Madzhab Shohabi Dan Dzariah

23
BAB I PENDAHULUAN I.Latar Belakang Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugasnya sesuai dengan apa yang penulis harapakan. Shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad saw, yang tentunya merupakan satu-satunya nabi yang dapat member syafaat kepada umat manusia. Dan mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang mendapatkan syafaat. Amin Dalam kesempatan ini kami akan membahas tentang sesuatu yang berkaitan dengan metode memproduk hukum islam, yang selama ini kita ketahui bahwa para ulama' dalam setiap mengeluarkan produk hukum pasti menggunakan metode yang berbeda-beda. Meskipun para ulama' berbeda dalam metode yang mereka gunakan, tetapi yang menjadi sumber utama tetap sama yaitu Al-qur'an dan As-sunnah. Salah satu metode yang di gunakan oleh para ulama' yaitu Madzhab Shahabi dan Dzari’ah. Yang merupakan salah satu dari sekian metode yang telah digunakan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis akan membahas tentang Madzhab Shahabi dan Dzari’ah. II. Rumusan masalah

description

Madzhab Shohabi Dan Dzariah

Transcript of Madzhab Shohabi Dan Dzariah

Page 1: Madzhab Shohabi Dan Dzariah

BAB I

PENDAHULUAN

 

I.Latar Belakang

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan,

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugasnya sesuai dengan apa yang penulis

harapakan. Shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad saw, yang

tentunya merupakan satu-satunya nabi yang dapat member syafaat kepada umat

manusia. Dan mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang mendapatkan syafaat.

Amin Dalam kesempatan ini kami akan membahas tentang sesuatu yang berkaitan

dengan metode memproduk hukum islam, yang selama ini kita ketahui bahwa para

ulama' dalam setiap mengeluarkan produk hukum pasti menggunakan metode yang

berbeda-beda. Meskipun para ulama' berbeda dalam metode yang mereka gunakan,

tetapi yang menjadi sumber utama tetap sama yaitu Al-qur'an dan As-sunnah. Salah

satu metode yang di gunakan oleh para ulama' yaitu Madzhab Shahabi dan Dzari’ah.

Yang merupakan salah satu dari sekian metode yang telah digunakan. Oleh karena itu

pada kesempatan ini penulis akan membahas tentang Madzhab Shahabi dan Dzari’ah.

II. Rumusan masalah

1. Pengertian madzhab sahabi dan dzari’ah?

2. Kondisi Sahabat pasca Nabi Muhammad?

3. Kehujjahan madzhab sahabi dan dzari’ah?

4. Pandangan para ulama terhadap madhab sahabi?

5. Macam-macam madzhab sahabi dan dzari’ah?

6. Pengertian Saad Dzariah dan fath Dzari’ah?

7. Kedudukan dan dasar Hukum saad dzari’ah?

III. DATA

Page 2: Madzhab Shohabi Dan Dzariah

Ada beberapa dalil madzhab sahabi yang tidak disepakati oleh ulama tentang

nilainya sebagai hujjah, diantaranya pendapat sahabat. Dalam hal ini Jumhur

Ulama berpendapat bahwa pendapat sahabat tidak menjadi hujjah, karena Allah

tidak mengharuskan kita untuk mrngikutinya. Kita hanya diperintahkan mengikuti

Al-Qur’an dan A-Sunnah dan para sahabat bukanlah orang-orang yang mashum.

Yang dimaksud pendapat sahabat adalah pendapat sahabat dalam masalah Ijtihad.

Pendapat kedua menetapkan bahwa pendapat sahabat menjadi hujjah dan

didahulukan daripada qiyas. Dan pendapat ketiga menyatakan bahwa pendapat

sahabat mejadi hujjah apabila dikuatkan dengan qiyas atau tidak berlawanan

dengan qiyas. Sedangkan Dzari’ah diakui dan dipakai oleh sebagian besar ulama

madzhab sebagai salah satu metode dalam istinbath hukum, walaupun ada

perbedaan dalam bagian-bagian tertentu. Bahkan ‘Allal al-Fasy, berpandangan

bahwa dzari’ah baik menutup peantara yang membawa kepada mafsadat maupun

membuka perantara yang membawa mashlahat. Pada dasarnya merupakan bagian

dari Maqasid al-Syari’ah. Lebih dari itu, dzari’ah merupakan salah satu sarana

bagi pembaharuan Hukum Islam, sehingga bisa mengikuti perkembangan zaman.

BAB II

PEMBAHASAN

Page 3: Madzhab Shohabi Dan Dzariah

A. Definisi Mazhab Shahabi

Kitab-kitab ushul fiqih banyak membahas tentang persoalan Madzhab Shahabi. Ada

yang memberinya nama qaul sahabat ( perkataan sahabat ) atau juga fatwa sahabat

( fatwa sahabat ). Dalam kitab ushul fiwih dijelaskan bahwa Fatwa sahabat adalah

الكبار الضحابة من بي صحا به أفتى ما

Artinya :

“ Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang ulama shahabi.”

Atau juga

قوله بإنفراده بي الصحا قتوى

Artinya :

“Fatwa sahabat ( Nabi ) yang berbentuk ucapan dengan dasar ( pendapat )

pribadinya.”

Jadi secara sederhana adalah fatwa yang berbentuk ucapan yang dikeluarkan oleh

seseorang ulama sahabat. Atau pengertian lain ialah pendapat sahabat rasulullah

tentang suatu kasus dimana hukumnya tidak dijelaskan secara tegas dalam Alquran

dan Sunnah Rasulullah.

Sedangakan yang dimaksud shahabat seperti yang dikemukakan oleh Muhammad

‘Ajjaj al- Khatib, ahli hadis berkebangsaan Syiria, dalam karyanya ushul al-hadis

adalah setiap orang muslim yang hidup bergaul bersama rasulullah dalam waktu yang

cukup lama serta menimba ilmu dari Rasulullah. Misalnya, Umar bin Khattab,

‘Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Sabit, ‘Abdullah bin Umar bin Khattab, ‘Aisyah, dan

‘Ali bin Abi Thaib. Atau juga ada yang mengartika bahaw sahabat adalah seorang

yang hidup pada masa nabi atau pernah bertemu dengan beliau dan mati dalam Islam.

B. Kondisi Sahabat Pasca Nabi Muhammad

Page 4: Madzhab Shohabi Dan Dzariah

Setelah rasulullah wafat, tampillah para sahabat yang telah memiliki ilmu yang dalam

dan mengenal fiqih untuk memberikan fatwa kepada umat islam daan membentuk

hukum. Hal itu karena merekalah yang paling lama bergaul dengan rasulullah dan

telah memahami Alquran serta hukum-hukumnya. Dari merekalah keluar fatwa-fatwa

mengenai peristiwa yang bermacam-macam. Para mufti dari kalangan tabi’in dan tait

tabi’n telah memperhatikan periwayatan dan pentakwilan fatwa-fatwa mereka.

Diantara mereka ada yang mengkodifikasikannya bersama sunnah-sunnah rasul,

sehingga fatwa-fatwa mereka dianggap sumber-sumber hukum yang disamakan

dengan nash. Bahkan, seorang mujtahid harus mengembalikan sesuatu permasalahan

kepada fatwa mereka sebelum kemabali kepada qiyas, kecuali kalau hanya pendapat

perseorangan yang bersifat ijtihadi bukan atas nama umat islam.

Dengan demikian, jelaslah bahwa pendapat para sahabat diianggap sebagai hujjah

bagi umat islam, terutama dalam hal-hal yang tidak bisa dijangkau oleh akal. Ini

karena pendapat mereka bersumber langsung dari rasulullah. Dan mereka mengetahui

tentang rahasia-rahasia syari’at dan kejadian-kejadian lain yang bersumber dari dalil-

dalil yang qath’I, seperti kesepakatan mereka atas pembagian waris untuk nenek yang

mendapat bagian seperenam, ketentuan tersebut wajib diikuti, karena tidak diketahui

adanya perselisihan dari umat Islam.

C. Kehujjahan Madzhab Shahabi

Para ulama sepakat bahwa pendapat sahabat Nabi tidak menjadi alasan ( hujjah ) bagi

sahabat yang lain. Yang menjadi pertentangan adalah apakah pendapat sahabat itu

dapat dijadikan hujjah bagi orang yang hidup sesudah masa sahabat. Berkaitan

dengan ini ada empat pendapat ulama, yaitu :

1. Pendapat sahabat tidak dapat dijadikan sebagai hujjah secara kesuluruhan. Ini

adalah pendapat jumhur ulama yang terdiri dari ulama asy’ariyah, mu’tazilah,

syi’ah, pendapat yang kuat di kalangan ulama syafi’iyah, salah satu riwayat

dari Ahmad bin Hanbal, ulama mutaakhirin hanafiyah dan malikiyah, dan

Ibnu Hazm dari madzhab Zhahiri.

Page 5: Madzhab Shohabi Dan Dzariah

2. Pendapat sahabat dapatdijadikan hujjah dan didahulukan dari pada qiyas,.

Pendapat ini dikemukakan oleh beberapa ulama hanafiyah, malikiyah, qaul

qadim al-Syafi’I, dan salah satu riwayat dari Ahmad bin Hanbal.

3. Pendapat sahabat dapat dijadikan sebagai hujjah apabila tidak bertentangan

dengan perkataan sahabat yang lain. Dalam hal seperti ini, perkataan sahabat

didahulukan dari pada qiyas. Akan tetapi, jika berlawanan dengan perkataan

shahabat yang lain, maka dipilih yang sesuai dengan kandungan Kitab Suci,

hadis ijma’, dan qiyas. Ini Pendapat Imam as-syafi’I dalam qaul jadid nya.

4. Pendapat sahabat dapat dijadikan sebagai hujjah apabila bertentangan dengan

qiyas, karena dengan perlawanan itu berarti pendapat sahabat bukan

bersumber dari qiyas, tetapi dari sunnah. Pendapat terakhir ini bersumber dari

kalangan hanafiyah.

Al-Syaukani cenderung untuk tidak menerima pendapat sahabat sebagai hujjah dan

metode ijtihad. Menurutnya, memang kedudukan para sahabat dipandang lebih tinggi

karena kedekatan mereka dengan Nabi, namun mereka tidak memiliki wewenangan

menentukan syari’at.

D. Pandangan para ulama terhadap madzhab shahabi

Secara umum, adanya perbedaan pendapat biasanya terjadi pada pendapat sahabat

yang keluar dari pendapat sendiri, belum ada kesepakatan dari sahabat yang lain.

Menurut Abu Hanifah bahwa pendapat seorang shahabat itu sebagai hujjah, karena

beliau apabila ada permasalahan yang tidak terdapat dalam Alquran dan Assunnah

beliau mengambil pendapat sahabat yang dia kehendaki. Beliau juga tidak

memperkenankan untuk menentang pendapat-pendapat mereka keseluruhan. Menurut

Abu Hanifah, perselisihan antara dua orang sahabat mengenai hukum suatu kejadian

sehingga terdapat dua pendapat, bisa dikatakan ijma; diantara keduanya. Oleh karena

itu, kalau keluar dari pendapat mereka secara keseluruhan berarti telah keluar dari

ijma’ mereka.

Berbeda dengan imam Syafi’I beliau berpendapat bahwa pendapat orang tertentu

dikalangan saahabat tidak dipandang sebgai hujjah. Beliau memperkenankan untuk

Page 6: Madzhab Shohabi Dan Dzariah

menentang Pendapat mereka secara keseluruhan, dan melakukan ijtihad untuk

menginsitnbathkan pendapat lain. Alasannya, pendapat mereka adalah pendapat

ijtihadi secara perseorangan dari orang yang tidak ma’sum.

E. macam-macam Madzhab sahabi Menurut ibu Qayyim al-jauziyyah.

Menurut Ibnu Qayyim dalam kitabnya I’lam al- Muwaqqi’in mengatakan bahwa

shahabat tidak keluar dari enam bentuk berikut yaitu :

1. Fatwa yang didengar shahabat dari Nabi Muhammad.

2. Fatwa yang didengar dari orang yang mendengar dari Nabi Muhammad

3. Fatwa yang didasarkan atas pemahamannya terhadap ayat Alquran yang

masih belum jelas maksudnya bagi kita.

4. Fatwa yang disepakati oleh tokoh-tokoh shahabat yang sampai kepada

kita melalui salah seorang ssahabat.

5. Fatwa yang didasarkan kepada kesempurnaan ilmunya, baik bahasa

maupun tingkah lakunya, kesempurnaan ilmunya tentang keadaan Nabi

Muhammad dan maksud-maksudnya, tentang keadaan nabi Muhammad

dan maksud-maksudnya.

Kelima model fatwa ini wajjib untuk diikuti.

6. Fatwa yang berdasarkan pemahaman yang tidak datang dari nabi

Muhammad, dan pemahamannya itu salah. Yang seperti ini tidak menjadi

hujjah.1

Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan membagi Pendapat sahabat ke

dalam empat kategori yaitu :

a) Fatwa sahabat yang bukan merupakan hasil ijtihad. Misalnya, fatwa Ibnu

Mas’ud, bahwa batas minimal waktu haid tiga hari, dan batas minimal mas

kawin sebanyak sepuluh dirham. Fatwa- fatwa seperti bukan merupakan

merupakan hasil ijtihad sahabat dan besar kemungkinan hal itu mereka terima

dari RAsulullah. Oleh Karena itu, fatwa seperti ini dapat dijadikan landasan

hokum bagi generasi selanjutnya.

1 Djazuli,Ilmu Fiqh (Jakarta: Kencana,2005), hlm.97-98.

Page 7: Madzhab Shohabi Dan Dzariah

b) Fatwa sahabat yang disepakati secara tegas di kalangan mereka dikenal

dengan ijma’ sahabat. Fatwa seperti ini dapat dijadikan pegangan bagi

generasi seseudahnya.

c) Fatwa shabat secara perseoragb yang tidak mengikat sahabat lain. Para

mujtahid memang berbeda Pendapat dalam satu masaah, namun dalam hal ini

fatwa seorang sahabat tidak mengikat sahabat lain.

d) Fatwa sahabat secara perseorangan yang didasarkan oleh ra’yu dan ijtihad. 2

Dzari’ah

A. Definisi Dzari’ah

Ditinjau dari segi bahasa adalah “jalan menuju sesuatu”, sebagian ulama

mengkhususkan pengertian dzari’ah degnan sesuatu yang membawa pada perbuatan

yang dilarang dan mengandung kemadaratan. Akan tetapi, Pendapat tersebut

ditentang oleh para ulama ushul fiqih lainnya, diantaranya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

yang mengatakan bahwa dzari’ah itu tidak hanya menyangkut sesuatu yang dilarang,

tetapi ada juga yang dianjurkan., lebih tepat kalau dzari’ah dibagi menjadi dua yaitu

Sadd Dzari’ah dan Fath al-Dzari’ah.

Dengan demikiann yang dilihat dalam adzariah ini adalah perbuatan-perbuatan yang

menyampaikan kita kepada terlaksananya yang wajib dan mengakibatkan kepada

yang terjadinya yang haram, Allah telah melarang menghna berhala, meskipun

berhala sesuatu yang bathil. Karena mennghuna berhala mengakibatkan dihinana

Allah oleh orang-orang penyembah berhala. Sebagaimana firman Allah dalam surat

al-An’am ayat 108.

� �ٍم ْل ِع� �ِر� �َغْي ِب � ِعْد�وًا �َه ًالْل � �وًا ُّب ُس� َفْي �َه� ًالْل ُد�وِن� ِم�ن ْد�ِع�وِن َي �ِذ�َين ًال � �وًا ُّب ُس� َت وَال

� �وًا اُن َك �َما ِب �ُه�ٍم )ُئ ُّب �َن َفْي ِج�ُع�ُه�ٍم� ِم�ِر� )ُه�ٍم ِب َر �لى ِإ �ٍم� ُث ُه�ٍم� ِعَمْل ِم�ٍة�� ُأ �ِّل) �ُك ل �ا �َن َي َز �َك ِذل َك

�وِن ُع�َمْل َي2 Satria Effendi,Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana,2005), hlm.169.

Page 8: Madzhab Shohabi Dan Dzariah

Artinnya: “Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah, selain

Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melewati batas tanpa

pengetahuan”.3

B. Definisi Sadd Dzari’ah

Sadd Dzari’ah adalah

إلىمفسدة مصلحة هو بما صل التو

Artinya :

“Suatu pekerjaan yang semula mengandung kemaslahatan, tetapi kemudian dapat

menyampaikan kepada suatu kemafsadatan.”

Sedangkan Muhammad al-Syaukani mendefinisikan Sadd Dzari’ah adalah :

المحظور فعل إلى بها ويتوصل حة با إال ها التيظاهر المسألة

Artinya :

“Masalah (sesuatu ) yang dilihat secara lahir adalah mubah ( boleh ), tetapi

membawa kepada perbuatan yang terlarang.”

Dengan demikian, secara singkat dapat dikatakan Sadd Dzari’ah adalah perbuatan

yang dilakukan seeorang yang sebelumnya mengandung kemaslhatan, tetapi berakhir

dengan suatu kerusakan. Misalnya, seseorang yang telah dikenai kewajiban zakat,

namun sebelum haul ( genap tahun ) ia menghibahkan harta tersebut kepada anaknya,

sehingga dia terhindar dari kewajiaban zakat.

C. Kedudukan dan Dasar Hukum Sadd Dzari’ah

Kedudukan Sadd Dzari’ah pada pandangan ulama, mendapatka perhatian yang cukup

serius terhadap Dzari’ah ini. Seluruh ulama mengakaji Sadd Dzari’ah ini pada kajian

dalil-dalil yang tidak disepakati.

Dasar hokum adanya Sadd Dzari’ah adalah seperti yang dijelaskan dalam Alquran

dan Assunnah dalam Alquran dicontohkan surat Al-baqarah yang berbunyi :

واسمعوا أنظرنا وقولوا راعنا تقولوا ال أمنوا الذين أيها يا

3Djazuli,Op.Cit., hlm.98-99.

Page 9: Madzhab Shohabi Dan Dzariah

Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu berkata : “ra ina”, tetapi katakanlah:

“ undhurna” dan dengarlah.”

Larangan menyebut ra’ina, karena orang yahudi menggunakan kata-kata ra’ina unutk

mencela atau menghina Nabi Muhammad. Oleh karena itu, umat islamdilarang untuk

mengatakan ra’ina sebagai suatu dzari’ah. Dari sini, tampak bahwa saddu al-dzari’ah

ada dasardalil nya dari alquran, sedangkan dari Assunnah diantaranya :

1. Nabi Muhammad melarang membunuh orang munafiq, karena membunuh

orang munafiq dapat meneybabkan nabi Muhammad dituduh membunuh

shahabat-shahabat-Nya.

2. Nabi melarang kepada kreditur untuk mengambil atau menerima hadiah dari

debitur, karena cara demikian dapat berakibat jatuh kepada riba.

3. Nabi melarang memotong tangan pencuri pada waktu perang dan

ditangguhkan sampai selesainya perang, kakrena memotong tangan pencuri

pada waktu perang membawa akibat tentara-tentara lari menggabungkan diri

dengan musuh.

4. Nabi melarang Bani Hasyim untuk mendapatkan zakat kecuali menjadi amil,

hal ini dilakukan agar tidak terjadi fitnah.

5. Nabi melarang penimbunan, karena penmbunan itu menimbulkan pada

dzari’ah kepada kesempitan atau kesulitan manusia.4

D.Macam – Macam Dzari’ah

Para ulama membagi Dzari’ah berdasarkan dua segi yaitu segi kualitas kemafsadatan

atau tigkat kerusakan, dan segi jenis kemafsadatan atau dampak yang

ditimbulkannya.

1. Dzariah ditinjau dari segi kualitas kemafsadatan atau tingkat kerusakannya terbagi

atas empat macam berikutnya :

a. Perbuatan yang dilakukan (dzari’ah ) tersebut membawa kepada kemafsadatan

yang pasti. Misalnya, menggali sumur di dipan rumah orang lain pada waktu

4Djazuli,Op.Cit., hlm, 100.

Page 10: Madzhab Shohabi Dan Dzariah

malamm, yang meneyebabkan pemilik rumah jatuh ke dalam sumur tersebut.

Karenanya, ia dapat dikenai hukuman karena melakukan perbuatan tersebut

dengan sengaja.

b. Dzari’ah yang boleh diakukan ( mubah) namun dijadikan jalan perbuatan yang

merusak. Misalnya, seorang laki-laki menikahi perempuan yang ditalak tiga

kali dengan tujuan agar wanita itu bisa kembali dengan suaminya yang

pertama (nikah tahlil).

c. Dzari’ah yang semula ditentukan untuk mubah, tidak ditujukan untuk

kerusakan, namun biasanya sampai juga pada kerusakan yang mana kerusakan

itu lebih besar dari kebaikannya.Misalnya, berhiasnya seorang perempuan

yang baru suaminya meninggal dalam masa iddah.

d. Dzariah yang semula ditentukan mubah, namun terkadang membawa

kemafsadatan, sedang kerusakannya itu lebih kecil. Misalnya, melihat wajah

perempuan saat dipinang.

2. Dzari’ah ditinjau dari segi kemafsadatannya yang ditimbulkan atau dampak yang

ditimbulkannya terbagi menjdadi empat macam yaitu :

a. Dzari’ah yang membawa kepada suatu kerusakan yang pasti. Artinya, bila

perbuatan dzari’ah itu tidak dihindarkan pasti akan terjadi kersakan.

b. Dzari’ah yang mambawa kepada kerusakan menurut biasanya, dengan arti kalau

dzari’ah itu dilakukan, maka kemungkinan besar akan timbul kerusakan atau akan

dilakukannya perbuatan yang dilarang..

c. Dzari’ah yang membawa kepada perbuatan terlarang menurut kebanyakannya. Hal

ini berarti bila dzari’ah itu tidak di hindarkan sering kali sesudah itu akan

mengakibatkan berlangsungnya perbuatan yang terlarang.

d. Dzari’ah yang jarang sekali membawa kepada kerusakan atau perbuatan terlarang.

Dalam hal ini seandainya perbuatan itu dilakukan, belum tentu akan menimbulkan

kerusakan.5

5. Kehujjahan Sadd Dzariah

5 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh jilid 2,( Jakarta: Logos Wacana Ilmu,2001), hlm, 402-403.

Page 11: Madzhab Shohabi Dan Dzariah

Dalam buku yang ditulis oleh Ade Dedi Rohayana dijelaskan bahwa jumhur

ulama menerima saddu dzari’ah sebagai salah satu dalil syara’ akan tetapi kadar

penerimaanya berbeda Pendapat, seperti Imam malikiyah dan Hanabilah dapat

menerima khujjahannya sebagai salah satu dalil syara’ dengan dasar surat Al-An’am

ayat 108 dan Hadis rasull yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan Abu

Dawud yang artinya :

“ Sesungguhnya sebesar-besarnya dosa besar adalah seseorang melaknat kedua orang

tunya. Lalu Rasulullah ditanya, “ Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin seseorang

akan melaknat ibu dan bapaknya? Rasululah menjawab : “ Seseorang yang mencaci

makiayah orang lain, maka ayahnya juga akan dicaci maki orang lain, dan seseorang

mencaci maki ibu orang lain,maka orang lainpun akan mencaci-maki Ibunya.”

Ulama hanafiyah, syafi’iyah dapat menerima sad al-dzari’ah dalam masalah-

masalah lain. Dan menurut Husain hamid, salah seorang uru besar ushul fiqih fakultas

Hukum universitas kairo, ulama hanafiyah dan syafi’iyah menerima shadd al-dzari’

apabila kemafsadatannya benar-benar terjadi atau sekurang-kurangnya kumngkinan

besar akan terjadi. Sedangkan Imam Al-Syafi’I menerimanya dalam keadaan udzur,

misalnya seorang musafir atau yng sakit diperbolehkan meninggalkan shalat jum’aat,

dan boleh menggantinya dengan salat dzhuhur.namun, shalat dhuhur harus

dilaksanakan dalam keadaan diam-diam, agar tidak dituduh sengaja meninggalkan

shalat jum’at.

Dalam memandang dzari’ah, ada dua sisi yang dikemukakan ple para ulama ushul

fiqih :

1. Motivasi seseorang dalam melakukan sesuatu. Seperti : laki-laki menikahi

perempuan yang ditalak tiga dengan tujuan wanita itu kembali kepada suaminya yang

pertama( nikah at-tahlil )

2. Dari segi dampaknya ( akibatnya ). Misalnya, mencaci maki sesembahan rang

musyrik yang berakibat merekapun mencaci Allah.

Page 12: Madzhab Shohabi Dan Dzariah

Demikianlah, bahwa dzari’ah telah di pakai oleh kebanyakan ulama sebagai salah

satu metode dalam menggali hukum syara’. Meskipun demikian, pemakaian

Dzari’ah tidak dilakukan secara berlebihan. 6

6.Fath Adz-Dzariah

Satu dari sekian tujuan Islam adalah menghindari kerusakan (mafsadah) dan

mewujudkan kemaslahatan, maka jika suatu perbuatan diduga kuat akan menjadi

sarana terjadinya perbuatan lain yang baik, maka diperintahkanlah  suatu perbuatan

yang menjadi sarana tersebut (fath al-dzari’ah), dan jika sebaliknya suatu perbuatan

yang belum dilakukan diduga keras akan menimbulkan kerusakan (mafsadah) maka

dilaranglah hal-hal yang mengarah kepada perbuatan tersebut (saddu al-dzari’ah).

Ibnu Qayyim Aj-Jauziyah dan imam Al-Qarafi , mengatakan, bahwa Dzariyah itu

adakalanya dilarang yang disebutkan Sadd adz-Dzariah dan adakalanya dianjurkan

bahkan diwajibkan yang disebut Fath adz-Dzariah.

7.Contoh-contoh Fathu al-Dzari’ah

Dzara’i adalah persoalan yang harus diketahui umat Islam, hal ini diungkapkan oleh

al-Qorofiy contoh-contoh fathu dzara’iah, yaitu :

1. Memberikan harta rampasan perang/fasilitas  kepada musuh (dalam perang),

sebagai tebusan untuk membebaskan tawanan/sandera.

2. Menyuap seseorang atau pihak tertentu untuk keputusan hukum yg

sebenarnya, pada saat ia didzalimi (dianiaya atau direkayasa dalam

pengadilan). Artinya, status hukum yg seharusnya ia terima tidak bisa

didapatkan kecuali dengan mengeluarkan uang/harta.

3. Membayar sejumlah harta kepada Negara atas perlindungan dari bahaya, agar

kekuatan umat Islam tetap terjaga di Negara tersebut

6 Maghfud Ahmad dkk, Islamic Law Studies (Yogyakarta: Gama Media,2007), hlm.45.

Page 13: Madzhab Shohabi Dan Dzariah

4. Memberikan potongan harga/menurunkan harga bagi calon jamaah haji yang

ingin ke baitullah

5. Jika mengerjakan shalat jum’at wajib, maka meninggalkan jual beli ketika

akan melaksanakan shalat jum’at pun menjadi wajib

6. Menuntut ilmu adalah sesuatu yang diwajibkan, maka segala sesuatu yang

menghubungkan dengan menuntut ilmu adalah wajib

Maka atas beberapa hal diatas, oleh beberapa ulama membolehkan pelaksannannya

dengan alasan fath dzara’i (membuka jalan) untuk sesuatu yang lebih maslahat bagi

masyarakat/umat Islam.7

 

BAB III

7 http://anumb66.blogspot.com/2013/01/makalah-ushul-fiqih-madzhab-sahabi-dan.html. diakses tanggal 12 November 2013.

Page 14: Madzhab Shohabi Dan Dzariah

PENUTUP

Kesimpulan

Dari penjelasan mengenai madzhab shahabi di atas dapat disimpulkan bahwa yang

dinamakan dengan madzhab shahabi adalah perkataan shahabat Rasulullah saw,

mengenai suatu masalah yang hukumnya tidak didapatkan dalam Al-Qur'an maupun

As-sunnah. Dan mengenai kehujahannya terdapat sebagian ulama' yang menerima

madzhab shahabi dijadikan hujjah secara mutlak, dan ada juga sebagian ulama' yang

menolak atas kehujjan madzhab shahabi. Dan mungkin perbedaan tersebut sangatlah

wajar karena dilihat dari persepektif sudut pandang yang berbeda-beda dan tentunya

dengan alasan yang berbeda-beda pula.

 Dari pembahasan yang telah kami paparkan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan

bahwa secara bahasa kata Sadd berarti menutup dan adzariah berarti wasilah atau

jalalan kesuatu jalan kesuatu tujuan. Dengan demikian sadd al-zariah berarti menutup

jalan yang mencapaikan kepada tujuan dengan demikian sadd- Dzariah berarti

menutup jalan yang mencapai kepada tujuan, menurut imam Asy Syatibi sadd-

Dzariah adalah perbuatan yang dilakukan seseorang yang sebelumnya mengandung

kemaslahatan tetapi berakhir seuatu kerusakan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Mahfud.2007.Islamic Law Studies Yogyakarta: Gama Media.

Page 15: Madzhab Shohabi Dan Dzariah

Djazul. 2005. Ilmu Fiqh. Jakarta: Kencana.

Effendi, Satria .2005. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.

Syarifuddin, Amir.2001.Ushul Fiqh jilid 2. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 

http://anumb66.blogspot.com/2013/01/makalah-ushul-fiqih-madzhab-sahabi-

dan.html. diakses tanggal 12 November 2013.