Makalah bahasa indonesia
-
Upload
cece-marzaman -
Category
Documents
-
view
5 -
download
0
description
Transcript of Makalah bahasa indonesia
1
1. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi
meninggal pada tahun pertama kehidupannya dan dua
pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua pertiga dari
yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu
pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu
pertama, meninggal pada hari pertama. Penyebab utama
kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi
kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi
berat lahir rendah. Kurang lebih 99% kematian ini terjadi di
negara berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat
dicegah dengan pengenalan dini dan pengobatan yang tepat.1
Angka kematian balita terutama pada masa neonatal masih
cukup tinggi dan menjadi masalah kesehatan baik secara global,
regional, maupun di Indonesia. Itulah sebabnya tujuan keempat
Milenium Development Goals (MDGs) adalah mengurangi jumlah
kematian anak (Haider dan Bhutta , 2006).Secara global 23%
dari kematian neonatal dikaitkan dengan asfiksia neonatorum
(Waqar dan Haque, 2012).Menurut World Health Organization
(WHO), setiap tahunnya 120 juta bayi lahir didunia, secara global
4 juta (33 per 1000) bayi lahir mati dan 4 juta (33 per 1000)
lainnya meninggal dalam usia 30 hari (neonatal lanjut). Kira-kira
2
3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi mengalami asfiksia neonatorum,
hampir 1 juta(27,78%) bayi ini meninggal (Sari, dkk, 2011).
Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami
asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas jangka panjang
seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan belajar.2
Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, tiga
penyebab utama kematian perinatal di Indonesia adalah
gangguan pernapasan/respiratory disorders (35,9%),
prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%).3
Kejadian asfiksia neonatorum masih menjadi masalah serius
di Indonesia. Salah satu penyebab tingginya kematian bayi di
Indonesia adalah asfiksia neonatorum yaitu sebesar 33,6%.
Angka kematian karena asfiksia di Rumah Sakit Pusat Rujukan
Propinsi di Indonesia sebesar 41,94% (Suryani, 2009). Di
Indonesia angka kejadian asfiksia kurang lebih 40 per 1000
kelahiran hidup, secara keseluruhan 110.000 neonatus
meninggal setiap tahun karena asfiksia. Di daerah pedesaan
Indonesia angka kejadian asfiksia neonatorum sebanyak 31-
56,5%. Dan asfiksia menjadi penyebab 19% dari 5 juta kematian
bayi baru lahir setiap tahun (Setyobudi, 2008). 3
Angka kejadian asfiksia neonatorum di Sulawesi Selatan
cukup tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi
3
Sulawesi Selatan kejadian asfiksia neonatorum di Sulawesi
Selatan pada tahun 2009 sebanyak 151 kasus (18,39%), pada
tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 392 kasus (16,59%),
dan pada tahun 2011 mengalami peningkatan yaitu terdapat 212
kasus (21,74%) asfiksia neonatorum (Dinkes Provinsi Sulawesi
Selatan 2009-2011).3
Penyebab utama kematian neonatus berhubungan secara
intrinsik dengan kesehatan ibu dan perawatan yang diterima
sebelum, selama dan setelah melahirkan. Asfiksia neonatorum
dan trauma kelahiran pada umumnya disebabkan oleh
manajemen persalinan yang buruk dan kurangnya akses ke
pelayanan obstetri. Asupan kalori dan mikronutrien juga
menyebabkan keluaran yang buruk. Telah diketahui bahwa
hampir tiga per empat dari semua kematian neonatus dapat
dicegah apabila wanita mendapatkan nutrisi yang cukup dan
mendapatkan perawatan yang sesuai pada saat kehamilan,
kelahiran dan periode pasca persalinan.4
Asfiksia neonatorum adalah keadaan darurat bayi baru lahir
berupa depresi pernapasan yang berlanjut sehingga
menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh sebab itu, asfiksia
memerlukan intervensi dan resusitasi segera untuk
meminimalkan mortalitas dan morbiditas. Survei atas 127
institusi pada 16 negara baik negara maju ataupun berkembang
4
menunjukkan bahwa sarana resusitasi dasar seringkali tidak
tersedia, dan tenaga kesehatan kurang terampil dalam resusitasi
bayi. Sebuah penelitian di 8 negara, Afrika menunjukkan bahkan
di RS pusat rujukan, resusitasi terhadap bayi dengan asfiksia
neonatorum belum memenuhi standar. Padahal resusitasi dasar
yang efektif mencegah kematian bayi dengan asfiksia sampai
tigaperempat nya.5
Saat ini terdapat beberapa definisi tentang asfiksia, baik dari
IDAI, WHO maupun ACOG dan AAP. Perbedaan dalam definisi
tersebut menjadi kesulitan utama dalam mengumpulkan data
epidemiologi yang akurat, penegakan diagnosis dan
penatalaksanaannya.6
Mengingat besaran masalah penyakit asfiksia neonatorum
ini maka penting upaya penyeragaman dalam penanganan dan
pencegahan asfiksia dijadikan salah satu kebijakan kesehatan
nasional di Indonesia.6
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana distribusi risiko kejadian asfiksia neonatorum?
b. Apa saja faktor-faktor risiko terjadinya asfiksia neonatorum?
1.3. TUJUAN PENULISAN
5
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik risiko kejadian asfiksia neonatorum
1.3.2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui risiko kejadian asfiksia neonatorum
a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik risiko kejadian asfiksia
neonatorum dengan usia ibu.
b. Untuk mengetahui gambaran karakteristik risiko kejadian asfiksia
neonatorum dengan usia kehamilan.
c. Untuk mengetahui gambaran karakteristik risiko kejadian asfiksia
neonatorum dengan cara persalinan.
2.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tentang Asfiksia Neonatorum
2.1.1. Definisi
Bayi dapat berada pada fase antara apnu primer dan apnu
dan seringkali keadaan yang membahayakan ini dimulai sebelum
6
atau selama persalinan. Akibatnya saat lahir, sulit untuk menilai
berapa lama bayi telah berada dalam keadaan membahayakan.
Pemeriksaan fisik tidak dapat membedakan antara apnu primer
dan sekunder, namun respon pernapasan yang ditunjukkan akan
dapat memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan yang
membahayakan itu.7
Definisi beberapa sumber mendefinisikan asfiksia neonatorum
dengan berbeda:
a. Ikatan Dokter Anak Indonesia
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara
spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat
setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia,
hiperkarbia dan asidosis.7
b. WHO
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir.4
c. ACOG dan AAP
Seorang neonatus disebut mengalami asfiksia bila
memenuhi kondisi sebagai berikut:8
a. Nilai Apgar menit kelima 0-3.
b. Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat
(pH<7.0).
7
c. Gangguan neurologis (misalnya: kejang, hipotonia atau
koma)
d. Adanya gangguan sistem multiorgan (misalnya:
gangguan kardiovaskular, gastrointestinal, hematologi,
pulmoner, atau sistem renal).
Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multiorgan,
kejang dan ensefalopati hipoksik-iskemik, serta asidemia
metabolik. Bayi yang mengalami episode hipoksia-iskemi yang
signifikan saat lahir memiliki risiko disfungsi dari berbagai organ,
dengan disfungsi otak sebagai pertimbangan utama.2
2.1.2.Klasifikasi asfiksia
Secara klinis dapat digunakan skor APGAR pada menit ke-1, 5
dan 10 untuk mendiagnosa dan mengklasifikasikan derajat
asfiksia secara cepat.9
Apgar skor adalah suatu metode sederhana yang digunakan
untuk menilai keadaan umum bayi sesaat setelah kelahiran
(Prawirohardjo :2002).Penilaian ini perlu untuk mengetahui
apakah bayi menderita asfiksia atau tidak. Yang dinilai adalah
frekuensi jantung (Heartrate), usaha nafas (respiratory effort),
tonus otot (muscle tone), warna kulit (colour) dan reaksi
terhadap rangsang (responto stimuli) yaitu dengan memasukkan
kateter ke lubang hidung setelah jalan nafas dibersihkan
8
(Prawirohardjo : 2002).Setiap penilaian diberi angka 0,1,2. Dari
hasil penilaian tersebut dapat diketahui apakah bayi normal
(vigorous baby= nilai apgar 7-10), asfiksiaringan (nilai apgar 4-
6), asfiksia berat (nilai apgar 0-3) (Prawirohardjo :2002).9
3. PEMBAHASAN
3.1 Usia ibu
Berdasarkan hasil bahwa didapatkan ibu yang melahirkan bayi
dengan asfiksia neonatorum yang mempunyai usia untuk melahirkan
dengan risiko rendah yaitu sebesar 79,1% dan dengan risiko tinggi yaitu
sebesar 20,9%.
Dalam reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan
dan persalinan adalah 20-35 tahun, sedangkan yang berisiko untuk
kehamilan dan persalinan adalah umur kurang dari 20 tahun atau di atas 35
tahun. Ibu hamil pertama pada umur < 20 tahun, fungsi reproduksi belum
optimal, rahim dan panggul ibu seringkali belum tumbuh mencapai ukuran
dewasa. Akibatnya diragukan keselamatan dan kesehatan janin dalam
kandungan. Kemungkinan bahaya yang dapat terjadi yaitu bayi lahir
belum cukup bulan dan perdarahan dapat terjadi sebelum/sesudah bayi
lahir. Pada ibu hamil berumur 35 tahun atau lebih, terjadi penurunan
kondisi sel telur sehingga proses pembelahan sel telur yang sudah dibuahi
akan sering terganggu.terjadi perubahan jaringan alat-alat kandungan dan
jalan lahir tidak lentur lagi.18
9
Hasil menunjukkan bahwa proporsi ibu yang melahirkan bayi
dengan asfiksia neonatorum terbanyak pada usia dengan risiko rendah
yaitu sebesar 79,1%. Ini dikarenakan adanya faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi terjadinya asfiksia neonatorum yaitu penyakit pada ibu,
persalinan lama, malpresentasi, prolapsus tali pusat, bayi prematur, dan
BBLR. Jadi, kejadian asfiksia neonatorum tidak dipengaruhi oleh umur
saja, meskipun ibu dengan umur berisiko namun jika ibu secara teratur
memeriksakan kehamilannya ke tempat pelayanan kesehatan, memberikan
nutrisi yang cukup bagi janin yang dikandungnya dan tidak memiliki
komplikasi pada kehamilannya maka kejadian asfiksia neonatorum dapat
dihindarkan.18
3.2 Jumlah Paritas Ibu
Berdasarkan hasil didapatkan ibu dengan primigravida yang
melahirkan bayi dengan asfiksia neonatorum sebesar 55,8%, multigravida
sebesar 40,5% dan grandemultipara sebesar 3,7%.
Pada primipara terkait dengan belum siapnya fungsi organ dalam
menjaga kehamilan dan menerima kehadiran janin, keterampilan ibu untuk
melaksanakan perawatan diri dan bayinya serta faktor psikologis ibu yang
belum stabil, sedangkan ibu yang pernah melahirkan anak empat kali atau
lebih karena paritas yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terganggunya
uterus terutama dalam hal fungsi pembuluh darah. Kehamilan yang
berulang-ulang akan menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh
darah uterus, hal ini akan mempengaruhi nutrisi ke janin pada kehamilan
10
selanjutnya sehingga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan yang
selanjutnya akan melahirkan bayi asfiksia neonatorum.9
Didapatkan sebagian besar ibu melahirkan dengan paritas berisiko
yaitu primipara. Hal ini disebabkan karena pada persalinan primipara
risiko untuk terjadinya stres kehamilan sangat tinggi. Stress kehamilan ini
dapat dipicu oleh dugaan – dugaan selama kehamilan, baik dari
pengalaman orang lain atau rasa cemas yang timbul dari diri sendiri,
sehingga dapat menyebabkan peningkatan hormon stres yang dapat
menyebabkan gangguan selama proses persalinan.9
Salah satu dampak penting terjadinya stress adalah
diproduksinya adrenalin dan noradrenalin yang memberi
dampak pada ibu utamanya pada bayi berupa abortus,
kelahiran bayi premature sampai pada kematian janin dan
ibu melahirkan(Atiq, 2007).Jika hal ini dibiarkan terjadi
maka angka mortalitas dan morbiditas akan semakin
meningkat.(Maimunah 2009)9
Penelitian (Astria dkk, 2009) menunjukan bahwa ibu
hamil yang mengalami kecemasan tinggkat tinggi dapat
meningkatkan risiko kelahiran bayi premature bahkan
keguguran. Penelitian lain menunjukan bahwa ibu hamil
dengan kecemasan yang tinggi ketika hamil akan
meningkatkan risiko hipertensi. Risiko hipertensi dapat
11
berupa terjadinya stroke, kejang bahkan kematian pada
ibu dan janin.9
3.3 Cara Persalinan
Ibu yang cara persalinannya dengan pervaginam sebesar 8,6% dan
dengan sectio secarea sebesar 91,4%.
Prosedur anastesi pada operasi kadang membuat anak ikut terbius,
sehingga anak tidak spontan menangis, keterlambatan menangis ini
mengakibatkan kelainan hemodinamika dan mengurangi apgar score.19
Persalinan dengan bedah caesar sangat tinggi
risikonya terhadap bayi baru lahir yaitu kematian bayi,
risiko gangguan pernafasan bayi, risiko trauma bayi dan
risiko gangguan otak. Risiko yang dialami bayi baru lahir
terkait persalinan dengan caesar adalah 3,5 kali lebih
besar dibandingkan dengan persalinan normal ( Dr. Andon
Hestiantoro SpOG ( K ) dari Departemen Obstetri dan
Ginekologi FKUI/RSCM.19
Menurut Anne Hansen dari Aarhus University
Hospital, Denmark, mengatakan bahwa bayi yang lahir
dengan seksio sesarea memiliki risiko lebih tinggi pada
sistem pernafasan kemungkinan berkaitan dengan
perubahan fisiologi akibat proses kelahiran. Proses
kelahiran dengan seksio sesarea memicu pengeluaran
12
hormon stres pada ibu yang diperkirakan menjadi kunci
pematangan paru-paru bayi yang terisi air sehingga bayi
lahir mengalami asfiksia. Asfiksia sendiri adalah kegagalan
bayi untuk bernafas dan mempertahankannya. Selain
dapat menimbulkan kematian, jika terlambat ditangani
asfiksia bisa mengakibatkan cacat seumur hidup seperti
buta, tuli, dan cacat otak.19
3.4 Berat Bayi Lahir
Ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan lahir < 2500 gram
sebesar 17,2%, ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan lahir 2500-
4000 gram sebesar 81,6% dan ibu yang melahirkan bayi dengan berat
badan lahir > 4000 gram sebesar 1,2%.
Hasil menunjukkan bahwa proporsi bayi dengan asfiksia
neonatorum terbanyak pada bayi dengan berat bayi lahir normal yaitu
sebesar 81,6%. Ini dikarenakan adanya faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi terjadinya asfiksia neonatorum yaitu penyakit pada ibu,
persalinan lama, malpresentasi, ataupun prolapsus tali pusat. Jadi, kejadian
asfiksia neonatorum tidak terbatas hanya pada berat bayi lahir rendah
namun keadaan ini juga dapat terjadi pada bayi dengan berat lahir normal
dan berat lahir lebih tergantung dari faktor predisposisi lain yang dapat
terjadi baik selama proses kehamilan maupun persalinan.9
13
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai
“Karakteristik Kejadian Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir
Tahun 2015”, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Ibu yang melahirkan bayi dengan asfiksia neonatorum yang memiliki
usia dengan risiko rendah ( berusia 20 – 35) lebih banyak daripada ibu
yang beresiko tinggi (< 20 atau >35 tahun).
2. Ibu yang melahirkan bayi dengan asfiksia neonatorum dengan paritas
primipara (melahirkan satu kali) lebih banyak daripada ibu yang dengan
paritas multipara (melahirkan dua hingga empat kali) dan
grandemultipara (melahirkan lima kali atau lebih).
14
3. Ibu yang melahirkan bayi dengan asfiksia neonatorum dengan cara
persalinan sectio cesarea lebih banyak daripada ibu yang cara
persalinannya dengan cara pervaginam.
4. Ibu yang melahirkan bayi dengan asfiksia neonatorum dengan berat lahir
normal (2500-4000 gram) lebih banyak daripada bayi dengan berat lahir
rendah (< 2500 gram) dan berat lahir lebih (> 4000 gram).
4.2 Saran
1. Mengingat masih banyaknya angka kejadian asfiksia neonatorum
maka diperlukan peningkatan pengetahuan serta kesadaran ibu
mengenai asfiksia neonatorum dengan program penyuluhan mengenai
pentingnya melakukan pemeriksaan ANC selama masa kehamilan
untuk mengetahui dan mencegah terjadinya kejadian asfiksia
neonatorum.
2. Pemantauan terhadap ibu hamil yang berisiko terhadap terjadinya
asfiksia neonatorum, harus segera dilaporkan dan ditangani dengan
cepat sehingga dapat segera dicegah.
3. Dibutuhkan kerjasama sektor lain yang terkait agar turut berperan serta
dalam meningkatkan pengetahuan ibu agar dapat mengakses dan
memanfaatkan pelayanan antenatal dan meningkatkan status gizi
selama hamil untuk pencegahan asfiksia neonatorum maupun
komplikasi lebih lanjut yang dapat timbul.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Lawn JE, Cousens S, Zupan J: Lancet Neonatal Survival Steering Team. 4 million neonatal deaths: When? Where? Why? Lancet 2005; 365 (9462):891 –900.
2. Lee, et.al. Risk Factors for Neonatal Mortality Due to Birth Asphyxia in Southern Nepal: A Prospective, Community-Based Cohort Study. Pediatrics 2008; 121:e1381-e1390 (doi:10.1542/peds.2007-1966). (Level of evidence IIb)
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008.h. 278-9.
4. World Health Organization. The World Health Report 2005: make every mother and child count. Geneva: WHO; 2005.
5. World Health Organization. Basic Newborn Resuscitation: A Practical Guide-Revision. Geneva: World Health Organization; 1999. Diunduh dari: www.who.int/reproductive-health/publications/newborn_resus_citation/index.html
6. Haider BA, Bhutta ZA. Birth asphyxia in developing countries: current status and public health implications. Curr Probl Pediatr Adolesc Health Care 2006; 36:178-188.
7. IDAI. Asfiksia Neonatorum. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2004.h. 272-276. (level of evidence IV)
8. American Academy of Pediatrics and American College of Obstetricians and Gynaecologists. Care of the neonate. Guidelines for perinatal care.
16
Gilstrap LC, Oh W, editors. Elk Grove Village (IL): American Academy of Pediatrics; 2002: 196-7.
9. Prawirohardjo, sarwono. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka. 2002.
10. Pencegahan dan penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum. Health Technology Assessment Indonesia DEPKES RI. 2008
11. Adsense Camp.2011.Pengertian BayiBaruLahir.http://bayibarulahir.blogspot.com/2011/06/pengertian-bayi-baru-lahir.html
12. Markum.A.H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. FKUI. Jakarta; 261.
13. Krisnadi,dkk.2009.Prematuritas.PT. RefikaAditama.Bandung.14. Meadow, Roy dan Newell, Simon.2005.Pediatrika.Erlangga.Jakarta.15. Erfandi.2009.Pengetahuan dan Faktor-Faktor Yang mempengaruhi
Pengetahuan. http://forbetterhealth.wordpress.com/2009/04/19/pengetahuan-dan-faktor-faktor-yang-mempengaruhi/
16. WhitesaLad .2011.Usia Ideal Hamil.http://www.medicalera.com/info_answer.php?thread=19188 Universitas Sumatera Utara.2010.Definisi Persalinan.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19884/4/Chapter%20II.pdf
17. Rochjati, P. Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil, Pengendalian Faktor Resiko, Deteksi Dini Ibu Hamil Resiko Tinggi. Surabaya. Airlangga University Press.2003
18. Skripsipedia. Hubungan Antara Persalinan Seksio Sesarea (SC) Dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir http://www.skripsipedia.com/2010/05/hubungan-antara- persalinan-seksio.html#ixzz2rlzx2cfs
17