LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

56
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI BLOK NEFROURINARIUS Asisten: Puti Hasana Kasih G1A011034 Kelompok A3: Dev Anand Pramakrisna G1A012021 Agustin Nurul Fahmawati G1A012022 Pradnya Paramitha D. P. G1A012023 Fu'ad Anharuddin G1A012024 Muhammad Andika E. R. G1A012025 Isnaini Nurul Fatmawati G1A012026 Agung Maulana Rahman G1A012027 Leonnora Vern S. N. G1A012028 Bela Amalia G1A012029 Supardi G1A012030 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN 1

description

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

BLOK NEFROURINARIUS

Asisten:

Puti Hasana Kasih G1A011034

Kelompok A3:

Dev Anand Pramakrisna G1A012021

Agustin Nurul Fahmawati G1A012022

Pradnya Paramitha D. P. G1A012023

Fu'ad Anharuddin G1A012024

Muhammad Andika E. R. G1A012025

Isnaini Nurul Fatmawati G1A012026

Agung Maulana Rahman G1A012027

Leonnora Vern S. N. G1A012028

Bela Amalia G1A012029

Supardi G1A012030

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2014

1

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

LEMBAR PENGESAHASAN

Oleh :

Kelompok A3

Dev Anand Pramakrisna G1A012021

Agustin Nurul Fahmawati G1A012022

Pradnya Paramitha D. P. G1A012023

Fu'ad Anharuddin G1A012024

Muhammad Andika Er G1A012025

Isnaini Nurul Fatmawati G1A012026

Agung Maulana Rahman G1A012027

Leonnora Vern S.N G1A012028

Bela Amalia G1A012029

Supardi G1A012030

Diajukan sebagai syarat mengikuti Ujian Identifikasi

Laboratorium Farmakologi dan Terapeutik Jurusan Kedokteran

Pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan

Purwokerto

disetujui dan disahkan

Purwokerto, September 2014

Asisten,

Puti Hasana Kasih

G1A011034

2

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................

B. Tujuan Praktikum ......................................................

C. Manfaat Praktikum ......................................................

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Diuretik Kuat .......................................................

B. Thiazid ....................................................... ......... .

C. Diuretik Hemat Kalium ... .............................................

D. Diuretik Osmotik ....................................................... ....

E. Penghambat Karbonik Anhidrase ................................

III. METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan .......................................................

B. Cara Kerja ....................................................... .... ......

C. Hewan Percobaan/Probandus .......................................

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil ..............................................................................

B. Pembahasan ..................................................................

C. Aplikasi Klinis ......................................................

D. Evaluasi ..................................................................

V. KESIMPULAN ..................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................

3

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ginjal merupakan organ dengan banyak fungsi, salah satu

fungsinya adalah menjaga homeostasis cairan dan elektrolit. Apabila

terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit tubuh dapat berakibat pada

berbagai gangguan klinis. Pada penyakit seperti gagal jantung,

kemampuan diuresis ginjal sangat dioptimalkan untuk membuang

kelebihan cairan yang menyebabkan edema dan mengurangi volume dan

tekanan darah. Pada kasus hipertensi, obat-obatan diuretik juga merupakan

salah satu pilihan utama terapi farmakologis.

Namun, fungsi ginajl memiliki keterbatasan dalam bekerja

terutama jika ginjal itu sendiri juga mengalami kerusakan dan penurunan

fungsi ginjal. Sehingga perlu dilakukan intervensi medis untuk membantu

pengeluaran volume air berlebih dalam tubuh dengan memberikan obat-

obatan diuretik. Obat diuretik ini memiliki efek diuresis yang berarti

meningkatkan secara signifikan volume urin. Obat-obat golongan

natriuresis yang memiliki efek ekskresi natrium juga digolongkan dalamn

obat diuretik karena natrium yang diekskresikan akan turut menarik air ke

cairan tubular sehingga menambah volume urin yang dibuang.

Obat-obat diuretik sampai saat ini sudah banyak berkembang dan

sudah diklasifikasikan berdasarkan cara kerja dan tempat kerjanya. Ada

sekitar enam golongan obat diuretik mencakup diuretik kuat (loop

diuretik), diuretik thiazid, diuretik osmotik, diuretik kalium, diuretik

penghambat karbonat anhidrase, dana antidiuretik antagonis yang

semuanya memiliki cara kerja spesifik dan bekerja pada bagian tertentu

pada nefron ginjal.

B. Tujuan Praktikum

1. Menghitung dan memasukkan obat diuretik spironolakton pada hewan

coba.

4

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

2. Mengetahui efek diuretik spironolakton terhadap volume urin yang

dieliminasi.

C. Manfaat Praktikum

1. Menambah ilmu pengetahuan mengenai mekanisme kerja dan efek

diuretik spironolakton.

2. Menambah ilmu pengetahuan tentang efek toksik/efek samping

penggunaan obat diuretik spironolakton.

5

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Diuretik KuatDiuretik loop (Inhibitor symport Na+-K+-2Cl-)

Diuretik loop adalah diuretik terkuat karena kemampuannya untuk

mengekskresikan Na+ sebanyak 15-25%. Diuretik ini secara selektif

menghambat reabsorpsi NaCl dengan cara menghambat symport Na+-K+-

2Cl- bagian membran luminal pada ansa henle cabang asenden tebal.

Karena efek diuretiknya tidak dibatasi oleh asidosis, seperti pada kasus

inhibitor karbonik anhidrase, diuretik loop adalah salah satu agen diuretik

paling efektif yang tersedia (Rang dkk, 2011)

Khasiat diuretik loop dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: (1)

sekitar 25% beban Na+ yang difiltrasi secara normal direabsorpsi oleh

bagian ascenden tebal, dan (2) segmen-segmen nefron sebelum bagian

ascenden tebal tidak mempunyai kapasitas reabsorpsi yang cukup untuk

mendapatkan kembali berlimpahnya senyawa yang keluar dari bagian naik

yang tebal (hardman dkk, 2005)

1. Kimiawi

Diuretik loop atau inhibitor symport Na+-K+-2Cl- merupakan

golongan obat yang memiliki struktur kimia yang beragam. Furosemida,

bumetanida, azosemida, piretanida, dan tripamida termasuk dalam diuretik

loop golongan sulfonamida. Sedangkan asam etakrinat merupakan derivat

dari asam fenoksiasetat yang mengandung gugus keton dan metilen.

Diuretik merkurium organik juga dapat menghambat transport garam pada

ansa henle cabang asenden tebal. Akan tetapi, karena toksisitas yang tinggi

golongan ini sudah tidak digunakan lagi (katzung, 2010)

2. Farmakokinetik

Diuretik loop cepat diabsorpsi dan dieliminasi oleh ginjal melalui

filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus. Torsemid oral diabsorpsi dalam

waktu 1 jam dan jika diberikan intravena absorpsinya hampir sempurna.

Durasi efek torsemid sekitar 4-6 jam. Sedangkan furosemid memerlukan

6

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

waktu yang lebih panjang untuk diabsorpsi yaitu 2-3 jam, dan dengan

durasi efek yang lebih pendek yaitu 2-3 jam. Waktu paruh keduanya

bergantung pada fungsi ginjal. Pemberian obat-obat lain seperti NSAID

atau probenesid dapat mengurangi sekresi asam lemah yang menyebabkan

penurunan sekresi diuretik loop (Rang dkk, 2011)

3. Farmakodinamik

Mekanisme kerja dari diuretik loop adalah dengan menghambat

symport Na+-K+-2Cl- di lumen ansa henle cabang ascenden tebal. Hal ini

menyebabkan penurunan reabsorpsi terhadap NaCl serta mengurangi

potensial positif di lumen akibat difusi kembali K+ yang meningkatkan

ekskresi dari Mg2+ dan Ca2+. Hal ini dapat memicu terjadinya

hipomagnesium pada penggunaan berkepanjangan. Hipokalsemia tidak

terjadi pada pemberian diuretik loop dikarenakan absorpsi Ca2+ di usus

dapat dipicu oleh vitamin D dan Ca2+ juga aktif direabsorpsi pada tubulus

kontortus distal.

Pada pasien dengan gangguan hiperkalsemia, dapat diberikan

kombinasi antara diuretik loop dan infus saline untuk meningkatkan

ekskresi Ca2+. Agen seperti NSAID dapat mengganggu kerja diuretik loop

melalui penurunan sintesis prostaglandin (berperan dalam kerja diuretik di

ginjal) sehingga perlu berhati-hati terutama pada pasien dengan sindrom

nefrotik atau sirosis hepatic (Katzung, 2010)

Selain memiliki aktivitas diuretik, diuretik loop juga memiliki

efek yang belum diketahui secara lengkap terhadap aliran darah.

Contohnya pada penggunaan furosemid secara intravena pada pasien

dengan edema paru et causa gagal jantung akut, dapat memberikan efek

vasodilator (terapi yang berguna) sebelum muncul efek diuretic (Rang

dkk, 2011)

4. Indikasi klinis dan Dosis

Indikasi klinis penggunaan diuretik loop antara lain, yaitu:

- Edema paru akut

- Hiperkalsemia akut

7

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

- Hiperkalemia

- Gagal ginjal akut

- Overdosis anion

- Gagal jantung kronik

- Sindrom nefrotik

- Sirosis hepatik dengan komplikasi asites

- Hipertensi

Tabel 2-2 Dosis tipikal agen-agen diuretik loop

Obat Dosis Oral Harian Total1

Bumetanid 0.5-2 mg

Asam etakrinat 50-200 mg

Furosemid 20-80 mg

Torsemid 5-20 mg

sebagai dosis tunggal atau terbagi dalam dua dosis

5. Efek samping

Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu:

- Alkalosis metabolik hipokalemik

- Ototoksisitas

- Hiperurisemia

- Hipomagnesemia

- Reaksi alergik dan reaksi lainnya

(katzung, 2010)

B. Thiazid

Thiazid merupakan obat diuretik yang paling banyak digunakan.

Obat obatan ini merupakan derivat sulfonamida dan strukturnya

berhubungan dengan penghambat karbonik anhidrase. Thiazid memiliki

aktivitas diuretik lebih besar daripada asetazolamid dan obat-obatan ini

bekerja di ginjal dengan mekanisme yang berbeda-beda. Semua thiazid

mempengaruhi tubulus distal dan semua memiliki efek diuretik maksimum

8

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

yang sama, berbeda hanya dalam potensi, dinyatakan dalam per miligram

basa (Nafrialdi, 2009).

1. Klorthiazid

Klorthiazid merupakan prototipe diuretik golongan thiazid

yang merupakan diuretik modern pertama yang aktif per oral dan

mampu mempengaruhi edema berat yang disebabkan oleh sirosis hati

dan gagal jantung kongestif dengan efek samping yang minimum.

Sifat-sifatnya mewakili kelompok thiazid, walaupun derivat yang

lebih baru seperti hidroklorthiazid atau klortalidon sekarang lebih

sering digunakan (Nafrialdi, 2009).

a. Mekanisme Kerja

Derivat thiazid bekerja terutama pada tubulus distal untuk

menurunkan reabsorpsi Na+ dengan menghambat kotranspoter

Na+/Cl- pada membran lumen. Obat-obat ini memiliki sedikit efek

pada tubulus proksimal. Akibatnya, obat-obat ini meningkatkan

konsentrasi Na+/Cl- pada cairan tubulus. Keseimbangan asam-

basa biasanya tidak dipengaruhi.

b. Farmakokinetik

Obat-obat ini efektif diabsorpsi per oral. Kebanyakan

thiazid memerlukan waktu metabolismee 1-3 minggu untuk

mencapai penurunan darah yang stabil dan menunjukan waktu

paruh biologis yang panjang. Semua thiazid disekresi oleh sistem

sekresi asam organik ginjal.

c. Farmakodinamik

1) Meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl-.

2) Kehilangan K+

3) Menurunkan ekskresi kalsium dalam urine.

4) Menurunkan tahanan perifer vaskular

d. Indikasi

1) Hipertensi

2) Gagal jantung kongestif

3) Kerusakan ginjal

9

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

4) Hiperkalsiuria

5) Diabetes insipidus

e. Kontraindikasi

1) Hipokalemia

2) Gout

3) Hiperkalsemia

4) Pengguna digitalis

5) Sirosis hepatis

f. Efek Samping Obat

1) Kehilangan kalium

2) Hiperurisemia

3) Pengurangan volume

4) Hiperkalsemia

5) Hiperglikemia

6) Hipersensitivitas

2. Hidroklorthiazid

Hidroklorthiazid adalah derivat thiazid yang telah terbukti

lebih populer dibandingkan obat induk. Hal ini karena kemampuannya

untuk menghambat karbonik anhidrase kurang dibandingkan

klorothiazid. Obat ini juga lebih kuat, sehingga dosis yang diperlukan

kurang dibandingkan klorthiazid. Selain itu, efektivitas sama dengan

obat induknya (Nafrialdi, 2009).

3. Klortalidon

Klortalidon merupakan suatu derivat thiazid yang bersifat

seperti hidroklorthiazid. Memiliki masa kerja yang panjang dan

karena itu sering digunakan untuk mengobati hipertensi. Diberikan

sekali sehari untuk indikasi ini (Nafrialdi, 2009).

4. Analog Thiazid

a. Metolazon

Metolazon lebih kuat dari thiazid dan tidak seperti thiazid,

obat ini menyebabkan ekskresi Na+ pada gagal ginjal lanjut

(Nafrialdi, 2009).

10

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

b. Indapamid

Indapamid larut dalam lipid, merupakan diuretik bukan

golongan thiazid yang memiliki masa kerja yang panjang. Pada

dosis rendah, obat ini memperlihatkan efek antihipertensi yang

bermaka dengan efek diuretik yang minimal. Indapamid sering

digunakan pada gagal ginjal yang lanjut untuk merangsang

diuresis tambahan di atas diuresis yang telah dicapai oleh loop

diuretik. Indapamid dimetabolisme dan diekskresi oleh saluran

pencernaan dan ginjal, karena itu sedikit kemungkinanuntuk

terakumulasi pada pasien dengan gagal ginjal dan mungkin

berguna untuk pengobatan (Nafrialdi, 2009).

C. Diuretik Hemat Kalium

2. Antagonis Aldosteron

Pada dasarnya obat ini bekerja untuk menghambat kompetitif

terhadap aldosteron yang berperan untuk memperbesar reabsorpsi

natrium dan klorida di tubuli distal dan meningkatkan ekskresi kalium.

Dikenal ada dua macam antagonis aldosteron, yaitu spironolakton dan

epleron. Dibanding spironolakton, epleron memiliki afinitas yang

lebih rendah terhadap reseptor mineralokortikoid, androgen, dan

progesteron sehingga epleron tidak menimbulkan efek samping

ginekomastia dan virilisasi.Saat ini epleron digunakan sebagai

antihipertensi dan terapi tambahan pada pasein gagal jantung (Ilyas,

2012)

a. Farmakodinamik

Penghambatan kompetitif terhadap aldosteron. Bekerja di

tubulus renalis rektus untuk menghambat reabsorpsi Na+, sekresi

K+ dan sekresi H+ (Ilyas, 2012).

b. Farmakokinetik

70% spironolakton oral diserap di GIT dan ikatan dengan

protein cukup tinggi. Mengalami metabolisme di hati.

Spironolakton diekskreskan melalui urin dan cairan empedu

11

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

Eplerenon juga sam seperti spironolakton. Saat dimetabolisme

dihati eplerenon dimediasi oleh enzim CYP3A4. Eplerenon

diekskresi melalui urin (67%) dan feses (32%) dengan waktu

paruh 4-6 jam (Nafrialdi, 2009).

c. Indikasi

Obat ini diberikan pada pasien gagal hipertensi dan edema

yang refakter dan gagal jantung, khususnya spironolakton yang

digunakan untuk mencegah pembentukan jaringan fibrosis di

miokard (Ilyas, 2012).

d. Kontraindikasi

Diuretik ini dapat menyebabkan hiperkalemia berat

bahkan fatal pada penderita yang rentan. Pemberian K+ oral harus

dihentikan bila diuretik hemat-K+ diberikan. Pasien insufisiensi

ginjal kronik sangat rentan terkena dan tidak boleh sering diterapi

menggunakan diuretic ini. Pengguna kombinasi dengan diuretic

lain yang melemahkan system rennin-angiotensin (penyekat β

atau penghambat ACE) meningkatkan kemungkinan

hiperkalemia. Pasien penyakit hati dapat memiliki metabolism

triamteren dan spironolakton yang terganggu sehingga dosis yang

diberikan harus disesuaikan dengan hati-hati. Penghambat

CYP3A4 kuat (eg, ketokonazol, itrakonazol) dapat meningkatkan

kadar eplerenon dalam darah secara nyata (Katzung, 2010).

e. Efek Samping Obat

Efek toksik yang paling utama dari spironolakton adalah

hiperkalemia yang sering terjadi bila obat ini diberikan bersama-

sama dengan asupan kalium yang berlebihan. Tetapi efek toksik

ini dapat pula terjadi bila dosis yang biasa diberikan bersama

dengan tiazid pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang

berat. Efek samping yang lebih ringan dan reversible diantranya

ginekomastia, dan gejala saluran cerna (Ilyas, 2012).

f. Bentuk Sediaan Obat

12

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

Spironolakton terdapat dalam bentuk tablet 25, 50 dan 100

mg. Dosis dewasa berkisar antara 25-200 mg, tetapi dosis efektif

sehari rata-rata 100mg dalam dosis tunggal atau terbagi.

eplerenon digunakan dalam dosis 50-100 mg/hari. Terdapat pula

sediaan kombinasi tetap antara spironolakton 25 mg dan

hidraoklortiazid 25mg, serta antara spironolakton 25 mg dan

tiabutazid 2,5 mg (Ilyas, 2012).

2. Triamteren dan Amilorid

a. Farmakodinamik

Kedua obat ini terutama memperbesar ekskresi natrium

dan klorida, sedangkan eksresi kalium berkurang dan ekskresi

bikarbonat tidak mengalami perubahan. Triamteren menurunkan

ekskresi K+ dengan menghambat sekresi kalium di sel tubuli distal

(Ilyas, 2012).

b. Farmakokinetik

Kedua obat ini diabsorpsi melalui saluran cerna dengan

onset sekitar 2 jam. Amilorid didistribusikan ke hati dan ginjal,

sedangkan triamteren 50% ditemukan di urin. Triamteren

mengalami metabolisme menjadi konjugasi sulfat-

hydroxytriamteren, sedangkan amilorid tidak dimetabolisme.

Kedua obat ini diekskresikan melalui urin, tetapi amilorid juga

diekskresikan di urin sebesar 40% (Nafrialdi, 2009).

c. Indikasi

Obat-obat ini diindikasikan untuk hipertensi dan

hipokalemia. Obat golongan ini lebih bermanfaat jika

dikombinasikan dengan golongan diuretik lain seperti tiazid.

Namun obat ini diperingatkan untuk tidak digunakan bersama

dengan spironolakton karena dapat terjadi hiperkalemia

(Nafrialdi, 2009).

d. Kontraindikasi

Diuretik ini dapat menyebabkan hiperkalemia berat

bahkan fatal pada penderita yang rentan. Pemberian K+ oral harus

13

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

dihentikan bila diuretik hemat-K+ diberikan. Pasien insufisiensi

ginjal kronik sangat rentan terkena dan tidak boleh sering diterapi

menggunakan diuretic ini. Pengguna kombinasi dengan diuretic

lain yang melemahkan system rennin-angiotensin (penyekat β

atau penghambat ACE) meningkatkan kemungkinan

hiperkalemia. Pasien penyakit hati dapat memiliki metabolism

triamteren dan spironolakton yang terganggu sehingga dosis yang

diberikan harus disesuaikan dengan hati-hati. Penghambat

CYP3A4 kuat (eg, ketokonazol, itrakonazol) dapat meningkatkan

kadar eplerenon dalam darah secara nyata (Katzung, 2010).

e. Efek Samping Obat

Efek toksik yang paling berbahaya dari kedua obat ini

adalah hiperkalemia. Triamteren juga dapat menimbulkan efek

samping yang berupa mual, muntah, kejang kaki, dan pusing.

Efek samping amilorid yang paling sering selain hiperkalemia

yaitu mual, muntah, diare dan sakit kepala (Ilyas, 2012).

f. Bentuk Sediaan Obat

Triamteren tersedia sebagai kapsul dari 100mg. Dosisnya

100-300mg sehari. Untuk tiap penderita harus ditetapkan dosis

penunjang tersendiri. Amilorid terdapat dalam bentuk tablet 5 mg.

Dosis sehari sebesar 5-10mg. Sediaan kombinasi tetap antara

amilorid 5 mg dan hidroklortiazid 50 mg terdapat dalam bentuk

tablet dengan dosis sehari antara 1-2 tablet (Ilyas, 2012).

D. Diuretik Osmosis

Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit

yang mudah dan cepat diekskresi oleh ginjal.  Suatu zat dapat bertindak

sebagai diuretik osmotik apabila memenuhi syarat :

1. Difiltasi secara bebas oleh glomerulus

2. Tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal

3. Secara farmakologis merupakan zat yang inert

4. Umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolik.

14

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

5. Mempunyai berat molekul yang rendah

6. Termasuk natriuretik

3. Tempat Kerja

Diuresis osmotik merupakan zat yang secara farmakologis

lembam, seperti manitol (satu gula). Diuresis osmotik diberikan secara

intravena untuk menurunkan edema serebri atau peningkatan tekanan

intraoukular pada glaukoma serta menimbulkan diuresis setelah

overdosis obat. Diuresis terjadi melalui “tarikan” osmotik akibat gula

yang lembam (yang difiltrasi oleh ginjal, tetapi tidak direabsorpsi) saat

ekskresi gula tersebut terjadi. Diuretik osmotik mempunyai tempat

kerja (Hudak & Gallo, 2005):

a. Tubuli proksimal

Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan

cara menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya

osmotiknya.

b. Ansa henle

Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara

menghambat reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas

daerah medula menurun.

c. Duktus Koligentes

Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes

dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat

adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi,

atau adanya faktor lain.

Dengan sifat-sifat ini, maka diuretik osmotik dapat

diberikan dalam jumah cukup besar sehingga turut menentukan

derajat osmolaritas plasma filtrat glomerulus dan cairan tubuli.

Contoh golongan obat ini adalah manitol, urea, gliserin, isosorbid

(Hudak & Gallo, 2005).

4. Farmakokinetik

15

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

Manitol tidak dimetabolisme terutama oleh Glomerulus

Filtrasi, sedikit atau tampa mengalami reabsobsi dan sekresi di

tubulus atau bahkan praktis dianggap tidak direabsrbsi. (Sunaryo,

2005).

Manitol meningkatkan tekanan Osmotik pada Glomerulus

Filtrasi dan mencegah tubulus mereabsorbsi air dan sodium.

Sehingga Manitol paling sering digunakan diantara obat ini.

Sesuai dengan definisi, diuretic osmotic absobsinya jelek bila

diberikan peroral, yang berarti bahwa obat ini harus diberikan

secara parenteral (Sunaryo, 2005).

Manitol diekresikan melalui Filtrasi Glomerulus dalam

waktu 30 – 60 menit setelah pemberian. Efek yang segera

dirasakan klien adalah peningkatan jumlah urine. Bila diberikan

peroral manitol menyebabkan diare Osmotik. Karena Efek ini

maka Manitol dapat juga digunakan untuk meningkatkan efek

pengikatan K+ dan resin atau menghilangkan bahan-bahan toksin

dari saluran cerna yang berhubungan dengan zat arang aktif

(Sunaryo, 2005).

5. Farmakodinamik

Diuretik Osmotik (Manitol) mempunyai tempat utama

yaitu pada tubulus proksimal, ansa henle dan duktus kolingens

(Sunaryo,2005).

Diuresis osmotic digunakan untuk mengatasi kelebihan

cairan di jaringan (intra sel) otak . diuretic osmotic yang tetap

berada dalam kompartemen intravaskuler efektif dalam

mengurangi pembengkakan otak (Sunaryo, 2005).

Manitol adalah larutan Hiperosmolar yang digunakan

untuk terapi meningkatkan osmolalitas serum. Dengan alasan

fisiologis ini, cara kerja diuretic osmotik (manitol) ialah

16

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

meningkatkan osmolalitas plasma dan menarik cairan normal dari

dalam sel otak yang osmolarnya rendah ke intravaskuler yang

olmolar tinggi, untuk menurunkan oedema otak. Pada sistem

ginjal bekerja membatasi reabsobsi air terutama pada segmen

dimana nefron sangat permeable terhadap air, yaitu tubulus

proksimal dan ansa henle desenden. Adanya bahan yang tidak

dapat direbasobsi air normal dengan masukkan tekanan osmotic

yang melawan keseimbangan. Akibatnya, volume urine

meningkat bersamaan dengan ekskresi manitiol (Chulay, 2006).

Peningkatan dalam laju aliran urin menurunkan waktu

kontak antara cairan dan epitel tubulus sehingga menurunkan

reabsobsi Na+. namun demikian, natriureis yang terjadi kurang

berarti dibandingkan dengan diureisi air, yang mungkin

menyebabkan Hipernatremia. Karena diuretic Osmotik untuk

meningkatkan ekskresi air dari pada ekskresi natrium, maka obat

ini tidak digunakan untuk mengobati Retensi Na+. Manitol

mempuyai efek meningkatkan ekskresi sodium, air, potassium

dan chloride, dan juga elekterolit lainnya (Chulay, 2006).

Pemberian Manitol untuk menurunkan Tekanan Intra

cranial masih terus dipelajari dan merupakan objek penelitian,

untuk mengetahui efek, mekanisme kerja dan efektifitas secara

klinis manitol untuk menurunkan PTIK. Telah diketahui

pemberian manitol banyak mekanisme aksi yang terjadi pada

sistim sirkulasi dan darah dalam mengatur haemostasis dan

haemodinamik tubuh, sehingga menjadi obat pilihan dalam

menurunkan Peningkatan tekanan intra cranial. Berdasarkan

Farmakokinetik dan farmakodimik diketahui beberapa

Mekanisme aksi dari kerja Manitol sekarang ini adalah sebagai

berikut (Chulay, 2006):

a. Menurunkan viskositas darah dengan mengurangi

haematokrit, yang penting untuk mengurangi tahanan pada

pembuluh darah otak dan meningkatkan aliran darahj keotak,

17

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

yang diikuti dengan cepat vasokontriksi dari pembuluh darah

arteriola dan menurunkan volume darah otak. Efek ini terjadi

dengan cepat (menit).

b. Manitol tidak terbukti bekerja menurunkan kandungan air

dalam jaringan otak yang mengalami injuri, manitol

menurunkan kandungan air pada bagian otak yang yang tidak

mengalami injuri, yang mana bisa memberikan ruangan lebih

untuk bagian otak yang injuri untuk pembengkakan

(membesar).

c. Cepatnya pemberian dengan Bolus intravena lebih efektif

dari pada infuse lambat dalam menurunkan Peningkatan

Tekanan intra cranial.

d. Terlalu sering pemberian manitol dosis tinggi bisa

menimbulkan gagal ginjal. ini dikarenakan efek osmolalitas

yang segera merangsang aktivitas tubulus dalam mensekresi

urine dan dapat menurunkan sirkulasi ginjal.

Pemberian Manitol bersama Lasik (Furosemid)

mengalami efek yang sinergis dalam menurunkan PTIK.

Respon paling baik akan terjadi jika Manitol diberikan 15

menit sebelum Lasik diberikan. Hal ini harus diikuti dengan

perawatan managemen status volume cairan dan elektrolit

selama terapi Diuretik (Chulay, 2006).

6. Indikasi

Indikasi pemberian diuretik osmotik yaitu (Brunner &

Suddarth, 2004):

a. Oliguria akut akibat syok hipovolemik

b. Reaksi transfuse

c. Profilaksis gagal ginjal akut

d. Menurunkan tekanan/volume intraokuler/ cairan cerebrospinal.

7. Kontraindikasi

Manitol dikokntraindikasikan pada penyakit ginjal dengan

anuria, kongesti atau udem paru yang berat, dehidrasi hebat dan

18

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

perdarahan intrakranial kecuali bila akan dilakukan kraniotomi. Infus

manitol harus segera dihentikan bila terdapat tanda-tanda gangguan

fungsi ginjal yang progresif, payah jantung atau kongesti paru

(Brunner & Suddarth, 2004).

8. Efek Samping Obat

Efek samping diuretik osmotik antara lain (Hudak & Gallo,

2005):

a. Gangguan keseimbangan elektrolit

b. Dehidrasi

c. Mata kabur

d. Nyeri kepala

e. Takikardi

9. Bentuk Sediaan Obat

Manitol untuk suntikan intravena digunakan larutan 5-25%

dengan volume antara 50-1000 ml. Dosis untuk menimbulkan diuresis

adalah 50-200 g yang diberikan dalam cairan infus selama 24 jam

dengan kecepatan infus sedemikian, sehingga diperoleh diuresis

sebanyak 30-50 ml per jam. Untuk penderita dengan oliguria hebat

diberikan dosis percobaan yaitu 200 mg/kgBB yang diberikan melalui

infus selama 3-5 menit. Bila dengan 1-2 kali dosis percobaan diuresis

masih kurang dari 30 ml per jam dalam 2-3 jam, maka status pasien

harus di evaluasi kembali sebelum pengobatan dilanjutkan (Brunner &

Suddarth, 2004).

E. Penghambat Karbonik Anhidrase

1. Acetazolamide

a. Farmakokinetik

Penghambat karbonik anhidrase diabsorpsi secara baik

setelah pemberian oral. Peningkatan pH urin akibat diuresis

HCO3- tampak dalam waktu 30 menit, maksimal setelah 2 jam,

dan bertahan selama 12 jam setelah pemberian dosis tunggal.

Obat dieksresi melalui sekresi di segmen S2 tubulus proksimal

19

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

sehingga dosis obat harus diturunkan pada insufisiensi ginjal

(Katzung, 2010).

b. Farmakodinamik

Inhibisi aktivitas karbonik anhidrase sangat menekan

reabsorpsi HCO3- di tubulus kontortus proksimal. Pada dosisnya

yang paling aman, penghambat karbonik anhidrase menghambat

85% kapasitas reabsorpsi HCO3- oleh tubulus kontortus proksimal

superfisial. Beberapa HCO3- dapat direabsorpsi di tempat lain di

nefron melalui mekanisme yang tidak bergantung pada karbonik

anhidrase sehingga efek keseluruhan penghambatan oleh dosis

maksimal acetazolamide hanyalah sebesar 45% dari seluruh

reabsorpsi HCO3- di ginjal.

Walaupun demikian, inhibisi karbonik anhidrase

menyebabkan pelepasan HCO3- dan asidosis metabolik

hiperklomerik yang signifikan (Tabel 1). Karena penurunan kadar

HCO3- dalam filtrat glomerulus dan fakta bahwa deplesi HCO3

-

menyebabkan peningkatan reabsorpsi NaCl di segmen nefron

lain, efektivitas diuretik acetazolamide menurun secara signifikan

digunakan selama beberapa hari (Katzung, 2010).

Tabel 1. Perubahan dalam pola elektrolit urine dan pH tubuh

sebagai respons terhadap diuretik (Katzung, 2010).

Kelompok Elektrolit Urine pH

tubuhNaCl NaHCO3 K+

Penghambat

karbonik

anhidrase

Agen loop

Tiazid

Agen loop dan

tiazid

Agen hemat K+

+

++++

++

+++++

+

+++

0

+

+

(+)

+

+

+

++

-

-

+

+

+

-

20

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

c. Indikasi

Saat ini, aplikasi klinis acetazolamide yang utama

menyangkut transport cairan dan HCO3- yang bergantung pada

karbonik anhidrase di tempat lain selain ginjal. Badan siliaris

mata menyekresi HCO3- dari darah ke dalam aqueous humor.

Pembentukan cairan serebrospinal oleh plexus choroideus juga

menyangkut sekresi HCO3-. Walaupun berbagai proses ini

memindahkan HCO3- dari darah (arah yang berlawanan dengan

arah tubulus proksimal), proses-proses ini juga dihambat karbonik

anhidrase (Katzung, 2010).

Berikut beberapa indikasi penggunaan penghambat

karbonik anhidrase, antara lain (Katzung, 2010):

1) Glaukoma

Penurunan pembentukan aqueous humor oleh

penghambat karbonik anhidrase akan menurunkan tekanan

intraokular. Efek ini penting dalam tatalaksana glaukoma dan

merupakan indikasi penggunakaan penghambat karbonik

anhidrase yang paling banyak.

2) Alkalinisasi urin

Asam urat, sistin, dan asam lemah lainnya paling

mudah direabsorpsi dari urine yang bersifat asam. Oleh

karena itu, ekresi sistin (pada sistinuria) dan asam lemah

lainnya oleh ginjal dapat ditingkatkan dengan meningkatkan

pH urine menggunakan penghambat karbonik anhidrase.

3) Alkalosis metabolic

Alkalosis metabolik umumnya ditangani dengan

mengoreksi abnormalitas kadar K+ dalam tubuh, volume

intravaskular, atau kadar mineralokortikoid. Namun, jika

alkalosis diakibatkan oleh penggunakan diuretik berlebihan

21

Page 22: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

pada pasien gagal jantung yang berat, penggantian volume

intravaskular dikontraindikasikan.

4) Acute mountain sickness

Rasa lemah, pusing, insomnia, nyeri kepala, dan mual

dapat dialami oleh pendaki gunung yang mendaki gunung

dengan cepat di atas ketinggian 3000 meter. Gejala biasanya

ringan dan bertahan selama beberapa hari. Pada kasus yang

lebih berat, edema otak atau paru yang cepat memburuk

dapat membahayakan jiwa.

d. Kontraindikasi

Alkalinisasi urin yang dipicu oleh penghambat karbonik

anhidrase akan menurunkan ekresi NH4+ dalam urine dan dapat

berperan menimbulkan hiperamonemia dan ensefalopati hepatik

pada pasien sirosis (Katzung, 2010).

e. Efek Samping Obat

Berikut beberapa efek samping terhadap penggunaan

penghambat karbonik anhidrase, antara lain (Katzung, 2010):

1) Asisdosis metabolik hiperkloremik

Asidosis mungkin terjadi akibat reduksi kronik

cadangan HCO3- dalam tubuh oleh penghambat karbonik

anhidrase dan membatasi efektivitas diuretik menjadi hanya

selama 2-3 hari. Tidak seperti efek diuretik, asidosis tetap

akan timbul selama obat dilanjutkan.

2) Batu ginjal

Fosfaturia dan hiperkalsiuria terjadi sebagai respons

bikarbonaturik terhadap penghambat karbonik anhidrase.

Eksresi ginjal faktor pelarut dapat juga menurun pada

penggunaan kronik. Garam kalsium relatif tidak larut pada

pH alkali sehingga potensinya untuk membentuk batu ginjal

meningkat.

3) Penimbunan kalium ginjal

22

Page 23: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

Pembuangan kalium dapat terjadi karena natrium

yang mencapai tubulus renalis colligens hanya diserap

sebagian, meningkatkan potensi listrik negatif di lumen pada

segmen ini dan meningkatkan sekresi kalium. Efek ini dapat

dilawan dengan pemberian kalium klorida.

23

Page 24: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Pasung kelinci

b. Kateter

c. Spuit 3 cc

d. Papan lilin

e. Beacker glass

2. Bahan

a. Parafin

b. Aquadest

c. Spironolakton 25 mg

d. Furosemid 40 mg

e. Penicillin prokain G (0,3 g)

f. Kapas

B. Cara Kerja

1. Ambil kelinci dan ditimbang.

2. Kelinci diletakkan di pemasung kelinci supaya tidak bergerak bebas

saat diberi perlakuan.

3. Kateter kecil yang sudah dilumasi dengan parafin dimasukkan ke

ostium urethra eksterna (OUE) kelinci.

4. Kosongkan vesika urinari dengan menekan abdomen bawah.

5. Hitung dosis obat.

6. Masukkan obat dengan cara sonde. Praktikan kelompok 1

menggunakan aquadest (sebagai kontrol), kelompok 2 menggunakan

furosemid, kelompok 3 dengan pemberian spironolakton, dan

kelompok 4 menggunakan ekstrak daun teh.

7. Amati hasil urin kelinci setiap 10 menit selama 30 menit.

8. Catat hasilnya

24

Page 25: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

Bagan 1. Cara kerja praktikum

C. Hewan coba

Kelinci

25

Timbang kelinci

Letakkan kelinci di

pemasung kelinci

Kateter kecil yang sudah dilumasi dengan

parafin dimasukkan ke (OUE) kelinci

Kosongkan VU dg

menekan abdomen kelinci

Klp. 1 Klp. 2 Klp. 3 Klp. 4

Aquadest Furosemid Spironolakton Ekstrak

daun teh

Amati dan hitung

urin yang keluar

setiap 10 menit

selama 30 menit

Page 26: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Berat Badan kelinci : 1,375 kg

2. Dosis Spironolakton : 25 mg x 0,07 x 1,375 gr / 1,5 = 1,60417 ml

3. Dosis Pengenceran : 10/25 x 1,60417 ml = 0,64 ml

4. Pengamatan :

2. 10 menit pertama = 1cc

3. 10 menit kedua = tidak diketahui

4. 10 menit ketiga = 2 cc

B. Pembahasan

Dari hasil pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil tersebut

diatas menunjukan bahwa pemberian obat spironolakton dengan dosis

0,64 ml setelah diencerkan pada kelinci dengan BB 1,375 kg membuat

volume urin yang keluar meningkat 1 cc pada 10 menit ketiga, adapun

hasil mengenai 10 menit yang kedua volume urin tidak diketahui karena

ada kesalahan teknis yaitu lepasnya kateter sehingga urin yang keluar tidak

dapat diukur volumenya serta sebelumnya kelinci sudah mengeluarkan

urin terlebih dahulu sebelum diberikan spironolakton dan setelah

pemberian spironolakton tidak ada asupan cairan lagi yang diberikan pada

kelinci tersebut, sehingga volume urin hanya meningkat dua kali lipat dari

awalnya 1 cc.

Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kerja

spironolakton menghambat kerja dari transporter Na+/ K+ sehingga ion-ion

tersebut tidak di reabsorpsi oleh tubulus-tubulus ginjal, tetap di lumen hal

ini mengakibatkan tertariknya H2O ke arah lumen sehingga dengan adanya

cairan di lumen volume urin menjadi meningkat.

26

Page 27: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

C. Aplikasi Klinis

1. Edema

Edema adalah penimbunan cairan berlebihan di antara sel-sel

tubuh atau di antara berbagai rongga tubuh. Keadaan ini sering terjadi

akibat ketidakseimbangan factor-faktor yang mengontrol perpindahan

cairan tubuh, antara lain gangguan hemodinamik sistem kapiler yag

menyebabkan retensi natrium dan air, penyakit ginjal, serta

berpindahnya air dari intravascular ke interstitial. Faktor yang terlibat

adalah perbedaan tekanan hidrostatik intravaskuler dengan

ekstravaskuler, perbedaan tekanan osmotic, dan permeabilitas kapiler

(Effendi, 2006).

Ginjal mempunyai peran sentral dalam mempertahankan

homeostasis cairan tubuh dengan kontrol volume cairan ekstraseluler

melalui pengaturan ekskresi natrium dan air. Hormon antidiuretic

diekskresikan sebagai respon terhadap perubahan dalam volume

darah, tonisitas, dan tekanan darah untuk mempertahankan

keseimbangan cairan tubuh (Effendi, 2006).

a. Mekanisme Terjadinya Edema

Penyebab umum edema (Effendi, 2006):

1) Penurunan tekanan osmotic

a) Sindrom nefrotik

b) Sirosis hepatis

c) Malnutrisi

2) Peningkatan permeabilitas vaskuler terhadap protein

a) Angioneuretik edema

3) Peningkatan tekanan hidrostatis

a) Gagal jantung kongestif

b) Sirosis hepatis

4) Obstruksi aliran limfe

a) Gagal jantung kongestif

5) Retensi air dan natrium

a) Gagal ginjal

27

Page 28: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

b) Sindrom nefrotik

6) Penurunan Aliran Darah Ginjal

Penurunan volume darah arteri efektif akan

mengaktivasi reseptor volume pada pembuluh darah besar,

termasuk low-pressure beroreceptors dan intrarenal

receptors sehingga terjadi peningkatan tonus simpatis yang

akan menurunkan aliran darah pada ginjal. Jika aliran darah

ke ginjal berkurang akan dikompensasi oleh ginjal dengan

menahan natrium dan air melalui mekanisme berikut

(Effendi, 2006):

a) Peningkatan Reabsorbsi Garam dan Air di Tubulus

Proksimal

Penurunan aliran darah ke ginjal dipresepsikan

oleh ginjal sebagai penurunan tekanan darah sehingga

terjadi kompensasi peningkatan sekresi renin oleh

apparatus juxtaglomerular. Renin akan meningkatkan

pembentukan angiotensin II. Angiotensin II ini akan

menyebabkan konstriksi arteriole eferen sehingga terjadi

peningkatan fraksi filtrasi (rasio laju filtrasi glomerulus

terhadap aliran darah ginjal) dan peningkatan tekanan

osmotic kapiler glomerulus. Peningkatan tekanan

osmotic ini akan menyebabkan peningkatan reabsorbsi

air pada tubulus proksimal.

b) Peningkatan Reabsorbsi Air dan Natrium di Tubulus

Distal

Angiotensin II akan merangsang kelenjar adrenal

melepaskan aldosterone, aldosterone ini akan

menyebabkan retensi natrium pada tubulus kontortus

distal.

28

Page 29: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

b. Sekresi Hormon Antidiuretik (ADH)

Penurunan volume darah arteri efektif juga akan

merangsang pelepasan ADH yang kemudian mengakibatkan

ginjal menahan air. Pada kondisi gangguan ginjal, komposisi

cairan tubuh pada beberapa kompartemen tubuh akan terganggu

dan mengakibatkan edema (Effendi, 2006).

c. Terapi Edema

Terapi edema harus mencakup penyebab yang

mendasarinya yang reversible (jika memungkinkan), serta

pengurangan asupan sodium harus dilakukan untuk

meminimalisasi retensi air. Tidak semua pasien edema

memerlukan terapi farmakologis. Pada beberapa pasien, terapi

non farmakologis sangat efektif seperti pengurangan asupan

natrium dan menaikkan kaki di atas level dari atrium kiri. Pada

kondisi tertentu, diuretic harus diberikan bersamaan dengan terapi

non farmakologis, tujuannya adalah meningkatkan ekskresi

natrium dan air dengan menurunkan kadar reabsorbsinya

(Effendi, 2006).

Klasifikasi diuretic berdasarkan tempat kerja (Effendi,

2006):

1) Diuretik yang bekerja pada tubulus proksimal

a) Carbonic anhydrase inhibitor: asetazolamid

b) Phospodiesterase inhibitor: teofilin

2) Diuretik yang bekerja pada loop of henle

a) Sodium-potassium chloride inhibitor: bumetanide

3) Diuretik yang bekerja pada tubulus kontortus distal

a) Sodium chloride inhibitor: kortalidon, hidroklorotiazid,

metolazon

4) Diuretik yang bekerja pada cortical collecting tubulus

a) Antagonis aldosterone: spironolakton

b) Sodium channel blocker: amilorid, triamterene

29

Page 30: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

2. Gagal Jantung

Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan

gejala), ditandai oleh sesak nafas dan fatik (Saat istirahat atau saat

aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung .

Diagnosis dari gagal jantung dibuat berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, elektrokardiogradi atau foto toraks, ekokardiografi

Doppler dan kateterisasi. Kriteria Framingham dapat pula dipakai

untuk diagnosis gagal jantung kongestif. Diagnosis gagal jantung

ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor

(Panggabean, 2009).

Kriteria Major (Panggabean, 2009):

a. Paroksismal nokturnal dispnea

b. Distensi vena leher

c. Ronki paru

d. Kardiomegali

e. Edema paru akut

f. Gallop S3

g. Peninggian tekanan vena jugularis

h. Refluks hepatojugular

Kriteria Minor (Panggabean, 2009):

a. Edema ekstremitas

b. Batuk malam hari

c. Dispnea d’effort

d. Hepatomegali

e. Efusi pleura

f. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

g. Gagal ginjal

h. Takikardia (>120/menit)

Dulu gagal jantung dianggap merupakan akibat dari

berkurangnya kontraktilitas dan daya pompa sehingga diperlukan

inotropik untuk meningkatkannya dan diuretik serta vasodilator untuk

30

Page 31: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

mengurangi beban (un-load). Penatalaksanaan gagal jantung antara

lain dengan menggunakan obat diuretik oral, digitalis, aldosteron

antagonis. Diuretik oral atau parenteral tetap merupakan ujung tombak

pengobatan gagal jantung sampai edem atau asites hilang (tercapai

euvolemik). Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek

diuretik atau pada pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi

yang menunjukan penurunan mortalitas dengan pemberian jenis obat

ini (Panggabean, 2009).

3. Gagal Ginjal Akut

Gagal ginjal akut adalah suatu sindrom yang ditandai oleh

penurunan yang cepat pada laju filtrasi glomelurus (Glomelular

filtration rate {GFR}) dalam beberapa waktu dan minggu, disertai

adanya akumulasi dari zat sisa metabolism nitrogen. Sindroma ini

sering ditemukan lewat peningkatan kadar kreatinin, ureum serum

disertai dengan penurunan aotput urine. Gejala dari gagal ginjal adalah

mual malaise dan kelebihan cairan (Davey, 2005).

Penyebab dari gagal ginjal akut dibagi menjadi 3 yaitu

(Markum, 2009):

a. pra-renal

Penyebab dari gagal ginjal akut pra-renal dalah

hipoperfusi ginjal yang disebabkan oleh hipovolemia atau

menurunnya sirkulasi ke ginjal.

b. Renal

Gagal ginjal akut renal disebabkan oleh kelainan vaskuler

seperti vaskulitis, hipertensi maligna, glomerulonefritis akut,

nefritis intertitialis.

c. post-renal

Gagal ginjal akut post renal disebabkan oleh obstruksi

intrarenal dan ekstrarenal, obstruksi dapat berupa tumor atau

endapan batu.

Kelebihan cairan merupakan salah satu gejala yang harus

ditangani secara serius karena kelebihan cairan dapat menyebabkan

31

Page 32: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

edem tergantung, ronki kering pernapasan, dyspnea, dan batuk

(Corwin, 2009).

Pada keadaan hipovolemia akan terjadi penurunan tekanan

darah, yang akan mengaktifkan baroreseptor kardiovaskuler yang

selanjutnya akan mengaktifkan sistem saraf simpatis, sistem renin-

angiotensin serta merangsang pelepasan vasopresin dan endothelin-1

(ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan

tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada keadaan

ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah

ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol

affern. Mekanisme ini berfungsi untuk mempertahankan homeostasis

intrarenal. Pada hipperfusi renal yang berat (tekanan arteri rata-rata

<70 mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka

mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu, dimana arteriole

afferen mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangeal dan

peningkatan reabsorbsi Na+ dan air (Markum, 2009).

Oleh karena itu, diuretic kuat merupakan salah satu terapi yang

digunakan untuk menanggulangi kelebihan cairan yang diakibatkan

oleh gagal ginjal. Furosemid merupkan salah satu diuretic kuat yang

efektif digunakan, Karena mekanisme kerjanya yaitu menghambat

reabsorpsi Na+, K+, dan Cl-, sehingga urin yang dibuang kaya akan ion

ion tersebut dan hasilnya kelebihan cairan akibat gagal ginjal dapat

diatasi (Schmitz, 2008).

D. Evaluasi

1. Bagaimana mekanisme kerja HCT dan furosemide dalam

menimbulkan diuresis?

a. Hidroclorothiazid

Mekanisme kerja HCT sama seperti obat golongan

diuretik thiazid yang lain, HCT bekerja dengan menghambat

reabsorbsi Na+ Cl- pada area luminal epitel tubulus kontortus

distal dengan memnblokir reseptor Na+/Cl- di tempat tersebut

32

Page 33: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

sehingga reabsorbsi air dari urin pun ikut terhambat (Schmitz,

2009).

b. Furosemide

Furosemide bekerja pada ansa henle seperti obat diuretik

kuat yang lain dengan menghambat transporter Na+K/2Cl-

sehingga reabsorbsi garam natrium dan reabsorsi air juga

terhambat (Sulistia, 2005).

2. Sebutkan gejala-gejala toksik loop diuretic!

Gejala-gejala toksisk loop diuretic yaitu (Sunaryo, 2007):

a. Gangguan pendengaran (ototoksitas)

b. Alergi

c. Alkalosis metabolik Hipokalemia

d. Deplesi Cairan dan Hipomagnesemia; ditandai oleh lemas, haus,

hipotensi).

Pada dosis tinggi, loop diuretik dapat menginduksi perubahan

komposisi elektrolit dalam endolimfe dan menyebabkan ketulian yang

sifatnya tidak dapat pulih kembali. Ketulian adalah manifestasi klinis

yang digunakan sebagai salah satu indikator tanda toxic effect dari

loop diuretik (Neal, 2009).

3. Sebutkan kegunaan diuretik thiazide dan golongan acarbose!

Kegunaannya yaitu (Sunaryo 2007):

a. Diuretic Thiazide: Terapi Hiepertensi, Gagal Jantung,

Hiperkalsiuria.

b. Acarbose: Pengobatan Diabetes Mellitus Tipe 2.

4. Sebutkan klasifikasi diuretic dan cara kerjanya serta berilah contohnya

masing-masing dua!

a. Diuretik kuat

Bekerja di lengkung henle ascendens epitel tebal melalui

penghambatan reabsorpsi Na+, K+, dan Cl-.Contoh obatnya antara

lain furosemide dan bumetamid (Schmitz, 2009)

b. Diuretik hemat kalium

33

Page 34: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

Bekerja di tubulus colligentes (untuk obat antagonis

aldosterone) dan di akhir tubulus distal (untuk obat triamterene

dan amilorid). Antagonis aldosterone seperti spironolactone dan

eplerenon bekerja dengan cara antagonis kompetitif pada reseptor

aldosterone sehingga menghambat reabsorpsi Na+dan Cl-, namun

mampu menghemat K+. Sedangkan triamterene dan amilorid

bekerja langsung tanpa melalui penghambatan reseptor

aldosterone (Schmitz, 2009)

c. Thiazid

Bekerja di hulu tubulus distal dengan cara menghambat

reabsorpsi natrium dan klorida, contoh obatnya adalah

hidrochlorothiazid dan chlorothiazid (Sunaryo 2007).

d. Diuretik osmotic

Bekerja di tiga tempat yaitu proximal tubule, ansa henle,

dan tubulus collectivus. Prinsip kerja pada proximal tubule adalah

meningkatkan tekanan osmotic intralumen sehingga menarik air

ke lumen dan menghambat reabsorpsi natrium serta klorida.

Sedangkan pada ansa henle, diuretic osmotic bekerja melalui

prinsip hipertonisitas. Pada tubulus collectivus diuretic osmotic

bekerja dengan menghambat ADH.Contoh obat diuretic osmotic

antara lain mannitol, gliserin, isosorbid, dan urea (Sunaryo 2007)

e. Inhibitor carbonic anhydrase

Bekerja di proximal tubule dengan cara menghambat

enzim carbonic anhydrase secara non kompetitif. Hal tersebut

menyebabkan penghambatan reabsorpsi HCO3- di ginjal. Contoh

obatnya adalah asetazolamid dan metazolamid (Sunaryo 2007).

f. Antagonis ADH

Bekerja di ductus collectives melalui penurunan produksi

cAMP sebagai respon ADH, hal ini menyebabkan peningkatan

diuresis. Contoh obatnya adalah lithium dan demeclocycline

(Sulistia, 2005).

34

Page 35: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

5. Jelaskan efek pemberian ekstrak daun teh dengan perasan kulit

semangka!

Kulit semangka memiliki kandungan citrulin dan arginine yang

mampu meningkatkan pembentukan urea di hati dari ammonia dan

CO2 sehingga terjadi peningkatan produksi urin.Daun tehmemiliki

kandungan kafein yang memiliki efek diuretic (Ratnasooriya et al.,

2009).

35

Page 36: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

V. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1. Diuretik hemat kalium bekerja dengan mengurangi ekskresi kalium

dan menurunkan reabsorpsi natrium dan klorida.

2. Spironolakton merupakan diuretik hemat kalium golongan antagonis

aldosteron.

3. Spironolakton pada percobaan terbukti meningkatkan volume veses

walaupun tidak terlalu signifikan hasilnya.

36

Page 37: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2004. Teks Book Of Medical-Surgical Nursing, 10th

edition. Lippincott-Raven Publisher.

Chulay, Mariannne, dan Suzanne M. Burns,. 2006. AACN Essentials of Critical

Care Nursing. International Edition: Mc Graw Hill.

Davey, Patrick. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

Effendi, Ian, dan Restu Pasaribu. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV

Jilid II. Jakarta: Interna Publishing FK UI.

Hudak & Gallo. 2005. Critical Care Nursing; A Holistic Aproach. 8/E J-B

Lippincott Company.

Ilyas, Sadeli. 2012. Diuretik. <http://akfarsam.ac.id/downlot.php?file=

DIURETIK.pdf>. (Diakses tanggal 6 September 2014).

Katzung, Bertram. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10. Jakarta: EGC.

Markum. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5. Jakarta: Interna

Publishing FK UI.

Nafrialdi. 2009. Diuretik dan Antidiuretik. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Edisi

V. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

Neal, M J. 2009. At a Glance Farmakologi Medis. Fourth Edition. Oxford:

Blackwell Publishing Company.

Panggabean, Marulam. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5. Jakarta:

Interna Publishing FK UI.

Ratnasooriya WD, Fernando TSP, Ranatunga RAAR. 2009. “Diuretic activity of

Sri Lankan black tea (Camellia sinensis L.) in rats”, Pharmacognosy

Research; Vol. 1, No. 1: 4-10.

Rang HP, Dale MM, Ritter JM, Flower RJ, Henderson G. Rang and Dale’s. 2011.

Pharmacology: Drugs Affecting Major Organ Systems. 7th Edition.

Philadelphia: Elsevier Saunders; p. 353-56.

Schmitz, Gery, Hans Lepper, dan Michael Heidrich. 2009. Farmakologi dan

Toksikologi. Jakarta: EGC.

Sulistia, dkk. 2005. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Gaya

Baru.

37

Page 38: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI + fu_ad ++

Sunaryo. 2007. Diuretik dan Antidiuretik dalam Farmakologi dan Terapi. Jakarta:

Balai Penerbit FK UI.

Hardman JG, Limbird LE, Gilman AG. Goodman & Gilman’s The

Pharmacological Basic of Therapeutics: Drugs Affecting Renal and

Cardiovascular Function. 11th Edition. California: McGraw-Hill; 2005. p.

735-62.

38