lapsus BP (1)
-
Upload
andy-shariff -
Category
Documents
-
view
257 -
download
0
description
Transcript of lapsus BP (1)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi
pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Saluran pernapasan tersebut
tersumbat oleh eksudat yang mukopurulen, yang membentuk bercak-bercak
konsolidasi di lobulus yang berdekatan. Penyakit ini bersifat sekunder yang
biasanya menyertai penyakit ISPA (Infeksi Salurann Pernapasan Atas), demam
infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Sebagai infeksi
primer biasanya hanya dijumpai pada anak-anak dan orang tua. 1
Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa
atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Pneumonia hingga saat
ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak-anak di negara
berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia di bawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian
anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun
akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia tenggara. Insiden
pneumonia di negara berkembang yaitu 30-45% per 1000 anak dibawah usia 5
tahun, 16-22% per 1000 anak pada usia 5-9 tahun, dan 7-16% per 1000 anak pada
anak yang lebih tua. 1,2
1
Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Di
Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomer tiga setelah
kardiovaskuler dan tuberculosis. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001,
27.6% kematian bayi dan 22.8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh
penyakit sistem pernapasan, terutama pneumonia. Di RSUD dr. Soetomo
Surabaya, pneumonia menduduki peringkat keempat dari sepuluh penyakit
terbanyak yang dirawat pertahun. Angka kematian pneumonia yang dirawat inap
berkisar antara 20-35%. 3,4
Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.5
Berdasarkan data WHO, infeksi saluran nafas akut bagian bawah pada tahun 2000
menyebabkan 2,1 juta kematian anak di bawah umur 5 tahun.1 Menurut WHO
kejadian pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10%-20% per
tahun. Secara teoritis diperkirakan bahwa 10% dari penderita pneumonia akan
meninggal bila tidak diberi pengobatan. Bila hal ini benar maka diperkirakan
tanpa pemberian pengobatan akan didapat 250.000 kematian balita akibat
pneumonia setiap tahunnya.6
Masih tingginya angka kejadian pneumonia di Indonesia pada balita maka
peneliti membahas mengenai pneumonia pada laporan kasus ini.
1.2. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan pembuatan laporan kasus ini:
1. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat memahami setiap
kasus pneumonia secarah menyeluruh.
2. Diharapkan adanya pola berpikir kritis setelah dilakukannya diskusi
laporan kasus pneumonia ini dengan pembimbing klinik.
3. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat mengaplikasikan
pemahaman yang didapat mengenai kasus pneumonia, terkait pada
kegiatan kepaniteraan.
1.3. Manfaat
2
1.3.1. Manfaat Teoritis
Untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan ilmu tentang
kasus penumonia.
1.3.2. Manfaat Praktis
Sebagai masukan guna lebih meningkatkan mutu pelayanan yang
diberikan terutama dalam memberikan informasi (pendidikan kesehatan)
kepada pasien dan keluarganya tentang pneumonia.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identifikasi
Nama Pasien : Nn. P
Umur : 11 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun I Desa Ibu Besar Kabupaten Ogan Ilir
Agama : Islam
No. RM : 50.59.93
MRS tanggal : 22 September 2015
Ibu
Nama : Ny. A
Pendidikan : SMP
Umur : 31 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Penghasilan : Turut suami
Ayah
3
Nama : Tn. I
Umur : 31 tahun
Pekerjaan : Kenek Supir
Agama : Islam
Penghasilan : ± 1.000.000/bulan
2.2. Anamnesis
Alloanamnesis dengan ibu os. 2 Oktober 2015 pukul 08.00 WIB, rawat hari
ke 11 dengan perbaikan klinis.
A. Keluhan Utama : Sesak nafas
Keluhan Tambahan : Batuk, pilek, demam.
B. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien perempuan, usia 11 bulan datang ke UGD RSUD
Palembang Bari dengan keluhan sesak nafas sejak 2 jam SMRS. Sesak
dirasakan terus menerus, menggi, bibir dan tangan tampak membiru. Os
juga mengeluh batuk berdahak berwarna kekuningan, pilek, demam
tinggi. Tampak lesu dan tidak nafsu makan dan minum, BB menurun.
Os dibawa ke praktek dokter swasta, os di rujuk ke RSUD Palembang
BARI dan disarankan untuk di rawat inap. Os telah di rawat di bangsal
anak selama 11 hari dan telah ditatalaksana sehingga os merasa telah
ada perbaikan.
Dua hari SMRS, os mengalami sesak nafas, sesak dirasakan
hilang timbul. Batuk berdahak berwarna kekuningan, pilek, demam. Os
tampak lesu, nafsu makan menurun, mual dan muntah disangkal, BAB
dan BAK biasa.
Satu bulan SMRS, os mengalami batuk yang dirasakan hilang
timbul, batuk berdahak. Os juga mengeluh demam meriang, demam
dirasakan hilang timbul, tidak disertai menggigil. Sesak nafas
disangkal, pilek, nafsu makan mulai menurun. Os berobat ke bidan dan
4
diberi obat sirup penurun panas namun keluhan dirasakan tidak
berkurang.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami hal serupa.
Pasien tidak pernah mengalami sakit yang lama.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-), riwayat keluarga dengan
keluhan serupa (-), riwayat lingkungan dengan keluhan yang sama (-).
E. Riwayat Kelahiran
Bayi lahir cukup bulan, Lahir normal pervaginam, Ditolong bidan, BB :
3600 gram, PB: 49 cm, LP : Ibu pasien tidak ingat, Langsung menangis.
Kesan: Riwayat Kelahiran Normal
F. Riwayat Imunisasi
Usia Pemberian Jenis Imunisasi Ya/Tidak
0 bulan Hb0 Ya
1 bulanBCG Tidak
Polio 1 Tidak
2 bulanPolio 2 Tidak
DPT1-HB1 Tidak
3 bulanPolio 3 Tidak
DPT1-HB2 Tidak
4 bulanPolio 4 Tidak
DPT3-HB3 Tidak
9 bulan Campak Tidak
Kesan: Imunisasi dasar tidak lengkap
5
G. Riwayat Tumbuh Kembang
4 bulan : Menegakkan kepala dan tengkurap
6 bulan : Merangkak
8 bulan : Duduk
9 bulan : Berdiri dengan bantuan
Kesan : Tumbuh kembang dalam batas normal
H. Riwayat Gizi
Asi Eksklusif : Sampai 6 bulan.
Asi : Sampai 11 bulan.
Bubur Susu : Sejak 6 bulan sampai 8 bulan.
Bubur Tim : Sejak 8 bulan sampai sekarang.
Sayuran dan buah : Kadang-kadang, Frekuensi 2x seminggu.
Ikan : Kadang-kadang, Frekuensi 2x seminggu.
Telur : Kadang-kadang, Frekuensi 2x seminggu.
Ayam , dagimg : Jarang, Frekuensi 1x seminggu.
Susu : Selalu, Frekuensi 3x sehari.
Kesan : Asupan Gizi Kurang
2.3. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS : 15
Nadi : 150 x/m
Pernafasan : 37 x/m
Suhu : 37 oC
Berat Badan : 6 kg
Panjang Badan : 69,5 cm
BB/U : -3 SD
TB/U : - 2 SD sampai 2 SD
BB/TB : - 3 SD
6
BBI : 9,2 kg
Status gizi : Gizi Buruk
7
Gambar 1. Grafik BB/U dan TB/U Anak Usia 11 bulan
B. Pemeriksaan Spesifik
Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), nafas
cuping hidung (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks : Simetris , retraksi (-), sela iga tidak melebar
Jantung : BJ1/BJ2 (+) N , murmur sistolik (+), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+) normal, rhonki basah halus nyaring (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen : Datar, lemas, BU (+) normal, hepar dan lien tidak
teraba, turgor kembali cepat.
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT < 2”
2.4. Pemeriksaan Penunjang
Foto Rontgen Thorax PA tanggal 25 September 2015
Kesan:
8
Gambaran pneumonia paru dextra
Cardiomegali (mild)
(Tanggal 22 September 2015)
PARAMETER HASIL NILAI NORMAL
Hemoglobin 10 g/dl 12 - 14 g/dl
Hematokrit 33 % 37 - 43 %
Leukosit 29.000/mm3 5.000 – 10.000/mm3
Trombosit 273.000/mm3 150.000 – 400.000/mm3
Diffcount 0/0/0/66/24/10 Basofil : 0-1%Eosinofil :1-3%Batang : 2-6%Segmen : 50-70%Limfosit : 20-40%Monosit : 2-8%
CRP/CRP Kuantitatif (+) / 110 mg/l (-) / < 5 mg/l
(Tanggal 26 September 2015)
Mantoux Test : 0 x 0 mm
(Tanggal 28 September 2015)
PARAMETER HASIL NILAI NORMAL
Hemoglobin 10,1 g/dl 12 - 14 g/dl
Leukosit 23.600/mm3 5.000 – 10.000/mm3
CRP/CRP Kuantitatif (+) / 72 mg/l (-) / < 5 mg/l
2.5. Diagnosis Banding
1. TB Paru
2. Bronkiolitis
9
3. Asma
2.6. Diagnosis Kerja
Bronkopneumonia + PJB Asianotik + Sepsis + Gizi Buruk
2.7. Penatalaksanaan
Medikamentosa:
- O2 nasal 1 l/m
- IVFD D5 ¼ NS gtt 20 x/m (mikro)
- Inj. Ampisilin 3x200 mg
- Inj. Ceftazidime 3x300 mg
- Inj. Dexamethason 3x1mg
- Furosemid pulv 2x6 mg
- Captopril pulv 2x1,8 mg
- PCT drops 3x0,6 mg
- Nystatin drops 1x1 ml
- Nebu ventolin 1 fls + NaCl 0,9% 1 cc 3x/hari
Nonmedikamentosa:- Istirahat di tempat tidur, posisi setengah duduk. Bayi ditidurkan
dengan posisi 30-45 derajat.
- Teruskan ASI
- Menambah dan menjaga asupan nutrisi yang seimbang, baik kualitas,
maupun kuantitasnya.
- Diet TETP 1000 kalori, F100 6x70 cc
2.8. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
2.9. Follow Up
10
Tanggal Pemeriksaan Fisik Tindakan23 September
2015(Rawat hari 2)
S:Sesak nafas (+), batuk berdahak (+)
O:KU: Tampak sakit sedang- HR : 146 x/m- RR : 54 x/m- Temp : 36,6 oC
Kepala :CA(-/-), SI(-/-), NCH (+), bibir sianosis (-)
Thorak :Simetris, retraksi intercostal (+), vesikuler (+) meningkat, rhonki basah kasar (+/+),wheezing (-/-), bunyi jantung 1-2 (+) normal, murmur sistolik (+), gallop (-).
Abdomen :Datar, lemas, BU (+) normal, turgor kembali cepat, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas :Akral hangat , CRT < 2”
A:Dispnu ec Bronkopneumonia + PJB asianotik + Sepsis + Gizi Buruk
P:- O2 nasal 1 l/m- IVFD D5 ¼ NS gtt
20 x/m + bicnat 6 cc drip
- Inj. Ampisilin 3x200 mg
- Inj. Ceftazidime 3x300 mg
- Inj. Dexa 3x1 mg- PCT drops 3x0,6
mg (bila demam)- Stop oral
25 September 2015
(Rawat hari 4)
S:Sesak berkurang, Batuk berdahak (+)
O:KU: Tampak sakit sedang- HR : 137 x/m- RR : 49 x/m- Temp : 36,7 oC
Kepala :CA(-/-), SI(-/-), NCH (+), bibir sianosis (-)
P:- O2 nasal 1 l/m- IVFD D5 ¼ NS gtt
20 x/m + bicnat 6 cc (mikro)
- Inj. Ampisilin 3x200 mg
- Inj. Ceftazidime 3x300 mg
- Inj. Dexa 3x1 mg- PCT drops 3x0,6
mg (bila demam)- Nebu ventolin 1 fls
11
Thorak :Simetris, retraksi intercostal (+), vesikuler (+) meningkat, rhonki basah halus nyaring (+/+), wheezing (-/-), bunyi jantung 1-2 (+) normal, murmur sistolik (+), gallop (-).Abdomen :Datar, lemas, BU (+) normal, turgor kembali cepat, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas :Akral hangat , CRT < 2”
A:Dispnu ec Bronkopneumonia + PJB asianotik + Sepsis + Gizi Buruk
+ NaCl 1 cc 3x/hari- Stop oral
26 September 2015
(Rawat hari 5)
S:Batuk berdahak (+)
O:KU: Tampak sakit sedang- HR : 135x/m- RR : 45 x/m- Temp : 36,7 oC
Kepala :CA(-/-), SI(-/-), NCH (+), bibir sianosis (-)
Thorak :Simetris, retraksi intercostal (+), vesikuler (+) meningkat, rhonki basah halus nyaring (+/+),wheezing (-/-), bunyi jantung 1-2 (+) normal, murmur sistolik (+), gallop (-).
Abdomen :Datar, lemas, BU (+) normal, turgor kembali cepat, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas :Akral hangat , CRT < 2”
P:- IVFD D5 ¼ NS gtt
20 x/m + bicnat 6 cc (mikro)
- Inj. Ampisilin 3x200 mg
- Inj. Ceftazidime 3x300 mg
- Inj. Dexa 3x1 mg- PCT drops 3x0,6
mg (bila demam)- Nebu ventolin 1 fls
+ NaCl 1 cc 3x/hari- Stop oral
12
Hasil Pem. Laboratorium:Mantoux Test : 0x0 mm
A:Bronkopneumonia + PJB asianotik + Sepsis + Gizi Buruk
28 September 2015
(Rawat hari 7, dilakukan follow up)
S:Batuk berdahak (+), sariawan (+), demam (+)
O:KU: Tampak sakit sedang- HR : 155 x/m- RR : 50 x/m- Temp : 37,9 oC
Kepala :CA(-/-), SI(-/-), NCH (+), bibir sianosis (-), stomatitis (+)
Thorak :Simetris, retraksi intercostal (+), vesikuler (+) meningkat, rhonki basah halus nyaring (+/+),wheezing (-/-), bunyi jantung 1-2 (+) normal, murmur sistolik (+), gallop (-).
Abdomen :Datar, lemas, BU (+) normal, turgor kembali cepat, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas :Akral hangat , CRT < 2”
Hasil Pem. Laboratorium:Hb: 10,1 g/dlLeukosit: 23.600/mm3
CRP: (+)CRP Kuantitatif: 72 mg/l
A:Bronkopneumonia (perbaikan) + PJB asianotik + Sepsis (perbaikan) + Gizi Buruk
P:- IVFD D5 ¼ NS gtt
20 x/m (mikro)- Inj. Ampisilin
3x200 mg- Inj. Ceftazidime
3x300 mg- PCT drops 3x0,6
mg (bila demam)- Nebu ventolin 1 fls
+ NaCl 1 cc 3x/hari- Furosemid 2x6 mg- Captopril 2x1,8 mg- Nystatin drops 1x1
ml- Diet TETP 1000
kalori, F100 6x70 cc
13
29 September 2015
(Rawat hari 8, dilakukan follow up)
S:Batuk berdahak (+), sariawan (+), demam (+)
O:KU: Tampak sakit sedang- HR : 140 x/m- RR : 48 x/m- Temp : 38 oC
Kepala :CA(-/-), SI(-/-), NCH (-), bibir sianosis (-), stomatitis (+)
Thorak :Simetris, retraksi (-), vesikuler (+) normal, rhonki basah halus nyaring (-/-),wheezing (-/-), bunyi jantung 1-2 (+) normal, murmur sistolik (+), gallop (-).
Abdomen :Datar, lemas, BU (+) normal, turgor kembali cepat, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas :Akral hangat , CRT < 2”
A:Bronkopneumonia (perbaikan) + PJB asianotik + Sepsis (perbaikan) + Gizi Buruk
P:- IVFD D5 ¼ NS gtt
20 x/m (mikro)- Inj. Ampisilin
3x200 mg- Inj. Ceftazidime
3x300 mg- PCT drops 3x0,6
mg (bila demam)- Nebu ventolin 1 fls
+ NaCl 1 cc 3x/hari- Furosemid 2x6 mg- Captopril 2x1,8 mg- Nystatin drops 1x1
ml- Diet TETP 1000
kalori, F100 6x70 cc
30 September 2015
(Rawat hari 9, dilakukan follow up)
S:Batuk berdahak (+), sariawan (+), demam (+)
O:KU: Tampak sakit sedang- HR : 145 x/m- RR : 45 x/m- Temp : 38,1 oC
Kepala :CA(-/-), SI(-/-), NCH (-), bibir
P:- IVFD D5 ¼ NS gtt
20 x/m (mikro)- Inj. Ampisilin
3x200 mg- Inj. Ceftazidime
3x300 mg- PCT drops 3x0,6
mg (bila demam)- Nebu ventolin 1 fls
+ NaCl 1 cc 3x/hari- Furosemid 2x6 mg
14
sianosis (-), stomatitis (+)
Thorak :Simetris, retraksi (-), vesikuler (+) normal, rhonki basah halus nyaring (-/-),wheezing (-/-), bunyi jantung 1-2 (+) normal, murmur sistolik (+), gallop (-).
Abdomen :Datar, lemas, BU (+) normal, turgor kembali cepat, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas :Akral hangat , CRT < 2”
A:Bronkopneumonia (perbaikan) + PJB asianotik + Sepsis (perbaikan) + Gizi Buruk
- Captopril 2x1,8 mg- Nystatin drops 1x1
ml- Diet TETP 1000
kalori, F100 6x70 cc
1 Oktober 2015
(Rawat hari 10, dilakukan
follow up)
S:Batuk berdahak (+), sariawan (+)
O:KU: Tampak sakit sedang- HR : 150 x/m- RR : 39 x/m- Temp : 37 oC
Kepala :CA(-/-), SI(-/-), NCH (-), bibir sianosis (-), stomatitis (+)
Thorak :Simetris, retraksi (-), vesikuler (+) normal, rhonki basah halus nyaring (-/-),wheezing (-/-), bunyi jantung 1-2 (+) normal, murmur sistolik (+), gallop (-).
Abdomen :Datar, lemas, BU (+) normal, turgor kembali cepat, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
P:- IVFD D5 ¼ NS gtt
20 x/m (mikro)- Inj. Ampisilin
3x200 mg- Inj. Ceftazidime
3x300 mg- PCT drops 3x0,6
mg (bila demam)- Nebu ventolin 1 fls
+ NaCl 1 cc 3x/hari- Furosemid 2x6 mg- Captopril 2x1,8 mg- Nystatin drops 1x1
ml- Diet TETP 1000
kalori, F100 6x70 cc
15
Ekstremitas :Akral hangat , CRT < 2”
A:Bronkopneumonia (perbaikan) + PJB asianotik + Sepsis (perbaikan) + Gizi Buruk
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau
tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium. Secara klinis
pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), bahan kimia, radiasi, aspirasi,
obat-obatan dan lain-lain. Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis tidak termasuk. Sedang keradangan paru yang disebabkan oleh
penyebab non infeksi (bahan kimia, radiasi, obat-obatan dan lain- lain) lazimnya
disebut pneumonitis.7
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi
pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Saluran pernapasan tersebut
tersumbat oleh eksudat yang mukopurulen, yang membentuk bercak-bercak
konsolidasi di lobulus yang berdekatan. Penyakit ini bersifat sekunder yang
biasanya menyertai penyakit ISPA (Infeksi Salurann Pernapasan Atas), demam
infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Sebagai infeksi
primer biasanya hanya dijumpai pada anak-anak dan orang tua. 7
Secara anatomis pneumonia dibagi 3, yaitu :
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia intertitialis (bronkiolitis)
3. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
WHO memberikan pedoman klasifikasi pneumonia, sebagai berikut :
16
1. Usia kurang dari 2 bulan
a. Pneumonia berat
- Chest indrawing
- Bila ada napas cepat (> 60 x/menit)
b. Pneumonia sangat berat
- Tidak bisa minum
- Kejang
- Kesadaran menurun
- Hipertermi / hipotermi
- Napas lambat / tidak teratur
2. Usia 2 bulan-5 tahun
a. Pneumonia
- Bila ada napas cepat
b. Pneumonia Berat
- Chest indrawing
- Napas cepat dengan laju napas
> 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun
c. Pneumonia sangat berat
- Tidak dapat minum
- Kejang
- Kesadaran menurun
- Malnutrisi.3,4
3.2. Etiologi
Virus merupakan penyebab tersering pneumonia pada bayi usia 1 bulan
sampai 2 tahun. Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai
dengan distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan
penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus
17
influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B serta kuman atipik
Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae. 3
Tabel 1. Bakteri Patogen Pada Pneumonia
Umur Bakteri PatogenNeonatus E. Coli, Streptococcus group B, Listeria
monocytogenesKlebsiella sp, Enterobacteriaceae
1-3 bulan Chlamydia trachomatis
Usia prasekolah
Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniaeHaemophillus influenzae B, Streptococcus pneumoniaeStaphylococcus aureus
Usia sekolah Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniaeStreptococcus pneumoniae9
3.3. Patogenesis dan Patofisiologi
Bronkopneumonia dimulai dengan masuknya kuman melalui inhalasi,
aspirasi, hematogen dr fokus infeksi atau penyebaran langsung. Sehingga terjadi
infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-
lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari
darah masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian alveoli yang terinfeksi secara
progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh
perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. Kadang-kadang seluruh lobus
bahkan seluruh paru menjadi padat (consolidated) yang berarti bahwa paru terisi
cairan dan sisa-sisa sel.6
18
Gambar 2. Alveoli dengan Pneumonia
Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan
bersifat asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus
akan memudahkan Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel
pernafasan. Jika Streptococcus pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi
sel pneumatosit tipe II. Selanjutnya Streptococcus pneumoniae akan mengadakan
multiplikasi dan menyebabkan invasi terhadap sel epitel alveolus. Streptococcus
pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus melalui pori dari Kohn.
Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan reaksi radang berupa edema
dari seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.7,8
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
19
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam
ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida
maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel
darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host )
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat
oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga
warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
Gambar 3. Tampak alveolus terisi sel darah merah dan
sel sel inflamasi (netrofil)
20
3. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
Gambar 4. Tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun
dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi
oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.9
21
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau
penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil
merupakan akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari
infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal mulai dari sublaring hingga unit
terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan
mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat masuk,
berkembang biak dan menimbulkan penyakit.7
Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :
a. Filtrasi partikel di hidung
b. Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
c. Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
d. Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar
e. Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
f. Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
g. Drainase melalui sistem limfatik.10
3.4. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis bervariasi tergantung kuman penyebab, usia
pasien, status imunologis pasien, dan beratnya penyakit. Manifestsi klinis bisa
sangat berbeda, bahkan pada neonatus mungkin tanpa gejala. Gejala dan tanda
pneumonia meliputi gejala infeksi pada umumnya demam, menggigil, sefalgia,
rewel, dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan
gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut. 3
Walaupun tanda pulmonal paling berguna, namun mungkin tanda-tanda itu
tidak muncul sejak awitan penyakit. Tanda-tanda itu meliputi nafas cuping
hidung (neonetus), takipneu, dipsneu, dan apneu. Otot bantu nafas interkosta dan
abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi
pada neonatus bisa tanpa batuk. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan
22
frekuensi nafas), perkusi redup, fremitus melemah, suara nafas melemah dan
ronkhi. 10
Frekwensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui
beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau
tatalaksana. Pengukuran frekwensi nafas dilakukan dalam keadaan anak tenang
atau tidur. Perkusi thorak tidak bernilai diagnostik karena umumnya kelainan
patologisnya menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi
pleura.
WHO menetapkan kriteria takipneu berdasarkan usia, sebagai berikut :
a. usia kurang dari 2 bulan : ≥ 60 kali per menit
b. usia 2 bulan -1 tahun : ≥ 50 kali per menit
c. usia 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali per menit. 3
Suara nafas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi
basah halus khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak terdengar pada
bayi. Pada bayi dan anak kecil karena kecilnya volume thorak biasanya suara
nafas saling berbaur dan sulit diidentifikasi.10
3.5. Diagnosis
3.5.1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan
infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi
terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada
bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit.
Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi,
penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri
kepala, nyeri abdomen disertai muntah.11
3.5.2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok
umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada,
grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan
23
grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk,
panas, dan iritabel.12
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk
(non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi
dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas,
batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.12
Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia, sebagai berikut :
Tabel 2. Penyebab Pneumonia
Pemeriksaan Bakteri Virus Mikoplasma
Anamnesis
Umur Berapapun, bayi Berapapun Usia sekolah
Awitan Mendadak Perlahan Tidak nyata
Sakit serumah Tidak Ya, bersamaan Ya, berselang
Batuk Produktif nonproduktif kering
Gejala penyerta Toksik Mialgia, ruam,
organ bermukosa
Nyeri kepala, otot, tenggorok
Fisik
Keadaan umum Klinis > temuan Klinis ≤ temuan Klinis < temuan
Demam Umumnya ≥ 39ºC Umumnya < 39ºC Umumnya < 39ºC
24
Auskultasi Ronkhi ±, suara
Napas melemah
Ronkhi bilateral,
Difus, mengi
Ronkhi unilateral, mengi. 14
3.5.3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis
hingga > 15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung
jenis. Lekosit > 30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia
streptokokus. Trombositosis > 500.000 khas untuk pneumonia bakterial.
Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus. Biakan darah merupakan
cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15% kasus terutama pada anak-
anak kecil.3,10
3.5.4. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologis
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk
menentukan lokasi anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling
sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia
bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Jika
difus (merata) biasanya disebabkan oleh Staphylokokus pneumonia.11
Gambar 5. Foto toraks PA pada pneumonia lobaris:
tampak bercak-bercak infiltrat pada paru kanan
25
Gambar 6. Foto toraks PA pada bronkopneumonia. 13
2. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh
sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor
(TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai diagnostik untuk
membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan
bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya
lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP kadang-kadang
digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik. 10
3. Uji Serologis
Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada
infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi
diagnosis.4
4. Pemeriksaan Mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan
pemeriksaan mikrobiologi spesimen usap tenggorok, sekresi
nasopharing, sputum, aspirasi trakhea, fungsi pleura. Sayangnya
pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik dari segi teknis
26
maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab spesifik
hanya dapat diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.10
3.6. Kriteria Diagnosis
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah
ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :
1. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
2. Panas badan
3. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang
predominan)
3.7. Penatalaksanaan
Tatalaksana pasien pneumonia meliputi terapi suportif dan terapi etiologik.
Terapi suportif yang diberikan pada penderita pneumonia adalah :
1. Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring.
Jika penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin
diperlukan terutama dalam 24-48 jam
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan
mengandung gula dan elektrolit yang cukup.
3. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.
4. Mengatasi penyakit penyerta.
5. Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan tata laksana
rutin yang harus diberikan. 3
Tatalaksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun
karena berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia
27
diberikan antibiotik secara empiris. Walaupun sebenarnya pneumonia viral tidak
memerlukan antibiotik, tapi pasien tetap diberi antibiotik karena kesulitan
membedakan infeksi virus dengan bakteri. 3
Tabel 3. Daftar Antibiotik
Usia Rawat jalan Rawat Inap Bakteri Patogen0-2 minggu 1. Ampisillin +
Gentamisin2. Ampisillin + Cefotaksim
- E. Coli- Streptococcus B- Nosokomial enterobacteria
>2-4 minggu
1. Ampisillin + Cefotaksim atau Ceftriaxon2. Eritromisin
- E. Coli- Nosokomial Enterobacteria- Streptococcus B- Klebsiella- Enterobacter- C. trachomatis
>1-2 bulan 1. Ampisillin + Gentamisin2. Cefotaksim atau Ceftriaxon
- E. Coli and other Enterobacteria- H. influenza- S. pneumonia- C. trachomatis
>2-5 bulan 1. Ampisillin2. Sefuroksim sefiksim
1. Ampisillin2. Ampisillin + Kloramfenikol Sefuroksim Ceftriaxon
- H. influenza- S. pneumonia
>5 tahun 1. Penisillin A2. Amoksisilin Eritromisin
1. Penisillin G2. Sefuroksim Seftriakson Vankomisin
- S. pneumonia- Mycoplasma 9
Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun,
dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10 hari. Bila diduga penyebab
pneumonia adalah S. Aureus, kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi
28
terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin, klindamisin, atau vancomycin. Lama
pengobatan untuk stafilokokkus adalah 3-4 minggu. 12
3.8. Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.4
3.9. Diagnosa Banding
1. Bronkiolitis
2. Aspirasi pneumonia
3. Tb paru primer4
3.10. Prognosis
Pada era sebelum ada antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan anak kecil
berkisar dari 20% sampai 50% dan pada anak yang lebih tua dari 3% sampai 5%.13
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan
sampai kurang dari 1%, anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang
datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.6
3.11. Pencegahan
Pencegahan terhadap pneumonia dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi/vaksinasi. saat ini sudah tersedia banyak vaksin untuk mencegah
pneumonia. Setiap vaksin mencegah infeksi bakteri/virus tertentu sesuai jenis
vaksinnya.6
Berikut vaksin yang sudah tersedia di Indonesia dan dapat mencegah
pneumonia :
1. Vaksin PCV (imunisasi IPD) untuk mencegah infeksi pneumokokkus
(Invasive Pneumococcal diseases, IPD). vaksin PCV yang sudah tersedia
adalah PCV-7 dan PCV-10. PCV 13 belum tersedia di Indonesia
2. Vaksin Hib untuk mencegah infeksi Haemophilus Influenzae tipe b
29
3. Vaksin DPT untuk mencegah infeksi difteria dan pertusis
4. Vaksin campak dan MMR untuk mencegah campak
5. Vaksin influenza untuk mencegah influenza
BAB IV
ANALISA KASUS
Anak perempuan, 11 bulan, BB 6 kg, datang ke IGD RSUD Palembang
BARI dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari SMRS. Sesak nafas dirasakan
semakin memberat, sesak dirasakan terus menerus, menggi, bibir dan tangan
tampak membiru. Penderita juga mengeluh batuk berdahak berwarna kekuningan,
pilek, demam tinggi, tampak lesu dan tidak nafsu makan/minum. Os dibawa
orangtuanya ke praktek dokter swasta, penderita di rujuk ke RSUD Palembang
BARI dan disarankan untuk di rawat inap. 2 hari SMRS penderita mengalami
sesak nafas, sesak dirasakan hilang timbul. Batuk berdahak berwarna kekuningan,
pilek, demam, lesu, nafsu makan menurun dan tampak rewel dan gelisah. Mual
dan muntah tidak ada, BAB dan BAK biasa. 1 bulan SMRS penderita mengalami
batuk hilang timbul, demam meriang, pilek, nafsu makan mulai menurun.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami sesak nafas yang
semakin memberat. Berdasarkan teori proses peradangan dibagi atas 4 stadium
yaitu stadium I (4-12 jam pertama), stadium II (48 jam berikutnya), stadium III
(3-8 hari) dan stadium IV (7-11 hari). Jadi sesak nafas yang dirasakan pasien sejak
2 hari SMRS dan 2 jam semakin memberat sesuai seperti stadium tersebut,
dimana pada stadium II udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak
akan bertambah sesak, yang berlangsung sangat singkat yaitu selama 48 jam.
Pasien juga mengeluh bibir dan tangan tampak membiru, batuk berdahak, pilek,
30
demam tinggi, lesu dan tidak nafsu makan atau minum. Gejala penyerta pada
penderita bronkopneumonia menurut teori biasanya didahului oleh infeksi saluran
nafas bagian atas. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40 C dan mungkin
disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak gelisah, dispnu, pernafasan cepat
dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan
mulut, dari anamnesis tampak gejala penyerta yang dirasakan pasien sesuai
dengan teori yang sudah dijelaskan. Tidak lengkapnya imunisasi dasar yang
diberikan merupakan salah satu faktor resiko untuk mengalami pneumonia, ini
sesuai dengan hasil sebuah penelitian dimana balita yang mengalami pneumonia
lebih besar mempunyai status imunisasi yang tidak lengkap dibandingkan yang
lengkap. Adanya gizi buruk pada penderita ini menyebabkan mudah terkenanya
infeksi seperti pneumonia, PJB dan sepsis pada kasus ini. Kaitan infeksi dan
kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena
keduanya saling berkaitan dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan
menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan
dampak buruk pada sistem pertahan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.
Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi pada bayi dan anak dengan PJB.
Status gizi penderita PJB dipengaruhi masukan nutrien, kebutuhan energi,
komponen diet. Adanya PJB tersebut memiliki resiko untuk jatuh dalam keadaan
nutrisi buruk, anak dengan PJB sering menunjukkan pencapaian berat badan yang
tidak baik dan keterlambatan pertumbuhan. Malnutrisi pada penyakit jantung
menyebabkan kegagalan perkembangan karena asupan nutrisi yang tidak adekuat
dan gangguan absorbsi.
Pada pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan fisik, pasien mengalami
nadi 150 x/m reguler, takipnea, status gizi: gizi buruk. Karena penderita
mengalami gizi buruk dimana keadaan gizi yang buruk sebagai faktor risiko
mudah terkena ISPA dan pneumonia dibandingkan balita dengan gizi normal
karena daya tahan tubuh yang kurang. Dan pada pemeriksaan fisik didapatkan
ronkhi basah halus nyaring, dan murmur sistolik. Pneumonia pada anak
umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan
keterlibatan sistem respiratori, prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah
31
demam, sianosis dan > 1 gejala respiratori yaitu takipnea, batuk, nafas cuping
hidung, tertaksi, ronkhi, dan suara nafas melemah. Gambaran klinis pada pasien
ini sesuai dengan kriteria diagnosis pneumonia.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil Leukosit 29.000/mm3,
CRP (+), CRP Kuantitatif 110 mg/l. Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan terjadi leukositosis dan CRP (+) berarti terjadinya proses respon
infeksi atau inflamasi yang mana hasil laboratorium ini sesuai dengan teori dalam
menegakkan diagnosis pasien pneumonia. Hasil pemeriksaan rontgen yaitu
gambaran pneumonia paru dextra dan cardiomegali (mild), ini merupakan
pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis bronkopneumonia
dimana terlihat bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus
dan cardiomegali menujukkan karena adanya PJB.
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah oksigen nasal 1 l/menit,
IVFD D5 ¼ NS, nebu ventolin 1 fls + Nacl 0,9% 1 cc ini merupakan terapi
suportif pada pasien bronkopneumonia, ini sesuai dengan teori yang telah
dijelaskan. Pemberian paracetamol juga diperlukan untuk menghilangkan keluhan
simptomatisnya yaitu demam dengan dosis 3x0,6 mg yang mana dosis
paracetamol pada anak ialah 10-15cc/kgBB.Terapi etiologik berupa antibiotik beta
laktam dikombinasi dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu ampisilin dan
ceftazidine dengan dosis inj. Ampisilin 3x200 mg dan inj. Ceftazidime 3x300 mg
yang mana dosis ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis, ceftazidime 50
mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis. Pemberian Dexametason dengan pemberian 3x1
mg diberikan selama 3 hari. Pada hari-hari selanjutnya dirawat pemberian
captopril untuk mengurangi beban jantung dengan dosis 2x1,8 mg didapatkan dari
dosisnya 0,1-2 mg/kgBB/kali terbagi 2-3 kali dan furosemid sebagai diuresis
dengan dosis 2x6 mg didapatkan dari dosis nya 1mg/kgBB/kali. Untuk gizi buruk
pasien diberikan diet TETP 1.000 kalori (Tinggi Energi dan Tinggi Protein) dan
F100 6x70 cc. Pada penderita ini merupakan kondisi V yaitu jika tidak ditemukan
renjatan (syok), letargi dan muntah/diare/dehidrasi. Untuk PJB asianotik pada
penderita ini perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu ECHO untuk
mengetahui fungsi jantung dan untuk menilai kelainan katup pada penderita ini.
32
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam karena tatalaksana yang
diberikan telah adekuat sesuai dengan teori yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
1. Feldman, William. 2000. Evidence-Based Pediatrics, Pneumonia and
Bronchiolitis. University of Toronto: Canada.
2. Guyton & Hall. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta.
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2007. Simposium Penatalaksanaan Penyakit
Paru Pada Anak Terkini. Jember.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan
Penerbit IDAI : Jakarta
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1537.A / MENKES/ SK/XII/ 2002
6. Tanggal : 5 Desember 2002. Pemberantasan Penyakit ISPA
7. Departemen Kesehatan RI. 2002.Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita.
Jakarta.
8. Alsagaff, Hood dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu
Penyakit Paru dan Saluran Napas FK Unair : Surabaya.
9. Sarma, S. 2005. Pneumonia, bacterial. http:/www.emedicine.com.
10. Soegijanto, Soegeng dr.SpA(K). 2002. Ilmu Penyakit Anak Diagnosis dan
Penatalaksanaan. Penerbit Salemba Medika : Jakarta
11. PP IDAI UKK Pulmologi Bagian IKA FK USU/RS HAM MEDAN. 2003.
Tatalaksana Mutakhir Penyakit Respiratorik pada Anak. Medan.
33
12. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair. 2006. Pedoman Diagnosis dan
Terapi. Surabaya.
13. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak. Badan Penerbit IDAI : Jakarta
14. Rector & Visitors of the University of Virginia.2003. Pneumonia. www.med-
ed.virginia.edu/.../pathology3chest.html
34