Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

45
Neoplasia Skuamosa pada Permukaan Okular Napaporn Tananuvat dan Nirush Lertprasertsuke Departemen Ophthalmology dan Pathology, Fakultas Kedokteran, Universitas Chiang Mai, Thailand 1. Pendahuluan Permukaan mata terdiri dari konjungtiva dan kornea. Konjungtiva adalah membran mukosa yang meliputi bola mata dan bagian dalam kelopak mata. Morfologi dari sel epitel konjungtiva adalah epitel berlapis tidak berkeratin yang bervariasi dari cuboidal diatas tarsus, hingga columnar di forniks, hingga epitel skuamosa pada bola mata . Sel goblet menyumbang sekitar 10% dari jumlah sel basal yang ada dari epitel konjungtiva. Substantia propia dari konjungtiva terdiri dari jaringan ikat longgar. Kornea itu merupakan jaringan transparan dan avaskular yang berfungsi sebagai dinding anterior mata dan media optik untuk cahaya dapat masuk ke mata. Lapisan epitel kornea terdiri dari sel-sel epitel skuamosa berlapis dan menyumbang sekitar 5% (0,05 mm) dari total ketebalan kornea. Sel-sel induk epitel kornea terletak di lapisan basal dari epitel limbal yang berploriferasi terus menerus dan menghasilkan lapisan superfisial yang

description

Translate jurnal neoplasia skuamosa pada permukaan oculi

Transcript of Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

Page 1: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

Neoplasia Skuamosa pada Permukaan Okular

Napaporn Tananuvat dan Nirush Lertprasertsuke

Departemen Ophthalmology dan Pathology,

Fakultas Kedokteran, Universitas Chiang Mai,

Thailand

1. Pendahuluan

Permukaan mata terdiri dari konjungtiva dan kornea. Konjungtiva adalah

membran mukosa yang meliputi bola mata dan bagian dalam kelopak mata.

Morfologi dari sel epitel konjungtiva adalah epitel berlapis tidak berkeratin yang

bervariasi dari cuboidal diatas tarsus, hingga columnar di forniks, hingga epitel

skuamosa pada bola mata . Sel goblet menyumbang sekitar 10% dari jumlah sel

basal yang ada dari epitel konjungtiva. Substantia propia dari konjungtiva terdiri

dari jaringan ikat longgar. Kornea itu merupakan jaringan transparan dan

avaskular yang berfungsi sebagai dinding anterior mata dan media optik untuk

cahaya dapat masuk ke mata. Lapisan epitel kornea terdiri dari sel-sel epitel

skuamosa berlapis dan menyumbang sekitar 5% (0,05 mm) dari total ketebalan

kornea. Sel-sel induk epitel kornea terletak di lapisan basal dari epitel limbal yang

berploriferasi terus menerus dan menghasilkan lapisan superfisial yang kemudian

akan berdiferensiasi menjadi sel-sel superfisial. Regulasi dari pertumbuhan sel

dan metabolisme sangat penting untuk mempertahankan permukaan mata tetap

utuh dan kornea tetap transparan.

Tumor primer dari konjungtiva dan kornea dapat dikelompokkan menjadi

dua kategori utama: kongenital dan diperoleh. Lesi yang diperoleh terdiri dari

berbagai variasi neoplasma yang berasal dari epitel skuamosa, melanosit, dan sel-

sel limfosit. Tumor dari epitel skuamosa memiliki spektrum yang besar untuk

jenis lesinya, mulai dari lesi jinak seperti papiloma skuamosa, hingga lesi

prakanker yang terbatas pada epitel permukaan (neoplasia intraepithelial atau

displasia, yang sebelumnya dikenal sebagai penyakit Bowen). Terdapat karsinoma

Page 2: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

sel skuamosa yang bersifat lebih invasif dan dapat menembus membran basal

hingga substantria propia dari konjungtiva atau stroma kornea.

Istilah ocular surface squamous neoplasia (OSSN) (Neoplasia Skuamosa

pada Permukaan Mata) pertama kali dijelaskan pada 1995 oleh Lee dan

Hirst untuk menunjukkan sebuah spektrum neoplasma yang berasal dari epitel

skuamosa mulai dari dysplasia sederhana hingga karsinoma sel skuamosa invasif

(SCC), yang melibatkan konjungtiva, limbus, dan kornea. (Lee & Hirst 1995).

Mirip dengan kanker leher rahim, tumor ini juga memiliki tingkat kekambuhan

yang relatif tinggi setelah pengobatan dan dapat bermetastasis. Tumor ini

dianggap sebagai keganasan tingkat rendah ( low grade) tetapi lesi invasif dapat

menyebar ke bola mata atau orbita. Bab ini menyoroti tentang epidemiologi,

etiologi dan faktor terkait, manifestasi klinis, alat diagnostik, dan standar

perawatan untuk pengelolaan tumor ini. Papiloma skuamosa juga disertakan

dimana beberapa papilloma konjungtiva mungkin memiliki potensi displastik.

2. Epidemiologi dan patogenesis

OSSN dianggap penyakit yang tidak biasa dengan insiden geografis yang

bervariasi dari 0,2 hingga 3,5 per 100.000, dengan frekuensi yang lebih besar di

dekat daerah khatulistiwa. (Lee & Hirst 1995) Ini adalah tumor permukaan mata

yang paling umum terdapat dalam banyak seri (Lee & Hirst 1995;. Shields et al

2004;. Shields & Shields 2004) Sebelum pandemik HIV, OSSN tercatat terjadi

terutama pada lansia dimana OOSN merupakan tumor oculo-orbital ketiga yang

paling umum terjadi setelah melanoma maligna dan limfoma. (Lee & Hirst 1995)

Tumor ini jarang terjadi di Amerika Serikat, dengan tingkat kejadian 0,03 per

100.000 orang, meskipun terdapat tingkatan sebesar 5 kali lipat lebih tinggi pada

laki-laki dan Kaukasia (Sun et al. 1997).

Patogenesis OSSN masih harus dikaitkan dengan faktor etiologi tertentu,

Faktor terkait utama adalah paparan radiasi ultraviolet (UV), infeksi human

papilloma virus, dan human immunodeficiency virus (HIV) seropositif.

Page 3: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

2.1 Ultraviolet-B

Paparan kronis dari radiasi UV-B (290-320 nm) merupakan penyebab

utama dari kebanyakan penyakit mata seperti pingecular, pterygium, katarak, dan

degenerasi makula yang terkait dengan usia. (Taylor et al. 1992) Bukti dari studi

epidemiologi dan penderita kanker di seluruh dunia telah mengkonfirmasikan

bahwa tingkat kejadian OSSN meningkat bila daerahnya semakin dekat dengan

daerah khatulistiwa, kemungkinan akibat peningkatan radiasi UV matahari. (Lee

et al 1994; Newton et al 1996) Satu penelitan untuk kanker yang berbasis populasi

menemukan bahwa kejadian karsinoma sel skuamosa (SCC) mata menurun

sebesar 49% untuk setiap kenaikan 10 derajat dari lintang, berkurang hingga lebih

dari 12 kasus per juta per tahun di Uganda, menjadi kurang dari 0,2 kasus tiap juta

tiap tahun di Inggris. Insiden SCC menurun sekitar 29% tiap pengurangan unit

dalam paparan UV. (Newton et al. 1996). Terdapat banyak bukti yang

menghubungkan keganasan kulit dengan paparan UV. (English et al. 1997) Lesi

ini terjadi teruatama didaerah kulit yang sering terpapar sinar matahari. Lesi

OSSN sering ditemukan didaerah limbus kornea di daerah interpalpebral, di mana

paparan sinar matahari lebih besar. Limbus kornea merupakan daerah transisi, dari

konjungtiva menjadi epitel kornea, analog dengan junction squamocollumnar dari

serviks uteri yang rentan terhadap perubahan displastik. Peran dari sel induk

limbal pada perkembangan OSSN masih kontroversial. Sel-sel ini berumur

panjang dan memiliki potensi besar untuk divisi clonagenik. OSSN mungkin

terjadi dari disfungsi sel-sel induk limbal dan dari agen mutagenik seperti radiasi

UV yang menyebabkan mutasi pada gen penekan tumor P53, yang juga dikenal

sebagai gen TP53. Sebuah penelitian case-control telah menemukan bahwa

mutasi TP53 terdeteksi pada 56% kasus kanker (SCC) dan 14% dari kontrol. 50%

dari mutasi merupakan transisi CC-TT dimana terjadi mutagenesis dari molekular

signatur oleh sinar UV matahari. Prevalensi ini ditemukan tinggi bila

dibandingkan dengan jenis kanker laiinya (yang tidak melebihi dari 6%), tapi

didapatkan serupa dengan kanker kulit pada subyek dengan xeroderma

pigmentosum. (Ateenyi-Agaba et al. 2004) Elastosis akibat cahaya matahari juga

Page 4: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

ditemukan lebih sering terjadi pada spesimen patologis dari neoplasia sel

skuamosa pada konjungtiva (53,3% kasus dan 3,3% dari kontrol). (Tulvatana et

al. 2003) Satu penelitian imunohistokimia menunjukkan bahwa radiasi UV dapat

berperan sebagai agen stimulasi dalam ekspresi beberapa enzim proteolitik,

seperti matriks metalloproteinase (MMP) dan inhibitor jaringan mereka (TIMPs),

yang relevan dengan neoplasia. (Ng et al. 2008)

2.2 Human papilloma virus

Human papiloma virus (HPV) adalah virus onkogenik dan peranan mereka

dalam karsinoma serviks pada manusia sangat jelas, namun peranan mereka dalam

kejadian OSSN masih tidak jelas. Nakamura menunjukkan bahwa 50% dari tumor

skuamosa pada permukaan okular dan kantung lakrimal terkait dengan HPV.

(Nakamura et al. 1997) Biopsi spesimen bersama dengan analisis dari jaringan

archrival tertanam mengungkapkan bahwa HPV risiko rendah tipe 6 dan 11

adalah jenis virus yang paling banyak ditemukan berhubungan dengan papilloma

konjungtiva. (Sjo et al 2007;. Verma et al. 2008) HPV risiko tinggi tipe 16 dan 18

juga didapatkan dalam papiloma konjungtiva, bagaimanapun, keduanya biasa

ditemukan di dysplasia kelas tinggi, atau karsinoma sel skuamosa invasif dari

konjungtiva. (Sjo et al 2007;.. Verma et al 2008) Satu penelitian mengidentifikasi

DNA dari HPV 16, 18, dan mRNA dari daerah E6, yang mewakili virus yang

ditranskripsi secara aktif dari semua spesimen dari neoplasia intraepithelial

konjungtiva dengan menggunakan teknik PCR (n = 10). (Scott et al. 2002)

Sebaliknya, beberapa studi telah gagal untuk menunjukkan keikutsertaan

HPV pada tumor epitel konjungtiva maligna dan menyimpulkan bahwa HPV tidak

berhubungan dengan lesi konjungtiva maligna dan ditimbulkan dari mekanisme

lain, seperti UVB yang lebih penting sebagai etiologi dari lesi ini. (Eng et al

2002;. Tulvatana et al 2003;. Sen et al 2007;.. Manderwad et al 2009) Dengan

demikian, hubungan antara HPV dan OSSN bervariasi pada wilayah geografis

yang berbeda, dan mungkin tergantung pada metode deteksi yang digunakan.(Eng

et al 2002;. Sen et al 2007;. Guthoff et al. 2009; Manderwad et al. 2009)

Page 5: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

2.3 Human immunodeficiency virus

OSSN sekarang dikenal sebagai kanker yang terkait dengan AIDS dan

insidennya meningkat dengan kejadian pandemi HIV di Afrika. (Porges &

Groisman 2003) Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa HIV sangat terkait

dengan neoplasia skuamosa konjungtiva di Afrika dengan odds ratio sebesar 13

(HIV ditemukan positif dalam 71% kasus dan 16% dari kontrol). (Waddell et al.

1996) Sebuah studi case-control dari SCC konjungtiva di Uganda menunjukkan

peningkatan risiko sebesar 10 kali lipat untuk terjadi SCC konjungtiva pada

pasien yang terinfeksi HIV. (Newton et al. 2002) Tumor ini terjadi pada usia yang

lebih muda pada individu yang terinfeksi HIV dan sering bersifat lebih agresif

daripada pasien imunokompeten. OSSN mungkin merupakan manifestasi utama

atau manifestasi yang tampak dengan jelas dari infeksi HIV didaerah sub-Sahara

Afrika. (Spitzer et al. 2008) SCC juga dapat melibatkan sitdaerah non-okular

lainnya seperti orofaring, serviks, dan anorektum (Jeng et al. 2007). Satu

penelitian dari Amerika Serikat menemukan bahwa ada peningkatan

dari prevalensi HIV di antara pasien dengan CIN yang berusia lebih muda dari 50

tahun. (Karp et al. 1996. Sebuah HIV/AIDS Cancer Match Registry Study in the

USA, menunjukkan bahwa risiko dari SCC konjungtiva meningkat terlepas dari

kategori HIV, jumlah limfosit CD4, dan waktu relatif dari onset AID. Risiko

tertinggi pada usia diatas 50 tahun, etnis hispanik, dan tinggal di daerah dengan

radiasi tinggi dari UV. (Guech-Ongey et al. 2008) Analisis jaringan

dari spesimen OSSN pada pasien HIV-1 telah mengidentifikasi beberapa virus

onkogenik termasuk HPV, EBV, dan KSHV, sehingga menyimpukan bahwa

agen-agen infeksi ini dapat berkontribusi untuk perkembangan dari keganasan ini

pada pasien HIV. (Simbiri et al. 2010)

2.4 Imunosupresi

Dari catatan, OSSN memiliki beberapa kesamaan dengan neoplasma kulit.

Diyakini bahwa supresi kekebalan lokal pada kulit dari kerusakan akibat sinar

matahari dapat menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi HPV, yang

Page 6: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

dapat menyebabkan neoplasia. Risiko tambahan juga telah dilaporkan terjadi

pasien kanker dengan imunosupresi dan pasien transplantasi organ. (Shelil et al

2003;. Shome et al. 2006) Selain itu, terdapat laporan bahwa OSSN terjadi

setelah cangkok kornea, yang mungkin sebagian terkait dengan imunosupresi

lokal, HPV, atau mungkin bahwa sel-sel neoplastik telah ada sebelumnya pada

epitel kornea donor pada saat transplantasi. (Ramasubramanian et al. 2010)

2,5 Lainnya

Faktor-faktor lain yang terkait dengan kondisi ini termasuk usia tua, jenis

kelamin laki-laki (Lee & Hirst 1995; Sun et al. 1997), dan pigmentasi kulit kuning

langsat (Lee et al 1994;. Sun et al 1997), serta perokok berat. (Napora et al. 1990),

paparan terhadap produk minyak bumi (Napora et al. 1990), dan beberapa kondisi

genetik seperti xeroderma pigmentosum. Yang disebutkan terakhir adalah

kelainan genetik yang jarang terjadi, di mana terdapat reaktivitas berlebihan

terhadap luka yang diinduksi sinar UV dan menyebabkan peningkatan keganasan.

Penyakit ini sering terjadi pada anak usia dini dengan yang berat dan fotofobia.

(Kraemer et al 1987;.. Chidzonga et al 2009).Penggunaan yang lama dari prostesis

mata (Jain et al. 2010) dan memakai lensa kontak (Guex-OSC & Herbort 1993)

juga telah telah terlibat dalam patogenesis OSSN, meskipun buktinya masih

kurang

.

3. Manifestasi klinis

Spektrum klinis dari OSSN bervariasi dari lesi jinak seperti papiloma

skuamosa, lesi prakanker seperti dysplasia konjungtiva kornea- intraepitel

(CCIN), karsinoma insitu, dan karsinoma sel skuamosa invasif (SCC).

3.1 Papiloma konjungtiva

Papiloma skuamosa adalah bentuk yang paling umum dari lesi jinak yang

diperoleh pada konjungtiva. Ada dua bentuk papilloma konjungtiva: pedunkulata

dan sessile. Keduanya memiliki etiologi dan perjalanan klinis yang berbeda.

Papilloma konjungtiva pedunkulata adalah massa exophytic berdaging dengan

Page 7: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

inti fibrovascular yang memiliki tangkai. (Gambar 1) Sering timbul di fornix

inferior, tetapi dapat pula terjadi pada tarsus atau konjungtiva bulbar. Lesi ini

berhubungan dengan HPV subtipe 6 atau 11 (Sjo et al. 2007), dan sering terjadi

pada anak-anak. Papiloma ini bisa mengalami regresi secara spontan, atau bisa

kambuh setelah eksisi bedah.

Gambar. 1. papilloma konjungtiva pedunkulata yang timbul dari palpebra

konjungtiva atas.

Papilloma sessile biasanya lebih ditemukan di limbus dan memiliki dasar

yang luas. Permukaan berkilauan dan titik-titik merah dalam jumlah banyak

menyerupai stroberi. (Gbr.2) Sebaliknya, lesi sessile biasanya terjadi pada orang

dewasa dan lebih rentan terjadi perubahan displastik. Lesi ini terkait dengan

HPV subtipe 16 atau 18. HPV subtipe 18 merupakan strain virus onkogenik yang

berkaitan erat dengan karsinoma serviks pada manusia

Gambar. 2. A. Masa sessile yang timbul dari konjungtiva bulbar. B.

Papiloma multipel melibatkan kulit dari dua jari pada pasien yang sama.

3.2 Neoplasia intraepithelial konjungtiva-kornea

Gejala klinis umumnya tidak spesifik, bervariasi dari tanpa gejala hingga

iritasi kronis, kemerahan, dan berbagai tingkatan keterlibatan visual yang

ditentukan dengan perluasan lesi menuju sumbu visual. Pola klinis mungkin

berupa papilliform, serta seperti beludru, agar-agar, leukoplaki, nodular atau

bahkan difus. (Gbr. 3-5) Lesi ini umumnya paling sering muncul di daerah

interpalpebral dari konjungtiva perilimbal, tetapi jarang terjadi di forniceal atau

palpebra konjungtiva. Sebuah plakat putih (leukoplakia) dapat terjadi pada

permukaan lesi, yang mewakili dari kejadian hiperkeratosis sekunder, yang

dihasilkan dari disfungsi sel skuamosa . Lesi konjungtiva bersifat mobile dengan

feeder vessel bagi masa. Tumor ini mungkin tampak sebagai lesi lokal yang

tumbuh secara perlahan-lahan yang mirip dengan tumor jinak degenerasi

Page 8: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

konjungtiva, dan kadang-kadang terjadi bersamaan dengan pterygia atau

pingecula. (Hirst et al. 2009) Kadang-kadang, lesi dapat terjadi pigmentasi dan

terlihat sebagai melanoma maligna. (Shields et al. 2008) (Gbr.6) OSSN dapat

berupa difus atau memiliki keterlibatan bilateral. (Gbr.7) OSSN kornea biasanya

merupakan perluasan dari neoplasia skuamosa. Konjungtiva. Keterlibatan kornea

terisolasi telah dilaporkan ditemukan dengan bentuk yang berpotensi agresif tetapi

hal ini sangat jarang terjadi. (Gbr.8) Lapisan Bowman biasanya merupakan

pelindung terhadap lesi invasif. (Cha et al. 1993)

Gambar. 3. neoplasia intraepithelial konjungtiva tampak sebagai massa

nodular dengan fokus dari leukoplakia pada permukaan lesi.

Gambar. 4. neoplasia intraepithelial konjungtiva-kornea: massa agar-agar

datar dengan leukoplakia pada permukaan dan melibatkan 2 kuadran dari

limbus.

Gambar. 5. Neoplasia intraepithelial kornea melibatkan daerah sebesar 270

derajat dari limbus (perhatikan tufa vaskular yang muncul pada massa)

Gambar. 6. Neoplasia intraepithelial konjungtiva-kornea tampak sebagai

massa nodular dengan pola papillomatous dan hiperpigmentasi (perhatikan

feeder vessels yang ada).

Gambar. 7. Neoplasia intraepithelial konjungtiva-kornea bilateral pada

pasien yang terinfeksi HIV.

A. lesi berpigmen dengan fibrovascularfond timbul di limbus. B. Lesi difus

datar yang melibatkan 360 derajat limbus (perhatikan epitel kornea sentral

yang cacat pada foto).

Page 9: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

Gambar. 8. Neoplasia intraepithelial kornea muncul sebagai massa kelabu

datar dengan perbatasan berfimbriae dan keratinisasipermukaan.

3.3 Karsinoma sel skuamosa

Karsinoma sel skuamosa merupakan tahap akhir dari tumor ini di mana

epitel displastik menyerang hingga ke luar membran basal ke substansia propia

konjungtiva atau stroma kornea. Secara klinis, karsinoma sel skuamosa invasive

umumnya lebih besar dan lebih meninggi daripada CIN (Gbr.9). Dalam

prakteknya, hal itu bisa jadi tidak mungkin untuk membedakan karsinoma sel

skuamosa invasif dari lesi intraepitel atau karsinoma in-situ dengan menggunakan

fitur klinis saja. Namun, lesi tahap lanjut atau massa tak mobile dan terfiksir pada

bola mata harus dicurigai sebagai lesi invasif. Sebuah massa yang secara jangka

panjang diabaikan atau massa yang dieksisi secara tidak lengkap dapat

menginvasi melalui bola mata atau orbita. (Gbr.10) Invasi lokal adalah

mekanisme yang paling umum untuk penyebaran tumor. Invasi intraokular

mungkin berhubungan dengan iritis, glaukoma, ablasio retina, atau ruptur bola

mata. Metastasis jarang terjadi, dan lokasi di luar mata pertama yang terkena

adalah kelenjar getah bening regional.

Gambar. 9. Karsinoma sel skuamosa invasif melibatkan dua kuadran

konjungtiva dan kornea (perhatikan pola vaskular papiler yang ada pada

pada massa dengan feeder vessels).

Sebuah varian langka karsinoma sel skuamosa konjungtiva adalah

karsinoma mucoepidermoid. Secara klinis, tumor ini terjadi pada pasien yang

lebih tua dan memiliki komponen kistik kuning bulat karena adanya sel-sel yang

mensekresi mukosa secara berlimpah di dalam kista. Jenis ini cenderung lebih

agresif daripada karsinoma sel skuamosa standar, sehingga memerlukan eksisi

luas dan follow up yang lebih teliti. Varian karsinoma sel skuamosa sel spindle

juga merupakan bentuk agresif. (Shields et al. 2007)

Page 10: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

Gambar. 10. Sebuah karsinoma sel skuamosa tahap lanjut melibatkan

seluruh permukaan kornea dan konjungtiva dengan tonjolan massa ke

kelopak mata bawah.

4. Diagnosis dan Pemeriksaan

Ada beberapa poin yang harus dipenuhi sebelum mencapai diagnostik dan

perencanaan pengelolaan untuk OSSN, termasuk temuan klinis dan patologis,

serta penyuluhan dan komplikasi dari tumor.

Fitur klinis lesi: morfologi, ukuran, lokasi, permukaan, feeder vessels, dan

lokasi anatomi yang tepat apakah konjungtiva (bergerak dengan

konjungtiva ketika melakukan anestesi topikal dengan ujung

aplikatorkapas) atau perlibatan scleral (terfiksir pada bola mata).

Penilaian perluasan lesi

o Invasi intraokular: melakukan gonioscopy untuk menilai sudut

invasi tumor.(Gbr.11) pemeriksaan fundus dilated harus dilakukan

untuk menilai invasi intraokular. Dalam kasus opasitas media,

pemindaian USG B-scansangat membantu untuk menilai sclera dan

penyebaran intraokular.

o Invasi Orbital: dengan menggunakan CT scan atau MRI scan,

akurasi dan perluasan massa secara akurat dapat menilai

keterlibatan mata anterioratau orbital.

o Penyebaran ke kelenjar getah bening regional: sangat penting

untuk menilai kelenjar getah bening regional (kelenjar getah

bening preauricular, submandibula dan servikal) sebagai bagian

dari pemeriksaan klinis.

Diagnosis patologis

Karena tampilan klinis saja mungkin tidak membedakan lesi intraepithelial

dari lesi invasif, baku emas untuk diagnosis pasti adalah histologi jaringan,

yang dapat dilakukan oleh insisi atau eksisi biopsi. Untuk tumor yang

relatif kecil (< 4 jam keterlibatan limbus atau diameter basal<15 mm),

biopsi eksisi umumnya lebih disukai dari pada biopsi insisi. Lesi yang

Page 11: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

lebih besar dapat didekati oleh wedge biopsyatau punch biopsy. Biopsi

insisi juga cocok untuk kondisi yang idealnya diobati dengan kemoterapi

topikal, atau perawatan lain, seperti radiasi.

Gambar. 11. Karsinoma sel skuamosa A. massa difus melibatkan lebih dari

dua kuadran limbus. Temuan B. Temuan Gonioscopic dalam mata yang

sama menunjukkan invasi angulus oleh massa.

4.1 Histologi

Fitur histologis OSSN dapat diklasifikasikan sesuai dengan keberadaan

sel-sel displastik yang berasal dari lapisan sel basal yang meluas ke arah

permukaan. Ada berbagai pola perubahan displastik, mulai dari sel-sel skuamosa

kecil dengan peningkatan rasio inti-sitoplasma (N/C), sel-sel skuamosa besar

dengan inti hiperkromatik, dan sel spindle di sekitar inti berbentuk oval. Sel-sel

displastik mengandung inti yang abnormal baik dengan pleomorfisme nuklir atau

anisonukleosis.Selain itu, gambaran tanda mitosis mengalami peningkatan dan

secara bertahap terdorong ke arah permukaan seiring dengan tingkat

displasia. Banyak gambaran mitosis yang abnormal.Istilah histologis digunakan

untuk menggambarkan OSSN meliputi (Font et al 2006.):

Displasia: lesi epitel displastik konjungtiva dan kornea terbagi menjadi

tiga kelas berdasarkan ketebalan keterlibatan intraepitel. Koilocytes jarang

teridentifikasi namun sugestif untuk infeksi HPV bila

ditemukan. Ketebalan keterlibatan dapat diperkirakan dengan

menggunakan pengecatan Periodic acid-Schiff (PAS) untuk menunjukkan

adanya glikogen dalam sel skuamosa superfisial non-neoplastik. Selain itu,

immunostaininguntuk proliferating cell nuclear antigen(PCNA), Ki-67

dan p53 serta pengecatan argyrophillic nucleolar organizer

region(AgNOR) mungkin berguna untuk grading lesi displastik serta

menentukan korelasi dengan temuan morfologi klinis. (Aoki et al

1998).Grading displasia digambarkan sebagai:

Page 12: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

o Ringan -Kurang dari sepertiga ketebalan dari epitel ditempati oleh

sel-sel atipikal (Gbr.12A)

o Sedang - dalam tiga kuartal ketebalan epitel ditempati oleh sel-sel

atipikal.

o Parah - ketebalannya hampir seluruh epitel ditempati oleh sel-sel

atipikal (Gbr.12B).

Karsinoma in situ: neoplasia melibatkan seluruh ketebalan epitel dengan

hilangnya lapisan permukaan normal. (Gbr.12C) Pengumpulan pembuluh

darah yang berproliferasi dan perluasan jaringan ikat di sepanjang daerah

neoplastik dapat membuatnya mirip dengan papilloma sessile. (Pizzarello

& Jakobiec 1978)

Karsinoma sel skuamosa invasif: seluruh ketebalan epitel telah digantikan

oleh sel-sel displastik dan membran basal lapisan epitel basal telah

tertembus karena invasi sel displastik ke substantiapropia. Pembentukan

sarang sel kanker dan sel-sel kanker tunggal dengan inti aneh dalam

stroma adalah tanda untuk definitif karsinoma jenis invasif. (Tunc et al.

1999) (Gbr.12D)

4.2 Sitologi

Sitologi permukaan okular dapat dilakukan dengan dua teknik utama:

pertama dengan sitologi eksfoliatif dengan menggunakan kerokan spatula atau

cytobrush untuk mengumpulkan sampel, dan kedua adalah sitologi impresi

dengan menggunakan perangkat pengambil untuk mengumpulkan sampel melalui

kontak dengan permukaan lesi. Fitur sitologi dari OSSN telah ditelaah oleh

beberapa penulis. (Lee & Hirst 1995)

Displasia: Sel skuamosa dengan bantalan inti membesar dengan granulasi

halus hingga kasar pada kromatininti, batas inti tidak teratur, sitoplasma

sedikit. Latar belakang bersih.

Karsinoma in situ: Berbagai jumlah sel displastik dengan campuran sel-sel

ganas utuh dan terpelihara dengan baik. Beragam ukurannya dengan

sitoplasma sedikit, biasanya <1 diameter nuklir lebarnya.  Inti yang

Page 13: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

membesar menunjukkan gambaran neoplastik dari hiperkromatisme,

penebalanmembran inti tidak teratur, atau pengerasan membran

inti. Gambaran inti lainnya termasuk kliring atau kondensasi chromatins

inti abnormal dan nukleoliasidofilik yang besar. Namun, latar belakang

apusan dalam keadaan bersih.

Karsinoma sel skuamosa invasif: gambaran sitologi dari SCC telah dinilai

menjadi dua kelompok.

o Grade1-2: Ditandai aberasi sitologi dengan tanda sel ganas aneh

termasuk tadpole cell dengan cytolplasmic tail, selserat atau

spindle, sel hiperkeratinisasi dengan sitoplasma merah atau oranye

refraktil buram, dan inti ganas.

o Grade 3-4: Sel kanker besar atau kecil dengan sitoplasma

sedikit. Sel mukosanya tidak berkeratin mungkin sebagian sel yang

rusak, atau kehilangan bantalan sitoplasma secara lengkap dengan

inti pleomorfik besar hingga raksasa. Dengan invasi dalam dan

ulserasiyang lebih, latarbelakang "diatesis" tumor-sel tumor

nekrotik, eksudat debris sel, darah, dan leukosit dalam keadaan

yang lebih menonjol.

Keuntungan dari sitologi yakni teknik yang sederhana dalam diagnosis dan

tindak lanjut setelah pengobatan OSSN, terutama untuk mendeteksi

rekurensi. Namun, beberapa masalah telah dilaporkan dalam teknik sitologi

eksfoliatif yang dapat meliputi beberapa tingkat ketidaknyamanan bagi pasien,

masalah dengan artefakpengeringan, masalah dengan tumpang tindih seluler (sulit

untuk menafsirkan spesimen secara terpercaya) dan lesi yang tak terlokalisir. 

Sitologi impresi (IC) adalah teknik untuk mengumpulkan lapisan

permukaan dari permukaan mata dengan menggunakan alat pengambil. Yang

sering digunakan adalah kertas filter asetat selulosa dengan ukuran pori berkisar

antara 0,025-0,45 mikron atau bahan lainnya (filter nitroselulosa, membran

biopori, atau filter polieter sulfon) (Calonge et al 2004) sehingga sel-sel

menempel ke permukaan material dan dapat diangkat dan diproses lebih lanjut

Page 14: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

untuk analisis dengan berbagai metode. IC merupakan teknik sederhana dan non-

invasif untuk diagnosis dan follow up setelah pengobatan beberapa gangguan pada

permukaan mata. Keuntungan utamanya adalah bahwa cara ini memungkinkan

pengumpulan sampel epitel yang relatif mudah dengan tingkat ketidaknyamanan

minimal bagi pasien, dapat dilakukan secara rawat jalan, dan memungkinkan

lokalisasi lebih tepat pada daerah yang sedang diperiksa. Selain itu, hubungan sel

ke sel dapat dinilai, yang memungkinkan seseorang untuk melihat sel-sel sesuai

keadaan in vivo.

Gambar. 12. Gambaran histologis. Displasia ringan A.; sel-sel basal yang

teratur dengan peningkatan ukuran inti dan kromatin inti yang kasar. B.

displasia berat; sel-sel epitel yang bervariasi dalam bentuk dan ukuran

dengan inti pleomorfik besar. Sel-sel permukaan merata dengan inti

pyknotic. C. Karsinoma in situ: seluruh ketebalan epitel terdiri dari sel-sel

displastik dengan bantalan inti pleomorfik. Perhatikan reaksi inflamasi

dalam stroma. D. Invasif karsinoma sel skuamosa; sarang invasif dalam

stroma terdiri dari sel-sel aneh mirip dengan yang di epitel. Inti yang

plemorfik dengan membran inti tebal dan nukleolus yang menonjol

(Pengecatan Hematoksilin dan Eosin . Pembesaran asli X40) memberikan

yang ketidaknyamanan bagi pasien, dapat dilakukan pada kondisi rawat

jalan, dan memberikan lokalisasi area yang lebih tepat untuk diteliti. Selain

itu, hubungan antara satu sel dengan yang lainnya dapat dinilai, yang

memberikan kesempatan melihat sel-sel tersebut ada secara in vivo.

Keberhasilan hasil IC dalam menegakkan diagnosis OSSN pada kasus-

kasus yang telah terkonfirmasi secara histologis telah dilaporkan, dengan hasil

positif sekitar 77 – 80 % kasus. (Nolan et al. 1994; Tole et al. 2001) Salah satu

penelitian pada tumor-tumor permukaan okular menemukan bahwa IC memiliki

nilai prediktif positif sebesar 97.4% dan nilai negatif sebesar 53,9%, jika

dibandingkan dengan histologi. (Tananuvat et al. 2008) Keterbatasan IC adalah,

pertama, IC dapat kurang sensitif untuk kasus-kasus dengan lesi-lesi keratotik,

Page 15: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

karena lesi-lesi keratotik umum ditemukan pada OSSN (68%) dibandingkan

dengan sejumlah kecil insidensi pada kanker serviks. Kedua, IC tidak mungkin

membedakan karsinoma in situ dari penyakit minimal invasif, karena hanya sel-

sel superfisial yang terkumpul pada metode IC. Oleh karena itu, biopsi jaringan

masih diperlukan dalam kasus-kasus sitologi negatif.

Hingga saat ini, belum terdapat kriteria sitologi yang telah teridentifikasi

untuk membedakan karsinoma invasif dengan in situ pada sampel-sampel IC

secara terpercaya. Abnormalitas sel skuamosa dapat diklasifikasikan ke dalam 4

kelompok, menggunakan modifikasi dari sistem Bethesda dari sitologi serviks

(Solomon et al. 2002): (1) sel-sel skuamosa atipikal (atypical squamous cells/

ASC) (Gambar 13.B); (2) lesi-lesi skuamosa inraepitelial derajat rendah (low

grade squamous intraepithelial lesions/ LSIL), yang mencakup papiloma

skuamosa dan dysplasia ringan (Gambar 13.C); (3) lesi-lesi skuamosa

intraepithelial derajat tinggi (high grade squamous intraepithelial lesions/ HSIL),

yang meliputi dysplasia sedang hingga berat dan karsinoma in situ (carcinoma in

situ/ CIS) (Gambar 13.D-E); dan (4) karsinoma sel skuamosa (squamous cell

carcinoma/ SCC). (Gambar 13.F) Salah satu rangkaian OSSN menemukan bahwa

SCC dari pemeriksaan sitologi memiliki rerata korelasi tertinggi (91,7%) dengan

hasil histologi yang disertai oleh HSIL (45,5%), ASC (42,9%), epitelial normal

(33%), dan LSIL (21,4%). (Tananuvat et al. 2008) Barros dan rekan-rekannya

menggunakan penilaian indeks modifikasi dari sistem Bethesda yang

membuktikan bahwa suatu skor indeks prediktif > 4,5 menunjukkan titik potong

terbaik untuk diagnosis SCC menggunakan IC dengan sensitivitas 95%,

spesifisitas 93%, nilai prediktif positif 95%, dan nilai prediktif negatif 93%.

(Barros et al. 2009) Oleh karena itu, keterampilan dan pengalaman ahli sitologi

diperlukan untuk interpretasi spesimen-spesimen IC.

4.3Analisis imunohistokimia : indeks proliferative KI-67

Antigen nuklear Ki-67 diekspresikan dalam semua fase siklus sel, kecuali

pada fase G0. Analisis imunohistokimia Ki-67 telah diterapkan pada diagnosis

histopatologis dari tumor-tumor ganas. Pada mukosa skuamosa serviks normal,

Page 16: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

sel-sel positif Ki-67 ditemukan utamanya pada lapisan parabasal. Pada lesi-lesi

intraepithelial skuamosa serviks (squamous intraepithelial lesions/ SIL), jumlah

sel-sel positif Ki-67 meningkat dengan meningkatnya derajat dari normal ke SIL

derajat rendah (LSIL) dan ke SIL derajat tinggi (HSIL). Temuan serupa juga telah

dilaporkan pada kasus SCC konjungtiva dan neoplasia intraepithelial. Dalam salah

satu penelitian yang membandingkan spesimen jaringan yang dikumpulkan dari

lesi-lesi SCC, CIN, dan non-CIN (pterigium), membuktikan bahwa indeks

priloferatif Ki-67 (Ki-67 PI) secara signifikan lebih tinggi pada SCC dan CIN

dibandingkan pada pterigium. (Ohara et al. 2004) Dalam penelitian lainnya, Ki-

67 PI dari CIN terhitung sebesar 20 – 48 % yang secara signifikan lebih besar

dibandingkan lesi-lesi non-CIN (8 – 12 %) dan konjungtiva normal (8 – 12 %).

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat signifikansi sel-sel positif

P53 pada lesi-lesi CIN dibandingkan lesi-lesi non-CIN dan konjungtiva normal

akibat standar deviasi yang lebar. (Kuo et al. 2006) Oleh karena itu, Ki-67 PI

berperan sebagai petanda diagnostik penting untuk OSSN.

Gambar 13. Fitur sitologis dari spesimen-spesimen sitologi. A. Sel-sel

skuamosa normal dengan nuklei kecil dan granul-granul keratohyalin halus.

B. Sel-sel atipikal dengan peningkatan rasio nukleus terhadap sitoplasma (N/

C) dan sitoplasma tampak glassy. C. Lesi-lesi intraepithelial kornea derajat

rendah; sel-sel displastik memiliki ukuran bervariasi dengan peningkatan

rasio N/ C. Mereka serupa dengan sel-sel basal. Sel-sel skuamosa polygonal

besar dengan nuklei kecil juga diinklusikan. D. Lesi-lesi intraepithelial

kornea derajat tinggi; nuklei pleomorfik dengan kromatin nuklear kasar. E.

Lesi intraepithelial kornea derajat tinggi dengan eksudat-eksudat inflamasi

pada latar belakangnya. Sel-sel displastik berkelompok dengan nuklei

pleomorfik. F. Karsinoma sel skuamosa. Sel-sel kanker ber-spindle dan kecil

yang disertai dengan latar belakang inflamasi. Detail nuklear sulit tercatat

karena sel-sel saling tumpang tindih, yang satu dengan yang lainnya.

(Pengecatan Papanicolaou. Pembesaran asli 40x)

Page 17: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

4.4 Perangkat investigasi lainnya

Saat ini, mikroskop konfokal in vivo telah terbukti berguna sebagai teknik

non-invasif untuk menginvestigasi berbagai lesi permukaan okular, termasuk

OSSN. Dua buah penelitian menemukan bahwa temuan mikroskopik konfokal

berkorelasi erat dengan fitur-fitur histologik dalam CIN, sehinggi memberikan

monitoring ketat terhadap kondisi selama terapi. (Alomar et al. 2011; Parrozzani

et al. 2011) Bagaimanapun, ketika membandingkan secara histologi, terdapat

beberapa keterbatasan. Pertama, mikroskop konfokal memberikan tampilan en

face dari sel-sel dibandingkan dengan tampilan cross-sectional dari jaringan

histologi. Kedua, proses fiksasi diperlukan untuk hasil histologi dari jaringan yang

mengkerut/ shrinkage, dengan demikian, perbandingan morfometrik antara

jaringan hidup dan terfiksasi dapat ditampilkan dalam konteks ini. Ketiga, adalah

sulit untuk mengumpulkan tampilan mikroskopik konfokal in vivo dan tampilan

histologik dari lokasi jaringan yang benar-benar sama untuk diperiksa.

Tomografi koherens optik (optical coherence tomography/ OCT) dengan

resolusi tinggi ultra (ultra high resolution/ UHR), merupakan suatu teknik

diagnostik untuk menilai lesi-lesi segmen mata mata anterior, yang digunakan

untuk menegakkan diagnosis dan follow-up setelah pengobatan dari neoplasia

intraepithelial kornea-konjungtiva (conjunctival-corneal intraepithelial neoplasia/

CCIN) dalam rangkaian kasus prospektif. Tampilan UHR OCT berkorelasi baik

dengan spesimen histologi yang diperoleh dari biopsi insisi sebelum terapi. UHR

OCT mampu mendeteksi penyakit sisa yang secara klinis tak tampak.

Keterbatasan dari mesin ini adalah kemampuan untuk mendeteksi lesi-lesi

mikroinvasif karena resolusi dari UHR OCT saat ini diperkirakan hanya 2 mikron,

sehingga tidak dapat mendeteksi fitur-fitur intraseluler. (Shousha et al. 2011)

Diagnosis diferensial/banding

Karena sifat non-invasif OSSN, diagnosis sering kali terlewatkan atau

terlambat. Keluhan-keluhan pasien terkadang diobati sebagai konjungtivitis

kronik. Kondisi-kondisi lainnya yang sering kali salah antara lain : pterigium,

pingecula, pannus kornea, keratokonjungtivitis viral, dan distrofi kornea.

Page 18: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

5. Penatalaksanaan

5. 1 Papiloma konjungtiva

Banyak papiloma konjugtiva yang mengalami regresi spontan. Papiloma

pedunkulata merupakan papiloma kecil, yang secara kosmetik dapat diterima dan

sering kali asimtomatik, meskipun dibutuhkan berbulan-bulan hingga bertahun-

tahun untuk resolusi spontan. Lesi-lesi yang lebih besar dan lebih berpedukulata

secara umum menimbulkan gejala dan tidak dapat diterima secara kosmetik, oleh

karena itu, direkomedasikan dilakukan operasi ditambah dengan kryoterapi.

Papiloma sesil harus diobservasi secara ketat. Jika terdapat bukti bahwa terjadi

perubahan displastik, eksisi dengan kryoterapi harus dilakukan.

Eksisi komplit tanpa manipulasi tumor (teknik tanpa sentuh) merupakan

bagian krusial dari operasi eksisi untuk meminimalisir risiko virus menyebar ke

konjungtiva sehat yang tak terlibat. Kryoterapi freeze-thaw ganda diaplikasikan ke

konjuctiva yang tereksisi untuk mencegah rekurensi tumor. Suatu eksisi yang

tidak lengkap dapat menstimulasi pertumbuhan dan menyebabkan rekurensi lesi

dan perburukan outcome kosmetik.(Gambar 14) Interferon- alpha 2b topikal

(Schechter et al. 2002; Kothari et al. 2009) dan mitomycin C(Hawkins et al.

1999; Yuen et al. 2002) telah digunakan dalam terapi papiloma konjunctiva.

Agen-agen imunomodulasi seperti cimetidin oral menyebabkan regresi viral

terkait papiloma. (Chang & Huang 2006)

Gambar 14. Papiloma konjungtiva rekuren multifocal melibatkan

konjungtiva palpebra inferior, forniks, karankula, dan punctum inferior

setelah dua kali eksisi sebelumnya.

5.2 Neoplasia skuamosa preinvasif dan invasif

5.2.1 Pembedahan

Penatalaksanaan OSSN bervariasi tergantung dari luasnya lesi. Metode

OSSN yang paling diterima adalah eksisi bedah komplit. Namun, sisa sel-sel

tumor yang ditinggalkan di jaringan perbatasan dapat menginduksi terjadinya

Page 19: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

rekurensi tumor. Terapi adjuvan seperti kryoterapi, abrasi alkohol, atau agen-agen

topikal digunakan untuk benar-benar memberantas sel-sel tumor dari permukaan

mata. Dengan demikian, strategi pengobatan utama adalah eksisi komplit tumor

dengan margin bebas bedah luas yang diikuti oleh kryoterapy freeze-thaw ganda

pada margin konjungtiva dan alkohol epiteliektomi untuk komponen kornea.

Dalam kasus tumor yang menempel okuli, sebuah lapisan tipis lamella sklera yang

mendasari harus diangkat.

Untuk mengurangi kemungkinan rekurensi tumor, teknik bedah standar

harus ditekankan dalam semua kasus. Teknik "tanpa sentuh" yang diusulkan oleh

Shieldet al. (Shields et al. 1997) merupakan pendekatan bedah yang telah diterima

secara luas karena komponen konjungtiva, bersama dengan fascia Tenon ini,

harus dipotong dengan manipulasi minimal terhadap tumor karena sel-sel dari

tumor ini “subur” sehingga dapat menanamkan benihnya ke jaringan yang

berdekatan. Selain itu, operasi harus dilakukan dengan menggunakan teknik

mikroskopik dan bidang operasi harus dipertahankan tetap kering sampai tumor

benar-benar diangkat untuk meminimalkan penyebaran sel tumor. Kryoterapi

diduga berperan langsung melalui efek merusak pada sel-sel, serta menyebabkan

hilangnya mikrosirkulasi di area yang diterapi, hal ini menyebabkan infark

iskemik dari jaringan abnormal. Teknik ini dilakukan dengan membekukan

konjungtiva bulbi yang terdapat di sekitarnya setelah diangkat dari sklera

menggunakan kryoprobe. Ketika bola es mencapai ukuran 4-5 mm, maka

diperbolehkan untuk mencair dan siklus diulangi. Komplikasi yang mungkin

terjadi akibat penyalahgunaan teknik ini atau ketika bulbus sengaja dibekukan

antara lain: katarak, uveitis, penipisan sklera dan kornea, serta phthisisbulbi.

Dalam kasus tumor lanjut, defek konjungtiva luas yang dikibatkan oleh

eksisi, terutama yang lebih dari 4 jam, sering kali membutuhkan penggantian

jaringan dari flap konjungtiva transpositional, suatu autograft konjungtiva bebas

dari mata yang berlawanan, graft mukosa bukal, atau transplantasi membran

amnion.

Namun, OSSN dapat disebarkan atau multifokal, dengan batas-batas yang

sulit dideteksi secara klinis, dan juga terdapat kesempatan bagi area ini terlewati

Page 20: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

dari pemeriksaan histopatologi. Tingkat kekambuhan yang dilaporkan setelah

pengobatan bedah sangat signifikan (berkisar antara 15% -52%). (Lee & Hirst

1995; Tabin et al 1997;. Sudesh et al 2000;.. McKelvie et al 2002) Eksisi

inkomplit dengan margin bedah yang positif telah diidentifikasi sebagai faktor

risiko utama terhadap kekambuhan. (McKelvie et al. 2002) Semakin berat derajat

OSSN maka semakin tinggi tingkat rekurensi. Dengan kryoterapi adjuvan, tingkat

rekurensi tampaknya berkurang (dari 28,5% pada OSSN primer dan 50% pada

OSSN rekuren setelah eksisi sederhana, menjadi 7,7% dan 16,6% setelah eksisi

dengan kryoterapi). (Sudesh et al. 2000)

Kekurangan dari pengobatan bedah adalah komplikasi yang dihasilkan

dari proses penyembuhan, terutama pada lesi-lesi lanjut, yaitu jaringan granulasi,

symblepharon, pseudopterygium, diplopia akibat pemendekan jaringan,

blepharoptosis, defisiensi sel induk/ stem cell limbal, dan komplikasi lain.

Permasalahan-permasalahan bedah ini menyebabkan penyelidikan lebih lanjut ke

metode pengobatan alternatif yang lebih aman.

5.2.2 Kemoterapi

Karena tingkat kekambuhan yang relatif tinggi setelah eksisi bedah,

berbagai perawatan topikal telah dianjurkan sebagai terapi tunggal untuk OSSN.

Terapi topikal menawarkan suatu metode non-bedah untuk mengobati seluruh

permukaan mata dengan kurang menekankan pada definisikan margin tumor.

sehingga berpotensi menghilangkan lesi-lesi subklinis. Pengobatan topikal dapat

mengunakan obat dengan konsentrasi tinggi, untuk menghindari efek samping

sistemik. Di samping itu, peningkatan biaya, stres, nyeri, dan trauma yang terkait

dengan prosedur bedah juga dapat dihindari. Berbagai obat topikal telah

digunakan secara efektif untuk mengobati kondisi ini, yaitu mitomycin C (MMC),

5-fluorouracil (5-FU), dan interferon. MMC merupakan agen topikal yang paling

sering digunakan oleh kelompok dokter spesialis penyakit eksternal. (Stone et al.

2005) Agen-agen ini telah digunakan sebagai terapi tunggal atau adjuvan

pembedahan (preoperasi, intraoperasi, dan pascaoperasi) untuk pengobatan

OSSN.

Page 21: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

Mitomycin C

Mitomycin C (MMC) adalah antibiotik ankylating yang mengikat DNA

dalam seluruh fase siklus sel yang menyebabkan cross-linking ireversibel dan

penghambatan sintesis nukleotida. Ketika diaplikasikan pada permukaan

konjungtiva sebagai adjuvan pembedahan, MMC telah terbukti menghambat

migrasi sel fibroblast, menurunkan produksi matriks ekstraseluler, dan

menginduksi apoptosis pada fibroblast kapsula Tenon. Selain itu, juga diketahui

bahwa efek jaringan kronis dari pemberian MMC topikal dapat bertahan selama

bertahun-tahun setelah penghentian pengobatan, sehingga meniru efek radiasi

ionisasi. (McKelvie & Daniell 2001)

MMC telah banyak digunakan dalam operasi glaukoma dan pterygium

karena efek anti-fibrotik pada fibroblast subkonjungtiva. Penggunaan MMC untuk

pengobatan OSSN pertama kali deskripsikan pada tahun 1994. (Frucht-Pery &

Rozenman 1994) Sejak saat itu, berbagai seri kasus yang menggunakan MMC

telah dipublikasi dengan konsentrasi dan jangka waktu yang berbeda. Protokol

umum dari pemberian MMC topikal berkisar dari 0,02% -0,04% dan diberikan

empat kali sehari untuk mata yang sakit selama 7 sampai 28 hari. (Gambar 15)

Dalam salah satu seri kasus menunjukkan bahwa bahkan MMC dengan

konsentrasi yang lebih kecil dari 0,002% efektif dalam pengobatan OSSN primer

dan rekuren. (Prabhasawat et al. 2005) Beberapa penelitian (mirip dengan yang

digunakan dalam fraksinasi radiasi dalam pengobatan kanker-kanker sistemik)

menyukai siklus 7 hari dan bergantian antar-minggu (1 minggu pemberian dan 1

minggu off) untuk memungkinkan sel-sel Satu percobaan randomise control

menemukan bahwa tetes mata MMC 0,04% yang digunakan 4 kali sehari selama 3

minggu efektif dan menyebabkan resolusi awal pada OSSN noninvasif. Tingkat

resolusi relatif pada MMC dibandingkan dengan plasebo adalah 40,87 dan waktu

rata-rata untuk resolusi tumor dalam penelitian ini adalah 121 hari, serta tidak ada

komplikasi yang serius yang ditemukan pada follow up jangka menengah. (Hirst

2007) MMC juga telah digunakan sebagai tambahan terapi bedah untuk OSSN:

perioperatif, untuk mengurangi ukuran lesi yang luas sebelum eksisi bedah

Page 22: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

(chemoreduction), intraoperatif, dan postoperatif untuk mengurangi kekambuhan

(Kemp et al, 2002; Chen et . al 2004; Gupta & Muecke 2010)

Gambar. 15. neoplasia kornea intraepithelial berat yang diobati dengan

mitomycin C 0,02% empat kali sehari, bergantian setiap minggu: A.

Penampilan sebelum pengobatan; B. Lesi sebagian terobati dua bulan setelah

pengobatan; C. Massa sepenuhnya terobati tiga bulan setelah pengobatan; D.

Kornea tampak jelas tanpa adanya kekambuhan delapan tahun kemudian.

Gambar. 16. A. Skleritis mata dengan neoplasia konjungtiva intraepithelial

setelah biopsi eksisi dan pasca operasi mitomycin C.B. Scleral menipis pada

mata yang sama satu tahun kemudian setelah scleritis terobati.

Komplikasi yang dilaporkan pada pengobatan MMC terhadap OSSN

diantaranya hiperemia konjungtiva, erosi epitel punctum, dan keratoconjunctivitis.

Serangkaian penelitian retrospektif yang luas (n = 100 mata) terhadap tumor

permukaan mata yang diobati dengan MMC topikal 0,04% mengungkapkan

bahwa reaksi alergi dan stenosis punctum adalah dua komplikasi yang sering

terjadi. (Khong & Muecke 2006) Beberapa efek samping ini dapat diatasi dengan

menghentikan obat dan menambahkan steroid topikal 3-4 kali sehari. Tidak ada

perubahan signifikan yang ditemukan pada sel endotel kornea setelah pengobatan

dengan MMC topikal 0,04% yang diberikan secara siklik. (Panda et al. 2008)

Namun, ditemukan bahwa MMC memiliki efek yang dapat menyebabkan

kerusakan pada sel endotelium setelah operasi pterygium, sehingga obat ini harus

digunakan secara bijaksana dan diikuti dengan pengawasan jangka panjang.

(Bahar et al. 2009) Meskipun efek samping yang sering terjadi terkait dengan

pemberian MMC topikal dapat berbeda pada setiap individu, defisiensi limbal

stem cell dipandang sebagai komplikasi jangka panjang yang signifikan. (Dudney

& Malecha 2004; Russell et al 2011.) McKelvie and co melaporkan efek MMC

terhadap perngobatan OSSN pada aspek sitologi; MMC terlihat dapat

menyebabkan kematian sel secara apoptosis dan nekrosis. Perubahan seluler yang

berkaitan dengan MMC disebabkan oleh radiasi-cytolmegaly, nucleomegaly, dan

Page 23: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

vacuolation. Perubahan ini dapat bertahan setidaknya 8 bulan setelah penghentian

terapi MMC. (McKelvie & Daniell 2001) Perubahan sitologi jangka panjang pada

permukaan okular yang diinduksi oleh MMC telah dibuktikan dalam penelitian

lain. (Dogru et al. 2003) Komplikasi MMC seperti scleromalacia, perforasi

kornea, katarak, glaukoma, dan uveitis anterior telah dilaporkan dalam

pengobatan pterygium dan harus menjadi perhatian jika agen ini digunakan dalam

lesi konjungtiva terbuka atau digunakan secara berlebihan. (Rubinfeld et al. 1992)

(Gambar 16)

Ketika MMC diresepkan sebagai pengobatan untuk OSSN, harus

dilakukan beberapa tindakan pencegahan. Pasien dan keluarga mereka disarankan

untuk hati-hati dalam menggunakan obat. Wanita hamil dan anak-anak harus

menghindari kontak langsung dengan obat. Pasien harus diinstruksikan untuk

menutup mata mereka selama setidaknya 5 menit setelah instillasi (terjadinya

pengaruh yang bengangsur-angsur) dari MMC atau penyumbat ditempatkan di

kedua punctum superior dan inferior untuk menghindari penyerapan obat secara

nasolakrimalis maupun sistemik. Karena MMC adalah agen kemoterapi, semua

botol sisa obati ini harus dikembalikan ke apotek agar dapat dibuang dengan cara

yang tepat.

5-Fluorouracil

Seperti halnya MMC, 5-fluorouracil (5-FU) topikal telah digunakan untuk

menghambat subconjunctival fibroblas pada operasi glaukoma. 5-FU adalah

antimetabolit yang digunakan untuk mengobati banyak kanker epitel karena

aksinya yang cepat terhadap sel-sel yang berproliferasi dengan cepat. Cara

kerjanya dengan menghambat timidilat sintetase selama fase S dari siklus sel,

mencegah sintesis DNA dan RNA pada sel yang membelah dengan cepat

disebabkan kurangnya timidin. Pemberian 5-FU 1% topikal selama siklus 4 hari

"on" diikuti oleh 30 hari "off" sampai terjadi resolusi lesi adalah metode yang

efektif serta dapaat ditoleransi dengan baik pada pengobatan OSSN, baik tunggal

maupun sebagai obat tambahan untuk tindakan eksisi atau terapi debulking.

(Yeatts et al 2000;. Al-Barrag et al .; Parrozzani et al .; Rudkin & Muecke) Telah

dilaporkan efek samping lokal yang terkait dengan 5-FU topikal, seperti toksisitas

Page 24: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

kelopak mata, keratitis superfisial, epifora, dan defek epitel kornea. (Rudkin &

Muecke 2011) Dengan menggunakan mikroskop confocal, tidak ada toksisitas

jangka panjang pada kornea terkait dengan 5-FU 1% topikal dibandingkan dengan

mata yang dijadikan sebagai kontrol. (Parrozzani et al. 2011) Keuntungan dari

agen ini adalah kecilnya efek samping, murahnya obat, serta mudah untuk

digunakan baik oleh tenaga medis maupun oleh pasien.

Interferon

Interferon (IFN) adalah kelompok protein yang terikat pada reseptor

permukaan sel target dan memicu terjadinya kaskade antiviral dan antitumor

intraseluler. Interefon-alpha sistemik telah digunakan pada pengobatan hairy cell

leukemia, kondiloma acuminata, sarkoma karposi pada AIDS, dan hepatitis (B

dan C). Rekombinan topikal IFNα-2b (1 juta IU / ml) 4 kali sehari telah

digunakan secara efektif dalam pengobatan OSSN primer. (Sturges et al. 2008)

Efek antiviral dari IFNα-2b dapat menjelaskan mengapa agen tersebut kurang

efektif sebagai pengobatan utama untuk lesi yang tidak terkait dengan infeksi

HPV. Topikal IFNα-2b telah digunakan secara efektif dalam pengelolaan lesi

berulang atau bandel di mana eksisi bedah atau MMC yang dilakukan telah gagal.

(Holcombe & Lee 2006) Agen ini ditoleransi dengan baik dan tidak merusak sel-

limbal stem sel secara nyata. Subconjunctival / perilesional IFNα-2b (1-3000000

IU / ml) juga telah digunakan secara efektif untuk pengobatan pada OSSN primer

dan rekuren. (Nemet et al 2006;.. Karp et al 2010) Pemberian IFN topikal yang

perlahan-lahan, tampaknya berhubungan dengan beberapa efek samping, seperti

konjungtivitis folikular dan injeksi konjungtiva, yang tampaknya dapat benar-

benar sembuh setelah penghentian obat. (Schechter et al. 2008) Dilaporkan

adanya microkista epitel kornea setelah pemberian interferon topikal yang identik

dengan yang telah dilaporkan pada terapi interferon sistemik. (Aldave & Nguyen

2007) IFNα-2b subconjunctival dikaitkan dengan terjadinya demam sementara

dan mialgia yang serupa dengan yang terjadi pada aplikasi sistemik.

Agen kemoterapi topikal pada pengobatan OSSN telah menunjukkan

efikasi yang bisa diterima. Perbandingan dari ketiga obat ini terhadap pengobatan

Page 25: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

OSSN non-invasif mengungkapkan bahwa MMC adalah agen yang paling efektif

(88%), diikuti oleh 5-FU (87%), dan IFNα-2b (80%). MMC memiliki rasio efek

samping tertinggi, mungkin karena MMC merupakan agen topikal yang paling

sering digunakan. IFNα-2b adalah agen yang memiliki toksisitas paling rendah,

namun merupakan yang termahal dari ketiga agen. (Sepulveda et al 2010) Indikasi

relatif penggnaan perawatan topikal pada OSSN adalah: 1) keterlibatan

konjungtiva > 2 kuadran, 2) keterlibatan limbal > 180 derajat, 3) pemanjangan ke

dalam clear cornea yang melibatkan sumbu papiler, 4) margin positif setelah

eksisi, dan 5) pasien yang tidak dapat menjalani operasi. (Sepulveda et al. 2010)

Namun, beberapa dokter lebih memilih eksisi bedah sebagai pengobatan awal

pada lesi invasif jika pemanjangannya kurang dari 6 jam, karena ini dapat

memberikan konfirmasi diagnosis dengan cacat kosmetik yang sedikit jika

dilakukan dengan benar. (Shields et al. 2002) Ketika dipertimbangkan agen

topikal sebagai rejimen pengobatan OSSN, agen tersebut harus digunakan dengan

hati-hati karena efek jangka panjangnya terhadap permukaan okular mata, juga

kelopak mata yang berdekatan dan sistem drainase nasolacrimal, belum

didefinisikan sepenuhnya.

Modalitas terapi lainnya untuk pengelolaan OSSN meliputi plak

brachytherapy dengan Iodine-125 (Walsh-Conway & Conway 2009), terapi beta-

radiasi, gamma radiasi, dan imunoterapi dengan dinitrochlorobenzene (DNCB).

(Lee & Hirst 1995) Pengobatan agresif seperti enukleasi atau exenterasi

dipertimbangkan pada kasus dengan invasi ocular atau orbital. (Shields & Shields

2004)

6. Tujuan klinis

OSSN adalah tumor yang tumbuh lambat; Namun beberapa kasus jika

diabaikan dapat menyerang bulbus dan orbita dan dapat menyebabkan kematian.

Tumor ini memiliki potensi untuk kambuh setelah pengobatan. Pada serangkaian

OSSN, pada lesi intraepithelial dan invasif, ditemukan bahwa keterlibatan sclera

terjadi pada 37%, invasi orbital 11%, dan tidak ada metastasis atau kematian yang

berhubungan dengan tumor. (Tunc et al.1999) Pada serangkaian 26 SCC

konjungtiva, invasi intraokular terjadi pada 11% pasien, invasi kornea atau sclera

Page 26: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

30%, dan invasi orbital 15%. Exenterasi diperlukan pada 23% kasus, dan 8%

meninggal karena metastasis. (McKelvie et al. 2002) Faktor yang diprediksi yang

berhubungan dengan peningkatan kekambuhan tumor secara signifikan yaitu

meliputi usia tua, lesi berdiameter besar, indeks proliferasi tinggi (Ki-67 skor),

dan surgical margin positif. (McKelvie et al. 2002)

Sebuah studi jangka panjang CCIN juga menemukan bahwa tingkat

kekambuhan setelah operasi lebih tinggi pada kasus dengan surgical margin yang

positif dibandingkan dengan free margin (56% berbanding 33%). Waktu untuk

kekambuhan berkisar antara 33 hari sampai 11,5 tahun setelah pengobatan primer,

dan pada pasien dengan eksisi tidak lengkap kambuh lebih awal daripada pasien

dengan free margin. (Tabin et al. 1997) Pertumbuhan tumor kambuhan yang

lambat dan bukti adanya kekambuhan laten 10 tahun setelah operasi,

mengakibatkan perlunya untuk follow up pasien tahunan selama sisa hidupnya.

OSSN pada individu imunosupresi tampaknya memiliki agresifitas yang

berbeda dengan perjalanan klinis yang relatif jinak pada OSSN klasik

(Masanganise & Magava 2001; Gichuhi & Irlam 2007). Tumor sering tumbuh

dengan pesat dan memiliki kecenderungan untuk menyerang bulbus oculi atau

orbita. Masalah ini diperparah oleh fasilitas kesehatan yang buruk, dan kepatuhan

pasien, yang sering ditemukan di daerah endemis HIV. Manajemen dengan

pendekatan standar pada pasien-pasien ini sering dikaitkan dengan tingkat

kekambuhan dan invasi intraokular atau orbital yang lebih tinggi. Dengan

demikian, mungkin diperlukan eksisi luas dengan analisis histologis terhadap

margin, seperti juga rejimen tambahan lain seperti cryotherapy, agen kemoterapi

topikal untuk mencegah kekambuhan lokal, invasi intraokular atau orbital, dan

metastasis. Selain itu, sangat penting bagi setiap pasien HIV untuk menjalani

pemeriksaan mata secara rinci pada saat datang ke klinik dan menjalani follow up

untuk mendeteksi rekurensi penyakit secepat mungkin.

7. Kesimpulan

OSSN adalah spektrum penyakit mulai dari simple displasia sampai

karsinoma invasif. Lesi ini dianggap memiliki keganasan yang rendah, tetapi

secara invasif dapat menyebar ke seluruh bulbus oculi atau orbit. OSSN adalah

Page 27: Neoplasia Skuamosa Pada Permukaan Okular

tumor permukaan mata yang paling umum dan memiliki insiden yang bervariasi

pada setiap lokasi geografis yang berbeda. Faktor risiko utama adalah paparan

UV-B dimana terdapat meningkatnya insiden OSSN di daerah yang dekat dengan

khatulistiwa. Faktor risiko penting lainnya adalah human papilloma visur dan

human immunodeficiency virus (HIV). Namun, tidak jelas apakah faktor host

(misalnya faktor genetik dan gangguan kekebalan terkait HIV) atau karakteristik

epitel permukaan mata juga merupakan bagian dari etiopatogenesis dari OSSN.

Gejala OSSN berkisar dari tidak adanya gejala sama sekali sampai gejala nyeri

yang berat atau hilangnya penglihatan. Secara klinis, tumor ini paling sering

muncul di daerah interpalpebral, terutama di daerah limbal. Diagnosis dan

penanganan awal dapat mengurangi risiko agresifitas lokal dan dapat

meningkatkan prognosis pasien dalam hal kontrol lokal dan mempertahankan

visus. Dalam praktek klinis, OSSN umumnya dievaluasi dengan histologi

jaringan. Perkembangan teknik diagnostik pra-operasi seperti pemeriksaan

sitologi adalah kemajuan dalam hal penemuan diagnosis dan tindakan follow up

setelah pengobatan. Bedah eksisi tambahan dengan cryotherapy dikombinasikan

dengan abrasi alkohol pada kasus keterlibatan kornea merupakan strategi

pengobatan utama. Tingkat kekambuhan lebih tinggi pada OSSN dengan tingkat

yang lebih berat dan yang memiliki margin bedah yang adekuat pada eksisi awal.

Perawatan manajemen standar untuk OSSN tampaknya bergeser ke arah

kemoterapi topikal seperti MMC, 5 FU, dan interferon sebagai terapi tunggal, atau

sebagai tambahan terapi bedah, terutama dalam kasus-kasus OSSN difus atau

unoperable. Pengobatan alternatif ini terus berkembang meskipun memiliki

kekurangan dalam literatur jangka panjang yang telah diterbitkan. Penyakit invasif

dapat menyebabkan keterlibatan intraokular atau orbital dengan hilangnya

penglihatan, dan kadang-kadang dapat menyebabkan kematian. Kekambuhan

setelah pengobatan awal adalah bervariasi dan menyebabkan perlunya follow up

seumur hidup pada semua kasus OSSN.