Mekanisme Dermatitis Paederus Akibat Racun Pederin Serangga Tomcat
Lp Dermatitis
-
Upload
yosyita-bubzsyi -
Category
Documents
-
view
65 -
download
5
description
Transcript of Lp Dermatitis
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN
DENGAN DERMATITIS DI POLI KULIT DAN KELAMIN RSD dr. SOEBANDI JEMBER
disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Ners (PPN)Stase Keperawatan Medikal Bedah
oleh
Yosyita Rahmah, S. KepNIM 102311101004
PROGRAM PENDIDIKAN NERSPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER2015
LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN
DENGAN DERMATITIS DI POLI KULIT DAN KELAMINRSD dr. SOEBANDI JEMBEROleh : Yosyita Rahmah, S. Kep.
1. Kasus
Dermatitis
2. Proses Terjadinya Masalah
A. Pengertian
Dermatitis adalah peradangan pada kulit (inflamasi pada kulit) yang
disertai dengan pengelupasan kulit ari dan pembentukkan sisik (Smeltzer,
2002).
dermatitis adalah peradangan hebat yang menyebabkan pembentukan
lepuh atau gelembung kecil (vesikel) pada kulit hingga akhirnya pecah dan
mengeluarkan cairan. Istilah eksim juga digunakan untuk sekelompok
kondisi yang menyebabkan perubahan pola pada kulit dan menimbulkan
perubahan spesifik di bagian permukaan. Istilah ini diambil dari Bahasa
Yunani yang berarti 'mendidih atau mengalir keluar (Mitchell dan
Hepplewhite, 2005)
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema,
edema, papul, vesikel, skuama) dan keluhan gatal. Dermatitis cenderung
residif dan menjadi kronis (Djuanda, 2010).
Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit kulit
yang mengalami peradangan kerena bermacam sebab dan timbul dalam
berbagai jenis, terutama kulit yang kering, umumnya berupa
pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit (Widhya, 2011).
B. Klasifikasi
1. Dermatitis kontak
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik
terhadap paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dermatitis
kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang
menempel pada kulit. (Djuanda,2010)
Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti
racun yang terdapat pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan
gejala antara kulit memerah dan gatal. Jika memburuk, penderita akan
mengalami bentol-bentol yang meradang. Disebabkan kontak langsung
dengan salah satu penyebab iritasi pada kulit atau alergi.
Dermatitis kontaki terbagi 2 yaitu :
a. Dermatitis kontak iritan (mekanisme non imunologik)
Kulit berkontak dengan zat iritan dalam waktu dan konsentrasi
cukup, umumnya berbatas relatif tegas. Paparan ulang akan
menyebabkan proses menjadi kronik dan kulit menebal disebut
skin hardering.
b. Dermatitis kontak alergik (mekanisme imunologik spesifik)
Batas tak tegas. Proses yang mendasarinya ialah reaksi
hipersensitivitas. Lokalisasi daerah terpapar, tapi tidak tertutup
kemungkinan di daerah lain.
Perbedaan Dermatitis kontak iritan dan kontak alergik
No. Dermatitis kontak iritan Dermatitis kontak alergik1. Penyebab Iritan primer Alergen kontak S.sensitizer2. Permulaan Pada kontak pertama Pada kontak ulang3. Penderita Semua orang Hanya orang yang alergik4. Lesi Batas lebih jelas
Eritema sangat jelasBatas tidak begitu jelasEritema kurang jelas
5. Uji Tempel Sesudah ditempel 24 jam, bila iritan di angkat reaksi akan segera
Bila sesudah 24 jam bahan allergen di angkat, reaksi menetap atau meluas berhenti.
2. Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan resitif,
disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-
anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan
riwayat atopi pada keluarga atau penderita (D.A, rinitis alergik, atau asma
bronkial) kelainan kulit berupa papul gatal yang kemudian mengalami
ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya dilipatan (fleksural). (Djuanda,
2010).
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh
faktor herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan
gejala eritema, papula, vesikel, kusta, skuama dan pruritus yang hebat.
Bila residif biasanya disertai infeksi, atau alergi, faktor psikologik, atau
akibat bahan kimia atau iritan.
Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan
pecah-pecah. Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang lutut.
Dermatitis biasanya muncul saat alergi dan seringkali muncul pada
keluarga, yang salah satu anggota keluarga memiliki asma. Biasanya
dimulai sejak bayi dan mungkin bisa bertambah atau berkurang tingkat
keparahannya selama masa kecil dan dewasa
3. Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal dan
garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang
kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai
ransangan pruritogenik. (Djuanda, 2010)
Neurodermatitis (Liken Simpleks Kronis) adalah suatu peradangan
menahun pada lapisan kulit paling atas yang menimbulkan rasa gatal.
Penyakit ini menyebabkan bercak-bercak penebalan kulit yang kering,
bersisik dan berwarna lebihi gelap, dengan bentuk lonjong atau tidak
beraturan.
Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil,
datar dan dapat berdiameter sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini muncul
saat sejumlah pakaian ketat yang kita kenakan menggores kulit sehingga
iritasi. Sebagai akibat dari iritasi menahun akan terjadi penebalan kulit.
Kulit yang menebal ini menimbulkan rasa gatal sehingga merangsang
penggarukan yang akan semakin mempertebal kulit. Biasanya muncul
pada pergelangan kaki, pergelangan tangan, lengan dan bagian belakang
dari leher. Penyakit ini menimbulkan warna kecoklatan pada daerah yang
terkena.
4. Dermatitis numularis
Jenis eksim ini pada umunya berhubungan dengan kulit kering dan sering
menyerang pada orang yang berusia lanjut. Gejala penyakit eksim jenis ini
berupa kulit mengering, merah, gatal, dan muncul dalam bentuk bulatan-
bulatan pipih seperti koin logam, biasanya terdapat pada kulit kaki dan
tangan.
Penyebab terjadinya penyakit ini belum jelas namun infeksi
mikroorganisme agaknya turut peran. Adanya sensitivits alergi terhadap
mikroorganisme (Stafilokokus dan mikrokokus) ini dapat memperburuk
penyakit ini. Penyakit ini biasanya terjadi di daerah panas. Kebiasaan
minum alkohol dan adanya ketegangan jiwa dapat mempermudah
timbulnya penyakit ini. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang dewasa
dan lebih banyak pada wanita. Dermatitis kontak juga mengambil peranan
sebagai salah satu factor pencetus, begitupun dengan trauma fisik dan
kimiawi.
Bintik-bintik bulat berawal sebagai beruntusan/jerawat dan lepuhan yang
menyebabkan gatal, yang selanjutnya pecah dan membentuk keropeng.
Bintik-bintik ini lebih jelas tampak di punggung lengan atau tungkai dan
di bokong, tetapi bisa juga ditemukan pada batang tubuh.
Puncak awitan pada usia 55-65 tahun, baik pria maupun wanita. Dapat
juga ditemukan pada usia 15-25 tahun. Lesi awal kecil berupa vsikel atau
papulovesikel kemudian bergabung membentuk satu bulatan seperti mata
uang (koin), berbatas tegas, sedikit edema dan eritematosa.
5. Dermatitis seboroik
Merupakan golongan kelainan kulit yang didasari oleh factor konstitusi,
hormon, kebiasaan buruk dan bila dijumpai pada muka dan aksila akan
sulit dibedakan. Merupakan penyakit kronik, residif, dan gatal. Kelainan
berupa skuama kering, basah atau kasar; krusta kekuningan dengan bentuk
dan besar bervariasi. Kulit terasa berminyak dan licin, melepuhnya sisi-sisi
dari hidung, antara kedua alis, belakang telinga serta dada bagian atas,
lipatan mammae, presternal, ketiak, umbilikus, lipat bokong, lipat paha
dan skrotum. Pada kulit kepala terdapat skuama kering dikenal sebagai
dandruff dan bila basah disebut pytiriasis steatoides ; disertai kerontokan
rambut. Lesi dapat menjalar ke dahi, belakang telinga, tengkuk, serta
oozing (membasah), dan menjadi nkeadaan eksfoliatif generalisata. Pada
bayi dapat terjadi eritroderma deskuamativa atau disebut penyakit Leiner.
Dermatitis ini seringkali diakibatkan faktor keturunan, muncul saat kondisi
mental dalam keadaan stres atau orang yang menderita penyakit saraf
seperti Parkinson.
6. Dermatitis statis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena (atau
hipertensi vena) tungkai bawah. (Djuanda,2010)
Dermatitis muncul ketika adanya akumulasi cairan di bawah jaringan kulit
akibat bendungan, tekanan vena makin meningkat sehingga memanjang
dan melebar. Terlihat berkelok-kelok seperti cacing (varises). Cairan
intravaskuler masuk ke jaringan dan terjadilah edema. Timbul keluhan
rasa berat bila lama berdiri dan rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk.
Terjadi ekstravasasi eritrosit dan timbul purpura. Bercak-bercak semula
tampak merah berubah menjadi hemosiderin. Akibat garukan
menimbulkan erosi, skuama. Bila berlangsung lama, edema diganti
jaringan ikat sehingga kulit teraba kaku, warna kulit lebih hitam yang
muncul dengan adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang
kering berubah warna menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal.
C. Etiologi
Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian besar
merupakan respon kulit terhadap agen-agen misal nya zat kimia, bakteri
dan fungi selain itu alergi makanan juga bisa menyebabkan dermatitis.
Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. ( Arief Mansjoer, 1998)
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan
kimia (contoh : detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu),
mikroorganisme (contohnya : bakteri, jamur) dapat pula dari dalam
(endogen), misalnya dermatitis atopik. ( Djuanda,2010)
Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi
dapat menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya
memiliki penyebab berbeda pula. Seringkali, kulit yang pecah-pecah dan
meradang yang disebabkan eksim menjadi infeksi. Jika kulit tangan ada
strip merah seperti goresan, kita mungkin mengalami selulit infeksi bakteri
yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul karena peradangan
pada kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan terasa
panas saat disentuh dan selulit muncul pada seseorang yang sistem
kekebalan tubuhnya tidak bagus.
D. Patofisologi
Ada dua fase yang biasanya dialami oleh penderita dermatitis. Pertama,
fase anak, fase ini dimulai dengan munculnya dermatitis sub akut. Jenis
dermatitis ini cenderung lebih kering. Dermatitis ini sering muncul di lipat
siku/lutut. Kedua, fase dewasa, fase ini disertai dengan munculnya
hiperpigmentasi (kelebihan pigmen pada kulit yang bisa menyebabkan
warna hitam pada bekas luka yang terinfeksi), hiperkeratosis dan
likenifikasi (penebalan kulit dan bertambah jelasnya garis-garis normal
kulit).
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel
yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik.
Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa
jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk
merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan
rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan
membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan
leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi
dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik
neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan
membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan
mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil
gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada
dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya
mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis
kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase
sensitisasi.Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah.
Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada
hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling
rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya
kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada
terjadinya kerusakan tersebut.
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV
yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
a. Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini
terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan
kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten
menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan
jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal),
untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di
epidermis, menjadi komplek hapten protein. Protein ini terletak pada
membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR
(Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen
presenting cell). Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke
parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen
kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3.
CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans,
sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti
(CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya
untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen
tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi
pengenalan antigen (antigen recognition). Selanjutnya sel Langerhans
dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan
merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan
mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T
cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan
akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang
sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum
terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi
yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak
alergik.
b. Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari
antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam
kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan
merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan
merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan
merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion
molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta
sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag
untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas
yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti
eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa
mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel,
kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin
E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-
1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T
dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan
dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen,
diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat
sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T
terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan
peradangan.
E. Manifestasi klinis
Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal, sedangkan kelainan
kulit bergantung pada stadium penyakit, batas dapat tegas atau tidak tegas,
penyebaran dapat setempat, generalisata, bahkan universal.
Berikut adalah berbagai bentuk kelainan kulit atau efloresensi berdasarkan
stadium (Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal
suatu dermatitis sejak awal memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit
stadium kronis):
a. Stadium akut; eritema, edema, vesikel atau bula, erosi atau eksudasi,
sehingga tampak basah (madidans)
b. Stadium subakut; eritema berkurang, eksudasi mengering menjadi
krusta.
c. Stadium kronik; tampak lesi kering, skuama, hiperpigmentasi,
likenifikasi, papul, dapat pula terdapat erosi atau ekskoriasi akibat
garukan berulang.
Dimanapun lokasi timbulnya dermatitis, gejala utama yang dirasakan
pasien adalah gatal. Terkadang rasa gatal sudah muncul sebelum ada tanda
kemerahan pada kulit. Gejala kemerahan biasanya akan muncul pada
wajah, lutut, tangan dan kaki. Namun tidak menutup kemungkinan
kemerahan muncul didaerah lain. Daerah yang terkena akan terasa sangat
kering, menebal atau keropeng. Pada orang kulit putih daerah ini pada
mulanya akan berwarna merah muda lalu berubah menjadi coklat.
Sementara itu pada orang dengan kulit lebih gelap, dermatitis akan
mempengaruhi pigmen kulit, sehingga daerah dermatitis akan tampak
lebih terang atau lebih gelap.
Subjektif pada tanda-tanda radang akut, terutama pruritus (sebagai
pengganti dolor). Selain itu juga terdapat kenaikan suhu (kalor),
kemerahan (rubor), edema atau pembengkakan dan gangguan fungsi kulit
(fungsiolesa). Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tgas an terdapt lesi
polimorfi yang dapat timbul scara serentak atau beturut-turut. Pada
permulaan eritema dan edema. Edema sangat jelas pada klit yang longgar
misalya muka (terutama palpebra dan bibir) dan genetelia eksterna
infiltrasi biasanya terdiri atas papul.
Dermatitis madidans (basah) bearti terdapat eksudasi.Disana-sini terdapat
sumber dermatitis, artinya terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang
berkelompok yang kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat disertai
bula atau pustule, jika disertai infeksi. Dermatitis sika (kering) berarti tiak
madidans bila gelembung-gelumbung mongering maka akan terlihat erosi
atau ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering
disebut ematiti sika. Pada stadium tersebut terjadi deskuamasi, artinya
timbul sisik. Bila proses menjadi kronis tapak likenifikasi dan sebagai
sekuele telihat hiperpigmentai tau hipopigmentasi.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena
gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab
lain. Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema
interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis
terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel
mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan
terdapatnya akantosis dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis
kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis
ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi
perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut
merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan
gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis
kontak iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen,
seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan,
tampak sejumlah besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen
terlihat di membran sel dan di organella sel Langerhans. Limfosit
mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik.
Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan tampak didermis
dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang.
Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening setempat
meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran
histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal
pada pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil
menunjukkan perbedaan dalam pola peradangannya.
Pada penderita dermatitis, ada beberapa tes diagnostic yang dilakukan.
Untuk mengetahui seseorang apakah menderita penyakit dermatitis akibat
alergi dapat kita periksa kadar Ig E dalam darah, maka nilainya lebih besar
dari nilai normal (0,1-0,4 ug/ml dalam serum) atau ambang batas tinggi.
Lalu pasien tersebut harus melakukan tes alergi untuk mengetahui
bahan/zat apa yang menyebabkan penyakit alergi (alergen). Ada beberapa
macam tes alergi, yaitu :
1. Skin Prick Test (Tes tusuk kulit).
Tes ini untuk memeriksa alergi terhadap alergen hirup dan makanan,
misalnya debu, tungau debu, serpih kulit binatang, udang, kepiting dan
lain-lain. Tes ini dilakukan di kulit lengan bawah sisi dalam, lalu
alergen yang diuji ditusukkan pada kulit dengan menggunakan jarum
khusus (panjang mata jarum 2 mm), jadi tidak menimbulkan luka,
berdarah di kulit. Hasilnya dapat segera diketahui dalam waktu 30
menit Bila positif alergi terhadap alergen tertentu akan timbul bentol
merah gatal. Syarat tes ini :
a. Pasien harus dalam keadaan sehat dan bebas obat yang mengandung
antihistamin (obat anti alergi) selama 3 – 7 hari, tergantung jenis
obatnya.
b. Umur yang di anjurkan 4 – 50 tahun.
2. Patch Tes (Tes Tempel).
Tes ini untuk mengetahui alergi kontak terhadap bahan kimia, pada
penyakit dermatitis atau eksim. Tes ini dilakukan di kulit punggung.
Hasil tes ini baru dapat dibaca setelah 48 jam. Bila positif terhadap
bahan kimia tertentu, akan timbul bercak kemerahan dan melenting
pada kulit. Syarat tes ini :
3. RAST (Radio Allergo Sorbent Test).
Tes ini untuk mengetahui alergi terhadap alergen hirup dan makanan.
Tes ini memerlukan sampel serum darah sebanyak 2 cc. Lalu serum
darah tersebut diproses dengan mesin komputerisasi khusus, hasilnya
dapat diketahui setelah 4 jam. Kelebihan tes ini : dapat dilakukan pada
usia berapapun, tidak dipengaruhi oleh obat-obatan.
4. Skin Test (Tes kulit).
Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang
disuntikkan. Dilakukan di kulit lengan bawah dengan cara
menyuntikkan obat yang akan di tes di lapisan bawah kulit. Hasil tes
baru dapat dibaca setelah 15 menit. Bila positif akan timbul bentol,
merah, gatal.
5. Tes Provokasi.
Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang
diminum, makanan, dapat juga untuk alergen hirup, contohnya debu.
Tes provokasi untuk alergen hirup dinamakan tes provokasi bronkial.
Tes ini digunakan untuk penyakit asma dan pilek alergi. Tes provokasi
bronkial dan makanan sudah jarang dipakai, karena tidak nyaman untuk
pasien dan berisiko tinggi terjadinya serangan asma dan syok. tes
provokasi bronkial dan tes provokasi makanan sudah digantikan oleh
Skin Prick Test dan IgE spesifik metode RAST.
G. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan yang baik adalah mengidentifikasi
penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi
individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada
kulit.
1) Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis
kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal
dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti
dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat
bergagang panjang, penggunaan deterjen.
2) Pengobatan
Pengobatan yang tepat didasarkan atas kausa, yaitu menyingkirkan
penyebabnya. Tetapi, seperti diketahui dermatitis multi factor, kadang
juga tidak diketahui pasti, maka penobatan bersifat simtomatis, yaitu
dengan menghilangkan/ mengurangi keluhan dan menekan peradangan.
1. Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip
umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah
(kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut
penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan
kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum
(pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan
kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim
atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal
saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun.
Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari
dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan
proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek
langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid
topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan
HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan
fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh
sel T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek
imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam
proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis
yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan
triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan
menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan
mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup
dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu
diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi
kulit dan erupsi akneiformis.
b. Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis
kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit
mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi
timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang
yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di
kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans
(CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji
antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA)
dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara
imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan
epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel
mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan
elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang
diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans
akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi
tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada
keratinosit dan sel Langerhans.
c. Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari
hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada
manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan
oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis
atau dermis.
d. Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa
hemolitikus, E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan
superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya
gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam
bentuk topikal.
e. Imunosupresif
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506
(Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan
menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin
seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin
eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan
tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ
ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek
anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya
sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05%
dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-
valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi
yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak
mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal
sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.
2. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau
edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut
atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :
a. Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek
sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak
terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat
dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan
histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
b. Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral,
intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan
prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan
karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat
maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus
pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek
sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan
gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi.
Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit,
mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans,
menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat
sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
c. Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T
penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r,
IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan
keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
d. Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan
ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat
peradangan.
e. FK 506 (Trakolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan
selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF .
Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan
histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
f. Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya
seperti nifedipin dan amilorid.
g. Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-
6 dan INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari
peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
h. SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi
yang tinggi. Dapat juga diberikan secara topical, pemberian
secara oral lebih baik daripada siklosporin
Namun jika pada dermatitis tersebut ditemukan adanya infeksi bakteri
maka dapat diberikan juga antibiotik, disamping kortikosteroid. Berikut
ini golongan antibiotik untuk dermatitis:
1. Antibiotika golongan aminoglikosid, bekerja dengan menghambat
sintesis protein dari bakteri, contoh gentamisin dan neomisin dimana
secara invitro, strain Stafilokokus aureus dan sebagian besar
Stafilokokus epidermis sensitif terhadap Gentamisin.
2. Antibiotika golongan kloramfenikol, bekerja dengan menghambat
sintesis protein dari bakteri.
3. Antibiotika golongan makrolida, bekerja dengan menghambat
sintesis protein dari bakteri, contoh eritromisin
4. Antibiotik lain, contoh asam fusidat efektif untuk infeksi kulit yang
disebabkan oleh strain stafilokokus aureus dan mupirosin yang juga
efektif terhadap sebagian besar Stafilokokus (termasuk S.epidermis
dan S.aureus) dan streptokokus.
3. Clinical Pathways
4. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas Pasien
2. Keluhan Utama.
3. Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
4. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada
pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien
untuk menanggulanginya.
b. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
c. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini
atau penyakit kulit lainnya.
d. Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah
sedang mengalami stress yang berkepanjangan.
e. Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai
pada kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap
sesuatu obat
5. Pola Fungsional Gordon
a. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Persepsi terhadap penyakit :
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan
penyakit. Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau
menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.
Penggunaan :
Tanyakan tentang penggunaan obat-obat tertentu (misalnya
antidepresan trisiklik, antihistamin, fenotiasin, inhibitor monoamin
oksidase ( MAO), antikolinergik dan antispasmotik dan obat anti-
parkinson
Tanyakan tentang penggunaan alcohol, dan tembakau untuk
mengetahui gaya hidup klien.
b. Pola Nutrisi/Metabolisme
Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi,
siang dan malam )
Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah,
pantangan atau alergi
Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan
sayur-sayuran yang mengandung vitamin antioksidant
c. Pola Eliminasi
Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan
karakteristiknya
Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah
penggunaan alat bantu untuk miksi dan defekasi.
d. Pola Aktivitas/Olahraga
Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan
pada kulit.
Kekuatan Otot :Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan
ototnya karena yang terganggu adalah kulitnya
Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.
e. Pola Istirahat/Tidur
Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah
istirahat/tidur yang berhubungan dengan gangguan pada kulit
Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa
segar atau tidak?
f. Pola Kognitif/Persepsi
Kaji status mental klien
Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam
memahami sesuatu
Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara
klien. Identifikasi penyebab kecemasan klien
Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
Kaji apakah klien mengalami vertigo
Kaji nyeri : Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah
pada kulit.
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya
sendiri, apakah kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran
dirinya
Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa
cemas, depresi atau takut
Apakah ada hal yang menjadi pikirannya
h. Pola Peran Hubungan
Tanyakan apa pekerjaan pasien
Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien
seperti: pasangan, teman, dll.
Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan
perawatan penyakit klien
i. Pola Seksualitas/Reproduksi
Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan
penyakitnya
Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan
terkait dengan menopause
Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam
pemenuhan kebutuhan seks
j. Pola Koping-Toleransi Stres
Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial
atau perawatan diri )
Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi
kecemasannya (mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan
obat untuk penghilang stress atau klien sering berbagi masalahnya
dengan orang-orang terdekat.
k. Pola Keyakinan-Nilai
Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam
beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya.
Orang yang dekat kepada Tuhannya lebih berfikiran positif.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan fungsi
barier kulit
2) Nyeri dan gatal yang berhubungan dengan lesi kulit
3) Perubahan pola tidur yang berhubungan dengan pruritus
4) Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit
yang tidak baik
5) Kurang pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara – cara menangani
kelainan kulit
6) Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak – bercak merah pada
kulit
c. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSATUJUAN DAN KRITERIA HASIL
(NOC)INTERVENSI
(NIC)1. Kerusakan integritas kulit
yang berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x24 jam integritas jaringan: kulit dan mukosa normal dengan indikator: a. temperatur jaringan dalam rentang
yang diharapkan b. elastisitas dalam rentang yang
diharapkan c. hidrasi dalam rentang yang diharapkand. pigmentasi dalam rentang yang
diharapkane. warna dalam rentang yang diharapkanf. tektur dalam rentang yang diharapkang. bebas dari lesih. kulit utuh
PENGAWASAN KULITa. Inspeksi kondisi luka b. Observasi ekstremitas untuk warna, panas,
keringat, nadi, tekstur, edema, dan lukac. Inspeksi kulit dan membran mukosa untuk
kemerahan, panas, drainased. Monitor kulit pada area kemerahane. Monitor penyebab tekananf. Monitor adanya infeksig. Monitor kulit adanya rashes dan abrasih. Monitor warna kuliti. Monitor temperatur kulitj. Catat perubahan kulit dan membran mukosak. Monitor kulit di area kemerahan MANAJEMEN TEKANANa. Tempatkan pasien pada terapeutic bedb. Elevasi ekstremitas yang terlukac. Monitor status nutrisi pasiend. Monitor sumber tekanane. Monitor mobilitas dan aktivitas pasienf. Mobilisasi pasien minimal setiap 2 jam sekalig. Back rup
h. Ajarkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2 Nyeri dan gatal yang berhubungan dengan lesi kulit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x24 jam pasien dapat mengontrol nyeri dengan indikator:a. Mengenali faktor penyebabb. Mengenali onset (lamanya sakit)c. Menggunakan metode pencegahand. Menggunakan metode nonanalgetik
untuk mengurangi nyerie. Menggunakan analgetik sesuai
kebutuhanf. Mencari bantuan tenaga kesehatang. Melaporkan gejala pada tenaga
kesehatanh. Menggunakan sumber-sumber yang
tersediai. Mengenali gejala-gejala nyerij. Mencatat pengalaman nyeri
sebelumnyak. Melaporkan nyeri sudah terkontrol
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x24 jam pasien dapat mengetahui tingkatan nyeri dengan indikator: a. melaporkan adanya nyeri
MANAJEMEN NYERIDefinisi : mengurangi nyeri dan menurunkan tingkat nyeri yang dirasakan pasien.Intervensi :a. lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b. observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
c. gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
d. kaji kultur yang mempengaruhi respon nyerie. evaluasi pengalaman nyeri masa lampauf. evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
lain g. tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampauh. bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungani. kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi j. nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingank. kurangi faktor presipitasil. pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
b. luas bagian tubuh yang terpengaruhc. frekuensi nyerid. panjangnya episode nyerie. pernyataan nyerif. ekspresi nyeri pada wajahg. posisi tubuh protektifh. kurangnya istirahati. ketegangan ototj. perubahan pada frekuensi pernafasank. perubahan nadil. perubahan tekanan darahm. perubahan ukuran pupiln. keringat berlebiho. kehilangan selera makan
personal)m. kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensin. ajarkan tentang teknik non farmakologio. berikan analgetik untuk mengurangi nyerip. evaluasi keefektifan kontrol nyeriq. tingkatkan istirahatr. kolaborasikan dengan dokter jika keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasilANALGETIC ADMINISTRATIONDefinisi : penggunaan agen farmakologi untuk menghentikan atau mengurangi nyeriIntervensi :a. tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian obatb. cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis
dan frekuensic. cek riwayat alergid. pilih analgetik yang diperlukan atau kombinasi
dari analgetik ketika pemberian lebih dari satue. tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan
beratnya nyerif. tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan
dosis optimalg. pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teraturh. monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgetik pertama kalii. berikan analgetik tepat waktu terutama saat
nyeri hebatj. evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala
(efek samping)3 Perubahan pola tidur yang
berhubungan dengan pruritus
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. x24jam gangguan pola tidur pasien teratasi dengan kriteria hasil:a. Jumlah jam tidur dalam batas normalb. Pola tidur,kualitas dalam batas normalc. Perasaan fresh sesudah tidur/istirahatd. Mampu mengidentifikasi hal-hal yang
meningkatkan tidur
Sleep Enhancementa. Menjaga kulit agar selalu lembabb. Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola
tidurc. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuatd. Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas
sebelum tidur (membaca)e. Ciptakan lingkungan yang nyamanf. Kolaburasi pemberian obat tidur
4 Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …. x24jam , diharapkan Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai dengan kriteria hasil:
a. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
b. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
c. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
d. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
a. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri
b. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan
c. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.d. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu
klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
e. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri, seperti merias, merapikan
f. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
5 Kurang pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara – cara menangani kelainan kulit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x24 jam psien mengetahui tentang proses penyakit dengan indikator pasien dapat :a. Familiar dengan nama penyakitb. Mendeskripsikan proses penyakitc. Mendeskripsikan faktor penyebabd. Mendeskripsikan faktor resikoe. Mendeskripsikan efek penyakitf. Mendeskripsikan tanda dan gejalag. Mendeskripsikan perjalanan penyakith. Mendeskripsikan tindakan untuk
menurunkan progresifitas penyakiti. Mendeskripsikan komplikasij. Mendeskripsikan tanda dan gejala dari
komplikasik. Mendeskripsikan tindakan pencegahan
untuk komplikasi
TEACHING: PENGETAHUAN PROSES PENYAKITDefinisi : membantu pasien memahami informasi yang berhubungan dengan penyakit yang spesifikIntervensi a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
pasien tentang proses penyakit yang spesifikb. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
bagaiman hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit
d. Gambarkan proses penyakite. Identifikasi kemungkinan penyebab dengan
cara yang tepatf. Sediakan informasi tentang kondisi pasieng. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
tentang kemajuan pasienh. Sediakan pengukuran diagnostik yang tersediai. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
j. Diskusikan pilihan terapik. Gambarkan rasional rekomendasi manajemen
terapil. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinionm. Eksplorasi kemungkinan sumber dukungann. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan
6 Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak – bercak merah pada kulit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x24 jam status kekebalan pasien meningkat dengan indilaktor: a. tidak didapatkan infeksi berulangb. tidak didapatkan tumorc. status rspirasi sesuai yang diharapkan
temperatur badan sesuai yang diharapkan
d. integritas kulite. integritas mukosaf. tidak didapatkan fatigue kronisg. reaksi skintes sesuai paparanh. WBC absolut dalam batas normalSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x24 jam psien mengetahui cara cara mengontrol infeksi dengan indikator: a. Mendeskripsikan proses penularan
penyakitb. Mendeskripsikan faktor yang
mempengaruhi terhadap proses penularan penyakit
KONTROL INFEKSIDefinisi: meminimalkan mendapatkan infeksi dan transmisi agen infeksiIntervensi :a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
lainb. Pertahankan teknik isolasic. Batasi pengunjung bila perlud. Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan
saat berkunjung dan setelah berkunjunge. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tanganf. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
keperawatang. Gunakan universal precaution dan gunakan
sarung tangan selma kontak dengan kulit yang tidak utuh
h. Tingkatkan intake nutrisi dan cairani. Berikan terapi antibiotik bila perluj. Observasi dan laporkan tanda dan gejal infeksi
seperti kemerahan, panas, nyeri, tumork. Kaji temperatur tiap 4 jaml. Catat dan laporkan hasil laboratorium, WBC
c. Mendeskripsikan tindakan yang Dapat dilakukan untuk pencegahan proses penularan penyakit
d. Mendeskripsikan tanda dan gejala infeksi
e. Mendeskripsikan penatalaksanaan yang tepat untuk infeksi
m. Gunakan strategi untuk mencegah infeksi nosokomial
n. Istirahat yang adekuato. Kaji warna kulit, turgor dan tekstur, cuci kulit
dengan hati-hatip. Ganti IV line sesuai aturan yang berlakuq. Pastikan perawatan aseptik pada IV liner. Pastikan teknik perawatan luka yang tepats. Berikan antibiotik sesuai autrant. Ajari pasien dan keluarga tanda dan gejal u. infeksi dan kalau terjadi melaporkan pada v. perawatw. Ajarkan klien dan anggota keluarga
bagaimana x. mencegah infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda S, Sularsito. 2010. SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit
kulit dan kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Price, A. Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Brunner
Suddarth/Brunner Suddarth’s Texbook Of Medical-Surgical. ed 8 Vol 3
Jakarta: EGC.