METODE DAKWAH USTADZ ABDUL HAKIM DI KAMPUNG...

71
METODE DAKWAH USTADZ ABDUL HAKIM DI KAMPUNG SUDIMAMPIR SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Strata I (SI) Oleh : Sihabuddin NIM. 109051000092 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVRSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013

Transcript of METODE DAKWAH USTADZ ABDUL HAKIM DI KAMPUNG...

METODE DAKWAH USTADZ ABDUL HAKIM DI KAMPUNG

SUDIMAMPIR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai

Gelar Sarjana Strata I (SI)

Oleh :

Sihabuddin

NIM. 109051000092

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVRSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2013

METODE DAKWAH USTADZ ABDUL HAKIM DI KAMPUNG

SUDIMAMPIR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai

Gelar Sarjana Strata I (SI)

Oleh :

Sihabuddin

NIM. 109051000092

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVRSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2013

i

ABSTRAK

SIHABUDDIN

NIM : 109051000092

Metode Dakwah Ustadz Abdul Hakim diKampung Sudimampir

Dakwah merupakan sebuah ajakan kepada jalan kebenaran untuk

mendapatkan ridho Ilahi dengan tujuan kebahagian dunia dan akhirat. Dengan

adanya dakwah diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang yang haq

dan yang batil. Oleh karena itu, dakwah sangat diperlukan manusia dalam

menjalani kehidupan. Agar manusia dapat menerima dakwah, perlu adanya

faktor pendukung yaitu metode atau cara dalam penyampain dakwah. Sebab

adanya metode dakwah, da’i dapat menyesuaikan materi yang disampaikan

bedasarkan kondisi mad’u. Dengan demikian, ustadz Abdul Hakim

menggunakan metode dakwah sejak ia memulai aktifitas dakwah di tempat

tinggalnya. Terlebih, ketika ia tinggal di kampung Sudimampir yang melihat

keadaaan dan perilaku masyarakat yang masih menyimpang dari norma-norma

ajaran Islam, sehingga segala upaya untuk berdakwah di kampung tersebut

dilakukan dengan semangat juang yang tinggi dalam mengibarkan panji Islam.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis berusaha meneliti masalah

berikut ini: Bagaimana metode dakwah ustadz Abdul Hakim dikampung

Sudimampir?

Teori yang dipergunakan adalah teori Source, Massage, Channel,

Recevier (SMCR). Menggunakan sistem satu arah (one way) yang

menekankan penelitian kepada sumber. Sumber yang memiliki pengaruh

terhadap perorang ataupun kelompok. Yang menjadi sumber utama pada

penulisan skripsi ini adalah ustadz Abdul Hakim

Penelitian menggunakan metode deskriftif kualitatif yang mana penulis

menggambarkan metode dakwah yang digunakan ustadz Abdul Hakim di

kampung Sudimampir berdasarkan data melalui wawancara subjek dakwah

dan objek dakwah, serta observasi dengan pengamatan.

Metode dakwah yang digunakan oleh ustadz Abdul Hakim adalah

metode bil hikmah dan mau’izhah hasanah melalui media mimbar yaitu dalam

kesempatan khutbah jum’at dan juga pengajian-pengajian yang biasa diadakan

mingguan dan bulanan. Serta pengamalan langsung sebagai bentuk

pengaplikasian materi dakwah yang disampaikan.

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji terlantun dalam kata untuk engkau Sang Pencipta yang telah

memberikan kemudahan dalam menulis, merangkai, dan menyelesaikan skripsi

ini. Walau dalam penyusunan skripsi ini berbagai kendala dihadapi, karena rahmat

engkau semua dapat terlewati.

Sholawat terangkai salam penulis haturkan kepada kanjeng nabi

Muhammad SAW sebagai utusan yang membawa agama yang haq (kebenaran)

yaitu agama Islam.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari orang-orang dibalik layar yang

memberi semangat untuk penulis menyelesaikan skripsi ini, baik materi, motivasi,

waktu, dan lain-lainya, tanpa mereka penulis laksana debu dan bisa jadi skripsi ini

tidak ada. Suatu kehormatan penulis dapat mencantumkan nama-nama mereka

dalam kata pengantar skripsi ini.

1. Terimakasih kepada bapak Drs. Jumroni, M.Si selaku Ketua Jurusan

Komunikasi Penyiaran Islam, ibu Umi Musyarofah selaku Sekretaris

Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam beserta staf jajaran dan Dekan dan

Wakil Dekan yang telah mempermudah penulis menyelesaikan skripsi ini.

2. Terimakasih kepada bapak Prof. Dr. H.M. Yunan Yusuf, MA, selaku

pembimbing dengan bimbingannya penulis mampu untuk dapat menyusun

dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Terimakasih kepada Drs. Study Rizal LK, MA selaku Ketua sidang dan

Dewan Penguji I, bapak Drs. Masran, MA selaku Dewan Penguji II, dan

bapak Ahmad Fatoni, S.Sos.I selaku Sekertaris Sidang

4. Terima kasih untuk Ayahanda (Nawawi Hasbi) dan Ibu (Suroyah) yang

telah sabar untuk mengingatkan, menemani, dan selalu memberikan

semangat penulis baik moril maupun materi. Terima kasih kasih dan

sayang yang selalu tercurahkan untuk penulis.

5. Terima kasih untuk kakak Adibah, kakak Bahiyah, kakak Nasifah, kakak

Nafisah, kakak Atiyah, kakak Hilaluddin, kakak Nasruddin, kakak

iii

Nur’aini, kakak Solahuddin yang telah memberikan dukungan serta terima

kasih untuk kakak ipar Jamilah Mathar yang telah membantu

mengarahkan penulis. Tidak lupa untuk keponakan yang memberi ceria

dalam hari-hari penulis.

6. Terima kasih kepada semua dosen yang telah banyak membagi ilmu-ilmu

dan juga wawasannya kepada penulis.

7. Terima kasih untuk teman-teman Komunikasi Penyiaran Islam kelas C,

teman-teman kosan dan easy net, serta tak lupa kepada Badrussa’diah,

Priyan Arga, Ahmad Zaky, Darwis Fitra Makmur, Chairul Roziqin,

Rudini, Muhammad Syahrullah, Wanda Abdilah, Angga, Azis AlFarezi,

Mustika, Diah Maulidia, Azan Leonardo, dan Brother Street Bikers yang

telah memberikan semangat kepada penulis dan membagi

pengetahuannya.

8. Terima kasih kepada K.H M. Junaidi HMS, Habib Muhammad bin Husain

Al-Idrus, K.H M. Nuruddin Munawar yang telah menjadi sumber inspirasi

penulis.

9. Terima kasih untuk semua pihak dan mohon maaf tidak dapat disebutkan.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menjadi bentuk terima kasih

kepda mereka terlebih kepada kedua orang tua penulis dan menjadi kontribus

penulis untuk segenap pembaca. Penulis sangat terbuka untuk segala kritik dan

saran untuk perbaikan skripsi ini.

Ciputat, 24 Juli 2013

Penulis

Sihabuddin

iv

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dakwah merupakan ajakan kepada jalan kebenaran dalam mencari

ridho Allah. Dakwah berisi tentang pesan-pesan agama yang memberikan

tuntunan kepada manusia dalam menjalani kehidupan sesuai dengan aturan

yang telah Allah berikan dan di ajarakan oleh rosullah SAW agar manusia

dapat menetukan yang haq dan yang bathil. Oleh karena itu, dakwah

merupakan hal penting dalam menjalani kehidupan agar mendapkan ridho ilahi

sehingga turunlah anugerahNya yaitu berupa kebahagian dunia dan akhirat.

Tentu dakwah ini bersumber pada al-qur‟an dan as sunah.

Ditegaskan dalam al-quran bahwa dakwah merupakan suatu kewajiban

yang harus dilakukan oleh setiap muslim, sebagaimana yang tercantum pada

surat Ali Imran ayat 104:

عىن إلى الخير ويأمرون ببلمعروف وينهىن عه المنكر وأولئك هم المفلحىنولتكه منكم أمة يذ

Artinya : Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru

kepada kebajikan, menyeru kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang

munkar merekalah orang-orang yang beruntung.

Ayat ini menerangkan bahwa kita sebagai sesama manusia mempunyai

kewajiban untuk saling menginggatkan dalam hal-hal kebaikan dan mencega

2

hal-hal yang bersifat kemunkaran. Meneliti dari ayat tersebut dapat dikatakan

bahwa dakwah itu bukan hanya menjadi tugas para dai teteapi juga menjadi

tugasnya sesama muslim.

Selain dakwah merupakan sebuah kewajiban dalam agama, dakwah

juga merupakan bagian utama dalam syiar Islam, sebab dengan adanya

keberhasilan dalam dakwah dapat menjadi kemajuan dalam penyebaran agama

Islam. keberhasilan dalam dakwah tidak mudah untuk dicapai jika tidak ada

faktor-faktor yang mendukung dalam dakwah seorang da‟i.

Da‟i merupakan sebutan bagi orang-orang yang melakukan dakwah.

Dalam kehidupan sehari-hari da‟i memiliki beberapa sebutan diantaranya

ustadz, kyai, ajengan, mamak dan lain-lain. Dengan sebutan apapun, da‟i

merupakan subjek dakwah yang tentunya memiliki peran penting untuk

menentukan keberhasilan dakwah.

Keberhasilannya seorang da‟i dalam berdakwah bukan hanya

berdasarkan pada keilmuan yang dimiliki. Meskipun keilmuan merupakan hal

penting yang harus dimiliki oleh seorang da‟i, namun perlu didukung dengan

cara penyampaian (metode) dakwah yang sesuai dengan mad‟u, sehingga

dakwah tersebut dapat diterima. Sebagaimana dijelaskan Allah dalam surat

An-nahl ayat 125:

(٥٢١ادع إلى سبيل ربك ببلحكمة والمىعظة الحسنة وجبدلهم ببلتي هي أحسه ......)

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang

3

baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu

dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan

dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”

Jika melihat ayat ini, bahwa Allah SWT memerintahkan untuk

mengajak menuju jalanNya yaitu jalan yang Allah ridhoi. Setelah itu, Allah

memberikan petunjuk tentang cara dalam mengajak menuju jalanNya, yang

mana disebutkan dalam ayat ini yaitu bil hikmah, mauizah hasanah, dan

mujadalah.

Para da‟i dalam aktifitas dakwahnya, menjadikan ayat ini sebagai dasar

untuk menentukan meteri yang sesuai dengan kondisi mad‟u yang berbeda-

beda, sehingga diharapkan mad‟u dapat menerima isi pesan-pesan dakwah

yang disampaikan dan sesuai dengan kadar kemampuan mad‟u.

Sebagaimana digunakan oleh da‟i-da‟i saat ini, metode tersebut juga

digunakan ustadz Abdul Hakim dalam aktifitas dakwahnya, terlebih selama ia

tinggal dikampung Sudimampir.

Dakwah yang dilakukan oleh ustadz Abdul Hakim pada masyarakat

kampung Sudimampir yang beragama Islam, namun mereka berperilaku

menyimpang seperti mempercayai kekuatan selain Allah, mabuk-mabukan,

dan lain-lainnya. Dapat memberikan perubahan pada perilaku masyarakat

tersebut, menjadi perilaku yang sesuai dengan ajaran Islam.

4

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis merasa tertarik untuk

mengambil judul “Metode Dakwah Ustadz Abdul Hakim di Kampung

Sudimampir”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, penulis membatasi penelitian

ini pada metode dakwah yang digunakan ustadz Abdul Hakim dikampung

Sudimampir Bojong Gede sampai September 2013.

Berdasarkan pembatasan diatas, agar tidak melenceng dari konsentrasi

penelitian, maka dirumuskan masalah-masalah yang sesuai dengan konsentrasi

penelitian di atas. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu :

“Bagaimana metode dakwah ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui metode dakwah ustadz Abdul Hakim pada

masyarakat dikampung Sudimampir Bojong Gede. Untuk mengetahui

pentingnya penggunan metode dakwah dalam menunjang pemahaman

mad‟u terhadap materi yang disampaikan, khusus materi aqidah dan

fiqih pada masyarakat kampung Sudimampir.

5

2. Manfaat Penelitian

1) Secara akademis, dengan penelitian ini, dapat menambah wawasan

penulis, serta dapat menjadi wacan sekaligus referensi untuk

keperluan studi dan menjadi bahan bacaan kepustakaan.

2) Secara praktis, penulis berharap dengan penelitian ini, dapat

menambah wawasan dan pengetahuuan tentang metode dakwah

ustadz Abdul Hakim pada masyarakat kampung Sudimampir

D. Metodologi Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian terhadap judul „Metode

Dakwah Ustadz Abdul Hakim Di kampung Sudimampir adalah metode

kualitatif, yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.1

Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, penelitian ini

diharapkan dapat memberikan sebuah hasil penelitiatan yang deskriptif

mengenai fokus permasalahan yang dikaji, serta tersusun berdasarkan data dan

prilaku yang diamati.

1. Objek dan Sumber Data

a. Objek penelitian ini adalah ustadz Abdul Hakim sebagai pempinan

Pondok Pesantren “Hidayah Tholibin” yang berperan sebagai

pimpinan Pondok Pesantren.

1. Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja Rosdakarya

2006), h.4

6

b. Sumber data penelitian ini adalah data tertulis maupun lisan yang

menyangkut inti permasalahan penelitian ini.

2. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan metodologi penelitian yang akan digunakan, yakni

metodologi penelitian kualitatif, maka data akan dikumpulkan melalui:

a. Sumber referensi : teori-teori yang menyangkut judul penelitian dari

sejumlah sumber tertulis.

b. Wawancara : Wawancara yaitu mendapatkan informasi dengan

bertanya langsung kepada reponden dan jawaban-jawaban

responden dicatat atau direkam dengan alat perekam(tape

recorder).2 Pada penelitian ini wawancara dilakukan kepada:

1) Ustadz Abdul Hakim (pimpinan pondok pesantren Hidayah

Tholibin) sebagai subjek

2) Bapak K.H Arifin (kakak kandung ustadz Abdul Hakim)

3) Saudara Agus (remaja kampung sekaligus jama‟ah)

4) Bapak Iyus (jama‟ah)

5) Bapak Inang Zaenudin (aparatur desa)

c. Observasi : pengamatan dengan menggunakan indra penglihatan

yang berarti tidak mengajukan pertanyaan.3 Dalam waktu lima

bulan masa penelitian, penulis secara rutin dalam seminggu

2 Soehartono, Irawan, Metodologi Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penilaian Bidang

Kesejahteraan Sosial dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainya,( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h.

67-68 3 Soehartono, Irawan, Metodologi Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penilaian Bidang

Kesejahteraan Sosial dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainya, h.69

7

mengunjungi langsung lokasi penelitian yakni masyarakat disekitar

pondok pesantren Hidayah Tholibin kampung sudimampir

kecamatan Bojong Gede.

3. Teknik Analisis Data

Setelah data diperoleh, langkah selanjutnya adalah proses

pengolahan data dengan mengorganisaikan data, memilah-milihnya

menjadi saham yang dapat menemukan apa yang penting dan apa yang

dipelajari, dan memutuskan apa yang diciptakan dan memutuskan apa

yang dapat diceritakan kepada orang lain.4

Maka dengan itu, teknik analisi kualitatif peneliian ini

mengumpulkan informasi melalui hasil data-data yang didapat

diantaranya yaitu melalui wawancara ustadz Abdul Hakim dan warga

kampung Sudimampir, pengamatan dan data dokumentasi, yang

kemudian diolah menjadi sebuah hasil dalam bentuk laporan tertulis.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan karya ilmiah ini, sebelum melangkah jauh dalam

penelitian dan akhirnya menjadi karya ilmiah, maka penulis menempuh

langkah pertama yaitu mengkaji karya ilmiah terlebih dahulu yang memiliki

judul hampir sama dengan yang akan penulis teliti. Adapun tujuan dari

penelitian ini agar dapat diketahui permasalahan yang penulis teliti berbeda

dengan yang sudah ada sebelumnya.

4 Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja Rosdakarya

2006), h.248

8

Setelah penulis mengadakan kajian pustaka, penulis menemukan

beberapa skripsi yang memiliki judul berkaitan dengan judul yang akan

penulis teliti. Skripsi tersebut diantaranya adalah skripsi karya Siti Masyitoh

Tahun 2011 yang berjudul “Metode Dakwah Habib Riziq Husein Syihab Pada

MajlisTa’lim Jami’ Al- Ishlah”, skripsi ini menjelaskan metode dakwah bil-

hikmah yang digunakan pada masyarakat perkotaan yang berpendidikan cukup

tinggi. Jika diperbandingkan dengan dakwah yang dilakukan oleh ustadz

Abdul Hakim pada masyarakat kampung Sudimampir, metode dakwah yang

diterapkan pada masyarakat disesuaikan dengan kondisi pengetahuan mereka;

namun tidak kalah penting juga kemasan materi dakwah yang mudah dipahami

dan diterima oleh masyarakat kampung Sudimampir.

Dan skripsi karya Choirul Roziqin Tahun 2013 yang berjudul “Metode

Dakwah Ustadz Suhro Suhaimi di Musholla An-Nabawi Hotel Menara

Peninsula Jakarta Barat Dalam Meningkatkan Kerukunan Antar Karyawan”,

skripsi ini menjelaskan materi dakwah ustadz Suhro yang difokuskan untuk

menjalin kerukunan antar karyawan dan atasan. Jika diperbandingkan dengan

dakwah ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir, fokus utama dalam

dakwahnya adalah penyampaian materi yang sesuai dengan keseharian

masyarakat serta pengamalan secara langsung di tengah masyarakat kampung

Sudimampir.

9

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dalam lima bab yang masing-masing bab terdiri

dari sub bab. Lima bab tersebut disusun secara berurutan guna menjelaskan

isi skripsi dengan lebih jelas, sistematis, dan mendetail. Berikut gambaran

mengenai penyusunan bab dalam skripsi ini:

Bab satu, Pendahuluan : bab ini membahas tentang latar belakang

pemilihan judul skripsi, pembatasan masalah dan perumusan masalah yang

akan diteliti, manfaat dan tujuan penelitian, serta metodologi penelitian.

Bab dua, Tinjauan Teoritis: yaitu penulis menjeleskan tentang

pengertian metode, pengertian dakwah, unsur-unsur dakwah, macam-

macam metode dakwah, dan bentuk-bentuk dakwah.

Bab tiga, Profil : pada bab ini diberikan gambaran tentang profil

ustadz Abdul Hakim termasuk beragam aktivitas dan perkembangan

dakwahnya.

Bab empat, Analisis Data: hasil temuan yang berisi tentang kondisi

masyarakat kampung Sudimampir dan metode yang digunakan ustadz

Abdul Hakim.

Bab lima, Penutup : penutup meliputi penarikan kesimpulan yang

menjawab masalah yang telah dirumuskan dan saran.

10

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Metode Dakwah

1. Pengertian Metode

Melihat dari segi bahasa metode berasal dari bahasa Yunani yang

terdiri dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan “hodos”(jalan atau

cara). Dalam bahasa Yunani metodhos artinya jalan, dalam bahasa arab

disebut thariq.1

Dengan demikian dapat diartikan bahwa metode adalah jalan atau

cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan.

Metode berasal dari bahasa Inggris : method artinya “cara” yaitu suatu

cara untuk mencapai cita-cita yang telah direncanakan.2

Kata metode merupakan serapan dalam bahasa Indonesia, karena

metode sudah menjadi bahasa serapan memiliki pengertian “suatu cara

yang dapat ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk

mencapai menyelesaikan suatu tujuan, rencana sistem,tata pikiran

manusia”.3

Menurut sumber lain metode adalah cara teratur yang digunakan

untuk melaksanakan suatu pekerjan agar tercapai sesuai yang

dikehendaki berguna untuk memudahkan dalam melaksanakannya.4

1 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam , (Jakarta ; Bumi Aksara, 1991), cet ke -1, h-61

2 Wardi Bahtiar, Metodologi Pendidikan Ilmu Dakwah, (Jakarta : Logos, 1997), cet ke-1

3 Elyas Anten, Ashi Injilizi Arabig (Mesir: Elyas Modern Press, 1951), h. 438

4 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1998), cet ke-1 edisi Tiga, h.740

11

Menurut Arifin Burhan motode adalah menunjukan pada proses, prinsip

serta prosedur yang digunakan untuk mendekati masalah dan mencari

jawaban atas masalah tersebut.5 Abdul Kadir Munsyi, dalam bukunya

Metode Diskusi Dalam Dakwah, bahwa metode merupakan cara dalam

menyampaikan sesuatu.6

Melihat dari berbagai pengertian di atas penulis menyimpulkan

bahwa metode adalah suatu cara atau jalan untuk mencapai tujuan

apapun itu baik cita-cita atau lain sebagainya agar apa yang telah

direncakan berjalan sesuai dengan baik dan mendapatkan hasil yang

maksimal.

2. Pengertian Dakwah

Menurut bahasa, secara etimologi dakwah berasal dari bahasa arab,

yaitu دعىة yang artinya memanggil (to call) mengajak (to summon) atau

menyeru (to propose).7 Secara terminologi kata dakwah mengandung

arti merangkul atau mengajak manusia dengan cara yang bijaksana

untuk menuju jalan yang benar sesuai dengan petunjuk Allah SWT agar

mendapatkan kesenangan, ketenangan, kenyamanan, keselamatan dan

kebahagian di dunia dan di akhirat.8

Menurut Anwar Harjono dalam bukunya yang berjudul Dakwah

dan Masalah Sosial Kemasyarakatan, mengatakan: “ dakwah berarti

mengajak manusia untuk senantiasa berbuat baik dalam hal menaati

5 Arifin Burhan, Pengantar Motode Kualitatif, (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), Hal 17

6 Abdul Kadir Mansyi, Metode Diskusi dalam Dakwah (Surabaya: al-Ikhlas, 1981), h.438 7 Warson Munawir, Kamus Al-Munawir. Surabaya: Pustaka Progresif, 1994. H 439

8 Toha Yahya Umar, Ilmu Dakwah (Jakarta: Wijaya, 1998). Cet. Ke-3, h. 1

12

nilai-nilai yang sudah disepakati bersama dan sebaiknya mencegah

manusia dari perbuatan munkar dalam hal ini melanggar nilai bersama

tersebut".9

Menurut Dr.Quraish Shihab, Dakwah adalah seruan atau ajakan

kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi yang lebih baik dan

sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Perwujudan

dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah

laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih

luas.10

menurut DR. Wardi Bachtiar dalam bukunya Metodologi Penelitian

Ilmu Dakwah, mengatakan dakwah merupakan suatu proses yang

dilakukan agar dapat mengubah keadaan seseorang berada pada

keadaan yang lebih baik serta tidak keluar dari kaidah-kaidah ajaran

agama Islam, intinya mengajak seseorang kepada jalan yang diridhai

oleh Allah SWT.11

Arifin dalam bukunya Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan

Dakwah adalah kegiatan, ajaran tertulis, lisan dan tingkah laku yang

dilakukan sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi manusia

baik individual maupun kelompok, supaya dalam dirinya ada suatu

pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengalaman agama

9 Anwar Harjono, Dakwah dan Masalah Sosial Kemasyarakatan. Jakarta, Media

Dakwah, 1985, hal 3 10

Quraish shihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan

Masyarakat, Cetakan 22, Bandung, Mizan, 2001, h. 194 11

Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah (Jakarta: Logos, 1997), h. 31

13

sebagai pesan yang disampaikan padanya tanpa ada unsur paksaan.12

Dakwah Islam adalah satu kewajiban yang terpikul diatas pundak

setiap muslim dalam posisi, profesi, dan dimanapun mereka berada baik

secara perorangan ataupun secara kelompok.13 Menurut M. Syekh

Khidir Husain dalam kitabnya Dakwah Ila Ishlah, mengatakan bahwa

dakwah merupakan usaha memotivasi seseorang agar dapat berbuat

baik dan mengikuti jalan petunjuk agama, serta melakukan amar ma‟ruf

nahi munkar dengan tujuan mendapatkan kesuksesan dunia dan

akhirat.14

Menurut pendapat Syaikh Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak

manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk,

menyuruh mereka berbuat baik, dan melarang mereka dari perbuatan

jelek agar mereka mendapat kebahagian dunia dan akhirat.15 Pendapat

ini selaras dengan pendapat al-Ghazali16 bahwa amar ma‟ruf nahi

munkar adalah inti gerakan dakwah dan pengerak dalam dinamika

masyarakat Islam .

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

dakwah adalah sebuah ajakan untuk menjalankan nilai-nilai agama

sesuai dengan hukum syari‟at yang diajarkan oleh kanjeng nabi

Muhammad SAW, dimana beban ini tidak hanya dipikul oleh para da‟i

12

Arifin, Psikologi Dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniyah Manusia. (Jakarta, Bulan

Bintang, 1976), h. 13

Anwar Harjono, Dakwah dan Masalah Sosial Kemasyarakatan. (Jakarta, Media

Dakwah, 1985), hal 3 14

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah. (Jakarta: Kencana, 2004), cet ke-1, hal 4 15

Abdul Khair Sayid Abd. Rauf, Dirasah Fid Dakwahal-Islam iyah,(Kairo: Dar El-

Tiba‟ah al-Mahmadiyah,1987), cet. 1, hlm.10 16

Ghazali Danissalam, Ilmu Dakwah Islam iyah,(Malaysia; Nur Niaga SON. BHD,1996)

14

tetapi tanggung jawab ajakan ini berlaku untuk seluruh muslim.

Tentunya dakwah yang dilakukan tidak ada sifat memaksa atau

dengan cacar kekerasan, sebagaimana dijelaskan dalam al-quran untuk

mengunakan kata-kata yang baik, dan sebagai manusia tugas dakwah

hanya sebatas untuk ajakan bukan memaksakan agar ajakan itu dapat

diterima masuk dihati mad‟u (audiens).

3. Pengertian Metode Dakwah

Sesudah mengetahui pengertian tentang metode dan dakwah, rasa

masih kurang jika belom mengetahui tentang metode dakwah. Tentunya

pengertian tentang metode dakwah telah banyak diungkap oleh para ahli.

Sebagaimana yang telah banyak di sampaikan oleh para ahli, berikut

beberapa pendapat tentang metode dakwah, sebagai berikut :

a. metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh

seorang da‟i (komunikator) kepada mad‟u untuk mencapai tujuan

atas dasarhikmah dan kasih sayang.17

b. Syamsul Munir Amin dalam buku yang berjudul Ilmu Dakwah,

metode dakwah adalah cara dalam menyampaikan dakwah yang di

sampaikan oleh da‟i atau da‟iyyah kepada mad‟u yang bersifat

individu, kelompok maupun masyarakat luas agar pesan-pesan

dakwah tersebut mudah diterima.18

17

Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah.(Jakarta : Gaya Media Pratama, 1997), cet. 1, h. 43 18

Syamsul Munir, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), cet. Ke-1, h. 149

15

Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa metode dakwah adalah

sebagai sebuah cara di dalam seorang da‟i menyampaikan pesan-pesan

agama kepada mad‟u. Sehingga dengan adanya metode da‟i dapat

menentukan materi dan menyesuaikannya dengan kadar kemampuan

mad‟u untuk menerima pesan-pesan dakwah yang disampaikan. Maka

perlu untuk mengetahui tentang metode-metode yang digunakan dalam

dakwah.

B. Unsur-Unsur Dakwah

Unsur-unsur dakwah yaitu beberapa bagian yang harus selalu ada

dalam setiap kegiatan dakwah. Diantara satu bagian dengan bagian lainnya

mempunyai korelasi dalam suksesnya dakwah. Adapun bagian-bagian tersebut

yaitu:

a. Da‟i (Subjek Dakwah)

Da‟i merupakan isim fa‟il dari kata da‟a (دعا ) yang berarti

seseorang yang mengajak manusia kepada agamanya atau

mazhabnya.19

Menurut Munir, Da‟i adalah orang yang melaksanakan

dakwah baik lisan, tulisan, maupun perbuatan yang dilakukan baik

secara individu, kelompok, atau organisasi.20 Nasaruddin Latief

mengartikan da‟i adalah muslim dan muslimat menjadikan

19

Louis Ma‟luf, Munjid Fil Logoh Wa A’lam, (Bairut: Darul Fikr,1986)h. 216 20

Munir. M, Ilahi. Wahyu, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta,2006), h.21

16

dakwahnya sebagai suatu amaliah.21

b. Mad‟u (Objek Dakwah)

Mad‟u (sasaran dakwah) yaitu audiens atau orang-orang yang

diseru dan diajak untuk mengikuti ajaran agama Islam sebagai

penerima dakwah.22

c. Materi Dakwah

Materi dakwah yang disampaikan da‟i bersumber dari al-

qur‟an dan al-hadits sebagai sumber utama, ijam dan qiyas sebagai

pelengkap. Materi yang disampaikan berdasarkan sumber-sumber

diatas meliputi aqidah, fiqih, dan akhlak dengan berbagai macam

cabang ilmu yang diperoleh darinya.23

Barmawi Umar membagi materi dakwah yang terdapat di al-

qur‟an dan al-hadits ke dalam beberapa bagian, diantaranya:24

1) Akidah yaitu menyebarkan dan menanamkan pengertian aqidah

Islam iyah berpangkal dari rukun iman yang prinsipil dan segala

perinciannya.

2) Akhlak yaitu menerangkan mengenai akhlaq mahmudah dan

akhlaq mazmumah dengan segala dasar, hasil dan akibatnya,

diikuti contoh-contoh yang telah berlaku dalam sejarah.

21

Munir. M, Ilahi. Wahyu, Manajemen Dakwah, h.21 22

Hasanuddin, Retorika Dakwah dan Publistik dalam Kepemimpinan, (Surabaya: Usaha

Nasional,1982), h.34 23

M Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi,(Jakarta:Bumi Aksara,200). Cet.

Ke-5, h.7 24

Drs. Barmawi Umari, Azas-Azas Ilmu Dakwah, Solo: CV Ramdhani, 1987, hlm 57-58

17

3) Ukhwah yaitu mengambarkan persaudaran yang dikehendaki

oleh Islam antara penganutnya sendiri, serta setiap pemeluk

Islam terhadap pemeluk agama lain.

4) Ahkam yaitu menjelaskan aneka ragam hukum, baik ibadah,

muamalah, dan lain-lainya.

5) Pendidikan yaitu bagaimana sistem pengajaran dalam Islam

yang telah dipraktikkan oleh tokoh-tokoh pendidikan Islam

dimasa sekarang.

6) Amar ma‟ruf yaitu mengajak untuk berbuat baik guna

memperoleh sa‟adah fid daraoin.

7) Nahi munkar yaitu melarang manusia dari berbuat jahat agar

terhindar dari malapetaka yang akan menimpa manusia didunia

dan akhirat.

d. Media Dakwah

Media dakwah adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan

pesan-pesan dakwah kepada mad‟u, baik berupa barang material,

tempat, orang dan sebagainya.25

Untuk menyampaikan dakwah ajaran Islam dapat menggunakan

berbagai media. Hamzah Ya‟qub membagi dakwah menjadi lima

macam, yaitu:

25

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam , (Surabaya: Al-Ikhlas,1983),

h.176

18

a) Lisan, adalah media dakwah yang paling sederhana dengan

menggunakan lidah berbentuk pidato, ceramah, bimbingan, dan

lain-lainnya.

b) Tulisan, adalah media dakwah berbentuk buku, majalah, dan

lain-lainnya.

c) Lukisan yaitu lewat gambar atau ilustrasi, media ini berfungsi

sebagai penarik.

d) Audiovisual adalah media dakwah ini melalui indra penglihatan

dan pendengaran, diantarannya: televisi, film, dan lain-lain.

e) Akhlak yaitu media dakwah melalui perbuatan yang

mencerminkan ajaran agama Islam, yang dissaksikan langsung

oleh mad‟u.26

e. Tujuan Dakwah

Tujuan dakwah merupakan salah satu faktor yang sangat penting

dalam penyampaian dakwah, tujuan dakwah dirumuskan kepada suatu

tindakan dalam pelaksanan dakwah.27

Hakekat dari tujuan dakwah adalah mempertemukan kembali

fitrah manusia dengan agama atau menyadarkan manusia supaya

mengakui kebenaran Islam dan mau mengamalkan ajaran Islam .28

26

Hamzah Ya‟qub, Publisistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership, (Bandung: CV

Diponegoro, 1981), h.. 13 27

Hasunuddin, Tinjauan Aspek Dalam Berdakwah di Indonesia,(Jakarta: PT. Pedoman

Ilmu Jaya, 1996).h,33 28

Nurul Badruttamamam, Dakwah Kolaboratif Tarmidzi Taher,(Jakarta: Grafindo,2005)

19

Tujuan utama dakwah menurut Abdul Rosyad Saleh adalah nilai

atau hasil akhir yang ingin dicapai atau diperoleh oleh keseluruhan

tindakan dakwah. Untuk mencapai tujuan inilah maka rencana dan

tindakan dakwah harus ditunjukan dan diarahkan.29

Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa

tujuan dakwah yaitu memberikan pemaham dan penjelasan pesan-pesan

dakwah dengan dalil-dalilnya baik secara tafshli maupun ijmali berserta

dalil-dalil aqli dan naqlinya sehingga mad‟u benar-benar menangkap,

memahami, dan mengerti pesan-pesan agama yang di sampaikan oleh

da‟i, kemudian mad‟u dapat mengaplikasikannya didalam kehidupan

sehari-hari.

Setelah mendapat pengetahuan dari unsur-unsur yang telah

dipaparkan di atas, untuk lebih efektif seorang da‟i dalam

menyampaikan dakwahnya, perlu untuk mengetahui metode-metode

yang digunakan agar pesan-pesan dakwah yang di kirim kepada mad‟u

dapat tepat sasaran artinya materi yang disampaikan sesuai dengan

kadar kemampuan mad‟u.

29

Drs. Abd. Rosyad Saleh, Manajemen Dakwah Islam , (Jakarta: PT. Bulan Bintang,

1986), hlm.21

20

C. Macam-Macam Metode Dakwah

Al-Qur‟an merupakan sumber utama rujukan dakwah, setelah itu

hadist, ijma, dan qiiyas. Sebagai sumber utama yang dijadikan

pedoman dalam berdakwah, al qur‟an memberikan tuntunan cara yang

sesuai untuk para da‟i menyampaikan pesan-pesan dakwah.

Sebagaimana tercantum dalam firman Allah SWT, Q.S. An-Nahl :125:

ادع إن سبيم ربك بانحكمت وانمىعظت انحسنت وجادنهم بانتي هي أحسه

Artinya : “serulah (manusia) kepada jalan TuhanMu dengan

Hikmah, nasehat yang baik dan debat mereka dengan cara yang baik..

Sesungguhnya TuhanMu Dialah yang lebih mengetahui orang-orang

yang mendapat petunjuk”.

Melanjutkan dari ayat ini, Imam Jalalain menafsirkan ayat tersebut

di dalam kitab “Hasiyah As Showi” yaitu :

آن ) ) ادع ( انناس يامحمد صه اهلل عهيه و سهم ) إن سبيم ربك ( دينه ) بانحكمت(باانقر

وانمىعظت انحسنت ( مىاعظت أوانقىل انرقيق ) وجادنهم بانت( أي انمجادنت انت )ه أحسه(

ندعاء إن حججهكاندعاء إن اهلل بآياته و

“Serulah (manusia, wahai Muhammad) ke jalan Rabb-mu

(agama-Nya) dengan hikmah (dengan al-Quran) dan nasihat yang baik

(nasihat-nasihat atau perkataan yang halus) dan debatlah mereka

dengan debat terbaik (debat yang terbaik seperti menyeru manusia

kepada Allah dengan ayat-ayat-Nya dan menyeru manusia kepada

hujah)”.30

Jika melihat ayat 125 surat an Nah dan tafsir hasiyyah Ashowi

bahwa Allah memerintahkan untuk mengajak orang-orang yang belum

30

Ahmad Asshawi, Hasiyah A’lamatus Showi. (Bairut, Libnan: Dar al Fikr), juz 2 hlm.

411-412

21

berada dijalan Allah agar diajak supaya mereka dapat mendapatkan

tujuan dari hidup.

Setelah Allah memberikan perintah dakwahnya, Allah

memberikan pula cara dalam mengajak orang yang belum mau kembali

pada jalan Allah. berdasarkan ayat dan tafsir tersebut ada tiga cara yaitu

metode dakwah bil hikmah, metode mauizah hasanah dan metode

dakwah mujadalah. Untuk lebih mengerti tentang metode tersebut,

berikut penjelasan dari ketiga metode dakwah tersebut.

a. Metode Dakwah Al-Hikmah (Kebijaksanaan)

Kata hikmah banyak terdapat di dalam al-qur‟an, sebanyak

20 kali dalam bentuk ma‟rifat ataupun nakiroh.31 Hikmah

merupakan bentuk masdar yaitu “hukman” yang diartikan secara

ma‟na adalah mencegah.32

Jika dikaitkan dengan hukum berarti mencegah dari

kezaliman, dan jika dikaitkan dengan dakwah berarti suatu ajakan

yang mencegah seseorang untuk berbuat hal-hal yang dilarang oleh

syari‟at Islam , seperti halnya mencuri, hal ini jelas di terangkan

dalam al-qur‟an.

Kata al-Hikmah menurut artinya tali kekang pada binatang,

seperti ada istilah hikmatul lijam (cambuk atau kekang kuda), itu

31

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah.(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), cet. 1,

hlm. 244 32

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah. hlm 244

22

digunakan untuk mencegah tindakan hewan.33 Diartikan demikian

karena tali kekang membuat penunggang dapat mengendalikan

kudanya sehingga si penunggang ini mampu mengandalikan

kudanya untuk berlari dan berhenti.34 Dari kiasan ini ketika

seseorang mempunyai hikmah berarti orang tersebut mempunyai

kendali terhadap dirinya yang dapat mencegah dirinya dari hal-

halyang kurang bernilai atau menurut pendapat Ahmad bin Munir

al-Muqri al-Fayumi berarti dapat mencegah dari perbuatan yang

hina.35

Toha Yahya Umar mengartikan dakwah yaitu meletakan

suatu pada tempatnya dengan berpikir, berusaha menyusun dan

mengatur dengan cara yang sesuai keadaan zaman dengan tidak

bertentangan hal-hal larangan Tuhan.36

Al-Hikmah mempunyai banyak arti sebagai mana tercantum

dalam kamus munjid berbentuk sebagai keadilan, kebenaran,

kenabian, dan ajakan atau seruan.

Sering kali kata “hikmah” diartikan dalam pengertian

bijaksana yaitu suatu pendekatan terhadap objek dakwah

diharapkan dengan pendekatan ini objek dakwah dapat menerima,

33

Ibnu Mandzur, Lisanul Arab, 12/14 34

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah.(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), cet. 1,

hlm. 244 35

Ahmad bin Munir al-Muqri‟ al-Fayumi, al-Misbahul Munir, (Riyadh al-Maktabah al-

Arabby, 19982), hlm. 157 36

Hasanuddin, Hukum Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996). Hal 35

23

kemudian menjalankan atas kemauan sendiri tanpa ada paksaan.37

Dari beberapa pendapat yang saya kutip diatas mengenai

penjelasan tentang kata “al-hikmah” masih global. Menurut mufasir

yang lain menafsirkan hikmah secara lebih rinci yaitu hujjah atau

dalil. Sebagian mensyarahkan hujjah itu harus bersifat qot‟i atau

pasti, seperti pendapatnya imam Nawawi dalam tafsirnya hikmah

yaitu hujjah yang pasti yang bermanfaat untuk mengguatkan

keyakinan.38

menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya

mengatakan bahwa hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas

disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat

menghilangkan keragu-raguan.

Berdasarkan dari pada pendapatnya imam Nawawi yang

mengatakan bahwa kata hikmah disini sebagai hujjah yang pasti

dapat disimpulkan bahwa hujjah yang dimaksud disini adalah hujjah

yang bersifat rasional yakni yang tertuju pada akal. Hujjah yang

bersifat rasional yang dimaksud disini adalah argumentasi yang

masuk akal dan yang tidak dapat dibantah.

Melihat dari sisi arti hikmah ini dapat diartikan

menempatkan persoalan pada tempatnya dan bisa juga diartikan

hujjah atau argumentasi. Tetapi jika melihat ayat kata hikmah

37

Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983). Hal 321 38

Syekh Muhammad Nawawi Al jawi, Marah Labid Tafsir An Nawawi,tp, t-tp, tt, I/469

24

kurang tepat jika diartikan menempatkan persoalan pada tempatnya

akan tetapi lebih tepatnya sebagai hujjah atau argumentasi.

Dengan demikian dakwah dengan cara bil hikmah ini

umumnya diberikan kepada orang mau menerima dakwah jika akal

mereka puas dan hatinya tentram.

b. Metode Dakwah Mau‟izhatil Hasanah (nasehat yang baik)

Menurut bahasa Al-Mau‟idzatil Hasnah merupaka gabungan

kata dari Mau‟idzah dan Hasnah. Berdasarkan tinjauan bahasa kata

“Mau‟idzah” berasal dari bahasa arab yaitu wa’adza – ya’idzu –

idzatan yang mempunyai makna nasihat dan peringatan39,

sedangkan kata hasna berasal dari hasuna – yahsunu – husnan yang

berarti kebaikan.40

Menurut Imam Ahmad As-Showi menjelaskan dari pada

pendapat Imam Jalaluddin As-Syuthi dalam buku Hasyiyah

A’laamah As-Showi, al-mauidzhah Hasanah dua pengertian,

pertama yaitu At-Targhib (bujukan, penyemangatan) dan At-Tarhiib

(ancaman), maksud dari pada kedua makna ini adalah memotivasi

seorang hamba untuk giat dalam menjalankan ibadah yang

merupakan bagian ketaatan kepada Allah dan meninggalkan

larangan Allah. Kedua yaitu Qowlun Rofiiqun (ucapan lembut,

ramah) yaitu ucapan yang mengandung bahasa-bahasa lembut

39

Louis Ma‟luf, Munjid Fil Logoh Wa A’lam,(Bairut: Darul Fikr,1986)h. 908 40

Louis Ma‟luf, Munjid Fil Logoh Wa A’lam, h.134

25

(ramah).41

Mauizah Hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan yang

mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, berita

gembira yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar

mendapat keselamatan dunia dan akhirat.42

Dari penjelasan di atas, bahwa metode mauizah hasanah ini

merupakan sebuah nasehat yang mempunyai sentuhan kedalam hati

mad‟u, sehingga dengan nasehat tersebut mad‟u dapat menjadi

termotisivasi untuk menjalan ketaatnya.

c. Metode Dakwah Mujadalah

Dari segi bahasa (etimologi) lafadz mujadalah terambil dari

kata “jadala” yang bermakna memintal. Apabila ditambah alif

pada huruf jim yang mengikuti wazan Faa ala “jaa dala” dapat

bermakna berdebat dan “mujadalah” perdebatan43.

Mujadalah yaitu suatu cara yang digunakan melalui

berdiskusi untuk menemukan sebuah kesepakatan untuk

menemukan sebuah pahaman yang tidak menyimpang tentang

sebuah permasalahan.

41

Ahmad As- Shawi, Tafsir Hasyiyah Al-A’laamah As-Showi, (Bairut Libnan: Darl Fikr,

2002), Juz II, h.412 42

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah.(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), cet. 1,

hlm. 252 43

Ahmad Warson al-Munawwir, al-Munawwir, (Jakarta: Pustaka Progresif, 1997), cet

ke-14, h, 175

26

Dari segi istilah (terminologi) terdapat beberapa pengertian

al-mujadalah (al hiwar). Al-Mujadalah (al-hiwar) berarti upaya

tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa

adanya suasana yang menimbulkan permusuhan diantara kedua

pihak.44

Menurut Ali al-Jarisyah dalam kitab Adab al-Hiwar wa al-

Munadzarah, mengaartikan bahwa “al-Jidal” secara bahasa dapat

bermakna “datang untuk memilih kebenaran” dan apabila

berbentuk kalimat isim “al-Jadlu” maka berarti pertentangan atau

perseteruan yang tajam”.45

Menurut Dr. Sayyid Muhammad Thantawi Mujadalah

Billati Hiya Ahsan adalah suatu upaya yang bertujuan untuk

mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi

dan bukti yang kuat.46

Berlandaskan beberapa definisi diatas al-Mujadalah (al-

Hiwar) merupakan metode dakwah yang digunakan lewat sebuah

diskusi yang menjadi wadah untuk menemukan titik temu dan

diharapkan dengan metode ini tidak ada perpecahan serta

permusuhan diantara kedua pihak.

44

World Assembly of Muslim Yout (WAMY), Fii Ushulil Hiwar, MaktabivWahbah

Cairo, Mesir, diterjemahkan oleh Abdus Salam M. Dan Muhli Dahfir, dengan judul Terjemahan

Etika Diskusi. Era Inter Media, 2001, Cet ke-2, hlm 21. 45

Ali al-Jarisyah, Adab al-Hiwar wa al-Munadzarah, (al-Munawarah, Dar al-Wifa,

1989), Cet. Ke-1, h, 19. 46

Sayyid. Muhammad Thantawi, Adab al-Khiwar Fil Islam , Mesir, Dar al-Nahdiyah,

diterjemah oleh Zuhairi Misrawi dan Zamroni kamal, (Jakarta: Azan, 2001), Cet. Ke-1, pada kata

pengantar.

27

Setelah mengetahui metode dakwah yang terkandung dalam

surat an Nahl ayat 125, imam Nawawi menjelaskan di dalam

kitabnya tentang tiga golongan manusia yang menjadi sasaran dari

tiga metode dakwah tersebut, yaitu :

1. Asshabul „uqul yaitu orang-orang yang mencari sebuah

pengetahuan disertai dengan bukti-bukti tentang pengetahuan

tersebut, golongan ini bisa disebut kaum intelek. Yang mereka

harus dipanggil dengan kata-kata hikmah yakni dengan

menggunakan argumentasi yang dapat diterima akal.

2. Asshabul nazhri assaliim yaitu orang-orang yang belum

mencapai tingkat kesempurnan pemikiran dan juga tidak berada

pada tingkat pengetahuan dan pemikiran yang rendah. Golongan

yang kedua ini tidak dapat diberikan pemahaman dengan

menggunakan metode hikmah dan juga tidak dapat diberikan

metode dakwah dengan mauizhah hasanah, akan tetapi golongan

ini lebih tepat menggunakan metode mujadalah.

3. Orang-orang yang belum mencari suatu pengetahuan dan juga

belum dapat menguasi pertentangan. Yaitu orang awam yang

bisa dikatakan tingkat pengetahuannya masih rendah serta

belum dapat berpikir kritis. Golongan ini masuk kedalam

metode mau’izha hasanah.47

47

An- Nawawi Al jawi, Marah Labid Tafsir An Nawawi,(Serang Banten: Maktab Iqbal

Haj Ibrahim), h. 469

28

D. Bentuk-Bentuk Dakwah

Setelah mengetahui tentang metode-metode yang digunakan

pada aktivitas dakwah, kemudian pada penerapannya dakwah tersebut

dikelompokan kedalam tiga bentuk dakwah, diantaranya yaitu:

1. Dakwah bi al-lisan

Dakwah bi al-lisan adalah penyampaian sebuah dakwah

melalui lisan (ucapan) dengan berceramah atau berkomunikasi

secara langsung antara da‟i dan mad‟u.48

Syamsul Munir di dalam bukunya berjudul Ilmu

Dakwah, menyatakan bahwa dakwah bi al-lisan adalah dakwah

yang dilakukan dengan menggunakan lisan, seperti dengan

ceramah, khutbah, diskusi, dan lain-lain. Dalam bilangan

jumlah, dakwah dengan lisan ini sudah banyak dilakukan para

da‟i di tengah-tengah masyarakat.49

Dari penjelasan diatas, metode dakwah bi al-lisan ini

sebuah penyampaian dakwah dengan menggunakan lisan,

seperti yang kita ketahui dan sering di saksikan melalui media

elektronik seperti televisi atau radio para da‟i atau mubaligh

menyampaikan pesan-pesan dakwahnya melalui berceramah,

khutbah jum‟at, memberikan nasehat keagama melalui cerita,

dan lain-lain.

48 Rubinah dan Ade Masturi, Pengantar Ilmu Dakwah (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 42 49 Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), h. 11

29

2. Dakwah bi al-Hal

Bentuk dakwah yang kedua ini, merupakan aktivitas

dakwah yang di sampaikan dengan mealui tindakan yang nyata

disesuaikan dengan kebutuhan mad‟u. Seperti dakwah dengan

membangun rumah sakit untuk kebutuhan masyarakat sekitar

yang membutuhkannya .50

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

dakwah bil hal ini, di terapkan langsung pada kondisi

masyarakat yang kurang mampu. Dengan ada penerapan

langsung ini, diharapkan hati masyarakat dapat tersentuh dan

mau untuk menerima dakwah Islam.

Intinya dakwah bi hal ini, penyampain pesan dakwah

kepada mad‟u melalui praktek, agar dengan adanya praktek

langsung hati mad‟u dapat tertarik untuk menerima dakwah

Islam.

3. Dakwah bi al Qolam

Dakwah bil al qolam adalah dakwah yang disampaikan

melalui bentuk tulisan dengan menerbitkan buku-buku, kitab-

kitab, internet yang mengandung dakwah penting dan efektif,

serta tidak membutuhkan waktu khusus.51

50

Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, h. 178 51

Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, h.11

30

BAB III

PROFIL TOKOH USTADZ ABDUL HAKIM

A. Latar Belakang Keluarga

Ustadz Abdul Hakim adalah seorang anak yang berasal dari keluarga

sederhana, namun karena didikan dari orang tuanya serta didukungan dengan

lingkungan yang baik dan agamis, ustadz Abdul Hakim ini tumbuh menjadi

anak yang cerdas dan mempunyai kepribadian yang ramah dan santun.1

Ustadz Abdul Hakim L.c lebih akrab dipanggil Hakim, lahir di Jakarta

tepatnya Cilandak Tengah, 30 Desember 1965. Beliau adalah anak ketiga dari

sebelas bersaudara. Ayah kandung ustadz Abdul Hakim adalah K.H

Muhammad Idris Kaisan merupakan salah seorang tokoh agama sekaligus

ulama yang menjadi panutan di kampung kelahirannya di Cilandak. Sedangkan

ibunya, Hj. Zuwairiyah adalah seorang ibu rumah tangga. Seperti yang beliau

paparkan saat wawancara di kediaman ustadz Abdul Hakim “ saya lahir di

Cilandak, tanggal 30 Desember 1961, saya anak ketiga dari sebelas

bersaudara yang pertama kholillah, H. Arifin, terus saya, H. Adnan, H.

Hasan, nah sisanya ntar dulu saya lagi ingetin .. Adapun orang tua yaitu

bapak kandung saya K.H M.Idris Kaisan, adapun ibu kandung Hj.

Zuwairiyah. Adapun baba tokoh masyarakat ngajar-ngajar ngaji, sedangkan

ibu ngurus rumah tangga”

1 Hasil wawancara dengan K.H. Arifin (kaka kandung ustdaz Abdul Hakim), di Cilandak

26 Maret 2013

31

“adakah panggilan khusus dari kecil dan waktu lagi gaul ustadz?

Ustadz menjawab: sejek kecil saya di panggil akim, waktu gaul juga saya

dipanggil akim, jarang yang manggil dengan abdul atau dul, seringan mah

dengan akim”. 2

Ustadz Abdul Hakim menghabiskan masa kanak-kanak di Cilandak

kampung kelahirannya, dimana masyarakat kampung ini adalah masyarakat

yang kental dengan nilai-nilai ajaran Islam , tak heran pada akhirnya ustadz

Abdul Hakim tumbuh besar kental dengan nilai-nilai keIslaman dan tradisi

keagaman Nahdiyin, apalagi dalam kehidupan sehari-harinya ustadz Abdul

Hakim dibina oleh ayahandanya dalam berbagai macam bidang kajian ilmu

dalam agama Islam.3 Hal ini, seperti yang di jabarkan oleh beliau “ dulu saya

udah didik dengan pendidikan yang bernuansa Islami. Karena orang tua saya

adalah seorang ustadz dan tokoh masyarakat yang mengajarkan nilai-nilai

keislaman. Yang saya perhatikan sih, keadaan masyarakat kampung saya itu

dari dahulu sampe sekarang masih sering mengadakan acara tahil, maulid,

dan lain-lain, yang mana hal itu sering digembor-gemborkan oleh para ulama

NU yang ada di kampung ini pas dizaman bapak saya; yang sekarang

diteruskan oleh guru-guru yang masih ada di sana”.

Setelah lulus dari madrasah Ibtidaiyah dan mendapat gembleng dari

ayahnya, ustadz Abdul Hakim berkelana mencari ilmu pengetahuan dan ilmu

agama di daerah jawa timur selama enam tahun. Pengembaran ustadz Abdul

2 wawancara pribadi dengan ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir 17 April 2013

3 Hasil observasi secara langsung di Cilandak 2 April 2013

32

Hakim tidak berhenti sampai disini, setelah selesai menimba ilmu di jawa

timur selama enam tahun ustadz Abdul Hakim melanjutkan ke luar negeri

untuk menyelesaikan jejang pendidikan tingkat universitas.4

Seuasai menimba ilmu serta menyelesaikan pendidikan untuk meraih

gelar sarjananya di luar negeri, ustadz Abdul Hakim kembali ke tanah air.

Kepulangannya ke tanah air disambut gembira oleh kedua orang tuanya. Tidak

lama dari kepulangannya ustadz Abdul Hakim mulai beradabtasi dengan

kampung tercintanya.

K.H Muhammad Idris sebagai seorang ayah, melihat anaknya yang

baru pulang dari pengembaraan mencari ilmu di negeri seribu menara dan

masih dalam keadaan segar dalam ingatan ustadz Abdul Hakim dengan ilmu

yang telah didapatkannya; kemudian ayahnya memerintahkan kepada beliau

untuk mengajar di madrasah yang ada di kampungnya.

Tanpa keraguan, ustadz Abdul Hakim menerima perintah untuk

mengajar di madrasah tersebut. “Gak lama setelah saya mengajar di

madrasah, bapak saya kembali memerintahkan untuk menjadi khatib dalam

sholat jum’at di salah satu masjid di kampung” ujar beliau saat melanjutkan

wawancara.5

Berawal dari hal ini, masyarakat cilandak mulai mengetahui keilmuan

yang dimilki ustadz Abdul Hakim. Mulailah masyarakat meminta ustadz

Abdul Hakim untuk mengajar di musholah kampungnya. Sekian lama ustadz

4 wawancara pribadi dengan ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir 17 April 2013

5 wawancara pribadi dengan ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir 17 April 2013

33

Abdul Hakim dakwah dikampungnya ia bertemu dengan seorang wantia yang

bernama Sumiyati.6

Setelah bertemu dengan pujaan hati dan berkenalan ustadz Abdul

Hakim menikahi Sumiyati. Dari pernikahan dengan Sumiyati, ustadz Abdul

Hakim dikarunia tiga orang anak.7

B. Latar Belakang Pendidikan

Pendidikan tingkat dasar Ustadz Abdul Hakim ditempuhnya pada dua

sekolah, yaitu Madrasah Ibtidaiyah Hidayah Tholibi Cilandak dan Sekolah

Dasar Gaharu Cilandak pada tahun (1970-1976), ujar beliau “saya sekolah SD

pagi hari, kemudian sorenya saya sekolah Ibtidiyah, tepatnya taun 70-76 di

Cilandak. siang dan magrib saya belajar ngaji sama bapak. Setelah lulus saya

berangkat ke jawa timur tepat dipondok pesantern Darus Salam

menlanjutakan pendidikan Tsanawiyah dan Aliyah tahun 76 sampai taun 82,

kelar dari pendidikan di pondok pesantern, saya berangkat ke Kairo buat

dalamin pengetahuan agama dan ngambil gelar sarjana, kurang lebih enam

tahun saya berada disana, selesai pendidikan disana saya kembali ke tanah

air ”. 8

Dimasa pendidikan sekolah dasar dan ibtidaiyahnya, beliau

mendapatkan pendididkan dan pengetahuan agama langsung dari ayahandanya

yaitu K.H M.Idris Kaisan. Dibawah bimbingan ayahnya, beliau menimba ilmu

6 wawancara pribadi dengan ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir 17 April 2013

7 wawancara pribadi dengan ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir 17 April 2013

8 wawancara pribadi dengan ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir 17 April 2013

34

pengetahuan tentang agama Islam .9

Selepas dari pendidikan tingkat dasarnya Ustadz Abdul Hakim

melanjutkan pendidikannya di pondok pesantren Darussalam Ponorogo Jawa

Timur yang terkenal dengan sebutan pondok pesantern Gontor (1976-1982),

dari pondok pesantren ini beliau menambah wawasan dan ilmu pengetahuan

tentang agama Islam serta ilmu pengetahuan umum.10

Setelah tamat dari pendidikanya di pondok pesantern Gontor, Ustadz

Abdul Hakim melanjutkan pendidikannya ke tingkat perguruan tinggi di Al-

Azhar Kairo Mesir, kurang lebih selama enam tahun beliau bermukim di

Mesir. Setelah ia tamat dari Al-Azhar Kairo, beliau kembali ke tanah air.11

C. Aktivitas Dakwah Ustadz Abdul Hakim

Pada tahun 1983, ustadz Abdul Hakim memulai dakwahnya di cabang

pondok pesantren Darussalam dalam rangka pengabdian pada pondok

pesantren, dengan menjadi seorang guru agama di madrasah tsanawiyah dan

madrasah aliyah. Walaupun usatadz Abdul Hakim baru memulai mengajar

pelajaran agama, ia tidak ragu-ragu memberikan pengajaran dengan ilmu

pengetahuan agama yang dimiliki dari kecil dan menjadi santri selama enam

tahun. Seperti beliau katakan “ setelah lulus dari pondok pesantern sebelum

saya berangkat ke mesir, saya ngabdi dulu di cabang pondok pesantern untuk

9 wawancara pribadi dengan ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir 17 April 2013

10 wawancara pribadi dengan ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir 17 April

2013 11

wawancara pribadi dengan ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir 17 April

2013

35

mata pelajaran agama”.12

Tepatnya tahun 1991,ustadz Abdul Hakim menjadi guru agama di

madrasah tsanawiyah Hidayah Tholibin Cilandak Tengah, setelah ia kembali

dari menuntut ilmu di Al-Azhar Kairo,Mesir. 13 Ditahun ini pula ustadz Abdul

Hakim mulai mengantikan ayahnya mengisi khutbah Jum’at dan mengisi

pengajian. Beliau berkata “tahun 91 saya mulai ngajar di madrasah

Tsanawiyah, kemudian saya mengisi khutbah dalam solat jum’at, kemudian

mengajar pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak tahun 92”.

Setelah satu tahun mengajar di madrasah serta menjadi penganti

ayahnya mengisi khutbah dan pengajian, di tahun 1992 aktivitas dakwahnya

mulai berkembang bukan hanya menjadi penganti dari ayahnya, tetapi

masyarakat Cilandak meminta untuk mengisi pengajian di luar waktu ia

menjadi penganti dari ayahnya.14

Memasuki tahun 1993, ustadz Abdul Hakim diminta untuk mengisi

khutbah jum’at di beberapa masjid. Setelah mengisi khutbah-khutbah jum’at di

daerah tempat tinggalnya dan mengajar pengajian, membuat dirinya banyak

dikenal masyarakat. Penyampaian dakwah yang baik semakin banyak yang

meminta untuk mengisi khutbah dimasjid lain.15

12 wawancara pribadi dengan ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir 17 April

2013 13

wawancara pribadi dengan ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir 17 April

2013 14

wawancara pribadi dengan ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir 17 April

2013 15

wawancara pribadi dengan ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir 17 April

2013

36

Semakin lama ustadz Abdul Hakim mengajar dan khutbah, ia diminta

untuk menjadi penceramah pada acara hari besar Islam di masjid Al-Falah,

kemudian diminta berceramah dalam acara memperingati tujuh hari.

Ayahnya K.H M.Idris Kaisan melihat anaknya ustadz Abdul Hakim

yang dianggap telah mampu untuk berdakwah mengamalkan ilmu

dikampungnya dan menjadi sosok yang disegani, meminta ustadz Abdul

Hakim untuk berdakwah dan bertempat tinggal di kampung Sudimampir desa

Cimangis.

Merasa dirinya masih kurang akan ilmu ustadz Abdul Hakim belum

mau untuk tinggal dan berdakwah di kampung Sudimampir tetapi beliau hanya

menjadi pengganti saat ayahnya sedang berhalangan, tepatnya tahun 1999.16

Ditahun ini pula, tidak lama setelah ayahnya meminta dan mengamanatkan

untuk berdakwah dan mengasuh pondok pesantren di sana, ayahnya wafat.17

Setelah itu selama masa berkabung kurang lebih empat puluh hari,

ustadz Abdul Hakim memulai dakwahnya dikampung Sudimampir. Intensitas

dakwah ustadz Abdul Hakim dikampung ini masih sedikit, karena masih

banyak jadwal pengajian-pengajian di Cilandak dan Tanjung Barat. 18

Pada tahun 2001, ustadz Abdul Hakim hijrah ke kampung Sudimampir

tepatnya desa Cimangis Bojong Gede, melanjutkan dakwah dan amanah dari

ayahnya untuk mengasuh pondok pesantren. Ujar beliau “tahun 2001 sya

16 wawancara pribadi dengan ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir 17 April

2013 17

wawancara pribadi dengan ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir 17 April

2013 18

wawancara pribadi dengan ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir 17 April

2013

37

mulai tinggal di kampung Sudimampir buat jalanin amat yang sudah lama di

suruh”

Setelah ustadz Abdul Hakim hijrah dan bertempat tinggal di kampung

Sudimampir, ia membuka sekolah untuk jenjang pendidikan ibtidaiyah.19 Dan

beberapa bulan kemudiana beliau membuka pengajian untuk masyarakat

kampung Sudimampir.

19

wawancara pribadi dengan ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir 17 April

2013

38

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISIS

A. Kondisi Masyarakat Kampung Sudimampir

Kampung Sudimampir merupakan salah satu perkampungan yang terletak

12 KM dari pusat pemerintahan kabupaten Bogor, tepatnya berada di bagian barat

desa Cimanggis, kecamatan Bojong Gede, kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Kampung ini merupakan salah satu dari 3 perkampungan lainnya yang ada di

Desa Cimanggis, yaitu kampung Cimanggis, kampung Cipeucang, dan kampung

Bambu Duri.1

Desa Cimanggis merupakan daerah yang sangat luas dan banyak

penduduknya, hal ini dikarenakan pembangunan perumahan yang mulai bergeliat

sejak tahun 2000. Seperti penjelasan yang dikatakan oleh Kepala Urusan

Pemerintahan, Bapak Inang Zaenudin “Desa Cimanggis mempunyai luas yang

mencapai 520,88 Ha; dengan jumlah penduduk sebesar 16. 795 jiwa yang

mencakup penduduk laki-laki sebanyak 7.905 jiwa dan penduduk perempuan

8.890 jiwa. Sedangkan pembagian RT/RW di desa ini sebanyak 17 RW dan 69 RT.

Dan itu belum termasuk perumahan-perumahan Billabong yang baru selesai

dibangun”.2

Mengenai perbatasan desa, beliau menambahkan “Desa Cimanggis

berbatasan langsung dengan desa-desa yang ada di sekitarnya. Adapun di bagian

utara berbatasan dengan desa Tonjong dan desa Sukmajaya, dan di bagian barat

1 Dokumen Desa Cimanggis Tahun 2013

2 Hasil wawancara bersama Bapak Inang Zaenudin di Kantor Desa Cimanggis, 30 September 2013

39

berbatasan dengan desa Parakan Salak dan desa Parakan Jaya. Untuk di bagian

selatan itu berbatasan dengan kelurahan Mekar Wangi dan kelurahan Kayu

Manis, sedangkan di bagian timur berbatasan dengan desa Waringin Jaya dan

desa Kedung Waringin”.3

Dalam kesehariannya, penduduk kampung Sudimampir lebih banyak

bekerja sebagai buruh harian lepas, bertani dan berdagang; “ada juga sebagian

yang berkerja sebagai karyawan, PNS, Polisi atau TNI, namun itu hanya sedikit

sekali”, ujar beliau.4 Sehingga berdasarkan penjelasan beliau dan juga dokumen

yang dimiliki desa Cimanggis, dapat diketahui bahwa penduduk desa memiliki

tingkat kesejahteraan yang berbeda, seperti yang ada pada tabel berikut ini:

Tabel I

No Tingkat Kesejahteraan Jumlah

1 Prasejahtera 507 Keluarga

2 Sejahtera 1 1.258 Keluarga

3 Sejahtera 2 1.873 Keluarga

4 Sejahtera 3 280 Keluarga

Sumber: Dokumen Desa Cimanggis tahun 2013

Adapun dilihat dari segi sosio-religius penduduk desa Cimanggis,

mayoritas dari mereka adalah muslim dan hanya sedikit dari penduduk yang non-

muslim. Bahkan menurut data yang didapatkan dari penjelasan Bapak Inang,

bahwa jumlah penduduk muslim mencapai 95% dari jumlah penduduk dan hanya

5% jumlah penduduk yang non-muslim.5

3 Hasil wawancara bersama Bapak Inang Zaenudin di Kantor Desa Cimanggis, 30 September 2013

4 Hasil wawancara bersama Bapak Inang Zaenudin di Kantor Desa Cimanggis, 30 September 2013

5 Hasil wawancara bersama Bapak Inang Zaenudin di Kantor Desa Cimanggis, 30 September 2013

40

Kehidupan yang dimiliki penduduk desa Cimanggis, khususnya penduduk

kampung Sudimampir yang dapat dikategorikan sederhana dan berkecukupan;

menjadikan taraf pendidikan yang mereka tempuh juga berbeda, tergantung pada

tingkat kesejahteraan yang dimiliki. Seperti yang bisa dilihat pada table berikut:

Tabel II

No Jenjang Pendidikan Jumlah

1 Buta huruf 24 orang

2 Tidak tamat SD/MI 9 orang

3 Tamat SD/MI 1176 orang

4 Tamat SLTP/MTS 944 orang

5 Tamat SLTA/MA 270 orang

6 Tamat D-1 44 orang

7 Tamat D-2 28 orang

8 Tamat D-3 31 orang

Sumber: Dokumen Desa Cimanggis tahun 2013

Selain itu, sarana dan prasarana pendidikan dan peribadatan yang terdapat

di desa Cimanggis juga dapat dikatakan cukup banyak. Menurut dokumen desa

yang ada, terdapat 15 sarana pendidikan mulai dari SD/MI, SLTP/MTS,

SLTA/MA dan Pesantren yang ada di desa Cimanggis dan tersebar di setiap

kampung-kampung yang ada. Sedangkan sarana peribadatan yang ada sebanyak

40 buah, terdiri dari 16 masjid dan 24 musholla yang tersebar di setiap kampung.

Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat pada tabel berikut:

Tabel III

Sarana Pendidikan

No Prasarana Pendidikan Jumlah

1 SD/MI 5 buah

2 SLTP/MTS 3 buah

41

3 SLTA/MA 4 buah

4 Lembaga Pendidikan Agama/Pesantren 3 buah

Total 15 buah

Sumber: Dokumen Desa Cimanggis tahun 2013

Tabel IV

Sarana Peribadatan

No Kampung Masjid Musholla

1 Sudimampir 6 buah 10 buah

2 Cimanggis 4 buah 5 buah

3 Cipeucang 3 buah 4 buah

4 Bambu Duri 3 buah 5 buah

Total 16 buah 24 buah

Sumber: Dokumen Desa Cimanggis tahun 2013

B. Metode Dakwah Ustadz Abdul Hakim

Dalam menyampaikan dakwah di tengah masyarakat kampung

Sudimampir, ustadz Abdul Hakim mengacu pada metode dakwah bil-hikmah

dan mau‟izatul hasanah. Metode yang digunakan ini memberikan ciri aktivitas

dakwah yang dilakukannya melalui ceramah dan nasihat-nasihat.

Selain itu, kedua metode dakwah tersebut juga berperan penting dalam

membantu proses pendekatan kepada masyarakat kampung Sudimampir yang

menjadi mad‟unya serta membaurnya ustadz Abdul Hakim dengan masyarakat

di sekitar kediamannya sehingga membuat masyarakat lebih akrab.

Menurut ustadz Abdul Hakim, “selama masyarakat di kampung masih

bisa diajak berbicara secara baik, maka akan diajak dan dibimbing perlahan-

lahan agar dapat melatih kebiasaan yang lebih mengarah pada jalan yang

42

Allah ridhoi melalui metode mau‟izatul hasanah. Sedang untuk mereka yang

agak sulit untuk menerima ajakan, maka disitu lah saya akan berupaya keras

untuk terus mengajak mereka dengan metode bil-hikmah pada setiap

kesempatan”.6

Sedangkan untuk metode dakwah mujadalah billati hiya ahsan, beliau

tidak begitu suka dan hampir tidak pernah diterapkan pada saat aktivitas

dakwah dalam bentuk ceramah. Karena menurut beliau, “ketika bermujadalah,

kedua pihak harus sama-sama memiliki al-malakah atau kemampuan dalam

bidang keilmuan yang mumpuni atas permasalahan yang didiskusikan,

sehingga nanti bisa ditemukan titik penyelesaiannya. Jika tidak, gak bakalan

sampe ke titik penyelesaian dari permasalahan itu; dan itu yang banyak

terjadi sekarang ini”.7

1. Metode Dakwah Dalam Khutbah Jum’at

Dalam khutbah jum‟at yang rutin dilakukan ustadz Abdul

Hakim di masjid yang ada di tempat tinggalnya, beliau biasa

mengedepankan metode dakwah bil-hikmah dan mau‟izhah hasanah

seperti penjelasan di atas.

Pada saat khutbah jum‟at, ustadz Abdul Hakim biasa

menyampaikan materi berupa ilmu tauhid serta ilmu fiqh; dan

6 Hasil wawancara di kediaman ustadz Abdul Hakim, kampung Sudimampir 17 April 2013

7 Hasil wawancara di kediaman ustadz Abdul Hakim, kampung Sudimampir 17 April 2013

43

pembawaan materi dalam dakwahnya biasa dibawakan dengan serius,

tegas, dan tanpa humor maupun lelucon. Berbeda pada saat beliau

menyampaikan ceramah di luar materi tersebut atau mengenai hukum

Islam. Di bawah ini adalah salah satu khutbah yang pernah beliau

sampaikan tentang hukum dan perintah melaksanakan shalat; yaitu:

Kaum muslimin rahimakumullah..

“Shalat merupakan ibadah yang agung. Allah menjadikannya sebagai

rukun Islam yang kedua setelah kalimat syahadat, kalimat yang

memasukkan seseorang ke dalam Islam.

Dari „Abdullah bin „Umar radhiyallahu „anhu, dia mengatakan

bahwasanya Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

اإلسـالم عل خوس، شيبدة أى ال إلو إقبم الصالة، بن لو، سس أى هحوذا عبذه إال اهلل م سهضبى. ص ج، حج الب خبء الزمبة إ

“Islam dibangun atas lima (perkara): kesaksian bahwa tidak ada Tuhan

yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah,

mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, haji ke baitullah, dan

puasa Ramadhan.”

Namun, jika kita perhatikan dengan teliti, berapa banyak mereka yang

menjadikan shalat termasuk di antara ibadah yang sering diremehkan

oleh seorang muslim itu sendiri. Wal „iyaadzu billah.

Jama‟ah sidang Jum‟at rahimakumullah…

Seluruh ummat Islam sepakat bahwa orang yang mengingkari wajibnya

shalat, maka dia dihukumi kafir atau keluar dari Islam. Tetapi, mereka

berselisih tentang orang-orang yang meninggalkan shalat dengan tetap

meyakini kewajiban hukumnya. Sebab perselisihan mereka adalah karena

adanya sejumlah hadits Nabi shallallahu „alaihi wa sallam yang

menyebutkan orang yang meninggalkan shalat sebagai orang kafir, tanpa

membedakan antara orang yang mengingkari dan yang bermalas-malasan

mengerjakannya.

Sebuah hadits dari Jabir radhiyallahu „anhu, ia mengatakan bahwa

Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

النفش حشك الصالة. ي الششك ب ي الشجل إى ب

44

“Sesungguhnya (batas) antara seseorang dengan kesyirikan dan

kekufuran adalah meninggalkan shalat.”

Di lain hadits juga disebutkan, dari Buraidah, dia berkata, “Aku

mendengar Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

نين الصالث، فوي حشميب فقذ مفش. ب ننب ب العيذ الز

“Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat. Barangsiapa

meninggalkannya, maka ia telah kafir.”

Maka, setidaknya ketika kita selalu melaksanakan perintah shalat,tidaklah

kita termasuk orang-orang yang disebut di dalam hadits tadi.

Namun, pendapat yang kuat tentang maksud dalam arti kufur di sini

adalah kufur kecil yang tidak menjadikan seseorang keluar dari agama

Islam. Dan hal tersebut adalah hasil kompromi antara hadits-hadits

tersebut dengan beberapa hadits lain yang berkaitan, di antaranya:

Dari „Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu „anhu, ia berkata, “Aku

mendengar Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

اث مخبيي اهلل عل العبـبد، هي أح بيي لن ضع هنيي ش ئب اسخخفبفب بحقيي خوس صلس لو عنذ اهلل عيذ، إى هي لن أث بيي فل شبء مـبى لو عنذ اهلل عيذ أى ذخلو الجنت،

إى شبء غفش لو. عزبو

“Lima shalat diwajibkan Allah atas para hamba. Barangsiapa

mengerjakannya dan tidak menyia-nyiakannya sedikit pun karena

menganggap enteng, maka dia memiliki perjanjian dengan Allah untuk

memasukkannya ke Surga. Dan barangsiapa tidak mengerjakannya, maka

dia tidak memiliki perjanjian dengan Allah. Jika Dia berkehendak, maka

Dia mengadzabnya. Atau jika Dia berkehendak, maka Dia

mengampuninya.”

Oleh karenanya, kita dapat menyimpulkan bahwa hukum meninggalkan

shalat masih di bawah derajat kekufuran dan kesyirikan. Karena

Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam menyerahkan perkara orang

yang tidak mengerjakannya kepada kehendak Allah. Sedangkan

Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman:

هي ششك ببللو فقذ اف غفش هب دى رلل لوي شبء خش إى اللو لب غفش أى ششك بو إثوب عظوب

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia

mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang

45

dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka

sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [An-Nisaa‟: 48]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu „anhu, ia berkata, “Aku mendengar

Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, „Sesungguhnya yang

pertama kali dihisab dari seorang hamba yang muslim pada hari Kiamat

adalah shalat wajib. Jika dia mengerjakannya dengan sempurna (maka ia

selamat). Jika tidak, maka dikatakan: Lihatlah, apakah dia memiliki shalat

sunnah? Jika dia memiliki shalat sunnah maka shalat wajibnya

disempurnakan oleh shalat sunnah tadi. Kemudian seluruh amalan

wajibnya dihisab seperti halnya shalat tadi.”

Dalam hadits lain, dari Hudzaifah bin al-Yaman, dia mengatakan bahwa

Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Islam akan lenyap

sebagaimana lenyapnya warna pada baju yang luntur. Hingga tidak lagi

diketahui apa itu puasa, shalat, qurban, dan shadaqah. Kitabullah akan

diangkat dalam satu malam, hingga tidak tersisalah satu ayat pun di bumi.

Tinggallah segolongan manusia yang terdiri dari orang tua dan renta.

Mereka berkata, „Kami dapati bapak-bapak kami mengucapkan

kalimat: Laa ilaaha illallaah dan kami pun mengucapkannya.” Shilah

berkata kepadanya, “Bukankah kalimat laa ilaaha illallaah tidak

bermanfaat untuk mereka, jika mereka tidak tahu apa itu shalat, puasa,

qurban, dan shadaqah?”

Lalu Hudzaifah berpaling darinya. Shilah mengulangi pertanyaannya tiga

kali. Setiap kali itu pula Hudzaifah berpaling darinya. Pada kali yang

ketiga, Hudzaifah menoleh dan berkata, “Wahai Shilah, kalimat itulah

yang akan menyelamatkan mereka dari Neraka. (Dia mengulanginya tiga

kali).”

Hadrin jama‟ah sholat Jum‟at yang berbahagia..

Shalat itu diwajibkan kepada setiap muslim yang telah baligh dan

berakal,maka tidak menadi kewajiban bagi mereka yang tidak berakal.

Sebagaimana hadits dari „Ali radhiyallahu „anhu, dari Nabi shallallahu

„alaihi wa sallam, beliau bersabda:

ىس عي الوجن حخ حخلن، عي الصب قظ، فع القلن عي ثالثت: عي النبئن حخ سخ حخ عقل.

“Pena (pencatat amal) diangkat dari tiga orang: dari orang yang tidur

hingga terbangun, dari anak-anak hingga baligh, dan dari orang gila

hingga kembali sadar.”

46

Oleh sebab itu, maka wajib atas orang tua untuk menyuruh anaknya

mengerjakan shalat sejak kecil; meskipun shalat tadi belum diwajibkan

atasnya, agar ia terbiasa untuk mengerjakan shalat.

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits, dari „Amr bin Syu‟aib, dari

ayahnya, dari kakeknya, dia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu

„alaihi wa sallam bersabda:

ىن أبنبء عش يب ىن عل اضشب ي، ىن أبنـبء سبع سن الدمن ببلصالة ا أ ي، هش ش سننين ف الوضبجع. ا ب فشق

“Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat pada usia tujuh tahun. Dan

pukullah mereka karena meninggalkannya pada usia sepuluh tahun. Serta

pisahkanlah ranjang mereka.”

Jama‟ah sholat Jum‟at yang dimuliakan Allah..

Marilah kita semua selalu menjaga ketaatan kita dalam beribadah,

terutama dalam melaksanakan shalat 5 waktu. Dan juga, mari kita

bombing keluarga kita untuk selalu mendekatkan diri pada Allah dengan

melaksanakan shalat.

Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan dan kesehatan dalam

melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.”

Pada materi yang disampaikan dalam teks khutbahnya di atas,

bisa dilihat bahwa ustadz Abdul Hakim tidak hanya memberikan

nasihat-nasihat untuk mengerjakan kewajiban shalat semata dengan

metode mau‟izhah hasanah, tetapi juga dimasukkan di dalam materinya

mengenai penjabaran hukum kafir terhadap orang yang meninggalkan

shalat dengan metode bil-hikmah; yang diharapkan dapat mengajak

masyarakat yang belum tersentuh dakwahnya tanpa menyinggung

perasaan mereka.

Pembawaan yang serius dan dakwah satu arah tersebut tidak

lantas membuat ustadz Abdul Hakim jauh dari masyarakat, karena awal

prinsip dasar metode dakwahnya adalah melakukan pendekatan kepada

47

masyarakat. “Tidak hanya kepada para orang tua, Ustadz pun

berusaha untuk menjalin keakraban dengan para pemuda yang ada di

sekitar dan juga para santrinya” ujar Agus, salah seorang jama‟ah

yang juga remaja sekitar.8

Ketika berkhutbah maupun berceramah, ustadz Abdul Hakim

tidak biasa menggunakan muqaddimah yang terlalu panjang. Karena

menurutnya, “materi yang disampaikan kepada mad‟u di kampung

Sudimampir ini lebih utama daripada muqaddimah itu sendiri. Jadi

cukup rukun-rukun khutbahnya saja yang dipenuhi”.9 Begitu pula

dengan kemasan bahasa yang digunakan, tidak membuat sulit jama‟ah

dalam memahami materi khutbah yang disampaikan; hal itu juga

serempak dengan penuturan salah seorang jama‟ah yang mengatakan

“pak ustadz biasanya pas khutbah menggunakan bahasa yang ringan

dan biasa digunakan di kampung, jadi lebih mudah difahami penduduk

di sini.”10 Karena beliau sadar betul, bahwasanya objek dakwah beliau

(mad‟u) mayoritas berpendidikan rendah.11

8 Hasil wawancara bersama Saudara Agus, kampung Sudimampir, 20 April 2013

9 Hasil wawancara di kediaman ustadz Abdul Hakim, kampung Sudimampir 17 April 2013

10 Hasil wawancara bersama saudara Iyus, kampung Sudimampir 17 April 2013

11 Hasil wawancara di kediaman ustadz Abdul Hakim, kampung Sudimampir 17 April 2013

48

2. Metode Dakwah Dalam Pengajian

Kesungguhan dan semangat yang berkobar sebagai pejuang

Islam untuk meninggikan agama Allah dalam berdakwah, membuat

ustadz Abdul Hakim dapat bertahan dan tidak pernah putus asa. Setiap

hal yang menjadi aral rintangan dalam berdakwah dianggapnya sebagai

sebuah tantangan untuk berdakwah di tengah kondisi yang ada pada

masyarakat kampung Sudimampir. Dengan adanya hal tersebut, beliau

pun semakin sering mengkaji dan membuat konsep dakwah yang sesuai

dengan mad‟u, seperti melalui mimbar masjid dalam sholat jum‟at

maupun ceramah pada peringatan hari besar Islam dan juga acara-acara

lainnya seperti dengan mengadakan pengajian bulanan, yang kemudian

meningkat menjadi pengajian mingguan.

Dan berikut ini adalah salah satu teks ceramah ustadz Abdul

hakim dalam pengajian bulanan yang menyampaikan materi tentang

silaturrahim:

“Hadirin jama‟ah majlis ta‟lim Ar Rasyiidiyyah yang dirahmati Allah..

Allah SWT berfirman di surat Muhammad ayat 22-23;

:( 22-22)هحوذ

22. Maka Apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat

kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?

23. Mereka Itulah orang-orang yang dila'nati Allah dan ditulikan-Nya

telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka. (Muhammad:

22-23)

49

Kedua ayat tersebut yang juga saya sebutkan artinya tadi, berkaitan

dengan salah satu perintah Allah SWT kepada manusia untuk menjaga

silaturrahim, baik dengan keluarga, sahabat, tetangga serta orang-

orang yang berada di sekitar kita.

Ngarti pak apa itu silaturrahim? Ibu ngerti bu?

Silaturrahim itu dalam bahasa arab berasal dari dua kata: yang

pertama yaitu صلت yang artinya hubungan dan yang kedua الشحن yang

artinya kerabat/keluarga. Jadi, silaturrahim itu bisa diartikan sebagai

hubungan keluarga/kerabat.

Hadirin Rahimakumullah..

Kita balik ke ayat yang tadi; ketika Allah nanya sama kita: “Apakah

kalo jama‟ah sekalian punya kekuasaan nanti bakalan bikin kerusakan

di bumi dan memutus hubungan kekeluargaan/kekerabatan?” Kira-

kira mau jawab apa bapak/ibu sekalian kalo ditanya begitu? Iya apa

nggak? Sudah pasti gak ada yang mau ngejawab iya! Betul kan?!

Kenapa? Karena dilanjutkan dalam ayat selanjutnya hadiah yang pasti

didapetin mereka yg melakukan kerusakan dan mutusin silaturrahim

ketika udah jadi penguasa: “mereka itu orang-orang yang dila‟nati

Allah dan dibikin budeg kupingnya serta dibikin buta matanya”

maksudnya, Alloh gak ngasih rahmat selama dia ngelakuin hal itu,

Allah gak beri taufiq dan hidayahNya karena sebab hal itu dia betah

ngerjainnya.

Sementara kalo kita liat jaman sekarang neh, berapa banyak orang-

orang yang baru punya jabatan dikit aja udah belagunya ngalahin

fir‟aun. Sampe sudaranya sendiri dijadiin korban kezholimannya. Tau

kan fir‟aun siapa pak? Bu? Yang ditenggelemin di laut merah sono pas

zaman nabi musa.

Jadi, kalo kita udah punya jabatan sedikit atau kekuasaan baik dalam

pekerjaan maupun harta benda, jangan pake sok agul-agulan. Fir‟aun

aja yang udah jadi raja Mesir terus ngagul, Allah langsung lelepin di

laut bareng-bareng sama tentaranya. Lah elu udah jadi apaan sih?

Apa yang mau diagulin? Punya banda cuma rumah atu doang, dah

rombeng, tambah doyong pula, sukur kaga rebah tuh temboknya. Iye

kan?! Punya jabatan cuma jadi ketua RT doang, paling banter jadi

RW. Yang kalo rapat cuma ada gorengan bakwan, pisang goreng, tahu

melotot sama sahi pucet. Apa yang mau dibanggain coba?

Alhamdulillah, di sini sih kaga ada yang kaya begitu.. Alhamdulillah..

Oleh karena itu, Rasulullah SAW ngingetin kite melalui sabda beliau:

50

“gak ada satu kebaikan yang balasannya paling cepet daripada

silaturrahim, dan gak ada satu dosa yang lebih pantas Allah berikan

hukumannya di dunia dan juga di akhirat daripada pelacuran dan

memutus silaturrahim.” (HR. Ahmad)

Hadirin jama‟ah Rahimakumullah..

Saya teringat cerita yang ada di dalam kitab Tanbihul ghofiliin, karya

Abu Laits As Samarqandi. Boleh kan saya cerita?

Diceritakan bahwasanya dulu di Makkah ada seorang yang sholeh.

Orang sholeh ini dipercaya oleh penduduk pada saat itu untuk

dititipkan barang-barang mereka saat mereka bepergian ke luar

Makkah. Kemudian datang seseorang yang ingin menitipkan hartanya

sebanyak 10.000 dinar. Kalo diitung pake duit sekarang, kira-kira

berapa triliun tuh jumlahnya? Tanah disini bisa dibeli semua tuh ama

dia cuman dikedipin doang..

Singkat cerita, orang kaya tadi balik ke Makkah setelah dia pergi

ngerjain urusannya di luar Makkah. Ketika si kaya ini datang ke rumah

orang sholeh tersebut, ternyata beliau udah wafat. Nah, akhirnya dia

minta sama anak dan keluarganya orang sholeh tadi, tapi gak ada

yang tau sedikitpun tentang duit yang dititipinnya itu. Akhirnya si kaya

ngadu sama ulama yang ada disana pada saat itu kebetulan mereka

lagi ngumpul.

Kemudian si kaya cerita permasalahnnya, dan minta pendapat dari

ulama. Mereka bilang: kami harap, orang sholeh itu termasuk dari ahli

surga. Maka datanglah ke sumur zamzam ketika sepertiga malam dan

panggil namanya fulan bin fulan! Kemudian tanyakan hartamu

padanya. Akhirnya dikerjain tuh yang disuruh ulama Makkah, selama

tiga malam. Tapi gak ada jawaban dari orang sholeh tersebut.

Besoknya si kaya ngadu ke ulama, bahwa gak ada jawaban dari orang

sholeh itu. Mereka pun kaget, dan bilang: Innaa lillah wa innaa ilaihi

roji‟un.. kami khawatir teman kamu ini termasuk ahli neraka. Maka

pergilah ke daerah yaman, disana ada sumur burhut. Dan kerjakan

seperti kemarin yang kami perintahkan.

Si kaya ini pun melakukan apa yang diperintahkan seperti kemarin.

Dan saat pertama kali si kaya memanggil, orang sholeh itu langsung

menjawab. Kagetlah si kaya, dan bilang: waduh, kamu kenapa bisa

51

disini? Bukankah dulu kamu orang baik?. Orang sholeh itu menjawab:

iya, saya punya keluarga di kampung, tapi saya putus tali silaturrahim

kepada mereka. Sehingga Allah menempatkan saya disini. Sedangkan

hartamu masih dalam keadaan utuh. Aku kubur di dalam rumah.

Mintalah kepada anakku dan tunjukkan tempatnya di bagian ini.

Akhirnya, pulanglah si kaya dan mendapatkan hartanya dalam

keadaan utuh.

Hadirin rahimakumullah,

Dari cerita tadi, intinya adalah silaturrahim amat sangat penting!

walaupun cuma dengan ngucapin salam. karena Rasulullah SAW

bilang:

“Sambunglah hubungan kekeluargaan kalian walaupun dengan

ucapan salam”.

Karena di dalam silaturrahim juga banyak kebaikan yang bisa kita

dapet, diantaranya: Allah ridho dengan kita, termasuk amal yang bikin

bahagia orang lain, didoain malaikat karena mereka ikut senang,

menambah keberkahan dalam rizqi dan umur serta macam-macam

kebaikan lainnya.

Oleh karena itu, mari yuk kita semua jangan males-

males buat nyambung silaturrahim.. dan mudah-mudahan kita

semua Allah jadikan hambanya yang selalu melaksanakan

perintahNya dan menjauhi laranganNya, serta selalu bersabar

dan bersyukur atas setiap keadaan & permasalahan hidup..”

Pada teks ceramah di atas, nampak jelas metode bil-hikmah yang

digunakan ustadz Abdul Hakim ketika memberikan sebuah cerita

tentang seorang sholeh dan orang kaya sebagai bahan perenungan, yang

menjelaskan bahwasanya silaturrahim termasuk salah satu perintah

Allah SWT yang memiliki keterkaitan dengan ibadah-ibadah lainnya,

sehingga hal itu menjadi salah satu hal terpenting dalam kehidupan

seseorang di dunia ini. Selain itu, metode mau‟izhah hasanah terdapat

52

juga dalam teks tersebut, saat ustadz Abdul Hakim memberikan

nasihat-nasihat yang berupa ajakan untuk menjaga silaturrahim dan

peringatan bagi yang memutusnya dengan berlandaskan firman Allah

Ta‟ala dan hadits Nabi SAW.

Dalam ceramahnya tersebut, teknik yang digunakan oleh ustadz

Abdul Hakim adalah memberikan sindiran halus melalui sebuah

nasihat-nasihat dan ajakan, dengan berdasarkan pada metode bil-

hikmah dan mau‟izhah hasanah; beliau juga biasa memberikan contoh

tingkah laku menyimpang yang diambil dari kebiasan yang ada pada

masyarakat sebagai perumpaan dalam dakwahnya.

Selain itu juga, ustadz Abdul Hakim sering memberikan cerita-

cerita ataupun riwayat yang ada di dalam kitab-kitab klasik sesuai

dengan isi materi yang disampaikan dalam ceramahnya. Seperti yang

pernah diungkapkan beliau saat wawancara “iya, saya biasanya

memberikan cerita-cerita ataupun riwayat hadits yang berkenaan

dengan satu materi, supaya masyarakat tidak bosen denger

ceramahnya. Kan banyak tuh di kitab-kitab seperti al-kabaair,

tanbiihul ghofiliin dan lain-lain. Malahan juga, kadang-kadang saya

melakukan tanya jawab agar tidak terkesan kaku.”12

Dalam setiap kesempatan, ustadz Abdul Hakim juga

mensisipkan tanya jawab agar tidak terkesan kaku dan menggurui.

12 Hasil wawancara di kediaman ustadz Abdul Hakim, kampung Sudimampir 17 April 2013

53

Bahkan beliau pun sering melakukan tanya jawab saat berbincang-

bincang dengan warga masyarakat. Hal itu membuatnya lebih mengerti

tentang sejauh mana pemahaman jama‟ah (mad‟u) setelah

mendengarkan pesan-pesan dakwah yang disampaikan sehingga tidak

terjadi kekeliruan dalam pemahaman mereka, dan juga para jama‟ah

(mad‟u) dapat bertanya secara langsung akan permasalahan keagamaan

yang masih kurang difahami.

Dengan pengetahuan dan teknik berdakwah yang beliau miliki,

ustadz Abdul Hakim secara perlahan dan terus menerus melakukan

pendekatan kepada masyarakat setempat, dan hal itu memerlukan

waktu yang tidak sebentar untuk dapat merubah perilaku negatif

masyarakat yang sudah melekat menjadi positif.

Bahkan suatu waktu, ustadz Abdul Hakim pun secara langsung

memberikan dakwah kepada masyarakat yang salah satu anggota

keluarganya kerasukan jin. Mereka biasa memanggil orang pintar dan

beranggapan bahwa keinginan orang yang kerasukan harus dipenuhi

agar mau keluar dari tubuh yang dirasuki. Hal ini menurut ustadz Abdul

Hakim dapat merusak „aqidah tauhid mereka, karena percaya akan

kekuatan yang melebihi kekuasaan Allah. Maka pada saat itu pula,

beliau mengobati orang kesurupan tersebut dengan membaca dzikr yang

diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memohon

pertolongan-Nya, dan kemudian memukulkan telapak tangannya

54

dipunggung orang kesurupan, sampai orang yang kesurupan tersebut

kembali sadar. “Gak ada kata kompromi dengan hal-hal yang kaya

begitu! Kita punya Allah yang Maha Kuasa, jadi gak usah takut dengan

begituan..” imbuh beliau.13

Memang tidak mudah untuk mengubah kebiasaan seseorang,

terlebih lagi jika kebiasaan itu sudah melekat dalam perilaku sehari-

hari. Disamping itu, jarang sekali orang dengan mudahnya mau

menerima nasihat, karena hal itu juga berkaitan pada pola fikir dan

tingkat intelegensi individu. Namun demikian, niat ustadz Abdul

Hakim menjadi kuat untuk berdakwah di tengah masyarakat kampung

Sudimampir agar mereka tidak keliru dengan ajaran yang ada dalam

agama Islam, baik aqidah maupun syari‟ah.

Dakwah ustadz Abdul Hakim pun juga mempunyai ciri khas,

yaitu menggunakan teknik memahami kondisi psikologis masyarakat

yang menjadi mad‟u-nya dan keadaan lingkungannya serta selalu

menekankan pada pengaplikasian materi dakwahnya dalam kehidupan

sehari-hari.

Semua upaya ini dilakukan agar ustadz Abdul Hakim lebih

mengenal mad‟u-nya dan diharapkan agar jama‟ah (mad‟u) yang

menjadi objek dakwahnya dapat terbuka kepada beliau mengenai

permasalahan agama yang terjadi. “Terlebih lagi mayoritas anak muda

13 Hasil wawancara di kediaman ustadz Abdul Hakim, kampung Sudimampir 17 April 2013

55

di kampung ini lebih tertutup dibanding para orang tua, sehingga

dikhawatirkan para anak muda di kampung Sudimampir terjerumus

kepada perilaku negative yang lebih parah dan semakin jauh dari

norma-norma Islam karena kondisi psikologis mereka yang paling

rawan dan labil pada usia tersebut.” ujar beliau.14

Dengan demikian menjadi jelas bahwa dakwah ustadz Abdul

Hakim di kampung Sudimampir, Cimanggis, Bojong Gede ini

bertujuan untuk berusaha membantu menyelamatkan masyarakat dari

dekadensi moral dan intelektual serta membina pengamalan dan

pemahaman ajaran agama Islam untuk bersama mendapatkan ridho

Allah SWT.

Meskipun telah dirasa berhasil dan mengalami perubahan yang

signifikan pada perilaku masyarakat kampung Sudimampir, namun

ustadz Abdul Hakim tidak pernah berniat untuk berhenti berdakwah

dan selalu berupaya untuk terus mengingatkan masyarakat agar

istiqomah menjalankan perintah dan ajaran agama Islam dengan sebaik-

baiknya dan memfilter pemahaman-pemahaman yang keliru.

14 Hasil wawancara di kediaman ustadz Abdul Hakim, kampung Sudimampir 17 April 2013

56

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian dan memaparkan sejumlah data-data yang

didapat dari lapangan, maka kesimpulan yang dapat ditarik sebagai jembatan

dari rumusan masalah, adalah sebagai berikut:

Ustadz Abdul Hakim dalam misi dakwahnya lebih mengedepankan

metode bil-hikmah dan mau’izatul hasanah dibandingkan metode mujadalah.

Adapun metode bil-hikmah yang beliau maksudkan dalam dakwahnya di

kampung Sudimampir adalah kebijaksanaan dalam menyampaikan materi

dakwah dan menyikapi kondisi mad’u yang berbeda-beda, baik dari segi usia

maupun pendidikan yang didapat serta lain sebagainya; agar mereka tidak

merasa dikucilkan dari masyarakat tempat tinggalnya dan akhirnya mereka pun

tersadar dan mau menerima dakwah yang disampaikan. Hal ini senada dengan

definisi bil-hikmah yang dikemukakan oleh Thoha Yahya Umar.

Adapun metode mau’izatul hasanah yang digunakan dalam

dakwahnya, ustadz Abdul Hakim lebih condong mengikut pendapat Imam

Ahmad As-Showi dalam penjelasannya terhadap pendapat Imam jalaluddin

As-Suyuthi; bahwa mau’izatul hasanah adalah nasehat dengan tutur bahasa

yang lembut dan sopan untuk memotivasi seseorang dalam ketaatan beribadah

dan meninggalkan larangan Allah SWT.

57

Sedangkan metode mujadalah tidak dipergunakan oleh ustadz Abdul

Hakim dalam dakwahnya, karena dikhawatirkan tidak berujung pada hasil

yang diinginkan, yaitu kesepakatan bersama terhadap masalah yang

didiskusikan.

B. Saran

Setelah selesai memaparkan jawaban dari rumusan masalah, ada

beberapa hal yang perlu disampaikan peneliti, meskipun secara keseluruhan

dari metode dakwah ustadz Abdul Hakim sudah cukup baik yang dibuktikan

melalui adanya perubahan dari kebiasaan masyarakat yang dahulunya minim

dalam pemahaman dan pengamalan ajaran agama Islam, menjadi masyarakat

yang paham serta mengerti dan mau menjalankan tuntunan agama. Oleh

karena itu, ada berberapa hal yang sebaiknya menjadi bahan pertimbangan

dalam aktivitas dakwah ustadz Abdul Hakim di kampung Sudimampir:

- Dalam dakwahnya, sebaiknya ustadz Abdul Hakim tidak hanya terpaku

dengan dakwah bil-haal dan dakwah bil-lisaan, akan tetapi bisa

dikembangkan dengan dakwah bil-qolam melalui tulisan-tulisan beliau

yang bisa dibaca oleh masyarakat luas.

Semoga metode dakwah yang digunakan ustadz Abdul Hakim mampu

menjadi penuntun yang membantu masyarakat kampung Sudimampir desa

Cimanggis, Bojong Gede dapat senantiasa mengamalkan ajaran-ajaran yang

ada di dalam agama Islam sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan As Sunnah.

58

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Khair Sayid Abd. Rauf, Dirasah Fid Dakwahal-Islam iyah, Kairo:

Dar El-Tiba’ah al-Mahmadiyah, 1987

Al-Fayumi, Ahmad bin Munir al-Muqri’, al-Misbahul Munir, Riyadh: al-

Maktabah al-Araby, 1982

Al jawi, Syekh Muhammad Nawawi, Marah Labid Tafsir An Nawawi,tp, t-tp,

tt

Al-Jarisyah, Ali, Adab al-Hiwar wa al-Munazharah, al-Munawarah: Dar al-

Wifa, 1989

As-Shawi, Ahmad , Tafsir Hasyiyah Al-A’laamah As-Showi, Bairut: Dar al-

Fikr, 2002

Anten, Elyas, Ashi Injilizi Arabig, Mesir: Elyas Modern Press, 1951

Arifin, Psikologi Dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniyah Manusia,

Jakarta: Bulan Bintang, 1976.

Arifin, M, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara,

2001

_______, Ilmu Pendidikan Islam , Bumi Aksara: Jakarta, 1991

Arifin, Burhan, Pengantar Motode Kualitatif, Usaha Nasional: Surabaya,1992

Asshawi, Ahmad, Hasiyah A’lamatus Showi, Dar al Fikr: Bairut, tt

Aziz, Moh. Ali, Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2004

Badruttamamam, Nurul, Dakwah Kolaboratif Tarmidzi Taher, Jakarta:

Grafindo, 2005

Bahtiar,Wardi, Metodologi Pendidikan Ilmu Dakwah, Jakarta: Logos, 1997

Danissalam, Ghazali, Ilmu Dakwah Islamiyah, Malaysia: Nur Niaga SON.

BHD, 1996

Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983

Hamzah, Ya’qub, Publisistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership, Bandung:

CV. Diponogoro, 1981.

Harjono, Anwar, Dakwah dan Masalah Sosial Kemasyarakatan, Jakarta:

Media Dakwah, 1985

59

Hasanuddin, Hukum Dakwah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996

__________, Retorika Dakwah dan Publistik dalam Kepemimpinan, Surabaya:

Usaha Nasional, 1982

_________, Tinjauan Aspek Dalam Berdakwah di Indonesia, Jakarta: PT.

Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1996

Ibnu Taimiyah, Majmu Al-fatwa, Riyadh: Mathabi Ar-Riyadh, 1985

Imam Ahmad As- Shawi, Tafsir Hasyiyah Al-A’laamah As-Showi, Bairut,

Libanon: Dar al-Fikr, 2002

Irawan, Soehartono, Metodologi Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penilaian

Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainya, Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya, 2004

Latif, M. Nasarudin, Teori dan Praktek Dakwah Islam iyah, Jakarta: Firma, tt

Mansyi, Abdul Kadir, Metode Diskusi dalam Dakwah, Surabaya: al-Ikhlas,

1981

Manzhur, Ibnu, Lisanul Arab, Beirut: Daar al Shadr, tt

Ma’luf, Louis, Munjid Fil Logoh Wa A’lam, Bairut: Darul Fikr, 1986

Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2006

Munawir, Warson, Kamus Al-Munawir, Surabaya: Pustaka Progresif, 1994

Munir, Syamsul, Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009

Munir. M, Ilahi. Wahyu, Manajemen Dakwah, Jakarta: Rahmat Semesta, 2006

Natsir, Mohammad, Fiqhud Da’wah, Jakarta: Media Da’wah, 2006

Saleh, Abd. Rosyad, Manajemen Dakwah Islam , Jakarta: PT. Bulan Bintang,

1986

Saputra, Wahidin, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2011

Shihab, Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam

Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 2001

Syukir, Asmuni, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam , Surabaya: Al-Ikhlas,

1983

60

Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997.

Thantawi, Sayyid. Muhammad, Adab al-Khiwar Fil Islam , Mesir, Dar al-

Nahdiyah, diterjemah oleh Zuhairi Misrawi dan Zamroni kamal,

Jakarta: Azan, 2001

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus

Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998

Umar, Toha Yahya, Ilmu Dakwah, Jakarta: Wijaya, 1998

Umari, Barmawi, Azas-Azas Ilmu Dakwah, Solo: CV Ramdhani, 1987

Warson, Ahmad, al-Munawwir, Jakarta: Pustaka Progresif, 1997.

Gambar 1.1 foto saat wawancara dengan ustadz Abdul Hakim

Gambar 1.2 foto seusai selesai wawan cara

GEDUNG SEKOLAH DAN MASJID PONDOK

FOTO BERSAMA APARATUR DESA CIMANGGIS