Laporan Praktik Lapang Rehabilitasi Mangrove Andi Rian Dika

download Laporan Praktik Lapang Rehabilitasi Mangrove Andi Rian Dika

of 32

description

.

Transcript of Laporan Praktik Lapang Rehabilitasi Mangrove Andi Rian Dika

  • 1

    REHABILITASI MANGROVE SEBAGAI PERLINDUNGAN PESISIR DESA BOJO KECAMATAN MALLUSETASI KABUPATEN BARRU

    LAPORAN LENGKAP TEKNIK REHABILITASI EKOSISTEM PESISIR DAN LAUT

    NAMA : ANDI RIAN DIKA P

    NIM : L111 12 278

    KELOMPOK : III (TIGA)

    ASISTEN : SUCI RAHMADANI ARTIKA

    JURUSAN ILMU KELAUTAN

    FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2014

  • 1

    BAB I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Mangrove merupakan ekosistem yang spesifik karena pada umumnya hanya

    dijumpai pada pantai yang berombak relatif kecil atau bahkan terlindung dari

    ombak, di sepanjang delta dan estuarin yang dipengaruhi oleh masukan air dan

    lumpur dari daratan (Tomlinson 1986). Hutan mangrove mempunyai fungsi

    ekologi yang penting, seperti peredam gelombang dan angin, pelindung pantai

    dari abrasi, penahan lumpur dan penangkap sedimen yang diangkut oleh aliran

    air, sebagai daerah asuhan dan tempat mencari makan serta merupakan tempat

    pemijahan bermacam-macam biota perairan, sebagai penyubur perairan karena

    menghasilkan detritus dari seresah daun yang diuraikan oleh bakteri menjadi zat

    hara (Bengen 2001 dalam Laremba, 2014).

    Menurut Geisen, et al (1991) dalam Saru (2013) luas areal mangrove di

    Sulawesi Selatan sekitar 34.000 hektar. Namun, sebagian dari areal tersebut

    telah terganggu dan dalam proses negosiasi untuk dijadikan tambak, sehingga

    perkiraan bahwa jumlah areal mangrove yang belum terganggu sekitar 23.000

    hektar. Kerusakan ekosistem mangrove umumnya disebabkan oleh dua faktor

    utama yaitu secara alami dan buatan manusia. Proses alami seperti badai tropan

    yang dapat merusak dan memporak-porandakan ekosistem mangrove.

    Sedangkan kerusakan ekosistem hutan mangrove akibat campur tangan

    manusia erat kaitannya dengan konvensi lahan mangrove menjadi tambak dan

    pembangunan untuk pemanfaatan kayu dari hutan mangrove (Nybakken, 1988

    dalam Saru 2013).

    Dasawarsa ini terjadi penurunan luasan dan kualitas hutan mangrove secara

    drastis. Ironinya, sampai sekarang tidak ada data aktual yang pasti mengenai

    luasan hutan mangrove, baik yang kondisinya baik, rusak maupun telah berubah

  • 2

    bentang lahannya, karena umunya hutan mangrove tidak memiliki boundary

    yang jelas. Estimasi kehilangan hutan selama tahu 2000 sampai dengan tahun

    2010 untuk Kabupaten Barru 232.89 ha atau sebesar 87.8%. Sementara kondisi

    mangrove yang ada ditambak tersebut mengalami kerusakan secara

    antrophogenik (akibat ulah manusia) biasanya diakibatkan oleh pemanfaatan

    yang tidak terkendali dan terencana, seperti ekstensifikasi tambak, pelabuhan,

    pemukiman, jalan raya, dan penebangan untuk kayu bakar dan bahan bangunan.

    Kerusakan ekosistem mangrove itu berdampak pada berkurangnya areal

    ekosistem mangrove, erosi, abrasi pantai, terbatasnya areal rehabilitasi, dan

    mengancam pertumbuhannya. Kondisi sosial dan kependudukan merupakan

    salah satu faktor yang sangat penting dalam pengelolaan sumberdaya pesisir

    termasuk ekosistem mangrove. Di Kecamatan Mallusetasi jumlah penduduknya

    sebesar 23.502 jiwa, Umumnya bekerja sebagai nelayan, petani tambak, petani

    sawah, peternakan dan berdagang. Ini merupakan salah satu faktor yang

    menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove (Saru, 2013).

    Setelah melihat bahwa begitu pentingnya ekosistem mangrove di wilayah

    pesisir serta melihat banyaknya degradasi ataupun kerusakan yang terjadi, maka

    dilakukanlah praktik lapang Teknik Rehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Laut

    dengan tujuan untuk melakukan penanaman mangrove di wilayah pesisir.

    B. Tujuan dan Kegunaan

    Praktik lapang ini dilakukan dengan tujuan diantaranya adalah agar

    mahasiswa dapat mengetahui penyebab dari degradasi lingkungan hutan

    mangrove yanag ada di lokasi, agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana

    cara menghitung kerapatan pada hutan mangrove, agar mahasiswa dapat

    mengetahui dan memahami bagaimana menentukan lahan yang potensial yang

  • 3

    cocok untuk rehabilitasi mangrove serta agar mahasiswa dapat mengetahui

    bagaiman cara merehabilitasi dan bagaimana cara menanam mangrove.

    Adapun kegunaan dari Praktik lapang ini adalah memberi pengetahuan bagi

    mahasiswa tentang bagaiamana penyebab maupun akibat dari degradasi hutan

    mangrove, kemudian menambah kemampuan mahasiswa didalam menentukan

    suatu lahan yang potensial untuk dijadikan sebagai tempat rehabilitasi mangrove

    serta menambah kemampuan dan pengalaman mahasiswa dalam merehabilitasi

    mangrove.

    C. Ruang Lingkup

    Ruang lingkup praktik lapang ini yaitu mencakup pemilihan bibit mangrove,

    penentuan lahan yang potensial untuk dilakukan rehabilitasi, pengukuran

    kerapatan dari hutan mangrove, penanaman bibit serta penentuan pola

    rehabilitasi yang akan digunakan dalam pelaksanaan rehabilitasi mangrove.

  • 4

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Mangrove

    1. Pengertian mangrove

    Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan

    bahasa Inggris grove. Dalam bahasa Inggris, kata mangrove digunakan untuk

    komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut dan untuk

    individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedang

    dalam bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu

    spesies tumbuhan, sedangkan kata mangal digunakan untuk menyatakan

    komunitas tumbuhan tersebut. Sedangkan menurut FAO, kata mangrove

    sebaiknya digunakan untuk individu jenis tumbuhan maupun komunitas

    tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut. Mangrove adalah kelompok jenis

    tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang

    memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan

    bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob, (Kusmana 2000).

    Menurut Nybakken (1993), hutan mangrove adalah sebutan umum yang

    digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi

    oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang

    mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Menurut Bengen

    (2000), hutan mangrove meliputi pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8

    famili yang terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga yaitu: Avicennia,

    Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera,

    Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda dan Conocarpus .

    Ekosistem Mangrove merupakan ekosistem utama penyusun ekosistem

    wilayah pesisir. Hutan mangrove adalah formasi tumbuhan litural yang

    kerakteristik terdapat didaerah tropika dan sub tropika , terhampar disepanjang

  • 5

    pesisir (Manan, 1986). Menurut Nybakken (1988) , sebutan mangrove atau

    bakau ditujukan untuk semua individu tumbuhan, sedangkan mangal ditujukan

    bagi seluruh komunitas atau asosiasi yang didominasi oleh tumbuhan ini.

    2. Manfaat Mangrove

    Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam daerah tropis yang

    mempunyai manfaat ganda dengan pengaruh luas ditinjau dari aspek sosial,

    ekonomi dan ekologi . Besarnya peranan hutan mangrove atau ekosistem hutan

    mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan , baik

    yang hidup diperairan , diatas lahan maupun ditajuk-tajuk pohon mangrove serta

    manusia yang bergantung pada hutan mangrove (Naamin, 1991).

    Para ahli berpendapat bahwa hutan mangrove merupakan ekosistem yang

    unik dengan fungsi bermacam-macam, yaitu: fungsi fisik, fungsi biologi dan

    fungsi ekonomi atau produksi (Naamin, 1991). Fungsi fisik dari hutan mangrove

    atau ekosistem mangrove, yaitu: menjaga garis pantai agar tetap stabil,

    melindungi pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya erosi pantai serta

    sebagai perangkap zat-zat pencemar dan limbah. Fungsi biologi dari hutan atau

    ekosistem mangrove, yaitu sebagai daerah pasca larva dan yuwana jenis-jenis

    tertentu dari ikan, udang dan bangsa krustecea lainnya serta menjadi tempat

    bersarangnya burung-burung dan menjadi habitat alami berbagai jenis biota.

    White (1985) dalam Naamin (1991). Semetara itu pula ekosistem yang memilki

    produktifitas yang tinggi adalah termasuk ekosistem mangrove (Pariyono, 2006)

    Fungsi ekonomi atau produksi dari ekosistem hutan mangrove seperti yang

    telah dicatat oleh Saengar et al, (1983) dalam Naamin (1991) ada 67 macam

    produk yang dapat dihasilkan dan sebagian besar telah dimanfaatkan oleh

    masyarakat. Naamin (1991) mengelompokan menjadi bahan yang dapat

    dimanfaatkan secara langsung dan yang tidak secara langsung . Pemanfaatan

  • 6

    mangrove secara langsung, meliputi : bahan bakar (kayu bakar, arang, alkohol);

    bahan bangunan (kayu bangunan , tiang-tiang, pagu-pagu, pagar) alat

    penangkap ikan (tiang sero, bubu, pelampung, tannin untuk penyamak); tekstil

    dan kulit (rayon, bahan untuk pakaian, tanin untuk menyamak kulit); makanan ,

    minuman dan obat-obatan; produk kertas; bahan untuk membuat alat-alat rumah

    tangga; bahan untuk kegiatan pertanian (pupuk), lainnya (bok untuk

    pengepakan) . Sedangkan untuk pemanfaatan tidak langsung, yang oleh

    Saengar et al, (1983) dalam Naamin (1991) dinyatakan sebagai sumber daya

    alam. Pemanfaatan tidak langsung meliputi : ikan , udang, molluska, lebah madu,

    burung, mamalia, reptil dan fauna lainnya (amphibi dan insekta) (Pariyono, 2006)

    Secara ekologis fungsi hutan mangrove dalam melindungi dan melestarikan

    kawasan pesisir adalah ( Alikodra, 2003):

    a. Melindungi garis pantai dan kehidupan di belakangnya dari gempuran

    tsunami dan angin, karena kondisi tajuknya yang relatif rapat, dan kondisi

    perakarannya yang kuat dan rapat mampu mencengkeram dan menstabilkan

    tanah habitat tumbuhnya, dan sekaligus mencegah terjadinya salinisasi pada

    wilayah-wilayah di belakangnya.

    b. Melindungi padang lamun dan terumbu karang, karena sistem perakarannya

    mampu menahan lumpur sungai dan menyerap berbagai bahan polutan yang

    secara ekologis pada akhirnya akan dapat melindungi kehidupan berbagai jenis

    flora dan fauna yang berasosiasi dengan padang lamun dan terumbu karang.

    c. Melindungi tempat buaya dan berpijahnya berbagai jenis ikan dan udang

    komersial, termasuk melindungi tempat tinggal, baik tetap maupun sementara

    berbagai jenis burung, mamalia, ikan, kepiting, udang, dan reptilia, yang banyak

    diantaranya termasuk jenis binatang yang dilindungi undang-undang.

  • 7

    3. Jenis-jenis mangrove

    Umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia.

    Mangrove terluas terdapat di Irian Jaya sekitar 1.350.600 ha (38%), Kalimantan

    978.200 ha (28 %) dan Sumatera 673.300 ha (19 %) sedangkan luas mangrove

    di Sumatera Utara 7300 ha. Di daerah-daerah ini dan juga daerah lainnya,

    mangrove tumbuh dan berkembang dengan baik pada pantai yang memiliki

    sungai yang besar dan terlindung. Walaupun mangrove dapat tumbuh di sistim

    lingkungan lain di daerah pesisir, perkembangan yang paling pesat tercatat di

    daerah tersebut. (Noor et al., 2006)

    Sejauh ini di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan mangrove,

    meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah,

    44 jenis epifit dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis diantaranya

    mangrove sejati (true mangrove) yang terdiri dari jenis pohon dan beberapa

    jenis perdu, sementara jenis lain ditemukan di sekitar mangrove dan dikenal

    sebagai jenis mangrove ikutan (asociate mangrove). Di seluruh dunia, Saenger,

    dkk (1983) mencatat sebanyak 60 jenis tumbuhan mangrove sejati. dengan

    demikian terlihat bahwa Indonesia memiliki keragaman jenis yang tinggi. (Noor

    et al., 2006)

    Dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia, jenis mangrove yang

    banyak ditemukan antara lain adalah jenis api-api (Avicennia sp.), bakau

    (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.), dan bogem atau pedada (Sonneratia

    sp.), merupakan tumbuhan mangrove utama yang banyak dijumpai. Jenis-jenis

    mangrove tersebut adalah kelompok mangrove yang menangkap, menahan

    endapan dan menstabilkan tanah habitatnya (Irwanto, 2006).

  • 8

    Jenis-jenis mangrove yang ada di Indonesia

    a. Avicennia

    Belukar atau pohon yang tumbuh menyebar dengan ketinggian mencapai 25

    m. Kumpulan pohon membentuk sistem perakaran horizontal dan akar nafas

    yang rumit. Akar nafas biasanya tipis, berbentuk jari (atau seperti asparagus)

    yang ditutupi oleh lentisel. Kulit kayu luar berwarna keabu-abuan atau gelap

    kecoklatan, beberapa ditumbuhi tonjolan kecil, sementara yang lain

    kadangkadang memiliki permukaan yang halus. Pada bagian batang yang tua,

    kadangkadang ditemukan serbuk tipis.

    Gambar 1. Avicennia (Cronquist (1981)

    Klasifikasi :

    Kingdom : Plantae

    Division : Magnoliophyta

    Class : Magnoliopsida

    Order : Lamiales

    Family : Acanthaceae

    Genus : Avicennia

    Sumber : Cronquist (1981) dalam Dasuki (1991)

    b. Bruguiera

    Pohon yang selalu hijau dengan ketinggian kadang-kadang mencapai 30 m.

    Kulit kayu memiliki lentisel, permukaannya halus hingga kasar, berwarna abu abu

  • 9

    tua sampai coklat (warna berubah-ubah). Akarnya seperti papan melebar ke

    samping di bagian pangkal pohon, juga memiliki sejumlah akar lutut.

    Gambar 2. Bruguiera (Wetlands, 2006)

    Klasifikasi :

    Kingdom : Plantae

    Division : Angiospermae

    Class : Spermatophyta

    Order: Malpighiales

    Family: Rhizophoraceae

    Genus: Bruguiera

    Sumber : Wetlands, 2006

    c. Ceriops

    Pohon kecil atau semak dengan ketinggian mencapai 25 m. Kulit kayu

    berwarna abu-abu, kadang-kadang coklat, halus dan pangkalnya

    menggelembung. Pohon seringkali memiliki akar tunjang yang kecil.

  • 10

    Gambar 3. Ceriops (Wetlands, 2006)

    Klasifikasi:

    Kingdom : Plantae

    Division : Angiospermae

    Class : Spermatophyta

    Order: Malpighiales

    Family: Rhizophoraceae

    Genus: Ceriops

    Sumber : Wetlands, 2006

    d. Rhizopora

    Pohon dengan ketinggian mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Batang

    memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam

    dan terdapat celah horizontal. Akar tunjang dan akar udara yang tumbuh dari

    percabangan bagian bawah

  • 11

    Gambar 4. Rhizopora (Wetlands, 2006)

    Klasifikasi ;

    Kingdom : Plantae

    Division : Angiospermae

    Class : Spermatophyta

    Order: Malpighiales

    Family: Rhizophoraceae

    Genus: Rhizopora

    Sumber : Wetlands, 2006

    e. Sonneratia

    Pohon selalu hijau, tumbuh tersebar, ketinggian kadang-kadang hingga 15

    m. Kulit kayu berwarna putih tua hingga coklat, dengan celah longitudinal yang

    halus. Akar berbentuk kabel di bawah tanah dan muncul kepermukaan sebagai

    akar nafas yang berbentuk kerucut tumpul dan tingginya mencapai 25 cm.

  • 12

    Gambar 5. Sonneratia (wetlands, 2006)

    Klasifikasi

    Kingdom : Plantae

    Division : Angiospermae

    Class : Spermatophyta

    Order: Myrtales

    Family: Lythraceae

    Genus: Sonneratia

    Sumber : (wetlands, 2006)

    f. Aegiceras

    Semak atau pohon kecil yang selalu hijau dan tumbuh lurus dengan

    ketinggian pohon mencapai 6 m. Akar menjalar di permukaan tanah. Kulit kayu

    bagian luar abu-abu hingga coklat kemerahan, bercelah, serta memiliki sejumlah

    lentisel.

    Gambar 6. Aegiceras (wetlands, 2006)

  • 13

    Klasifikasi

    Kingdom : Plantae

    Division : Angiospermae

    Class : Spermatophyta

    Order: Primulales

    Family: Myrsinaceae

    Genus: Sonneratia

    Sumber : (wetlands, 2006)

    B. Rehabilitasi

    1. Pengertian Rehabilitasi

    Menurut UU NO 32 tahun 2009, yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah

    upaya pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat lingkungan

    hidup termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan, memberikan perlindungan,

    dan memperbaiki ekosistem.

    Restorasi dan rehabilitasi* lahan atau bekas lahan hutan mangrove adalah

    hal yang sangat penting saat ini. Fakta akan pentingnya ekosistem mangrove

    dan ancaman yang dihadapi hutan mangrove saat ini, membuat kebutuhan akan

    restorasi dan rehabilitasi menjadi suatu keharusan. Sebenarnya rehabilitasi

    mangrove tidak selalu harus dengan penanaman, sebab setiap tahun mangrove

    menghasilkan ratusan ribu benih berupa buah atau biji per pohonnya. Dengan

    kondisi hidrologi yang layak biji atau buah mangove ini dapat tumbuh sendiri,

    seperti halnya di tempat dulu mereka pernah tumbuh sehingga kembali

    membentuk hidrologi normal, dalam waktu yang cepat. (Pramudji, 2001).

  • 14

    2. Manfaat Rehabilitasi

    Seirama dengan bertambahnya jumlah penduduk yang disertai dengan

    meningkatnya aktivitas pembangunan dewasa ini, telah menempatkan kawasan

    hutan mangrove dieksploitasi menjadi sasaran yang potensial untuk kegiatan

    pertambakan, pertanian dan pemukiman. Pemanfaatan wilayah pesisir yang

    semakin meningkat tersebut selain memberikan dampak positip melalui

    peningkatan taraf hidup dan lapangan kerja kepada masyarakat pantai, namun

    juga mempunyai akibat yang negatif terhadap ekosistem mangrove, jika

    pemanfaatannya tidak ramah lingkungan dan tidak terkendali. Oleh karena itu,

    kegiatan rehabilitasi hutan mangrove yang telah kritis kondisinya perlu dilakukan,

    untuk memulihkan dan mengembalikan fungsi perlindungan, pelestarian dan

    fungsi produksinya (Pramudji, 2001).

    3. Teknik-teknik Rehabilitasi Mangrove.

    Upaya untuk merehabilitasi lahan hutan mangrove yang telah kritis adalah

    dengan cara melakukan penghijauan dengan memerlukan teknik yang spesifik.

    Disamping penguasaan teknik penanaman, perlu juga dipelajari formasi jenis

    tumbuhan yang membentuk atau jenis penyususun hutan mangrove pada lokasi

    yang akan dilakukan penanaman Umumnya hutan terdiri dari tumbuhan

    penyusun utama, antara Lain Avicennia sp., Rhizophora sp., Sonneratia sp.,

    Atau Bruguiera sp.. Persemaian dan media semai, pengangkutan bibit,

    penanaman dan pemeliharan (Pramudji, 2001).

    Pengadaaan bibit untuk penghijauan ini sebaiknya diambil dari pohon induk

    yang sehat dan sudah berumur lebih 10 tahun ke atas (NURKIN 1995).

    Pengambilan bibit diupayakan diambil dekat dengan lokasi yang akan dilakukan

    penanaman. Pengambilan bibit harus diseleksi, yaitu memilih bibit yang sehat,

    ukuran antara 45-75 cm, lurus, kuat dan jika diambil dari biji yang sudah tumbuh

  • 15

    harus memilih bibit yang memiliki pertumbuhan sesuai dengan umurnya

    (Pramudji, 2001).

    Setelah program penanaman bibit mangrove selesai, maka kegiatan

    selanjutnya yang sangat penting adalah kegiatan pemeliharan. Kegiatan ini

    meliputi penyiangan gulma pengganggu dan penyulaman dilakukan setiap bulan,

    terutama pada masa pertumbuhan jika ada yang mati. Kegiatan pemeliharaan

    terhadap tanaman mangrove diupayakan sampai sekitar 2 tahun. Kemudian

    penjarangan dilakukan setelah tegakkan berumur 5 - 10 tahun, mengingat waktu

    tanam jarak antara tumbuhan satu dengan lainnya hanya 1 x 2 meter atau 2 x 3

    meter (Pramudji, 2001).

    Langkah-langkah Rehabilitas mangrove menurut (Sudarno, dkk 2012) :

    a. Persiapan Lahan

    Gamar 7. Persiapan lahan penanaman mangrove

    b. Pembersihan Lahan

    Gamar 8. Pembersihan lahan penanaman mangrove

  • 16

    c. Pemasangan jalur tanam dan ajir

    Gambar 9. Pemasangan jalur tanam dan pemasangan ajir

    d. Pembuatan papan pengenal informasi lokasi penanaman

    Gambar 10. Pembuatan papan informasi

    e. Memilih jenis mangrove yang sesuai

    Tabel 1. Kesesuaian jenis dan lahan

  • 17

    f. Menentukan bibit yang baik

    Tabel 2. Penentuan bibit mangrove yang sesuai

    Gambar 11. Model penanaman mangrove

    g. Penanaman

    Gambar 12. Penanaman bibit mangrove

  • 18

    h. Sistem Penanaman

    Gambar 13. Model penanaman mangrove sistem banjar

    i. Kriteria kerusakan mangrove

    Tabel 3. Kriteria kerusakan mangrove

    Kriteria Penutupan (%) Kerapatan (pohon/ha)

    Baik Sangat Padat 75 1500

    Sedang 50 -

  • 19

    bakau memiliki batang silindris, kulit luar berwarna cokelat keabu-abuan sampai

    hitam, pada bagian luar kulit terlihat retak-retak. Bentuk akar tanaman ini

    menyerupai akar tunjang (akar tongkat). Akar tunjang digunakan sebagai

    alat pernapasan karena memiliki lentisel pada permukaannya. Tumbuhan

    mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan, adaptasi

    terhadap kadar kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki bentuk

    perakaran yang khas (Bengen, 2000)

    Klasifikasi tumbuhan bakau (Rhizophora mucronata) menurut Duke

    (2006) adalah sebagai berikut:

    Klasifikasi:

    Kingdom : Plantae

    Class : Magnoliopsida

    Order : Mytales

    Family : Rhizophoraceae

    Genus : Rizhophora

    Species : Rizhophora mucronata Lamk.

  • 20

    BAB III. METODOLOGI PRAKTIK

    A. Waktu dan Tempat

    Praktek lapang Teknik rehabilitas ekosistem pesisir dan laut di laksanakan

    pada hari Minggu tanggal 2 November 2014 pada pukul 8:00 WITA yang

    bertempat di Balai Penelitian, Pengembangan, dan Pelatihan Tambak

    Universitas Hasanuddin, Desa Bojo, Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru,

    Sulawesi Selatan pada koordinat S 0400545.1 dan E 11903535.5.

    B. Alat dan Bahan

    Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu ajir yang berfungsi untuk

    menahan atau mengahalangi pergerakan arus agar posisi bibit mangrove yang

    akan ditanam tidak miring atau mudah lepas. Linggis berfungsi untuk menggali

    lubang untuk tempat meletakan atau menanam bibit mangrove. GPS berfungsi

    untuk menentukan titik koordinat pengukuran kerapatan dan penanaman bibit

    mangrove. Rol meter berfungsi untuk mengukur jarak dan panjang transek yang

    akan digunakan untuk mengukur kerapatan mangrove di lokasi. Kantong kresek

    berfungi sebagai wadah untuk menyimpan bibit mangrove sebelum ditanam. ATK

    berfungsi sebagai alat tulis-menulis selama praktik lapang berlangsung. Kamera

    berfungsi untuk mendokumentasikan segala kegiatan yang dilakukan dalam

    praktik dan tali rafia berfungsi sebagai alat untuk mengikat bibit mangrove dari

    ajir dan sebagai transek.

    Adapun Bahan yang digunakan dalam praktik lapang ini yaitu bibit Rhizopora

    mucronata yang berfungsi sebagai bibit yang akan ditanam di lapangan.

    Sedangkan polybag digunakan sebagai wadah substrat pada bibit Rhizopora.

    C. Prosedur Kerja

    1. Pemilihan bibit

  • 21

    Prosedur kerja praktik lapang teknik rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut

    yaitu pertama-tama memilih bibit yang akan ditanam. Pemilihan ini dilakukan

    berdasarkan lokasi yang sesuai dengan lokasi yang akan di tanami. Salah satu

    bibit yang sesuai dengan lokasi adalah bibit Rhizopora mucronata karena jenis

    ini lebih gampang beradaptasi dan juga menurut pengelola bibit sendiri

    mengatakan bahwa jenis ini lebih cepat tumbuh meskipun pada kondisi musim

    panas. Kemudian setelah bibit tersebut didapatkan selanjutnya di bawa ke

    tempat atau lokasi yang akan di rehabilitasi.

    2. Penentuan lokasi

    Setelah penentuan bibit selanjutnya melakukan obervasi. Observasi ini

    dilakukan di sekitar areal tambak dengan melihat substrat yang sesuai dengan

    mangrove. Setelah menemukan lokasi yang kurang terdapat tumbuhan

    mangrove atau yang perlu ditanam maka selanjutnya tempat tersebut di tandai

    dan diukur kerapatan mangrove yang ada. Dalam mengukur kerapatan

    mangrove dilakukan dengan menggunakan tiga stasiun, tiap stasiun seluas 10 x

    10 meter. Dalam melakukan pengukuran kerapatan mangrove, dicatat tiap

    tegakan atau jenis mangrove yang ada didalam transek yang dibuat. Pada

    Stasiun 3 hanya terdapat 1 jenis mangrove saja, maka yang dihitung hanya

    perumurannya saja yakni Induk, Anakan dan Bibit. Perhitungan bibit dilakukan

    dengan cara menghitung jumlah bibit atau mangrove yang baru berbentuk

    semaian dimana baru terbentuk tangkai dan beberapa helai daun. Perhitungan

    anakan dilakukan dengan cara menghitung jumlah anakan atau mangrove yang

    baru memiliki cabang pohon dengan tinggi ukuran tidak lebih dari 1 meter.

    Kemudian untuk perhitungan induk, dapat dilakukan dengan cara menghitung

    jumlah pohon yang sudah memiliki ukuran besar dengan diameter batang lebih

    dari 20 cm. Setelah itu dihitung kerapatan jenis dan kerapatan total dari

    mangrove tersebut.

  • 22

    3. Penanaman Mangrove

    Setalah mengukur kerapatan, selanjutnya melakukan penanaman.

    Penanaman mangove dilakukan didua tempat. Ada yang di dalam tambak dan

    ada yang di pinggir pantai. Langkah-langkah melakukan penanaman mangrove

    yaitu pertama menancapkan ajir kepasir atau substrat yang akan dijadikan

    tempat penanaman bibit mangrove, selanjutnya menggali pasir yang ada di

    depan ajir. Setelah digali, selanjutnya masukan bibit ,mangrove. Sebelum bibit

    mangrove ditanam terlebih dahulu melepaskan kantong yang berisis substrat

    tempat tumbuhnys bibit. Setalah ajir dan bibit berhasil ditanam, selanjutnya diikat

    dengan menggunakan tali rafia. Dalam proses pengikatannya tidak terlalu

    kencang atau rapat agar tidak mengganggu pertumbuhan bibit mangrove.

    D. Analisis Data

    Data vegetasi mangrove yang diperoleh di lapangan selanjutnya di analisa

    untuk mengetahui kerapatannya. Kerapatan ( Di ) adalah jumlah tegakan jenis

    dalam suatu unit area dengan rumus (Sudjana,2002)

    dan

    x 100 %

    Dengan:

    Di = kerapatan ( individu/m ),

    Ni = jumlah total tegakan jenis

    A = luas total area pengamatan sampel ( m )

    RDi = kerapatan relative jenis ( % )

    n = jumlah total tegakan seluruh jenis

  • 23

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Gambaran Umum Lokasi

    Gamabar 14. Peta Lokasi Rehabilitasi Mangrove

    Tambak pendidikan terletaki di Desa Bojo Kecamatan Mallosetasi yang

    masih merupakan wilayah Kabupaten barru, dimana untuk proses

    pembangunannya dilakukan 100 persen oleh pihak Universitas Hasanuddin.

    Tambak seluas 21 hektar tersebut nantinya akan digunakan untuk budidaya ikan,

    udang dan kepiting.

    Tambak pensdidikan yang ada di barru ini diserahkan sepenuhnya kepada

    tim pengelola dari Fakultas Ilmu Kelautan dan perikanan Universitas Hasanuddin,

    selain diperuntukkan sebagai fasilitas belajar dilengkapi dengan berbagai fasilitas

    untuk memudahkan para mahasiswa dan pengunjung. Fasilitas yang ada yaitu

    mushollah, penginapan, fasilitas perumahan dan juga lapangan tenis.

    Tambak universitas hasanuddin ini menjadi lokasi yang paling sering di

    jadikan sebagai tempat praktek. Lokasi ini kebanyakan didatangi oleh mahasiswa

    dari Fakultas ilmu kelautan dan perikanan karena lokasi tersebut memiliki objek

    pendidikan yang sangat bagus. Salah satu praktek yang dilakukan di lokasi ini

  • 24

    adalah Teknik Rehabilitasi Ekosistem pesisir dan laut yang dilakukan oleh

    mahasiswa dari jurusan Ilmu kelautan.

    B. Hasil

    Hasil perhitungan kerapatan mangrove dapat dilihat pada tabel berikut :

    Tabel 4. Kerapatan indukan mangrove di setiap plot :

    Plot Perhitungan

    Jumlah Di

    (Ind/m2) Induk Anakan Bibit

    1 7 - - 7 0.07

    2 3 - 2 5 0.03

    3 4 11 39 54 0.04

    C. Pembahasan

    Tamak pendidikan yanag ada di barru ini merupakan tempat yang paling

    sering dikunjungi sebagai tempat praktek, maka dari itu praktek lapang kali ini

    dilakukan di lokasi tersebut. Pada lokasi ini kita akan mengukur kerapatan dan

    melakukan penanaman mangrove, akan tetapi terlebih dahulu akan dilakukan

    observasi pada lokasi sekitar tambak. Observasi ini dilakukan 1 hari sebelum

    pengukuran dan penanaman dilakukan.

    Terdapat 2 lokasi yang memiliki kesesuaian lahan untuk di jadikan sebagai

    tempat rehabilitasi, lokasi yang pertama yaitu berada di sebelah barat tambak

    dapa dilihat pada gamabar (a), sedangkan yang ke dua berada di sebelah utara

    tambak pendidikan dapat dilihat pada gambar (b) .

  • 25

    Gamabar (a) Gambar (b) Gambar 15. Lokasi Survei (a) dan lokasi survei (b)

    Hasil survey mengatakan bahwa lokasi yang pertama sudah banyak di

    penuhi oleh mangrove sehingga kerapatannya sangat bagus karena sebelumnya

    telah dilakukan penanaman oleh praktikan sebelumnya. Sementara lokasi yang

    kedua sangat masih kurang sangat kurang mangrovenya sehingga kerapatannya

    sangat rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa lokasi yang ke dua yang bagus di

    jadikan sebagai tempat Rehabilitasi.

    Pengukuran di lakukan pada stasin tiga kerana kelompok tigas mendapat

    bagian untuk mengukur di lokasi ini. Dari hasil perhitungan kerapatan, indukan

    mangrove jenis Rhizopora sp. adalah terdapat pada plot 1 sekitar 0.07

    individu/m2, kerapatan pada plot sekitar 0.03 individu/m2 dan kerapatan pada plot

    3 adalah sekitar 0.04 individu/m2. Apabila dilihat dari hasil kerapatan indukan

    mangrove, kerapatan terapat terdapat pada plot 1 karena kerapatannya lebih

    rapat dibandingkan dengan plot lainnya. Tetapi secara visual dilapangan,

    kerapatan plot 1 tidak kalah rapat dibandingkan kerapatan pada plot 3. Sebab

    pada plot 1 yang ditemukan hanyalah Indukan saja dengan jumlah 7 pohon,

    berbeda dengan plot 3 yang banyak ditemukan mangrove anakan maupun bibit

    sehingga apabila dilihat secara visual terlihat lebih rapat dibandingkan dengan

    pada plot 1.

  • 26

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Setelah melakukan praktek lapang ini dapat disimpulkan bahwa tambak

    yang ada di Barru sedang mengalami degradasi akibat dari pemukiman dan

    perluasan tambak, hal ini terbukti ketika kita sedang melakukan observasi

    dilapangan. Maka dari itu setelah melakukan observasi kita dapat mengetahui

    penyebab dari degradasi lingkungan hutan mangrove yanag ada di lokasi

    tersebut.

    Kemudian dengan melihat vegetasi mangrove yang ada disekitar tambak

    barru kita dapat menghitung kerapatan pada mangrove tersebut dan tentunya

    dengan bantuan asisten sebagai pengarah dalam melakukan pengukuran.

    Setelah pengukuran selesai dilanjutkan dengan penanaman mangrove pada

    setiap stasiun yang telah di tentukan dan terbukti bahwa pada setiap stasiun

    yang telah diukur tadi memiliki tingkat kerapatan yang rendah sehingga kita bisa

    mengetahui pada lokasi mana saja kita akan menanam mangrove.

    Penanaman dilakukan berdasarkan dari pola yang telah di tentunkan

    berdasarkan diskusi yang telah dilakukan pada waktu malam sebelum

    pananaman. Untuk penanaman ini mahasiswa mampu membedakan bagaimana

    nantinya pola penanaman yang paling baik pada setiap stasiun yang berbeda

    karena pola yang digunakan adalah pola merata dan pola strip. Maka pola inlilah

    yang nantinya akan dibahas setelah tumbuhan mangrove tersebut dapat tumbuh

    dengan baik atau tidak.

    B. Saran

    Praktik lapang selanjutnya semoga bisa lebih baik dan tempatnya mungkin

    bisa di pindahkan karena masih banyak kawasan yang harus direhabilitasi, serta

  • 27

    pengawasan pada hasil rehabilitasi praktik ini dapat dilakukan. Adapun bibit

    mangrove yang dipakai untuk praktik selanjutnya dapat ditambah jenisnya.

  • 28

    DAFTAR PUSTAKA

    Alikodra, H. S. 2003. Ekosistem Mangrove Sebagai Pelindung Alami Wilayah Pesisir. Makalah disampaikan pada Workshop Penyelamatan Ekosistem Pesisir di Kawasan Penambangan Pasir, Departemen Kelautan dan Perikanan. Batam . 12 Nopember 2003.

    Bengen, D.G., 2000. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

    Cronquist, A. (1981). An Integrated System of Classification of Flowering Plants. New York : Columbia University Press.

    Dasuki, A.U. (1991). Sistematika Tumbuhan Tinggi. Bandung : ITB.

    Irwanto. 2006. Keaneka Ragaman Fauna pada Ekosistem Mangrove. Diakses pada tanggal 6 November 2014.

    Kusmana, dkk , 2003, Teknik Rehabilitasi Mangrove, Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

    Laremba S. 2014. Sebaran Dan Kerapatan Mangrove Di Teluk Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Makassar

    Manan, 1986. Ekosistem Mangrove Wilayah Pesisir. Kanisius, Yogyakarta.

    Naamin, N, 1991. Penggunaan Hutan Mangrove untuk Budidaya Tambak Keuntungan dan Kerugian. Prosiding Seminar IV Ekosistem Hutan Mangrove. MAB Indonesia-LIPI, Bandar Lampung.

    Nybakken, J.W.1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. Penerbit P.T. Gramedia. Jakarta.

    Pramudji. 2001. Upaya Pengelolaan Rehabilitasi dan Konservasi pada Lahan Mangrove yang Kritis Kondisinya.

    Pariyono. 2006. Kajian Potensi Kawasan Mangrove Dalam Kaitannya Dengan Pengelolaan Wilayah Pantai. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang

    Noor, Y.R., Khazali, M., Suryadiputra, I.N.N., 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor.

    Saru, Amran. 2013. Mengungkap Potensi Emas Hijau di Wilayah Pesisir. Masagena Press. Makassar.

    Sudarno, Nano. Dkk. 2012. Teknik Rehabilitasi Hutan Bakau. PNPM-Mandiri. Jakarta.

  • 29

    Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

    Tuwo, Ambo. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Brillian

    Tomlinson, 1986 , The Botany of Mangrove, New York : Cambridge University Press Internasional : Surabaya.

    Wetland International, Indonesia Programme, 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, PKA/WI-IP, Bogor.

  • 30

    Lampiran

    A. Perhitungan Kerapatan mangrove

    Kerapatan mangrove plot 1

    Di =

    =

    = 0,07 individu/m

    Kerapatan mangrove plot 2 :

    Di =

    =

    = 0,03 individu/m

    Kerapatan mangrove plot 3 :

    Di =

    =

    = 0,04 individu/m

    B. Kriteria kerusakan Mangrove

    Tabel 3. Kriteria kerusakan mangrove

    Kriteria Penutupan (%) Kerapatan (pohon/ha)

    Baik Sangat Padat 75 1500

    Sedang 50 -

  • 31

    C. Dokumentasi