materi hipotermi
-
Upload
slamet-riadi -
Category
Documents
-
view
540 -
download
17
Transcript of materi hipotermi
1
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU POSTPARTUM
TENTANG HIPOTERMI PADA BAYI BARU LAHIR
OLEH :
NURIDA SUSANTI
NIM : BT 10 145
KELAS : III D
AKADEMI KEBIDANAN BATARI TOJA
W A T A M P O N E
2013
2
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah
SWT, atas berkat limpahan rahmat-Nya, yang telah memberikan kesehatan dan
kekuatan kepada penulis dari awal penyusunan sampai selesainya Proposal Karya
Tulis Ilmiah ini yang berjudul “Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Postpartum
tentang Hipotermia Pada Bayi Baru Lahir”
Dalam penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak
menemui hambatan dan kesulitan yang terasa berat, namun berkat bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak sehingga Proposal ini dapat terselesaikan.
Tidak lupa penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam pelaksanaan sampai penyusunan Proposal Karya Tulis
Ilmiah ini:
1. Seluruh Dosen dan Staf Program D III Akademi Kebidanan Batari Toja
Watampone yang telah banyak bekerjasama mendidik penulis.
2. Rasa hormat penuh cinta dan sayang kepada kedua orang tua serta keluarga dan
sahabat tercinta yang berkenan melimpahkan kasih sayang, do’a restu, biaya,
serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
dengan pendidikan dengan baik.
3. Rekan-rekan mahasiswa program D III Akademi Kebidanan Batari Toja
Watampone, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah
3
memberikan bantuan dan kerja samanya selama penulis butuhkan. Terima kasih
atas dorongan semangat dan kerjasamanya selama ini. Semoga kesuksesan
selalu menyertai perjalanan hidup kita semua.
Akhirnya semoga Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan bahan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. Kiranya Tuhan Yang
Maha Kuasa memberikan berkat, hikmah, dan petunjuk dalam pemanfaatan
penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
Watampone, 16 Februari 2013
Penulis
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di negara berkembang termasuk Indonesia, tinggi
morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir masih menjadi masalah.
Penyebab utama morbiditas dan mortalitas di negara
berkembang adalah aspiksia, sindrom gangguan napas, infeksi
serta komplikasi hipotermi. Dalam rangka meningkatkan kualitas
kesehatan bayi menuju Indonesia Sehat 2010 dituntut pelayanan
kesehatan yang berkualitas untuk memperoleh generasi penerus
bangsa yang sehat jasmani dan siap pakai serta mampu
mengantisipasi perubahan yang cepat (Saifuddin, 2002).
Morbiditas bayi kurang dari satu tahun di Amerika Serikat
tahun 1997 yakni 7,1% atau kematian bayi per 1000 kelahiran
hidup. Angka ini paling rendah yang tercatat dan menunjukan
penurunan sebesar 6,14%, sedangkan angka kematian perinatal
terdapat dalam kepustakaan Indonesia yang diperkirakan ada
sejumlah 4.608.000 bayi dilahirkan dan 100.454 bayi diantaranya
meninggal dunia pada masa neonatal atau sebelum menginjak
usia satu bulan, dengan kata lain setiap satu menit bayi neonatus
meninggal di Indonesia (Kosim, 2003).
Kematian bayi baru lahir memberikan kontribusi, bahwa
setengah dari kematian neonatus terjadi pada minggu pertama
5
kehidupannya yang disebabkan oleh beberapa sebab seperti
halnya dengan hipotermi pada bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan cold stress yang selanjutnya dapat terjadi hipoksia
atau hipoglikemia, kerusakan otak dan syok (Saifuddin, 2002).
Hipotermi pada neonatus adalah suatu keadaan dimana
terjadi penurunan suhu tubuh dibawah 360 C atau kehilangan
suhu tubuh (Saifuddin, 2006). Hipotermi pada bayi baru lahir
dapat disebabkan oleh terpapar pada lingkungan yang dingin,
suhu lingkungan yang rendah, permukaan dingin atau aliran
udara. Suhu tubuh normal bagi bayi baru lahir (neonatus) adalah
36,50 C – 370 tanpa disertai adanya tanda-tanda kedinginan pada
bayi baru lahir. Kebanyakan bayi baru lahir membutuhkan
ruangan yang hangat bersih dan observasi ketat, segera
diberikan pada ibunya untuk dihangatkan tubuhnya untuk
mendapakan ASI (Ngastiah,1998).
Menurut Menkes/SK/III/2007 hanya sebagian kecil bayi baru
lahir membutuhkan bantuan melewati masa transisi ke
kehidupan di luar rahim. Dalam hal ini penemuan secara dini
tindak lanjut sangat dibutuhkan khususnya oleh penolong
persalinan yaitu seorang bidan yang profesional. Penanganan
bayi baru lahir sangat penting karena banyak bayi baru lahir
mengalami kesulitan untuk mempertahankan suhu tubuhnya oleh
karena itu semua bayi baru lahir harus segera tubuhnya
dikeringkan dan dibungkus dengan kain bersih yang hangat
6
(Departemen Kesehatan RI, 1998). Hipotermia dapat terjadi secara cepat
pada bayi sangat kecil atau bayi yang diresusitasi atau dipisahkan dari
ibu.dalam kasus-kasus ini, suhu dapat cepat turun <35oC. (Sarwono, 2006:288).
Menurut hadi, berdasarkan perkiraan organisasi kesehatan dunia
(WHO), pada tahun 1995 hampir semua (98%) dari 5 juta kematian neonatal
terjadi dinegara berkambang. Lebih dari 2/3 kematian itu terjadi pada periode
neonatal dini. Umumnya karna berat badan lahir <2500 gram. Menurut WHO
17% dari 25 juta persalinan pertahun adalah BBLR dan hampir semua terjadi
dinegara berkembang. (www.omzikzik.com/2009)
Sekelompok peneliti dari inggris yang tergabung dalam department for
international development pernah melakukan penelitian terhadap 10.946 bayi
pada tahun 2004. Sekitar bulan ketiga tahun 2006 lalu, ditemukan bahwa bayi
normal yang langsung diletakkan di dada ibunya minimal 30 menit, pada usia
20 menit akan merangkak sendiri kepayudara ibu. Sementara itu, pada usia 50
menit, dengan susah payah dia akan merangkak dan menemukan putting
ibunya untuk menyusu. Sejalan dengan penelitian tersebut, para dokter eropa
dan amerika serikat kini giat mengkampanyekan pemberian asi pada bayi baru
lahir, proses tersebut dinamakan inisiasi dini. Bahkan Dr. utami roesli, SPA,
MBA, CIMI, IBLCC, dokter spesialis anak dan aktivis ASI berpendapat
apabila inisiasi dini didukung oleh semua pihak terkait, termasuk tenaga
kesehatan, kemungkinan akan mampu mencegah kematian bayi sebelum usia
28 hari, pada dasarnya hipotermia pada bayi disebabkan belum sempurnanya
pengaturan suhu tubuh bayi, dan pengetahuan yang kurang tentang pengolahan
7
bayi baru lahir yang benar. Di Indonesia sendiri kasus bayi meninggal akibat
hipotermia masih relative tinggi. Diperkirakan kejadian BBLR di Indonesia
sebesar 14%. Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia memang makin
menurun, tetapi masih cukup tinggi, yaitu 52 per 1000 kelahiran hidup (data
survey demografi tahun 1997) angka itu lebih tinggi dibandingkan AKB
sesama Negara ASEAN (singapura 4 per 1000 kelahiran hidup, Malaysia 12
per 1000, dan Thailand 32 per 1000). (www.darsana.com/2010)
Kematian bayi baru lahir pada umumnya di sebabkan oleh asfiksia,
infeksi dan hipotermi. Dia mengatakan kesehatan dan kelangsungan hidup ibu
dan bayi baru lahir sangat dipengaruhi oleh pelbagai faktor sosial budaya,
diantaranya kebiasaan jenis makanan tertentu selama nifas dan masa laktasi,
pemberian makanan bayi sebelum air susu ibu keluar serta anggapan bahwa
komplikasi selama masa kenifasan merupakan kejadian normal. Azrul juga
menambahkan secara umum, pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi
baru lahir yang tidak merata, sangat erat hubungannya dengan kemiskinan,
pendidikan wanita, faktor geografis dan pembangunan sosial.
(www.deborah.com/2011).
Komalasari (2007) mengemukakan bahwa di Indonesia pada periode
2005–2007 penurunan angka kematian neonatal yakni kematian bayi umur <1
bulan masih rendah yaitu dari 28,8 per 1000 kelahiran hidup menjadi 15 per
1000 kelahiran hidup, sedangkan di Propinsi Bali merupakan daerah yang
memiliki angka kematian bayi yang rendah di bandingkan dengan propinsi lain
di Indonesia.
8
Berdasarkan hasil survey yang dilaksanakan oleh Biro Pusat Statistik
(BPS) yang bekerjasama dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) provinsi Sulawesi Selatan angka kematian bayi pada
tahun 2007 tercatat 39,5 per 1000 kelahiran hidup menjadi 14 per 1000
kelahiran hidup tahun 2008. Sedangkan untuk balita juga menurun menjadi 19
pada tahun 2007-2008 dari 44 pada tahun 2006.
Berdasarkan data tahun 2008, angka kematian bayi di propinsi
Sulawesi Selatan sebesar 7,8 per 1.000 kelahiran hidup atau lebih rendah dari
angka nasional sebesar 25 per 1.000 kelahiran hidup dimana sekitar 0,5%
kematian bayi disebabkan karena hipotermia (Abadi,2009).
Kurangnya penanganan yang baik dan akurat pada bayi baru lahir sehat
akan dapat menyebabkan kelainan-kelainan atau cacat seumur hidup atau
bahkan menyebabkan kematian. Maka berdasarkan hal itu peneliti ingin
meneliti Bagaimana Pengetahuan Ibu Postpartum tentang Hipotermia Pada
Bayi Baru Lahir di RSUD Tenriawaru Bone Periode Mei-Juni 2012.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan
permasalahan Bagaimana Tingkat Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang
Hipotermi pada Bayi Baru Lahir di RSUD Tenriawaru Bone Periode Mei-Juni
2012.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
9
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang hipotermi
pada bayi baru lahir di RSUD Tenriawaru Bone Periode Mei-Juni 2012.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang
hipotermi pada bayi baru lahir di RSUD Tenriawaru Bone
berdasarkan umur.
b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang
hipotermi pada bayi baru lahir di RSUD Tenriawaru Bone
berdasarkan pendidikan.
c. Untuk mengetahui tingkat pengatahuan ibu postpartum tentang
hipotermi pada bayi baru lahir RSUD Tenriawaru Bone berdasarkan
pekerjaan.
d. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang
hipotermi pada bayi baru lahir di RSUD Tenriawaru Bone
berdasarkan paritas.
e. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang
hipotermi pada bayi baru lahir di RSUD Tenriawaru Bone
berdasarkan sumber informasi.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Sebagai salah satu syarat kelulusan bagi penulis pada program D-
III Kebidanan Akbid Batari Toja Watampone serta untuk melatih dan
menambah pengetahuan penulis dalam membuat karya tulis ilmiah.
10
2. Bagi Institusi Pendidikan Kebidanan
Menambah ilmu pengetahuan mahasiswi kebidanan tentang
hipotermi pada bayi baru lahir sehingga dapat mengurangi angka
kematian pada bayi baru lahir.
3. Bagi Pelayanan Kesehatan
Dapat menjadi masukan dan informasi mengenai hipotermi pada
bayi terutama cara pencegahan dan penanganan hipotermi sehingga dapat
mengurangi angka kematian pada bayi baru lahir.
4. Bagi Pasien Rumah Sakit
Dapat menambah informasi kepada ibu postpartum tentang
hipotermi, sehingga ibu postpartum dapat melakukan pencegahan dan
penanganan hipotermi pada bayi baru lahir sehingaga dapat mengurangi
angka kejadian hipotermi pada bayi baru lahir.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan informasi dan bandingan bagi para peneliti yang relevan
dikemudian hari dengan melibatkan variable yang lebih kompleks lagi.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
1. Defenisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang. Berdasatkan pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. (Notoadmodjo, 2007:70)
2. Cara Memperoleh Pengetahuan
Cara yang dapat digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan:
a. Cara tradisional
Cara kuno sebelum dikemukakan metode ilmiah. Cara ini meliputi:
1) Cara coba salah
12
2) Cara kekuasaan atau otoritas
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
4) Melalui jalan pikiran
b. Cara modern
Cara memperoleh pengetahuan yang sistematis, logis, dan ilmiah.
(Notoadmodjo, 2005:67)
3. Tingkat Pengetahuan Di dalam Domain Kognitif
Menurut (Notoatmodjo, 2007:74), pengetahuan yang tercakup di dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :
a. Tahu ( know ).
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang di pelajari atau rangsangan yang telah di terima. Karena itu, tahu
ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang telah di
pelajarinya atara lain menyebutukan, menguraikan, mendefenisikan,
menyatakan, dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
mnejelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
13
menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya, terhadap objek
yang di pelajarinya.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari nya pada situasi atau kondisi real
(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau
pengguna hukum- hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain misalnya dapat menggunakan
rumus statistic dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek kedalam komponen–komponen tetapi masih di
dalam suatu stuktur organisasi dan masih ada kaitannya dengan satu
sama lain.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian–bagian didalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain, sintesis adalah suatu
kemapuan untuk menyusun formulasi baru, dapat meringkas, dapat
menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan –
rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian–
14
penilaian itu di dasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri,
atau menggunakan criteria yang telah ada, misalnya dapat
membandingkan antara anak criteria yang telah ada, misalnya dapat
membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan yang
kekurangan gizi dan sebagainya.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut (Notoadmojo, 2007:79) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang adalah:
a. Umur
Adalah variable yang selalu diperhatikan dalam
mempertimbangkan lamanya hidup dalam tahun dihitung sejak
dilahirkan.dengan kategori < 25 tahun, 25-35 tahun, dan > 35 tahun.
b. Pendidikan
Adalah pengetahuan yang diperoleh seseorang yang telah
menyelesaikan sekolahnya secara formal. Dengan kategori SD, SMP,
SMA, dan Perguruan Tinggi.
c. Pekerjaan
Adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan seseorang untuk
memenuhi kebutuhannya, bila kita ingin melihat pekerjaan mayoritas
dari ibu maka kemungkinan sebagian ibu bukanlah pekerjaan yang
berpenghasilan cukup sehingga kebanyakan ibu menganggap sosial
ekonomi keluarga akan mengganggu dalam pemenuhan nutrisi
15
anaknya. Pekerjaan merupakan sumber penghasilan dengan kategori
ibu yang bekerja dan ibu tidak bekerja (IRT).
d. Paritas
Adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang
mampu hidup di luar rahim. Paritas bisa mempengaruhi
pengetahuan seseorang dimana pengetahuan diperoleh dari
pengalaman sendiri maupun orang lain.
e. Sumber informasi
Adalah alat untuk menyampaikan suatu pesan dan berita
penting yang dapat mempengaruhi pengetahuan baik dari media
maupun orang lain kepada ibu postpartum dengan kategori
keluarga/teman, media massa/media elektonik, dan petugas
kesehatan.
5. Sumber Pengetahuan Manusia
Menurut (Notoadmodjo, 2005:83) sumber pengetahuan manusia diperoleh
dari:
a. Tradisi
Dengan adat istiadat kita dan profesi keperawatan beberapa pendapat
diterima sebagai sesuatu yang benar. Banyak pertanyaan terjawab dan
banyak permasalahan dapat dipecahkan berdasarkan suatu tradisi.
Tradisi adalah suatu dasar pengetahuan di mana setiap orang tidak
dianjurkan untuk memulai mencoba memecahkan masalah. Akan
tetapi tradisi mungkin terdapat kendala untuk kebutuhan manusia
16
karena beberapa tradisi begitu melekat
sehingga validitas, manfaat, dan kebenarannya tidak pernah dicoba/
diteliti.
b. Autoritas
Dalam masyarakat yang semakin majemuk adanya suatu
autoritas seseorang dengan keahlian tertentu, pasien memerlukan
perawat atau dokter dalam lingkup medik. Akan tetapi seperti halnya
tradisi jika keahliannya tergantung dari pengalaman pribadi sering
pengetahuannya tidak teruji secara ilmiah.
c. Pengalaman Seseorang
Kita semua memecahkan suatu permasalahan berdasarkan
obsesi dan pengalaman sebelumnya, dan ini merupakan pendekatan
yang penting dan bermanfaat. Kemampuan untuk menyimpulkan,
mengetahui aturan dan membuat prediksi berdasarkan observasi
adalah penting bagi pola penalaran manusia.
Akan tetapi pengalaman individu tetap mempunyai
keterbatasan pemahaman, yaitu :
1) Setiap pengalaman seseorang mungkin terbatas untuk membuat
kesimpulan yang valid tentang situasi.
2) Pengalaman seseorang diwarnai dengan penilaian yang bersifat
subyektif.
d. Trial dan Error
17
Kadang-kadang kita menyelesaikan suatu permasalahan
keberhasilan kita dalam menggunakan alternatif pemecahan melalui
coba dan salah. Meskipun pendekatan ini untuk beberapa masalah
lebih praktis sering tidak efisien. Metode ini cenderung mengandung
resiko yang tinggi, penyelesaiannya untuk beberapa hal mungkin “idi
osyentric”.
e. Alasan yang Logis
Kita sering memecahkan suatu masalah berdasarkan proses
pemikiran yang logis. Pemikiran ini merupakan komponen yang
penting dalam pendekatan ilmiah, akan tetapi alasan yang rasional
sangat terbatas karena validitas alasan deduktif tergantung dari
informasi dimana seseorang memulai, dan alasan tersebut mungkin
tidak efisien untuk mengevaluasi akurasi permasalahan.
f. Metode Ilmiah
Pendekatan ilmiah adalah pendekatan yang paling tepat untuk
mencari suatu kebenaran karena didasari pada pengetahuan yang
terstruktur dan sistematis serta dalam mengumpulkan dan
menganalisa datanya didasarkan pada prinsip validitas dan
reliabilitas.
2.2 Ibu Postpartum
1. Defenisi
Ibu adalah orang tua perempuan seorang anak, baik melalui
hubungan biologis maupun sosial. Umumnya, ibu memiliki peranan yang
18
sangat penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu dapat
diberikan untuk perempuan yang bukan orang tua kandung (biologis) dari
seseorang yang mengisi peranan ini. Contohnya adalah pada orang tua
angkat (karena adopsi) atau ibu tiri (istri ayah biologis anak). Selain itu,
dalam bahasa Indonesia panggilan "ibu" juga dapat ditujukan kepada
perempuan asing yang relatif lebih tua dari pada si pemanggil atau
panggilan hormat kepada seorang wanita, tanpa memedulikan perbedaan
usia. (www.wikipedia.com)
Postpartum (nifas) ialah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa
nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu
(www.wayan.com/2010).
Selain itu, post partum bisa diartikan sebagai masa atau waktu
sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai 6
minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang
berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti
perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan.
(Suherni dkk, 2009:1)
2. Periode postpartum
Periode postpartum (nifas/puerperium) adalah masa setelah
keluarnya plasenta sampai alat–alat reproduksi pulih seperti sebelum
hamil dan secara normal berlangsung selama enam minggu atau 42 hari.
19
Periode postpartum terdiri dari tiga periode, immediate postpartum
yaitu masa 24 jam pertama setelah persalinan, early postpartum yaitu satu
minggu pertama setelah persalinan dan late postpartum yaitu setelah satu
minggu pertama persalinan sampai periode postpartum selesai.
(www.wayan.com/2010)
3. Tahapan Masa Nifas
Adapun tahapan masa nifas (postpartum) menurut Rahmawati (2009:2) yaitu:
a. Puerperium dini: masa kepulihan yakni saat-saat ibu dibolehkan
berdiri dan berjalan.
b. Puerperium intermedial: masa kepulihan menyeluruh dari organ-
organ genital, kira -kira antara 6-8 minggu.
c. Remot puerperium: waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan
mempunyai komplikasi.
4. Perubahan Fisiologis Pada Masa Postpartum
a. Perubahan Uterus
Perubahan uterus terjadi segera setelah melahirkan dan
berlangsung cepat. Dalam 12 jam pertama setelah melahirkan fundus
uteri teraba 1 cm dibawah pusat, 5-6 minggu kemudian kembali ke
dalam ukuran tidak hamil. Dinding endometrium pada bekas
implantasi plasenta pada lapisan superfisial akan mengalami nekrotik
dan akan keluar cairan berupa sekret sebagai lochea. Luka bekas
20
implantasi plasenta akan sembuh sempurna sekitar enam minggu
setelah kelahiran. Kegagalan penyembuhan tempat menempelnya
plasenta dapat menyebabkan pengeluaran lochea terus menerus,
perdarahan pervaginam tanpa nyeri. Menyusui dan mobilisasi
menyebabkan ekskresi lochea sedikit lebih banyak dibandingkan
posisi tidur saja, karena itu menyusui dan mobilisasi dini yang disertai
asupan nutrisi yang adekuat mempercepat proses involusi uteri.
(www.wayan.com/2010)
b. Serviks, Vagina dan Perineum
Serviks dan segmen bawah uterus menjadi lebih tipis selama
immediate postpartum. Pada beberapa persalinan terjadi laserasi pada
serviks. Vagina dan perineum dapat mengalami robekan, edema dan
memar.
c. Payudara
Perkembangan kelenjar mamae secara fungsional lengkap
pada pertengahan masa kehamilan, tetapi laktasi terhambat sampai
kadar estrogen menurun, yakni setelah janin dan plasenta lahir.
Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara
selama hamil menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang
dibutuhkan hormon kembali ke kadar sebelum hamil sebagian
ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak. Pada ibu yang tidak
menyusui kadar prolaktin akan turun dengan cepat. Pada hari ketiga
dan keempat postpartum bisa terjadi pembengkakan (engorgement),
21
payudara teregang, keras, nyeri bila ditekan dan hangat jika diraba.
Distensi payudara terutama disebabkan oleh kongesti sementara vena
dan pembuluh limfatik bukan akibat penimbunan air susu.
Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman
biasanya berkurang dalam 24 jam sampai 36 jam. Pada ibu yang
menyusui, sebelum laktasi dimulai payudara teraba lunak dan suatu
cairan kekuningan yakni kolostrum dikeluarkan dari payudara.
Setelah laktasi dimulai, payudara teraba hangat dan keras ketika
disentuh.
d. Sistem Urinaria Uretra
Kandung kemih dan jaringan sekitar meatus urinarius dapat
mengalami trauma mekanik akibat desakan oleh bagian yang
berpresentasi selama persalinan kala II, Hal ini dapat menyebabkan
kehilangan sensasi untuk buang air kecil.
e. Sistem sirkulasi dan Vital Sign
Adanya hipervolemi, dimana terjadi peningkatan plasma darah
saat persalinan menyebabkan ibu toleran terhadap kehilangan darah
saat persalinan. Segera setelah kelahiran terjadi peningkatan cardiac
output yang dapat tetap ada selama 28 jam setelah kelahiran dan akan
turun secara perlahan pada keadaan normal sekitar 12 minggu setelah
persalinan.
f. Sistem Muskuloskeletal
22
Selama beberapa hari hormon relaxin menurun, dan ligamen
kartilago pelvis mulai kembali ke keadaan sebelum hamil. Pada
sebagian ibu, otot abdomen dapat melemah dan kendur. Hal ini
mempengaruhi resiko konstipasi selama postpartum karena
penurunan tonus dinding abdomen mempengaruhi motilitas usus.
Stasis vena yang dapat terjadi selama hamil tua, berkontribusi
terhadap terbentuknya bekuan darah (trombosis) pada ekstremitas
bawah. Hal ini dapat dicegah dengan mobilisasi dini setelah
persalinan.
g. Sistem Gastrointestinal
Ibu akan sering haus dan lapar setelah melahirkan, akibat
kehabisan tenaga dan restriksi cairan selama persalinan. Pembatasan
asupan nutrisi dan cairan dapat menyebabkan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit serta keterlambatan pemulihan
fungsi tubuh.
h. Sistem Endokrin
Level estrogen dan progesteron menurun setelah ekspulsi
plasenta. Jika ibu tidak menyusui, level estrogen akan kembali
meningkat sekitar tiga minggu setelah kelahiran yang diikuti dengan
kembalinya menstruasi. Pada ibu menyusui level estrogen dan
progesteron lebih lambat kembali pada level sebelum hamil.
5. Perubahan Psikologis pada Masa Postpartum
23
Menurut (Suherni dkk, 2009:77) perubahan peran seorang ibu
memerlukan adaptasi yang harus dijalani. Dalam menjalani adaptasi
setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut :
a. Fase Taking In (periode ketergantungan)
Fase ini terjadi antara satu sampai tiga hari setelah persalinan
dimana ibu berfokus pada diri sendiri, bersikap pasif dan
tergantungan secara emosional ibu berusaha untuk mengintegrasikan
pengalaman persalinan dalam kehidupannya.
b. Fase Taking Hold (fase transisi antara ketergantungan dan
kemandirian)
Terjadi antara ketiga sampai kesepuluh hari setelah persalinan
dalam fasi ini secara bertahap tenaga ibu pulih kembali, ibu merasa
lebih nyaman, focus perhatian mulai beralih pada bayi, ibu sangat
antusias dalam merawat bayinya, mulai mandiri dalam perawatan diri,
terbuka pada pengajaran perawatan, saat yang tepat untuk memberi
informasi tentang perawatan bayi dan diri sendiri.
c. Fase Letting Go (Fase mampu sendiri)
Fase ini antara dua sampai empat minggu setelah persalinan
dimana ibu mulai menerima peran barunya yaitu sebagai ibu dari bayi
yang baru lahir. Ibu melepas bayangan persalinan dengan harapan
yang tidak terpenuhi serta mampu menerima kenyataan.
2.3. Hipotermi pada Bayi baru Lahir Normal
1. Defenisi
24
Hipotermia adalah suatu kondisi dimana mekanisme tubuh untuk
pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin. Hipotermia
juga dapat didefinisikan sebagai suhu bagian dalam tubuh di bawah 35 °C.
Tubuh manusia mampu mengatur suhu pada zona termonetral, yaitu
antara 36,5-37,5 °C. Di luar suhu tersebut, respon tubuh untuk mengatur
suhu akan aktif menyeimbangkan produksi panas dan kehilangan panas
dalam tubuh. (Rukiyah dkk, 2010:283 )
Bayi Hipotermi adalah bayi dengan suhu badan di bawah normal.
Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 ºC (Suhu ketiak). Gejala awal
hipotermi apabila suhu awal <36 ºC atau kedua kaki dan tangan teraba
dingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami
hipotermi sedang (suhu 32-36ºC). Disebut hipotermi berat bila suhu <32
ºC, diperlukan termometer ukuran rendah (low reading thermometer) yang
dapat mengukur sampai 25 ºC. (www.hipotermia.com)
Hipotermi pada BBL adalah suhu di bawah 36,5 ºC, yang terbagi
atas : hipotermi ringan (cold stres) yaitu suhu antara 36-36,5 ºC, hipotermi
sedang yaitu antara 32- 36ºC, dan hipotermi berat yaitu suhu tubuh <32
ºC. (Yunanto, 2008:40)
2. Klasifikasi Hipotermi pada Bayi Baru Lahir
Menurut (Yunanto, 2008:42) penurunan suhu tubuh dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Anamnesis Pemeriksaan Klasifikasi
Bayi terpapar
suhu
Suhu tubuh 32°C-
36,4°C
Hipotermia sedang
25
lingkungan yang
rendah
Waktu timbulnya
kurang dari 2 hari
Gangguan napas
Denyut jantung
<100 x/i
Malas minum
letargi
Bayi terpapar
suhu lingkungan
yang rendah
Waktu timnbulnya
kurang dari 2 hari
Suhu tubuh <32°C
Tanda hipotermia
sedang
Kulit teraba keras
Napas pelan dan
dalam
Hipotermia berat
3. Diagnosis
Menurut (Yunanto, 2008:41) diagnosis hipotermi dapat ditegakkan
dengan pengukuran suhu baik suhu tubuh atau kulit bayi. Pengukuran
suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu petunjuk penting untuk
deteksi awal adanya suatu penyakit, dan pengukuranya dapat dilakukan
melalui aksila, rektal atau kulit.
Melalui aksila merupakan prosedur pengukuran suhu bayi yang
dianjurkan, oleh karena mudah, sederhana dan aman. Tetapi pengukuran
melalui rektal sangat dianjurkan untuk dilakukan pertama kali pada semua
BBL, oleh karena sekaligus sebagai tes skrining untuk kemungkinan
adanya anus imperforatus. Pengukuran suhu rektal tidak dilakukan
sebagai prosedur pemeriksaan yang rutin kecuali pada bayi-bayi sakit.
4. Etiologi
26
Perinatal adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan
harus menyesuaikan diri dari kehidupan interauterin ke kehidupan
ekstrauterin selama 28 hari. Empat aspek transisi pada bayi baru lahir
dimasa perinatal yang cepat berlangsung adalah sistem pernapasan,
sirkulasi, dan kemampuan menghasilkan sumber glukosa. (Rukiyah dkk,
2010:2)
Penyebab terjadinya hipotermi pada BBL dimasa perinatal yaitu :
Jaringan lemak subkutan tipis, perbandingan luas permukaan tubuh
dengan berat badan besar, BBL (Bayi Baru lahir) tidak mempunyai respon
shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan, asfiksia yang hebat,
resusitasi yang ekstensive, lambat sewaktu mengeringkan bayi, distress
pernapasan, sepsis, pada bayi prematur atau bayi kecil memiliki cadangan
glukosa yang sedikit. Untuk memfungsikan otak memerlukan glukosa
dalam jumlah tertentu. Pada BBL jumlah glukosa akan turun dalam waktu
cepat. BBL yang tidak dapat mencerna glukosa dari glikogen dalam hal
ini terjadi bila bayi mempunyai persediaan glikogen cukup yang disimpan
dalam hati. Koreksi penurunan kadar gula darah dapat dilakukan dengan 3
cara : (1) melalui penggunaan ASI, (2) melalui penggunaan cadanan
glikogen, (3) melalui pembuatan glukosa dari sumber lain terutama lemak.
(Rukiyah dkk, 2010:283)
5. Mekanisme Hilangnya Panas pada Bayi Baru Lahir
Menurut (Yunanto, 2008:44) BBL dapat mengalami hipotermi
melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan dengan kemampuan tubuh
27
untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas
yaitu:
a. Penurunan produksi panas
Hal ini dapat disebabkan kegagalan dalam sistem endokrin dan
terjadi penurunan basal metabolisme tubuh, sehingga timbul proses
penurunan produksi panas, misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar
tiroid, adrenal ataupun pituitari.
b. Peningkatan panas yang hilang
Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar,
dan tubuh kehilangan panas. Adapun mekanisme tubuh kehilangan
panas dapat terjadi secara:
1) Konduksi :
Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat
perbedan suhu antara kedua obyek. Kehilangan panas terjadi saat
terjadi kontak langsung antara kulit BBL dengan permukaan
yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada BBL
yang berada pada permukaan/alas yang dingin, seperti pada
waktu proses penimbangan.
2) Konveksi :
Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu
antara permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin di
permukaan tubuh bayi. Sumber kehilangan panas disini dapat
28
berupa: inkubator dengan jendela yang terbuka, atau pada waktu
proses transportasi BBL ke rumah sakit.
3) Radiasi :
Yaitu perpindahan suhu dari suatu objek yang dingin,
misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi
lingkungan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas dapat
berupa suhu lingkungan yang dingin atau suhu inkubator yang
dingin.
4) Evaporasi :
Panas terbuang akibat penguapan, melalui permukaan
kulit dan traktus repiratoris. Sumber kehilangan panas dapat
berupa BBL yang basah setelah lahir, atau pada waktu
dimandikan.
c. Kegagalan termoregulasi
Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan
hipotalamus dalam menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai
penyebab.Keadaan hipoksia intrauterin/saat persalinan/post partum,
defek neurologik dan paparan obat prenatal ( analgesik / anestesi )
dapat menekan respons neurologik bayi dalam mempertahankan suhu
tubuhnya. Bayi sepsis akan mengalami masalah dalam pengaturan
suhu dapat menjadi hipotermi atau hipertermi.
6. Akibat Yang Dapat Ditimbulkan Hipotermi
a. Hipoglikemia-sidosis metabolik
29
b. Karena vasokontriksi perifer dengan metabolisme anaerob
c. Kebutuhan oksigen yang meningkat
d. Metabolisme meningkat sehingga metabolisme terganggu
e. Gangguan pembekuan sehingga meningkatkan perdarahan pulmonal
yang menyertai hipotermi berat
f. Shock
g. Apnea
h. Perdarahan Intra Ventrikular
i. Hipoksemia, dan berlanjut dengan kematian
7. Ciri-ciri Hipotermi pada Bayi Baru Lahir Normal
Menurut (Rukiyah dkk, 2010:287) beberapa ciri jika seorang bayi terkena
hipotermi antara lain :
a. Bayi menggigil (walau biasanya ciri ini tidak mudah terlihat pada
bayi kecil)
b. Kulit anak terlihat belang-belang, merah campur putih atau timbul
bercak-bercak
c. Anak terlihat apatis atau diam saja
d. Gerakan bayi kurang dari normal
e. Lebih parah lagi jika anak menjadi biru yang bisa dilihat pada bibir
dan ujung-ujung jarinya.
8. Penanganan Hipotermi Bayi Baru Lahir Normal
Menurut (Yunanto, 2008:45) kesempatan untuk bertahan hidup
pada BBL ditandai dengan keberhasilan usahanya dalam mencegah
30
hilangnya panas dari tubuh. Untuk itu, BBL haruslah dirawat dalam
lingkungan suhu netral.
Menurut (Rukiyah dkk, 2010:290) bayi yang mengalami
hipotermia biasanya mudah sekali meninggal. Tindakan yang harus
dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di dalam incubator atau
melalui penyinaran lampu. Cara lain yang sangat sederhana dan mudah
dilakukan oleh setiap ibu adalah menghangatkan bayi melalui panas tubuh
ibu. Bayi diletakkan telungkup di dada ibu agar terjadi kontak kulit
langsung ibu dan bayi. Untuk menjaga agar bayi tetap hangat, tubuh ibu
dan bayi harus berada di dalam satu pakaian (merupakan teknologi tepat
guna baru) disebut sebagai Metoda Kangguru. Sebaiknya ibu
menggunakan pakaian longgar berkancing depan. Bila tubuh bayi masih
dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang disetrika terlebih dahulu,
yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukanlah berulang
kali sampai tubuh bayi hangat. Biasanya bayi hipotermia menderita
hipoglikemia, sehingga bayi harus diberi ASI sedikit-sedikit sesering
mungkin. Bila bayi tidak menghisap, diberi infus glukosa 10% sebanyak
60-80 ml / kg per hari.
9. Metode Kanguru Untuk Merawat Bayi Hipotermi
Menurut (www.agustinayanto.com/2008) Metode kanguru atau
perawatan bayi lekat ditemukan sejak tahun 1983, sangat bermanfaat
untuk merawat bayi yang lahir dengan hipotermi baik selama perawatan di
rumah sakit ataupun di rumah. Perawatan bayi dengan metode kanguru
31
bisa digunakan sebagai pengganti perawatan dengan inkubator. Caranya,
dengan mengenakan popok dan tutup kepala pada bayi yang baru lahir.
Kemudian, bayi diletakkan di antara payudara ibu dan ditutupi baju ibu
yang berfungsi sebagai kantung kanguru. Posisi bayi tegak ketika ibu
berdiri atau duduk, dan tengkurap atau miring ketika ibu berbaring. Hal
ini dilakukan sepanjang hari oleh ibu atau pengganti ibu (ayah atau
anggota keluarga lain). Suhu optimal didapat lewat kontak langsung kulit
ibu dengan kulit bayi (skin to skin contact). Suhu ibu merupakan sumber
panas yang efisien dan murah. Kontak erat dan interaksi ibu-bayi akan
membuat bayi merasa nyaman dan aman, serta meningkatkan
perkembangan psikomotor bayi sebagai reaksi rangsangan sensoris dari
ibu ke bayi.
Keuntungan Yang Di Dapat Dari Metode Kanguru Bagi Perawatan Bayi:
a. Meningkatkan hubungan emosi ibu– anak
b. Menstabilkan suhu tubuh, denyut jantung, dan pernafasan bayi
c. Meningkatkan pertumbuhan dan berat badan bayi dengan lebih baik
d. Mengurangi strea pada ibu dan bayi
e. Mengurangi lama menangis pada bayi
f. Memperbaiki keadaan emosi ibu dan bayi
g. Meningkatkan produksi ASI
h. Menurunkan resiko terinfeksi selama perawatan di rumah sakit
i. Mempersingkat masa rawat di rumah sakit
Apa saja kriteria bayi untuk metode kanguru:
32
a. Bayi dengan berat badan ≤ 2000 gr
b. Tidak ada kelainan atau penyakit yang menyertai
c. Refleks dan kordinasi isap dan menelan yang baik
d. Perkembangan selama di inkubator baik
e. Kesiapan dan keikut sertaan orang tua, sangat mendukung dalam
keberhasilan.
Cara Melakukan Metode Kanguru:
a. Beri bayi pakaian, topi, popok dan kaus kaki yang telah dihangatkan
lebih dahulu
b. Letakkan bayi di dada ibu, dengan posisi tegak langsung ke kulit ibu
dan pastikan kepala bayi sudah terfiksasi pada dada ibu. Posisikan
bayi dengan siku dan tungkai tertekuk, kepala dan dada bayi
terletak didada ibu dengan kepala agak sedikit mendongak.
c. Dapat pula memeakai baju dengan ukuran lebih besar dari badan ibu,
dan bayi diletakkan diantara payudara ibu, baju ditangkupkan,
kemudian ibu memakai selendang yang dililitkan di perut ibu agar
bayi tidak terjatuh.
d. Bila baju ibu tidak dapat menyokong bayi , dapat digunakan handuk
atau kain lebar yang elastik atau kantong yang dibuat sedemikian
untuk menjaga tubuh bayi.
e. Ibu dapat beraktivitas dengan bebas, dapat bebas bergerak walau
berdiri, duduk, jalan, makan dan mengobrol. Pada waktu tidur, posisi
33
ibu setengah duduk atau dengan jalan meletakkan beberapa bantal
dibelakang punggung ibu.
f. Bila ibu perlu istirahat, dapat digantikan oleh ayah atau orang lain.
g. Dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan persiapan ibu, bayi,
posisi bayi, pemantauan bayi, cara pamberian asi, dan kebersihan ibu
dan bayi.
10. Pencegahan Hipotermi Dirumah
Hipotermia bisa saja terjadi pada bayi baru lahir di rumah bersalin
(bidan), atau di rumah sakit. Tetapi, tidak menutup kemungkinan
hipotermia pun muncul disebabkan perawatan yang kurang tepat di
rumah. Berikut ini sejumlah cara untuk mencegahnya :
a. Asuhan kontak kulit dengan kulit. Menggendong bayi sambil
memeluknya dengan cara yang tepat dapat membantu memberikan
kehangatan yang dibutuhkan bayi. Meski awalnya dilakukan oleh ibu,
selanjutnya para ayah pun dapat turut mempraktikannya.
b. Gunakan air hangat setiap kali memandikan bayi. Setelah selesai,
segeralah angkat dan keringkan tubuh bayi, lalu pastikan dia dalam
keadaan hangat. Jauhkan si kecil dari handuk basah bekas pakai.
c. Jangan biarkan buah hati Anda menggunakan popok basah. Untuk itu,
rajinlah memeriksa dan mengganti popoknya.
d. Perhatikan posisi tempat tidur bayi, sebaiknya jangan dekat jendela,
di depan AC, atau kipas angin.
34
Jauhkan bayi dari kemungkinan kondisi kedinginan. Pastikan buah
hati Anda senantiasa berada pada lingkungan bersuhu hangat/normal.
Demikian pula pakaian yang dikenakannya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah kerangka antara hubungan konsep-konsep
yang diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan.
(Notoatmodjo,2005:69)
Variabel Independent Variabel Devendent
3.Sumber Informasi
c.2 Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri dari 2 macam, yaitu :
1. Variabel Independent
Karakteristk ibu postpartum
1. Umur
2. Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Paritas
5. Sumber informasi
Pengetahuan Ibu
Postpartum tentang
Hipotermi pada Bayi
Baru Lahir Normal
35
Variabel independent adalah variabel bebas, sebab, dan
mempengaruhi. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independent
adalah umur, pendidikan, pekerjaan, paritas, dan sumber informasi.
2. Variabel Dependent
Variabel dependent adalah variabel tergantung, akibat terpengaruh.
Dalam penelitian dependent adalahpengetahuan ibu tentang hipoteermia
pada bayi baru lahir.
c.3 Defenisi Operasional
1. Pengatahuan
Pengetahuan adalah kemampuan respon dalam menjawab
kuesioner yang akan diberikan untuk mengetahui tentang hipotermia pada
Bayi Baru Lahir Normal dengan kategori baik, cukup, kurang yang terdiri
dari :
a. Defenisi hipotermia pada bayi baru lahir
b. Penyebab hipoteremia pada bayi baru lahir
c. Pencegahan hipotermia pada bayi baru lahir
d. Penanganan hipotermia pada bayi baru lahir
2. Umur
Umur adalah waktu hidup atau sejak dilahirkan sampai sekarang,
karena semakin bertambahnya umur seseorang dan pendewasaan sendiri
36
dan dengan penambahan maka pengetahuan semakin bertambah dengan
kategori :
a. < 25 tahun
b. 25-35 tahun
c. > 35 tahun
3. Pendidikan
Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang terakhir dengan
kategori :
a. Tidak Sekolah
b. SD
c. SMP
d. SMA
e. Perguruan Tinggi
4. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh ibu
postpartum baik di dalam rumah maupun di luar rumah, di kategorikan
atas :
a. Bekerja : berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tepat/ tidak
dibayar, buruh/karyawan/pegawai. Pekerjaan bebas di pertanian, dan
pekerja bebas non pertanian.
b. Tidak bekerja : Ibu Rumah Tangga (IRT)
5. Paritas
37
Paritas adalah merupakan jumlah kehamilan yang menghasilkan
janin yang mampu hidup di luar rahim yang dilakukan dengan kategori :
a. Primigravida (wanita yang pertama kali hamil)
b. Secundygravida (seorang wanita yang hamil 2 kali)
c. Multigravida (seorang wanita yang hamil 3-5 kali)
d. Grandemultigravida (wanita yang telah hamil lebih dari 5 kali)
6. Sumber Informasi
Adapun pesan atau sumber informasi yang di peroleh ibu
postpartum tentang hipotermia adalah :
a. Keluarga / teman
b. Media Cetak / Media elektronik
c. Petugas Kesehatan
c.4 Desain Penelitian
Desain penelitian dengan cara deskriptif yaitu untuk mengetahui
tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang hipotermia pada bayi baru lahir
dengan mengumpulkan data primer dari ibu postpartum yang melahirkan di
RSUD Tenriawaru Bone periode Mei-Juni 2013.
c.5 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian atau objek yang
diteliti yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu
38
postpartum yang telah melahirkan di RSUD Tenriawaru Bone Periode
Mei-Juni 2013 dengan jumlah populasi sebanyak 30 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel yang digunakan
peneliti adalah cara total sampling dimana sample adalah seluruh ibu
postpartum yang melahirkan di RSUD Tenriawaru Bone dimulai pada
bulan Mei-Juni 2013 dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Hal ini
sesuai dengan perkataan Machfoedz (2009:43) bahwa apabila populasi
lebih kecil dari 100 lebih baik diambil seluruhnya.
c.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di RSUD Tenriawaru Bone:
a. Di RSUD Tenriawaru Bone adalah merupakan salah satu tempat
praktek belajar lapangan peneliti.
b. Di RSUD Tenriawaru Bone mudah dijangkau oleh peneliti dan
jumlah responden yang lebih relatif.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai dari bulan April -juli 2013.
KegiatanWaktu Penelitian
April Mei Juni Juli1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan judulPenyiapan izin lokasiPenyusunan proposal
39
Persiapan ujianUjian proposalPengumpulan dataAnalisa dataKonsultasi laporan penelitianSeminar hasil penelitianPenggandaan hasil penelitian
c.7 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan peneliti adalah dengan
menggunakan kuesioner untuk mengukur tingkat pengetahuan ibu postpartum
yang disusun sendiri oleh penulis dengan jumlah soal 20 buah.
c.8 Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer
yang diperoleh melalui kuesioner tertutup yang disusun oleh penulis
berdasarkan konsep teoritis yang terdiri dari 20 pertanyaan yang diisi oleh
responden dan setelah diisi kemudian dikumpulkan kembali kepada peneliti.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara :
1. Peneliti menjelaskan kepada responden untuk mengenaitujuan meneliti,
kemudian meminta persetujuan responden untuk menandatangani surat
persetujuan responden untuk menjadi responden.
2. Peneliti mengingatkan kembali tentang pengisian kuesioner kepada
responden secara teliti dan cermat. Apabila ada yang kurang mengerti,
responden dapat menanyakan kembali kepada peneliti.
40
3. Setelah responden dapat menjawab kuesioner yang diajukan, kemudian
peneliti mengumpulkan kembali dan memeriksa jawaban responden dan
memberi nilai terhadap jawaban tersebut.
3.9. Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
a. Editing
Adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan
oleh para pengumpul data. Pemeriksaan daftar pertanyaan yang telah
selesai dilakukan terhadap kelengkapan jawaban, keterbatasan tulisan
dan relevansi jawaban.
b. Tabuling
Yaitu data yang diberi tanda sesuai dengan variabelnya
kemudian dihitung dan data yang telah diolah disajikan kedalam
table-tabel distribusi.
c. Coding
Yaitu mengklarifikasi jawaban-jawaban dari para responden
kedalam kategori, biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara member
tanda aau kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.
d. Sorting
Adalah menyortir dengan memilih atau mengelompokkan data
menurut yang dikehendaki.
e. Entery Data
41
Jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kategori kemudian
dimasukkan kedalam bentuk tabel dengan cara menghitung frekuensi
data, memasukkan data boleh dengan cara manual atau melalui
pengolahan computer.
f. Cleaning
Cleaning adalah pembersihan data, lihat variabel apakah data
sudah benar atau belum (Setiadi, 2007.Hal:32).
2. Analisis Data
Analisi data dilakukan dengan cara deskriptif dengan melihat
persentase data yang telah terkumpul disajikan dalam tabel distribusi
frekuensi dan membahas hasil penelitian dengan menggunakan teoridari
kepustakaan yang ada.
3.10. Aspek Pengukuran Data
Aspek pengukuran ini dilakukan terhadap Pengetahudilakukan
terhadap tingkat pengetahuan Ibu Postpartum tentang Hipotermia pada Bayi
Baru Lahir di RSUD Tenriawaru Bone Periode Mei-Juni 2013. Jawaban
responden dari semua pertanyaan yang diberikan dengan jumlah 20
pertanyaan. Sebelum menentukan kategori baik, cukup, kurang terlebih dahulu
menentukan kriteria atau tolak ukur yang disajikan.
Aspek pengukuran dilakukan terhadap tingkat pengetahuan ibu
berdasarkan jawaban responden pada semua pertanyaan yang diberikan,
dimana :
42
1. Skor maksimal adalah 1, dalam arti untuk skor jawaban terhaddap satu
pertanyaan yang benar adalah 1, jadi 20 x 1 = 20
2. Skor minimal adalah 0, dalam arti untuk skor jawaban terhadap satu
pertanyaan yang salah adalah 0, jadi 20 x 0 = 0.
Dengan rumus :
S ¿xr
X 100 %
Keterangan :
S = skor
x = jumlah jawaban yang benar
r = jumlah pertanyaan
Maka kategori pengetahuan sebagai berikut :
1. Kategori baik : Bila responden mendapat skor >75-100% dengan
jawaban yang benar 15-20 pertanyaan.
2. Kategori cukup : Bila responden mendapat skor 56-74% dengan jawaban
yang benar 11-14 pertanyaan.
3. Kategori kurang : Bila responden mendapat skor < 55% dengan jawaban
yang benar 0-10 pertanyaan.
43
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, 2007, Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. EGC : Jakarta
Arikunto, S, 2002, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.
Arikunto, S, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta,
Jakarta
Asna, N, dkk, 2008, Panduan Penulisan Karya Tulis Ilmiah Program D-IV Bidan
Pendidik, Medan.
Departemen Kesehatan RI, 1998, Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar, Jakarta.
Hidayat, AA, 2007, Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data, Edisi
I,Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Kosim, MS, 2003, Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Perawat,
Bidan, Penerbit Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Lubis B, 2007, Pencegahan Hipotermi Pada Bayi Baru Lahir.
Machfoedz, 2005, Metode Penelitian Untuk Mahasiswa Institusi Kesehatan
Keperawatan dan Kebidanan, Fitramaya, Yogyakarta.
44
Maimunah, S, 2004, Kamus Istilah Kebidanan, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Manuaba, IBG, 1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana, Penerbit EGC, Jakarta.
Ngastiyah, 1998, Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Notoatmodjo, S, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Penerbit PT Rineka Cipta,
Jakarta.
Saifuddin, AB, 2000, Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, Penerbit
Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Surasmi, A. Handayani, S. Kusuma, HN. 2003, Perawatan Bayi Resiko Tinggi,
Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Sunaryo, 2004, Psikologi Untuk Keperawatan, EGC, Jakarta.
Samin, A, 2008, Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Sarwono, P, 2001, Ilmu Kebidanan, Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta.
Subekti, 2008, Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Penerbit EGC, Jakarta.
Zaluchu, F, 2005, Penelitian Kesehatan, Cita Pusaka Media, Bandung.
Getty.2011.Bila Bayi Alami Hipotermia. Jakarta : http://lifestyle.okezone.com
(diakses tanggal 15 Oktober 20011 jam 17.00 WIB)
45
Ronaldo.2009.”Pertolongan Pertama untuk Bayi dan Anak “ (terjemahan). Jakarta
(halaman 90-91)
Saifudin,Abdul Bari,George Adriaansz,Gulardi Hanifa Wiknjosastro,Djoko
Waspodo.2009.”Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.Jakarta (halaman372-374).
Wiknjosastro,Gulardi H,George Adriaansz,Omo Abdul Madjid,R.Soerjo
Hardjono,J.M.Seno Adjie.2008.”Asuhan Persalinan
Normal”.Jakarta( Halaman 123-126)