Makalah talak

32
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Perkara cerai talak yang diajukan seorang suami terhadap isterinya, sementara suaminya sebenarnya telah menceraikan isterinya secara liar (di bawah tangan) sebanyak tiga kali yang dijatuhkan terpisah dalam tiga kali kejadian. Dalam persidangan, keduanya berkeinginan rujuk kembali karena mengingat masa depan anak-anak. Bagaimana cara Pengadilan menjatuhkan putusan ? Bila Pengadilan menganggap tidak ada talak tiga, maka akan bertentangan dengan hati nurani karena mereka telah menjatuhkan talak dengan tata cara syariat Islam. 2. Tujuan Untuk mengetahui Tentang materi talak 3 dengan satu kalimat dalam satu waktu

Transcript of Makalah talak

Page 1: Makalah talak

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Perkara cerai talak yang diajukan seorang suami terhadap isterinya, sementara suaminya

sebenarnya telah menceraikan isterinya secara liar (di bawah tangan) sebanyak tiga kali yang

dijatuhkan terpisah dalam tiga kali kejadian. Dalam persidangan, keduanya berkeinginan rujuk

kembali karena mengingat masa depan anak-anak.

Bagaimana cara Pengadilan menjatuhkan putusan ? Bila Pengadilan menganggap tidak

ada talak tiga, maka akan bertentangan dengan hati nurani karena mereka telah menjatuhkan

talak dengan tata cara syariat Islam.

2. Tujuan

Untuk mengetahui Tentang materi talak 3 dengan satu kalimat dalam satu waktu

Page 2: Makalah talak

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TALAK

Talak dalam bahasa Indonesia diartikan perceraian yang artinya terputusnya tali

perkawinaan yang sah akibat ucapan cerai suami terhadap istrinya. Maksudnya adalah

perceraian karena talak adalah seorang suami yang menceraikan isterinya dengan

menggunakan kata-kata cerai atau talak atau kalimat lain yang mengandung arti dan maksud

menceraikan isterinya, apakah talak yang diucapkan itu talak satu, dua atau tiga dan apakah

ucapan talak itu diucapkan talak dua atau tiga sekaligus pada satu kejadian atau peristiwa,

waktu dan tempat yang berbeda.Para ahli hukum Islam (fukaha) berpendapat bahwa bila

seseorang mengucapkan kata-kata talak atau semisalnya terhadap isterinya maka talaknya

dianggap sah dan haram hukumnya bagi keduanya melakukan hubungan biologis sebelum

melakukan rujuk atau ketentuan hukum lain yang membolehkan mereka bersatu sebagai suami

isteri.Para fukaha berbeda pendapat tentang kata-kata talak atau semisalnya yang diucapkan

oleh suami kepada isteri dalam kondisi sadar atau tidak misalnya suami dalam kondisi mabuk,

atau karena suami dalam kondisi tidak tenang atau ketika dalam kondisi marah yang dipicu

adanya pertengkaran yang dapat menghilangkan keseimbangan jiwa suami atau karena dalam

kondisi dipaksa.

Abdul Aziz Dahlan et.al dalam buku Ensiklopedi Hukum Islam menjelaskan bahwa

talak dalam bahasa arab artinya melepaskan dan meninggalkan suatu ikatan. Dalam istilah

hukum talak adalah perceraian ……antara suami isteri atas kehendak suami ( Abdul Aziz

Dahlan et.al 1996:1776 ).

Sayyid Sabiq dalam Fiqh as Sunnah memberi definisi bahwa talak dalam terminology

bahasa adalah “ al-irsalu wa al-taraku” artinya melepaskan dan meninggalkan. Sedangkan

menurut istilah hukum talak adalah “ hillu rabithatin al zuwaj “ artinya melepaskan ( ikatan )

tali perkawinan. ( Sayyid Sabiq 1975:241)

Dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UU No.1/1974) dan

Peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975( PP.No 9/1975 ) tentang Pelaksanaan UU

No.1/1975 dalam pengertian umum tidak terdapat definisi talak, kecuali definisi talak dapat

dilihat pada pasal 117 Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) yang berbunyi sebagai berikut :

“Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab

putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 129,130 dan 131”

Bunyi pasal 129 KHI berbunyi sebagai berikut :

Page 3: Makalah talak

“Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya mengajukan permohonan baik

lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri dengan

alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu “

B.   KESAKSIAN TALAK

Kesaksian Talak Menurut Ahli Fikih dan Menurut Hukum Positif.

Kalangan mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i (kecuali pada qaul qadimnya Imam Syafi’i

berpendapat bahwa pengucapan talak seorang suami terhadap isterinya memerlukan dua orang

saksi ) dan Hanbali berpendapat bahwa pengucapaan talak seorang suami terhadap isterinya

tidak perlu adanya saksi, alasan mereka berpendapat demikian karena talak merupakan hak

mutlak seorang suami terhadap isterinya, sedangkan suami yang akan menjatuhkan talak

terhadap isterinya itu tidak dituntut untuk menghadirkan saksi, selain itu mereka berpendapat

tidak ada satu dalilpun yang menunjukkan bahwa seorang suami dalam menjatuhkan talak

terhadap isterinya memerlukan saksi.

Berbeda halnya dengan ulama Syi’ah Imamiyah mereka berpendapat bahwa seorang

suami yang akan menjatuhkan talak terhadap isterinya perlu disaksikan oleh dua orang saksi

dengan mengambil argumerntasi pengertian secara umum surah at Talak (65) ayat 2 (Abdul

Aziz Dahlan et.al 1996:1783) yang berbunyi sebagai berikut :

artinya :…. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu, dan

hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah…..(Q.S. at-Talak ayat 2).

Imam Abu Dawud menceritakan bahwa Imran bin Husain pernah ditanya tentang

seseorang yang menjatuhkan talak isterinya tanpa saksi, kemudian ia rujuk dengan isterinya

itu tanpa saksi pula. Imran bin Husain ketika itu menyatakan “ dia talak isterinya tidak sesuai

dengan sunah (Rasulullah) dan dia kembali kepada isterinya tidak sesuai dengan sunnah.

Persaksikanlah talaknya itu dan persaksikan pula rujuknya.

Menurut pasal 66 ayat (1) UU No.1/1974 sebagaimana yang penulis kutip di atas maka

talak yang akan diucapkan oleh suami terhadap isterinya selain setelah mengikuti sidang-

sidang dan mendapat izin dari Pengadilan, maka Pengadilan membuka sidang guna

penyaksian terhadap suami yang akan menjatuhkan talak terhadap isterinya.

Tampaknya pembuat Undang-undang pencantuman pasal 66 ayat (1) UU No.1/1974

diilhami pendapat ulama Syi’ah dan (qaul qadimnya Imam Syafi’i) yang mensyaratkan adanya

dua orang saksi bila seseorang akan menceraikan/mentalak isterinya.

Dari uraian tersebut di atas maka menurut fikih dan hukum positif ada perbedaan dan

kesamaan tentang seseorang yang akan menceraikan isterinya yaitu

1. Persamaannya, menurut ulama Syi’ah Imamiyah (termasuk qaul qadimnya Imam Syafii) dan

hukum positif bahwa seseorang dalam mengucapkan/mentalak isterinya perlu adanya saksi.

Page 4: Makalah talak

2. Perbedaannya, bahwa jumhur ulama mengatakan, pengucapan talak seorang suami terhadap

isterinya tidak perlu adanya saksi, sedangkan dalam hukum positif menyatakan bahwa dalam

menjatuhkan talak seorang suami terhadap isterinya diperlukan saksi

Tindakan Pengadilan Terhadap Perkara Cerai Talak di Bawah Tangan Sementara Pihak

Berperkara Akan Rujuk.

Terhadap pertanyaan dari Mahkamah Syar’iyah Provinsi NAD kepada Mahkamah

Agung RI yang dikutip pada awal tulisan ini, maka Pengadilan (Hakim) dalam memeriksa

perkara tersebut haruslah bijaksana. Dari satu sisi sebagai muslim hukum fikih yang berjalan

dan hidup di tengah-tengah masyarakat muslim di Nangroe Aceh Darussalam perlu mendapat

apresiasi, karena sebagai muslim yang patuh terhadap ajaran agamanya perlu mendukung

hukum yang hidup di masyarakat terutama sekali hukum syari’ah. Dari sisi lain sebagai

muslim plus sebagai hakim Negara wajib untuk menegakkan hukum yang berlaku di Negara

Kesatuan Republik Indonesia termasuk Undang-undang dan peraturan lain tentang

perkawinan.

Dalam Islam seorang suami yang akan menceraikan/mentalak isterinya haruslah

mengetahui rukun dan syarat dalam melakukan talak terhadap isteri yang akan diceraikannya.

Kalangan ahli fikih kontemporer seperti Muhammad Abu Zahra, Ali Hasbalah, Ali Al-

Khalif, Mustafa As-Siba’i , Mustafa Ahmad az Zarqa, Abdur Rahman As-Sabuni dan Sayid

Sabiq berpendapat bahwa kesaksian dalam talak sangat logis, sehingga terjadi keseimbangan

(tawazun) kepentingan kesaksian dalam masalah perkawinan dan perceraian.

Mereka-mereka yang penulis sebutkan di atas berpendapat bahwa “dalam perubahan

situasi dan kondisi yang diakibatkan perkembangan zaman, persoalan saksi semakin penting

karena waziib ad-diin (tanggung jawab religius) masing-masing suami semakin melemah,

sehingga dikhawatirkan talak tersebut dapat digunakan secara sewenang-wenang.” (A.Z.

Dahlan 1996:1783).

UU. No.1/1974, PP. No.9/1975 dan KHI tidak mentolerir adanya perceraian di bawah

tangan, hal itu dimaksudkan agar seorang suami tidak semena-mena menceraikan isterinya

tanpa adanya aturan yang harus dipedomani.

Lalu bagaimana tindakan hakim dalam memproses perkara yang ditangani atas kasus yang

diajukan oleh Mahkamah Syariyah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam tersebut?. Karena

yang diajukan itu ada beberapa pertanyaan maka solusinya sebagai berikut:

a.      Sesuai hukum acara yang berlaku bagi Pengadilan Agama dalam bidang perkawinan

bahwa selama perkara yang diajukan oleh pihak-pihak berperkara belum diputus, maka

kewajiban hakim untuk mengusahakan perdamaian secara maksimal. jelas bahwa kedua belah

pihak berperkara akan mengakhiri berperkara di Mahkamah Syar’iyah (bisa dibaca Pengadilan

Agama), apakah tindakan pihak-pihak tersebut atas prakarsa atau upaya hakim dalam

mendamaikan, ataukah karena inisiatif pihak-pihak sendiri mengingat anakanaknya perlu

mendapat perhatian dari orang tuanya.Apalagi kalau pihak Termohon/isteri datang dalam

Page 5: Makalah talak

persidangan, maka hakim sebelum melanjutkan pemeriksaan menyarankan agar pihak-pihak

menempuh proses mediasi sesuai amanat Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun

2008.

Nah, bila hal itu telah terjadi ( damai ) maka hakim menyarankan agar Pemohon/Penggugat

membuat pernyataan mencabut perkaranya (kalau pihak Termohon/Tergugat hadir maka

diperlukan persetujuannya) sehingga tidak ada alasan bagi hakim untuk melanjutkan

pemeriksaan atas perkara yang mereka ajukan ke Mahkamah Syar’iyah ( Pengadilan Agama ).

Kesimpulannya, apabila tercapai perdamaian maka perkara perceraian tersebut dicabut, untuk

itu hakim membuat penetapan yang menyatakan perkara telah dicabut karena perdamaian dan

menyatakan demi hukum (positif) para pihak masih dalam ikatan perkawinan yang sah

berdasarkan Akta Nikah yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan

yang bersangkutan, di mana mereka dahulu melakukan perkawinannya. Penetapan yang

semacam ini tidak dapat dimintakan upaya hukum. (Mujahidin 2008:172)

b.      Talak tiga yang sesuai dengan tata cara syari’at yang sempat diucapkan oleh pihak suami

terhadap isterinya (diluar sidang Mahkamah Syar’iyah/Pengadilan Agama) itu bukanlah

wewenang Mahkamah Syar’iyah/Pengadilan Agama justeru Pengadilan tidak mentolerirnya,

karena perceraian bisa terjadi bila dilakukan di depan sidang Mahkamah Syar’iyah/Pengadilan

Agama.

Pasal 65 UU No.1/1974 menyatakan bahwa “ Perceraian hanya dapat dilakukan di depan

sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil

mendamaikan kedua belah pihak

c.      Benarkah bila Mahkamah Syar’iyah/Pengadilan menganggap tidak ada talak tiga, maka

akan bertentangan dengan hati nurani ? karena mereka telah menjatuhkan talak dengan tata

cara syariat Islam.Menurut pasal 65 dan 82 UU No.1/1974 jo pasal `115 KHI bahwa sebelum

perkara (perkawinan) belum final/diberi putusan maka hakim wajib untuk mendamaikan

kedua belah pihak yang berperkara.

Dalam mendamaikan bukan berarti bahwa hakim hanya berusaha agar pihak-pihak mengakhiri

sengketanya dengan harapan dapat kembali rukun, damai tetapi mendamaikan diartikan lebih

dari itu, termasuk di dalamnya upaya mendamaikan itu hakim menasehati dan memberi arahan

kepada kedua belah pihak yang akan mengakhiri sengketanya, termasuk memberi arahan

kepada pihak-pihak terutama sekali kepada suami yang telah menjatuhkan talaknya secara liar

(tanpa prosedur yang diatur dalam Undang-undang).

Karena Pemohon telah menjatuhkan talaknya yang ketiga secara liar/di bawah tangan (talak

bain kubra), maka hakim atau mediator memberi nasehat-nasehat kepada pihak-pihak bahwa

secara fikih Pemohon tidak dapat lagi rujuk kepada isterinya sebelum isterinya menikah lagi

dengan laki-laki lain dan bercerai setelah adanya hubungan suami isteri.

Nah, karena perceraian itu dilakukan di bawah tangan, maka perkawinan isterinya terhadap

suami yang kedua tentu juga di bawah tangan, dan seterusnya dalam proses/langkah-langkah

Page 6: Makalah talak

seterusnya. Memang repot dan memang repot dan ribet, itulah konsekwensinya bagi

masyarakat yang tidak taat hokum

d.      Dapatkah Pengadilan memberi putusan agar suami menjatuhkan talak yang ketiga.?

Oleh karena pihak-pihak akan mengakhiri sengketanya maka hakim tidak ada alasan lagi

untuk melanjutkan pemeriksaan atas perkara a quo, bahkan sebaliknya hakim tidak dibenarkan

memberi putusan dan mengabulkan permohonan Permohon dengan memberi izin kepada

Pemohon untuk mengucapkan ikrar talak tiga, jelas hal itu tidak sesuai dengan Undang-

undang, justeru dalam produknya hakim wajib membuat penetapan bahwa perkara tersebut

dicabut karena telah terjadi perdamian, kemudian hakim memberitahukan kepada pihak-pihak

bahwamereka tidak perlu datang lagi dalam persidangan karena pekaranya telah selesai dan

diputus

C.     HUKUM TALAK

Ulama fikih ( fukaha) berpendapat bahwa talak dibagi kepada dua macam yaitu :

a.    Wajib. Apabila terjadi peselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim yang mengurus

perkara keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya bercerai

b.    Talak sunni, adalah talak yang dijatuhkan suami sesuai dengan petunjuk yang disyariatkan

Islam, yaitu :

1)   Menalak isteri harus secara bertahap (dimulai dengan talak satu, dua dan tiga) dan diselingi

rujuk.

2)   Isteri yang ditalak itu dalam keadaan suci dan belum digauli dan Isteri tersebut telah nyata-

nyata dalam keadaan hamil.

3. Talak bid’i adalah talak yang dijatuhkan suami melalui cara-cara yang tidak diakui syariat

islam yaitu:

1)        Menalak isteri dengan tiga kali talak sekaligus,

2)        Menalak isteri dalam keadaan haidh,

3)        Menalak isteri dalam keadaan nifas, dan Menjatuhkan talak isteri dalam keadaan suci

tetapi telah digauli sebelumnya, padahal kehamilannya belum jelas.

4. Makruh. Yaitu Hukum Asal dari talak itu sendiri

Ulama fikih juga sepakat menyatakan bahwa menjatuhkan talak bid’i hukumnya haram

dan pelakunya mendapat dosa. Akan tetapi apabila terjadi juga seperti tersebut di atas, maka

jumhur mengatakan talaknya tetap jatuh. Alasan mereka adalah talak bid’i itupun termasuk

dalam keumuman ayat-ayat yang berbicara tentang talak, seperti surah al- Baqarah ayat 229-

230, at-Talak ayat 1-2, dan hadits Nabi SAW dalam kasus Abdullah bin Umar yang

menjatuhkan talak terhadap isterinya yang sedang haid. Rasulullah bersabda “Suruh dia

kembali pada isterinya sampai ia suci, kemudian suci, lalu suci lagi setelah itu jika ia ingin

menceraikan isterinya itu, dan jika ingin menalak juga lakukanlah ketika itu (ketika suci

Page 7: Makalah talak

belum digauli ( H.R. Muslim, Abu Dawud , Ibnu Majash dan an Nasa’i ) ( Abdul Azizi

Dahlam et.al 1996:1783)Pengertian Talak Dalam Hukum Positif.

D.  LAFADZ TALAK

Kalimat yang dipakai atau yang disahkan Ulama’ ada 2 macam yaitu

1.    Sarih ( Terang ) yaitu kalimat yang tidak ragu-ragu lagi bahwa yang dimaksud adalah

memutuskan tali perkawinan seperti kata sis suami “Kamu Tertalak” atau “Saya Ceraikan

Kamu” Kalimat tersebut tidak perlu dengan Niat. Jadi apabila contoh kalimat tersebut

dilafazkan oleh suami terhadap istrinya Niat atau tidak berniat maka keduanya harus bercerari

kecuali kalimat tersebut berupa HIKAYAT

2.    Kinayah (sindiran) yaitu kalimat yang masih ragu-ragu seperti kata suami “pulanglah engkau

kerumah keluargamu” atau “pergi dari sini” dsb. Kalimat sindiran ini tergantung Niat si

suami, kalu kalimat tersebut diniatkan utuk talak maka kuduanya harus bercerai.

E.  BILANGAN TALAK

Setiap orang berhak menalak istrinya dari talak satu sampai dengan tiga. Talak satu,dua

masih bias untuk Rujuk sebelum habis masa Iddahnya dan boleh menikah lagi kalu masa

Iddahnya sudah habis tampa harus si perempuan menikah dengan orang lain dulu.

Sebagaimana Firman Allah

 “Talak (yang dapat dirujuk) Dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf

atau menceraikan dengan cara yang baik” (Al-Baqaroh :229

Adapun talak tiga tidak boleh rujuk atau kawin kembali kecuali apabila si perepuan

telah menikah dengan orang lain dan telah di talak pula oleh suami yang kudua itu.

Sebagaimana Firman Allah:

“Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya

(bekas suami pertama dan istri) untuk menikah kembali jika keduanya akan dapat

menjalankan hukum-hukum Allah” (Al-Baqaroh : 230)

Jadi si perempuan yang sudah ditalak oleh suaminya talak tiga boleh menikah kembali

kepada suaminya apabila si istri menikah dengan yang lain dan sudah dicampuri suami

keduanya dan ditalak serta masa Iddahnya sudah habis dari talak suami yang kedua. Akan

tetapi perlu di ingat pernikahan tersebut benar-benar kehendak suami yang kedua dan

kesukaan istri terhadap suami yang kedua bukan karena kehendak suami yang pertama dan

perbuatan ini tidak diperbolehkan oleh Agama bahkan dimurkai oleh Allah dan Rasulnya

Adapun kalimat/cara talak tiga yang di sahkan oleh Ulama’ yaitu

1.    Menjatuhkan talak tiga pada masa yang berlainan contoh suami menalak istrinya yang

pertama kemudian rujuk, setelah itu suami kembali menalak istrinya yang kedua kemiad rujuk

lagi, kemudian si suami kembali menalak istrinya yang ketiga.

Page 8: Makalah talak

2.    Seorang suami menalak istrinya lalu menikahnya setelah masa iddahnya habis, begitu juga

dengan talak yang kedua si suami menalak istrinya lalu menikahinya seterlah masa iddahnya

habis, kemudian ditalak lagi ketiga kalinya.

Dalam dua cara tersebut para ulama’ sepakat talak tersebut menjadi talak tiga, dan berlaku

hukum talak tiga yang sudah dijelaskan diatas.

3.    Suami menalak istrinya dengan kalimat “saya talak kamu talak tiga” atau “saya talak kamu,

saya talak kamu, saya talak kamu”

Cara yang ketiga ini para Ulama’ berbeda pendapat yaitu:

a. Jatuh talak tiga dan berlaku segala hokum talak tiga

b. Tidak jatuh sama sekali dengan alasan “Talak tiga bukan perintah Rasulullh bahkan dilarang

oleh beliau, talak tiga di tolak berarti tidak sah,

c. Jatuh talak satu, dalam hal ini berlaku hokum talak satu. Seuai sabda Rasulullah yang artinya :

“dari Ibnu Abbas : Sesungguhnya Rakanah telah menalak istrinya dengan talak tiga pada satu

waktu kemudia ia sangat merasa bersedih atas perceraian itu maka Nabi SAW bertanya

kepadanya ‘bagaiman caramu menalaknya?’ jawab Rakanah ‘Talak tida pada satu

waktu(sekaligus).’ Rasulullah SAW bersabda ‘Sesungguhnya talak yang demikian itu adalah

talak satu, rujuklah kamu kepadanya.” (HR. Ahmad dan Abu Ya’la dan disahkannya)

Talak 3. 

Adalah talak yang dijatuhkan sesudah talak 2 atau bisa dengan 1x talak secara jelas spt "aku

talak kamu dengan talak 3, dan hukum talak 3 tsb sah. 

Ketika jatuh talak 3 maka suami istri tidak bisa rujuk sebelum istri menjadi janda orang lain. 

Catatan. 

Talak yang diucapkan 3x atau bahkan lebih namun dalam 1 waktu tanpa ada kejelasan ucapan

talak 3 maka dianggap masih talak 1. 

Misalkan suami mengatakan "aku ceraikan kamu, aku ceraikan kamu, aku ceraikan kamu"

walau 3x ucapan maka dianggap talak 1. Begitu juga ketika untuk waktu kedua memberi

talak. 

Jika seorang suami yang belum pernah memberi talak lalu menjatuhkan talak 3 sekaligus,

namun setelah itu suami merasa menyesal dan ingin kembali maka dianggap talak tsb adalah

talak 1. Ada kisah dibalik ini pada jaman Rosulullah, namun aku tidak bisa menjelaskan

karena komentarku akan terlalu panjang, silahkan cari di google saja. 

Talak oleh istri. 

Istri tidak bisa memberi talak tanpa dasar hukum yang jelas, dalak hal ini istri minta

dipecahkan pada orang yang mengetahui seluk beluk perceraian serta bersikap adil dan

amanah. 

Sebagaimana keterangan jika seorang suami memukul/menyakiti badan atau hati istri, tidak

memberi nafkah lahir dan bathin lalu istri tidak RIDHO maka bisa jatuh talak. 

Page 9: Makalah talak

Pengertian memukul/menyakiti badan atau hati mempunyai arti tersendiri, tentunya hal tsb

jika diluar batas ketentuan dalam Islam. 

Aturan rujuk istri. 

Sebagaimana rujuk seorang suami maka begitu pula rujuk seorang istri. 

# Perceraian melalui PA. 

Statusku duda cerai lewat PA (Pengadilan Agama). 

Ketika seseorang yang mengajukan gugatan cerai melalui PA maka akan mengikuti prosedur

yang berlaku. 

Jika jatuh vonis hakim dengan mengabulkan gugatan cerai tsb maka jatuh talak 1. 

Hal ini RANCU. Dengan kekuatan hukum negara yang ada maka akan ada kesenjangan atau

permasalahan yang timbul. Aku menemui hal ini beberapa kali sebelum aku bercerai. 

Sepasang suami istri yang sudah bercerai atas vonis hakim namun dikemudian hari mereka

rujuk kembali biasanya akan mengalami masalah. Mereka harus mengajukan ke PA lagi

tentang rujuk tsb. 

Dari sebagian orang yang aku ketahui mereka mengajukan gugatan cerai ke-2 namun tanpa

pernikahan resmi yang terjadi karena mereka rujuk dimasa idah hanya disaksikan tetangga.

Hal tsb ditolak PA karena tidak ada rujukan surat nikah baru yang tanggalnya sesuai dengan

tanggal sesudah keluar akta cerai. 

Ada sepasang suami istri ingin rujuk kembali di akhir masa idah istri namun karena

tersandung birokrasi akhirnya ketika sampai di PA masa idahnya sudah habis maka hal tsb

juga ditolak oleh PA atas dasar masa idah sudah habis. 

Aku lebih mengutamakan hukum Allah sesuai tuntunan Syariat yang ada dan terkesan

mengabaikan aturan negara karena menikah dan bercerai adalah pertanggungan jawab

langsung pada Allah, jika kita cerai sah menurut Allah namun kita berpatokan pada hukum

negara maka akan mempersulit diri. 

Sebagai contoh jika seorang suami telah memberikan talak 3 secara dengan aturan yang ada

maka sah mereka bercerai dan hukum dari persetubuhan mereka adalah HARAM, namun

karena belum pernah mengajukan gugatan cerai ke PA maka sesuai prosedur mereka belum

bercerai. Dan dalam kondisi tsb putusan hakim tetap talak 1 yang tertera pada akta cerai. Ini

dialami oleh teman dekatku sendiri sewaktu di Kalimantan, karena kami perantauan yang

tidak punya waktu untuk mengurus perceraian yang memakan waktu sementara kami hidup

ditengah rimba yang jauh dari kota. Dengan mengikuti aturan negara dia merasa belum

bercerai, namun ketika dia curhat padaku maka aku jelaskan dan aku berikan rujukan pada

alim ulama untuk memperjelasnya. Kesimpulannya dia telah berzinah selama 6 bulan dengan

istrinya karena sah di mata Allah telah memberi talak 3 sebelumnya.

Page 10: Makalah talak

G. Hukum Talak Tiga Dalam Satu Lafazh (Talak Tiga Sekaligus)

Hadits Pertama:

: ِم�ْن� �ْن� �ْي �َت َن َو�َس� �ٍر� �ْك َب �ي َب� َو�َأ َوَسلم علْيه الله صلى �ه� الل َس�وِل� َر� ع�ْه�ِد� ع�ل�ى ��ُق الّط�َال �اَن� َك َق�اِل� �اٍس� ع�ّب �ْن� اَب ع�ْن�

: , �ْت� �اَن َك َق�ِد� ِم�ٍر�� َأ ِف�ي �وا ل �ْع�َج� َت اَس� َق�ِد� �اٍس� الَن �َن� ِإ �َخ�ّط�اِب� ال ��ْن َب �ع�َم�ٍر ِف�َق�اِل� َو�اِح�ِد�ًة4، �ِث� �َال الّث ��ُق َط�َال ع�َم�ٍر� �ِف�ِة� ِخ�َال

( ) . , ِمسلم َرَواه �ْه�م� �ْي ع�ل �ِم�َض�اه� ِف�َأ �ْه�م� �ْي ع�ل ��اه �َن ِم�َض�ْي

� َأ �و� ِف�ل �اًة@ َأَن ِف�ْيه� �ْه�م� ل

Dari Ibn ‘Abbas, dia berkata, Pada masa Rasulullah SAW, Abu Bakar dan 2 tahun pertama

masa kekhilafahan ‘Umar talak tiga (sekaligus dengan satu lafazh) terhitung satu kali talak.

Maka berkatalah ‘Umar bin al-Khaththab, “Orang-orang terlalu terburu-buru dalam urusan

(menalak tiga sekaligus dalam satu lafazh) mereka yang dulu masih ada tempo waktunya.

Andaikatan kami jalankan apa yang mereka lakukan dengan terburu-buru itu (bahwa talak tiga

dalam satu kata (lafazh) itu jatuh talak tiga) niscaya hal itu dapat mencegah dilakukannya

talak secara berturut-turut (seperti yang mereka lakukan itu).” Lalu ia memberlakukan hal itu

terhadap mereka. (HR.Muslim)

Hadits Ke-dua:

: �ِث� �َال َث ��ه َت� َأ اِم�ٍر� َط�ل�َق� ُج�ٍل� َر� ع�ْن� َوَسلم علْيه الله صلى �ه� الل �َس�وِل َر� �ٍر� ّب ِخ�

� َأ َق�اِل� �ْيِد� �ّب ل �ْن� َب ِم�ْح�َم�ود ع�ْن�

: » « : َو�َق�اِل� ُج�ٍل@ َر� َق�اَم� �ى َت ِح� �م�؟ ْظ�ْه�ٍر�َك� َأ �ْن� �ْي َب �ا �َن َو�َأ �ه� الل �اِب� �ْك�َت َب ��ْع�ُب �ل �ُي َأ َق�اِل� �م� َث �اَنا َغ�َض�ّب ِف�َق�اَم� ُج�َم�ْيْعا �ْيَق�اٍت� �ّط�ل َت

( ) . ِموَثَقوَن َوَرَواَته الَنسائي َرَواه ��ه َق�َتل� َأ � �َال َأ �ه� الل َس�وِل� َر� �ا ُي

Dari Mahmud bin Labid, ia berkata, saat Rasulullah SAW diberitahu mengenai seorang laki-

laki yang menalak isterinya dengan talak tiga sekaligus, maka berdirilah ia dalam kondisi

marah, kemudian berkata, “Apakah ia ingin bermain-main dengan Kitabullah padahal aku

masih ada di tengah kalian.?” Ketika itu ada seorang laki-laki berdiri seraya berkata, “Wahai

Rasulullah, bolehkah aku membunuhnya.?” (HR.an-Nasa’iy, dan para periwayatnya adalah

para periwayat Tsiqat)

Kualitas hadits kedua ini adalah shahih.

Hadits Ke-tiga:

: : اُج�ع َر� َوَسلم علْيه الله صلى الله َرَسوِل له ِفَقاِل �ِة� �اَن َك �َر �َم� َأ �ِة� �اَن َك �َر �و َأَب َط�ل�َق� َقاِل �اٍس� ع�ّب اَبْن� عْن

. : : داَود َأَبو َرَواه اُج�ْع�ْها َر� ��َم�ْت ع�ل َق�ِد� َقاِل ،4 �َثا �َال َث �ْه�ا �َق�َت َط�ل �ي �َن ِإ ِفَقاِل ، �َك� �َت َأ اِم�ٍر�

Dari Ibn ‘Abbas, ia berkata, Abu Rukanah telah menalak Ummu Rukanah, lalu Rasulullah

SAW berkata kepadanya, “Rujuklah isterimu itu.” Lalu ia menjawab, “Sudah aku talak tiga

ia.” Beliau berkata, “Aku sudah tahu, rujuklah ia.” (HR.Abu Daud)

Dalam riwayat Ahmad terdapat teks:

“Abu Rukanah menalak isterinya dengan talak tiga dalam satu majlis (sekaligus), maka ia pun

menyesali kejadian itu (bersedih atasnya), maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya, “Ia

hanya (terhitung) satu kali.”

Tetapi dalam sanad ini terdapat Ibn Ishaq yang perlu diberi catatan.

Abu Daud meriwayatkan dari jalur lainnya dengan riwayat yang lebih baik:

Page 11: Makalah talak

“Bahwa Abu Rukanah telah menalak isterinya, Suhaimah dengan pasti (sekaligus dan

langsung talak tiga-red), lalu ia memberitahu Nabi SAW mengenai hal itu, lantas beliau

berkata, “Demi Allah, kamu tidak menginginkan kecuali hanya satu kali saja.?” Maka,

Rasululullah SAW mengembalikan isterinya kepadanya.

PESAN-PESAN HADITS

1. Hadits pertama menginformasikan bahwa tiga kali talak dengan satu kalimat (lafazh) tidak

dihitung (dinilai) selain sebagai satu kali talak saja; jika ia bukan merupakan talak yang ketiga

(terakhir), maka masih boleh rujuk. Hadits ini merupakan rujukan inti bagi pendapat yang

mengatakan demikian.

2. Hadits ke-dua menunjukkan bahwa tiga kali talak yang tidak diiringi rujuk dan nikah

(langsung talak tiga sekaligus-red), maka ia merupakan talak bid’ah yang diharamkan.

3. Bahwa bermain-main dengan hukum-hukum Allah dan melanggar aturan-Nya termasuk

dosa besar sebab Nabi SAW tidak marah kecuali terhadap kemaksiatan yang besar.

4. Bermain-main dengan Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya adalah haram sekali pun dilakukan

sepeninggal Rasulullah SAW. Beliau mengucapkan kata-kata seperti itu tidak lain karena

merasa aneh dengan sangat cepatnya perubahan yang melanda berbagai perkara.

5. Indikasi dua riwayat Abu Daud dan Ahmad pada hadits ketiga adalah sama dengan hadits

pertama dari sisi penilaian bahwa tiga kali talak itu terhitung satu kali talak saja dan bahwa

seorang suami yang menalak isterinya boleh rujuk kepada isterinya selama talak itu bukan

merupakan akhir dari angka talak yang masih dimilikinya (talak ini bukan terhitung yang

ketiga kalinya dari talak yang pernah dilakukannya).

6. Sementara riwayat kedua dari Abu Daud di atas menunjukkan bahwa talak tiga sekaligus

berlaku sesuai dengan niat orang yang menalak; jika ia meniatkan tiga, maka ia jadi tiga dan

jika ia meniatkan hanya satu, maka ia jadi satu, yang memungkinkan untuk rujuk.

7. Riwayat talak tiga sekaligus dalam hadits Rukanah merupakan dalil Jumhur bahwa tiga

talak itu merupakan ucapan talak Ba’in Bainuunah Kubro yang tidak bisa lagi dirujuk kecuali

setelah si isteri yang ditalak itu menikah lagi dengan laki-laki lain (lalu bercerai lagi-red.).

Perbedaan Pendapat Para Ulama

Para ulama berbeda pendapat mengenai orang yang menalak dengan talak tiga sekaligus atau

mengucapkannya dengan tanpa diselingi rujuk dan nikah.

Artinya, apakah talak tiga itu harus dikomitmeninya sehingga isterinya menjadi tidak halal

lagi baginya kecuali setelah ia menikah lagi dengan laki-laki lain (lalu bercerai) dan menjalani

masa ‘iddah darinya? Atau kah ia hanya terhitung satu kali talak saja sehingga ia boleh rujuk

dengan isterinya selama masih dalam ‘iddah, lalu setelah ‘iddah ia melakukan ‘aqad baru

sekali pun isterinya tersebut belum lagi menikah dengan laki-laki lain.?

Masalah ini menjadi ajang perdebatan panjang para ulama, bahkan gara-gara mengatakan

boleh rujuk (dengan talak tiga sekaligus karena mengganggapnya terhitung satu kali talak-red)

Page 12: Makalah talak

ada beberapa ulama yang disiksa, di antaranya Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah dan para

pengikutnya.

Ringkasan Dari Perselisihan Dan Perdebatan Panjang Itu Adalah:

1. Jumhur Ulama, di antaranya empat imam madzhab, jumhur shahabat dan tabi’in

berpendapat bahwa tiga talak dengan satu kata (lafazh) adalah berlaku bila seorang suami

berkata, “Kamu saya talak (tiga kali)!” dan semisalnya atau dengan beberapa kata (kamu saya

talak, kemudian mengatakan lagi, kamu saya talak, kemudian mengatakan lagi, kamu saya

talak) sekali pun sebelumnya belum terjadi rujuk dan nikah.

Dalil

a. Hadits Rukanah bin ‘Abdullah bahwasanya ia telah menalak isterinya secara pasti (talak

tiga sekaligus), lalu ia memberitahukan hal itu kepada Nabi SAW, lantas beliau berkata,

“Demi Allah, kamu tidak menginginkan kecuali hanya satu kali saja.?”

Hadits ini dikeluarkan oleh asy-Syafi’i, Abu Daud, at-Turmudzy, Ibn Hibban (dia menilainya

shahih) dan al-Hakim.

Sisi Pendalilan

Di dalam hadits tersebut, Rasulullah meminta kepada suami yang menceraikan itu agar

bersumpah bahwa ia tidak menginginkan dari ucapannya “putus” (talak tiga) tersebut kecuali

hanya satu kali saja. Ini menandakan bahwa seandainya ia (suami) menghendaki lebih banyak

dari itu (lebih dari satu kali) niscaya terjadilah apa yang diinginkannya.

b. Amalan para shahabat, di antaranya ‘Umar bin al-Khaththab RA yang menilai talak tiga

dalam satu kata (lafazh) berlaku tiga seperti yang diucapkan suami yang menalak. Tentunya,

mereka cukup sebagai panutan.

Selain dalil di atas, masih banyak lagi dalil yang dikemukakan pendapat ini namun apa yang

kami sebutkan tersebut merupakan dalil yang lebih jelas dan secara terang-terangan.

2. Sekelompok ulama berpendapat tiga talak dalam satu kata (lafazh), atau tiga talak dalam

beberapa kata yang tidak diiringi rujuk dan nikah, tidak jatuh kecuali hanya satu kali saja (satu

talak). Pendapat ini didukung oleh riwayat dari beberapa shahabat, tabi’in dan para tokoh

madzhab. Dari kalangan shahabat terdapat Abu Musa al-Asy’ari, Ibnu ‘Abbas, Ibn Mas’ud,

‘Ali, ‘Abdurrahman bin ‘Auf dan az-Zubair bin al-‘Awwam. Dari kalangan tabi’in terdapat

Thawus, ‘Atha’, Jabir bin Zaid dan mayoritas pengikut Ibn ‘Abbas, Abdullah bin Musa dan

Muhammad bin Ishaq. Dan dari kalangan para tokoh madzhab terdapat Daud azh-Zhahiri dan

kebanyakan sahabatnya, sebagian sahabat Abu Hanifah, sebagian sahabat Imam Malik,

sebagian sahabat Imam Ahmad seperti al-Majd bin ‘Abdussalam bin Taimiyyah yang

memfatwakan hal itu secara sembunyi-sembunyi dan cucunya, Syaikhul Islam, Ibn Taimiyyah

yang memfatwakannya secara terang-terangan dengan memfatwakannya di majlis-majlisnya

serta kebanyakan pengikutnya, di antaranya Ibn al-Qayyim yang membela mati-matian

pendapat ini di dalam kitabnya al-Hadyu dan Ighaatsah al-Lahafaan. Di dalam kedua kitabnya

Page 13: Makalah talak

tersebut, beliau memaparkannya secara panjang lebar, menukil berbagai nash-nash dan

membantah pendapat para penentangnya dengan bantahan yang cukup dan memuaskan.

Dalil

Dalil pendapat ini terdiri dari nash-nash dan qiyas.

Dari nash, di antaranya:

Hadits yang diriwayatkan Muslim, bahwasanya Abu ash-Shahba’ berkata kepada Ibn ‘Abbas,

“Tahukah kamu bahwa yang tiga itu dulu dijadikan satu talak saja pada masa Rasulullah

SAW, Abu Bakar dan permulaan masa ‘Umar.? Ia menjawab, “Ya.” Di dalam lafazh yang

lain, “dikembalikan kepada satu talak.?”, ia mejawab, “Ya.”

Ini merupakan nash yang shahih dan sangat jelas sekali, tidak bisa ditakwil-takwil atau pun

dirubah.

Sedangkan dari Qiyas:

Mengumpulkan tiga sekaligus adalah diharamkan dan merupakan bid’ah sebab Nabi SAW

bersabda, “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan (dalam agama) yang bukan berasal dari

kami, maka ia tertolak.” Jadi, menjatuhkan (talak) tiga sekaligus bukan termasuk perkara yang

berasal dari Rasulullah SAW sehingga ia tertolak.

Bantahan Terhadap Pendapat Pertama

Pendapat ke-dua ini membantah dalil-dalil pendapat pertama sbb:

Mengenai hadits Rukanah; di dalam sebagian lafazhnya terdapat, “Ia menalaknya tiga kali.”

Dan di dalam lafazh yang lain, “Satu kali.” Sementara di dalam riwayat lain lagi terdapat

lafazh, “al-Battah.” (putus). Oleh karena itu, al-Bukhari berkata mengenainya, “Ia

hadits Muththarib.” (merupakan jenis hadits Dla’if/lemah-red)

Imam Ahmad mengatakan, “semua jalur periwayatannya lemah. Sebagian mereka (ulama)

mengatakan, di dalam sanadnya terdapat periwayat yang tidak dikenal (majhul), di dalamnya

terdapat orang yang lemah dan ditinggalkan (periwayatannya tidak digubris).”

Syaikhul Islam, Ibn Taimiyyah berkata, “Kualitas hadits Rukanah menurut para imam hadits,

lemah. Dinilai lemah oleh Ahmad, al-Bukhari, Abu ‘Ubaid dan Ibn Hazm sebab para

periwayatnya bukanlah orang-orang yang dikenal sebagai orang-orang yang adil dan kuat

hafalannya (Dhabith).”

Sedangkan hadits ‘Aisyah RHA tidak tepat untuk dijadikan dasar berdalil sebab bisa jadi yang

dimaksud dengan tiga tersebut adalah urutan terakhir bagi seorang suami yang manalak, dari

tiga talak yang dimilikinya. Manakala ada kemungkinan seperti itu, maka berdalil dengannya

pun menjadi batal. Hadits itu masih bersifat global (mujmal) sehingga dapat diarahkan kepada

hadits Ibn ‘Abbas yang sudah dijelaskan (mubayyan) sebagaimana yang berlaku dalam ilmu

ushul fiqih.

Adapun berdalil dengan amalan para shahabat, maka perlu dipertanyakan; siapa di antara

mereka yang patut dan lebih utama untuk diikuti?

Page 14: Makalah talak

Kami katakan: bahwa jumlah mereka itu (para shahabat) lebih dari ratusan ribu. Bilangan

orang yang banyak ini di mana orang nomor satu mereka adalah nabi mereka sendiri, yakni

Rasulullah SAW menilai tiga talak tersebut sebagai jatuh satu kali. Hingga akhir hayat

Rasulullah, kondisinya tetap seperti itu; khalifah beliau, Abu Bakar ash-Shiddiq RA

memberlakukan hal itu hingga wafat, lalu ia digantikan khalifah ‘Umar RA. Di awal

pemerintahannya, kondisi tersebut pun masih berlaku sebagai yang berlaku pada masa

Rasulullah SAW. Setelah itu lah baru tiga talak itu dijadikan tiga seperti angkanya

sebagaimana telah kami jelaskan sebabnya.

Jadi, mayoritas shahabat yang wafat sebelum kekhalifahan ‘Umar tetap menjalankan dan

memberlakukan tiga talak itu dianggap satu kali saja.

Dengan begitu, kita ketahui bahwa berdalil dengan amalan para shahabat RA telah dibatalkan

dengan semi ijma’ mereka (para shahabat) pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq RA.

Tentunya, ‘Umar bin al-Khaththab amat jauh dari melakukan suatu amalan yang bertentangan

dengan amalan yang pernah dilakukan pada masa Rasulullah SAW. Yang ia lakukan, bahwa

ia melihat banyak orang yang terburu-buru dan sering sekali melakukan talak tiga padahal ini

merupakan perbuatan bid’ah yang diharamkan. Karena itu, ia melihat perlunya memberikan

pelajaran atas ucapan mereka tersebut sekaligus sebagai sanksi atas dosa yang mereka

lakukan. Demikian pula, atas tindakan mereka yang sengaja ingin menyulitkan diri sendiri

padahal sudah mendapat kelapangan dan toleransi yang tinggi. Apa yang dilakukan ‘Umar ini

semata adalah sebuah ijtihad layaknya ijtihad yang dilakukan para ulama tokoh di mana bisa

berbeda seiring dengan perbedaan zaman dan tidak akan tetap sebagai sebuah produk syari’at

yang mengikat, yang tidak dapat berubah. Yang tetap dan mengikat itu hanya syari’at pokok

dari masalah ini (masalah talak-red).

Syaikhul Islam, Ibn Taimiyyah RAH berkata, “Jika ia (suami) menalaknya (isterinya) dengan

talak tiga dalam masa suci baik satu kata atau beberapa kata seperti ‘Kamu ditalak, kamu

ditalak, kamu ditalak’ atau ‘kamu ditalak’ kemudian berkata lagi, ‘kamu ditalak’, kemudian

berkata lagi, ‘kamu ditalak’, menurut para ulama baik Salaf mau pun khalaf terdapat tiga

pendapat dalam hal ini, baik wanita yang ditalak itu sudah disetubuhi mau pun belum:

Pertama, Bahwa hal itu merupakan talak yang dibolehkan dan mengikat; ini adalah pendapat

asy-Syafi’i dan Ahmad dalam satu riwayat lamanya (dipilih oleh al-Kharqy)

Ke-dua, Bahwa hal itu merupakan talak yang diharamkan dan mengikat; ini adalah pendapat

Malik, Abu Hanifah dan Ahmad (yang dipilih oleh kebanyakan sahabatnya). Pendapat ini juga

dinukil dari kebanyakan ulama Salaf dan Khalaf dari kalangan para shahabat dan Tabi’in.

Ke-tiga, Bahwa ia merupakan talak yang diharamkan dan hanya berlaku satu kali talak saja;

ini pendapat yang dinukil dari sekelompok ulama Salaf dan Khalaf dari kalangan para

shahabat. Pendapat ini juga diambil kebanyakan Tabi’in dan generasi setelah mereka. Juga,

merupakan pendapat sebagian sahabat Abu Hanifah, Malik dan Ahmad.

Tarjih

Page 15: Makalah talak

BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan

Dari tulisan tersebut di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan (konklusi ) bahwa:

1. Talak adalah perceraian yang dilakukan dan diucapkan oleh suami terhadap isterinya di

depan persidangan Pengadilan setelah Pengadilan memberi izin kepada suami (Pemohon)

2. Talak yang diucapkan di luar persidangan Pengadilan merupakan talak liar, keabsahannya

secara hukum tidak sah karena dianggap tidak pernah terjadi perceraian.

3. Perceraian/talak yang dijatuhkan atau diucapkan melalui putusan atau dalam sidang

Pengadilan dimaksudkan untuk membela hak kewajiban, status suami isteri secara

hukum, sekaligus memberi pendidikan hukum agar perceraian/talak tidak sewenang-

wenang dilakukan tanpa adanya proses, pembuktian-pembuktian.

4. Sebagai hakim muslim perlu memberi pengertian kepada pihak-pihak yang telah

menjatuhkan talak liar ditinjau secara hukum serta memberi solusi terhadap perkara yang

diajukan.

Talak sunni, adalah talak yang dijatuhkan suami sesuai dengan petunjuk yang disyariatkan

Islam, yaitu :

a. Menalak isteri harus secara bertahap (dimulai dengan talak satu, dua dan tiga) dan

diselingi rujuk.

b. Isteri yang ditalak itu dalam keadaan suci dan belum digauli dan c. Isteri tersebut telah

nyata-nyata dalam keadaan hamil.

B. Saran

Makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekurangan olehnya itu kritik yang sifatnya

membangung sangat kami harapkan.

Page 16: Makalah talak

DAFTAR PUSTAKA

a. Rasjid  H. Sulaiaiman, Fiqih Islam, Sinar Baru Algensido Bandung 42 : 2009

b. Taqiuddin Muhammad, Kifayatul Akhyar ,2009

c. Hakim Abdul Hamid, Mu’ainul Mubin, 2007

Page 17: Makalah talak

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat

dan limpahan rahmatnyalah maka saya boleh menyelesaikan sebuah karya tulis dengan

tepat waktu.

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “TALAK 3 DENGAN 1

KALIMAT DALAM SATU WAKTU”

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman

bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat atau

menyinggu perasaan pembaca.

Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan

semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Raha, November 2013

"Penulis"

Page 18: Makalah talak

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................1

1.2Tujuan dan Manfaat...................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................4

A. Pengertian Talak .......................................................................................2

B. Klasifikasi talak...........................................................................................3

C. Hukum talak................................................................................................6

D. Lafadz talak................................................................................................7

E. Bilangan talak.............................................................................................7

F. Hukum talak tigak dalam satu lafaz..........................................................10

BAB III PENUTUP.............................................................................................15

A. Kesimpulan................................................................................................15

B. Saran.........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................16

Page 19: Makalah talak

1. Soal:

Bagaimana status hukum talak yang dinyatakan, “Kamu saya talak tiga” secara sekaligus; atau

“Kamu saya talak, saya talak, saya talak” sampai tiga kali? Apakah jatuh tiga, atau hanya

dihitung sekali? Lalu bagaimana status talak yang digantung mengikuti waktu tertentu?

Jawab:

Harus ditegaskan bahwa hukum-hukum talak yang diadopsi Hizbut Tahrir adalah hukum-

hukum sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab An-Nizham al-Ijtima’i. Adapun hukum-

hukum cabang lainnya, seperti kapan talak tiga bisa jatuh tiga tidak diadopsi oleh Hizb. Dalam

hal ini bisa diambil pendapat dari mujtahid manapun. Meski demikian, pendapat yang paling

kuat menurut kami terkait dengan jatuhnya talak tiga dengan sekali ucapan dan dalam satu

majelis adalah sebagai berikut: Pertama, jika seorang suami mengatakan kepada istrinya,

“Kamu saya talak tiga,” dengan sadar dan memahami apa yang dia katakan, serta bukan orang

non-Arab yang tidak mengerti maksud perkataan, ketika diucapkan, maka talak seperti ini

jatuh tiga; baik dinyatakan dengan niat di dalam hatinya bahwa talak tersebut talak tiga

sekaligus atau tidak. Penunjukkan lafalnya dengan tegas dan jelas dalam ucapan ini, “Kamu

saya talak tiga” tidak membutuhkan niat sehingga talaknya jatuh.

Allah SWT berfirman:

�ه �ٍر� َغ�ْي ا َو�ُج4 َز� �ْك�َح� �َن َت Uى ِح�َت ��ْع�ِد َب ِم�ْن� ��ه ل Vْح�ٍل� َت ِف�َال Uَق�ْه�ا َط�ل �َن� ِف�ِإ

Jika suami mentalak istrinya, maka tidak halal bagi dirinya setelah itu, hingga istrinya

menikahi suami (pria) lain (QS al-Baqarah [2]: 230).

3. Apakah suami istri yang sudah melakukan talak tiga bisa rujuk kembali,,,?

4. Hukum talak tiga adalah,,,?

Page 20: Makalah talak

TUGAS MAKALAH KELOMPOK

ILMU FIQIH

TALAK 3 DENGAN SATU KALIMAT

DALAM SATU WAKTU

DISUSUN OLEH :

1. WA ODE NENY ERNIA

2. WA ODE NGGO

3. WA ODE JUMIATI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)

SYARIF MUHAMMAD RAHA

Page 21: Makalah talak

2013 / 2014