Makalah Teknologi Sediaan Padat

82
MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN PADAT TABLET FLOATING Oleh : Kelompok IV (Empat) Fitrah jauhari Yuniven Merina Khatimatul Khariah Maria ida imaculata Corebima Christiani Sinour Astriyanti Septiani SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR 2014

description

STIFA MAKASSAR

Transcript of Makalah Teknologi Sediaan Padat

MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN PADATTABLET FLOATING

Oleh :Kelompok IV (Empat)Fitrah jauhariYuniven MerinaKhatimatul KhariahMaria ida imaculata CorebimaChristiani SinourAstriyanti Septiani

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASIMAKASSAR2014

KATA PENGANTARSegala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka saya boleh menyelesaikan sebuah karya tulis dengan tepat waktu. Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul Floating Tablet, yang mmenurut saya dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari tentang teknologi Farmasi.Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat. Dengan ini penulis mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.Makassar April, 2013 Penulis

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Ranitidin Hidroklorida merupakan antagonis reseptor histamin H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian ranitidin HCl sekresi asam lambung akan dihambat. Obat ini digunakan secara luas untuk tukak duodenum, tukak lambung, zollinger-Ellison syndrome, gangguan refluks lambung-esofagus, dan erosi esophagus (Raval et al., 2007). Ranitidin HCl dapat menghambat sekresi asam lambung sampai 5 jam. 2,5- 3 jam. Untuk memperpanjang efek, perlu dikembangkan sediaan lepas Gastroretentive drug delivery system (GRDDS) adalah salah satu bentuk sediaan yang dapat dipertahankan di dalam lambung, diantaranya adalah sistem floating, yaitu sediaan yang mempunyai densitas rendah sehingga mampu untuk mengapung dalam cairan lambung dan tinggal lebih lama di lambung (Garg & Gupta, 2008). Sistem floating bisa dibagi menjadi sistem pembentuk gas (effervescent) dan non effervescent. Bentuk effervescent mempunyai kemampuan mengapung lebih besar. Lama mengapung diharapkan selama 3 atau 4 jam dalam lambung tanpa dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung karena densitasnya lebih rendah dari cairan lambung (Saifullah et al., 2007). Formulasi bentuk floating direkomendasikan menggunakan polimer eter selulosa ,khususnya hidroksipropil (HPMC) (Moes, 2003), karena memiliki sifat yang inert, nonionik, tidak berinteraksi merugikan baik dengan obat yang bersifat asam maupun basa, dapat digunakan untuk memformulasi obat yang larut maupun tidak larut air (Ojoe et al., 2007).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Floating System Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968, merupakan suatu sistem dengan densitas yang kecil, memiliki kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal di dalam lambung, obat dilepaskan perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan. Hasil yang diperoleh adalah peningkatan GRT dan pengurangan fluktuasi konsentrasi obat di dalam plasma (Chawla, et.al). Sistem mengapung pada lambung berisi obat yang pelepasannya perlahan-lahan dari sediaan yang memiliki densitas yang rendah/Floating Drug Delivery System (FDDS) juga biasa disebut Hydrodynamically Balanced System (HBS). FDDS/ HBS memiliki densitas bulk yang lebih rendah daripada cairan lambung. FDDS tetap mengapung di dalam lambung tanpa mempengaruhi motilitas dan keadaan dari lambung. Sehingga obat dapat dilepaskan pada kecepatan yang diinginkan dari suatu sistem Bentuk floating system banyak diformulasi dengan menggunakan matriks matriks hidrofilik dan dikenal dengan sebutan hydrodynamically balanced system (HBS), karena saat polimer berhidrasi intensitasnya menurun akibat matriknya mengembang, dan dapat menjadi gel penghalang di permukaan luar. Bentuk-bentuk ini diharapkan tetap dalam keadaan mengapung selama tiga atau empat jam dalam lambung tanpa dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung karena densitasnya lebih rendah dari kandungan gastrik. Hidrokoloid yang direkomendasikan untuk formulasi bentuk floating adalah cellulose ether polymer, khususnya hydroxypropyl methylcellulose (Moes, 2003). Isi lambung minimal diperlukan untuk mencapai prinsip retensi pengapungan, tingkat minimal gaya apung (F) juga dibutuhkan untuk menjaga bentuk sediaan mengapung pada permukaan makanan. Formulasi bentuk sediaan ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Harus memiliki struktur yang cukup untuk membentuk sebuah penghalang gel kohesif.2. Harus menjaga berat jenis keseluruhan lebih rendah dari isi lambung (1,004-1,010).3. Harus perlahan sehingga sesuai sebgai reservoir obat2.2 Formulasi Sediaan FDDS Untuk merancang sediaan mengapung ada dua pendekatan yang dapat digunakan. Yang pertama adalah pendekatan sistem bentuk sediaan tunggal (seperti tablet atau kapsul), sedangkan yang kedua adalah pendekatan sistem bentuk sediaan jamak (seperti granul atau mikrosfer). 2.2.1 Bentuk Sediaan Tunggal Sistem yang seimbang secara hidrodinamis (Hydrodynamically Balance Systems = HBS) yang dapat berupa tablet atau kapsul, dirancang untuk memperpanjang waktu tinggal sediaan di dalam saluran cerna (dalam hal ini di lambung) dan meningkatkan absorpsi. Sistem dibuat dengan menambahkan 20-75%b/b hidrokoloid tunggal atau campuran ke dalam formula tablet atau kapsul. Pada sistem ini akan dicampurkan bahan aktif obat, hidrokoloid (20-75% dari bobot tablet) dan bahan bahan pembantu lain yang diperlukan (pada umumnya proses pencampuran ini diikuti dengan proses granulasi), selanjutnya granul dicetak menjadi tablet atau diisikan ke dalam kapsul. Setelah dikonsumsi, di dalam lambung, hidrokoloid dalam tablet atau kapsul berkontak dengan cairan lambung dan menjadi mengembang. Karena jumlahnya hidrokoloidnya banyak (sampai 75%) dan mengembang maka berat jenisnya akan lebih kecil dari berat jenis cairan lambung. Akibatnya sistem tersebut menjadi mengapung di dalam lambung. Karena mengapung sistem tersebut akan bertahan di dalam lambung, tidak mudah masuk ke dalam pylorus dan terus ke usus. Hidrokoloid yang mengembang akan menjadi gel penghalang yang akan membatasi masuknya cairan lambung ke dalam sistem dan berkontak dengan bahan aktif obat, sekaligus akan mengatur pelepasan bahan aktif obat dari system terapung itu ke dalam cairan lambung. Sistem HBS paling baik diterapkan pada obat yang memiliki kelarutan yang lebih baik dalam lingkungan asam dan obat yang memiliki tempat absorpsi khusus di daerah usus bagian atas. Untuk dapat bertahan dalam lambung untuk waktu yang lebih lama maka bentuk sediaan harus memiliki bobot jenis kurang dari satu. Sediaan tersebut harus bertahan dalam lambung, integritas strukturnya terjaga dan melepaskan obat secara konstan dari bentuk sediaan. Sistem HBS ini telah berhasil dikembangkan pada klordiazepoksid hidroklorida. Obat ini merupakan contoh klasik obat yang memiliki masalah kelarutan. Pada pH 3 kelarutannya 4000 kali lebih besar dibandingkan pada pH 6. Kapsul klordiazepoksid hidroklorida yang dibuat dengan sistem HBS memiliki kadar dalam darah yang setara dengan kadar dalam darah dari 3x10 mg kapsul klordiazepoksid hidroklorida komersial biasa. Beberapa polimer dan kombinasi polimer dengan teknik pembuatan granulasi basah telah digunakan untuk menghasilkan tablet yang dapat mengapung. Pada HBS dapat ditambahkan komponen pembentuk gas, seperti golongan garam karbonat. Garam karbonat bila berkontak dengan cairan lambung yang asam akan melepaskan gas karbondioksida yang akan terperangkap dalam hidrokoloid yang mengembang. Hal ini akan mempercepat waktu mulai mengapung. Pada HBS yang ditambahkan komponen pembentuk gas maka komposisi hidrokoloidnya dapat dikurangi hingga tinggal 10-20%. Sistem HBS ini dapat dikembangkan dalam bentuk tablet lapis tunggal , tablet lapis dua atau tiga. Yang et. al., telah mengembangkan tablet tiga lapis tidak simetris yang memiliki kemampuan mengapung untuk memperpanjang waktu tinggal di dalam lambung dari tiga jenis obat yaitu tetrasiklin, metronidazol dan garam bismut untuk menangani tukak lambung yang disebabkan oleh Helicobacter pylori. Sebagai polimer yang mengatur kecepatan pelepasan obat digunakan HPMC dan polietilenoksid. Rancangan sistem pelepasannya berdasarkan kemampuan mengembang dari tablet tiga lapis itu. Sistem ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Tablet dibuat menjadi 3 lapis (seperti tablet Decolgen yang ada di pasaran). Lapis pertama berisi garam bismut yang diformulasikan untuk pelepasan segera. Tetrasiklin dan metronidazol berada di lapis kedua, dimasukkan sebagai komponen tablet intiyang pelepasannya dikendalikan oleh matriks. Lapis ketiga berisi komponen pembentuk gas. Efek mengapung disebabkan oleh lapisan pembentuk gas yang terdiri dari natrium bikarbonat : kalsium karbonat (1:2). Saat berkontak dengan cairan lambung, karbonat pada komponen pembentuk gas bereaksi dengan asam lambung membentuk karbondioksida. Karena diformulasikan untuk pelepasan segera, lapis pertama akan segera terdiintegrasi dan garam bismut akan segera terlepas dari sediaan tablet itu. Sedangkan lapis kedua, hidrokoloidnya akan mengembang. Adanya karbondioksida yang terperangkap dalam hidrokoloid yang mengembang menyebabkan sistem menjadi mengapung. Dan hidrokoloid yang mengembang itu akan menjadi gel penghalang pelepasan tetrasiklin dan metronidazol ke dalam cairan lambung, sehingga pelepasannya dikatakan diperlambat. Hasil pengujian in vitro menunjukkan pelepasan diperlambat dari tetrasiklin dan metronidazol dapat dicapai dalam 6-8 jam dan selama itu tablet tetap berada dalam keadaan terapung. Kemampuan memperpanjang waktu tinggal di dalam lambung ini meningkatkan efektivitas tetrasiklin dan metronidazol. Formulasi sediaan tunggal mengalami masalah seperti saling menempel atau terhambat dalam saluran cerna yang mungkin memiliki potensi bahaya yang dapat mengiritasi saluran cerna. Sistem ini tidak layak dan irreproducible dan memperlambat waktu tinggal dalam lambung jika diberikan secara oral.

2.2.2 Bentuk Sediaan Jamak Adapun tujuan merancang bentuk sediaan jamak adalah untuk mengembang kan suatu formulasi yang handal yang memiliki semua keuntungan dan mengurangi kerugian dari bentuk sediaan tunggal Sediaan jamak ini dapat berupa granul atau mikrosfer yang mengandung komponen polimer yang dapat mengembang saat berkontak dengan cairan lambung sehingga membentuk koloid penghalang yang mengendalikan kecepatan penetrasi cairan ke dalam sistem dan kecepatan pelepasan obat dari sistem sediaan. Adanya udara yang terperangkap dalam polimer yang mengembang akan menurunkan bobot jenis sehingga mikrosfer dapat mengapung.Bentuk sediaan jamak yang sudah dikembangkan saat ini adalah mikrosfer yang menggunakan resin akrilat, Eudragit, polietilenoksid, dan selulosa asetat Selain itu juga sudah dikembangkan cangkang polistiren balon polikarbonat dan granul menngunakan GelucireSistem ini prospektif diterapkan, tetapi belum adanya industri yang membuatnya (bahkan di luar negeri). Salah satu kemungkinan yang besar adalah karena penelitian ini pada umumnya dipatenkan. Dan masa paten itu umumnya 15-20 tahun. Jadi sebelum masa paten itu kadaluarsa, sistem yang dipatentkan itu tidak boleh ditiru. Sistem ini merupakan pilihan yang baik karena dapat mengurangi variabilitas pada absorbsi dan mengurangi kemungkinan dosis dumping (konsentrasi obat meningkat sehingga menghasilkan toksisitas obat).

2.2.3 Bahan tambahan yang digunakan untuk formulasi FDDS Polimer dan bahan tambahan lain yang digunakan untuk formulasi FDDS adalah sebagai berikut: 1. Hidrokoloid (20% - 75%) : dapat berupa sintetik, anionik atau non-ionik seperti gom hidrofilik, modifikasi derivat selulosa. Misalnya : Akasia, pektin, kitosan, agar, kasein, bentonit, veegum, HPMC (K4M, K100M dan K15M), gom gellan (Gelrite), Na CMC, MC, HPC Bahan matriks yang sering digunakan adalah hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) adalah turunan selulosa yang bersifat hidrofilik yang dapat mengendalikan pelepasan kandungan obat didalamnya ke dalam medium pelarut. HPMC dapat membentuk lapisan hidrogel yang kental di sekeliling sediaan setelah kontak dengan cairan medium pelarut. Gel ini merupakan penghalang fisik lepasnya obat dari matriks. Proses pelepasan obat dari matriks penghalang dapat terjadi dengan mekanisme erosi dan difusi. 2. Bahan Lemak inert (5% - 75%): Edible, bahan lemak inert memiliki berat jenis kurang dari 1 dapat digunakan untuk mengurangi sifat hidrofilik dari formulasi dan sebaliknya dapat meningkatkan keterapungan. Misalnya : Beeswax (Cera), asam lemak, lemak alkohol rantai panjang, Gelucires 39/01 dan 43/01. 3. Bahan effervesent : NaHCO3, asam sitrat, asam tartrat, dinatrium glisin karbonat , Sitroglisin. 4. Meningkatkan kecepatan pelepasan (5% - 60%) : laktosa, manitol 5. Memperlambat kecepatan pelepasan (5% - 60%) Misalnya : Dikalsium phospat, talk, magnesium stearat 6. Bahan meningkatkan keterapungan (di atas 80%), misalnya etil selulosa 7. Bahan densitas rendah : serbuk busa polypropilen (Accurel MP 1000) 2.2.4 Pengaruh Beragam Formulasi Pada Sifat Floating Banyak hal yang mempengaruhi sifat mengapungnya sediaan FDDS karena adanya variasi bahan tambahan yang digunakan. Variasi rasio HPMC / carbopol dan penambahan Mg Stearat menentukan sifat floating. Penambahan Mg Stearat dapat meningkatkan sifat floating secara signfikan. Namun jumlah hidroksi propil metilselulosa yang tinggi tidak mempengaruhi kemampuan mengapung secara signifikan. Rasio HPMC : Carbopol lebih tinggi menunjukkan sifat floating lebih baik. Formulasi floating menggunakan polimer yang mengembang seperti HPMC dan HPC tidak menunjukkan reprodusibiltas pada pelepasan dan waktu tinggal karena pembengkakan sangat bergantung pada isi lambung dan osmolaritas medium dan formulasi tertentu diamati akan tenggelam pada medium disolusi setelah waktu tertentu. Lag time floating pada formulasi tersebut = 9 30 menit. Kemampuan pembentukan gel dan kekuatan gel polisakarida bervariasi dari batch ke batch karena variasi pada panjang rantai dan tingkat substitusi dan situasi ini diperburuk pada formulasi effervescent dengan gangguan dari struktur gel melaui evolusi CO2.Pembentuk gel bereaksi sangat sensitif terhadap perbedaan osmolaritas media pelepasan, dengan peningkatan pelepasan. Suatu studi menjelaskan pengaruh tiga bahan pengisi yaitu Mikrokristalin selulosa (MCC), dikalsium pospat dan laktosa pada sifat floating dari tablet bersalut. Tablet yang mengandung laktosa mengapung lebih cepat daripada tablet yang mengandung kalsium pospat (pengisi anorganik). . Hal ini dapat dijelaskan karena tablet yang mengandung laktosa memiliki densitas lebih rendah (1 g/cm3 pada kekerasan 30 N), sedangkan tablet yang mengandung dikalsium pospat memiliki densitas lebih tinggi (1,9 g/cm3 pada kekerasan 30 N) Laktosa memiliki kelarutan dalam air lebih tinggi dan menunjukkan aktivitas osmotik dan uptake dari medium lebih cepat pada inti tablet selama penyalutan. MCC, pengisi yang tidak larut dengan uptake air yang lebih tinggi dan kemampuan desintegrasi, mengakibatkan robeknya penyalutan dan desintegrasi tablet, CO2 tidak berakumulasi pada penyalutan dan lepas melalui lapisan film yang robek, sehingga floating tidak terjadi.

BAB IIIFORMULA

III. 1 Formula Tablet floating Ranitidin HCl dengan HPMC K100M sebagai matriks dikombinasi dengan manitol dan PEG1500BAHAN Formula

1 2 3 4

Ranitidin HCl120 mg 120 mg 120 mg 120 mg

HPMC K100M 6o mg 6o mg 6o mg 60mg

Manitol 0% 10% 15% 20%

PEG1500

Natrium bikarbonat 15% 15% 15% 15%

Mg stearat 5 mg 5 mg 5 mg 5 mg

Laktosa 80 mg 80mg 80mg 80mg

Bobot 1 tablet (mg) 245,10 250,20 268,40 278,20

III.2 Alasan Penambahan Bahan 1. Ranitidin HCl Ranitidin Hidroklorida merupakan antagonis reseptor histamin H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian ranitidin HCl sekresi asam lambung akan dihambat. Obat ini digunakan secara luas untuk tukak duodenum, tukak lambung, zollinger-Ellison syndrome, gangguan refluks lambung-esofagus, dan erosi esophagus (Raval et al., 2007). Untuk memperpanjang efek, perlu dikembangkan sediaan lepas lambat yang dapat bertahan pada lambung dalam waktu yang lama, mengingat bahwa ranitidin HCl hanya di absorpsi pada bagian awal dari usus halus, dan juga untuk mencegah metabolisme ranitidin HCl di kolon2. HPMC Formulasi bentuk floating direkomendasikan menggunakan polimer eter selulosa ,khususnya hidroksipropil (HPMC) (Moes, 2003), karena memiliki sifat yang inert, nonionik, tidak berinteraksi merugikan baik dengan obat yang bersifat asam maupun basa, dapat digunakan untuk memformulasi obat yang larut maupun tidak larut air (Ojoe et al., 2007). HPMC K100M , memiliki viskositas 80000-120000 mPa s (Rowe et al., 2009), sehingga mempunyai kemampuan yang sangat baik sebagai matrik dengan sistem floating3. Manitol Dalam formula digunakan manitol untuk menghasilkan tablet ranitidin HCL dengan floating characteristic4. PEG 1500PEG berfungsi sebagai boundary lubrikan dengan konsentrasi 2-20%5. Natrium bikarbonat Natrium bikabonat digunakan sebagai bahan effervescent Bentuk effervescent mempunyai kemampuan mengapung lebih besar. Lama mengapung diharapkan selama 3 atau 4 jam dalam lambung tanpa dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung karena densitasnya lebih rendah dari cairan lambung (Saifullah et al., 2007). 6. Mg stearatDigunakan sebagai lubrikan, glidan dan anti adheren pada tablet daan kapsul dengan kadar 0,25-2,0 %7. Laktosa Laktosa digunakan sebagai bahan tambahan pada pembuatan tablet Banyak digunakan sebagai pengisi pada tablet dan kapsul (Exp : 278)III.3 Pembuatan Tablet Floating Ranitidin HCL dengan Metode Granulasi Basah1. Ditimbang ranitidin HCL, HPMCK100M dan Manitol (F1) atau PEG1500(F2) dalam jumlah yang sesuai dengan formula.2. Ditimbang Natrium Bikaronat, Mg Stearat, Laktosa dan PVPK303. Ranitidin, HPMC , Manitol dan laktosa dicampur dalam tumbling mixer secara geometric dilution. Campuran serbuk digranulasi dengan larutan pengikat PVP K-30 dalam aquadest 4% dari berat total serbuk sedikit demi sedikit sampai terbentuk massa granul.4. Massa granul kemudian diayak dengan pengayak ukuran mesh 12, kemudian dikeringkan pada suhu kamar 25C selama 30 menit. Granul kering selanjutnya diayak dengan ayakan ukuran mesh 18, lalu ditambah dengan natrium bikarbonat ditumbling selama 5 menit dan dilakukan uji kandungan lengas, kecepatan alir, sudut diam dan jumlah fines.5. Selanjutnya ditambahkan magnesium stearat dan ditumbling selama 5 menit kemudian dilakukan uji kualitas granul yang meliputi: kecepatan alir dan sudut istirahat serta dilakukan pula penetapan kadar ranitidin dalam granul. Granul ditambah Natrium Bikarbonat, kemudian dicetak menjadi tablet matrik. Tablet yang telah dicetak dilakukan uji kualitas tablet yang meliputi penetapan kadar ranitidin dalam tablet, uji kerapuhan, uji kekerasan, uji floating lag time dan total waktu floating serta uji disolusi tablet floating ranitidin HCL dalam matriks HPMC .III.4 Evaluasi1. Pemeriksaan Mutu Fisik Granul Penentuan Kecepatan Alir dan Sudut Diam Granul Kecepatan alir dan sudut diam ditentukan dengan cara mengalirkan sejumlah granul melalui corong. Ditimbang 50 gram granul, dimasukkan ke dalam corong dengan dasar lubang yang tertutup, waktu pengukuran dilakukan pada saat dibukanya lubang corong sampai seluruh granul keluar dari corong. Satuan kecepatan alir ditulis dalam gram/detik. Pengukuran sudut diam dilakukan dengan mengukur tinggi serta jari-jari lingkaran atas kerucut granul yang terbentuk yang terbentuk setelah pengaliran kemudian dihitung dengan rumus : Tg Keterangan : = sudut diam h = tinggi kerucut (cm) r = jari-jari kerucut (cm)

2. Uji Mutu Fisik Tablet Ranitidin HCl Uji Kekerasan Tablet Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan alat Tablet Hardness Tester. Diambil 10 tablet, diukur kekerasannya dengan cara memberi beban pada tablet. Saat tablet pecah pada alat akan terbaca beban atau gaya maksimum yang dapat diterima oleh tablet. Persyaratan kekerasan tablet matriks adalah memenuhi syarat jika kekerasan 5 kg (Lachman et al, 1986). Uji Kerapuhan Tablet Diambil 20 tablet, tablet dijepit dengan pinset kemudian dibersihkan dengan kuas secara hati-hati, kemudian ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam alat penguji kerapuhan Erweka Friabilator Type TAP selama 4 menit dengan kecepatan 25 rpm. Setelah diputar tablet dikeluarkan dari alat dan dibersihkan dengan kuas secara hati-hati, kemudian ditimbang kembali dan dihitung persentase pengurangan beratnya. Nilai kerapuhan yang diperbolehkan adalah kurang dari 1% (Lachman et al., 1986).3. Uji Floating Lag Time

Tablet dimasukkan ke dalam beker gelas 100 ml yang berisi larutan HCL 0,1 N (pH 1,2) dan dijaga pada suhu 370 C, diamati waktu yang diperlukan tablet ranitidin HCl untuk mengapung (floating) dan dilakukan secara visual. Pengaruh Manitol terhadap Ranitidine HCl

Uji Total Waktu Floating Tablet dimasukkan ke dalam beker gelas 100 ml yang berisi larutan HCl 0,1 N (pH 1,2) dijaga pada suhu 370 C dan diamati sifat pengapungan selama 8 jam.4. Uji Pelepasan Ranitidin HCl dari Matriks HPMC K100LV Profil pelepasan ranitidin HCl dari tablet matriks ditentukan secara in vitro dengan menggunakan metode uji disolusi dalam media HCl 0,1 N 900 ml pada suhu 370C 0,5 dengan kecepatan 75 rpm (Raval et al., 2007). Uji disolusi tablet ranitidin HCl dilakukan dengan kondisi sebagai berikut : Media : HCl 0,1 N Peralatan : tipe II (metode paddle) Prosedur : Air dimasukkan ke dalam bak alat uji disolusi sampai tanda, labu disolusi dipasang dan diisi dengan 900 ml media disolusi. Ditentukan suhu, waktu, dan kecepatan putaran dayung uji disolusi yaitu pada 37 0.5C selama 8 jam dengan kecepatan putaran dayung 75 rpm. Pengaduk dayung diatur jaraknya sebesar 2,5 0,2 cm dari dasar labu. Setelah suhu stabil, tablet dimasukkan, dan alat uji disolusi dijalankan. Sampling dilakukan pada menit ke 5, 10, 15, 20, 30, 60,120,180,240, 300, 360, 420 dan 480 dengan cara mengambil 5,0 ml larutan media disolusi. Untuk setiap selesai sampling dilakukan penambahan 5,0 ml larutan media baru. Larutan sampel disaring dengan membran filter selulosa nitrat 0,45 m, kemudian ditentukan serapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum. Dihitung kadar ranitidin HCl untuk setiap sampel dan dibuat kurva % pelepasan ranitidin HCl versus waktu. Uji disolusi dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali (Depkes RI,1995)BAB IVPEMBAHASANSediaan lepas lambat untuk ranitidine HCl dengan menggunakan sistim gastroretentive atau obat yang dapat bertahan di lambung dalam waktu yang cukup lama. Untuk menghasilkan sistem tersebut digunakan metode effervesent, yaitu dengan menambah bahan pembentuk gas (effervescent). Sebelum dilakukan penelitian, dilakukan uji pemeriksaan kualitatif untuk memastikan bahwa barang yang digunakan dalam penelitian ini sudah memenuhi persyaratan. Pemeriksaan dilakukan pada semua bahan yang digunakan, diantaranya HPMC, Mg Stearat, PVPK30, Laktose dan sebagainya. Hasil uji membuktikan bahwa pemeriksaan kualtatif membuktikan bahwa bahan yang digunakan dalam penelitian ini sudah sesuai dengan spesifikasi. pada campuran kering bahan-bahan dalam formula. Semakin besar jumlah HPMC, jumlah air yang disemprotkan. Setelah menjadi masa granul, dilakukan proses granulasi, kemudian rajam. Granul yang terbentuk diuji sifat alir yang meliputi laju kecepatan alir dan sudut istirahat. Hasil uji kecepatan alir dan sudut istirahat membuktikan bahwa granul yang dipreparasi dengan metode dan formula dalam penelitian memenuhi syarat, karena semua diatas 10 gram/detik dan juga sudut istirahat antara 25 dan 30. Sebelum dicetak, granul ditambah dengan Mg Stearat dan ditumbling selama 5 menit. Kemudian ditambahkan Na Bikarbonat, dicampur homogen, Natrium Bikarbonat tidak ikut dalam proses pembasahan masa granul, oleh karena untuk mencegah terbentuknya gas CO2. Granul yang dihasilkan, kemudian ditimbang satu-persatu sebelum dicetak menjadi tablet. Pencetakan dilakukan pada tekanan 3 ton selama 5 detik. Pemeriksaan mutu fisik meliputi pemeriksaan kekerasan dan kerapuhan tablet (Tabel 4). Pada pemeriksaan kekerasan semua memenuhi persyaratan, oleh karena diatas 7 Kp. (Wagner). Hasil uji statistika pada masing-masing formula , peningkatan kadar matriks menghasilkan peningkatan kekerasan secara bermakna. Hasil pemeriksaan kerapuhan , juga menghasilkan data yang memenuhi syarat,karena semuanya menunjukkan kerapuhan dibawah 1% (Lachman et al , 1986).Uji pelepasan tablet dilakukan dengan uji disolusi, dengan alat disolusi dalam waktu 8 jam.dalam media uji HCl 0,1N. Setelah pengambilan sampel dan sebelum diperiksa dengan alat spektrofotometer, larutan dibuat menjadi pH 7,4 dengan penambahan NaOH dan larutan buffer fosfat pH=7,4. Hasil analisis kesesuaian pelepasan ranitidin HCl dengan persyaratan pelepasan tablet lepas lambat menurut Welling. Dari uji pelepasan didapatkan data pelepasan yang cepat adalah pada formula yang tidak menggunakan matriks ke 60, semua formula tanpa matriks, sudah menghasilkan kondisi tunak. Penambahan matriks HPMC terbukti mengakibatkan hambatan atau pnegendalian terhadap pelepasan ranitidin HCl. Hal ini disebabkan karena HPMC dapat mengembang setelah kontak dengan media air. Pengembangan menjadi bentuk gel inilah yang menjadi penghalang atau retardan. Pelepasan terkecil diberikan oleh tablet dengan HPMC K100M yang dikombinasi dengan PEG1500. Hal ini disebabkan oleh karena HPMC K100M mempunyai viskositas paling tinggi, sehingga daya retardannya paling besar.BAB VPENUTUPV.1 KESIMPULAN Dari penelitian pengaruh tipe HPMC terhadap mutu fisik dan pelepasan tablet floating ranitidin HCL dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain penambahan Manitol terhadap matriks HPMCK100M menghasilkan tablet ranitidin HCL dengan mutu fisik tablet yang memenuhi persyaratan. Penambahan Manitol terhadap matriks HPMCK100M menghasilkan tablet ranitidin HCL dengan floating characteristic yang memenuhi persyaratan

DAFTAR PUSTAKA Akbar, H.F.,et.al.Pengaruh Penambahan Manitol Terhadap Pelepasan Ranitidin Hcl Dari Tablet Floating Dengan Hpmc K100m Sebagai Matriks 2012 Surabaya : PharmaScientia Departemen Farmasetika Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1979. Farmakope Indonesiae edisi III. Jakarta

Dari penelitian pengaruh tipe HPMC terhadap mutu fisik dan pelepasan tablet floating ranitidin HCL dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain penambahan Manitol terhadap matriks HPMCK100M menghasilkan tablet ranitidin HCL dengan mutu fisik tablet