meminimumkan tenaga kerja karena dapat dioperasikan secara otomatis.

9. Menjaga kebersihan pada lingkungan proses penyelesaian agar dapat

mempertahankan mutu ataupun meningkatkan mutu gula kristal putih yang

dihasilkan.

10. Air pendingin yang dihasilkan dapat dilakukan reuse dengan mengalirkan

limbah cair tersebut ke rawa untuk diturunkan suhunya dan di pompakan

cooling tower serta springer pound. Sehingga dapat dihunakan kembali

sebagai air jatuhan untuk kondensor.

Sanitasi

Sanitasi industri pangan merupakan usaha-usaha untuk mencegah penyakit

dengan menghilangkan atau mengendalikan faktor-faktor dalam pengolahan

pangan yang berperan dalam pemindahan penyakit (dan bahaya lainya) sejak

penerimaan bahan baku, pengolahan, pengemasan dan penggudangan produk

akhir sampai distribusi (Kasmidjo, 1999).

Page 85: Laporan PL PG Cinta Manis

85

Sanitasi pangan merupakan hal yang sangat penting dalam industri

pengolahan hasil makanan karena dapat mempengaruhi produk akhir yang

dihasilkan. Sanitasi diperlukan mulai dari bahan baku sampai dengan produk

akhir atau produk siap dikonsumsi sehingga dihasilkan produk akhir yang terjaga

keamanannya (Jennie, 1998).

Menurut Soekarto (1990), Sanitasi berpengaruh langsung dan tidak

langsung terhadap mutu pangan dan daya awet produk serta nama baik atau citra

perusahaan. Dalam praktek di industri pangan tindakan sanitasi pangan meliputi:

pengendalian pencemaran, pembersihan dan tindakan aseptik. Pengendalian

pencemaran mencakup pembuangan limbah atau sampah dan menjauhi pencemar.

Pembersihan dilakukan dengan pencucian untuk menghilangkan kotoran yang

menempel supaya bersih, sedangkan tindakan aseptik dilakukan dengan

pembersihan peralatan atau sarana untuk menghindari mikroba.

Sanitasi pabrik merupakan satu hal yang penting dalam industri dan harus

diperhatikan dengan baik. Sanitasi meliputi sanitasi bahan baku, sanitasi

bangunan dan lingkungan, sanitasi peralatan, sanitasi ruangan dan sanitasi

pekerja. Apabila kondisi lingkungan bersih, peralatan terjaga baik maka pekerja

akan merasa nyaman dalam bekerja (Kasmidjo, 1999). Dari uraian diatas dapat

disimpulkan bahwa ruang lingkup kegiatan sanitasi di lingkungan pabrik Unit

Usaha Cinta Manis meliputi aspek sebagai berikut:

Sanitasi Bahan Baku

Sanitasi bahan baku, merupakan tindakan penjagaan kebersihan pada

bahan baku yang sangat besar pengaruhnya pada mutu produksi.

Adanya SOP yang digunakan sebagai pedoman tata cara penebangan tebu

yang baik dan benar. Agar tidak adanya kesalahan dalam penebangan tebu yang

dapat mengurangi rendemen tebu. Sanitasi tebu ini sangat erat kaitannya dengan

uji trash yang terdiri dari sogolan, pucuk, daduk, tebu mati dan tanah. Dimana

semuanya tidak lebih dari 5 % berat tebu yang di angkut.

Sanitasi tebu yang baik tidak akan menebang tebu dengan ruas < 10 ruas,

tidak ada pucuk tebu pada tebu yang ditebang, tebu bersih dari daun tebu atau

daduk, serta tidak adanya tanah yang terbawa ketika proses penebangan dan

pengangkutan berlangsung.

Sanitasi Bangunan

Sanitasi bangunan dan lingkungan, yaitu tindakan penjagaan kebersihan

bangunan sekitar tempat pengolahan dan lingkungan.

Pada dasarnya suatu bangunan memiliki fungsi sebagai pelindung segala

sesuatu yang ada didalamnya. Seperti pada bangunan pabrik Unit Usaha Cinta

Manis berfungsi untuk melindungi pekerja, bahan, mesin, peralatan dan semua

yang ada di dalamnya dari cuaca panas, dingin serta faktor dari luar lainnya.

Berikut berbagai macam bentuk sanitasi bangunan pada Unit Usaha Cinta Manis

adalah :

Page 86: Laporan PL PG Cinta Manis

86

1. Lantai

Lantai pabrik Unit Usaha Cinta Manis terbuat dari 2 bahan yaitu semen

dan besi. Pada lantai dasar, lantai pabrik terbuat dari semen dengan

permukaan yang halus namun tidak licin dan dilapisi cat diatasnya. Pada

lantai 1-3, lantai pabrik terbuat dari besi yang kokoh dengan dilapisi cat

diatas permukaannya. Pengecatan lantai besi dilakukan agar melindungi

lantai dari bahaya korosif atau berkarat. Namun bangunan lain selain

pabrik pada Unit Usaha Cinta Manis menggunakan lantai ubin atau

keramik.

2. Dinding

Unit Usaha Cinta Manis sebagian besar memiliki dinding pabrik dengan

bahan seng. Bahan seng ini dipilih karena kokoh, tahan terhadap hujan,

dan cahaya matahari dengan dilapisi cat pada permukaannya. Namun

bangunan lain selain pabrik pada Unit Usaha Cinta Manis menggunakan

dinding batu bata atau tembok beton. Pada bagian belakang pabrik

dinding-dinding seng telah mengalami korosi dan berkarat. Karena dinding

seng bagian belakang pabrik sering terkena gas, uap dan asap yang

dihasilkan oleh pabrik.

3. Atap

Atap merupakan salah satu komponen penting dalam suatu bangunan.

Pabrik Unit Usaha Cinta Manis menggunakan bahan seng sebagai atapnya.

Dengan ketinggian yang telah disesuaikan terhadap tinggi bangunan

pabrik, mesin-mesin serta peralatan yang digunakan didalam pabrik

sehingga tidak mengganggu jalannya proses.

4. Penerangan

Sumber penerangan pada pabrik Unit Usaha Cinta Manis terdiri dari bola

lampu atau lampu dengan berbagai macam watt yang disesuaikan dengan

kebutuhan. Untuk tempat yang membutuhkan penerangan yang tinggi

maka diberikan lampu dengan watt yang sesuai begitu juga sebaliknya.

Hal ini dilakukan agar mencegah terjadinya kecelakaan dalam bekerja

karena penerangan yang berlebihan dapat menyilaukan mata dan

kekurangan penerangan dapat membuat mata menjadi lelah. Jika terjadi

kerusakan pada lampu maka segera diganti sesuai dengan kebutuhan

penerangannya.

5. Ventilasi

Unit Usaha Cinta Manis memiliki ventilasi yang di desain sesuai dengan

kebutuhan udara agar dapat bersirkulasi dengan baik dan benar. Sirkulasi

udara dibutuhkan agar kondisi udara dalam pabrik terutama pada bagian-

bagian pengolahan yang menghasilkan panas, dimana panas tersebut dapat

bersikulasi dengan udara baru yang lebih segar .

Page 87: Laporan PL PG Cinta Manis

87

Sanitasi Mesin dan Peralatan

Sanitasi mesin dan peralatan, yaitu tindakan penjagaan kebersihan

terhadap mesin dan peralatan pengolahan. Pengaturan tata letak alat dan mesin

pada Unit Usaha Cinta Manis sudah dilakukan dengan baik. Pengaturan tata letak

alat dilakukan dengan memberi jarak antar alat sehingga memudahkan

pengawasan dan pembersihan. Kondisi alat dan mesinnya sebagian kotor karena

tumpahan minyak pelumas atau tumpahan nira sehingga membuat debu dan

kotoran mudah menempel, hal ini menunjukkan bahwa alat dan mesin harus

dibersihkan secara berkala dan teratur. Mesin dan peralatan yang digunakan pada

Unit Usaha Cinta Manis adalah mesin-mesin yang sudah berteknologi tinggi

dengan berbahan mild steel dan stailessteel sehingga tidak mudah berkarat dan

sebagian lagi berbahan besi yang mudah berkarat.

Sanitasi Produk

Unit Usaha Cinta Manis menghasilkan produk berupa Gula Kristal Putih

(GKP). Gula ini dikemas dalam karung yang terlapisi plastik didalamnya dengan

isi 50 kg gula setiap karungnya. Karung yang telah terisi gula kemudian dijahit

pada sisi atasnya. Selanjutnya gula-gula tersebut ditumpuk dalam gudang tidak

lebih dari 50 tumpukan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya

kerusakan karung gula karena tumpukan yang berlebihan serta menjaga jarak

tumpukan dengan atap gudang.

Pada gudang terdapat ventilasi udara yang berfungsi untuk menjaga suhu

dan udara dalam gudang tetap kering dan tidak lembab. Jika suhu terlalu tinggi

maka gula akan menggumpal atau keras dan jika suhu terlalu rendah maka gula

akan mencair. Pallet juga digunakan sebagai dasar lantai tumpukan dalam

penggudangan agar menghindari gula dari hama atau kotoran dalam gudang.

Sanitasi Pekerja

Sanitasi pekerja, yaitu penjagaan kebersihan terutama pada pekerja yang

bersentuhan langsung dengan bahan, karena pekerja merupakan salah satu faktor

pembawa kontaminasi tehadap produk.

Pekerja merupakan salah satu aspek penting dalam menentukan

produktivitas dan mutu suatu produk dalam industri terutama industri makanan.

Maka semua pekerja pada Unit Usaha Cinta Manis harus tetap terjaga

kebersihannya. Untuk menjaga kebersihan pekerja pada Unit Usaha Cinta Manis,

menggunakan pakaian khusus untuk bekerja berupa seragam kerja, kemudian pada

setiap stasiun kerja terdapat tempat cuci tangan bagi pekerja. Selain itu terdapat

toilet pada titik-titik pertemuan antar stasiun. Hal ini bertujuan untuk

mengefisienkan penggunaan toilet tersebut.

Pekerja yang menjalankan aktivitasnya didalam pabrik, tentu berhubungan

langsung dengan mesin-mesin, peralatan, bahan baku, maupun bahan tambahan

yang dapat membahayakan pekerja. Untuk itu, selain dilakukan sanitasi,

dibutuhkan pula penerapan K3 dan standar hygiene.

Page 88: Laporan PL PG Cinta Manis

88

Dalam industri makanan, penerapan standar hygiene yang tinggi perlu

dilakukan dalam mengolah makanan agar mampu memproduksi makanan yang

aman untuk dikonsumsi. Aman artinya bebas dari hal-hal yang membahayakan,

merugikan, dan bebas dari kerusakan.

PENUTUP

Kesimpulan

GMP (Good Manufacturing Practices) merupakan suatu pedoman bagi

industri pangan, bagaimana cara berproduksi makanan dan minuman yang baik.

Penerapan GMP (Good Manufacturing Practices) dalam suatu industri pangan

sangat diperlukan untuk menjamin keamanan dan kebersihan produk yang

dihasilkan sehingga aman dikonsumsi oleh konsumen. GMP meliputi lokasi,

bangunan, fasilitas sanitasi, alat produksi, bahan, proses pengolahan, produk

akhir, laboratorium, karyawan, wadah dan pembungkus, label, penyimpanan,

pemeliharaan.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan GMP dan sanitasi di

Unit Usaha Cinta Manis masih harus ditingkatkan lagi. Umumnya kekurangan

dalam pelaksanaan GMP adalah pada kesadaran karyawan untuk mematuhi

prinsip GMP dan SSOP. Beberapa persentase kesesuaian terhadap standar yang

masih rendah diantaranya lingkungan 9,75%, bangunan 37,66%, fasilitas sanitasi

2,16%, proses pengolahan 8,40%, laboratorium 8,67%, penyimpanan 30,08%.

Penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan GMP dan SSOP

menjadi salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan.

Selain itu pada pelaksanaan suatu proses produksi dalam suatu industri

dituntut bagaimana agar industri tersebut dapat mengefisienkan pemakaian

sumber daya dan juga meminimasi serta menangani limbah yang dihasilkan agar

tidak mencemari lingkungan sekitar. Oleh karena itu dibutuhkan sistem

manajemen lingkungan industri berupa produksi bersih untuk mengefisienkan

limbah hasil produksi dari suatu industri.

Unit Usaha Cinta Manis merupakan perusahaan atau industri pangan yang

memproduksi gula kristal putih memiliki strategi dalam melaksanakan

penanganan dan pengolahan limbah yang dihasilkan pada setiap rangkaian stasiun

operasi produksi. Rangkaian proses produksi Unit Usaha Cinta Manis terdiri dari

7 stasiun operasi produksi yaitu, stasiun Timbangan dan Cane Yard (Halaman

Tebu), stasiun Mill (Gilingan), stasiun Pemurnian, stasiun Evaporator

(Penguapan), stasiun Kristalisasi (Masakan), stasiun Finishing (Penyelesaian)

serta Sugar Bin dan Storage. Limbah yang dihasilkan dari setiap stasiun operasi

produksi memperoleh penanganan dan pengolahan yang cukup baik oleh Unit

Usaha Cinta Manis dengan strategi pencegahan pencemaran (Elemination) serta

strategi daur ulang (Recycle). Strategi pencegahan ditekankan pada aspek

pengurangan sumber pencemaran yang dapat dilakukan melalui beberapa

alternatif yaitu penerapan in hause keeping dalam pabrik, menghilangkan sumber

pencemaran yang seharusnya tidak ada, seperti perbaikan kebocoran pipa,

kebocoran pompa dan lainnya, mencegah masuknya bahan proses yang bukan

limbah kedalam saluran, misalnya tumpahan nira masakan atau tetes

Page 89: Laporan PL PG Cinta Manis

89

dikembalikan ke proses, serta meningkatkan efisiensi alat seperti efisiensi ketel

bahan bakar ampas dapat mengurangi jumlah debu terbakar yang tidak sempurna.

Kemudian strategi daur ulang yang ditekankan pada aspek pemanfaatan kembali

yang dilakukan dalam pabrik maupun diluar pabrik, contohnya pemanfaatan

limbah pabrik yaitu pemanfaatan ampas sebagai bahan bakar ketel/boiler, Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL) pada hasil pemisahan oli dari limbah dapat

digunakan untuk pelumas mesin-mesin produksi dan water treatment pada air

jatuhan jatuhan atau kondensor untuk digunakan kembali sebagai air ketel/boiler.

Sedangkan contoh pemanfaatan diluar pabrik antara lain penggunaan blotong

ddan abu dengan perbandingan 3:1 sebagai pupuk organik untuk dikembalikan ke

kebun. Dari hasil uji mengenai kualitas keluaran limbah yang dihasilkan diperoleh

hasil bahwa Unit Usaha Cinta Manis telah melakukan pengolahan limbahnya

dengan cukup baik karena dari baku mutu limbah yang ditetapkan pemerintah,

Unit Usaha Cinta Manis telah memenuhi standar baku mutu keluaran limbahnya

(padat, cair dan gas). Penerapan produksi bersih yang telah dilakukan oleh Unit

Usaha Cinta Manis telah terbukti dapat meminimalisasi limbah dengan cukup

baik.

Saran

Penerapan GMP bukan merupakan tanggung jawab suatu perusahaan atau

perorangan, tetapi lebih merupakan tanggung jawab seluruh anggota perusahaan.

Diharapkan di masa mendatang Unit Usaha Cinta Manis dapat melengkapi

fasilitas sanitasi terutama tempat pencucian tangan dan toilet, melakukan

pembersihan secara berkala yang disertai dengan pemantauan terutama ruang dan

peralatan produksi, memberikan pelatihan dan pembinaan kepada karyawan

tentang pentingnya sanitasi dan higiene, dan menyusun dokumen prosedur-

prosedur GMP serta SSOP. Untuk penerapan produksi bersih dari awal

penanganan bahan baku hingga dihasilkan produk harus dilakukan secara terus-

menerus agar dapat dihasilkan produksi yang ramah lingkungan. Pemahaman

mengenai produksi bersih serta sanitasi pada tiap karyawan yang bekerja pada

Unit Usaha Cinta Manis perlu ditingkatkan agar dapat menjaga lingkungan

industri sehingga dapat menghemat biaya produksi dan dihasilkan produk yang

bersih dengan rendemen yang tinggi. Selain itu, upaya pengelolaan lingkungan

yang terdiri dari limbah padat, limbah cair, limbah udara, dan LB3 harus lebih

ditingkatkan agar dapat menuju ISO 14001 mengenai sistem manajemen

lingkungan sehingga dapat meningkatkan daya saing perusahaan.

Page 90: Laporan PL PG Cinta Manis

90

DAFTAR PUSTAKA

BSN.2001.Spesifikasi Gula Kristal Putih SNI 01-3140-2001. Jakarta: Badan

Standardisasi Nasional.

Holah. JT, Taylor. 2003. Personal Hygiene. In: Lelieveld (ed). Hygiene in Food

Processing. Boca Raton, Boston: CRC Press., pp 209-332.

Indrasti, N.S. dan Fauzi, A.M. 2009. Produksi Bersih. IPB Press. Bogor.

Jenie, B.S.L., Rahayu, W. P. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan.

Kanisius, Yogyakarta

Jennie, Betty Sri Laksmmi, 1998. Sanitasi dalam Industri Pangan. IPB Press.

Bogor.

Kasmidjo, R. B. 1999. Sanitasi, Penanganan Limbah dan Lingkungan : Konsep

Penanganan Limbah. Jurusan TPHP FTP UGM. Yogyakarta

Panebianco A., G. Ziino, M. Gallo and A. Giuffrida. 2004. Application of

Monitoring Score System to Catering Industry. In : F.J.M. Smulders, J.

D.C. (Eds). Safety Assurance During Processing. Netherlands:

Wageningen Academic Publishers.

Soekarto, Soewarno T.1990. Dasar-dasar Pengawasan Mutu dan Standarisasi

Mutu Pangan.Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar

Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Thaheer, H., 2005. Sistem Manajemen HACCP. Bumi Aksara, Jakarta.

UNEP. 1999. Pollution, Prevention and Abatemant Hanbook: Toward Cleaner

Production. Washington.

Page 91: Laporan PL PG Cinta Manis

91

Page 92: Laporan PL PG Cinta Manis

92

Lampiran 1 Diagram alir proses pengolahan limbah cair UU Cinta Manis

Page 93: Laporan PL PG Cinta Manis

93

Lampiran 2 Layout/flow sheet IPAL Unit Usaha Cinta Manis

Page 94: Laporan PL PG Cinta Manis

94

Lampiran 3 Analisa udara emisi Unit Usaha Cinta Manis

ANALISA UDARA EMISI UNIT USAHA CINTA MANIS

BME : Baku Mutu Emisi (Kep 13/MEN-LH/1995)

Hasil Analisis Pengujian Emisi (Boiler) Unit Usaha Cinta Manis (April2013)

No. Parameter Satuan Boiler

1&2

Boiler 3 Metode Baku

Mutu

1 Partikulat mg/m3 78,29 73,18 Isokinetik 250

2 Sulfur dioksida

(SO2)

mg/m3 23,17 22,45 Titirimetri 600

3 Nitrogen

dioksida (NO2)

mg/m3 62,45 61,57 Kalorimetri 800

4 Opasitas % 16 16 Visual 30

Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis

Hasil Analisis Pengujian Emisi Sumber Tidak Bergerak (Genset) Unit Usaha

Cinta Manis (April 2013)

No. Parameter Satuan Gen

01

Gen

02

Gen

03

Gen 04

A

Gen 04

B

Baku

Mutu

1 CO mg/m3 198 195 197 169 169 600

2 CL2 mg/m3 ttd ttd ttd ttd ttd 10

3 HCL mg/m3 ttd ttd ttd ttd ttd 5

4 HF mg/m3 ttd ttd ttd ttd ttd 10

5 NO2 mg/m3 89,47 83,46 82,39 82,39 82,38 1.000

6 Opasitas % 15 15 15 15 15 35

7 Partikulat mg/m3 92,19 87,14 85,47 78,64 78,63 350

8 SO2 mg/m3 47,55 45,27 44,32 44,37 44,37 800

9 H2S mg/m3 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 35

10 Hg mg/m3 ttd ttd ttd ttd ttd 5

11 As mg/m3 ttd ttd ttd ttd ttd 8

12 Sb mg/m3 ttd ttd ttd ttd ttd 8

13 Cd mg/m3 ttd ttd ttd ttd ttd 8

14 Zn mg/m3 ttd ttd ttd ttd ttd 50

15 Pb mg/m3 ttd ttd ttd ttd ttd 12

Page 95: Laporan PL PG Cinta Manis

95

Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis

Hasil Analisis Pengujian Emisi Sumber Tidak Bergerak (Cerobong Belerang)

Unit Usaha Cinta Manis (April 2013)

No Cerobong

Belerang

Parameter Satuan Hasil Baku Mutu

1 Nira Kental Sulfur dioksida (SO2) mg/m3 231,29 800

Total Sulfur tereduksi

(H2S)

mg/m3 1,2 35

2 Nira Mentah Sulfur dioksida (SO2) mg/m3 232,47 800

Total Sulfur tereduksi

(H2S)

mg/m3 1,3 35

Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis

Data Emisi Sumber Bergerak Unit Usaha Cinta Manis (April 2013)

Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis

No Objek Hasil Parameter Opasitas (% HSU) sesuai Permenneg-

Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2006

1 Pick Up L 200 10 Opasitas

(%)

70

2 Pick Up 10 Opasitas

(%)

70

3 Exavator Grab

Loader

8 Opasitas

(%)

40

4 Cane Stacker 966

H

9 Opasitas

(%)

40

5 Traktor Tarik 10 Opasitas

(%)

40

Page 96: Laporan PL PG Cinta Manis

96

Lampiran 4 Form audit GMP

FORM AUDIT GMP

No Persyaratan Good Manufacturing Practices (GMP)

Penilaian 0 1 2 3 4 A. LINGKUNGAN 1 Halaman pabrik terpelihara dengan baik (tidak terdapat rumput liar, semak-semak, dll) √ 2 Tidak terdapat genangan air maupun banjir √ 3 Tidak terdapat parit yang tersumbat didalam lingkungan pabrik √ 4 Tidak ada tumpukan barang bekas yang tidak terpakai

5 Tidak ada tumpukan sampah √ 6 Tidak terdapat polusi dari luar pabrik yang dapat mencemari pabrik √ 7 Tidak terdapat barang bekas diluar area pabrik yang dapat mencemari pabrik √ 8 Tidak terdapat rumah atau area tinggal yang berpotensi mencemari pabrik √ 9 Tidak terdapat industri lain yang dapat mencemari pabrik √ 10 Kondisi jalanan luar dan dalam pabrik dalam kondisi baik √ 11 Saluran pembuangan air sekitar pabrik berfungsi baik √ SUB TOTAL 4 12 20

B. BANGUNAN B.1 Desain dan tata letak ruangan 1 Ruangan pokok sesuai jenis peralatan, jenis kapasitas produksi, dan jumlah karyawan √ 2 Tata letak ruangan pokok sesuai proses √ 3 Ruangan pelengkap cukup luas sesuai jumlah karyawan √

Page 97: Laporan PL PG Cinta Manis

97

4 Tata letak ruangan pelengkap sesuai urutan kegiatan √ B.2 Lantai 1 Lapisan resin epoxy di ruangan pokok dalam kondisi baik (tidak terkelupas) √ 2 Lantai yang terbuat dari keramik tidak pecah/retak √ 3 Saluran pembuangan berfungsi baik √ 4 Lantai tidak licin √ B.3 Dinding 1 Cat tidak terkelupas √ 2 Permukaan bagian dalam halus dan rata √ B.4 Atap 1 Tidak bocor 2 Tidak pecah B.5 Langit-langit 1 Tidak terkelupas 2 Tidak berlubang 3 Tidak retak B.6 Pintu 1 Tidak pecah/tidak rusak √ 2 selalu ditutup jika tidak dipakai √

Page 98: Laporan PL PG Cinta Manis

98

B.7 Jendela 1 Tidak pecah/tidak rusak √ 2 Selalu ditutup jika tidak di pakai √ B.8 Penerangan 1 Pelindung lampu tidak pecah √ 2 Lampu berfungsi baik √ 3 Cahaya cukup terang (tidak remang-remang) √ B.9 Ventilasi dan Pegatur suhu 1 Dapat mengontrol suhu dan bau √ 2 Berfungsi baik √ 3 Kasa dalam keadaan bersih dan tidak bolong (ventilasi) √ B.10 Toilet 1 Ruangan dalam keadaan bersih

2 Ruangan dalam keadaan rapi √ 3 Tidak terdapat hewan (kucing, anjing, pest,serangga) √ 4 Suhu dan kelembaban normal √ 5 Cahaya cukup √ 6 Tempat sampah bertutup √ 7 Tersedia sarana cuci tangan (wastafel, air mengalir, sabun) √ 8 Terdapat tanda peringatan mencuci tangan setelah menggunakan toilet √

Page 99: Laporan PL PG Cinta Manis

99

9 Pintu toilet selalu ditutup √ 10 WC berfungsi baik √ 11 Toilet tidak tergenang air √ B.11 Ruang cuci tangan 1 Ruang dalam keadaan bersih √ 2 Ruang dalam keadaan rapi √ 3 Tidak terdapat hewan (kucing, anjing, pest, serangga) √ 4 Suhu dan kelembaban normal √ 5 Cahaya cukup √ 6 Tempat sampah bertutup √ 7 Tersedia handsoap & alkohol dalam jumlah sesuai karyawan √ 8 Handryer berfungsi dengan baik √ B.12 Ruang pencucian alat & Wadah 1 Ruang dalam keadaan bersih √ 2 Ruang dalam keadaan rapi √ 3 Tidak terdapat hewan (kucing, anjing, pest, serangga) √ 4 Suhu dan kelembaban normal √ 5 Cahaya cukup √ 6 Tempat sampah bertutup √ 7 Ketersediaan bahan dan alat pembersih, air panas dan dingin √ SUB TOTAL 0 6 18 51 64

Page 100: Laporan PL PG Cinta Manis

100

C. FASILITAS SANITASI C.1 Sarana Penyediaan Air 1 Sumber air, pipa pengaliran, penampugan dalam kondisi baik √ 2 Kualitas air memenuhi syarat air bersih √ SUB TOTAL 8

D. ALAT PRODUKSI 1 Permukaan yang kontak dengan makanan halus, tidak berlubang, tidak mengelupas dll √ 2 Tidak mengontaminasi (mikroba, logam, minyak pelumas, dan bahan bakar lain) √ 3 Jadwal pembersihan dilaksanakan dengan baik √ SUB TOTAL 2 6

E. PROSES PENGOLAHAN 1 Bahan tambahan tidak melebihi batas, sesuai SNI √ 2 Proses pengolahan mempunyai protokol yang memuat ; a. Jenis bahan √ b. jumlah seluruh bahan untuk 1 kali pengolahan √ c. Tahap-tahap proses pengolahan √ d. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan √ e. Faktor-faktor yang perlu diawasi √ f. Cara pemeriksaan bahan, produk antara dan produk akhir √ 3 Jika ada pengubahan formula dasar segera diumumkan √ SUB TOTAL 3 28

Page 101: Laporan PL PG Cinta Manis

101

F. PRODUK AKHIR 1 Produk akhir memenuhi standar mutu (SNI/persyaratan pelanggan) √ SUB TOTAL 4

G. LABORATORIUM 1 Produk akhir selalu diperiksakan ke laboratorium √ 2 Protokol pemeriksaan lengkap mencakup ; a. Nama makanan √ b. tanggal pengambilan contoh √ c. Jumlah contoh yang diambil √ d. Kode produksi √ e. Jenis pemeriksaan √ f. Kesimpulan pemeriksaan √ g. Nama pemeriksa √ SUB TOTAL 32

H. PENYIMPANAN H.1 Gudang Bahan Tambahan 1 Kondisi bersih dan rapi √ 2 Tidak terdapat hewan (kucing, anjing, pest, serangga) √ 3 Penerangan cukup √ 4 Terjamin aliran udara dan suhu yang sesuai √ 5 Ventilasi berfungsi baik √ 6 Bahan-bahan disimpan sesuai label √

Page 102: Laporan PL PG Cinta Manis

102

7 Bahan yang disimpan memiliki data ; a. Nama bahan √ b. Tanggal terima √ c. Asal bahan √ d. Jumlah penerimaan digudang √ 8 Stock bahan diatur dengan FIFO √ 9 Bahan sesuai spesifikasi √ SUB TOTAL 2 3 40

H.2 GUDANG PRODUK AKHIR 1 Kondisi bersih dan rapi √ 2 Tidak terdapat hewan (kucing, anjing, pest, serangga) √ 3 Penerangan cukup √ 4 Terjamin aliran udara dan suhu yang sesuai √ 5 Ventilasi berfungsi baik √ 6 Produk akhir disimpan dengan ketentuan berikut ; a. Jarak makanan ke lantai minimal 15 cm √ b. jarak makanan ke dinding minimal 5 cm √ c. Jarak makanan ke langit-langit minimal 60 cm √ 7 Produk akhir yang disimpan dicatat ; a. Nama produk √ b. tanggal terima √ c. Tujuan pengiriman √ d. Jumlah pengiriman di gudang √

Page 103: Laporan PL PG Cinta Manis

103

e. Tanggal pengiriman √ f. Sisa akhir √ g. Tanggal pemeriksaan QC √ h. Hasil pemeriksaan QC √ 8 Stock produk akhir diatur dengan FIFO √ SUB TOTAL 6 60 TOTAL 0 6 26 81 256 369

KETERANGAN :

1. Kriteria Penilaian :

Nilai 0 : penyimpangan yang terjadi > 75 %

Nilai 1 : penyimpangan yang terjadi 51 - 75 %

Nilai 2 : penyimpangan yang terjadi 26 - 50 %

Nilai 3 : penyimpangan yang terjadi 1 - 25 %

Nilai 4 : peyimpangan yang terjadi 0 %

2. Tingkat keparahan kondisi GMP dapat diketahui dari jumlah nilai keseluruhan :

Kritis : 0 – 177

Berat : 178 – 354

Sedang : 355 – 531

Ringan : 532 – 708

Page 104: Laporan PL PG Cinta Manis

104

Lampiran 5 Diagram alir dan neraca massa

DIAGRAM ALIR DAN NERACA MASSA

(MATERIAL BALANCE)

Satuan = Ton/Jam

Data berdasarkan :

a. Laporan kilat periode ke IV (16/06 2013 - 30/06 2013) = 15 Hari

- Satu Periode : 15 Hari

- Satu Hari : 24 jam

- Jam Berhenti selama Satu Periode : 23 jam

- Total Jam : 337 jam

- Tebu Digiling (ton) : 64.705,10

- Ton Gula (ton) : 4.532,90

- Jumlah Tetes (ton)/% ton tebu : 3.3003,50/4,64

- Ampas % Tebu : 31,95 %

- Jumlah Floculant (Kg)/konsentrasi (ppm) : 7,740/(4 ppm/ton nira)

- Jumlah Phospat (Kg)/konsentrasi (ppm) : 38,255/ 100

- % pol blotong : 5,43

b. Standar Prosedur Operasi

- Air imbibisi (%/ ton tebu) : 30

- Brix Nira Mentah (%) : 11

- Brix Nira Nira Kental (%) : 60-64

- Brix Masakan A (%) : 92-93

- Brix Masakan C (%) : 94-95

- Brix Masakan D (%) : 97-98

c. Hasil Analisis Laboratorium

- Brix Klare SHS : 73

- Brix Magma C : 84

- Brix Stroop A : 81

- Brix Magma D II : 86

- Brix Stroop C : 83

- Brix Klare D : 80

d. Asumsi Lainnya (Normal Giling)

- Enzim : 64 ml / menit

- Nira Tapis : Diabaikan

- Fondan : Diabaikan

- Air Siraman ( PG. Jatitujuh, Majalengka) : 7 %/ton tebu

- Jumlah Kapur/konsentrasi : (1,2 kg/ton tebu)/6 %

Page 105: Laporan PL PG Cinta Manis

105

- Bagassilo (ton/jam) : ∑Blotong-% pol blotong-∑ air

siraman

- Jumlah Klare SHS (% Nira Kental) : 22,22

- Jumlah Magma C (% Nira Kental) : 22,22

- Jumlah Magma D II (% stroop A) : 33,33

- Jumlah Klared D (% stroop C) : 33,33

- Kadar air gula SHS basah : 2 %

- Kadar air gula SHS Kering : 1 %

- Jumlah tidak lolos Vibrating Screen : 0,1 % ton gula SHS Kering

1. Stasiun Gilingan

2. Stasiun Pemurnian

STASIUN

PENGGILINGAN

Tebu

192

Air Imbibisi

57,6

Enzim

0,00384

Nira Mentah

188,26

Ampas

61,34

STASIUN PEMURNIAN

Nira Mentah

188,26

Susu Kapur

3,84

Asam Phospat

1,1

Nira Jernih

192,71

Nira Tapis

Blotong

9,78

Bagassilo

7,72

Floculant

0,029

Air Siraman

1,54

Page 106: Laporan PL PG Cinta Manis

106

3. Stasiun Evaporator

= 157,34

4. Stasiun Masakan dan Putaran

STASIUN PENGUAPAN

Nira Jernih

192,71

Nira Kental

35,37

Air

157,34

37,16

11,86 17,95

Klare D

3,37

Gula D I

2,96

MASAKAN A

Nira Kental

35,37

Klare SHS

7,85

HGF I

HGF I

MASAKAN C

Stroop A

15,71

MASAKAN D

LGF C

LGF D I

LGF D II

Magma D

II

5,24

Tetes

8,90

Magma C

7,85

Stroop C

10,10

Gula A

21,45

Gula SHS Basah

13,60

Kondensat A

10,37

Kondensat D

1,61

Kondensat C

3,00

Page 107: Laporan PL PG Cinta Manis

107

= 10,37 ton/jam

(

) = 3,00 ton/jam

= 1,61 ton/jam

5. Stasiun Putaran dan Penyelesain

STASIUN PENYELESAIN

Gula SHS Basah

13,60

Gula SHS Kering

13,45

Air

0,137

Gula Kasar/halus

0,013