Mahmud Ahmad

137
BUKU AJAR HIDROLOGI TEKNIK Penyusun: DR. IR. MAHMUD ACHMAD, MP Program Hibah Penulisan Buku Ajar Tahun 2011 Universitas Hasanuddin 2011

description

hidrologi teknik

Transcript of Mahmud Ahmad

Page 1: Mahmud Ahmad

BUKU AJAR

HIDROLOGI TEKNIK

Penyusun:

DR. IR. MAHMUD ACHMAD, MP

Program Hibah Penulisan Buku Ajar Tahun 2011

Universitas Hasanuddin

2011

Page 2: Mahmud Ahmad

HALAMAN PENGESAHAN

HIBAH PENULISAN BUKU AJAR BAGI TENAGA AKADEMIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN TAHUN 2011

Judul Buku Ajar : Hidrologi Teknik NamaLengkap : Dr. Ir. Mahmud Achmad, MP N I P : 19700603 199403 1 003 Pangkat/Golongan : Lektor / III c Prog.Studi/Jurusan : KeteknikanPertanian/TeknologiPertanian Fakultas/Universitas : Pertanian/Univ. Hasanuddin Alamat e-mail : [email protected] Biaya : Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah) Dibiayai oleh Dana DIPA BLU Universitas Hasanuddin Tahun 2011 Sesuai SK Rektor Unhas Nomor: H4.2/KU.10/2011 Tanggal

Makassar,23 November 2011 Dekan Fakultas Pertanian Penulis, u.b.Wakil Dekan I Prof. Dr.Ir. Ahmad Munir, M.Eng. Dr. Ir. Mahmud Achmad, MP. NIP 19600727 198903 1 003 NIP 19700603 199403 1 003

Mengetahui: Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan (LKPP)

Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc. NIP. 19630501 198803 1 004

Page 3: Mahmud Ahmad

Halaman Sampul i

Halaman Pengesahan ii

Kata Pengantar iii

Daftar Isi iv

Daftar Tabel vii

Daftar Gambar viii

I. PENDAHULUAN 1

II. SIKLUS HIDROLOGI 6

2.1 Pengertian, ruang lingkup dan peran ilmu hidrologi 6

2.2 Siklus hidrologi 6

2.3 Hidrologi di Indonesia 17

2.4 Latihan dan Penugasan 20

2.5 Daftar Pustaka 20

III. HUJAN DAN PARAMETER IKLIM 21

3.1 Pengertian dan Proses Kejadian Hujan 21

3.2 Klasifikasi Hujan 23

3.3 Pengukuran Curah Hujan dan Perhitungan Hujan Wilayah 29

3.4 Latihan dan Penugasan 36

3.5 Daftar Pustaka 37

IV. EVAPOTRANSPIRASI 38

4.1 Pendahuluan 38

4.2 Evaporasi 40

4.3 Transpirasi 40

4.4 Evapotranspirasi 42

4.5 Evapotranspirasi Acuan 46

4.6 Latihan dan Penugasan 48

4.7 Tinjauan Pustaka 50

Page 4: Mahmud Ahmad

V. LIMPASAN HUJAN DAN HIDROMETRI 52

5.1 Pendahuluan 52

5.2 Aliran Permukaan 53

5.3 Aliran Sungai 53

5.4 Waktu Konsentrasi 61

5.5 Transformasi Hujan Aliran 69

5.6 Tipe Sungai dan Aliran 72

5.7 Latihan dan Penugasan 78

5.8 Daftar Pustaka 79

VI. INFILTRASI 80

6.1 Pendahuluan 80

6.2 Faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi 81

6.3 Perhitungan Infiltrasi dan Laju Infiltrasi 85

6.4 Pengukuran Infiltrasi 91

6.5 Contoh Soal 93

6.6 Latihan dan Penugasan 94

6.7 Daftar Pustaka 95

VII. PENELUSURAN BANJIR 96

7.1 Pendahuluan 96

7.2 Memilih Model Penelusuran Banjir 97

7.3 Penelusuran Aliran Tipe-Lump 98

7.4 Penelusuran Aliran Tipe-Terdistribusi 102

7.5 Metode Muskingum-Cunge 105

7.6 Latihan dan Penugasan 108

7.7 Daftar Pustaka 108

VIII. KOMPUTASI HIDROLOGI 110

8.1 Pendahuluan 110

8.2 Penyuntingan DEM 112

8.3 Menyunting Arah Aliran 116

8.4 Menyunting Elevations ke Create Streams 118

8.5 Analisa HEC-RAS 118

Page 5: Mahmud Ahmad

8.6 Penggambaran Dataran Banjir 124

8.7 Latihan dan Penugasan 126

8.8 Daftar Pustaka 126

PENUTUP 127

Page 6: Mahmud Ahmad

No Tabel URAIAN Hal

Tabel 4.1. Koefisien Tanaman (Kc) Padi Menurut Nedeco/Prosida 44

dan FAO

Tabel 4.2 Kisaran nilai koefisien panci pada berbagai level kecepatan 48

angin dan kelembaban udara

Tabel 4.3 Kisaran nilai ET pada berbagai kondisi iklim wilayah 48

Tabel 5.1 Korelasi Nilai Koefisien dan untuk pelampung batang 58

Tabel 5.2 Pengukuran kecepatan aliran berdasarkan kedalaman 60

Tabel 6.1 Laju Infiltrasi Menurut Jenis Tanah 84

Page 7: Mahmud Ahmad

Nomor Gambar Uraian Hal

Gambar 2.1. Siklus Hidrologi (T=transpirasi, E=evaporasi, P=hujan, R=aliran ppermukaan, G=aliran airtanah dan I=infiltrasi). Sumber: Viessman et.al., 1989)

7

Gambar 2.2 Kesetimbangan dan pergerakan air secara hidrologis. (Sumber: Viessman et.al., 1989).

8

Gambar 2.3 Distribusi input presipitasi dalam siklus hidrologi 9 Gambar 2.4 Siklus Karbon di Bumi dan di Atmosfir 10 Gambar 2.5 Siklus Nitrogen di Alam (Koottatep, Polprasert & Oanh, 2000) 14 Gambar 2.6 Siklus Fosfor di Alam 15 Gambar 2.7 Siklus Karbon dan Oksigen di Alam 16 Gambar 2.8 Siklus Hidrologi Regional 17 Gambar 2.9. Aliran permukaan dari dari curah hujan dan aliran mantap (air

yang tertampung di waduk, danau dan sungai) di pulau-pulau besar di Indonesia (Kodoatie dan Suripin, 2000)

19

Gambar 2.10. Ketersediaan dan kebutuhan air secara umum di pulau-pulau besar di Indonesia (Kodoatie dan Suripin, 2000)

19

Gambar 3.1 Standar alat penakar hujan (Dimensi dalam inchi). 22 Gambar 3.2 Standar alat penakar hujan (Dimensi dalam millimeter) 22 Gambar 3.3 Konsentrasi nuklei kondensasi awan di armosfir wilayah

kontinental dan laut 24

Gambar 3. 4 Model Konsep Siklon Ekstratropis. (Smidth dalam Maidment, 1989)

25

Gambar 3.5 Tahap pengembangan massa udara thunderstorm (Maidment, 1989)

26

Gambar 3.6 Curah hujan tahunan berdasarkan posisi latitude 27 Gambar 3.7 Bentuk butiran hujan berdasarkan diameter butiran (Maidment,

1989) 28

Gambar 3.8 Alat penakar hujan type weighing 29 Gambar 3.9 Mekanisme internal alat penakar hujan Meteorological Office

Tilting-syphon. A=Collecting chamber; B=Plastic float; C=Knife-edges; D=Double siphon tubes; E=Trigger;

30

Gambar 3.10 Prinsip dasar mekanisme tipping-bucket. A, B: buckets. C: magnet. D: switch

30

Gambar 3.11 Alat Penakar Hujan (manual dan otomatis) 31 Gambar 3.12 Metode Polgon Thiessen dan prosedur pembuatannya 33 Gambar 3.13 Metode Isohyet 34 Gambar 3.14 Posisi Penakar pada suatu DAS 35

Page 8: Mahmud Ahmad

Nomor Gambar Uraian Hal

Gambar 4.1

Proses penguapan air dari badan air

39

Gambar 4.2 Komponen kesetimbangan energi pada tanaman 39 Gambar 4.3 Skema stomata pada daun tanaman 41 Gambar 4.4 Fraksi evaporasi dan transpirasi pada proses evapotranspirasi 41 Gambar 4.5 Skema faktor penentu evapotranspirasi 43 Gambar 4.6 Skema perhitungan evapotranspirasi aktual 44 Gambar 4.7 Penentuan Evaporasi dengan Grafik 45 Gambar 4.8 Panci Evaporasi Kelas A 47 Gambar 5.1 Morfologi Sungai dan bentuk pengalirannya 54 Gambar 5.2 Pembagian Penampang Melintang Sungai 55 Gambar 5.3 Profil distribusi kecepatan aliran sungai 56 Gambar 5.4 Pelampung tangkai dari batang bambu 57 Gambar 5.5 Prototipe alat Current meter 59 Gambar 5.6 Contoh Daerah Tangkapan Hujan 65 Gambar 5.7 Contoh Transformasi hidrograf hujan-aliran dan komponen

aliran sungai di suatu daerah tangkapan hujan 70

Gambar 5.8 Konsep pendugaan debit puncak dengan metode time-area 72 Gambar 5.9 Pola pergerakan air di sungai dalam tanggul/bantaran sungai 73 Gambar 5.10 Pola pengaliran air sungai (SPAS) 74 Gambar 5.11 Penentuan Orde Sungai 75 Gambar 5.12 Profil Aliran Sungai Hasil Pengukuran 76 Gambar 6.1 Skema komponen rainfall excess 88 Gambar 6.2 Monogram SCS 69 Gambar. 6.3 Metode grafis penentuan Konduktivitas Hidraulik Jenuh dengan

segitiga tekstur 91

Gambar 6.4 Infiltrometer 92 Gambar 7.1 Sifat translasi dan attenuasi banjir 97 Gambar 8.1 Menyunting DEM 113 Gambar 8.2 Penentuan batas DAS atau sub-DAS 114 Gambar 8.3 Kesalahan penggambara DAS 114 Gambar 8.4 Das hasil perbaikan/koreksi 115 Gambar 8.5 Hasil akhir penggambaran DAS 115 Gambar 8.6 Peta Citra 116 Gambar 8.7 Aliran Permukaan (stream flow) 117 Gambar 8.8 Menyunting arah aliran dan koreksi 117 Gambar 8.9 Koreksi atribut aliran 117 Gambar 8.10 Peta Penggunaan Lahan 120 Gambar 8.11 Penggunaan HEC-HMS 121 Gambar 8.12 Hasil Pengolahan HEC-RAS di WMS 123 Gambar 8.12 Pola dampak banjir stelah diproses 125

Page 9: Mahmud Ahmad

Puji syukur kehadirat Tuhan pencipta alam semesta dan yang menguasai ilmu pengetahuan karena

atas nikmat ilmu-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan buku ajar Hidrologi Teknik ini. Karena

banyaknya materi dan kajian tentang hidrologi, penulis membatasi tulisan ini sesuai kurikulum di

Program Studi Keteknikan Pertanian.

Berbagai tantangan dan halangan yang penulis hadapi dalam penulisan ini terutama dalam setting

gambar. Oleh karena itu lewat pengantar ini, saya memohon bila apa yang tersaji masih banyak

yang perlu dibenahi. Keterbatasan waktu dalam mebuat modul bahan ajar ini merupakan salah satu

faktor pembatas. Penulis tentu akan terus memperbaiki Modul ini untuk tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan dan kemudahan bagi mahasiswa dalam mempelajari ilmu hidrologi.

Terima kasih saya sampaikan kepada Rektor UNHAS melalui LKPP yang telah memberikan

bantuan dana penulisan untuk mendukung terwujudnya buku ajar ini. Tak lupa saya ucapkan terima

kasih kepada keluarga saya Istri tercinta Hj. Nahar Zakariah dan anak-anakku (Ainun, Uswah dan

Ariqah) yang telah dengan penuh pengertian dan dukungan dalam penyelesaian modul ini.

Makassar, November 2011

Penulis

Page 10: Mahmud Ahmad

Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:

1. Mahasiswa mengetahui GBRP dan kontrak pembelajaran

2. Mahasiswa memahami sistem evaluasi pembelajaran Kondisi Pembelajaran di Teknik Pertanian

Dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran di Program studi Keteknikan Pertanian

Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian UNHAS, maka dipandang perlu untuk

membuat kelengkapan bahan pengajaran dalam bentuk yang dapat digunakan oleh dosen

dan mahasiswa sebagai acuan dasar dalam proses pembelajaran. Salah satu bahan yang

dapat dijadikan acuan dalam proses pembelajaran pada Mata Kuliah Hidrologi Teknik

adalah MODUL yang dibuat dalam bentuk interaktif dan disertai contoh-contoh kasus

dalam bidang Sumber Daya Air secara menyeluruh dan terintegrasi. Mata kuliah Hidrologi Teknik diikuti oleh rata-rata 50 mahasiswa peserta mata kuliah

setiap semester dengan kelulusan yang bervariasi dari A sampai ke E. Nilai A kurangdari

5%, A- sekira 10% sedangkan nilai B+ sampai D mendominasi sampai 75%, dan kurang

lebih 10% tidak lulus atau mengundurkan diri. Kelulusan mahasiswa umumnya ditentukan dengan beberapa aspek meliputi: (i) Tingkat

Kognisi berupa kemampuan menghitung, mengolah data dan menganalisis persoalan

hidrologi seperti peluang kejadian hujan, kejadian banjir, air tanah, dan aspek dalam siklus

hidrologi lainnya; (ii) Tingkat Keterampilan (Skill) berupa kemampuan mengoperasikan

alat-alat ukur hidrologi dan klimatologi, dan mengolah data dengan perangkat lunak olah

data (terdistribusi atau spasial); dan (iii) Skala Sikap dan Soft Skill yang meliputi

kemampuan kerja kelompok dan bekerjasama, serta etika dalam penggunaan alat-

alat/instrumen laboratorium. Berdasarkan  rekam  jejak  kelulusan mahasiswa,  umumnya  nilai  selalu  rendah  pada  tingkat        

kognisi dimana mereka masih lemah dalam menghitung, mengolah dan menganalisis data. 

 

 

Page 11: Mahmud Ahmad

Oleh karena itu, keberadaan MODUL PEMBELAJARAN HIDROLOGI TEKNIK

diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pembelajaran mahasiswa dalam hal peningkatan

kemampuan kognitif dan keterampilan dalam bidang Hidrologi Teknik. Sasaran Pembelajaran

Pada akhir penyajian matakuliah Hidrologi Teknik ini, mahasiswa diharapkan mampu

menjelaskan prinsip dan teori dasar hidrologi, mampu mendeskripsi komponen-komponen

siklus hidrologi dan proses dari masing-masing komponen. Mahasiswa juga diharapkan

memahami dan trampil dalam mengukur parameter hidrologi (hidrometri); menganalisis

distribusi kebutuhan dan ketersediaan air di Indonesia atau secara lokal di DAS; trampil

menggunakan perangkat lunak dalam analisis data dan proses hidrologi. Deskripsi Mata Kuliah

Matakuliah ini merupakan mata ajaran yang membahas aspek-aspek yang berkaitan

penyebaran, siklus dan proses air di atmosfir dan di bumi serta manfaat dan bahaya air bagi

manusia. Ruang lingkup mata kuliah Hidrologi Teknik mencakup pengertian dan ilmu

yang terkait dengan hidrologi; genesa dan penyebaran air; proses dan komponen siklus

hidrologi; identifikasi dan deskripsi satuan analisis untuk kajian hidrologi; pengukuran

komponen/parameter hidrologi (hidrometri), analisis hujan, evapotranspirasi dan

perhitungannya, limpasan permukaan; dan dasar komputasi hidrologi. Pelaksanaan kuliah

menggunakan pendekatan ekspositori dalam bentuk ceramah dan tanya jawab (diskusi)

dengan penggunaan LCD. Kelengkapan kuliah berupa penyelesaian tugas penyusunan dan

penyajian makalah kelompok, diskusi dan pemecahan masalah, serta praktikum

laboratoriun dan lapangan. Di akhir perkuliahan juga dilaksanakan praktek

lapangan agar mahasiswa memiliki keterampilan dalam menganalisa masalah-masalah

hidrologi di lapangan. Tahap penguasaan mahasiswa selain evaluasi melalui UTS dan UAS juga

evaluasi terhadap tugas, penyajian, diskusi, dan laporan praktikum lapangan. Pendekatan pembelajaran

Perkuliahanini menggunakan pendekatan ekspositori, penugasan, dan praktek

laboratorium dan lapangan

a. Metode Tatap Muka : ceramah, tanya jawab, diskusi, dan pemecahan

masalah

Page 12: Mahmud Ahmad

b. Tugas : Laporan Praktikum, penyajian makalah dan diskusi, dan Laporan

praktek lapangan

c. Media : LCD (presentasi), Penuntun Praktikum (CD), dan Modul

Pembelajaran (File PDF).

Evaluasi

Mahasiswa yang mengikuti perkuliahan ini dievaluasi dengan komponen prestasi yang

telah ditunjukkan berupa:

a. Jumlah tatap muka (% kehadiran)

b. Partisipasi aktif dalam kegiatan kelas

c. Partisipasi dalam praktikum (Laboratorium dan Lapangan) dan Laporan praktikum Lab/Lapangan

d. Tugas Makalah dan Presentasi

e. Kuis

f. UTS dan UAS GBRP (GARIS BESAR RANCANGAN PEMBELAJARAN) MINGGU

KE SASARAN

PEMBELAJARAN MATERI

PEMBELAJARAN STRATEGI

PEMBELAJARAN KRITERIA

PENILAIAN BOBOT NILAI

(%)

1

1. Kontrak kuliah  2. Mampu menjelaskan 

Konsep Hidrologi 

− Pengertian dan Ruang Lingkup Hidrologi 

− Permasalahan Hidrologi di Indonesia 

 Kuliah/  Diskusi

− Keaktifan (1) − Cara mengemukakan 

pendapat (2)  − Tingkat analisis (2)

2

3. Mampu menjelaskan Siklus Hidologi dan komponennya 

− Siklus Hidrologi − Kesetimbangan Air − Siklus Komponen lain di 

Bumi 

Kuliah/ Diskusi 

− Keaktifan (1) − Cara mengemukakan 

pendapat (2)  − Tingkat analisis (2)

3-4

4. Mampu menjelaskan proses kejadian hujan 

5. Mampu menjelaskan metode pengukuran hujan dan alat ukurnya 

6. Mampu mengidentifikasi dan menganalisis karakeristik hujan 

7. Mampu menghitung rata‐rata hujan wlayah 

8. Mampu menjelaskan parameter iklim lain 

− Pengertian dan proses kejadian hujan 

− Karakteristik Hujan − Pengukuran Hujan  − Hujan Wilayah

Kuliah/Penugasan

− Keaktifan (1) − Cara menghitung (3)  − Cara menggambar 

area hujan (4)  − Tingkat analisis (2)

10

Page 13: Mahmud Ahmad

5-6

9.    Mampu menjelaskan proses evapotranspirasi  

10.  Mampu menjelaskan  parameter evapotranspirasi  

11.  Mampu melakukan perhitungan evapotranspirasi potensial (Penmann) dengan benar  

12.  Mampu melakukan perhitungan evapotranspirasi aktual (Penmann) dengan benarMengerti cara pengukuran erosi  

 − Evaporasi − Transpirasi, − Evapotranspirasi − Pengukuran Evaporasi − Perhitungan ETP

      Kuliah/ Belajar mandiri 

 − Keaktifan (1) − Dokumentasi (3) − Kreatifitas(3) − Menghitung (3)

10 

7‐8 

13.  Mampu menjelaskan pengertian runoff  

14.  Mampu mengukur penampang pengaliran sungai (praktek lapangan)  

15.  Mampu melakukan pengukuran kecepatan aliran sungai dengan pelampung dan current meter (praktek lapangan)  

16.  Mampu menghitung debit aliran sungai hasil pengukuran (praktek lapangan)  

17.  Mampu menjelaskan tipe‐tipe Pola Pengaliran  

        Air Sungai (SPAS)  18.  Memahami metoda 

Rasional sebagai pendugaan debit sungai  

19.  Mampu menghitung intensitas hujan  

20.  Mampu menenukan waktu konsentrasi dengan WMS  

21.  Mampu menghitung debit puncak  

 

− Pengertian − Aliran Permukaan − Aliran Sungai − APengetian − Alat Ukur − Pengukuran Debit − Perhitungan Debit

Praktikum/Praktek     Lapangan/ 

Presentasi/Diskusi 

− Pengenalan Alat Ukur (3)  

− Pengukuran Lapang (4)  

− Penghitungan (2) − Laporan/ Bahan 

presentasi (5)  − Teknik Presentasi (3) − Teknik menjawab (3)

20 

9‐11 

23.  Mampu menjelaskan konsep infiltrasi, perkolasi dan permeabilitas  

24.  Mampu menjelaskan perbedaan antara konsep infiltrasi, perkolasi dan permeabilitas  

25.  Mampu menghitung laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi serta koefisien fungsi infiltrasi (Kostiakov, Horton, dan Holtan)  

26.  Mampu melakukan pengukuran infiltrasi dengan ring infiltrometer  

        di lapangan.   

− Pengertian − Faktor yang 

mempengaruhi infiltrasi − Pengukuran lapangan  − Perhitungan Fungsi 

Infilrtasi   

Kuliah/ Praktikum/ Praktek Lapangan/ 

     Diskusi 

− Pengenalan Alat Ukur (2)  

− pengukuran Lapang (2)  

− Penghitungan (4)  − Laporan/ Bahan 

Diskusi (4)  − Teknik 

mengemukakan pendapat (3)  

 

15 

12‐13 

27.  Mengetahui cara prakiraan banjir jangka pendek  

28.  Menghitung hidrograf satuan dari suatu titik ukur ke bagian sungai lain  

29.  Mengetahui perhitungan debit banjir  

 

− Penngertian − Model penelusuran 

banjir  − Tipe Lump − Tipe terdistribusi

 Kuliah/ Diskusi kelompok/ Prentasi/ Penugasan  

− Kektifan (2) − Praktek Komputasi (5) − Penghitungan (4) − Laporan/ Bahan 

Diskusi (4)   

15 

Page 14: Mahmud Ahmad

30.  Mengetahui derivasi 

hidrograf sintetik  

 

 

14‐15 

31.  Mengetahui aplikasi komputer dalam analisis hidrologi  

32.  Mengetahui perhitungan menggunakan komputer  

33.  Mengetahui perhitungan banjir rencana menggunakan komputer  

34.  Mengetahui perhitungan debit menggunakan komputer  

35.  Mengetahui perhitungan banjir rencana menggunakan komputer  

36.  Mengetahui perhitungan debit menggunakan komputer  

 

− Aplikasi Komputer − Teknik mengoperasikan 

model WMS  − Perhitungan Debit 

Rencana   

        Kuliah/Praktek/ Pembuatan Laporan  

− Keaktifan (2)  − Pengenalan Software 

(4)  − Pengolahan data (6) − Penyajian hasil/ 

Laporan (8)   

20 

16 

  37.  Penguasaan materi  

 − Soal ujian (materi dan 

praktek)   

 UJI KOMPETENSI DAN REMEDAIL  

 − Akumulasi 

Kemampuan   

100 

Page 15: Mahmud Ahmad

Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:

1. Mahasiswa mengetahui pengertian, ruang lingkup dan peranan Ilmu hidrologi,

2. Mahasiswa mampu menjelaskan Siklus Hidrologi, dan, Hidrologi di Indonesia  

A. Pengertian, ruang lingkup dan peranan Ilmu hidrologi Hidrologi adalah cabang ilmu dari ilmu kebumian. Hidrologi merupakan ilmu yang

penting dalam asesmen, pengembangan, utilisasi dana manajemen summberdaya air

yang dewasa ini semakin meningkat realisasinya di berbagai level. Indonesia secara

umum juga mengalami berbagai permasalahan sumberdaya air yang membutuhkan

analisis hidrologi yang semakin rumit dalam mengatasinya. Hal ini mendorong para peneliti

bidang Hidrologi untuk semakin intensif dalam mengumpulkan data dan

informasi dari level global sampai pada tingkat prilaku air di sub-sub daerah aliran

sungai.

Pemahaman ilmu hidrologi akan membantu kita dalam menyelesaikan problem

berupa kekeringan, banjir, perencanaan sumberdaya air seperti dalam disain

irigasi/bendungan, pengelolaan daerah aliran sungai, degradasi lahan, sedimentasi dan

problem lain yang terkait dengan kasus keairan.

B. Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi adalah pergerakan air di bumi berupa cair, gas, dan padat baik proses

di atmosfir, tanah dan badan-badan air yang tidak terputus melalui proses kondensasi,

presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari

merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air

berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk air, es, atau kabut. Pada

perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau

langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah.

Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara

yang berbeda:

Page 16: Mahmud Ahmad

1. Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb.

kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan.

Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang

selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.

2. Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-

celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak

akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah

permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.

3. Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama

dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran

permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada

daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai

utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju

laut.

Page 17: Mahmud Ahmad

Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan

sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan

berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-

komponen siklus hidrologi yang membentuk sisten Daerah Aliran Sungai

(DAS).Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud

dan tempatnya

Secara umum bagan alir distribusi air hujan dalam proses hidrologi dapat dilihat pada

Gambar 3 yang disajikan sebagai bentuk transformasi hyetograph menjadi streamflow

hydrograph melalui berbagai proses di bumi dan di atmosfir.

Page 18: Mahmud Ahmad

Gambar 3. Distribusi input presipitasi dalam siklus hidrologi

Siklus Karbon (C)

Diagram dari siklus karbon. Angka dengan warna hitam menyatakan berapa banyak

karbon tersimpan dalam berbagai reservoir, dalam milyar ton ("GtC" berarti Giga Ton

Karbon). Angka dengan warna biru menyatakan berapa banyak karbon berpindah antar

reservoir setiap tahun. Sedimen, sebagaimana yang diberikan dalam diagram, tidak

termasuk ~70 juta GtC batuan karbonat dan kerogen

Bagian terbesar dari karbon yang berada di atmosfer Bumi adalah gas karbon dioksida

(CO2). Meskipun jumlah gas ini merupakan bagian yang sangat kecil dari seluruh gas

yang ada di atmosfer (hanya sekitar 0,04% dalam basis molar, meskipun sedang

mengalami kenaikan), namun ia memiliki peran yang penting dalam menyokong

kehidupan. Gas-gas lain yang mengandung karbon di atmosfer adalah metan dan

kloroflorokarbon atau CFC (CFC ini merupakan gas artifisial atau buatan). Gas-gas

tersebut adalah gas rumah kaca yang konsentrasinya di atmosfer telah bertambah dalam

dekade terakhir ini, dan berperan dalam pemanasan global.

Page 19: Mahmud Ahmad

Gambar 4. Siklus Karbon di Bumi dan di Atmosfir

Karbon diambil dari atmosfer dengan berbagai cara:

1. Ketika matahari bersinar, tumbuhan melakukan fotosintesa untuk mengubah

karbon dioksida menjadi karbohidrat, dan melepaskan oksigen ke atmosfer.

Proses ini akan lebih banyak menyerap karbon pada hutan dengan tumbuhan

yang baru saja tumbuh atau hutan yang sedang mengalami pertumbuhan yang cepat.

2. Pada permukaan laut ke arah kutub, air laut menjadi lebih dingin dan CO2 akan

lebih mudah larut. Selanjutnya CO2 yang larut tersebut akan terbawa oleh

sirkulasi termohalin yang membawa massa air di permukaan yang lebih berat ke

kedalaman laut atau interior laut (lihat bagian solubility pump).

3. Di laut bagian atas (upper ocean), pada daerah dengan produktivitas yang

tinggi, organisme membentuk jaringan yang mengandung karbon, beberapa

organisme juga membentuk cangkang karbonat dan bagian-bagian tubuh

lainnya yang keras. Proses ini akan menyebabkan aliran karbon ke bawah (lihat

bagian biological pump).

4. Pelapukan batuan silikat. Tidak seperti dua proses sebelumnya, proses ini tidak

memindahkan karbon ke dalam reservoir yang siap untuk kembali ke atmosfer.

Pelapukan batuan karbonat tidak memiliki efek netto terhadap CO2 atmosferik

Page 20: Mahmud Ahmad

karena ion bikarbonat yang terbentuk terbawa ke laut dimana selanjutnya

dipakai untuk membuat karbonat laut dengan reaksi yang sebaliknya (reverse

reaction).

Karbon dapat kembali ke atmosfer dengan berbagai cara pula, yaitu:

1. Melalui pernafasan (respirasi) oleh tumbuhan dan binatang. Hal ini merupakan

reaksi eksotermik dan termasuk juga di dalamnya penguraian glukosa (atau

molekul organik lainnya) menjadi karbon dioksida dan air.

2. Melalui pembusukan binatang dan tumbuhan. Fungi atau jamur dan bakteri

mengurai senyawa karbon pada binatang dan tumbuhan yang mati dan

mengubah karbon menjadi karbon dioksida jika tersedia oksigen, atau menjadi

metana jika tidak tersedia oksigen.

3. Melalui pembakaran material organik yang mengoksidasi karbon yang

terkandung menghasilkan karbon dioksida (juga yang lainnya seperti asap).

Pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, produk dari industri

perminyakan (petroleum), dan gas alam akan melepaskan karbon yang sudah

tersimpan selama jutaan tahun di dalam geosfer. Hal inilah yang merupakan

penyebab utama naiknya jumlah karbon dioksida di atmosfer.

4. Produksi semen. Salah satu komponennya, yaitu kapur atau gamping atau

kalsium oksida, dihasilkan dengan cara memanaskan batu kapur atau batu

gamping yang akan menghasilkan juga karbon dioksida dalam jumlah yang

banyak.

5. Di permukaan laut dimana air menjadi lebih hangat, karbon dioksida terlarut

dilepas kembali ke atmosfer.

6. Erupsi vulkanik atau ledakan gunung berapi akan melepaskan gas ke atmosfer.

Gas-gas tersebut termasuk uap air, karbon dioksida, dan belerang. Jumlah

karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer secara kasar hampir sama dengan

jumlah karbon dioksida yang hilang dari atmosfer akibat pelapukan silikat;

Kedua proses kimia ini yang saling berkebalikan ini akan memberikan hasil

penjumlahan yang sama dengan nol dan tidak berpengaruh terhadap jumlah

karbon dioksida di atmosfer dalam skala waktu yang kurang dari 100.000

tahun.

Page 21: Mahmud Ahmad

Karbon di biosfer

Sekitar 1900 gigaton karbon ada di dalam biosfer. Karbon adalah bagian yang penting

dalam kehidupan di Bumi. Ia memiliki peran yang penting dalam struktur, biokimia,

dan nutrisi pada semua sel makhluk hidup. Dan kehidupan memiliki peranan yang

penting dalam siklus karbon:

1. Autotroph adalah organisme yang menghasilkan senyawa organiknya sendiri

dengan menggunakan karbon dioksida yang berasal dari udara dan air di sekitar

tempat mereka hidup. Untuk menghasilkan senyawa organik tersebut mereka

membutuhkan sumber energi dari luar. Hampir sebagian besar autotroph

menggunakan radiasi matahari untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, dan

proses produksi ini disebut sebagai fotosintesis. Sebagian kecil autotroph

memanfaatkan sumber energi kimia, dan disebut kemosintesis. Autotroph yang

terpenting dalam siklus karbon adalah pohon-pohonan di hutan dan daratan dan

fitoplankton di laut. Fotosintesis memiliki reaksi 6CO2 + 6H2O → C6H12O6 + 6O2

2. Karbon dipindahkan di dalam biosfer sebagai makanan heterotrop pada

organisme lain atau bagiannya (seperti buah-buahan). Termasuk di dalamnya

pemanfaatan material organik yang mati (detritus) oleh jamur dan bakteri untuk

fermentasi atau penguraian.

3. Sebagian besar karbon meninggalkan biosfer melalui pernafasan atau respirasi.

Ketika tersedia oksigen, respirasi aerobik terjadi, yang melepaskan karbon

dioksida ke udara atau air di sekitarnya dengan reaksi C6H12O6 + 6O2 →

6CO2 + 6H2O. Pada keadaan tanpa oksigen, respirasi anaerobik lah yang

terjadi, yang melepaskan metan ke lingkungan sekitarnya yang akhirnya

berpindah ke atmosfer atau hidrosfer.

4. Pembakaran biomassa (seperti kebakaran hutan, kayu yang digunakan untuk

tungku penghangat atau kayu bakar, dll.) dapat juga memindahkan karbon ke

atmosfer dalam jumlah yang banyak.

5. Karbon juga dapat berpindah dari bisofer ketika bahan organik yang mati

menyatu dengan geosfer (seperti gambut). Cangkang binatang dari kalsium

karbonat yang menjadi batu gamping melalui proses sedimentasi.

6. Sisanya, yaitu siklus karbon di laut dalam, masih dipelajari. Sebagai contoh,

penemuan terbaru bahwa rumah larvacean mucus (biasa dikenal

sebagai

Page 22: Mahmud Ahmad

"sinkers") dibuat dalam jumlah besar yang mana mampu membawa banyak

karbon ke laut dalam seperti yang terdeteksi oleh perangkap sedimen [1].

Karena ukuran dan kompisisinya, rumah ini jarang terbawa dalam perangkap

sedimen, sehingga sebagian besar analisis biokimia melakukan kesalahan

dengan mengabaikannya.

Penyimpanan karbon di biosfer dipengaruhi oleh sejumlah proses dalam skala waktu

yang berbeda: sementara produktivitas primer netto mengikuti siklus harian dan

musiman, karbon dapat disimpan hingga beberapa ratus tahun dalam pohon dan hingga

ribuan tahun dalam tanah. Perubahan jangka panjang pada kolam karbon (misalnya

melalui de- atau afforestation) atau melalui perubahan temperatur yang berhubungan

dengan respirasi tanah) akan secara langsung mempengaruhi pemanasan global

Siklus Biogeokimia

Materi yang menyusun tubuh organisme berasal dari bumf. Materi yang berupa

unsurunsur terdapat dalam senyawa kimia yang merupakan Materi dasar makhluk

hidup dan tak hidup.

Siklus biogeokimia atau siklus organikanorganik adalah siklus unsur atau senyawa

kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke komponen

abiotik. Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanya melalui organisme, tetapi jugs

melibatkan reaksireaksi kimia dalam lingkungan abiotik sehingga disebut siklus

biogeokimia.

Siklus-siklus tersebut antara lain: siklus air, siklus oksigen, siklus karbon, siklus

nitrogen, dan siklus sulfur. Di sini hanya akan dibahas 3 macam siklus, yaitu siklus

nitrogen, siklus fosfor, dan siklus karbon.

1. Siklus Nitrogen (N2)

Gasnitrogenbanyak terdapat di atmosfer, yaitu 80% dari udara. Nitrogen bebas dapat

ditambat/difiksasi terutama oleh tumbuhan yang berbintil akar (misalnya jenis

polongan) dan beberapa jenis ganggang. Nitrogen bebas juga dapat bereaksi dengan

hidrogen atau oksigen dengan bantuan kilat/ petir.

Tumbuhan memperoleh nitrogen dari dalam tanah berupa amonia (NH3), ion nitrit

(N02- ), dan ion nitrat (N03- ).

Page 23: Mahmud Ahmad

Beberapa bakteri yang dapat menambat nitrogen terdapat pada akar Legum dan akar

tumbuhan lain, misalnya Marsiella crenata. Selain itu, terdapat bakteri dalam

tanah

yang dapat mengikat nitrogen secara langsung, yakni Azotobacter sp. yang bersifat

aerob dan Clostridium sp. yang bersifat anaerob. Nostoc sp. dan Anabaena sp.

(ganggang biru) juga mampu menambat nitrogen.

Nitrogen yang diikat biasanya dalam bentuk amonia. Amonia diperoleh dari hasil

penguraian jaringan yang mati oleh bakteri. Amonia ini akan dinitrifikasi oleh bakteri

nitrit, yaitu Nitrosomonas dan Nitrosococcus sehingga menghasilkan nitrat yang akan

diserap oleh akar tumbuhan. Selanjutnya oleh bakteri denitrifikan, nitrat diubah

menjadi amonia kembali, dan amonia diubah menjadi nitrogen yang dilepaskan ke

udara. Dengan cara ini siklus nitrogen akan berulang dalam ekosistem. Lihat Gambar.

Gambar 5. Siklus Nitrogen di Alam (Koottatep, Polprasert & Oanh, 2000)

2. Siklus Fosfor

Di alam, fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (pada

tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah).

Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh dekomposer

(pengurai) menjadi fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah atau air

laut akan terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak

terdapat di batu karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk

Page 24: Mahmud Ahmad

fosfat anorganik terlarut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini kemudian akan

diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus menerus. Lihat Gambar

Gambar 6. Siklus Fosfor di Alam

3. Siklus Karbon dan Oksigen

Di atmosfer terdapat kandungan COZ sebanyak 0.03%. Sumber-sumber COZ di udara

berasal dari respirasi manusia dan hewan, erupsi vulkanik, pembakaran batubara, dan

asap pabrik. Karbon dioksida di udara dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk

berfotosintesis dan menghasilkan oksigen yang nantinya akan digunakan oleh manusia

dan hewan untuk berespirasi. Hewan dan tumbuhan yang mati, dalam waktu yang lama

akan membentuk batubara di dalam tanah. Batubara akan dimanfaatkan lagi sebagai

bahan bakar yang juga menambah kadar C02 di udara.

Di ekosistem air, pertukaran C02 dengan atmosfer berjalan secara tidak langsung.

Karbon dioksida berikatan dengan air membentuk asam karbonat yang akan terurai

menjadi ion bikarbonat. Bikarbonat adalah sumber karbon bagi alga yang

memproduksi makanan untuk diri mereka sendiri dan organisme heterotrof lain.

Page 25: Mahmud Ahmad

Sebaliknya, saat organisme air berespirasi, COz yang mereka keluarkan menjadi

bikarbonat. Jumlah bikarbonat dalam air adalah seimbang dengan jumlah C02 di air.

Gambar 7. Siklus Karbon dan Oksigen di Alam

Kesetimbangan Air Regional

Konsep kesetimbangan air juga dapat dinyatakan secara regional atau dalam suatu

kawasan seperti pada suatu daerah tangkapan hujan (catchment area) atau pada suatu

daerah pengaliran sungai (DAS atau Sub-DAS).

Kesetimbangan air dapat diklasifikasikan berdasarkan posisinya dalam bumi menjadi:

i. Kesetimbangan air di atas permukaan tanah,

Kesetimbangan air di atas permukaan tanah dapat dinyatakan dengan

persamaan:

P + R1 – R2 + Rg – Es –Ts – I = Ss

ii. Kesetimbangan air di bawah permukaan tanah

Kesetimbangan air di bawah permukaan tanah dapat dinyatakan dengan

persamaan:

I + G1 – G2 – Rg – Eg – Tg = Sg

Page 26: Mahmud Ahmad

iii. Kesetimbangan total adalah merupaka kombinasi dari persamaan

kesetimbangan air di atas permukaan dan di bawah permukaan tanah yang

dinyatakan dengan persamaan:.

P – (R2 –R1) – (Es + Eg) – (Ts + Tg) – (G2 – G1) = (Ss + Sg).

Kesetimbangan regional air tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

C. Hidrologi di Indonesia

Indonesia dalam mengimplemetasikan konsep keairan telah menuangkan dalam

bentuk perundangan berupa UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 7 TAHUN 2004 yang memuat konsep dasar keairan berupa definisi-definisi:

1. Air adalah semua air yang terdapat pada, diatas, ataupun dibawah permukaan

tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air

laut yang berada di darat.

2. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.

3. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah

permukaan tanah.

Page 27: Mahmud Ahmad

4. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat

pada, di atas, atau pun di bawah permukaan tanah

5. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam

satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya

kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.  

 

 

6. Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu

kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,

menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau

ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan

batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas

daratan.

7. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas

hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses

pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

Permasalahan sumberdaya air di Indonesia masih bertumpu pada aspek kuantitatif

seperti kejadian banjir dan kekeringan. Dimana air terlalu banyak pada musim hujan

dan terlalu sedikit pada musim kemarau. Distribusi ketersediaan air sepanjang waktu

sangat ditentukan oleh distribusi hujan sepanjang tahun dan ketersediaan sarana

penampungan air untuk mencegah kekurangan air pada musim kemarau.

Disamping persoalan kuantitas, kualitas air juga menjadi permasalahan di Indonesia

dimana kualitas air permukaan sudah sangat kotor, misalnya air di Sungai Citarum

yang berbau dan berwarna hitam.

Permasalahan sumber daya air ini dapat diselsesaikan dengan pemahaman yang

komprehensif tentang hidrologi wilayah/regional pada masing-masin DAS.

Pemahaman yang baik dapat mengatur ketersediaan air dalam jumlah dan waktu yang

cukup serta kualitas yang sesuai peruntukannya.

Bentruk  transformasi  hujan  aliran  dan  simpanan  air  di  wilayah  sangat  ditentukan  oleh               

kondisi  bentang  alam  yang  terdapat  di  wilayah  jatuhnya  hujan.  Komposisi  aliran                  

permukaan dan tampungan air secara kuantitatif dapat dilihat pada Gambar 9. 

Page 28: Mahmud Ahmad

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 9. Aliran permukaan dari dari curah hujan dan aliran mantap (air yang

tertampung di waduk, danau dan sungai) di pulau-pulau besar di

Indonesia (Kodoatie dan Suripin, 2000)

Sebaran kebutuhan dan ketersediaan air di Indonesia cukup bervariasi dimana pulau

seperti Jawa, NTB dan Bali memiliki defisit air bila ditinjau dari aspek kebutuhan

domestik dan pertanian. Sementara pulau lainnya masih cenderung cukup dalam artian

ketersediaan aliran mantap. Meskipun demikian, kekurangan air di pulau-pulau

tersebut berpeluang terjadi pada periode waktu tertentu.

Page 29: Mahmud Ahmad

Gambar 10. Ketersediaan dan kebutuhan air secara umum di pulau-pulau besar di

Indonesia (Kodoatie dan Suripin, 2000).

SOAL LATIHAN

1. Apa yang dimaksud dengan:

a. Hidrologi

b. Presipitasi

2. Jelaskan peranan hidrologi dalam pemecahan permasalahan sumberdaya air yang

ada di Indonesia

3. Gambarkan siklus hidrologi dan jelaskan komponen-komponen penyusunnya

4. Diskusikan ketersediaan dan kebutuhan air di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Chow, VT., Maidment, DR., and Mays, LW. 1988. Applied Hydrology. McGraw-Hills.

New York. Kodoatie, RJ dan Sjarief, R. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Penerbit Andi.

Yogyakarta. Linsley RK., Kohler, MA., and Paulhus, JLH. 1982. Hydrology for Engineers. McGraw-

Hills. New York. Viessman, W., Lewis, GL., and Knapp, JW. 1989. Introduction to Hydrology. Harper

Collins Pub. New York.

Page 30: Mahmud Ahmad

 

 

 

 

 

 

 Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:

1. Mahasiswa mampu menjelaskan proses kejadian hujan

2. Mahasiswa mampu menjelaskan metode pengukuran hujan dan alat ukurnya

3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menganalisis karakeristik hujan

4. Mahasiswa mampu menghitung rata-rata hujan wlayah

5. Mahasiswa mampu menjelaskan parameter iklim lain

3.1 Pengertian dan Proses Kejadian Hujan

Presipitasi atau Hujan adalah peristiwa jatuhnya air/es dari atmosfer ke permukaan

bumi dan atau laut dalam bentuk yang berbeda. Hujan di daerah tropis (termasuk

Indonesia) umumnya dalam bentuk air dan sesekali dalam bentuk es pada suatu

kejadian ekstrim, sedangkan di daerah subtropis dan kutub hutan dapat berupa air atau

salju/es.

Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu.

Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau untuk masa

tertentu seperti perhari, perbulan, permusim atau pertahun (Sitanala, 1989). Curah

hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan

rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang

bersangkutan. Distribusi curah hujan adalah berbeda-beda sesuai dengan jangka waktu

yang ditinjau dari curah hujan tahunan, curah hujan bulanan, curah hujan harian dan

curah hujan perjam. Harga-harga yang diperoleh ini dapat digunakan untuk

Page 31: Mahmud Ahmad

menentukan prospek dikemudian hari dan akhirnya perancangan sesuai dengan tujuan

yang dimaksud (Sosrodarsono dan Takeda, 1999).

Kejadian hujan menunjukkan suatu variabilitas dalam ruang dan waktu. Salah

satu konsekuensi dari variabliltas hujan adalah terjadinya fluktuasi curah hujan di

setiap wilayah yang dapat menimbulkan kondisi ekstrim berupa kekeringan dan banjir

yang terjadi dengan skala yang berbeda dan tergantung pada periode keberulangannya.

Dinamikan Atmosfir: Variabel utama yang digunakan untuk menggambarkan kondisi

dinamik atmosfir adalah are kerapatan udara, tekanan udara, dan suhu. Persamaan lama

menghubungkan variabel atmosfir dengan laju atmosfir melalaui sistem 6 persamaan

(konservasi massa, konservasi energi, hukum gas ideal, dan 3 persamaan konservasi

momentum, komponen masing-masing persamaan memiliki parameter laju) pada enam

parameter (tekanan, temperature, kerapatan, dan 3 komponen laju).

Salah satu komponen siklus hidrologi yang sangat penting dan selalu diukur

adalah hujan. Pengukuran hujan telah dilakukan sejak lama dengan melakukan

penakaran hujan. Penakar hujan pertama berada di Korea tahun 1400an, dan 200 tahun

kemudian, Sir Christopher Wren menginvensi alat penakar hujan otomatis.

Page 32: Mahmud Ahmad

Gambar 3.1/2 Standar alat penakar hujan (Dimensi dalam inchi dan millimeter).

Data rekaman meteorologi dan hidrologi dimaksudkan untuk penilaian sumber

daya air, evaluasi kejadian banjir puncak di wilayah pertanian dan perkotaan/

permukiman Kebutuhan data dapat bervariasi dari menit ke menit sampai bulanan dan

tahunan.

Proses Kejadian Hujan

Pembentukan hujan merupakan proses fisika awan Sejumlah proses fisik

terdapat dalam proses terjadiinya hujan, dan proses tersebut memiliki hubungan dengan

berbagai issu dari kualitas lingkungan sampai perubahan iklim. 1. Terbentuknya awan Awan terbentuk ketika udara menjadi sangat jenuh (supersaturated), dimana ketika

teknan uap aktual mencapai atau melebihi tekanan uap jenuh: Supersaturation terjadi

melalui pengembangan dan pendinginan kolom udara yang menyebabkan uap air

terkondensasi pada partikel atmosfir. Proses ini disebut nukleasi (nucleation). Aeroso;

atmosfir yang merupakan suspensipadat atau bahan cair dengan kecepatan jatuh kecil

memegang peranan penting dalam permulaan kondensasi dengan memfasilitasi tempat

proses nukleasi bagi uap air. Dua tipe awan dapat dibedakan atas awan dingin (cold

clouds) dan awan panas (warm clouds). Awan dengan suhu di atas 0 0C disebut awan dingin. 2. Struktur Awan Di awal abad 20, Wegener menyatakan bahwa pada campuran awan yang terbentuk

dari condensasi uap merupakan mekanisme umum terjadinya hujan yang terkadang

juga membentuk salju dan es. Jenis hujan yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh suhu

lapisan atmosfir antara terjadinya hujan dan permukaan tanah (lapisan yang dilewati hujan).

Droplet atau butiran hujan bertumbuh pada awan yang suhunya lebih tinggi

(warm clouds) melalui proses kondensasi, kollisi (collision), dan koalesens

Page 33: Mahmud Ahmad

(coalescence). Umumnya awan yang terbentuk di wilayah tropis adalah awan dengan

suhu diatas 0oC. Jenis awan ini mencairkan partikel kristal yang terbentuk di wilayah

atmosfir dengan suhu di bawah 0oC. Proses ini juga mengecilkan kristal hujan dan

membentuk butiran hujan.

Gambar 3.3 Konsentrasi nuklei kondensasi awan di armosfir wilayah kontinental

dan laut

3. Proses Jatuhnya Air Hujan

Mekanisme jatuhnya air hujan secara umum terjadi karena proses konveksi dan

pembentukan awan berlapis (stratiform). Kedua mekanisme ini berbeda dalam

proses pembentukan dan pembesaran ukuran dan berat butiran hujan yang

menyebabkan pergerakan vertikal udara yang berasosiasi dengan awan pembentuk

hujan.

Page 34: Mahmud Ahmad

Pada mekanisme stratiform, gerakan vertikal udara lemah, partikel hujan

diinisiasi dekat permukaan atas awan hingga proses terjadinya pengembangan

hujan cukup lama (berjam-jam). Untuk mekanisme konvektif, gerakan udara

vertikal sangat cepat sehingga pembesaran partikel butiran hujan diinisiasi dengan

cepat saat terbentuknya awan. Hal ini menyebabkan proses jatuhnya butiran hujan

sangat cepat (sekitar 45 menit).

Mekanisme lain dalam proses hujan adalah kombinasi konvektif dan

stratiform yang merupakan proses pengangkatan massa udara dan uap air secara

orografis melalui pegungungan dan perbukitan.

Ada enam kelas sistem kejadian hujan secara umum yang diuraikan seperti

berikut:

a. Siklon Extratropis

Sirkulasi udara yang terdiri dari massa udara (streams) yang bergerak secara

normal dan stabil mengikuti pola gerakan di atas permukaan bumi. Suhu dan

kelembaban udara sangat tergantung pada asal gerakan udara; masssa udara

kontinental kutub dingin dan kering; massa udara laut tropis panas dan lembab.

Wilayah disekitar daerah tropis sangat berbeda sehingga dua airan udara paralel

dengan suhu berbeda sehingga memicu ketidak stabilan di lapisan antara keduanya

yang cenderung menyebabkan terjadinya siklon.

Kejadian kurva siklon ekstratropis curve dapat mencapai ribuan kilometer.

Pengangkatan vertiakal dalam siklon ekstratropis diasosiasikan dengan posisi kurva

dengan kecepatan kurng dari 0.1 km/jam. Kebanyakan hujan pada siklon ini

didominasi oleh mekanisme stratiform yang dimicu oleh kejadian konvektif seperti

terlihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3. 4 Model Konsep Siklon Ekstratropis. (Smidth dalam Maidment, 1989)

Page 35: Mahmud Ahmad

b. Midlatitude Thunderstorms

Seperti halnya siklon ekstratropis yang merupakan contoh hujan stratiform, maka

midlatitude thunderstorms merupakan contoh hujan konveksi. Massa udara

thunderstorms terbentuk dari massa udara tak stabil secara konveksi dalam jumlah

yang relatif besar dari kandungan uap rendah dan gesekan angin kecil. Struktur

spasial hujan ditentukan dengan pola acak pada thunderstorm.

Studi pada akhir 1940an memberikan hasil proses kejadian hujan

thunderstorm yang memiliki karakterisrik siklus, (1) membetuk awan cumulus

yang

membentuk partikel hujan di awan tapi tidak mencapai bumi karena proses

pengangkatan udara yang kuat, (2) tahap pematangan dimana gesekan partikel

hujan menyebabkan gerak ke bumi sehingga butiran hujan jatuh, dan (3) tahap

dissipasi dimana butiran hujan kecil terus jatuh. Umumnya thunderstorms tidak

menghasilkan curah hujan yang tinggi pada wilayah yang luas. Kejadian

thunderstorms dalam skala sedang (mesoscale convective systems, MCS)

merupakan penyebab utama terjadinya banjir di berbagai tempat.

c. Kluster Awan Tropis (Tropical Cloud Clusters)

Page 36: Mahmud Ahmad

Gambar 3.6 menunjukkan bahwa secara global curah hujan rata-rata tahunan di

wilayah tropis merupakan yang terbesar. Curah hujan yang maksimum tersebut

berasosiasi dengan kluster awan yang terjadi pada zona putaran angin yang

memusat. Kluster awan, seperti halnya pada sistem awan tropis, konveksi

merupakan pemicu awal kejadian hujan. Meskipun sistem awan tropis meliputi

jangkauan skala yang luas, kebanyakan hujan karena proses kluster awan jatuh

pada luas wilayah yang dapat mencapai 50.000 km2. Hujan tropis memainkan

peranan penting dalam sirkulasi global dan berkaitan erat dengan anomali

sirkulasi atmosfir seperti El-Nino.

Gambar 3.6 Curah hujan tahunan berdasarkan posisi latitude.

d. Hujan Monsoon ( Monsoon Rainfall)

Akumulasi hujan terbesar selama periode lebih dari 24 jam berasosiasi dengan

Asian monsoon. India dan Asia Tenggara adalah lokasi utama kejadian hujan

monsoon selama musim panas di Asia. Indonesia dan Malaysia sering

mengalami hujan monsoon ekstrim selama periode Winter di Asia. Istilah

monsoon diadopt dari bahasa arab yang berarti musim. Karakteristik umum

Page 37: Mahmud Ahmad

iklim monsoon ditandai oleh arah angin yang berlawanan pada dua musim.

Misalnya di Indonesia dikenal dengan Musim Angin Timur (banyak hujan) dan

Musim Angin Barat (kurang hujan).

e. Hujan Badai (hurricanes)

Badai umumnya dikenal di wilayah pasifik yang menyebabkan hujan ektrim di

wilayah pesisir pantai sepanjang Samudra Atlantik dan Pasifik. Kejadian hujan

badai merupakan proses ektrim dari konveksi dan stratiform. Kejadian badai

masih merupakan proses yang diperdebatkan.

f. Hujan Orografis

Pengaruh Orografis dapat merubah type kejadian hujan di atas . Hujan orografis

pada prinsipnya memiliki mekanisme: (1) inisiasi konveksi, (2) pengangkatan

dalam skala besar, dan (3) pertumbuhan yang lambat.

1. Karakteristik Hujan

Ada dua faktor fisik yang mempengaruhi curah hujan, yakni kecepatan jatuh butiran

hujan dan distribusi ukuran butiran hujan. Kedua faktor ini mempengaruhi proses yang

terjadi di tanah saat hujan jatuh.

2. Kcepatan jatuh butiran hujan

Kecepatan terminal suatu bola padat butiran hujan merupakan proportional dari

akar pangkat dua dari diameter butiran. Air yang jatuh melewati udara

menimbulkan gaya aerodinamik yang menyebabkan butiran hujan bergetar dan terdeformasi.

Diameter butiran hujan kurang dari 0.35 mm umumnya bulat dan

jatuh ke bumi dengn ukuran yang dapat mencapai diameter 1 mm dengan bentuk

lonjong (oblate spheroid). Butiran yang lebih besar umumnya ujungnya cembung

(flattened concave). Untuk butiran hujan besar, vibrasi dan deformasi seringkali

memecah butirsn hujan.

Page 38: Mahmud Ahmad

Gambar 3.7 Bentuk butiran hujan berdasarkan diameter butiran (Maidment, 1989)

Kecepatan jatuh hujan dapat diestimasi dengan rumus Gunn and Kinzer:

v(D) = 3,86 D 0.67 …………………….

(3.1)

Keterangan v(D) adalah kecepatan jatuh butiran hujan, dan D adalah diameter

butiran hujan pada kisaran antara 0.8 dan 4.0 mm.

3. Distribusi Ukuran Butiran

Distribusi ukuran butiran hujan dalam volume di atmosfir dikarakterisasi oleh

hubungan densitas butiran (dalam butiran per meter kubik) dan distribusi

ukuran

butiran (dalam mm). Distribusi ukuran butiran secara khusus dinyatakan sebagai

fungsi N(D) yang menunjukkan densitas butiran hunan sebagai suatu fungsi

diameter butiran hujan. Distribusi butiran hujan umumnya dinyatakan dengan

distribusi Marshall-Palmer:

N(D) = No exp(-ΛD)

dimana N(D) dan No adalah jumlah butiran per meter kubik per mm masing-

masing diameter butiran hujan dan Λ dalam mm. Nilai No adalah 8000 m-3mm-1.

Marshall dan Palmer menghubungkan parameter Λ dengan laju hujan dengan

rumus:

Λ= 4,1 R-0,21

R adalah laju hujan (mm/jam). Beberapa peralatan otomatis dikembangkan untuk

mengukur distribusi ukuran butirsn hujan termasuk distrometer dan raindrop

camera.

3.3 Pengukuran Curah Hujan dan Perhitungan Hujan Wilayah

Alat Penakar Hujan

Berbagai alat ukur atau penakar telah dikembangkan untuk menakar hujan. Dua tipe

penakar: terekam dan tak terekam. Alat penakar hujan terekam otomatis menyajikan

data akumulasi curah hujan pada waktu tertentu sampai pada data per menit atau lebih

detail. Perekam data hujan otomatis biasanya dilengkapi dengan telemetri melalui

sistem transmisi real-time dan kelengkapan khusus untuk manajemen sumber daya air.

Page 39: Mahmud Ahmad

Ada tiga tipe perekam data hujan:

weighing type, float and siphontype,

dan tipping-bucket type. Gambar 3.8

adalah ilustrasi penakar hujan

weighing type. Alat penakat tak

terekam terdiri dari penadah/wadah

silinder sederhana dan sebuah

batang pengkalibrasi yang

merupakan bagian penakaran.

Gambar 3.8 Alat penakar hujan type weighing

Gambar 3.9 Mekanisme internal alat penakar hujan Meteorological Office Tilting-

syphon. A=Collecting chamber; B=Plastic float; C=Knife-edges;

D=Double siphon tubes; E=Trigger;

Page 40: Mahmud Ahmad

Gambar 3.10 Prinsip dasar mekanisme tipping-bucket. A, B: buckets. C: magnet. D:

switch.

Curah Hujan Efektif (Re)

Hujan yang diharapkan terjadi selama satu musim tanam berlangsung disebut curah

hujan efektif. Masa hujan efektif untuk suatu lahan persawahan dimulai dari

pengolahan tanah sampai tanaman dipanen, tidak hanya selama masa pertumbuhan

(Pasandaran dan Taylor, 1984).

Curah hujan efektif untuk tanaman lahan tergenang berbeda dengan curah hujan

efektif untuk tanaman pada lahan kering dengan memperhatikan pola periode musim

hujan dan musim kemarau. Perhitungan curah hujan efektif dilakukan atas dasar

Page 41: Mahmud Ahmad

prinsip hubungan antara keadaan tanah, cara pemberian air dan jenis tanaman

(Handayani, 1992).

Besarnya curah hujan efektif diperoleh dari pengolahan data curah hujan harian

hasil pengamatan pada stasiun curah hujan yang ada di daerah irigasi/daerah

sekitarnya dimana sebelum menentukan curah hujan efektif terlebih dahulu ditentukan

nilai curah hujan andalan yakni curah hujan rata-rata setengah bulanan (mm/15 hari)

dengan kemungkinan terpenuhi 80% dan kemungkinan tak terpenuhi 20% dengan

menggunakan rumus analisis (Chow, 1994):

…………………. (3.1)

………………… (3.2)

Dimana : R80 = Curah hujan andalan tengah bulan (mm/hari) Re = Curah hujan

efektif (mm/hari) n = Jumlah tahun pengamatan curah hujan.

Curah hujan efektif dapat juga dihitung dengan rumus:

Re = Rtot (125 – 0,2 Rtot)/125 ; Rtot < 250 mm …… (3.3)

Re = 125 + 0,1 Rtot ; Rtot > 250 mm …… (3.4)

Dimana : Rtot adalah jumlah curah hujan bulanan (mm/hari)

Curah Hujan Wilayah

Hampir semua analisis hidrologi membutuhkan data distribusi hujan. Biasanya curah

hujanrata-ratayang mewakili suatu DAS atau Sub-DAS dapat ditentukan dengan

beberapa cara.

1. Rata-rata Aritmetik

Nilai curah hujan wilayah dapat ditentukan dari beberapa data curah hujan stasiun

penakar/klimatologi dengan menggunakan nilai rata-rata curah hujan stasiun yang

terdapat di dalam DAS.

……………… (3.5)

Keterangan:

CH = Curah hujan rata-rata wilayah

CHi = Curah hujan pada stasiun i

n = Jumlah stasiun penakar hujan

Page 42: Mahmud Ahmad

2. Metode Poligon Thiessen

Metode poligon Thiessen adalah cara penentuan hujan wilayah dengan rata-rata

tertimbang. Masing-masing pos penakar hujan mempunyai daerah pengaruh

sendiri-sendiri seperti terlihat pada Gambar 3.12 (d). Metode penggambaran

poligon dapat dilihat pada Gambar 3.12 (a), (b) dan (c). 3

Gambar 3.12 Metode Polgon Thiessen dan prosedur pembuatannya

Nilai curah hujan wilayah dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:

……………… (3.6

Dimana Ai adalah luas yang diwakili oleh stasiun i.

3. Metode Isohyet

Page 43: Mahmud Ahmad

Metode Isohyet adalah metode penentuan curah hujan wilayah berdasarkan kontur

curah hujan berdasarkan data curah hujan yang ada di dalam DAS dan di sekitar wilayah

(lihat Gambar 3.13).

Intensitas Hujan

Dalam perencenaan bangunan hidrologi dan hidraulik, intensitas hujan merupakan

data atau informasi yang dibutuhkan dalam penentuan debit rencana. Oleh karena

itu perlu disajikan metode penentuan intensitas hujan untuk wilayah yang tidak

memiliki pengamatan intensitas hujan akibat keterbatasan alat ukur.

Ada beberapa metode untuk menghitung intensitas hujan secara empiris yakni:

1. Metode Talbot (1881)

……………… (3.7)

Page 44: Mahmud Ahmad

2. Metode Sherman (1905); hanya digunakan untuk t < 2 jam

                                                                                                                   ……………… (3.8) 

 

3. Metode Ish

……………… (3.9)

4. Metode Mononobe

……………… (3.10)

Keterangan:

i = intensitas hujan (mm/jam)

t = waktu atau durasu hujan (menit: rumus 1-3; jam: rumus 4)

a, b, m = tetapan

d24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

n = jumlah pasangan data i dan t

Metode ini lebih teliti dibandingkan dengan metode rata-rata aritmetik. 

CONTOH SOAL :

Suatu DAS seperti pada Gambar 3.14 memiliki data curah hujan seperti pada Tabel 3.1.

Hitunglah curah hujan wilayah dengan menggunakan (i) rata-rata aritmetika dan (ii)

metode Poligon Thiessen.

Page 45: Mahmud Ahmad

Gambar 3.14. Posisi Penakar pada suatu DAS

Solusi: (Gunakan Kalulator atau Spreadsheet)

(i) Dengan mengunakan rata-rata aritmetika diperoleh nilai curah hujan 3.20 in.

(ii) Dengan mengunakan metode Poligon Thiessen diperoleh nilai 3.45 in (lihat

Tabel 3.1).

3.4 PENUGASAN

1. Kumpulkan data curah hujan harian suatu wilayah (sub-DAS) selama kurung

satu tahun.

2. Kumpulkan data curah hujan bulanan dari suatu wilayah (sub-DAS) selama

kurung waktu 10 tahun.

3.5 SOAL LATIHAN

1. Apa yang dimaksud dengan:

a. Curah hujan wilayah

b. Intensitas hujan

2. Jelaskan proses terjadinya hujan dan sebutkan tipe-tipe hujan.

3. Gambarkan poligon Thiessen Gambar berikut dan hitung luas masing-masing

bagian dengan planimeter atau dengan screen digitasi pada Arc-GIS. Hitung Curah

hujan wilayah dengan metode aritmetika jika CH di Stasiun A sampai K, adalah:

29,79; 34,97; 25,6; 24,21; 24,60; 42,61; 42,35; 15,51; 39,99; 43,04; dan 28,41.

Page 46: Mahmud Ahmad

4. Diskusikan metode penentuan curah hujan wilayah, kelebihan dan kekurangan

masing-masing metode.

Page 47: Mahmud Ahmad

3.6 DAFTAR PUSTAKA

Chow, VT., Maidment, DR., and Mays, LW. 1988. Applied Hydrology. McGraw-Hills.

New York. Linsley RK., Kohler, MA., and Paulhus, JLH. 1982. Hydrology for Engineers. McGraw-

Hills. New York. Maidment, DR. (ed) 1989. Handbook of Hydrology. McGraw-Hill, New York. Soemartono, CD. 1999. Hidrologi Teknik. Penerbit Erlangga, Jakarta. Sastrodarsono, Suyono dan Kensaku Takeda. 1999, Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya

Pramita. Bandung.

Todd, 1983, Introduction to Hydrology. McGraw-Hill, New York Viessman,  W.,  Lewis,  GL.,  and  Knapp,  JW.  1989.  Introduction  to  Hydrology.  Harper                     

Collins Pub. New York. 

 

Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:

1. Mahasiswa mampu menjelaskan proses evapotranspirasi

2. Mahasiswa mampu menjelaskan parameter evapotranspirasi

3. Mahasiswa mampu melakukan perhitungan evapotranspirasi potensial

(Penmann) dengan benar

4. Mahasiswa mampu melakukan perhitungan evapotranspirasi aktual (Penmann)

dengan benar

5.

4.1 Pendahuluan

Evapotranspirasi adalah perpaduan dua proses yakni evaporasi dan transpirasi.

Evaporasi adalah proses penguapan atau hilangnya air dari tanah dan badan-badan air

(abiotik), sedangkan transpirasi adalah proses keluarnya air dari tanaman (boitik)

akibat proses respirasi dan fotosistesis.

Page 48: Mahmud Ahmad

Kombinasi dua proses yang saling terpisah dimana kehilangan air dari

permukaan tanah melalui proses evaporasi dan kehilangan air dari tanaman melalui

proses transpirasi disebut sebagai evapotranspirasi (ET).

Proses hilangnya air akibat evapotranspirasi merupakan salah satu komponen

penting dalam hidrologi karena proses tersebut dapat mengurangi simpanan air dalam

badab-badan air, tanah, dan tanaman. Untuk kepentingan sumber daya air, data ini

untuk menghitung kesetimbangan air dan lebih khusus untuk keperluan penentuan

kebutuhan air bagi tanaman (pertanian) dalam periode pertumbuhan atau periode

produksi. Oleh karena itu data evapotranspirasi sangat dibutuhkan untuk tujuan irigasi

atau pemberian air, perencanaan irigasi atau untuk konservasi air.

Evapotranspirasi ditentukan oleh banyak faktor yakni:

a. Radiasi surya (Rd): Komponen sumber energi dalam memanaskan badan-badan

air, tanah dan tanaman. Radiasi potensial sangat ditentukan oleh posisi geografis

lokasi,

b. Kecepatan angin (v): Angin merupakan faktor yang menyebabkan terdistribusinya

air yang telah diuapkan ke atmosfir, sehingga proses penguapan dapat berlangsung

terus sebelum terjadinya keejenuhan kandungan uap di udara,

c. Kelembaban relatif (RH): Parameter iklim ini memegang peranan karena udara

memiliki kemampuan untuk menyerap air sesuai kondisinya termasuk temperatur

udara dan tekanan udara atmosfit

d. Temperatur: Suhu merupakan komponen tak terpisah dari RH dan Radiasi. Suhu

ini dapat berupa suhu badan air, tanah, dan tanaman ataupun juga suhu atmosfir.

Proses terjadinya evaporasi dan transpirasi pada dasarnya akibat adanya energi yang

disuplai oleh matahari baik yang diterima oleh air, tanah dan tanaman. Gambar 4.1 dan

Gambar 4.2 merupakan ilustrasi proses penyerapan energi yang menyebabkan

evaporasi dan transpirasi.

Page 49: Mahmud Ahmad

4.2 Evaporasi

Evaporasi adalah proses dimana air dalam bentuk cair dikonversi menjadi uap air

(vaporization) dan dipindahkan dari permukaan penguapan (vapour removal). Air

dapat terevaporasi dari berbagai permukaana seperti danau, sungai, tanah dan vegetasi

hijau.

Energi dibutuhkan untuk merubah bentuk molekul air dari fase cair ke fase

uap. Radiasi matahari langsung dan faktor lingkungan yang mempengaruhi suhu udara

merupakan sumber energi. Gaya penggerak untuk memindahkan uap air dari

permukaan penguapan adalah perbedaan tekanan antara uap air di permukaan

penguapan dan tekanan udara atmosfir. Selama berlangsungya proses, udara sekitar

menjadi jenuh secara perlahan dan selanjutnya proses akan melambat will dan

kemungkinan akan berhenti jika udara basah tidan dipindahkan ke atmosfir.

Pergantianudarajenuh dengan udara kering sangat tergantung pada kecepatan angin.

Oleh karena itu, radiasi surya, temperature udara, kelembaban udara dan kecepatan

angin merupakan parameter iklim yang dipertimbangkan dalam penentuan proses

evaporasi.

Jika permukaan penguapan adalah permukaan tanah, maka tingkat penutupan

tanaman pelindung (crop canopy) dan jumlah air tersedia pada permukaan penguapan

juga menjadi faktor yang mempengaruhi proses evaporasi. Kejadian hujan, irigasi dan

gerakan vertikal air dalam tanah dari muka air tanah dangkal merupakan sumber

Page 50: Mahmud Ahmad

pembasahan permukaan tanah. Jika tanah dapat menyuplai air dengan cepat yang

memenuhi kebutuhan evaporasi, maka evaporasi dari tanah ditentukan hanya oleh

kondisi meteorologi. Akan tetapi, bila interval antara hujan dan irigasi cukup lama dan

kemampuan tanah mnegalirkan lengas ke dekat permukaan tanah kecil, maka

kandungan air di lapisan topsoil meturun dan menyebabkan permukaan tanah menjadi

kering. Pada lingkungan dimana air terbatas, maka jumlah air tersedia menjadi faktor

pembatas. Berkurannya supplai air ke permukaan tanah menyebabkan evaporasi

menurun drastis. Proses ini mungkin akan terjadi dalam beberapa hari.

4.3 Transpirasi

Proses transpirasi meliputi penguapan cairan (air) yang terkandung pada jaringan

tanaman dan pemindahan uap ke atmosfir. Tanaman umumnya kehilangan air melalui

stomata. Stomata merupakan saluran terbuka pada permukaan daun tanaman melalui

proses penguapan dan perubahan wujud menjadi gas seperti disajikan pada Gambar

4.3. Air bersama beberapa nutrisi lain diserap oleh akardan ditransportasikan ke

seluruh tanaman. Proses penguapan terjadi dalam daun, yang disebut ruang

intercellular, dan pertukaran uap ke atmossfir dikontrol oleh celah stomata (stomatal

aperture). Hampir semua air yang diserap oleh akar keluar melalui proses transpirasi

dan hanya sebahagian kecil saja yang digunakan dalam tanaman.

Transpirasi seperti evaporasi langsung tergantung pada suplai energi, tekan uap

air dan angin. Kandungan lengas tanah dan kemampuan tanah melewatkan air ke akar

juga menentukan laju transpirasi, termasuk genangan air dan salinitas air tanah. Laju

transprasi juga dipengaruhi oleh karakteristik tanaman, aspek lingkungan dan praktek

Page 51: Mahmud Ahmad

pengolahan dan pengelolaan lahan. Perbedaan jenis tanaman akan memberikan laju

transpirasi yang berbeda. Bukan hanya tipe tanaman saja, tetapi juga pertumbuhan

tanaman, lingkungan dan manajemen harus dipertimbangkan dalam penentuan

transpirasi.

4.4 Evapotranspirasi Tanaman

Evapotranspirasi tanaman (ETc) adalah perpaduan dua istilah yakni evaporasi

dan transpirasi. Kebutuhan air dapat diketahui berdasarkan kebutuhan air dari suatu

tanaman. Apabila kebutuhan air suatu tanaman diketahui, kebutuhan air yang lebih

besar dapat dihitung (Hansen dkk., 1986). Evaporasi yaitu penguapan di atas

permukaan tanah, sedangkan transpirasi yaitu penguapan melalui permukaan dari air yang

semula diserap oleh tanaman. Atau dengan kata lain, evapotranspirasi adalah banyaknya air

yang menguap dari lahan dan tanaman dalam suatu petakan karena

panas matahari (Asdak, 1995).

Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi adalah suhu air, suhu udara

(atmosfir), kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari. Pada waktu

pengukuran evaporasi, kondisi/keadaan iklim ketika itu harus diperhatikan, mengingat

faktor itu Sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan (Sosrodarsono dan Takeda,

1983).

Transpirasi pada dasarnya merupakan proses dimana air menguap dari tanaman

melalui daun ke atmosfer. Sistem perakaran tanaman mengadopsi air dalam jumlah

yang berbeda-beda dan ditransmisikan melalui tumbuhan dan melalui mulut daun

(Viesman dkk., 1972).

Menurut Sri Harto (1993), ada dua bentuk transpirasi yaitu :

a. Transpirasi stomata, dimana air lepas melalui pori-pori pada stomata daun

Page 52: Mahmud Ahmad

b. Transpirasi kutikular, dimana air menguap dari permukaan daun ke atmosfir

melalui kutikula.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses transpirasi adalah suhu, kecepatan

angin, kelembaban tanah, sinar matahari, gradien tekanan uap. Juga dipengaruhi oleh

faktor karakteristik tanaman dan kerapatan tanaman (Kartasapoetra dan Sutedjo,

1994).

Evapotranspirasi (ETc) adalah proses dimana air berpindah dari permukaan

bumi ke atmosfer termasuk evaporasi air dari tanah dan transpirasi dari tanaman

melalui jaringan tanaman melalui transfer panas laten persatuan area (Hillel, 1983).

Ada 3 faktor yang mendukung kecepatan evapotranspirasi yaitu (1) faktor iklim

mikro, mencakup radiasi netto, suhu, kelembaban dan angin, (2) faktor tanaman,

mencakup jenis tanaman, derajat penutupannya, struktur tanaman, stadia

perkembangan sampai masak, keteraturan dan banyaknya stomata, mekanisme

menutup dan membukanya stomata, (3) faktor tanah, mencakup kondisi tanah, aerasi

tanah, potensial air tanah dan kecepatan air tanah bergerak ke akar tanaman (Linsley

dkk., 1979).

Doonrenbos dan Pruitt (1977), menjelaskan bahwa untuk menghitung kebutuhan

air tanaman berupa evapotranspirasi dipergunakan persamaan:

ETc = Kc × ETo .............................................................................. (4.1)

Keterangan:

Etc = evapotranspirasi potensial (mm/hari)

Page 53: Mahmud Ahmad

Eto = evapotranspirasi acuan (mm/hari)

Kc = koefisian konsumtif tanaman

Koefisien konsumtif tanaman (Kc) didefinisikan sebagai perbandingan antara

besarnya evapotranspirasi potensial dengan evaporasi acuan tanaman pada kondisi

pertumbuhan tanaman yang tidak terganggu. Dalam hubungannya dengan

pertumbuhan dan perhitungan evapotranspirasi acuan tanaman (ETo), maka

dimasukkan nilai Kc yang nilainya tergantung pada musim, serta tingkat pertumbuhan

tanaman (Allen, et al., 1998).

Gambar 4.6 Skema perhitungan evapotranspirasi aktual

Nilai koefisien tanaman dibagi atas empat fase pertumbuhan, yaitu : Kc initial

(Kc in), Kc development (Kc dev), Kc middle (Kc mid), dan Kc end. Kc in merupakan

fase awal pertumbuhan tanaman selama kurang lebih dua minggu, sedangkan Kc dev

adalah koefisien tanaman untuk masa perkembangan (masa antara fase

initial dan middle). Kc mid merupakan Kc untuk masa pertumbuhan dan

perkembangan termasuk persiapan dalam masa pembuahan. Kc end merupakan Kc

untuk pertumbuhan akhir tanaman dimana tanaman tersebut tidak berproduksi lagi.

Page 54: Mahmud Ahmad

Tabel 4.1. Koefisien Tanaman (Kc) Padi Menurut Nedeco/Prosida dan FAO Bulan

Bulan 

Nedeco/Prosida  FAO Varietas

biasa

Varietas

unggul

Varietas

biasa

Varietas

unggul

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

1,20

1,20

1,20

1,27

1,32

1,33

1,40

1,30

1,35

1,30

1,24

0

1,12

0

1,10

1,10

1,10

1,10

1,10

1,05

0,95

0

1,10

1,10

1,05

1,05

0,95

0

Sumber : Standar Perencanaan Irigasi, 1986

Vermeiren dan Jobling (1980), mengemukakan beberapa cara untuk

menghitung Kc (Koefisien tanaman) sesuai tingkat pertumbuhan tanaman adalah:

a. Koefisien tanaman untuk awal pertumbuhan tanaman (Kc ini)

Kc ini = Kc ini (A1) + ............................ (4.2)

)

Keterangan:

Kc ini (A1) : Koefisien tanaman (Diambil dari grafik)

Kc ini (B1) : Koefisien tanaman (Diambil dari grafik)

I : Laju infiltrasi pada sebelum penanaman (cm/jam)

Page 55: Mahmud Ahmad

b. Koefisien tanaman untuk fase menengah pertumbuhan tanaman (Kc mid)

Kc mid = Kc mid + [0,04(U2 – 2) – 0,004 (RHmin – 45)] (h/3)0,3 .................. (4.3)

Keterangan:

Kc mid : Koefisien tanaman (Diambil dari tabel)

U2 : Kecepatan angin sebelum tanam (m/s)

RHmin : Kelembaban relatif sebelum tanam (%)

h : Tinggi tanaman pada tahap pertengahan (m)

c. Koefisien tanaman untuk fase akhir pertumbuhan tanaman

Kc end = Kc end + [0,04(U2 – 2) – 0,004 (RH min – 45)] (h/3)0,3 ……..… (4.4)

Keterangan:

Kc end : Koefisien tanaman (Diambil dari tabel)

U2 : Kecepatan angin sebelum tanam (m/s)

Rhmin : Kelembaban udara minimal (%)

h : Tinggi tanaman pada tahap akhir (m)

4.5 Evapotranspirasi Acuan (ETo)

Evapotranspirasi acuan (ETo) adalah nilai evapotranspirasi tanaman rumput-

rumputan yang terhampar menutupi tanah dengan ketinggian 8 – 15 cm, tumbuh

secara aktif dengan cukup air, untuk menghitung evapotranspirasi acuan (ETo) dapat

digunakan beberapa metode yaitu (1) metode Penman, (2) metode panci evaporasi, (3)

Page 56: Mahmud Ahmad

metode radiasi, (4) metode Blaney Criddle dan (5) metode Penman modifikasi FAO

(Sosrodarsono dan Takeda, 1983).

Menduga besarnya evapotranspirasi tanaman (Handayani, 1992), ada beberapa

tahap harus dilakukan, yaitu menduga evapotranspirasi acuan; menentukan koefisien

tanaman kemudian memperhatikan kondisi lingkungan setempat; seperti variasi iklim

setiap saat, ketinggian tempat, luas lahan, air tanah tersedia, salinitas, metode irigasi,

dan budidaya pertanian. Beberapa metode pendugaan evapotranspirasi acuan :

a. Metode Blaney – Cridle

ETo = c [P ( 0,46 T + 8)] ……………………………………..………… (4.5)

Keterangan:

c = Koefisien Tanaman Bulanan

p = Presentase Bulanan jam-jam Hari Terang dalam Tahun

T = Suhu Udara (0C)

b. Metode Thornthwaite

ETo = 1,6 [(10 T/I)]a …………………………....………….……………. (4.6)

a = 0,49 + 0,0179 I – 0,0000771 I2 + 0,000000675 I3

Keterangan:

T = Suhu Rata-rata Bulanan (0C)

I = Indeks Panas Tahunan

c. Metode Pan Evaporasi

ETo = Kp × Ep …………………………………...……………………… (4.7)

Keterangan:

Kp = Koefisien Panci

Ep = Evaporasi Panci (mm/hari)

Page 57: Mahmud Ahmad

Gambar 4.8 Panci Evaporasi Kelas A

d. Metode Penman

ETo = c (W Rn + (1 – W) f(u) (ea – ed) ) ................................................. (4.8)

Metode Penman modifikasi (FAO) digunakan untuk luasan lahan dengan data

pengukuran temperatur, kelembaban, kecepatan angin dan lama matahari bersinar

(Doorenbos dan Pruitt, 1977).

Harga koefisien panci evaporasi (Kp) tergantung pada iklim, tipe panci dan

lingkungan panci. Untuk tipe Pan A yang dikelilingi oleh tanaman hijau pendek maka

harga koefisien panci berkisar antara 0,4 – 0,85 yang dipengaruhi oleh kecepatan

angin dan kelembaban nisbih udara rata-rata. Selanjutnya dikatakan untuk daerah

tropis seperti Indonesia dimana kecepatan angin lemah sampai sedang dan kelembaban

nisbih udara rata-rata diatas 70 %, harga Kp hanya berkisar dari 0,65 – 0,85.

Tabel 4.2 Kisaran nilai koefisien panci pada berbagai level kecepatan angin

dan kelembaban udara

Page 58: Mahmud Ahmad

Linsley dan Franzini (1979), menganjurkan penggunaan nilai Kp = 0,70 yang

umum digunakan di daerah tropis.

Tabel 4.3 Kisaran nilai ET pada berbagai kondisi iklim wilayah

4.6 CONTOH SOAL Suatu wilayah dengan tanaman yang memiliki faktor f = 0,7. Suhu udara rata-rata

adalah 20oC, koefisien konveski h = 0,7 dengan kecepatan angin pada ketinggian 2

meter adalah 5 m/det. Bila radiasi rata-rata efektif adalah 550 kal/cm2/hari nilai n/D =

0,4, Hitung besarnya nilai evapotranspirasi hari tersebut.

Jawaban:

Hitung Tekanan Udara Mutlak

ea = h x e = 0,7 x 17,53 = 12,27 mmHg

e – ea = 17,73 – 17,27 = 5,26 mmHg

Hitung Suhu Mutlak

Ta = Tc + 273 = 20 + 273 = 293 K

Hitung Radiasi Gelombang Pendek

Rc = Ra (0,25 + n/D) = 256,3 kal/cm2/hari

Rt = (1 – 0,06) Rc = 240,9 kal/cm2/hari

Rb = 117,4 x 10-9 x 2934 (0,47 – 0,077√(12,27))(0,2+0,8*0,4) = 90,1 kal/cm2/hari

Hitung Energi Budget

H = Rt – Rb = 240,9 – 90,1 = 150,8 kal/cm2/hari

Hitung Energi Penguapan Saat Kondisi Jenuh

Es = 0,35 (e – ea)(0,5 + 0,54 u2)

Page 59: Mahmud Ahmad

= 0,35 x (5,26) x (0,5 + 0,54 x 5) = 5,9 mm/hari

Hitung Evaporasi Permukaan Air Bebas

Hitung Evapotranspitasi

Ep = 0,7 x 3,6 = 2,5 mm/hari

4.7 PENUGASAN

1. Baca buku FAO No. 56 tentang kebutuhan air tanaman (Crop Water Requirement),

kenudian buat ringkasan perhitungan metode yang digunakan untuk menghitung

ETP tanaman pada suatu wilayah (sesuai data lokasi data CH yang diambil pada

tugas sebelumnya).

2. Kumpulkan data kecepatan angin, radiasi, suhu, dan tekanan dari suatu stasiun

klimatologi dalam waktu satu tahun.

3. Kumpulkan data evaporasi dari suatu stasiun klimatologi dalam waktu satu tahun.

4. Hitung evaporasi dan bandingkan nilai dari hasil ukur (panci Kelas A)

4.8 SOAL LATIHAN

1. Apa yang dimaksud dengan:

a. Evaporasi

b. Transpirasi

c. Evapotranspirasi

2. Jelaskan faktor yang mempengaruhi nilai Evapotranspirasi.

3. Hitung evapotranspirasi potensial dengan metode Penmann di daerah yang berada

pada 10oLS pada bulan Agustus. Data yang diberikan adalah temperatur rata-rata

28oC, kecepatan angin pada 2 m di atas tanah adalah 200 km/hari, RH sebesar

70%, koefisien refleksi permukaan 25%, dan n/N adalah 80%.

4.9 DAFTAR PUSTAKA

Page 60: Mahmud Ahmad

Asdak Chay (1995). Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:

Gadjah Mada Press.

Black, Peter E., (1991), Watershed Hydrology, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New

Jersey.

Doorenbos J., A.H Kassam, (1979), Yield Respons to Water, FAO, Rome. Faust, Samual D., Osman M. Aly, (1981), Chemstry of Natural Waters, Ann Arbor

Science, Michigan.

Freeze R. Allan, John A. Cherry (1979), Groundwater, Englewood Cliffs, New Jersey. (6) Hohnholz J. H., Applied Geography and Development, p. 8-23. Kodoatie, R.J. dan Roestam Sjarief. (2005). Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.

Yogyakarta: Andi.

Linsley Ray K., Joseph B. Franzini, (1985), Teknik Sumber Daya Air, Eralanga,

Jakarta. Sastrodarsono Suyono dan Kensaku Takeda, (1999), Hidrologi untuk Pengairan.

Soewarno, (1991), Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai (Hdrometri),

Nova, Bandung Sprong, D., (1979), Lakes in The Humid Tropical Areas of The World, Arrevem of the

literature. Todd, (1983), Introduction to Hydrology. Mc Graw Hill. USA.

Page 61: Mahmud Ahmad

Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:

1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian runoff

2. Mahasiswa mampu mengukur penampang pengaliran sungai (praktek lapangan)

3. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran kecepatan aliran sungai dengan

pelampung dan current meter (praktek lapangan)

4. Mahasiswa mampu menghitung debit aliran sungai hasil pengukuran (praktek

lapangan)

5. Mahasiswa mampu menjelaskan tipe-tipe Pola Pengaliran Air Sungai (SPAS)

6. Mahasiswa memahami metoda Rasional sebagai pendugaan debit sungai

7. Mahasiswa mampu menghitung intensitas hujan

8. Mahasiswa mampu menenukan waktu konsentrasi dengan WMS

9. Mahasiswa mampu menghitung debit puncak

Page 62: Mahmud Ahmad

5.1 Pendahuluan

Salah satu komponen dalam siklus hidrologi adalah limpasan hujan. Komponen

limpasan hujan dapat berupa runoff (aliran permukaan) ataupun aliran yang lebih besar

seperti aliran air di sungai.

Limpasan akibat hujan ini dapat terjadi dengan cepat dan dapat pula setelah

beberapa jam setelah terjadinya hujan. Lama waktu kejadian hujan puncak dan aliran

puncak sangat dipengaruhi oleh kondisi wilayah tempat jatuhnya hujan. Makin besar

perbedaan waktu kejadian hujan puncak dan debit puncak, makin baik kondisi wilayah

tersbut dalam menyimpan air di dalam tanah.

Wilayah Indonesia dengan kondisi tropis dimana hujan terjadi terpusat pada

enam bulan periode hujan menyebabkan kita harus bisa melakukan rekayasa

konservasi air dengan cara menyimpan air hujan sebanyak mungkin di dalam tanah

selama musim hujan dan memanfaatkannya setelah datangnya periode musim

kemarau. Disamping itu, penyimpanan air hujan yang baik akan mampu meredam

kejadian aliran puncank yang tinggi yang dapat menyebabkan banjir.

5.2 Aliran Permukaan (Runoff)

Aliran air yang terjadi di permukaan tanah setelah jenuhnya tanah lapisan permukaan

disebut runoff. Air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan menjadi aliran

permukaan (runoff) setelah tanah di lapisan permukaan jenuh oleh air hujan dan proses

hujan memiliki intensitas lebih besar dari laju perkolasi. Aliran permukaan kemudian

saling bertemu pada jaringan pengaliran yang kecil sebagai anak-anakan sungai.

Aliran tersebut terus berkumpul dan selanjutnya akan bertemu di sungai sebagai aliran

air yang lebih besar dimana aliran permukaan berpadu dengan aliran bawah

permukaan (interflow) dan aliran dasar (base flow).

Aliran permukaan akibatkejadian hujan pada suatu tempat dapat dinyatakan

dengan rumus:

Roff = P – I …………………..

(5.1)

Dimana Roff adalah aliran permukaan (mm), P adalah hujan (mm) dan I adalah

infiltrasi (mm).

Page 63: Mahmud Ahmad

5.3 Aliran Sungai

Sungai merupakan salah satu unsur penting dalam siklus air di bumi, oleh

karena itu pemahaman perilaku sungai dan pengelolaannya merupakan pengetahuan

penting dalam keteknikan pertanian, demikian pula ahli bidang ilmu lain. Ahli

lingkungan misalnya, meneliti sedimen sungai yang berasal dari buangan limbah serta

pengaruhnya terhadap lingkungan.

Sedangkan ahli teknik keairan, mengelola sungai untuk keperluan reservoir,

perencanaan bangunan dan penanggulangan daya rusak air. Untuk keperluan tersebut,

diperlukan pengetahuan tentang sungai dan pengalirannya, seperti morfologi sungai,

sejarah perkembangan sungai serta pola pengaliran sungai.

  

 

 

Gambar 5.1 Morfologi Sungai dan bentuk pengalirannya

Sungai mempunyai fungsi mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah

tertentu dan mengalirkannya ke laut. Sungai itu dapat digunakan juga untuk berjenis-

jenis aspek seperti pembangkit tenaga listrik, pelayaran, pariwisata, perikanan, dan

Page 64: Mahmud Ahmad

lain – lain. Dalam bidang pertanian sungai berfungsi sebagai sumber air yang penting

untuk irigasi (Sosrodarsono dan Takeda, 1993).

Dua proses penting dalam sungai adalah erosi dan pengendapan, yang

dipengaruhi oleh jenis aliran air dalam sungai yaitu:

a. aliran laminer: jika air mengalir dengan lambat, partikel akan bergerak ke dalam

arah paralel terhadap saluran.

b. aliran turbulen: jika kecepatan aliran berbeda pada bagian atas, tengah, bawah,

depan dan belakang dalam saluran, sebagai akibat adanya perubahan friksi, yang

mengakibatkan perubahan gradien kecepatan. Kecepatan maksimum pada aliran

turbulen umunya terjadi pada kedalaman 1/3 dari permukaan air terhadap

kedalaman sungai.

Pembagian penampang sungai untuk pengukuran lebar sungai dan kedalaman

adalah sebagai berikut:

Gambar 5.2 Pembagian Penampang Melintang Sungai

Sungai adalah jalur aliran air di atas permukaan bumi yang di samping

mengalirkan air juga mengangkut sedimen yang terkandung dalam air sungai tersebut.

Jadi sedimen terbawa hanyut oleh aliran air, yang dapat dibedakan sebagai muatan

dasar (bed load) dan muatan melayang (suspended load). Sedang muatan melayang

terdiri dari butiran halus, senantiasa melayang di dalam aliran air. Untuk butiran yang

Page 65: Mahmud Ahmad

sangat halus, walaupun air tidak lagi mengalir, tetapi butiran tersebut tidak mengendap

serta airnya tetap saja keruh dan sedimen semacam ini disebut muatan kikisan (wash

load).

Untuk kebutuhan usaha pemanfaatan air, pengamatan permukaan air sungai

dilaksanakan pada tempat – tempat dimana akan dibangun bangunan air seperti

bendungan, bangunan – bangunan pengambil air dan lain – lain. Utnuk kebutuhan

usaha pengendalian sungai atau pengaturan sungai, maka pengamatan itu dilaksanakan

pada tempat yang dapat memberikan gambaran mengenai banjir termasuk tempat –

tempat perubahan tiba – tiba dari penampang sungai (Sosrodarsono dan Takeda,

1993).

Sungai seringkali dikendalikan atau dikontrol supaya lebih bermanfaat atau

mengurangi dampak negatifnya terhadap kegiatan manusia.

Berdasarkan kemanfaatan bangunan penyusun sungai, bagian sungai dapat

dikelompokkan menjadi beberapa komponen yaitu:

a. Bendung dan bendungan dibangun untuk mengontrol aliran, menyimpan air atau

menghasilkan energi.

b. Tanggul dibuat untuk mencegah sungai mengalir melampaui batas dataran

banjirnya.

c. Kanal-kanal dibuat untuk menghubungkan sungai-sungai untuk mentransfer air

maupun navigasi

d. Badan sungai dapat dimodifikasi untuk meningkatkan navigasi atau diluruskan

untuk meningkatkan rerata aliran.  

Page 66: Mahmud Ahmad

Gambar 5.3 Profil distribusi kecepatan aliran sungai

Debit sungai adalah volume air yang mengalir melalui suatu penampang

lintang pada suatu titik tertentu per satuan waktu, pada umumnya dinyatakan m3/detik.

Debit sungai diperoleh setelah mengukur kecepatan air dengan alat pengukur atau

pelampung untuk mengetahui data kecepatan aliran sungai dan kemudian

mengalirkannya dengan luas melintang (luas potongan lintang sungai) pada lokasi

pengukuran kecepatan tersebut (Sosrodarsono dan Tominaga, 1984)

Menurut Asdak (1995), debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air)

yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Rumus umum

yang biasa digunakan adalah:

Q = v x A …………………….(5.2)

Keterangan:

Q = Debit aliran sungai (m3/detik)

A = Luas bagian penampang basah (m2)

v = Kecepatan aliran (m/detik)

Menurut Soewarno (1991), pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung

(direct) atau tidak langsung (indirect). Pengukuran debit dikatakan langsung apabila

kecepatan alirannya diukur secara langsung dengan alat ukur kecepatan aliran.

Berbagai alat ukur kecepatan aliran adalah sebagai berikut:

1. Pengukuran kecepatan aliran dengan pelampung (floating method);

2. Pengukuran menggunakan alat ukur arus (current meter);

3. Pengukuran kecepatan aliran dengan menggunakan zat warna (dillution method).

Menurut Sosrodarsono dan Tekeda (1993), dari cara-cara pengukuran debit di

atas cara menghitung debit dengan pengukuran kecepatan dan luas penampang

melintang yang paling sering digunakan adalah metode pelampung. Cara tersebut

dapat dengan mudah digunakan meskipun aliran permukaan tinggi. Cara ini sering

digunakan karena tidak dipengaruhi oleh kotoran atau kayu-kayuan yang hanyut dan

mudah dilaksanakan. Pelampung tangkai merupakan satu contoh pelampung yang

digunakan untuk mengukur kecepatan aliran. Dimana pelampung tangkai terbuat dari

setangkai kayu atau bambu yang diberi pemberat pada ujung bawahnya. Seperti yang

terlihat pada gambar di bawah ini :

Page 67: Mahmud Ahmad

Gambar 5.4. Pelampung tangkai dari batang bambu

Pelampung jenis ini memiliki tingkat ketilitian yang lebih tinggi dibanding

pelampung jenis lain yang tidak memiliki pemberat. Akan tetapi kedalaman

pelampung tidak boleh mencapai dasar sungai sehingga tangkai tidak dipengaruhi oleh

bagian kecepatan yang lambat pada lapisan bawah. Jadi hasil yang didapat adalah

lebih tinggi dari kecepatan rata-rata sehingga pelampung harus disesuaikan dengan

sesuatu koefisien.

Menurut Francis (1856), harga ini dapat dihitung menurut rumus sebagai

berikut:

……………(5.3)

Keterangan:

Pada nilai yang tertentu berdasarkan perbandingan kedalaman tangkai dan

kedalaman air , koefisien dapat ditentukan dengan Table 5.1.

Tabel 5.1. Korelasi Nilai Koefisien dan untuk pelampung batang

Page 68: Mahmud Ahmad

Metode lain dalam penentuan kecepatan aliran sungai adalah dengan

menggunakan benda apung adalah sebagai berikut :

v = L / t ………………………(5.4)

Keterangan:

v : kecepatan aliran (m/s)

L : jarak tempuh pelampung (m)

t : waktu tempuh (detik)

Current meter adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran (kecepatan arus)

air sungai atau aliran air lainnya. Ada dua tipe current meter yaitu tipe baling-baling

(propeller type) dan tipe canting (cup type). Penggunaan alat tersebut dilakukan

dengan tongkat berskala atau dengan menggunakan perahu. Bila menggunakan

tongkat, ujung tongkat dipasang pada bagian alat yang telah tersedia lalu dimasukkan

ke dalam air. Dan bila menggunakan perahu, alat dimasukkan ke dalam air dengan

menggunakan tali berskala yang ujungnya diikatkan pada bagian alat pemberat yang

tersedia. Skala pada tali atau tongkat ini berfungsi untuk menunjukkan kedalaman

pengukuran yang dikehendaki.

Page 69: Mahmud Ahmad

Gambar 5.5 Prototipe alat Current meter

Prinsip dasar pengukuran debit aliran air sungai/saluran dengan peralatan

Current meter adalah sebagai berikut:

a. Gambar profil penampang pengaliran dengan mengukur kedalaman sepanjang

potongan melintang sungai. Biasanya dilakukan pengukuran tiap jarak 1 m.

b. Luas penampang basah ditetapkan berdasarkan pengukuran kedalaman air dan

lebar permukaan air. Kedalaman dapat diukur dengan meteran, mistar pengukur,

kabel, atau tali berskala.

c. Tentukan jumlah segmen yang akan diukur dan posisi pengukuran dengan current

meter dengan memperhatikan kedalaman ukur (lihat Tabel 5.2)

d. Kecepatan diukur pada masing-masing titik ukur dengan current meter minimal 2

kali ulangan untuk menghindari kekeliruan pembacaan.

e. Hitung kecepatan rata-rata masing-masing segment (dengan luasannya).

f. Hitung debit aliran total dengan rumus:

……………… (5.5)

Posisi pengukuran kecepatan aliran didasarkan pada kedalaman air yang

diukur, seperti ditunjukkan oleh Tebel 5.2.

Tabel 5.2. Pengukuran kecepatan aliran berdasarkan kedalaman

Tipe Kedalaman Air (d) Titik pengamatan dari

permukaan

Kecepatan rata-rata pada

vertikal

Satu titik

Dua titik

Tiga titik

Lima titik

0.3 – 0.6 m

0.6 – 3 m

3 – 6 m

> 6 m

0,6d

0,2d dan 0,8 d

0,2d; 0,6d dan 0,8d

s; 0.2d; 0.6d; 0.8d;

dan b (dasar)

v = v0.6

v = ½ (v0.2+v0.8)

v = ¼(v0.2+2v0.6+v0.8)

v=1/10

(vs+3v0.2+2v0.6+3v0.8+vb)

Keterangan: vs diukur 0,3 m dari permukaan air vb diukur 0,3 m di atas dasar permukaan sungai

Pengukuran debit dikatakan secara tidak langsung apabila kecepatan alirannya

tidak diukur langsung, akan tetapi dihitung berdasarkan rumus hidraulis debit dengan

Page 70: Mahmud Ahmad

rumus Manning, Chezy, serta Darcy Weisbach. Salah satu rumusnya yaitu rumus

Manning dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

v = .R2/3.S1/2 ………………….(5.6)

Q = Av …………………..(5.7)

Keterangan:

Q : debit air (m3/detik)

A : luas penampang (m2)

v : kecepatan aliran (m/s)

R : jari-jari hidrolik (m)

S : Slope/kemiringan (m/m)

n : koefisien dasar saluran (0,01)

5.4 Waktu Konsentrasi

Travel times adalah waktu untuk konsentrasi, waktu puncak, dan waktu perjalanan

sepanjang rute; merupakan hal yang sangat penting pada analisa model hidrologi.

Penentuan Metode Manual

1. Metode Manning

Metode penentuan waktu konsentrasi dengan Manning dapat dilakukan

karena pada metode ini, diketahui kecepatan aliran dan jarak pengaliran. Dengan

berdarkan pada karakteristik DAS berupa kemiringan aliran dan profil atau

penampang pengaliran, maka waktu konsentrasi dapat ditentukan dengan

persamaan kinematik Manning sebagai berikut:

Keterangan:

t1 = waktu pengaliran aliran permukaan (menit)

n = koefisien Manning (dimensionless)

L = Panjang pengaliran (m)

P = Curah hujan 24 jam (dua tahunan) ( m)

S = kemiringan lahan atau media pengaliran, ( m/m)

Page 71: Mahmud Ahmad

Metode Manning dengan prosedur dapat pula dilakukan dengan urutan sebagai

berikut:

The Manning equation in U.S. units: Q = (1.49/n)A(R2/3)(S1/2)

The Manning equation in S.I. units: Q = (1.0/n)A(R2/3)(S1/2)

Dimana R = A/P

V = Q/A

tc = L/(60V)

Keterangan:

Q = Debit aliran (m3/s)

V = kecepatan aliran (m/s)

R = Jari jari hidraulik (= A/P) (m)

A = Luas penampang prngaliran (m2)

P = wetted perimeter saluran (m)

S = kemiringan dasar saluran (m/m)

n = koefisien Manning (dimensioness)

L = panjang pengaliran (m)

tc = waktu konsentrasi (menit)

2. NRCS Method

Page 72: Mahmud Ahmad

Metode ini serupa dengan metode Manning

tc = L/(60V) ( menit)

V = 16.1345 S0,5 dimana ( V = 4.9178 S0,5 (m/det)) untuk permukaan alamiah

V = 20.3282 S0,5 dimana ( V = 6.1960 S0,5 (m/det)) untuk permukaan tertutup

Keterangan:

L = panjang pengaliran (m)

V = kecepatan aliran (m/s)

S = kemiringan pengaliran air (m/m)

Tc = waktu penngaliran (menit)

3. Metode FAA ( Kirpich & Kerby)

Persamaan ini dinyatakan dalam Chin (2000), Chow et al. (1988), Corbitt (1999),

and Singh (1992):

FAA equation: t = G (1.1 - c) L0,5 / (100 S)1/3

Kirpich equation: t = G k (L / S0,5) 0,77

Kerby equation: t = G (L r / S0,5) 0,467

c = Rational method runoff coefficient. See table below.

k = Kirpich adjustment factor. See table below.

L = Longest watercourse length in the watershed, ft.

r = Kerby retardance roughness coefficient. See table below.

S = Average slope of the watercourse, ft/ft or m/m.

t = Time of concentration, minutes.

V = Average velocity in watercourse, ft/min. V=L/t.

Tabel Koefisien untuk Metode FAA

Ground Cover

Rational Runoff Coefficient for FAA

Method, c (Corbitt, 1999;

Singh, 1992)

Lawns 0.05 - 0.35

Forest 0.05 - 0.25

Cultivated land 0.08-0.41

Page 73: Mahmud Ahmad

Meadow 0.1 - 0.5

Parks, cemeteries 0.1 - 0.25

Unimproved areas 0.1 - 0.3

Pasture 0.12 - 0.62

Residential areas 0.3 - 0.75

Business areas 0.5 - 0.95

Industrial areas 0.5 - 0.9

Asphalt streets 0.7 - 0.95

Brick streets 0.7 - 0.85

Roofs 0.75 - 0.95

Concrete streets 0.7 - 0.95

 

Tabel Koefisien untuk Metode Kirpich

Page 74: Mahmud Ahmad

Penentuan dengan WMS (Komputasi)

Pada bagian ini akan dipelajari dua perbedaan cara WMS yang dapat digunakan pada

penghitungan waktu konsentrasi untuk simulasi TR-55 (waktu puncak dihitung dengan

cara yang sama), yaitu:

1. Jarak limpasan dan kemiringan lereng tiap DAS dihitung secara otomatis pada saat

anda membuat modelnya dari TIN atau DEM dan menghitung data DAS. Nilai ini

kemudian dapat digunakan untuk beberapa eprasmaan dalam WMS untuk

menghitung waktu puncah atau waktu konsentrasi..

2. Jika anda menginginkan pengontrolan yang lebih terhadap waktu puncak atau

wkatu konsentrasi , akan akan menggunakan penghitungan waktu pada liputan

untuk menentukan arah aliran penting pada setiap sub-DASnya, sebuah persamaan

digunakan untuk melakukan estimasi travel time dan waktu konsentrasi aliran.

Panjang dihitung pada setiap arc sedangkan kemiringan lereng diambil dari TIN

atau DEM.

Pada bagian ini penetuan waktu konsentrasi dua sub-DAS dan travel time antara titik

outlet yang ditunjukkan pada gambar di bawah. Anda akan menggunakan persamaan

TR-55, atau anda dapat menyusun persamaan itu sendiri.

Page 75: Mahmud Ahmad

Banyak model hidrologi, termasuk TR-55 menggunakan composite curve number

untuk menghitung losses. Sebuah composite curve number dihitung untuk setiap DAS

dengan melakukan overlay antara Peta Penggunaan Lahan dan Peta Tanah. 1 Membaca File TIN

Pertama, anda akan membaca TIN yang telah diproses dan digunakan untuk membatasi

dua sub-DAS. TIN mempunyai tujuan yang sama dengan cakupan drainase yang

dikombinasikan dengan DEM.

1. Sorot ke Drainage Delineation

2. Pilihlah File | Open…

3. Bukalah “aftr55.tin”

4. Pilihlah TIN | Compute Basin Data…

5. Pilihlah Current Coordinates

6. Tentukan unit Horizontal dan Vertikal ke SI Unit

7. Pilihlah OK

8. Pilihlah hectares untuk Basin Areas, dan Meters untuk Distances

9. Pilihlah OK

10. Pilihlah Display | Display Options…

11. Pilihlah bagian TIN

12. Matikan Triangles

13. Pilihlah bagian TIN Drainage

14. Matikan Displaying Drainage Basin Boundaries

15. Pilihlah OK

2 Mendefinisikan Arah Aliran

Arah aliran dapat secara otomatis diikuti melalui TIN atau DEM menggunakan

flowpath.

1. Pilihlah Modul Map

2. Bentangkan Direktori Data Peta (Map Data Folder) pada Data Tree

3. Klik-Kanan pada General coverage pada Data Tree

4. Pilihlah Properties… dari pop-up menu

Page 76: Mahmud Ahmad

5. Set Coverage type ke Time Computation

6. Pilihlah OK

7. Pilihlah Create Feature Points

8. Buat titik pada dua lokasi yang ditandai dengan X pada gambar berikut. Pastikan

bahwa hanya terdapat satu titik di dalam setiap batas DAS.

titik ini menampilkan titik terjauh dari outlet untuk DAS tersebut. Sekarang, tampilan

arcs akan dibuat dari titik ini ke outlet dengan langkah-langkah berikut:

1. Pilihlah Perangkat Pemilih Titik (Select Feature Point)/Node tool

2. Pilihlah kedua titik yang barusan dibuat gunakan SHIFT untuk memilih langsung

keduanya

3. Pilihlah Feature Objects | Node->Flow Arcs

4. Pilihlah Create multiple arcs

5. Pilihlah OK

Pilihan Create multiple arcs akan mengakibatkan WMS memecah arah aliran pada

setiap sub-DAS, yang telah dihasilkan TIN. Metode TR-55 (atau lainnya) menggunakan

tiga perbedaan bagian aliran untuk menghitung waktu konsentrasi: sheet flow (hingga

300 feet), shallow concentrated flow, dan open channel flow. WMS akan secara

mengotomatis memecah arc antara overland dan channel flow, dua dari tiga bagian akan

siap didefinisikan. Anda akan membutuhkan pembagian sheet flow dari shallow

concentrated flow sebelum menset persamaannya.

1. Pilihlah Feature Vertex tool

Page 77: Mahmud Ahmad

2. Gambar berikut mengidentifikasikan lokasi kira-kira 200-300 kaki downstream dari

awal arah aliran. Pilihlah satu verteks diantaranya.

3. Pilihlah Feature Objects | Vertex<->Node

4. Ulangi untuk verteks lainnya, atau gunakan multi select

sekarang anda mempunyai tiga arc untuk setiap DAS. Arc ini akan digunakan untuk

penghitungan waktu konsentrasi pada analisis TR-55. Travel time untuk aliran dari

DAS atas ke bagian bawah DAS. Ini akan membutuhkan arah aliran antara outlet atas

dan bawah.

1. Pilihlah Feature Objects | Streams->Flow Arcs

2. Dengan menggunakan Node->Flow Arcs dan Streams->Flow Arcs akan secara

otomatis mengeneralisasi arah aliran dari TIN begitu pula jika dari DEM dan

dapat pula dibuat secara manual menggunakan Peta Kontur.

3 Menentukan Persamaan pada Waktu Hitung Arc

Dengan menggunakan segmen dari arah aliran yang telah dibuat anda kini dapat

menentukan persamaan yang akan digukanakan dalam menghitung travel time. Ikuti

gambar berikut untuk menentukan persamaan.

Page 78: Mahmud Ahmad

1. Pilihlah Select Feature Arc tool

2. Klik-Ganda pada arc dengan label 1 Defaultnya TR-55 sheet flow equation arc akan

tampil, yang perlu dilakukan adalah menentukan indeks kekasaran Manning dan

pola hujan 2yr-24hr. Panjang dan kemiringan lereng secara default adalah dari arc

terpilih.

3. Klik pada bari n Mannings

4. Masukkan Nilai 0.24

5. Klik pada baris rainfall

6. Masukkan Nilai 1.1

7. Pilihlah OK

8. Ulangi langkah tersebut untuk arc dengan label 4, dengan Indeks Manning = 0.15

dan rainfall = 1.1

9. Pilihlah OK

Kini anda telah mendefinisikan persamaan untuk segmen overland sheet flow pada tiap

basin, selanjutnya untuk shallow concentrated flow:

1. Klik-Ganda pada arc dengan label 2

2. Ubah equation type ke TR-55 shallow conc eqn

3. Klik pada baris Paved

4. Masukkan no

5. Pilihlah OK

5.5 Transformasi Hujan Aliran

Hujan yang sampai ke permukaan tanah akan ditransformasikan sebahagian menjadi

limpasan tepat setelah tanah menjadi jenuh dan laju perkolasi lebih rendah dari

intensitas hujan.

Kejadian aliran air sangat ditentukan oleh transformasi hujan dari langit

kemudian sebahagian mengalami abstraksi dan diternsepsi oleh tanaman penutup.

Tanah yang sampai di tanah mengalami infiltrasi dan menjadi jenuh. Setelah itu

terjadilah aliran permukaan yang disebut runoff.

Proses tranformasi ini sering disebut model transformasi hujan-aliran atau

dalam bentuk transformasi hydrograf hujan menjadi hidrograf aliran.

Page 79: Mahmud Ahmad
Page 80: Mahmud Ahmad

5.7 Contoh Transformasi hidrograf hujan-aliran dan komponen aliran sungai

di suatu daerah tangkapan hujan

Salah satu hal yang menjadi perhatian alhi hidrologi adalah debit aliran puncak

dimana kejadiannya dapat merusak wilayah yang sungai dan daerah bantaran sungai

bahkan bila sampai di wilayah pertanian dan pemukiman. Aliran air yang besar dan

cepat ini dapat menimbulkan kerusakan harta benda dan bahkan korban jiwa. Oleh

karena itu diperlukan suatu mekanisme pendugaan debit puncak. Ada beberap metode yang

sering digunakan untuk melakukan untuk pendugaan tersebut.

1. Metode Rational

Metode yang paling sederhana dalam pendugaan debit puncak adalah metode rational.

Metode ini sering pula disebut formula Lloyd-Davies, yang telah digunakan sejak

tahun 1906 di Inggeris oleh Lloyd-Davies. Formula ini menentukan debit puncak

(Qp) dengan rumus:

Qp=CiA ……………………… (5.8)

Dimana C adalah koefisien pengaliran yang tergantung pada karakteristik DAS, i

adalah intensitas hujan dan A adalah luas daerah pengaliran.

2. Metode Time-Area

Metode time-area menetukan runoff atau discharge dari hujan melalui pengembangan

dan penyempurnaan metode rational dimana debit puncak Qp dihitung dengan

menjumlahkan kontribusi aliran setiap sub-sub das dengan menggunakan sistem

kontur waktu (isochrones). Setiap garis mewakili flow-time menuju sungai dimana Qp

dihitung. Gambar 5.6 menunjukkan konsep metode time-area.

Page 81: Mahmud Ahmad

Aliran dari masing masing daerah yang dibatasi dua isochrones (T−∆T,T)

ditentukan dari perkalian intensitas rata-rata hujan efektif (i) dari waktu T−∆T sampai

waktu T dan luasan (∆A). Kemudian Q4, aliran pada garis aliran X saat waktu 4 jam

dihitung dengan:

Q4=i3∆A1+i2∆A2+i1∆A3+i0∆A4 ……………. (5.9)

Demikian pula halnya untuk Q yang lain pada garis aliran X ditentukan dengan cara

yang sama dengan Q4. Pada sistem ini dibutuhkan waktu konsentrasi yang kemudian

dibagi-bagi. Penentuan waktu konsentrasi dapat dilihat pada bagian sebelumnya.

Page 82: Mahmud Ahmad

Gambar 5.8 Konsep pendugaan debit puncak dengan metode time-area

5.6 Tipe Sungai dan Aliran

Sungai merupakan sumber air utama bagi masyarakat yang berada di daerah berilkim

monsoon. Kondisi pengaliran air di sungai sangat ditentukan oleh jenis tanah yang

menjadi daerah pengaliran sungai. Aliran air sungai sering kali berubah berdasarkan

jenis tanah dan batuan penyusun daerah pengaliran sungai.

Sungai yang berada di daerah alluvial dan endapan memiliki kecenderungan untuk

berubah arah ketika energi yang dimiliki aliran sungai meningkat. Energi aliran

(kinetik) ini menyebabkan penerobosan tanah oleh air dan membentuk aliran baru

seperti yang terjadi di beberapa sungai di Sulawesi misalnya Sungai Larian di Provinsi

Sul-Bar dan Sungai Rongkong di Provinsi Sul-Sel.

Perubahan aliran sungai kerap kali dianalogikan dengan umur sungai. Sungai muda

cenderung berubah arah dalam periode waktu tertentu, sementara sungai tua cenderung

tetap pada aliran yang ada.

Page 83: Mahmud Ahmad

Gambar 5.9 Pola pergerakan air di sungai dalam tanggul/bantaran sungai

Gerakan air dan angin di permukaan lahan dapat membentuk pola aliran secara

alamiah mengikuti arah gerakan air sedara gravitasional. Meskipun demikian ada

beberapa hal yang merupakan faktor yang mempengaruhi pembentukan pola aliran

termasuk slope atau kemiringan lahan, sifat tanah dan batuan dasar penyusun DAS, dan

sejarah gerakan hidraulika aktivitas batuab beku, dan transport sedimen.

Tipe pola aliran yang paling umum adalah dendritik. Pola ini dicirikan oleh

banyaknya aliran-aliran kecil yang berhubungan dari orde rendah ke orde yang tinggi.

Pola Trellis dicirikan oleh aliran utama yang panjang yang dialiri oleh sejumlah

anakan-anakan sungai pendek. Pola tipe Radial banyak ditemukan di daerah

pegunungan dengan tanah dan batuan yang umumnya masih berkembang. Hal ini sering

menimbulkan aliran yang terpisah-pisah menuruni pegunungan dan sangat jarang

ditemukan alira yang lurus kecuali pada daarah curam dengan material dasar yang

homogen. Pola Braided dicirikan oleh sejumlah percabangan sungai dan saluran air

bada wilayah bantaran sungai. Aliran Braided umumnya membawa banyak sedimen,

namun sering memiliki debit air yang kecil diistilahkan dengan incipient forms of

meandering) dimana kenyataan bahwa kelokan sungai terrbentuk oleh sedimen dan

pengaruh kecepatan aliran air yng memasukinya.

Page 84: Mahmud Ahmad

Gambar 5.10 Pola pengaliran air sungai (SPAS)

Orde sungai adalah urutan aliran air berdasarkan anakan sungai yang dihitung dari

aliran sungai terluar. Penetuan orde sungai dapat dilihat pada Gambar 5.9.

Page 85: Mahmud Ahmad

SOLUSI:

Tahap pertaman adalah menggambar profil penampang sungai untuk tujuan

perhitungan luas penampang sungai.

Page 86: Mahmud Ahmad

Tahap kedua adalah menghitung luas masing-masing segment

• Luas Segmen D

Luas D =

=

= 1.49 m2

• Luas Segmen E

Luas E = Luas A =

= 0.12 m2

Atotal = Luas A + Luas B + Luas C + Luas D + Luas E

= 0.465 + 2.03 + 1.99 + 1.49 + 0.12

= 6.095 m2

Page 87: Mahmud Ahmad

Tahap ketiga adalah menentukan kecepatan rata-rata menggunakan rumus berikut.

• Dept < 0,6

• 0,6 m ≤ dept < 2 m =

Selanjutnya, dilakukan lagi pengambilan data kecepatan rata-rata untuk segmen

dengan rumus:

Nilai di dalam tabel di bawah ini adalah nilai kecepatan rata-rata yang dihitung dengan

menggunakan rumus di atas :

Maka debit masing-masing titik adalah:

• Debit titik A (Q1)

Q1 =

= 6.095 m2 x 0.040 = 0.241 m/s

• Debit titik B (Q2)

Q2 =

= 6.095m2 x 0.043 = 0.262 m/s

• Debit titik C (Q3)

Q3 =

= 6.095 m2 x 0.038 = 0.232 m/s

• Debit titik D (Q4)

Page 88: Mahmud Ahmad

Q4 =

= 6.095 m2 x 0.053 = 0.323 m/s

Qtot = Q1 + Q2 + Q3 +Q4

• = 0.241 m/s + 0.262m/s + 0.232 m/s + 0.323 m/s

• = 1.060 m/s

5.7 LATIHAN DAN PENUGASAN

1. Diskusikan dengan kelompok arti penting aliran permukaan bagi pertanian?

2. Sebutkan tipe-tipe aliran sungai dan penciri dari masing-masing tipe pengaliran

(SPAS).

3. Hasi Pengukuran di sungai Tello diperoleh sebagai berikut: Jika lebar sungai 30 meter, hitunglah DEBIT air sesaat sungai tersebut.

5.8 DAFTAR PUSTAKA

Page 89: Mahmud Ahmad

Asdak Chay (1995). Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:

Gadjah Mada Press. Linsley Ray K., Joseph B. Franzini, (1985), Teknik Sumber Daya Air, Eralanga,

Jakarta. Maidment, RD. (1989). Handbook of Hydrology. McGraw-Hill. New York Sastrodarsono Suyono dan Kensaku Takeda, (1999), Hidrologi untuk Pengairan.

Pradnya Paramitha. Bandung. Shaw, Elizabeth (1994). Hidrology in Practice. Taylor & Francis. England. Todd, (1983), Introduction to Hydrology. Mc Graw Hill. New York. Viessmann, W., Lewis, GL., and Knapp, JW., (1989), Introduction to Hydrology.

Harper Collins Pub., New York.

Page 90: Mahmud Ahmad

 Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:

1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep infiltrasi, perkolasi dan permeabilitas

2. Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan antara konsep infiltrasi, perkolasi dan

permeabilitas

3. Mahasiswa mampu menghitung laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi serta koefisien

fungsi infiltrasi (Kostiakov, Horton, dan Holtan)

4. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran infiltrasi dengan ring infiltrometer di

lapangan.

6.1 Pendahuluan

Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk kedalam

tanah. Perkolasi merupakan proses kelanjutan aliran air yang berasal dari infiltrasi ke

tanah yang lebih dalam. Kebalikan dari infiltrasi adalah rembesan (speege). Laju

maksimal gerakan air masuk kedalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi. Kapasitas

infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap

kelembaban tanah. Sebaliknya apabila intensitas hujan lebih kecil dari pada kapasitas

infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan.

Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan

intensitas curah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi yang tidak

kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk

seterusnya mengalir ke sungai disekitar.

Salah satu proses yang berkaitan dengan distribusi air hujan yang jatuh ke

permukaan bumi adalah infiltrasi. Infiltrasi adalah proses masuk atau meresapnya air

dari atas permukaan tanah ke dalam bumi. Jika air hujan meresap ke dalam tanah

Page 91: Mahmud Ahmad

maka kadar lengas tanah meningkat hingga mencapai kapasitas lapang. Pada kondisi

kapasitas lapang air yang masuk menjadi perkolasi dan mengisi daerah yang lebih

rendah energi potensialnya sehingga mendorong terjadinya aliran antara (interflow)

dan aliran bawah permukaan lainnya (base flow). Air yang berada pada lapisan air

tanah jenuh dapat pula bergerak ke segala arah (ke samping dan ke atas) dengan gaya

kapiler atau dengan bantuan penyerapan oleh tanaman melalui tudung akar.

Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk kedalam

tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi pada suatu

tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat tertentu laju

infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut laju perkolasi.

Ketika air hujan jatuh diatas permukaan tanah, tergantung pada kondisi biofisik

permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir masuk

kedalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan

kedalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Di

bawah pengaruh gaya gravitasi air hujan mengalir vertikal kedalam tanah, sedangkan

pada gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus keatas, kebawah, dan

kearah horizontal (lateral). Gaya kapiler bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori

yang relative kecil.

Mekanisme infiltrasi melibatkan 3 proses yang tidak saling mempengaruhi :

a. proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah

b. tertampungnya air hujan tersebut didalam tanah

c. proses mengalirnya air tersebut ketempat lain (bawah, samping, atas)

6.2 Faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi

Perpindahan air dari atas ke dalam permukaan tanah baik secara vertikal

maupun secara horizontal disebut infiltrasi. Banyaknya air yang terinfiltrasi dalam

satuan waktu disebut laju infiltrasi. Besarnya laju infiltrasi f dinyatakan dalam mm/jam

atau mm/hari. Laju infiltrasi akan sama dengan intensitas hujan, bila laju infiltrasi

tersebut lebih kecil dari daya infiltrasinya. Jadi f ≤ fp dan f ≤ I (Soemarto, 1999).

Infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan. Akan tetapi

setelah mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi akan berlangsung terus sesuai dengan

kecepatan absorbsi setiap tanah. Pada tanah yang sama kapasitas infiltrasinya berbeda-82

Page 92: Mahmud Ahmad

beda, tergantung dari kondisi permukaan tanah, struktur tanah, tumbuh-tumbuhan dan

lain-lain. Di samping intensitas curah hujan, infiltrasi berubah-ubah karena dipengaruhi

oleh kelembaban tanah dan udara yang terdapat dalam tanah (Maryono, 2004).

Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah

sebagai berikut:

1. Tinggi genangan air di atas permukaan tanah dan tebal lapisan tanah yang

jenuh.

2. Kadar air atau lengas tanah

3. Pemadatan tanah oleh curah hujan

4. Penyumbatan pori tanah mikro oleh partikel tanah halus seperti bahan endapan

dari partikel liat

5. Pemadatan tanah oleh manusia dan hewan akibat traffic line oleh alat olah

6. Struktur tanah

7. Kondisi perakaran tumbuhan baik akar aktif maupun akar mati (bahan organik)

8. roporsi udara yang terdapat dalam tanah

9. Topografi atau kemiringan lahan

10. Intensitas hujan

11. Kekasaran permukaan tanah

12. Kualitas air yang akan terinfiltrasi

13. Suhu udara tanah dan udara sekitar

Apabila semua faktor-faktor di atas dikelompokkan, maka dapat dikategorikan

menjadi dua faktor utama yaitu:

1. Faktor yang mempengaruhi air untuk tinggal di suatu tempat sehingga air mendapat

kesempatan untuk terinfiltrasi (oppurtunity time).

2. Faktor yang mempengaruhi proses masuknya air ke dalam tanah.

Selain dari beberapa factor yang menentukan infiltrasi diatas terdapat pula sifat-

sifat khusus dari tanah yang menentukan dan membatasi kapasitas infiltrasi (Arsyad, 1989)

sebagai berikut:

a. Ukuran pori

Laju masuknya hujan ke dalam tanah ditentukan terutama oleh ukuran pori dan

susunan pori-pori besar. Pori yang demikian itu dinamakan pori aerasi, oleh karena

pori-pori mempunyai diameter yang cukup besar yang memungkinkan air keluar

dengan cepat sehingga tanah beraerasi baik. 83

Page 93: Mahmud Ahmad

b. Kemantapan pori

Kapasitas infiltrasi hanya dapat terpelihara jika porositas semula tetap tidak

terganggu selama waktu tidak terjadi hujan.

c. Kandungan air

Laju infiltrasi terbesar terjadi pada kandungan air yang rendah dan sedang.

d. Profil tanah

Sifat bagian lapisan suatu profil tanah juga menentukan kecepatan masuknya

air ke dalam tanah. Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, maka proses

infiltrasi tergantung pada kondisi biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air

hujan tersebut akan mengalir masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah.

Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan

gaya kapiler tanah. Oleh karena itu, infiltrasi juga biasanya disebut sebagai aliran air

yang masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler dan gravitasi. Laju air infiltrasi

yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah.

Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai kapasitas lebih kecil dibandingkan dengan

tanah dalam keadaan kering (Asdak, 2002).

Dibawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir vertikal kedalam

tanah melalui profil tanah. Dengan demikian, mekanisme infiltrasi melibatkan tiga

proses yang tidak saling mempengaruhi (Asdak, 2002):

a. Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah.

b. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah.

c. Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping dan atas).

Pengukuran laju infiltrasi dapat dilakukan pada permukaan tanah, pada kedalam

tertentu, pada lahan kosong atau pada lahan bervegetasi. Walaupun satuan infiltrasi

serupa dengan konduktivitas hidraulik, terdapat perbedaan antara keduanya. Hal itu

tidak bisa secara langsung dikaitkan kecuali jika kondisi batas hidraulik diketahui,

seperti kemiringan hidraulik dan aliran air lateral atau jika dapat diperkirakan. Laju

infiltrasi memiliki kegunaan seperti studi pembuangan limbah cair, evaluasi potensi

lahan tanki septik, efisiensi pencucian dan drainase, kebutuhan irigasi, penyebaran air

dan imbuhan air tanah, dan kebocoran saluran atau bendungan dan kegunaan lainnya

(Kirkby, M.J., 1971).

Jumlah dan ukuran pori yang menentukan adalah jumlah pori-pori yang

berukuran besar. Makin banyak pori-pori besar maka kapasitas infiltrasi makin besar

pula. Atas dasar ukuran pori tersebut, liat kaya akan pori halus dan miskin akan pori

Page 94: Mahmud Ahmad

besar. Sebaliknya fraksi pasir banyak mengandung pori besar dan sedikit pori halus.

Dengan demikian kapasitas infiltrasi pada tanah-tanah pasir jauh lebih besar daripada

tanah liat.

Tanah-tanah yang bertekstur kasar menciptakan struktur tanah yang ringan.

Sebaliknya tanah-tanah yang terbentuk atau tersusun dari tekstur tanah yang halus

menyebabkan terbentuknya tanah-tanah yang bertekstur berat. Tanah dengan struktur

tanah yang berat mempunyai jumlah pori halus yang banyak dan miskin akan pori

besar. Sebaliknya tanah yang ringan mengandung banyak pori besar dan sedikit pori

halus. Dengan demikian kapasitas infiltrasi dari kedua jenis tanah tanah tersebut akan

berbeda pula, yaitu tanah yang berstruktur ringan kapasitas infiltrasinya akan lebih

besar dibandingkan dengan tanah-tanah yang berstruktur berat (Saifuddin, 1986).

Menurut Boedi Susanto (2008), laju infiltrasi berbeda menurut jenis tanahnya

seperti pada tabel berikut:

Tabel 6.1. Laju Infiltrasi Menurut Jenis Tanah

Jenis Tanah Laju Infiltrasi (mm/menit)

Tanah ringan (sandy soil) 0,212 – 0,423

Tanah sedang (loam clay, loam silt) 0,042 – 0,212

Tanah berat (clay, clay loam) 0,004 – 0,042

 Sifat transmissi lapisan tanah tergantung pada lapisan-lapisan dalam tanah.

Lapisan tanah dibedakan 4 horizon (Soesanto, 2008) :

1. Horizon A, yang teratas, sebagian bahan organik tanaman

2. Horizon B, merupakan akumulasi dari bahan koloidal A, ketebalan permeabilitas

sangat menentukan laju infiltrasi

3. Horizon C, kadang-kadang disebut sub soil, terbentuk dari pelapukan bahan induk

4. Horizon D, merupakan bahan induk (bed rock)

Arti Pentingnya Infiltrasi

Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap beberapa hal berikut : a. Proses limpasan (run off)

Daya infiltrasi menentukan banyaknya air hujan yang dapat diserap kedalam tanah. Makin

besar daya infiltrasi, perbedaan antara intensitas hujan dengan daya infiltrasi 85

Page 95: Mahmud Ahmad

menjadi makin kecil. Akibatnya limpasan permukaannya makin kecil, sehingga debit

puncaknya juga akan lebih kecil. b. Pengisian lengas tanah (Soil Moisture) dan air tanah Pengisian lengas tanah dan air tanah penting untuk tujuan pertanian. Akar tanaman

menembus zone tidak jenuh dan menyerap air yang diperlukan untuk evapotranspirasi

dari zona tidak jenuh. Pengisian kebali lengas tanah sama dengan selisih antara infiltrasi

dan perkolasi (jika ada). Pada permukaan air tanah yang dangkal dalam

lapisan tanah yang berbutir tidak begitu besar, pengisian kembali lengas tanah ini dapat

pula diperoleh dari kenaikan kapiler air tanah.

6.3 Perhitungan Infiltrasi dan Laju Infiltrasi

Penentukan besarnya infiltrasi dapat dilakukna dengan melalui tiga cara yaitu:

1. Menentukan perbedaan volume air hujan buatan dengan volume air larian pada

percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan (metode simulasi

laboratorium).

2. Menggunakan alat ring infiltrometer (metode pengukuran lapangan).

3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan (metode separasi

hidrograf).

Singh (1989) menyajikan beberapa model infiltrasi yang telah diusulkan dan

digunakan pada kebanyakan analisa hidrologi dan hidraulik yang berkaitan dengan

sistem keairan. Model - model tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kelas

yakni: (1) model empiris, dan (2) model konseptual.

Model empiris menyatakan kapasitas infiltrasi sebagai fungsi waktu. Dimana

kadar lengas tanah memiliki sifat dinamis terhadap waktu, sehingga laju infiltrasi

ditentukan oleh kondisi lengas tanah mula-mula saat proses infiltrasi mulai terjadi.

Adapun model- model empiris infiltrasi diantaranya adalah Model Kostiakov, Model

Horton, Model Holtan dan Model Overton. Uraian masing-masing model disajikan

sebagai berikut:

a. Model Kostiyakov

Model Kostiakov menggunakan pendekatan fungsi power dengan tidak

memasukkan kadar air awal dan kadar air akhir (saat laju infiltrasi tetap) sebagai

komponen fungsi. Fungsi infiltrasi dan laju infiltrasi disajikan pada persamaan 6.1

dan persamaa 6.2.

Page 96: Mahmud Ahmad

F = atb , 0<b<1 …….…………………. (6.1)

……………………….. (6.2)

Dimana a dan b adalah konstanta. Konstanta a dan b tergantung pada karakteristik

tanah dan kadar air tanah awal. Konstanta ini tidak bisa ditentukan sebelumnya dan

biasanya ditentukan dengan penarikan sebuah garis lurus pada kertas grafik untuk

data empirik atau dengan menggunakan metode pangkat terkecil. Karena

kesederhanaannya, metode ini sering diterapkan pada pelajaran irigasi permukaan.

b. Model Horton

Model Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam

hidrologi. Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan

bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang konstant. Ia menyatakan

pandangannya bahwa penurunan kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor

yang beroperasi di permukaan tanah dibanding dengan proses aliran di dalam tanah.

Faktor yang berperan untuk pengurangan laju infiltrasi seperti penutupan retakan

tanah oleh koloid tanah dan pembentukan kerak tanah, penghancuran struktur

permukaan lahan dan pengangkutan partikel halus dipermukaan tanah oleh tetesan

air hujan. Model Horton dapat dinyatakan secara matematis mengikuti persamaan

6.3:

f = fc + (fo – fc)e-kt ; i ≥ fc dan k = konstan …………….. (6.3)

Keterangan;

f : laju infiltrasi nyata (cm/h)

fc : laju infiltrasi tetap (cm/h)

fo : laju infiltrasi awal (cm/h)

k : konstanta geofisik

Model ini sangat simpel dan lebih cocok untuk data percobaan. Kelemahan

utama dari model ini terletak pada penentuan parameternya f0, fc, dan k dan

ditentukan dengan data-fitting. Meskipun demikian dengan kemajuan sistem

komputer proses ini dapat dilakukan dengan program spreadsheet sederhana. 87

Page 97: Mahmud Ahmad

c. Model Holtan

Model Holtan pada dasarnya serupa dengan model Horton, akan tetapi pada

model ini, Holtan menambahkan faktor vegetasi dalam persamaan sehingga fungsi

matematiknya berubah menjadi fungsi power dan bukan fungsi eksponensial

seperti pada Model Horton. Fungsi matematik model Holtan disajikan sebagai

berikut:

……………………………………(6.4)

Dengan Fp adalah infiltrasi potensial. a dan n adalah konstanta untuk vegetasi

tanah. Holtan berpendapat bahwa kapasitas infiltrasi berbanding lurus dengan ruang

pori yang tersedia. Model Holtan agak cocok dimasukkan untuk model batas air

dalam ilmu tata air karena dia menghubungkan laju infiltrasi (f) dengan

kelembaban tanah. Kekurangan dari model ini adalah spesifikasi kedalaman

permukaan air tanah bebas. Kedalaman mempengaruhi infiltrasi secara signifikan.

d. Model Overton

Overton pada tahun 1964 merumuskan kembali model Holtan. Dia

mencatat bahwa ruang pori-pori yang tersedia pada awal terjadinya hujan tidaklah

selalu terisi seluruhnya sebelum kapasitas infiltrasi menjadi tetap. Jarak antar ruang

pori-pori yang terisi tergantung pada tumbuh-tumbuhan penutup tanah. Persamaan

matematik infiltrasi dan laju infiltrasi Model Overton disajikan pada persamaan 6.5

dan 6.6.

........................... (6.5)

............................ (6.6)

Dimana d = (fc/a)0.5 dan J = (afc)0.5.

Model infiltrasi selain model empiris adalah model konseptual yang menganalogikan

proses infiltrasi sebagai faktor terinterasi dengan aspek hidrologi lain. Beberapa model

konseptual adalah Model SCS, Model HEC, Model Philip, dan Model Hidrograf. Uraian

model konseptual adalah sebagai berikut:

a. Model SCS

Model Soil Conservation Services (SCS) merupakan model konseptual yang

dikembangkan oleh USDA. Model ini menggunakan pendekatan penggunaan/

Page 98: Mahmud Ahmad

penutupan lahan, jenis tanah dan kondisi hidrologi wilayah. Hasil yang diperoleh

dalam model ini adalah nilai infiltrasi dan laju infiiltrasi wilayah (unit lahan) pada

suatu DAS atau Sub-DAS.

.................................... (6.7)

.................................... (6.8)

Dimana b adalah persentase faktor vegetasi, P adalah laju curah hujan (cm/s) dan p

adalah intensitas curah hujan (cm/s), dan S adalah potensial storage (cm). Soil

Concervation Service (SCS), mengembangkan suatu prosedur yang sering disebut

metode curve-number untuk menaksir runoff. Metode ini selanjutnya dikenal

dengan model SCS.

Gambar 6.1 Skema komponen rainfall excess

Bila nilai CN (curve number) telah ditentukan, maka aliran permukaan langsung dapat

ditentukan dengan menggunakan monogram SCS.

Page 99: Mahmud Ahmad

Gambar 6.2 Monogram SCS

b. Model HEC

Model HEC merupakan model infiltrasi dasar pada suatu hubungan non linear

antara intensitas curah hujan dan kapasitas infiltrasi.

………. (6.9)

…… (6.10)

Dimana k adalah koefisien penurunan air ke dalam tanah, k’ adalah perubahan

koefisien penurunan air, p adalah intensitas curah hujan (cm/s), D adalah defisiensi

kelembaban tanah dan x adalah eksponen antara 0 dan 1. Jika x = 0, f tidak terikat

oleh P, asumsi ini dibuat normal dan termasuk dalam kebanyakan persamaan

infiltrasi. Jika x = 1, f berbanding lurus dengan parameter p. Study hidrology yang

di kembangkan oleh HEC mengindikasikan bahwa x biasanya antara 0,3 sampai 0,9

untuk konsistensi.

c. Model Philip Tanah Dua-Lapis

Pada satu seri dari papernya, Philip memperkenalkan analisis dari infiltrasi

berdasarkan persamaan Fokker-Planck, atau persamaan aliran untuk tanah homogen

dengan kadar lengas tanah awal dan suplai air yang berlebihan dipermukaan.

Page 100: Mahmud Ahmad

Parameter S dan C merupakan fungsi difusi air tanah awal dan kadar air permukaan

dari tanah

…………………………(2.14)

……………………… (2.15)

...……………………. (2.16)

Keterangan, f = laju ifiltrasi (cm/h)

S = Sportivity (cm/h)

C = kostanta (cm/h)

t = interval waktu (s).

d. Model Hydrograf

Jika akurasi data curah hujan dan runoff yang tersedia pada suatu bidang tanah

kecil, jumlah air yang terinfiltrasi ke dalam tanah dapat ditentukan dengan

menggunakan model yang disebut model hydrograf. Model ini didasarkan pada

pendapat berikut: (1) intersepsi dan infiltrasi kecil, (2) infiltrasi merupakan abstrak

utama bahwa curah hujan dikurang dengan infiltrasi akan mendekati aliran

permukaan. Model ini lebih sering digunakan untuk menentukan neraca air.

................. (2.17)

Keterangan; P = curah hujan (cm/s),

q = discharge (cm/s)

D = surface detention (cm)

F = kapasitas infiltrasi (cm)

Laju infiltrasi umumnya tergantung dari horizon A dan B, karena

kapasitas infiltrasi C tidak akan terpenuhi oleh laju infitrasi, sedangkan D tidak

tertembus air, sehingga sifat transmissi lapisan tanah dikelompokkan menjadi 2

fenomena.

Jika kapasitas perkolasi lebih besar dari kapasitas infiltrasi maka lapisan di

bawahlapisanpermukaan tidak akan jenuh air dan laju infiltrasiditentukan oleh infiltrasi.

Jika kapasitas perkolasi lebih kecil dari kapasitas infiltrasi maka lapisan bawah

akan jenuh air dan laju infiltrasi ditentukan oleh laju perkolasi.

Untuk lahan yang sulit pengambilan sample kpnduktivitas hidrauliknya

di lapangan, maka dapat juga dilakukan pendekatan nilai kondukttivitas hidraulik

Page 101: Mahmud Ahmad

dengan menggunakan data tekstur tanah seperti yang diperlihatkan pada diagram

segitiga tekstur.

Gambar. 6.3 Metode grafis penentuan Konduktivitas Hidraulik Jenuh dengan segitiga

tekstur

6.5 Pengukuran Infiltrasi

Infiltrasi dapat diukur dengan cara berikut :

a. Dengan infiltrometer

Infiltrometer dalam bentuk yang paling sederhana terdiri atas tabung baja yang

ditekankan kedalam tanah.Permukaan tanah di dalam tabung diisi air.Tinggi air dalam

tabung akan menurun, karena proses infiltrasi. Kemudian banyaknya air yang

ditambahkan untuk mempertahankan tinggi air dalam tabung tersebut harus diukur.

Makin kecil diameter tabung makin besar gangguan akibat aliran ke samping di bawah

tabung. Dengan cara ini infiltrasinya dapat dihitung dari banyaknya air yang

ditambahkan kedalam tabung sebelah dalam per satuan waktu.

Page 102: Mahmud Ahmad

Gambar 6.4 Infiltrometer

b. Dengan testplot

Pengukuran infiltrasi dengan infiltrometer hanya dapat dilakukan terhadap

luasan yang kecil saja, sehingga sukar untuk mengambil kesimpulan terhadap

besarnya infiltrasi bagi daerah yang lebih luas.

Untuk mengatasi hal ini dipilih tanah datar yang dikelilingi tanggul dan

digenangi air. Daya infiltrasinya didapat dari banyaknya air yang ditambahkan agar

permukaannya konstan. Jadi testplot sebenarnya adalah infiltrometer yang berskala

besar.

c. Lysimeter

Lysimeter merupakan alat pengukur berupa tangki beton yang ditanam dalam

tanah diisi tanah dan tanaman yang sama dengan sekelilingnya, dilengkapi dengan

fasilitas drainage dan pemberian air. Dengan persamaan neraca air (waterbalance)

seperti berikut:

Page 103: Mahmud Ahmad

P + I = D + E ± S …………………….. (2.18)

Keterangan : I = pemberian (supply) air

D= air yang dikeluarkan

E= penguapan (evapotranspirasi)

S= tampungan air dalam tanah

Untuk mencapai tujuan ini lebih baik digunakan lysimeter timbang, dengan

lysimeter timbang besarnya infiltrasi dengan kondisi curah hujan yang sebenarnya

dapat dipelajari. Curah hujan harus diukur dengan alat pencatat hujan (recording rain

gauge) yang harus ditemptkan di dekat lysimeter tersebut.

6.6 CONTOH SOAL

1. Suatu data hasil pengukuran disajikan sebagai berikut:

t (mnt) fob(cm/mnt) t (mnt) fob(cm/mnt)

0 0,00 25 1,24

1 2,50 35 1,16

2 2,25 48 1,06

3 2,13 65 0,98

5 1,86 85 0,94

8 1,68 105 0,91

12 1,50 125 0,89

17 1,38

Tentukan laju ifiltrasi air dengan rumus Kostiakov, Horton, Holtan, dan Phillip.

Gambarkan Kurva dan Hasil observasi dan semua model.

Penyelesaian

Dengan menggunakan spreadsheed maka fungsi masing-masing model diperoleh seperti

berikut:

Fungsi Model

f = 0.407 t -0.16. Kostiakov

f = 0,242 + (0,5 - 0,242)e-0,287t Horton

f = 0,039 (-2,091 – f)2 + 0,239 Holton

f = 0,5*0.143 t-0,5 + 0,214 Phillip

Fungsi model kemudian di gambarkan dengan menggunakan spreadsheet kembali:

Page 104: Mahmud Ahmad

6.7 LATIHAN DAN PENUGASAN

1. Diskusikan dengan kelompok kelebihan dan kekurangan masing-masing model

infiltrasi yang telah anda baca. Buat file dalam bentuk word dan Presentasi.

2. Turunkan fungsi infiltrasi Horton dan Holtan dari hasil pengukuran sebagai berikut:

Waktu f (mm/jam)

1 2,50

5 1,75

50 1,00

3. Lengkapi data DAS anda dengan mencari nilai CN berdasarkan kondisi hidrologi

wilayah dan penutupan lahan. Hasil perhitungan CN ini akan digunakan pada

pendugaan limpasan permukaan langsung.

4. Lakukan pemasangan Infltrometer di lapangan dengan mengamati laju penurunan

air dalam periode waktu tertentu (tergantung jenis tanah). Kemudian

a. Gambarkan kurva laju infiltrasi

b. Tentukan fungsi infiltrasi yang sesuai untuk plot data anda

(Asistensi sebelum melakukan pengambilan data di Laboratorium Hidrologi dan

Mekanika Fluida)

Page 105: Mahmud Ahmad

6.8 DAFTAR PUSTAKA

Asdak Chay (1995). Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:

Gadjah Mada Press.

Kodoatie, R.J. dan Roestam Sjarief. (2005). Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.

Yogyakarta: Andi.

Linsley Ray K., Joseph B. Franzini, (1985), Teknik Sumber Daya Air, Eralanga,

Jakarta.

Maidment, RD. (1989). Handbook of Hydrology. McGraw-Hill. New York

Sastrodarsono Suyono dan Kensaku Takeda, (1999), Hidrologi untuk Pengairan.

Pradnya Paramitha. Bandung

Todd, (1983), Introduction to Hydrology. Mc Graw Hill. New York.

Viessmann, W., Lewis, GL., and Knapp, JW., (1989), Introduction to Hydrology.

Harper Collins Pub., New York.

Page 106: Mahmud Ahmad

Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:

Setelah mengikuti pembelajaran ini, mahasiswa mampu:

1. Mengetahui cara prakiraan banjir jangka pendek

2. Menghitung hidrograf satuan dari suatu titik ukur ke bagian sungai lain

3. Mengetahui perhitungan debit banjir

4. Mengetahui derivasi hidrograf sintetik

7.1 Pendahuluan

Permasalahan utama yang dihadapi praktisi hidrologi adalah mengestimasi

hydrograph menaik dan menurun dari suatu sungai pada sebaran titik pengaliran

terutama selama periode banjir. Permasalahn ini dapat diatasi dengan teknik

penelusuran aliran atau penelusuran banjir yang mengolah sifat-sifat hydrograph banjir

di hulu atau di hilir dari suatu titik ke titik yang lain sepanjang aliran sungai.

Penelusuran dilakukan dari titik dimana ada data pengamatan hidrograf aliran untuk

memudahkan proses penelusuran itu sendiri.

Suatu hidrograf banjir dapat dimodifikasi dengan dua cara sebagaimana air

hujan mengalir menuruni jaringan pengaliran air (drainage network). Pertama waktu

berkumpulnya aliran-aliran untuk terjadinya aliran dan puncaknya pada suatu titik di

daerah hilir. Ini disebut sebagai translasi. Kedua, besarnya laju aliran puncak yang

bergerak menuju titik di aliran bawah, serta lama waktu aliran mencapai titik bawah.

Modifikasi hidrograf ini disebut attenuation.

Penurunan hidrograf aliran di bagian bawah seperti B pada Gambar 7.1 dari

hulu yang disebabkan oleh pola hidrograf banjir A merupakan hal penting untuk

Page 107: Mahmud Ahmad

diperhatikan dalam manajemen sungai sebagai upaya prediksi banjir di wilayah bagian

river basin. Dalam hal disain, penelusuran hidrograf banjir juga penting untik

mengatur kapasitas spillway reservoir. Disamping itu jadwal pencegahan banjir atau

evaluasi tinggi bangunan jagaan banjir di tanggul sungai peru juga diperhatikan.

Gambar 7.1 Sifat translasi dan attenuasi banjir

7.2 Memilih Model Penelusuran Banjir

Pemilihan model penelusuran aliran untuk tujuan penerapan tertentu dipengaruhi oleh

tingkat berbagai kepentingan dengan mempertimbangkan faktor sebagai berikut:

1. Model menyajikan informasi hidraulik yang sesuai untuk menjawab pertanyaan

atau problem pemangku kepentingan;

2. Tingkat akurasi model;

3. Kebutuhan akurasi dalam penerapan penelusuran aliran;

4. Tipe dan ketersediaan kebutuhan data;

5. Ketersediaan fasilitas dan biaya komputasi;

6. Familiaritas dengan model yang diberikan;

7. Pengembangan dokumen, level kemampuan dan ketersediaan wadah atau paket

model penelusuran;

8. Kekompleksan formulasi matematika model penelusuran yang akan dikembangkan

dengan bahasa pemrograman komputer; dan

9. Kapabilitas dan ketersediaan waktu untuk membangun model penelusuran.

Dengan pertimbangan pertimbangan di atas, maka pemilihan model

penelusuran dapat dilakukan dengan asumsi bahwa tidak ada suatu model yang paling

Page 108: Mahmud Ahmad

tepat melainkan memiliki konsekuensi yang besar untuk mewujudknnya. Model

penelusuran yang sederhana paling cepat dan mudah karena keserhanaan komputasi

akan ada. Akan tetapi pertimbangan keakuratan akan membatasi penerapan model.

Akurasi Model Penelusuran Reservoir. Dalam aplikasi reservoir, akurasi model

penelusuran level-kolam sangat relatif terhadap keakurasian model penelusuran

dinamis terdistribusi

Akurasi Model Penelusuran Sungai. Pada penerapan penelusuran aliran sungai, tipe

lump dan kinematik and model penelusuran diffusi menunjukkan keuntungan

kesederhanaan dimana dampak dari aliran balik (backwater) tidak ada. Pertimbangan

kekauratan membatasi model dalam penerapannya dimana hubungan kedalaman air

dan debit adalah nilai tunggal, dan nilai pergerakan menaik hydrograph dan

kemiringan dasar saluran tidaklah kecil.

7.3 Penelusuran Aliran Tipe-Lump

Bentuk sederhana dari aliran tak tunak sepanjang pengalira air sungai adalah model

lumped dimana seluruh daerah pengaliran dianggap seragam kondisinya. Pendugaan

dilakukan jika ada aliran masuk (I) maka dapat diprediksi debit hidrograf keluar (Q)

sebagai fungsi waktu misalnya I(t) dan Q(t).

Prinsip konservasi massa dengan menghitung perbedaan antara dua aliran akan

sama dengan laju perubahan simpanan air (S) dalam suatu periode waktu seperti

disajikan pada persamaan berikut:

………………….. (7.1)

Fungsi sederhana simpanan terhadap debit keluaran Q, misalnya S = f(Q), atau

tinggi permukaan air h, misalnya S = f(h). Bentuk sederhana hubungan tinggi

permukan air dan simpanan biasanya ditunjukkan pada danau atau reservoir. Bentuk

hubungan akan menjadi lebih kompleks bila pada sepanjang pengaliran (sungai dan

anak sungai) simpanan menjadi fungsi dari inflow dan outflow.

Solusi persamaan untuk Q(t) dengan berbagai pendekatan simpanan dapat

dilakukan melalui penelusuran aliran seragam. Teknik grafis dan penyelesaian

persamaan matematis telah diterapkan. Model aliran lump (DAS seragam) relatif lebih

sederhana dibandingkan dengan distributed flow routing. Akan tetapi pengabaian

dampak aliran balik (waterback atau water-hammer) dapat menjadi sumber ketidak

akuratan hidrograf yang mengalami perubahan tiba-tiba sepanjang reservoir. Metode

Page 109: Mahmud Ahmad

Lump dapat dikategorikan ke dalam tiga tipe yakni: (1) tipe level-pool untuk reservoir,

(2) tipe simpanan (storage) untuk sungai, dan (3) tipe sistem linear dengan

karakterisasi fungsi respon, dan hubungan inflow-outflow atau input-output yang

didefinisikan dengan teknik integral konvolusi (convolution integral).

Level-Pool Reservoir Routing

Dalam sistem ini reservoir diasumsikan selalu memiliki permukaan datar

sepanjang muka air di reservoir. Penelusuran aliran tak tunak tidak akan terjadi

lama dan hidrograf tidak berubah dengan cepat terhadap waktu, sehingga reservoir

dapat didekati dengan teknik sederhana sebagai level-pool routing. Elevasi

permukaan air h berubah terhadap waktu t, dan outflow dari reservoir diasumsikan

sebagai fungsi h(t). Pendekatan ini menghasilkan suatu persamaan diferensial yang

dapat diselesesaikan dengan beberapa teknik numerik seperti metode Runge-Kutta

atau metode integrasi iterasi trapezoid.

Metode Iterative Trapezoidal Integration. Pada metode ini aturan trapesium

digunakan untuk mengintegralkan persamaan konservasi massa. Acuan waktu

terdiri dari pembagian waktu dengan interval t, misal t = 0, t, 2t, ... , jt, (j + 1 )

…………….. (7.2)

Dimana luas permukaan Sa merupakan fungsi h. Dengan menggunakan nilai rata-

rata untuk I(t) dan Q(t) sepanjang interval t dan substitusi (7.2) ke persamaan

(7.1) maka diperoleh:

………………. (7.3)

Inflow pada waktu j dan j+1 diketahui dari hidrograf inflow; outflow Q pada waktu

j dapat dihitung dari elevasi permukaan air yang diketahui hi dengan persamaan

spillway. Luas permukaan SaJ ditentukan dari nilai hi. Parameter yang belum

diketahui adalah hj+1,QJ+1, SaJ+1; Q dan Sa merupakan persamaan nonlinear dari

hJ+1. Sehingga persamaan (7.3) dapat diselesaikan hJ+1 melalui metode iterasi

seperti Newton-Raphson:

………………. (7.4)

Page 110: Mahmud Ahmad

Muskingum River Routing

Metode Muskingum dikembangkan oleh McCarthy sebagai metode yang dikenal

luas untuk penelusuran aliran tipe lump. Metode ini mengasumsikan simpanan

sebagai fungsi variabel inflow-discharge dan persamaan simpanan:

S=K[XI+(I-X)Q] …………… (7.5)

Laju perubahan simpanan dS/dt pada persamaan 7.1 dinyatakan sebagai berikut:

…………… (7.6)

dimana superscripts j dan j+1 menujukkan waktu antara interval tj. Substitusi

persamaan (7.6) ke dalam (7.1) menghasilkan persamaan:

…………… (7.7)

dimana penelusuran aliran Muskingum memberikan 3 koefisien:

…………… (7.8)

dan C1+ C2 + C3 = 1, dan K/3 < t < 5 K merupakan batasan untuk

Contoh Soal

Jika waktu tempuh titik berat massa banjir antara huku dan hilir 9 jam dan faktor

x=0,33. Gunakan cara Muskingum untuk mencari hidrograf aliran di hilir dengan

menggunkan hidrograf aliran di hulu berikut (kehilangan air dan backwater

diabaikan):

Page 111: Mahmud Ahmad
Page 112: Mahmud Ahmad

7.4 Penelusuran Aliran Tipe-Terdistribusi

Aliran tak tunak pada suatu pengaliran air secara tepat digambarkan sebagai suatu

proses tersdistribusi karena laju/debit aliran, kecepatan, dan kedalaman (elevation) air

bervariasi terhadap ruang (pada penampang pengaliran sepanjang saluran). Estimasi

perilaku dari suatu sistem saluran dapat ditentukan dengan emnggunakan penelusuran

aliran terdistribusi berdasarkan persamaan differensial lengkapaliran tak-tunak satu

dimensi (Persamaan Saint-Venant). Persamaan ini menghitung secara komputasi debit

aliran dan kedalaman air sebagai fungsi ruang dan waktu dan bukan hanya waktu

seperti pada metode penelusuran aliran lump. Penelusuran aliran terdistribusi yang

didasarkan pada Persamaan Saint-Venant dikenal dengan dynamic routing

(penelusuran dinamis). Penyederhanaan bentuk persamaan Saint-Venant yang

didasarkan sebagai persamaan kinematik dan diffusi (zero-inertia) apat digunakan

untuk penelusuran aliran terdistribusi.

Persamaan Saint-Venant. Persamaan asal Saint-Venant adalah persamaan konservasi

massa:

…………… (7.9)

dan persamaan momentum:

…………… (7.10)

1.5

Page 113: Mahmud Ahmad

Dalam hal ini t adalah waktu, x adalah jarak sepanjang pengaliran air, A adalah

luas penampang, V adalah kecepatan, q adalah inflow atau outflow lateral terdistribusi

sepanjang sumbu x pengaliran, g adalah tetapan gaya grafitasi, h adalah elevasi

permukaan air (dari datum/acuan) misalnya dh/dx = dy/dx - So dimana y adalah

kedalaman aliran dan So adalah kemiringan dasar saluran pengaliran, dan Sf adalah

kemiringan gesekan yang dapat dievaluasi secara seragam. Persamaan steady-flow

empirical resistance seperti persamaan Chezys atau Manning adalah persamaan

diferensial parsial hyperbolik quasi-linear dengan dua dependent parameter (V dan h)

yang bervariasi pada satu dimensi (arah x) dan dua independent parameter (x dan t).

Luas penampang pengaliran A dan gradien Sf merupakan fungsi dari h dan/atau

V. Tak ada solusi analitis dari persamaan differensial kompleks untuk hampir semua

praktek penerapan dalam model penelusuran banjir. Turunan persamaan Saint-Venant

mengikuti beberapa asumsi dasar:

(1) Aliran satu dimensi,

(2) Panjang sungai yang dipengaruhi oleh gelombang banjir umumnya lebih

besar dari kedalaman aliran,

(3) Percepatan vertikal diabaikan dan distribusi tekanan vertikal gelombang

adalah hidrostatik,

(4) Densitas/kerapatan massa air konstan,

(5) Dasar dan dinding saluran ditentukan dan tidak berubah-ubah, and

(6) Kemiringan dasar saluran So realitif kecil, (kurang dari 15 persen).

Aplikasi Penelusuran Aliran Terdistribusi. Model tedistribusi yang menghitung debit

lairan Q dan tinggi permukaan air h berguna untuk menentukan kedalaman genangan

banjir, kebutuhan tinggi bangunan seperti jembatan atau wilayah sempadan sungai,

and keceptan aliran air dalam transport pemindahan polutan. Model terdistribusi dapat

juga digunakan untuk penerapan lain seperti pendugaan banjir real time di sungai,

pemberian dan pengaliran air irigasi, melalui saluran, peta inundasi perencanaan dam-

break, perubahan gelombang transient yang terjadi di reservoir oleh pintu atau turbin,

longsor akibat gelombang di reservoir, dan aliran tank tunak di sistem pembuangan air

hujan.

Model  Penelusuran  Terdistribusi  Sederhana.  Sebelum  perkembangan  komputer        

pesat, atau untuk kepentingan ekonomi dan kepraktisannya dalam sumber komputasi, 

Page 114: Mahmud Ahmad

dalam penyelesaian persamaan Saint-Venant yang kompleks, maka dikembangkanlah

beberapa model terdistribusi yang disederhanakan. Model didasarkan pada persamaan

konservasi massa dan berbagai penyederhanaan persamaan momentum. Model Gelombang Kinematik. Tipe tersederhana model penelusuran terdistribusi

adalah model gelombang kinematik. Model ini diperkenalkan oleh Lighthill dan

Whitham. Model ini didasarkan pada bentuk sederhana dari persamaan momentum

sebagai berikut:

Sf – So = 0 …………… (7.11)

dimana So adalah kemiringan dasar saluran (watercourse) dan komponen (dh/dx).

Asumsi ini menganggap momentum aliran unsteady sama dengan pada aliran seragam

tuank (steady) seperti yang ditinjau pada persamaan Chezy, Manning atau persamaan

sejenisnya dimana debit sebagai fungsi tunggal oleh kedalaman, misalnya, dA/dQ =

dA/dQ =1/c. Juga dA/dt = dA/dQ * dQ/dt dan Q = A V. Persamaan 7.9 dapat

dikembangkan menjadi persamaan klasik gelombang kinematik seperti berikut:

…………… (7.12)

Dalam hal ini kecepatan gelombang kinematik atau celerity (c) didefinisikan sebagai:

c = k' V …………… (7.13)

dimana k' adalah rasio kinematika, yang merupakan perbandingan celerity gelombang

kinematik dengan kecepatan aliran. Jika persamaan Manning digunakan untuk aliran

tunak uniform, maka rasio kinematika dinayatak dengan persamaan:

…………… (7.14)

dimana B adalah lebar atas saluran pengaliran, A = luas penampang pengaliran, P

wetted perimeter, dan dP/dy adalah turunan P terhadap kedalaman air y. Untuk aliran

pada saluran segiempat, k' = 5/3. Metode penyelesaian persamaan gelombang

kinematik terdiri dari solusi analitis menggunakan metode karakteristik atau solusi

langsung dengan teknik pendekatan finite-difference secara explicit atau implicit.

Persamaan gelombang kinematik secara teoritis tidak mempertimbangkan kejadian

gelombang hydrograph. Model gelombang kinematik terbatas aplikasinya pada single-

value, stage-discharge ratings yang ada dimana tidak ada rating loop dan pengaruh

backwater tidak signifikan. Sejak adanya model gelombang kinematik, gangguang

Page 115: Mahmud Ahmad

gelombang dapat dipropagasi hanya kearah hilir, aliran sebaliknya tidak dapat

diprediksi. Model gelombang kinematik digunakan sebagai komponen model

hidrologi suatu DAS untuk penelusuran aliran overland flow; dan tidak

direkomendasikan untuk saluran kecuali hydrograph menaik sangat kecil, kemiringan

saluran moderat sampai curam, dan kejadian hydrograph cukup kecil. Model Difusi Gelombang. Model gelombang kinematik sederhana yang laina adalah

model diffusion wave (zero-inertia), dengan pendekatan persamaan momentum

sebagai berikut:

…………… (7.15)

Teknik pendekatan finite-difference (explicit dan implicit) telah digunakan untuk

mendapatkan solusi simultaneous persamaan penyusun. Model ini mempertimbangkan

pengaruh backwater tetapi tidak menunjukkan distribusi secara langsung terhadap

waktu sepanjang penelusuran; keakurasiannya juga rendah untuk hydrograph menaik

cepat, seperti kejadian kerusakan bendung, gelombang hujan badai, atau pelepasan

cepat air dari dam dan terputus-putus, dimana propagasi melalui pengaliran

berkemiringan sedang sampai datar.

7.5 Metode Muskingum-Cunge

Metode Muskingum dapat dimodifikasi dengan menghitung koefisien routing sebagai

bagian yang ditunjukkan oleh Cunge and peneliti lain yang merubah kinematika

berasarkan Metode Muskingum menjadi bentuk analogi difusi yang mampu

memprediksi perubahan hydrograph. Modifikasi metode Muskingum (dikenal dengan

Metode Muskingum-Cunge) lebih efektiv digunakan dalam teknik penelusuran aliran

terdistribusi. Persamaan recursive dapat diaplikasikan untuk masing-masing dan

untuk setiap waktu

…………… (7.16)

dimana terdapat kesamaan dengan Metode Muskingum tetapi dikembangkan untuk

memasukkan pengaruh aliran inflow lateral C4. Qj+1 sama dengan Ij+1 untuk

Muskingum sedangkan Qj dan Qj+1 juga sama dengan I, dan Qj' pada motode

Muskingum. Koefisien C1, C2, dan C3 adalah nilai positif yang jumlahnua harus sama

dengan 1.

Page 116: Mahmud Ahmad

…………… (7.17)

dalam hal ini K adalah tetapan simpanan berdimensi waktu, dan X adalah weighting-

factor menunjukkan arti penting inflow dan outflow terhadap simpanan. Di sini dapat

ditunjukkan bahwa finite-difference menyajikan persamaan klasik gelombang

kinematik; akan tetapi, jika X dinyatakan sebagai fungsi bagian dari sifat aliran, maka

kombinasi persamaan penyusun akan menjadi persamaan analogi difusi parabolic yang

mempertimbangkan gelombang hidrograf banjir tetapi tidak berlaku aliran balik

(negative) atau backwater. Model ini relatif akurat dibanding Model Muskingum. Pada

metode Muskingum-Cunge, K dan X dihitung dengan:

…………… (7.18)

…………… (7.19)

dimana c adalah celerity, Q adalah discharge, B lebar atas saluran yang berkaitan

dengan Q, Se adalah slope energi yang didekati dengan Sf untuk kondisi awal aliran, D

adalah kedalaman hydraulic (A/B), dan k' adalah rasio gelombang kinematik. Bar

menunjukkan variabel dengan nila rata-rata sepanjang pengaliran x selama Untuk

kesalahan numerik minimal ditentukan oleh scheme, step waktu t dan step jarak harus

sesuai.

…………… (7.20)

dimana M ≥ 5, Tr adalah waktu selama menaiknya hydrograph, dan

…………… (7.21)

dimana q adalah debit rata-rata per lebar pengaliran (Q/B) dan So adalah kemiringan

dasar saluran. Pengembangan Persamaan Saint-Venant. Persamaan Saint-Venant lebih powerful

dan bermanfaat dimana bentuk konservasi atau divergen ditambahkan ke dalam

persamaan aliran lateral luas simpanan saluran dan dampak sinuositas. Pengembagan

persamaan Saint-Venant adalah pada persamaan konservasi massa:

Page 117: Mahmud Ahmad

…………… (7.22)

dan persamaan momentum

……… (7.23)

Dimana h adalah water-surface elevation, A adalah luas penampang pengaliran air, Ao

adalah luas permukaan saluran tak aktif (off-channel storage) yang sering dikleluarkan

dan menyajikan friksi tahanan yang lebih tinggi untuk bagian luas penampang, sc and

sm adalah koefisien sinuositas depth-weighted yang benar untuk sinus departure dalam

saluran dari sumbu x floodplain, x adalah jarak longitudinal rata-rata pengaliran

terukur sepanjang pusat pengaliran, t adalah waktu, q adalah debit persatuan lebar

sungai lateral inflow atau outflow (inflow adalah positive dan outflow adalah

negative), p adalah koefisien momentum untuk distribusi kecepatan tak seragam

terhadap luas penampang, g adalah konstanta percepatan gravitasi, Sf adalah

kemiringan gesekan batas, and Sec adalah kemiringan kontraksi-ekspansi (large eddy

loss). Kehilangan oleh Gesekan. Kehilangan akibat gesekan Sf dievaluasi dari persamaan

Manning untuk aliran uniform dan steady adalah:

…………… (7.24)

K adalah faktor pengaliran saluran.

Efek Ekspansi dan Kontraksi. Bentuk variabel Sec dihitung dengan:

…………… (7.25)

Routing Parameters. Faktor penelusuran ß ditentukan dengan rumus:

…………… (7.26)

.                                 

Page 118: Mahmud Ahmad

Lateral Flow Momentum. L adalah dampak momentum lateral aliran, dan memiliki

(1) bentuk lateral inflow, L = -qvx' dimana Vx adalah inflow lateral pada sumbu x

saluran utama; (2) seepage lateral outflow, L = -0.5qQ/A; dan (3) bulk lateral outflow,

L = -qQ/A.

7.6 PENUGASAN

1. Kembangkan model penelusuran banjir pada komputer (spreadsheet atau program

buatan dengan bahasa komputer lain seperti Fortran, Visual Basic atau Delphi)

sesuai dengan model yang telah dijelaskan.

2. Cari data hidrograf aliran sungai di DAS yang anda kerjakan dan lakukan sistem

penelusuran di daerah hilirnya (dekat wilayah pertanian atau pemukiman) dengan

model yang telah dibangun pada no. 1..

3. Hidrograf di sungai pada titik A berpenampang beton dengan n = 0,020. Lebar

saluran 100 m dengan panjang pengaliran 10 km berkemiringan dasar 0,015. Saat

mula-mula Q adalah 18,5 m3/det.  

 

Waktu (mnt)  0 20 40 60 80 100 120 140 160

Q (m3/det)  19 52 344 430 383 202 92 30 21

 

Hitunglah penelusuran banjir di B dengan jarak 10 km dari hilir (A) dan gambarkan

hidrograf outflownya.

7.7 DAFTAR PUSTAKA

1. Asdak Chay (1995). Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.

2. Linsley Ray K., Joseph B. Franzini, (1985), Teknik Sumber Daya Air, Eralanga, Jakarta.

3. Maidment, RD. (1989). Handbook of Hydrology. McGraw-Hill. New York

4. Sastrodarsono Suyono dan Kensaku Takeda, (1999), Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramitha. Bandung.

Page 119: Mahmud Ahmad

5. Shaw, Elizabeth (1994). Hidrology in Practice. Taylor & Francis. England. 6. Todd, (1983), Introduction to Hydrology. Mc Graw Hill. New York. 7. Viessmann, W., Lewis, GL., and Knapp, JW., (1989), Introduction to Hydrology.

Harper Collins Pub., New York.

Page 120: Mahmud Ahmad

Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:

Setelah mengikuti pembelajaran ini, mahasiswa mampu: 1. Mengetahui aplikasi komputer dalam analisis hidrologi 2. Mengetahui perhitungan menggunakan komputer 3. Mengetahui perhitungan banjir rencana menggunakan komputer 4. Mengetahui perhitungan debit menggunakan komputer 5. Mengetahui perhitungan banjir rencana menggunakan komputer 6. Mengetahui perhitungan debit menggunakan komputer

8.1 Pendahuluan

Memperoleh data parameter hidrologi dalam seri yang panjang merupakan hal yang

sulit. Hal ini mendorong para ahli hidrologi khususnya yang fokus pada simulasi dan

permodelan untuk melakukan pendugaan parameter hidrologi seperti debit aliran di

suatu DAS. Kenyataan ini terjadi juga di Indonesia yang merupakan negara yang

sedang berkembang dimana alat ukur hidrologi belum tersebar merata di seluruh

wilayah Indonesia khususnya DAS-DAS yang kecil.

Fenomena ini merupakan tantangan tersendiri bagi ahli hidrologi untuk

mengkaji ketersediaan data baik melaluui pengadaan alat ukur sederhana sampai

pendugaan parameter hidrologi yang dikembangkan melalui model matematis atau

model lainnya. Untuk kasus di Indonesia dimana debit air merupakan komponen

utama dalam pengembangan sumberdaya air dalam upaya pemanfaatan dan juga upaya

pengendalian daya rusak air di suatu kawasan.

Page 121: Mahmud Ahmad

Secara umum model-model dalam hidrologi dapat dibagi menjadi:

a. Model Fisik: dikembangkan dengan analsis dimensi dan pemodelan fisik misalnya

pada model dam-break (scale model)

b. Model Matematik yang dapat dibagi lagi menjadi:

1. Model konseptual deteministk

2. Model empiris deterministik

3. Model konseptual stokastik

4. Model empiris stokastik

Masing-masing model diatas dapat berupa model linear ataupun non-linear

tergantung pada asumsi sistem yang digunakan.

Tiruan proses hidrologi untuk keperluan analisis tentang keberadaan air menurut aspek

jumlah, waktu, tempat, probabilitas dan runtun waktu (time series).

1. Rainfall runoff model: jumlah/waktu pada tempat tertentu.

Prinsip pemodelan: tata buku dan kesetimbangan air. Kegunaan: perkiraan

ketersediaan air (continuous flow) dan debit/ hidrograf aliran besar/banjir

(event flow).

Contoh: SSARR, SHE, MOCK, NASH, HEC-HMS, dll.

2. Frequency analysis: probabilitas kejadian suatu besaran hidrologi (hujan,

debit aliran) dengan nilai tertentu atau sebaliknya.

Prinsip pemodelan: fungsi distribusi probabilitas. Kegunaan: perkiraan

besaran hidrologi sebagai nilai besaran rancangan dengan kala ulang tertentu

(banjir rancangan, hujan rancangan).

Contoh: distribusi Normal, Log-Normal, Gumbel, Pearson III, dll.

3. Stochastic analysis: karakteristik runtun waktu suatu besaran hidrologi

(hujan, debit aliran).

Prinsip pemodelan: perilaku komponen perulangan (tetap), trend dan

simpangan (error). Kegunaan: pembangkitan data hidrologi (hujan, debit)

untuk input evaluasi unjuk kerja design capacity atau pedoman operasi

bangunan air

Contoh: Thomas Fiering, Matallas, ARIMA, dll.

Page 122: Mahmud Ahmad

Pada komputasi hidrologi ini, mahasiswa diarahkan untuk menggunakan model WMS

8.2 Penyuntingan DEM

Beberapa dari kenampakan medan, termasuk diatantarnya: jalan, kanal, reservoir,

danau, dam dan sebagainya, mungkin tidak disajikan secara sempurna oleh resolusi

DEM yang kasar. Adalah hal yang sangat mungkin dalam WMS untuk melakukan

penyuntingan sehingga informas obyek semacan itu dapat disajikan dengan baik.

Sehingga kapasitas penyimpanan dapat dihitung dari DEM dan untuk analisa – analisa

lainnya.

Menyunting DEM agar lebih akurat dalam merepresentasikan informasi obyek dan analisa

drainase dapat dilakukan dengan urutan sebagai berikut:

1. Menggambar DAS menggunakan TOPAZ

2. Mengisi Gap data

3. Menyunting arah aliran

4. Menyunting ketinggigian untuk membuat aliran

5. Menyunting ketinggian menggunakan arc

6. Menghitung kapasitas penyimpanan dari reservoir, dam atau DAS

7. Melakukan routing menggunakan input dari Hidrograf aliran Menjalankan TOPAZ dan Penggambaran DAS

a. Membuka Data DEM

1. Pilihlah File | Open…

2. Bukalah “mvcanyon.dem” dan “trailmount.dem”

3. Pilihlah Open

4. Pilihlah OK b. Menjalankan TOPAZ

1. Sulih ke Drainage module

2. Pilihlah DEM | Compute TOPAZ Flow Data…

3. Pilihlah OK

4. Pilihlah OK

5. Pilihlah Close

6. Pilihlah Display | Display Options…

Page 123: Mahmud Ahmad

7. Ubah Minimum Accumulation For Display ke 0.06 mi2

8. Pilihlah OK

9. Perbesar hingga seperti pada gambar 8-1

Gambar 8.1 Menyunting DEM

c Penggambaran DAS

1. Pilihlah Create Outlet titik tool

2. Klik di sembarang tempat pada DEM dimana OUTLET akan diletakkan.

3. Pilihlah OK ,anda anda diperingatkan bahwa OUTLET tidak berada pada liran

4. Masukan X= 379589.5 dan Y= 4271008.5

5. Pilihlah DEM | Delineate Basins Wizard

6. Pilihlah OK

7. Pilihlah OK Interpolasi DEM (Mengisi Gap Data DEM)

Penggambaran secara otomatis yang dihasilkan akan terlihat agak aneh, pertama pada

bagian atas kanan batas DAS tampak lurus – lurus saja hal ini diakibatkan oleh tidak

adanya antar kontur dan aliran sungai yang terlalu jauh dari batas DAS.

Page 124: Mahmud Ahmad

Gambar 8.2 Penentuan batas DAS atau sub-DAS

a. Kesalahan Penggambaran DAS

1. Pilihlah Display | Display Options…

2. Hidupkan pilihan No Data Cells

3. Pilihlah OK

4. Terdapat beberapa sel yang tidak ada data sehingga menggangu penggambaran DAS.

5. Pilih OK

Gambar 8.3 Kesalahan penggambara DAS

1. Pilihlah Display | Frame citra

2. Sulih ke Terrain Data module

3. Pilihlah DEM | Fill

4. Pilihlah OK

b Menjalankan TOPAZ 1. Sulih ke Drainage module

Page 125: Mahmud Ahmad

2. Pilihlah DEM | Compute TOPAZ Flow Data…

3. Pilihlah OK

4. Pilihlah OK

5. Pilihlah Close

6. Hasilnya seperti yang digambarkan pada Gambar 8.4

Gambar 8.4 Das hasil perbaikan/koreksi c. Penggambaran DAS

1. Pilihlah DEM | Delineate Basins Wizard

2. Anda akan ditanyakan apakah menghapus DAS yang sudah ada: OK, untuk

menghapus dan membuat kembali DAS yang telah dikoreksi data

kosongnya.

3. Pilihlah OK

4. Nah, hasilnya akan terlihat seperti pada Gambar 8-5

Gambar 8.5 Hasil akhir penggambaran DAS

Page 126: Mahmud Ahmad

8.3 Menyunting Arah Aliran

Arah aliran dapat tidak akurat berkaitan dengan presisi DEM. Arah aliran pada setiap

sel DEM dapat secara manual disunting dalam rangka meningkatkan akurasi

penggambaran DAS.

a. Bukalah DEM

1. Pilihlah File | New

2. Pilihlah OK

3. Pilihlah File | Open…

4. Bukalah “trailmount.dem”

5. Pilihlah OK

b. Bukalah Citra

1. Pilihlah File | Open…

2. Bukalah “trailmountain.TIF”

3. Zoom pada ke area seperti yang digambarkan pada Gambar 8-6

c. Jalankan TOPAZ

1. Sulih ke Drainage module

2. Pilihlah DEM | Compute TOPAZ Flow Data…

3. Pilihlah OK

4. Pilihlah OK

5. Pilihlah Close

Kini arah aliran terlihat berbeda dibanding dengan pola kontur pada citra latar seperti

yang digambarkan pada Gambar 8-7.

Page 127: Mahmud Ahmad

d. Menyunting Arah Aliran

Arah aliran yang keliru perlu dikoreksi

1. Gunakan Select DEM points dan Klik-Ganda pada salah satu titik yang

berangka; Maka akan tampil atribut DEM

Page 128: Mahmud Ahmad

2. Ubahlah arah aliran sesuai dengan pola yang benar yang ditunjukkan pada

Tabel 8-1

3. Pilihlah OK

4. Pilih Compute flow accumulations hanya setelah anda menyelesaikan

penyuntingan terakhir

5. Pilihlah OK

6. Ulangi langkah 1-5 untuk seluruh lokasi yang akan anda sunting.

8.4 Menyunting Elevations ke Create Streams

Sungai pada DEM umumnya dihasilkan oleh arah aliran dan akumulasinya, sementara

ketinggian dari DEM tidak selalu merepresentasikan ketinggian dari sungai itu sendiri

tetapi ketinggian dari kemungkinan ketinggian dari permukaan air. Ini dapat

menyebabkan sungai memiliki profil yang tidak alamiah dangan variasi kemiringan

yang drastis. Kita akan mencoba

membuatnya lebih mulus dan natural.

a. Menyunting Ketinggian Menggunakan Stream Arcs

1. Sulih ke Terrain Data module

2. Pilihlah Display | Display Options…

3. Matikan pilihan: Stream, Flow Accumulation, Color Fill Drainage Basins, dan

Fill Basin Boundary Only

4. Pada Map tab, ubah Points/Node dan Vertices Radius ke nilai 2

5. Pilihlah OK

6. Pilihlah OK

7. Use Select Feature Arc Pilihlah arc

8. Pilihlah DEM | Edit Elevations

9. Pilihlah Cancel ; untuk menunda

8.5 Analisa HEC-RAS

HEC-RAS menyajikan analisa backwater curve untuk kondisi ketinggian dan

kecepatan air tak – terganggu dan terganggu. Model ini bertujuan untuk (1)

Membangun model koseptual, (2) Kosep pemetaan data ke model hidrolik, (3)

Menjalankan simulasi dengan HEC-RAS dan (4) Menampilkan hasil pada WMS.

Page 129: Mahmud Ahmad

Menyiapkan Model Konsep

Langkah pertama membuat model HEC-RAS adalah membut model dengan

mendefinisikan dulu jangkauan sungai, posisi penampang melintang, dan orientasi,

lakasi dan zonasi materialnya. Model konseptual ini akan digunakan untuk membuat

skema jaringan dalam Modul River Hydraulic

1. Pilihlah File | Open…

2. Bukalah “wmsras.img”

3. Pilihlah File | Open

4. Bukalah “wmsras.tin”

5. Pilihlah Display Options

6. Pilihlah TIN

7. Hapus centang pada Unlocked vertices

8. Hapus centang pada Triangles

9. Hapus centang pada TIN Contours

10. Pastikan Boundaries box Terpilih

11. Pilihlah OK

Membuat Peta Penggunaan Lahan / Tutupan Materials

Salah satu properti dari HEC-RAS adalah menggunakan nilai kekasaran.

1. Pilihlah File | Open…

2. Bukalah file “Materials.map”

3. Pilihlah Edit | Materials…

4. Klik tombol New 5X untuk membuat 5 material baru.

5. Ganti nama material

6. Jika anda menginginkan, anda dapat menset warna dan pola untuk tampilan

yang lebih baik.

7. Pilihlah OK

8. Pastikan Area Property adalah coverage = “materials” dan active pada Data

Tree

9. Klik Kanan pada Materials layer dan Pilihlah Properties…

10. Ubah Coverage type dari General ke Area Property.

11. Pilihlah OK

12. Pilihlah Select Feature Polygon

13. Pilihlah polygon yang menyajikan area sungai (lih. Gambar 13-5)

14. Pilihlah Feature Objects | Attributes…

Page 130: Mahmud Ahmad

15. Set tipe polygon ke Material dan pilihlah sungai.

16. Pilihlah OK

Membuat Skema Jaringan Hidrologi

WMS dapat berinteraksi menggunakan HEC-RAS dengan sebuah file geometri dari

HEC-GeoRAS. File ini berisi penampang data penampang melintang yang digunakan

oleh HEC-RAS sebagai sebuah data tergeoreferense, untuk file geometri ini, model

konseptual harus dikonvert ke diagram skema jaringan menggunakan River Module:

1. Pastikan pada Modul Map

2. Set Coverage pada centerline

3. Pilihlah River Tools | Map -> Schematic

HEC-RAS membutuhkan indeks kekasaran Manning pada penampang melintang ini:

1. Sulih ke 1D Hydraulic Module

2. Pilihlah HEC-RAS | Material Properties

3. Masukkan indeks kekasaran

Page 131: Mahmud Ahmad

Menggunakan HEC-RAS

Dengan Menggunakan HEC-RAS kita akan menset simulasi dan mengekspor hasil

simulasi tersebut pada WMS.

1. Pilihlah Edit | Geometric Data…

2. Pilihlah OK

3. Pilihlah View | Set Schematic Plot Extents…

4. Pilihlah Set to Computed Extents

5. Pilihlah OK hingga

Pertama, kita masukkan data panjang:

a. Klik-kiri pada node yang mengubungkan Wilayah barat dengan hulul.

b. Pilihlah Edit Junction… dari menu pop-up

c. Aktifkan Jendela WMS

d. Sulih ke Modul Map

e. Pilihlah Measure Tool

f. Seperti yang digambarkan pada contoh dibawah runut, sepanjang garis

tengah.

g. Ulangi kembali pada dialog HEC-RAS

h. Masukkan panjang pada kolom yang berkatian dengan baris “To: West

Tributary – West Tributary”

i. Ulangi langkah ini untuk menghitung bagian yang lain

j. Pilihlah OK

k. Pilihlah File | Exit Geometry Data Editor

Page 132: Mahmud Ahmad

Langkah selanjutnya adalah mendefinisikan aliran dan kondisi batas:

1. Pilihlah Edit | Steady Flow Data

2. Untuk Profile 1 (PF 1), masukkan 4000 untuk Hulu; masukan 5000 untuk

muara; untuk area barat masukan 1000

3. Klik pada Reach Boundary Conditions

Untuk analisisnya:

1. Klik pada Normal Depth. Masukkan nilai pada setiap ruas: 0.003 untuk

bagian atas, 0.001 untuk bagian bawah, dan 0.005 untuk area barat.

2. Pilihlah OK

3. Klik Apply Data

4. Pilihlah File | Exit Flow Data Editor

Kini kita siap untul melakukan steady flow analysis. Pertama kita perlu menset

pilihan:

1. Pilihlah Run | Steady Flow Analysis dari menu

2. Pilihlah Options | Flow Distribution Locations

3. Ubah Global subsections ke 3 pada kolom (LOB, Channel, dan ROB)

4. Pilihlah OK

5. Klik Compute. Ini merupakan analisa 1D

6. Tutup dialor Steady Flow Analysis

7. Keluar dari progra HEC-RAS

Post-Processing

Kita telah menganalisa ketinggian air di HEC-RAS, selanjutnya kita dapat melihat

solusi tersebut melalui WMS:

1. Dalam WMS, sulih ke modul 1D Hydraulic

2. Pilihlah HEC-RAS | Read Solution…

3. Bukalah “hecras.prj”

4. Bentangkan folder 2D Scatter Data

5. Sulih ke Modul Map

6. Pilihlah coverage 1D-Hyd Centerline dari Data Tree

7. Pilihlah River Tools | Interpolate Water Surface Elevations…

8. Pilihlah pada a specified spacing untuk Create a data point

9. Masukkan 60

10. 1Pilihlah OK

11. Pilihlah coverage 1D-Hyd Cross Section dari Data Tree

Page 133: Mahmud Ahmad

12. Pilihlah River Tools | Interpolate Water Surface Elevations…

13. Pilihlah OK

14. Sulih ke Terrain Data module

15. Pilihlah Flood | Delineate…

16. Centang pada Search radius dan masukkan 1000

17. Centang pada Quadrants

18. Masukan 4 untuk number of stages

19. Pilihlah OK

20. WMS akan menghitung dua dataset baru yang berhubungan dengan dataran

banjir dan permukaan air.

21. Bentangkan folder bernama New tin pada Data Tree

22. Bentangkan folder bernama W.S. (FLOOD) pada Data Tree

23. Pilihlah data set bernama W.S. Elev-PF 1 (FLOOD)

24. Pilihlah Display | Display Options…

25. Pilihlah TIN tab

26. Centang pada TIN Contours dan Pilihlah Contours

27. Pilihlah Color fill between contours

28. Pilihlah OK 2X

Gambar 8.12 Hasil Pengolahan HEC-RAS di WMS

Page 134: Mahmud Ahmad

8.6 Penggambaran Dataran Banjir

Penggambaran dataran banjir di WMS di memerlukan data TIN dan sebaran titik

statisun air. Ketinggian dari TIN dapa diambil dari data survey atau konversi dari

DEM ke TIN. Data stasiun air dapat dimasukkan secara manual atau diambil dari

proyek HEC-RAS. Hal ini bertujuan:

1. Bereksperimen dengan berbagai pilihan penggambaran dataran banjir, termasuk

didalamnya: memasukkan data, pencarian jangkauan, dan arah alirannya.

Menjalankan penggambaran dataran banjir tersebut menggunakan teknik – teknik:

i. Secara manual memasukkan data stasiun

ii. Pendekatan dengan Channel Calculator pada WMS

iii. Menghitung dengan HEC-RAS

2. Penggunaan Batas bajir, untuk:

Melakukan generalisasi kedalaman banjir, dampak dan area cakupannya.

a Pilihan – pilihan Penggambaran Dataran Banjir

Ada beberapa pilihan penggambaran banjir:

1. Pilihlah File | Open…

2. Bukalah “flood.tin”

Matikan display TIN ini:

3. Pilihlah Display | Display Options…

4. Pilihlah TIN

5. Hapus centang pada Unlocked Vertices

6. Hapus centang pada Triangles

7. Pilihlah OK

8. Pilihlah File | Open…

9. Bukalah “samplescatter.wpr”

10. Bentangkan folder Terrain Data pada Data Tree.

11. Bentangkan Land TIN pada Data Tree, dengan cara ini anda akan dapat

melihat solusi permukaan air

12. Pilihlah Flood | Delineate…

13. Masukkan 100 untuk Max search radius

14. Masukkan sr100 untuk solution name

15. Pilihlah OK

Page 135: Mahmud Ahmad

Kini akan kita ubah Search radius dan menghitung kembali dataran banjir:

1. Pilihlah Flood | Delineate…

2. Naikkan nilai Max search radius ke 500

3. Ubah solution name menjadi sr500

4. Pilihlah OK untuk menggambarakan dataran bajir baru

5. Bentangkan folder sr100 (FLOOD) dan Memilih data set sr100_fd.

6. Gambarkan dua dataran bajir lagi dengan menggunakan Max search = 1000 dan

2000. Berbeda antara 100 dan 500 yang hasilnya tampak berbeda, pada radius

1000 hingga 2000 tampak tidak jauh berbeda, kita dapat menggunakan 1000

jika dengan 2000 sudah tidak tampak jauh berbeda, selanjutnya kita gunakan

arah nilai arah aliran yang berbeda.

1. Pilihlah Flood | Delineate…

2. Masukkan 1000 untuk Max search radius

3. Centang pada Flow path

4. Masukkan 500 untuk Max flow distance

5. Ganti Nama mejadi fp500

6. Pilihlah OK

7. Gambarkan dua dataran bajir lagi menggunakan nilai 1500 dan 3000.

Page 136: Mahmud Ahmad

8.7 PENUGASAN

1. Download DATA DEM dari website dengan menggunakan Global Mapper

untuk daerah DAS atau Sub-DAS yang anda kumpulkan data hidrologinya.

2. Lakukan delineasi DAS

3. Lakukan penggambaran aliran sungai

4. Hitung debit aliran rencana

5. Gambar dampak banjir 5 dan 10 tahunan.

8.8 DAFTAR PUSTAKA

----------, 2005. Manual and Tutorial WMS 8.1. Emrl. Asdak Chay (1995). Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:

Gadjah Mada Press. Linsley Ray K., Joseph B. Franzini, (1985), Teknik Sumber Daya Air, Eralanga,

Jakarta. Maidment, RD. (1989). Handbook of Hydrology. McGraw-Hill. New York Sastrodarsono Suyono dan Kensaku Takeda, (1999), Hidrologi untuk Pengairan.

Pradnya Paramitha. Bandung. Shaw, Elizabeth (1994). Hidrology in Practice. Taylor & Francis. England. Todd, (1983), Introduction to Hydrology. Mc Graw Hill. New York. Viessmann, W., Lewis, GL., and Knapp, JW., (1989), Introduction to Hydrology.

Harper Collins Pub., New York.

Page 137: Mahmud Ahmad

Semoga buku ajar ini dapat menjadi penambah dalam khazanah ilmu hidrologi yang

memudahkan mahasiswa dalam memahami materi pembelajaran. Begitu banyak persoalan

bangsa Indonesia berkaitan dengan ilmu hidrologi dan sumber daya air, namun penguasaan dan

penerapan ilmu ini belum maksimal dalam upaya pengelolaan termasuk teknik pemanfaatan air,

dan pengendaliannya.

Akhirul klam, semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca.

Wassalam

Penulis