Lp Tetanus

22
A. PENGERTIAN Tetanus atau loek jalo merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh racun bakteri tetonospasmin yang dihasilkan oleh clostridrum tetani (dr. T. H. Rampengan, DSAK: 35). Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntika, pemotongan tali pusat. Dalam tubuh kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris. Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh clostridium tetani yang menghasilkan toksin sehingga terjadi kejang-kejang otot yang umum, opistotonus, trimus, kejang glottis dan dapat menimbulkan kematian pada penderita (Dr. Soedarto, DTMH, Ph. D: 157). Tetanus adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh clostridium tetani yang menghasilkan exotoksin (Suriadi, Skp: 273). B. ETIOLOGI Kuman tetanus yang dikenal sebagai clostridium tetani berbentuk batang yang langsing dengan ukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,3-0,5 mikron, termasuk gram-positif dan bersifat anaerob. Kuman tetanus ini berbentuk spora yang berbentuk lonjong dengan ujung yang bulat, khas seperti batang korek api (stick drum). Sifat spora ini tahan dalam air mendidih selama 4 jam, obat antiseptik, dapat mati dalam autoclaf bila dipanaskan selama 15-20 menit pada suhu 121 o C. Bila tidak kena cahaya, maka spora dapat hidup di tanah berbulan-bulan bahkan sampai tahunan. Juga dapat merupakan flora usus normal dari kuda, sapi, domba, anjing, kucing, tikus, ayam, dan

description

tetanus

Transcript of Lp Tetanus

A. PENGERTIANTetanus atau loek jalo merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh racun bakteri tetonospasmin yang dihasilkan oleh clostridrum tetani (dr. T. H. Rampengan, DSAK: 35).Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntika, pemotongan tali pusat. Dalam tubuh kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris.Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh clostridium tetani yang menghasilkan toksin sehingga terjadi kejang-kejang otot yang umum, opistotonus, trimus, kejang glottis dan dapat menimbulkan kematian pada penderita (Dr. Soedarto, DTMH, Ph. D: 157).Tetanus adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh clostridium tetani yang menghasilkan exotoksin (Suriadi, Skp: 273).

B. ETIOLOGIKuman tetanus yang dikenal sebagai clostridium tetani berbentuk batang yang langsing dengan ukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,3-0,5 mikron, termasuk gram-positif dan bersifat anaerob. Kuman tetanus ini berbentuk spora yang berbentuk lonjong dengan ujung yang bulat, khas seperti batang korek api (stick drum). Sifat spora ini tahan dalam air mendidih selama 4 jam, obat antiseptik, dapat mati dalam autoclaf bila dipanaskan selama 15-20 menit pada suhu 121 oC. Bila tidak kena cahaya, maka spora dapat hidup di tanah berbulan-bulan bahkan sampai tahunan. Juga dapat merupakan flora usus normal dari kuda, sapi, domba, anjing, kucing, tikus, ayam, dan manusia, spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif dalam keadaan anaerob dan kemudian berkembang biak. Bentuk vegetatif tidak tahan terhadap panas dan beberapa antiseptik. Kuman tetanus tumbuh subur pada suhu 37 C dalam media kaldu daging dan media agar darah. Demikian pula dalam media bebas gula, karena kuman tetanus tidak dapat mefregmentasikan glukosa.Kuman tetanus tidak infasif, tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin yaitu: tetanospasmin, dan tetanolisin. Tetanospasmin merupakan protein dengan berat molekul 150000 dalton, larut dalam air, labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik, tetapi stabil dalam bentuk murni dan kering. Tetanospasmin disebut juga nerotoksin. Karena toksin ini melalui beberapa jalan dapat mencapai susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala berupa kekakuan (rigiditas). Spasme otot dan kejang-kejang. Tetanolisin menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah.

C. MANIFESTASI KLINIS1. Trismus (kesukaran membuka mulut), karena spasme otot-otot mastikatoris.2. Kaku kuduk sampai opistotonus (karena ketegangan otot-otot trunki).3. Ketegangan pada otot dinding perut.4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin yang terdapat di kornum anterior.5. Risus sardonikus karena spasme otot-otot muka (alis tertarik keatas), sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. 6. Kesukaran menelan, gelisah, iritabel, mudah dan sesitif pada rangsangan eksternal, nyeri kepala, nyeri kepala, nyeri anggota badan, sering merupakan gejala dini.7. Laringospasme dan tetani predisposisi untuk respiratory arrest, atelek tasis dan pnenmonia, deman biasanya tidak ada atau ada tapi ringan, bila ada demam kemungkinan prognosis buruk.8. Tenderness pada otot-otot leher dan rahang.

D. PATOFISIOLOGIPenyakit tetanus terjadi karena adanya kuman tetanus lostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka seperti luka tertusuk, luka bakar, luka lecet, luka tembak, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, luka yang kotor, dan pada bayi dapat melalui tali pusat yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk.

Kuman tetanus tidak invasive, tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin merupakan toksin kuat dan neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot dan mempengaruhi system saraf pusat, sedang tetanolysin tampaknya tidak signitireance.Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada system saraf pusat dengan melewatiakson neuron atau system vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada sel saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh antitoksin.Cara absorbsi dan bekerjanya toksin: 1. Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik di bawah kekornum anterior susunan saraf pusat2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat.3. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan, dan rata-rata 10 hari. Kasus yang sering terjadiadalah 14 hari sedangkan untuk neonatus biasanya 5 hari sampai 14 hari.

Biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifatmenyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Selain kekakuan otot yang luas biasanya. Diikuti kejang umum tonik baik secara spontan maupun hanya dengan rangsangan minimal (rabaan, sinar, bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan adduksi serta tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi.

Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang. Spasme otot-otot laring dan otot pernafasan dapat menyebabkan gangguan menelan, asfiksia, dan sianosis. Retensi urine sering terjadi karena spasme sphincter kandung kemih.

Kenaikan temperatur badan pada umumnya, tidak tinggi tetapi dapat disertai panas yang tinggi sehingga harus hati-hati terhadap komplikasi atau toksin menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.

E. KASIFIKASISecara klinis tetanus ada 3 macam (dr. T.H. Rampengan, DSAK: 38) yaitu:1. Tetanus umumMerupakan gambaran tetanus yang paling sering di jumpai terjadinya berhubungan dengan luas dan dalamnya luka, seperti luka bakar yang luas, luka busuk yang dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus decubitus, dan suntikan hypodermis.Menurut berat ringannya tetanus umum dapat dibagi atas:a. Tetanus ringan: trimus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun dirangsang.b. Tetanus sedang: trimus kurang dari 3 cm, dan disertai kejang umum bila dirangsang.c. Tetanus berat: trimus kurang dari 1 cm, dan disertai kejang umum yang spontan.Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas: Grade I = ringan Masa inkubasi lebih dari 14 hari. Period of onset > 6 hari. Trimus positif tetapi tidak berat. Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada.Lokalisasi kekakuan, dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan kekakuan umum terjadi beberapa jam atau hari.Grade II = sedang Masa inkubasi 10 14 hari. Period of onset 3 hari atau kurang. Trimus ada dan disfagia ada.Kekakuan umum, terjadi dalam beberapa hari tetapi dispoe dan sianosis tidak ada.Grade III = berat Masa inkubasi < 10 hari. Period of onset 3 hari atau kurang. Trismus berat. Disfagia berat.Kekakuan umum dan gangguan pernafasan astiksia, ketakutan, keringat banyak, dan takikardia.

2. Tetanus localTetanus berupa nyeri, kekakuan otot-otot pada bagian proksimal dari tempat luka. Tetanus local adalah tetanus ringan kadang-kadang dapat berkembang menjadi tetanus umum.

3. Tetanus cephalieMerupakan salah satu varian tetanus local. Terjadinya bila luka mengenai daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, leher, otitis media kronis dan jarang akibat tosilectomi. Gejala berupa disfungsi saraf cranial antara lain:Nerves III, IV, VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendiri-sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan-bulan. Tetanus cephalie dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosa bentuk tetanus cephalie jelek.F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK1. Riwayat dan temuan secara fisikKenaikan tonus otot skelet: trismus, kontraksi otot-otot kepala/wajah dan mulut, perut papan2. Pemeriksaan laboratoriuma. Kultur luka (mungkin negative)b. Test tetanus anti bodi c. Liquor cerebri normald. hitung leukosit normal atau sedikit meningkate. Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kalsium dan magnesiumf. Analisa gas darah dan gula darah sewaktu penting untuk dilakukan3. Tes lain untuk menyingkirkan penyakit lain seperti meningitis, rabies, epilepsy dll

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi ventrikuler (Torsaderde pointters)2. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar fosfat dalam serum meningkat.3. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS1. Dirawat diruangan perawatan intensif, untuk menghindari rangsangan dan harus dengan suasana tenang.2. Perawatan luka dengan rivanol, betadin, dan H2O2.3. Jika banyak sekresi pada mulut akibat kejang atau penumpukan saliva maka dibersihkan dengan penghisap lendir.4. Makanan dan minuman melalui sonde lambung (NGT), bahan makanan yang mudah dicerna dan cukup mengandung protein dan kalori (diit TKTP).5. Pemberian ATS 20000 U. secara IM didahului uji kulit dan mata.6. Pemberian anti kejang dan fenobarbital bila kejang berat, diazepam, largaktil.7. Pemberian anti biotic (PP 50000 U/KgBB/hari) misalnya: penisilin prokain, tetrasiklin, dan eritromisin. 8. Bila perlu diberikan oksigen jika terjadi asfiksia dan sianosis.9. Kadang-kadang diperlukan tindakan trakeostomi untuk menghindari obstruksi jalan nafas apabila penderita tetanus terjadi: Spasme berkepanjangan dari otot respirasi. Tidak ada kesanggupan batuk dan menelan. Obstruksi laring. Koma.

I. TERAPI FARMAKOLOGIS1. Antitoksin: antitoksin 20.000 1u/ 1.M/5 hari. pemberian baru diberikan setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.2. Anti kejang (antikonvulsan) Fenobarbital (luminal): 3 x 100 mg/1.M. Untuk anak diberikan mula-mula 60-100 mg/1.M lalu dilanjutkan 6x30 mg/hari (max. 200mg/hari). Klorpromasin: 3x25 mg/1.M/hari. Untuk anak-anak mula-mula 4-6 mg/kg BB. Diazepam: 0,5-10 mg/kg BB/1.M/4 jam, dll.3. Antibiotic: penizilin procain 1juta 1u/hari atau tetrasifilin 1gr/hari/1.V. Dapat memusnahkan tetani tetapi tidak mempengaruhi proses neurologiknya.

J. KOMPLIKASI1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) didalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pnemonia aspirasi.2. Asfiksia ini terjadi karena adanya kekakuaan otot-otot pernafasan sehingga pengembangan paru tidak dapat maksimal.3. Atelektasis karena obstruksi oleh secret hal ini karena seseorang dengan tetanus akan mengalami trismus (mult terkunci) sehingga klien tidak dapat mengeluarkan sekret yang menumpuk di tenggorokan, atau pun menelanya.4. Fraktura kompresi ini dapat terjadi bila saat kejang klien difiksasi kuat sehingga tubuh tidak dapat menahan kekuatan luar.

K. PATHWAY

Terpapar kuman Clostridium tetaniEksotoksinPengangkutan toksin melewati saraf motorik

Saraf OtonomGanglion Sumsum Tulang Belakang OtakTonus otot Menempel pada Cerebral Mengenai Saraf SimpatisGangliosidesMenjadi kakuKekakuan dan kejang khas-Keringat berlebihanpada tetanus-Hipertermi

Nyeri akut-Hipotermi Hilangnya keseimbangan tonus otot hipoksia berat Kekakuan otot O2 di otak

Gangguan eliminasiketidak efektifan bersihan jalan nafasSistem pencernaa Sistem Pernafasan kesadaran

Ketidak efektifan perpusi jaringan otak

L. PENGKAJIANPengkajian Umum1. Riwayat penyakit sekarang; adanya luka parah atau luka bakar dan imunisasi yang tidak adekuat.2. Sistem Pernafasan ; dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontaksi otot pernafasan3. Sistem kardio vaskuler; disritmia, takikardia, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awal 38-40 C atau febril, terminal 43-44 C4. Sistem Neurolgis; (awal) irritability, kelemahan, (akhir) konvulsi, kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak. 5. Sistem perkemihan; retensi urine (distensi kandung kencing dan urine out put tidak ada/oliguria)6. Sistem pencernaan; konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus.7. Sistem integumen dan muskuloskletal; nyeri kesemutan tempat luka, berkeringan (hiperhidrasi). Pada awalnya didahului trismus, spasme oto muka dengan meningkatnya kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot-otot kaku dan kesulitan menelan. Apabila hal ini berlanjut akan terjadi status konvulsi dan kejang umum.

M. ANALISA DATANoSymtomEtiologiProblem

1.Do :

Perubahan tekanan darah

Terpapar kuman clostridium tetani

Eksotoksin

Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Saraf Otonom

Mengenai Saraf Simpatis

Keringat berlebihan

Hipoksia berat

O2 di otak

Kesadaran

Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral

Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral

2.Do: RR meningkat

Ds: Biasanya klien mengeluh sesak

Terpapar kuman clostridium tetani

Eksotoksin

Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Otak

Menempel pada cerebral gangliosides

Kekakuan dan kejang khas pada tetanus

Hilangnya keseimbangan tonus otot

Kekakuan otot

Sistem Pernafasan

Ketidak efektifan bersihan jalan nafas

Ketidak efektifan bersihan jalan nafas

3.Do: Menahan nyeri Perubahan tekanan darah Perubahan frekuensi pernapasan Gelisah Meringis Tingkah laku berhati-hati

Terpapar kuman clostridium tetani

Eksotoksin

Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Otak

Menempel pada cerebral gangliosides

Kekakuan dan kejang khas pada tetanus

Nyeri Akut

Nyeri Akut

N. DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral (otak) 2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan sekresi atau produksi mukus3. Nyeri Akut berhubungan dengan toksin dalam sel saraf dan aktivitas kejang

O. RENCANA ASUHAN KEPERAWATANNoDiagnosa KeperawatanRencana Asuhan Keperawatan

NOCNICAktivitas

1Dx :Ketidakefektifan perfusi jaringan otak

Circulation status Neurological statusSetelah dilakukan asuhan selama 3 hari masala klien dapaat teratasi dengan kriteria hasil :

Circulation status

1. Tekana darah sistolik normal2. Tekanan darah diastolic normal3. Nadi kembali normal4. Tekanan vena central kembali normal5. CRT normal

Neurological status1. Pupil seimbang dan reaktif2. Tidak mengalami nyeri kepala3. Menunjukan konsentrasi dan orientasi Neurological monitoring1. Monitoring tanda-tanda vital2. Monitor ukuran pupil, ketajaman mata, kesimetrisan reaksi Dan refleks kornea3. Monitor tingkat kesadaran4. Monitor level kebingungan dan orientasi5. Monitor kekuatan otot dan gaya berjalan6. Pertahankan parameter hemodinamik7. Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan sekresi atau produksi mukus

NOC1. Respiratory status : Ventilation1. Respiratory status : Airway patency1. Aspiration ControlSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama .. pasien menunjukkan keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil : Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang penyebab. Saturasi O2 dalam batas normal Foto thorak dalam batas normal Airway Suctioning Airway management

Airway Suctioning1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning1. Auskultasi suara nafas sesudah dan sebelum suctioning1. Informasikan keluarga dan pasien tentang suctioning1. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan: O2, Suction, Inhalasi.1. Berikan O2 l/mnt, metode1. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction1. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab1. Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan sekret Airway management 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi1. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam 1. Monitor respirasi dan status O21. Lakukan fisioterapi dada jika perlu1. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan1. Berikan bronkodilator

Nyeri kronis B.d toksin dalam sel saraf dan aktivitas kejangNoc : Pain control Pain level Comfort status

Setelah dilakukan asuhan selama ... penurunan kardiak output klien teratasi dengan kriteria hasil: Pain control1. Klien mampu mengenali serangan nyeri2. Mampu mendeskripsikan faktor penyebab nyeri 3. Mampu menggunakan tekhnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri4. Mampu mengendalikan nyeri

Pain level

1. Melaporkan nyeri ( lamanya nyeri berlangsung, skala, frekuensi, penyebaran nyeri )2. Diaphoresis berkurang3. Tidak tampak gelisah dan mudah marah4. Tidak menangis dan merintih

Comfort status

1. Keadaan fisik menjadi lebih 2. Mampu mengontrol gejala nyeri3. Keadaan psikologi menjadi lebih baik4. Suhu ruangan menjadi lebih baik Pain Management Analgesic Administration Pain Management

1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualiltas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi non-verbal dari ketidaknyamanan3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri, seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan.5. Kurangi faktor presipitasi nyeri6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi relaksasi, distraksi, kompres hangat atau dingin7. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri8. Tingkatkan istirahat dan tidur yang adequat9. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur10. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali11. Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri12. Jelaskan pada pasien penyebab nyeri13. Lakukan teknik non-farmakologis (relaksasi, masase punggung)

Analgesic Administration1. Tentukan letak, karakteristik, qualitas dan parahnya sakit sebelum mengobati pasien2. Cek informasi tentang obat3. Cek riwayat alergi obat4. Monitor VS setelah dan sebelum pengobatan5. Dokumentasikan respon obat analgesik dan efeknya6. Informasikan manfaat dari analgetik

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth's Textbook of Medical Surgical Nursing Suzanne C. Smeltzer RNC EdD FAAN, Brenda G. Bare, Janice L. Hinkle PhD RN CNRN, Kerry H. Cheever PhD RN Brunner and Suddarth's Textbook

Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.

Maryln Doengoes, Nursing Care Plan, Edisi III, Philadelpia, 1993

Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Jakarta : Binarupa Aksara.

Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam , Jakarta Universitas Indonesia Press, 1990

Thedore.R, Ilmu Bedah, Jakarta, EGC, 1993