Makalah Active Listening

30
BAB I PENDAHULUAN ACTIVE LISTENING 1. Latar Belakang Sistem pernapasan merupakan suatu sistem pada tubuh yang berperan dalam mendistribusikan sejumlah oksigen yang sangat diperlukan oleh tubuh untuk metabolisme. Terdiri dari sejumlah organ dan saluran yang menyalurkan oksigen tersebut hingga dapat diproses dan dimanfaatkan oleh tubuh. Apabila terjadi gangguan pada salah 1 organ ataupun saluran yang berperan, maka akan terjadi suatu hambatan dalam perjalanan oksigen tersebut sampai di tujuan. Salah 1 penyakit yang dapat terjadi pada saluran pernapasan yaitu PPOK. Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), PPOK adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible. Keterbatasan saluran napas tersebut biasanya progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi dikarenakan bahan yang merugikan atau gas1 Di Amerika Serikat data tahun 2007 menunjukkan bahwa pre- valensi PPOK sebesar 10,1% (SE 4,8) pada laki-laki sebesar 11,8% (SE 7,9) dan untuk perempuan 8,5% (SE 5,8)3. WHO memperkirakan sekitar 80 juta orang akan menderita PPOK dan 3 juta meninggal karena PPOK pada tahun 2005, dengan merujuk 5% dari seluruh kematian secara global.

Transcript of Makalah Active Listening

BAB I

PENDAHULUAN

ACTIVE LISTENING

1. Latar Belakang

Sistem pernapasan merupakan suatu sistem pada tubuh yang berperan dalam

mendistribusikan sejumlah oksigen yang sangat diperlukan oleh tubuh untuk metabolisme.

Terdiri dari sejumlah organ dan saluran yang menyalurkan oksigen tersebut hingga dapat

diproses dan dimanfaatkan oleh tubuh. Apabila terjadi gangguan pada salah 1 organ

ataupun saluran yang berperan, maka akan terjadi suatu hambatan dalam perjalanan

oksigen tersebut sampai di tujuan. Salah 1 penyakit yang dapat terjadi pada saluran

pernapasan yaitu PPOK. Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD), PPOK adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang

tidak sepenuhnya reversible. Keterbatasan saluran napas tersebut biasanya progresif dan

berhubungan dengan respons inflamasi dikarenakan bahan yang merugikan atau gas1

Di Amerika Serikat data tahun 2007 menunjukkan bahwa pre-valensi PPOK sebesar

10,1% (SE 4,8) pada laki-laki sebesar 11,8% (SE 7,9) dan untuk perempuan 8,5% (SE

5,8)3. WHO memperkirakan sekitar 80 juta orang akan menderita PPOK dan 3 juta

meninggal karena PPOK pada tahun 2005, dengan merujuk 5% dari seluruh kematian

secara global.

Dalam menghadapi penyakitnya, pasien seringkali memiliki banyak keluhan yang

dapat memperparah kondisinya apabila tidak ditangani dengan segera. Dalam hal ini,

proses pengkajian harus dilakukan lebih dalam untuk mengetahui macam-macam keluhan

yang dialami oleh pasien. Komunikasi merupakan kunci utama dalam melakukan proses

pengkajian agar mendapatkan data yang maksimal sehingga dapat memberikan asuhan

keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien. Salah satu teknik komunikasi terapeutik

yang dapat diterapkan untuk mengkaji yaitu Active Listening (mendengarkan secara

aktif/penuh perhatian).

Active listening diharapkan dapat memberikan suatu kenyamanan dan perasaan lega

pada pasien karena dalam melakukan pengkajian pasien memiliki rasa percaya pada

perawat yang merawat dan pasien meyakini dengan menceritakan keluhannya maka pasien

dapat segera memperoleh tindakan medis yang sesuai serta memperoleh informasi yang

berharga dari perawat untuk perawatan dirinya selama menderita penyakit.

Dengan berlatar belakang permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk

melakukan tinjauan pustaka mengenai terapi modalitas komunikasi terapeutik (active

listening) pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan.

2. Rumusan Masalah

2.1 Apa itu terapi modalitas komunikasi terapeutik (active listening)?

2.2 Apa saja jenis teknik komunikasi terapeutik (active listening) yang dapat dilakukan

perawat?

2.3 Bagaimana sikap yang dapat dilakukan dalam komunikasi terapeutik (active

listening)?

2.4 Mengapa komunikasi terapeutik (active listening) dikatakan sebagai tanggung jawab

moral perawat?

2.5 Bagaimana aplikasi dari terapi modalitas komunikasi terapeutik (active listening)

pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan?

2.6 Apa saja dimensi tindakan yang dapat dilakukan dalam komunikasi terapeutik (active

listening)?

3. Tujuan Penulisan

3.1 Untuk mengetahui definisi terapi modalitas komunikasi terapeutik (active listening)

3.2 Untuk mengetahui jenis teknik komunikasi terapeutik (active listening)

3.3 Untuk mengetahui sikap yang dapat dilakukan dalam menerapkan komunikasi

terapeutik (active listening)

3.4 Untuk mengetahui alasan komunikasi terapeutik (active listening) dikatakan sebagai

tanggung jawab moral perawat

3.5 Untuk mengetahui aplikasi dari terapi modalitas komunikasi terapeutik (active

listening) pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan

3.6 Untuk mengetahui dimensi tindakan yang dapat dilakukan dalam komunikasi

terapeutik (active listening)

4. Manfaat Penulisan

4.1 Memperoleh informasi mengenai aplikasi komunikasi terapeutik (active listening)

untuk proses pengkajian pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan

4.2 Menambah wawasan mengenai proses komunikasi terapeutik yang berhubungan

dengan aspek keperawatan

4.3 Dapat menentukan intervensi yang tepat bagi pasien untuk mengatasi

permasalahannya setelah diperoleh data yang sesuai dari hasil pengkajian dengan

menggunakan metode active listening

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Komunikasi Terapeutik (Active Listening)

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan

dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto,1994). Teknik

komunikasi terapeutik (active listening) merupakan cara untuk membina hubungan yang

terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran

dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain (Stuart & sundeen,1995).

Mendengarkan secara aktif (active listening) adalah mengenai cara membangun

rapport, pengertian, dan kepercayaan. Mendengarkan secara aktif (active listening) juga

mengenai cara membangun rapport, pengertian, dan kepercayaan. Mendengarkan secara

aktif (active listening) memiliki arti penuh pengertian terhadap apa yang disampaikan oleh

pasien secara verbal dan non verbal. Tindakan ini dapat memfasilitasi komunikasi klien.

(Potter & Perry, 2005)

Menurut Doctherman, active listening yaitu mengikuti dengan cermat untuk

memaknai pesan verbal dan non verbal yang disampaikan pasien. Dimana tindakan yang

dapat dilakukan diantaranya:

Menetapkan tujuan untuk berinteraksi

Tunjukkan kenyamanan pada pasien

Fokus untuk menyelesaikan interaksi dengan menekankan kerugian, penyimpangan,

asumsi, perhatian pribadi yang mengasikkan, dan distraksi yang lain

Tunjukkan kepedulian dan kesensitifan terhadap emosi

Gunakan kebiasaan nonverbal untuk memfasilitasi komunikasi (e.g. peduli terhadap

penyampaian pesan nonverbal secara fisik)

Dengarkan pesan dan perasaan yang tidak dinyatakan saat percakapan

Menyadari mana kata yang harus dihindari, sekaligus pesan non verbal yang menyertai

kata yang dinyatakan

Sadar terhadap suara, tempo, volume, nada, dan perubahan suara

Identifikasi tema yang utama

Memastikan arti dari pesan dengan merefleksikan sikap, pengalaman terakhir, dan

situasi sekarang

Saat direspon, maka itu mencerminkan pemahaman terhadap penerimaan pesan oleh

pasien

Klarifikasi pesan melalui penggunaan pertanyaan dan umpan balik

Menggunakan jenis pertanyaan untuk menemukan arti dari kebiasaan

Hindari hambatan pada saat mendengarkan dengan aktif (e.g. menyembunyikan

perasaan, menawarkan solusi yang mudah, menyela, berbicara tentang diri)

Ciptakan keheningan untuk mendorong ekspresi perasaan, pikiran, dan keprihatinan

Mendengarkan secara aktif tidak selalu berarti sesi panjang yang habis untuk

mendengarkan keluhan atau masalah. Metode ini adalah sebuah cara untuk menghadapi

masalah-masalah yang timbul dari kebiasaan sehari-hari, peristiwa, dan pekerjaan apapun.

Agar efektif, mendengarkan aktif harus tegas didasarkan pada sikap dasar pengguna. Kita

tidak bisa melakukannya dengan baik jika sikap dasar kita bertentangan dengan tujuan

yang ingin kita capai.

Mendengarkan secara aktif adalah cara penting untuk membawa perubahan pada

orang. Bukti klinis dan penelitian jelas menunjukkan bahwa mendengarkan yang sensitif

adalah agen yang paling efektif untuk membawa perubahan kepribadian individu dan

perkembangan kelompok. Selain membawa perubahan sikap masyarakat terhadap diri dan

orang lain, tetapi juga membawa perubahan pada dasar diri mereka, nilai-nilai dan filosofi

pribadi. Orang-orang yang telah mendengarkan dengan cara baru dan khusus akan menjadi

lebih dewasa secara emosional, lebih terbuka terhadap pengalaman mereka, kurang

defensif, lebih demokratis, dan kurang otoriter.

Active listening adalah suatu teknik mendengarkan untuk tetap “memperlancar”

hubungan komunikasi dua arah dengan melakukan proses pemahaman empatik, yaitu

berusaha memahami dunia orang lain sebagaimana dilihat dan dirasakan orang tersebut dan

tidak seperti yang kita lihat atau pahami. Berikut ini adalah tahapan dalam active listening:

Dengan demikian, pada saat mendengar aktif kita tidak mengirim pesan kita sendiri

melainkan kita membuka diri untuk menerima pesan dari orang lain. Selain itu kita juga

berusaha memahami apa yang dimaksud orang lain, apa yang dipikirkan dan apa yang

dikehendaki. Dengan active listening, diharapkan hambatan-hambatan komunikasi dapat

diatasi, karena:

1. Dengan kita sungguh-sungguh mendengarkan dan memperhatikan orang lain, maka itu

merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi mereka sehingga mereka merasa

penting dan dihargai.

2. Dengan didengarkan dan dihargai, maka mereka juga menjadi bersedia mendengarkan

pendapat / masalah kita.

3. Kita sungguh-sungguh menghargai kehadirannya, kita menerima dan tidak menolak apa

yang dirasakannya, sehingga hubungan antar pribadi menjadi lebih akrab.

4. Perasaan - perasaan negative menjadi berkurang  

Dengan menerapkan active listening maka diharapkan masing-masing pihak bisa saling

mendengarkan dan menghargai masalah orang lain. Dengan keterbukaan tersebut maka

proses mencari solusi masalah bersama bisa dilakukan dengan damai tanpa ada prasangka

negatif.

2. Jenis Teknik Komunikasi Terapeutik (Active Listening)

Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan tehnik berkomunikasi yang

berbeda pula. Tehnik komunikasi berikut ini, treutama penggunaan referensi dari Shives

(1994), Stuart & Sundeen (1950) dan Wilson & Kneisl (1920), yaitu:

1. Mendengarkan dengan penuh perhatian

Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa perawat

perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh

perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal

yang sedang dikomunikasikan.

2. Menunjukkan penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan

orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat

kita tidak harus menerima semua prilaku klien. Perawat sebaiknya menghindarkan

ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan

tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak

percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menggelengkan kepala seakan

tidak percaya:

Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan

Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian

Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal

Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk

mengubah pikiran klien

3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan

Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik

mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang dibicarakan

dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama pengkajian ajukan

pertanyaan secara berurutan.

4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri

Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik

sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan

komunikasi berlanjut. Namun perawat harus berhati-hati ketika menggunakan

metode ini, karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti yang

berbeda.

5. Klarifikasi

Apabila terjadi kesalah pahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan untuk

mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat penting

dalam memberikan pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai dengan benar,

perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien.

6. Memfokuskan

Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih

spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan klien ketika

menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa

informasi yang baru.

7. Menyampaikan hasil observasi

Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil

pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar.

Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal klien.

Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih

jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.

8. Menawarkan informasi

Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien

terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan

kesehatan bagi klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien terhadap perawat.

Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi

alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasehat kepada klien ketika memberikan

informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.

9. Diam

Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir

pikirannya. Penggunaan metode diam memrlukan ketrampilan dan ketetapan waktu,

jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien

untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan

memproses informasi. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap

dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam terutama

berguna pada saat klien harus mengambil keputusan.

10. Meringkas

Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara

singkat. Metode ono bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum

meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu

perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan

pembicaraan dengan topik yang berkaitan.

11. Memberikan penghargaan

Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran

tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang

mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.

Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata jangan

sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau

persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan

bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”.

12. Menawarkan diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau

klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali perawat hanya

menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, tehnik komunikasi ini harus dilakukan tanpa

pamrih.

13. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan

Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik

pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang

perannanya dalam interakasi ini perawat dapat menstimulasinya untuk mengambil

inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.

14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Tehnik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan

yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan

dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha

untuk menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan.

15. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk

melihatnya dalam suatu perspektif

Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk

melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan

menolong perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai akibat

kejadian yang pertama. Pesawat akan dapat menentukan pola kesukaran interpersonal

dan memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien

dalam memenuhi kebutuhannya.

16. Menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya

Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesungguhnya

dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya

kepada perawat. Ketika menceritakan pengalamannya, perawat harus waspada akan

timbulnya gejala ansietas.

17. Refleksi

Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan

perasaanya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang

harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab:

“Bagaimana menurut anda?” atau “Bagaimana perasaan anda?”. Dengan demikian

perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien

mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir

bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai

individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.

3. Sikap Dalam Menerapkan Komunikasi Terapeutik (Active Listening)

Menurut Keliat, 1993, 5 sikap untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat

memfasilitasi komunikasi yang terapeutik, yaitu:

Berhadapan

Arti dari posisi ini adalah saya siap untuk anda.

Mempertahankan kontak mata

Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan

untuk tetap berkomunikasi.

Membungkuk ke arah klien

Posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu.

Mempertahankan sikap terbuka

Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.

Tetap relaks

Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam

memberikan respon pada klien.

4. Komunikasi Terapeutik (Active Listening) Dikatakan Sebagai Tanggung Jawab

Moral Perawat

Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas sikap

peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk tumbuh

dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menambahkan

bahwa sebagai seorang beragama, perawat tidak dapat bersikap tidak perduli terhadap

ornag lain adalah seseorang pendosa yang memntingkan dirinya sendiri.

Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa

“human care” terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan

menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam

sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain untuk meningkatkan

pengetahuan dan pengendalian diri, “Sesungguhnya setiap orang diajarkan oleh Allah

untuk menolong sesama yang memrlukan bantuan”. Perilaku menolong sesama ini perlu

dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian dari kepribadian.

5. Aplikasi Dari Terapi Modalitas Komunikasi Terapeutik (Active Listening) Pada

Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan

Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah berbicara kepada pasien bukan kepada

pengunjung, berhadapan dengan pasien, pertahankan kontak mata, berbicara pelan dan

jelas, jangan menghentikan ketika pasien sedang berbicara, jangan menyelesaikan kata-

kata pasien, berikan waktu kepada pasien untuk menjawab, berikan musik atau stimulus

visual yang bermakna pada pasien dan membantu pasien untuk beradaptasi pada

keterbatasan yang disebabkan oleh masalah komunikasi (Ignatavicius & Workman, 2010).

Fase-fase komunikasi terapeutik yang dapat diterapkan dalam melakukan active listening

pada pasien dengan gangguan pernapasan antara lain:

1) Tahap Persiapan (Pra interaksi)

Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi

dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan

mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari

informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan

pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat untuk

memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa dia siap

untuk berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005). Tugas perawat pada tahap ini antara

lain:

Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan

klien,     perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani,

2005). Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan

dilakukan. Apakah ada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005)

Menganalisis kekuatan dan kelemahan sendiri. Kegiatan ini sangat penting

dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada

saat berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai

kekuatan mampu memulai pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang lain,

keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam

membuka pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling percaya

(Suryani, 2005).

Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena

dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien. Paling

tidak perawat bisa mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada saat

memulai interaksi (Suryani, 2005).

2) Tahap Perkenalan

Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak

dengan klien. Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih

dahulu kepada klien. Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap

terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya.

Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah

dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Tugas

perawat pada tahap ini antara lain:

Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka.

Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan terapeutik.

karena tanpa adanya rasa saling percaya tidak mungkin akan terjadi keterbukaan

antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa berubah

tergantung pada situasi dan kondisi. Karena itu, untuk mempertahankan atau

membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas,

menerima klien apa adanya, menepati janji, dan menghargai klien.

Merumuskan kontrak pada klien. Kontrak ini sangat penting untuk menjamin

kelangsungan sebuah interaksi. Pada saat merumuskan kontrak perawat juga perlu

menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak terjadi

kesalahpahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu juga untuk

menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena

karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan serba

tahu. Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya membantu, sedangkan

kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien sendiri. Contoh: “Pak,

disini saya akan membantu bapak mencari jalan yang terbaik untuk pengobatan yang

tepat, namun disini bapak perlu untuk kuat dan selalu berdoa pada Tuhan agar

diberikan kelancaran dalam menjalani pengobatan. Selain itu juga, kuatkan keinginan

dan semangat bapak untuk sembuh ya, pak!”

Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap ini

perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. Dengan memberikan

pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat mendorong klien untuk

mengekspresikan pikiran dan perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi masalah

klien. Contoh: “Bagaimana perasaan bapak saat ini?”, “apakah bapak merasa

cemas?”, “apa keluhan yang bapak rasakan sekarang? Apakah keluhannya bertambah

berat?”, “Apakah sesak napas yang bapak rasakan sudah berkurang? Atau terasa

semakin berat?”

Merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi

bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan

ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi. Contoh: “Bapak, dari hasil perbincangan

kita tadi, saya akan melakukan penyedotan dahak pada saluran pernapasan bapak

karena bapak mengatakan susah untuk mengeluarkan dahak. Nanti saya mohon

kerjasama dari bapak agar tindakan dapat berjalan dengan lancar.”

3) Fase orientasi

Fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya, tujuan fase ini

adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien

saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal

yang telah dilakukan bersama klien. Contoh : “Nah pak , tadi kita sudah berbincang-

bincang mengenai keluhan bapak dan kita juga sudah sepakat akan melakukan suction

(penyedotan) dahak bapak. Sekarang saya akan mulai untuk melakukan penyedotan

dahaknya ya pak.”

4) Tahap Kerja                                      

Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik.

Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang

dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong

klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai

kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons

verbal maupun nonverbal klien. Pada tahap ini perawat perlu melakukan komunikasi

terapeutik (active listening) karena tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk

menyelesaikan masalah klien. Melalui komunikasi terapeutik (active listening), perawat

membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara

mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang

telah dipilih. Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan

klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan

hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan

ide yang sama. Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal

dan tema emosional yang penting. Misalnya disini pada saat dilakukan suction, perawat

memperhatikan kondisi klien, apabila klien batuk, hentikan suction sejenak dan diulang

kembali saat klien sudah merasa tenang dan siap. Saat suction, perhatikan juga lama

tindakan yang diberikan agar klien tidak mengalami kondisi hipoksia. Apabila setelah

suction saturasi oksigen klien <95%, beri oksigen sesuai dengan beratnya kondisi

hipoksia yang dialami klien.

5) Tahap Terminasi

Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien. Tahap ini dibagi dua

yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir. “Terminasi sementara” adalah akhir dari

tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu

kembali dengan klien pada waktu yang telah ditentukan. “Terminasi akhir” terjadi jika

perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan. Tugas perawat

pada tahap ini antara lain:

Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini

juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan

menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau

menyimpulkan.

 Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan

perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu mengetahui

bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa

bahwa interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa

interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah

baru bagi klien.

Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga

disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan harus

relevan dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir

interaksi klien sudah memahami tentang beberapa alternative mengatasi marah.

Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk mencoba salah

satu dari alternatif tersebut.

Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar

terdapat      kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya.

Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.

Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-

klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut

tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi

lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan

perawat untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan

tahap sebelumnya.

6. Dimensi Tindakan yang Dapat Dilakukan Dalam Komunikasi Terapeutik (Active

Listening)

Dimensi ini termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri perawat, katarsis

emosional, dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1995, h.23). Dimensi ini harus

diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan, dan pengertian yang dibentuk

oleh dimensi responsif.

Konfrontasi

Pengekspresian perawat terhadap perbedaan pada perilaku klien yang bermanfaatn

untuk memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen,

1998, h.41) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi yaitu:

a. Ketidak sesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan

ideal diri (cita-cita/keinginan klien)

b. Ketidak sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien

c. Ketidak sesuaian antara pengalaman klien dan perawat

Konfrontasi seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah. Oleh karena itu

sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat

hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat kecemasan dan

kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien yang telah

mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.

Kesegeraan

Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan pada dan digunakan untuk mempelajari

fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Perawat harus sensitif terhadap

perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera

Keterbukaan perawat

Tampak ketika perawat meberikan informasi tentang diri, ide, nilai, perasaan dan

sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses belajar, katarsis, atau dukungan

klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh Stuart dan Sundeen,

1987, h.134) ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien

menurunkan tingkat kecemasan perawat klien

4. Katarsis emosional

Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat mengganggunya untuk

mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini perawat harus dapat mengkaji kesiapan

klien untuk mendiskusikan maslahnya. Jika klien mengalami kesulitan mengekspresikan

perasaanya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada

pada situasi klien.

5. Bermain peran

Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien kedalam

hubungan antara manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari

sudut pandang lain; juga memperkenankan klien untuk mencobakan situasi yang baru

dalam lingkungan yang aman.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1.1 Teknik komunikasi terapeutik (active listening) merupakan cara untuk membina

hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran

perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain (Stuart &

sundeen,1995).

1.2 Jenis teknik komunikasi terapeutik (active listening) yang dapat dilakukan yaitu:

Mendengarkan dengan penuh perhatian, menunjukkan penerimaan, menanyakan

pertanyaan yang berkaitan, mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata

sendiri, klarifikasi, memfokuskan, menyampaikan hasil observasi, menawarkan

informasi, diam, meringkas, memberikan penghargaan, menawarkan diri, memberi

kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan, menganjurkan untuk

meneruskan pembicaraan, menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya, dan

refleksi.

1.3 Sikap dalam menerapkan komunikasi terapeutik (active listening) yang dapat

diterapkan yaitu: berhadapan, mempertahankan kontak mata, membungkuk ke arah

klien, mempertahankan sikap terbuka, dan tetap relaks.

1.4 “human care” terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan

menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti

dalam sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain untuk

meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri.

1.5 Aplikasi komunikasi terapeutik (active listening) dilakukan dengan melalui beberaoa

fase, diantaranya: tahap pre interaksi, tahap perkenalan, fase orientasi, tahap kerja,

tahap terminasi.

1.6 Dimensi tindakan keperawatan termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri

perawat, katarsis emosional, dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1995, h.23).

2. Saran

2.1 Untuk mahasiswa keperawatan agar mampu melakukan pengkajian dengan baik dan

benar serta mencakup semua aspek bio psiko sosio spiritual klien agar nantinya dapat

memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kondisi dan keluhan yang

dialami klien.

2.2 Menggunakan komunikasi terapeutik (active listening) dalam melakukan pengkajian

agar memperoleh data yang akurat dan agar pasien memiliki sikap yang terbuka

untuk menceritakan keluhannya saat ini.

2.3 Melakukan pengembangan terhadap teknik komunikasi terapeutik (active listening)

dalam dunia keperawatan agar kedepannya perawat memiliki cara yang lebih baik

dan lebih tepat dalam menghadapi klien untuk memberikan asuhan keperawatan.