NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang...

91
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBANGUNAN PERDESAAN BADAN LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2008

Transcript of NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang...

Page 1: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBANGUNAN PERDESAAN

BADAN LEGISLASI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

2008

Page 2: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

i

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ........................................................................................ ii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2. Permasalahan ................................................................................. 6

1.3. Cakupan Pembangunan Desa ....................................................... 14

1.4. Tujuan ......................................................................................... 14

BAB II. TINJAUAN TEORETIK DAN EMPIRIK .......................................... 16

2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi : Faktor-Faktor yang Menentukan Pertumbuhan ................................................................................ 16

2.2. Desa ............................................................................................. 18

2.2.1 Definisi .................................................................................... 19

2.2.2. Karakteristik Desa .................................................................. 21

2.2.3 Kewenangan Desa ................................................................... 27

2.2.4. Penyelenggara Pembangunan Desa ......................................... 29

2.2.5. Peraturan Desa ...................................................................... 30

2.2.6. Perencanaan Pembangunan Desa ........................................... 30

2.2.7. Keuangan Desa ...................................................................... 32

2.2.8. Lembaga Kemasyarakatan ...................................................... 33

2.3. Pembangunan Desa ...................................................................... 34

2.3.1 Definisi Pembangunan ............................................................. 34

2.3.3. Definisi Pembangunan Desa ................................................... 40

2.3.4 Sejarah Pembangunan Desa di Indonesia ................................ 42

2.3.5 Penelitian Mengenai Pembangunan Desa di Indonesia ............. 45

2.4. Data ............................................................................................. 58

2.5. Pengaturan Terkait Desa dalam Perpektif Hukum ......................... 65

2.6. Pengalaman Negara Lain dalam Pembangunan Perdesaan ............ 75

BAB III. ANALISIS HUKUM POSITIF ....................................................... 80

BAB IV. URGENSI PENYUSUNAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG ....... 82

4.1. Landasan Filosofis ........................................................................ 82

4.2. Landasan Sosiologis ..................................................................... 83

4.3. Landasan Yuridis ......................................................................... 84

BAB V. RUANG LINGKUP DAN POKOK MATERI RANCANGAN UNDANG-

UNDANG .................................................................................. 85

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 858

Page 3: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

ii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Penduduk di Bawah Garis Kemiskinan .......................... 2

Tabel 2. Banyaknya Desa Menurut Provinsi dan Status Pemerintahan ... 19

Tabel 3. Tipologi bentuk keragaman Desa di Indonesia .......................... 24

Tabel 4. Banyaknya Desa Menurut Status Pemerintahan ....................... 58

Tabel 5. Banyaknya Desa/Kelurahan yang Memiliki Badan Perwakilan Desa/Dewan Kelurahan ........................................................... 59

Tabel 6. Banyaknya Desa Menurut Sumber Penghasilan Utama Sebagian Besar Penduduk ....................................................................... 59

Tabel 7. Banyaknya Desa yang Sebagian Besar Penduduknya Bekerja di Sub Sektor Pertanian ............................................................... 60

Tabel 8. Banyaknya Desa yang Mempunyai Sarana Kesehatan Menurut

Jenisnya ................................................................................... 60

Tabel 9. Banyaknya Desa yang Memiliki Tenaga Kesehatan yang Tinggal di Desa Menurut Jenis Tenaga Kesehatan ................................ 61

Tabel 10.Banyaknya Desa yang Tidak Memiliki Sarana Kesehatan Menurut Kemudahan untuk Mencapai Sarana Kesehatan ........ 62

Tabel 11.Banyaknya Desa yang Memiliki Prasarana Transportasi ........... 63

Tabel 12.Banyaknya Desa Menurut Jenis Permukaan Jalan Terluas ...... 63

Tabel 13.Banyaknya Desa Menurut Jenis Prasarana Komunikasi ........... 63

Tabel 14.Banyaknya Desa yang Memiliki Sarana Perdagangan, Hotel dan Perbankan ................................................................................ 64

Tabel 15.Banyaknya Desa yang Memiliki Sarana Pemasaran Produksi dan Lembaga Keuangan Mikro ........................................................ 64

Tabel 16.Banyaknya Desa yang Memiliki Unit Usaha Masyarakat ........... 65

Page 4: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan merupakan konsep normatif yang dibangun oleh

nilai-nilai (values) dan pengembangan (improvement) bersama. Dengan

demikian pembangunan adalah perjuangan nilai-nilai dalam mewujudkan

improvement bersama. Dalam perspektif ini, ukuran keberhasilan

pembangunan tidak pernah bersifat tunggal tetapi komposit. Dalam

kerangka pembangunan tersebut, pembangunan tidak hanya sekedar

sebagai pembangunan ekonomi dan tidak hanya mengejar pertumbuhan

semata.

Pembangunan nasional selama lebih dari tiga puluh tahun terakhir

ini telah menjadikan ekonomi, khususnya pertumbuhan, sebagai pilar

utama pembangunan. Akibatnya, struktur pertumbuhan ekonomi

nasional yang tidak stabil akan mengakibatkan lemahnya struktur politik

dan sosial yang sebelumnya dibangun dalam kerangka pertumbuhan

tersebut. Struktur perekonomian nasional yang hingga saat ini masih

rapuh, menyebabkan pertumbuhan perekonomian nasional sering kali

dipengaruhi oleh kondisi politik yang terjadi di dalam negeri. Seharusnya

perekonomian nasional mampu bertahan di tengah kondisi politik yang

kurang kondusif. Hal ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi saat ini

yang belum mencapai pembangunan rakyat sebenarnya dan masih belum

maksimal. Kerana itu diperlukan pembentukan pondasi perekonomian

nasional kuat yang tidak lagi terlalu bergantung pada kondisi politik,

namun dapat bertahan dan tumbuh sesuai dengan pondasi yang telah

dibangun.

Bila dikaitkan dengan pemikiran tersebut, hal ini terjadi karena

kegagalan pembangunan nasional dalam mendefinisikan improvement

yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan

dalam mendefinisikan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat. Oleh

karena itu, bisa dimengerti apabila pembangunan nasional selama ini bias

ke perkotaan.

Selama ini pembangunan telah secara tidak langsung mengabaikan

masyarakat pedesaan. Dengan kata lain, proses pembangunan telah

Page 5: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

2

melahirkan persoalan disparitas dan ketidakadilan yang membebani

masyarakat di pedesaan. Masyarakat di pedesaan memiliki tingkat

kesejahteraan yang jauh lebih rendah dibandingkan mereka yang tinggal

diperkotaan. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Penduduk di Bawah Garis Kemiskinan

TAHUN GARIS KEMISKINAN

(RP/KAPITA/BULAN)

PENDUDUK DI BAWAH GARIS KEMISKINAN

Jumlah (juta) Persentase (%)

Kota Desa Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

1976 4.522 2.849 10,0 44,2 54,2 38,8 40,4 40,1

1978 4.969 2.981 8,3 38,9 47,2 30,8 33,4 33,3

1980 6.831 4.449 9,5 32,8 42,3 29,0 28,4 28,6

1981 9.777 5.877 9,3 31,3 40,6 28,1 26,5 26,9

1984 13.731 7.746 9,3 25,7 35,0 23,1 21,2 21,6

1987 17.381 10.294 9,7 20,3 30,0 20,1 16,1 17,4

1990 20.614 13.295 9,4 17,8 27,2 16,8 14,3 15,1

1993 27.905 18.244 8,7 17,2 25,9 13,5 13,8 13,7

1996 38.246 27.413 7,2 15,3 22,5 9,7 12,3 11,3

1998 96.959 72.780 17,6 31,9 49,5 21,9 25,7 24,2

1999 92.409 74.272 15,7 32,7 48,4 19,5 26,1 23,5

2000 91.632 73.648 12,3 26,4 38,7 14,6 22,4 19,1

2001 100.011 80.382 8,6 29,3 37,9 9,8 24,8 18,4

2002 130.499 96.512 13,3 25,1 38,4 14,5 21,1 18,2

2003 138.803 105.888 12,2 25,1 37,3 13,6 20,2 17,4

2004 143.455 108.725 11,4 24,8 36,1 12,1 20,1 16,7

2005 150 799 117 259 12,4 22,70 35,1 11,37 19,51 15,97

2006 175 324 131 256 14,29 24,76 39,1 13,36 21,90 17,75

Sumber: BPS (berbagai tahun)

Apabila dilihat dari Tabel 1, terlihat bahwa garis kemiskinan di

perdesaan lebih rendah dibandingkan di perkotaan sampai tahun 2006.

Garis kemiskinan di perkotaan adalah Rp 175,324/kapita/bulan,

sedangkan di perdesaan mencapai Rp 131,256 kapita/bulan, dengan

jumlah penduduk miskin di perkotaan mencapai 14,29 juta dan jumlah

penduduk miskin di perdesaan mencapai 24,76 juta.

Ukuran paling nyata dari lemahnya pemaknaan dan praksis

pembangunan yang telah berlangsung selama ini adalah lahirnya

kemiskinan dan pengangguran struktural di perdesaan. Upaya

pengurangan kemiskinan dan pengangguran, membutuhkan

pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan tersebut tidak saja perlu memadai

Page 6: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

3

besarannya, namun juga tidak bias ke arah golongan masyarakat dan

wilayah tertentu. Hal ini memerlukan adanya model pembangunan yang

cocok dengan kondisi aktual.

Model pembangunan ekonomi yang banyak diterapkan negara-

negara berkembang adalah model pengembangan sektor rangkap (dual

sector) yang diusulkan oleh Lewis (1954)1. Model ini didasarkan pada

asumsi bahwa banyak negara berkembang memiliki perekonomian

rangkap, yaitu sektor pertanian yang bersifat tradisional dan sektor

industri yang bersifat modern. Sektor pertanian tradisional diasumsikan

bersifat subsisten dan memiliki karakteristik yaitu produktivitas rendah,

pendapatan rendah, tabungan rendah dan surplus tenaga kerja yang

cukup besar, serta berada di kawasan pedesaan. Sektor industri

diasumsikan memiliki teknologi maju, investasi tinggi dan berada di

kawasan perkotaan.

Orang yang pindah dari desa ke kota akan mendapatkan

peningkatan pendapatan yang pada gilirannya meningkatkan tabungan.

Kunci pembangunan menurut Model Lewis adalah meningkatkan

tabungan yang diikuti dengan peningkatan investasi, yaitu pada sektor

industri modern. Urbanisasi dari desa yang miskin ke perkotaan yang

kaya akan memberi peluang bagi pekerja untuk mendapatkan pendapatan

yang lebih tinggi dan mengalokasikannya untuk tabungan dan investasi.

Pertumbuhan di sektor industri dengan sendirinya akan menghasilkan

permintaan tenaga kerja dan menyediakan dana untuk investasi.

Pendapatan yang dihasilkan oleh sektor industri memberikan trickle down

ke setiap aktivitas ekonomi.

Schelkle mengkritik asumsi ekonomi tertutup yang digunakan

dalam model pembangunan dualistik Lewis. Menurut Schelkle, suatu

ekonomi yang bersifat tertutup akan menghalangi berbagai transaksi,

terutama karena adanya proteksi dan perfect capital control. Dalam suatu

ekonomi tertutup, capital flight akan menyebabkan tidak produktif. Hal ini

akan mengurangi pendapatan petani ke depan. Apabila terjadi inflasi,

pemerintah akan memakai tabungan rumahtangga sebagai alternatif aset

1 Lewis,W.A. 1954. Dual Sector Model of Development: The Theory of Trickle

Down.http://www.bized.ac.uk/virtual/dc/copper/theory/th8.html.

Page 7: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

4

keuangan domestik. Pengurangan tabungan akan mengurangi investasi,

dan menghambat pertumbuhan.2

Pendekatan yang diusulkan Schelkle menggunakan sektor moneter

sebagai sektor non-pertanian. Sektor moneter dinyatakan dalam suatu

pasar kredit. Tingkat bunga ditentukan berdasarkan permintaan dan

penawaran kredit. Tingkat bunga yang lebih tinggi akan mengurangi

permintaan efektif karena distribusi pendapatan bergeser ke rumahtangga

yang cenderung untuk meningkatkan tabungan.

Dalam sektor pertanian, rumahtangga yang berpendapatan sangat

rendah bergantung pada upah, dan tidak ada sisa penghasilan untuk

ditabung. Permintaan efektif akan berkurang apabila terjadi kenaikan

suku bunga karena kenaikan suku bunga akan meningkatkan tabungan

yang dimiliki oleh rumahtangga berpendapatan tinggi dan menurunkan

konsumsi. Dengan kata lain, distribusi pendapatan tidak terjadi melalui

tabungan. Dalam suatu perekonomian dual, aset riil merupakan the

medium of flight dari mata uang, sehingga berpotensi memunculkan

inflasi. Inflasi secara berangsur-angsur akan menghilangkan basis

produksi pertanian rumahtangga. Oleh karena itu, untuk menjaga

kestabilan rumahtangga berpendapatan rendah, perlu dilakukan stabilitas

moneter atau kebijakan perkreditan yang sesuai.

Pembangunan perdesaan tidak mutlak hanya membicarakan sektor

pertanian. Pembangunan perdesaan hendaknya ditinjau dalam konteks

transformasi ekonomi, struktur sosial, kelembagaan dan cara-cara kerja

di daerah pedesaan pada masa mendatang. Transformasi ini mencakup

berbagai perubahan kelembagaan, sistem penyuluhan dan komunikasi

pembangunan yang efektif. Semua ini perlu ditopang oleh investasi

pemerintah yang memadai dalam infrastruktur serta penelitian dan

pengembangan perdesaan3.

Pembangunan daerah perdesaan penting dilakukan secara

integratif. Pertumbuhan industri tidak akan berjalan lancar apabila

perdesaan stagnan. Jika bisa berjalan, pertumbuhan industri tersebut

2 Schelkle, W. 1996. Dualism in Development Economics: Some Critical Remark and An Alternative Proposal. http://www.wiwiss.fu-berlin.de/w3/w3lorenz/texte/dualism.pdf.

3 Perkins, D.H., D.R. Snodgrass, M. Gillis, and M. Roemer. 2001. Economics of

Development. Fifth Edition. W.W. Norton and Co. London.

Page 8: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

5

cenderung menciptakan berbagai ketimpangan internal dalam

perekonomian, yang pada gilirannya akan memperparah masalah

kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan pengangguran4.

Menurut Yudhoyono (2004), kebijakan fiskal dapat digunakan

untuk menanggulangi masalah pengangguran dan kemiskinan.

Peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur

dapat menurunkan pengangguran secara signifikan. Pengeluaran

pemerintah untuk infrastruktur ternyata manfaatnya relatif kurang dapat

dinikmati di pedesaan jika dibandingkan dengan perkotaan. Ada

kemungkinan desain atau arah pengembangan infrastruktur yang terjadi

bias ke arah perkotaan dan bukannya ke perdesaan. Sedangkan untuk

mengatasi masalah kemiskinan, khususnya di kawasan perdesaan

dimana jumlah orang miskin banyak berada, diperlukan kombinasi

kebijakan fiskal, yaitu peningkatan pengeluaran pemerintah dan

peningkatan upah. Namun peningkatan upah ini hendaknya terjadi

melalui peningkatan peluang kerja di luar sektor non-pertanian yang ada

di pedesaan atau peningkatan peluang kerja secara umum.5

Pengembangan aktivitas-aktivitas perekonomian pedesaan, yang

tentunya melibatkan investasi swasta akan membantu peningkatan upah

dan daya beli masyarakat yang akhirnya dapat mempercepat penurunan

kemiskinan. Dalam menanggulangi kemiskinan, kebijakan fiskal dalam

bentuk peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sektor

pertanian memang perlu dikombinasikan dengan kebijakan sektor lain.6

Dengan kenyataan tersebut, pembangunan perdesaan dapat

dipandang sebagai bagian penting dari strategi pembangunan nasional

untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran. Artinya, pembangunan

perdesaan akan menjadi bagian integral dan sekaligus arus utama

pembangunan nasional. Dengan strategi ini, pembangunan akan berjalan

secara sinergi antara perkotaan dan perdesaan, serta antara pertanian,

industri dan jasa.

4 idem.ditto. 5 Yudhoyono, S.B. 2004. Pembangunan Pertanian dan Perdesaan Sebagai Upaya Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran: Analisis Ekonomi-Politik Kebijakan Fiskal. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

6 idem ditto

Page 9: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

6

1.2. Permasalahan

Migrasi merupakan mekanisme redistribusi penduduk. Dalam

membahas migrasi kita tidak dapat melepaskan dari urbanisasi.

Urbanisasi sebagai keadaan dan proses pemusatan penduduk di daerah

urban (perkotaan) yang dipengaruhi oleh migrasi dari desa ke kota.

Biasanya urbanisasi disebabkan oleh tiga faktor, yaitu pertambahan

alami, migrasi desa-kota dan reklasifikasi daerah perdesaan (rural)

menjadi perkotaan (urban).

Secara teoritik ada dua faktor yang mempengaruhi migrasi, yang

biasanya dikelompokkan menjadi faktor pendorong (push factor) dan

faktor penarik (pull factor). Faktor-faktor pendorong tersebut terdiri atas:

1. Berkurangnya sumberdaya alam dan menurunnya permintaan atas

bahan baku.

2. Terbatasnya lapangan pekerjaan di tempat asal, seperti akibat

masuknya teknologi pertanian di perdesaan.

3. Adanya perlakuan diskriminasi politik, agama, dan suku di daerah

asal.

4. Tidak lagi sesuai dengan adat/budaya/kepercayaan di tempat asal.

5. Alasan pekerjaan atau perkawinan.

6. Adanya bencana.

Faktor-faktor penarik terdiri atas:

1. Adanya rasa superior atau kecocokan di tempat baru.

2. Kesempatan mendapatkan pendapatan yang lebih baik.

3. Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.

4. Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, baik

iklim, fasilitas maupun prasarana yang lain.

5. Ajakan dari kerabat atau teman dekat.

6. Adanya aktifitas-aktifitas di kota besar, tempat hiburan, pusat bisnis,

perbelanjaan dan pusat pemerintahan.

Tetapi secara garis besar, sebenarnya ada empat faktor yang

menyebabkan seseorang memutuskan untuk melakukan migrasi menurut

Lee (1976), yaitu: 1) Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, 2) Faktor-

faktor yang terdapat di daerah tujuan, 3) Rintangan-rintangan yang

menghambat, dan 4) Faktor-faktor pribadi.

Faktor-faktor pendorong dan penarik migrasi penduduk ke kota,

ternyata sejalan dengan kebijakan pembangunan ekonomi yang lebih

Page 10: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

7

berorientasi pada pertumbuhan dan konglomerasi. Arah kebijakan

pembangunan ekonomi yang demikian semakin melebarkan kesenjangan

dan ketidakadilan. Timbulnya dikotomi seperti Jawa-luar Jawa, Indonesia

bagian barat-timur, desa-kota, sektor formal-informal, dan persoalan

kemiskinan merupakan beberapa indikator kegagalan kebijakan politik

ekonomi pemerintahan dalam pemerataan dan keadilan bagi

kesejahteraan masyarakat.

Tetapi ketimpangan antardaerah pada provinsi-provinsi terjadi

sebagai konsekuensi dari pembangunan yang terkonsentrasi di Pulau

Jawa dan Bali. Lebih dari itu, pengembangan provinsi-provinsi baru sejak

2001 dan desentralisasi diduga akan mendorong kesenjangan antardaerah

yang lebih lebar. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah

daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam menentukan

kebijakan dan program pembangunan yang terbaik bagi peningkatan

kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah masing-masing. Latar

belakang demografi, geografis, ketersediaan infrastruktur dan budaya

yang tidak sama, serta kapasitas sumberdaya yang berbeda, memiliki

konsekuensi adanya keberagaman kinerja daerah dalam pelaksanaan dan

pencapaian tujuan pembangunan. Perbedaan kinerja selanjutnya akan

menyebabkan ketimpangan pembangunan antarwilayah, meningkatnya

tuntutan daerah, dan kemungkinan disintegrasi bangsa.

Ketimpangan pembangunan antarwilayah dapat dilihat dari

perbedaan tingkat kesejahteraan dan perkembangan ekonomi

antarwilayah. Data BPS tahun 2004 menunjukkan bahwa angka

kemiskinan di DKI Jakarta hanya sekitar 3,18 persen, sedangkan di

Papua sekitar 38,69 persen. Ketimpangan pelayanan sosial dasar yang

tersedia, seperti pendidikan, kesehatan dan air bersih juga terjadi

antarwilayah, dimana penduduk di Jakarta rata-rata bersekolah selama

9,7 tahun, sedangkan penduduk di NTB rata-rata hanya bersekolah

selama 5,8 tahun. Hanya sekitar 30 persen penduduk Jakarta yang tidak

mempunyai akses terhadap air bersih, tetapi di Kalimantan Barat lebih

dari 70 persen penduduk tidak mempunyai akses terhadap air bersih.

Data BPS tahun 2004 mengenai penguasaan PDRB (Pendapatan

Domestik Regional Bruto) seluruh provinsi dan lajur pertumbuhan PDRB

antarprovinsi menunjukkan bahwa Provinsi di Jawa dan Bali menguasai

sekitar 61,0 persen dari seluruh PDRB, sedangkan provinsi di Sumatra

Page 11: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

8

menguasai sekitar 22,2 persen, provinsi di Kalimantan menguasai 9,3

persen, Sulawesi menguasai 4,2 persen, dan provinsi di Nusa Tenggara,

Maluku dan Papua hanya 3,3 persen. Selain itu, laju pertumbuhan PDRB

provinsi di Jawa dan Bali pada tahun 2004 sebesar 10,71 persen, provinsi

di Sumatra sebesar 7,78 persen, provinsi di Kalimantan 5,72 persen,

provinsi di Sulawesi sebesar 11,22 persen, dan provinsi di Nusa Tenggara,

Maluku dan Papua sebesar 4,34 persen. Kecenderungan persebaran

penguasaan PDRB dan laju pertumbuhan yang tidak sama akan

menyebabkan semakin timpangnya pembangunan antarwilayah.

Ketimpangan pembangunan antarwilayah juga ditandai dengan

rendahnya aksesibilitas pelayanan sarana dan prasarana ekonomi dan

sosial terutama masyarakat di perdesaan, wilayah terpencil, perbatasan

serta wilayah tertinggal. Ketimpangan antara kawasan perkotaan dan

perdesaan ditunjukkan oleh rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat

desa, tertinggalnya pembangunan kawasan perdesaan dibanding dengan

perkotaan, dan tingginya ketergantungan kawasan perdesaan terhadap

kawasan perkotaan. Hal ini disebabkan oleh minimnya akses pada

permodalan, lapangan kerja, informasi, teknologi pendukung, dan

pemasaran hasil-hasil produksi di perdesaan.

Ketimpangan juga terjadi antara daerah perkotaan dan perdesaan.

Daerah perkotaan lebih berkembang dari segi ekonomi, karena terdapat

investasi negara dan swasta, dan fasilitas infrastruktur yang

terkonsentrasi tinggi. Peluang ekonomi dan fasilitas infrastruktur yang

terdapat dalam suatu kota telah menarik lebih banyak orang dari

perdesaan dan menambah masalah urbanisasi. Jika kota-kota gagal

mengatasi masalah yang diakibatkan oleh urbanisasi, maka hal ini akan

menciptakan masalah sosio-ekonomi yang lebih banyak lagi bagi

perkotaan. Di sisi lain, kota yang mampu mengelola masalah urbanisasi

dapat lebih banyak berperan sebagai pusat pertumbuhan bagi daerah-

daerah di sekitarnya dan mengurangi masalah akibat kesenjangan yang

tajam antara perkotaan dan perdesaan.

Karenanya pemikiran yang dirintis oleh Simon Kuznets guru besar

Harvard University masih dapat dipakai untuk melihat berbagai bentuk

ketimpangan dan kesenjangan yang terjadi di Indonesia, baik antar

daerah, Jawa-luar Jawa, dan desa-kota. Menurut Kuznets, proses

pembangunan ekonomi pada tahap awal umumnya disertai oleh

Page 12: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

9

kemerosotan yang cukup besar dalam pembagian pendapatan, yang baru

berbalik menuju suatu pemerataan yang lebih besar dalam pembagian

pendapatan pada tahap pembangunan berikutnya.

Kondisi pembangunan ekonomi yang dikatakan Kuznets sesuai

dengan apa yang terjadi di Indonesia. Dimana pembangunan ekonominya

hanya terpusat di kota, dan model pembangunan ekonominya pun lebih

mengarah pada ekonomi biaya tinggi. Akibat pembangunan yang hanya

terpusat di kota, maka terjadilah ketimpangan spasial. Wilayah Jawa dan

kota-kota (metropolitan) menjadi wilayah yang terlalu padat dengan

berbagai aktifitas di dalamnya, baik aktifitas ekonomi, sosial, pendidikan,

politik, hukum, maupun aktifitas yang lain. Pembangunan perkotaan

(aglomerasi) menjadi daya tarik yang menjadikan pembangunan

perdesaan ditinggalkan (marjinal). Sehingga perkotaan menjadi lahan

baru yang semakin sempit, tetapi semakin kompleks dengan

konflik/perebutan ruang yang tak terhindarkan.

Dengan melihat bentuk ketimpangan yang ada di atas, maka dapat

disebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya ketimpangan

tersebut, yaitu: 1) Kepemilikan sumberdaya alam yang tidak merata

antardaerah, 2) Sumberdaya manusia yang tidak merata, 3) Distribusi

aset yang tidak merata, 4) Disparitas sosial-ekonomi, dan 5) Prioritas

kebijakan yang bersifat top-down dan sektoral.

Kelima faktor yang mempengaruhi munculnya ketimpangan spasial

dan kesenjangan sosial baik antar daerah, Jawa-luar Jawa, dan desa-

kota, dapat diperbaiki dengan membuat prioritas kebijakan yang

menekankan pada 3 hal, yaitu: Pertama, pengembangan sumberdaya

manusia, terutama di perdesaan, dan di daerah terpencil. Kedua,

pembangunan infrastruktur dasar di daerah perdesaan dan terpencil,

termasuk infrastruktur fisik (jalan, listrik, air), serta pendidikan dan

kesehatan. Ketiga, membangun daerah-daerah perdesaan melalui

kegiatan usaha pertanian dan nonpertanian. Pemerintah dapat berperan

sebagai fasilitator untuk menstimulasi ekonomi perdesaan melalui

berbagai cara, seperti penyediaan infrastruktur, pendidikan, kredit, dan

lain-lain, yang mempengaruhi pengembangan kegiatan usaha pertanian

dan nonpertanian, atau semisal program pembangunan baru yang pernah

ditempuh Filipina yang bertujuan mencapai pertumbuhan ekonomi pesat

dengan keadilan sosial dan kesempatan kerja penuh. Filipina menerapkan

Page 13: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

10

strategi pembangunan yang bercabang dua, yaitu mobilisasi sektor

perdesaan yang bertujuan menciptakan lapangan kerja penduduk

perdesaan, dan mendorong industrialisasi yang berorientasi ekspor,

terutama industri kecil padat karya, agar industri di perkotaan mampu

mendorong perkembangannya atas kekuatan sendiri tanpa bergantung

pada perdesaan.

Strategi mobilisasi perdesaan terlebih dulu terbukti berhasil di

beberapa negara, seperti di Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Hongkong dan

Singapura mampu mendorong industrialisasi di perkotaan7. Kedua

strategi bercabang ini dapat direalisasikan sekaligus dengan upaya

pembentukan agropolitan dan megapolitan secara terpadu dan terencana

dalam kebijakan pembangunan nasional. Di mana agropolitan bertujuan

mengembangkan ekonomi perdesaan yang kelak diharapkan menjadi

penyangga bagi pengembangan megapolitan yang terpadu dengan daerah

di sekitanya, terutama daerah-daerah perdesaan.

Pembangunan nasional yang telah dilakukan selama ini meskipun

secara umum telah mampu meningkatkan kualitas hidup dan

kesejahteraan masyarakat, ternyata masih menimbulkan kesenjangan

pembangunan antarwilayah. Ketimpangan pembangunan terutama terjadi

antara Jawa-luar Jawa, antarkota dan antara kota-desa.

Permasalahan lain adalah masih adanya kesenjangan antar wilayah

perkotaan dan perdesaan, pembangunan perdesaan masih relatif

tertinggal jika dibandingkan dengan perkotaan, yang dicerminkan antara

lain dengan rendahnya kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat

perdesaan. Salah satu contohnya, baru sekitar 6,4 persen rumah tangga

perdesaan yang telah dilayani infrastruktur perpipaan air minum,

sementara di perkotaan telah mencapai 32 persen8. Beberapa masalah

pokok yang perlu diprioritaskan penyelesaiannya adalah keterbatasan

akses masyarakat perdesaan terhadap sumber daya produktif, kapasitas

kelembagaan sosial-ekonomi pembangunan perdesaan yang belum

memadai, serta rendahnya kualitas pelayanan prasarana-sarana

permukiman perdesaan. Di samping itu, investasi yang lebih cenderung

terkonsentrasi di perkotaan, terutama kota-kota besar dan metropolitan,

menyebabkan kian meningkatnya kesenjangan ekonomi perdesaan

7 Harry T. Oshima, 1989: 167-169.

8 idem ditto

Page 14: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

11

dengan perkotaan yang berimplikasi pada munculnya berbagai masalah

terkait dengan urbanisasi, eksternalitas negatif, dan lain-lain.

Dalam mewujudkan sarana pembangunan pedesaan, banyak

kendala yang akan dihadapi, yaitu masalah pengangguran, kemiskinan,

kesenjangan, konflik sosial dan lain sebagainya. Masalah kemiskinan

menyebabkan ketimpangan baik antar golongan penduduk, antar sektor

kegiatan ekonomi maupun antar daerah. Dalam lingkup yang lebih luas,

masalah kemiskinaan dan kesenjangan akan memicu kecemburuan

sosial, dan pada akhirnya mengganggu kelangsungan pembangunan.

Hal lain yang juga terjadi adalah terkait perencanaan

pembangunan. Pembangunan perdesaan merupakan bagian dari

pembangunan nasional. Karena itu, pembangunan perdesaan merupakan

dirumuskan dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional, dimana

Indonesia menerapkan perencanaan pembangunan dari bawah (bottom-up

planning), yang dimulai dari Musbangdes di desa sampai Rakorbang di

kabupaten/kota. Di atas kertas, konsep itu mengandung prinsip

pembangunan. Prinsip tersebut terkait dengan penempatan

kabupaten/kota sebagai wilayah pembangunan otonom, yang mempunyai

kewenangan untuk mengelola perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan di wilayah yurisdiksinya. Dari tingkat bawah, proses dan isi

perencanaan pembangunan masih bersifat elitis, sehingga peran

masyarakat secara aktif perlu dilibatkan.

Peran serta masyarakat dipahami sangat berbeda menurut cara

pandang orang maupun konteks kelembagaan, politik, dan sosial-

budayanya. Ada yang memahami peran serta sebagai proses

mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi

tawar-menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan

yang lebih tinggi di segala aspek dan sektor kehidupan. Ada pula pihak

lain yang menegaskan bahwa peran serta adalah proses memfasilitasi

masyarakat secara bersama-sama pada sebuah kepentingan bersama

atau urusan yang secara kolektif dapat mengidentifikasi sasaran,

mengumpulkan sumber daya, mengerahkan suatu kampanye aksi dan

membantu menyusun kembali kekuatan dalam komunitas.

Page 15: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

12

Peran serta masyarakat desa dapat diamati dari beberapa sudut

pandang. Pertama, peran serta dimaknai dalam konteks menempatkan

posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima

manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar

seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau

partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat secara

mandiri bukan berarti lepas dari tanggung jawab negara. Pemberian

layanan publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan

komunikasi) kepada masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban)

negara secara given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti

terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi,

mengontrol lingkungan dan sumberdayanya sendiri, menyelesaikan

masalah secara mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah

negara. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan

pemerintahan.

Kedua, peran serta secara prinsipil berurusan dengan upaya

memenuhi kebutuhan (needs) masyarakat. Banyak orang berargumen

bahwa masyarakat akar rumput sebenarnya tidak membutuhkan hal-hal

yang utopis seperti demokrasi, desentralisasi, good governance, otonomi

daerah, masyarakat sipil, dan seterusnya. Tetapi persoalannya

sumberdaya untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat itu sangat

langka (scarcity) dan terbatas (constrain). Masyarakat tidak mudah bisa

akses pada sumber daya untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan

dan papan. Oleh karena itu, peran serta adalah sebuah upaya memenuhi

kebutuhan masyarakat di tengah-tengah scarcity dan constrain sumber

daya. Bagaimanapun juga berbagai sumber daya untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat bukan hanya terbatas dan langka, melainkan ada

problem struktural (ketimpangan, eksploitasi, dominasi, dan hegemoni)

yang menimbulkan pembagian sumber daya secara tidak merata.

Ketiga, peran serta terbentang dari proses sampai visi ideal. Dari

sisi proses, masyarakat sebagai subyek melakukan tindakan atau gerakan

secara kolektif mengembangkan potensi-kreasi, memperkuat posisi tawar,

dan meraih kedaulatan. Dari sisi visi ideal, proses tersebut hendak

mencapai suatu kondisi dimana masyarakat mempunyai kemampuan dan

kemandirian memberikan voice, mendapatkan akses dan kontrol terhadap

Page 16: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

13

lingkungan, komunitas, sumber daya dan relasi sosial-politik dengan

negara. Proses untuk mencapai visi ideal tersebut harus tumbuh dari

bawah dan dari dalam masyarakat sendiri. Namun, dalam kondisi

struktural yang timpang masyarakat sulit sekali membangun kekuatan

dari dalam dan dari bawah, sehingga membutuhkan intervensi dari luar.

Hadirnya pihak luar (pemerintah, LSM, organisasi masyarakat sipil,

organisasi agama dan perguruan tinggi) ke masyarakat bukan untuk

menggurui, atau menentukan, melainkan bertindak sebagai fasilitator

(katalisator) yang memudahkan, menggerakkan, mengorganisir,

menghubungkan, memberi ruang, mendorong, membangkitkan dan

seterusnya. Hubungan antara komunitas dengan pihak luar itu bersifat

setara, saling percaya, saling menghormati, terbuka, serta saling belajar

untuk tumbuh berkembang secara bersama-sama.

Keempat, peran serta masyarakat diharapkan masyarakat memiliki

peran yang aktif sebagai pengambil keputusan dalam tahap pembangunan

perdesaan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Peran

masyarakat tersebut dibatasi sesuai dengan mekanisme kerja dan

kemampuan yang dimilikinya. Sebelum hal ini terjadi, diasumsikan

masyarakat telah memiliki kemampuan yang cukup dan fasilitasi

pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah telah dilakukan. Peran serta

masyarakat yang aktif ini akan meminimalisasi peran pemerintah dalam

pembangunan, sehingga anggaran pembangunan yang dikeluarkan oleh

pemerintah menjadi kecil.

Hasil penelitian antara PSP3 IPB dan Bappenas Tahun 2004

menyatakan bahwa upaya yang perlu dilakukan untuk dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan pembangunan

ekonomi pedesaan dimasa mendatang adalah9:

1. Peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, peningkatan ini

menjadi sesuatu yang penting karena dengan meningkatnya

kemampuan sumberdaya manusia yaitu peningkatan jenjang

pendidikan penduduk akan berpengaruh pada kecepatan 9 [PSP3 IPB dan BAPPENAS] Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan

Institut Pertanian Bogor dan BAPPENAS. 2004. Kajian Pembangunan Ekonomi Desa untuk Mengatasi Kemiskinan. Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan Institut Pertanian Bogor, dan Direktorat Permukiman dan Perumahan BAPPENAS. Bogor.

Page 17: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

14

penyerapan adopsi teknologi, kemampuan untuk menggali informasi

dan daya kreatifitas dan inovasi. Dengan peningkatan kemampuan

tersebut akan lebih meningkatkan pendapatan masyarakat, yang

akhirnya akan meningkatkan kesejahteraannya dan dapat

mengentaskan kemiskinan.

2. Adanya penciptaan dan pengembangan lembaga ekonomi yang

sudah ada, lembaga ekonomi ini seperti keberadaan koperasi, unit

pelaksana teknis (UPT), tempat pelelangan ikan (TPI), akan

membantu masyarakat dalam upaya untuk meningkatkan

pendapatan.

3. Mengevaluasi peraturan-peraturan yang selama ini terkait dan

berhubungan dengan masyarakat pedesaan, agar lebih berpihak

pada masyarakat kecil, dengan demikian campur tangan

pemerintah paling tidak dibutuhkan untuk memberi kepastian

hukum dan melindungi masyarakat kecil jika akan berhadapan

dengan golongan masyarakat yang mempunyai modal dan

kekuasaan yang lebih besar.

4. Pemerintah supaya lebih aktif mendorong dan mancari alternatif

matapencarian pada masyarakat pedesaan terutama pada

masyarakat yang hidup pada desa dengan tipologi desa nelayan,

desa jasa dan desa perdagangan. Peran aktif pemerintah tersebut

terutama ditujukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat

melalui suatu pelatihan atau kursus maupun pendidikan

keterampilan, seperti pelatihan pengolahan hasil perikanan, bagi

desa nelayan maupun pelatihan untuk berkreasi seni lebih tinggi

terhadap hasil keramik dan gerabah pada masyarakat di desa dan

sektor perdagangan.

1.3. Cakupan Pembangunan Desa

Naskah akademis ini mencakup permasalahan dan upaya untuk

mewujudkan pembangunan bagi masyarakat perdesaan di Indonesia

secara adil.

1.4. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan naskah akademis ini antara lain:

1. Membangun paradigma baru dalam usaha pembangunan desa.

Page 18: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

15

2. Mengidentifikasi berbagai upaya dalam mewujudkan pembangunan

bagi masyarakat pedesaan secara adil dan berkesinambungan.

3. Memberikan kejelasan mengenai pengembangan potensi desa sesuai

dengan sumberdaya dan karakteristik desa masing-masing sehingga

pembangunan yang dilaksanakan tepat sasaran dan optimal.

4. Menempatkan desa sebagai daerah yang memiliki kemampuan untuk

menyokong keberadaan kota tanpa mobilitas sumberdaya manusia,

sehingga mampu menjadikan desa sebagai daerah yang

berswasembada dan mampu menyumbang pendapatan pemerintah

dari sisi demand maupun sisi supply.

Page 19: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

16

BAB II

TINJAUAN TEORETIK DAN EMPIRIK

2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi : Faktor-Faktor yang Menentukan

Pertumbuhan10

Dalam sejarah pemikiran ekonomi, penulis ekonomi pada bagian

kedua abad ke-18 dan permulaan abad ke-20. Lazim digolongkan sebagai

kaum klasik. Selanjutnya, kaum ini dapat dibedakan dalam dua golongan,

yaitu :

1. Golongan klasik saja.

Merupakan ahli-ahli ekonomi yang mengungkapkan analisisnya

sebelum tahun 1870. Tokoh-tokoh dari golongan ini adalah Adam

Smith, David Ricardo, Robert Malthus, dan John Stuart Mill.

2. Kaum Neo klasik.

Merupakan ahli-ahli ekonomi yang mengungkapkan analisisnya

setelah tahun itu. Yang termasuk tokoh neo klasik adalah Carl Menger

dan ahli ekonomi dari Austria yang lain, Alfred Marshall, Leon Walras,

dan Knut Wicksel.

Kedua golongan tersebut banyak mencurahkan perhatiannya kepada

sifat-sifat kegiatan masyarakat dalam jangka pendek dan sedikit sekali

menganalisis masalah pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut disebabkan

oleh pandangan mereka yang berkeyakinan bahwa mekanisme pasar akan

menciptakan suatu suasana yang mengakibatkan perekonomian akan

berfungsi secara efisien. Dari pandangan ini selanjutnya mereka

berpendapat bahwa pembangunan ekonomi, walaupun berjalan secara

perlahan,akan selalu berjalan dengan lancar dan teratur. Oleh sebab itu

kaum Neo-Klasik sangat sedikit memperhatikan masalah-masalah

pembangunan.

Perbedaan terhadap masalah-masalah pembangunan berbeda sekali

keadaannya di kalangan ahli-ahli ekonomi yang hidup pada akhir abad

ke-18. dan bagian pertama abad ke-19. Mungkin pada saat itulah negara-

negara maju mulai mengalami pembangunan ekonomi yang pesat, yaitu

10 Sukirno, S. 2006. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan. Edisi

Kedua. Cetakan Pertama. Penerbit Kencana Prenada Media Group. Jakarta

Page 20: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

17

dengan munculnya industrial revolution dan terciptanya tahap lepas

landas dalam pembangunan ekonomi negara-negara tersebut.

Pandangan Adam Smith

Menurut pandangan Adam Smith, kebijakan laissez-faire atau sistem

mekanisme pasar akan memaksimalkan tingkat pembangunan ekonomi

yang dapat dicapai oleh suatu masyarakat.

Mengenai faktor yang menentukan pembangunan, Adam Smith

berpendapat bahwa perkembangan penduduk akan mendorong

pembangunan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperluas

pasar dan perluasan pasar akan meninggikan tingkar spesialisasi dalam

perekonomian tersebut. Sebagai akibat dari spesialisasi yang terjadi,

maka tingkat kegiatan ekonomi akan bertambah tinggi. Perkembangan

spesialisasi dan pembagian pekerjaan diantara tenaga kerja akan

mempercepat proses pembangunan ekonomi, karena spesialisasi akan

meninggikan tingkat produktivitas tenaga kerja dan mendorong

perkembangan teknologi.

Mengenai corak proses pertumbuhan ekonomi, Smith mengatakan

bahwa apabila pembangunan sudah terjadi, maka proses itu akan terus-

menerus berlangsung secara kumulatif. Apabila pasar berkembang,

pembagian kerja dan spesialisasi akan terjadi, dan yang belakangan ini

akan menimbulkan kenaikan produktivitas. Kenaikan pendapatan

nasional yang disebabkan oleh perkembangan tersebut dan

perkembangan penduduk dari masa ke masa, yang terjadi bersama-sama

dengan kenaikan dalam pendapatan nasional, akan memperluas pasar

dan menciptakan tabungan yang lebih banyak. Tambahan pula,

spesialisasi yang bertambah tinggi dan pasar yang bertambah luas akan

menciptakan teknologi dan mengadakan inovasi (pembaharuan). Maka,

perkembangan ekonomi akan berlangsung lagidan dengan demikian dari

masa ke masa pendapatan perkapita akan terus bertambah tinggi.

Pandangan Ricardo dan Mill

Ricardo dan Mill memiliki pandangan yang pesimis tentang akhir dari

proses pembangunan dalam jangka panjang. Mereka berpendapat bahwa

dalam jangka panjang perekonomian akan mencapai stationary state atau

suatu keadaan di mana perkembangan ekonomi tidak terjadi sama sekali.

Peranan penduduk dalam pembangunan ekonomi menurut Richardo dan

Malthus adalah, perkembangan penduduk yang berjalan dengan cepat

Page 21: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

18

akan memperbesar jumlah penduduk hingga dua kali lipat dalam waktu

satu generasi, akan menurunkan kembali tingkat pembangunan ke taraf

yang lebih rendah. Pada tingkat ini pekerja akan menerima upah yang

sangat minimal, yaitu upah hanya mencapai tingkat cukup hidup

(subsistence level). Pada saat ini apabila dinyatakan teori pertumbuhan

kaum klasik, maka yang dimaksudkan adalah teori pertumbuhan yang

dikemukakan Ricardo. Teori ini sangat dipengaruhi oleh teori

perkembangan penduduk yang dikemukakan Malthus dan teori hasil lebih

yang makin berkurang.

2.2. Desa

Desa adalah salah satu basis dan sumber kegiatan dalam

penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan. Kedudukan pemerintah

desa yang selama ini masih kurang kuat harus segera diperbaiki agar

dapat menggerakkan masyarakat desa untuk ikut berpartisipasi dalam

pembangunan, memiliki kemampuan dalam menyelenggarakan

administrasi desa yang saat ini semakin luas dan kompleks, dan dapat

menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dengan baik dan

tertib.Jumlah desa di Indonesia dan status pemerintahannya dapat dilihat

pada Tabel 2.

Berdasarkan Tabel 2, jumlah desa di seluruh Indonesia pada tahun

2005 mencapai 57,667 desa dan Provinsi Jawa Tengah memiliki jumlah

desa terbanyak seluruh Indonesia yaitu 6,163. Provinsi DKI Jakarta tidak

memiliki daerah yang status hukumnya adalah desa.

Page 22: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

19

Tabel 2. Banyaknya Desa Menurut Provinsi dan Status Pemerintahan No. Provinsi Desa Kelurahan Nagari Lainnya Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.

NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DIY Yogyakarta Jawa Timur Banten

Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan SulawesiTenggara Gorontalo Maluku Maluku Utara Papua

5479 4017 97

1384 1063 2400 1086 1944 236

- 3924 6075 269 6034 1070

465 617 2436 1400 1201 1732 891 937 1378 2281 1363 355 785 665 3133

- - -

44 106 57 94 42 67 16 27 2 -

51 88 -

43 11

3 19 147 28 64 21 76 90 48 394 175 18 8 39 39 - - -

- -

485 - - - - - - - - - - - -

- - - - - - - - - - - - - - - - - -

- 47 2 4 3 12 2 3 - - - - - - -

- 4 1 2 24 2

222 4 6

297 36 4 8 9 56 - - -

5523 4170 641 1482 1108 2479 1104 1974 238

- 3975 6163 269 6077 1081

468 640 2584 1430 1289 1755 1189 1031 1432 2872 1574 377 801 713 3228

- - -

Indonesia 54717 1817 485 648 57667

(Data BPS Podes 2005)

2.2.1 Definisi

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang

Desa, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-

batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan

bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan

merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan,

Page 23: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

20

Desa memiliki hak untuk mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam

perkembangannya, sebuah desa dapat ditingkatkan statusnya menjadi

kelurahan.

Dalam naskah revisi ditegaskan tentang definisi desa yang tidak

jauh berbeda dengan sebelumnya: “Desa atau yang disebut dengan nama

lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat

yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan

berada di Daerah Kabupaten/Kota”. Desa sama sekali tidak mempunyai

kewenangan yang konkret sebagaimana dimiliki provinsi dan

kabupaten/kota, kecuali kewenangan romantik (hak asal-usul) dan

kewenangan abstrak (kewenangan yang belum dilaksanakan oleh daerah

dan pemerintah). Naskah ini sama sekali tidak mengakomodasi masukan

dan tuntutan dari desa tentang perimbangan kekuasaan dan keuangan

kepada desa, yang menjadi bagian penting dalam pembaharuan desa.

Sampai saat ini belum ada kajian hukum yang mendalam mengenai

desa. Namun, definisi desa dan kedudukan desa dapat ditelaah

berdasarkan masa pemerintahan di Indonesia, khususnya dari masa

penjajahan Belanda. Di masa penjajahan Belanda, desa merupakan satu

kesatuan wilayah berdasarkan adat-istiadat yang berkedaulatan dalam

wilayah pemerintahan Hindia-Belanda. Pada masa penjajahan Jepang,

kata kedaulatan dihilangkan, menjadi desa sebagai satu kesatuan

wilayah berdasarkan adat-istiadat sebagai wilayah administrasi

pemerintahan Timur Raya. Implikasi dari pengaturan ini adalah

dibentuknya Rukun Tangga (RT) sebagai bagian dari pengawasan,

pengendalian dan penggerakkan paling bawah. Pada masa kemerdekaan,

definisi desa kembali seperti masa penjajahan Belanda, hanya saja

kalimat “.... dalam wilayah pemerintahan Hindia-Belanda” diganti menjadi

“.... dalam wilayah pemerintahan Republik Indonesia”. Namun keberadaan

RT seperti di masa penjajahan Jepang tetap dipertahankan. Hal ini

diperjelas dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, dengan

ditambah desa sebagai pemerintahan administratif ketiga setelah

pemerintahan kabupaten dan provinsi. Dalam Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1957, definisi desa masih tetap sama, hanya ditegaskan desa

Page 24: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

21

sebagai pemerintahan administratif, yaitu “... merupakan pemerintahan

otonom yang mengatur warga yang ada di wilayah otoritas hukum

administrasi tingkat ketiga setelah pemerintah kabupaten dan provinsi.”

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, kedudukan

desa tidak memiliki perubahan, dan diberikan penegasan, yaitu “... desa

sebagai daerah yang memiliki kekuasaan hukum, politik dan

pemerintahan secara otonom.” Sedangkan Undang-Undang Nomor 19

Tahun 1965 memperkuat proses demokratisasi di desa, prinsip

kedaulatan, otonom dan adat-istiadat. Sehingga didefinisikan desa sebagai

pemerintahan swapraja yang mempunyai kelembagaan demokrasi:

eksekutif, legislatif dan mahkamah desa/adat. Desa juga memiliki modal

sendiri berupa tanah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat

dan sebagai insenti birokrat desa.

2.2.2. Karakteristik Desa

Daerah-daerah di Indonesia memang mempunyai keragaman yang

luar biasa baik dilihat dari sisi kultur maupun kondisi geografis dan basis

ekonominya. BPS menentukan kriteria suatu lokasi yang ditetapkan

sebagai perdesaan atau perkotaan untuk menentukan adanya keragaman

wilayah. Kriteria tersebut adalah:

1. Kepadatan penduduk per kilometer persegi.

2. Persentase rumahtangga yang mata pencaharian utamanya adalah

pertanian atau non pertanian.

3. Persentase rumahtangga yang memiliki telepon.

4. Persentase rumahtangga yang menjadi pelanggan listrik.

5. Fasilitas umum yang ada di desa/kelurahan, seperti fasilitas

pendidikan, pasar, tempat hiburan, kompleks pertokoan dan fasilitas

lain, seperti hotel, biliar, diskotek, karaoke, panti pijat dan salon.

Masing-masing fasilitas diberi skor. Atas dasar skor yang dimiliki desa

tersebut, maka ditetapkan desa tersebut masuk dalam salah satu

kategori, yaitu perkotaan besar, sedang, kecil dan perdesaan.

Tipologi desa di Indonesia sangat beragam karena pengaruh sejarah

pemerintahan adat dan pengaruh modernisasi birokrasi. Sesuai dengan

Page 25: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

22

pemikiran dan konteks empirik yang berkembang di Indonesia, setidaknya

ada tiga tipe bentuk desa:

1. Tipe ”Desa Adat” atau sebagai self governing community sebagai bentuk

Desa asli dan tertua di Indonesia. Konsep ”otonomi asli” sebenarnya

diilhami dari pengertian Desa Adat ini. Desa Adat mengatur dan

mengelola dirinya sendiri dengan kekayaan yang dimiliki tanpa campur

tangan negara. Desa Adat tidak menjalankan tugas-tugas administratif

yang diberikan oleh negara. Saat ini Desa Pakraman di Bali yang masih

tersisa sebagai bentuk Desa Adat yang jelas.

2. Tipe ”Desa Administratif” (local state government) adalah Desa sebagai

satuan wilayah administratif yang berposisi sebagai kepanjangan

negara dan hanya menjalankan tugas-tugas administratif yang

diberikan negara. Desa Administratif secara substansial tidak

mempunyai otonomi dan demokrasi. Kelurahan yang berada di

perkotaan merupakan contoh yang paling jelas dari tipe Desa

Administratif.

3. Tipe ”Desa Otonom” atau dulu disebut sebagai Desapraja atau dapat

juga disebut sebagai local self government, seperti halnya posisi dan

bentuk daerah otonom di Indonesia. Secara konseptual, Desa Otonom

adalah Desa yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi sehingga

mempunyai kewenangan penuh untuk mengatur dan mengurus rumah

tangganya sendiri. Desa Otonom berhak membentuk pemerintahan

sendiri, mempunyai badan legislatif, berwenang membuat peraturan

Desa dan juga memperoleh desentralisasi keuangan dari negara.

Dalam konteks perjalanan Indonesia mencari posisi dan bentuk Desa,

ketiga tipe Desa yang telah diuraikan, dijadikan rujukan. Pertama, pemikiran

para founding fathers yang termuat dalam konstitusi secara jelas mengikuti

model Desa Adat, yakni mengakui (rekognisi) keberadaan kesatuan

masyarakat hukum adat yang jumlahnya sangat banyak dan beragam di

Indonesia. Kedua, pemikiran tentang Desa Otonom atau Desapraja atau

Daerah Otonom Tingkat III, yang menempatkan posisi Desa sebagai

subsistem pemerintahan kabupaten, sekaligus menerima limpahan

kewenangan dan alokasi dana dari kabupaten. Menurut pakar Universitas

Brawijaya dan IPDN, yang melakukan desentralisasi kepada Desa bukanlah

pemerintah kabupaten melainkan negara melalui pemerintah pusat. Karena

Page 26: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

23

itu, kedudukan Desa harus dipertegas lebih dulu dalam struktur

ketatanegaraan melalui konstitusi, kemudian diikuti dengan penyerahan

kewenangan kepada Desa beserta alokasi dana secara langsung dari APBN.

Ketiga, ide dan pengaturan Desa Administratif (kelurahan) yang

diterapkan pada masa Orde Baru. Di masa rezim ini, bentuk Desa Adat

dihilangkan dan ide Desa sebagai daerah otonom tingkat III (Desapraja)

juga dihilangkan, meski UU No. 5/1974 mengenal provinsi daerah tingkat

I dan kabupaten/kotamadya daerah tingkat II UU No. 5/1979 memberi

kesempatan perubahan status dari Desa-desa yang sudah urbanized di

perkotaan menjadi kelurahan, yang membuat roh otonomi dan demokrasi

menjadi hilang. Perubahan menjadi kelurahan memang memungkinkan

perbaikan pelayanan administratif, tetapi di balik itu sangat memudahkan

proses kapitalisasi, sebab status tanah kelurahan tidak lagi menjadi milik

rakyat melainkan menjadi milik negara. Ketika investasi akan masuk ke

ranah kelurahan, maka negara dan investor tidak lagi bernegosiasi

dengan Desa dan rakyat Desa. Dari tiga tipe Desa seperti diatas, saat ini

sebenarnya berkembang menjadi lima tipe seperti tergambar dalam Tabel

3. Tabel itu sebenarnya hendak mengatakan bahwa sebaiknya pengaturan

Desa mengakomodasi gagasan optional village dalam bentuk lima tipe

tersebut.

Page 27: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

24

Tabel 3. Tipologi bentuk keragaman Desa di Indonesia

Tipe Desa Deskripsi Daerah Ada adat, tetapi tidak ada Desa.

Adat sangat dominan. Desa tidak punya pengaruh.

Papua

Tidak ada adat, tetapi ada Desa

Pengaruh adat sangat kecil. Desa modern sudah tumbuh kuat.

Jawa, sebagian besar Sulawesi, Kalimantan Timur, sebagian Sumatera

Integrasi antara Desa dan adat.

Adat dan Desa sama-sama kuat. Terjadi kompromi keduanya.

Sumatera Barat

Dualisme/Konflik antara adat dengan Desa

Pengaruh adat jauh lebih kuat ketimbang Desa. Terjadi dualisme kepemimpinan lokal. Pemerintahan Desa tidak efektif.

Bali, Kalimantan Barat, Aceh, NTT, Maluku.

Tidak ada Desa tidak ada adat

Kelurahan sebagai unit administratif (local state government). Tidak ada demokrasi lokal.

Wilayah perkotaan.

Namun di antara opsi yang beragam itu tampaknya ada beberapa

pilihan yang bersifat optional village. Dalam optional village, karakteristik

Desa meliputi: Pertama, adalah integrasi fungsi pemerintahan Desa ke

dalam pemerintahan adat sebagaimana terjadi di Sumatera Barat. Forum

diskusi bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Sulawesi Utara,

Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara imur tampaknya juga mengarah

pada bentuk Desa yang terintegrasi itu. Adapun disain kelembagaannya

adalah sebagai berikut:

Secara prinsipil integrasi Desa dan adat (integrated village) adalah

bentuk Desa otonom (local self government), dengan tetap

mengakomodasi semangat dan pola self governing community.

Dalam integrated village, terjadi peleburan antara Desa adat dan Desa

dinas menjadi sebuah institusi yang batas-batas wilayah yang jelas.

Nomenklatur Desa disesuaikan dengan nomenklatur lokal, seperti

nagari, pakraman, lembang, negeri dan lain-lain.

Page 28: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

25

Struktur pemerintahan integrated village mengakomodasi struktur adat

yang ada Struktur ini bukan dalam posisi dan pengertian sebagai

lembaga kemasyarakatan, tetapi sebagai struktur resmi pemerintahan

Desa. Sebagai contoh di nagari Sumatera Barat terdapat wali nagari

sebagai kepala eksekutif, Badan Perwakilan Nagari sebagai lembaga

legislatif seperti Badan Perwakilan Desa dan Kerapatan Adat Nagari

(KAN) sebagai institusi asli yang menjalankan fungsi peradilan adat

dan wadah permusyawaratan besar para penghulu adat, serta Majelis

Adat, Syarak dan Ulama sebagai lembaga pertimbangan bagi lembaga

lain yang terkait dengan adat dan agama.

Integrated village tidak mengenal dualisme kepemimpinan, melainkan

dipimpin oleh seorang pimpinan eksekutif seperti kepala Desa.

Kedua, adalah integrasi masyarakat adat dalam Desa. Dalam model ini,

nilai, istitusi, dan mekanisme yang dikenal dalam masyarakat adat

diakomodasi dalam pemerintahan Desa.

Ketiga, adalah koeksitensi antara masyarakat adat dengan Desa, dimana

masing-masing saling behubungan dan saling memperkuat. Dalam model

ini, Desa administratif menjalankan kewenangannya tanpa harus

menidakan masyarakat adat.

Keragaman desa juga dipengaruhi oleh konteks geografis dan

sosiologis. Ada Desa pedalaman, Desa agraris, Desa pegunungan, Desa

pantai dan Desa pedalaman, yang masing-masing Desa itu mempunyai

karakter sosiologis yang berbeda-beda. Keragaman Desa secara geografis

juga berpengaruh terhadap beragamnya basis penghidupan, kapasitas

lokal dan kemajuan dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan

Desa. Tipologi yang beragam ini sebenarnya tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap model stuktur pemerintahan desa sebagaimana

pengaruh yang kuat dari keragaman adat. Pengaruhnya akan terletak

pada efektivitas implementasi peraturan. Desa-Desa perkotaan yang

terbuka akan lebih cepat tersosialisasi dan lebih efektif dalam

menerapkan peraturan, sementara Desa-Desa pedalaman yang terpencil

akan mengalami kesulitan untuk menjalankan peraturan, bahkan hampir

tidak tersentuh negara.

Untuk menjawab tipologi geografis yang beragam itu dibutuhkan

beberapa skema:

Page 29: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

26

a. Sebaiknya peraturan memuat positive list kewenangan Desa yang

bersifat optional. Tidak semua daftar kewenangan diterapkan di

seluruh Desa, melainkan Desa mempunyai kesempatan untuk memilih

kewenangan yang sesuai dengan konteks dan kapasitas lokal.

Berbagai ketentuan dan persyaratan (mulai dari pembentukan Desa,

pemilihan kepala Desa, sampai dengan keanggotaan BPD) dibuat

secara longgar atau fleksibel sehingga bisa dilaksanakan di Desa-Desa

yang under capacity.

b. Struktur keperangkatan desa juga dibuat secara fleksibel, sebagaimana

selama ini mengenal pola minimal dan maksimal, sehingga desa akan

menyusun struktur perangkat disesuaikan dengan kondisi setempat.

c. Variabel geogragis dan demografis yang sangat beragam sebaiknya

digunakan sebagai variabel penentu alokasi dana desa. Spiritnya

adalah kebijakan afirmatif untuk memberikan alokasi lebih besar pada

desa-desa yang secara geografis mengalami kesulitan dan terbelakang.

Desa di Indonesia, menurut Tarigan (2006), dikategorikan atas

swadaya, swakarya dan swasembada. Pembagian ini didasarkan atas

jumlah penduduk, fasilitas yang tersedia dan kemudahan mencapai desa

tersebut. Desa swasembada adalah yang paling tinggi hierarkinya, disusul

oleh swakarya, dan yang terendah adalah swadaya. Desa swasembada

memiliki fasilitas lengkap dan mudah dijangkau. Sebaliknya desa swadaya

adalah desa dengan fasilitas yang minim dan tidak mudah dijangkau.

Kebijakan yang diterapkan adalah bagaimana meningkatkan status desa

tersebut dengan bantuan yang seminimal mungkin dari pemerintah.

Artinya, sedapat mungkin menggerakkan partisipasi masyarakat.

Pemerintah berkewajiban menyediakan fasilitas yang menjadi

tanggungjawabnya, seperti jalan utama, listrik, telepon, sarana

pendidikan dan sarana kesehatan. Namun, perlu diingat bahwa

kemampuan pemerintah juga terbatas dan melihat apakah pasar setempat

akan segera memanfaatkan fasilitas tersebut atau tidak. Dengan

demikian, untuk meningkatkan status desa maka tidak cukup hanya dari

usaha pemerintah saja tetapi juga terkait dengan partisipasi atau kegiatan

ekonomi masyarakat. Banyak jenis fasilitas lain inisiatif penyediaannya

berasal dari masyarakat. Hal ini berarti peningkatan status desa erat

kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi di desa tersebut. Oleh karena

Page 30: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

27

itu, pertumbuhan ekonomi perlu dirangsang melalui pendekatan sektoral

maupun pendekatan regional, yang kebijakannya tentu berbeda dari satu

desa ke desa yang lain. Di sisi lain, perlu dilihat ciri-ciri spesifik suatu

desa dan hierarki antardesa, yaitu desa mana yang dapat berfungsi

sebagai perantara antara desa disekitarnya dengan kota, desa mana yang

dapat dijadikan pusat pelayanan untuk desa lain disekitarnya, dan desa-

desa mana yang diperkirakan bisa cepat berkembang dengan sedikit

bantuan pemerintah di masa yang akan datang. Desa yang berkembang

kemudian akan mendorong desa tetangganya untuk turut berkembang,

karena adanya keterkaitan kegiatan antardesa.

Hal paling mendasar dan universal bagi seluruh desa adalah

pengakuan dan kelembagaan hak-hak desa yang dulu mereka miliki. Yang

paling dasar adalah hak desa untuk memiliki dan mengontrol sumberdaya

alam. Desa berwenang melakukan kontrol atas pengembangan kawasan

yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Rencana Undang-

undang Pembangunan Perdesaan sebaiknya juga memberikan standar

universal yang harus ada dalam setiap opsi, yakni memasukkan nilai-nilai

demokrasi, pluralisme, transparansi, akuntabilitas dan partisipasi. Nilai-

nilai universal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya feodalisme

dalam tata pembangunan desa.

2.2.3 Kewenangan Desa

Kewenangan (authority) adalah suatu kekuasaan yang sah atau “the

power or right delegated or given; the power to judge, act or command”

(Ndraha, 2003: 85). Namun dalam perkembangannya, Barnard

menyarankan bahwa dalam membahas kewenangan harus

memperhatikan apakah kewenangan itu diterima oleh yang menjalankan

(whether orders are accepted by those who receive them). Dari pemahaman

ini jelas bahwa dalam membahas kewenangan tidak hanya semata-mata

memperhatikan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa, namun harus

juga memperhatikan yang menjalankan dan atau menerima kekuasaan

itu. Di dalam kewenangan tentu mengandung keputusan politik (alokasi)

dan keputusan administratif (pelaksanaan) yang mencakup mengatur,

mengurus dan tanggungjawab.

Page 31: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

28

Meski desa tetap menjadi bagian dari subsistem pemerintahan

kabupaten/kota, tetapi tidak ada teori dan azas yang membenarkan

penyerahan kewenangan/urusan dari pemerintah kabupaten/kota kepada

desa. Di sisi lain, konstitusi juga tidak menetapkan desentralisasi

kewenangan desa. Karena itu, kewenangan desa didasarkan pada azas

rekognisi dan subsidiaritas, bukan pada azas desentralisasi. Kewenangan

desa tidak lagi mengikuti skema penyerahan atau pelimpahan sebagian

kewenangan dari kabupaten/kota, melainkan dengan skema pengakuan

(rekognisi) dan subsidiaritas atas kepentingan masyarakat setempat.

Berdasarkan skema ini ada dua jenis kewenangan desa yang utama:

(a) Kewenangan asal-usul yang diakui oleh negara: mengelola aset

(sumberdaya alam, tanah ulayat, tanah kas desa) dalam wilayah

yurisdiksi desa, membentuk struktur pemerintahan desa dengan

mengakomodasi susunan asli, menyelesaikan sengketa secara adat dan

melestarikan adat dan budaya setempat.

(b) Kewenangan melekat (atributif) mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat yang berskala lokal (desa): perencanaan

pembangunan dan tata ruang desa, membentuk struktur dan

organisasi pemerintahan desa, menyelenggarakan pemilihan Kepala

Desa, membentuk Badan Perwakilan Desa, mengelola APBDes,

membentuk lembaga kemasyarakatan, mengembangkan BUMDes, dan

lain-lain.

Selain itu, ada satu jenis kewenangan (urusan) yang bersifat

tambahan, yakni kewenangan dalam bidang tugas pembantuan (delegasi)

yang diberikan oleh pemerintah. Prinsip dasarnya, dalam tugas

pembantuan ini desa hanya menjalankan tugas-tugas administratif

(mengurus) di bidang pemerintahan dan pembangunan yang diberikan

pemerintah. Tugas pembantuan disertai dengan dana, personil dan

fasilitas. Desa berhak menolak tugas pembantuan jika tidak disertai

dengan dana, personil dan fasilitas.

Page 32: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

29

2.2.4. Penyelenggara Pembangunan Desa

Sebagai kosekuensi pilihan yang beragam, maka pengaturan

tentang kelembagaan dan penyelenggaraan pembangunan desa dibuat

beragam juga pilihannya. Namun demikian UU ini perlu merumuskan

standar norma yang bisa dipakai sebagai acuan dalam penyelenggaraan

pembangunan desa. Standar dan norma yang harus diikuti adalah

sebagai berikut:

Pertama, Agar penyelenggaraan pembangunan desa dapat lebih

peka dalam memahami aspirasi dan permasalahan yang dihadapi

masyarakat, maka ada tujuh asas penyelenggaraan pembangunan desa

yang ditekankan, yaitu:

a. Asas kebersamaan dan gotong-royong;

b. Asas efisiensi berkeadilan;

c. Asas berkelanjutan;

d. Asas berwawasan lingkungan;

e. Asas kemandirian;

f. Asas kesetaraan;

g. Asas kemanusiaan;

h. Asas kebangsaan;

i. Asas kekeluargaan;

j. Asas bhinneka tunggal ika;

k. Asas ketertiban dan kepastian hukum;

l. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan;

m. Asas kreativitas;

n. Asas kearifan lokal;

o. Asas integratif;

p. Asas transparansi;

q. Asas akuntabilitas;

r. Asas efektivitas;

s. Asas responsif dan peranserta aktif;

t. Asas tanggung jawab negara;

Kedua, Penyelenggaraan pembangunan desa dilakukan oleh Badan

Perwakilan Desa, pemerintah desa dan masyarakat desa. Keanggotaan

Badan Perwakilan Desa dapat dipilih atau berdasarkan musyawarah

secara berjenjang sesuai dengan adat-istiadat dan tradisi setempat. BPD

Page 33: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

30

mencerminkan perwakilan unsur-unsur atau kelompok-kelompok dalam

masyarakat desa.

Ketiga, Penyelenggaraan pembangunan desa dipimpin oleh Kepala

Desa atau disebut dengan nama lain. Proses pengisian Kepala Desa dapat

dilakukan secara pemilihan langsung atau musyawarah warga secara

berjenjang sesuai dengan adat istiadat dan tradisi setempat. Kepala Desa

yang dipilih secara langsung memiliki masa jabatan selama 6 tahun dan

dapat dipilih kembali. Kepala Desa hanya bisa menjabat 2 kali masa

jabatan

2.2.5. Peraturan Desa

Sebagai konsekuensi atas penetapan kewenangan yang melekat

pada desa, maka desa mempunyai kewenangan (mengatur, mengurus dan

bertanggungjawab) untuk menyusun Peraturan Desa. Peraturan Desa

disusun oleh Kepala Desa dan BPD sebagai kerangka kebijakan bagi

penyelenggaraan pembangunan desa. Penyusunan Peraturan Desa

merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki desa,

tentu berdasarkan kepada kebutuhan dan kondisi desa setempat, serta

mengacu pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagai

sebuah produk hukum Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan

peraturan yang lebih tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan

masyarakat desa. Sebagai sebuah produk hukum, Peraturan Desa

disusun secara demokratis dan partisipatif, yakni proses penyusunannya

melibatkan partisipasi masyarakat. Masyarakat mempunyai hak untuk

mengusulkan atau memberi masukan kepada BPD maupun Kepala Desa

dalam proses penyusunan Peraturan Desa.

2.2.6. Perencanaan Pembangunan Desa

Perencanaan pembangunan desa merupakan alternatif

komplementer atas keterbatasan perencanaan pembangunan desa. Oleh

karena itu, perencanaan pembangunan desa mempunyai posisi yang

sangat penting karena: (1) jika desa mempunyai perencanaan sendiri

(yang dibimbing dengan kewenangan desa), maka ia akan tumbuh

menjadi kesatuan pemerintahan dan masyarakat yang mandiri. Jika desa

mandiri, maka akan menngurangi beban pemerintah kabupaten dan

sekaligus mempercepat tujuan-tujuan penanggulangan kemiskinan dan

kesejahteraan rakyat, (2) perencanaan pembangunan desa menjadi

Page 34: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

31

sebuah instrumen untuk merespon secara cepat, efisien dan efektif atas

masalah dan kebutuhan yang berskala lokal, (3) kejelasan tentang

perencanaan pembangunan desa akan menggairahkan partisipasi dan

kehidupan masyarakat desa, dan (4) perencanaan pembangunan desa

berlangsung secara dinamis, partisipatif dan menjawab kebutuhan

berskala lokal.

Perencanaan pembangunan desa bukanlah perencanaan daerah

yang berada di desa, melainkan sebagai sebuah sistem perencanaan yang

berhenti di tingkat desa atau dikelola sendiri (self planning) oleh desa serta

berbasis pada masyarakat setempat, dengan tetap mengacu pada

perencanaan pembangunan daerah yang telah ditetapkan. Perencanaan

pembangunan desa ini memiliki tujuan: (1) memotong mata rantai

prosedur perencanaan bertingkat (bottom up) yang terlalu panjang; (2)

membawa perencanaan agar dekat pada masyarakat di desa sehingga

agenda pembangunan desa menjadi lebih partisipatif dan reponsif pada

kebutuhan masarakat setempat; (3) membuat proses subsidiaritas dalam

pembangunan bekerja di level desa, sehingga bisa memperkuat

tanggungjawab, membuka proses pembelajaran dan membangkitkan

prakarsa berdasarkan potensi lokal; (4) perencanaan pembangunan desa

akan lebih efektif menempa keleluasaan, kapasitas dan kemandirian desa

dalam menjalankan urusan pemerintahan, pembangunan dan

kemasyarakatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat; (5)

membuat kepastian pelayanan publik dan pemerataan pembangunan

sampai ke level desa yang dekat dengan rakyat; (6) menciptakan

produktivitas, efisiensi dan efektivitas pembiayaan pembangunan yang

sesuai dengan kebutuhan desa.

Perencanaan pembangunan desa memiliki sejumlah ciri, meliputi:

a. Perencanaan pembangunan desa merupakan sistem perencanaan

sendiri (self planning) yang menjangkau urusan-urusan pembangunan

yang menjadi kewenangan dan tanggungjawab desa.

b. Kewenangan desa yang sudah ditetapkan kemudian dicakup dengan

perencanaan pembangunan desa, membutuhkan dukungan dana

alokasi desa dari pemerintah.

c. Perencanaan pembangunan desa dibuat dalam bentuk rencana

strategis sebagai rencana jangka panjang, rencana pembangunan

Page 35: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

32

jangka menengah (RPJMDes), dan rencana pembangunan tahunan

(RKPDes).

d. Perencanaan pembangunan desa merupakan sistem yang terpadu dan

dibuat sistem budgeter (budgetary system) di desa melalui skema

APBDes. Artinya, kecuali perencanaan sektoral kabupaten maupun

pelaksanaan tugas-tugas pembantuan yang menjadi domain

pemerintah supraDesa, program-program pembangunan yang bersifat

spasial dan berbasis desa sebaiknya diintegrasikan secara terpadu

dalam perencanaan pembangunan desa dan dana program-program itu

dimasukkan ke dalam APBDes (budgetary system).

e. Perencanaan pembangunan desa dikelola untuk merespons secara

dekat dan langsung berbagai kebutuhan masyarakat desa serta

diproses secara partisipatif. Forum Musrenbangdes, LPMD, RT, RW,

kelompok tani, kelompok perempuan, karang taruna, kelompok

keagamaan dan lain-lain merupakan arena yang nyata untuk

mewadahi proses perencanaan partisipatif di desa. Di internal desa,

partisipasi pembangunan mensyaratkan adanya kelembagaan yang

demokratis dalam struktur pengambilan kebijakan desa.

f. Perencanaan pembangunan desa tidak perlu dibawa atau diusulkan

naik ke atas, misalnya untuk memperoleh persetujuan. Musrenbang di

kabupaten tidak lagi digunakan untuk menilai, menyeleksi atau

menyetujui usulan dari desa. Dalam konteks perencanaan

pembangunan desa, kabupaten bertugas melakukan pembinaan,

fasilitasi dan supervisi.

g. Tanggungjawab perencanaan pembangunan desa diletakkan di tingkat

desa. Desa menyampaikan dokumen-dokumen perencanaan dan

pelaksanaannya kepada kabupaten sebagai bahan untuk melakukan

pembinaan, fasilitasi dan supervisi.

2.2.7. Keuangan Desa

Keuangan Desa memegang peranan yang sangat penting dalam

penyelenggaraan pembangunan desa, oleh karena itu akan diperjelas

mengenai kewenangan pendanaan dalam setiap kegiatan, penggalian

sumber pendapatan desa, pengelolaan kekayaan desa, hubungan desa-

supra desa dalam penggalian sumber pendapatan desa, perencanaan dan

Page 36: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

33

pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pembentukan dan

pengelolaan Badan Usaha Milik Desa.

Selain keuangan desa bersumber dari lokal, juga bersumber dari

pemerintah dan sumbangan pihak ketiga. Ada beberapa model transfer

uang yang masuk ke desa bagi pembangunan desa:

1. Investasi: dari pemerintah untuk pengembangan pembangunan

perdesaan. Anggaran ini merupakan kewenangan dan tanggungjawab

pemerintah.

2. Alokasi: dana desa sebagai hak desa karena menyelenggarakan

fungsinya. Alokasi Dana Desa (ADD) dialokasikan langsung dari APBN,

yang posisinya sebagai salah komponen tetap dalam dana perimbangan

yang diterima oleh kabupaten/kota. Dengan demikian dana

perimbangan yang diterima oleh kabupaten mencakup DAU, dana bagi

hasil, Dana Alokasi Khusus dan juga Alokasi Dana Desa. Jumlah ADD

untuk setiap kabupaten/kotaditentukan secara tetap namun beragam

yang didasarkan pada perbedaan kondisi geografis, demografis dan

kemiskinan.

3. Akselerasi: dana yang digunakan untuk mempercepat realisasi

perencanaan pembangunan desa. Dana akselerasi lebih sebagai

affirmative action untuk desa-desa yang masih terbelakang. Dana ini

tidak mempunyai perencanaan dan implementasi tersendiri, melainkan

menyatu (integrasi) dengan perencanaan pembangunan desa, karena

itu harus masuk dalam APBDes.

4. Insentif: dana ganjaran (reward) terhadap desa yang berprestasi dalam

menyelenggarakan fungsinya.

BUMDes merupakan alternatif yang dapat dikembangkan untuk

mendorong perekonomian desa. Melalui alternatif usaha ini, diharapkan

akan tercipta sumberdaya ekonomi baru untuk mengatasi keterbatasan

sumberdaya alam desa.

2.2.8. Lembaga Kemasyarakatan

Dalam ketentuan ini akan diatur mengenai tujuan pembentukan

Lembaga Kemasyarakatan, tata cara pembentukan Lembaga

Kemasyarakatan, tugas dan fungsi Lembaga Kemasyarakatan, hubungan

Lembaga Kemasyarakatan dengan Lembaga Desa yang lain. Lembaga

Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk masyarakat dengan

Page 37: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

34

prinsip-prinsip kesukarelaan, kemandirian dan keragaman.

Karakteristiknya terdiri dari lembaga kemasyarakatan yang berbasis:

kewilayahan, keagamaan, profesi, kebudayaan (termasuk adat istiadat),

kepemudaan, gender, dan kepentingan. Fungsi utama Lembaga

Kemasyarakatan adalah dalam penguatan komunitas dan social

security/ketahanan masyarakat dan dapat membantu pemerintah desa

dalam menjalankan fungsi administrasi kepemerintahan.

2.3. Pembangunan Desa

2.3.1 Definisi Pembangunan

Definisi mengenai pembangunan berkembang sesuai dengan

pemahaman mengenai upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya yang terus berkembang. Sehingga tahapan mengenai definisi ini

berkembang mulai dari ukuran ekonomi tradisional, sampai pemahaman

yang ada saat ini.

1. Ukuran-ukuran Ekonomi Tradisional11

Menurut pengertian akademis, istilah pembangunan (development)

secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

perekonomian nasional–yang kondisi awalnya kurang lebih bersifat

statis dalam kurun waktu cukup lama-untuk menciptakan dan

mempertahankan kenaikan tahunan atas pendapatan nasional

bruto atau GNP (Gross National Product)-nya pada tingkat tertentu

atau bahkan lebih tinggi lagi, jika hal itu memungkinkan. Ukuran

lain yang mirip dengan GNP adalah GDP (Gross Domestik Product).

Indeks ekonomi lainnya yang juga sering digunakan untuk mengukur

tingkat kemajuan pembangunan adalah tingkat pertumbuhan

pendapatan per kapita (income per capita) atau GNP per kapita.

Indeks ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu negara untuk

memperbesar outputnya dalam laju yang lebih cepat dari tingkat

pertumbuhan penduduknya. Tingkat dan laju pertumbuhan GNP per

kapita “riil” (yakni sama dengan pertumbuhan GNP per kapita dalam

satuan moneter dikurangi dengan tingkat inflasi) merupakan tolok

11 Todaro, M.P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi ketujuh, jilid

kesatu. Alih Bahasa Drs. Haris Munandar, M.A. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Page 38: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

35

ukur ekonomis yang paling sering digunakan untuk mengukur sejauh

mana kemampuan ekonomis suatu negara. Berdasarkan tolok ukur

tersebut, akan memungkinkan untuk mengetahui seberapa banyak

barang-barang dan jasa-jasa riil yang tersedia bagi rata-rata

penduduk untuk melakukan kegiatan konsumsi dan investasi.

Pembangunan ekonomi pada masa lampau juga sering diukur

berdasarkan tingkat kemajuan struktur produksi dan penyerapan

sumber daya (employment) yang diupayakan secara terencana.

Biasanya dalam proses tersebut peranan sektor pertanian akan

menurun untuk memberi kesempatan bagi tampilnya sektor-sektor

manufaktur dan jasa-jasa yang secara sengaja senantiasa

diupayakan agar terus berkembang. Oleh karena itu strategi

pembangunan biasanya hanya berfokus pada upaya untuk

menciptakan industrialisasi secara besar-besaran sehingga kadang

kala mengorbankan kepentingan pembangunan sektor pertanian dan

daerah pedesaan pada umumnya yang sebenarnya tidak kalah

pentingnya. Jelaslah bahwa penerapan tolok ukur pembangunan

yang murni bersifat ekonomi tersebut, agar lebih akurat dan

bermanfaat, harus didukung pula oleh indikator-indikator sosial

(social indicators) non-ekonomi. Contoh indikator sosial antara lain

adalah tingkat melek huruf, tingkat pendidikan, kondisi-kondisi dan

kualitas layanan kesehatan, kecukupan kebutuhan akan perumahan,

dan sebagainya. Dari sekian banyak upaya-upaya untuk menciptakan

indikator-indikator sosial yang berbobot guna mendampingi indikator

GNP per kapita, yang paling menonjol adalah upaya UNDP yang

kemudian berhasil menciptakan indeks pembangunan manusia.

Menurut UNDP tahun 1990, fokus pembangunan suatu negara

adalah penduduk karena penduduk adalah kekayaan suatu negara.12

UNDP tahun 1995 memberikan sejumlah premis penting dalam

pembangunan yang dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-

pilihan bagi penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan

mereka. Oleh karena itu, konsep pembangunan tidak harus terpusat

12 United Nation Development Programme. 1990. Human Development Report

1990. Oxford University Press.

Page 39: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

36

pada penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek

ekonomi saja.13

2. Pandangan Baru Pembangunan

Pengalaman pada dekade 1950-an dan dekade 1960-an, ketika

banyak di antara negara-negara Dunia Ketiga berhasil mencapai

tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun gagal memperbaiki

taraf hidup sebagian besar penduduknya, menunjukkan bahwa ada

sesuatu yang salah dalam definisi pembangunan yang dianut selama

itu. Semakin lama semakin banyak ekonom dan perumus kebijakan

yang meragukan ketepatan dan keampuhan “tolok ukur GNP” sebagai

tolok ukur atas terciptanya kemakmuran dan kriteria kinerja

pembangunan. Mereka mulai mempertimbangkan untuk merubah

strategi guna mengatasi secara langsung berbagai masalah mendesak

seperti tingkat kemiskinan absolut yang semakin parah, ketimpangan

pendapatan yang semakin mencolok, dan tingkat pengangguran yang

terus melonjak. Singkatnya, selama dekade 1970-an, pembangunan

mengalami redefinisi. Mulai muncul pandangan bahwa tujuan utama

dari usaha-usaha pembangunan bukan lagi menciptakan

pertumbuhan GNP setinggi-tingginya melainkan penghapusan atau

pengurangan tingkat kemiskinan, penanggulangan ketimpangan

pendapatan, dan penyediaan lapangan kerja dalam konteks

perekonomian yang terus berkembang. Hal ini disebabkan

pembangunan identik dengan teori pembangunan ekonomi.

Penggantian atau penyesuaian definisi pertumbuhan yang kini lebih

didasarkan pada konsep “redistribusi kemakmuran” itu merupakan

slogan yang populer pada masa itu. Dalam konteks ini Profesor

Dudley Seers mengajukan serangkaian pertanyaan mendasar

mengenai makna pembangunan, yang kemudian berkembang

menjadi definisi baru pembangunan sebagai berikut :

“Pertanyaan-pertanyaan mengenai perkembangan pembangunan

suatu negara yang harus diajukan adalah : Apa yang terjadi dengan

kemiskinan penduduk di negara itu? Bagaimana dengan tingkat

13 United Nation Development Programme. 1995. Human Development Report

1990. Oxford University Press.

Page 40: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

37

penganggurannya? Adakah perubahan-perubahan yang berarti yang

berlangsung atas penanggulangan masalah ketimpangan

pendapatan? Jika ketiga permasalahan tersebut selama periode

tertentu sedikit banyak telah teratasi, maka tidak diragukan lagi

bahwa periode tersebut merupakan periode pembangunan bagi

negara yang bersangkutan. Akan tetapi jika satu, dua, atau semua

dari ketiga persoalan mendasar tersebut menjadi semakin buruk,

maka tidak bisa dikatakan negara itu telah mengalami proses

pembangunan yang positif, meskipun barangkali selama kurun waktu

tersebut pendapatan per kapitanya mengalami peningkatan hingga

dua kali lipat.”14

Penegasan tersebut bukan merupakan sebuah spekulasi yang

mengada-ada ataupun sekedar deskripsi atas suatu hipotesis. Pada

kenyataannya, memang ada sejumlah negara berkembang yang

berhasil mencapai pertumbuhan pendapatan per kapita yang cukup

tinggi selama dekade 1970-an, namun masalah-masalah

pengangguran, kesenjangan pendapatan dan pendapatan riil dari

40% penduduknya yang paling miskin tidak banyak mengalami

perbaikan atau bahkan dalam banyak kasus justru semakin buruk.

Menurut definisi pertumbuhan sebelumnya, negara-negara

berkembang tersebut dikatakan sudah mengalami pembangunan.

Akan tetapi berdasarkan kriteria-kriteria pembangunan yang baru,

mengingat ketiga masalah tersebut belum diatasi secara memadai,

maka mereka tidak bisa dikatakan telah mengalami pembangunan.

Situasi yang ada pada dekade 1980-an dan permulaan dekade 1990-

an semakin buruk dengan anjloknya tingkat pertumbuhan GNP di

antara banyak negara berkembang. Karena dihadapkan pada

masalah hutang luar negeri yang demikian berat, banyak

pemerintahan negara-negara berkembang yang kemudian terpaksa

mengurangi atau bahkan menghapuskan program-program bantuan

ekonomi dan sosial yang sebenarnya sudah sangat terbatas itu.

Namun fenomena pembangunan atau adanya situasi keterbelakangan

yang kronis sesungguhnya tidak semata-mata merupakan persoalan

ekonomi atau sekedar soal pengukuran tingkat pendapatan, dan juga

14 Seers, D. 1999. The Meaning of Development, makalah yang disampaikan pada

Eleven World Conference of the Society for International Development, New Delhi.

Page 41: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

38

tidak terbatas berupa masalah perhitungan masalah

ketenagakerjaan, atau penaksiran tingkat ketimpangan penghasilan

secara kuantitatif. Keterbelakangan merupakan kenyataan riil dalam

kehidupan sehari-hari bagi lebih dari 3 miliar orang di planet ini.

Yang dimaksud dengan keterbelakangan di sini bukan hanya angka-

angka kemiskinan nasional, melainkan juga menyangkut

keterbatasan berpikir dari penduduk miskin di negara-negara

terbelakang yang bersangkutan. Kondisinya dikemukakan secara

tepat oleh Denis Goulet berikut ini :

“Hakekat keterbelakangan itu sangat menyedihkan. Disuatu

masyarakat yang dililit keterbelakangan kita akan mudah sekali

menemukan kelaparan, penyakit, keputusasaan dan kematian yang

sebenarnya tidak perlu terjadi! Yang lebih menyedihkan lagi, orang-

orang yang terbelakang itu sendiri terkesan tidak begitu merasakan

tekanan penderitaan yang begitu hebat. Mereka tampaknya sudah

terlanjur menganggap rendahnya pendapatan mereka, buruknya

perumahan yang mereka tempati, tingginya angka kematian bayi-bayi

mereka, atau jeleknya kondisi ketenagakerjaan, sebagai nasib buruk

yang mau tidak mau harus mereka terima. Biasanya yang bisa

mengatakan secara objektif mengenai kondisi keterbelakangan adalah

para pengamat yang secara personal dan sungguh-sungguh telah

mengalami sendiri “kejutan keterbelakangan” tersebut. Kejutan

kultural unik yang menekan perasaan ini sebenarnya mudah

dibayangkan asal kita mau menghayati emosi-emosi yang terkandung

dalam “budaya kemiskinan”. Kejutan yang sebaliknya pasti akan

dirasakan oleh orang-orang yang tinggal di daerah-daerah

terbelakang ketika mata mereka terbuka pada kenyataan bahwa

kondisi hidup mereka itu sama sekali tidak manusiawi dan bisa

diubah. Sayangnya, tanpa disadari, keterbelakangan juga telah

menggerogoti emosi mereka sehingga secara personal dan sosial, hal-

hal seperti penyakit atau kematian dini dianggap sebagai hal yang

biasa. Setiap dorongan untuk memahami perubahan hanya akan

mendatangkan kebingungan dan pada akhirnya hanya akan berujung

pada sikap masa bodoh. Mereka merasa bahwa segala peristiwa yang

terjadi atas diri mereka sepenuhnya berada di luar kendali dan

mereka sama sekali tidak berdaya menghadapai bencana kelaparan

Page 42: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

39

atau musibah alam lainnya. Kemiskinan lahir batin yang kronis

seperti itu begitu menyesakkan dan kita tidak dapat memahami

sejauh mana sakitnya kemiskinan itu jika mendekati masalah

kemiskinan hanya sebagai sebuah objek.15

3. Tiga Tujuan Inti Pembangunan16

Pembangunan merupakan sebuah kenyataan fisik sekaligus

tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin-melalui

serangkaian kombinasi praktek sosial, ekonomi dan institusional-

demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik. Apapun komponen

spesifik atas “kehidupan yang serba lebih baik” itu bertolak pada tiga

nilai pokok, yaitu :

1. Kecukupan : kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan dasar.

2. Jati diri : menjadi manusia seutuhnya.

3. Kebebasan dari sikap menghamba : kemampuan untuk

memilih.

Adapun proses pembangunan di semua masyarakat paling tidak

harus memiliki tiga tujuan inti sebagai berikut :

1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai

macam barang kebutuhan hidup yang pokok-seperti pangan,

sandang, papan, kesehatan dan perlindungan keamanan.

2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa

peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penyediaan

lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta

peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan

kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya untuk

memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan juga

menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa yang

bersangkutan.

15

Denis Goulet, The Cruel Choice : A New Concept in the Theory of Development, Atheneum, New York, 1971, hal. 23.

16 op.cit.

Page 43: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

40

3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap

individu bangsa serta bangsa secara keseluruhan, yakni

dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba

dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau

negara-negara bangsa lain, namun juga terhadap setiap

kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai

kemanusiaan mereka.

2.3.3. Definisi Pembangunan Desa

Menurut Haeruman (1997), ada dua sisi pandang untuk menelaah

pedesaan, yaitu:

1. Pembangunan pedesaan dipandang sebagai suatu proses alamiah yang

bertumpu pada potensi yang dimiliki dan kemampuan masyarakat desa

itu sendiri. Pendekatan ini meminimalkan campur tangan dari luar

sehingga perubahan yang diharapkan berlangsung dalam rentang waktu

yang panjang.

2. Sisi yang lain memandang bahwa pembangunan pedesaan sebagai suatu

interaksi antar potensi yang dimiliki oleh masyarakt desa dan dorongan

dari luar untuk mempercepat pemabangunan pedesaan.

Adapun sasaran pokok pembangunan pedesaan adalah terciptanya

kondisi ekonomi rakyat di pedesaan yang kukuh, dan mampu tumbuh secara

mandiri dan berkelanjutan. Sasaran pembangunan pedesaan tersebut

diupayakan secara bertahap dengan langkah: pertama, peningkatan kualitas

tenaga kerja di pedesaan; kedua, peningkatan kemampuan aparatur

pemerintah desa; ketiga, penguatan lembaga pemerintah dan lembaga

masyarakat desa; keempat, pengembangan kemampuan sosial ekonomi

masyarakat desa; kelima, pengembangan sarana dan prasarana pedesaan;

dan keenam, pemantapan keterpaduan pembangunan desa berwawasan

lingkungan.

Pembangunan desa yang selama empat dekade ini memang telah

mendongkrak mobilitas sosial masyarakat desa yang sekaligus mengubah

wajah fisik desa menjadi lebih maju, namun masih belum mampu

mendongkrak kualitas hidup individu masyarakat desa. Pembangunan

yang berorientasi pada pertumbuhan tidak serta-merta memperkuat

fundamental ekonomi. Menurut para ekonom, saat ini Indonesia hanya

Page 44: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

41

mampu membangun gelembung ekonomi yang rentan terhadap

perubahan ekonomi global.

Jika dipandang dari ekonomi-politik (struktural), belum optimalnya

pembangunan desa di Indonesia dikarenakan ketimpangan posisi peran

antara negara, modal, dan masyarakat. Menurut Andrew Shepherd

(1998), pembangunan desa merupakan upaya perbaikan kualitas hidup

individu maupun rumah tangga, khususnya rakyat miskin yang tertinggal

jauh akibat proses pertumbuhan ekonomi. Mengikuti paradigma

suistainable livelihood, pembangunan desa sebenarnya merupakan proses

mengubah penghidupan masyarakat desa dari kondisi yang rentan

(vulnerable) menjadi berkelanjutan (suistainable) dengan mengembangkan

aset yang ia miliki dan dinamika yang ada menjadi mampu

ditransformasikan. Penghidupan masyarakat adalah suatu kemampuan

daya hidup yang dimiliki baik itu secara material dan sosial, yang

diwujudkan dalam berbagai kegiatan guna memenuhi kebutuhan

hidupnya.

Pembangunan desa bersifat multidimensional, yaitu mengarah pada

perbaikan layanan sosial, membuka kesempatan bagi rakyat desa

menggali pendapatan dan pembangunan ekonomi desa, perbaikan

infrastruktur fisik, memperkuat kohesi sosial dan keamanan fisik

komunitas warga desa, memperkuat kapasitas desa dalam mengenlola

pemerintahan dan pembangunan, membuat demolkrasi dalam proses

politik di desa, serta mengatasi kerentanan (sosial, ekonomi dan politik)

masyarakat desa.

Pembangunan desa berkelanjutan memiliki hubungan paralel

dengan culturally based development atau indigenous development yang

peka terhadap aspek kearifan lokal. Pembangunan desa ini tidak

bergerak dalam ruang hampa politik. Proses politik muncul manakala

timbul komitmen, perencanaan, pendanaan, maupun partisipasi

masyarakat desa dalam melaksanakan pembangunan desa.

Di setiap desa perlu ditetapkan delineasi desa, yaitu wilayah yang

dijadikan pemukiman dan wilayah budidaya. Perlu diperhatikan

kemampuan lahan dan efisiensi jaringan penghubung antara wilayah

pemukiman dengan wilayah budidaya serta hubungan keluar dari desa

tersebut.

Page 45: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

42

2.3.4 Sejarah Pembangunan Desa di Indonesia

Model pembangunan di Indonesia selama 40 tahun terakhir

didesign secara terpusat dan teknokratis oleh Bank Dunia. Selama 20

tahun (1970-an hingga 1990-an), Bank Dunia menerapkan model

pembangunan desa terpadu (Integrated Rural Development/IRD). IRD yang

dipengaruhi oleh modernisasi (developmentalisme), secara substantif

mengusung beberapa keyakinan:

1. IRD berupaya memacu pertumbuhan ekonomi desa di sektor pertanian

melalui Revolusi Hijau, yakni dengan cara menyediakan paket lintas

sektoral sistem pertanian terpadu dan diversifikasi tanaman, dengan

didukung oleh penyuluhan, pelatihan, pelayanan sosial, dan proyek-

proyek infrastruktur desa.

2. Pembangunan dippimpin oleh negara (State Led Development). Negara

berposisi kuat dan berperan aktif, dengan model birokrasi yang

hierarkis dan terpusat, melancarkan pembangunan desa: perencanaan,

pendanaan, pemebrian bantuan, distribusi sosial, dan lain-lain.

3. Transfer pengetahuan dan teknologi dari negara-negara maju.

4. Menempatkan masyarakat sebagai penerima manfaat (beneficiaries).

5. Otoritarianisme ditolerir sebagai harga yang harus dibayar karena

pertumbuhan.

Program IRD secara tipikal menekankan peningkatan produktivitas

pertanian sebagai basis pendapatan orang desa, sekaligus

mengedepankan kontribusi yang terpadu (sinergis) pendidikan, kesehatan,

pelayanan sosial, pelatihan dan perbaikan infrastruktur pedesaan. Pada

saat itu, pembangunan desa ditempatkan sebagai bagian integral dari

pembangunan nasional, bukan sebagai local development apalagi sebagai

indigenous development yang memperhatikan berbagai kearifan lokal.

Namun model IRD memiliki berbagai kelemahan dan kegagalan

dalam pelaksanaannya walaupun secara fisik banyak desa yang telah

berubah sejak tahun 1970an. Kelemahan dan kegagalan itu diantaranya:

1. Pola pembangunan yang sentralistik telah memperlemah kapasitas

pemerintah daerah dan desa, sekaligus menciptakan ketergantungan

desa dan daerah kepada pemerintah pusat.

Page 46: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

43

2. Pola modernisasi dan transfer teknologi yang secara seragam telah

menumpulkan kreavitas lokal dan membunuh kearifan tradisional

yang dimiliki masyarakat desa.

3. Pembangunan desa menciptakan tradisi “proyek”, rente dan korupsi

dalam tubuh birokrasi.

4. Pola pembangunan miskin semangat pemberdayaan dan partisipasi

masyarakat.

5. otoritarianisme menciptakan stabilitas politik jangka pendek, tetapi hal

itu telah menumpulkan semangat kewargaan (hak dan kewajiban

warga).

Setelah kegagalan IRD, muncul model “Pembangunan Berpusat

pada Rakyat (PBR)” ke permukaan. Model ini merupakan koreksi total

terhadap pendekatan “Pembangunan Berpusat pada Pertumbuhan ” (PBP).

David Korten (1988), menyebutkan ciri-ciri PBR sebagai berikut:

1. Logika yang digunakan mengenai suatu ekologi manusia yang

seimbang.

2. Sumber daya utama berupa sumber daya informasi dan prakarsa

kreatif yang tak habis-habisnya.

3. Tujuan utamanya adalah pertumbuhan manusia yang didefinisikan

sebagai perwujudan yang lebih tinggi dari potensi manusia.

Pada tahun 1990-an muncul paradigma Penghidupan Desa

Berkelanjutan. Paradigma Penghidupan Desa Berkelanjutan (suistainable

rural livelihood) memahami penghidupan masyarakat desa dari kondisi

yang rentan (vulnerable) menjadi berkelanjutan (suistainable) dengan

mengembangkan aset yang ia miliki dan dinamika yang ada menjadi

mampu ditransformasikan. Konsep dasar dari suistainable rural livelihood

sebagai berikut:

1. Masyarakat sebagai pusat semua kegiatan pembangunan (people

centered).

2. Pendekatan menyeluruh berangkat dari pemahaman dan kepentingan

masyarakat (holistic).

3. Mengembangkan proses monitoring dan pembelanjaran oleh

masyarakat maupun pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan

tersebut.

4. Lebih melihat bagaimana kekuatan dapat dibangun daripada

menganalisis kebutuhan (building on strengthts).

Page 47: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

44

5. Adanya keterkaitan makro dan mikro dalam proses perubahan dan

pengembangan (macro-micro link).

6. Memperhatikan kelangsungan dan keberlanjutan suatu proses dan

hasil dalam suatu siklus yang diharapkan tidak terputus atau

mengalami goncangan yang menyebabkan terjadi keruntuhan atau

kemunduran.

Pada saat yang sama, Bank Dunia juga melakukan otokritik dan

revisi terhadap IRD, yang kemudian melahirkan pembangunan desa

berbasis masyarakat (community based rural development/CBRD). CBRD

mengusung beberapa keyakinan, diantaranya:

1. Minimalisasi negara dalam pelaksanaan pembangunan desa.

2. Menekankan partisipasi masyarakat mulai dari perencanaan hingga

pelaksanaan program.

CBRD memberi ruang keterlibatan (involvement) unsur-unsur

masyarakat sipil seperti NGOs maupun konsultan pembangunan dalam

pelaksanaan. CBRD juga mengundang elemen swasta untuk terlibat

melaksanakan proyek-proyek pembangunan desa.

CBRD mengusung model kemitraan antarsektor atau antaraktor

dalam pengelolaan pembangunan desa. CBRD memasukkan unsur-unsur

good governance (transparansi, akuntabilitas dan partisipasi) sebagai

spirit dan kerangka kerja pembangunan desa.

Pada tahun 1993, muncul kebijakan baru bersamaan dengan CBRD

di bidang pengentasan kemiskinan melalui Program Inpres Desa

Tertinggal (IDT), yang titik pandangnya berbeda dengan kebijakan

sebelumnya. Pada prinsipnya IDT mengandung tiga pengertian dasar,

yaitu:

1. Sebagai pemicu gerakan nasional penanggulangan kemiskinan.

2. Sebagai strategi dalam peningkatan pemerataan melalui pembangunan

sumber daya manusia di pedesaan.

3. Sebagai upaya konkret mengembangkan usaha-usaha ekonomi rakyat

dengan pemberian bantuan berupa modal kerja sebesar Rp 20 juta

untuk setiap desa tertinggal. (Mubyarto, 1994).

Meskipun pembangunan masyarakat desa mengusung cara

pandang baru, tetapi implementasi di lapangan tetap sama saja.

Pembangunan desa, sampai sekarang masih tetap dimaknai dan

Page 48: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

45

dipraktikkan sebagai proyek pengadaan dan perbaikan sarana fisik,

bukan pembangunan masyarakat atau manusia.

2.3.5 Penelitian Mengenai Pembangunan Desa di Indonesia

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Pusat Studi

Pembangunan Pertanian dan Perdesaan Institut Pertanian Bogor dan

BAPPENAS tahun 2004, maka:

1. Desa Kalibuaya, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang.

Desa Kalibuaya memiliki wilayah yang strategis dengan adanya jalan

yang dapat mengakses dengan mudah ke kecamatan lain, ke Ibukota

Kabupaten (Kota Karawang) dan ke Ibukota Negara (Jakarta). Sebagian

besar Desa Kalibuaya merupakan areal persawahan yang mencapai

90% luas desa atau seluas 4,48 km2. Areal persawahan tersebut

sebagian besar diusahakan atau dikerjakan oleh penduduk setempat,

sehingga penduduk Desa Kalibuaya merupakan masyarakat petani.

Kabupaten Karawang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat

yang menjadi gudang beras nasional. Oleh karena itu sangat wajar

beberapa desa di kabupaten ini merupakan penghasil beras. Adapun

nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Karawang

adalah sebesar Rp 2.627,8 milyar pada tahun 2000. sumbangan

terbesar untuk PDRB Kabupaten Karawang berasal dari sektor industri

pengolahan yang sebesar 32,8%. Sumbangan terbesar bagi sektor

pertanian diberikan oleh subsektor tanaman pangan, khususnya padi

karena didukung oleh luas lahan yang digarap mencapai seratus ribu

hektar lebih, dan merupakan areal terluas ke dua setelah Kabupaten

Indramayu.

Adapun yang bekerja sebagai pengrajin di Desa Kalibuaya umumnya

memproduksi keperluan alat–alat rumah tangga yang terbuat dari

kayu, bambu dan bahan lainnya yang tersedia di wilayah desa dan

sekitarnya. Hasil produksi home industry tersebut dijual ke luar desa

atau luar kecamatan, sehingga produk tersebut memiliki nilai tambah

bagi pendapatan Desa Kalibuaya.

Pada usaha pertanian tanpa melakukan diversifikasi usaha, sehingga

pendapatan ekonomi tumah tangga sangat tergantung kepada hasil

produksi padinya. Hal ini akan berakibat fatal apabila terjadi kegagalan

Page 49: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

46

produksi (panen), yang secara langsung akan menurunkan pendapatan

ekonomi keluarga. Hanya sebagian golongan kecil petani yang

melakukan diversifikasi usaha rumah tangganya selain bertani, yaitu

dengan menjadi pengrajin atau pedagang di desanya, sehingga apabila

terjadi kegagalan panen, golongan ini relative “aman“ dengan

pendapatan cadangan (reserve income) yang dimiliki dari diversifikasi

usahanya.

Dilihat dari faktor pendukung berupa kondisi jalan, jalan utama di

Desa Kalibuaya merupakan jalan kabupaten dengan kondisi jalan

beraspal baik dan termasuk jalan golongan IV, sedangkan jalan desa

beraspal dengan kondisi baik. Kondisi jalan tersebut sangat

mendukung kelancaran pengangkutan sarana produksi dan hasil

produksi desa, begitu pula dengan sarana transportasi. Faktor

pendukung fisik lainnya, berupa sarana komunikasi yang tersedia,

relative mudah untuk ddiakses dengan adanya jaringan telepon yang

menyebar di wilayah desa. Jaringan listrik PLN telah menyebar ke

seluruh desa dan sebagian besar rumah penduduk telah menggunakan

nya. Sarana media massa cetak, berupa surat kabar dan majalah yang

beredar di Desa Kalibuaya, ketersediaannya sangat terbatas. Hal ini

disebabkan oleh permintaan masyarakat akan media cetak tersebut

masih rendah.

Sedangkan infrastruktur ekonomi, seperti pasar dan perbankan tidak

terdapat di Desa Kalibuaya. Namun penduduk dapat mengakses ke

dua lembaga ekonomi tersebut di ibukota kecamatan. Karena

mudahnya sarana transportasi dari dan ke Desa Kalibuaya, untuk

sarana fisik bagi pendidikan ada terdiri dari dua unit Sekolah Dasar

(SD). Sedangkan SLTP dan SLTA berada di ibukota kecamatan

Telagasari. Sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat Desa

Kalibuaya berupa Puskesmas dan Balai Pengobatan Umum relatif

mudah dan murah. Saluran irigasi teknis untuk areal persawahan

yang terdapat di Desa Kalibuaya, sangat mendukung usaha pertanian

masyarakatnya, dapat mengairi sawah milik petani sebanyak dua kali

dalam setahun, sehingga memberikan kesempatan kepada petani

untuk melakukan penanaman padi sebanyak dua kali dalam satu

masa tanam (satu tahun). Pengairan areal sawah dilakukan secara

Page 50: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

47

bergilir sesuai jadwal yang ditentukan oleh pihak pemerintah

kabupaten.

Dukungan Pemerintah Daerah Karawang bagi masyarakat Desa

Kalibuaya, umumnya dilaksanakan pemeliharaan dan penyediaan

sarana dan prasarana fisik publik, seperti pemeliharaan jalan,

pemeliharaan saluran irigasi, penambahan saluran telepon,

penambahan sarana pelayanan kesehatan beserta tenaga medisnya.

Selain dukungan secara fisik, pemerintah daerah setempat saat ini

memberikan pula dukungan non fisik, seperti pemberian kredit

pertanian (Kredit Ketahanan Pangan) pada para petani, yang dimuali

pada awal tahun 2000.

Status dan luas kepemilikan sawah menjadi dasar bagi penggolongan

tingkat ekonomi, kondisi ekonomi petaninya, karena hal ini erat

kaitannya dengan kemampuan petani dalam pengolahan sawahnya.

sebagian besar petani adalah petani dengan luasan dibawah

kepemilikan 0,5 Ha dan sebagian lagi adalah petani penggarap. Kondisi

ini menunjukkan bahwa sebagian penduduk termasuk golongan

miskin pedesaan, dan sebagian kecil saja yang termasuk golongan

ekonomi mampu.

Pada saat ini terdapat Badan Perwakilan Desa (BPD) yang dianggap

sebagai pengganti LKMD pada masa lalu. Lembaga ekonomi terutama

lembaga keuangan yang ada adalah koperasi Unit desa (KUD), namun

kegiatan dan keberadaanya hingga saat ini relatif tidak berperan bagi

masyarakat. Dalam usaha untuk mengembangkan potensi masyarakat

desa, diperlukan bantuan teknis dan finansial yang relatif lebih longgar

dan luwes dalam prosedur mendapatkannya, sehingga petani memiliki

kesempatan luas untuk mengembangkan usahanya.

2. Desa Sipatuo , Kecamatan Patampua , Kabupaten Pinrang

Desa Sipatuo ini mempunyai wilayah sebesar 63,39 km2 dengan

jumlah jiwa sebanyak 2.628 jiwa pada tahun 2001 sehingga kepadatan

penduduknya adalah 41 jiwa/km2, dan lokasinya berjarak sekitar 3 km

dari ibukota kecamatan sedangkan ke ibukota kabupaten sekitar 18

km.

Page 51: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

48

Potensi desa yang dihitung berdasarkan keseluruhan sumber daya

yang dimiliki atau yang digunakan oleh desa baik sumber daya alam,

penduduk, kelembagaan, dan sarana/prasarana, maka desa ini

termasuk dalam kategori sedang, sedangkan apabila ditinjau dari segi

potensi pengembangan, maka desa ini mempunyai prospek dalam

potensi pengembangan pekerbunan khususnya perkebunan rakyat

kakao.

Sebagian besar penduduk desa Sipatuo bermata pencaharian dalam

sektor pertanian (95%) khususnya sawah dan berkebunan kakao, hal

ini didukung dengan sebagian besar wilayah desa ini adalah

perkebunan dan persawahan. Sedangkan sisanya bermatapencaharian

sebagai PNS (1%), Pedangan (1%), penyedia jasa angkutan (2%) dan 1%

untuk aktivitas lainnya (pengrajin, buruh tani).

Ditinjau dari faktor pendukung wilayahnya, pada prasarana jalan,

Kabupaten Pinrang mempunyai jalan sepanjang 781,97 km dan

sepanjang 149,36 km atau sekitar 19,10 % dalam kondisi rusak dan

rusak berat, sedangkan jalan desa yang melintasi desa ini yang

menghubungkan dengan Desa Malimpung sepanjang kurang lebih 2

km kondisinya beraspal dan relatif baik, namun untuk jalan yang

menghubungkan antar dusun masih jalan tanah dan batu. Sedangkan

jalan-jalan yang menghubungkan rumah mereka dengan kebunnya

kondisinya masih jalan tanah dan bila hujan, jalan tersebut hanya

dapat dijangkau dengan jalan kaki. Kondisi ini dapat mempengaruhi

aliran input produksi dan hasil perkebunan dan pertanian dari

penduduk tersebut.

Pada sarana perhubungan, sebagai alat transportasi desa ini adalah

ojek, angkutan desa dan pick up yang banyak mereka gunakan untuk

berbagai aktivitas termasuk untuk menjual hasil pertanian dan

perkebunan.

Pada infrastruktur ekonomi, faktor ini dapat menunjang

perkembangan perkebunan rakyat, namun di desa ini tidak memiliki

fasilitas ekonomi yang dapat menunjang perekonomian desa seperti

pasar dan lembaga keuangan, namun penduduk desa dapat

memanfaatkan ke dua lembaga ekonomi tersebut di Kelurahan

Benteng.

Page 52: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

49

Pada sarana komunikasi, berdasarkan pengamatan di lapangan

saluran telepon di desa ini belum ada, namun masyarakat di desa ini

sering memanfaatkan wartel (Warung Telekomunikasi) sebagai alat

komunikasi yang berada di luar Desa Sipatuo yaitu Kelurahan

Benteng.

Ditinjau dari dukungan Pemerintah Daerah, Pemda Kabupaten Pinrang

mengalokasikan anggaran pembangunan untuk sub sektor

perkebunan sebesar Rp 874,04 juta atau 1,41 % dari total APBD

sebesar Rp 76,84 Milyar (BPS Kabupaten Pinrang, 1999 dan 2000),

sedangkan untuk Tahun Anggaran 2002, alokasi dana yang diberikan

untuk pengembangan perkebunan sebesar Rp 107 juta atau 0,064%

dari total APBD sebesar Rp 165,61 Milyar, sehingga terjadi penurunan

anggaran untuk kegiatan perkebunan untuk Tahun Anggaran 2002

dibandingkan Tahun Anggaran 2000.

Untuk mendukung kegiatan perkebunan, sub dinas perkebunan

dibantu 2 kantor Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) dan 1 Kantor

Unit Pelayanan Pengembangan Teknis (UPPT), selain dukungan dari

pemerintah, pihak pengusaha industri kakao yang tergabung dalam

ASKINDO (Asosiasi Kakao Indonesia) juga memberikan bantuan dana

untuk meningkatkan kualitas dari petani kakao.

Kondisi sosial masyarakat Desa Sipatuo adalah desa yang mempunyai

tingkat kemiskinan yang paling tinggi, dari jumlah penduduk sebanyak

2.628 jiwa atau 561 KK terdapat 232 KK atau 41,36 % merupakan

kepala keluarga yang tergolong miskin., dari sisi pendidikan adalah

70% berpendidikan SD ke bawah, masyarakat Desa Sipatuo

kebanyakan berasal dari Suku Bugis, salah satu ciri khas yang dapat

ditemui pada masyarakat yang mencerminkan status sosial di antara

mereka adalah nama mereka.

Kondisi ekonomi, dari sisi penguasaan asset lahan, petani yang

memiliki dan menggarap lahan perkebunannya sendiri ada sebanyak

89,63 % dan sisanya sebagai petani penggarap. Sedangkan petani yang

memiliki dan menggarap lahan sawahnya sendiri ada sebanyak 79,35

% sedangkan sisanya sebagai petani penggarap. Kisaran lahan

perkebunan yang mereka miliki dan digarap oleh mereka sendiri antara

Page 53: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

50

0,2-0,8 ha per kepala keluarga, sedangkan lahan sawah yang mereka

miliki dan digarap sendiri antara 0,6-1,6 ha per kepala keluarga.

Dari sisi produktivitas dari kedua komoditas perkebunan kakao dan

sawah, maka rata-rata kako kering yang dihasilkan adalah 466

kg/ha/tahun sedangkan padi yang dihasilkan rata-rata per hektar per

musim adalah 6-7 ton/ha.

Dari sisi kelembagaan, kelembagaan yang berkembang di Desa Sipatuo

adalah kelompok tani dan koperasi, namun perkembangan dari

kelompok ini tidak bagus dan cenderung pasif. Peran Lembaga

Masyarakat Desa (LMD) tidak begitu jelas terlihat namun yang

berperan lebih kuat adalah kepala desa dan tokoh masyarakat.

3. Desa Kertawangi , Kecamatan Cisarua , Kabupaten Bandung.

Desa ini mempunyai luas sepertiga dari luas Kecamatan Cisarua, yaitu

13,61 km2 sedangkan jumlah penduduk yang mendiami desa tersebut

adalah sebanyak 8.807 jiwa pada tahun 2001. Sehingga kepadatannya

adalah sebesar 648 jiwa/km2.

Topografi desa ini adalah berbukit-bukit dengan ketinggian rata-rata

diatas 1.200 meter dari permukaan bumi. Rata-rata penduduk desa

tersebut selain mengelola sawah dan kebun juga memelihara sapi

perah antara 2-5 ekor.

Dari dukungan sektor ekonomi terhadap wilayah, terdiri atas

kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB (Produk Domestik Regional

Bruto), faktor pendukung wilayah dan faktor dukungan pemerintah

daerah.

Pada kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB, sector pertanian

memberikan kontribusi sebesar 10,1 % terhadap PDRB Kabupaten

Bandung, sektor industri pengolahan sebesar 50,5 % dan kemudian

sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 14,8 %, namun bila

dilihat dari pertumbuhan rata-rata, hampir seluruh sektor mengalami

penurunan. Salah satu penyebabnya adalah krisis ekonomi yang

melanda Indonesia. Hampir seluruh sektor perekonomian terpuruk

akibat melemahnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar.

Dilihat dari potensi pertanian, Kabupaten Bandung relatif masih cukup

berpotensi untuk terus dikembangkan. Salah satu subsektor pertanian

Page 54: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

51

yang berpotensi untuk terus dikembangkan adalah peternakan

khususnya peternakan sapi perah, dimana kabupaten ini memiliki

jumlah sapi perah terbanyak di Jawa Barat yakni mencapai 52,27 %

dari total populasi sapi perah.

Sebagaimana disebutkan diatas, Desa Kertawangi merupakan salah

satu desa yang telah lama bermata pencaharian dari pertanian dan

peternakan sapi perah. Adapun prosentase penduduk yang bekerja

sebagai petani adalah sebanyak 78 %, sebagai pedagang 12 %,sebagai

pekerja industri 2 %, penyedia jasa angkutan 5 %, dan lain-lain (PNS,

pengrajin) sebanyak 3 %. Faktor pendukung wilayah, prasarana jalan

relatif baik dan beraspal sepanjang 3 km ke Kota Cimahi, namun

sebagian jalan di permukiman-permukiman masih jalan batu dan

tanah, sedangkan tempat penampungan susu dari peternak berada di

dekat kantor desa sehingga para peternak harus berjalan jauh guna

mengantar susunya ke tempat penampungan susu tersebut, sarana

perhubungan yang sering digunakan adalah angkutan perdesaan, pick

up dan ojek. Infrastruktur ekonomi yaitu lembaga keuangan dan

fasilitas pasar tidak terdapat di Desa Kertawangi, namun peternak

lebih sering mengandalkan koperasi susu untuk meminjam modal atau

mengambil pembayaran hasil penjualan produksi susunya, sarana

komunikasi telah masuk ke desa tersebut namun tidak seluruh

sambungan telepon dapat memasuki permukiman penduduk karena

kondisi daerah yang topografinya berbukit dan belum banyak

penduduk yang berkeinginan untuk memasang telepon, infrastruktur

pendukung lainnya seperti air dan jaringan listrik telah tersedia

semua.

Faktor dukungan dari Pemerintah Daerah yaitu Dinas Peternakan

Kabupaten Bandung bekerjasama dengan Koperasi Susu Sarwamukti

sering mengadakan penyuluhan mengenai peningkatan kualitas susu

dari petani juga penyediaan Balai Inseminasi dari Departemen

Pertanian yang menyediakan semen beku bagi peternak sapi perah

yang bekerjasama dengan Koperasi Sarwamukti.

Kondisi sosial masyarakatnya relatif homogen dimana kebanyakan

sebagai petani dan kesenjangan diantara golongan ekonomi lemah dan

mampu tidak begitu menonjol di desa tersebut, dilihat dari sisi tingkat

Page 55: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

52

pendidikan, rata-rata kepala keluarga petani di desa tersebut adalah

42 % lulusan SD dan tidak tamat SD, 38 % menamatkan sampai

sekolah menengah pertama dan 16 % menamatkan sekolah menengah

atas, sedangkan 4 % menamatkan pendidikannya sampai dengan

setingkat akademi dan universitas. Kondisi ekonomi, pendapatan

petani dari peternakan sapi adalah rata-rata Rp 825 ribu per bulan dan

pendapatan petani dari hasil pertanian terutama sayuran dan padi

rata-rata Rp 292 ribu per bulan, dengan demikian pendapatn petani

dari peternakan sapi perah dan hasil pertanian adalah Rp 1,117 juta

per bulan.

Kelembagaan ekonomi yang cukup menonjol di desa tersebut adalah

Koperasi Sarwamukti, dimana koperasi ini sangat berperan besar

dalam penampungan produk susu dari petani, bahkan koperasi ini

sering dijadikan oleh wakil para peternak untuk melakukan negosiasi

dengan pihak industri pengolahan sapi, namun dilain sisi peran

Lembaga Masyarakat Desa (LMD) relatif kecil karena yang lebih

berperan adalah kepala desa, tokoh masyarakat, pemuka masyarakat

dan pihak koperasi dan biasanya para tokoh masyarakat tersebut tidak

pernah membawa nama lembaga dalam rapat-rapat desa.

4. Desa Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi

Jumlah penduduk yang mendiami desa tersebut adalah sebanyak

8.435 jiwa atau 1.965 kepala keluarga. Dari jumlah tersebut 1.226

kepala keluarga tergolong keluarga miskin (62,39 %), dan desa tersebut

terbadi atas 3 dusun, 13 Rukun Warga dan 38 Rukun tetangga.

Dari dukungan sektor ekonomi terhadap wilayah, terdiri atas

kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB (Produk Domestik Regional

Bruto), faktor pendukung wilayah dan faktor dukungan pemerintah

daerah.

Pada kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB, sektor pertanian

memberikan kontribusi sebesar 36,5 % terhadap PDRB Kabupaten

Sukabumi disusul, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan,

hotel dan restoran. Adapun kontribusi pada sektor pertanian adalah

22,5 % subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan

(5,6 %) dan subsektor peternakan (5,4 %).namun bila dilihat dari

pertumbuhan rata-rata, hampir seluruh sektor mengalami penurunan.

Page 56: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

53

Salah satu penyebabnya adalah krisis ekonomi yang melanda

Indonesia. Hampir seluruh sektor perekonomian terpuruk akibat

melemahnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar.

Jika ditinjau dari sisi mata pencaharian masyarakat Desa Sukasirna

adalah 58 % bergerak dalam sektor pertanian, satu persen dalam

sektor pertambangan, 2,9 % dalam bidang industri, 3,6% dalam sektor

pembangunan, 16,9 % bergerak dalam sektor perdagangan, 4,5 %

bergerak dalam sektor angkutan dan 12,2 % bergerak dalam sektor

jasa-jasa. Dengan demikian dapat dikatakan lebih dari setengah

penduduk desa tersebut berprofesi sebagai petani.

Faktor pendukung wilayah, prasarana jalan relatif baik dan beraspal

sepanjang 3 km ke kota kecamatan, sedangkan jalan menuju

permukiman-permukiman masih berupa jalan tanah, sarana

perhubungan yang ada di desa tersebut adalah angkutan perdesaan

dan ojek yang sangat berperan penting sebagai alat transportasi,

infrastruktur ekonomi berupa lembaga keuangan dan pasar di desa

tersebut tidak ada, akan tetapi penduduknya lebih sering ke ibu kota

kecamatan karena jaraknya yang tidak terlampau jauh dari desa

tersebut, sarana komunikasi telah masuk di desa tersebut walaupun

baru sedikit yang mempunyai telepon dan untuk keperluan

komunikasi lebih banyak memanfaatkan warung telekomunikasi yang

ada di desa tersebut, infrastruktur pendukung lainnya yaitu fasilitas

air minum dan jaringan listrik telah memasuki seluruh permukiman,

namun untuk kebutuhan air minum diperoleh dari mata air.

Faktor dukungan dari pemerintah daerah yaitu adanya penyuluhan

yang dilakukan oleh petugas penyuluh lapangan yang melakukan

pembinaan pada petani-petani ladang, selain itu juga pemerintah

memberikan program fasilitasi pembentukan kelompok tani khususnya

untuk kelompok tani palawija khususnya untuk ubi kayu dan jagung

pada lahan kering, selain dukungan pemerintah, pihak PTPN VIII

selaku perusahaan BUMN memberikan bantuan berupa penyewaan

lahan yang tidak terpakai untuk perkebunan.

Kondisi sosial masyarakat desa tersebut tergolong salah satu desa yang

banyak kepala keluarganya miskin (sebesar 62,39 %) di Kecamatan

Cibadak, dari tingkat pendidikan untuk kepala keluarga tergolong

Page 57: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

54

rendah yaitu 65,79 % berpendidikan SD dan tidak sekolah, 33,33 %

berpendidikan sekolah menengah dan sisanya berpendidikan setingkat

akademi.

Kondisi ekonomi, sebagian besar petani di desa tersebut hanya

memiliki kurang dari 0,5 ha, selain itu mereka juga menyewa lahan-

lahan kering dari PTPN VIII rata-rata seluas 1.472 m2 dengan harga Rp

5.000/tahun/400 m2 dengan lama sewa lahan untuk masing-masing

kepala keluarga adalah selama 3 tahun. Rata-rata penerimaan petani

dari beberapa sumber pendapatan dalam satu bulannya adalah

sebesar Rp 320.000.

Kelembagaan, sebagaimana disebutkan diatas bahwa infrastruktur

perekonomian seperti bank dan pasar tidak terdapat di desa tersebut,

begitu juga koperasi. Sedangkan Badan Perwakilan Desa sebagai

pengganti Lembaga Masyarakat Desa keberadaannya belum dapat

dirasakan oleh masyarakat dan selama ini yang cukup berperan adalah

kepala desa, tokoh masyarakat dan tokoh agama.

5. Desa Gempolsewu , Kecamatan Rowosari , Kabupaten Kendal.

Desa Gempolsewu berada di Kecamatan Rowosari yang berjarak ± 55

km arah barat dari kota Semarang, dan berbatasan langsung dengan

laut jawa di sebelah utara, pada desa ini mempunyai Pusat Pendaratan

Ikan (PPI) Tawang, yang merupakan Pelabuhan Perikanan bertipe C

atau pelabuhan perikanan yang dipunyai daerah tingkat II.

Dengan keberadaan PPI Tawang di desa tersebut, maka menjadikan

sebagian besar penduduknya berusaha dibidang perikanan atau

sebagai nelayan dengan komposisi 4.083 orang (68,78%), buruh tani

722 orang (12,16%), buruh industri dan bangunan 482 orang (8,12 %),

petani 441 orang (7,43 %), dan sebagai pengusaha 210 orang (3,54 %).

Jika terjadi hujan, maka desa tersebut tidak pernah terlepas dari

banjir, yang disebabkan oleh karena genangan luapan air dari sungai

Kalikuto yang mencapai ketinggian ± 1 meter.

Dari dukungan sektor ekonomi terhadap wilayah, terdiri atas

kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB (Produk Domestik Regional

Bruto), faktor pendukung wilayah dan faktor dukungan pemerintah

daerah.

Page 58: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

55

Pada kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB, sektor industri

pengolahan memberikan kontribusi relatif share yang tinggi

dibandingkan sektor lain yaitu sebesar 42,58 % terhadap PDRB

Kabupaten Kendal disusul, sektor pertanian rata-rata 24,7 % dengan

sub sektor bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan

pertanian, namun untuk subsektor perikanan hanya memberikan

kontribusi 1,99 % pada tahun 1999, padahal subsektor ini menyimpan

potensi yang sangat besar mengingat keberadaan fasilitas Pusat

Pendaratan Ikan.

Faktor pendukung wilayah, untuk infrastruktur sarana dan prasarana

perikanan dari segi kepemilikannya sebagian besar berusaha dengan

menggunakan motor tempel, padahal apabila digunakan untuk

menangkap ikan di perairan hanya akan mempunyai jangkauan yang

terbatas, sedangkan untuk unit-unit penangkapan ikan mempunyai

fishing base namun berukuran relatif kecil sehingga hanya

memungkinkan beroperasi di wilayah perairan pantai dengan waktu

melaut hanya satu hari, pada infrastruktur pertanian yang mendukung

usaha tani masyarakat desa tersebut adalah adanya saluran irigasi

teknis bagi areal pesawahan seluas 88,44 hektar (18,69 %), pada

infrastruktur pendidikan dan kesehatan yaitu terdapatnya 6 unit SD

swasta dan 1 unit SLTP swasta namun tidak mempunyai SLTA,

disamping itu untuk tingkat pendidikan desa Gempolsewu sebagian

besar tamat SMP yaitu sebanyak 3.946 penduduk (40,71 %) sedangkan

untuk tamatan SD sebanyak 2.801 penduduk (28,89 %) dan SLTA

sebanyak 631 penduduk (6,51%).

Faktor dukungan dari pemerintah daerah sangat kurang sekali, hal ini

dapat dilihat sampai dengan saat ini belum adanya program-program

yang memberdayakan masyarakat nelayan yang bergerak dibidang

perikanan, berbeda dengan bidang pertanian yaitu adanya Bimas,

Inmas,Insus, KUT dan lain-lain, program yang hadir hanya Tempat

Pelelangan Ikan (TPI) dan terakhir adanya program Protekan (Program

peningkatan Ekspor Perikanan) pada tahun 2003.

Kondisi sosial masyarakat Desa Gempolsewu yang tergolong

prasejahtera sangat mendominasi yaitu sebanyak 1.395 keluarga atau

52,60 % kemudian keluarga sejahtera II/III sebanyak 907 keluarga

Page 59: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

56

atau 34,20 % dan keluarga sejahtera I sebanyak 350 keluarga atau

13,20 %, sedangkan dari sisi kepemilikan rumahnya sebagian besar

tergolong tidak permanent atau masih dalam bentuk papan yaitu

sebanyak 1.396 rumah atau 55,86 %, hal ini mengindikasikan bahwa

masyarakat Gempolsewu tidak mampu membeli rumah yang permanen

dan semi permanen dengan demikian tergolong miskin.

Kelembagaan, satu-satunya lembaga dan fasilitas yang dimiliki nelayan

Desa Gempolsewu adalah adanya Tempat pelelangan Ikan (TPI)

Tawang, dan untuk setiap nelayan yang masuk de desa tersebut

diwajibkan menjual hasil tangkapannya di TPI Tawang.

6. Desa Bangunjiwo , Kecamatan Kasihan , Kabupaten Bantul.

Desa Bangunjiwo memiliki luas wilayah 15,43 km2, dengan jumlah

penduduk sebesar 19.185 jiwa sehingga kepadatan penduduknya

sebesar 1.243 penduduk/km2. Luas wilayah tersebut sebesar 1.077,78

hektar (66,80 %) diperuntukan bagi permukiman dan perumahan

penduduk, sedangkan sisanya untuk sawah sebesar 322 hektar (19,96

%) dan untuk jalan sebesar 95,84 hektar (5,94 %), sedangkan dari sisi

mata pencahariannya, maka 88,29 % merupakan perajin gerabah dan

keramik sedangkan mata pencaharian yang lain prosentasenya tidak

mencapai 10 %, hal ini terjadi karena tanah yang ada di desa tersebut

sangat mendukung terhadap usaha pembuatan gerabah dan keramik.

Dari dukungan sektor ekonomi terhadap wilayah, terdiri atas

kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB (Produk Domestik Regional

Bruto), faktor pendukung wilayah dan faktor dukungan pemerintah

daerah.

Pada kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB, sektor pertanian

masih mempunyai kontribusi yang paling besar terhadap kegiatan

perekonomian Kabupaten Bantul yaitu 24 % terhadap PDRB setiap

tahunnya bahan pada tahun 1999 kontribusinya mengalami

peningkatan sebesar 29,22 %, kemudian sektor industri pengolahan

17,53 % dan sektor perdagangan sebesar 15,41 %.

Faktor pendukung wilayah, potensi Dukuh Kasongan sebagai desa

wisata yaitu suatu bentuk desa atau kawasan yang dikembangkan

sebagai suatu obyek wisata atau daerah tujuan wisata dengan

Page 60: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

57

memanfaatkan potensi keberadaan pusat/sentra industri lokal sebagai

daya tarik utama yang akan ditawarkan kepada wisatawan. Besarnya

jumlah unit usaha kerajinan yang ada di desa tersebut dengan lokasi

kegiatan meliputi beberapa dusun sehingga membentuk suatu

kawasan sentra industri kerajinan gerabah atau keramik, sarana

perumahan bagi penduduk desa tersebut 83,7 % atau sekitar 3.803

unit merupakan rumah permanen, hal ini membuktikan bahwa

sebagian besar masyarakat Desa Bangunjiwo dilihat dari sisi

perumahannya berada pada kondisi mampu dan sudah berada diatas

garis kemiskinan, prasarana pendidikan dan kesehatan di desa

Bangunjiwo adalah 10 unit TK, 11 unit SD, 2 unit SLTP dan 1 unit

SLB, adapun apabila dilhat dari sisi tingkat pendidikannya, penduduk

Desa Bangunjiwo sebagian besar taman SLTP dan SLTA yaitu 44,8 %

dan 22,2 %, sarana angkutan, perhubungan dan jalan prosentase

terbesar adalah sepeda sebagai alat transportasinya yaitu sejumlah

3.998 atau 64,77 %, sedangkan alat komunikasi seperti Kantor pos

dan saluran telepon sebagai sarana perhubungan juga telah memasuki

wilayah Desa Bangunjiwo.

Faktor dukungnan pemerintah setempat, yaitu telah berperan sejak

tahun 1979 dengan didirikannya UPT (Unit Pelaksana Teknis) sebagai

kepanjangan tangan dari Departemen Perindustrian dalam pembinaan

pengembangan industi kecil.

Kondisi sosial masyarakat terlihat cukup mapan, sehingga persentase

keluarga miskinnya relatif kecil. Kondisi ekonomi, telah dikemukakan

diatas bahwa prosentase penduduk yang bekerjan dibidang pertanian

mencapai 39,84 %, akan tetapi di Desa Bangunjiwo jumlah penduduk

yang berprofesi sebagai pengrajin mencapai 88,3 %, penghasilan yang

diperoleh pemilih gerabah dari penjualannya berkisar antara Rp 1,5

juta sampai Rp 10 juta/bulan atau rata-rata per bulan laba bersih

sebesar Rp 3,35 juta. Beberapa pemilih gerabah yang sudah maju

biasanya mempekerjakan beberapa tenaga sebagai tukang dan

designer. Tukang dalam bekerjanya menggunakan system borongan

dengan memperoleh bayaran Rp 50 ribu–Rp 100 ribu sekali borongan,

sedangkan designer dalam setiap bulannya memperoleh bayaran

antara Rp 500 ribu–Rp 1 juta, bila dilihat bayaran sebagai tukang tidak

begitu besar bahkan kurang dari standar garis kemiskinan untuk

Page 61: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

58

Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Rp 76.773/kapita/bulan. Sehingga

dapat dikatakan, bahwa pekerja tukang sangat rentan terhadap

kemiskinan bila tidak ada pekerjaan sampingan untuk menambah

penghasilannya.

2.4. Data

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (2005),

jumlah desa di Indonesia mencapai 61,409 desa dan jumlah kelurahan

mencapai 7,365 kelurahan. Di wilayah perkotaan, ditemukan sebanyak

6,692 desa dan 5,548 kelurahan. Sedangkan di wilayah perdesaan,

ditemukan 54,717 desa dan 1,817 kelurahan. Jumlah desa terbanyak

ditemukan di Provinsi Jawa Tengah yaitu sejumlah 7,805 desa, Provinsi

Jawa Timur yaitu sejumlah 7,697 desa dan Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam dengan jumlah 5,841 desa.

Tabel 4. Banyaknya Desa Menurut Status Pemerintahan

Status Desa Kelurahan Nagari Lainnya Jumlah

Perkotaan 6692 5548 33 17 12290

Perdesaan 54717 1817 485 648 57667

Perkotaan + Perdesaan

61409 7365 518 665 69957

Sumber: Potensi Desa (BPS, 2005)

Dari 61,409 desa di Indonesia, sejumlah 55,126 telah memiliki

Badan Perwakilan Desa (BPD) dan sisanya, yaitu 6,283 belum memiliki

BPD. Sedangkan dari 7,365 kelurahan yang tercatat, sekitar 2,014 telah

memiliki Dewan Kelurahan dan sekitar 5,353 belum memiliki Dewan

Kelurahan. Provinsi yang tercatat terbanyak belum memiliki Badan

Perwakilan Desa, yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi

Papua. Di wilayah perkotaan, dari 6,692 kesatuan masyarakat yang

dinyatakan sebagai desa, sejumlah 6,334 desa telah memiliki BPD dan

sekitar 358 desa belum ditemukan adanya BPD. Sedangkan di wilayah

perdesaan, dari 54,717 desa sekitar 48,792 desa telah memiliki BPD dan

5,925 desa belum memiliki BPD.

Page 62: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

59

Tabel 5. Banyaknya Desa/Kelurahan yang Memiliki Badan Perwakilan Desa/Dewan Kelurahan

Status Desa (Badan Perwakilan

Desa)

Kelurahan (Dewan Kelurahan)

Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada

Perkotaan 6334 358 1370 4178

Perdesaan 48792 5925 644 1175

Perkotaan + Perdesaan

55126 6283 2014 5353

Sumber: Potensi Desa (BPS, 2005)

Mayoritas penghasilan utama penduduk desa di Indonesia pada

tahun 2005 adalah pertanian (61,744 desa), perdagangan besar/eceran

(3,010 desa) dan jasa (2,962 desa). Di wilayah perkotaan, mayoritas

penghasilan utama sebagian besar penduduk adalah pertanian (5,370

desa), perdagangan besar/eceran (2,757 desa) dan jasa (2,627 desa). Di

wilayah perdesaan, mayoritas penghasilan utama sebagian besar

penduduk adalah pertanian (56,374 desa), jasa (335 desa) dan industri

pengolahan (332 desa).

Tabel 6. Banyaknya Desa Menurut Sumber Penghasilan Utama Sebagian

Besar Penduduk

Status Pertanian Pertambangan

dan

Penggalian

Industri

Pengolahan

Perdagangan

Besar/Eceran

Jasa Lainnya Jumlah

Perkotaan 5370 68 859 2757 2627 609 12290

Perdesaan 56374 147 332 253 335 226 57667

Perkotaan

+

Perdesaan

61744 215 1191 3010 2962 835 69957

Sumber: Potensi Desa (BPS, 2005)

Dari 61,744 desa yang sebagian besar penduduknya bekerja di

sektor pertanian, mayotitas bekerja di sub sektor tanaman pangan

(41,974 desa), sub sektor perkebunan (16,322 desa) dan sub sektor

perikanan laut (1,982 desa). Komposisi seperti ini juga terjadi di wilayah

perkotaan dan perdesaan, dimana mayoritas penduduk yang bekerja di

sektor pertanian, berusaha pada sub sektor tanaman pangan, perkebunan

dan perikanan laut.

Page 63: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

60

Tabel 7. Banyaknya Desa yang Sebagian Besar Penduduknya Bekerja di Sub Sektor Pertanian

Sub Sektor Perdesaan Perkotaan Perdesaan+Perkotaan

Tanaman

Pangan

37610 4364 41974

Perkebunan 15764 558 16322

Perikanan Darat

616 68 684

Perikanan Laut

1644 338 1982

Peternakan 208 20 228

Kehutanan 417 4 421

Pertanian Lainnya

115 18 133

Jumlah 56374 5370 61744

Sumber: Potensi Desa (BPS, 2005)

Dari 61,409 desa dan kelurahan di Indonesia, sarana kesehatan

terbanyak yang dimiliki adalah Posyandu (63,198 desa), Tempat Praktek

Bidan (30,236 desa) dan Polindes (26,455 desa). Jumlah rumah sakit

hanya ditemukan di 1,475 desa, Poliklinik ditemukan di 7,210 desa dan

Puskesmas ditemukan di 8,256 desa.

Tabel 8. Banyaknya Desa yang Mempunyai Sarana Kesehatan Menurut Jenisnya

Jenis Perdesaan Perkotaan Perdesaan+Perkotaan

Rumah Sakit 229 1246 1475

Rumah Bersalin

1016 2765 3781

Poliklinik 3298 3912 7210

Puskesmas 4999 3257 8256

Puskesmas Pembantu

18607 3317 21924

Tempat Praktek

Dokter

4148 7257 11405

Tempat Praktek

Bidan

21226 9010 30236

Posyandu 51142 12056 63198

Polindes 22932 3523 26455

Apotik 496 3803 4299

Toko Khusus Obat

3101 5137 8238

Sumber: Potensi Desa (BPS, 2005)

Page 64: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

61

Dari 61,409 desa dan kelurahan di Indonesia, paramedis terbanyak

yang dimiliki adalah Bidan (48,739 desa), Dukun Bayi Terlatih (44,800

desa) dan Dukun Bayi Belum Terlatih (29,454 desa). Mantri Kesehatan

hanya ditemukan di 25,730 desa, Dokter Pria ditemukan di 9,871 desa

dan Dokter Wanita ditemukan di 7,327 desa.

Tabel 9. Banyaknya Desa yang Memiliki Tenaga Kesehatan yang Tinggal

di Desa Menurut Jenis Tenaga Kesehatan Status Dokter

Pria

Dokter

Wanita

Mantri

Kesehatan

Bidan Dukun

Bayi

Terlatih

Dukun

Bayi

Belum

Dilatih

Perkotaan 6321 4868 6770 10666 7511 2691

Perdesaan 3550 2459 18960 38073 37289 26763

Perkotaan + Perdesaan

9871 7327 25730 48739 44800 29454

Sumber: Potensi Desa (BPS, 2005)

Dari 61,409 desa dan kelurahan di Indonesia, sarana kesehatan

yang mudah dan sulit diakses oleh masyarakat perdesaan hampir

sebanding, seperti rumah sakit, rumah bersalin dan poliklinik. Sebanyak

31,805 desa, rumah sakit di kawasan tersebut mudah diakses oleh

masyarakat perdesaan dan sebanyak 25,631 desa sulit diakses oleh

masyarakat di kawasan tersebut.

Page 65: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

62

Tabel 10. Banyaknya Desa yang Tidak Memiliki Sarana Kesehatan Menurut Kemudahan untuk Mencapai Sarana Kesehatan

Jenis Perdesaan Perkotaan Perdesaan+Perkotaan

Rumah Sakit

Mudah 31805 10522 42327

Sulit 25631 520 26151

Rumah Bersalin

Mudah 30594 8936 39530

Sulit 26057 586 26643

Poliklinik

Mudah 31818 7942 39760

Sulit 22547 436 22983

Puskesmas

Mudah 38610 8927 47537

Sulit 14050 106 14156

Puskesmas Pembantu

Mudah 29749 8577 38326

Sulit 9288 396 9684

Tempat Praktek

Dokter

Mudah 34773 4887 39660

Sulit 18739 146 18885

Tempat Praktek Bidan

Mudah 21372 3118 24490

Sulit 15069 162 15231

Posyandu

Mudah 3368 212 3580

Sulit 3157 22 3179

Polindes

Mudah 22076 7299 29375

Sulit 12659 1468 14127

Apotik

Mudah 33071 8098 41169

Sulit 24100 389 24489

Toko Khusus Obat

Mudah 33296 6870 40166

Sulit 21271 283 21554

Sumber: Potensi Desa (BPS, 2005)

Prasarana transportasi darat dan air bagi masyarakat desa di

perdesaan lebih banyak daripada di perkotaan. Desa yang telah memiliki

prasarana transportasi darat di kawasan perdesaan mencapai 49,916 desa

dan prasarana transportasi air mencapai 2,655 desa.

Page 66: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

63

Tabel 11. Banyaknya Desa yang Memiliki Prasarana Transportasi

Status Darat Air Darat dan Air

Dapat Dilalui Kendaraan

Roda 4 Sepanjang

Tahun

Perkotaan 11952 45 300 12112

Perdesaan 49916 2655 5090 47609

Perkotaan +

Perdesaan

61868 2700 5390 59721

Sumber: Potensi Desa (BPS, 2005)

Menurut jenis permukaan jalan desa di kawasan perdesaan lebih

banyak daripada di kawasan perkotaan, seperti jalan aspal, jalan yang

diperkeras dan jalan tanah. Namun, keberadaan jalan tanah desa di

kawasan perdesaan lebih banyak daripada desa di kawasan perkotaan.

Tabel 12. Banyaknya Desa Menurut Jenis Permukaan Jalan Terluas

Status Aspal Diperkeras Tanah Lainnya Jumlah

Perkotaan 11021 896 315 20 12252

Perdesaan 28005 16361 10295 345 55006

Perkotaan + Perdesaan

39026 17257 10610 365 67258

Sumber: Potensi Desa (BPS, 2005)

Menurut jenis prasarana komunikasi di kawasan perkotaan lebih

banyak daripada di kawasan perdesaan, seperti telepon umum, warnet

dan kantor pos/kantor pos pembantu. Namun, keberadaan wartel dan pos

keliling di kawasan perdesaan lebih banyak daripada desa di kawasan

perkotaan.

Tabel 13. Banyaknya Desa Menurut Jenis Prasarana Komunikasi

Status Telepon

Umum

Wartel Warnet Kantor

Pos/Kantor Pos

Pembantu

Pos

Keliling

Perkotaan 3280 10961 1769 2259 3232

Perdesaan 1270 18493 359 1882 8010

Perkotaan + Perdesaan

4550 29454 2128 4141 11242

Sumber: Potensi Desa (BPS, 2005)

Page 67: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

64

Menurut sarana perdagangan, hotel dan perbankan desa di

kawasan perdesaan lebih sedikit daripada di kawasan perkotaan, seperti

supermarket/pasar swalayan/toserba, restoran/rumah makan,

hotel/penginapan, Bank Umum dan BPR. Sedangkan sarana perdagangan

dan lembaga keuangan non-bank, seperti toko/warung/kios, KUD dan

Koperasi Non-KUD lebih banyak dijumpai di desa yang terletak di

kawasan perdesaan.

Tabel 14. Banyaknya Desa yang Memiliki Sarana Perdagangan, Hotel dan

Perbankan

Jenis Perkotaan Perdesaan Perkotaan +

Perdesaan

Supermarket/Pasar

Swalayan/Toserba

3327 525 3852

Restoran/Rumah Makan 5944 5184 11128

Toko/Warung/Kios 11837 43806 55643

Hotel/Penginapan 2915 1518 4433

Bank Umum 3530 1091 4621

BPR 2406 1548 3954

Koperasi Unit Desa 1732 6085 7817

Koperasi Non KUD 2830 5099 7929

Sumber: Potensi Desa (BPS, 2005)

Menurut sarana pemasaran produksi dan lembaga keuangan mikro

antara desa di kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan, lebih banyak

dijumpai di desa yang terletak di kawasan perkotaan, seperti kelompok

pertokoan, kantor pegadaian, lembaga keuangan mikro informal dan ATM.

Sedangkan sarana pemasaran produksi dan lembaga keuangan mikro,

seperti pasar tanpa dan dengan bangunan permanen.

Tabel 15. Banyaknya Desa yang Memiliki Sarana Pemasaran Produksi dan Lembaga Keuangan Mikro

Jenis Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

Kelompok Pertokoan 5,241 3,148 8,389

Pasar dengan Bangunan Permanen 3,826 6,789 10,615

Pasar tanpa Bangunan Permanen 1,576 5,581 7,157

Kantor Pegadaian 800 118 918

Lembaga Keuangan Mikro Informal 4,997 1,109 16,106

ATM 2,099 101 2,200

Sumber: Potensi Desa (BPS, 2005)

Page 68: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

65

Dari Tabel 16, terlihat bahwa unit usaha yang paling banyak

diusahakan oleh masyarakat perdesaan adalah unit usaha bengkel

mobil/motor, persewaan alat pesta dan bengkel alat elektronik. Persewaan

mobil/motor terbanyak dijumpai di Provinsi Jawa Tengah. Provinsi Jawa

Timur dan NAD yang memiliki jumlah desa terbanyak kedua dan ketiga

berdasarkan data Podes (2005) memiliki unit usaha terbanyak adalah

persewaan alat pesta.

Tabel 16. Banyaknya Desa yang Memiliki Unit Usaha Masyarakat

Jenis Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

Bengkel Mobil/Motor 10,991 23,708 34,699

Bengkel Alat Elektronik 9,230 15,999 25,229

Usaha Photo Copy 8,197 5,523 13,720

Agen Perjalanan Wisata 2,175 647 2,822

Pangkas Rambut 8,499 10,870 19,369

Salon Kecantikan 9,601 12,135 21,736

Bengkel Las 9,028 13,585 22,613

Persewaan Alat Pesta 9,284 20,439 29,723

Sumber: Potensi Desa (BPS, 2005)

2.5. Pengaturan Terkait Desa dalam Perpektif Hukum

Apabila dilihat dari UUD 1945 (versi 18 Agustus 1945), Konstitusi

Republik Indonesia Serikat 1949, UUD Sementara Tahun 1950, UUD 1945

(Dekrit 5 Juli 1959), UUD 1945 (di masa Orde Baru), dan UUD Negara

Republik Indonesia tahun 1945 (UUD Negara RI Tahun 1945) atau yang

lebih populer dengan sebutan UUD 1945 Pasca Amandemen, penyebutan

desa atau yang sama pengertiannya dengan desa, secara konkrit dalam

konstitusi baru mulai ada dalam UUD 1945 (Dekrit 5 Juli 1959). Hal ini

karena dalam penjelasan pasal demi pasal terhadap Pasal 18 UUD 1945,

kata “desa” disebutkan secara konkrit.

Bagian Penjelasan Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan “Dalam

territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende

landschappen dan volksgemeenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali,

negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya.

Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat

dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa”.

Page 69: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

66

Namun, fakta sejarah menunjukkan bahwa pada saat berlakunya

UUD 1945 (versi 18 Agustus 1945), Bagian Penjelasan UUD 1945 belum

merupakan bagian dari UUD 1945. Penjelasan UUD 1945 sendiri

bukanlah dokumen resmi yang dihasilkan Badan Penyelidik Usaha-Usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia ataupun Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia, melainkan karya pribadi Mr. Soepomo.

Karena itu, pada saat UUD 1945 pertama kali diberlakukan,

penjelasan UUD 1945 belum menjadi bagian dari UUD 1945 (versi 18

Agustus 1945). Dalam perjalanannya, ketika Indonesia kembali

menerapkan UUD 1945 dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959,

UUD 1945 yang dilampirkan terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh, dan

Penjelasan. Dengan dasar inilah kemudian Penjelasan, menjadi bagian

otentik dari UUD 1945.

Dari hasil penelusuran empat konstitusi yang pernah berlaku di

Indonesia, Penjelasan UUD 1945 inilah yang merupakan satu-satunya

dokumen konstitusi yang menyebutkan secara konkrit kata “desa” di

dalamnya, sebab dalam konstitusi-konstitusi yang lain tidak terdapat kata

“desa” didalamnya.

Konstitusi RIS 1949, misalnya, tidak menyebutkan tentang desa,

karena pengaturan tentang desa merupakan kewenangan konstitusional

dari negara bagian. Memang, pada saat saat berlakunya konstitusi ini,

Indonesia menganut sistem federal (Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS 1949).

Dalam UUD Sementara Tahun 1950, tidak terdapat penyebutan tentang

desa meskipun konstitusi ini kembali mempercayakan sistem unitary atau

kesatuan sebagai sistem pembagian kekuasaannya secara vertikal (Pasal

131-133 UUD Sementara Tahun 1950).

Konstitusi yang terakhir, UUD Negara RI Tahun 1945, pun

melakukan hal yang sama dengan UUD Sementara Tahun 1950, dimana

juga tidak menyebutkan secara jelas kata desa di dalamnya. Dalam UUD

Negara RI Tahun 1945 bahkan terkesan menutup kemungkinan desa

menjadi organ konstitusi dan menempatkan desa sebagai organ dari

pemerintahan daerah kabupaten/kota. Ini karena pasal 18 ayat (1) UUD

Negara RI Tahun 1945 dengan jelas menentukan bahwa Daerah Indonesia

Page 70: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

67

dibagi dalam Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Jadi tidak terbersit sedikit

pun tentang desa dalam Pasal 18 UUD Negara RI Tahun 1945.

Keengganan penyebutan kata desa dalam UUD Negara RI Tahun

1945 di atas, dapat didasarkan pada dua asumsi besar. Pertama,

pengaturan desa terlalu detail untuk diatur dalam konstitusi. Karena itu,

mungkin, pengaturan detailnya akan diatur lebih lanjut dalam peraturan

perundang-undangan pelaksana. Legitimasi asumsi ini didasarkan pada

prinsip bahwa konstitusi hanya mengatur hal-hal yang pokok saja.

Sedangkan detailnya diserahkan pada peraturan perundang-undangan

pelaksana.

Kedua, pengaturan desa atau sebutan lainnya, sudah diatribusikan

atau didelegasikan ke pemerintahan daerah sehingga pengaturannya

menjadi kewenangan pemerintah daerah bersama DPRD. Mekanisme

peraturan perundang-undangan yang sering digunakan adalah dengan

menggunakan atribusian ataupun pendelegasian dari konstitusi melalui

enabling provision.

Penguatan terhadap asumsi ini, lebih didasarkan pada stufent

theory dari Hans Kelsen, yang mengatakan bahwa grondwet dapat

mendelegasikan atau mengatribusikan pengaturan suatu materi muatan

pada peraturan pelaksana. Teori Hans Kelsen inilah yang sampai detik ini

masih diterima dengan baik dalam sistem hukum Indonesia. Bentuk

konkrit dari teori ini adalah adanya hierarkisitas peraturan perundang-

undangan yang diatur dalam Pasal 7 UU No. 10/2004 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dengan hierarkisitas ini,

peraturan pelaksana dapat dibentuk jika mendapatkan atribusi atau

delegasi dari peraturan perundang-undangan di atasnya.

Dengan demikian status hukum pengaturan desa yang didasarkan

pada Pasal 18 UUD Negara RI Tahun 1945 dan berdasarkan kedua

asumsi di atas, pengaturan tentang desa telah diatribusikan kepada

pemerintahan daerah sehingga pengaturan desa telah menjadi

kewenangan konstitusional pemerintahan kabupaten/kota. Dengan status

hukum seperti ini, setiap kabupaten/kota dapat mengatur mengenai desa

dalam peraturan daerah mereka. Dengan penyebutan dalam UUD 1945

Page 71: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

68

itu, konsekuensi yuridisnya adalah desa merupakan organ konstitusi yang

mempunyai hak dan kewajiban konstitusional.

Dari hasil inventarisasi kami terhadap keberpihakan konstitusi

terkait dengan pembangunan perdesaan, setidaknya ditemukan tujuh

pasal utama. Ketujuh pasal tersebut adalah: Pasal 18, Pasal 18A, Pasal

18B, Pasal 23, Pasal 23E, Pasal 28C, Pasal 33 dan Pasal 34.

Pemerintah daerah kabupaten dan kota, seperti pada Pasal 18 ayat (2)

UUD 1945 termasuk diantaranya pemerintah desa. Sedangkan tugas

pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau

desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta

dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas

tertentu. Urusan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (5)

terdiri dari: politik luar negeri; pertahanan; keamanan; yustisi; moneter dan

fiskal nasional; dan agama.

Pemberian otonomi luas kepada daerah seperti pada Pasal 18 ayat (5)

UUD 1945 diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan

masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta

masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan

mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip

demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta

potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan

pemerintahan daerah seperti pada Pasal 18A ayat (2) UUD 1945 meliputi:

pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah;

pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan

pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah.

Sedangkan hubungan dalam bidang pelayanan umum antara

Pemerintah dan pemerintahan daerah meliputi: kewenangan, tanggung

jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal; pengalokasian

pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; dan

Page 72: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

69

fasilitasi pelaksanaan kerja sama antarpemerintahan daerah dalam

penyelenggaraan pelayanan umum.

Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber

daya lainnya antara Pemerintah dan pemerintahan daerah meliputi:

kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian

dampak, budidaya, dan pelestarian; bagi hasil atas pemanfaatan sumber

daya alam dan sumber daya lainnya; dan penyerasian lingkungan dan tata

ruang serta rehabilitasi lahan.

Kesatuan masyarakat hukum adat dan hak tradisionalnya seperti

pada Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 harus diatur secara spesifik. Mengingat

kesatuan masyarakat hukum adat memiliki tradisi yang telah berlangsung

turun-temurun. Kearifan lokal yang telah terjalin sedemikian lama,

seringkali dianggap oleh sebagian kalangan tidak sesuai dengan

perkembangan zaman. Masyarakat hukum adat juga cenderung tidak

menerima modernisasi dan masih bertahan dengan tradisi lama, sehingga

menjadi masyarakat tertinggal. Oleh karena itu, pengaturan mengenai

masyarakat hukum adat harus dilakukan secara hati-hati dengan

melibatkan sosiolog.

Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 berbunyi bahwa: “Anggaran pendapatan

dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara

ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara

terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat”.

Anggaran pendapatan dan belanja negara, seperti pada Pasal 23

ayat (1) UUD 1945 harus bisa dirasakan masyarakat secara langsung

manfaatnya. Saat ini, sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di

perdesaan dan sekitar 63,47 persen penduduk miskin Indonesia tinggal di

perdesaan. Namun, anggaran yang turun langsung ke perdesaan hanya

sekitar Rp 17,0 triliun atau sekitar seper enam puluh dari pendapatan

negara dan hibah yang mencapai Rp 1.022,6 triliun.

Permasalahan dalam pembangunan perdesaan adalah tahap

pengawasan menjadi tugas BPK seperti pada Pasal 23E ayat (1) UUD

1945. Seringkali anggaran besar yang sudah disediakan terjadi kesalahan

Page 73: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

70

dalam pengelolaan, sehingga tidak sesuai dengan target dan sasaran. Oleh

karena itu, selain perlunya Badan Pemeriksa Keuangan juga diperlukan

peningkatan kinerja dan mekanisme Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan.

Kebutuhan dasar manusia, seperti pada Pasal 28C ayat (1) UUD

1945 adalah sandang, pangan dan papan. Selain itu, juga terdapat

kebutuhan akan pendidikan, kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Termasuk didalamnya telekomunikasi dan perhubungan. Ketertinggalan

masyarakat desa dari perkotaan disebabkan oleh rendahnya kualitas

pendidikan, kemudahan memperoleh pengetahuan dan lain-lain.

Infrastruktur dan pelayanan pendidikan di perdesaan relatif lebih rendah

daripada di perkotaan. Hal ini ditandai dengan rendahnya kualitas tenaga

pengajar dan infrastruktur pendukung.

Makna dari Pasal 33 UUD 1945 adalah desa dengan segala potensi

yang dimiliki harus menjadi tempat yang layak bagi masyarakat yang

tinggal dan menetap didalamnya. Masyarakat desa harus bisa menikmati

potensi tersebut. Tidak ada lagi kesenjangan di antara desa-kota atau bagi

masyarakat yang tinggal di desa tersebut.

Berdasarkan data Potensi Desa tahun 2005, keberadaan

infrastruktur kesehatan di perdesaan jauh lebih rendah daripada di

perkotaan, padahal Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas

pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak, seperti

pada Pasal 34 ayat (3) UUD 1945. Jenis penyakit yang diderita oleh

masyarakat perdesaan relatif terkait dengan ketersediaan sanitasi yang

bersih dan pola hidup yang sehat. Oleh karena itu, ketersediaan akan

kebutuhan dasar bagi masyarakat perdesaan harus menjadi urusan

negara. Pembangunan yang dilakukan bukan saja terkait dengan

pembangunan fisik, tetapi juga non-fisik. Pemenuhan tenaga terampil

antara lain bidang kesehatan dan pendidikan, dan pemberdayaan

masyarakat desa, yang mendampingi masyarakat perdesaan menjadi

tugas pemerintah.

Amanat dari UUD 1945 terutama Pasal 23 dan Pasal 28C belum

terdapat secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan yang ada.

Page 74: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

71

Pengaturan lebih banyak mengenai hubungan antara pemerintah pusat

dan pemerintah daerah, dan aspek pemerintahan.

Pengaturan mengenai desa terkait dengan pembangunan perdesaan

dalam segala aspeknya, khususnya pada peraturan perundang-undangan,

tercermin pada: Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan

Negara, Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 32 tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 33 tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Daerah, Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, dan Peraturan

Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa.

Adapun keterkaitannya adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Pasal yang terkait dengan pembangunan perdesaan dalam UU No. 17

tahun 2003 adalah: Pasal 6 ayat (1), Pasal 6 ayat (2) huruf c, Pasal 12

ayat (1), Pasal 16 ayat (1), Pasal 16 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (4).

Pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam UU Nomor 17 tahun 2003

adalah APBN dan APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan

pusat dan daerah, dan wewenang Presiden diserahkan kepada pejabat

pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah. Apabila

disandingkan dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi bahwa APBN

dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat, dan dengan nomenklatur RAPBN tahun

2009 yang membagi menjadi dua pos pokok, yaitu: 1) Pendapatan

Negara dan Hibah, dan 2) Belanja Negara. Dalam hal belanja negara

yang sampai ke perdesaan merupakan belanja ke daerah, yang terdiri

dari dana perimbangan. Selain itu, juga masih terdapat pos anggaran

kecil yang sampai ke perdesaan, yaitu subsidi dan belanja barang.

Namun, anggaran seperti ini masih merupakan anggaran sektoral,

yang cenderung mudah terjadi duplikasi dan tidak sesuai dengan

kebutuhan dan potensi desa.

Page 75: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

72

Anggaran untuk pembangunan perdesaan berdasarkan RAPBN tahun

2009 adalah Rp 17,0 triliun. Bandingkan dengan anggaran untuk

belanja ke daerah yang mencapai Rp 303,9 triliun, dan jumlah

penduduk miskin di perdesaan mencapai 63,47 persen pada bulan

Maret 2008. Sehingga apabila Pasal 23 UUD 1945 diadopsi dalam

pelaksanaan dan wewenang pengelolaan keuangan pusat dan daerah,

maka masyarakat perdesaan setidaknya harus mendapat perhatian

lebih baik. Terdapat nomenklatur khusus bagi anggaran perdesaan,

yang bisa saja dialokasikan dari dana perimbangan.

2. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional

Pasal yang terkait dengan pembangunan perdesaan dalam UU No. 25

tahun 2004 adalah: Pasal 10 ayat (1), Pasal 10 Ayat (3), dan Pasal 11

ayat (1).

Pokok-pokok pikiran dari UU No. 25 tahun 2004 adalah bahwa

Musrenbang yang dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat

menjadi acuan bagi RPJP Nasional. Namun, fakta di perdesaan

menyatakan bahwa Musrenbang masih kental akan pola top-down.

Masyarakat cenderung masih menjadi objek dari perencanaan

pembangunan, apalagi pelaksanaan maupun pengawasan

pembangunan. Kepala Desa masih memiliki kekuasaan yang dominan

untuk men-drive arah pikiran masyarakat. Oleh karena itu, sebelum

dilakukan Musrenbang atau apapun namanya, pemberdayaan

masyarakat harus dilakukan. Masyarakat harus diajak berdiskusi dan

berani menyampaikan apa yang dibutuhkan.

3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Pasal yang terkait dengan pembangunan perdesaan dalam UU No. 32

tahun 2004 adalah: Pasal 10 ayat (1), Pasal 10 ayat (2), Pasal 10 ayat

(3), Pasal 126 ayat (3) huruf a, Pasal 200 ayat (1), Pasal 200 ayat (3),

Pasal 201 ayat (2), Pasal 206, Pasal 207, Pasal 209, Pasal 210 ayat (1),

Pasal 211 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 212, Pasal 215, dan Pasal 216.

Page 76: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

73

Pokok-pokok pikiran dalam UU No. 32 tahun 2004 lebih banyak

mengatur mengenai aspek pemerintahan desa. Dalam UU ini belum

diatur lebih banyak mengenai pembangunan perdesaan.

Hal-hal yang diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 diantaranya

mengenai pemerintah desa, badan permusyawaratan desa, lembaga

lain, keuangan desa, dan kerjasama desa. Sehingga aspek

pembangunan perdesaan belum diatur dalam UU ini. Aspek

pembangunan perdesaan tersebut diantaranya mengenai

pembangunan fisik dan non-fisik yang didasarkan pada masih

rendahnya pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat desa,

pembiayaan pembangunan perdesaan, dan tahapannya, yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.

4. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Pasal yang terkait dengan pembangunan perdesaan dalam UU No. 33

tahun 2004 adalah: Pasal 4.

Pokok-pokok pikiran yang diatur dalam UU No. 33 tahun 2004 adalah

mengenai sumber pembiayaan keuangan pusat dan daerah.

Pengaturan mengenai perimbangan keuangan antara Pemerintah dan

Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang

adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka

pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan mempertimbangkan

potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan

penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Dalam UU ini

tidak diatur mengenai pengaturan antara Pemerintah Pusat dan

Daerah terkait dengan anggaran perdesaan. Namun, hanya diatur

mengenai persentase dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana

alokasi khusus.

5. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025

Pasal yang terkait dengan pembangunan perdesaan dalam UU No. 17

tahun 2007 adalah: Pasal 6 ayat (1) dan ayat (3).

Page 77: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

74

Lampiran UU No. 17 tahun 2007 menyebutkan kebutuhan yang harus

dipenuhi bagi masyarakat di perkotaan maupun perdesaan sampai

tahun 2020. Kebutuhan tersebut antara lain: perumahan, pelayanan

air minum, persampahan (kebersihan), infrastruktur perhubungan,

elektrifikasi, nilai tambah sektor primer, dan peningkatan kapasitas

sumberdaya manusia.

Pokok-pokok pikiran dalam UU No. 17 tahun 2007 masih bersifat top-

down atau sentralistik. RPJP Nasional masih menjadi acuan bagi RPJP

Daerah. Dalam lampiran UU ini, juga dijabarkan mengenai kebutuhan

desa yang paling minimum bagi pencapaian kebutuhan dasarnya.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa

Pasal yang terkait dengan pembangunan perdesaan dalam PP No. 72

tahun 2005 adalah: Pasal 14, Pasal 63, Pasal 65, Pasal 88, Pasal 90,

Pasal 99, Pasal 100, Pasal 101, dan Pasal 102.

Pokok-pokok pikiran yang diatur dalam UU No.32 tahun 2004 dan PP

No. 72 tahun 2007 adalah desa tidak mempunyai wewenang menyusun

perencanaan. Hal ini terlihat jelas dari Pasal 63 ayat (1) PP No. 72

tahun 2005. Dalam hal ini perencanaan masih disusun dari atas.

Pengaturan mengenai pembangunan desa belum banyak diatur

secara jelas dalam peraturan perundang-undangan yang masih berlaku.

Pengaturan yang ada, khususnya dalam penyusunan perencanaan masih

bersifat top-down dan sentralistik. Masyarakat belum dilibatkan secara

nyata dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan.

Selain itu, terkait dengan pembiayaan bagi pembangunan

perdesaan masih minim dan tersebar di masing-masing sektor. Setiap

departemen teknis memiliki program dan kegiatan sendiri, sehingga

seringkali menjadi tidak tepat sasaran.

Hal lain yang juga penting, terkait dengan pelaksanaan peraturan

perundang-undangan adalah belum ada sanksi terhadap pelanggaran

dalam pelaksanaan peraturang perundang-undangan ini. Oleh karena itu,

RUU tentang Pembangunan Perdesaan diharapkan bisa memberikan

insentif atau disinsentif bagi pihak yang berhasil atau gagal dalam

Page 78: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

75

mencapai tujuan pembangunan perdesaan, untuk mewujudkan

masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.

2.6. Pengalaman Negara Lain dalam Pembangunan Perdesaan

1. India

Pada tahun 1960-an dan 1970-an, pengenalan varietas gandum dan

padi-dalam revolusi hijau-mendorong terjadinya peningkatan produksi

pertanian dan meningkatkan pendapatan petani, khususnya di India

barat laut. Kemiskinan perdesaan turun dari 64 persen pada tahun

1967 menjadi 50 persen pada tahun 1977 34 persen pada tahun 1986.

persentase terbesar dari peningkatan tersebut berasal dari naiknya

upah riil dan turunnya harga padi-padian. Pertumbuhan di sektor

pertanian mampu mengurangi kemiskinan, baik di perdesaan maupun

di perkotaan. Hal ini juga berlaku untuk pertumbuhan di sektor jasa.

Namun, pertumbuhan sektor industri tidak mengurangi kemiskinan.

Kebijakan reformasi lahan, kredit perdesaan dan pendidikan

memainkan peran penting pada tahun 1970-an dan 1980-an,

walaupun program-program ini sedikit menghambat laji pertumbuhan

ekonomi.

Mulai tahun 1991, India menjalankan reformasi makroekonomi dan

perdagangan lain yang memacu pertumbuhan yang mengesankan di

sektor manufaktur dan jasa. Data kemiskinan tahun 2004, yang dapat

dibandingkan dengan data serupa dari tahun 1993, menunjukkan

penurunan tingkat kemiskinan yang berkelanjutan.

Meskipun ada pola penurunan kemiskinan yang konsisten di hampir

semua negara bagian di India, pertumbuhan tersebut tidak setara. Dari

tahun 1980 sampai 2004, negara-negara bagian yang awalnya lebih

miskin tumbuh lebih lambat, mengakibatkan perbedaan pendapatan

absolut maupun relatif. Liberalisasi perdagangan yang cepat pada

tahun 1990-an memiliki dampak regional yang berbeda-beda. Distrik-

distrik perdesaan dengan konsentrasi industri lebih tinggi yang

dirugikan oleh liberalisasi itu merasakan kemajuan yang lebih lambat

dalam pengurangan kejadian dan intensitas kemiskinan karena sangat

terbatasnya mobilitas tenaga kerja antar wilayah dan industri.

Page 79: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

76

Pendapatan dan pengeluaran masyarakat perkotaan juga meningkat

lebih cepat daripada pendapatan masyarakat di perdesaan, sehingga

mengakibatkan terus naiknya rasio konsumsi riil rata-rata kota ke

desa dari hanya di bawah 1,4 pada tahun 1983 menjadi sekitar 1,7

pada tahun 2000. Bahkan sesudah itu, India memiliki ketidaksetaraan

pendapatan yang cukup rendah. Namun, terlepas dari pertumbuhan

dan penurunan kemiskinan yang mengesankan pada tahun 1990-an,

gambaran kesejahteraan masyarakat masih belum terlalu bagus, sebab

keadaan kesehatan belum mengalami perbaikan. Reformasi India,

tidak seperti Cina, tidak diarahkan pada pertanian. Dewasa ini, fokus

kebijakan di India kembali diarahkan pada sektor ini karena banyak

kalangan meyakini bahwa potensi penuh pertanian untuk mengurangi

kemiskinan di India belum tergali dengan sempurna.

2. Cina

Pengentasan kemiskinan di Cina selama kurun waktu 25 tahun

terakhir tidak pernah terjadi sebelumnya. Perkiraan yang dibuat oleh

Ravallion dan Chen (2007)17 mengindikasikan bahwa kemiskinan turun

dari 53 persen pada 1981 menjadi 8 persen pada 2001, membantu

sekitar 500 juta jiwa keluar dari lembah kemiskinan. Kemiskinan

perdesaan juga turun dari 76 persen pada 1980 menjadi 12 persen

pada 2001, setara dengan tiga perempat dari seluruh kemiskinan.

Namun, evolusi kemiskinan dari waktu ke waktu terjadi dengan sangat

tidak seimbang. Pengurangan yang paling lambat terjadi pada akhir

1980-an dan awal 1990-an.

Penurunan kemiskinan yang tajam pada 1981 sampai 1985 dipicu oleh

reformasi pertanian yang dimulai pada tahun 1978. Sistem

tanggungjawab keluarga, yang memberikan hak pakai yang kuat untuk

tanah individual bagi keluarga-keluarga di perdesaan, peningkatan

harga beli pemerintah, dan liberalisasi perdagangan liberal, semua

mempunyai pengaruh positif yang kuat atas insentif bagi para petani

individual. Pada tahun-tahun awal reformasi pertanian, produksi dan

produktivitas meningkat secara dramatis, sebagian disebabkan oleh

penggunaan varietas padi hibrida yang menghasilkan panen banyak

17

Ravallion, M. and S.Chen. 2004. How have the world’s poorest fared since the early 1980’s?. World Bank

Research Observer. 19 (2) :141-170.

Page 80: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

77

oleh petani (Lin, 1992)18. Pendapatan masyarakat perdesaan naik

sebesar 15 persen setahun antara 1978 dan 1984 (Von Braun, Gulati

dan Fan, 2005)19, dan sebagian besar penurunan kemiskinan nasional

antara 1981 dan 1985 didorong oleh serangkaian reformasi agraria ini.

Peran pertumbuhan pertanian dalam pengentasan kemiskinan tetap

penting pada tahun selanjutnya, ketika reformasi menciptakan sektor

non-pertanian di perdesaan yang menyediakan lapangan pekerjaan dan

sumber pendapatan bagi jutaan orang yang tenaganya tidak lagi

dibutuhkan dalam sektor pertanian. Sumbangan sektor non-pertanian

perdesaan dalam PDB naik dari hampir nol pada 1952 menjadi lebih

dari sepertiga pada tahun 200420. Dengan melihat keseluruhan periode

tersebut, Ravallion dan Chen (2007)21 menyimpulkan bahwa

pertumbuhan pertanian benar-benar punya dampak yang lebih bagus

bagi pengentasan kemiskinan daripada pertumbuhan industri maupun

jasa.

Bagi banyak warga, pendapatan yang lebih tinggi diperoleh dengan

menisbikan aspek kesetaraan. Tidak seperti kebanyakan negara

berkembang, Cina memiliki ketidaksetaraan pendapatan yang relatif

tinggi di wilayah perdesaan daripada di perkotaan22. Terdapat pula

ketidakseimbangan regional dan sektoral yang besar. Larangan migrasi

tenaga kerja internal, kebijakan industri yang lebih mendahulukan

kepentingan wilayah pesisir Cina daripada pedalamannya, dan bias

penyediaan layanan umum yang membuat sistem pendidikan dan

kesehatan masyarakat perdesaan Cina memburuk adalah contoh

semua kebijakan yang turut mendorong terjadinya disparitas kinerja

ekonomi regional dan sektoral.

3. Ghana

Pertumbuhan dan penurunan kemiskinan Ghana selama 15 tahun

terakhir merupakan kisah sukses baru dan penting bagi Afrika. PDB

riil telah meningkat lebih dari 4 persen per tahun sejak 1980 dan lebih

dari 5 persen sejak tahun 2001. Tingkat kemiskinan turun dari 5,17

18

Lin, J.Y. 1992. Rural reforms and agricultural growth in China. American Economic Review. 82 (1): 34-51. 19

Von Braun, J., A. Gulati and S. Fan. 2005. Agricultural and Economic Development Strategies and

Transformation of China and India. Washington DC: International Food Policy Research (IFPRI). 20

Ibid. 21

Ravallion, M., and S. Chen. 2007. China’s (Uneven) progress against poverty. Journal ofDevelopment

Economics. 82 (1): 1-42. 22

Ibid.

Page 81: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

78

persen pada tahun 1991-1992 menjadi 39,5 pada tahun 1998-1999,

dan 28,5 persen pada tahun 2005-2006. Kemiskinan turun dari sekitar

17 poin di perkotaan, dan 24 poin di perdesaan. Bila kaum urban desa-

kota diasumsikan sebagai masyarakat miskin, diperkirakan kurang

lebih 59 persen dari total penurunan kemiskinan disebabkan oleh

berkurangnya kemiskinan di perdesaan. Namun, terjadi pula

peningkatan ketidaksetaraan, terutama di tingkat regional, dengan

Accra dan wilayah-wilayah hutan mengalami penurunan kemiskinan

yang lebih besar daripada daerah padang rumput di utara.

Pertumbuhan Ghana yang mengalami percepatan tersebut dipicu oleh

kebijakan ekonomi yang lebih baik dan iklim investasi yang lebih

mendukung, selain tingginya harga komoditas. Pada tahun 2001-2005,

pertumbuhan sektor pertanian melampaui sektor jasa, tumbuh 5,7

persen per tahun, lebih cepat daripada PDB keseluruhan yang naik 5,2

persen.

Pertumbuhan sektor pertanian terutama didorong oleh ekspansi

wilayah, dengan peningkatan hasil hanya satu persen. Sejak tahun

2001, peningkatan produktivitas yang berarti terjadi pada komoditas

kakao. Produksi kakao, walau tercatat hanya mengambil bagian 10

persen dari nilai produksi tanaman pangan dan ternak keseluruhan,

menyumbang sekitar 30 persen terhadap pertumbuhan pertanian.

Ghana juga menikmati pertumbuhan yang hebat dalam subsektor

hortikultura, digerakkan terutama oleh produksi nenas. Baik kakao

maupun nenas, keduanya diusahakan oleh petani gurem, dan

tampaknya petani yang membudidayakan tanaman pangan yang paling

merasakan pengentasan kemiskinan terkait dengan pertumbuhan yang

terjadi akhir-akhir ini. Namun, sumberdaya dan landasan ekspor

perekonomian negara ini tetap sempit, dan sangat rentan terhadap

guncangan dari luar.

Ghana merupakan salah satu dari sedikit negara di Afrika Sub-Sahara

yang sejak 1990 produksi pangannya mengalami pertumbuhan positif

dan berkelanjutan serta harga pangannya mengalami penurunan.

Namun, terdapat bukti rusaknya lingkungan dan penggunaan

sumberdaya yang tidak berkelanjutan. Produksi tanaman pangan dan

ternak perlu diintensifkan untuk mempertahankan tingkat

pertumbuhan yang dicapai sekarang, sekaligus untuk memberi

Page 82: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

79

manfaat bagi lebih banyak orang. Meningkatnya faktor total dan

produktivitas tenaga kerja serta semakin meluasnya penggunaan

pupuk selama kurun waktu 10 tahun terakhir merupakan indikator

positif dari proses semacam itu.

Page 83: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

80

BAB III

ANALISIS HUKUM POSITIF

Sebagai upaya untuk mengetahui keberadaan peraturan

perundang-undangan yang mengatur di bidang perdesaan, dihimpun

berbagai peraturan perundang-undangan yang ada, baik yang telah

dicabut maupun yang masih berlaku. Hal itu dilakukan agar diperoleh

pemahaman yang komprehensif mengenai kebijakan penguasa di bidang

perdesaan. Hasilnya, ternyata ada banyak peraturan perundang-

undangan yang mengatur perihal tersebut, baik yang merupakan produk

masa kolonial maupun produk masa pembangunan nasional. Dengan

demikian, sesungguhnya kebijakan pembangunan perdesaan telah ada

dan dimulai sejak lama, yakni sejak bangsa Indonesia belum merdeka

hingga bangsa Indonesia mengisi kemerdekaannya melalui program-

program pembangunan nasional. Beberapa produk peraturan perundang-

undangan tersebut antara lain:

a. Islandsche Gemeente-Ordonantie (Staatblad Tahun 1906 Nomor 83)

sebagaimana diubah dengan Staatblad Tahun 1910 Nomor 591,

Staatblad Tahun 1913 Nomor 235, dan Staatblad Tahun 1919

Nomor 217 serta ordonantie lainnya;

b. Osamu Seirei Nomor 7, ditetapkan tanggal 1 Maret 1944;

c. UU Nomor 1 Tahun 1945 Tentang Kedudukan Komite Nasional

Daerah;

d. UU Nomor 22 Tahun 1948 Tentang Undang-Undang Pokok Tentang

Pemerintahan Daerah;

e. UU Nomor 1 Tahun 1957 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan

Daerah;

f. Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 Tentang Pemerintahan

Daerah;

g. UU Nomor 18 Tahun 1965 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan

Daerah;

h. UU Nomor 19 Tahun 1965 Tentang Desapraja;

i. UU Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di

Daerah;

j. UU Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa;

Page 84: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

81

k. UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah; serta

l. UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Keadaan peraturan perundang-undangan tersebut di atas,

memberikan deskripsi bahwa saat ini belum ada peraturan perundang-

undangan yang secara khusus mengatur mengenai pembangunan

perdesaan. Pembangunan perdesaan, saat ini diselenggarakan

berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2007, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,

berikut undang-undang terkait lainnya dan pelaksananya. Fakta yuridis

tersebut memperlihatkan bahwa walaupun selama ini kawasan perdesaan

merupakan kawasan strategis dan salah satu obyek utama dalam

pembangunan nasional, namun kenyataannya belum diatur dan

diberdayakan secara optimal. Itu sebabnya, hasil pembangunan yang

dihasilkannya pun terlihat tidak merata dan menimbulkan kesenjangan

sosial ekonomi yang tinggi, baik antardesa maupun antardesa dengan

kota.

Page 85: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

82

BAB IV URGENSI PENYUSUNAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG

4.1. Landasan Filosofis

Pembangunan nasional merupakan sebuah keniscayaan, mengingat

secara filosofis pembangunan itu sendiri pada hakikat adalah untuk

mencapai atau mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dimanatkan

dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Dalam Aline Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dirumuskan bahwa tujuan

nasional adalah: “...untuk membentuk suatu Pemerintah Negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

sosial........”.

Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, didalamnya terkait

dengan usaha peningkatan kualitas masyarakat Indonesia yang dilakukan

secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan nasional, dengan

memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

memperhatikan tantangan perkembangan global. Dalam pelaksanaannya

mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk

mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, dan

berkeadilan.

Sedangkan dalam rangka mensejahterakan kehidupan bangsa,

didalamnya terkait dengan proses pengelolaan sumber daya nasional yang

secara sektoral meliputi mulai pembangunan dibidang politik, ekonomi,

industri, pertanian, dan sebagainya. Dari segi kewilayahan, pelaksanaan

pembangunan itu dapat pula dibedakan atas pembangunan di wilayah

perkotaan dan perdesaan. Sesuai dengan asas keadilan yang diamantkan

dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

maka pelaksanaan pembangunan haruslah memperhatikan aspek

Page 86: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

83

pemerataan baik pemerataan antar-sektor maupun pemerataan

pembangunan antar kota dan desa. Dengan demikian pembangunan

perdesaan merupakan bagian yang terintegrasi dari usaha meningkatkan

pemerataan dan mengatasi kesenjangan pada semua aspek pembangunan

dalam ruang lingkup nasional.

4.2. Landasan Sosiologis

Wilayah perdesaan sebagai tempat persebaran sebagian besar

masyarakat Indonesia mempunyai peranan yang cukup besar dalam

menopang perekonomian bangsa dan sekaligus indikator bagi

keberhasilan pembangunan nasional. Seperti diketahui di perdesaan pada

umumnya masyarakat berprofesi sebagai petani. Sementara diperkirakan

bahwa hampir 70 persen penduduk Indonesia tinggal di perdesaan,

dengan demikian mayoritas penduduk Indonesia menggantungkan hidup

pada sektor pertanian. Pembangunan pedesaan menurut pandangan

organisasi tani adalah suatu keniscayaan, terutama untuk mengatasi

masalah-masalah pokok petani seperti kemiskinan dan kesejahteraan.

Sementara sampai saat ini wilayah perdesaan Indonesia masih

dihadapkan pada masalah krusial, dimana masalah utama adalah seperti

kemiskinan, konflik tanah, kelaparan, dan akses terhadap sumber

produksi masih belum terpecahkan. Data pada Badan Pusat Statistik

Tahun 2006, misalnya, menunjukkan bahwa dengan jumlah penduduk

miskin Indonesia yang mencapai 17,75 persen atau sekitar 39,05 juta

orang, sebagian besarnya adalah kaum petani, yang berarti adalah berada

di wilayah perdesaan.

Oleh karenaya pembangunan perdesaan dilandaskan pada

keyakinan dan tekad untuk mempertinggi tingkat penghidupan dan

kehidupan masyarakat yang dimulai dari desa, karena masyarakat yang

berdiam di perdesaan merupakan faktor yang penting menuju kepada

perbaikan ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia secara nasional. Oleh

karena itu pembangunan perdesaan mempunyai sifat komperhensif dalam

artii kegiatan pembangunan perdesaan meliputi seluruh lapangan

kehidupan masyarakat desa. Pembangunan perdesaan juga merupakan

bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga keberhasilan

pembangunan desa merupakan salah satu tolak ukur yang menentukan

keberhasilan pembangunan nasional.

Page 87: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

84

4.3. Landasan Yuridis

Pentingnya perhatian khusus terhadap pembangunan perdesaan

didasari oleh pertimbangan bahwa kedudukan perdesaan sangat strategis

dalam keberhasilan pembangunan secara nasional, sebab seperti

diutarakan sebelumnya bahwa mayoritas penduduk Indonesia justru

berdiam atau merupakan penduduk yang tinggal di perdesaan. Sedangkan

sampai saat ini diketahui bahwa pembangunan antara wilayah perdesaan

dengan wilayah perkotaan sangat timpang. Ketimpangan pembangunan di

daerah perkotaan dan perdesaan terasa sekali baik dalam pembangunan

infrastruktur, pembangunan kualitas sumber daya manusia, lapangan

kerja, kesehatan, dan sebagainya.

Kenyataan ini menyadarkan kita betapa perangkat yuridis yang ada

saat ini dirasakan pula belum memadai untuk memberikan jaminan

hukum akan perlunya perhatian atau prioritas terhadap pelaksanaan

pembangunan perdesaan. Untuk itulah, sehingga dalam rangka menjamin

terselenggara dan tercapainya pemerataan pembangunan di wilayah

perdesaan memerlukan perhatian khusus baik dari segi pembinaan,

maupun anggaran. Dalam hal ini maka diperlukan sebuah landasan

hukum yang bertujuan melakukan pengaturan secara yuridis tentang

perlunya perhatian terhadap pembangunan perdesaan.

Page 88: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

85

BAB V RUANG LINGKUP DAN POKOK MATERI RANCANGAN

UNDANG-UNDANG

Sesuai dengan permasalahan dan kondisi faktual perdesaan sebagaimana

diuraikan sebelumnya, maka rung lingkup dan pokok materi Rancangan

Undang-Undang tentang Pembangunan Perdesaan adalah sebagai berikut:

BAB I KETENTUAN UMUM

Disini dirumuskan definisi atau batasan yang dipergunakan dalam RUU

ini, yang meliputi definisi: Pembangunan Perdesaan, Masyarakat, Desa,

Perdesaan, Pemberdayaan Masyarakat Desa, Sistem Informasi

Pembangunan Perdesaan, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, Pemerintahan Desa, Pemerintah Desa, dan

Badan Permusyawaratan Desa.

BAB II ASAS DAN TUJUAN Pembangunan perdesaan diselenggarakan dengan asas:

a) kebersamaan dan gotong-royong;

b) efisiensi berkeadilan;

c) berkelanjutan;

d) berwawasan lingkungan;

e) kemandirian;

f) kesetaraan;

g) kemanusiaan;

h) kebangsaan;

i) kekeluargaan;

j) bhinneka tunggal ika;

k) ketertiban dan kepastian hukum;

l) keseimbangan, keserasian, dan keselarasan;

m) kreativitas;

n) kearifan lokal;

o) integratif;

p) transparansi;

q) akuntabilitas;

r) efektivitas;

Page 89: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

86

s) responsif dan peran serta aktif;dan

t) tanggung jawab negara.

Sedangkan yang menjadi tujuan pembangunan perdesaan adalah untuk

mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa dan meningkatkan peran

masyarakat desa dalam setiap tahapan pembangunan dengan tetap

menjamin terpeliharanya adat istiadat setempat.

BAB III RUANG LINGKUP DAN TAHAPAN PEMBANGUNAN PERDESAAN Pembangunan perdesaan meliputi pembangunan infrastruktur dan

sumberdaya manusia perdesaan, yang dilaksanakan melalui tahapan:

perencanaan; pelaksanaan; pengawasan; dan evaluasi.

BAB IV PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memberdayakan

masyarakat desa dengan:

a. meningkatkan kualitas masyarakat desa melalui pendidikan, pelatihan,

dan penyuluhan;

b. memberikan pendampingan dalam kegiatan pembangunan perdesaan;

c. menjamin ketersediaan lapangan kerja sesuai potensi desa;

d. mengutamakan penggunaan dan pengembangan teknologi tepat guna

dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan kearifan lokal; dan

e. menumbuhkembangkan adat-istiadat dan budaya lokal.

BAB V PEMBIAYAAN

Alokasi anggaran pembangunan perdesaan sekurang-kurangnya dua

puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta

sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah. Alokasi dan distribusi anggaran pembiayaan

pembangunan perdesaan diberikan langsung kepada masing-masing desa

dengan kategori desa besar, desa sedang dan desa kecil secara

proporsional harus berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah, indeks

pembangunan manusia, indeks kemahalan, dan sumber daya alam.

Page 90: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

87

BAB VI INFORMASI PEMBANGUNAN PERDESAAN

Informasi Pembangunan perdesaan merupakan informasi publik yang

sifatnya umum, terbuka, dan bertanggungjawab disampaikan setiap

tahun kepada Badan Permusyawaratan Desa, Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kabupaten/Kota, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah.

Page 91: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … AKADEMIS RUU PEMBANGUNAN PERDESAAN (FINAL... · yang hanya dimaknai sebagai akumulasi agregat ekonomi dan kegagalan dalam mendefinisikan

88

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Yang dimaksud dengan Pembangunan Perdesaan adalah upaya

untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa dengan

memanfaatkan sumber daya, ilmu pengetahuan dan teknologi,

seni, dan budaya, serta menjamin tetap terpeliharanya adat

istiadat setempat guna mewujudkan tujuan pembangunan

nasional.

2. Upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa

adalah: a) pembangunan infrastruktur dan sumberdaya manusia

perdesaan sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa, b)

Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

memberdayakan masyarakat desa, c) Alokasi anggaran

pembangunan perdesaan secara langsung kepada masing-

masing desa.

3. Bentuk hukum untuk mewujudkan pembangunan perdesaan

adalah Undang-Undang tentang Pembangunan Perdesaan.

6.2. Saran

Berdasarkan kajian diperoleh data dan fakta bahwa pengaturan

tentang pembangunan perdesaan sudah diatur dalam berbagai peraturan

perundang-undangan. Namun, belum terdapat undang-undang yang

secara spesifik mengatur tentang pembangunan perdesaan. Sehingga

dibutuhkan Undang-Undang yang berfungsi sebagai pedoman tentang

kebijakan yang terkait dengan pembangunan perdesaan.