Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

31
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI MORFIN Kelompok VII Bernadina Novindra Surat Lewowerang 102011303 Maria Sunvratys 102011313 Satrio Adiras Putra 102011323 Gita Puspitasari 102011327 Christopher 102011333 Daniel Hosea102011358 Dilianty AnugerahMana 102011366 Olivia Christy Kaihatu 102011370 Stefanus Jonathan102011376

description

morfin

Transcript of Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

Page 1: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

MORFIN

Kelompok VII

Bernadina Novindra Surat Lewowerang 102011303

Maria Sunvratys 102011313

Satrio Adiras Putra 102011323

Gita Puspitasari 102011327

Christopher 102011333

Daniel Hosea102011358

Dilianty AnugerahMana 102011366

Olivia Christy Kaihatu 102011370

Stefanus Jonathan102011376

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Telp.021-569 42061

Fax 021-563 1731

Page 2: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

A.Latar Belakang

Dalam blok neuroscience, untuk ilmu farmakologi mahasiswa akan belajar mengenai

obta-obat yang dipakai untuk penyakit saraf dan jiwa, serta penyalahgunaan obat (drug

abuse). Masalah drug abuse merupakan masalah besar bagi generasi usia remaja dan

kematian akibat over dosis (OD) kian bertambah tiap tahunnya. Untuk itulah dipilih

praktikum mengenai morfin yang metodenya telah dikenal melalui praktikum selama ini.

Dalam praktikum ini digunakan hewan kelinci sebagai hewan coba yang memperlihatkan

efek morfin paling mirip pada manusia, memperlihatkan efek depresi nafas yang dapat timbul

pada kelebihan dosis morfin (OD), serta pemberian antidotum yang dapat segera mengatasi

depresi nafas tersebut. Juga akan memperlihatkan efek yang berlainan pada berbagai spesies

(species difference), antara lain kucing, tikus dan mencit. Sebelum melaksanakan praktikum

ini mahasiswa harus menguasai teori tentang morfin, reseptor-reseptornya, efek

farmakologinya, indikasinya, sifat agonis, agonis partial, antagonis partial dan antagonis

murni.

B. Sasaran belajar

1. Melihat efek morfin, terutama depresi nafas, miosis dan gejala lain yang terjadi pada

over dosis ( OD ) pada manusia, yang diperlihatkan pada kelinci.

2. Memperlihatkan efek species difference akibat morfin pada berbagai hewan coba.

3. Memperlihatkan efek antidotum pada keracunan/ over dosis morfin.

4. Melatih mahasiswa menghitung dosis yyang tepat yang akan diberi pada masing-

masing hewan coba dan memberi suntikan yang tepat sesuai petunjuk.

C.Persiapan

1. Hewan coba : kelinci, tikus putih, mencit dan kucing.

2. Obat-obatan : larutan morfin 4%, kafein benzoate 4%, dan larutan nalokson.

3. Alat-alat : timbangan hewan coba, baskom plastic, penggaris, semprit, dan

kandang hewan.

4. Dosis larutan morfin 4% yang akan diberikan pada hewan coba :

Kucing : 20mg/kgbb

Kelinci : 0,5 ml/kgbb

Tikus : 40-60mg/kgbb

Page 3: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

Mencit : 40 mg/kgbb

Nalokson : untuk kelinci 0,01 mg/kgbb (=0,2ml )

5. Cara perhitungan dosis yang akan disuntikkan :

Misalnya : BB mencit = X gram X/1000 x 40 mg = Y mg

Larutan 40% ialah 40 mg/1 ml

Yang akan disuntikkan = Y/40 x 1 = Z ml

D.Tatalaksana

1. Efek overdosis morfin dan antidoktumnya\

Untuk memperlihatkan efek morfin pada manusia seperti sedasi, lemas, dan

miosis terutama gejala overdosis (OD) morfin dimana terjadi trias intoksikasi akut :

depresi nafas, miosis hebat dan koma, maka observasi pada kelinci paling tepat

menggambarkan hal tersebut.

A. Kelinci

1. Ambillah seekor kelinci, perlakukan hewan coba dengan baik dan tidak kasar.

2. Timbanglah kelinci anda dengan timbangan hewan coba dengan akurat dan

catat.

3. Lakukan observasi parameter dasar: sikap kelinci, reflex otot, diameter pupil

kanan dan kiri, hitung frekuensi pernafasan dan denyut jantung, kelakukan

kelinci.

Sikap kelinci : biasanya lincah, jalan-jalan di meja laboratorium

Refleks otot: tariklah (jangan terlalu keras) tungkai kaki depannnya, normal

biasanya ada tahanan

Diameter pupil diukur dalam kondisi cahaya yang constant

Frekuensi nafas dapat dihitung dengan meraba dada kelinci atau dengan

menghitung kembang-kempinya cuping hidungnnya.Karena frekuensi nafas

kelinci cepat maka hitunglah ¼ menit kemudian kalikan 4

Denyut jantung dihitung dengan meraba bagian dada bawah tubuh kelinci.

4. Setelah seluruh parameter dasar selesai, hitunglah berapa ml, larutan morfin

yang akan disuntik pada kelinci dengan cara perhitungan diatas.

5. Mintalah pada instruktur larutan morfin 4% yang akan disuntik, dalam semprit

yang telah disediakan.

Page 4: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

6. Lakukan tindakan asepsis, dengan mengosok tempat suntikan dengan larutan

alcohol 70%.

7. Suntikan larutan morfin 4% yang sesuai dengan perhitungan untuk kelinci

anda secara subkutan di daerah subscapula.Pastikan seluruh cairan morfin

tadi masuk ke dalam tubuh kelinci dan tidak ada yang tercecer keluar.

8. Biarakan kelinci tetap diatas meja laboratorium, dan lakukan observasi seluruh

parameter tiap 5 menit.

9. Bila frekuensi pernafasan telah 20X/menit, laporkan pada instruktur dan

mintalah larutan kafien benzoate 0,5ml dan suntikan secara subkutan pada

daerah subscapula.

10. Bila frekuensi pernafasan tetap turun sampai kurang dari 15X/menit, laporkan

pada instruktur agar disuntikan nalorfin 0,2ml pada vena marginalis kelinci.

11. Perhatikan pada saat terjadi overdosis pada kelinci yang ditandai dengan :

depresi pernafasan, miosis, dan sikap kelinci menjadi cemas, tonus otot sangat

menurun, maka beberapa detik setelah penyuntikan nalorfin, maka kelinci

akan pulih seperti semula; aktif, tonus otot baik, frekuensi nafas normal.

2. Efek spesies difference morfin

Selanjutnya untuk memperlihatkan adanya spesies difference pada morfin, kita

menggunakan beberapa hewan coba yang akan memperlihatkan efek yang berlawanan

dari kelinci yang mengalami depresi, beberapa jenis binatang seperti kucing, kuda,

mencit dan tikus akan mengalami efek eksitasi.Efek muntah oleh morfin yang

disebabkan rangsangan pada medulla oblongata dapat diperhatikan pada anjing,

namun sudah tidak dilakukan lagi karena anjing tersebut akan sangat menderita.

A. Tikus

1. Ambil dan timbanglah berat badan tikus putih dan taruh dalam baskom plastic.

2. Hitunglah dosis larutan morfin 4% yang akan diberikan sesuai berat badan

tikus dengan menggunakan rumus perhitungan diatas.

3. Laporkan hasil perhitungan dosis anda pada instruktur dan ambil larutan

morfin 4% dalam semprit dengan jumlah yang tepat.

4. Lakukan tindakan asepsis pada suntikan.

5. Peganglah kuduk tikus dengan hati-hati, suntikan larutan morfin secara

subkutan di daerah interskapula.Lakukan dengan baik sehingga seluruh larutan

dalam semprit masuk ke dalam tubuh tikus dan tidak tercecer keluar.

Page 5: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

6. Biarkan tikus tetap dalam baskom plastic dan lakukan observasi sampai timbul

sikap katatonik, tikus akan tetap bertahan pada sikap yang diberikan oleh

anda, misalnya sikap duduk.Sikap katatonik disebabkan karena kekakuan otot

tubuh tikus.

B. Mencit

1. Ambil dan timbanglah seekor mencit dengan menggunakan timbangan surat.

2. Hitung dosis larutan morfin 4% seperti rumus diatas.

3. Laporkan perhitungan dosis anda apada instructor dan mintalah larutan morfin

4% sebanyak dosis yang harus disuntikan

4. Lakukan tindakan asepsis pada daerah yang akan disuntik.

5. Peganglah kuduk mencit dengan halus, suntikan larutan morfin secara

subkutan pada daerah interskapula, perhatikan jangan sampai ada larutan

morfin yang tidak masuk ke dalam tubuh tikus.

6. Letakkan mencit dalam baskom plastic dan lakukan observasi sampai timbul

efek rangsangan otot diafragma pelvis dan sfingter ani, yang akan terlihat

sebagai efek Straub, yaitu ekor mencit menjadi tegang dan terangkat

membentuk huruf S atau lurus ke atas.

C. Kucing

1. Hanya dilakukan dalam bentuk demonstrasi.

2. Ambil dan timbang kucing.

3. Hitung dosis larutan morfin yang harus diberikan.

4. Lakuakan tindakan asepsis pada daerah yang akan disuntik.

5. Suntikan larutan morfin 4% sesuai perhitungan dosis secara subkutan pada

daerah interskapula.

6. Masukan kucing ke dalam kandang dan lakukan observasi sampai terjadi efek

eksitasi dimana kucing akan terlihat liar, pupilnya midriasis, keluar saliva dan

gelisah.

Lakukan obervasi dengan teliti dan catat hasilnya dengan tepat, dan bandingkan data anda

dengan data dari kelompok lain.

Page 6: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

E. Dasar teori

A. Morfin

Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti

opium. Opium yang berasal dari getah Papaver somniferum mengandung sekitar 20 jenis

alkaloid diantaranya morfin, kodein, tebain dan papaverin. Opium atau candu adalah

getah Papaver somniferum L yang telah dikeringkan. Alkaloid secara kimia dibagi dalam

dua golongan :

Golongan fenantren : Morfin dan kodein

Golongan benzilisokinolin : Noskapin dan papaverin

Farmakodinamik

Efek morfin pada susunan saraf pusat dan usus terutama ditimbulkan karena morfin

bekerja sebagai agonis pada reseptor µ. Selain itu morfin juga mempunyai afinitas yang

lebih lemah terhadap reseptor dan .

1. Susunan saraf pusat

Narkosis

Efek orfin terhadap SSP berupa analgesia dan narkosis. Analgesia oleh

morfin dan opioid lain sudah timbul sebelum pasien tidur seringkali

analgesia terjadi tanpa disertai tidur. Morfin dosisi kecil (5-10mg)

menimbulkan euforia pada pasien yang menderita nyeri, sedih dan gelisah.

Sebaliknya pada orang normal pada dosis yang sama menimbulkan disforia

berupa perasaan kuatir, atau takut disertai mual dan muntah. Morfin juga

menimbulkan rasa kantuk, tidak dapat berkonsentrasi, sukar berpikir,

apatis, aktivitas motorik berkurang, ketajaman penglihtan berkurang, badan

terasa panas, muka gatal, mulut terasa kering. Dosis terapi (15-20mg)

morfin akan menyebabkan orang tertidur cepat dan nyenyak disertai mimpi,

nafas lambat dan miosis.

Analgesia

Efek analgesia yang ditimbulkan dari opioid akibat kerja opioid pada

reseptor µ. Reseptor dan dapat juga ikut berperan dalam menimbulkan

analgesia terutama pada tingkat spinal.

Page 7: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

Eksitasi

Morfin dan opioid sering menimbulkan mual dan muntah, sedangkan

delirium dan konvulsi lebih jarang timbul. Faktor yang dapat mengubah

eksitasi morfin adalah idiosinkrasi dan tingkat eksitasi refleks (reflex

excitatoty level) SSP. Pada wanita mengalami eksitasi oleh morfin,

misalnya mual dan muntah yang mendahului depresi tetapi depresi dan

delirium jarang timbul. Pada beberapa spesie efek eksitasi morfin jauh lebih

jelas misalnya pada kucing dapat menimbulkan mania, midriasis,

hipersalivasi dan hipertermia, konvulsi tonik, dan klonik yang dapat

menimbulkan kematian.

Miosis

Morfin dan kebanyakan agonis opioid yang bekerja pada reseptor µ

dan menyebabkan miosis. Miosis disebabkan oleh perangsangan pada

segmen otonom inti saraf okulomotor. Miosis dapat dilawan oleh atropin

dan skolopamin. Pada intoksikasi morfin, pin point pupil merupakan gejala

yang khas. Morfin dalam dosis terapi mempertinggi daya akomodasi dan

menurunkan tekanan intraokuler, baik pada orang normal maupun pasien

glaucoma.

Depresi napas

Morfin menimbulkan depresi napas secara primer dan efek langsung

terhadap pusat napas di batang otak. Pada dosis kecil sudah langsung

menimbulkan depresi napas tanpa menyebabkan tidur atau kehilangan

kesadaran.

Mual dan muntah

Efek emetik morfin terjadi berdasarkan stimulasi langsung pada emetic

chemoreceptor trigger zone (CTZ) di area postrema medulla oblongata,

bukan di stimulasi pusat emetic sendiri. Efek mual dan muntah akibat

morfin diperkuat oleh stimulasi vestibuler, sebaliknya analgetik opioid

sintetik meningkatkan sensitivitas vestibuler.

2. Saluran cerna

Morfin berefek langsung pada saluran cerna. Bukan melalui efeknya pada

SSP.

Lambung

Page 8: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

Morfin menghambat sekresi HCI, tetapi efek ini lemah. Selanjutnya

morfin menyebabkan pergerakan lambung berkurang, tonus bagian antrum

meninggi dan motilitasnya berkurang sedangkan sfingter pilorus

berkontraksi. Akibatnya pergerakan isi lambung ke duodenum diperlambat.

Perlambatan ini disebabkan juga oleh peninggian tonus duodenum.

Pemotongan saraf ekstrinsik lambung tidak mempengaruhi efek terhadap

lambung ini. Pada manusia peninggian tonus otot polos lambung oleh

morfin sedikit diperkecil oleh atropin.

Usus Halus

Morfin mengurangi sekresi empedu dan pankreas, dan memperlambat

pencernaar makanan di usus halus. Pada manusia, morfin mengurangi

kontraksi propulsif, meninggikan tonus dan spasme periodik usus halus.

Efek morfin ini lebih jelas terlihat pada duodenum. Penerusan isi usus yang

lambat disertai sempurnanya absorps air menyebabkan isi usus menjadi

lebih pada: Tonus valvula ileosekalis juga meninggi. Atropin dosis besar

tidak lengkap melawan efek morfin ini.

Usus besar

Morfin mengurangi atau menghilangkan gerakan propulsi usus besar,

meninggikan tonus jan meyebabkan spasme usus besar; akibatnya

penerusan isi kolon diperlambat dan tinja menjadi ebih keras. Daya persepsi

korteks telah dipengaruhi morfin sehingga pasien tidak merasakan

kebutuhan untuk defekasi. Walaupun tidak lengkap efek morfin pada kolon

dapat diantagonis oleh stropin. Efek konstipasi kodein lebih lemah daripada

morfin. Pecandu opioid terus menerus menderita periode konstipasi dan

diare secara bergantian.

Duktus Koledokus

Dosis terapi morfin, kodein: nidromorfinon dan metilhidromorfinon

menimbulkan peninggian tekanan dalam duktus koledokus; zan efek ini

dapat menetap selama 2 jam atau ebih. Keadaan ini sering disertai perasaan

tidak enak di epigastrium sampai gejala kolik berat. Menghilangnya nyeri

setelah pemberian morfin cada pasien kolik empedu disebabkan oleh efek

sentral morfin, namun pada beberapa pasien justru mengalami eksaserbasi

nyeri. Pada pemeriksaan radiografis terlihat konstriksi sfingter Oddi.

Atropin menghilangkan sebagian spasme ini. Pemberian nalorfin, amilniltrit

Page 9: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

secara inhalasi, nitrogliserin sublingual dan aminofilin IV akan meniadakan

spasme saluran empedu oleh morfin.

3. Sistem kardiovaskular

Pemberian morfin dosis terapi tidak mempengaruhi tekanan darah, frekuensi

maupun irama denyut jantung. Perubahan yang terjadi adalah akibat efek depresi pada

pusat vagus dan pusat vasomotor yang baru terjadi pada dosis toksik. Tekanan darah

turun akibat hipoksia pada stadium akhir intoksikasi morfin. Hal ini terbukti dengan

dilakukannya napas buatan atau jengan memberikan oksigen; tekanan darah naik

meskipun depresi medula oblongata masih berlangsung.

Morfin dan opioid lain menurunkan kemampuan sistem kardiovaskular untuk

bereaksi terhadap perubahan sikap. Pasien mungkin mengalami hipotensi ortostatik

dan dapat jatuh pingsan, terutama akibat vasodilatasi perifer yang terjadi berdasarkan

efek langsung terhadap pembuluh darah kecil. Morfin dan opioid lain melepaskan

histamin yang merupakan faktor penting dalam timbulnya hipotensi.

Efek morfin terhadap miokard manusia tidak berarti; frekuensi jantung tidak

dipengaruhi atau hanya menurun sedikit, sedangkan efek terhadap curah jantung tidak

konstan. Gambaran elektrokardiogram tidak berubah.

Morfin dan opioid lain harus digunakan dengan hati-hati pada keadaan hipovolemia

karena mudah timbul hipotensi. Penggunaan opioid bersama derivat fenotiazin

menyebabkan depresi napas dan hipotensi yang lebih besar. Morfin harus digunakan

dengan sangat hati-hati pada pasien cor-pulmonale, sebab dapat menyebabkan kematian.

4. Otot polos lain

Morfin menimbulkan peninggian tonus, amplitudo serta kontraksi ureter dan

kandung kemih. Efek ini dapat dihilangkan dengan pemberian 0,6 mg atropin

subkutan. Hilangnya rasa nyeri pada kolik ginjal disebabkan oleh efek analgetik

morfin. Peninggian tonus otot detrusor menimbulkan rasa ingin miksi, tetapi karena

sfingter juga berkontraksi maka miksi sukar. Morfin dapat menimbulkan

bronkokonstriksi, tetapi pada dosis terapi efek ini jarang timbul. Morfin

memperlambat berlangsungnya partus. Pada uterus aterm morfin menyebabkan

interval antar-kontraksi lebih besar dan netralisasi efek oksitosin. Morfin

merendahkan tonus uterus pada masa haid dan menyebabkan uterus lebih tahan

terhadap regangan. Mungkin atas dasar ini morfin mengurangi nyeri dismenore.

Kulit

Page 10: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

Dalam dosis terapi, morfin menyebabkan pelebaran pembuluh darah

kulit, sehingga kulit tampak merah dan terasa panas terutama di flush area

(muka, leher, dan dada bagian atas). Keadaan tersebut mungkin sebagian

disebabkan oleh terjadinya penglepasan histamin oleh morfin dan seringkali

disertai dengan kulit yang berkeringat. Pruritus kadang-kadang dapat terjadi

mungkin akibat penglepasan histamin atau pengaruh langsung morfin pada

saraf.

Metabolisme

Morfin menyebabkan suhu badan turun akibat aktivitas otot yang

menurun, vasodilatasi perifer dan penghambatan mekanisme neural di SSP.

Kecepatan metabolisme dikurangi oleh morfin. Hiperglikemia timbul tidak

tetap akibat penglepasan adrenelin yang menyebabkan gliko-genolisis.

Setelah pemberian morfin volume urin berkurang, disebabkan merendahnya

laju filtrasi glomerulus, alir darah ginjal, dan penglepasan.

Farmakokinetik

Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat diabsorpsi melalui kulit luka.

Morfin juga dapat menembus mukosa. Dengan kedua cara pemberian ini absorpsi morfin

kecil sekali. Morfin dapat diabsorpsi usus, tetapi efek analgetik setelah pemberian oral jauh

lebih rendah daripada efek analgetik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis

yang sama. Mula kerja semua alkaloid opioid setelah suntikan IV sama cepat, sedangkan

setelah suntikan subkutan, absorpsi berbagai alkaloid opioid berbeda-beda. Setelah

pemberian dosis tunggal, sebagian morfin mengalami konyugasi dengan asam glukoronat di

hepar, sebagian dikeluarkan dalam bentuk bebas dan 10% tidak diketahui nasibnya.

Morfin dapat melintasi sawar uri dan mempengaruhi janin. Ekskresi morfin terutama

melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat. Morfin yang

terkonyugasi ditemukan dalam empedu. Sebagian yang sangat kecil dikeluarkan bersama

cairan lambung.

Indikasi

Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan

nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Morfin sering diperlukan

Page 11: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

untuk nyeri yang menyertai: 1) infark miokard; 2) neoplasma; 3) kolik renal atau kolik

empedu; 4) oklusio akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner; 5) perikarditis akut,

pleuritis dan pneumotoraks spontan, dan 6) nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur

dan nyeri pasca bedah. Sebagai medikasi praanestesik, morfin sebaiknya hanya diberikan

pada pasien yang sedang menderita nyeri. Bila tidak ada nyeri dan obat praanestesik hanya

dimaksudkan untuk menimbulkan ketenangan atau tidur, lebih baik digunakan penobarbital

atau diazepam.

Efek Samping

Idiosinkrasi dan alergi

Morfin dapat menyebabkan mual dan muntah terutama pada wanita

berdasarkan idiosinkrasi. Bentuk idiosinkrasi lain adalah timbulnya eksitasi dengan

tremor, dan jarang-jarang delirium; lebih jarang lagi konvulsi dan insomnia.

Berdasarkan reaksi alergi dapat menimbulkan gejala seperti urtikaria, eksantem,

dermatitis kontak, pruritus, dan bersin.

Intoksikasi akut

Intoksikasi akut morfin biasanya terjadi akibat percobaan bunuh diri atau pada

overdosis. Penderita tidur atau koma jika intoksikasi cukup berat. Frekuensi napas

lamabt. Penderita sianotik, kulit muka merah tidak merata dan agak kebiruan.

Tekanan darah akan menurun sampai terjadi syok bila napas memburuk, dan ini dapat

diperbaiki dengan memberikan oksigen. Pupil sangat kecil (pin point pupil),

kemudian midriasis jika telah terjadi anoksia. Pembentukan urine sangat berkurang

karena terjadi pelepasan ADH dan turunnya tekanan darah. Suhu badan rendah, kulit

terasa dingin, tonus otot rangka rendah, mandibula dalam keadaan relaksasi dan lidah

dapat menyumbat jalan napas. Kematian biasanya disebabkan oleh depresi napas.

Dosis dan sediaan

Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk

larutandiberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau

mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg

intravenadan dapat diulang sesuai yamg diperlukan.

Gejala kelebihan dosis : Pupil mata sangat kecil, depresi pernafasan dan coma. Bila sangat

hebat, dapat terjadi midriasis, sering disertai juga nausea . Kadang-kadang timbul edema

paru.

Page 12: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

Gejala-gejala lepas obat : Agitasi,nyeri otot dan tulang, insomnia, nyeri kepala. Bila

pemakaian sangat banyak dapat terjadi konvulsi dan koma, keluar airmata, keluar air dari

hidung, berkeringat banyak, cold turkey, pupil dilatasi, tekanan darah meninggi, nadi

bertambah cepat, hiperpirexia, gelisah dan cemas, tremor, kadang-kadang psikosis toksik.

B. Kafein benzoat

Kafein adalah stimulan yang mempercepat aktivitas fisiologis. Kafein tersebut dikenal

sebagai trimethylxantine dengan rumus kimia C8H10N4O2 dan termasuk jenis alkaloida.

Kafein disebut juga tein, merupakan kristal putih yang larut dalam air dengan perbandingan 1

: 46. Kafein-Na benzoate dan kafein sitrat, berupa senyawa putih, agak pahit, larut dalam air.

Kafein-Na benzoat tersedia dalam ampul 2 ml mengandung 500 mg untuk suntikan IM.

Farmakodinamik

Susunan saraf pusat

Orang yang minum kafein merasakan tidak begitu mengantuk,  tidak begitu

lelah, dan daya pikirnya lebih cepat dan lebih jernih ; tetapi kemampuannya

berkurang dalam pekerjaan yang  memerlukan koordinasi otot halus ( kerapihan) ,

ketepatan waktu dan ketepatan berhitung. Efek diatas timbul pada pemberian kafein

85-250 mg.

Sistem kardiovaskular

Kafein rendah dalam plasma akan menurunkan denyut jantung yang mungkin

disebabkan oleh perangsangan nervus vagus di medula oblongata. Sebaliknya kadar

teofilin dan kafein yang lebih tinggi menyebabkan takikardi, bahkan pada individu

yang sensitif mungkin dapat menyebabkan aritmia, misalnya kontraksi ventrikel yang

prematur. Aritmia ini  dapat dialami oleh orang yang minum kafein berlebihan.

Pembuluh darah

Kafein dan teofilin menyebabkan dilatasi pembuluh darah, termasuk

pembuluh darah koroner dan pulmonal karena efek langsung pada otot pembuluh

darah. Dosis terapi kafein akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah perifer

yang bersama dengan peninggian curah jantung yang mengakibatkan bertambahnya

aliran darah. Terapi vasodilatasi perifer ini hanya berlangsung sebentar  sehingga

tidak  mempunyai kegunaan terapi.

Otot polos

Page 13: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

Efek terpenting xantin adalah relaksasi otot polos bronkus, terutama bila otot

bronkus dalam keadaan konstriksi secara eksperimental akibat histamin atau secara

klinis pada pasien asma bronkial.

Otot rangka

Dalam kadar terapi, kafein dan teofilin ternyata  dalam memperbaiki

kontraktilitas  dan mengurangi kelelahan otot diafragma pada orang normal maupun

pada pasien COPD.

Diuresis

Semua xantin meninggikan produksi urin.

Sekresi urin

Sekresi lambung setelah pemberian kafein memperlihatkan gambaran khas

pada orang normal maupun  pada orang tukak lambung duodenum. Individu dengan

presdisposisi tukak peptik atau pasien dengan tukak peptik yang mengalami remisi

juga menunjukan respon yang abnormal terhadap pemberian kafein.

Efek metabolik

Pemberian kafein orang sehat ataupun orang yang gemuk dapat menyebabkan

peningkatan kadar asam lemak bebas dalam plasma dan juga meninggikan

metabolisme basal.

Farmakokinetik

Metilxantin cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal atau parenteral. Sediaan

bentuk cair dan tablet yang tidak bersalut akan diarbsorbsi lengkap dan cepat.

Intoksikasi

Pada manusia, kematian akibat keracunan kafein jarang terjadi. Gejala yang biasanya

paling mencolok pada penggunaan kafein dosis berlebihan ialah muntah  dan kejang. Kadar

kafein dalam darah pascamati ditemukan antara 80 µg/mL sampai lebih dari 1 mg/mL.

C. Nalokson

Nalokson merupakan antagonis murni opioid. Ia bekerja di kesemua receptor

opioid yaitu receptor-μ, receptor-δ dan receptor-κ. Nalokson adalah antagonis opiat yang

utama yang tidak mempunyai atau hanya sedikit mempunyai aktivitas agonis. Jika diberikan

Page 14: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

pada pasien yang tidak menerima opiat dalam waktu dekat, nalokson hanya memberi sedikit

atau bahkan tidak memberikan efek. Sedangkan pada pasien yang sudah menerima morfin

dosis tinggi atau analgesik lain dengan efek mirip morfin, nalokson mengantagonis sebagian

besar efek opiatnya. Akan terjadi peningkatan kecepatan respirasi dan minute volume,

penurunan arterial PCO2 menuju normal, dan tekanan darah menuju normal jika ditekan.

Nalokson mengantagonis depresi pernapasan ringan akibat opiat dosis rendah. Karena durasi

kerja nalokson lebih singkat dibandingkan durasi kerja opiat, maka efek opiat mungkin

muncul kembali begitu efek nalokson menghilang. Nalokson mengantagonis efek sedasi atau

tertidur yang dipicu oleh opiat. Nalokson tidak mengakibatkan toleransi atau ketergantungan

fisik maupun psikologis.

Efek Tanpa Pengaruh Opioid

     Pada beberapa eksperimen diperlihatkan bahwa nalokson:

1. Menurunkan ambang nyeri pada mereka yang biasanya ambang nyerinya tinggi

2. Mengantagonis efek analgetik plasebo

3. Mengantagonis analgesia yang terjadi akibat perangsangan lewat jarum akupuntur

     Semua efek ini diduga berdasarkan antagonisme nalokson terhadap opioid endogen yang

dalam keadaan lebih aktif. Namun masih perlu pembuktian lebih lanjut efek nalokson ini

sebab banyak faktor fisiologi yang berperan dalam anagesia diatas  dugaan yang

sama juga timbul tentang efek nalokson terhadap hipotensi pada hewan dalam

keadaan syok danefeknya dalam mencegah efek overeating dan obesitas pada tikus-tikus

yang diberi stress berat.

Efek subjektif yang ditimbulkan nalorfin pada manusia bergantung pada dosis , sifat

orang bersangkutan dan keadaan. Pemberian 10-15mg nalorfin atau 10 mg morfin

menimbulkan analgesia sama kuat pada pasien dengan nyeri pascabedah.

Efek tersebut diduga disebabkan oleh kerja agonis pada reseptor kappa. Pada

beberapa persen timbul reaksi yang tidak menyenangkan misalnya rasa cemas, perasaan yang

aneh, sampai timbulnya day dreams yang mengganggu atau lebih berat lagi timbul halusinasi.

Paling sering halusinasi visual. Semua efek ini juga timbul akibat sifas agonisnya pada

reseptor opioid kappa meskipun kerjanya pada reseptor delta juga berperan.

Nalorfin dan levalorvan juga menimbulkan depresi nafas yang diduga karena kerjanya

pada reseptor kappa. Berbeda dengan morfin, depresi nafas ini tidak bertambah dengan

bertambahnya dosis. Kedua obat ini terutama levalorvan memperberat depresi nafas oleh

morfin dosis kecil tetapi menghambat antagonis depresi napas akibat morfin dosis besar.

Page 15: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

Efek dengan pengaruh opioid

Semua efek agonis opioid pada reseptor mu diantagonis oleh nalokson dosis kecil(0,4-

0,8mg) yang diberikan IM atau IV. Frekuensi napas meningkat dalam 1-2 menit setelah

pemberian nalokson pada pasien dengan depresi nafas akibat agonis opioid, efek sedatif dan

efek pada tekanan darah juga segera dihilangkan. Pada dosis besar, nalokson juga

menyebabkan kebalikan efek dari efek psikomimetik dan disforia akibat agonis antagonis.

Antagonisme nalokson ini berlangsung selama 1-4 jam tergantung dari dosisnya.

Antagonisme nalokson terhadap efek agonis opioid sering disertai dengan terjadinya

fenomena overshoot misalnya berupa peningkatan frekuensi nafas melebihi frekuensi

sebelum dihambat oleh opioid. Fenomena ini diduga berhubungan dengan terungkapnya

ketergantungan fisik akut yang timbul 24 jam setelah morfin dosis besar.

Terhadap individu yang memperlihatkan ketergantungan fisik terhadap morfin, dosis

kecil nalokson SK akan menyebabkan gejala putus obat yang dapat berat. Gejala ini mirip

dengan gejala akibat penghentian tiba-tiba pemberian morfin, hanya timbul beberapa menit

setelah penyuntikan dan berakhir setelah 2 jam. Berat dan lama berlangsungnya sindrom ini

tergantung dari dosis antagonis dan beratnya ketergantungan. Hal yang sama terjadi pada

orang dengan ketergantungan fisik terhadap agonis parsial tetapi diperlukan dosis lebih besar.

Farmakokinetik  

Nalokson hanya dapat diberikan parenteral dan efeknya segera terlihat setelah

penyuntikan intravena. Secara oral nalokson juga diserap tetapi karena hampir seluruhnya

mengalami metabolisme lintas pertama maka harus diberikan parenteral. Obat ini

dimetabolisme di hati terutama dengan glukoronidasi.

Waktu paruhnya sekitar 3 jam dan masa kerjanya mendekati 24 jam.

Metabolitnya 6 naltrekson merupakan antagonis opioid yang lemah dan masa

kerjanya panjang. Naltrekson lebih poten dari nalokson, pada pasien adiksi

opioid pemberian 100mg   seca ra   o r a l   dapa t menghambat efek euforia

yan ditimbulkan oleh 25 mg heroin IV selama 48 jam.

Toleransi dan Ketergantungan Fisik

Toleransi hanya terjadi terhadap efek yang ditimbulkan oleh sifat agonis jadi

hanyatimbul pada efek subjektif sedatif dan psikomimetik dari nalorfin. Penghentian tiba-tiba

Page 16: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

nalorfin dosis tinggi menyebabkan gejala putus obat yang khas tetapi lebih ringan daripada

gejala putus obat morfin.

Nalokson, nalorfin dan levalorfan kecil kemungkinannya untuk disalahgunakan, sebab

tidak menyebabkan ketergantungan fisik, tidak menyokong ketergantungan fisik morfin, dan

dari segi subjektif dianggap sebagai obat yang kurang menyenangkan bagi para pecandu.

Indikasi

Antagonis opioid ini diindikasikan untuk mengatasi depresi napas akibat takar layak

opioid pada bayi baru lahir oleh ibu yang mendapat opioid pada waktu persalinan akibat

suicide dengan suatu opioid, dalam hal ini nalokson merupakan obat terpilih. Obat ini juga

digunakan untuk ketergantungan fisik terhadap opioid.

Sediaan dan Posologi

     Nalorfin HCL tersedia untuk penggunaan parenteral masing-masing mengandung 0,2 mg

nalorfin/ml untuk anak dan 5 mg nalokson 0,4 mg/ml. Pada intoksikasi opioid diberikan 2 mg

nalokson dalam bolus IV yang mungkin perlu diulang. Karena waktuparuh yang singkat

dosis ini diulang tiap 20-60 menit terutama pada keracunan opioid kerja lama seperti

metadon. Cara lain ialah memberikan dosis 60% dari dosisawal setiap jam setelah dosis

awal. Untuk mengatasi depresi nafas oleh opioid pada neonatus biasanya

diberikan dosis awal 0,01mg/kgBB intravena, intramuskular, atau subkutan yang

dapat diulang 3-5 menit bila respon belum tampak. Tergantung dari beratnya

depresi nafas dosis ini dapat diulang tiap 30-90 menit.

F. Hasil dan pembahasan

Pengamatan pada kelinci

Berat kelinci : (1600 gr/1000) x 0,5 ml = 0,8 ml

Page 17: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

Pada kelinci dilakukan penyuntikan morfin secara subkutan dengan dosis yang

telah disesuaikan dengan berat badannya dosis morfin ialah 0,5 ml/kgBB. Lalu setiap

5 menit observasi dilakukan terhadap beberapa parameter: frekuensi napas, diameter

Sebelum

pemberian

morfin

Selepas pemberian

morfin

5 menit 10 menit

Sikap kelinci Lincah Pasif Pasif

Reflek otot Kuat Sedikit

lemah

Lemah

Diameter

pupil kanan

kiri (cm)

0,8 0,7 0,6

Frekuensi

napas /menit

116 80 18

Denyut

jantung/menit

112 71 55

Selepas pemberian kafein

benzoate 4%

Selepas pemberian nalokson

Waktu 15 menit 20 menit

Sikap kelinci Mulai lincah Lincah

Reflek otot Sedikit melemah Kuat

Diameter pupil

kanan kiri (cm)

0,7 0,8

Frekuensi

napas/menit

44 86

Denyut

jantung/menit

82 104

Page 18: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

pupil. Selain itu kita juga melihat aktivitas kelinci tersebut. pada kelinci kelompok

kami, frekuensi napas setiap 5 menit turun dan bermakna. Ketika baru mencapai 5

menit frekuensi napas sudah mencapai 80x per menit (frekuensi napas mula-mula

ialah 116 x per menit). Selain itu diameter pupil semakin kecil (miosis). Karena sudah

mencapai <20 x per menit maka kami menyuntikan kafein benzoate 0,5 ml subkutan.

lalu setelah 5 menit kami mengukur kembali pernapasannya dan ternyata ada

perubahan sedikit menjadi 44x per menit. Lalu instruktur menyuntikan nalokson 0,2

ml pada vena marginalis di telinga. Setelah penyuntikan vena marginalis tersebut

frekuensi napas kembali meningkat, disertai denyut jantung yang meningkat. Dan

refleks otot yang kuat serta sikap kelinci kembali lincah dan diameter pupil kembali

normal.

Gambar 1. Kelinci yang mengalami efek depresi nafas

Pengamatan pada tikus

Sebelum penyuntikkan tikus nampak agresif. Setelah diberi suntikkan morfin,

tikus menjadi lebih pasif. Kurang lebih 15 menit setelah penyuntikkan,terjadi

kekakuan otot atau katatonik . Badan tikus menetap dalam sikap yang dibuat oleh

pembuat percobaan .

Page 19: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

Gambar 2. Tikus yang mengalami katatonik

Perhitungan dosis larutan morfin 4% adalah seperti berikut:

Berat tikus : (150 gram/1000) x 50mg = 7,5 mg

Larutan morfin 4% yang disuntikan (7,5/40mg) x 1cc = 0,1875 0,2 cc

Pengamatan pada mencit

Pada percobaan, mencit terlebih dahulu ditimbang berat badannya untuk

menentukan dosis yang akan diberikan. Larutan morfin sulfat yang digunakan adalah

4%, artinya setiap BB dari masing-masing mencit, dikalikan dengan 4%, Setelah

dilakukan penimbangan, mencit diobservasi untuk dilihat reflex dan tonus otot, sikap

hewan coba, dan kelakuan umum. Pada mencit tidak dilakukan observasi frekuensi

dan dalam nafas, frekuensi dan denyut jantung, reaksi atas tonus pada rangsang nyeri,

serta diameter pupil karena cukup sulit untuk mengamatinya. Setelah dilakukan

pengamatan awal, mencit diinjeksi morfin secara subkutan pada punggung, dan

diamati apa yang terjadi.

Perhitungan dosis larutan morfin 4% adalah seperti berikut :

Berat mencit : ( 30 gram/1000) x 40mg = 1,2 mg

Larutan morfin 4% yang disuntikan (1,2/40) x 1cc = 0,03 cc

Page 20: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

Gambar 3. Mencit mengalami efek straub

Pada mencit, didapatkan adanya, dan sikapnya tenang, mencit lebih tampak

berdiam diri. Beberapa menit kemudian, mencit sudah menangkat ekornya, namun

belum terjadi efek straub, tidak lama kemudian sekitar menit ke 5 respon Straub pada

mencit terjadi. Pada percobaan terlihat adanya reaksi Straub memberi petunjuk bahwa

ada rangsangan terhadap susunan saraf pusat (khususnya sumsum tulang belakang)

atau pembebasan adrenalin. Gejala Straub terlihat pada semua mencit yang menerima

morfin pada praktikum tersebut.

Pengamatan pada kucing

Pada percobaan efek morfin ke kucing hanya dilakukan dalam bentuk

demonstrasi, pertama ambil dan timbang kucing, hitung dosis larutan morfin yang

harus diberikan. lakukan tindakan asepsis pada daerah yang akan disuntik. Suntikan

larutan morfin 4% sesuai perhitungan dosis secara subkutan pada daerah interskapula.

Kemudian,, masukkan kucing ke dalam kandang terlihat kucing menjadi agresif,

hipersalivari, gelisah, dan terjadi midriasis.

Page 21: Laporan Praktikum Farmakologi Morfin

G. Kesimpulan

Hasil praktikum morfin terhadap kelinci menunjukkan terjadinya depresi napas,

miosis dan sikap kelinci menjadi lemas serta tonus menurun yang mana memperlihat efek

pada kelinci yang setara pada manusia apabila diberikan morfin. Manakala pemberian morfin

pada tikus dan mencit menunjukkan hasil species difference yaitu eksitasi untuk kucing ,

katatonik untuk tikus dan efek Straub untuk mencit.

H. Daftar pustaka

1. Dewoto HR. Analgesik opioid dan antagonis. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R,

Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi V. Jakarta: FKUI; 2011.h. 210-28.