Laporan Praktikum Teknologi Bakery

48
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUK BAKERY ACARA III PEMBUATAN NASTAR  Penanggung jawab: Muhammad Kurniawan Dafiq A1M011030 Ayu Kinanti A1M011045 Titin Tri Septiani A1M011053 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2013

description

Pembuatan nastar

Transcript of Laporan Praktikum Teknologi Bakery

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUK BAKERY

ACARA III PEMBUATAN NASTAR

Penanggung jawab:Muhammad Kurniawan Dafiq A1M011030Ayu Kinanti A1M011045Titin Tri SeptianiA1M011053

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO2013

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUK BAKERY

ACARA III PEMBUATAN NASTAR

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO2013

I. PENDAHULUANA. Latar BelakangPengolahan pangan dengan metode pemanggangan memiliki banyak jenis. Setiap jenis dari produk tersebut memiliki spesifikasi yang berbeda-beda. Mulai dari jenis tepung yang digunakan, pengolahan adonan, penambahan bahan lain, seperti gula, air, ragi, dan lemak, serta lama waktu pemanggangan. Dari perbedaan spesifikasi tersebut diperoleh produk baking yang berbeda-beda. Produk-produk tersebut dapat berupa cookies, bread, pastry, crackers, dan lainnya.Cookies pada dasarnya terbuat dari bahan baku utama yaitu tepung terigu dengan campuran berbagai bahan lainnya. Salah satu cookies yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah kue nastar. Kue nastar sering dijumpai pada saat perayaan besar seperti natal dan lebaran. Seiring dengan perkembangan zaman, pembuatan kue nastar ini juga mengalami modifikasi. Tidak hanya bentuk dari nastar itu sendiri yang dimodifikasi. Begitu juga dengan jenis isiannya. Tidak hanya menggunakan selai nanas tetapi orang mulai menggemari aneka kue kering nastar dengan isian selai durian, choco melted, selai strawberry, dll.Sebagai teknologi pangan, kita tidak hanya dituntut untuk baik dalam teori saja namun juga harus baik dalam praktiknya. Oleh sebab itu, diperlukan praktikum pengolahan, seperti pada praktikum teknologi bakery. Pada saat praktikum, praktikan dituntut agar mengetahui bagaimana proses pembuatan olahan bakery tersebut, salah satunya adalah nastar.Lebih lanjut, apabila kita sudah ahli dalam membuat produk bakery, maka bisa kita tekuni yang pada akhirnya dapat dijadikan peluang usaha karena peluang bisnis pada usaha pembuatan bakery tidak akan merugikan. Selain itu kita juga bisa menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang lain.

B. TujuanTujuan dari praktikum bakery acara pembuatan nastar adalah agar praktikan dapat mempelajari proses pembuatan nastar, mengetahui bahan-bahan apa saja yang digunakan, dan terjun langsung dalam pembuatan nastar sehingga praktikan mampu dan mahir membuat nastar.

II. TINJAUAN PUSTAKAA. BiskuitBiskuit merupakan makanan ringan yang disenangi karena enak, manis, dan renyah. Biskuit merupakan makanan kering yang tergolong makanan yang dipanggang atau kue kering. Biskuit merupakan produk kering yang mempunyai daya awet yang tinggi, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan mudah dibawa dalam perjalanan, karena volume dan beratnya yang relatif ringan akibat adanya proses pengeringan (Whiteley, 1971).Dalam Standar Nasional Indonesia (1992) biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan tambahan lain yang di izinkan. Biskuit dapat dikelompokkan menjadi:1. Biskuit KerasBiskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dan dapat berkadar lemak tinggi atau rendah.2. Biskuit CrackersCrackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalaui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah ke asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.

3. CookiesCookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. 4. WaferWafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.Biskuit pada umumnya berwarna coklat keemasan, permukaan agak licin, bentuk dan ukurannya seragam, crumb berwarna putih kekuningan, kering, renyah dan ringan serta aroma yang menyenangkan. Bahan pembentuk biskuit dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu bahan pengikat dan bahan perapuh. Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, padatan dari susu dan putih telur. Bahan pengikat berfungsi untuk membentuk adonan yang kompak. Bahan perapuh terdiri dari gula, shortening, bahan pengembang, dan kuning telur (Matz, 1978).Nastar merupakan salah satu produk biskuit kelompok cookies. Nastar sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, karena nastar selalu disajikan atau selalu ada pada saat perayaan-perayaan hari besar seperti natal dan lebaran. Seiring berubahnya zaman, sekarang nastar banyak dimodifikasi, baik dari bentuk, dan varian isinya. Selanjutnya akan dibahas mengenai bahan apa saja yang digunakan dalam pembuatan nastar.

B. Bahan Pembuatan Nastar1. Tepung TeriguTepung terigu dikatakan unik karena dapat membuat adonan elastis yang kohesif ketika dicampur dengan air. Oleh karena itu, adonan dapat menahan gas sehingga produk lebih mengembang (Matz, 1992). Dalam pembuatan cookies tepung berfungsi untuk membentuk adonan selama proses pencampuran, mengikat bahan lainnya, membentuk struktur cookies, dan membentuk cita rasa (Matz, 1978).Tepung terigu yang digunakan adalah jenis kunci biru. Tepung jenis ini bersifat Soft Wheat (terigu dengan protein rendah). Tepung ini terbuat dari gandum lunak dengan kandungan protein gluten 8-9%. Sifat dari tepung ini adalah memiliki daya serap air yang rendah sehingga akan menghasilkan adonan yang sukar diuleni, tidak elastis, lengket dan daya pengembangannya rendah. Biasanya dipakai untuk membuat kue kering, biskuit, pastel dan kue-kue yang tidak memerlukan proses fermentasi. Sehingga tepung kunci biru cocok digunakan dalam pembuatan nastar.

2. TelurMenurut Gaman dan Sherrington (1992), selain meningkatkan nilai gizi masakan, telur juga mempunyai beberapa sifat fungsional yang bermanfaat, yakni: protein telur yang terkoagulasi bila dipanaskan dapat berperan sebagai agen pengental dan pengikat; kuning telur mengandung lesitin yang dapat digunakan sebagai pengemulsi; serta sebagai pembusa, yaitu apabila putih telur dikocok udara akan terjebak dan protein terkoagulasi sebagian.Telur dalam pembuatan cookies berfungsi sebagai pelembut dan pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk aerasi yaitu kemampuan menangkap udara. Telur melembutkan tekstur cookies dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat dalam kuning telur. Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat putih telur. Dalam pembuatan cookies, penggunaan kuning telur tanpa putih telur akan menghasilkan cookies yang lembut dengan kualitas cita rasa yang sempurna (Matz & Matz, 1978).Pada telur yang masih segar, bagian kuningnya terletak ditengah-tengah. Komposisi kuning telur antara lain 15-16% protein, 35% lemak, 4000 IU/100 gram vitamin A. Protein telur bermutu tinggi sehingga digunakan sebagai standar untuk mengukur mutu bahan makanan lain (Tarwotjo 1998).

3. GulaWidyati (2000) menjelaskan, gula merupakan bahan makanan penting sebagai sumber kalori yang mudah dicerna. Selain sebagai makanan dan pemberi rasa manis, gula juga bermanfaat sebagai bahan pengawet. Dalam pembuatan cookies, gula tidak hanya befungsi sebagai pemanis, tetapi juga membentuk tekstur, pemberi warna, dan sebagai kontrol pengembang adonan (Matz & Matz 1978).

4. SusuSusu yang umum dipakai adalah susu yang berasal dari sapi. Berdasarkan kandungan lemak di dalamnya, susu dibedakan menjadi full cream (kadar lemak belum dihilangkan), half cream (50% kadar lemak sudah dihilangkan), dan susu skim, yakni susu yang tidak mengandung lemak karena sudah dihilangkan (Widyati 2000).Faridi (1994) menambahkan, susu dapat meningkatkan toleransi waktu pengadukan karena adonan susu padat lebih toleran terhadap over mixing. Warna kerak yang terbentuk akan lebih baik karena laktosa, kasein, dan protein susu akan membantu menghasilkan kerak kekuning-kuningan dan meningkatkan mutu pemanggangan. Susu padat juga menjadikan remah lebih baik dan halus, meningkatkan mutu simpan, mempertahankan keempukan selama penyimpanan, serta menambah nilai gizi karena mengandung mineral, protein, lemak, dan vitamin.

5. GaramGaram adalah bahan utama untuk mengatur rasa. Garam akan membangkitkan rasa pada bahan-bahan lainnya dan membantu untuk meningkatkan sifat-sifat adonan. Selain itu garam berfungsi untuk menguatkan flavor dan menambah struktur. Sebagian besar formula cookies menggunakan satu persen garam atau kurang dalam bentuk kristal-kristal halus untuk mempermudah kelarutannya (Matz & Matz 1978).

6. MargarinMargarin dimaksudkan sebagai pengganti mentega dengan rupa, bau konsistensi rasa dan nilai gizi yang hampir sama dengan mentega. Margarin mengandung 80% lemak, 16% air dan beberapa zat lain (Wahyuni & Made, 1998). Minyak nabati yang sering digunakan dalam pembuatan lemak adalah minyak kelapa, minyak inti sawit, minyak biji kapas, minyak wijen, minyak kedelai dan minyak jagung. Minyak nabati umumnya berwujud cair, karena mengandung asam lemak tidak jenuh, seperti asam oleat, linoleat dan linolenat. Menurut SNI (1994), margarin adalah produk makanan berbentuk emulsi padat atau semi padat yang dibuat dari lemak nabati dan air, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan. Margarin dimaksudkan sebagai pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi rasa, dan nilai gizi yang hampir sama dengan mentega. Margarin merupakan emulsi dengan tipe emulsi water in oil (w/o), yaitu fase air berada dalam fase minyak atau lemak. Dalam bidang pangan penggunaan margarin telah dikenal secara luas terutama dalam pemanggangan roti (baking) dan pembuatan kue kering (cooking) yang bertujuan memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa pangan. Margarin juga digunakan sebagai bahan pelapis misalnya pada roti yang bersifat plastis dan akan segera mencair di dalam mulut (Winarno, 1991 dan Faridah, dkk, 2008).

7. SelaiSelai merupakan bahan isian yang digunakan dalam pembuatan nastar. Selai merupakan produk awetan yang dibuat dengan memasak hancuran buah yang dicampur gula atau campuran gula dengan dekstrosa atau glukosa, dengan atau tanpa penambahan air dan memiliki tekstur yang lunak dan plastis (Suryani et al., 2004). Menurut SNI-01-3746-1995, selai buah adalah produk pangan semi basah yang merupakan pengolahan bubur buah dan gula yang dibuat dari campuran tidak kurang dari 45% berat sari buah dan 55% berat gula. Campuran tersebut kemudian dipekatkan sampai diperoleh hasil akhir berupa padatan terlarut lebih dari 65% yang diukur menggunakan refraktometer.Menurut Muchtadi (1989), perbandingan gula terhadap bobot buah yang digunakan dalam pembuatan selai untuk buah-buahan asam adalah satu bagian bobot buah dan satu bagian bobot gula sedangkan menurut Suryani et al. (2004) formula umum yang digunakan adalah 45:55 (buah:gula), tetapi penambahan gula juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti keasaman buah, kandungan gula buah dan kematangan buah yang digunakan.Menurut Desrosier (1988), jika keasaman buah tinggi, kandungan gula tinggi dan kematangan buah optimum maka penambahan gula lebih rendah dari 55 bagian, karena buahnya sendiri telah mengandung sejumlah gula yang perlu diperhitungkan. Buah-buahan yang kandungan pektinnya rendah dapat ditambahkan pektin komersial pada saat pembuatan selai.

III. METODE PRAKTIKUMA. Alat dan BahanAlat: 1. Oven4. Timbangan2. Baskom5. Kuas3. Loyang6. MangkokBahan:a. Bahan untuk membuat adonan:1. 50 gram gula halus2. 4 butir kuning telur3. 250 gram terigu Kunci Biru4. 50 gram susu full cream bubuk5. 6 gram garam6. 200 gram margarin7. 25 gram keju parmesanb. Bahan polesan1. 2 butir kuning telur2. 10 gram margarin cair

B. Prosedur Kerja

IV. DATA PENGAMATAN

Gula halus dan margarin dikocok hingga tercampur rata

Kuning telur dimasukkan satu per satu ke dalam adonan (campuran gula halus dan margarin) sambil diaduk hingga rata

Sementara itu, terigu Kunci Biru dan susu full cream bubuk dicampur dan diayak secara bersamaan

Terigu Kunci Biru yang telah dicampur dan diayak dengan susu full cream bubuk dicampurkan dengan garam dan keju parmesan yang telah diparut kedalam adonan. Diaduk perlahan hingga rata kemudian adonan diistirahatkan selama minimal 1 jam.

Kemudian adonan dan selai nanas ditimbang masing-masing sebesar 8 dan 4 gram

Setelah itu adonan diisi dengan selai nanas (yang telah dibentuk bulat) dan disusun dalam loyang yang telah diolesi margarin dan dialasi paper baking.

Kemudian permukaan kue diolesi dengan bahan polesan (campuran kuning telur dan margarin cair) sebanyak dua kali.

Setelah dioles dua kali permukaan kue diberi parutan keju parmesan

Dipanggang dalam oven pada suhu 1500C selama 20 menit

Produk yang telah jadi

Nastar yang telah matang

V. PEMBAHASANA. Bahan Pembuatan NastarPembuatan nastar dimulai dengan mempersiapkan alat dan bahan baku (bahan dasar dan bahan tambahan). Semua bahan disiapkan dan ditakar sesuai kebutuhan. Penakaran bahan harus dilakukan dengan tepat yaitu dengan cara ditimbang menggunakan timbangan analog. Bahan-bahan tersebut adalah terigu Kunci Biru, gula halus, margarin, kuning telur, susu full cream bubuk, garam dan keju parmesan. Untuk penggunaan telur tidak dilakukan penimbangan menggunakan timbangan melainkan diasumsikan bahwa satu butir telur ukuran kecil terdiri dari 20 g kuning telur dan 30 g putih telur. Pada praktikum pembuatan nastar ini digunakan 4 butir kuning telur yang berukuran kecil untuk dicampurkan ke dalam adonan. Seluruh bahan baku harus ditimbang dengan tepat menggunakan timbangan agar tidak terjadi kegagalan dalam pembuatan nastar.

1. Tepung teriguTerigu adalah salah satu bahan yang mempengaruhi proses pembuatan adonan dan menentukan kualitas akhir produk berbasis tepung terigu. Terigu yang digunakan dalam praktikum pembuatan nastar adalah terigu dengan merk Kunci Biru yaitu terigu yang kandungan proteinnya rendah. Menurut Handoko et al. (2004), terigu protein rendah ini berasal dari penggilingan gandum jenis soft wheat dengan protein maksimal 11%. Mudjajanto dan Yulianti (2004) menambahkan bahwa terigu tersebut mempunyai sifat gluten yang lemah, kandungan protein 8-9%, sifat elastisitasnya kurang dan mudah putus.Terigu Kunci Biru ini memang dikhususkan untuk kue kering seperti nastar, kemudian untuk cake, biskuit dan wafer (Anonim, 2013). Dengan daya serap air yang lebih rendah dan karakteristik khusus lainnya, Kunci Biru memastikan produk menjadi renyah sementara untuk produk kue kering (cookies) menjadi remah. Faridah et al. (2008) juga menyatakan bahwa untuk pembuatan kue kering (cookies) sebaiknya menggunakan terigu protein rendah (8-9%). Warna tepung ini sedikit gelap, jika menggunakan terigu jenis ini akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering merata. Penggunaan jenis terigu protein rendah ini disebabkan pula oleh pembuatan nastar yang tidak memerlukan elastisitas maupun ekstensibilitas dari gluten (tidak memerlukan volume pengembangan yang besar sehingga tidak perlu ada/banyak gluten). Gluten merupakan senyawa yang terbentuk dari protein gliadin (suatu prolamin) dan glutenin (suatu glutelin). Subagjo (2007) mendefinisikan gluten sebagai protein yang menggumpal, bersifat elastis serta akan mengembang bila dicampur dengan air. Oleh karena itu, terigu yang kadar proteinnya rendah akan menghasilkan gluten yang rendah pula jika dicampur dengan air dan adanya pengadukan atau proses kneading (pengulenan). Dengan demikian, terigu protein rendah merupakan terigu yang sesuai untuk membuat nastar yang tidak memerlukan volume pengembangan yang besar.Fungsi terigu dalam pembuatan nastar adalah sebagai pembentuk struktur dan pengikat bahan lainnya (Faridah et al., 2008). Maksud dari pembentuk struktur yaitu saat terigu dipanaskan dan dengan cukupnya air maka terigu akan mengalami gelatinisasi. Gelatinisasi pati dan koagulasi protein akan membentuk crumb/badan/isi dari nastar.

2. Gula halusDalam pembuatan nastar ini, jenis gula yang digunakan yaitu gula halus. Gula halus atau gula bubuk (icing sugar) merupakan jenis gula yang umum digunakan dan biasanya untuk adonan lunak karena cookies seperti nastar sebaiknya memang menggunakan gula halus atau tepung gula. Jenis gula ini akan menghasilkan kue berpori-pori kecil dan halus. Di dalam pembuatan adonan nastar, gula berfungsi sebagai pemberi rasa dan berperan dalam menentukan penyebaran dan struktur rekahan kue. Keuntungan menggunakan gula halus yaitu mudah dicampur dengan bahan-bahan lain dan menghasilkan tekstur nastar dengan pori-pori kecil dan halus serta tidak berpasir. Beda halnya jika menggunakan gula pasir, tekstur pori-pori yang terbentuk akan besar dan kasar. Penggunaan gula harus sesuai dengan ketentuan resep sebab penggunaan gula yang berlebih menjadikan nastar cepat mengalami browning (pencoklatan) dan akan melebar sewaktu dipanggang. Pencoklatan yang berlebihan tersebut tidak dikehendaki apalagi jika sampai gosong sehingga mengakibatkan penampilan nastar menjadi tidak menarik, rasanya pahit dan bahkan tidak layak untuk dimakan (Faridah et al., 2008). Dengan adanya gula maka waktu pembakaran harus sesingkat mungkin agar tidak hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam adonan dapat mempercepat proses pembentukan warna (Faridah et al., 2008). Dalam pembuatan nastar ini, gula halus juga berfungsi sebagai pembentuk aroma khas. Aroma wangi gula terbentuk dari proses karamelisasi. Selain itu juga akibat dari terjadinya degradasi Strecker yang merupakan reaksi antara gula reduksi dengan gugus amino dari protein yang menimbulkan aroma khas saat pemanggangan yang selanjutnya mengarah pada reaksi browning yang menghasilkan senyawa melanoidin yang berwarna coklat sehingga warna nastar menjadi kuning kecoklatan. Reaksi ini menjadikan kerak dan remah nastar menjadi lebih baik. Gula pada nastar pun akan membantu mematangkan pada saat pemanggangan. Faridi (1994) menambahkan, fungsi gula adalah memperpanjang umur roti (shelf life), menambah kandungan gizi, membuat tekstur menjadi lebih empuk dan memberikan daya pembasah.

3. MargarinLemak yang digunakan pada pembuatan nastar ini adalah margarin. Margarin merupakan salah satu lemak yang biasanya digunakan pada pembuatan cookies seperti nastar. Margarin menjadi salah satu komponen penting dalam pembuatan nastar sebab margarin merupakan salah satu bahan dasar dalam pembuatan nastar. Kandungan lemak dalam adonan cookies merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada variasi berbagai tipe cookies. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening (mampu memerangkap udara) dan fungsi tesktur sehingga nastar menjadi lebih lembut.Selain itu, margarin juga berfungsi sebagai pemberi flavor. Selama proses pencampuran adonan, air yang berasal dari telur berinteraksi dengan protein terigu dan membentuk jaringan teguh serta berpadu. Pada saat lemak (margarin) melapisi tepung (melingkupi pati), jaringan tersebut diputus sehingga karakteristik makan setelah pemanggangan menjadi tidak keras, lebih pendek dan lebih cepat meleleh di dalam mulut (Faridah et al., 2008). Menurut Faridah et al. (2008), penggunaan lemak atau margarin untuk cookies yaitu sebanyak 65-75% dari jumlah tepung. Prosentase ini akan menghasilkan kue yang rapuh, kering, gurih dan warna kue kuning mengkilat. Namun pada pembuatan nastar pada praktikum ini lebih dari 75% yaitu 80% dari jumlah tepung namun karena rentangnya tidak berbeda jauh maka nastar yang dihasilkan pun penampilan dan mutunya seperti kriteria jika menggunakan margarin sebanyak 65-75% dari jumlah tepung. Sebenarnya untuk mendapatkan rasa dan aroma dalam pembuatan nastar, mentega dan margarin dapat dicampur dengan perbandingan mentega 80% dan margarin 20%, perbandingan ini akan menghasilkan rasa kue yang gurih dan lezat. Mentega memiliki rasa yang lebih enak dan gurih daripada margarin karena mentega berasal dari lemak hewani sementara margarin berasal dari lemak nabati.Perlu dihindari penggunaan lemak yang terlalu berlebihan sebab akan mengakibatkan nastar menjadi melebar dan mudah hancur, sedangkan jumlah lemak terlalu sedikit akan menghasilkan nastar bertekstur keras dengan rasa seret di mulut. Margarin dalam pembuatan nastar ini berfungsi untuk menghalangi terbentuknya gluten sebab lemak yang tinggi akan menghambat pembentukan dan kinerja gluten sehingga nastar tidak memiliki volume pengembangan yang besar seperti roti. Dibandingkan dengan terigu dan gula, harga margarin adalah yang paling mahal. Oleh karena itu, penggunaannya harus benar-benar diperhatikan untuk memperoleh produk yang berkualitas dengan harga yang terjangkau.

4. Kuning telurTelur yang digunakan dalam pembuatan nastar adalah telur ayam. Telur ayam merupakan telur yang umum dan paling banyak digunakan dalam pembuatan cake sebab ketersediaannya lebih banyak dibandingkan telur jenis lain. Telur yang digunakan harus telur yang masih segar atau tidak rusak dan terbebas dari kontaminasi. Telur yang digunakan adalah telur yang segar (pH 7-7,5), tidak dalam kondisi dingin, tidak rusak/pecah sebelum dipakai. Telur merupakan bahan yang tidak harus ada dalam pembuatan nastar, jadi untuk membuat nastar bisa menggunakan telur bisa tidak sebab berdasarkan praktikum yang telah dilakukan telur berfungsi sebagai bahan tambahan bukan sebagai bahan dasar dan pada realitanya memang banyak yang tidak menggunakan telur dalam pembuatan nastar ini. Namun menurut Faridah et al. (2008), telur merupakan salah satu bahan dasar atau bahan utama membuat cookies, termasuk nastar. Telur bersama tepung membentuk kerangka atau struktur nastar, selain itu telur juga menyumbangkan kelembaban (mengandung 75% air dan 25% solid) sehingga nastar menjadi agak empuk. Telur juga mampu menambah aroma dan rasa, meningkatkan kandungan gizi, mengembangkan atau meningkatkan volume (menangkap udara selama pengadukan) serta mempengaruhi atau membangkitkan warna dari nastar. Namun tujuan utama dari penggunaan telur dalam pembuatan nastar ini adalah untuk menambah warna menjadi semakin menarik (berwarna kuning yang mengkilap sehingga tidak pucat) dengan adanya lutein yang berasal dari kuning telur. Faridah et al. (2008) menambahkan bahwa telur berpengaruh terhadap tekstur produk sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi karena adanya lesitin dalam kuning telur yang mempunyai daya emulsi dan pelembut tekstur. Dengan demikian, kuning telur bersifat emulsifier alami. Bagian telur yang digunakan pada pembuatan nastar ini yaitu bagian kuning telurnya saja karena putih telur terlalu banyak mengandung air dimana air ini akan membentuk gluten bersama protein yang ada dalam terigu sementara prinsip dari cookies itu sendiri meminimalisir terbentuknya gluten network.Menurut Faridah et al. (2008), penggunaan kuning telur memberikan tekstur cookies yang lembut, tetapi struktur dalam cookies tidak sebaik jika digunakan keseluruhan bagian telur sebab putih telur merupakan pengikat bahan-bahan lain, sehingga struktur cookies lebih stabil namun dengan ketentuan jumlah putih telurnya tidak berlebihan. Dengan kata lain, putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras sementara kuning telur bersifat sebagai pengempuk.

5. Susu full cream bubukSusu full cream bubuk disebut juga susu bubuk berlemak karena memiliki kandungan lemak yang tinggi. Susu bubuk full cream merupakan susu bubuk yang mengandung lemak susu minimal 26 % yang dibuat dengan cara pengeringan atau spray dryer untuk menghilangkan sebagian air dan mengandung laktosa, protein, mineral, vitamin yang larut lemak, dan vitamin yang larut air (B12). Kandungan susu bubuk full cream merupakan sumber protein yang baik bagi badan kita sebab kandungan proteinnya pun cukup tinggi yaitu sekitar 25,2% (Sudarwanto dan Lukman, 1993).Susu full cream bubuk tersebut berfungsi memberikan aroma, memperbaiki tesktur dan warna permukaan nastar. Laktosa yang terkandung di dalam susu full cream bubuk merupakan disakarida pereduksi yang jika berkombinasi dengan gugus amino protein melalui reaksi Maillard (browning non enzimatis) dengan adanya proses pemanasan akan memberikan warna coklat yang menarik pada permukaan nastar setelah dipanggang dimana sebelumnya terjadi degradasi Strecker terlebih dahulu yang menghasilkan aroma yang enak mulai saat pemanggangan. Hal tersebut sama halnya terjadi jika dilakukan penambahan gula yang sama-sama memiliki gula pereduksi. Selain itu, pencampuran susu ke dalam adonan pun akan lebih mudah merata karena berbentuk bubuk.

6. GaramGaram yang ditambahkan pada pembuatan nastar berfungsi sebagai pembangkit rasa dan aroma. Garam berperan penting dalam membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan nastar seperti memperkuat rasa manis sehingga penggunaan garam harus tepat takarannya. Garam juga berfungsi menurunkan suhu penggulalian dalam adonan. Selain itu garam memegang peranan penting dalam menimbulkan warna kerak sehingga tidak pucat. Fungsi lain dari garam yaitu membantu mencegah pertumbuhan bakteri yang tidak dikehendaki, meningkatkan daya absorpsi air (air yang berasal dari kuning telur) dari tepung, salah satu bahan pengeras karena bila adonan tidak memakai garam maka adonan akan menjadi agak basah. Jumlah garam yang digunakan pada pembuatan nastar ini yaitu 6 gram. Sebenarnya jumlah garam yang ditambahkan tergantung pada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein. Faktor lain yang menentukan adalah formulasi yang dipakai. Formula yang lebih lengkap akan membutuhkan garam yang lebih banyak (Hanafi, 1999 dalam Faridah et al., 2008).

7. Keju ParmesanKeju parmesan memiliki warna kuning muda, teksturnya keras, cocok untuk keju parut dan aromanya sangat tajam karena proses pemeraman yang cukup lama yaitu antara 14 bulan sampai 4 tahun. Dengan aroma yang tajam yang lezat tersebut, keju parmesan dapat menambah aroma nastar yang dihasilkan, rasa nastar pun akan semakin enak dan gurih. Selain itu, keju juga dapat meningkatkan kandungan gizi.

B. Bahan PolesanBahan polesan ini digunakan pada permukaan nastar sebelum dilakukan pemanggangan. Tujuan dari penggunaan bahan polesan ini adalah untuk meningkatkan warna nastar yang dihasilkan, yaitu warna nastar menjadi lebih menarik dengan warna kuning yang mengkilap. Selain itu juga supaya taburan keju yang ditambahkan pada permukaan nastar dapat menempel lebih baik karena kuning telur juga memiliki sedikit daya pengikat meskipun tidak sebaik putih telur. Oleh karena itu, pemolesan bahan polesan ini dilakukan sebelum penaburan parutan keju. Berikut bahan-bahan yang digunakan pada campuran bahan polesan.

1. Kuning telurTujuan utama dari penggunaan kuning telur dalam pembuatan bahan polesan nastar ini adalah untuk menambah/meningkatkan warna menjadi semakin menarik (berwarna kuning yang mengkilap sehingga tidak pucat) dengan adanya lutein yang berasal dari kuning telur. Kuning telur juga bersifat sebagai emulsifier alami dengan kandungan lesitin yang dimilikinya sehingga ketika dicampur dengan margarin, air yang terkandung dalam kuning telur dan maragarin dapat tercampur dengan baik bersama lemak yang ada.

2. Margarin cairMargarin digunakan dalam bahan polesan agar dihasilkan warna permukaan nastar yang lebih mengkilap. Kandungan lemak yang berasal dari minyak nabati yaitu minyak kelapa sawit dalam margarin tersebut memberikan warna yang mengkilap, warna kuning dari margarin juga menghasilkan warna bahan polesan semakin kuning. Warna kuning margarin berasal dari karotenoid ( karoten) yang ditambahkan pada pengolahannya (Sushanty, 2012). Margarin yang digunakan berupa margarin encer supaya mudah dalam pencampurannya dengan kuning telur.

C. Proses Pembuatan NastarDalam praktikum pembuatan nastar ini, setelah dilakukan pesiapan alat dan bahan, kemudian dilakukan pengocokan atau pengadukan gula halus dan margarin hingga tercampur rata dengan menggunakan tangan. Pengadukan cukup menggunakan tangan karena produk nastar ini tidak memerlukan volume pengembangan yang besar. Jika pengadukan menggunakan mixer maka akan menghasilkan banyak udara. Udara tersebut selanjutnya akan diperangkap oleh lemak yang berasal dari margarin. Kemudian udara yang terperangkap tersebut nantinya dapat meningkatkan volume produk. Perlakuan gula halus dan margarin yang dikocok (diaduk) lebih dulu ini menunjukkan nastar yang dibuat termasuk adonan lunak (soft dough) dengan jenis batter type. Kemudian setelah tercampur rata, kuning telur satu per satu dimasukkan sambil terus diaduk hingga merata. Sementara itu, terigu Kunci Biru dicampur dengan susu full cream bubuk dan selanjutnya diayak secara bersamaan untuk mendapatkan butiran-butiran yang lebih halus dan seragam sehingga lebih mudah dalam pencampuran dan pengadukan. Selain itu, juga untuk mencegah adanya kotoran yang dapat mengkontaminasi produk yang mungkin ikut terbawa bersama tepung. Campuran tepung dan susu full cream bubuk tersebut kemudian dicampur dengan garam. Sementara itu pula, keju parmesan diparut terlebih dahulu agar dapat tercampur rata dengan mudah bersama bahan-bahan lainnya.Selanjutnya setelah kuning telur tercampur rata dengan margarin dan gula halus, campuran antara terigu, susu full cream bubuk dan garam, serta keju parmesan yang telah diparut dimasukkan ke dalam adonan dan diaduk perlahan hingga merata. Semua pengadukan adonan dalam pembuatan nastar ini tidak memerlukan mixer karena tidak dikehendaki adanya pembentukan gluten dimana pembentukan gluten network tersebut memerlukan kerja motor yang tinggi, sehingga untuk meminimalkannya cukup menggunakan tangan saja pada saat pengadukan. Namun perlu diperhatikan bahwa pengadukan yang dilakukan jangan terlalu lama supaya tidak mengeras.Menurut Faridah et al. (2008), pada saat proses pembuatan adonan, terdapat persaingan pada permukaan tepung antara fase air dari tepung dan lemak. Air dan gula berinteraksi dengan protein tepung untuk membentuk gluten membentuk jaringan yang kuat dan plastis. Pada saat beberapa lemak melingkupi pati (dari tepung) dan protein, jaringan ini terputus, sehingga produk menjadi tidak keras setelah dipanggang, dan mudah leleh di dalam mulut. Jika kandungan lemak dalam adonan sangat tinggi, hanya sedikit air yang diperlukan untuk membuat konsistensi adonan sesuai yang diinginkan, sehingga tidak perlu penambahan air (cukup air dari kuning telur saja), gluten yang terbentuk hanya sedikit, proses gelatinisasi juga berkurang sehingga terbentuk tekstur yang sangat lembut. Selama pembentukan adonan waktu pencampuran harus diperhatikan untuk mendapatkan adonan yang homogen (Faridah et al., 2008) namun tidak sampai terbentuk gluten, kalaupun terbentuk gluten, diusahakan seminimal mungkin karena gluten akan membuat nastar keras.Setelah tercampur merata (homogen), adonan diistirahatkan minimal 1 jam dengan tujuan untuk menstabilkan suhu adonan dan menjaga kualitas adonan. Selanjutnya adonan ditimbang masing-masing 8 gram untuk diperoleh ukuran yang seragam. Adonan 8 gram ini cukup untuk satu buah nastar yang tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil. Kemudian dibulatkan, dipipihkan dan diisi dengan selai nanas yang juga telah ditimbang supaya seragam. Selai nanas yang digunakan yaitu 4 gram karena selai nanas yang digunakan biasanya setengah kali ukuran adonan yang digunakan untuk satu buah nastar, sehingga menghasilkan rasa yang pas dan enak serta tidak mudah retak karena selai nanas yang digunakan tidak berlebihan.Selai nanas yang digunakan sebagai bahan isian nastar sebelumnya dibulatkan terlebih dahulu supaya lebih mudah dibalut oleh adonan (lebih mudah saat memasukkannya ke dalam adonan/kulit nastar) yang kemudian adonan dibulatkan kembali setelah diisi dengan selai nanas, sehingga selai nanas tidak mudah keluar (selai nanas tidak terlihat dari luar) sebab jika terlihat dari luar atau selai nanas tidak terbalut dengan baik maka akan mempengaruhi kenampakan produk akhir. Jika selai nanas keluar maka nastar akan berwarna lebih gelap setelah pemanggangan, warna dan kematangan menjadi tidak merata, sebab selai nanas tersebut akan lebih mudah matang/terbakar oleh panas dari oven. Pembentukan melanoidin dari reaksi browning pun akan semakin mudah dan cepat, sehingga jika terlalu lama produk akan semakin berwarna gelap bahkan gosong.Setelah dicetak (dibulatkan), hasil cetakan adonan disusun dia atas loyang yang telah diolesi margarin dan dialasi paper baking (kertas roti). Biasanya kebanyakan orang hanya mengolesi loyang dengan maragarin atau mentega saja tanpa dialasi kertas roti padahal olesan margarin tersebut akan mengubah bentuk nastar (nastar menjadi meleber) dan menghambat proses pengembangan adonan saat pemanggangan meskipun nastar ini tidak menghendaki volume pengembangan yang besar, namun tetap ada sedikit pengembangan.Dengan adanya penggunaan kertas roti maka cetakan adonan nastar yang akan dipanggang tidak akan kontak langsung dengan olesan margarin. Olesan margarin juga akan mempercepat perubahan warna menjadi gelap terutama pada bagian bawah nastar yang kontak langsung dengan loyang yang diolesi margarin karena margarin mempercepat proses pematangan (lebih cepat menghantarkan panas dengan adanya kandungan minyak di dalamnya). Meskipun menggunakan kertas roti, loyang tetap perlu diolesi dengan margarin supaya kertas roti merekat pada loyang. Penggunaan kertas roti juga akan memudahkan pelepasan nastar yang telah matang setelah didinginkan (setelah dikeluarkan dari oven yang kemudian didiamkan beberapa menit sampai dingin) sehingga tidak lengket pada loyang.Loyang yang digunakan untuk memanggang nastar ini memiliki bentuk persegi panjang dengan ukuran yang besar sehingga dalam satu loyang dapat memuat nastar dalam jumlah yang banyak yaitu 96 buah nastar. Namun perlu diperhatikan penempatan nastar pada loyang, jara antara nastar yang satu dengan yang lainnya tidak boleh terlalu berdekatan karena bisa saling menempel. Hal tersebut terjadi karena setelah pemanggangan nastar akan mengalami sedikit pengembangan. Selain itu juga untuk memberi ruang agar proses pematangan yang terjadi lebih optimal. Jika jaraknya terlalu berjauhan, itu malah tidak efektif dan efisien (boros tempat) karena pengembangan yang terjadi tidak akan besar seperti roti.Setelah disusun di atas loyang, kemudian permukaan nastar diolesi dengan bahan polesan yang telah dibuat supaya lebih kuning dan mengkilap. Pengolesan dilakukan dengan menggunakan kuas agar lebih mudah dan merata serta dilakukan sebanyak 2 kali supaya hasilnya lebih baik (warna yang dihasilkan lebih cantik dan mengkilap). Tahap akhir sebelum pemanggangan yaitu penaburan parutan keju parmesan di atas permukaan nastar yang telah diolesi bahan polesan. Selain untuk menghasilkan kenampakan yang lebih baik, taburan keju tersebut dapat meningkatkan aroma, rasa dan kandungan gizi nastar yang dihasilkan. Setelah selesai, perlakuan selanjutnya yaitu pemanggangan dalam oven. Pada pembuatan nastar, proses pemanggangan merupakan proses penting yang sangat menentukan kualitas nastar yang dihasilkan. Faktor yang harus diperhatikan pada proses ini adalah suhu dan waktu pemanggangan. Sebenarnya, lama waktu pemanggangan sangat dipengaruhi oleh jenis oven yang digunakan. Pada praktikum ini digunakan oven yang memiliki sumber panas dari atas dan dari bawah oven. Suhu yang digunakan adalah 1500C. Suhu tersebut merupakan suhu yang memang sesuai untuk memanggang nastar. Pemanggangan dengan suhu tersebut dilakukan selama 20 menit. Faridah et al. (2008) menyebutkan bahwa kisaran suhu pemanggangan nastar adalah 160-200C. Tingginya suhu pemanggangan akan mempengaruhi lama waktu pemanggangan, sehingga untuk suhu 160-200C tersebut membutuhkan waktu pemanganggan yang lebih sedikit yaitu 10-15 menit. Dengan demikian, semakin tinggi suhu yang digunakan semakin cepat proses pemanggangan namun perlu diperhatikan bahwa suhu pemanggangan pun harus dikendalikan jangan sampai terlalu tinggi karena dapat menyebabkan nastar gosong di bagian luarnya sedangkan bagian dalamnya belum matang serta permukaan cookies yang dihasilkan akan menjadi retak-retak dan dapat menghambat pengembangan karena nastar juga mengalami sedikit pengembangan.Pada saat proses pemanggangan terjadi beberapa reaksi yang mengubah sifat adonan. Reaksi yang terjadi yaitu adanya sedikit pengembangan adonan di dalam oven. Di dalam oven, gas yang terbentuk oleh aerasi fisik atau kimiawi mulai mengembang (memuai) karena adanya panas dalam oven. Dengan meningkatnya suhu, maka tekanan gas CO2 atau udara juga meningkat (udara diperangkap oleh lemak yang berasal dari margarin dan kuning telur saat pengadukan). Peningkatan tekanan udara ini akan memperbesar dinding sel, sehingga produk akan mengembang namun pengembangan yang terjadi tidak terlalu signifikan (volume pengembangan sangat rendah) karena udara yang ditangkap oleh lemak saat pengadukan tidak terlalu banyak karena tidak digunakannya mixer sehingga fungsi aerasi dari lemak tidak optimal, juga karena gluten network dibuat seminimal mungkin pada saat pengadukan (tidak adanya penambahan air maupun putih telur yang akan membantu proses pembentukan gluten, terigu yang digunakan adalah terigu jenis protein rendah dimana kandungan proteinnya (protein pembentuk gluten) juga rendah, baik gliadin maupun glutelin sehingga kemungkinan terbentuknya gluten juga sangat rendah.Pada saat proses pemanggangan terjadi beberapa reaksi yang mengubah sifat adonan. Reaksi yang terjadi yaitu adanya sedikit pengembangan adonan di dalam oven. Di dalam oven, gas yang terbentuk oleh aerasi fisik atau kimiawi mulai mengembang (memuai) karena adanya panas dalam oven. Dengan meningkatnya suhu, maka tekanan gas CO2 atau udara juga meningkat (udara diperangkap oleh lemak yang berasal dari margarin dan kuning telur saat pengadukan). Peningkatan tekanan udara ini akan memperbesar dinding sel, sehingga produk akan mengembang namun pengembangan yang terjadi tidak terlalu signifikan (volume pengembangan sangat rendah) karena udara yang ditangkap oleh lemak saat pengadukan tidak terlalu banyak karena tidak digunakannya mixer sehingga fungsi aerasi dari lemak tidak optimal, juga karena gluten network dibuat seminimal mungkin pada saat pengadukan (tidak adanya penambahan air maupun putih telur yang akan membantu proses pembentukan gluten, terigu yang digunakan adalah terigu jenis protein rendah dimana kandungan proteinnya (protein pembentuk gluten) juga rendah, baik gliadin maupun glutelin sehingga kemungkinan terbentuknya gluten juga sangat rendah).Selain pengembangan, selama pemanggangan juga terjadi reaksi yang berpengaruh terhadap perubahan warna, aroma dan cita rasa. Reaksi yang terjadi yaitu reaksi karamelisasi dan reaksi Maillard. Kedua reaksi tersebut menghasilkan warna coklat pada nastar. Reaksi karamelisasi pun menyumbang aroma karamel yang enak, sementara pada reaksi Maillard sebelum terbentuknya melanoidin (warna coklat) terlebih dahulu terjadi degradasi Strecker yang menghasilkan senyawa volatil penyebab aroma enak pada nastar. Selain itu, hidrolisis asam lemak juga dapat menghasilkan aroma yang enak karena pada hidrolisis lemak dihasilkan senyawa-senyawa aroma sejenis aldehid, keton, alkohol maupun ester. Berikut ini diuraikan mengenai reaksi-reaksi yang terjadi saat pemanggangan.KaramelisasiKaramelisasi merupakan salah satu reaksi pencoklatan non enzimatik yang melibatkan reaksi degradasi gula tanpa adanya asam amino atau protein yang menghasilkan produk akhir berupa polimer tanpa nitrogen berwarna coklat (Eskin et al., 1971 dalam Amalia, 2008). Menurut Eskin et al. (1971) dalam Amalia (2008), ketika gula dipanaskan hingga melebihi titik larutnya maka gula akan mengalami reaksi pencoklatan. BeMiller dan Whistler (1996) dalam Amalia (2008) menyatakan bahwa pemanasan langsung terhadap karbohidrat terutama sukrosa dan gula pereduksi tanpa melibatkan komponen mengandung nitrogen mengakibatkan sebuah reaksi senyawa kompleks yang disebut juga dengan karamelisasi.Proses karamelisasi diawali dengan pelarutan gula pada suhu tinggi dan diikuti dengan pembentukan busa. Pada tahap ini gula (sukrosa) dipecah menjadi glukosa dan fruktosa. Kemudian proses dilanjutkan dengan pembentukan 1,2-enol atau disebut juga tahapan 1,2 enolisasi. Pada tahap ini gula mengalami enolisasi menghasilkan senyawa 1,2-enol (Eskin et al., 1971 dalam Amalia, 2008). Tahap selanjutnya adalah tahap dehidrasi atau fisi. Pada kondisi asam, senyawa 1,2-enol mengalami dehidrasi menghasilkan senyawa 5-hidroksimetil-2-furaldehid yang merupakan produk dari reaksi karamelisasi heksosa dan salah satu prekursor pigmen coklat (Eskin et al., 1971 dalam Amalia, 2008). Tahap degradasi pada kondisi basa juga diawali dengan pembentukan senyawa 1,2-enol. Akan tetapi sebelumnya terjadi reaksi isomerasi dari glukosa menjadi fruktosa dan manosa. Reaksi ini disebut juga dengan transformasi Lobry De Bruyn-Alberda van Eckenstein. Selanjutnya 1,2-enol mengalami reaksi fragmentasi dan menghasilkan senyawa-senyawa redukton seperti triosaenadiol dan piruvaldehidrat yang juga merupakan prekursor pigmen coklat (Eskin et al., 1971 dalam Amalia, 2008). Tahap terakhir adalah tahap pembentukan pigmen coklat.Mekanisme pembentukan pigmen dalam proses karamelisasi belum diketahui sepenuhnya. Namun demikian, diduga bahwa dalam proses pembentukan pigmen tersebut melibatkan serangkaian reaksi polimerisasi dan kondensasi diantara berbagai senyawa intermediet dari aldehid dan keton yaitu diantaranya senyawa 5-hidroksimetil-2-furaldehid, gliseraldehid dan piruvaldehidrat (Eskin et al., 1971 dalam Amalia, 2008). Reaksi MaillardReaksi pencoklatan yang sering terjadi pada saat pemanasan maupun saat penyimpanan yang biasanya disebabkan oleh reaksi kimia antara gula pereduksi, terutama D-glukosa, dan sebuah asam amino bebas atau sebuah grup amino bebas dari asam amino yang merupakan bagian dari protein. Reaksi ini disebut dengan reaksi Maillard (BeMiller dan Whistler, 1996 dalam Amalia, 2008). Menurut Hurrell (1982) dalam Amalia (2008), reaksi Maillard adalah reaksi antara gugus karbonil yang berasal dari gula pereduksi, dengan gugus amino yang berasal dari asam amino, peptida atau protein. Reaksi tersebut mengarah pada pembentukan warna coklat (melanoidin) dan flavor. Reaksi Maillard terdiri atas tiga tahap yaitu; (1) tahap awal yang melibatkan pembentukan glycosylamin dan diikuti dengan Amadori rearrangement; (2) tahap intermediet yang melibatkan reaksi dehidrasi dan fragmentasi gula serta degradasi asam amino; dan (3) tahap akhir yang melibatkan kondensasi aldol, polimerisasi dan pembentukan komponen nitrogen heterosiklik dan senyawa berwarna (Namiki, 1988 dalam Amalia, 2008). Tahap awal reaksi Maillard melibatkan reaksi kondensasi antara gugus karbonil dari gula pereduksi dengan senyawa amino dari peptida, protein atau asam amino dan membentuk basa schiff secara reversibel dengan melepaskan satu molekul air. Kemudian terbentuk senyawa glikosilamin N-tersubtitusi sebagai akibat dari siklisasi (Ames, 1992 dalam Amalia, 2008). Senyawa glikosilamin N-tersubtitusi ini tidak stabil dan kemudian akan mengalami penataan ulang atau rearrangement. Ketika gula yang bereaksi adalah aldosa maka akan terbentuk aldosilamin N-tersubtitusi yang kemudian mengalami rearrangement menghasilkan 1-amino-1-deoksi-2-ketosa atau disebut juga Amadori Rearrangement Product (ARP). Akan tetapi jika gula yang bereaksi adalah ketosa maka akan terbentuk ketosilamin N-tersubtitusi yang kemudian mengalami rearrangement dan menghasilkan 2-amino-2-deoksi-1-aldosa atau Heyns Rearranggement Product (HRP) (Ames, 1992 dalam Amalia, 2008).Pada tahap intermediet terdapat tiga jalur reaksi yang terlibat. Jalur pertama merupakan jalur 1,2-enolisasi dan 2,3-enolisasi yang melibatkan terjadinya dehidrasi dan pembentukan cincin menghasilkan HMF atau furfural. Jalur 1,2-enolisasi melibatkan pelepasan tiga molekul air dan terjadi pada pH rendah sedangkan jalur 2,3-enolisasi melibatkan dua molekul air dan terjadi pada pH tinggi (Ames, 1992 dalam Amalia, 2008). Pada jalur kedua terjadi pemecahan (fragmentasi) produk antara metil dikarbonil menjadi C-metil redukton dan -dikarbonil. Jalur ketiga adalah tahap degradasi Strecker yang melibatkan degradasi oksidasi asam amino oleh -dikarbonil dan komponen dikarbonil konjugasi lainnya yang dihasilkan dari jalur satu dan dua. Pada tahap degradasi Strecker, asam amino didegradasi menjadi aldehid (Hurrel, 1982 dalam Amalia, 2008). Selain itu, pada tahap intermediet juga terjadi reaksi fission yang terjadi karena adanya dealdolisasi dari ARP menghasilkan produk-produk fisi berupa asetal, piruvaldehid, dan lain-lain (Ames, 1992 dalam Amalia, 2008). Tahap akhir dari reaksi Maillard ditandai dengan terbentuknya polimer nitrogen berwarna coklat maupun kopolimer yang disebut juga dengan melanoidin (Ames, 1992 dalam Amalia, 2008). HMF atau furfural, dehidroredukton maupun produk-produk fisi yang dihasilkan pada tahap intermediet dapat membentu aldol dan polimer tanpa N. Aldol kemudian terkondensasi dan dengan adanya senyawa amino akan membentuk melanoidin. Begitu pula dengan HMF atau furfural, dehidroredukton, aldehid serta produk-produk lain dapat secara langsung bereaksi dengan senyawa amino dan membentuk melanoidin (Amalia, 2008).

D. Produk AkhirReaksi MaillardReaksi pencoklatan yang sering terjadi pada saat pemanasan maupun saat penyimpanan yang biasanya disebabkan oleh reaksi kimia antara gula pereduksi, terutama D-glukosa, dan sebuah asam amino bebas atau sebuah grup amino bebas dari asam amino yang merupakan bagian dari protein. Reaksi ini disebut dengan reaksi Maillard (BeMiller dan Whistler, 1996 dalam Amalia, 2008). Menurut Hurrell (1982) dalam Amalia (2008), reaksi Maillard adalah reaksi antara gugus karbonil yang berasal dari gula pereduksi, dengan gugus amino yang berasal dari asam amino, peptida atau protein. Reaksi tersebut mengarah pada pembentukan warna coklat (melanoidin) dan flavor. Reaksi Maillard terdiri atas tiga tahap yaitu; (1) tahap awal yang melibatkan pembentukan glycosylamin dan diikuti dengan Amadori rearrangement; (2) tahap intermediet yang melibatkan reaksi dehidrasi dan fragmentasi gula serta degradasi asam amino; dan (3) tahap akhir yang melibatkan kondensasi aldol, polimerisasi dan pembentukan komponen nitrogen heterosiklik dan senyawa berwarna (Namiki, 1988 dalam Amalia, 2008). Tahap awal reaksi Maillard melibatkan reaksi kondensasi antara gugus karbonil dari gula pereduksi dengan senyawa amino dari peptida, protein atau asam amino dan membentuk basa schiff secara reversibel dengan melepaskan satu molekul air. Kemudian terbentuk senyawa glikosilamin N-tersubtitusi sebagai akibat dari siklisasi (Ames, 1992 dalam Amalia, 2008). Senyawa glikosilamin N-tersubtitusi ini tidak stabil dan kemudian akan mengalami penataan ulang atau rearrangement. Ketika gula yang bereaksi adalah aldosa maka akan terbentuk aldosilamin N-tersubtitusi yang kemudian mengalami rearrangement menghasilkan 1-amino-1-deoksi-2-ketosa atau disebut juga Amadori Rearrangement Product (ARP). Akan tetapi jika gula yang bereaksi adalah ketosa maka akan terbentuk ketosilamin N-tersubtitusi yang kemudian mengalami rearrangement dan menghasilkan 2-amino-2-deoksi-1-aldosa atau Heyns Rearranggement Product (HRP) (Ames, 1992 dalam Amalia, 2008).Pada tahap intermediet terdapat tiga jalur reaksi yang terlibat. Jalur pertama merupakan jalur 1,2-enolisasi dan 2,3-enolisasi yang melibatkan terjadinya dehidrasi dan pembentukan cincin menghasilkan HMF atau furfural. Jalur 1,2-enolisasi melibatkan pelepasan tiga molekul air dan terjadi pada pH rendah sedangkan jalur 2,3-enolisasi melibatkan dua molekul air dan terjadi pada pH tinggi (Ames, 1992 dalam Amalia, 2008). Pada jalur kedua terjadi pemecahan (fragmentasi) produk antara metil dikarbonil menjadi C-metil redukton dan -dikarbonil. Jalur ketiga adalah tahap degradasi Strecker yang melibatkan degradasi oksidasi asam amino oleh -dikarbonil dan komponen dikarbonil konjugasi lainnya yang dihasilkan dari jalur satu dan dua. Pada tahap degradasi Strecker, asam amino didegradasi menjadi aldehid (Hurrel, 1982 dalam Amalia, 2008). Selain itu, pada tahap intermediet juga terjadi reaksi fission yang terjadi karena adanya dealdolisasi dari ARP menghasilkan produk-produk fisi berupa asetal, piruvaldehid, dan lain-lain (Ames, 1992 dalam Amalia, 2008). Tahap akhir dari reaksi Maillard ditandai dengan terbentuknya polimer nitrogen berwarna coklat maupun kopolimer yang disebut juga dengan melanoidin (Ames, 1992 dalam Amalia, 2008). HMF atau furfural, dehidroredukton maupun produk-produk fisi yang dihasilkan pada tahap intermediet dapat membentu aldol dan polimer tanpa N. Aldol kemudian terkondensasi dan dengan adanya senyawa amino akan membentuk melanoidin. Begitu pula dengan HMF atau furfural, dehidroredukton, aldehid serta produk-produk lain dapat secara langsung bereaksi dengan senyawa amino dan membentuk melanoidin (Amalia, 2008).

E. Produk AkhirNastar yang telah matang selanjutnya didinginkan terlebih dahulu dengan membiarkannya di udara terbuka untuk menurunkan suhu dan pengerasan nastar akibat memadatnya gula dan lemak. Setelah dingin, nastar dilepaskan dari loyang secara hati-hati agar tidak rusak. Untuk mempermudah, dapat digunakan pisau sehingga permukaan bawah nastar rata dan bagus. Namun jika dinginnya telah optimal maka tidak perlu menggunakan pisau untuk mengangkatnya dari loyang karena nastar akan terlepas sendiri dari loyang dengan adanya lapisan kertas roti di permukaan loyang yang mempermudah proses pelepasan nastar tersebut. Nastar yang telah dilepaskan dari loyang selanjutnya dapat dikemas terlebih dahulu atau langsung dimakan.Jumlah nastar yang diperoleh pada praktikum ini yaitu 153 buah dengan cita rasa yang enak namun kenampakannya tidak terlalu merata. Ada nastar yang warnanya lebih gelap, lebih kuning, namun ada pula warna nastar yang kurang kuning dibandingkan nastar lainnya. Hal ini disebabkan oleh pemolesan bahan polesan yang kurang merata. Selain itu, pada saat pemolesan bahan polesan dan taburan keju banyak yang berjatuhan ke atas loyang sehingga pada pinggir-pinggir atau sekitar nastar nampak warna kecoklatan bahkan berwarna coklat lebih gelap akibat pemanggangan. Warna nastar yang lebih gelap terjadi karena proses pemanggangan yang cukup lama sebagai akibat utama dari reaksi browning yang menghasilkan warna coklat. Berdasarkan pustaka lain, jika tidak ingin terjadi seperti itu maka pemolesan bahan polesan dapat dilakukan setelah nastar setengah matang, kemudian baru diolesi dengan bahan polesan (menggunakan kuas agar lebih mudah dan merata), selanjutnya dipanggang kembali sampai matang. Dengan demikian, warna nastar akan lebih cerah (kuning kemerahan) karena proses pemanasan setelah permukaan nastar diolesi dengan bahan polesan kurang lebih hanya setengah dari waktu total pemanggangan sehingga tidak terlalu lama dan akibatnya senyawa melanoidin yang terbentuk tidak terlalu banyak.

F. Proses Pembuatan Bahan PolesanBahan polesan dibuat dari campuran antara kuning telur dan margarin cair. Terlebih dahulu, dipisahkan antara kuning dan putih telur. Sementara itu, margarin sebanyak 10 g dicairkan di atas api namun jangan sampai terbentuk gelembung pada saat dicairkan/dipanaskan karena akan membuat warnanya menjadi kurang menarik. karoten akan rusak dengan adanya pemanasan yang terlalu tinggi atau terlalu lama sehingga jika karoten rusak maka akan terjadi penurunan warna. Jika terjadi penurunan warna maka warna yang dihasilkan kurang kuning dan kurang mengkilap. Setelah margarin menjadi cair, kemudian dicampur dengan kuning telur yang telah dipisahkan dari putih telur tadi dan dikocok dalam wadah. Pada saat pengocokan, bahan akan tercampur. Air dari dalam kuning telur dan margarin pun akan ikut tercampur dengan lemak dengan adanya emulsifier alami yaitu lesitin dari kuning telur itu sendiri, juga emulsifier dari margarin yang digunakan. Setelah dikocok, kemudian bisa langsung dioleskan pada permukaan adonan nastar yang siap dipanggang. Pemolesan harus dilakukan dengan merata dengan menggunakan kuas.

VI. PENUTUPA. KesimpulanNastar merupakan sejenis kue kering dari adonan tepung terigu, mentega, dan telur yang diisi dengan selai buah nanas. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan nastar adalah tepung terigu, kuning telur, gula, susu full cream bubuk , garam, margarin dan selai. Tepung terigu yang digunakan pada pembuatan nastar yaitu tepung terigu dengan kadar protein rendah karena nastar tidak memerlukan pengembangan atau pembentukan gluten yang besar. Pada proses pembuatannya pengadukan adonan cukup menggunakan tangan karena produk nastar ini tidak memerlukan volume pengembangan yang besar.

B. SaranUntuk praktikum pembuatan cookies selanjutnya sebaiknya membuat produk cookies lain misalnya, cracker atau biskuit, karena pembuatan nastar sudah sangat sering dilakukan menjelang hari-hari besar seperti Lebaran atau Natal. Selai yang digunakan juga sebaiknya selai yang dibuat sendiri karena selai yang didapat dipasaran serat nanasnya sudah sangat sedikit padahal nastar ini biasanya memiliki isian selai nanas yang seratnya cukup banyak.

DAFTAR PUSTAKAAmalia, T. 2008. Pengaruh Karakteristik Gula Merah dan Proses Pemasakan terhadap Mutu Organoleptik Kecap Manis. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anonim. 2013. Kunci Biru-Renyah dan Meriah. (On-line). http://www.kunci-biru.com/ diakses 27 Desember 2013.

Desrosier, N. W., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M. Muljohardjo. UI-Press. Jakarta.

Faridah, A., K.S. Pada, A. Yulastri dan L. Yusuf. 2008. Patiseri untuk Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Faridi H. 1994. Technology of cookie and cracker production. Dalam: Hamed Faridi (Editor). The Science of Cookie and Cracker Production. Chapman and Hall. New York.

Gaman PM, Sherrington KB. 1992. ILMU PANGAN: Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Terjemahan dari The Science Of Food, An Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology. Gardjito dkk, editor. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Glicksman. 1969. Gum Technology in The Food Industry. Academic Press, NewYork.

Guichard, E.S., A. Issanchou., Descovieres dan P. Etievant. 1991. Pectin Concentration, Molekular Weight and Degree of Esterification. Influence on Volatile Composition and Sensory Caracteristic of Strawberry Jam. J. Food Science, 56 : 16-21.

Handoko, N., H. Cahyadi dan T. Wijaya. 2013. Makalah Bogasari utk Management Pengetahuan. pdf. PT. Bogasari Flour Mills. (On-line). http://wijaya.net84.net diakses 27 Desember 2013.

Izza, 2011. Selai, Pektin dan Pembuatannya. (On-line). http://anfield-fullofideas.blogspot.com/2011/10/selai-pektin-dan-pembuatannya.html diakses 28 Desember 2013.

Matz SA dan TD Matz. 1978. Cookies and Cookies Technology. The AVI Publishing Co., Inc. Texas

Matz, S. A. 1992. Snack Food Technology. 3rd ed. The AVI Publ.Co. Inc. Westport, Connecticut

Muchtadi dan Tien R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Muchtadi, T.R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Mudjajanto, E.S. dan L.N. Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti. Penebar Swadaya. Jakarta.

Munusamy, S. 2013. Cinnamomun verum and its Advantages. (On-line). http://www.booksie.com diakses 28 Desember 2013.

Puspitasari, D., N. Datti dan L. Edahwati. 2008. Ekstraksi Pektin dari Ampas Nanas. Makalah Seminar Nasional Soebardjo Brotohardjono Pengolahan Sumber Daya Alam dan Energi Terbarukan. 18 Juni, Surabaya. P. 5.

Rismunandar dan Farry B. Paimin. 2001. Kayu Manis Budidaya dan Pengolahan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Siahaan. 2010. Tinjauan Pustaka Tanaman Nenas. (On-line). http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20009/4/Chapter%20II.pdf diakses 24 November 2013.

[SNI]. 1995. Selai Buah. Departemen Perindustrian, SNI 01-3746-1995, Bahan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Subagjo, A. 2007. Manajemen Pengolahan Roti dan Kue. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Sudarwanto M, Lukman DW. 1993. Petunjuk Laboratorium Pemeriksaan Susu dan Produk Olahannya. Bogor: PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian. Bogor.

Suryani A, E. Hambali, dan M. Rivai. 2004. Membuat Aneka Selai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sushanty, D. 2012. Mentega dan Margarin. (On-line). http://shanty.staff.ub.ac.id/2012/11/26/mentega-margarin/ diakses 28 Desember 2013.

Tarwotjo, C.S. 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Grasindo. Jakarta.

Wahyuni, A.M. dan Made, A. 1998. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Cv Akademika Pressindo. Jakarta.

Whiteley PR. 1971. Biscuit Manufacture Fundamental of In-live Production. London: Applied Science Publishers.

Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. P.T Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F.G . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.