modul EPIDEMIOLOGI

30
BAB X SISTEM SURVEILANS 10.1. Definisi Dalam epidemiologi telah lama dipakai istilah “Surveilance” mula-mula arti yang diberikan kepada “Surveilance” ialah satu macam observaasi dari seorang atau orang-orang yang disangka menderita suatu penyakit menular dengan cara mengadakan berupaa pengawasan medis, tanpa mengaawasi beberapa kebebasan bergerak dari oraang atau orang- orang yang bersangkutan. Observasi ini terutama dilakukan pada penderita-penderia penyakit menular yang berbahaya seperti kolera, pes, cacar, dan sifilis. Lamanya observasi sama dengan masa tunas penyakit yang bersangkutan. Maksud sebenarnya dari pengamatan seperti ini ialah supaya dengan segera dapat memberi pengobatan dan isolasi terhadap penyakit yang timbul pada kasus-kasus yang dicurigai itu. Arti dari “Surveilance” berkembang dan lebih meluas jangkauannya. Mulai tahun 1950 istilah “Surveilance” dipakai dalam hubungan suatu penyakit seluruhnya dan bukan pada penderita saja. Pada waktu mulai dijalankan program-program pemberantasan penyakit, penyakit malaria, patek, cacar dan “urban yellow fever”. Cara untuk mengetahui kemajuan dari program-program tersebut dengan melihaat menurunnya jumlah perisriwa dan dimana terdapat peristiwa-peristiwa tersebut. Karena “Surveillance” ini memerlukan epidemiologi, mak kemudia

description

EPIDEMIOLOGI, MODUL, ANALIS KESEHATAN, REKAM MEDIS, KESEHATAN

Transcript of modul EPIDEMIOLOGI

Page 1: modul EPIDEMIOLOGI

BAB X

SISTEM SURVEILANS

10.1. Definisi

Dalam epidemiologi telah lama dipakai istilah “Surveilance” mula-mula arti yang

diberikan kepada “Surveilance” ialah satu macam observaasi dari seorang atau orang-orang

yang disangka menderita suatu penyakit menular dengan cara mengadakan berupaa

pengawasan medis, tanpa mengaawasi beberapa kebebasan bergerak dari oraang atau orang-

orang yang bersangkutan. Observasi ini terutama dilakukan pada penderita-penderia penyakit

menular yang berbahaya seperti kolera, pes, cacar, dan sifilis. Lamanya observasi sama

dengan masa tunas penyakit yang bersangkutan. Maksud sebenarnya dari pengamatan seperti

ini ialah supaya dengan segera dapat memberi pengobatan dan isolasi terhadap penyakit yang

timbul pada kasus-kasus yang dicurigai itu.

Arti dari “Surveilance” berkembang dan lebih meluas jangkauannya. Mulai tahun 1950

istilah “Surveilance” dipakai dalam hubungan suatu penyakit seluruhnya dan bukan pada

penderita saja. Pada waktu mulai dijalankan program-program pemberantasan penyakit,

penyakit malaria, patek, cacar dan “urban yellow fever”. Cara untuk mengetahui kemajuan

dari program-program tersebut dengan melihaat menurunnya jumlah perisriwa dan dimana

terdapat peristiwa-peristiwa tersebut. Karena “Surveillance” ini memerlukan epidemiologi,

mak kemudia ia disebut “Epidemiological Surveillance”, yang dalam bahasa Indonesia

diterjemahkan menjadi Surveilens Epidemiologi.

Menurut WHO (2004), surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis

dan interpretasi data secara sistemik dan terus meneurs serta penyebaran informasi kepada

unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Berdasarkan definisi diatas dapat

diketahui bahwa surveilans adalah suatu kegiatan pengamatan penyakit yang dilakukan

secara terus-menerus dan sistematis terhadap kejadian dan distribusi penyakit serta faktor-

faktor yang mempengaruhinya pada masyarakat sehingga dapat dilakukan penanggulangan

untuk dapat mengambil tindakan efektif.

Page 2: modul EPIDEMIOLOGI

10.2. Tujuan Surveilans

Secara umum surveilans bertujuan untuk pencegahan dan pengendalian penyakit dalam

masyarakat sebagai upaya deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya kejadian luar biasa

(KLB), memperoleh informasi yang diperlukan bagi perencanaan dalam hal pencegahan,

penanggulangan maupun pemberantasanya pada berbagai tingkat administrasi (Depkes RI,

2004a).

10.3. Komponen Surveilans

Komponen-komponen kegiatan surveilans menurut Depkes. RI, (2004) seperti dibawah

ini:

1) Pengumpulan data, data yang dikumpulkan adalah data epidemiologi yang jelas, tepat dan

ada hubungannya dengan penyakit yang bersaangkutan. Tujuan dari pengumpulan data

epidemiologi adalah: untuk menentukan kelompok populasi yang mempunyai resiko

terbesar terhadap serangan penyakit; untuk menentukan reservoir dari infeksi; untuk

menentukan jenis dari penyebab penyakit dan karakteristiknya; untuk memastikan

keadaan yang dapat menyebabkan berlangsungnya transmisi penyakit; untuk mencatat

penyakit secara keseluruhan; untuk memastikan sifat dasar suatu wabah, sumbernya, cara

penularannya dan seberapa jauh penyebarannya.

2) Kompilasi, analisis, dan interpretasi data. Data yang terkumpul selanjutnya dikompilasi,

dianalisis berdasarkan orang, tempat dan waktu. Analisa dapat berupa teks tabel, grafik

dan spot map sehingga mudah dibaca dan merupakan informasi yang akurat. Dari hasil

analisis dan interpretasi selanjutnya dibuat saran bagaimana menentukan tindakan dalam

menghadapi masalah yang baru.

3) Penyebaran hasil analisis dan hasil interpretasi data. Hasil analisi dan pmterpretasi data

digunakan untuk unit-unit kesehatan setempat guna menentukaan tindak lanjut dan

disebarluaskan ke unit terkait antara lain berupa laporan kepada atasan atau kepada lintas

sektor yang terkait sebagai informasi lebih lanjut.

Page 3: modul EPIDEMIOLOGI

10.4. Aktifitas Inti Surveilans

Aktivitas surveilans kesehatan masyarakat meliputi delapan aktivitas inti (McNabb. et

al., 2002), yaitu:

1) Pendeteksian kasus (case detection): proses mengidentifikasi peristiwa atau keadaan

kesehatan. Unit sumber data menyediakan data yang diperlukan dalam penyelenggaraan

surveilans epidemiologi termasuk rumah sakit, puskesmas, laboratorium, unit penelitian,

unit program-sektor dan unit statistik lainnya.

2) Pencatatan kasus (registration): proses pencatatan kasus hasil identifikasi peristiwa atau

keadaan kesehatan.

3) Konfirmasi (confirmation): evaluasi dari ukuran-ukuran epidemiologi saampai pada hasil

pencobaan laboratorium.

4) Pelaporan (reporting): data, informasi dan rekomendasi sebagai hasil kegiatan surveilans

epidemiologi disampaikan kepada pihak-pihak yang dapat melakukan tindakan

penanggulangan penyakit atau upaya peningkatan program kesehatan, pusat penelitian dan

pusat kajian serta pertukaran data dalam jejaring surveilans epidemiologi. Pengumpulan

data kasus pasien dari tingkat yang lebih rendah dilaporkan kepadaa fasilitas kesehatan

yang lebih tinggi seperti lingkup daerah atau nasional.

5) Analisis data (data analysis): analisis terhadap data-data dan angka-angka dan

menentukan indikator terhadap tindakan.

6) Respon segera/kesiapsiagaan wabah (epidemic preparedness) kesiapsiagaan dalam

menghadapi wabah/kejadian luar biasa.

7) Respon terencana (response and control): system pengawasan kesehatan masyarakat

hanya dapat digunakan jika data yang ada bisa digunakan dalam peringatan dini dan

munculnya masalah dalam kesehatan masyarakat.

8) Umpan balik (feedback): berfungsi penting dari semua system pengawasan, alur pesan dan

informasi kembali ke tingkat yang lebih rendah dari tingkat yang lebih tinggi.

10.5. Kegunaan Surveilans Epidemiologi

Surveilans epidemiologi mempunyai beberapa kegunaan (Depkes RI, 1997) yaitu:

1) Mengidentifikasi adanya kejadian luar biasa, epidemic dan untuk memastikan tindakan

pengendalian secaraa berhasil guna yang dapat dilaksanakan.

Page 4: modul EPIDEMIOLOGI

2) Memantau pelaksanaan dan daya guna program pengendalian khusus dengan

memperbandingkan besarnya masalah sebelum dan sesudah pelaksanaan program.

3) Membantu menetapkan masalah kesehatan prioritas sasaran program pada tahap

perencaan program.

4) Mengidentifikasi kelompok resiko tinggi menurut umur, pekerjaan, tempat tinggal

diimana masalah kesehatan sering terjadi dan variasi terjadinya dari waktu ke waktu,

menambah pemahaman mengenai vector penyakit, reservoir binatang dan cata serta

dinamika penularan penyakit menular.

10.6. Syarat-syarat Sistem Surveilans yang Baik

Syarat-syarat system surveilans yang baik hendaknya memenuhi karakteristik sebagai

berikut (Romaguera, 2000):

a. Kesederhanaan (Simplicity)

Kesederhanaan system surveilans menyangkur struktur dan pengorganisasian system.

Besar dan jenis informasi yang diperlukan untuk menunjang diagnosis, sumber pelopor,

cara pengiriman data, organisasi yang menerima laporan, kebutuhan pelatihan staf,

pengolahan dan analisa data perlu dirancing agar tidak membutuhkan sumber daya yang

terlalu besar dan prosedur yang terlalu rumit.

b. Fleksibilitas (Flexibility)

System surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri dalam mengatasi perubahan-

perubahan informasi yang dibutuhkan atau kondisi operasional tanpa memerlukan

peningkatan yang berarti akan kebutuhan biaya, waktu dan tenaga.

c. Dapat diterima (Acceptability)

Penerimaan terhadap sistem surveilans tercermin dari tingkat partisipasi individu,

organisasi dan lembaga kesehatan. Interaksi sistem dengan mereka yang terlibat, termasuk

pasien atau kasus yang terdeteksi dan petugas yang melakukan diagnosis pelaporan sangat

berpengaruh terhadap keberhasilan sistem tersebut. Beberapa indicator penerimaan

terhadap sistem surveilans adalah jumlah proporsi para pelapor, kelengkapan pengisian

formulir pelaporan dan ketepatan waktu pelaporan. Tingkat partisipasi dalam sistem

surveilans dipengaruhi oleh pentingnya kejadian kesehatan yang dipantau, pengakuan atas

kontribusi mereka yang terlibat dalam sistem, tanggapan sistem terhadap saran atau

Page 5: modul EPIDEMIOLOGI

mereka yang terlibat dalam sistem, tanggapan sistem terhadap saran atau komentar, beban

sumber daya yang tersedia, adanya peraturan dan perundangan yang dijalankan dengan

tepat.

d. Sensitivitas (Sensitivity)

Sensitivitas suatu surveilans dapat dinilai dari kemampuan mendeteksi kejadian kasus-

kasus penyakit atau kondisi kesehatan yang dipantau dan kemampuan mengidentifikasi

adanya KLB.

Faktor-faktor yang berpengaruh adalah:

1) Proporsi penderita yang berobat ke pelayanan kesehatan

2) Kemampuan mendiagnosa secara benar dan kemungkinan kasus yang terdiagnosa akan

dilaporkan

3) Keakuratan data yang dilaporkan.

e. Nilai Prediktif Positif (Positive Predictive Value)

Nilai Prediktif Positif adalah proporsi dari yang diidentifikasi sebagai kasus, yang

kenyataannya memang menderit penyakit atau kondisi kasus, yang kenyataanya memang

menderita penyakit atau kondisi sasaran surveilans. Nilai Predikitf Positif

menggambarkan sensitivitas dan spesifisitas serta prevalensi.insidensi penyakit atau

masalah kesehatan di masyarakat.

f. Representatif (Representatie)

Sistem surveilans yang represntatif mampu mendeskripsikan secara akurat distribusi

kejadian penyakit menurut karakteristik orang, waktu dan tempat. Kualitas data

merupakan karakteristik sistem surveilans yang representative. Data surveilans tidak

sekedar pemecahan kasus-kasus tetapi juga diskripsi atau cirri-ciri demografik dan

informasi mengenai faktor resiko yang penting.

g. Tepat Waktu

Ketepatan waktu suatu sistem surveilans dipengaruhi oleh ketepatan dan kecepatan mulai

dari proses pengumpulan data, pengolahan analisa dan interpretasi data serta

penyebarluasan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pelaporan penyakit-

penyakit tertentu perlu dilakukan dengan tepat dan cepat agar dapat dikendalikan secara

efektif atau tidak meluas sehingga membahayakn masyarakat. Ketepatan waktu dalam

sistem surveilans dapat dinilai berdasarkan ketersediaan informasi untuk pengendalian

Page 6: modul EPIDEMIOLOGI

penyakit baik yang sifatnya segera maupun untuk perencanaan program dalam jangka

panjang. Tekhnologi komputer dapat sebgai faktor pendukung sistem surveilans dalam

ketepatan waktu penyediaan informasi.

10.7. Unsur-Unsur dari Surveilans Epidemiologi

Data yang harus dikumpulkan berasal dari bermacam-macam sumber dan berbeda-

beda diantara satu Negara dan Negara yang lain. sumber-sumber tersebut disebut unsur-unsur

Surveilens Epidemiologi.

Unsur-unsur Surveilens Epidemiologi untuk penyakit, khususnya penyakit menular

adalah sebagai berikut:

1) Pencatatan Kematian

Pencatatan Kematian yang dilakukan di tingkat desa dilaporkan ke Kantor Keluarahn

seterusnya ke Kantor Kecamatan dan Puskesmad dan dari Kantor Kecamatan dikirim ke

Kantor Kabupaten Daerah Tingkat II. Untuk meningkatkan kelengkapan data kematian

telah dilakukan Studi Epidemiologi Bekasi; dan studi Mortalitas di Jakarta. Pada

beberapa daerah tertentu Amil yaitu yang memandikan mayat berperan dalam

melaporkan kematian tertentu di desa-desa. Beberapa seminar di Indonesia telah

diadakan pula untuk menilai dan membahas usaha untuk meningkatkan kelengkapan

pencatatn kematian, yang validitasnya relative lebih baik karena didiagnosis oleh dokter.

Unsure ini akan bermanfaat bila data pada pencatatan kematian itu cepat diolah dan

hasilnya segera diberitahukan kepada yang berkepentingan.

2) Laporan Penyakit

Unsur ini penting untuk mengetahui distribusi penyakit menurut waktu, apakah

musiman, “cyclic, atau secular”. Dengan demikian kita mengetahui pula ukuran endemis

suatu penyakit. Bila terjadi lonjakan frekuensi penyakit melebihi ukuran endemis berarti

terjadi letusan pada daerah atau lokasi tertentu. Macam data yang diperlukan

sesederhana mungkin,variabel “orang” cukup nama dan umurnya; variabel tempat,

cukup alamatnya. Tentu yang penting dicatat diagnose penyakit dan kapan mulai

timbulnya penyakit tersebut.

Page 7: modul EPIDEMIOLOGI

3) Laporan Wabah

Penyakit tersebut terjadi dalam bentuk wabah, misalnya keracunan makanan, influenza,

deman berdarah, dll. Laporan wabah dengan distribusi penyakit menurut waktu, tempat

dan orang, penting artinya untuk menganalisis dan menginterpretasikan data dalam

rangka mengetahui sumber dan penyebab wabah tersebut.

4) Pemeriksaan Laboratorium

Laboratorium merupakan suatu sarana yang penting untuk mengetahui kuman penyebab

penyakit menular dan pemeriksaan tertentu untuk penyakit-penyakit lainnya, misalnya

kadar gula darah untuk penyakit Diabtes Mellitus, dll.

5) Penyakit Kasus

Penyelidikan kasus dimaksudkan untuk mengetahui riwayat alamiah penyakit yang

belum umum diketahui yang trjadi pada seorang atau lebih individu.

6) Penyelidikan Wabah

Bila terjadi lonjakan frekuensi penyakit yang melebihi frekuensi biasa, maka perlu

diadakan penyelidikan di tempat dimana bila diadakan analisa data sekunder, dapat

diketahui terjadinya letusan tersebut. Dalam hal ini diperlukan diagnosa klisis, diagnose

laboratories disamping penyelidikan epidemi di lapangan.

7) Survey

Survey ialah suatu cara penelitian epidemiologi untuk mengetahui prevalesn penyakit.

Dengan ukuranini dikeahui luas masalah penyakit tersebut. Bila setelah disurvey

pertama dilakukan pengobatan terhadap penderia, maka dengan survey kedua dapat

ditentukan keberhasilan pengobatan tersebut.

8) Penyelidikan tentang Distribusi dari Vektor dan Reservoir Penyakit

Penyakit zoonosis terdapat manusia dan binatang; dalam hal ini binatang dan manusia

merupakan reservoir. Penyakit pada binatang diselidiki oleh dokter. Penyakit malaria

ditularkan oleh vector nyamuk anopheles, dan penyakit demam berdarah ditularkan oleh

vector Aedes Aegypti. Vector-vektor tersebut perlu diselidiki ahli entomologi untuk

mengetahui apakah mengandung kuman malaria, atau virus dari demam berdarah.

9) Penggunaan Obat-obatan, Sera dan Vaksin

Keterangan yang menyangkut penggunaan bahan-bahan tersebut, yaitu mengenai

banykanya, jenisnya dan waktunya memberi petunjuk kepada kita mengenai masalah

Page 8: modul EPIDEMIOLOGI

penyakit. Disamping itu dapat pula dikumpulkan keterangan mengenai efek sampingan

dari bahan-bahan tersebut.

10) Keterangan tentang Penduduk serta Lingkungan

Keterangan tentang penduduk penting untuk menetapkan “population at risk”.

Persediaan bahan makanan penting diketahui apakah ada hubungan dengan kekurangan

gizi, faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kependudukan dan lingkungan ini

perlu selalu dipikirkan dalam rangka analisa epidemiologis. Data atau keterangan

mengenai keperndudukan dan lingkungan itu tentu harus didapat di lembaga-lembaga

non kesehatan.

Dari 10 macam itu, seorang epidemiologis mendapat keterangan untuk mengetahui dan

melengkapi gambran epidemiologi suatu penyakit.

Tentu saja tidak semua (10) unsur itu digunakan untuk surveillens seluruh penyakit;

misalnya untuk cacar penting untuk no.1 dan no.2; untuk salmonella diperlukan unsur no.4;

harus dibedakan antara pengertian surveilens dan riset. Riset adalah usaha mencari informasi

baru dalam rangka pengobatan pencegahan dan prmosi kesehatan; dalam hal ini perlu dibuat

suatu disain penelitian yang bukan merupakan suatu kerja yang rutin, tetapi “Surveilens

Epidemiologi” merupakan suatu kegiatan yang rutin. Yang mungkin menghasilkaan

informasi yang biasa atau luar biasa. Bila terjadi hal yang “luar biasa”, disinilah letak

kepentingan Surveilens Epidemiologi itu.

Page 9: modul EPIDEMIOLOGI

BAB XI

STRATEGI PENGAMBILAN SAMPEL

11.1. Definisi Populasi dan Sampel

Pengambilan/ penarikan data penelitian bisa berasal dari populasi atau sampel.

1. Populasi dalam penelitian adalah setiap subjek (misalnya: manusia, pasien) yang

memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Contoh: semua pasien yan telah menjalani

operasi jantung di RS Harapan Kita Surabaya.

2. Sampel adalah bagian dari populasi yang dapat dipergunakan sebagai subjek

penelitian melalui sampling dan diharapkan bisa mewakili populasinya.

3. Sampling adalah proses menyeleksi populasi yang dapat mewakili populasi yang

ada.

4. Teknik sampling merupakan cara atau metode dalam menarik atau mengambil

sampel dari populasinya, sehingga sampel tersebut dapat valid (sah) dan reliabel

(dapat diandalkan) dalam mewakili populasinya.

11.2. Syarat-Syarat Sampel

Adapun syarat-syarat sampel adalah sebagai berikut:

1. Representatif

Sampel yang representative adalah sampel yang dapat mewakili populasi yang

ada. Untuk memperoleh hasil/ kesimpulan penelitian yang menggambarkan keadaan

populasi penelitian, maka sampel yang diambil harus mewakili populasi yang ada.

Untuk itu dalam “Sampling” harus direncanakan dan jangan asal mengambil.

Misalnya, kita ingin meneliti hubungan pengetahuan pasien dan ketatan diet pada

pasien Diabetes. Dasar pendidikan pasien ada yang tidak sekolah, tidak lulus SD,

lulus SD, SMP, SMU, akademi, perguruan Tinggi, dll. Semua tingkat pendidikan

tersebut harus terdapat dalam sampel, istilahnya terwakili dalam sampel penelitian.

2. Sampel harus cukup banyak

“The more sample, the representativeness the result of the research will be”.

Meskipun keseluruhan lapisan populasi telah terwakili, kalau jumlahnya kurang

memenuhi, maka kesimpulan hasil penelitian kurang, atau bahkan tidak bisa

memberikan gambaran tentang populasi yang sesungguhnya. Sebenarnya tidak ada

Page 10: modul EPIDEMIOLOGI

pedoman umum yang digunakan untuk menentukan besarnya sampel untuk suatu

penelitian. Besar kecilnya jumlah sample sangat dipengaruhi oleh desain dan

ketersediaan subjek dari penelitian itu sendiri. Polit dan Hungler (1993) menyatakan

bahwa semakin besar sample semakin baik dan representative hasil yang diperoleh.

Dengan kata lain semakin besar sample, semakin mengurangi angka kesalahan.

Makin kecil jumlah populasi, presentasi sample harus semakin besar.

11.3. Penentuan Besarnya Sampel

Menentukan ukuran sampel minimum (n minimal) bisa dilakukan melalui 2 cara, yaitu:

a. Cara Statistik

Menggunakan rumus srtatistik tertentu yang bervariasi, bergantung pada banyak

fator (seperti parameter yang akan diteliti, parameter yang diketahui, alat anaalisis

statistic yang digunakan, teknik sampling yang digunakan, dll). Mengingat tingkat

kesulitanyya, cara ini relative jarang digunakan dan cenderung dihindari oleh

mahasiswa.

Apabila jumlah anggota dari populasi (N) diketahui (besar populaasi <1000),

besarnya sampel (n) dapat diperoleh dengan cara:

n= N . z2 p . qd2 ( N−1 )+z2 . p . q

n= N

1+N (d)2

(Dikutip dari Zainuddin M, 2000)

Keterangan :

n = Perkiraan jumlah sampel

N = Perkiraan besar populasi

Z = Nilai standar normal untuk α= 0,05 (1,96)

p = Perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggaap 50%

q = 1-p (100%-p)

D = Tingkat kesalahan yang dipilih (d=0,05)

Page 11: modul EPIDEMIOLOGI

Contoh: (N = 48 orang)

¿48(1,96)2 .0,5 .0,5

{(0,05)2 (48−1 ) }+{ (1,96 )2 .0,5 .0,5 }=42,7=43 Responden

Penentuan dengan rumus tersebut daiatas tidak mutlak, khususnya jika tujuan

penelitian tidak untuk generalisasi.

b. Cara non Statistik

Mengguunakan asumsi tertentu, biasanya:

1. Pendapat pakar statistic tentang ukuran sampel

Contoh:

1) Jika besar populasi > 1000, maka sampel bisa diambil 10%-20%

2) Jika besar populasi ≤ 1000, maka sampel bisa diambil 20-30%

2. Adanya keterbatasan sumber daya; BTW (Biaya, Tenaga, Waktu)

Selama cara ini tetap memenuhi syarat validitasnya, maka bisa digunakan oleh

para peneliti, sehingga cara ini relative banyak digunakan mahasiswa

khususnya dalam penelitian studi kasus.

11.4. Teknik/Prosedur Sampling

Cara pengambilan sampel dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: probability sampling

dan non probability sampling.

a. Probability Sampling (Bersifat Random)

Prinsip utama dari probability sampling adalah bahwaa setiap subjek daalam

populasi mempunyai kesempatan untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai sampel.

Setiap bagian populasi yang representative. Dengan menggunakan random

sampling, peneliti tidak bisa memutuskan bahwa X lebih baik daripada Y untuk

penelitian. Demikian juga, peneliti tidak bisa mengikutkan orang yang telah dipilih

sebagai subjek, karena mereka tidak setuju, tidak senang dengan subjek aatau sulit

untuk dillibatkan.

1) Simple Random Sampling

Pemilihaan sampel dengan cara ini merupakan jenis probabilitas yang pasling

sederhana. Untuk mencapai sampling ini, setiap elemen diseleksi secara

random (acak). Jika sampling frame kecil, nama bisa ditulis secarik kertas,

Page 12: modul EPIDEMIOLOGI

diletakkan di kotak, diaduk dan diambil secara acak acak setelah semuanya

terkumpul. Misalnya, kita ingin mengambil sampel 30 orang dari 100 populasi

yang tersedia, maka secara acak kita mengambil 30 sampel melalui lemparan

dadu atau secara acak kita mengambil 30 sampel melalui lemparan dadu atau

pengambilan nomor yang telah ditulis.

2) Stratified Random Sampling

Stratified artinya strata atau kedudukan subjek (seseorang) di masyarakat.

Jenis sampling ini dipergunakan peneliti untuk mengetahui beberapa variabel

pada populasi yang merupakan hal yang penting untuk mencapai sampel

representative. Misalnya jika kita merencanakaan ada 100 sampel, peneliti

mengelompokkan 25 subjek dengan tingkat pendidikan: tidak sekolah dan SD

tidak tamat; dasar (SD dan SMP); SLTA: dan perguruan tinggi. Pada jenis

sampling ini harus diyakinkan baahwa variabel yang diidentifikasi akan

mewakili populasi.

3) Cluster Random Sampling

Cluster berarti pengelompokkan sampel berdasarkan wilayah atau lokasi

populasi. Jenis sampling ini dapat dipergunakan dalam dua situasi. Pertama

jika simple random sampling tidak memungkinkan karena alasan jarak dan

biaya; kedua peneliti tidak mengetahui alamat dari populaso secara pasti dan

tidak memungkinkan menyusun sampling frame. Misalnya, peneliti ingin

meneliti anak yang mengalami stress berdasarkaan tempat pasien dirawat (di

rumah sakit A, B, C) dimana tempat tersebut mempunyai karakteristik yang

berbeda.

4) Systematic Random Sampling

Pengambilaan sampel secara sistematik dapat dilaksanakan jika tersedia daftar

subjek yang dibutuhkan. Jika jumlah populasi adalah N= 1200 dan sampel

yang dipilih= 50, maka setiap kelipatan 24 orang akan menjaadi sampel

((1200:50) = 24). Maka sampel yang dipilih didasarkan pada nomor kelipatan

24, yaitu sampel no. 24, 28, dan seterusnya.

Page 13: modul EPIDEMIOLOGI

b. Nonprobability Sampling (Tidaak Bersifat Random)

1) Purposive Sampling

Purposive Sampling disebut juga judgement sampling. Adalah suatu teknik

penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai

dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga

sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal

sebelumnya. Misal, kita ingin meneliti peran keluarga dalam perawatan pasien

yang mempunyai anak dengan skizofrenia.

2) Consecutive Sampling

Pemilihan sampel dengan consecutive (berurutan) adalah pemilihan sampel

dengan menetapkan subjek yang memenuuhi kriteria penelitian dimasukkan

dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah pasien yang

diperlukan terpenuhi (Sastroasmoo dan Ismail, 1999:45). Jenis sampling ini

merupakan jenis non-probability sampling yang terbaik dan cara yang agak

mudah. Uuntuk dapa menyerupai probability sampling, dapat diupayakan

dengan menambahkan jangka waktu pemilihan pasien. Misalnya, terjadinya

wabah demam berdarah selama kurun waktu tertentu di mana waktu tersebut

menunjukkan terjadinya puncak insiden demam berdarah, jenis sampling ini

sering dipergunakan pada penelitian epidemiologi di komunitas.

3) Convenience Sampling

Pemilihaan sampel convenience adalah cara peneteapan sampel dengan

mencari subjek atas dasar hal-hal yang menyenangkan atau mengenakan

peneliti. Sampling ini dipilih apabila kurangnya pendekatan dan tidak

memungkinakan untuk mengontrol bias. Subje dijadikan sampel karena

kebetulan dijumpai di tempat dan waktu secara bersamaan pada pengumpulan

data. Pada cara ini sampel diambil tanpa sistematika tertentu, sehingga tidak

dapat dianggap mewakili populasi sumber, apalagi pipulasi targe. Misalnya,

pada waktu peneliti praktik di ruangan kebetulan menjumpai pasien yang

diperlukan (sesuai masalah penelitiaan), maka peneliti langsung menetapkan

subjek tersebut untuk diambil datanya. Kemudian peneliti cuti dan tidak

Page 14: modul EPIDEMIOLOGI

melanjutkan. Setelah beberapa lama, peneliti melanjutkan lagi penelitian

subjek, digunakan seterusnya.

4) Quota Sampling (judgement sampling)

Teknik penentuaan sampel dalam kuota menetapkan setiap strata populasi

berdasarkan tanda-tanda yang mempunyai pengaruh terbesar variabel yang

akan diselidiki. Quota artinya enetapan subjek berdasarkan kapasitas/daya

tamping yang diperlukan dalam penelitian. Misal, dalam suatu penelitian

didapatkan adanya 50 populasi yang tersedia, peneliti menetapkan kuota 40

subjek untuk dijadikan sampel maka jumlah tersebut dinamakan kuota.

Page 15: modul EPIDEMIOLOGI

BAB XII

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR (PM)

12.1. Definisi Penyakit Menular

Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan (berpindah dari orang yang

satu ke orang yang lain, baik secara langsung maupun melakukan perantara). Penyakit

menular ini ditandai dengan adanya (hadirnya) aden atau penyebab penyaakit yang hidup dan

dapat berpindah.

Suatu penyakit dapat menular dari orang yang sau kepada yang lain ditentukan oleh 3 faktor

tersebut diatas, yakni:

a. Agen (penyebab penyakit)

b. Host (induk semang)

c. Route of transmission (jalannya penularan)

Apabila diumpamakan berkembangnya suatu tanaman, dapat diumpamakan sebagai biji

(agen), tanah (host) dan iklim (route of transmission).

12.2. Agen-Agen Infeksi (Etiologi/Penyebab Infeksi)

Makhluk hidup sebagai pemegang peranan penting didalam epidemiologi yang

merupakan etiologi/penyebab penyaakit dapat dikelompokka menjadi:

a. Golongan virus, misalnya influenza, trachoma, cacar, dan sebagainya.

b. Golongan riketsia, misalnya thypus.

c. Golongan bakteri, misalnya disentri.

d. Golongan protozoa, misalnya malaria, filarial, schistosoma dan sebagainya.

e. Golongan jamur, yakni bermacam-macam panu, kurap dan sebagainya.

f. Golongan cacing, yaakni bermcam-macam cacing perut seperti ascaris (cacing

gelang), cacing kremi, cacing pita, cacing tambang dan sebagainya.

Agar supaya agen atau penyebab penyakit menular ini tetap hidup (survive) maka perlu

persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

a. Berkembang biak

b. Bergerak atau berpindah dari induk semang

c. Mencapai induk semang baru

Page 16: modul EPIDEMIOLOGI

d. Menginfeksi induk semang baru tersebut

Kemampuan agen penyakit ini untuk tetap hidup pada lingkungan manusai aadalah suatu

faktor penting didalam epidemiologi infeksi. Setiap bibit penyakit (penyebab penyakit)

mempuyai habitat sendiri-sendiri sehingga ia dapat tetap hidup.

12.3. Reservoar

Istilah reservoar diartikan sebagaai berikut:

1. Habitat dimana bibit penyaakit tersebut hidup dan berkembang

2. Survival dimana bibit penyakit tersebut sangat tergantung pada habita sehingga ia dapat

tetap hidup.

Reservoar tersebut dapat berupa manusia, binatang atau benda-benda mati.

a. Reservoar didalam Manusia

Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoar didalam tubuh mansuai antara lain

campak (measies), cacar air (smali pox), typhus (typhoid), menjadi kasus yang aktif dan

carrier.

1) Carrier

Carrier adalah orang yang mempunyai bibit penyakit didalam tubuhnya tanpa

menunjukkan adanya gejala penyakit tetapi orang tersebut dapat menularkan

penyakitnya kepada orang lain. Convalescant carriers adalah orang yang masih

mengandung bibit penyakit setelah sembuh dari suatu penyaakit.

Carriers adalah sangat penting dalaam epidemiologi penyakit-penyakit polio,

typhoid, meningococal meningitis dan amoebiasis. Hal ini disebabkan karena:

a. Jumlah (banyaknya carriers jaauh lebih banyak daripada orang yang saakitnya

sendiri)

b. Carriers maupun orang yang ditulari sama sekali tidak tahu bahwa mereka

menderita / kena penyakit.

c. Carriers tidak menurunkan kesehatannya karena masih dapat melakukan

pekerjaan sehari-hari.

d. Carriers mungkin sebagai sumber infeksi untuk jangka waktu yang relatif lama.

Page 17: modul EPIDEMIOLOGI

b. Reservoar pada Binatang

Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoar pada binatang pada umumnya adalah

penyaakit zoonosis. Zoonosis adalah penyait pada binatang vetebrata yang dapat meular

pada manusia. Penularan penyakit-penyakit pada binatang ini melalui berbagaai dara,

yakni:

1. Orang makan daging binatang yang menderita penyakit, misalnya cacing pita.

2. Melalui gigitan binatang sebagai vektornya, misalnya pes melalui pinjal tikus.

3. Malaria, filariasis, demam berdarah melalui gigtan nyamuk.

4. Binatang penderita penyaakit langsung menggigit orang misalnya rabies

c. Benda-Benda Mati sebagi Reservoar

Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoaar pada benda-benda mati pada dasarnya

adalah saprofit hidup dalam tanah. Pada umumnya bibit penyakit ini berkembang biaak

pada lingkungan yang cocok untuknya. Oleh karena itu bilaa terjadi perubahan

temperature atau kelembaaban dari kondisi dimanaa ia dapat hidup maka ia

berkembang iak dan siap infektif. Contoh clostridium tetani penyebab tetanus,

C.botulinum penyebaab keracunan makanan dan sebagainya.

12.4. Sumber Infeksi dan Penyebaran Penyakit (Portal or Entry and Exit)

Sumber infeksi adalah semua bemdaa termasuk orang atau binatang yang dapat

melewatkn/menyebabkan penyakit pada orang. Sumber penyakit ini mencakup juga

reservoar seperti telah dijelaskan sebelumnya.

Dalam proses perjalanan penyakit, kuman memulai aksinya dengan memasuki pintu

masuk tertentu (portal of entry) calon pendertia baru dan kemudian jika ingin berpindah ke

penderita baru lagi akan keluar melalui pintu tertentu (portal of exit).

Pengetahuan tentang jalan masuk ini penting untuk epidemiologi karena dengan

pengetahuan itu dapat dilakukan penghadangan perjalanan kuman masuk ke dalam tubuh

manusia, misalnya cacing yang akan masuk melalui mulut diegah dengan upaya cuci tangan

sebelum makan. Sedangkan pengetahuan tentang jalan keluar bermanfaat untuk

menemukan kuman untuk identifikasi atau diagnosis, misalnya kuman TBC keluar melalui

batuk maka penemuan kuman TBC dilakukan dengan penangkapan kumannya di

batuk/dahaknya.

Page 18: modul EPIDEMIOLOGI

12.5. Macam-Macam Penularan (Mode of Transmission)

Mode penularan adalah suatu mekanisme dimana agen /penyebab penyakit tersebut

ditularkan dari orang ke orang lain atau dari reservoar kepada induk semang baru.

Penularan ini melalui berbagai cara antara lain:

1. Kontak (Contact)

Kontak disini data terjadi kontak langsung maupun kontak tidak langsuung

melalui benda-benda yang terkontaminasi. Penyakit-penyakit yang ditularkan

melalui kontak langsung ini pada umumnya terjadi pada masyarakat yang hidup

berjubel. Oleh karena itu lebih cenderung terjadi di kota daripada di desa yang

penduduknya masih jarang.

2. Inhalasi (Inhalation)

Yaitu penularan melalui udara/pernapasan. Oleh karena itu ventilasi tumah yang

kurang berjejalan (over crowding) dan tempat-tempat umum adalah faktor yang

sangat penting didalam epidemiologi penyaakit ini. Penyakit yang ditularkan

melalui dara ini sering disebut air borne infection (penyakit yang ditularkan

melalui udara).

3. Infeksi

Penularan melalui tangan, makanan dan minuman.

4. Penetrasi pada Kulit

Hal ini dapat langsung oleh organisme itu sedniri. Penetrasi pada kulit misalnya

cacing tambang, melalui gigitan vector misalnya malaria atau melalui luka,

misalnya tetanus.

5. Infeksi Melalui Plasenta

Yakni infeksi yang diperoleh melalui plasenta dari ibu penderita penyakit pada

waktu mengandung, misalnya syphilis dan toxoplasmosis.

12.6. Faktor Induk Semang (Host)

Terjadinya suatu penyakit (infeksi) ada seseorang ditentukan pula oleh faktor-faktor

yang ada pada induk semang itu sendiri. Dengan perkataan lain penyakit-penyakit dapat

terjadi pada seseorang tergantung/ditentukan oleh kekebalan/resistensi orang yang

bersangkutan.

Page 19: modul EPIDEMIOLOGI

12.7. Pencegahaan dan Penanggulangan Penyakit Menular

Untuk pencegahan dan penanggulangaan ini ada 3 pendekatan atau cara yang dapat

dilakukan:

1. Eliminasi Reservoir (Sumber Penyakit)

Eliminasi reservoir manusia sebagai sumber penyebarann penyakit dapat

dilakukan dengan:

a. Mengisolasi penderita (pasien), yaitu menempatkan pasien di tempat yang

khusus untuk mengurangi kontak dengan oraang lain.

b. Karantina adalah membatasi ruang gerak penderita dan menempatkannya

bersama-sama penderita lain yang sejenis pada tempat yang khusus didesain

untuk itu. Biasanya dalam waktu yang lama, misalnya karantina untuk

penderita kusta.

2. Memutus Mata Rantai Penularan

Meningkatkan sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan adalah merupakan

usaha yang penting untuk memutus hubunga atau mata rantai penularan penyakit

menular.

3. Melindungi Oraang-Orang (Kelompo) Rentan

Bayi dan anak balita adalah merupakan kelompok usia yang rentan terhadap

penyakit menular. Kelompok usia yang rentan ini perlu lindungan khusus

(specific protection) dengan imunisasi baik imunisasi aktif maupun pasif. Obat-

obat profilaksis tertentu juga dapat mencegah penyakit malaria, meningitis dan

disentri baksilus. Pada anak usia muda, gizi yang kurang akan menyebabkan

kerentanan pada anak tersbut. Oleh sbab itu, meningkatkan gizi anak adalah juga

merupakan usaha pencegahan penyakit infeksi pada anak.

12.8. Perbandingan Karakteristik Penyakit Menular dan Tidak Menular

PENYAKIT MENULAR (PM) PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM)

1. Banyak ditemui di Negara berkembang

2. Rantai penularan yang jelas

3. Perlangsungan akut

4. Etiologi mikroorganisme jelas

1. Ditemui di Negara industry

2. Tidak ada rantai penularan

3. Perlangsungan kronik

4. Etiologi tidak jelas

Page 20: modul EPIDEMIOLOGI

5. Bersifat single-kausa

6. Diagnosis mudah

7. Agak mudah mencari penyebabnya

8. Biaya relatif murah

9. Jelas muncul di permukaan

10. Morbiditas dan mortalitasnya cenderung

menurun.

5. Biasanya multiple-kausa

6. Diagnosa sulit

7. Sulit mencari penyebabnya

8. Biaya mahal

9. Ada iceberg phenomen

10. Morbiditas dan mortalitas cenderung

meningkat.

Tabel 1. Perbandingan Penyakit Menular & Tidak Menular