MODUL PELATIHAN SUPERVISI KEPALA RUANG MODEL...
Transcript of MODUL PELATIHAN SUPERVISI KEPALA RUANG MODEL...
MODUL
PELATIHAN SUPERVISI KEPALA RUANG MODEL
PROCTOR UNTUK MENINGKATKAN PATIENT SAFETY
PERAWAT
Penyusun:
Sri Hananto Ponco Nugroho
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES MUHAMMADIYAH LAMONGAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala terselesaikanya
modul Supervisi Keperawatan Model Proctor ini. Buku ini merupakan
pedoman kegiatan pelatihan supervisi dalam rangka penelitian
Penerapan Supervisi Oleh Kepala Ruang Untuk Peningkatan
Pelaksanaan Patient Safety.
Penyusunan pedoman ini dimaksudkan untuk dipakai sebagai
acuan pelaksanaan pelatihan agar tujuan pembelajaran dapat capai dan
sebagai media belajar bagi peserta pelatihan.
Ucapan terima kasih buat semua pihak yang ikut berkontribusi
dalam penyusunan modul ini. Semoga modul ini bermanfaat untuk
meningkatkan pelayanan keperawatan di Rumah Sakit dan pelayanan
kesehatan lainnya, dan sudah sepantasnya perawat mendapatkan
penghargaan yang sesuai dengan kontribusi terhadap pelayanan yang
berkualitas.
Penulis
RENCANA PEMBELAJARAN
SUPERVISI KEPALA RUANG MODEL PROCTOR
TERHADAP PATIENT SAFETY PERAWAT
A. Pendahuluan
Mutu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh kualitas proses
pemberian layanan kesehatan, sarana fisik, jenis tenaga yang
tersedia, obat, alat kesehatan, sarana penunjang lainnya dan
kompensasi yang diterima serta harapan masyarakat pengguna
layanan. Pengguna pelayanan kesehatan dalam hal ini
masyarakat, semakin kritis dan menuntut bentuk pelayanan
kesehatan yang berkualitas dan aman serta terjangkau dirumah
sakit pemerintah maupun swasta.Pelayanan yang berkualitas
didukung oleh sumber-sumber yang memadai diantaranya
sumberdaya manusia, standar pelayanan dan fasilitas yang memadai
Supervisi menjadi bagian penting dalam rangka menjamin
kualitas pelayanan keperawatan, merupakan bagian dari fungsi
penggerak (directing) dalam fungsi manajemen sebagai cara efektif
untuk mencapai tujuan disuatu tatanan pelayanan di rumah sakit
termasuk tatanan pelayana keperawatan. Untuk mengelola pelayanan
keperawatan termasuk tenaga keperawatan dibutuhkan
kemampuan ilmu manajemen dari seorang pimpinan perawatan. Oleh
karena itu sebagai seorang manajer keperawatan dan sebagai
perawat profesional diharapkan mempunyai kemampuan dalam
supervisi keperawatan.
Kegiatan supervisi bukan hanya mengawasi dan mengamati
apakah seluruh staf keperawatan menjalankan tugas dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan instruksi atau ketentuan yang telah
digariskan, tetapi supervisi dimaknai sebagai proses pemberian
sumber-sumber yang dibutuhkan perawat untuk penyelesaian
tugas dalam rangka pencapaian tujuan. Dengan demikian supervisi
tidak hanya melihat tetapi juga berperan sebagai upaya memberikan
dorongan bagi pengembangan diri dan professional dari staf (Davis
dan Burke 2011).
Tujuan supervisi adalah pemenuhan dan peningkatan
kepuasan pelayanan pada pasien dan keluarganya, sehingga tujuan
supervisi bisa di fokuskan pada kebutuhan, ketrampilan dan
kemampuan perawat untuk dapat melaksanakan tugasnya
B. Kompetensi
Pelatihan supervisi kepala ruang model Proctor terhadap
pelaksanaan patient safety perawat diharapkan kepala ruang mampu:
1. Membuat rencana/ jadwal supervisi dan mensosialisasikan
rencana supervisi tersebut.
2. Melaksanakan kegiatan supervisi model Proctor sesuai
dengan yang direncanakan.
3. Melakukan evaluasi untuk hal yang telah dilakukan supervisi
dan membuat rencana tindak lanjut.
4. Mampu melaksanakan standar patient safety.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pelatihan diharapkan kepala ruang mampu
melaksanakan kegiatan superisi model Proctor dengan benar
(C5).
2. Tujuan Khusus
a. Untuk Kemampuan Koqnitif
1) Memahami konsep dari supervisi
2) Memahami konsep dari supervisi model Proctor
3) memahami standar patient safety
b. Untuk Kemampuan Afektif
1) Memiliki keyakinan adanya manfaat aplikatif dari
supervisi model Proctor terhadap perawat pelaksana
2) Memiliki keyakinan adanya manfaat aplikatif dari
pelaksanaan patient safety.
3) Memberikan persetujuan akan dilaksanakannya supervisi
model Proctor terhadap pelaksanaan patient safety.
c. Untuk Kemampuan Psikomotor
1) Kepala ruang mampu membuat perencanaan supervisi
model Proctor terhadap pelaksanaan patient safety dan
mensosialisaikan perencanaan tersebut.
2) Kepala ruang mampu melaksanakan supervisi model
Proctor terhadap pelaksanaan patient safety.
3) Kepala ruang mampu menyusun rencana tindak lanjut dan
evaluasi berkala dari supervisi model Proctor yang
dilakukan.
D. Peserta
Sesuai dengan konsep pembelajaran pada orang dewasa dan
melihat jumlah peserta 6 kepala ruang, maka model pembelajaran
yang dipilih adalah model pembelajaran small group.
E. Metode Pembelajaran
No Metode Pembelajaran
Yang dilakukan Fasilitator
Yang Dilakukan Kepala Ruang
1 Cooperative Learning
• merancang dan dimonitor proses belajar dan hasil belajar
• Menyiapkan suatu masalah/ kasus atau bentuk tugas untuk diselesaikan secara berkelompok
Membahas dan menyimpulkan masalah/ tugas yang diberikan fasilitator secara bersama-sama
2 Brainstorming Melakukan identifikasi, klarifikasi, verifikasi Konklusi terhadap
Memberikan pendapat terhadap materi yang di sampaikan fasilitator tanpa
pendapat yang disampaikan kepala ruang
menanggapi pendapat dari peserta lain
3 Problem Based Learning
• Merancang tugas untuk mencapai tujuan yang diharapkan
• Memberikan saran/petunjuk (metode) dalam mencari pemecahan masalah
Belajar dengan menggali/ mencari informasi (inquiry) serta memanfaatkan informasi tersebut untuk memecahkan masalah faktual/ yang dirancang oleh fasilitator
4 Project Based Learning
• Merancang suatu tugas (proyek) yang sistematik agar dapat belajar pengetahuan dan ketrampilan melalui proses kegiatan yang terstruktur dan kompleks.
• Merumuskan dan melakukan proses pembimbingan dan asesmen.
• Melakukan kegiatan sesuai rencana tugas yang telah dirancang secara sistematis.
• Menunjukan kinerja dan mempertanggung jawabkan hasil kegiatan
F. Materi
Materi pelatihan yang disampaikan berupa diskusi antara pemberi
materi dengan kepala ruang serta dilakukkannya praktik dilapangan
(demonstrasi), dengan uraian sebagai berikut
1. Konsep supervisi, meliputi definisi, tujuan, manfaat, p r i n s i p ,
t a h a p a n , t a t a l a k s a n a , k o m p e t e n s i d a n t e k n i k
s u p e r v i s i .
2. Konsep supervisi model Proctor, meliputi konsep dasar ,
pelaksanaan, evaluasi terkait pelaksanaan patient safety.
3. Standar pelaksanaan patient safety, meliputi definisi, tujuan,
sasaran.
4. Simulasi pelaksanaan supervisi model Proctor terhadap
pelaksanaan patient safety.
5. Pendampingan
G. Jadwal Kegiatan
Tabel 1.1. Jadwal kegiatan supervisi model Proctor terhadap
pelaksanaan patient safety oleh perawat
Pertemuan Acara Penanggung jawab Waktu
1 - Pembukaan
- Pre Test
- Materi konsep
dasar supervisi
Panitia
Panitia
Sri Hananto PN
2 jam
2 - Materi konsep
supervisi model
Proctor terhadap
patient safety
Sri Hananto PN 4 jam
3 - Lanjutan Materi
konsep supervisi
model Proctor
terhadap patient
safety
- Simulasi
- Evaluasi/remidial
Sri Hananto PN 4 jam
H. Diagram Alur Proses Pembelajaran
Soal Pre test
Materi konsep
supervisi
Materi konsep
supervisi kepala ruang
model Proctor
terhadap pelaksanaan
patient safety
Simulasi kegiatan
supervisi kepala ruang
model Proctor
terhadap pelaksanaan
patient safety
Evaluasi/
remidial dan
Soal Post test
Pendampingan
I. Garis-Garis Besar Program Pembelajaran Pelatihan Supervisi Model Proctor terhadap pelaksanaan patient safety
oleh Perawat (GBPP)
Pertemuan
ke-
Materi (waktu)
Tujuan Umum Tujuan Khusus Pokok bahasan
Sub pokok bahasan
Metode Media Alat bantu
1 Review Supervisi (2 jam)
Kepala ruang mampu memahami konsep supervisi (C2)
Mampu memahami tentang: 1. Definisi supervisi 2. Tujuan 3. Manfaat 4. Tahapan 5. Tatalaksana 6. Kompetensi 7. Teknik supervisi
Konsep dasar supervisi
1. Definisi supervisi 2. Tujuan 3. Manfaat 4. Tahapan 5. Tatalaksana 6. Kompetensi 7. Teknik supervisi
- Ceramah - Brainstorming - Cooperatif
Learning
Modul pelatihan
- Alat tulis
- LCD - Laptop
2 dan 3
Supervisi model Proctor terhadap patient safety (2x4 jam)
Kepala ruang mampu memahami model Proctor terhadap pelaksanaan patient safety dan mengaplikasikan dalam tatanan nyata
Mampu memahami tentang: 1. Konsep dasar 2. Pelaksanaan
supervisi model Proctor sesuai fungsi normatif, formatif dan restoratif pada aplikasi terhadap patient safety
Konsep supervisi model Proctor terhadap pelaksanaan patient safety
1. Konsep dasar Proctor
2. Pelaksanaan supervisi model Proctor sesuai fungsi normatif, formatif dan restoratif pada aplikasi terhadap patient safety
- Ceramah - Diskusi - Problem
Based Learning
- Modul pelatihan
- Video
- Alat tulis
- LCD - Laptop
supervisi model Proctor di ruangan yang dipimpin (C2 dan C3)
1. Mampu mengevaluasi dan menyusun rencana tindak lanjut yang telah dilakukan dalam supervisi terkait pelaksanaan patient safety
2. Mampu mengaplikasikan Patient safety dan sasarannya
3. Mampu mengaplikasikan: fungsi normatif, formatif dan restorative terhadap pelaksanaan patient safety
1. Evaluasi dan penyusunan rencana tindak lanjut yang telah dilakukan dalam supervisi terkait pelaksanaan patient safety
2. Patient safety dan sasarannya
- Brainstorming - Problem
Based Learning
- Demonstrasi - Simulasi - Diskusi
Modul pelatihan
- Alat tulis
- LCD Laptop
Pendampingan /bimbingan (2 minggu)
Kepala ruang mampu menganalisis dan mengevaluasi kegiatan supervisi yang sudah dilakukan (C4 dan C5)
Mampu: 1. Mengaplikasikan
kegiatan supervisi model Proctor secara mandiri
2. Menganalisis kegiatan supervisi
3. Mengevaluasi kegiatan sesuai tujuan
Pendampingan aplikasi nyata kegiatan supervisi model Proctor terhadap pelaksanaan patient safety
1. Pelaksanaan supervisi model Proctor terhadap pelaksanaan patient safety secara mandiri
2. Evaluasi terkait kegiatan pelaksanaan patient safety
- Bimbingan (Project Based Learning)
Aplikasi langsung pada ruangan yang telah dipilih
- Alat tulis
J. Evaluasi pelatihan
Evaluasi pelatihan digunakan untuk melihat sejauh mana pelatihan
memberikan dampak pada peserta pelatihan. Evaluasi dilakukan
melalui:
1. Mengukur pengetahuan me la lu i po s t test tertulis dengan batas
nilai kelulusan minimal 75%.
2. Mengukur sikap dan kemampuan skill peserta terhadap
pelatihan yang diterima dengan menunjukkan manfaat serta
kegunaan pelatihan supervisi model Proctor terhadap pelaksanaan
patient safety.
3. Kepala ruang mendemonstrasikan ulang supervisi model Proctor
terhadap patient safety dengan benar.
K. Daftar Pustaka
1. Allen, A. Professional clinical supervision handbook for allied health professionals. Lanarkshire NHS. 2010. Diunduh dari http://wilderdom.com
2. Arwani & Supriyatno, H. Manajemen bangsal keperawatan. Jakarta. EGC. 2005
3. Bland, A.R., & Rossen, E.K. Clinical Supervision of Nurses Working With Patient With Borderline Personality Disorder. Issue in Mental Health Nursing. Taylor & Francis. 2005
4. Brunero & Purbury, 2006. The effectiveness of clinical supervision in nursing: an evidenced based literature review. Australian Journal Of Advanced Nursing Vol 25 No 3. 2006. Diunduh dari http://www.ajan.com.au/Vol25/AJAN_25-3_Brunero.pdf
5. Kennedy, T.J., Lingard, L., Baker, G.R., Kitchen,L., Regehr, G. Clinical Oversight: Conceptualizing the Relationship Between Supervision and Safety. 2007. Diunduh dari http://www. proquest.com
6. Kurniadi, A. Manajemen Keperawatan dan Prospektifnya: Teori, Konsep dan Aplikasi. Jakarta. Badan penerbit FK UI. 2013
7. Lynch, L., Hancox, K., Happel, B.,& Parker. Clinical supervision for nurse. United Kingdom. Willey-Blackwell. 2008
8. Milne, D. Evidenced Based Clinical Supervision. USA. BPS Blackwell. 2009
9. Pitman, S. Handbook for clinical supervision: nursing post graduate programmes. Dubin: Royal Collage of Surgeon Ireland. 2011. Diunduh dari http://creativecommons.org
10. Rowe, A., & Haywood, J. Providing effective supervision. England. Skill for care & CWDC. 2007. Diunduh dari http:www.skillsforcare.org.uk
11. Slainte & Soisalta, S. Clinisal supervision for mental health nurses in northern Ireland. Best practice guidelines. Castle Building Belvast. Departemen of Social Service and Public Savety. 2004. Diunduh dari http://111/dhsspsni.gov.uk
12. Suarli, S., & Bahtiar, Y. Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktik. Jakarta. Erlangga. 2009
SATUAN ACARA PENGAJARAN
Pertemuan ke : 1
Waktu : 2 jam
Sasaran : Kepala Ruang
Materi : Review konsep supervisi
Pokok Bahasan : Konsep dasar supervisi
Sub Pokok Bahasan : Definisi supervisi tujuan, manfaat, tahapan,
tatalaksana, kompetensi, teknik supervisi
A. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran diharapkan kepala ruang
lebih memahami konsep supervisi
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti pembelajaran ini, kepala ruang diharapkan:
a. Mampu memahami definisi supervisi
b. Mampu memahami tujuan supervisi
c. Mampu memahami manfaat supervisi
d. Mampu memahami tahapan supervisi
e. Mampu memahami tatalaksana supervisi
f. Mampu memahami kompetensi supervisor
g. Mampu memahami teknik supervisi
B. Metode
a. Ceramah
b. Brainstorming
c. Cooperative learning
C. Media dan Alat Bantu
a. Modul Pelatihan
b. Alat tulis
c. LCD
d. Laptop
D. Kegiatan Belajar Mengajar
No Tahap / Waktu Kegiatan Fasilitator Kegiatan Kepala Ruang
1. Pendahuluan (15 menit)
o Mengucapkan salam o Menjelaskan TIU dan TIK o Menjelaskan kontrak waktu o Menanyakan pengetahuan
kepala ruang tentang supervisi
Menjawab salam Kepala ruang mendengarkan Kepala ruang mendengarkan Masing-masing kepala ruang
menjelaskan konsep supervisi yang mereka ketahui
2. Penyajian (90 menit)
o Mereview singkat tentang supervisi
o Menjelaskan informasi dan motivasi
o Melakukan brainstorming (identifikasi, klatifikasi, verifikasi) tentang: definisi supervisi, tujuan dan manfaat supervisi, tahapan, tatalaksana, kompetensi, teknik supervisi
o Melakukan konklusi (penyepakatan) masing-masing pendapat dari kepala ruang
o Menyiapkan suatu masalah/ kasus untuk diselesaikan oleh kepala ruang secara bersama
o Memberikan kesempatan kepala ruang untuk menjelaskan hasil diskusinya
o Membahas masalah/kasus berdasarkan hasil diskusi kepala ruang
Kepala ruang mendengarkan
Kepala ruang mendengarkan
Seluruh kepala ruang aktif memberikan curah pendapat, sumbang saran pemikiran sebanyak-banyaknya tentang supervisi
Seluruh kepala ruang aktif
memberikan pendapat
Kepala ruang aktif berdiskusi tentang masalah/kasus yang dibahas
Kepala ruang menjelaskan hasil diskusinya
Kepala ruang mendengarkan
3. Penutup (15 menit)
o Menyimpulkan materi o Menjelaskan kontrak
pertemuan berikutnya o Salam penutup
Kepala ruang mendengarkan Kepala ruang menyepakati
sesuai kontrak Kepala ruang menjawab salam
SATUAN ACARA PENGAJARAN
Pertemuan ke : 2
Waktu : 4 jam
Sasaran : Kepala Ruang
Materi : Supervisi Model Proctor Terhadap Patient Safety
(1)
Pokok Bahasan : Konsep Supervisi Model Proctor Terhadap Patient
Safety (1)
Sub Pokok Bahasan : Konsep dasar Proctor; pelaksanaan supervisi
model Proctor sesuai fungsi normatif, formatif dan
restoratif pada aplikasi terhadap patient safety
A. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran diharapkan kepala ruang
memahami konsep supervisi model Proctor terhadap pelaksanaan
patient safety (C2)
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti pembelajaran ini, kepala ruang diharapkan:
a. Mampu memahami konsep dasar supervisi model Proctor
b. Mampu memahami pelaksanaan supervisi model Proctor sesuai
fungsi normatif, formatif dan restoratif pada aplikasi terhadap
patient safety
B. Metode
a. Ceramah
b. Diskusi
c. Problem Based Learning
C. Media dan Alat Bantu
a. Modul Pelatihan
b. Video
c. Alat tulis
d. LCD
e. Laptop
D. Kegiatan Belajar Mengajar
No Tahap / Waktu Kegiatan Fasilitator Kegiatan Kepala Ruang
1. Pendahuluan (20 menit)
o Mengucapkan salam o Menjelaskan TIU dan TIK o Menjelaskan kontrak waktu o Mereview materi
sebelumnya o Menanyakan pengetahuan
kepala ruang tentang model supervisi modern dan model Proctor
Menjawab salam Kepala ruang mendengarkan Kepala ruang mendengarkan Kepala ruang aktif menjawab
Masing-masing kepala ruang
menjelaskan supervisi modern dan yang mereka ketahui
2. Penyajian (120 menit)
o Menjelaskan konsep dasar Supervisi model Proctor
o Memberikan kesempatan bertanya pada kepala ruang
o Menjelaskan pelaksanaan
supervisi model Proctor sesuai fungsi normatif, formatif dan restoratif pada aplikasi terhadap patient safety
o Memberikan kesempatan bertanya pada kepala ruang
o Memberikan motivasi dan memberi kesempatan kepala ruang untuk menyusun perencanaan supervisi model Proctor terhadap pelaksanaan patient safety
o Memberi kesempatan masing-masing kepala ruang menjelaskan perencanaan yang sudah disusun
o Membahas perencanaan supervisi model Proctor terhadap pelaksanaan patient safety dan memberikan alternatif-alternatif perencanaan
o Memberi kesempatan kepada kepala ruang untuk
Kepala ruang mendengarkan
Kepala ruang aktif mengajukan pertanyaan
Kepala ruang mendengarkan dan melihat video yang diputar
Kepala ruang aktif mengajukan
pertanyaan
Masing-masing kepala ruang menyusun perencanaan supervisi model Procor terhadap pelaksanaan patient safety dalam paper
Kepala ruang lainnya mendengarkan
Kepala ruang mendengarkan Kepala ruang bertanya dan
bertanya dan berdiskusi berdiskusi
3. Penutup (15 menit)
o Menyimpulkan materi o Menjelaskan kontrak
pertemuan berikutnya o Salam penutup
Kepala ruang mendengarkan Kepala ruang menyepakati
sesuai kontrak Kepala ruang menjawab salam
SATUAN ACARA PENGAJARAN
Pertemuan ke : 3
Waktu : 5 jam
Sasaran : Kepala Ruang
Materi : Supervisi Model Proctor Terhadap Patient Safety
(2)
Pokok Bahasan : Konsep Supervisi Model Proctor Terhadap Patient
Safety (2)
Sub Pokok Bahasan : Evaluasi dan penyusunan rencana tindak lanjut
yang telah dilakukan dalam supervisi terkait
pelaksanaan patient safety; Patient safety dan
sasarannya
A. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran diharapkan kepala ruang
memahami konsep supervisi model Proctor terhadap pelaksanaan
patient safety (C2) dan mampu mengaplikasikan dalam tatanan
nyata supervisi model Proctor di ruangan yang dipimpin (C3)
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti pembelajaran ini, kepala ruang diharapkan:
a. Mampu memahami evaluasi dan menyusun rencana tindak
lanjut yang dilakukan dalam supervisi terkait pelaksanaan
patient safety
b. Mampu mengaplikasikan: fungsi normatif, formatif dan restoratif
terhadap pelaksanaan patient safety dalam tatanan nyata
diruangan
B. Metode
a. Brainstorming
b. Problem Based Learning
c. Simulasi
C. Media dan Alat Bantu
a. Modul Pelatihan
b. Video
c. Alat tulis
d. LCD
e. Laptop
D. Kegiatan Belajar Mengajar
No Tahap / Waktu Kegiatan Pendidik Kegiatan Mahasiswa
1. Pendahuluan (20 menit)
o Mengucapkan salam o Menjelaskan TIU dan TIK o Menjelaskan kontrak waktu o Mereview materi
sebelumnya o Menanyakan pengetahuan
kepala ruang tentang evaluasi dan rencana tindak lanjut
Menjawab salam Kepala ruang mendengarkan Kepala ruang mendengarkan Kepala ruang aktif menjawab
Masing-masing kepala ruang
menjelaskan supervisi modern dan yang mereka ketahui
2. Penyajian (120 menit)
o Menjelaskan informasi dan motivasi
o Melakukan brainstorming (identifikasi, klatifikasi, verifikasi) tentang: evaluasi dan menyusun rencana tindak lanjut yang telah dilakukan dalam supervisi terkait pelaksanaan patient safety
o Melakukan konklusi (penyepakatan) masing-masing pendapat dari kepala ruang
o Memberikan motivasi dan memberi kesempatan kepala ruang untuk menyusun evaluasi dan menyusun rencana tindak lanjut
o Memberi kesempatan masing-masing kepala ruang
Kepala ruang mendengarkan
Seluruh kepala ruang aktif memberikan curah pendapat, sumbang saran pemikiran sebanyak-banyaknya tentang supervisi
Seluruh kepala ruang aktif memberikan pendapat
Masing-masing kepala ruang
menyusun perencanaan supervisi model Procor terhadap pelaksanaan patient safety dalam paper
Kepala ruang lainnya mendengarkan
menjelaskan evaluasi dan menyusun rencana tindak lanjut yang sudah disusun
o Membahas evaluasi dan rencana tindak lanjut yang sudah disusun dan memberikan alternatif-alternatif evaluasi dan rencana tindak lanjut
o Memberi kesempatan kepada kepala ruang untuk bertanya dan berdiskusi
o Menjelaskan informasi dan motivasi
o Melakukan brainstorming (identifikasi, klarifikasi, verifikasi) patient safety
o Melakukan konklusi (penyepakatan) masing-masing pendapat dari kepala ruang
o Mendemonstrasikan supervisi model Proctor terrhadap pelaksanaan patient safety
o Memberi kesempatan kepada kepala ruang untuk bertanya dan berdiskusi
o Menjelaskan informasi
kegiatan yang akan dilakukan dan motivasi
o Memberi kesempatan masing-masing kepala ruang untuk melakukan simulasi supervisi model Proctor terhadap pelaksanaan patient safety
o Pembahasan dan evaluasi simulasi yang telah dilakukan
Kepala ruang mendengarkan Kepala ruang bertanya dan
berdiskusi Kepala ruang mendengarkan
Seluruh kepala ruang aktif
memberikan curah pendapat, sumbang saran pemikiran sebanyak-banyaknya tentang supervisi
Seluruh kepala ruang aktif memberikan pendapat
Kepala ruang memperhatikan
Kepala ruang bertanya dan berdiskusi
Kepala ruang mendengarkan
Kepala ruang melakukan simulasi
Kepala ruang mendengarkan dan aktif berdiskusi
3. Penutup (20 menit)
o Menyimpulkan materi o Menyampaikan terimaksih
telah berpartisipasi dan memotivasi untuk dilaksanakan
o Salam penutup
Kepala ruang mendengarkan Kepala ruang termotivasi untuk
melakukan pada ruangannya Kepala ruang menjawab salam
SATUAN ACARA PENGAJARAN
Waktu : 2 minggu
Sasaran : Kepala Ruang
Materi : Pendampingan
Pokok Bahasan : Bimbingan dan Internalisasi aplikasi supervisi
Model Proctor terhadap Patient Safety
Sub Pokok Bahasan : Pelaksanaan supervisi model Proctor terhadap
pelaksanaan patient safety secara mandiri;
Evaluasi terkait kegiatan pelaksanaan patient
safety
A. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Kepala ruang mampu menganalisis dan mengevaluasi kegiatan
supervisi yang sudah dilakukan (C4 dan C5)
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti pendampingan, kepala ruang diharapkan:
a. Mampu mengaplikasikan kegiatan supervisi model Proctor
secara mandiri
b. Mampu menganalisis kegiatan supervisi model Proctor
c. Mampu mengevaluasi kegiatan sesuai tujuan
B. Metode
a. Bimbingan (Project Based Learning)
C. Media dan Alat Bantu
a. Modul Pelatihan
b. Aplikasi langsung pada ruangan
c. Alat tulis
D. Kegiatan Bimbingan
No Tahap / Waktu Kegiatan Pendidik Kegiatan Mahasiswa
1. Pendahuluan
o Mengucapkan salam o Menjelaskan TIU dan TIK o Menjelaskan kontrak waktu o Mereview materi
sebelumnya
Menjawab salam Kepala ruang mendengarkan Kepala ruang mendengarkan Kepala ruang aktif menjawab
2. Bimbingan
o Menjelaskan informasi kegiatan yang akan dilakukan dan motivasi
o Memberi kesempatan kepala ruang untuk melakukan supervisi model Proctor terhadap pelaksanaan patient safety mandiri
o Diskusi tentang pelaksanaan supervisi model Proctor yang dilakukan
Kepala ruang mendengarkan
Kepala ruang melakukan supervisi model Proctor secara mandiri
Kepala ruang aktif berdiskusi
3. Penutup
o Menyimpulkan pelaksanaan o Menjelaskan kontrak
pertemuan berikutnya o Salam penutup
Kepala ruang mendengarkan Kepala ruang menyepakati
sesuai kontrak Kepala ruang menjawab salam
E. Materi Pelaksanaan Pendampingan dan Observasi Pelaksanaan
Komponen
Topik Kegiatan Ya Tidak
Normatif Assessment
& quality
Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif sesuai prinsip safety
Menyusun perencanaan jadwal supervisi yang kontinyu
Mensosialisasikan jadwal supervisi kepada seluruh staf
Mengidentifikasi kebutuhan dan permasalah yang diperlukan untuk meningkatkan patient safety
Memberikan kepercayaan pada seluruh staf
Formatif
Task
Mengkaji kinerja staf dalam melakukan pelayanan kepada pasien yang yang sesuai patient safety
Mengkaji kepatuhan terhadap peraturan dan atau standar yang berlaku yang berkaitan dengan patient safety
Memberikan tantangan dalam praktek yang berkaitan dengan patient safety apabila diperlukan
Reflectif practice
Mengidentifikasi pencapaian staff dalam melakukan kegiatan yang berkaitan dengan patient safety
Mengidentifikasi kinerja yang perlu ditingkatkan yang berkaitan dengan patient safety
Mengidentifikasi pemecahan masalah atau rencana tindak lanjut yang diperlukan
Decision
Memberikan solusi/kritik yang konstruktif untuk meningkatkan patient safety
Menjadi role model pelaksanaan patient safety
Mendokumentasikan supervisi dan secara teratur mengevaluasi efektivitas kegiatan supervisi yang sudah dilakukan
Restoratif Support
Memberikan dukungan atau motivasi kepada staf untuk meningkatkan patient safety
Membantu staf yang disupervisi berinteraksi
Memberikan reinforcement positif terhadap staf terkait pelaksanaan patient safety
Menjalin komunikasi yang kontruktif dengan staf
LAMPIRAN MATERI
KONSEP DASAR SUPERVISI
A. Definisi supervisi dalam keperawatan
Definisi dari supervisi terus mengalami perkembangan.
Supervisi berasal dari kata super (bahasa latin yang berarti diatas)
dan vidare (bahasa latin yang berarti melihat). Bila dilihat dari asal
kata aslinya, supervisi berarti melihat dari atas. Supervisi menurut
Siagian dan Gillies dalam Kurniadi adalah proses pengamatan dari
pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua
pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai rencana yang telah
di tetapkan (Kurniadi, 2013).
Pendapat lain diungkapkan oleh Arwani & Supriyatno, supervisi
diartikan kegiatan dinamis yang bertujuan meningkatkan motivasi dan
kepuasan antara dua komponen yang terlibat yaitu manajer atau
pimpinan, orang yang disupervisi sebagai mitra kerja, dan pasien
sebagai penerima jasa pelayanan keperawatan (Arwani & Supriyatno,
2005). Supervisi juga di definisikan proses kegiatan yang menjadi
tanggung jawab kepala ruang untuk memberi motivasi dan
mengembangkan pengetahuan (Rowe et al, 2007).
Pendapat serupa juga disampaikan Bland & Rossen, supervisi
adalah proses interpersonal antar individu atau kelompok dimana di
pandu oleh supervisor terampil yang berfokus meningkatkan
pengetahuan dan dukungan emosional sehingga meningkatkan
kinerja staf. (Bland & Rossen, 2005). Supervisi juga diartikan,
melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh pimpinan
terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan untuk kemudian bila
ditemukan masalah, segera diberikan bantuan yang bersifat langsung
guna mengatasinya (Suarli & Bachtiar, 2011).
Supervisi adalah proses sistematis dan formal professional
antara dua orang atau lebih yang fokusnya adalah memberikan
dukungan terhadap staf yang di supervisi untuk meningkatkan
kesadaran diri, pengembangan diri dan meningkatkan profesionalisme
(Lynch et al, 2008).
Berdasarkan dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
supervisi klinis atau supervisi keperawatan adalah proses kegiatan
sistematis (perencanaan, aktifitas bimbingan, pengarahan, observasi,
motivasi, evaluasi) yang dilakukan manajer keperawatan atau
pimpinan untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran diri,
ketrampilan profesional, dan memberikan dukungan perawat sehingga
mampu memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu,
berkualitas dan aman bagi pasien.
B. Tujuan Supervisi
Tujuan dari supervisi memberikan bantuan kepada bawahan
secara langsung sehingga dengan bantuan tersebut bawahan akan
memiliki bekal yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas atau
pekerjaan dengan hasil yang baik (Suarli & Bahtiar 2011).
Pendapat tidak jauh berbeda disampaikan oleh Kurniadi tujuan
supervisi adalah agar tujuan pelaksanaan tugas sesuai rencana,
pelaksanaan sesuai prosedur kerja dan kebijakan, serta pelaksanaan
sesuai tugas, tanggung jawab dan wewenangnya (Kurniadi, 2013).
Menurut Arwani & Supriyatno tujuan supervisi adalah
mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang kondusif,
atmosfer kerja dan jumlah sumber yang dibutuhkan untuk
mempermudah pelaksanaan tugas. Supervisi diarahkan pada kegiatan
mengorientasikan staf dan pelaksana keperawatan, memberikan
arahan dalam pelaksanaan kegiatan sebagai upaya untuk
menimbulkan kesadaran dan mengerti peran serta tanggung jawabnya
(Arwani & Supriyatno, 2005).
C. Manfaat Supervisi
Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh
banyak manfaat. manfaat tersebut diantaranya lain akan
meningkatkan efektifitas kerja dan efisiensi kerja. Peningkatan
efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan
pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya
hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan
bawahan (Suarli & Bahtiar, 2011). Peningkatan efesiensi kerja ini erat
kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan
bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan
sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah.
Slainte & Sosialta; dan Pitman; dalam Zakiyah menyebutkan
beberapa manfaat dari supervisi terdiri atas:
1. Manfaat bagi perawat pelaksana adalah 1) timbul perasaan
dihargai dan dapat meningkatkan rasa percaya diri; 2) mendorong
praktek keperawatan yang aman dan mencerminkan pelayanan
keperawatan pada pasien, yang pada akhirnya akan
meningkatkan kepuasan kerja perawat dan kepuasan pasien; 3)
meningkatkan pengembangan pibadi dan professional, supervisi
yang dilakukan secara keseluruhan dan terus menerus akan
meningkatkan profesionalisme dan pengembangan pribadi serta
komitmen untuk belajar terus menerus.
2. Manfaat bagi kepala ruang: supervisi merupakan tantangan bagi
kepala ruang untuk menfasilitasi pengembangan staf dalam
mengembangkan diri dan meningkatkan profesionalisme sehingga
kualitas pelayanan yang bermutu dan berkualitas akan tercapai.
3. Meningkatkan kualitas dan keamanan pasien, merupakan tujuan
yang paling utama dalam supervisi. Supervisi memegang peranan
utama dalam mendukung pelayanan yang bermutu melalui
jaminan kualitas, manajemen resiko dan menejemen kinerja.
Semakin baik kualitas supervisi akan berdampak positif terhadap
perawatan pasien. Supervisi dalam praktek profesi kesehatan
telah diidentifikasi sebagai faktor penting dalam meningkatkan
keselamatan pasien (Keneddy at al, 2007).
D. Prinsip Supervisi Keperawatan
Supervisor harus mengetahui dasar dan prinsip-prinsip
supervisi supaya dapat melakukan kegiatan supervisi dengan efektif
dan benar. Berikut ini merupakan prinsip-prinsip supervisi (Arwani &
Supriyatno, 2005; Suari & Bahtiar, 2011):
1. Supervisor harus mengetahui tujuan utama supervisi yaitu
memberikan bantuan kepada staf terhadap masalah yang
ditemukan bukan untuk mencari kesalahan.
2. Memiliki sifat edukatif dan suportif bukan otoriter.
3. Dilakukan secara teratur, berkala dan direncanakan secara
matang.
4. Harus dilakukan berdasar prinsip kerjasama antara atasan dan
bawahan terutama pada saat proses menyelesaikan masalah.
5. Bersifat progresif, inovatif dan fleksibel.
6. Didasarkan hubungan profesionalisme bukan hubungan pribadi.
7. Memberi perasaan aman bagi staf.
8. Menciptakan suasana kerja yang kondusif dan demokratis.
9. Supervisi dilakukan secara obyektif dan mampu memacu terhadap
penilaian diri (self evaluation)
10. Supervisi dapat membantu pengembangan potensi bawahan.
11. Supervisi bersifat konstruktif dan kreatif dalam mengembangkan
diri sesuai kebutuhan.
12. Supervisi meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan.
E. Tahapan Supervisi
Proses tahapan supervisi merupakan sebuah pendekatan
terstruktur untuk pelaksanaan implementasi yang telah diakui penting
dalam keberhasilan supervisi klinis. Tahapan supervisi sebagai berikut
(Lynch et al, 2008):
1. Eksplorasi
Tahapan proses menggali budaya kerja dan faktor
pendukung yang tersedia. Budaya kerja yang kurang baik yang
menjadi hambatan misalnya persepsi yang salah dan moral yang
tidak mendukung. Akibatnya terjadi kejenuhan dan ketidakpuasan
terhadap lingkungan kerja. Tugas dalam tahap ini yaitu
mengidentifikasi dan menggali masalah yang ada, terutama terkait
persamaan persepsi dan tujuan, merubah moral yang kurang baik,
serta memperhatikan faktor pendukung yang ada seperti
dukungan pendidikan, dukungan staf, dukungan struktural dan
perubahan sistem yang pada akhirnya akan ditemukan solusi
untuk mengatasinya.
2. Menentukan strategi implementasi
Setelah keputusan telah dibuat untuk mendukung
pelaksanaan supervisi, penentuan strategi implementasi sangat
penting untuk diperhatikan. Faktor yang bisa diperhatikan yaitu
kepemimpinan, budaya organisasi dan pendidikan atau pelatihan.
Faktor kepemimpinan sangat penting untuk memiliki pemimpin
yang tepat dan mendukung staf sehingga dapat memimpin
perubahan yang ada dengan baik. Budaya organisasi diperlukan
komitmen yang kuat untuk keberlangsungan program supervisi
sehingga perlu dibentuk komite yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaannya. Pendidikan dan pelatihan diperlukan untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang supervisi
dan meningkatkan kerjasama.
3. Menyusun rencana
Tahap ini merupakan finalisasi dari bentuk strategi yang
akan di tetapkan dalam implementasi. Tahapnya adalah refleksi,
komite dan rencana strategis yang telah disusun. Refleksi
diperlukan untuk meyakinkan diri bahwa implementasi akan
mampu dilaksanakan sesuai tujuan. Komite diperlukan sebagai
penanggung jawab sehingga rencana dan implemantasi dapat
dilaksanakan dengan baik, walaupun komite bukan lembaga
formal. Rencana strategis adalah proses pembuatan dokumen
perencanaan atau proposal sesuai format yang telah ditetapkan.
4. Implementasi
Tahap ini merupakan tahap yang penting mengingat
implenentasi harus sesuai dengan rencana yang telah disusun.
Tahapan ini dipengaruhi oleh faktor yaitu komite, pendidikan
pelatihan, dan budaya organisasi. Keberadaan komite akan
sangat penting sehingga harus dipilih secara terbuka seperti
perawat senior, kepala ruang atau perawat yang perpengalaman
dalam supervisi. Keberhasilan proses pendidikan dan pelatihan
akan sangat menentukan untuk itu diperlukan fasilitator eksternal
yang kompeten dan dikemas secara menarik. Budaya organisasi
akan ditentukan oleh komitmen menajemen untuk
keberlangsungan program.
5. Refleksi dan evaluasi
Tahap ini adalah tahap refleksi dari seluruh elemen yang
terlibat selama kegiatan sehingga proses supervisi akan berjalan
dengan baik sehingga tujuan supervisi akan tercapai. Perbaikan-
perbaikan dari proses kegiatan akan sangat penting untuk
keberlangsungan program sehingga kegiatan supervisi bisa
dilakukan secara kontinyu.
F. Pelaksana supervisi
Pelaksana supervisi atau supervisor memiliki karakteristik
atau syarat yaitu (Suarli & Bahtiar, 2011):
1. Sebaiknya atasan langsung dari yang disupervisi atau apabila hal
ini tidak memungkinkan dapat ditunjuk staf khusus dengan batas-
batas kewenangan dan tanggung jawab yang jelas.
2. Pelaksana supervisi harus memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang cukup untuk jenis pekerjaan yang disupervisi.
3. Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilan melakukan
supervisi, artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta tehnik
supervisi.
4. Pelaksana supervisi harus memiliki sifat edukative dan supportif,
bukan otoriter.
5. Pelaksana supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar,
dan selalu berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan
dan perilaku bawahan yang disupervisi.
Menurut Suyatno, menyatakan bahwa supervisi keperawatan
dilaksanakan oleh personil atau bagian yang bertanggung jawab
antara lain (Suyanto, 2009):
1. Kepala ruangan
Bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan
keperawatan yang diberikan pada pasien di ruang perawatan yang
dipimpinnya. Kepala ruangan mengawasi perawat pelaksana
dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara langsung
maupun tidak langsung.
2. Pengawas perawatan
Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit
pelaksana fungsional (UPF) mempunyai pengawas yang
bertanggung jawab mengawasi jalannya pelayanan keperawatan.
3. Kepala bidang keperawatan
Sebagai top manager dalam keperawatan, kepala bidang
keperawatan bertanggung jawab untuk melakukan supervisi baik
secara langsung atau tidak langsung melalui para pengawas
perawat
Menurut Kurniadi, kegiatan supervisi disesuaikan level atau
tingkatan manajer. Level top manajer melakukan banyak supervisi
pada fungsi perencanaan (planning) dan pengendalian (controlling).
Hal ini disebabkan seorang top manajer membuat perencanaan dan
melihat hasil dari perencanaannya setelah periode tertentu. Adapun
middle manajer melakukan supervisi pada semua fungsi manajemen,
kecuali lebih sedikit pada perencanaan (planning) dan pengendalian
(controlling). Sedangkan lower manajer yaitu kepala ruang melakukan
banyak supervisi pada kegiatan implementasi atau pelaksanaan
karena kepala ruang merupakan lini terdepan dalam pelayanan
kepada pasien (Kurniadi, 2013).
Level Manajer Penyebaran Kegatan Supervisi
Top
Middle
Lower
Bagan 2.2 Kegiatan supervisi sesuai level manager (Kurniadi, 2013).
G. Kompetensi supervisor
Seorang supervisor harus mempunyai kemampuan agar dapat
melakukan supervisi dengan efektif. Berikut ini adalah kompetensi
yang harus seorang supervisor (Arwani & Supriyatno, 2005; Lynch et
al, 2008):
1. Kemampuan memberikan pengarahan dan petunjuk sehingga
dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan.
P
P
P
O
O
O D
D
D
S
S
S
C
C
C
2. Mampu memberikan saran, nasihat, dan batuan yang dibutuhkan
staf dan pelaksana keperawatan.
3. Kemampuan memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat
kerja staf dan pelaksana keperawatan.
4. Kemampuan memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan
staf dan pelaksana keperawatan.
5. Kemampuan memberikan penilaian yang obyektif dan benar
terhadap kinerja keperawatan.
6. Kemampuan berinteraksi dengan staf dan pelaksana
keperawatan.
7. Memiliki pengalaman melalui pendidikan formal atau pelatihan.
H. Teknik supervisi
Cara melakukan supervisi dapat berupa supervisi langsung
dan tidak langsung (Milne, 2009):
1. Supervisi langsung
Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang
berlangsung. Pada supervisi modern diharapkan supervisor
terlibat dalam kegiatan agar pembimbing dan pengarahan serta
pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah.
2. Supervisi Tidak Langsung
Supervisi dilakukan melalui laporan tertulis maupun lisan.
Supervisor tidak melihat kejadian dilapangan sehingga mungkin
terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara
tertulis.
SUPERVISI MODEL PROCTOR TERHADAP
PELAKSANAAN PATIENT SAFETY
A. Model Supervisi Proctor
Berbagai model dikembangkan sebagai acuan dan kerangka
dalam menyusun strategi supervisi (Widiyanto, 2012). Model supervisi
Proctor yang dikembangkan Brigid Proctor merupakan model supervisi
yang paling popular di Inggris dan hampir semua pelatihan supervisi
menggunakan model ini. Penelitian ini menggunakan model Proctor
karena model ini relatif lebih lengkap dan rangkuman beberapa ciri
dari model yang ada serta dari berbagai penelitian tiga fungsi Proctor
yaitu fungsi formatif, normatif dan restoratif tepat untuk meningkatkan
pelaksanaan pasien safety. Secara umum banyak manfaat dari
implementasi supervisi model Proctor, penelitian White et al dalam
Lynch et al menjelaskan manfaatnya diantaranya adalah 1) proses
evaluasi yang ideal dari rencana kegiatan yang sudah dilakukan; 2)
konsistensi; 3) sarana branstorming atau diskusi yang baik 4)
peningkatan kualitas pelayanan; 5) mempermudah pelaksanakan
tindakan nyata terkait isu terbaru (Lynch et al, 2008).
Model Proctor dari fungsi normatif mengacu pada monitoring
dan evaluasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang bermutu
sebagai contoh monitor kepatuhan tindakan keselamatan pasien
sesuai kebijakan yang berlaku.
Fungsi formatif berfokus pada pengembangan pengetahuan
dan ketrampilan staf sehingga meningkatkan kesadaran diri untuk
belajar dan bekerja sesuai standar yang berlaku. Kondisi ini dapat
dicapai melalui refleksi pada praktek yang sudah dilakukan sehingga
terjadi integrasi antara teori dan kegiatan praktek.
Fungsi restoratif adalah fungsi saling memberi dukungan.
Supervisor harus memastikan kesiapan staf dapat menerima
dukungan atau motivasi yang diberikan. Diperlukan hubungan yang
baik antar staf dan supervisor juga dukung iklim kerja yang baik
sehingga timbul saling menerima, dihargai, memberikan rasa aman,
terbuka, jujur, mencegah stress atau tekanan, mencegah koflik
sehingga tujuan supervisi akan tercapai.
Bagan 2.1 Model supervisi Proctor (Lynch et al, 2008)
Pitman; Allen & Armorel; Brunero & Punbury; Zakiyah
menyatakan, proses dari kegiatan supervisi Proctor, yaitu:
1. Normatif
Komponen ini dapat dicapai oleh supervisor yang memiliki
persepsi positif untuk staf yang disupervisi, dihubungkan dengan
kemampuan supervisor untuk mempertahankan kinerja staf yang
baik dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang kondusif,
membuat suatu perencanaan, mengidentifikasi kebutuhan dan
permasalah yang diperlukan untuk memberikan dukungan lebih
lanjut, menciptakan keselamatan pasien, mempertahankan
standar yang ada, dan memberikan kepercayaan pada staf
sehingga hal tersebut dapat meningkatkan profesionalisme dan
menciptakan kualitas pelayanan yang bermutu.
2. Formatif
Clinical Supervision
Assesment and
quality
Formatif
Normatif
Restoratif
Task
Decision
Reflective practice
Support
Komponen ini berfokus pada perkembangan pengetahuan
dan keterampilan staf sehingga memungkinkan staf bekerja
sesuai dengan standar yang berlaku sebagai aspek tanggung
jawab dalam melakukan praktek. Kondisi ini dapat dicapai melalui
refleksi pada praktek yang sudah dilakukan dengan dukungan dan
menciptakan lingkungan yang kondusif. Hal ini merupakan
tanggung jawab bersama dari supervisor dan staf yang
disupervisi. Adapun tugas dari supevisor dalam hal ini adalah 1)
Mengkaji kinerja staff dalam melakukan kegiatan, 2) Memonitor
kepatuhan terhadap kode etik dan standar yang berlaku, 3)
Memberikan tantangan dalam praktek apabila diperlukan, 4)
Memberikan kritik yang konstruktif, 5) Memberikan umpan balik
yang jujur, 6) Mengidentifikasi pencapaian staff dalam melakukan
kegiatan, 7) Memberikan solusi, 8) Menjadi role model, 9)
Mengidentifikasi pemecahan masalah atau rencana tindak lanjut
yang diperlukan, 10) Mendokumentasikan supervisi dan secara
teratur mengevaluasi efektivitas kegiatan supervisi.
3. Restoratif
Komponen ini berhubungan dengan kemampuan
memberikan rasa aman bagi staf untuk terbuka dalam
mengungkapkan perasaan dan permasalahan yang dihadapi,
pengalaman dalam praktik dan pembelajaran, mencegah stress,
mengatasi konflik, pemberian dukungan. Adapun tugas dari
supervisor dalam hal ini adalah 1) Memberikan dukungan atau
motivasi, 2) Membantu staf yang disupervisi berinteraksi, 3)
Monitoring reaksi atau respon terhadap materi yang dibawa oleh
supervisor, 4) Meningkatkan pengalaman dan pengembangan, 5)
Meningkatkan kesadaran diri
Komponen
Topik Kegiatan
Normatif Assessment
& quality
Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif sesuai prinsip safety
Menyusun perencanaan jadwal supervisi
yang kontinyu
Mensosialisasikan jadwal supervisi kepada seluruh staf
Mengidentifikasi kebutuhan dan permasalah yang diperlukan untuk meningkatkan patient safety
Memberikan kepercayaan pada seluruh staf
Formatif
Task
Mengkaji kinerja staf dalam melakukan pelayanan kepada pasien yang yang sesuai patient safety
Mengkaji kepatuhan terhadap peraturan dan atau standar yang berlaku yang berkaitan dengan patient safety
Memberikan tantangan dalam praktek apabila diperlukan
Reflectif practice
Mengidentifikasi pencapaian staff dalam melakukan kegiatan yang berkaitan dengan patient safety
Mengidentifikasi kinerja yang perlu ditingkatkan yang berkaitan dengan patient safety
Mengidentifikasi pemecahan masalah atau rencana tindak lanjut yang diperlukan
Decision
Memberikan solusi/kritik yang konstruktif untuk meningkatkan patient safety
Menjadi role model pelaksanaan patient safety
Mendokumentasikan supervisi dan secara teratur mengevaluasi efektivitas kegiatan supervisi yang sudah dilakukan
Restoratif Support
Memberikan dukungan atau motivasi kepada staf untuk meningkatkan patient safety
Membantu staf yang disupervisi berinteraksi
Memberikan reinforcement positif terhadap staf terkait pelaksanaan patient safety
Menjalin komunikasi yang kontruktif dengan staf
B. Definisi Patient Safety
Patient safety (keselamatan pasien) adalah pasien bebas dari
cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari cedera yang
potensial akan terjadi (penyakit,cedera fisik/sosial psikologis, cacat,
kematian) terkait dengan pelayanan kesehatan (KKP-RS, 2008).
Patient safety rumah sakit merupakan suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk
assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Permenkes
1691/2011).
Macam insiden atau kejadian dalam patient safety adalah 1)
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah insiden yang mengakibatkan
cedera pada pasien, 2) Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah
terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien, 3) Kejadian
Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien,
tetapi tidak timbul cedera, 4) Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah
kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi
belum terjadi insiden, 5) Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang
mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
C. Tujuan patient safety
Tujuan dari patient safety adalah a) Terciptanya budaya
keselamatan pasien di rumah sakit, b) Meningkatnya akutanbilitas
rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, c) Menurunnya kejadian
tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit, d) Terlaksananya program-
program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
tidak diharapkan (Depkes, 2008).
D. Sasaran patient safety
1. Sasaran I: Ketepatan identifikasi pasien
Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien
dapat terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan
pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien
yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi,
tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit,
adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain. Maksud sasaran
ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama,
untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima
pelayanan atau pengobatan, kedua untuk kesesuaian pelayanan
atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Elemen penilaiannya adalah 1) Mengidentifikasi pasien
menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan
nomor kamar atau lokasi pasien, 2) Mengidentifikasi pasien
sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah, 3)
Mengidentifikasi pasien sebelum mengambil darah dan spesimen
lain untuk pemeriksaan klinis, 4) Mengidentifikasi pasien sebelum
pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur, 5) Mengarahkan
pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan
lokasi sesuai kebijakan dan prosedur.
2. Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas,
dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat
berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah
terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan
secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi
kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan
kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui
telepon ke unit pelayanan.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu
kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon
termasuk: mencatat (atau memasukkan ke komputer) perintah yang
lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah, kemudian
penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau
hasil pemeriksaan, dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah
dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat.
Kepala ruang memastikan stafnya untuk dapat: 1)
Menuliskan secara lengkap informasi yang diterima melalui telepon
atau hasil pemeriksaan, 2) Membacakan kembali informasi yang
diterima melalui telpon atau hasil pemeriksaan yang telah diterima,
3) Mengkonfirmasikan kembali informasi yang diterima melalui
telpon atau hasil pemeriksaan yang telah diterima, 4)
Melaksanakan verifikasi keakuratan komunikasi lisan atau melalui
telepon secara konsisten sebagai kebijakan dan prosedur.
3. Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai
(High-Alert)
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan
pasien, manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan
keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert
medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko
tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse
outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya
mirip (nama obat rupa dan ucapan mirip/NORUM, atau Look Alike
Soun Alike/LASA).
Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan
pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja
(misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium
fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat
=50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak
mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau
bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum
ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling
efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut
adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang
perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari
unit pelayanan pasien ke farmasi.
Kepala ruang memastikan dapat: 1) Mengembangkan
kebijakan atau prosedur proses identifikasi, menetapkan lokasi,
pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat, 2)
Mengimplementasikan kebijakan atau prosedur tersebut, 3)
Menempatkan elektrolit konsentrat pada tempat yang aman dan
pemberian label yang jelas.
4. Sasaran IV: Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien
Operasi
Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi,
adalah sesuatu yang menkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di
rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak
efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah,
kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site
marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi.
Asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang
catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung
komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang
berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible
handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor
kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan
suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam
mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Penandaan
lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu
pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara
konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/orang yang
akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan
sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan
disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus
termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi)
atau multipel level (tulang belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk: 1)
Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar, 2)
Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil
pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan
dipampang, 3) Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus
dan/atau implant2 yang dibutuhkan.
Tahap sebelum insisi (time out) memungkinkan semua
pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di
tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan
dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit
menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara
ringkas, misalnya menggunakan checklist.
Elemen penilaiannya sebagai berikut: 1) Rumah sakit
menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses
penandaan, 2) Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau
proses lain untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat
prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan
yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional, 3) Tim operasi
yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum
insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan
pembedahan, 4) Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk
mendukung proses yang seragam untuk memastikan tepat lokasi,
tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan
dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
5. Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan
Kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan
terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan
biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien
maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya
dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk
infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream
infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan
ventilasi mekanis).
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain
adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Rumah sakit
mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan
atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara
umum dan untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit. Sasaran
pada pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
adalah: 1) Rumah sakit membuat pedoman hand hygiene yang
efektif, 2) Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang
efektif, 3) Kebijakan atau prosedur dikembangkan untuk
mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi
yang terkait pelayanan kesehatan.
6. Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab
cedera bagi pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat
yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah
sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil
tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh.
Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap
konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu
berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus
diterapkan rumah sakit.
Elemen Penilaiannya adalah 1) Rumah sakit menerapkan
proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan
melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain, 2) Langkah-
langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh, 3) Langkah-langkah
dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat
jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan, 4) Kebijakan atau
prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.
Observasi Kegiatan dan Target Pendampingan (bimbingan)
Komponen
Topik Kegiatan Ya Tidak
Normatif Assessment
& quality
Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif sesuai prinsip safety
Menyusun perencanaan jadwal supervisi yang kontinyu
Mensosialisasikan jadwal supervisi kepada seluruh staf
Mengidentifikasi kebutuhan dan permasalah yang diperlukan untuk meningkatkan patient safety
Memberikan kepercayaan pada seluruh staf
Formatif
Task
Mengkaji kinerja staf dalam melakukan pelayanan kepada pasien yang yang sesuai patient safety
Mengkaji kepatuhan terhadap peraturan dan atau standar yang berlaku yang berkaitan dengan patient safety
Memberikan tantangan dalam praktek apabila diperlukan
Reflectif practice
Mengidentifikasi pencapaian staff dalam melakukan kegiatan yang berkaitan dengan patient safety
Mengidentifikasi kinerja yang perlu ditingkatkan yang berkaitan dengan patient safety
Mengidentifikasi pemecahan masalah atau rencana tindak lanjut yang diperlukan
Decision
Memberikan solusi/kritik yang konstruktif untuk meningkatkan patient safety
Menjadi role model pelaksanaan patient safety
Mendokumentasikan supervisi dan secara teratur mengevaluasi efektivitas kegiatan supervisi yang sudah
dilakukan
Restoratif Support
Memberikan dukungan atau motivasi kepada staf untuk meningkatkan patient safety
Membantu staf yang disupervisi berinteraksi
Memberikan reinforcement positif terhadap staf terkait pelaksanaan patient safety
Menjalin komunikasi yang kontruktif dengan staf
DAFTAR PUSTAKA
1. Allen, A. professional clinical supervision handbook for allied health professionals. Lanarkshire NHS. 2010. Diunduh dari http://wilderdom.com
2. Arwani & Supriyatno, H. Manajemen bangsal keperawatan. Jakarta. EGC. 2005
3. Bland, A.R., & Rossen, E.K. Clinical Supervision of Nurses Working With Patient With Borderline Personality Disorder. Issue in Mental Health Nursing. Taylor & Francis. 2005
4. Brunero & Purbury, 2006. The effectiveness of clinical supervision in nursing: an evidenced based literature review. Australian Journal Of Advanced Nursing Vol 25 No 3. 2006. Diunduh dari http://www.ajan.com.au/Vol25/AJAN_25-3_Brunero.pdf
5. Kennedy, T.J., Lingard, L., Baker, G.R., Kitchen,L., Regehr, G. Clinical Oversight: Conceptualizing the Relationship Between Supervision and Safety. 2007. Diunduh dari http://www. proquest.com
6. Kurniadi, A. Manajemen Keperawatan dan Prospektifnya: Teori, Konsep dan Aplikasi. Jakarta. Badan penerbit FK UI. 2013
7. Lynch, L., Hancox, K., Happel, B.,& Parker. Clinical supervision for nurse. United Kingdom. Willey-Blackwell. 2008
8. Milne, D. Evidenced Based Clinical Supervision. USA. BPS Blackwell. 2009
9. Pitman, S. Handbook for clinical supervision: nursing post graduate programmes. Dubin: Royal Collage of Surgeon Ireland. 2011. Diunduh dari http://creativecommons.org
10. Rowe, A., & Haywood, J. Providing effective supervision. England. Skill for care & CWDC. 2007. Diunduh dari http:www.skillsforcare.org.uk
11. Slainte & Soisalta, S. Clinisal supervision for mental health nurses in northern Ireland. Best practice guidelines. Castle Building Belvast. Departemen of Social Service and Public Savety. 2004. Diunduh dari http://111/dhsspsni.gov.uk
12. Suarli, S., & Bahtiar, Y. Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktik. Jakarta. Erlangga. 2009
13. Widiyanto, P. Pengaruh Pelatihan Supervisi terhadap Penerapan Supervisi Klinik Kepala Ruang dan Peningkatan Kualitas Tindakan Perawatan Luka di RSU PKU Muhammadiyah Temanggung. Jakarta. FIK UI. Tesis. 2012. Diakses 18 Oktober 2013 dari lontar.ui.ac.id
14. Zakiyah, A. Pengaruh Supervisi Pimpinan Ruangan terhadap
Pelaksanaan Pemberian Cairan Intra Vena di RSUD Sidoarjo. Jakarta. FIK UI. Tesis. 2012. Diakses 26 September 2013 dari lontar.ui.ac.id