Model Agribisnis

27
PENGANTAR AGRIBISNIS MODEL AGRIBISNIS (KAWASAN AGROPOLITAN) DOSEN PENGAMPU : Riri Oktari Ulma, Sp. M.Si DISUSUN OLEH : Alex Rahmadhi D1A014017 Kelas A JURUSN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI 2015

description

agribisnis

Transcript of Model Agribisnis

Page 1: Model Agribisnis

PENGANTAR AGRIBISNIS

MODEL AGRIBISNIS (KAWASAN AGROPOLITAN)

DOSEN PENGAMPU : Riri Oktari Ulma, Sp. M.Si

DISUSUN OLEH :

Alex Rahmadhi

D1A014017

Kelas A

JURUSN AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2015

Page 2: Model Agribisnis

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................... iiBAB I PENDAHULUAN............................................................................... 11.1 Latar Belakang............................................................................................ 11.2 Tujuan Penulisan........................................................................................ 11.3 Manfaat Penulisan...................................................................................... 1BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 2BAB III PEMBAHASAN............................................................................... 7

3.1 Kawasan Agropolitan...................................................................... 73.1.1 Pengertian Kawasan Agropolitan....................................... 73.1.2 Ciri-Ciri Kawasan Agropolitan.......................................... 7

3.2 Kajian Pengembangan Kawasan Agropolitan Seroja Kabupaten Lumajang..................................................................... 8

3.2.1 Kawasan Agropolitan Seroja............................................... 9 3.2.2 Kajian Pengembangan Kawasan Agroplitan Seroja............ 9 3.2.3 Strategi dan Arahan Pengembangan Kawasan Agropolitan Seroja.............................................................. 12

Rekomendasi ........................................................................ 14BAB IV PENUTUP......................................................................................... 15

4.1 Kesimpulan..................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

ii

Page 3: Model Agribisnis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat

atau dihasilkan (Departemen P dan K, 1984). Definisi lain dari model adalah

abstraksi dari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta

mempunyai tingkat prosentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah

abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat

dari kehidupan sebenarnya (Simamarta, 1983).

Salah satu model agribsnis di Indonesia adalah kawasan agropolitan.

Menurut Departemen pertanian (2003), pendekatan melalui produk pengaturan

berupa kawasan agropolitan dilakukan dalam rangka memanfaatkan sumber daya

alam yang ada khususnya yang terkait dengan pengembangan pertanian dalam arti

luas.

Hal ini perlu dilakukan agar para pelaku pembangunan dapat

memanfaatkan lahan yang ada untuk berbagai kegiatan yang berbasis kepada

pertanian. Konsepsi mengenai agropolitan dalam penataan ruang lebih diarahkan

kepada bagaimana memberikan arahan pengelolaan tata ruang suatu wilayah

agropolitan, khususnya kawasan sentra produksi pangan nasional dan daerah.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah

1. Untuk mengetahui model agribisnis kawasan agropolitan.

2. Untuk mengetahui kajian pengembangan kawasan agropolitan Seroja Kabupaten Lumajang.

1.3 Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar dapat memahami model

agribisnis kawasan metropolitan dan memahami kajian pengembangan kawasan

agropolitan Seroja Kabupaten Lumajang.

1

Page 4: Model Agribisnis

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Wilayah dan Pusat Pertumbuhan

2.1.1 Konsep Wilayah

Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur

yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek

administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi, et al. (2006) wilayah

dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu

dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi

secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti

tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup

komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta

bentukbentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan

interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di

dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik

(Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi et al., 2006) mengenai tipologi

wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu: (1)

wilayah homogen (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal

region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming

region). Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam Tarigan, 2005)

berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah

menjadi : 1). fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan

keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang

seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial

dan politik. 2). fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan

koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian

dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region

dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara

2

Page 5: Model Agribisnis

fungsional saling berkaitan. 3). fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang

memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.

Menurut Saefulhakim, dkk (2002) wilayah adalah satu kesatuan unit

geografis yang antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional.

Wilayah berasal dari bahasa Arab “wala-yuwali-wilayah” yang mengandung arti

dasar “saling tolong menolong, saling berdekatan baik secara geometris maupun

similarity”. Contohnya: antara supply dan demand, hulu-hilir. Oleh karena itu,

yang dimaksud dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah pendelineasian

unit geografis berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan

fungsional (tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara

bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Wilayah Pengembangan adalah

pewilayahan untuk tujuan pengembangan/pembangunan/development. Tujuan-

tujuan pembangunan terkait dengan lima kata kunci, yaitu: (1) pertumbuhan; (2)

penguatan keterkaitan; (3) keberimbangan; (4) kemandirian; dan (5)

keberlanjutan.

2.1.2 Wilayah Perencanaan

Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi

berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat

alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan

dalam kesatuan wilayah perencanaan. Pembangunan merupakan upaya yang

sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat

menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga

yang paling humanistik. Sedangkan menurut Anwar (2005), pembangunan

wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup

aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi

dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian

pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan,

mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan

ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan

pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need approach),

pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang berkelanjutan.

3

Page 6: Model Agribisnis

2.2 Agropolitan

Pengembangan agropolitan, seperti redistribusi tanah, prasarana dan sarana

pada dasarnya memberikan pelayanan perkotaan di kawasan perdesaan sehingga

masyarakat petani tidak perlu pergi ke kota untuk mendapatkan pelayanan yang

berkaitan dengan produksi, pemasaran, sosial budaya dan kehidupan setiap hari

(Syahrani, 2001).

Dalam pembangunan perdesaan yang berimbang tidak hanya membentuk suatu

permukiman secara individu tapi juga sangat penting untuk membangun sibiotik

generator keterkaitan desa-kota yaitu melalui pengembangan agropolitan

(Prayitno, 2004).

2.2.1 Pengertian Agropolitan

Pendekatan pembangunan perdesaan ditujukan untuk mewujudkan

kemandirian pembangunan perdesaan yang didasarkan pada potensi wilayah itu

sendiri, dimana ketergantungannya dengan perekonomian kota harus bisa

diminimalkan. Agropolitan menjadi relevan dengan wilayah perdesaan karena

pada umumnya sektor pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam memang

merupakan mata pancaharian utama bagi sebagian besar masyarakat perdesaan.

Dari berbagai alternatif model pembangunan, pendekatan agropolitan dipandang

sebagai konsep yang dapat mengatasi permasalahan ketidakseimbangan

perdesaanperkotaan selama ini.

Agropolitan terdiri dari kata “agro” = pertanian dan “politan” = kota,

sehingga agropolitan dapat diartikan sebagai kota pertanian atau kota didaerah

lahan pertanian (departemen pertanian, 2002 dalam Pranoto , 2005). Hasan (2003)

mengemukakan bahwa kegiatan kota tani berbasis budidaya pertanian, konservasi

sumberdaya alam dan pengembangan potensi daerah dengan bingkai

pembangunan berwawasan lingkungan, yang merupakan suatu upaya untuk

menghindari kesalahan pembangunan masa lalu.

Menurut (Saefulhakim, 2004) “Agro” bermakna: “tanah yang dikelola” atau

“budidaya tanaman”, yang digunakan untuk menunjuk berbagai aktivitas berbasis

4

Page 7: Model Agribisnis

pertanian. Sedang “polis” bermakna “a Central Point or Principal”. Agro-polis

bermakna : lokasi pusat pelayanan sistim kawasan sentra-sentra aktivitas ekonomi

berbasis pertanian.

Kawasan agropolitan adalah kawasan terpilih dari kawasan agribisnis atau sentra

produksi pertanian terpilih dimana pada kawasan tersebut terdapat kota pertanian

(agropolis) yang merupakan pusat pelayanan (Badan Pengembangan Sumberdaya

Manusia Pertanian, 2003).

2.2.2 Batas Kawasan Agropolitan

Pendekatan pembangunan perdesaan melalui konsep agropolitan

dikembangkan oleh Friedman dan Douglas (1975). Keduanya bahkan

menekankan pentingnya pendekatan agropolitan dalam pengembangkan

perdesaan di kawasan Asia dan Afrika. Pendekatan agropolitan menggambarkan

bahwa pembangunan perdesaan secara beriringan dapat dilakukan dengan

pembangunan wilayah perkotaan pada tingkat lokal. Dalam konteks

pengembangan agropolitan terdapat tiga issu utama yang perlu mendapat

perhatian, yaitu: (1) akses terhadap lahan pertanian dan penyediaan pengairan, (2).

desentralisasi politik dan wewenang administrasi dari tingkat pusat dan tingkat

lokal, dan (3) perubahan paradigma atau kebijakan pembangunan nasional untuk

lebih mendukung diversifikasi produk pertanian. Melihat kota-kota sebagai site

utama untuk fungsi-fungsi politik dan administrasi, pendekatan pengembangan

agropolitan di banyak negara lebih cocok dilakukan pada skala kabupaten

(Douglass, 1998).

Menurut Friedman dan douglass (1975), tujuan pembangunan agropolitan adalah

menciptakan “cities in the field” dengan memasukkan beberapa unsur penting dari

gaya hidup kota ke dalam daerah perdesaan yang berpenduduk dengan kepadatan

tertentu. Agropolitan distric merupakan satuan yang tepat untuk membuat suatu

kebijaksanaan pembangunan ruang, melalui desentralisasi perencanaan dan

pengambilan keputusan (decentralized). Agropolitan districts dapat

dikembangkan didaerah perdesaan dengan kepadatan penduduk tinggi atau peri-

5

Page 8: Model Agribisnis

urban untuk meningkatkan standart hidup , meningkatkan kesempatan bekerja dan

mengurangi tingkat migrasi ke kota (Friedman, 1996).

Selanjutnya Mercado (2002) mengemukakan bahwa gambaran agropolitan adalah

sebagai berikut: (1) skala geografinya relatif kecil; (2) proses perencanaan dan

pengambilan keputusan berdasarkan partisipasi dan aksi koperatif pada tingkat

lokal; (3) diversifikasi tenaga lokal termasuk pertanian dan kegiatan non

pertanian; (4) pemanfaatan teknologi dan sumberdaya lokal; (5) berfungsi sebagai

urban-rural industrial.

Dengan skala luasan kabupaten akan memungkinkan hal-hal sebagai berikut

: (1) akses lebih mudah bagi masyarakat untuk menjangkau kota, (2) cukup luas

untuk meningkatkan dan mengembangkan wilayah pertumbuhan ekonomi dan

cukup luas dalam upaya mengembangkan diversifikasi produk dalam rangka

mengatasi keterbatasan pemanfaatan desa sebagai unit ekonomi, dan (3)

pengetahuan lokal akan mudah dimanfaatkan dalam proses perencanaan jika

proses itu dekat dengan rumah tangga dan produsen perdesaan. Pendekatan

pembangunan perdesaan tersebut ditangani oleh berbagai stakeholders secara

terpadu sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Pendekatan pembangunan

harus dilakukan secara komprehensip dan terpadu untuk meningkatkan

produktifitas, meningkatkan kualitas hidup penduduk perdesaan dan

meningkatkan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat. Pendekatan

pembangunan tersebut disarankan agar dilaksanakan melalui enam elemen dasar,

yaitu: (1) pembangunan pertanian dengan padat karya (labour intensif), (2)

menciptakan lapangan kerja, (3) membangun industri kecil / industri rumah

tangga pada wilayah pertanian, (4) gotong royong masyarakat setempat dan

partisipasi dalam membuat keputusan, (5) mengembangkan hirarki pembangunan

kota untuk mendukung pembangunan perdesaan, dan (6) kelembagaan yang tepat

untuk koordinasi multisektor.

6

Page 9: Model Agribisnis

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kawasan Agropolitan

3.1.1 Pengertian Kawasan Agropolitan

Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena

berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong

kegiatan pembangunan pertanian (agrobisnis) di wilayah sekitarnya (Manik dkk,

2013). Menurut Estiadi (2008), konsep agropolitan adalah sebuah pendekatan

pengembangan suatu kawasan pertanian perdesaan yang mampu memberikan

berbagai pelayanan untuk memenuhi kebutuhan Masyarakat di kawasan produksi

pertanian di sekitarnya, baik pelayanan yang berhubungan dengan sarana

produksi, jasa distribusi, maupun pelayanan sosial ekonomi.

Menurut pasal 1 (24) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, yang

dimaksud dengan kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri dari saru atau

lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian

dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya

keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem pemukiman dan

sistem agrobisnis (Anonim, 2007).

3.1.2 Ciri-Ciri Kawasan Agropolitan

Suatu kawasan sentra produksi pangan (agropolitan) yang sudah

berkembang harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Deptan, 2002):

1. Sebagian besar kegiatan masyarakat di kawasan tersebut di dominasi oleh

kegiatan pertanian dan atau agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan

terintegrasi mulai dari:

a. subsistem agribisnis hulu (up stream agribusiness) yang mencakup: mesin,

peralatan pertanian pupuk, dan lain-lain.

b. Subsistem usaha tani/pertanian primer (on farm agribusiness) yang

mencakup usaha: tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan,

peternakan, dan kehutanan.

7

Page 10: Model Agribisnis

c. Subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) yang meliputi:

industri-industri pengolahan dan pemasarannya, termasuk perdagangan

untuk kegiatan ekspor,

d. Subsistem jasa-jasa penunjang (kegiatan yang menyediakan jasa bagi

agribisnis) seperti: perkreditan, asuransi, transportasi, penelitian dan

pengembangan, pendidikan, penyuluhan, infrastruktur, dan kebijakan

pemerintah.

2. Adanya keterkaitan antara kota dengan desa (urban-rural linkages) yang

bersifat interdependensi/timbal balik dan saling membutuhkan, dimana

kawasan pertanian di perdesaan mengembangkan usaha budi daya (on farm)

dan produk olahan skala rumah tangga (off farm), sebaliknya kota

menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha budi daya dan agribisnis

seperti penyediaan sarana pertanian antara lain: modal, teknologi, informasi,

peralatan pertanian dan lain sebagainya.

3. Kegiatan sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut didominasi oleh

kegiatan pertanian atau agribisnis, termasuk didalamnya usaha industri

(pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian (termasuk

perdagangan untuk kegiatan ekspor), perdagangan agribisnis hulu (sarana

pertanian dan permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan.

4. Kehidupan masyarakat di kawasan sentra produksi pangan (agropolitan) sama

dengan suasana kehidupan di perkotaan, karena prasaranaa dan infrastruktur

yang ada dikawasan agropolitan diusahakan tidak jauh berbeda dengan di

kota.

3.2 Kajian Pengembangan Kawasan Agropolitan Seroja Kabupaten

Lumajang

Tujuan dari penelitian yang dilakukan Manik dkk (2013) dalam Jurnal

Tata Kota Daerah Vol. 5(1) 2013 adalah untuk mengidentifikasi karakteristik

Kawasan Agropolitan Seroja di Kabupaten Lumajang, mengetahui perkembangan

Kawasan Agropolitan Seroja di Kabupaten Lumajang serta menyusun strategi dan

arahan pengembangan Kawasan Agropolitan Seroja di Kabupaten Lumajang.

8

Page 11: Model Agribisnis

3.2.1 Kawasan Agropolitan Seroja

Kawasan Agropolitan Seroja merupakan kawasan agropolitan yang

ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Lumajang sesuai dengan masterplan

kawasan agropolitan tahun 2003 yang terletak di Kecamatan Senduro dan

Kecamatan Pasrujambe yang terdiri dari 8 desa yaitu Desa Senduro, Desa

Kandang Tepus, Desa Kandangan, Desa Burno, Desa Argosari, Desa

Jambekumbu, Desa Pasrujambe, dan Desa Jambearum. RTRW Kabupaten

Lumajang Tahun 2008-2028 menetapkan Kawasan Agropolitan Seroja sebagai

kawasan strategis ekonomi pertanian.

Berdasarkan Masterplan Kawasan Agropolitan Seroja Tahun 2003, Kota

Tani Utama terletak di Desa Senduro dan Kota Tani terletak di Desa Kandang

Tepus dan Desa Jambearum. Sedangkan Desa Argosari, Desa Burno, Desa

Kandangan, Desa Pasrujambe, dan Desa Jambekumbu menjadi hintterland.

Penggunaan lahan budidaya kawasan agropolitan didominasi oleh kawasan

pertanian baik sawah, ladang, atau perkebunan dengan luasan mencapai 7.920,26

ha. Lokasi Kawasan Agropolitan Seroja yang berada di Pegunungan Bromo

Tengger Semeru menyebabkan sebagian besar penggunaan lahan berupa hutan

dengan luasan mencapai 9.084,73 ha.

Fasilitas-fasilitas pendukung yang ada dalam sistem agropolitan ini terdiri

dari fasilitas perdagangan, industri, dan pendidikan.

3.2.2 Kajian Pengembangan Kawasan Agroplitan Seroja

1. Kebijakan

Pengembangan Kawasan Agropolitan Seroja didukung oleh pemerintah

melalui RTRW Kab. Lumajang tahun 2008 tentang penetapan kawasan ekonomi

strategis.

2. Kajian persyaratan kawasan agropolitan

Suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi suatu agropolitan harus dapat

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk

mengembangkan komoditi pertanian khususnya pangan, yang dapat

9

Page 12: Model Agribisnis

dipasarkan atau telah mempunyai pasar atau yang disebut komoditas

unggulan.

Konservasi alam dan kelestarian lingkungan hidup bagi kelestarian

sumberdaya alam, kelestarian sosial budaya maupun ekosistem secara

keseluruhan.

Untuk mengetahui komoditas unggulan, maka dilakukan analisis potensi

ekonomi dengan menggunakan Analisis LQ dan Analisis Growth Share.

Komoditas yang dihasilkan dari analisis ekonomi akan disesuaikan dengan syarat

tumbuh komoditas untuk mendapatkan komoditas unggulan yang sesuai dengan

agroklimat kawasan. Analisis kesesuaian lahan terhadap kawasan lindung

berfungsi untuk mengetahui lokasi konservasi alam dan kelestarian lingkungan

hidup di Kawasan Agropolitan Seroja dengan melakukan identifikasi daerah yang

peka terhadap longsor.

Berdasarkan pada hasil klasifikasi ditinjau dari analisis growth share,

maka dapat diklasifikasi potensi pengembangan tiap komoditas yang ada di

Kabupaten Lumajang, yakni: komoditas unggulan meliputi durian, pepaya,

pisang, sukun, kubis, cabe besar, cabe rawit, sawi, tomat, dan tebu komoditas

potensial meliputi alpukat, manggis, rambutan, salak, sirsak, petai, kentang,

bawang daun, kacang panjang, terung, mentimun, dan kopi.

Dengan adanya persyaratan fisiologis dan agronomis tanaman, maka

terdapat 3 komoditas unggulan yang baik untuk dikembangkan di Kawasan

Agropolitan Seroja. Komoditas tersebut meliputi komoditas tanaman buah-buahan

meliputi durian, pisang, dan sukun. Sementara komoditas yang tidak sesuai seperti

pepaya, cabe, sawi, kubis, tomat, dan tebu akan membutuhkan input yang besar

agar memberikan keuntungan bagi petani. Untuk komoditas potensial yang dapat

dikembangkan adalah komoditas kopi dan sayuran hortikultura berupa kentang

dan bawang daun.

3. Kajian ciri-ciri kawasan agropolitan Seroja

Ciri-ciri kawasan agropolitan seroja tersebut dapat diketahui melalui

analisis linkage system Kawasan Agropolitan Seroja. Analisis linkage sistem

komoditas pisang, durian, dan sukun mencakup keterkaitan sub sistem agropolitan

untuk pengembangan komoditas pisang, durian, dan sukun. Analisis sistem

10

Page 13: Model Agribisnis

komoditas mencakup tahapan agribisnis hulu, agribisnis usaha tani, agribisnis

hilir, agro output serta sub sistem pemasaran dan sub sistem sarana penunjang.

4. Kajian sistem kawasan agropolitan seroja

Sistem kawasan agropolitan dapat terdiri atas :

a. Kawasan lahan pertanian (hinterland) berupa kawasan pengolahan dan

kegiatan pertanian yang mencakup kegiatan pembenihan, budidaya dan

pengelolaan pertanian.

b. Kawasan pemukiman yang merupakan kawasan tempat bermukimnya para

petani dan penduduk kawasan agropolitan.

c. Kawasan pengolahan dan industri yang merupakan kawasan tempat

penyeleksian dan pengolahan hasil pertanian sebelum dipasarkan dan

dikirim ke terminal agribisnis atau pasar, atau diperdagangkan. Dikawasan

ini bisa berdiri pergudangan dan industri yang mengolah langsung hasil

pertanian menjadi produk jadi.

d. Kawasan pusat prasarana dan pelayanan umum yang terdiri dari pasar,

kawasan perdagangan, lembaga keuangan, terminal agribisnis dan pusat

pelayanan umum lainnya.

e. Keterkaitan antara kawasan sentra produksi pangan (agropolitan) dengan

kawasan lainnya.

5. Kajian infrastruktur dan fasilitas penunjang kawasan agropolitan seroja

a. Infrastruktur dan fasilitas penunjang subsistem agribisnis hulu sudah

tersedia. Diharapkan kondisi infrastruktur dan fasilitas yang ada tetap

diperthankan untuk pengembangan Kawasan Agropolitan Seroja.

b. Dukungan infrastruktur dan fasilitas untuk menunjang subsistem usaha tani

berupa jaringan jalan dibutuhkan perbaikan, sedangkan sub terminal

pengumpul yang ada tetap dipertahankan.

c. Dukungan infrastruktur dan fasilitas yang ada telah menunjang subsistem

agribisnis hilir pada komoditas pisang. Diperlukan pembangunan

infrastruktur dan fasilitas penunjang untuk pengembangan sistem agribisnis

durian dan sukun.

6. Kajian pengembangan kawasan agropolitan seroja terhadap konsep kawasan

agropolitan

11

Page 14: Model Agribisnis

Kawasan Agropolitan Seroja dalam pengembangannya sudah siap untuk

dikembangkan dengan konsep kawasan agropolitan berdasarkan Pedoman

Pengelolaaan Ruang Kawasan Sentra Produksi Pangan Nasional dan Daerah.

Komoditas unggulan utama dalam Pengembangan Kawasan Agropoltan Seroja

adalah komoditas pisang sudah berjalan dengan utuh dan terintegrasi. Komoditas

durian dan sukun masih memerlukan pengembangan agar sistem agribisnis pada

komoditas tersebut dapat mendukung pengembangan Kawasan Agropolitan

Seroja.

7. Potensi dan Masalah

Potensi utama Kawasan Agropolitan Seroja adalah komoditas unggulan

berupa pisang, durian, dan sukun. Dengan adanya komoditas unggulan dari sektor

pertanian mampu menjadi penggerak kegiatan perekonomian di bidang pertanian.

Masalah utama dalam pengembangan Kawasan Agropolitas Seroja adalah

subsistem agribisnis hilir komoditas durian dan sukun yang belum berjalan.

Kondisi jaringan jalan yang rusak juga menyebabkan permasalahan dalam

distribusi pemasaran produk pertanian.

3.2.3 Strategi dan Arahan Pengembangan Kawasan Agropolitan Seroja

Strategi/upaya pokok dalam mengembangkan Kawasan Agropolitan

Seroja Kabupaten Lumajang yang berkelanjutan, yaitu:

1. Terbangunnya sistem agribisnis yang utuh.

2. Kelembagaan yang bersinergi.

3. Terbangunnya infrastruktur dan fasilitas penunjang mendukung kegiatan

agribisnis.

4. Pengembangan Lingkungan.

5. Terbentuknya sumber daya manusia yang unggul.

Arahan yang dilakukan dalam pengembangan Kawasan Agropolitan

Seroja Kabupaten Lumajang, yaitu:

1. Arahan pengembangan sub sistem agribisnis

a. Komoditas Unggulan: komoditas yang dapat diarahkan menjadi komoditas

unggulan dalam pengembangan Kawasan Agropolitan Seroja adalah

komoditas tanaman pisang, durian, dan sukun.

12

Page 15: Model Agribisnis

b. Sub Sistem Agribisnis Hilir meliputi: Sumber Daya Manusia (SDM

industri), diversifikasi produk, ruang dan sarana produksi, serta modal

produksi.

c. Sub Sistem Pemasaran: sub sistem agro output dan pemasaran mencakup

pengembangan produk hasil pertanian dan hasil pengolahan, limbah, serta

sistem pemasaran yang mencakup sarana prasarana pemasaranan serta

informasi pasar.

2. Arahan tata ruang kawasan agropolitan seroja kabupaten lumajang

Struktur tata ruang Kawasan Agropolitan Seroja Kabupaten Lumajang

yang ada tetap dengan berdasarkan kebutuhan ruang dengan membagi wilayah-

wilayah yang berhubungan secara fungsional dalam satu sistem kegiatan. Kota

Tani Utama yang diarahkan menjadi area pelayanan sebagai penggerak agribisnis

komoditas tetap dipusatkan di Desa Senduro dan Kota Tani terletak di Desa

Kandang Tepus dan Desa Jambearum. Sedangkan Desa Argosari, Desa Burno,

Desa Kandangan, Desa Pasrujambe, dan Desa Jambekumbu menjadi hintterland.

Pemanfaatan lahan budidaya Kawasan Agropolitan Seroja diarahkan sebagai

kawasan pertanian. Total luasan yang dapat digunakan untuk pertanian adalah

seluas 7.208,81 ha.

3. Arahan pengembangan sistem usaha tani konservasi

Budidaya pertanian pada lahan pegunungan di Kawasan Agropolitan

Seroja Kabupaten Lumajang yang sesuai dengan kondisi alam sebaiknya

menerapkan sistem usahatani (SUT) konservasi yang tepat. Teknologi SUT

menggunakan faktor kemiringan lahan, kedalaman tanah, dan kepekaan tanah

terhadap erosi sebagai kriteria pengembangan model-model SUT konservasi.

4. Arahan pengembangan infrastruktur dan fasilitas pendukung kawasan

agropolitan

Pengembangan jaringan jalan di dalam Kawasan Agropolitan Seroja

adalah dengan memperbaiki kondisi jalan yang rusak berat maupun rusak

khususnya akses jalan menuju Desa Argosari. Pengembangan industri rumah

13

Page 16: Model Agribisnis

tangga diarahkan pada hintterland, industri menengah diarahkan di Kota Tani, dan

industri dengan skala besar di Kota Tani Utama. Pengembangan sarana

pendidikan adalah pembangunan Sekolah Menengah Kejuruan dengan keahlian

yang mendukung pengembangan kawasan agropolitan seperti keahlian bidang

pertanian, teknologi pertanian, dan industri pertanian.

5. Arahan pengembangan sumber daya manusia

Pengembangan sumber daya manusia (SDM) pertanian dapat ditempuh

melalui kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan baik sektor pertanian

maupun industri rumah tangga. Pengembangan SDM dilaksanakan agar SDM

mampu berkembang secara dinamis. SDM diharapkan mampu berinovasi,

berkreasi dan turut berpartisipasi dalam pengembangan kawasan agropolitan

seroja.

Rekomendasi

Agropolitan Sangat bagus dalam membantu masyarakat pedesaan karena

masyarakat petani tidak perlu pergi ke kota untuk mendapatkan pelayanan yang

berkaitan dengan produksi, pemasaran, sosial budaya dan kehidupan setiap hari

14

Page 17: Model Agribisnis

BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena

berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong

kegiatan pembangunan pertanian (agrobisnis) di wilayah sekitarnya.

Ciri-ciri dari kawasan agropolitan yaitu, sebagian besar kegiatan masyarakatnya

didominasi kegiatan pertanian, adanya keterkaitan kota dan desa yang bersifat

saling timbal balik, dan kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan sama

dengan perkotaan.

Kawasan Agropolitan Seroja merupakan kawasan yang dipilih oleh

Pemerintah Kabupaten Lumajang untuk menjadi kawasan strategis ekonomi.

Kawasan Agropolitan Seroja yang dapat digunakan sebagai lahan pertanian

memiliki luasan sebesar 7.920,26 Ha dengan komoditas unggulan berupa pisang,

durian, dan sukun. Kerjasama petani melalui kelompok tani yang mengadakan

kemitraan merupakan potensi dalam pengembangan kawasan agropolitan seroja.

Strategi dan arahan dalam pengembangan kawasan agropolitan dengan

melaksanakan pengembangan sub sistem agribisnis, pengenmbangan tata ruang

Kawasan Agropolitan Seroja, pengembangan sistem usaha tani konservasi untuk

mengatasi kepekaan longsor, infrastruktur pendukung agropolitan, dan

pengembangan sumber daya manusia.

15

Page 18: Model Agribisnis

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Agropolitan. https://id.wikipedia.org/wiki/Agropolitan (diakses tanggal 13 November 2015).

Bappeda Bandung. 2006. Kajian Konseptual Pengembangan Kawasan Agropolitan. Diunduh dari http://bapeda.bandungkab.go.id/index2.php?option=com_docman&task=doc_view&gid=119&Itemid=37 (diakses tanggal 13 November 2015).

Damayanti, Yusma. 2011. Bahan Ajar Pengantar Agribisnis 2. Fakultas Pertanian, Universitas Jambi. Jambi.

Deptan. 2002. Pedoman Pengelolaan Ruang Kawasan Sentra Produksi Pangan Nasional dan Daerah (Agropolitan). Diunduh dari http://www.penataanruang.net/taru/upload/nspk/pedoman/sentra_prod.pdf (diakses tanggal 13 November 2015).

Manik dkk. 2013. Kajian Pengembangan Kawasan Agropolitan Seroja Kabupaten Lumajang. Jurnal Tata Kota Daerah 5(1) : 65-75. Diunduh dari http://www.tatakota.ub.ac.id/index.php/tatakota/article/view/159/156 (diakses tanggal 13 November 2015)

Suhuri. 2008. Model Evaluasi Pembelajaran Bahasa Inggris SMA. Diunduh dari http://www.damandiri.or.id/file/abdwahidchairulahunairbab2.pdf (diakses tanggal 13 November 2015).

16