Laporan Tutorial 1 Blok 3.6

download Laporan Tutorial 1 Blok 3.6

of 16

description

perubahan eliminasi fekal dan urin pada lansia

Transcript of Laporan Tutorial 1 Blok 3.6

LAPORAN TUTORIAL BLOK 3.6 ELDERLY

Disusun oleh Kelompok 4 : 1. Nika Susanti (15089)2. Abdul Rochim P(15093)3. Ana Trisnawati W(15094)4. Sri Lestari(15095)5. Sanika Sihite(15097)6. Chonix Vilanty K(15101)7. Eki Rahmawati(15102)8. Lintang Prabaningrum (15104)9. Yulita Putria D(15119)10. Dionita Rani K(15125)11. Pandini Purbasari(15129)12. Lia Noviana S(15132)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA2015

SKENARIO 1Eyangku: Beser dan SembelitMbah Marijan usia 62 tahun, ia merasa kondisi fisiknya tidak seperti saat muda.Sejak 1 tahun yang lalu ia sering tidak bisa menahan BAK sehingga sering ngompol, khususnya pada malam hari. Ia merasa khawatir karena ia hanya tinggal dengan istrinya yang juga sudah sangat lemah. Akhir-akhir ini Mbah Marijan mengeluh hanya dapat BAB 1 minggu sekali dan membutuhkan waktu yang lama.

STEP 1-Cort Problem : Perubahan Eliminasi Urin dan Fekal pada Lansia.

STEP 21. Bagaimana perubahan eliminasi urin dan fekal pada lansia?2. Askep untuk konstipasi dan inkontinensia urin3. Penatalaksanaan pada konstipasi dan inkontinensia urin 4. Dampak konstipasi dan inkontinensia urin5. Faktor penyebab inkontinensia urin dan kostipasi6. Farmakologi yang tepat pada inkontinensia urin dan kostipasi untuk lansia7. Pencegahan inkontinensia urin dan konstipasi8. Peran perawat untuk mengedukasi dan menangani inkontinensia urin dan kostipasi9. Faktor resiko untuk gangguan eliminasi urin dan fekal pada lansia10. Masalah gangguan eliminasi lain yang bisa terjadi pada lansia11. Hubungan gangguan eliminasi pada saat tua dengan kondisi saat muda12. Hubungan konstipasi dengan inkontinensia urinSTEP 31. Inkontinensia Urin : saraf detruksor menurun, sehingga terjadi ketidakstabilan kandung kemih..Konstipasi : mortalitas usus menurun, maka produksi HCl juga turut menurun, jika absorbsi cairan naik, pergerakan tinja yang berkelak-kelok akan menghambat pengeluaran.2. Pengkajian Kaji asupan makanan, minuman, riwayat penyakitKaji dari segi keluarganya (sumber dukungan)Lihat apakah mulut terluka atau tidak

Dx : konstipasi Dx : defisit perawatan diri NOC : bowel eliminationNOC : self care : toiletingNIC : bowel management NIC : self care assistance : toileting3. Konstipasi : meningkatkan aktivitas fisik, asupan nutrisi yang adekuat, banyak konsumsi serat, beri osmotik laksatif, huknah.Inkontinensia urin : kateter, osmotik laksatif, perhatikan perineal hygine4. a. Penurunan harga dirib. Infeksi c. Kegagalan fungsi ginjald. Luka anal dan ambeyene. Ca colon5. a. Usia b. Masalah dan penurunan fungsi organc. Tingkat aktivitas dan nutrisid. Penurunan tonus otote. Stress dan gaya hidupf. Kehamilang. Kondisi penyakit, adanya infeksi, penurunan fungsi penglihatanh. Penurunan aktivitas spingter dan sering menahan BAB dan BAK6. a. Golongan anti kolinergik dan antagonis Bb. Pencaharc. Propatelin 7. a. Tidak menahan BAB dan BAKb. Perhatikan asupan nutrisi yang adekuatc. Meningkatkan aktivitas fisikd. Edukasi bladder training8. a. Membantu kegiatan toiletingb. Memberi edukasi pada keluarga pasienc. Kerjasama dengan puskesmas setempatd. Mengedukasi terkait bladder training dan senam kegele. Edukasi tentang nutrisi yang adekuat9. a. Stroke b. Parkinsonc. Penggunaan obat (NSID, antasit)d. Psikologis terganggue. Kurang aktiviasf. Kurang konsumsi seratg. Bedrest10. a. Retensi urinb. Inkontinensia fekalc. Impaksi11. Ada, yaitu ketika masa lalu disaat masih muda memiliki kebiasaan sering menahan kencing, sehingga akan berpengaruh di masa tua.12. Tidak ada hubungan, tetapi kedua gangguan tersebut merupakan suatu kondisi yang berbeda, suatu penyakit atau gangguan eliminasi.

STEP 41. Stimulasi elektrik merupakan terapi non farma, dengan menggunakan alat yang memuat aliran listrik, alat tersebut di pasang di sekitar abdomen.2. Impaction adalah tumpukan feses pada kolon sigmoid yang lama-lama akan mengeras, merupakan komplikasi dari konstipasi, konstipasi yang berkepanjangan dan tidak teratur akan menyebabkan terjadinya impaksi. 3. Bladder training tidak dilakukan jika terpasang kateter. STEP 5 MIND MAPPING PENUAAN

PERAN PERAWATPENATALAKSANAANPENGKAJIANDAMPAKASKEPFARMAKOLOGINON FARMAKOLOGIFEKALURINGANGGUAN ELIMINASIFAKTOR PENYEBABPENCEGAHAN PENURUNAN FUNGSI

LO 1. Patofisiologi inkontinensia urin dan konstipasi 2. Asuhan keperawatan untuk konstipasi dan inkontinensia urin3. Penatalaksanaan (farmakologi dan non farmakologi) pada konstipasi dan inkontinensia urinSTEP 6Belajar mandiri dan mencari literatur STEP 71. Patofisiologi a. Inkontinensia urinInkontenensia bukan merupakan bagian fisiologis dari penuaan meskipun banyak perubahan yang terjadi akibat proses menua menyebabkan lansia beresiko mengalami inkontenensia. Kapasitas kandung kemih lansia mengalami penurunan menjadi setengah dari kapasitas kandung kemih orang yang lebih muda. Ginjal mengalami penurunan kemampuan untuk mengkosentrasikan urin sehingga menyebabkan frekuensi dan nokturi. Lansia mengelami kontraksi M.Detrusor yang tiba-tiba sehingga menimbulkan ingin berkemih. Perubahan pada system saraf pusat dan system saraf otonom menyebabkan lansia mengalami penurunan kemampuan untuk mengkontraksi sfingter eksternal kandung kemih. Pada wanita yang menopause banyak mengalami penipisan dan perlemahan otot dasar panggul dan uretra akibat penurunan estrogen. sedangkan pada pria pembesaran prostat menyebabkan retensi urin , iritabilitas m.detrusor dan spasme kandung kemih.b. Konstipasi Salah satu penyebab konstipasi meliputi dehidrasi atau defekasi yang terlambat menyebabkan banyak cairan yang diserap intestine / usus, sehingga menyebabkan feses menjadi keras dan pada kahirnya menyebabkan kosntipasi. Makanan tinggi serta menyebabkan cairan ditarik kedalam feses melalui proses osmosis sehingga tetap menjaga konstitensi feses dan mendorong pergerakannya di usus. Kurangnya olahraga atau aktifitas fisik juga menyebabkan konstipasi dikarenan aktivitas fisik mendorong stimulasi pada GI tract dan mendorong defekasi. Obat seperti antacid, opiates juga menghamabt motilitas bowel sehingga menyebabkan konstipasi. Stress menstimualsi system saraf sympatic dan menyebabkan motilitas GI menjadi lambat. 2. ASKEP Pengkajian : Lakukan anamnesa untuk mengkaji riwayat kesulitan dalam frekuensi miksi baik siang maupun malam Kaji jenis inkontinensia Pada lansia dengan inkontinensia akan membatasi intake cairan sehingga perlu melakukan pengkajian intake cairan Kaji tanda-tanda dehidrasi Kaji riwayat pengobatan

DiagnosaNOCNIC

Inkontinensia urinarius fungsional

Definisi:Ketidakmampuan individu yang biasanya kontinen untuk mencapai toilet tepat waktu untuk menghindari kehilangan urine tanpa disengajaBatasan karakteristik:1. Mampu mengeluarkan urine dengan komplit, jumlah waktu yang diperlukan untuk mencapai toilet melebihi lama waktu antara merasakan dorongan untuk berkemih dan tidak dapat mengontrol berkemih.1. Mengeluarkan urine sebelum mencapai toilet1. Merasakan perlunya untuk berkemihFaktor yang berhubungan:1. Gangguan penglihatan1. Kelemahan struktur panggul pendukung1. Keterbatasan neuromuscularar

Urinary Continence

Definisi:Kontrol eliminasi urin dari system perkemihanDalam waktu 2x24 jam:1. Pasien mampu mengenali urgensi untuk berkemih darin level 2 menjadi 51. Pasien dapat mempertahankan pola berkemih dari level 2 menjadi 51. Pasien mampu sampai toilet ketika urgensi dari level 2 menjadi 51. Pasien dapat berkemih dengan lengkap1. Melakukan toileting secara mandiri1. Pasieng dapat mengenali pengobatan yang sesuai dengan kontrol perkemihanMempertahankan lingkungan yang baik untuk berkemih secara mandiri

Urinary eliminationDefinisi :Pengumpulan dan pengeluaran urinIndikator:1. Mengetahui pola eliminasi1. Intake cairan meningkat1. Mengosongkan VU secara komplet1. Mengenali tanda-tanda BAK1. Nyeri dan rasa panas ketika BAK hilang1. Aliran urin saat BAK normal1. Frekuensi berkemih normal1. Tidak mengalami nocturta1. Tidak mengalami inkontinesia urin fungsional

Urinary habit trainingDefinisi:Pembentukan pola pengosongan system kandung kemih untuk mencegah inkontinensia urin pada orang yang memiliki keterbatasan kognitif dalam inkontinensia fungsional, stress dan urgensi.Aktivitas:1. Membentuk jadwal jadwal toileting berdasarkan pola berkemih dan rutinitas pasien1. Menetapkan interval untuk toileting tidak kurang dari 2 jam1. Mengurangi interval untuk toileting yaitu 1,5 jam apabila pasien memiliki 2 tipe inkontinensia1. Meningkatkan interval untuk toileting yaitu 1,5 jam jika pasien sudah tidak inkontinensia dalam waktu 48 jam sampai interval optimal yaitu 4 jam lengkap.1. Memberikan privasi ketika toileting1. Hindari meninggalkan pasien di toilet lebih dari 5 menit1. Memberikan feed back positif pada pasienUrinary continence careDefinisi: Aktivitas:1. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab inkontinensia1. Memonitpr eliminasi urin meliputi: frekuensi, konsistensi, bau, volume dan warna1. Mendiskusikan prosedur dan tujuan perawatan dengan pasien1. Modifikasi pakaian dan lingkungan untuk menyediakan akses yang mudah bagi pasien1. Mengurangi konsumsi air 2 sampai 3 jam sebelum tidur1. Menginstruksikan pasien untuk minum minimal 1500 cc per hari1. Menganjurkan pasien untuk mengurangi konsumsi iritan system kemih seperti kopi, the, cola dan coklat1. Dirujuk ke spesialis urinary continence jika dibutuhkan

Urinary blader training Definisi:Meningkatkan funsi bladder dengan cara meningkatkan kemampuan untuk menahan dan menekan rasa berkemih Aktivitas : 1. Menentukan kemampuan pasien dalam berkemih1. Mengkaji dan mengidentifikasi pola inkontinensia urin pasien 1. Menunjukkan kepercayaan diri pada pasien bahwa inkontinensia dapat teratasi 1. Membuat jadwal toileting 1. Mengajarkan pasien untuk menahan kencing sampai waktu toileting yang sudah dijadwalkan.

Inkontinensia Urin Aliran BerlebihDefinisi:Kehilangan urin yangberkaitan dengan distensiberlebihan pada kandungkemih.

Karakteristik:1. nokturia1. volume residu pasca berkemih tinggi

Berhubungan dengan:1. hipokontraktilitas detrusor1. obstrukti uretral.

Self-care: ToiletingDefinisi:Kemampuan untukmelakukan aktifitas toiletingdengan usaha sendiri denganatau tanpa alat bantu.Indikator:1. Dapat pergi ke kamar mandi tepat waktu1. Dapat pergi ke kemar mandi sendiri1. Pengosongan kandung kemih baik1. Berespon terhadap kandung kemih yang penuh dalam waktu yang tepat.

Urinary habit trainingDefinisi:Pembentukan pola pengosongan system kandung kemih untuk mencegah inkontinensia urin pada orang yang memiliki keterbatasan kognitif dalam inkontinensia fungsional, stress dan urgensi.Aktivitas:1. Membentuk jadwal jadwal toileting berdasarkan pola berkemih dan rutinitas pasien1. Menetapkan interval untuk toileting tidak kurang dari 2 jam1. Mengurangi interval untuk toileting yaitu 1,5 jam apabila pasien memiliki 2 tipe inkontinensia1. Meningkatkan interval untuk toileting yaitu 1,5 jam jika pasien sudah tidak inkontinensia dalam waktu 48 jam sampai interval optimal yaitu 4 jam lengkap.1. Memberikan privasi ketika toileting1. Hindari meninggalkan pasien di toilet lebih dari 5 menit1. Memberikan feed back positif pada pasien

DiagnosaOutcomeIntervensi

KonstipasiDomain 3: Eliminasi dan PertukaranKelas 2: Fungsi GastrointestinalPengertian : penurunan pada frekuensi normal defekasi yang disertai oleh kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses dan atau pengeluaran feses yang keras,kering,dan banyakBatasan karakteristik: Tidak dapat menegeluarkan feses Frekuensi BAB menurunFaktor yang berhubungan : Fisiologis (asupan serat tidak cukup )Bowel EliminationDefinisi : pola eliminasi Konstipasi yang dialami pasien dapat meningkat dari skala 2 sampai skala 3Nb. Skala 2 : parah Skala 4 : sedikit parah

Knowledge : DietDefinisi : Meningkatkan pemahaman klien mengenai diet yang direkomendasikan Meningkatkan pemahaman pasien tentang manfaat diet tinggi serat Meningkatkan pemahaman pasien mengenai alasan mengapa pasien perlu diet tinggi serat Meningkatkan pengetahuan pasien mengenai makanan apa saja yang dianjurkan untuk diet tinggi serat Bowel ManagementDefinisi: membentuk dan mengatur pola regular dalam eliminasi bowelAktivitas : Mencatat tanggal terakhir pergerakan bowel Memonitor pergerakan bowel termasuk frekuensi,konsistensi,ukuran,volume,dan warna Melaporkan peningkatan frekuensi dan suara bowel Mengevaluasi profil obat yang memiliki efek samping pada sistem gastrointestinal Memasukan rectal suppository jika dibutuhkan Memberikan minuman hangat setelah makanTeaching Prescribe DIET Menjelaskan pada pasien tujuan dari diet tinggi serat ini Menjelaskan pada pasien makanan apa saja yang dianjurkan dan tidak dianjurkan untuk diet tinggi serat Mengikutsertakan peran keluraga dalam keberhasilan diet pasien

AnxietyDomain 9: Koping/Toleransi stressKelas 2: Respon Koiping

Definisi : Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonomy ( sumber sering kali tidak spesifik / tidak diketahui oleh individu ) ; perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewasapadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi bencana

Batasan Karakteristik a. Perilaku Mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidupb. Afektif Khawatir Faktor yang berhubungan Perubahan dalam status kesehatan Stress \

Anxiety Level (1211)Definisi : Tingkat keparahan dari ansietas, ketegangan atau kegelisahan yang timbul dari sumber tak dikenal.Indikator : Mampu mengatasi kegelisahan dari skala 1 (severe) ke skala 4 (mild)

Anxiety Self-Control (1402)Definisi : Tindakan pribadi untuk menghilangkan atau mengurangi perasaan cemas, ketegangan, atau kegelisahan dari sumber tak dikenali.Indikator :1. Mampu mengontrol respon ansietas dari skala 1 (never demonstrate) ke skala 5 (consistently demonstrate)

ANXIETY REDUCTION (5820)Definisi :Meminimalkan kecemasan, ketakutan, firasat atau ketidaknyamanan yang terkait dengan sumber tak dikenal terhadap bahaya diantisipasiAktifitas :1. Mengkaji tanda verbal dan nonvercal dari kecemasan 2. Mengidentifikasi pemahaman pasien mengenai situasi yang penuh stress 3. Menyediakan informasi factual mengenai penyakit 4. Mendorong keluarga untuk tetap menemanni pasien5. Mendengarkan keluahan pasien dengan perhatian6. Membuat suasana yang dapat membentuk BHSP ( bina hubungan saling percaya ) dengan pasien7. Mendorong pasien untuk mengunggkapkan rasa kekhawatirannya , ketakutan dan presepsinya8. Mengidentifikasi saat level kecemasan berubah.

3. PenatalaksanaanPenatalaksanaan untuk Inkontinensia Urina. Inkontinensia urgensi1. Terapi medikamentosa: modifikasi asupan cairan, hindari kafein, obati penyebab (infeksi, tumor, batu): latihan berkemih, antikolinergik/relaksan otot polos (oksibutini, torterdin)2. Terapi pembedahan: sistoskopi dan distensi kandung kemih, sistoplasti augmentasib. Inkontinensia stress1. Terapi medikamentosa: latihan oto-otot- dasar panggul, estrogen untuk vaginitis atrofik2. Terapi pembedahan: uretropeksi retropubik atau endoskopik, perbaikan vagina, sfingter buatanc. Inkontinensia overflow1. Jika terdapat obtruksi: obati penyebab obstruksi, misalnya TURP2. Jika tidak terdapat obtruksi: drainase jangka pendek dengan kateter utuk memungkinkan otot destrusor pulih dari pereganggan berlebihan, kemudian penggunaan stimulan oto detrusor jangka pendekNon Farmakologi Untuk Inkontinensia Urina. Blader training (retraining )Dilakukan untuk mengembalikan pola BAK normal dengan menghambat stimulasi miksi. Tujuaannya untuk memperpanjang waktu anatar miksi. tekniknya dilakukan dengan menginstruksikan dan membantu lansia untuk menekan rasa ingin BAK. Teknik ditunjukan pada lansia yang mampu memahami dan mengingat instruksi (memiliki funsi kognitif yang utuh). Teknik ini dimulai dengan memberikan jeda berkemih tiap 2 jam dan kemudian meningkat waktunya secara bertahap.b. Habit Training (Time voiding )Teknik ini dilakukan pada lansia yang mengalami gangguan kognitif. Perawat membantu klien BAK setiap 2-4 jam, atau perawat dapat membantu klien BAK saat klien terbangun, setelah makan atau saat malam jika terbangun.

c. Aplikasi TENSAplikasi TENS dengan stimulasi listrik dengan 2 elektroda pada sisi lateral ligamentum inguinalis kanan dan kiri, sedangkan 2 lainnya di lipat gluteal sisi medial paha kanan dan kiri latihan volunter: program latihan kegel dan modifikasinya dengan melakukan kontraksi volunter selam 6 detik dengan 6 hitungan, 15 kali repetisi dan 5 sesi per hari. Kesimpulan : dibandingkan dengan aplikasi TENS latihan volunter otot dasar panggul memberi manfaat yang lebih besar dalam meningkatkan kemampuan dan durasi kontraksi maksimal otot dasar panggul.

Farmakologi Untuk Konstipasi A. Laksatif merupakan penanganan yang paling banyak diberikan di US dan UK.1. Fiber and bulk-forming laxativesSeperti psyllium (isphagulla), bran, metilselulosa, polycarbophil.Efek samping: perut kembung, flatulens, dan nyeri perut.Psylium: merupakan derivative dari kulit sekam plantago ovata yang berfungsi terhadap frekuensi produksi feses, kandungan air dalam feses dan output feses.1. Osmotik laksatifMerupakan agen hiperosmolar yang menyebabkan sekresi air dalam lumen intestinal melalui aktivitas osmotik. Osmotik laksatif ini berperan untuk melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik usus.Jenis: saline laksative (magnesium phosphat, magnesium sulfat, magnesium citrat, magnesium hidroxide), poorly absorbed sugar (sorbitol, lactulose), macrogols, dan gliceryn suppositories.1. Stimulan laxativeDari dua review tidak cukup data untuk merokemndasikan stimulan lakssative sebagai obat konstipasi kronik.Stimulan laksatif berfungsi untuk meningkatkan motilitas usus dan sekresi dengan menstimulasi plexus myenteric colon dan berhubungan dengan transport cairan dan elektrolit.Macam: anthroquinones (senna, aloe, cascara) diphenylmethane derivates, castor oil, phenilptalein.1. Stool softenersEvidence sedikit dan tidak dianjurkan dalam penggunaan jangka panjang.Macam: docusate sodium, docusate calcium.1. Prokinetik agentTegaserod, prucalopride, erythromycin.1. Agen lainLoxiglumide, nizatide, misoprostol dan lain sebagainya.B. Biofeedback and sacral nerve stimulationPasien dilatih untuk meralaksasikan otot dasar panggul selama terjadi ketegangan.C. Enema dan suppositoriesEnema: untuk managemen dan mencegah fecal impactionSuppositories: membantu proses evakuasi feses.Menurut Purnomo (2008), terapi farmakologis dibagi dalam 6 jenis, yaitu : D. Antikolinergik Antikolinergik adalah obat penghambat sistem parasimpatis eferen pada otot detrusor. Obat ini menghambat transmisi impuls yang menimbulkan kontraksi detrusor dan dapat meningkatkan kapasitas kandung kemih. Jenis obat yang dipergunakan adalah propantheline bromide, oksibutinin dan tolterodine tartrate. E. Pelemas otot polos Dicyclomine dan Flavoxate merupakan contoh pelemas otot polos yang mempunyai efek antispasmodik. Keduanya berguna pada keadaan hiperrefleksia otot detrusor. F. Trisiklik antidepresan Imipramin adalah obat golongan antidepresan trisiklik yang mempunyai berbagai macam efek pada inkontinensia urgensi. Obat ini berfungsi sebagai pelemas otot, memberikan anestesi lokal pada kandung kemih, mempunyai efek antikolinergik, menurunkan kontraktilitas kandung kemih, dan meningkatkan resistensi uretra. G. Penghambat kanal kalsium Kalsium yang dikenal sebagai ion di dalam sel dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot. Kadar ion kalsium di dalam sel dapat diturunkan dengan menghalangi masuknya ion tersebut ke intraseluler melalui hambatan pada kanal kalsium. Hal ini diharapkan dapat menurunkan kontraksi otot detrusor pada instabilitas kandung kemih. H. Agonis adrenergik Obat golongan ini merupakan suatu stimulator reseptor adrenergik yang dapat menyebabkan kontraksi otot polos pada leher kandung kemih dan dan uretra posterior. Jenis obat yang diberikan adalah efedrin, pseudoefedrin, dan fenil propanolamin.

Daftar Pustaka Paul et al.2008.Management of Chronic Constipation in the Elderly.Drugs Aging: 25(10):807-821.Dewi, Sofia R. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish.Tanti Ajoe Kesoema.2004. Perbandingan Hasil Aplikasi TENS dan Latihan Volunter Terhadap Kemampuan dan Durasi Kontraksi Maksimal Otot Dasar Panggul Pada Wanita Lansia. Universitas Diponegoro Semarang.Lippincott Williams & Wilkins.2005. Pathophysiology: A 2-in-1 Reference for Nurses.Dewi,Sofia Rhosma.2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Deepublish.S.Tamher, Noorkasiani.2009.Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan.Jakarta : Salemba Medika.L. Kee ,Joyce dan Evelyn R. Hayes.1996. Farmakologi : Pendekatan proses keperawatan. Jakarta : EGCNANDA, NIC, NOC.